perlindungan konsumen terhadap pembatalan …

95
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN KEBERANGKATAN SEPIHAK OLEH MASKAPAI DENGAN ALASAN COVID-19 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana hukum Oleh: CHIKITA AMALIA NPM. 1506200396 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA MEDAN 2021

Upload: others

Post on 05-Nov-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

1

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN

KEBERANGKATAN SEPIHAK OLEH MASKAPAI

DENGAN ALASAN COVID-19

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Syarat

Mendapatkan Gelar Sarjana hukum

Oleh:

CHIKITA AMALIA

NPM. 1506200396

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

Page 2: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

ii

Page 3: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

iii

Page 4: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

iv

Page 5: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

v

Page 6: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

vi

Page 7: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

vii

Perlindungan Konsumen Terhadap Pembatalan Keberangkatan Sepihak

Oleh Maskapai Dengan Alasan Covid-19

Chikita Amalia

1506200396

Abstrak

Bentuk Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Terhadap Pembatalan

Sepihak Alasan covid-19, adalah berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-

undang Nomor 1 Tahun 2009, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun

2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 tentang Penyelanggaraan Angkutan Udara

dengan memenuhi kewajiban; memberitahukan kepada penumpang paling lambat

7 (tujuh) hari kalender sebelum pelaksanaan penerbangan, mengembalikan seluruh

uang tiket yang telah dibayarkan oleh penumpang, memberi ganti kerugian ,

mengalihkan penumpang ke penerbangan berikutya, mengembalikan harga tiket

yang telah dibayarkan kepada perusahaan. Perlindungan Hukum Konsumen Atas

Pembatalan Keberangkatan Sepihak oleh Maskapai Penerbangan Dengan Alasan

covid-19.

Perlindungan hukum terhadap penumpang sebagai konsumen yang

dirugikan akibat pembatalan dengan alasan covid 19, tidak ada diatur secara

khusus, akan tetapi mengikuti aturan tidak hanya terbatas pada Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Namun penumpang sebagai

konsumen memiliki perlindungan hukum yang terdapat dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang terkait dengan hak-

hak penumpang selaku konsumen jasa angkutan penerbangan, dan Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata yang berkaitan dengan kedudukan penumpang sebagai

pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan dengan maskapai penerbangan.

Kendala Dan Upaya Calon Penumpang Dalam Mendapatkan Perlindungan Hukum

Akibat Pembatalan Keberangkatan. Didalam praktik hubungan hukum yang terjadi

secara umum antara konsumen dengn pelaku, pihak konsumen selalu dalam posisi

yang lemah. Kendala bagi konsumen untuk mendapatkan perlindungan hokum,

dikarenakn keterbatasn informasi konsumen akan hak-haknya sebagai konsumen

penerbangan, arogansi maskapai yang menganggap konsumen hanya sebagai

objek, bukan ubjek yang dibutuhkan. Upaya yang dapat dilakukan konsumen jika

hak-haknya di abikan adalah dengan mengajukan upaya penyelesaian sengketa di

sektor jasa penerbangan dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu: pertama,

Penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dengan cara melalui

non litigasi, dengan cara mediasi, atau konsiliasi, atau arbitrase, melalui Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Badan Penyelesaian Sengketea

Konsumen. Dan yang kedua Penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen

dilakukan dengan cara melalui pengadilan

i

Page 8: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillahirabbil`alamin, Segala Puji dan Syukur bagi Allah SWT yang

senantiasa memberikan rakhmat dan karunia-Nya kepada penulis,sehingga penulis

dapat menyelesaikan Skripsi ini sebagaimana mestinya dengan segala kekurangan

dan kelebihannya, Sholawat beserta salam kepada Rasulullah Muhammadiyah

SAW dan sahabatnya serta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Sesuai dengan kaidah dan metode penelitian dan penyusunan yang telah

ditetapkan keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan moral

dan material serta bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun

tidak langsung yang paling utama saya ucapkan beribuan terima kasih kepada

kedua orang tua saya, Ayahanda Herman Ujang, dan Ibunda Yusna, yang telah

mendukung moral dan material sehingga semangat kuliah dan selesai pada saat

yang diharapkan, selanjutnya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Bapak Dr. Agussani, M.AP selaku Rektor Universitas Muhammadiyah

Sumatera Utara.

2. Ibu Assoc. Prof. Dr. Ida Hanifah, S.H., M.H selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

3. Bapak Faisal, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan I dan Bapak Zainuddin,

S.H., M.H selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas

Muhammadiyah Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Teguh Syuhada Lubis, S.H., M.H selaku Kepala Bagian

Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera

Utara.

ii

Page 9: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

ix

5. Bapak Dr. Faisal, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

banyak sekali membantu penulis/peneliti dalam menyelesaikan dan

menyempurnakan isi skripsi saya ini.

6. Seluruh Dosen Pengajar dan Pegawai Fakultas Hukum Universitas

Muhammadiyah Sumatera Utara yang telah membantu kami mendapatkan

informasi dan urusan kampus.

7. Dan terima kasih kepada seluruh teman-teman saya yang tidak bisa

ucapkan namanya satu persatu yang telah mendoakan penulis supaya selalu

sehat dalam mengerjakan Skripsi.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu secara langsung yang telah memberikan

bantuan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya semoga mendapat balasan yang berlipat ganda dari

Allah SWT, serta tidak lupa juga penulis memohon maaf atas semua kekurangan

dan kesalahan yang ada selama penulisan skripsi ini, semoga akan lebih baik lagi

kedepannya dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan siapa saja yang

membacanya demi kemajuan Ilmu Pendidikan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Medan, April 2021

Penulis

CHIKITA AMALIA

NPM: 1506200396

iii

Page 10: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

x

DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

1. Rumusan Masalah ............................................................ 7

2. Faedah Penelitian ............................................................. 7

B. Tujuan Penelitian ................................................................... 7

C. Keaslian Penelitian................................................................. 8

D. Metode Penelitian ................................................................. 8

1. Jenis dan pendekatan penelitian ....................................... 8

2. Sifat penelitian ................................................................. 8

3. Sumber data ..................................................................... 8

4. Alat pengumpulan data .................................................... 9

5. Analisis data ................................................................... 9

E. Definisi Operasional .............................................................. 10

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 12

A. Tinjauan Tentang Perlindungan Konsumen .......................... 12

B. Pelaku usaha........................................................................... 21

C. Maskapai Penerbangan/Pengangkutan Udara ....................... 29

iv

Page 11: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

xi

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................... 44

A. Bentuk tanggung jawab maskapai penerbangan

terhadap pembatalan sepihak alasan covid ......................... .. 44

B. Perlindungan Hukum Konsumen Atas

Pembatalan Keberangkatan Sepihak Oleh Maskapai

Penerbangan Dengan Alasan Covid- 19 ................. .. 60

C. Kendala Dan Upaya Calon Penumpang Dalam

D. Perlindungan Hukum Akibat

Pembatalan Keberangkatan ................................................ .. 71

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 78

F. Kesimpulan .......................................................................... 78

G. Saran .................................................................................. 80

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN.

v

Page 12: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aktifitas yang terus meningkat, membuat manusia harus menyiasati cara

dan metode mendukung aktifitas tersebut. Guna nenjalankan aktivitas yang

bersifat rutinitas tersebut, manusia harus mencari cara agar aktifitas tersebut dapat

terlaksana sesuai waktu yang telah di tentukan. Pelaksanaan sesuai waktu yang

ditentukan tentunya harus dibarengi dengan strategi memilih moda transportasi

yang digunakan.

Pemilihan moda transportasi yang tepat harus benar-benar di laksanakan

agar bisa cepat dan tepat sesuai dengan tempat tujuan yang akan di tuju.

Terkadang rentang wilayah negara mengharuskan penanganan moda transportasi

angkutan darat, laut dan udara secara terpadu untuk mewujudkan sistem angkutan

nasional yang andal, efektif dan efisien.

Setiap moda angkutan memiliki karakter khas, keunggulan dan

kelemahannya. Moda transportasi darat, laut dan udara harus menjadi kesatuan

sistem agar dapat menjawab tujuan perangkutan, yakni melayani perpindahan atau

mobilisasi orang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain.

Pengangkutan, di definisikan oleh Abdulkadir Muhammad sebagai proses

kegiatan pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain

dengan menggunakan berbagai jenis alat pengangkut mekanik yang diakui dan

1

Page 13: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

2

diatur undang sesuai bidang angkutan dan kemajuan teknologi.1

Seiring perkembangan zaman dewasa ini, angkutan udara atau

Transportasi udara, dewasa ini mengalami perkembangan pesat, hal tersebut dapat

dilihat dari banyak perusahaan atau maskapai penerbangan yang melayani jasa

penerbangan ke berbagai rute penerbangan baik dosmestik maupun internasional,

perusahaan-perusahaan yang melayani jasa penerbangan niaga diantaranya

Garuda, Sriwijaya, Lion air, Batik air, Air Asia, dan lain- lain.

