perlindungan hukum terhadap pembatalan...
TRANSCRIPT
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBATALAN
KEBERANGKATAN CALON JAMAAH UMRAH DITINJAU DARI
UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN
(Studi Kasus PT. Utsmaniyah Hannien Tour)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
ELIA FEBY ARIANI
NIM: 1113048000027
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1440 H/2019 M
i
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBATALAN KEBERANGKATAN
CALON JAMAAH UMRAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN
1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
(Studi Kasus PT. Utsmaniyah Hannien Tour)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Elia Feby Ariani
NIM : 1113048000027
Pembimbing
Afwan Faizin, M.A
NIP: 197210262003121001
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1440H/2019M
iv
ABSTRAK
Elia Feby Ariani, NIM 1113048000027, “PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP PEMBATALAN KEBERAANGKATAN CALON JAMAAH
UMRAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi Kasus PT. Utsmaniyah
Hannien Tour)”, Konsentrasi Hukum Bisnis,Program StudiIlmu Hukum,
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, 1439 H/2019 M, 60 halaman + lampiran.
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan bentuk perlindungan hukum
terhadap pengguna biro jasa perjalanan umrah akibat dari pembatalan
keberangkatan calon jamaah umrah dan bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha
selaku penyelenggara ibadah umrah terhadap pembatalan keberangkatan calon
jamah umrah yang ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Library Research dan Field
Research yang mengkaji berbagai data dokumen terkait penelitian dan
menggabungkan dengan data wawancara yang dilakukan secara langsung dengan
subjek penelitian. Metode yang diggunakan adalah metode penelitian hukum
normatif-empiris dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan
pendekatan kasus. Sumber data dalam penelitian ini berasal dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan non-hukum. Metode pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan wawancara.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk perlindungan hukum
bagi pengguna biro jasa sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Peraturan Meteri Agama Nomor
8 Tahun 2018. Bahwa bentuk pertanggungjawaban yang diberikan oleh pihak biro
jasa terhadap salah satu konsumennya (HS) sudah sesuai dengan ketentuan Pasal
19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Tanggung Jawab, Biro Jasa, Umrah
Pembimbing : Afwan Faizin, M.A
Daftar Pustaka : Tahun 1979 s.d 2018
v
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur kehadirat Allah Subhana Wa Ta’alla atas segala rahmat
dan karunia-Nya, tiada kata yang terucap dengan tulus dan ikhlas yakni Alhamdulillahi
Rabbil ‘alamin tiada henti karena dapat terselesaikannya skripsi ini. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurah limpahkan atas insan pilihan Tuhan khatamul anbiya’i
walmursalin Muhammad SAW. Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih sangat jauh dari kata sempurna. Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan di dalam
skripsi ini oleh penulis karena keterbatasan pengetahuan dan waktu.
Dalam penulisan skripsi ini peneliti menyadari tanpa adanya dorongan dan
bimbingan dari semua pihak yang mendukung penelitian ini tidak akan terselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada, yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., MA. Dekan Fakultas Syariah Dan
Hukum, serta para wakil Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat SH., MH. Ketua Program Studi Ilmu Hukum
dan Drs. Abu Thamrin SH, M.Hum. Sekertaris Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Afwan Faizin, M.A. Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia menjadi
pembimbing dalam penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran, perhatian,
dan ketelitian memberikan masukan serta meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini selesai.
4. Perpustakaan Umum UIN Syarif Hifayatullah Jakarta dan Perpustakaan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Muhammad Rizky Firdaus SH selaku kuasa Hukum dari salah satu konsumen
PT. Utsmaniyah Hannien Tour yang senang hati mempersilahkan dan
meluangkan waktu penulis melakukan wawancara.
6. Orang Tua Tercinta Ayah Sulaiman, SH, Mama Siti Amaliyah, adik penulis
Kalila Aisyah Saharani dan Muhammad Reivan Palallo serta teman hidup
penulis Muhammad Farhan Almaany dan Ibrahim Syahm, dan teman-teman
Peneliti yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu berkat doa, motivasi,
vi
mendukung dan melimpahkan kasih sayang dengan tulus sehingga penulis
dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang Perguruan Tinggi Negeri.
Akhirnya, atas bantuan serta jasa dari semua pihak berupa materiil dan moril
hingga detik ini penulis panjatkan doa, semoga Allah memberikan balasan yang berlipat.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para
pembaca. Sekian dan Terimakasih.
Jakarta, Mei 2019
Elia Feby Ariani
vii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iii
ABSTRAK .......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah ........................ 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 5
D. Metode Penelitian ........................................................................ 6
E. Sistematika Penulisan ................................................................. 8
BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN ................ 10
A. Kerangka Konseptual .............................................................. 10
B. Kerangka Teori .......................................................................... 11
C. Tinjauan Umum Hukum Perlindungan Konsumen .................... 13
1. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ......................... 14
2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha dan Konsumen .............. 17
3. Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha ...................... 19
4. Tanggung Jawab Pelaku Usaha ........................................... 23
5. Prinsip Tanggung Jawab ...................................................... 26
6. Hukum Perjanjian................................................................. 27
D. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu .......................................... 35
BAB III PT. UTSMANIYAH HANNIEN TOUR DAN
PEMBATALAN UMRAH ............................................................... 37
A. Profil Perusahaan ...................................................................... 37
1. Sejarah Berdirinya PT. Utsmaniyah Hannien Tour .............. 37
2. Visi dan Misi PT. Utsmaniyah Hannien Tour ....................... 39
viii
B. Legalitas Perusahaan PT. Utsmaniyah Hannien Tour............... 41
C. Produk Yang Ditawarkan ......................................................... 42
D. Perjanjian Antara Perusahaan dan Jamaah ................................ 43
E. Akibat Pembatalan .................................................................... 45
BAB IV ANALISIS PERLINDUNGANGAN HUKUM TERHADAP
KONSUMEN PENGGUNA BIRO JASA PERJALANAN
HAJI DAN UMRAH DALAM PERSPEKTIF UNDANG-
UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN .................................................. 48
A. Duduk Masalah ......................................................................... 48
B. Faktor Yang Menyebabkan Pembatalan Keberangkatan .......... 50
C. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat
Pembatalan Keberangkatan Calon Jamaah ............................... 53
D. Pertanggungjawaban Pihak Biro Jasa Perjalanan Umrah
Akibat Pembatalan Keberangkatan Calon Jamaah .................. 55
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 60
A. KESIMPULAN ......................................................................... 60
B. REKOMENDASI ..................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ibadah Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan
oleh umat Islam yang memenuhi kriteria Istitha’ah, antara lain mampu secara
materi fisik, dan mental. Bagi bangsa Indonesia, penyelenggaraan ibadah haji
merupakan tugas nasional karena disamping menyangkut kesejahteraan lahir
batin jemaah Haji, juga menyangkut nama baik dan martabat bangsa Indonesia
di luar negeri, khususnya di Arab Saudi. Mengingat pelaksanaannya bersifat
massal dan berlangsung dalam jangka waktu yang terbatas, penyelenggaraan
ibadah haji memerlukan manajemen yang baik agar tertib, aman, dan lancar.1
Di jaman modern seperti sekarang ini segala sesuatu bisa menjadi
mudah. Begitu pula dengan Pergi Haji dan Umrah, karena sudah banyak
bermunculan bisnis biro jasa/travel yang menyediakan jasa perjalanan untuk
pergi ke Baitullah. Dengan banyaknya bisnis ini membuat persaingan diantara
para pelaku usaha. Mereka pun membuat sebuah penawaran dan promo
perjalanan haji dan umrah yang menarik untuk menggoda masyarakat agar
memakai jasa para pelaku usaha.
Banyaknya perusahaan biro jasa itu juga memunculkan berbagai
macam polemik. Diantaranya dari sekian banyak biro perjalanan haji dan
umroh yang ada perlu diteliti apakah biro perjalanan haji dan umroh itu legal
artinya mendapatkan izin dari Kementerian Agama Republik Indonesia atau
justru illegal. Pasal 44 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2008 Tentang penyelenggaraan Ibadah Haji biro perjalanan wisata dapat
ditetapkan sebagai penyelenggara perjalanan ibadah Umrah setelah memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1
Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji, h., 10.
2
a. Terdaftar sebagai biro perjalanan yang sah;
b. Memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk menyelenggarakan
perjalanan ibdah Umrah; dan
c. Memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas ibadah umrah.
Banyak masyarakat Indonesia yang tidak mengetahui prosedur dan tata
cara penyelenggaraan haji dan umroh maka, dengan ketidaktahuan masyarakat
itu dimanfaatkan oleh perusahaan biro jasa untuk melakukan kecurangan.
Banyak juga masyarakat tertipu dengan harga murah dan fasilitas mewah dari
pihak biro perjalanan haji dan umroh. Namun pada saat pelaksanaan justru
keberangkatan dibatalkan atau jamaah tidak jadi berangkat. Kondisi ini
mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak
seimbang, bahkan konsumen berada pada posisi yang lemah, karena sebagian
besar konsumen cenderung dijadikan objek aktivitas bisnis untuk meraup
keuntungan yang sebesar-besarnya oleh para pelaku usaha melalui kiat
promosi, cara penjualan melalui iklan di media cetak maupun media online,
serta penerapan perjanjian standar yang terkadang cenderung sangat
merugikan konsumen di dalam menawarkan serta memperdagangkan produk
barang dan/ atau jasa.2
Kegagalan pemberangkatan calon jamaah Umroh berkenaan dengan
tidak dipenuhinya kewajiban untuk berprestasi dalam suatu akad sebagai salah
satu bentuk dari wanprestasi, selain dari terlambat berprestasi dan berprestasi
tapi keliru.3 Seperti kasus PT. Utsmaniyah Hannien Tour setahun terakhir ini
diberitakan PT. Hannien Tour telah menelantarkan para calon jamaah,
dikarenakan adanya miss management dengan beberapa kantor cabangnya,
dan juga menjual harga promo yang kemudian harga promonya ini ada
persentase tidak seimbang dengan harga regular yang dijual cabang. Tidak
2 Eli Wuria Dewi, Hukum Perlindungan Konsumen, (Yogyakarta:Graha Ilmu,2015), h., 1-2.
3 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya, (Bandung: Alumni Bandung, 1993),
h., 89-91.
3
adanya kontrol antara kantor pusat dan kantor cabang menjadi salah satu
penyebabnya yang mengakibatkan harga promo dan harga regular tidak sesuai
bahkan tidak masuk akal. Sampai saat inisudah ada sekitar 1.800 orang yang
menjadi korbanHannien Tour. Dengan adanya kejadian ini diperkirakan
Hanien Tour mengalami kerugian yang muncul dari miss management
menembus Rp 37,8 miliar.
Kasus penelantaran jemaah umrah PT. BPW Al-Utsmaniyah mulai
terungkap pada April 2017, dengan adanya pengaduan masyarakat baik secara
langsung kepada Kementerian Agama maupun melalui media massa. Atas
adanya laporan tersebut, Kemenag melakukan pemanggilan (klarifikasi)
terhadap PT. BPW Al-Utsmaniyah atau Hannien Tour.4
Dari masalah tersebut biro jasa keberangkatan haji dan umrah itu
melanggar hak-hak yang seharusnya didapat oleh konsumen sesuai yang telah
dijelaskan pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, bahwa hak konsumen adalah:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenia kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
deskriminatif
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
4https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/01/01/2018/apakah-kasus-hannien-tour-
sama-dengan-first-travel-ini-jawabannya
4
Sebagaimana hak-hak konsumen yang telah disebutkan di atas
merupakan hal yang paling penting dalam persoalan perlindungan konsumen.
Dengan adanya kasus Hannien Tour ini pemerintah seharusnya bertindak
tegas demi kepentingan masyarakat. Karena dengan adanya Undang-Undang
Perlindunghan Konsumen seharusnya menjadi benteng untuk melindungi hak
konsumen yang telah dilanggar oleh pelaku usaha agar kedepannya para
pelaku usaha memberikan pelayanan yang baik dan tepat janji untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat lagi.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dan hasilnya dituangkan dalam bentuk skripsi
dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pembatalan Keberangkatan
Calon Jamaah Umrah di Tinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus PT. Utsmaniyah Hannien
Tour)”
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti mengidentifikasi masalah
yang ada sebagai berikut:
a. Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Biro Perjalanan Umrah
Akibat Pembatalan Pemberangkatan Calon Jamaah ?
b. Pertanggung Jawaban Pihak Biro Perjalanan Umrah Akibat Pembatalan
Keberangkatan Calon Jamaah ?
c. Faktor-Faktor yang menyebabkan pembatalan keberangkatan ?
d. Akibat Hukum yang ditimbulkan dari pembatalan keberangkatan calon
jamaah?
