pertanggungjawaban pidana pilot mnrt uu

20

Click here to load reader

Upload: meiismine

Post on 06-Aug-2015

137 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

karya ilmiah

TRANSCRIPT

Page 1: Pertanggungjawaban pidana pilot mnrt UU

1

Pertanggung Jawaban Pidana Pilot Pada

Kecelakaan Pesawat Terbang Dalam Undang-

undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

Oleh :

Aprillani Arsyad, S.H., M.H.1

Abstrak

Untuk mengoperasionalkan pesawat terbang dibutuhkan pilot yang

professional dan berkualitas guna pencapaian tujuan pengadaan pesawat

terbang dan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat

pengguna jasa angkutan pesawat terbang. Dengan demikian,

pertanggung jawaban pilot sangat dibutuhkan guna tercapainya

kenyamanan menggunakan alat transportasi udara serta keselamatan

penumpang dan/atau barang angkutan, sehingga jika terjadi kecelakaan

pesawat terbang, baik kecelakaan kecil maupun kecelakaan yang

menimbulkan korban jiwa dan harta benda pilot yang mengemudikan

pesawat terbang tersebut dapat dikenai pertanggung jawaban pidana

berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

Namun dalam kenyataan, tidak pernah terdengar pilot yang selamat dari

kecelakaan pesawat terbang diproses secara hukum guna

mempertanggung jawabkan kesalahannya, sehingga hal ini menimbulkan

ketidak pastian hukum.

I. PENDAHULUAN

Dengan semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi, maka berimbas pula pada perkembangan sarana prasarana

pengangkutan. Diantaranya adalah pengangkutan udara dengan

menggunakan pesawat terbang.

Page 2: Pertanggungjawaban pidana pilot mnrt UU

2

1. Dosen S1 Fakultas Hukum Universitas Jambi

Dengan menggunakan pesawat terbang, sangat menguntungkan

masyarakat, karena :

1. Jarak jauh dapat ditempuh dalam waktu yang singkat dibandingkan

alat angkutan lainnya;

2. Sangat nyaman dipakai atau dinaiki; dan

3. Biaya lebih irit dibandingkan dengan menggunakan alat angkutan

lain yang menempuh jarak yang cukup jauh.

Pengadaan pesawat terbang juga menguntungkan negara dari

sudut ekonomi dan pertahanan keamanan. Dalam sudut ekonomi

diuntungkan berupa meningkatnya pendapatan negara, sedangkan

dalam sudut pertahanan keamanan diuntungkan dalam pengangkutan

personil dan persenjataan militer di samping untuk pengamatan dan

pengawasan di udara.

Untuk mengoperasionalkan pesawat terbang dibutuhkan pilot

yang professional dan berkualitas guna pencapaian tujuan pengadaan

pesawat terbang dan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada

masyarakat pengguna jasa angkutan pesawat terbang. Dengan

demikian, pertanggung jawaban pilot sangat dibutuhkan guna

tercapainya kenyamanan menggunakan alat transportasi udara serta

keselamatan penumpang dan/atau barang angkutan.

Sekalipun akan mendapatkan kenyamanan dalam penggunaan

pesawat terbang, tetapi kadangkala juga mendatangkan bahaya bagi

penumpang dan/atau barang yang diangkutnya jika terjadi risiko

kecelakaan. Akibat kecelakaan pesawat terbang yang terjadi bukan

hanya harta benda saja yang hancur, melainkan nyawa penumpang

pun melayang dan yang lebih parah lagi dapat menghancurkan harta

benda dan/atau warga masyarakat yang terkena hantaman jatuhnya

pesawat terbang.

Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan, Pasal 1 angka 1 menyatakan : “Penerbangan adalah

Page 3: Pertanggungjawaban pidana pilot mnrt UU

3

satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara,

bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan

dan keamanan, lingkungan hidup serta fasilitas penunjang dan fasilitas

umum lainnya”.

Dengan demikian, penerbangan itu adalah segala sesuatu yang

berkenaan dengan penggunaan sarana prasarana pengangkutan

melalui wilayah udara.

Segala sesuatu yang dilakukan atau dibuat tidak terlepas dari

tujuan yang diharapkan oleh bangsa dan negara Republik Indonesia,

begitu pula halnya dengan penerbangan ini. Adapun tujuan

penerbangan menurut ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 1

Tahun 2009 adalah sebagai berikut :

Penerbangan diselenggarakan dengan tujuan :

a. Mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang tertib,

teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar

dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak

sehat;

b. Memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang

melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi

angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan

perekonomian nasional;

c. Membina jiwa kedirgantaraan;

d. Menjunjung kedaulatan negara;

e. Menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi

dan industri angkutan udara nasional;

f. Menunjang, menggerakkan dan mendorong pencapaian

tujuan pembangunan nasional;

g. Memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam

rangka perwujudan wawasan nusantara;

h. Meningkatkan ketahanan nasional; dan

i. Mempererat hubungan antar bangsa.