Meningkatnya perkembangan dan pertumbuhan industri penerbangan di

satu sisi menguntungkan bagi para pengguna jasa transportasi udara

(penumpang/konsumen) karena akan banyak pilihan. Perusahaan-perusahaan

tersebut bersaing untuk menarik penumpang sebanyak-banyaknya dengan

menawarkan tarif yang lebih murah atau menawarkan berbagai bonus.

Tawaran tarif murah dan bonus oleh maskapai tentu memancing minat

konsumen, akan tetapi di sisi lain, dengan tarif yang murah tersebut sering

menurunkan kualitas pelayanan (service), bahkan yang lebih mengkhawatirkan

lagi adalah akan menyebabkan berkurangnya kualitas pemeliharaan pesawat

sehingga rawan terhadap keselamatan penerbangan dan akan berdampak kurang

baik terhadap keselamatan penerbangan dan berdampak kurang baik terhadap

keamanan, kenyamanan dan perlindungan konsumen.2

Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara terdapat dua pihak,

yaitu pengangkut dalam hal ini adalah perusahaan atau maskapai penerbangan dan

1 Abdulkadir, M. 2007. Arti Penting dan Strategis Multimoda Pengangkutan Niaga di

Indonesia, Dalam Perspektif Hukum Bisnis di Era Globalisasi Ekonomi, Yogyakarta, Genta Press

halaman.1 2 Wiradipradja, S. E. 2006. Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap

Penumpang Menurut Hukum Udara Indonesia. Jurnal Hukum Bisnis, hamana. 25.

Page 14: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

3

pihak pengguna jasa atau konsumen. Para pihak tersebut terikat oleh suatu

perjanjian, yaitu perjanjian pengangkutan. Sebagaimana layaknya suatu perjanjian

yang merupakan manisfestasi dari hubungan hukum yang bersifat keperdataan dan

dipenuhi, yang biasa dikenal dengan istilah “prestasi” (prestasi dalam hukum

perjanjian adalah pelaksanaan dari isi perjanjian yang telah diperjanjikan menurut

tata cara yang telah disepakati bersama).

Masakapi penerbangan, yang memiliki armada pengangkutan, tentunya

memiliki kewajiban pengangkut, dalam hukum pengangkutan antara lain,

mengangkut penumpang dan/atau barang dengan aman, utuh dan selamat sampai

tujuan, memberikan pelayanan yang baik, mengganti kerugian penumpang sesuai

dengan jadwal yang telah ditetapkan dan lain- lain.

Penumpang sebagai konsumen memiliki kewajiban juga, sedangkan

kewajiban penumpang adalah membayar ongkos pengangkutan yang besarnya

telah ditentukan, menjaga barang-barang yang berada dibawah pengawasannya,

melaporkan jenis-jenis barang yang dibawa terutama barang-barang yang

berkategori berbahaya, mentaati ketentuan-ketentuan yang ditetapkan pengangkut

yang berkenaan dengan pengangkutan. Hak dan kewajiban para pihak tersebut

biasanya dituangkan dalam suatu dokumen perjanjian pengangkutan.

Maskapai penerbangan yang mengelola angkutan udara saat ini merupakan

transportasi alternatif pilihan yang paling efektif karena cepat, efisien, dan

ekonomis. Hal ini dikarenakan maskapai penerbangan menyediakan armada untuk

melakukan pengangkutan antar daerah, antar pulau, bahkan antar negara. Bahkan

jangkauannya sudah merambah ke daerah-daerah terpencil.

Page 15: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

4

Seiring dengan perkembangan moda transportasi, yang menimbulkan

bermunculannya pelaku-pelaku usaha penyedia jasa penerbangan saat ini di

Indonesia menyebabkan persaingan usaha penerbangan yang sangat ketat.

Adanya persaingan usaha yang begitu ketat, mengharuskan pelaku usaha

penerbangan melakukan berbagai cara untuk menarik penumpang sebanyak-

banyaknya, mereka melakukan promosi dan menjanjikan kemudahan-kemudahan

dalam memperoleh tiket, serta pelayanan yang terbaik kepada calon konsumen

mereka.

Promosi diumaksudkan bagaimana calon konsumen tertarik untuk

menggunakan jasa penerbangan mereka, terkadang promosi tersebut mereka

barengi dengan memberikan janji, dan iming-iming sesuatu berupa kemudahan,

memberikan fasilitas yang lebih, dan lain sebagainya.

Gencarnya promosi yang dilakukan oleh maskapai, di dalamnya memuat

janji-janji akan kemudahan kepada konsumen, Akan tetapi janji yang diberikan

saat melakukan promosi terkadang tidak dipenuhi oleh maskapai, hal ini

dikarenakan beberapa faktor baik karena kelalaiaan ataupun karena sebab yang

tidak dapat di hindari, seperti yang belakangan ini terjadi adanya larangan terbang

oleh pemerintah disebabkan mewabahnya pandemic virus corona atau covid 19.

Secara hokum saat calon penumpang sebagai konsumen telah membeli tiket

pesawat dari maskapai, disertai dengan ketentuan jadwal keberangkatan, telah

terjadi hubungan hokum di antara kedua belah pihak, dimana dianggap telah terjadi

perjanjian antara pelaku usaha dengan konsumen, yang harus di penuhi.

Page 16: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

5

Terkait dengan perjanjian, dalam Al-Quran terkait dengan janji ini telah di

tegaskan sebagaimana di nyatakan dalam Surah Al-Baqarah ayat 177, bahwa:

تىنىا وجىهكى قثم ا وانيىو ۞ نيش انثر تالل اي انثر ي غرب ونك شرق وان ان

وان ال عه حثه ذوي انقرت وانيت وات ان ى كح وانكتة واننثيه خر وان ال ضكي

وف ى هيا ثيم وانض انض تعهدهى اذا وات ىفى كىج وان هىج وات انز قاب واقاو انص انر

ى صدقىا واون ى ك انري

انثأس اون ء وحي ا ر ء وانض ف انثأصا ثري ك هى عاهدوا وانص

تقى ان

“Bukanlah menghadapkan wajahmu kearah timur dan barat itu suatu

kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada

Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan

harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang

miskin, musafir, dan orang-orang yang meminta-minta, dan

(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan solat, dan menunaikan zakat,

dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji… ” (QS.

2:177).3

Selanjutnya dalam Hadis Rasulullah terkait dengan janji ini juga banyak

aturan yang di jelaskan diantaranya:4

1. Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: “Dari Abu

Hurairah RA, bahwasanya Rasululah SAW bersabda: (ciri orang

munafik ada tiga: apabila berbicara berbohong, apabila dipercaya

berkhianat, dan apabila berjanji mengingkari” (HR. Bukhari Muslim).

2. Selanjutnay dalam hadis yang lain di diriwayatkan dari Ali bin Abi

Thalib dan Ibnu Mas’ud, keduanya berkata: Rasululah SAW bersabda:

3 Deden Misbahudin Muayyad. 2014. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Janji (Wa’ad) Di

Perbankan Syari’ah, Jurnal ALQALAM 24 Vol. 31 No. 1 (Januari-Juni). 4 Ibid.

Page 17: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

6

janji adalah hutang”. Nabi SAW mengibaratkan janji dengan hutang

yang wajib untuk dibayar, sehingga janjipun wajib untuk dibayar

(dipenuhi).

Nabi SAW memberikan penjelasan dari sebagian ciri orang munafik adalah

mengingkari janjinya, kemunafikan merupakan perbuatan yang diharamkan. Maka,

mengingkari janji merupakan perbuatan yang diharamkan, oleh sebab itu

memenuhi janji hukumnya wajib.

Secara hukum alasan atau dalih apapun yang menyebabkabn tidak

dipenuhinya janji pasti menimbulkan konsekwensi hukum tersendiri. Berdasarkan

pemberitaan yang ada banya maskapai penerbangan yang membatalkan

penerbangan akibat wabah covid 19 ini.

Bahwa terjadinya pembatalan sepihak oleh maskapai penerbangan tersebut

jelas membawa dampak kerugian kepada konsumen, yang telah memiliki rencana

dan agenda tersendiri saat memesan tiket penerbangan tersebut.