2. Pembatasan Masalah
Dalam hal-hal yang telah dipaparkan oleh penulis di dalam latar
belakang masalah dan identifikasi masalah, maka penulis hanya
membahas mengenai upaya hukum terhadap perlindungan konsumen
5
pengguna jasa biro perjalanan haji dan umrah akibat pembatalan
pemberangkatan calon jamaah dan pertanggung jawaban pihak biro
perjalanan umroh akibat pembatalan pemberangkatan calon jamaah.
3. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan diteliti oleh peneliti yaitu tentang
perlindungan hukum yang diberikan kepada calon jamaah umrah dan
tanggung jawab pihak biro jasa perjalanan umrah yaitu PT. Utsmaniyah
Hannien Tour yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
Untuk mempertegas arah pembahasan pada permasalahan utama
yang telah diuraikan diatas, maka dibuat rincian perumusan masalah dalam
bentuk pertanyaan:
a. Bagaimana penerapan perlindungan hukum terhadap pengguna biro jasa
perjalanan umrah akibat pembatalan pemberangkatan calon jamaah ?
b. Bagaimana pertanggung jawaban pihak biro perjalanan umrah akibat
pembatalan pemberangkatan calon jamaah ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini
adalah:
a. Untuk menjelaskan penerapan perlindungan hukum terhadap
konsumen pengguna jasa biro perjalanan umroh akibat pembatalan
pemberangkatan calon jamaah
b. Untuk menjelaskan pertanggung jawaban pihak biro perjalanan umrah
akibat pembatalan pemberangkatan calon jamaah
2. Manfaat Penelitian
6
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka manfaat penelitian ini
adalah:
a. Bagi Peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam hal
perlindungan hukum terhadap konsumen dan pertanggung jawaban
pihak biro perjalanan Umrah akibat pembatalan keberangkatan calon
jamaah umrah.
b. Bagi Akademisi, sebagai tambahan referensi guna mempermudah bagi
pihak yang berkepentingan yang ingin melakukan penelitian dengan
objek yang sama
c. Bagi Pembaca, agar para pembaca dapat memahami bagaimana
perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa biro perjalanan
haji dan umrah akibat pembatalan keberangkataan calon jamaah umrah
dan bagaimana pertanggung jawaban pihak biro perjalanan umrah
akibat pembatalan pemberangkatan calon jamaah
D. Metode Penelitian
Metode merupakan strategi utama dalam mengumpulkan data-data
yang diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi. Pada dasarnya
sesuatu yang dicari dalam penelitian ini tidak lain adalah “pengetahuan” atau
lebih tepatnya “pengetahuan yang benar”, dimana pengetahuan yang benar ini
nantinya dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan
tertentu.5
Penelitian adalah kegiatan ilmiah, yang harus mempunyai metode,
sistematika, dan pemikiran yang mempelajari suatu gejala hukum. Dengan
jalan menganalisisnya, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas
permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.6
1. Jenis Penelitian
5Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1997)
h., 27-28. 6Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet Ke-3, (Jakarta: UI Press,1986), h., 42.
7
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode pedekatan normatif empiris. Penelitian normatif
empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan
hukum normatif (kodifikasi, undang-undang atau kontrak) secara in
action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam
masyarakat. 7
2. Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam menyelesaikan penelitian ini, dengan
menggunakan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu suatu
metode pengumpulan dengan cara membaca atau merangkai buku-buku
peraturan perundang-undangan dan sumber kepustakaan lainnya yang
berhubungan dengan objek penelitian.8
3. Sumber Data
Berkaitan dengan data yang digunakan, bahan hukum yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer, sekunder,
dan tersier.
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat berupa perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008
Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat kaitannya
dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa,
memahami, dan menjelaskan bahan hukum primer. Bahan hukum yang
paling banyak digunakan dalam penelitian ini adalah teori atau
pendapat sajana hukum, hasil karya dari kalangan ahli hukum, skripsi,
7 AbdulKadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2004), h., 134. 8TIM Penyusun FSH, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Pusat Peningkatan dan Jaminan
Mutu (PPJM), 2017.
8
tesis, artikel ilmiah, jurnal, makalah, penelusuran internet, dan
sebagainya
c. Bahan non-hukum (tersier), yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan atau bahan hukum primer dan sekunder,
misalnya Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ensiklopedia, dan
lain-lain
2. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis normatif kualitatif, yaitu dengan menganalisis ketentuan
dalam perundang-undangan, buku-buku serta konsep-konsep yang
berkaitan dengan skripsi ini.
3. Metode Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan metode kualitatif yakni
memberikan gambaran mengenai permasalahan dengan menganalisis
rujukan dalam setiap literatur dan bahan hukum yang disebutkan di atas.
4. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, mengacu pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum” yang diterbitkan oleh
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, Tahun 2017.9
F. Sistematika Penulisan
Berdasarkan berbagai uraian di atas yang menjelaskan skripsi ini
secara menyeluruh ke dalam penulisan yang sistematis dan terstruktur, maka
peneliti merumuskan sistematika penulisan dalam penelitian ini sebagai
berikut:
9TIM Penyusun FSH, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Pusat Peningkatan dan Jaminan
Mutu (PPJM), 2017.
9
BAB I: Bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II: Bab ini akan membahas kerangka konseptual, kerangka teori,
tinjauan kajian terdahulu, tinjauan umum tentang perlindungan
konsumen, dan hukum perjanjian.
BAB III: Bab ini akan membahas tentang studi kasus PT. Utsmaniyah
Hannien Tour.
BAB IV: Bab ini akan membahas analisis hasil penelitian mengenai
perlindungan hukum terhadap pembatalan keberangkatan calon
jamaah haji dan umrah PT. Utsmaniyah Hannien Tour Dalam
Perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
BAB V: Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang dapat peneliti
berikan.
10
BAB II
TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Kerangka Konseptual
Kerangka Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan
antara konsep-konsep khusus yang ingin diteliti.1 Kerangka konseptual ini
gunanya untuk menghubungkan dan menjelaskan tentang suatu topik yang
akan dibahas. Berikut ini akan digambarkan kerangka konseptual yang
digunakan dalam penelitian ini:
a. Konsumen
Menurut Munir Fuady konsumen adalah pengguna akhir (end user) dari
suatu produk, yaitu setiap pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.2
b. Perlindungan Hukum
Perlindungan Hukum adalah memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi
Manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan
kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan
oleh hukum. Hukum difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang
sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan
antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat
secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.3
c. Tanggung Jawab
Pengertian tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh
dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya).
d. Perlindungan Konsumen
Perlindungan Konsumen menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, “Perlindungan Konsumen
1 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), h., 133.
2 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis-Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, 2008), h., 227. 3 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Abadi Bakti, 2000), h., 55.
11
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen”.
B. Kerangka Teori
Dalam sebuah tulisan ilmiah kerangka teori adalah hal yang sangat
penting, karena dalam kerangka teori akan dimuat teori-teori yang relevan
dalam menjelaskan masalah yang sedang diteliti, karena itu sangat penting bagi
seorang peneliti untuk menyusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok
pemikiran yang akan menggambarkan dari sudut mana suatu masalah akan
disorot.4 Adapun teori yang dipakai dalam skripsi ini sebagai berikut:
1. Teori Keadilan
Keadilan menurut hukum atau yang sering dimaksud keadilan hukum
(legal justice) adalah keadilan yang telah dirumuskan oleh hukum dalam
bentuk hak dan kewajiban, dimana perlanggaran terhadap keadilan ini akan
ditegaskan lewat proses hukum.5
Menurut Aristoteles keadilan adalah
keutamaan moral yang mana merupakan keutamaan tertinggi manusia yang
didapat dari ketaatan kepada hukum polis yang baik yang tertulis maupun
yang tidak tertulis. Dengan menjalankan keadilan ini, manusia mewujudkan
keutamaan yang lain oleh karena segala yang lain dituntut oleh hukum negara.
Bagi Aristoteles keadilan menurut hukum adalah sama dengan keadilan
umum.6
Keadilan telah diuraikan oleh Aristoteles yaitu pada “Rhetorica”
bangsa romawi menterjemahkannya dengan “ius suum cuique tribuere” yang
berarti keadilan tidak boleh dipandang sama arti dengan persamarataan.
Keadilan bukan berarti bahwa setiap orang memperoleh bagian yang sama.7
Ada dua jenis bentuk keadilan menurut Aristoteles yaitu keadilan “distributief”
4 Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1995), h., 39-40. 5 Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2007), h., 118.
6 Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum , (Bandung :
Citra Aditya Bakti, 2007, Cet. Kesepuluh), h., 28-29. 7 Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PradnyaParamita, 1996, Cet. Kedua), h.,
11.
12
dan keadilan “commutatief”. Keadilan “distributief” adalah keadilan yang
memberikan kepada tiap orang porsi menurut prestasinya. Keadilan
“commutatief” memberikan sama banyaknya kepada setiap orang tanpa
membeda-bedakan prestasinya dalam hal ini berkaitan dengan peranan tukar
menukar barang dan jasa.8 Artinya, Hukum menuntut adanya suatu persamaan
dalam memperoleh prestasi atau hal tanpa memperhitungkan jasa
perseorangan.9
2. Teori Kepastian Hukum
Kepastian hukum merupakan salah satu tujuan hukum dan dapat
dikatakan sebagai bagian dari upaya mewujudkan keadilan. Bentuk nyata dari
kepastian hukum adalah pelaksanaan atau penegakan hukum terhadap suatu
tindakan tanpa memandang siapa yang melakukan.
Kepastian hukum menurut Utrecht mengandung dua perngertian, yang
pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui
perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Kedua berupa
keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan
adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja
yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.10
Menurut Sudikno Mertokusumo kepastian hukum adalah jaminan bahwa
hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh
haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan. Walaupun kepastian hukum
erat kaitannya dengan keadilan, namun hukum tidak identik keadilan. Hukum
bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan, sedangkan
keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan tidak menyamarakan11
C. Tinjauan Umum Hukum Perlindungan Konsumen dan Hukum Perjanjian
8
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, (Bandung: Nuansa dan
Nusamedia, 2004), h., 25. 9 Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011, Cet. Kedua), h., 81.
10 Ridwan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999),
h., 23. 11
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2007,
Cet. Kelima Ed. II), h., 60.
13
Menurt Az Nasution hukum perlindungan konsumen adalah
keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan
melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para
penyedia barang dan/atau jasa konsumen.12
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, pada bab 1 pasal 1 menjelaskan bahwa “Perlindungan Konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen.” Perlindungan Konsumen mempunyai
cakupan yang luas, meliputi perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa,
yang berawal dari tahap kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa, yang
berawal dari tahap kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga
sampai akibat-akibat dari pemakaian barang dan/atau jasa tersebut.13
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dijelaskan bahwa
pengertian konsumen dapat dibagi 3 bagian:
1. Konsumen dalam arti umum yaitu pemakai, pengguna dan/atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu.
2. Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna, dan/atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa untuk diproduksi menjadi barang/jasa lain untuk
memperdagangkannya, dengan tujuan komersial. Konsumen ini sama
dengan pelaku usaha.
3. Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga
atau rumah tangga tidak untuk diperdagangkan kembali.14
Dari pengertian diatas terlihat bahwa ada pembedaan anatara konsumen
sebagai orang atau pribadi dengan konsumen sebagai perusahaan atau badan
hukum. Pembedaan ini penting untuk membedakan konsumen tersebut
12
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar (Jakarta: Daya Widya,
1999), h., 66. 13
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013,
Cet. Pertama), h., 22. 14
Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012), h., 79.
14
menggunakan barang untuk dirinya sendiri atau untuk tujuan komersial
(dijual, diproduksi lagi).15
1. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Pada pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. Perlindungan Konsumen diselenggarakan sebagai usaha
bersama berdasarkan lima (5) asas yang relevan dalam pembangunan
nasional, yaitu:
a. Asas manfaat
Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala
upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen
dan pelaku usaha secara keseluruhan
b. Asas Keadilan
Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
c. Asas Keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti
meteriil dan spiritual.
d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Asas ini diartikan untuk memberikan suatu jaminan dan keselamatan
kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang/jasa yang , dikonsumsi atau digunakan. Asas ini menghendaki
adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan memperoleh manfaat
15
Az. Nasution, Hukum dan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 1994,
Cet. Pertama), h., 9.
