permasalahan pemilu sistem distrik

4
PERMASALAHAN PEMILU SISTEM DISTRIK Pemilu sistem distrik dan sistem proporsional masih menjadi perdebatan diantara para ahli dan praktisi politik. Masing masing mereka memiliki alasan yang kuat untuk bisa menerapkan salah satu dari sistem tersebut di negara mereka. Begitu pula dengan Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang besar menjadi alasan untuk menerapkan sistem proporsional pada pemilu-pemilu sebelumnya. Berikut adalah kelebihan dan kekurangan pemilu dengan menggunakan sistem distrik dan sistem proporsional. Pada sistem distrik, daerah pemilihan berbasis pada jumlah penduduk. Sedang pada sistem proporsional, basis pemilihan wilayah (biasanya propinsi) terlepas jumlah penduduknya sama atau tidak . Pada sistem distrik, ukuran daerah pemilihan kecil, berupa distrik, sehingga jumlah daerah pemilihan menjadi banyak. Sedangkan pada sistem proporsional, ukuran daerah pemilihan besar (di Indonesia propinsi), sehingga jumlah daerah pemilihan menjadi lebih sedikit. Pada sistem distrik, batasan daerah pemilihan berubah-ubah sesuai dengan perkembangan jumlah penduduk. Sedangkan pada sistem

Upload: iwan-sukma-nuricht

Post on 19-Jun-2015

382 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Permasalahan Pemilu Sistem Distrik

PERMASALAHAN PEMILU SISTEM DISTRIK

Pemilu sistem distrik dan sistem proporsional masih menjadi perdebatan diantara para ahli dan praktisi politik. Masing masing mereka

memiliki alasan yang kuat untuk bisa menerapkan salah satu dari sistem tersebut

di negara mereka. Begitu pula dengan Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang besar menjadi alasan untuk menerapkan sistem proporsional pada pemilu-pemilu sebelumnya. Berikut adalah kelebihan dan kekurangan pemilu dengan menggunakan sistem distrik dan sistem proporsional.

Pada sistem distrik, daerah pemilihan berbasis pada jumlah penduduk. Sedang pada sistem proporsional, basis pemilihan wilayah (biasanya propinsi) terlepas jumlah penduduknya sama atau tidak .

Pada sistem distrik, ukuran daerah pemilihan kecil, berupa distrik, sehingga jumlah daerah pemilihan menjadi banyak. Sedangkan pada sistem proporsional, ukuran daerah pemilihan besar (di Indonesia propinsi), sehingga jumlah daerah pemilihan menjadi lebih sedikit.

Pada sistem distrik, batasan daerah pemilihan berubah-ubah sesuai dengan perkembangan jumlah penduduk. Sedangkan pada sistem proporsional, batasan daerah tetap, kerena tak bergantung pada perubahan jumlah penduduk.

Pada sistem distrik, setiap daerah pemilihan (distrik) hanya ada satu wakil terpilih. Sedangkan pada sistem proporsional, setiap daerah pemilih (wilayah) punya beberapa wakil secara proporsional.

Page 2: Permasalahan Pemilu Sistem Distrik

Pada sistem distrik, caleg harus berasal/berdomisili di daerah pemilih (distrik) tempat dirinya dicalonkan. Sedangkan pada sistem proporsional, asal caleg bebas, tidak harus putra daerah.

Pada sistem distrik, hubungan pemilih dengan caleg terpilih bisa berupa hubungan langsung (baca: lewat caleg independen), namun dapat pula melalui partai (dicalonkan oleh partai). Dengan kata lain, caleg terpilih dicalonkan oleh pemilih atau pemilih dan partai. Sedangkan pada sistem proporsional, hubungan pemilih dengan caleg terpilih melalui partai, (tak ada caleg independen). Artinya, caleg dicalonkan oleh dan melalui partai.

Pada sistem distrik, caleg terpilih bertanggung jawab kepada rakyat pemilih (untuk caleg independen) atau kepada rakyat pemilih dan partai. Dengan kata lain, dalam sistem ini kekuasaaan partai atas caleg terpilih sangat kecil. Sedang pada sistem proporsional, caleg terpilih lebih bertanggung jawab kepada

partainya bukan kepada rakyat pemilih, karena memang partai yang mencalonkan dirinya. Singkatnya, kekuasaan partai atas caleg terpilih cukup besar.

Pada sistem distrik, caleg dikenal oleh rakyat pemilih. Bila tak dikenal hampir pasti dia tak akan dipilih. Sistim ini menekankan kualitas dan atau popularitas individu. Sedang pada sistem proporsional, Caleg kurang atau bahkan bisa tidak dikenal rakyat pemilih, karena memang rakyat hanya memilih tanda OPP, bukan memilih individu caleg.

Pada sistem distrik, cenderung merugikan partai kecil, karena suara pihak yang kalah hilang alias tidak dihitung. Akibatnya, hasil perbandingan suara pemilih dan wakil terpilih menjadi tidak berimbang (proporsional). Sedang pada sistem proporsional, cenderung menguntungkan partai kecil, karena semua suara memang dihitung secara proporsional, alias tidak ada suara yang hilang.

Page 3: Permasalahan Pemilu Sistem Distrik

Pada sistem distrik, banyak suara yang hilang sia-sia (wasted), sehingga pemilih pun akan kian malas untuk memilih partai yang sudah pasti kalah (partai gurem). Dengan sistem penghitungan suara seperti ini, maka pada akhirnya akan cenderung menghasilkan dua partai besar. Sedang pada sistem proporsional, suara pasti dihitung, maka sistem ini cenderung menghasilkan multi partai, sebab meskipun partainya kecil, tetapi tetap berharap dapat kursi hasil gabungan dari suara di berbagai wilayah.

Pada sistem distrik, Adanya dua partai besar memungkinkan partai yang menang mendapat suara mayoritas mutlak, sehngga tidak mengarah ke pemerintahan koalisi. Sedang pada sistem proporsional, partai kecil tetap eksis, maka suara/kursi menjadi terpecah-pecah ke dalam partai-partai kecil. Untuk dapat membentuk pemerintahan mayoritas mutlak (50% + 1), biasanya partai-partai akan mengarah

kepemerintahan koalisi.

Pada sistem distrik, cenderung ke sistem sentralisasi, karena wakil rakyat memang lebih loyal pada pemilih dan konstituensinya, bukan kepada pusat (baca: OPP di pusat). Implikasinya, sistem distrik menghasilkan keterbukaan pertanggung jawaban politik dari wakil terhadap rakyat yang diwakili. Sedang pada sistem proporsional, cenderung ke arah sentralisasi, karena wakil rakyat loyal pada pusat (baca: OPP di pusat yang mencalonkannya. Implikasinya, sistem proporsional tidak menekankan keterbukaan pertanggung jawaban politik.