Bahwa berdasarkan UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen,

dengan tegas dinyatakan bahwa konumen harus dilindungi atas tindakan dan

prilaku pelaku usaha, akan tetapi yang juga menjadi perhatian pembatalan oleh

maskapai penerbangan ini bukan faktor kesengajaan akan tetapi dikarenakan

adanya pandemic virus corona yang sedang mewabah di Indonesia bahkan hamper

seluruh dunia.

Bahwa berdasarkan uraian di atas ada ketertarikan melakukan penelitian

dengan mengangkat judul: “Perlindungan Konsumen Terhadap Pembatalan

Keberangkatan Sepihak Oleh Maskapai Dengan Alasan Covid-19”.

Page 18: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

7

1) Rumusan Masalah

a. Bagaimana bentuk tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap

pembatalan sepihak alasan covid-19

b. Bagaimana perlindungan hukum konsumen atas pembatalan

keberangkatan sepihak oleh maskapai penerbangan dengan alasan

covid-19

c. Bagaimana kendala dan upaya calon penumpang dalam mendapatkan

perlindungan hukum akibat pembatalan keberangkatan.

2) Faedah Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, diharapkan penelitian ini

memberikan faedah kepada banyak pihak. Adapun faedah penelitian tersebut ialah

secara teoritis dan praktis yaitu:

a. Secara Teoritis, hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan

pemikiran yang bermanfaat dalam bidang ilmu hukum, terkait

dengan perlindungan konsumen atas pembatalan sepihak oleh

maskapai.

b. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan rujukan dalam penyelesaian persolan konsumen

terkhusus terkait dengan pertanggungjawaban pelaku usaha

maskapai atas kerugian konsumen akibat pembatalan sepihak

keberangkatan.

Page 19: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

8

B. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui bentuk tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap

pembatalan sepihak alasan covid-19

b. Untuk mengetahui perlindungan hukum konsumen atas pembatalan

keberangkatan sepihak oleh maskapai penerbangan dengan alasan covid-19

c. Untuk mengetahui kendala dan upaya calon penumpang dalam

mendapatkan perlimdungan hokum akibat pembatalan keberangkatan.

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran di perpustakaan, baik di UMSU, maupun

perpustakaan lain, terkait dengan penelitian pembatalan penerbangan sudah banyak

dilakukan, akan tetapi terkait dengan pembatalan penerbangan karena alas an

pandemic covid 19, belum pernah ada.

D. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan faktor suatu permasalahan yang harus

dibahas, metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis yang mengarah kepada

pendekatan secara Yuridis kualitatif. Penelitian secara kuantitatif tersebut

dilakukan dengan cara menelaah data skunder yang didapat dari bahan

kepustakaan Didalam penelitian deskriptif bertujuan memberikan makna

secara jelas bahan yang di kaji.

Page 20: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

9

2. Sumber Data

Sumber data yang diperoleh dalam materi penelitian terdiri dari:

Data sekunder didapatkan dari penelusuran kepustakaan, yakni dengan

melakukan pengumpulan referensi bahan-bahan kepustakaan sebagai

sumber data tersebut dengan cara dibaca, ditelaah dan dikutip hal-hal yang

berkaitan dengan materi penelitian, data sekunder terdiri atas:

1) Bahan Hukum Primer, yaitu: Bahan hukum yang digunakan sebagai

dasar hukum penelitian, yakni: Undang-Undang No. 1 Tahun 2009

tentang Penerbangan.

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu: Bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer, berupa: Buku, Karya Ilmiah,

Hasil Penelitian, Hasil Karya Pakar Hukum.

3) Bahan Hukum Tersier, yaitu: Bahan hukum yang memberikan

petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

seperti: penelusuran dari Internet ataupun jurnal.

3. Alat Pengumpul Data

Alat yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian ini agar lebih

akurat, relevan dan dapat dipertanggungjawabkan maka digunakan cara, yaitu:

a. Studi Kepustakaan (Library research), yaitu dengan membaca Buku, surat

kabar, dokumen-dokumen, Undang-Undang, dan media Informasi lain yang

berhubungan dengan yang suatu penelitian.

b. Penelusuran Internet, yaitu dengan mencari bahan bahan yang berhubungan

dengan penulisan, baik itu artikel, majalah.

Page 21: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

10

4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian baik dari studi kepustakaan maupun

penelusuran internet,selanjutnya data dianalisis secara kualiti yaitu dengan

pengamatan data, yang menggambarkan hubungan antara variable yang satu

dengan yang lain.

E. Defenisi Operasional

Defenisi operasional atau kerangka konsep adalah yang mengambarkan

hubungan antara defenisi-defenisi atau konsep-konsep khusus yang akan di teliti,

berdassarkan judul yang telah diajukan yaitu “: Perlindungan konsumen terhadap

Pembatalan Kebrangkatan Sepihak oleh maskapai dengan alasan covid-19”. Maka

dapat dijabarkan defenisi operasional penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Perlindungan Konsumen: Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UU NO 8 TAHUN

1999 Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

2. Pembatalan sepihak adalah pembatalan atas suatu perjanjian secara sepihak

(unilateral)5 suatu perjanjian dapat diartikan sebagai ketidaksediaan salah

satu pihak untuk memenuhi prestasi yang telah disepakati kedua belah

pihak dalam perjanjian, atau dengan tidak dipenuhinya prestasi atau

kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam

suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian

ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang6

5 https://kbbi.web.id/batal, diakses tanggal 18 Juni 2020

6 http://www.dppferari.org/pengertian-bentuk-penyebab-dan-hukum-wanprestasi, diakses

tanggal 18 Juni 2020

Page 22: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

11

3. Angkutan Udara/Maskapi adalah sebuah organisasi yang menyediakan jasa

penerbangan bagi penumpang atau barang. Mereka menyewa atau memiliki

pesawat terbang untuk menyediakan jasa tersebut dan dapat membentuk

kerja sama atau aliansi dengan maskapai lainnya untuk keuntungan

bersama, Istilah "maskapai" berasal dari bahasa Belanda maatschappij yang

berarti "perusahaan".7

4. Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus

yang baru ditemukan. Virus baru dan penyakit yang disebabkannya ini

tidak dikenal sebelum mulainya wabah di Wuhan, Tiongkok, bulan

Desember 2019. COVID-19 ini sekarang menjadi sebuah pandemi yang

terjadi di banyak negara di seluruh dunia.8

7https://www.google.com/search?safe=strict&ei=MxvsXrfvCpXSz7sPmruUsAQ&q=arti+

perusahaan+jasa+penerbangan&oq, diakses tanggal 18 Juni 2020 8 https://stoppneumonia.id/informasi-tentang-virus-corona-novel-coronavirus/, diakses

tanggal 18 Juni 2020

Page 23: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Perlindungan Konsumen

1. Perlindungan Konsumen

Kita sering mendengar istilah konsumen, terkadang orang salah

mengartikan istilah konsumen tersebut, sehingga perlu di jelaskan terlebih dahulu

secara hukum apa itu pengertian konsumen.

Secara harafiah, kata “perlindungan” dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) diartikan sebagai tempat berlindung; hal (perbuatan dsb)

memperlindungi dan konsumen diartikan sebagai pemakai barang-barang hasil

industri (bahan pakaian, makanan, dan sebagainya).9 Di sisi lain hukum, dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diartikan sebagai “peraturan yang dibuat

oleh penguasa (pemerintah) atau adat yang berlaku bagi semua orang di suatu

masyarakat (negara); undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur

pergaulan hidup masyarakat.10

Dengan demikian, hukum perlindungan konsumen

dapat diartikan sebagai undang-undang, adat, dan segala peraturan yang mengatur

pergaulan hidup masyarakat sebagai tempat berlindung pemakai barang-barang

hasil industri (bahan pakaian, makanan, dan sebagainya).

Adanya pertumbuhan di bidang perekonomian serta globalisasi yang

semakin menyeluruh, masyarakat sebagai konsumen selain mendapatkan manfaat

dengan semakin banyaknya pilihan akan barang dan/atau jasa juga mendapatkan

kerugian. Banyaknya pilihan produk maupun jasa yang ditawarkan akan

9 Kamus Besar Bahasa Indonesia 1990. cet. 3. Jakarta: Balai Pustaka.

10 Ibid.,

12

Page 24: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

13

berdampak pada timbulnya ketidakseimbangan antara pelaku usaha dengan

konsumen. Konsumen dalam keadaan ini akan berada pada posisi yang kurang

menguntungkan atau lemah. Pelaku usaha kerap kali memposisikan para

konsumen sebagai objek aktivitas usaha untuk meraup keuntungan yang sebesar-

besarnya. Oleh karena itu, komponen peraturan di bidang perlindungan konsumen

dianggap perlu untuk memberikan “payung hukum” bagi konsumen.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 1 ayat (1) mengartikan

perlindungan konsumen sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Kalimat yang

menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan

sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan

pelaku usaha hanya demi kepentingan perlindungan konsumen.11

Hukum perlindungan konsumen diartikan oleh Az Nasution: “sebagai

keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi

konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunanan produk

(barang/jasa) antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan

bermasyarakat”.12

Dari pengertian tersebut, komponen pelindung konsumen

dikatakan tidak terbatas oleh satu peraturan yang spesifik mengenai perlindungan

konsumen, tetapi juga segala asas dan kaidah terkait yang berlaku.