15
dari produk itu tidak akan mengancam ketentraman dan keselamatan
jiwa dan harta bendanya
e. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha dan
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaran perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum.
Perlindungan konsumen adalah suatu tujuan dan sekaligus usaha
yang akan dicapai atau keadaan yang akan diwujudkan. Tujuan
perlindungan konsumen itu sendiri meliputi atau mencakup aktivitas
penciptaan dan penyelenggaraan sistem perlindungan konsumen.
Pada Pasal 3 Undang - Undang Perlindungan Konsumen ini
merupakan isi dari pembangunan nasional karena tujuan dari perlindungan
konsumen yang ada merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam
pelaksanaan pembangunan dibidang perlindungan konsumen. Adapun
untuk menjaga pelaksanaan perlindungan konsumen agar tidak
menyimpang dari tujuan perlindungan konsumen, maka pelaksanaannya
harus didasarkan pada asas atau kaidah hukum perlindungan konsumen.
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomoe 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat asas atau kaidah hukum
perlindungan konsumen, agar tidak menyimpang dari tujuan perlindungan
konsumen, yang menyebutkan bahwa, perlindungan konsumen berasaskan
manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen,
serta kepastian hukum.16
Berikut adalah bunyi dari pasal 3 Undang-
Undang Perlindungan konsumen, yang mana perlindungan konsumen
bertujuan untuk:
16
Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), h., 26.
16
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa;
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan
dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa,kesehatan,
kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini merupakan isi
dari pembangunan nasional karena tujuan perlindungan konsumen yang
ada merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan
pembangunan dibidang perlindungan konsumen. Adapun untuk menjaga
pelaksanaan perlindungan konsumen agar tidak menyimpang dari tujuan
perlindungan konsumen, maka pelaksanaannya harus didasarkan pada asas
atau kaidah hukum perlindungan konsumen. Dalam Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat
asas atau kaidah hukum perlindungan konsumen agar tidak menyimpang
dari tujuan perlindungan konsumen yang menyebutkan bahwa
perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan keseimbangan
keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.17
Perlu adanya undang-undang perlindungan konsumen tidak lain
karena lemahnya posisi konsumen dibanding produsen. Tujuan hukum
perlindungan konsumen secara langsung adalah untuk meningkatkan
martabat dan kesadaran konsumen. Secara tidak langsung, hukum ini juga
akan mendorong produsen untuk melakukan usaha dengan penuh
tanggung jawab.18
17
Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, h., 26. 18
Celina Tri Kristiyanti,Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Sinar Grafika,2008) h., 9.
17
2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha dan Konsumen
PBB melalui Resolusi Nomor A/RES/39/248 tentang Guidelines For
Consumer Protection merumuskan enam hak konsumen yang harus
dilindungi, meliputi:
a. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan
keamanannya.
b. Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen.
c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen.
d. Pendidikan konsumen.
e. Tersedianya ganti rugi yang efektif.
f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen.19
Hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha telah diatur di
dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu sebagai berikut :
Pada BAB III pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
hak konsumen adalah :
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai denganm nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan nujur mengenai konsidi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasan yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perluindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumemen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
19
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013,
Cet. Pertama), h., 63.
18
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Kewajiban dan hak sesungguhnya merupakan anatinomi dalam
hukum20
. Yang mana kewajiban konsumen dapat dilihat dan merupakan
bagian dari hak konsumen. Kewajiban Konsumen diatur dalam Pasal 5
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu :
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
Sama seperti Konsumen Pelaku Usaha juga memiliki Hak dan
Kewajiban yang telah diatur dalam undang-undang No 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen. Pelaku usaha sering diartikan sebagai
pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa. Dalam pengertian ini
termasuk didalamnya pembuat, grosir, leveransi dan pengecer professional,
yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam penyediaan barangh dan
jasa hingga samapai ke tangan konsumen. Sifat professional merupakan
syarat mutlak dalam hal menuntut pertanggung jawaban dari
produsen.21
Yang pertama hak pelaku usaha telah diatur pada pasal 6
UUPK adalah :
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik;
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
20
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013,
Cet. Pertama), h., 51. 21
Janus Sibaldok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2010), h., 16.
19
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Kewajiban pelaku usaha pun telah diatur didalam pasal 7 UUPK,
sebagai berikut :
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
3. Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Demi melindungi konsumen dari perbuatan-perbuatan curang atau
perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha, maka
pihak konsumen atau masyarakat pada umumnya harus mendapatkan
perlindungan mengingat posisi konsumen atau masyarakat yang tidak
sebanding dengan para pelaku usaha yang memiliki kekuatan modal,
informasi, termasuk kekuatan produk didalamnya.22
Karena pada dasarnya setiap orang yang melakukan usaha
memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan. Namun banyak juga
pelaku usaha yang tidak jujur dengan melakukan berbagai macam cara
agar memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Contohnya seperti
22
Lastini, Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, IV, 06 (Juli 2016).
20
pelaku usaha yang memberikan promo-promo menarik dengan membuat
iklan yang menyesatkan.
Konsumen merupakan pihak yang lemah dan harus dilindungi
dengan hukum. Karena salah satu sifat dan sekaligus tujuan hukum itu
adalah memberikan perlindungan dan pengayoman pada
masyarakat.23
Maka di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 telah
diatur secara rinci tentang Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yang
diatur pada bab IV yaitu dari pasal 8 sampai dengan pasal 17 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999, yang mana sebagai berikut :
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen:
1) Pelaku Usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang:
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundangundangan
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau
etiket barang tersebut
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah
dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau
kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses
pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana
dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa
tersebut
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana
pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang
memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto,
23
Lastini, Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, IV, 06 (Juli 2016).
21
komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan,
nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk
penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat
j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
1) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak,
cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi
secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan
pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau
tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan
ayat (2) dilaran memperdagangkan barang dan/atau jasa
tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang berisi:
1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklan-kan
suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga,
harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu,
karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu
b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru
c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau
memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan
tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu
d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang
mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi
e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi
g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu
h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu
i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau
jasa lain
j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak
berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa
keterangan yang lengkap
k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
2) Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang
untuk diperdagangkan.
3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang
melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau
jasa tersebut.
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999:
22
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang
ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau
menyesatkan mengenai:
a. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa
b. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa
c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang
dan/atau jasa
d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan
e. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang berisi:
Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara
obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan :
a. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah
memenuhi standar mutu tertentu
b. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak
mengandung cacat tersembunyi
c. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan
dengan maksud untuk menjual barang lain
d. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah
yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain
e. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam
jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain
f. Menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum
melakukan obral.
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999:
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau
mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus
dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak
bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang
ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999:
1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau
mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan
pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma
23
dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak
sebagaimana yang dijanjikannya.
2) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau
mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat
kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan
pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.
Pasal 16 Undang-Undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999:
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan
dilarang untuk:
a. Tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian
sesuai dengan yang dijanjikan
b. Tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang berisi:
1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
a) Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan,
kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan
waktu penerimaan barang dan/atau jasa
b) Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa
c) Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai
barang dan/atau jasa
d) Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang
dan/atau jasa
e) Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang
berwenang atau persetujuan yang bersangkutan
f) Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai periklanan.
2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang
telah melanggar ketentuan pada ayat (1).
4. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen pelaku usaha diwajibkan beritikad baik dalam melakukan
kegiatan usahanya, sedangkan bagi konsumen diwajibkan beritikad baik
dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.24
memberikan
24
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika,
2008), h., 44.
24
informasi yang benar dan mudah dimengerti terhadap suatu produk adalah
tanggung jawab dari pelaku usaha. Jika ada konsumen yang merasa
dirugikan maka dia memiliki hak untuk meminta pertanggung jawaban
dari pelaku usaha yang merugikannya.25
Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang
dihasilkan atau diperdagangkannya. Tanggung jawab pelaku usaha ini
dinamakan dengan tanggung gugat produk sebagai terjemahan dari kata
“product (s) liability, product (en) aansprakelijkheid, atau
“prodezentenhaftung “. tanggung gugat produk ini timbul dikarenakan
kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari “produk yang cacat”
bisa karenakan kekurangcermatan dalam memproduksi, tidak sesuai
dengan yang diperjanjikan/jaminan atau kesalahan yang dilakukan oleh
pelaku usaha. Dengan demikian tanggung gugat produk ini bisa
dikarenakan pelaku usahanya ingkar janji atau melakukan perbuatan
melawan hukum.26
Tanggung Jawab Pelaku Usaha juga telah diatur di dalam Undang-
Undang Perlindungan Konsumen pada BAB VI dari Pasal 19 sampai
dengan pasal 28, yang mana sebagai berikut :
Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen :
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis
atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian
25
Ni Putu Lisna Yunita, Igede Putra Ariana, Tanggung Jawab Pelaku Usaha terhadap produk
impor yang tidak berlabel bahasa indonesia ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, Bagian hukum bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, h.,
4. 26
Usman Rachmadi, Hukum Ekonomi Dalam Dinamika, (Jakarta: Djambatan, 2000, Cet.
Pertama), h., 217.
25
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh)
hari setelah tanggal transaksi.
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan
pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan
tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Konsumen :
Palaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi
dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
Pasal 22 Undang-Undang Perlindungan Konsumen:
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pudana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21
merupakan beban dan bertanggungjawab pelaku usaha tanpa menutup
kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pambuktian.
Pasal 23 Undang-Undang Perlindungan Konsumen:
Pelaku usaha yang menolak dan atau tidak memberi tanggapan dan atau
tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat
melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan
Peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Pasal 24 Undang-Undang Perlindungan Konsumen:
(1) Pelaku usaha yang menjual barang dan atau jasa kepada pelaku usaha
lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan atau gugatan
komsumen apabila:
a. Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan
perubahan apa pun atas barang dan/atau jasa tersebut;
b. Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui
adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku
usaha atau tidak sesuai dengan contoj, mutu, dan komposisi.
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari
tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen
apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual
26
kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang
dan/atau jasa tersebut.
Pasal 25 Undang-Undang Perlindungan Konsumen:
(1) Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya
berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib
memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab
atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku
usaha tersebut:
a. Tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau
fasilitas perbaikan;
b. Tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang
diperjanjikan.
Pasal 26 Undang-Undang Perlindungan Konsumen:
Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan
dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan .
Pasal 27 Undang-Undang Perlindungan Konsumen:
Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab
atas kerugian yang diderita konsumen, apabila:
a. Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak
dimaksudkan untuk diedarkan;
b. Cacat barang timbul pada kemudian hari;
c. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenal kualifikasi barang;
d. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
e. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang
dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.
Pasal 28 Undang-Undang Perlindungan Konsumen:
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti
rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23
merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
5. Prinsip Tanggung Jawab
Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat
dibedakan, yaitu :
27
a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (Fault liability or
liability based on fault), yaitu prinsip yang menyatakan secara hukum
seseorang dapat diminta pertanggung jawabannya secara hukum jika
ada unsur kesalahan yang dilakukannya;
b. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (Presumption of
libility), yaitu prinsip yang menyatakan tergugat selalu dianggap
bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan, bahwa ia tidak
bersalah, jadi beban pembuktian ada pada tergugat;
c. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (Presumption of
non liability), yaitu prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip
praduga untuk selalu bertanggung jawab, dimana tergugat selalu
dianggap tidak bertanggung jawab sampai dibuktikan, bahwa
iabersalah;
d. Prinsip tanggung jawab mutlak (Strict liability), dalam prinsip ini
merupakan kesalahantidak sebagai faktor yang menentukan, namun
ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan
dari tanggung jawab, misalnya keadaan force majeur;
e. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (Limitation of liability),
dengan adanya prinsip tanggung jawab ini, pelaku usaha tidak boleh
secara sepihak menetukan klausul yang merugikan konsumen,
termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada
pembatasan, maka harus berdasarkan pada Perundang-undangan yang
berlaku.27
6. Hukum Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada
seorang lainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
27
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2006), h., 58.
28
melaksanakan suatu hal.28
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Pasal 1313 dijelaskan bahwa Perjanjian adalah suatu perbuatan, dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih. Perjanjian mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan
perundang-undangan.29
Maksudnya bahwa perjanjian yang telah dibuat
oleh kedua belah pihak tertentu dapat dijadikan suatu dasar hukum bagi
yang membuatnya.
