materi sni vi klp 9 sistem distrik

27
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demokrasi perwakilan yang dikembangkan pada zaman modern sekarang ini sudah menjadi obsesi di banyak negara. Demokrasi kini telah dipandang sebagai bentuk cara penyelenggaraan pemerintahan yang terbaik oleh setiap negara yang mengklaim dan menyebut dirinya sebagai negara modern. Setiap negara berusaha meyakinkan masyarakat dunia bahwa pemerintah negara tersebut menganut sistem politik demokrasi, atau sekurang- kurangnya tengah berproses seperti itu. Demokrasi yang berlangsung di setiap negara-bangsa tidaklah dapat terlaksana secara uniform (seragam), karena dalam banyak hal pemahaman dan penerapan demokrasi dipengaruhi oleh ideologi atau falsafah hidup negara-bangsa yang bersangkutan. Oleh karena itu, Bagir Manan mengemukakan, demokrasi itu merupakan suatu fenomena yang tumbuh, bukan suatu bentuk atau hasil penciptaan. Salah satu ciri negara demokrasi adalah melaksanakan pemiliahan umum (pemilu) untuk membentuk pemerintahan atau mengisi jabatan-jabatan kenegaraan atau pemerintahan Pemilihan umum merupakan sarana pelaksana azas kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota–anggota DPR, DPRD I dan DPRD II selain itu juga untuk mengisi keanggotaan MPR. Pemilihan umum diselenggarakan setiap lima tahun sekali pada waktu yang bersamaan dan berdasarkan

Upload: uliek-s-a-ii

Post on 06-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

sni VI sistem distrik

TRANSCRIPT

Page 1: Materi SNI VI Klp 9 Sistem Distrik

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demokrasi perwakilan yang dikembangkan pada zaman modern sekarang ini sudah

menjadi obsesi di banyak negara. Demokrasi kini telah dipandang sebagai bentuk cara

penyelenggaraan pemerintahan yang terbaik oleh setiap negara yang mengklaim dan

menyebut dirinya sebagai negara modern. Setiap negara berusaha meyakinkan masyarakat

dunia bahwa pemerintah negara tersebut menganut sistem politik demokrasi, atau sekurang-

kurangnya tengah berproses seperti itu.

Demokrasi yang berlangsung di setiap negara-bangsa tidaklah dapat terlaksana secara

uniform (seragam), karena dalam banyak hal pemahaman dan penerapan demokrasi

dipengaruhi oleh ideologi atau falsafah hidup negara-bangsa yang bersangkutan. Oleh karena

itu, Bagir Manan mengemukakan, demokrasi itu merupakan suatu fenomena yang tumbuh,

bukan suatu bentuk atau hasil penciptaan. Salah satu ciri negara demokrasi adalah

melaksanakan pemiliahan umum (pemilu) untuk membentuk pemerintahan atau mengisi

jabatan-jabatan kenegaraan atau pemerintahan

Pemilihan umum merupakan sarana pelaksana azas kedaulatan rakyat berdasarkan

Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemilihan umum

diselenggarakan untuk memilih anggota–anggota DPR, DPRD I dan DPRD II selain itu juga

untuk mengisi keanggotaan MPR. Pemilihan umum diselenggarakan setiap lima tahun sekali

pada waktu yang bersamaan dan berdasarkan pada Demokrasi Pancasila. Pemungutan suara

diadakan secara Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia (LUBER) (Soemantri,1995:108).

Pemilihan umum adalah sarana demokrasi untuk membentuk sistem kekuasaan negara

yang berkedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan. Kekuasaan negara yang lahir

dengan pemilihan umum adalah kekuasaan yang lahir dari bawah menurut kehendak rakyat,

oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan umum bertujuan untuk menegakkan prinsip

kedaulatan rakyat (Waridah dkk 2003:7) Pemilihan umum bagi negara demokrasi seperti

negara Indonesia sangat penting artinya karena menyalurkan kehendak asasi politik bangsa,

yaitu sebagai pendukung/pengubah personil–personil dalam lembaga negara, mendapatkan

dukungan mayoritas rakyat dalam menentukan pemegang kekuasaan negara terutama

pemegang kekuasaan eksekutif serta rakyat secara periodik dapat mengoreksi atau

mengawasi lembaga eksekutif khususnya dan lembaga negara lain pada umumnya.

Page 2: Materi SNI VI Klp 9 Sistem Distrik

Pemilihan umum di Indonesia sudah dilaksanakan beberapa kali antara lain pada

tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, dan 2014. Pemilihan

umum 1955 merupakan pemilihan umum yang pertama kali diadakan di Indonesia yaitu pada

masa kabinet Burhanudin Harahap. Pemilu 1955 berasaskan pada langsung, umum, bebas,

rahasia dan kebersamaan. Dengan asas kebersamaan ini setiap individu diakui kesamaan hak

dan kedudukannya sesuai dengan prinsip persamaan di depan hukum. Oleh karena itu pada

pemilihan umum 1955 semua wakil rakyat dipilih melalui pemilihan umum dan tidak ada

yang diangkat (Asshidique 1994:168).