Oleh karena itu, perlindungan konsumen tidak hanya diberikan oleh UU

Perlindungan Konsumen, tetapi juga oleh berbagai peraturan khusus di bidangnya

11

Ahmad Miru dan Sutarman Yodo. 20011. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada. halaman. 1. 12

Az Nasution, (selanjutnya di sebut Az Nasution I). Hukum Perlindungan Konsumen.

2002. Cet 2. Jakarta: Diadit Media. halaman. 22.

Page 25: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

14

seperti misalnya UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU

Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Penerbangan, serta peraturan terkait di

segala bidang. Sebagai contoh, di dalam UU No. 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan, perlindungan konsumen berarti melindungi konsumen dari

pemberlakuan tarif tinggi oleh badan usaha angkutan udara niaga dan melindungi

konsumen dari informasi/iklan tarif penerbangan yang berpotensi

merugikan/menyesatkan sehingga ditetapkan tarif batas atas.13

Di lain pihak, perlindungan yang diberikan kepada konsumen sudah

dimulai sejak tahap penyediaan barang dan/atau jasa hingga pada tahap pemakaian

barang dan/atau jasa tersebut. Johanes Gunawan dalam bukunya yang berjudul

Hukum Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa perlindungan hukum

terhadap konsumen dapat dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi (no

conflict/pre purchase) dan/atau pada saat setelah terjadinya transaksi (conflict/post

purchase).14

Menurut Johanes Gunawan, perlindungan hukum terhadap konsumen

yang dapat dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi dapat dilakukan

dengan cara, antara lain:

1. Legislation, yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen yang

dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi dengan memberikan

perlindungan kepada konsumen melalui peraturan perundang-

undangan yang telah dibuat. Dengan adanya peraturan perundangan

tersebut konsumen diharapkan akan memperoleh perlindungan

13

Lihat Pasal 127 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1999 tentang Penerbangan. 14

Serena Claudia, 2011. “Perlindungan Hak Konsumen Terhadap Kejelasan Informasi

Dalam Suatu Kontrak Elektronik Jual Beli via Websites (Studi Kasus Situs airasia.com dan

belibarang.com)”. Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Halaman .54.

Page 26: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

15

sebelum terjadinya transaksi karena telah ada batasan-batasan dan

ketentuan yang mengatur transaksi antara konsumen dan pelaku usaha;

2. Voluntary self regulation, yaitu perlindungan hukum terhadap

konsumen yang dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi,

dimana dengan cara ini pelaku usaha diharapkan secara sukarela

membuat peraturan bagi dirinya sendiri agar lebih berhati-hati dan

waspada dalam menjalankan usahanya.

Sementara itu, untuk perlindungan hukum terhadap konsumen pada saat

telah terjadinya transaksi dapat dilakukan melalui jalur Pengadilan Negeri (PN)

atau di luar Pengadilan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

bedasarkan pilihan para pihak yang bersengketa.15

Dengan demikian,

perlindungan terhadap konsumen tidak hanya berasal dari para penguasa

(pemerintah), tetapi juga dapat berasal dari para pelaku usaha itu sendiri.

Celina Tri Siwi Kristiyanti dalam bukunya yang berjudul Hukum

Perlindungan Konsumen, juga berpendapat bahwa: Dengan demikian, seyogianya

dikatakan, hukum konsumen berskala lebih luas meliputi berbagai aspek hukum

yang terdapat kepentingan pihak konsumen di dalamnya. Kata aspek hukum ini

sangat bergantung pada kemauan kita mengartikan.16

2. Asas dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen

Asas hukum perlindungan konsumen sebagai hukum dasar terbentuknya

perlindungan bagi konsumen tercantum dalam Pasal 2 serta penjelasan UU No. 8

15

Johanes Gunawan, 1999. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung: Universitas

Katolik Parahyangan. halaman. 3. 16

Celina Tri Siwi Kristiyanti.2009. Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika,

Jakarta. halaman. 5.

Page 27: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

16

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

a. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya

dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan

manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha

secara keseluruhan;

b. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat

diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada

konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan

melaksanakan kewajibannya secara adil;

c. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan

antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti

materiil ataupun spiritual;

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk

memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen

dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa

yang dikonsumsi atau digunakan;

e. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin

kepastian hukum.17

Menurut Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, kelima asas yang disebutkan

dalam pasal tersebut, bila diperhatikan substansinya dapat dibagi menjadi 3 (tiga)

asas: 1) Asas kemanfaatan yang di dalamnya meliputi asas keamanan dan

keselamatan konsumen; 2) Asas keadilan yang di dalamnya meliputi asas

keseimbangan; 3) Asas kepastian hukum.18

Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, tidak

menunjukkan urutan sebagai skala prioritas diantara kelima asas tersebut. Para

ahli berargumen mengenai prioritas yang seharusnya dimiliki dalam menegakkan

perlindungan konsumen. Namun dalam praktiknya, pencapaian asas-asas tersebut

tidak mungkin terjadi sekaligus. Hal ini dikarenakan adanya kecenderungan

benturan kepentingan dalam setiap permasalahan yang timbul.

17

Pasal 2 dan penjelasan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen. 18

Ahmad Miru dan Sutarman Yodo.. Op. Cit., halaman. 26.

Page 28: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

17

Namun, asas tersebut kiranya tidak diterapkan sesuai urutan prioritas yang

diajarkan Radburch, yaitu secara urutan prioritas dimulai dari keadilan,

kemanfaatan, dan yang terakhir adalah kepastian hukum. Achmad Ali

mengungkapkan hal yang lebih realistis yakni dengan menganut asas prioritas

yang kasuistis. Ketiga tujuan hukum tersebut diprioritaskan sesuai kasus yang

dihadapi sehingga pada kasus A mungkin prioritasnya pada kemanfaatan,

sedangkan untuk kasus B prioritasnya pada kepastian hukum.19

Asas-asas perlindungan terhadap konsumen tersebut tidak terlepas dari

adanya tujuan yang hendak dicapai, yaitu:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen

untuk melindungi diri;

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan

dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi;

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha;

19

Ibid., halaman. 27-28.

Page 29: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

18

Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan

usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan konsumen.20

Untuk mengenal lebih jauh mengenai perlindungan konsumen, pemaparan

mengenai definisi para pihak sangat diperlukan. Konsumen dan pelaku usaha

merupakan pihak dalam Hukum Perlindungan Konsumen.

a. Konsumen

Undang-Undang Perlindungan Konsumen mendeskripsikan konsumen

sebagai setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun

makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.21

Kata “memperoleh”

digunakan karena perolehan barang atau jasa oleh konsumen tidak saja karena

hubungan hukum jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-pakai, jasa angkutan

perbankan, konstruksi asuransi, dan lain-lain, melainkan juga melalui pemberian

sumbangan, hadiah-hadiah baik yang berhubungan denga komersial maupun

dengan hubungan lainnya.22

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun

makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Penjelasan mengenai

pengertian konsumen berdasarkan Pasal 1 angka 2 menurut Ahmadi Miru dan

Sutarman Yodo dalam bukunya yang berjudul Hukum Perlindungan Konsumen,

20

Pasal 3 UU Perlindungan Konsumen 21

Ibid.,Pasal 1 ayat (2) 22

Az Nasution, 1995. (Selanjutnya disebut Az Nasuition II). Penulisan Karya Ilmiah

tentang Perlindungan Konsumen dan Peradilan di Indonesia, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum

Nasional Departemen Kehakiman,halaman. 8.

Page 30: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

19

disebutkan bahwa:23

Dalam kepustakaan ekonomi dikenal konsumen akhir dan konsumen

antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk,

sedangkan Konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk

sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen

dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir. Dapat diketahui pengertian

konsumen dalam UUPK lebih luas daripada pengertian konsumen pada Rancangan

Undang-Undang Perlindungan Konsumen, karena dalam UUPK juga meliputi

pemakaian barang untuk kepentingan makhluk hidup lain. Hal ini berarti bahwa

UUPK dapat memberikan perlindungan kepada konsumen yang bukan manusia

(hewan, maupun tumbuh-tumbuhan). Pengertian yang luas seperti itu sangat tepat

dalam rangka memberikan perlindungan seluas-luasnya kepada konsumen.