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal
1313 BW). Pengertian Perjanjian ini mengandung unsur :
a. Perbuatan
Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini
lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan
hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para
pihak yang memperjanjikannya;
b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih
Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang
saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang
cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan
hukum .
c. Mengikatkan dirinya
Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak
yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat
kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.
Sebelum suatu perjanjian disusun perlu diperhatikan identifikasi para
pihak penelitian awal tentang masing-masing pihak sampai dengan
konsekuensi yuridis yang dapat terjadi pada saat perjanjian tersebut
28
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 1985, Cet. sepuluh), h., 1. 29
Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012), h., 19.
29
dibuat.30
Dua hal yang penting dalam perjanjian adalah objek dan hakikat
daripada perjanjian serta syarat-syarat atau ketentuan yang telah disepakati.
1. Syarat Sah Perjanjian
Dalam membuat perjanjian para pihak dapat memuat segala
macam perikatan, sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang
terkandung dalam Buku III KUH Perdata, akan tetapi asas kebebasan
berkontrak yang bukan berarti boleh memuat perjanjian secara bebas,
melainkan harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk syahnya
perjanjian. Maksud kebebasan berkontrak bebas untuk menentukan isi
dan macamnya perjanjian, sepanjang tidak bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum (Pasal 1337 KUH
Perdata).
Dengan kata lain, para pihak membuat perjanjian tersebut dalam
keadaan bebas dalam arti tetap selalu dalam ruang gerak yang
dibenarkan atau sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Syarat sahnya perjanjian disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata
yaitu :
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu pokok persoalan tertentu;
4. Suatu sebab yang tidak dilarang.
Kalau kita perhatikan dua syarat yang pertama, kedua syarat tersebut
adalah syarat yang menyangkut subjeknya, sedangkan dua sayarat yang
terakhir adalah mengenai objeknya. Selanjutnya mengenai syarat sahnya
perjanjian diatas akan dijelaskan lebih lanjut yaitu sebagai berikut :
1) Sepakat mereka yang mengikat dirinya.
30
Salim H.S dkk, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU),
(Jakarta: Sinar Grafika, 2007) h., 124.
30
Suatu syarat yang logis, karena dalam perjanjian setidak-
tidaknya ada dua orang yang saling berhadap-hadapan dan mempunyai
kehendak yang saling mengisi.31
Artinya suatu perjanjian itu lahir
karena adanya kesepakatan para pihak yang mengadakan
perjanjian.Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara
satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Apa yang diinginkan pihak
satu kemudian yang dua juga harus sama yang diinginkan pihak yang
satu atau mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik,
sehingga kata sepakat merupakan sesuatu yang sangat diperlukan
dalam perjanjian.
2) Kecakapan bertindak untuk membuat perjanjian.
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk
melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang
akan menimbulkan perbauatan hukum.32
Orang-orang yang akan
mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan
mempunyai wewenang untuk melakukan perbutan hukum, sebagai
mana yang ditentukan undang-undang. Orang yang cakap/mempunyai
wewenang untuk melakukan perbuatan hukum menurut ketentuan
KUH Perdata adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah
menikah.33
3) Adanya Objek atau Suatu Hal tertentu
Bahwa yang menjadi objek dari perjanjian adalah prestasi
(pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban
debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi bisa berupa
kewajiban untuk menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak
melakukan sesuatu.34
Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-
kurangnya dapat ditentukan jenisnya, yang diperjanjikan harus cukup
31
J. Satrio, Hukum Perjanjian, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992), h., 121. 32
Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika
2003), h., 24. 33
Ratna Artha Windari, Hukum Perjanjian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014) h., 17. 34
J. Satrio, Hukum Perjanjian, (Bandung: Citra Aditya Bakti 1992), h., 28.
31
jelas.Pengertian bahwa prestasi harus tertentu atau dapat ditentukan,
gunanya ialah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak,
apabila timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian.
4) Suatu Sebab yang halal
Suatu sebab yang halal merupakan syarat yang keempat untuk
sahnya perjanjian. Mengenai syarat ini Pasal 1335 BW menyatakan
bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena
suatu sebab yang terlarang, tidak mempunyai kekuatan.
Syarat 1 dan 2 dinamakan syarat-syarat subjektif karena
mengenai subjek karena yang mengadakan perjanjian, sedangkan
syarat 3 dan 4 dinamakan syarat-syarat objektif karena mengenai objek
perjanjian. Apabila syarat-syarat objektif tidak dipenuhi. Perjanjiannya
dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang tidak cakap
atau yang memberikan kesepakatan secara tidak bebas. Hak untuk
meminta pembatalan perjanjian ini dibatasi dalam waktu 5 tahun
(Pasal 1454 BW). Selama tidak dibatalkan perjanjian tersebut tetap
mengikat.
Sedangkan apabila syarat-syarat objektif yang tidak dipenuhi,
perjanjiannya batal demi hukum. Artinya dari semula tidak pernah
dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada perikatan. Sehingga
tiada dasar untuk saling menuntut di muka hakim (pengadilan).
1. Asas-Asas Perjanjian
Menurut Paul Scholten, asas-asas hukum adalah pikiran-pikiran
dasar yang ada di dalam dan belakang tiap-tiap sistem hukum, yang
telah mendapat bentuk sebagai perundang-undangan atau putusan
pengadilan, dan ketentuan-ketentuan dan keputusan itu dapat
dipandang sebagai penjabarannya. Dengan demikian, asas-asas hukum
selalu merupakan fenomena yang penting dan mengambil tempat yang
sentral dalam hukum positif.
32
Dalam hukum perjanjian ada beberapa asas yang menjadi dasar
penting dalam pelaksanaan perjanjian. Asas-asas dalam hukum
perjanjian dapat disampaikan sebagai berikut :
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Hukum perjanjian di Indonesia menganut sistem terbuka, hal
ini berarti hukum memberikan kebebasan untuk mengadakan
perjanjian yang dikehendaki asal tidak bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.35
Dengan diaturnya sistem terbuka, maka hukum perjanjian
menyiratkan asas kebebasan berkontrak yang dapat disimpulkan
dari Pasal 1338 (1) KUHPerdata yang menjelaskan bahwa “Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.” Dengan demikian asas
konsensualisme yang terdapat dalam Pasal 1320 KHUPerdata
mengandung arti “kemauan” (will) para pihak untuk saling
mengingatkan diri. Asas konsensualisme mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan asas kebebasan berkontrak.
Kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang sangat penting
dalam suatu perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari
kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia.
b. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme ini dapat disimpulkan dari Pasal 1320
ayat (1) KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu
syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua belah
pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan
bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal,
tetapi cukup dengan adanya kesepakatan oleh kedua belah pihak.
35
A. Qirom Syamsudin Meliala, Pokok-pokok Hukum Perjanjian BesertaPerkembangannya,
(Yogyakarta: Liberty, 2004) h., 9.
33
Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan
pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.36
c. Asas Kepercayaan
Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain,
menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa
satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan
memenuhi prestasinya dibelakang hari. Tanpa adanya kepercayaan
itu, maka perjanjian tidak mungkin diadakan oleh kedua belah
pihak. Dengan kepercayaan ini, kedua belah pihak mengikatkan
diri dan keduanya itu mempunyai kekuatan hukum mengikat
sebagai undang-undang.
d. Asas Kekuatan Mengikat
Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 (1) KUHPerdata yang
menjelaskan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Sebenarnya dimaksudkan oleh Pasal tersebut, tidak lain dari
pernyataan bahwa tiap perjanjian mengikat kedua belah pihak,37
yang tersirat pula ajaran asas kekuatan mengikat yang dikenal juga
adagium-adagium “Pacta sunt servanda” yang berarti janji yang
mengikat.
Di dalam suatu perjanjian mengandung suatu asas kekuatan
mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-
mata terbatas pada yang diperjanjikan, akan tetapi terhadap
beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan
kepatutan serta moral.
e. Asas Kepastian Hukum
Asas ini menetapkan para pihak dalam persamaan derajat
tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan warna kulit, bangsa,
kekayaan, kekuasaan, jabatan dan lain-lain. Masing-masing pihak
36
Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012), h., 23. 37
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: P.T. Intermasa, 2004) h., 127.
34
wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua
belah pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
f. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan
melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan
kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan
untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut
perlunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur
memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan
itikad baik. Dapat dilihat disini kedudukan kreditur yang kuat
seimbang dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik,
sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.38
g. Asas Moral
Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu
perbuatan sukarela dari seseorang menimbulkan hak baginya untuk
membuat kontra prestasi dari pihak debitur. Juga hal ini terlihat
dari zaakwaarneming, dimana seseorang yang akan melakukan
suatu perbutan dengan sukarela (moral) yang bersangkutan
mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan
menyelesaikan perbuatannya juga, asas ini terdapat dalam Pasal
1339 KUHPerdata.
Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan
yang melakukan berbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan,
sebagai panggilan dari hati nuraninya.
h. Asas Kepatutan
Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPerdata yang
berbunyi: “persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk
hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga
38
Mariam Firdaus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya
Bakti,2009) h., 88.
35
untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan
oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”. Asas kepatutan
disini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi dari perjanjian.39
i. Asas Itikad Baik
Asas itikad baik (good faith) menurut Subekti merupakan
salah satu sendi terpenting dalam hukum perjanjian.40
selanjutnya
Subekti berpendapat bahwa perjanjian dengan itikad baik adalah
melaksanakan perjanjian dengan mengandalkan norma-norma
kepatutan dan kesusilaan.
Asas itikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata, yang berbunyi: “perjanjian harus di-laksanakan
dengan itikad baik”. asas itikad baik merupakan asas bahwa para
pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan
substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang
teguh atau kemauan baik dari para pihak.41
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Dalam menjaga keaslian judul yang penulis ajukan dalam skripsi ini perlu
kiranya penulis lampirkan juga beberapa rujukan yang menjadi bahan
pertimbangan, antara lain:
1. Perlindungan Hukum Bagi Jemaaah Haji Khusus Mengenai
Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Pada PT. Assuryaniyah
Cipta Prima (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.
295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel), skripsi ini ditulis oleh Mazda Hamdi Ismail,
dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2015.
Dalam skripsi tersebut membahas mengenai pertimbangan Hakim dalam
Putusan Pengadilan Negeri No. 295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel tentang
pelanggaran wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, dan dampak
putusan tersebut khususnya bagi penyelenggara haji tentang pelanggaran
39
Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012), hal 25. 40
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 1996, Cet. XXVIII), h., 41 41
Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012), h., 24.
36
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum yang jelas berbeda dengan
skripsi peneliti yang membahas mengenai penerapan perlindungan hukum
terhadap calon jamaah umrah dan tanggung jawab pihak biro perjalanan
Umrah PT. Utsmaniyah Hannien Tour terhadap calon jamaah umrah.
2. Tanggung Jawab Biro Perjalanan Haji Dan Umroh PT. Muzdalifah
Terhadap Calon Jemaah Umroh Yang Gagal Berangkat Berdasarkan
Buku III KUHPerdata, skripsi ini ditulis oleh Hajar Farah Ilma Fadillah,
dari Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung 2014. Dalam skripsi
tersebut membahas mengenai tanggung jawab biro perjalanan umroh PT.
Muzdalifah terhadap calon jemaah umroh yang gagal berangkat
berdasarkan Buku III KUH Perdata dan penyelesaian sengketa yang
timbul dari kegagalan keberangkatan perjalanan umroh, yang jelas berbeda
dengan skripsi peneliti yang membahas mengenai penerapan perlindungan
hukum terhadap calon jamaah umrah dan tanggung jawab pihak biro
perjalanan Umrah PT. Utsmaniyah Hannien Tour terhadap calon jamaah
umrah.
3. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pembatalan
Keberangkatan Ibadah Haji Khusus Oleh Biro Penyelenggaran
Ibadah Haji Khusus, jurnal ini ditulis oleh Nathasya Victoria
Ruswandana, Bambang Eko Trisno, Suharto. Edisi khusus No. 3 Vol. 5
Tahun 2016, jelas berbeda dengan skripsi peneliti yang membahas
mengenai penerapan perlindungan hukum terhadap calon jamaah umrah
dan tanggung jawab pihak biro perjalanan Umrah PT. Utsmaniyah
Hannien Tour terhadap calon jamaah umrah.