Page 4: Pertanggungjawaban pidana pilot mnrt UU

4

Penerbangan di Indonesia ini pada dasarnya sudah lama ada

pengaturannya, dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana diatur

pada Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 95, selanjutnya pasal-pasal tersebut

dipertegas dengan Undang-undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang

penerbangan. Selanjutnya dilakukan perubahan dan penambahan

terakhir dengan Undang-undang No. 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan.

II. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka yang menjadi

permasalahan dalam penulisan ini adalah :

1. Jenis-jenis tindak pidana apa yang dapat dipertanggung jawabkan

kepada pilot pesawat terbang ?

2. Bagaimana pertanggung jawaban pidana pilot pesawat terbang jika

terjadi kecelakaan ?

III. PEMBAHASAN

A. Jenis-jenis Tindak Pidana Penerbangan yang Dapat

Dipertanggung Jawabkan Kepada Pilot Pesawat Terbang

Mengenai tindak pidana, ada beberapa istilah yang lazim

digunakan di masyarakat, antara lain : perbuatan pidana, delik,

perbuatan yang dapat dihukum, dan lain sebagainya. Moeljatno,

menggunakan istilah perbuatan pidana untuk menyebut tindak

pidana dan mendefinisikan :

“Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh

suatu aturan hokum, larangan mana disertai ancaman

(sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa

melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa

perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan

hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam hal itu

Page 5: Pertanggungjawaban pidana pilot mnrt UU

5

diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu

keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan

orang) sedangkan pidananya ditujukan kepada orang yang

menimbulkan kejadian itu.”2

Dari definisi tindak pidana atau perbuatan pidana, delik

diatas , maka jelas bahwa suatu perbuatan untuk dapat dikenakan

pidana terhadap pelakunya, perbuatan tersebut harus sudah

dirumuskan dalam suatu peraturan perundang-undangan. Hal ini

sesuai dengan asas legalitas yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1)

KUHP, yang menyatakan tiada suatu perbuatan dapat dipidana

kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan

yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.

Adapun tindak pidana penerbangan yang dapat

dipertanggung jawabkan kepada pilot berdasarkan Undang-

undang No. 1 Tahun 2009 dapat dirinci sebagai berikut :

1. Mengoperasikan Pesawat Tidak Laik Udara

Setiap orang (pilot) yang mengoperasikan pesawat udara

yang tidak memenuhi standar kelaikan udara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 34 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009

dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau

denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus

juta rupiah). Jika perbuatan tersebut menimbulkan kerugian harta

benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)

tahun atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar

rupiah). Jika mengakibatkan kematian seseorang dan kerugian

harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10

(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.2.500.000.000,00

(dua miliar lima ratus juta rupiah) (Pasal 406).

2. Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1983, Hal. 54.

Page 6: Pertanggungjawaban pidana pilot mnrt UU

6

2. Tidak memiliki Sertifikat Kompetensi (Lisensi)

Setiap personil pesawat udara yang melakukan tugasnya

tanpa memiliki kompetensi atau lisensi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 58 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009

dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau

denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Jika dalam perbuatan tersebut mengakibatkan matinya orang,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)

tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah) (Pasal 413).

3. Mengangkut Barang Berbahaya yang Tidak Memenuhi Syarat

Keselamatan dan Keamanan Penerbangan

Setiap orang (pilot) yang melakukan pengangkutan barang

khusus dan berbahaya yang tidak memenuhi persyaratan

keselamatan dan keamanan penerbangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 136 ayat (1) Undang-undang Nomor 1

Tahun 2009 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2

(dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima

ratus juta rupiah). Jika perbuatan tersebut mengakibatkan

matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15

(lima belas) tahun. (Pasal 419).

4. Mengoperasikan Pesawat Tanpa Memenuhi Persyaratan

Keamanan Penerbangan

Setiap orang (pilot) yang mengoperasikan pesawat udara

kategori transpor tanpa memenuhi persyaratan keamanan

penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 342

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 sehingga mengakibatkan

kecelakaan pesawat udara dan kerugian harta benda, dipidana

dengan pidana penjara 5 (lima) tahun dan denda paling banyak

Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (Pasal 434).

Page 7: Pertanggungjawaban pidana pilot mnrt UU

7

5. Tidak Memberitahukan Keadaan Bahaya

Kapten penerbang (pilot) yang sedang bertugas yang

mengalami keadaan bahaya atau mengetahui adanya pesawat

udara lain yang diindikasikan sedang menghadapi bahaya

dalam penerbangan, tidak memberitahukan kepada unit

pelayanan lalu lintas penerbangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 354 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009,

sehingga berakibat terjadinya kecelakaan pesawat udara dan

kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling

lama 8 (delapan) tahun. Jika mengakibatkan matinya orang,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun

(Pasal 438).