Az. Nasution dalam bukunya yang berjudul Hukum Perlindungan

Konsumen Suatu Pengantar menegaskan beberapa batasan tentang konsumen,

yakni:24

a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa

digunakan untuk tujuan tertentu; b. Konsumen antara adalah setiap orang yang

mendapatkan barang dan/jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat

barang/jasa lain atau untuk diperdagangkan (tujuan komersial); c. Konsumen akhir

adalah setiap orang alami yang mendapat dan menggunakan barang dan/atau jasa

untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah

tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (nonkomersial).

Secara universal, belum terdapat kesatuan definisi mengenai konsumen.

23

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2011. Op. Cit, halaman. 4-6. 24

Az. Nasution. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media,

Jakarta, halaman. 13.

Page 31: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

20

Hal ini dapat dilihat dalam beberapa literatur sebagai berikut.

1. UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dalam Pasal 1 ayat (7)

mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang atau badan yang

membeli tenaga listrik dari pemegang izin usaha penyediaan tenaga

listrik;

2. UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi membagi konsumen

atau pengguna menjadi dua yakni pelanggan dan pemakai. Pelanggan

dalam Pasal 1 ayat 9 didefinisikan sebagai perseorangan, badan hukum,

instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan

atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak, sedangkan pemakai dalam

Pasal 1 ayat (10) didefinisikan sebagai perseorangan, badan hukum,

instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan

atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak. (Undang-

undang ini membedakan kedua jenis konsumen tersebut berdasarkan ada

atau tidaknya kontrak.);

3. John Mickelburgh memberikan pengertian konsumen yaitu a person to

whom goods, services or credit are supplied or sought to be supplied by

another in the course of a bussines carried on by him.25

Dalam kaitannya dengan konsumen, Az Nasution menggolongkan

konsumen dalam tiga katagori yaitu:

1. Konsumen dalam arti umum, yaitu setiap orang yang mendapatkan

barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu;

25

John Mickelburgh, 1979. Consumer protection. Abingdon/oxon: Professional books

limited. halaman. 3.

Page 32: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

21

2. Konsumen antara yaitu setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau

jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain atau

untuk diperdagangkan (tujuan komersial);

3. Konsumen akhir, yaitu setiap orang alami yang mendapatkan dan

menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan

hidupnya pribadi, keluarga dan/atau rumah tangga dan tidak untuk

diperdagangkan kembali.26

Bila dikaitkan dengan Penjelasan Pasal 1 ayat (2) UU Perlindungan

Konsumen, konsumen yang menjadi sasaran dari perlindungan konsumen dari

undang-undang tersebut adalah konsumen akhir.

b. Pelaku Usaha

Pelaku Usaha dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen adalah “Pelaku usaha adalah setiap orang

perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan

badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam

wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama

melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang

ekonomi’’.

Dalam penjelasan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang termasuk

pelaku usaha yaitu perusahaan, korporasi, BUMN, koprasi, impotir, pedagang,

distributor, dan lain-lain. Jadi pengertian pelaku usaha dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen tersebut luas sekali, karena pengertiannya tidak dibatasi

26

Az Nasution. 2007. (selanjutnya di sebut Az Nasution III). Hukum Perlindungan

Konsumen Suatu Pengantar, cet. 3. Jakarta: Diadit Media.

Page 33: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

22

hanya pabrikan saja, melainkan juga para distributor (dan jaringannya), serta

termasuk para impotir. Selesai itujuga para pelaku usaha periklanan meskipun

secara prinsip kegiatan pelaku usaha pabrikan dan distributor berbeda, namun

undang-undang tidak membedakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua

pelaku usaha tersebut, demikian juga berberbagai larangan yang dikenakan untuk

keduanya, yang sedikit berbeda adalah sifat saat terbitnya pertanggungjawaban

terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh masing- masing selaku usaha

terhadap para konsumen yang mempergunakan barang dan/atau jasa yang

dihasilkan. Berdasarkan directive pengertian produsen atau pelaku usaha

meliputi:27

a. Pihak yang menghasilkan produk akhir berupa barang-barang

manufaktur. Mereka ini bertanggung jawab atas segala kerugian yang

timbul dari barang yang mereka edarkan ke masyarakat, termasuk

bilakerugian timbul akibat cacatnya barang yang merupakan komponen

dalam proses produksinya.

b. Produsen bahan mentah atau komponen suatu produk

c. Siapa saja yang dengan membubuhkan nama, mereka ataupun tanda-

tanda lain pada produk menampakan dirinya sebagai produsen dari

suatu barang.

1) Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pada pokoknya hak dan kewajiban satu pihak terhadap pihak lainnya lahir

dari suatu perjanjian maupun undang-undang. Secara umum telah diketahui bahwa

perjanjian tertulis antar konsumen dengan pelaku usaha tidak dapat dikemukakan,

27

Celina Tri Siswi Kristiyanti, Op. Cit, halaman.41

Page 34: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

23

sehingga kebanyakan orang hanya berbicara mengenai pemenuhan kebutuhan dari

konsumen yang mempergunakan, memanfaatkan maupun memakai barang

dan/atau jasa yang disediakan oleh pelaku usaha.

Untuk memberikan kepastian hukum dan kejelasan akan hak-hak dan

kewajiban-kewajiban para pihak, Undang-undang Perlindungan Konsumen telah

memberikan batasan mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Hak- hak dan

kewajiban-kewajiban dari pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Pelindungan Konsumen Pasal 6 (tentang hak pelaku usaha) dan Pasal 7 (mengenai

kewajiban pelaku usaha) adalah sebagai berikut:

a) Hak Pelaku Usaha

1. Menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

2. Mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikad tidak baik.

3. Melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum

sengketa konsumen.

4. Rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan.

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lainnya.

b) Kewajiban Pelaku Usaha

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

Page 35: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

24

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunanaan, perbaikan dan pemeliharaan.

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif.

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang

dan/atau jasa yang berlaku.

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan

dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang

dperdagangkan.

6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau

jasa yang diperdagangkan.

7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak seseuai

dengan perjanjian.

c) Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha Dengan Konsumen

Hubungan antara produsen dengan konsumen dilaksanakan dalam rangka

jual beli. Jual beli sesuai Pasal 1457 KUH Perdata adalah suatu perjanjian

sebagaimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu

kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Page 36: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

25

Dalam pengertian ini, terdapat unsur-unsur: perjanjian, penjual dan pembeli, harga,

dan barang.

Dalam hubungan langsung antara pelaku usaha dan konsumen terdapat

hubungan kontraktual (perjanjian). Jika produk menimbulkan kerugian

pada konsumen, maka konsumen dapat meminta ganti kerugian kepada

produsen atas dasar tanggung jawab kontraktual (contractual liability).

Seiring dengan revolusi industri, transaksi usaha berkembang ke arah hubungan

yang tidak langsung melalui suatu distribusi dari pelaku usaha, disalurkan atau

didistribusikan kepada agen, lalu ke pengecer baru sampai konsumen. Dalam

hubungan ini tidak terdapat hubungan kontraktual (perjanjian) antara produsen

dan konsumen.28

d) Larangan-larangan Bagi Pelaku Usaha

Tujuan perlindungan konsumen adalah untuk mengangkat harkat kehidupan

konsumen untuk maksud meningkatkan tersebut berbagai hal yang membawa

akibat negatif dari pemakaian barang dan/atau jasa harus dihindarkan dari aktivitas

perdagangan pelaku usaha.29

Upaya untuk menghindarkan akibat negatif pemakian barang dan/atau

jasa tersebut, maka Undang-Undang menentukan berbagai larangan yang terdapat

dalam Pasal 8 sampai Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999,

mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha, larangan dalam

memproduksi atau memperdagangkan, larangan dalam menawarkan larangan

dalam penjualan secara obral atau lelang dan dimanfaatkan dalam ketentuan

28

Soemali, Hubungan Antara Konsumen dan Produsen, <www. soemali. dosen.

narotama. ac. id>, diakses pada 30 Agustus 2017, Pkl. 15.00 29

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op. Cit., halaman. 54

Page 37: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

26

periklanan.30

Perundang-undangan memberikan larangan-larangan tertentu bagi pelaku

usaha dalam hubungan dengan kegiatan. Untuk perbuatan yang dilarang bagi

pelaku usaha yang tidak berhubungan langsung dengan penelitian hanya akan

diulas sekilas, larangan-larangan bagi pelaku usaha diatur dalam pasal 8 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan;

a. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang

dan/atau jasa yang:

1. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang

dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih, atau netto, dan jumlah

hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etika barang

tersebut

3. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam

hitungan menurut ukuran yang sebenarnya

4. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau

kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etika, atau

keterangan barang dan/atau jasa tersebut

5. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan,

gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagimana dinyatakan dalam

label atau keterangan dan/atau jasa tersebut

6. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, ketika,

30

Abdul Halim Berkatullah, 2010, Hak-Hak Konsumen, Nusa Media, Bandung, halaman.