37
BAB III
PT. UTSMANIYAH HANNIEN TOUR DAN PEMBATALAN UMRAH
A. PROFIL PERUSAHAAN
1. Sejarah Berdirinya PT. Utsmaniyah Hannien Tour
Haji secaralughowi (etimologis) berasal dari bahasa Arab al-hajj;
berarti tujuan, maksud, dan menyengaja untuk perbuatan yang besar dan
agung. Selain itu, al hajj berarti mengunjungi atau mendatangi. Makna ini
sejalan dengan aktivitas ibadah haji, di mana umat Islam dari berbagai
negara mengunjungi dan mendatangi Baitullah (Ka‟bah) pada musim haji
karena tempat ini dianggap mulia dan agung.1
Ibadah Haji merupakanrukun Islam yang kelima sekaligus puncak
dari penghambaan seseorang kepada Allah SWT. Pergi ketanah suci
untuk menunaikan ibadah haji merupakan karunia Allah yang menjadi
dambaan setiap muslim. Predikat "Haji Mabrur" yang tiada balasan
baginya melainkan Al-Jannah atau Surga tentu menjadi target utama dari
kepergian kaum muslimin ke Baitullah.
Besarnya pahala ibadah haji membuat minat masyarakat muslim
Indonesia untuk menunaikannya menjadi sangat tinggi. Hal tersebut
terbukti dari daftar tunggu (waiting list) ibadah haji yang begitu panjang.
Calon jama’ah haji yang telah mendaftar harus menunggu 3-4 tahun untuk
Haji Plus dan bahkan lebih dari 10 tahun untuk Haji Reguler.2
Sebagai salah satu solusi untuk mengobati kerinduan calon jama’ah
dalam melaksanakan ibadah haji adalah dengan melaksanakan ibadah
umrah. Umrah sering disebut juga hajjul ashgar atau haji kecil.
Berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim, ibadah umrah adalah sebagai kaffarat atau penghapus dosa.
1Said Agil Al Munawardan Abdul Halim, FIKIH HAJI : Menuntun Jama’ah Mencapai Haji
Mabrur, (Jakarta: Ciputat Press, 2003), h., 1. 2http://www.hannientour.co.id:80/profil/tentang-kami18:45 tanggal 10/10/2018
38
Adapun pengertian umrah, kata umrah berasal dari bahasa Arab
yaitu تمار االع yang bermakna (berpergian). Berasal dari kata I’timar yang
berarti ziarah, yakni menziarahi Ka’bah dan bertawaf disekelilingnya,
kemudian bersa’i antara Shafa dan Marwah, serta mencukur rambut
(tahallul) tanpa wukuf di arafah.3
Umrah dapat dilaksanakan kapan saja, kecuali ada beberapa waktu
yang dimakruhkan melaksanakan umrah bagi jamaah haji, yaitu pada saat
jamaah haji wukuf di padang arafah pada hari arafah hari nahar (10
dzulhijjah) dan hari-hari tasyriq.
Berbekal semangat untuk melayani, mengantarkan, dan
membimbing para tamu Allah (dhuyufurrahman) PT. BPW Al-
Utsmaniyah Tours kemudian didirikan. Berdiri pada bulan Maret 2010,
perusahaan didirikan atas inisiatif Bapak Farid Rosyidin, Ibu Siti Mulia
Agung, Bapak K.H. Sopian Tsauri, dan Bapak Arief Munandar saat
melaksanakan ibadah haji di tahun 2009.
Tahun 2010 merupakan pendirian PT. BPW Al-Utsmaniyah
Tour. Kemudian pada bulan Mei 2010 Pembukaan Kantor Operasional di
Graha Cibinong No.6 Jl. Raya Jakarta - Bogor KM. 43 Cibinong,
Kabupaten Bogor. Dan masih di tahun yang sama Juli 2010
Pemberangkatan perdana PT. BPW Al-Utsmaniyah Tours sejumlah 16
jamaah.
Pada tahun 2011 bulan Februari sampai Maret Keanggotaan
Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) NIA.
0479/IX/DPP/2011. Pemberangkatan awal sesitahun 2011, 33 Jamaah.
Dan pada bulan Agustus 2011 Pemberangkatan akhir sesi tahun 2011, 136
Jamaah
Pada Juni - Juli 2012 keluarlah Surat Keputusan Direktur Jenderal
Penyelenggara Haji & Umrah No. D/427/Tahun2012. Pemberangkatan
3Muhammad BaqirAl-Habsi, FiqihPraktis, (Bandung: Mizan,1999), h., 377.
39
akhir sesi tahun 2012 total, 180 jamaah. Setiap tahunnya selalu bertambah
jamaah yang mendaftarkan dirinya pergi Umrah dengan menggunakan
jasa Hannien Tour ini. Mei 2013 Pemberangkatan akhir sesi tahun 2013
total 514 Jamaah.
Pada bulan Januari 2014 sesi awal tahun sebanyak 47 jama'ah
diberangkatkan. Bulan Februari Hannien Tour memberangkatkan
sebanyak 69 jama'ah. Maret Memberangkatkan sebanyak 100 jama'ah.
April Memberangkatkan sebanyak 70 jamaa'ah. Mei memberangkatkan
sebanyak 14 jama'ah. Bulan Juni 2014 merupakan Sesi akhir tahun
sebanyak 35 jama'ah dan total 335 jamaah pada tahun 2014.
Kemudian Pada tahun 2014, PT BPW Utsmaniyah Hannien Tours
kemudian bertransformasi menggunakan brand baru “Hannien Tour”
dengan membuka cabang di beberapa mal di kota-kota besar di Indonesia
untuk lebih memudahkan dalam melayani calon jama’ah. Terdapat 10
kantor cabang yang telah berdiri saat ini, mulai dari Cibinong City Mall
(Bogor), Solo Paragon Mall (Solo), Asia Plaza (Tasikmalaya), Living
World Alam Sutera (Tangerang Selatan), Festival Citylink (Bandung),
Pejaten Village (Jakarta Selatan), Trans Studio Makassar (Makassar),
Grand City Mall (Surabaya), Mall SKA (Pekanbaru), dan Basura Mall
(Jakarta Timur).
2. Visi dan Misi PT. Utsmaniyah Hannien Tour
Visi dari PT. Utsmaniyah Hannien Tour adalah:
Hannien Tour sebagai travel haji dan umrah terbaik dengan
pelayanan ibadah yang mudah, terencana, dan bersahabat; Hannien Tour
merupakan solusi untuk mengobati kerinduan calon jama’ah dalam
melaksanakan ibadah Haji danUmrah.
Misi dari PT. Utsmaniyah Hannien Tour adalah:
a. Ease of Access
40
Memberikan kemudahan akses layanan bagi jama’ah haji dan umrah
Hannien Tour
b. Prudent and Planned
Memberikan perjalanan haji dan umrah yang bijak dan terencana bagi
jama’ah Hannien Tour
c. Friendly Services
Mewujudkan pelayanan yang bersahabat bagi seluruh jama’ah haji dan
umrah Hannien Tour
Berikut adalah Tagline dari PT. Utsmaniyah Hannien Tour:
“Your Journey, Our Pleasure”
Perjalanan Haji dan Umrah jama’ah merupakan suatu kebahagiaan
tersendiri bagi Hannien Tour". Perjalanan ibadah Haji dan Umrah adalah
perjalanan istimewa dalam kehidupan umat Muslim karenas etiap orang
yang datang beribadah ke Baitullah merupakan tamu Allah SWT. Dalam
memenuhi undangan Allah, tak lupa harus disertai dengan pemahaman
bahwa perjalanan ibadah ini bukan sekedar perjalanan biasa, namun
dibutuhkan kesabaran hati karena segala sesuatunya dapat terjadi sesuai
dengan ketentuan Allah SWT.
Berangkat dari pemahaman tersebut, merupakan suatu kebahagiaan,
kebanggaan, dan kepuasan bagi Hannien Tour untuk dapat melayani,
mengantarkan dan membimbing para tamu Allah (dhuyufurrahman) untuk
dapat beribadah ke Baitullah. Dengan memberikan pelayanan ibadah Haji
&Umrah yang mudah, terencana, dan bersahabat, Hannien Tour
merupakan solusi untuk mengobati kerinduan calon jama’ah dalam
melaksanakan ibadah Haji danUmrah.4
4http://www.hannientour.co.id:80/profil/tentang-kami 18:45 tanggal 10/10/2018.
41
B. Legalitas Perusahaan PT. Utsmaniyah Hannien Tour
Setiap perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya wajib
memenuhi syarat operasional usaha. Setiap perusahaan yang telah memenuhi
syarat tersebut dinyatakan sebagai perusahaan yang mempunyai bukti
legalitas.5
PT. Hannien Tour ini sendiri adalah sebuah perusahaan yang bergerak di
bidang perjalanan yang telah berbadan hukum. Bisa dilihat dari awalannya PT
(Perusahaan Terbatas). Yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas, adalah
badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang.6
Akta pendirian perusahaan merupakan salah satu bentuk legalitas usaha
yang dibuat di muka notaris, yaitu pejabat umum yang diberi wewenang untuk
itu oleh undang-undang. Akta pendirian tersebut memuat anggaran dasar
perusahaan, yaitu seperangkat peraturan yang menjadi dasar berdiri dan
beroperasinya perusahaan menurut hukum. Akta pendirian perusahaan
persekutuan badan hukum harus mendapat pengesahan dari Menteri Hukum
dan HAM.7
Apabila dilihat dari pengertian diatas PT. Utsmaniyah ini sudah
memenuhi persyaratan sebagai perusahaan yang mana dibuktikan dari
beberapa legalitas dibawah ini:
- Akte Pendirian: Akte Notaris Dian Trianawaty, S.H. Nomor 03 Tanggal 8
Maret 2010
- Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor: AHU-16103.AH.01.01. Tahun 2010 Tentang
Pengesahan Badan Hukum Perseroan
5Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2010, Cet. Keempat), h., 329. 6Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012), h., 35.
7Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2010, Cet. Keempat), h., 330.
42
- Izin Usaha Pariwisata dari Bupati Bogor dengan Surat Izin Usaha Tetap
Pariwisata Nomor: 556/005.004/00060/BPT/2014
- Keanggotaan Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA)
NIA: 0479/IX/DPP/2011 Tanggal 7 Februari 2011
- NPWP: 31.171.834.0-403.000 a.n. PT BPW Al-Utsmaniyah Tours
- SuratIzin Usaha Perdagangan (SIUP-Menengah) Nomor: 02890/10-
20/PM/Pr-1/X/2012 Tanggal 15 Oktober 2012
Tanda Daftar Perusahaan (TDP) Perusahaan Terbatas (PT) Nomor:
10.20.1.79.04933 Tanggal 15 Oktober 2012
- Surat Keterangan Domisili Usaha Nomor: 503/100/VIII/2014 Tanggal 19
Agustus 2014
- Surat Izin Gangguan (HO) Nomor: 566.71/004/0431/BPT/2012 Tanggal 18
September 2012
- Surat Rekomendasi Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat
Nomor: KW.10.3/3/Hj.00/334a/2012 Tanggal 24 Januari 2012
- Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 154 Tahun
2015 Tentang Perpanjangan Izin PT. Biro PerjalananWisata Al-
Utsmaniyah Tours Sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah
Umrah Tanggal 22 Juni 2012
- Surat Keterangan Keanggotaan AMPHURI Nomor:
682/AMP/SKJ/III/2013 Tanggal 20 Maret 20138
C. Produk yang Ditawarkan
Jenis Paket Umrah yang ditawarkan oleh manajemen PT. Utsmaniyah
Hannien Tour kepada calon jamaah yaitu :
1. PAKET REGULER SILVER biaya sebesar RP. 24.000.000,- s.d Rp.
27.000.000,-
2. PAKET GOLD biaya sebesar Rp 29.000.000,- s.d Rp 34.000.000,-
8http://www.hannientour.co.id/profil/legalitas-perusahaan 19:17 tanggal 10/10/18
43
3. PAKET UMROH PLUS TURKI biaya sebesar Rp. 32.000.000,- s.d Rp
40.000.000,-
4. PAKET PROMO dengan biaya sebesar Rp. 16.500.000,- s.d Rp
19.000.000,-
Umroh Super Hemat
Promo Umroh Super Hemat Hannien Tour dengan Harga Rp 19.750.000 Anda
sudah termasuk dengan :
1. Maskapai EY/EK/QR/MH dan lain-lain
2. Hotel *3
3. AsuransiPerjalanan
4. PerlengkapanUmroh
5. Program 3 Madinah 4 Makkah
6. ManasikUmroh (Teori dan Praktik)
7. Airport dan Handling
8. Air Zam-zam 5 liter
Pendaftaran paket hanya berlaku sampai bulan MARET 2017 karena kotanya
terbatas. Keberangkatan Promo Umroh Super Hemat ini pada bulan Februari,
Maret, dan April 2018, dengan dan syarat dan ketentuan berlaku.9
D. Perjanjian Antara Perusahaan dan Jamaah
Demi mewujudkan pola kemitraan antara perusahaan dan calon jamaah
maka dibutukan suatu perjanjian kerjasama. Dunia bisnis sudah tidak asing
adanya perjanjian kerjasama. Perjanjian ini dilakukan dengan pertimbangan
adanya hubungan saling menguntungkan. Perjanjian kerjasama antar
perusahaan merupakan bidang yang sangat penting. Dikatakan sangat penting
karena saling mempengaruhi dan menentukan dalam kelancaran bisnis antara
perusahaan yang satu dengan yang lain.