Memperhatikan perumusan dari beberapa tindak pidana

tersebut di atas, maka jelas bahwa ketentuan tersebut ditujukan

kepada pilot pesawat. Baik yang secara sengaja maupun

karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan yang

menimbulkan kerugian harta benda dan korban jiwa.

B. Pertanggung Jawaban Pidana Pilot Pesawat Terbang

Mengenai pertanggung jawaban pidana, Sudarto, mengatakan

bahwa disamping kemampuan bertanggung jawab, kesalahan

(schuld) dan melawan hukum (wederechtelijk) sebagai syarat untuk

pengenaan pidana ialah, pembahayaan masyarakat oleh pembuat.3

Dengan demikian konsepsi pertanggung jawaban pidana dalam arti

dipidananya pembuat, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,

yaitu :

1. Ada suatu tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat

3. Sudarto, dalam Hamzah Hatrik, Asas Pertanggung jawaban Koorporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta , 1996, Hal. 12

Page 8: Pertanggungjawaban pidana pilot mnrt UU

8

2. Ada unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan

3. Ada pembuat yang mampu bertanggung jawab, dan

4. Tidak ada alasan pemaaf

Bertolak dari apa yang telah dikemukakan oleh Sudarto

tersebut di atas, maka jelas bahwa untuk dapat dipertanggung

jawabkan secara pidana atau dijatuhi pidana kepada seseorang

harus memenuhi syarat-syarat tersebut.

Menyangkut syarat pertama yaitu adanya suatu tindak pidana

yang dilakukan oleh pembuat ; asas legalitas menghendaki adanya

ketentuan yang pasti terlebih dahulu, baik mengenai perbuatan

yang dilarang maupun mengenai pidana yang dapat dijatuhkan

kepada si pelaku. Dalam sistem hukum pidana Indonesia hal itu

dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP, sebagai berikut : “Tiada

suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan

pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum

perbuatan dilakukan”. Jika hal itu dikaitkan dengan pertanggung

jawaban pidana pilot pesawat pada kecelakaan pesawat terbang,

yaitu :

1. Mengoperasikan Pesawat Tidak Laik Udara

Setiap orang (pilot) yang mengoperasikan pesawat udara

yang tidak memenuhi standar kelaikan udara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 34 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009

dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau

denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus

juta rupiah). Jika perbuatan tersebut menimbulkan kerugian harta

benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)

tahun atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar

rupiah). Jika mengakibatkan kematian seseorang dan kerugian

harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10

Page 9: Pertanggungjawaban pidana pilot mnrt UU

9

(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.2.500.000.000,00

(dua miliar lima ratus juta rupiah) (Pasal 406).

2. Tidak memiliki Sertifikat Kompetensi (Lisensi)

Setiap personil pesawat udara yang melakukan tugasnya

tanpa memiliki kompetensi atau lisensi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 58 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009

dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau

denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Jika dalam perbuatan tersebut mengakibatkan matinya orang,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)

tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah) (Pasal 413).

3. Mengangkut barang berbahaya yang tidak memenuhi syarat

keselamatan dan keamanan penerbangan

Setiap orang (pilot) yang melakukan pengangkutan barang

khusus dan berbahaya yang tidak memenuhi persyaratan

keselamatan dan keamanan penerbangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 136 ayat (1) Undang-undang Nomor 1

Tahun 2009 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)

tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah). Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya

orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima

belas) tahun. (Pasal 419).

4. Tidak Memberitahukan Keadaan Bahaya

Kapten penerbang (pilot) yang sedang bertugas yang

mengalami keadaan bahaya atau mengetahui adanya pesawat

udara lain yang diindikasikan sedang menghadapi bahaya dalam

penerbangan, tidak memberitahukan kepada unit pelayanan lalu

lintas penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 354

Page 10: Pertanggungjawaban pidana pilot mnrt UU

10

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009, sehingga berakibat

terjadinya kecelakaan pesawat udara dan kerugian harta benda,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.

Jika mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana

penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun (Pasal 438).

Selanjutnya mengenai syarat yang kedua yaitu adanya

unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan. Hal ini erat

kaitannya dengan asas “culpabilitas” yang mengandung arti

“tiada pidana tanpa kesalahan” atau “geen straf zonder schuld”.

Schuld atau kesalahan tersebut erat kaitannya dengan sikap

batin seseorang atau pilot pesawat baik berupa kesengajaan

(opzet) atau kelalaian (culpa). Dalam ilmu hukum umumnya

dibedakan 3 (tiga) jenis atau tingkatan kesengajaan, sebagai

berikut :

1. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk);

yaitu, suatu perbuatan yang dilandasi dengan niat untuk

mencapai tujuan atau akibat tertentu.