45

Page 38: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

27

keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa

tersebut.

7. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jasa jangka waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu

8. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana

pernyataan halal yang dicantumkan dalam label

9. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang

membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran,

berat/isi, bersih atau netto, komposisi atau pakai, tanggal pembuatan,

akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan

lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus

dipasang/dibuat

10. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan

barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku.

b. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan

yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberi

informasi secara lengkap dan benar.

Ketentuan pada pasal 8 merupakan satu-satunya ketentuan umum, yang

berlaku secara general bagi kegiatan usaha dari para pelaku usaha di negara

Republik Indonesia. Inti dari pasal 8 sendiri terkait dengan larangan memproduksi

barang dan/atau jasa, dan larangan memperdagangkan barang dan/atau jasa yang

Page 39: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

28

dimaksud.31

Secara garis besar larangan yang dikenakan dalam pasal 8 UUPK tersebut

dapat kita bagi dalam 2 larangan pokok, yaitu:

1. Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi syarat dan

standart yang layak untuk dipergunkan atau dipakai atau dimanfaatkan

oleh konsumen.

2. Larangan mengenai ketersedian informasi yang tidak benar, dan tidak

akurat, yang menyesatkan konsumen.

e) Jawab Pelaku Usaha

Tanggung jawab pelaku usaha adalah tanggung jawab untuk melaksanakan

kewajiban-kewajiban pelaku usaha sebagaimana tercantum dalam Undang-

Undang Perlindungan Konsumen, dimana Tanggung Jawab tersebut adalah

“minimal” yang artinya pelaku usaha tidak sekedar yang ada dalam Undang-

Undang Perlindungan Konsumen saja tetapi dapat meliputi kewajiban-kewajiban

yang seharusnya dilakukan sebagaimana mestinya sebagai pelaku usaha yang

berdasarkan Undang-Undang lain, ketentuan yang pada akhirnya Tanggung Jawab

ini akan berdampak positif kepada konsumen.55

Tanggung jawab dalam Kamus Umum Bahas Indonesia adalah keadaan

wajib menanggung segala sesuatunya (apabila ada ada sesuatu hal boleh dituntut,

dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya).56

Menurut Abdulkadir Muhammad yang dimaksud dengan tanggung jawab

adalah apabila pelaku usaha tidak menyelenggarakan kegiatan usahanya sebagi

31

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op. Cit., halaman. 65

Page 40: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

29

mana mestinya pelaku usaha harus bertanggung jawab atas kegiatan usahanya baik

karena kesengajaan ataupun karena kelalalian pelaku usaha sendiri. Timbulnya

konsep tanggung jawab karena pelaku usaha memenuhi kewajiban tidak

sebagaimana mestinya atau tidak baik ataupun tidak jujur atau tidak dipenuhi sama

sekali.

B. Maskapai Penerbangan/Pengangkutan Udara

1. Pengertian pengangkutan udara

Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti mengangkat dan

membawa, memuat atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dapat

disimpulkan sebagai suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke

tempat lain.32

Pengangkutan didefinisikan dalam buku M.N. Nasution sebagai

pemindahan barang dan manusia dari tempat asal menuju tempat tujuannya.

Selanjutnya dijelaskan bahwa proses pengangkutan tersebut merupakan gerakan

dari tempat asal, dimana kegiatan angkutan itu dimulai, ke tempat tujuan, dan ke

mana kegiatan pengangkutan diakhiri.33

Dapat ditarik kesimpulan pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik

antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke

tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri

32

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1996, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai

Pustaka, Jakarta, hal. 45. 33

M.N. Nasution, 2008, Manajemen Transportasi, Ghalia Indonesia, 2008, halaman. 3.

Page 41: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

30

untuk membayar uang angkutan.34

Bertujuan untuk meninggikan manfaat atas

barang-barang tersebut dan juga efisien bagi orang-orang yang dapat

diselenggarakan melalui angkutan darat, angkutan perairan, maupun angkutan

udara.

Berbeda dengan moda transportasi laut yang telah lahir jauh sebelumnya,

moda transportasi udara baru lahir sejak permulaan abad ke-17. Pada saat itu

Fransisco de Lana dan Galier mencoba mengembangkan model pesawat udara

yang dapat terbang di atmosfer kemudian diikuti oleh Pater de Gusman di Lisabon

yang berhasil terbang di ruang udara dengan menggunakan udara yang dipanaskan,

sedangkan Black berhasil terbang dengan balon yang diisi dengan zat air pada

tahun 1767 yang berhasil terbang dengan balon yang diisi dengan zat air yang

diikuti oleh Cavallo pada tahun 1782.

Black juga melakukan percobaan penerbangan dengan balon yang diisi

dengan gas. percobaan penerbangan tersebut dilanjutkan oleh montgolfier

bersaudara di Prancis dengan balon yang diisi dengan udara panas. Setelah berhasil

percobaan-percobaan tersebut, akhirnya blanchard bersama jaffies terbang

melintasi selat Calais dengan menggunakan balon bebas pada 1785 yang pernah

digunakan perang Franco-Prusia tahun 1870- 1871 untuk mengungsi para pejabat

negara.35

Pengangkutan berasal dari kata dasar angkut yang berarti angkat/bawa muat

dan bawa/kirimkan. Pengangkutan adalah pengangkatan dan pembawaan barang

34

Soegijatna Tjakranegara, 1995, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpan,Rineka

Cipta, Jakarta, halaman. 48. 35

H.K Martono & Amad Sudiro, Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik

(Publik Internasional and National Air Law), Jakarta: Rajawali Press, halaman 9

Page 42: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

31

atau orang, pemuatan dan pengiriman barang/orang, jadi dalam pengertian

pengangkutan tersimpul suatu proses kegiatan/gerakan dari satu tempat ke tempat

lain.36

Menurut Abdulkadir Muhammad yang dimaksud pengangkutan adalah

kegiatan pemuatan ke dalam alat pengangkut, pemindahan ke tempat tujuan

dengan alat pengangkut, dan penurunan/pembongkaran dari alat pengangkut baik

mengenai penumpang atau barang.37

Menurut sution usman aji dkk pengangkutan adalah perpindahan tempat,

baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, karena perpindahan itu mutlak

diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efesiensi.38

Menurut Purwosutjipto pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara

pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke

tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk

membayar uang angkutan.39

Pengertian tersebut memberikan penjelasan bahwa pengangkutan adalah

proses pemindahan barang dan/atau jasa dari tempat asal ke tempat tujuan.

Unsurnya antara lain: 1.) adanya sesuatu untuk diangkut, 2). adanya alat

pengangkutan, dan 3.) adanya sarana dan prasarana yang mendukung

36

Fadia Fitriyanti dan Sentot Yulianugroho,2007, Hukum Perniagaan Internasional, Lab

Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, halamn 71 37

Abdulkadir Muhammad. 1998. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: Citra Aditya

Bakti. halamn 13 38

Sution Usman, dkk, Hukum Pengangkutan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,

1990, halamn 1 39

Purwosutjipto, H.M.N. 1995. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia. Jilid 3.

Jakarta: Djambatan. halamn 3.

Page 43: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

32

pengangkutan.40

Pengangkutan dilakukan karena nilai barang/jasa tersebut lebih tinggi di

tempat tujuan. Nilai itu lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan, yakni nilai

tempat (place value) dan nilai waktu (time value). Menurut Muchtaruddin Siregar

kedua nilai tersebut diperoleh jika barang/jasa tersebut dapat dimanfaatkan tepat

pada waktunya. Artinya pengangkutan memberikan jasa kepada masyarakat yang

disebut jasa angkut.41

Alat Angkut dalam angkutan udara adalah Pesawat Terbang disini perlu

pula dikemukakan pengertian atau definisi pesawat udara dan pesawat terbang

mengingat di dalam praktik seringkali terjadi kesalahan memahami pesawat udara

yang terkadang rancu dengan pesawat terbang atau kapal udara. Menurut Annex 6

dan 7.3 Konvesi Chicago 1944 yang telah dimodifikasi pada tanggal 18 November

Chichago 1944 yang terlah dimodifikasi pada tanggal 18 November 1967, Pesawat

udara (aircraft) : “...any machine that can derive support in the atmosphere from

the reaction of the air other that the of the air againts the earth’s surface...