Namun saat ini, berdasarkan pasal 22 E Ayat (1) UUD 1945, pemilu di indonesia ini

dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, dengan tujuan untuk

Memilih wakil rakyat dan wakil daerah untuk membentuk suatu pemerintahan yang

demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan

nasional sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945.

Dalam perkembangannya, Pemilu di Indonesia ini menggunakan dua sistem dalam

pemilihan umum yaitu Sistem Perwakilan Berimbang (Proportional System) dan Sistem

Distrik (Plurality System). Sistem Perwakilan Berimbang ini merupakan sistem pemilu yang

sering dipakai oleh setiap negara yang ada di dunia, sedangkan sistem distrik ini hanya ddi

pakai dinegara-negara yang mempunyai masyarakat yang heterogen dan mempunyai wilayah

yang luas seperti Kanada, Amerika Serikat, India, dan Lainnya. Lalu bagaimana dengan

Indonesia yang memiliki penduduk yang heterogen dan wilayah yang luas, apakah Indonesia

bisa menggunakan sistem distrik ini atau tidak? Berangkat dari permasalahan diatas penulis

tertarik ingin mengangkat sebuah makalah dengan judul “Sistem Distrik dalam Pemilu

Indonesia”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Pemilu dan Sistem distrik dalam pemilu?

2. Bagaimana dasar hukum pemilu di Indonesia?

3. Bagaimana Asas dan tujuan Pemilu di Indonesia?

4. Bagaimana sistem pemilu yang di pakai di Indonesia?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui tentang definisi pemilu dan sistem distrik yang di pakai dalam pemilu

2. Mengetahui tentang dasar hukum pemilu yang di pakai di Indonesia

3. Mengetahui tentang asas dan tujuan pemilihan umum di Indonesia

4. Mengetahui sistem pemilu yang digunakan di indonesia

Page 3: Materi SNI VI Klp 9 Sistem Distrik

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pemilu dan Distrik

Pemilihan umum adalah sarana demokrasi untuk membentuk sistem kekuasaan negara

yang berkedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan. Kekuasaan negara yang lahir

dengan pemilihan umum adalah kekuasaan yang lahir dari bawah menurut kehendak rakyat,

oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan umum bertujuan untuk menegakkan prinsip

kedaulatan rakyat (Waridah dkk 2003:7). Menurut Gatara (2008:207) Pemilu sebagai

prosedur demokrasi (atau juga sering disebut Pemilu sebagai pesta demokrasi) adalah untuk

membentuk sistem kekuasaan negara yang berkedaulatan rakyat dan permusyawaratan

perwakilan yang digariskan oleh konstitusi atau undang-undang dasar Negara. Sedangkan

menurut Robert Dahl (1992:33) menyatakan bahwa pemilu merupakan gambaran ideal dan

maksimal bagi suatu pemerintahan demokrasi di zaman modern.

Dalam literatur Ilmu Politik, Pemilu yang dalam bahasa Inggris dinamakan dengan

“General election” adalah merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dengan

tujuan memilih para wakil rakyat dan pemimpin politik dari level terendah sampai dengan

level tertinggi. Berdasarkan UU No. 10 / 2008, Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan

rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam

Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Pemilu merupakan

sarana demokrasi untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dengan memilih para wakil rakyat

dan pemimpin politik sesuai dengan kehendak dan keinginan rakyat berdasarkan pancasila

dan undang-undang dasar 1945.

2.1.1 Definisi Distrik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Distrik merupakan bagian kota atau negara

yang dibagi untuk tujuan tertentu seperti wilayah militer, pemilihan atau daerah bagian dari

kabupaten yang pemerintahannya dipimpin oleh pembantu bupati (sebelum tahun 1970) yang

biasa disebut kewedanaan.

Page 4: Materi SNI VI Klp 9 Sistem Distrik

Menurut Wikipedia.com Distrik, adalah pembagian wilayah administratif di Provinsi

Papua dan Papua Barat, Indonesia di bawah kabupaten atau kota. Istilah "Distrik"

menggantikan "kecamatan", yang sebelumnya digunakan seperti halnya di provinsi-provinsi

lain di Indonesia. Penetapan ini adalah menyusul diterapkannya Undang-undang Nomor 21

Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Distrik merupakan Perangkat

Daerah Kabupaten atau Kota di Papua yang mempunyai wilayah kerja tertentu yang dipimpin

oleh seorang Kepala Distrik.

Distrik dibagi lagi menjadi sejumlah kampung, atau dengan nama lain sesuai dengan

adat istiadat setempat. Pembentukan, pemekaran, penghapusan, atau penggabungan Distrik

ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Seperti contoh yang ada di negara-

negara Asia Bagian Timur seperti Korea, Jepang, Tiongkok, Taiwan dan lainnya. Istilah

distrik ini masih sanngat lazim digunakan sampai sekarang dan merupakan istilah pembagian

administratif tingkat daerah di sebagian besar wilayah Asia Bagian Timur ini.