2. Kesengajaan dengan kesadaran akan kepastian

(opzetbij noodzakelijkheids berwustzijn ; opzet bij

noodzakerheidsbewustzijn) ; yaitu, sesuatu perbuatan

yang dilakukan disadari pasti akan menimbulkan akibat

tertentu.

3. Kesengajaan dengan keinsafan kemungkinan akan

terjadi (opzet bij mogelijkheids bewustzijn), yaitu,

kesengajaan dengan melakukan suatu perbuatan

diinsafi kemungkinan akan timbul kejadian atau akibat

tertentu.

Kesengajaan ini disebut juga voorwardelijk opzet atau

dolus eventualis.

Bilamana syarat adanya unsur kesalahan berupa

kesengajaan atau kealpaan ini, dikaitkan dengan pertanggung

Page 11: Pertanggungjawaban pidana pilot mnrt UU

11

jawaban pilot pesawat maka perlu dicermati rumusan tindak

pidana yang bersangkutan untuk mengetahui adanya unsur

sengaja atau kealpaan, siapa subjek atau pelaku tindak pidana

tersebut (pilot atau personil lainnya).

Selanjutnya menyangkut syarat yang ke tiga, yaitu adanya

pelaku atau pembuat yang mampu bertanggung jawab dalam

KUHP dirumuskan pada Pasal 44 bahwa barang siapa

melakukan perbuatan disebabkan karena jiwanya cacat dalam

tumbuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena

penyakit (ziekelijke stroring) tidak dipidana.

Menyangkut syarat yang ke tiga ini, tidak mungkin terjadi

pada seorang pilot pesawat mengingat mereka adalah orang-

orang pilihan yang telah teruji kesehatan setiap akan melakukan

penerbangan.

Syarat yang terakhir atau ke empat dari pertanggung jawab

pidana yaitu tidak ada alasan pemaaf yang dapat meniadakan

pemidanaan terhadap seorang pelaku, yaitu :

a. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodwer

ekses), sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (2)

KUHP

b. Melaksanakan perintah jabatan yang tidak syah

sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (2) KUHP

Jika dikaitkan dengan pertanggung jawaban pidana pilot

pesawat terbang maka hal ini bisa terjadi khususnya yang

berkaitan dengan melaksanakan perintah jabatan yang tidak

syah, yang dengan itikad baik perintah tersebut dilaksanakan.

Page 12: Pertanggungjawaban pidana pilot mnrt UU

12

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan sebelumnya maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Jenis tindak pidana yang dapat dipertanggung jawabkan secara

pidana kepada pilot pesawat terbang adalah :

a. Mengoperasikan pesawat udara yang tidak memenuhi

standar

b. Melakukan tugas tanpa kompetensi atau lisensi

c. Melakukan pengangkutan barang khusus dan berbahaya

yang tidak memenuhi keselamatan dan keamanan

penerbangan

d. Mengoperasikan pesawat udara kategori transport tanpa

memenuhi persyaratan keamanan penerbangan.

e. Tidak memberitahukan kepada unit pelayanan lalu lintas

penerbangan tentang pesawat dalam keadaan bahaya atau

mengetahui adanya pesawat udara lain yang diindikasikan

sedang menghadapi bahaya dalam penerbangan.

2. Pertanggung jawaban pidana terhadap pilot pesawat terbang

dapat dikenakan sepanjang memenuhi persyaratan, sesuai

rumusan delik adanya kesalahan berupa kesengajaan atau

kealpaan dan tidak ada alasan pemaaf.

Page 13: Pertanggungjawaban pidana pilot mnrt UU

13

B. Saran

Untuk memudahkan proses peradilan terutama dalam

pembuktian hendaknya dicantumkan unsur sengaja atau kelalaian

dalam perumusan tindak pidana atau delik yang berkaitan dengan

pertanggung jawaban pidana pilot pesawat terbang sebagaimana

diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2009.

Page 14: Pertanggungjawaban pidana pilot mnrt UU

14

DAFTAR PUSTAKA

Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia,

Balai Pustaka, Jakarta, 1987.

Martono, K. Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional

Bagian Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1983.

Santoso, Topo dan Zulfa, Eva Achjani. Kriminologi, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2003.

Soedjono. Penanggulangan Kejahatan, Alumni, Bandung, 1983.

Soesilo, R. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Politeia, Bogor, 1993.

-------------. Undang-undang Penerbangan 2009, Sinar Grafika, Jakarta,

2010.

-------------. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan.

Sudarto, dalam Hamzah Hatrik, Asas Pertanggung jawaban Koorporasi

Dalam Hukum Pidana Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta , 1996.