Batasan ini digunakan sejak konvensi Perancis 1919 yang menyebutkan

Pesawat udara sebagai a machine which can derive support in the atmosphere

from the reactioan of the air... Batasan terakhir ini juga diterima dalam konvensi

chicago 1944 sebelum dimodifikasi pada tahun 1967 Pesawat udara dalam arti

luas tersebut mencakup pesawat terbang, helikopter, pesawat terbang layang,

layangan, dan balon yang bebas dan dikendalikan seperti yang digunakan untuk

40

Ridwan Khairandy. 2013. Pokok-pokok Hukum Dagang Indonesia. Yogyakarta: FH UII

press halamn 371 41

Muchtaruddin Siregar. 1981. Beberapa Masalah Ekonomi dan Manajemen

Pengangkutan. Jakarta: Lembaga Penerbit FH UI. halamn 6

Page 44: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

33

bidang meteorlogi.

Penambahan kata-kata pada batasan Konvensi Chicago 1944 di atas, yang

diadakan pada tahun 1967, yaitu other can the reaction of the air againts earth’s

surface dimaksudkan untuk mengecualikan hovercraft ke dalam definisi pesawat

udara. Jadi, penambahan kata-kata tersebut dipengaruhi oleh perkembangan

teknologi penerbangan dan perkapalan, khususnya dengan adanya penermuan air

cushion craft (hovercraft).

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang penerbangan

(selanjutnya disebut UU penerbangan) mendefinisikan pesawat udara (aircraft)

sebagai setiap mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer karena adanya gaya

angkat dari reaksi udara, tetapi bukan reaksi udara terhadap permukaan bumi yang

digunakan penerbangan.

Di dalam dunia penerbangan, selain dikenal pesawat udara juga dikenal

pesawat terbang (aeroplane). Pasal 1 angka 4 UU Penerbangan mendefinisikan

pesawat terbang sebagai pesawat udara yang lebih berat dari udara, dengan sayap

tetap dan dapat terbang dengan tenaga sendiri.42

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan, Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas

pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi

penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas

penunjang dan fasilitas umum lainnya. Kemudian Angkutan Udara adalah setiap

kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang,

42

Ridwan Khairandy. 2013. Pokok-pokok Hukum Dagang Indonesia. Yogyakarta: FH UII

press halamn 374

Page 45: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

34

kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke

bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara, yang dibedakan menjadi

Angkutan Udara Niaga dan Angkutan Udara bukan Niaga.

Angkutan Udara Niaga adalah angkutan udara untuk umum dengan

memungut pembayaran. Angkutan Udara bukan Niaga adalah angkutan udara yang

digunakan untuk melayani kepentingan sendiri yang dilakukan untuk mendukung

kegiatan yang usaha pokoknya selain di bidang angkutan udara.43

Angkutan Udara

Niaga sendiri dibedakan menjadi Angkutan Niaga Dalam Negeri, Angkutan Niaga

Luar Negeri, dan Angkutan Niaga Perintis.

Angkutan udara dalam negeri adalah kegiatan angkutan udara niaga untuk

melayani angkutan udara dari satu bandar udara ke bandar udara lain di dalam

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Angkutan Udara Luar Negeri

adalah kegiatan angkutan udara niaga untuk melayani angkutan udara dari satu

bandar udara di dalam negeri ke bandar udara lain di luar wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia dan sebaliknya.

Pengangkut adalah badan usaha angkutan udara niaga, pemegang izin

kegiatan angkutan udara bukan niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara

niaga berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini, dan/atau badan usaha selain

badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian angkutan

udara niaga.

2. Syarat dan manfaat sebagai pengangkut udara

Adapun manfaat yang diperoleh dari perjanjian pengangkutan melalui laut

adalah memberi kenikmatan dan mafaat baik pada pihak- pihak yang

43

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009.

Page 46: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

35

berkepentingan juga pada masyarakat luas. Adapun manfaat tersebut adalah

sebagai berikut:

1. dari kepentingan pengirim barang Pengirim memperoleh manfaat

untuk konsumsi pribadi maupun keuntungan komersial.

2. dari keuntungan pengangkutan barang Pengangkutan memperoleh

manfaat keuntungan material sejumlah uang atau keuntungan

inmaterial berupa peningkatan kepercayaan masyarakat atas jasa

pengangkutan melalui laut yang diusahakan pengangkut.

3. dari kepentingan penerima barang. Penerima memperoleh manfaat

untuk konsumsi pribadi maupun keuntungan komersial.

4. dari kepentingan masyarakaat luas. Masyarakaat memperolah manfaat

kebutuhan yang merata dan demi kelangsungan pembangunan terlebih

mendorong pertumbuhan perdagangan antar pulau antar negara.44

3. Hak dan kewajiban pengangkut udara

Suatu konsep yang terkait dengan teori kewajiban hukum adalah konsep

tanggung jawab hukum (liability). Seseorang secara hukum dikatakan

bertanggungjawab untuk suatu perbuatan tertentu adalah bahwa dia dapat

dikenakan suatu sanksi dalam suatu perbuatan yang berlawanan. Normalnya dalam

kasus sanksi dikenakan karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut

harus bertanggung jawab.

Timbulnya kewajiban antara kedua belah pihak dalam hal ini yaitu karena

adanya perjanjian pemakai jasa angkutan dan pengusaha angkutan udara yang

44

Abdulkadir Muhammad. Op. Cit., halaman. 102

Page 47: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

36

dilakukan dan disetujui sebelumnya, walaupun perjanjian yang disepakati bersama

bersifat standar dalam arti berasal dari pihak pengusaha angkutan yang sudah

dirumuskan sedemikian rupa sehingga para pemakai jasa tinggal menyetujuinya

baik secara diam-diam maupun secara terang-terangan. Mengenai hak, dan

kewajiban pihak pengangkut ketentuannya sudah diatur di dalam Ordonansi

Pengangkutan Udara (OPU), selain itu terdapat pula dalam ketentuan khusus

lainnya den tidak menyimpang dari ketentuan undang-undang.

Hak pengangkut yang terdapat pula dalam Ordonansi Pengangkutan Udara

antara lain adalah sebagai berikut:

1. di dalam Pasal 7 ayat (1), disebutkan bahwa pengangkut berhak untuk

meminta kepada pengirim barang atau untuk membuat surat muatan

udara.

2. di dalam Pasal 9, disebutkan bahwa pengangkut berhak meminta kepada

pengirim barang untuk membuat surat muatan udara, jika ada beberapa

barang.

3. pengangkut juga berhak menolak pengangkutan penumpang jika

ternyata identitas penumpang tidak jelas.

4. hak pengangkut yang dicantumkan dalam tiket penumpang yaitu hak

untuk menyelenggarakan angkutan kepada perusahaan pengangkutan

lain, serta pengubah tempat-tempat pemberhentian yang telah disetujui,

semuanya tetap ada ditangan pengangkut udara.

Kewajiban-kewajiban pengangkut pada umumnya antara lain adalah

sebagai berikut:

Page 48: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

37

1. mengangkut penumpang atau barang-barang ketempat tujuan yang

telah ditentukan.

2. menjaga keselamatan, keamanan penumpang, bagasi barang dengan

sebaik-baiknya.

3. memberi tiket untuk pengangkutan penumpang dan tiket bagasi.

4. menjamin pengangkutan tepat pada, waktunya.

5. mentaati ketentuan-ketentuan penerbangan yang berlaku.

C. Pandemi Covid 19/Virus Corona

Situasi di dunia saat ini terjadi pandemic virus corona (Covid-19) termasuk

di Indonesia. Virus corona ini terdeteksi pertama kali di daerah Wuhan China pada

bulan Desember 2019 dengan nama SARS-CoV-2, dan dengan cepat menyebar ke

seluruh dunia dan dinyatakan sebagai masalah global oleh Organisasi esehatan

Dunia (WHO).45

Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit

pada manusia dan hewan. Pada manusia biasanya menyebabkan penyakit infeksi

saluran pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang serius seperti Middle

East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut Berat/ Severe

Acute Respiratory Syndrome (SARS). Corona virus jenis baru yang ditemukan

pada manusia sejak kejadian luar biasa muncul di Wuhan Cina, pada Desember

2019, kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2

(SARS-COV2), dan menyebabkan penyakit.