2.2 Dasar Hukum Pemilu di Indonesia

Ada beberapa dasar hukum di Indonesia yang membahas tentang pemilihan umum

yaitu

1. Undang-undang dasar 1945, pasal 22 tentang Pemilihan Umum.

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,

DPD dan DPRD

3. Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan pemilihan umum

4. Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

5. Undang-Undang RI No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil

Presiden

6. Peraturan Presiden RI No. 2 Tahun 2009 tentang bantuan dan fasilitas pemerintah

daerah dalam penyelenggaraan pemilu tahun 2009

7. Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.11 tahun 2008 tentang gugatan yang berkaitan

dengan partai politik

Page 5: Materi SNI VI Klp 9 Sistem Distrik

8. Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 12 tentang petunjuk pelaksanaan proses

persidangan pelanggaran pidana pemilu

9. Peraturan Mahkamah Agung RI No. 03 tahun 2008 tentang penunjukan hakim khusus

perkara pidana pemilu

10. Peraturan KPU No. 20 tahun 2008 tentang perubahan terhadap peraturan KPU No. 09

tahun 2008 tentang tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan pemilu anggota

DPR, DPD, dan DPRD.

11. Kesepakatan bersama antara jaksa agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI, Ketua

Badan Pengawas Pemilu No. 055 /A /VI/ 2008. POL B /06 /VI/ 2008. 01/

BAWASLU/ KB/ VI/ 2008 tentang sentra penegakan hukum terpadu dan pola

penanganan perkaraa tindak pidana pemilu legislatif tahun 2009

12. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI No. 1 Tahun 2009 tentang

perubahan atas UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan

DPRD.

13. Peraturan Presiden RI No. 4 tahun 2009 tentang dukungan kelancaran

penyelenggaraan pemilihan umum tahun 2009

Adapun landasan hukum setiap pemilu yang ada di Indonesia dari tahun 1955-2009

adalah sebagai berikut

Landasan hukum Pemilu 1955 adalah Undang-Undang Nomor 7 tahun 1953 yang

diundangkan 4 April 1953. Dalam UU tersebut, Pemilu 1955 bertujuan memilih

anggota bikameral: Anggota DPR dan Konstituante (seperti MPR). Sistem yang

digunakan adalah proporsional. Menurut UU nomor 7 tahun 1953 tersebut, terdapat

perbedaan sistem bilangan pembagi pemilih (BPP) untuk anggota konstituante dan

anggota parlemen. 

Pemilu 1971 diadakan tanggal 3 Juli 1971. Pemilu ini dilakukan berdasarkan Undang-

undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan Undang-undang Nomor 16

tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.

Dasar hukum Pemilu 1977 adalah Undang-undang No. 4 Tahun 1975. Pemilu ini

diadakan setelah fusi partai politik dilakukan pada tahun 1973. Sistem yang

Page 6: Materi SNI VI Klp 9 Sistem Distrik

digunakan pada pemilu 1977 serupa dengan pada pemilu 1971 yaitu sistem

proporsional dengan daftar tertutup. 

Pemilu 1982 diadakan tanggal 4 Mei 1982. Tujuannya sama seperti Pemilu 1977 di

mana hendak memilih anggota DPR (parlemen). Hanya saja, komposisinya sedikit

berbeda. Sebanyak 364 anggota dipilih langsung oleh rakyat, sementara 96 orang

diangkat oleh presiden. Pemilu ini dilakukan berdasarkan Undang-undang No. 2 tahun

1980.

Pemilu 1987 diadakan tanggal 23 April 1987. Tujuan pemilihan sama dengan pemilu

sebelumnya yaitu memilih anggota parlemen. Total kursi yang tersedia adalah 500

kursi. Dari jumlah ini, 400 dipilih secara langsung dan 100 diangkat oleh Presiden

Suharto. Sistem Pemilu yang digunakan sama seperti pemilu sebelumnya, yaitu

Proporsional dengan varian Party-List.

Pemilu 1992 diadakan tanggal 9 Juni 1992 dengan dasar hukum Sistem Pemilu yang

digunakan sama seperti pemilu sebelumnya yaitu Proporsional dengan varian Party-

List. Tujuan Pemilu 1992 adalah memilih secara langsung 400 kursi DPR

Pemilu 1997 merupakan Pemilu terakhir di masa administrasi Presiden Suharto.

Pemilu ini diadakan tanggal 29 Mei 1997. Tujuan pemilu ini adalah memilih 424

orang anggota DPR. Sistem pemilu yang digunakan adalah Proporsional dengan

varian Party-List

Pemilu 1999 adalah pemilu pertama pasca kekuasaan presiden Suharto. Pemilu ini

diadakan di bawah kepemimpinan Presiden B.J. Habibie. Pemilu ini terselenggara di

bawah sistem politik Demokrasi Liberal. Artinya, jumlah partai peserta tidak lagi

dibatasi seperti pemilu-pemilu lalu yang hanya terdiri dari Golkar, PPP, dan PDI.