9https://web.archive.org/web/20171027045235/http://www.hannientour.co.id:80/produk/pake
t-umrah
44
Agar dapat tercapai tujuan yang diinginkan para pihak. Biasanya mereka
mengadakan perjanjian (agreement), baik dalam bentuk lisan (consent),
maupun dalam bentuk tertulis (contract). Perjanjian pada dasarnya
menetapkan secara rinci, jelas, dan pasti apa yang menjadi kewajiban dan hak
pihak yang satu terhadap pihak yang lain dan sebaliknya. Kewajiban dan hak
biasanya digolongkan menjadi dua, yaitu yang bersifat materiil dan prosedural.
Kewajiban dan hak materiil adalah mengenai “apa yang dipenuhi dan apa
yang diperoleh”, sedangkan kewajiban dan hak prosedural adalah “bagaimana
cara memenuhi dan bagaimana pula cara memperoleh”. Kepastian hukum
pelaksanaan suatu kontrak ditentukan oleh rincian dan kejelasan kewajiban
dan hak secara materiil dan prosedural.10
Berkaitan dengan perjanjian PT. Hannien Tour Pada Tanggal 21 Maret
2016 telah melakukan perjanjian Kerjasama antara Perusahaan Hannien Tour
dengan Client nya yang berinisial HS yang mana perjanjian ini tentang
penyelenggaraan ibadah Umrah. PT. Utsmaniyah Hannien Tour ini sebagai
Pihak pertama dan Clientnya HS Pihak kedua.
Dalam perjanjian kerjasama ini telah tercantum beberapa pasal
diantaranya menyebutkan Jangka waktu pembayaran dan pemberangkatan,
kemudian ada petugas, tata cara pemesana dan Jam Operasional, harga dan
Invoice yang mana dalam hal ini menyebutkan tentang akomodasi,
transportasi makanan, bimbingan. Kemudian ada pula Tata cara pembayaran,
pembatalan pemesanan Force Majeure dan addendum.
Dalam Perjanjian kerjasama antara PT. Utsmaniyah Hannien Tour
dengan calon jamaah (HS) masing-masing telah memiliki hak dan
kewajibannya masing-masing yang menjadi kesepakatan para pihak. Pada
dasarnya isi kontrak itu mengenai kewajiban dan hak pihak-pihak, syarat dan
prosedur pemenuhan, serta tanggung jawab pihak-pihak jika terjadi
wanprestasi dan cara penyelesaiannya, juga akibat hukum bagi pihak-pihak.11
10
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2010, Cet. Keempat), h., 214. 11
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2010, Cet. Keempat), h., 221.
45
Seperti dalam perjanjian kerjasama yang dilakukan PT. Utsmaniyah
Hannien Tour sebagai pihak pertama yang memfasilitasi penyelenggaraan
ibadah Umrah dan kelompok paguyuban yang disebut HS sebagai pihak kedua
yang bersedia untuk memenuhi pengadaan fasilitas penyelenggaraan
perjalanan Ibadah Umrah.
Berikut ini adalah hak dan kewajiban yang ada di dalam perjanjian
kerjasama: “Pihak kedua” berkewajiban untuk melakukan pembayaran sebesar
angka yang tercantum dalam invoice yang disampaikan oleh “Pihak Pertama”.
harga tesebut sudah temasuk......” ini merupakan salah satu kewajiban Pihak
Kedua di dalam perjanjian kerjasama.
Kewajiban PT. Hannien Tour sebagai “Pihak Pertama” yaitu
memberitahukan apabila calon Jamaah (HS) jadwal penerbangan tidak sesuai
dengan jadwal yang dipesan oleh calon jamaah (HS) atau “Pihak Kedua” atau
harga maskapai lebih tinggi atau lebih rendah dari harga tiket maskapai
penerbangan yang dipesan maka Pihak Hannien Tour memberitahukan dan
tentang hal tersebut dan wajib memberi opsi lain dan menyediakan tiket
Pesawat dengan alternatif maskapai lainnya yang sesuai dengan jadwal
keberangkatan grup lainnya atas Persetujuan Pihak Kedua. Begitu juga dengan
penginapan Hotel saat berada disana.
Sebab Konsumen memili hak atas kenyamanan, keamanan dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa dan berhak atas
Informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa sebagaimana yang telah tercantum pada Pasal 4 Undang-Undang
No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
E. Akibat Pembatalan
Pembatalan adalah suatu proses atau perbuatan untuk mengakhiri
sesuatu. Penyebab pembatalan dalam perjalanan Ibadah Umrah pun
bermacam-macam mulai dari kendala visa Umrah seperti beberapa kasus
jamaah yang gagal umrah karena visanya tidak keluar, kemudian sistem MLM
(Multi Level Marketing) ada beberapa biro perjalanan Umrah yang memakai
46
sistem ini jadi MLM itu sendiri adalah suatu metode penjualan berjenjang
yang mana seseorang harus mencari jamaah supaya bisa berangkat Umrah.
Dan apabila seseorang tadi tidak dapat mendapatkan jamaah , maka uang
muka yang dia bayarkan akan hangus. Dan ada juga penyebab lain yaitu Harga
Promo Paket Umrah yang murah dibawah harga seharusnya. Inilah penyebab
yang menjadi awal dari permasalahan PT. Hannien Tour ini sehingga
mangakibatkan banyak orang yang tertipu dengan adanya promo ini.
Akibat dari pembatalan keberangkatan ini para calon Jamaah mengalami
kerugian baik materiil maupun immateril dan banyaknya korban membuat
perusahaan Hannien Tour ini terjebak ke dalam kasus ini. Sehingga tidak
sedikit dari calon jamaah ini yang melaporkannya ke aparat penegak hukum
untuk mendapatkan haknya.
Pada Pasal 46 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji:
(1) Penyelenggaraan perjalanan ibadah Umrah yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dikenai sanksi
administratif sesuai dengan tingkat kesalahannya, yang berupan:
A. Peringatan;
B. Pembekuan izin penyelenggaraan;atau
C. Pencabutan izin penyelenggaraan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kemudian dari adanya kasus ini pula mengakibatkan dibekukannya
Perusahaan Hannien Tour ini oleh Kementerian Agama Per Tanggal 30
Desember 2017 yang tertuang di dalam KPA No 941 Tahun 2017. Karena
Perusahaan Hannien Tour ini telah melanggar Pasal 65 Huruf A PP Np. 79
Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008
Tentang penyelenggaraan Ibadah Haji.
Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia
(Amphuri) buka suara terkait kasus penipuan travel umrah oleh PT Biro
Perjalanan Wisata Al-Utsmaniyah Tours atau yang lebih populer dengan
nama Hannien Tour. Biro umrah ini telah dikeluarkan sebagai anggota
47
asosiasi Amphuri. “Hanien Tour saat ini telah dikeluarkan dari keanggotaan
di Amphuri karena telah melanggar kode etik organisasi,” kata
SekjenAmphuri, Firman M NurkepadaTirto, Rabu (3/12/2018).12
12
https://tirto.id/kasus-hannien-tour-ini-saran-amphuri-untuk-hindari-penipuan-jemaah-cCGn
16/10/2018 13:34.
48
BAB IV
ANALISIS PERLINDUNGANGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN
PENGGUNA BIRO JASA PERJALANAN HAJI DAN UMRAH DALAM
PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Duduk Masalah
Kronologi
1. Pihak Yang Berpekara
Pihak Pertama, PT. Utsmaniyah Hannien Tour adalah perseroan
terbatas yang bergerak dalam bidang Biro Perjalanan Wisata yang
menyediakan tiket pesawat, voucher hotel, transportasi lokal, katring,
ziarah, pengurusan visa, perlengkapan dan bimbingan manasik yang
dikemas dalam Paket Umrah.
Dan Pihak Kedua, adalah organisasi yang bergerak dalam bidang
Pendidikan (HS).
2. Posisi Kasus
Pihak kedua atau HS ingin mengadakan suatu perjalanan yang telah
disepakati yaitu perjalanan Umrah. Kemudian direkomendasikanlah PT.
Hannien Tour oleh salah satu anggota HS karena sudah banyak teman-
temannya yang memakai jasa PT. Hannien Tour yang katanya “worth it”.
Kemudian datanglah perwakilan dari HS ke kantor cabang PT.
Hannien Tour yang berlokasi di Living World Alam Sutra. Lalu
mendaftarkan diri. Dan Membayar DP awal sebesar Rp. 90.000.000,-.
Setelah berjalannya waktu kemudian HS membayar sisa DP kepada salah
satu agent dari PT. Utsmaniyah Hannien Tour. Disaat salah satu
perwakilan dari pihak kedua ingin menyetor uang ke kantor cabang
Hannien Tour yang berlokasi di living world alam sutera keadaan kantor
sudah mulai ramai oleh calon jamaah. Dan saat itu posisi pihak kedua
ingin bertemu dengan agent untuk menyetor uang dan tak menghiraukan
49
keramaian yang berada disana. Kemudian Pihak Kedua bertemu dengan
agent dan melakukan transaksi sebesar 70jt.
Suatu ketika salah satu anggota dari Pihak kedua melewati depan
Living World dan ternyata kantornya sudah tidak ada. Tapi plang
bertuliskan PT. Utsmaniyah Hannien Tour nya masih ada. Kemudian
pihak kedua berinisiatif untuk pergi ke kantor Pusat Hannien Tour yang di
Bogor tepatnya di Cibinong City Mall. Ternyata sudah banyak yang
korban dan ketika datang ke kantor pusat pihak kedua bertanya kepada
salah satu calon jamaah yang gagal berangkat juga dan orang itu bilang
juga bermasalah. Dia sudah dijanjikan dan belum diberangkatkan. Ketua
dari HS merasa tidak enak kepada teman-temannya karena dia lah yang
mengusulkan untuk pergi umrah memakai jasa Hannien Tour. Setalah itu
pihak kedua baru menemui Pengacara rekanan dia diawal dia minta legal
advice pola penyelesaian kasus ini. Client ada 2 pilihan yaitu pidana dan
perdata. Dan pihak kedua mimilih Perdata karena tergetnya yang penting
uang balik kalau pidana agak panjang dan harus pasang badan.
Sebelum bertemu dengan pengacara pihak kedua ternyata Pihak
kedua sempat diberikan surat kesepakatan pengembalian uang. Awalnya
pihak kedua yakin akan dikembalikan uang dengan jaminan surat itu dan
Pihak kedua berfikir PT. Utsmaniyah Hanien Tour beritikad baik, tapi
setalah jatuh tempo yang tertera pada surat itu PT. Utsmaniyah Hannien
Tour tak kunjung mengembalikan.
Kemudian dibaca lah suratnya oleh Pengacara Pihak kedua dan
ternyata surat tersebut memiliki keganjilan diantaranya surat tersebut
ditanda tangani oleh direktur keuangan sedangkan menurut Undang-
Undang Perusahaan yang memegang wewenang mengeluakan surat dan
menandatanganinya adalah Direktur Utama. Ternyata itu teknik untuk
meredam masyarakat awam. Kemudia Pihak Kedua memberikuasa kepada
sang Pengacara untuk menangani kasus ini.