Pemilu 1999 diadakan berdasarkan Undang-undang Nomor 3 tahun 1999 tentang

Pemilihan Umum. Sesuai pasal 1 ayat (7) pemilu 1999 dilaksanakan dengan

menggunakan sistem proporsional berdasarkan stelsel daftar dengan varian Roget.

Pada pemilu 2004, mekanisme pengaturan pemilihan anggota parlemen ini ada di

dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 2003. Untuk kursi DPR, dijatahkan 550 kursi.

Daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi atau bagian-bagian provinsi.

Pemilu 2009 dilaksanakan menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 2008. Jumlah

kursi DPR ditetapkan sebesar 560 di mana daerah dapil anggota DPR adalah provinsi

atau bagian provinsi. Jumlah kursi di tiap dapil yang diperebutkan minimal tiga dan

maksimal sepuluh kursi. Ketentuan ini berbeda dengan Pemilu 2004.

Page 7: Materi SNI VI Klp 9 Sistem Distrik

2.3 Asas dan Tujuan Pemilihan Umum

Menurut Undang-Undang No. 12 Thun 2003, pemilu adalah sarana pelaksanaan

kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Menurut Undang-Undang ini, pemilu diselenggarakan dengan tujuan sebagai berikut:

a. Memilih wakil rakyat dan wakil daerah

b. Membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat

c. Keduanya dilakukan dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana

diamanatkan.

Berdasarkan pasal 22E Ayat (1) UUD 1945, pemilu dilaksanakan secara langsung,

umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pengertian asas pemilu tersebut adalah sebagai berikut:

a. Langsung

Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung

sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.

b. Umum

Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan

undang-undang ini berhak mengikuti pemilu. Pemilihan yang bersifat umum mengandung

makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa

diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan,

dan status sosial.

c. Bebas

        Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa

tekanan dan paksaan dari siapa pun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara

dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan

kepentingannya.

d. Rahasia

Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui

oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun. Pemilih memberikan suaranya pada surat

suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.

e. Jujur

Dalam penyelenggaraan pemilu, setiap penyelenggaraan pemilu, aparat pemerintah,

peserta pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait

harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Page 8: Materi SNI VI Klp 9 Sistem Distrik

f. Adil

Dalam penyelenggaraan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat

perlakuan sama, serta bebas dari kecurangan mana pun.

2.4 Sistem Pemilihan Umum yang ada di Indonesia

Dalam ilmu politik sistem pemilihan umum diartikan sebagai kumpulan metode atau

cara warga masyarakat memilih para wakil mereka. Pada saat sebuah lembaga perwakilan

rakyat baik DPR/DPRD dipilih maka sistem pemilihan mentransfer jumlah suara ke dalam

jumlah kursi. Sementara itu pemilihan presiden, gubernur dan bupati yang merupakan

representasi tunggal dalam sistem pemilihan dasar jumlah suara yang diperoleh menentukan

siapa yang menang dan siapa yang kalah. Dengan melihat kenyataan itu maka betapa

pentingnya sistem pemilihan dalam sebuah demokrasi.

Hal–hal yang sangat perlu diperhatikan dalam sistem pemilihan adalah apa yang

disebut dengan “electrocal formula“ yaitu apakah menggunakan sistem pluralitas yang di

Indonesia disebut sebagai sistem distrik atau sistem proporsional representation dengan

berbagai macama variasinya, seperti non transferable vote, d’hondt rule, sainte lague dan

lain–lain. Electrocal formula menentukan alokasi kursi yang akan diberikan kepada masing–

masing partai yang bersaing.

Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah menyangkut district magnitude yaitu

jumlah wakil rakyat yang dipilih dalam sebuah distrik dapat berbeda satu sama lain karena

perbedaan jumlah penduduk. Besaran kursi yang diperebutkan bagi sebuah distrik merupakan

sesuatu yang sangat penting, dikarenakan akan menentukan nasib partai–partai politik di

kemudian hari. Ada negara yang menggunakan wilayah negara sebagai distrik seperti

Indonesia sehingga memungkinkan partai kecil akan mendapatkan kursi. Tetapi ada negara

yang membagi wilayahnya ke dalam distrik dengan besaran yang berbeda. Ada satu distrik

yang menyediakan lima sampai enam kursi untuk diperebutkan, sementara itu ada pula distrik

yang hanya menyediakan satu sampai dua kursi.

Kalangan ilmuwan politik menyatakan bahwa semakin besar magnitude sebuah

distrik akan semakin besar partai kecil akan terlindungi. Dan sebaliknya kalau distrik

magnitude kecil, maka partai yang memperoleh 10 % dari total suara tidak akan memiliki

peluang. Banyak sekali kritik yang disampaikan terhadap sistem perwakilan berimbang

dalam 6 (enam) kali pemilihan umum karena selalu mengakibatkan Golongan Karya yang

didukung birokrasi dan angkatan bersenjata mendapatkan keuntungan yang akhirnya menjadi

partai pemerintah.

Page 9: Materi SNI VI Klp 9 Sistem Distrik

Sebuah partai yang hegemonik, dilain pihak banyak yang mengajukan usul agar

melaksanakan sistem distrik dengan harapan bahwa sistem yang terakhir ini akan

menciptakan proses Pemilihan Umum berjalan dengan lancar dan lembaga perwakilan rakyat

yang di hasilkan akan lebih baik pula. Menurut penulis bukan sistem pemilihan umum yang

menjadi persoalan utama dalam setiap Pemilu di Indonesia, tetapi proses penyelenggaraan

pemilihan umum yang tidak demokratis dengan segala implikasinya yang membuat

permasalahan politik menjadi lebih kompleks dan tidak demokratik. (Gaffar 2004:257).

2.4.1 Sistem Pemilu yang di pakai di Indonesia

Ada dua model sitem pemilihan umum dengan segala kelebihan dan kekurangannya

jika dijalankan di Indonesia.

1. Sistem Perwakilan Berimbang (Proporsional Representation)

Menurut Arend Lijphart bahwa sistem Proportional Representation atau perwakilan

berimbang merupakan sistem pemilihan yang paling banyak dipergunakan oleh negara–

negara yang pemilihan umumnya berlangsung secara demokratik dan kompetitif. Sistem ini

memperlihatkan gejala yang menarik dimana proporsi kursi yang dimenangkan oleh sebuah

partai politik dalam sebuah wilayah pemilihan akan berbanding seimbang dengan proporsi

suara yang diperoleh partai tersebut dalam pemilihannya.

Dalam sistem ini langkah pertama yang harus ditempuh adalah menentukan alokasi

jumlah kursi pada sebuah wilayah pemilihan. Inilah yang dikenal sebagai “distrik

magnitude“. Di Sulawesi Selatan jumlah kursi yang diperebutkan adalah 23 untuk tingkat

DPR, sementara di Jawa Timur adalah 64 kursi. Di Indonesia jumlah kursi yang diperebutkan

itu ditetapkan atas dasar jumlah wilayah administratif pemerintahan (Kabupaten/Kodya) dan

jumlah penduduk. Langkah kedua adalah menentukan berapa quota untuk dipenuhi sebuah

partai politik untuk mendapatkan satu kursi di DPR. Menurut ketentuan yang berlaku di

Indonesia quota untuk sebuah kursi adalah 400.000 suara, artinya setiap Partai Politik yang

secara nasional mampu memperoleh quota tersebut akan dijamin mendapatkan kursi di DPR.

Sistem perwakilan berimbang terdiri dari banyak variasi terutama dalam mengalokasikan

kursi kepada partai yaitu antara lain :

Page 10: Materi SNI VI Klp 9 Sistem Distrik

a. Sistem Perwakilan Berimbang dengan daftar tertutup (Closed List System).

Dalam sistem ini masyarakat memilih partai bukan calon legislatif, biasanya pimpinan

partai memainkan peranan penting yang sangat berguna untuk menentukan daftar dan ranking

yang telah di buat oleh pimpinan partai. Apabila ada 7 (tujuh) kursi yang tersedia pada

sebuah distrik maka partai akan mengajukan paling tidak 7 (tujuh) orang calon. Dan jika

sebuah partai memenangkan 3 (tiga) kursi maka, calon yang menduduki ranking 1, 2 dan 3

yang akan mendapatkan kursi. Sistem inilah yang dipraktekkan di Indonesia sejak pemilihan

umum 1971–1997.

Dengan sistem ini akan tercipta disiplin yang tinggi dari anggota DPR terhadap

partainya. Dan tentu saja pimpinan partai memainkan peranan sentral. Mungkin hal tersebut

yang merupakan kelebihan dan sekaligus kekurangan dari sitem perwakilan berimbang yang

tertutup.

b. Sistem Perwakilan Berimbang dengan sistem daftar terbuka (Open List System).

Dengan sistem ini para pemilih tidak hanya memilih partai tetapi juga memilih calon

yang dikehendaki. Pemilih disamping mencoblos gambar juga mencoblos nama calon yang

dikehendaki. Bergantung pada berapa kursi yang disediakan untuk distrik tersebut. Kelebihan

sistem ini adalah para pemilih yang menentukan calon, bukan pemimpin partai yang lebih

menentukan calon mana yang di kehendaki dan calon mana yang ditolak. Sementara itu

peranan pimpinan partai menjadi sangat terbatas. Hanya saja sistem ini akan menjadi rumit

bagi masyarakat yang tingkat kemampuan baca dan tulisnya rendah. Apalagi kalau

masyarakat pemilihnya banyak yang buta huruf. Sistem ini menjadi tidak praktis untuk

digunakan di Indonesia menghingat kemampuan baca tulis pemilihnya yang belum tinggi

(Gaffar 2004:261)

c. Sistem Perwakilan Berimbang variasi The Single Transferable Vote

Dalam sistem ini tidak adanya suara yang terbuang, karena suara yang lebih pada

seorang calon dapat ditransfer pada calon yang lain. Di dalam sistem ini para pemilih diminta

untuk memberikan preferensinya pada beberapa calon yang diajukan dalam wilayahnya.