50
Setelah pemberian kuasa ini Pengacara Pihak kedua menempuh jalur
Non Litigasi. Dan akhirnya menemukan titik terang dan asetnya yang
masih ada seperti rumah dan tanah di buatkan surat APHT buat surat di
notaris, penetapan lelang. Selesai.
B. Faktor Yang Menyebabkan Pembatalan Keberangkatan
Ada beberapa faktor yang menyebabkan batalnya para jamaah Umrah
dari mulai kendala Visa Umrah yang tidak keluar, kemudian adanya travel
yang menggunakan sistem MLM (Multi Level Maketing), dan juga harga paket
umrah yang ditawarkan oleh Travel Umrah sangat murah dibawah harga
pasaran atau biasa disebut paket Umrah Promo.
Diantara beberapa faktor tersebut ada yang menjadi salah satu faktor
yang mengakibatkan PT. Utsmaniyah Hannien Tour tidak dapat
memberangkatkan para jamaahnya yaitu Promo Umrah yang dibuat oleh PT.
Utsmaniyah Hannien Tour. PT. Utsmaniyah Hannien Tour telah membuat
promo Umrah dibawah harga pasaran yang mana tiket promo yang dijual
Hannien sebesar Rp. 16.500.000,- s.d Rp. 19.000.000,-1 sedangkan harga yang
semestinya seperti yang dikatakan oleh Menteri Agama Lukman Hakim
Saifuddin menyatakan Kementerian Agama telah menetapkan biaya referensi
atau biaya standar penyelenggaraan Umrah sebesar Rp. 20 juta2. Menurut
penulis promo yang dibuat oleh Hannien Tour sudah melanggar Undang-
Undang Perlindungan Konsumen Pasal 10 yang berbunyi “Pelaku usaha dalam
menawarkan barang dan/atau jasa yang ditunjukan untuk diperdagangkan
dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat
pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai : a. Harga atau tarif
suatu barang dan/atau jasa”. Jadi Hannien Tour telah memberikan harga yang
tidak sesuai sebagaimana yang telah penulis jelaskan sebelumnya. Dan
1Lihat Putusan Nomor 54/Pid.B/2018/PN Skt
2https://nasional.kompas.com/read/2018/03/08/08590681/kementerian-agama-tetapkan-
biaya-standar-umrah-sebesar-rp-2-juta diakses pada 25/02/2019 Pukul 09.33
51
seharusnya ini bukan menjadi alasan untuk Hannien Tour tidak dapat
memberangkatkan para jamaahnya karena pastinya pihak Hannien Tour sudah
membuat perincian perihal promo yang dibuat.
Apabila dilihat dalam Putusan Nomor 54/Pid.B/2018/PN Skt pihak
Hannien Tour yaitu Drs. Avianto Boedhy Satya sebagai Direktur keuangan
yang mana dalam putusan ini sebagai terdakwa memberikan keterangan:
- Bahwa yang menyebabkan pihak PT. Utsmaniyah Hannien Tour belum
bisa memberangkatkan calon Jemaah yang sudah melakukan
pembayaran karena adanya kesalahan managemen yang mengakibatkan
kerugian pada PT. Utsmaniyah Hannien Tour, sehingga mulai bulan
Pebruari 2017 PT. Utsmaniyah Hannien Tour belum bisa
memberangkatkan calon jamaah yang sudah melakukan pembayaran
kepada pihak PT. Utsmaniyah Hannien Tour dan mengakibatkan PT.
Utsmaniyah Hannien Tour juga tidak bisa mengembalikan dana milik
calon jemaah umrah:
- Bahwa pada saat diadakan pertemuan dengan para calon jemaah umroh
yang disampaikan oleh PT. Utsmaniyah Hannien Tour kepada mereka
terkait belum diberangkatkanyan para calon jemaah karena perusahaan
merugi, akibat dari kebanyakan promo;
- Bahwa seharusnya ada pembatasan untuk paket promo dari kantor pusat,
dan itu memang kesalahan kami;
- Bahwa yang mendorong para calon jemaah antusias mendaftar di PT.
Utsmaniyah Hannien Tour karena ada testimony yang merasa puas
dengan pelayanan kami;
- Bahwa kuota promo yang diberikan kepada setiap cabang adalah 20
persen;3
Arfi Hatim selaku Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian
Agama (Kemenag) pada wawancaranya dengan Jawa Pos mengatakan Kalau
3Lihat Putusan Nomor 54/Pid.B/2018/PN Skt, h., 42-43.
52
Hannien, ada miss management dengan beberapa kantor cabangnya. Dia juga
jual harga promo, tapi kemudian harga promonya ini ada persentase tidak
seimbang dengan harga regular yang dijual cabang dan Arfi menambahkan,
tidak ada kontrol dari kantor pusat kepada kantor cabang adalah penyebabnya.
Itumengakibatkanharga promo danharga regular tidak sesuai bahkan tidak
masuk akal.4
Para calon jamaah tersebut tertarik dan ikut program promo umroh
karena ada jani-janji dari perusahaan biro perjalanan dan pemberangkatan
umroh PT. Utsmaniyah Hannien Tour.5
Kemudian seiring berjalanannya
waktu banyak yang tahu dan mendaftarkan diri di Hannien Tour karena
tergoda testimony dari kerabat yang merasa puas dengan pelayanannya salah
satunya Kelompok kerja HS. HS telah mendaftarkan diri dan membayar uang
sebagai tanda jadi sebesar Rp. 90.0000.000 dan dijanjikan berangkat pada
minggu kedua bulan Desember 2017. Namun pada kenyataannya HS tidak
jadi berangkat. Dikarenakan PT. Utsmaniyah Hannien Tour mengalami
kerugian dengan banyaknya jamaah yang mendaftar menggunakan paket
promo.
PT. Utsmaniyah Hannien Tour telah ingkar janji karena tidak sesuai
dengan apa yang telah dikemukakan diawal pada saat mendaftar dan saat
dibuatnya perjanjian yang mana harus memberangkatkan calon jamaah.
Karena menurut penulis disini Pihak HS sudah memenuhi kewajibannya
sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen pada Pasal 5 yaitu
konsumen telah beritikad baik dalam melakukan transaksi dan telah membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa. Karena pada saat pembuatan perjanjian pasti
sebelumnya sudah ada kesepakatan diantara kedua belah pihak yang
mengakibatkan adanya hubungan hukum diantara keduanya.
Dengan adanya Pembatalan keberangkatan ini membuat pihak konsumen
merasa dirugikan sebab konsumen sudah membayar sesuai perjanjian yang
4https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/01/01/2018/apakah-kasus-hannien-tour-
sama-dengan-first-travel-ini-jawabannya/, diakses pada Rabu, 03/04/2018 5Lihat putusan Nomor 54/Pid.B/2018/PN Skt, h., 44.
53
telah disepakati dengan pihak Hannien Tour ini. Dan Hannien tour tidak dapat
melakukan tugasnya sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian.
C. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Pembatalan
Keberangkatan Calon Jamaah
Untuk melindungi hak-hak para calon jamaah Umrah perlu adanya
perlindungan Hukum. Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman
terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan
perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua
hak-hak yang diberikan oleh hukum. Hukum difungsikan untuk mewujudkan
perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga
prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan
belum kuat secara sosial, ekonomi, dan politik untuk memperoleh keadilan
sosial.6
Menurut Muchsin perlindungan hukum adalah adalah suatu hal yang
melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
Perlindungan Hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 7
a. Perlindungan Hukum Preventif, yaitu perlindungan yang diberikan oleh
pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya
pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan
dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan
rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.
b. Perlindungan Hukum Represif, merupakan perlindungan akhir berupa
sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan
apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.
Dalam kasus ini antara PT. Hannien Tour dengan Calon Jamaah (HS)
diberikan perlindungan Hukum Represif, sebenarnya pemerintah sudah
membuat Peraturan mengenai Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah
6Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Citra Abadi Bakti, 2000), h., 55.
7Muchsin,Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, (Surakarta:
Magister Ilmu Hukum Progr am Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003), h., 20.
54
yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2008 dan juga
Peraturan menteri Agama Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan
Perjalanan Ibadah Umrah.
Perlindungan Hukum Preventif yaitu berupa pemberian sanksi kepada
pelaku usaha yang melanggar aturan seperti sanksi pembekuan atau
pencabutan izin usaha sebagaimana yang tertuang dalam Pada Pasal 46
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah
Haji:
(1) Penyelenggaraan perjalanan ibadah Umrah yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dikenai
sanksi administratif sesuai dengan tingkat kesalahannya, yang berupa:
a. Peringatan;
b. Pembekuan izin penyelenggaraan;atau
c. Pencabutan izin penyelenggaraan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kementerian Agama sudah memberikan sanksi administratif berupa
pencabutan izin PT. Utsmaniyah Hannien Tour melalui siaran pers yang
diterima Minggu (31/12), Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus M Arfi
Hatim mengatakan pencabutan izin operasional tersebut tertuang dalam
Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 941 Tahun 2017 tentang
Penjatuhan Sanksi Administratif Pencabutan Izin Penyelenggaraan PT
Biro Perjalanan Wisata Al Utsmaniyah Hannien Tour sebagai
Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah. Hannien terbukti melakukan
penyelenggaraan terhadap ketentuan Pasal 65 huruf a Peraturan
Pemerintah No 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.8
Adanya sanksi administratif yang dijatuhkan kepada Hannien Tour
membuat Hannien Tour tidak diperbolehkan untuk melakukan transaksi
penjualan paket Umrah baik Reguler maupun Promo.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga telah diatur
mengenai sanksi yang diberikan kepada pelaku usaha apabila pelaku usaha
8
https://www.google.co.id/amp/m.merdeka.com/amp/peristiwa/kemeterian-agama-cabut-
izizn-biro-perjalanan-umrah-hannien-tour.html
55
tidak dapat menepati janjinya berupa Sanksi administratif dan sanksi
Pidana yang mana diatur pada pasal 60 sampai dengan Pasal 63.
Adanya perlindungan hukum ini merupakan bentuk nyata dari adanya
teori kepastian hukum yang mana menurut Sudikno Mertokusumo
kepastian hukum adalah jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang
berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa putusan
dapat dilaksanakan. Walaupun kepastian hukum erat kaitannya dengan
keadilan, namun hukum tidak identik keadilan. Hukum bersifat umum,
mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan, sedangkan keadilan
bersifat subyektif, individualistis, dan tidak menyamarakan.9
D. Pertanggungjawaban Pihak Biro Jasa Perjalanan Umrah Akibat
Pembatalan Keberanhgkatan Calon Jamaah
Menurut Titik Triwulan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar,
yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk
menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum
orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya.10
Hubungan yang terjadi antara pelaku usaha dan konsumen menimbulkan
suatu hubungan hukum yang membuat timbulnya hak dan kewajiban yang
mendasari terbitnya suatu tanggung jawab yang mana dapat dituangkan dalam
suatu perjanjian. Pada dasarnya pelaku usaha dapat dimintai tanggung jawab
apabila timbul kerugian pada konsumen karena tidak terlaksananya kewajiban
hukum. Berkaitan dengan peraturan, pilihan hukum dan cara penyelesaian
sengeketan yang dipilih oleh para pihak atau mengikuti kaidah hukum yang
berlaku di Indonesia.
Dalam kasus ini antara PT. Utsmaniyah Hannien Tour dengan HS dapat
dilihat bahwa hannien tidak dapat memenuhi janjinya untuk
9Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2007,
Cet. Kelima Ed. II), h., 160. 10
Tititk Triwulan, Shinta Febrian, Perlindungan Hukum Bagi Pasien, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2010), h., 48.
56
memberangkatkan HS. Dikarenakan kerugian yang dialami oleh PT.