Begitu pemungutan suara selesai maka penghitungan quota dilakukan untuk menentukan

berapa jumlah suara yang diperlukan bagi seorang calon untuk mendapatkan kursi (Gaffar

2004:262). Model ini oleh kalangan ilmuwan politik dikatakan sebagai sistem yang terbaik,

karena sistem ini memberikan peluang kepada para pemilih untuk menentukan pilihannya

dengan baik. Sementara itu peranan dari pimpinan partai menjadi sangat minimal, hanya saja

yang perlu di pertimbangkan jika sistem ini digunakan di Indonesia menjadi tidak praktis,

mengingat kapasitas sosial masyarakat yang masih terbatas.

Page 11: Materi SNI VI Klp 9 Sistem Distrik

d. Sistem Perwakilan Berimbang variasi The Single Nontransferable Vote.

Sistem ini merupakan variasi yang lain dari sistem perwakilan berimbang, sistem ini

tidak memberikan peluang untuk mentransfer suara dari satu calon ke calon yang lain dalam

partai yang sama. Sistem ini digunakan di Jepang untuk memilih majelis rendah. Yang sering

menjadi persoalan adalah kalau pimpinan partai memilih strategi yang kemudian ternyata

keliru yaitu dengan menggunakan calon sebanyak mungkin. Sementara itu jumlah orang yang

hadir untuk memilih (volter’s turned out) sangat rendah. Oleh karena itu bisa terjadi suara

yang di berikan terbagi rata, sehingga partai yang kuat tidak mendapatkan jumlah kursi yang

diharapkan (Gaffar 2004:263).

Berdasarkan uraian tersebut dapat diambil kesimpulan kelebihan sistem proporsional

antara lain :

a. Jumlah wakil setiap partai sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dalam

pemilihan umum secara nasional.

b. Sistem Proporsional juga dianggap lebih adil, karena memberi peluang bagi semua

golongan masyarakat termasuk golongan minoritas untuk menampilkan wakilnya

dalam parlemen.

c. Dalam sistem proporsional tidak terjadi distorsi sehingga dapat menjamin

terwujudnya suatu keterwakilan yang sempurna dalam parlemen, karena setiap

kelompok pasti akan mendapat wakil dan keterwakilannya terjamin. Dengan kata lain

sistem proporsional lebih menjamin eksistensi partaipartai kecil dan menjamin suara

rakyat tidak terbuang sia–sia (Mashad 1998:23).

Sekalipun sistem perwakilan berimbang tampak lebih mampu menampung aspirasi

partai–partai kecil sehingga mengesankan sifatnya yang lebih demokratis, sistem

proporsional memiliki sejumlah kelemahan yaitu sebagai berikut :

a. Sistem proporsional mempermudah terjadinya fragmentasi partai, kurang mendorong

partai–partai untuk bersatu bahkan sering mempertajam perbedaan, umumnya anggota

partai cenderung mendirikan partai baru.

b. Banyaknya partai bersaing akan menyulitkan suara partai untuk meraih suara

mayoritas untuk membentuk pemerintahan. Akibatnya sering terjadi partai yang

terbesar meskipun harus berkoalisi dengan beberapa partai lain untuk memperoleh

mayoritas dalam parlemen.

c. Sistem proprosional memberikan kedudukan sangat kuat pada partai melalui sistem

daftar (list system). Prosedur inilah yang justru menjadi kelemahan sistem

Page 12: Materi SNI VI Klp 9 Sistem Distrik

proporsional, sebab wakil akhirnya cenderung kurang erat hubungannya dengan

masyarakat yang hanya memilih tanda gambar.

d. Sistem proporsional cenderung menggeser asas kedaulatan rakyat dengan kedaulatan

partai (Mashad 1998:26).

2. Sistem Distrik (Plurality System)

Sistem distrik (SD) dikenal sebagai Plurality sistem, pada tahun 1951 seorang tokoh

yang bernama Maurice Duverger menyebutnya sebagai simple majority single ballot system.

Sementara itu sebagian besar kalangan ilmuwan politik menyebutnya plurality system.

Distrik pemilihan merupakan sebuah wilayah yang garis–garis perbatasannya ditarik

sedemikian rupa sehingga jumlah pemilih yang mendiami suatu distrik kira–kira sebanding

dengan jumlah pemilih di distrik–distrik lainnya. Calon yang menang akan tampil sebagai

wakil dari distrik itu, menduduki kursi tunggal yang diperebutkan. Satu distrik hanya berhak

atas satu wakil calon yang memperoleh suara terbanyak dalam distrik yang menjadi

pemenang, sedangkan suara yang mendukung calon kalah dianggap hilang dan tidak di

hitung lagi untuk membantu partainya di distrik lain. Dalam sistem distrik ini para pemilih

beanar–benar menentukan nasib seorang wakil rakyat. Sehingga tidak berlebihan bila secara

umum sistem distrik dapat dikatakan memiliki prosedur pemilihan yang dapat

memaksimalkan perwujudan kedaulatan rakyat, sedangkan partai politik hanya berperan

sebagai fasilitator.

Menurut Gatara (2008:211), menyatakan bahwa sistem distrik merupakan sistem

pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis

(yang biasanya disebut distrik karena daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam

dewan perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu, negara dibagi dalam sejumlah besar distrik

dan jumlah wakil rakyat dalam dewan perwakilan rakyat yang ditentukan dalam sejumlah

distrik. Calon yang didalam satu distrik memperoleh suara terbanyak dikatakan pemenang,

sedangkan suara-suara yang ditunjukkan kepada calon-calon lain dalam distrik itu dianggap

hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimanapun kecilnya selisih kekalahan. Sedangkan

menurut Syafiie (1994:138) menjelaskan bahwa sistem distrik ini merupakan sistem perlokasi

(daerah pemilihan) dalam arti tidak membedakan seberapa banyak jumlah penduduk tetapi

tempat yang sudah ditentukan. Jadi banyak jumlah suara yang akan terbuang, tetapi karena

wakil yang akan dipilih adalah orangnya langsung, maka pemilih akrab dengan wakilnya

(person stelsel). Satu distrik ini biasanya satu wakil (Single member constituency).

Page 13: Materi SNI VI Klp 9 Sistem Distrik

Contoh pada Sistem Distrik : (1 distrik , 1 wakil) dengan total pemilih 2600 pemilih.

Perolehan suara dalam satu distrik sebagai berikut :

Calon A : 1000 suara pemilih

Calon B : 750 suara

Calon C : 500 suara

Calon D : 250 suara

Calon E : 100 suara

Jumlah suara : 2600 suara

Maka wakil terpilih dari distrik tersebut adalah calon A. Artinya 1600 suara (lebih

banyak dari 1000) menjadi tidah berguna/tidak terwakil. Sistem ini lazim digunakan di

negara Inggris, Kanada, Amerika Serikat, dan India.

Dalam praktik di lapangan,sistem distrik ini sering di kombinasikan dengan beberapa

formula pemilihan,antara lain menggunakan formula pluralitas dan formula mayoritas.

Adapun dalam konteks praktik memilih calon,sistem distrik ini sering dikombinasikan

dengan model perwakilan, antara lain sistem distrik “berwakil satu” sistem distrik “berwakil

dua” dan sistem distrik “berwakil banyak” (lebih dari dua wakil).Sistem berwakil dua

banyak, misalnya Pemilu anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Indonesia. Dimana

tiap-tiap distrik (di Indonesia adalah provinsi), tidak peduli berapa jumlah rakyat memilih dan

luasnya wilayah administratif, masing-masing diwakili oleh empat calon. Sistem bewakil dua

ditetapkan misalnya Pemilu anggota Senat di Amerika Serikat.

Adapun karakteristik dari sistem distrik ini adalah sebagai berikut

a. First past the Post : sistem yang menerapkan single memberdistrict dan pemilihan

yang berpusat pada calon, pemenagnya adalah calon yang mendapatkan suara

terbanyak.

b. The Two Round System : sistem ini menggunakan putaran kedua sebagai dasar untuk

menentukan pemenang pemilu ini dijalankan untuk memperoleh pemenang yang

mendapatkan suara mayoritas

c. The Alternative Vote : sama dengan first past the post bedanya adalah para pemilih

diberikan otoritas untuk menentukan preverensinya melalui penentuan rangking

terhadap calon-calon yang ada

d. Block vote : para pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon-calon yang

terdapat dalam daftar calon tanpa melihat afiliansi partai dari calon-calon yang ada.

Page 14: Materi SNI VI Klp 9 Sistem Distrik

Sedangkan kelebihan dan kekurangan dari sistem distrik sebagai berikut :

a. Kelebihan Sistem Distrik

1. Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih biasanya dikenal oleh penduduk

distrik, sehingga hubungannya dengan penduduk lebih erat.

2. Calon yang terpilih akan lebih terdorong untuk memperjuangkan kepentingan distrik.

3. Kedudukan terhadap partai lebih bebas, karena dalam pemilihan semacam ini faktor

kepribadian seseorang merupakan faktor yang penting;

4. Lebih mendorong integrasi parpol karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik

pemilihan hanya satu. Juga mendorong ke arah penyederhanaan partai secara ilmiah;

5. Sederhana dan mudah untuk diselenggarakan;

6. Terbatasnya jumlah partai dan meningkatnya kerjasama antar partai mempermudah

terbentuknya pemerintahan yang stabil dan tercapainya stabilitas nasional.

b. Kelemahan Sistem Distrik

1. Kurang menguntungkan bagi partai kecil dan golongan minoritas;

2. Kurang representatif, calon yang kalah dalam suatu distrik kehilangan semua suara

yang mendukungnya (banyak suara yang hilang)

3. Ada kesenjangan presentase suara yang diperoleh dengan jumlah kursi di partai, hal

ini menyebabkan partai besar berkuassa.