Utsmaniyah Hannien Tour. Dan dengan kejadian ini Hannien Harus
bertanggung jawab terhadap perbuatannya karena telah melanggar hak calon
jamaah atau konsumen yaitu, konsumen berhak untuk mendapatkan informasi
yang benar jelas, dan jujur mengenai konsidi dan jaminan barang dan/atau
jasa sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen Pasal 4. Karena pihak Hannien Tour di dalam perjanjian
kerjasama telah memberikan suatu tanggal yang pasti dalam perjanjian namun
pada kenyataannya Hannien Tour mengalami kerugian yang tidak dapat
memberangkatkan jamaahnya. Menurut Presiden John F. Kennedy ada empat
hak konsumen yang dilindungi salah satunya adalah Hak untuk mendapat
informasi (the right to be informed) yang mana hak ini memiliki arti yang
sangat fundamental bagi konsumen bila dilihat dari sudut kepentingan dan
kehidupan ekonominya. Setiap keterangan mengenai sesuatu barang yang
akan dibelinya atau akan mengikat dirinya, harus lah diberikan selengkap
mungkin dan dengan penuh kejujuran. Informasi baik secara langsung
maupun secara umum melalui berbagai media komunikasi seharusnya
disepakati bersama agar tidak menyesatkan konsumen.11
Menurut peneliti pada penyelesaian kasus ini konsumen berhak untuk
mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan secara patut sebagaimana yang tercantum pada Undang-Undang
Perlindungan Konsumen Pasal 4 huruf e. Pada Kasus antara PT. Hannien
Tour dengan HS. Pihak HS ingin mengambil jalur penyelesaian secara non
litigasi karena pihak HS ingin uangnya kembali. Sebelum pihak HS meminta
bantuan kepada Kuasa Hukumnya. Pihak HS sudah meminta pertanggung
jawaban kepada Pihak Hannien Tour. Dan Pihak Hannien bersedia untuk
mengembalikan uang HS dengan memberikan Surat Kesepakatan
11
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana, 2013), h., 47-48.
57
pengembalian dana umrah dengan ditanda tangani oleh Direktur Keuangan
PT. Utsmaniyah Hannien Tour.
Kemudian setelah surat kesepakatan itu dilihat oleh kuasa hukum HS
ternyata surat tersebut memiliki keganjilan diantaranya surat tersebut ditanda
tangani oleh direktur keuangan sedangkan menurut Undang-Undang
Perusahaan yang memegang wewenang mengeluakan surat dan
menandatanganinya adalah Direktur Utama. Ternyata ini teknik yang
digunakan oleh travel yang sedang bermasalah untuk meredam masyarakat
awam.12
Pada kasus ini HS sebagai konsumen berhak untuk mendapatkan sebuah
pertanggung jawaban karena HS sudah memenuhi apa yang PT. Hannien
Tour mau sesuai perjanjian. Dan seharusnya pula Hannien tour memenuhi
perjanjian yang telah disepakati. Apabila ditinjau dari kasus HS maka
Hannien memiliki tanggung jawab untuk memberikan ganti kerugian kepada
HS. Sesuai dengan Prinsip Tanggung Jawab berdasarkan unsur kesalahan
(fault liability or liability based on fault) yang mana pada prinsip iniyang
cukup aman namun berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Prinsip ini
menyatakan seseorang baru dapat dimintakan pertanggung jawabnya secara
hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Yang dimaksud
kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Pengertian
“hukum”, tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga
kepatutan dan kesusilaaan dalam masyarakat.13
Disini Hannien tour sudah
memenuhi prinsip ini karena sudah terjadi kesalahan yaitu dengan tidak dapat
memberangkatkan para calon jamaah dikarenakan promo yang dibuat telah
melanggar undang-undang.
Sebagaimana yang telah tertuang di dalam Undang-Undang No 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen pada Pasal 19 yang berbunyi :
12
M. Rizky Firdaus, Kuasa Hukum Pihak HS, Interview Pribadi, Tangerang 15 Oktober 2018. 13
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2006), h., 58-65.
58
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejesnis
atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(3) Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
setelah tanggal transaksi.
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan
pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
merupakan kesalahan konsumen.
Pada kasus PT . Utsmaniyah Hannien Tour dengan kelompok kerja HS.
Menurut penulis Hannien Tour sudah bertanggung jawab sesuai dengan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 19 yaitu dengan meberikan
ganti kerugian dengan mengembalikan uang HS yang sudah disetorkan
melalui salah satu agen dari Pihak Hannien Tour.
Penyelesaian kasus antara PT. Utsmaniyah Hannien Tour dengan Pihak
HS diselesaikan dengan mengambil jalan Non Litigasi yaitu penyelesaian
sengketa diluar pengadilan yang mana menurut penulis apabila ditinjau dari
Undang-Undang perlindungan konsumen telah sesuai karena di dalam
Undang-Undang perlindungan konsumen diperbolehkan seperti yang tertuang
pada Pasal 47 yang berbunyi “Penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk
dan besaran ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin
tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang
dididerita konsumen”. Kemudian pihak HS dan kuasa hukumnya membuat
janji temu dengan petinggi di Hannien Tour untuk menemukan titik terang.
Pada pertemuan itu telah disepakati bahwasanya Hannien Tour masih ada aset
berupa rumah dan tanah yang mana apabila dijual harganya cukup untuk
mengganti uang HS. Akhirnya aset rumah dan tanah tersebut dibuatkan
59
APHT (Akta Pemberian Hak Tanggungan).14
Pemberian hak Tanggungan
didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan
pelunasan hutang. Tata cara pembebanan hak tanggungan dimulai dengan
tahap pemberian hak tanggungan di hadapan PPAT yang berwenang dan
dibuktikan dengan APHT.15
Kasus antara Hannien Tour dan HS sudah selesai
di Notaris.
14
M. Rizky Firdaus, Kuasa Hukum Pihak HS, Interview Pribadi, Tangerang 15 Oktober 2018. 15
https://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl944/apht-(akte-pemberian-hak-tanggungan)/
17:00 tanggal 14/03/2019.
60
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di uraikan pada
bab sebelumnya mengenai pokok permasalahan yang diajukan oleh penulis
pada tema masalah Perlindungan Hukum Terhadap Pembatalan
Keberangkatan Keberangkatan Calon Jamaah Umrah Ditinjau dari Undang-
Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus PT.
Utsmaniyah Hannien Tour) dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Perlindungan Hukum yang diberikan kepada calon jamaah umrah ada 2,
yang pertama yaitu perlindungan hukum preventif yang berupa adanya
peraturan perundang-undangan yang melindungi para calon jamaah ketika
terdapat kecurangan yang dilakukan oleh pihak travel seperti Peraturan
mengenai Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yaitu Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2008 dan juga Peraturan
menteri Agama Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan
Perjalanan Ibadah Umrah. Kemudian yang kedua perlindungan hukum
Represif yaitu dengan memberikan sanksi ketika ada kecurangan yang
dilakukan pihak travel seperti pembekuan atau pencabutan izin usaha
sebagaimana yang tertuang dalam Pada Pasal 46 Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, dan pada Undang-
Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga telah
diatur sanksi administratif dan sanksi pidana yang diatur pada pasal 60
sampai pasal 63.
2. Bentuk tanggungjawab hukum yang diberikan Hannien Tour terhadap
konsumen yang mana disini HS yaitu dengan memberikan ganti kerugian
yang telah sesuai dengan Pasal 19 Undang-Undang No 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen. Dengan memberikan ganti kerugian
sesuai nominal uang yang telah masuk ke PT. Utsmaniyah Hannien Tour.
61
Dengan bentuk penyelesaian melalui jalur non-litigasi yang mana
diselesaikan di luar pengadilan.
B. REKOMENDASI
Dalam pembahasan di atas peneliti memliki saran sebagai berikut:
1. Untuk pemerintah lebih diperhatikan lagi dan lebih baik sering terjun ke
lapangan untuk melihat para travel karena kasus tentang Travel yang tidak
bisa memberangkatkan para calon jamaahnya sudah seringkali terjadi
walaupun sudah ada Undang-Undang yang sifatnya mengikat namun
tidak menutup kemungkinan untuk para travel yang nakal melakukan
suatu trik penjualan paket promo Umrah yang menyesatkan. Ada aplikasi
yang di baru dibuat oleh Kementerian Agama yang bernama aplikasi
Sipatuh menurut penulis cukup membantu tetapi tetap harus turun ke
lapangan agar lebih tegas lagi dalam menegakkan peraturan jadi jangan
ketika ada laporan masalah saja dipanggil alangkah lebih baiknya setiap
bulan semua travel melakukan pelaporan karena setiap bulannya pasti
travel selalu ada saja yang memberangkatkan para calon jamaah, dan
apabila ada travel yang membuat suatu promo pihak Pemerintah harus
memanggil travel tersebut untuk memperoleh penjelasan dan rincian
mengenai promo yang dibuatnya.
2. Untuk Penyelenggara Perjalan Ibadah Umrah atau pihak Travel sebaiknya
apabila ingin membuat Paket Promo Umrah diperhitungkan lebih matang
lagi agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan konsumen. Apabila telah
terjadi suatu kasus yang tidak bisa memberangkatkan para calon jamaah
dan telah terbukti atas kesalahannya sebaiknya bertanggung jawab penuh
atas kerugian yang dirasakan oleh konsumen dan sebaiknya pihak travel
mengasuransikan para calon jamaahnya agar apabila terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan ada asuransi yang dapat menanggungnya.
3. Untuk masyarakat lebih berhati hati memilih travel Umrah dan jangan
tergiur dengan promosi dibawah harga pasaran. Jika tergiur dengan promo
62
sebaiknya dicari lebih lanjut via internet dan bertanya langsung ke
Kementerian Agama agar lebih meyakinkan karena dengan banyaknya
testimoni bukan menjadi jaminan. Untuk para calon jamaah yang tidak
jadi berangkat karena kelalaian pihak travel dapat menuntut haknya yang
telah dilanggar dengan meminta pertanggungjawaban atas kerugian
tersebut. Ada baiknya diselesaikan dengan cara kekeluargaan namun jika
pihak travel tidak beritikad baik calon jamaah dapat melaporkannya
kepada pihak yang patut untuk menanganinya.
63
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Al-Habsi, Muhammad Baqir, FiqihPraktis, Bandung: Mizan,1999
Apeldoorn,Van, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PradnyaParamita, 1996
Az. Nasution, Hukum dan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti,
1994
--------------, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Daya
Widya, 1999
Badrulzaman, Mariam Firdaus, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra
Aditya Bakti,2009
Dewi, Eli Wuria, Hukum Perlindungan Konsumen, Yogyakarta: Graha Ilmu,
2015
Friedrich, Carl Joachim, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Bandung: Nuansa
dan Nusamedia, 2004
Fuady, Munir, Dinamika Teori Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia, 2007
-----------------, Pengantar Hukum Bisnis-Menata Bisnis Modern di Era Global,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008
H. Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1995
Halim, Said Agil Al Munawardan Abdul, FIKIH HAJI : Menuntun Jama’ah
Mencapai Haji Mabrur, Jakarta: Ciputat Press, 2003
J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Alumni
Bandung, 1993
-----------, Hukum Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti 1992
Kristiyanti, Celina Tri, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Sinar Grafika,
2008
Lastini, Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, IV, 06 Juli 2016
Mas, Marwan , Pengantar Ilmu Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia, 2011,
Cet.Kedua
Meliala, A. Qirom Syamsudin, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta
Perkembangannya, Yogyakarta: Liberty, 2004
64
Mertokusumo, Sudikno, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Yogyakarta:
Liberty, Ctk. Kelima Ed. II, 2007
Miru, Ahmad dan Starman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Raja
Grafindu Persada, 2004
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia,
Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret, 2003
Muhammad, AbdulKadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2004
------------------------------, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, Ctk. Keempat, 2010
Rachmadi, Usman, Hukum Ekonomi Dalam Dinamika, Jakarta: Djambatan, Ctk
pertama, 2000
Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Abadi Bakti, 2000
Rasjidi , Lili dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum ,
Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007
Salim H.S dkk, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding
(MoU), Jakarta: Sinar Grafika, 2007
Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika, 2003
Santiago, Faisal, Pengantar Hukum Bisnis, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2006
Sibaldok, Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2010
Soekanto, Soerjono dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di
dalam Penelitian Hukum, Jakarta: Pusat Dokumen Universitas
Indonesia, 1979
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, Ctk Ke-3,
1986
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Intermasa, Ctk. Sepuluh, 1985
---------, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: P.T. Intermasa,2004
Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,1997
65
Syahrani, Ridwan, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1999
TIM Penyusun FSH, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: Pusat Peningkatan dan
Jaminan Mutu (PPJM), 2017
Triwulan, Titik dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum Bagi Pasien, Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2010
Windari, Ratna Artha, Hukum Perjanjian, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014
Yunita, Ni Putu Lisna dan Igede Putra Ariana, Tanggung Jawab Pelaku Usaha
terhadap produk impor yang tidak berlabel bahasa indonesia ditinjau
dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Bagian hukum bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, Ctk pertama, 2013
Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang penyelenggaraan Ibadah haji
Lihat Putusan Nomor 54/Pid.B/2018/PN Skt