4. Kurang mewakili kepentingan masyarakat heterogen dan pluralis.

5. Wakil rakyat yang terpilih cenderung memperhatikan kepentingan daerahnya daripada

kepentingan nasional.

Tetapi tidak berarti sistem ini tidak memiliki kekurangan, kritik yang paling banyak

adalah tingginya tingkat distribusi karena penentuan kemenangan terhadap seseorang bisa

saja diberikan pada calon yang memperoleh suara mayoritas. Kritik lain yang sering

dibicarakan adalah menguatnya peranan kelompok kepentingan yang tidak jarang mendikte

para calon, karena besarnya peranan mereka dalam memberikan dukungan finansial.

Seseorang yang mencalonkan diri harus memiliki dana yang kuat dan di dukung oleh jaringan

yang kuat dari berbagai pihak. Oleh karena itu tidak tertutup kemungkinan dalam sistem ini

akan munculnya politik uang (money politics).

Page 15: Materi SNI VI Klp 9 Sistem Distrik

Kontroversi pilihan atas sistem pemilihan sudah berlangsung lama di Indonesia. Ada

kelompok yang menghendaki perlunya diadopsi sebuah sistem pluralitas karena

ketidakpuasan terhadap pelaksanaan pemilihan umum yang berlangsung 6 kali di Indonesia

di bawah pemerintahan Soeharto. Pada pemilihan umum tersebut yang menggunakan sistem

perwakilan berimbang (proporsional representation) ternyata dipenuhi oleh usaha-usaha

yang sangat tidak demokratis, dalam rangka menjamin Golongan Karya memenangkan

pemilihan dengan mayoritas suara yang absolut, sehingga tercipta sistem kepartaian yang

hegemonik (Gaffar 1992: 270).

Page 16: Materi SNI VI Klp 9 Sistem Distrik

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat kami simpulkan bahwa Pemilu merupakan sarana

demokrasi untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dengan memilih para wakil rakyat dan

pemimpin politik sesuai dengan kehendak dan keinginan rakyat berdasarkan pancasila dan

undang-undang dasar 1945 yang akan meneruskan dan mewujudkan aspirasi mereka.

Menurut Undang-Undang dasar 1945 ini, pemilu diselenggarakan dengan tujuan

sebagai berikut:

a. Memilih wakil rakyat dan wakil daerah

b. Membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat

c. Keduanya dilakukan dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana

diamanatkan.

Dan Berdasarkan pasal 22E Ayat (1) UUD 1945, pemilu dilaksanakan secara

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Selain itu dalam Pemilihan Umum yang ada di Indonesia ada dua macam sistem

pemilu yaitu Sistem Proporsional dan Sistem Distrik. Sistem Proporsional merupakan sistem

dimana proporsi kursi yang dimenangkan oleh sebuah partai politik dalam sebuah wilayah

pemilihan akan berbanding seimbang dengan proporsi suara yang diperoleh partai tersebut

dalam pemilihannya. Sedangkan sistem distrik merupakan sistem perlokasi (daerah

pemilihan) yang dalam arti tidak membedakan seberapa banyak jumlah penduduk tetapi

tempat yang sudah ditentukan. Jadi banyak jumlah suara yang akan terbuang, tetapi karena

wakil yang akan dipilih adalah orangnya langsung, maka pemilih akrab dengan wakilnya

(person stelsel). Satu distrik ini biasanya satu wakil (Single member constituency).

Walaupun berbeda antara sistem distrik dan proporsional ini, namun saat ini kedua

sistem ini di Indonesia dapat dikembangkan dan menjadi sistem pemilu yang di pakai di

Indonesia.

Page 17: Materi SNI VI Klp 9 Sistem Distrik

DAFTAR PUSTAKA

A. Dahl, Robert. 1992. Demokrasi dan Para Pengkritiknya. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Asshidique, Jimly. 1994. Gagasan Kedaulatan Rakyat Dan Pelaksanaannya Di Indonesia

(Pergeseran Keseimbangan Antara Individualisme Dan Kolektivisme Dalam

kebijakan Demokrasi politik Dan Demokrasi Ekonomi Selama Tiga Masa

Demokrasi 1945-1980 an). Jakarta: PT Ikhtiar Baru Van Hoeve.

Gaffar, Afan. 2004. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Gatara, A.A Sahid. 2008. Ilmu Politik (Memahami dan Menerapkan). Bandung: Pustaka Setia

Mashad, Dhurorudin. 1999. Korupsi Politik, Pemilu dan Legitimasi Pasca Orde Baru.

Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo bekerjasama dengan Yayasan Adikarya IKAPI

Syafiie, Inu Kencana. 1994. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta; Rineka Cipta

Waridah, Siti, dkk. 2003. Sejarah Nasinonal dan Umum. Yogyakarta: Bumi Aksara