45

Li Q, Guan X, Wu P, dkk. Dinamika penularan awal di Wuhan, Cina, dari pneumonia

yang baru terinfeksi coronavirus. Eng J Med Baru . 2020; 382, 1199-207.

Page 49: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

38

COVID-19 disebabkan oleh SARS-COV2 yang termasuk dalam keluarga

besar coronavirus yang sama dengan penyebab SARS pada tahun 2003, hanya

berbeda jenis virusnya. Gejalanya mirip dengan SARS, namun angka kematian

SARS (9,6%) lebih tinggi dibanding COVID-19 (kurang dari 5%), walaupun

jumlah kasus COVID-19 jauh lebih banyak dibanding SARS. COVID-19 juga

memiliki penyebaran yang lebih luas dan cepat ke beberapa negara dibanding

SARS.Coronavirus Disease-2019 (COVID-19).

Seperti penyakit pernapasan lainnya, COVID-19 dapat menyebabkan gejala

ringan termasuk pilek, sakit tenggorokan, batuk, dan demam. Sekitar 80% kasus

dapat pulih tanpa perlu perawatan khusus. Sekitar 1 dari setiap 6 orang mungkin

akan menderita sakit yang parah, seperti disertai pneumonia atau kesulitan

bernafas, yang biasanya muncul secara bertahap. Walaupun angka kematian

penyakit ini masih rendah (sekitar 3%), namun bagi orang yang berusia lanjut, dan

orang-orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya (seperti diabetes,

tekanan darah tinggi dan penyakit jantung), mereka biasanya lebih rentan untuk

menjadi sakit parah. Melihat perkembangan hingga saat ini, lebih dari 50% kasus

konfirmasi telah dinyatakan membaik, dan angka kesembuhan akan terus

meningkat.

Seseorang dapat terinfeksi dari penderita COVID-19. Penyakit ini dapat

menyebar melalui tetesan kecil (droplet) dari hidung atau mulut pada saat batuk

atau bersin. Droplet tersebut kemudian jatuh pada benda di sekitarnya. Kemudian

jika ada orang lain menyentuh benda yang sudah terkontaminasi dengan droplet

tersebut, lalu orang itu menyentuh mata, hidung atau mulut (segitiga wajah), maka

Page 50: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

39

orang itu dapat terinfeksi COVID19. Atau bisa juga seseorang terinfeksi COVID-

19 ketika tanpa sengaja menghirup droplet dari penderita. Inilah sebabnya

mengapa kita penting untuk menjaga jarak hingga kurang lebih satu meter dari

orang yang sakit. Sampai saat ini, para ahli masih terus melakukan penyelidikan

untuk menentukan sumber virus, jenis paparan, dan cara penularannya. Tetap

pantau sumber informasi yang akurat dan resmi mengenai perkembangan penyakit

ini.

Cara penularan utama penyakit ini adalah melalui tetesan kecil (droplet)

yang dikeluarkan pada saat seseorang batuk atau bersin. Saat ini WHO menilai

bahwa risiko penularan dari seseorang yang tidak bergejala COVID19 sama sekali

sangat kecil kemungkinannya. Namun, banyak orang yang teridentifikasi COVID-

19 hanya mengalami gejala ringan seperti batuk ringan, atau tidak mengeluh sakit,

yang mungkin terjadi pada tahap awal penyakit. Sampai saat ini, para ahli masih

terus melakukan penyelidikan untuk menentukan periode penularan atau masa

inkubasi COVID-19. Tetap pantau sumber informasi yang akurat dan resmi

mengenai perkembangan penyakit ini.

Desember 2019, kasus pneumonia misterius pertama kali dilaporkan di

Wuhan, Provinsi Hubei. Sumber penularan kasus ini masih belum diketahui pasti,

tetapi kasus pertama dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan.46

Hingga saat ini penelitian menyebutkan bahwa virus penyebab COVID-19

ditularkan melalui kontak dengan tetesan kecil (droplet) dari saluran pernapasan.

COVID-19 disebabkan oleh salah satu jenis virus dari keluarga besar Coronavirus,

yang umumnya ditemukan pada hewan. Sampai saat ini sumber hewan penular

46

Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Vol. 7, No. 1, Maret 2020

Page 51: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

40

COVID-19 belum diketahui, para ahli terus menyelidiki berbagai kemungkinan

jenis hewan penularnya.

Saat ini, belum ditemukan bukti bahwa hewan peliharaan seperti anjing

atau kucing dapat terinfeksi virus COVID-19. Namun, akan jauh lebih baik untuk

selalu mencuci tangan dengan sabun dan air setelah kontak dengan hewan

peliharaan. Kebiasaan ini dapat melindungi Anda terhadap berbagai bakteri umum

seperti E.coli dan Salmonella yang dapat berpindah antara hewan peliharaan dan

manusia.

Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti berapa lama COVID-19

mampu bertahan di permukaan suatu benda, meskipun studi awal menunjukkan

bahwa COVID-19 dapat bertahan hingga beberapa jam, tergantung jenis

permukaan, suhu, atau kelembaban lingkungan.

Namun disinfektan sederhana dapat membunuh virus tersebut sehingga

tidak mungkin menginfeksi orang lagi. Dan membiasakan cuci tangan dengan air

dan sabun, atau hand-rub berbasis alkohol, serta hindari menyentuh mata, mulut

atau hidung (segitiga wajah) lebih efektif melindungi diri Anda.

Vaksin untuk mencegah infeksi COVID-19 sedang dalam tahap

pengembangan/uji coba antibiotik hanya bekerja untuk melawan bakteri, bukan

virus. Oleh karena COVID-19 disebabkan oleh virus, maka antibiotik tidak bisa

digunakan sebagai sarana pencegahan atau pengobatan. Namun, jika Anda dirawat

di rumah sakit dan didiagnosis COVID-19, Anda mungkin akan diberikan

antibiotik, karena seringkali terjadi infeksi sekunder yang disebabkan bakteri.

Page 52: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

41

Orang yang tinggal atau bepergian di daerah di mana virus COVID-19

bersirkulasi sangat mungkin berisiko terinfeksi. Mereka yang terinfeksi adalah

orang-orang yang dalam 14 hari sebelum muncul gejala melakukan perjalanan dari

negara terjangkit, atau yang kontak erat, seperti anggota keluarga, rekan kerja atau

tenaga medis yang merawat pasien sebelum mereka tahu pasien tersebut terinfeksi

COVID-19. Petugas kesehatan yang merawat pasien yang terinfeksi COVID-19

berisiko lebih tinggi dan harus konsisten melindungi diri mereka sendiri dengan

prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi yang tepat.

Tidak ada batasan usia orang-orang dapat terinfeksi oleh coronavirus ini

(COVID-19). Namun orang yang lebih tua, dan orang-orang dengan kondisi medis

yang sudah ada sebelumnya (seperti asma, diabetes, penyakit jantung, atau tekanan

darah tinggi) tampaknya lebih rentan untuk menderita sakit parah.

Orang yang terinfeksi COVID-19 dan influenza akan mengalami gejala

infeksi saluran pernafasan yang sama, seperti demam, batuk dan pilek. Walaupun

gejalanya sama, tapi penyebab virusnya berbeda-beda, sehingga kita sulit

mengidentifikasi masing-masing penyakit tersebut.

Pemeriksaan medis yang akurat disertai rujukan pemeriksaan laboratorium

sangat diperlukan untuk mengonfirmasi apakah seseorang terinfeksi COVID-19.

Bagi setiap orang yang menderita demam, batuk, dan sulit bernapas sangat

direkomendasikan untuk segera mencari pengobatan, dan memberitahukan petugas

kesehatan jika mereka telah melakukan perjalanan dari wilayah terjangkit dalam 14

hari sebelum muncul gejala, atau jika mereka telah melakukan kontak erat dengan

seseorang yang sedang menderita gejala infeksi saluran pernafasan.

Page 53: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

42

Waktu yang diperlukan sejak tertular/terinfeksi hingga muncul gejala

disebut masa inkubasi. Saat ini masa inkubasi COVID-19 diperkirakan antara 1-14

hari, dan perkiraan ini dapat berubah sewaktu-waktu sesuai perkembangan kasus.

Sejak 5 Februari 2020, Indonesia telah memberlakukan pembatasan

perjalanan ke Cina berupa penghentian sementara penerbangan dari dan ke Cina.

Pada tanggal 5 Maret 2020, Indonesia juga memberlakukan pelarangan transit atau

masuk ke Indonesia bagi pelaku perjalanan yang dalam 14 hari sebelumnya datang

dari wilayah berikut: • Iran : Tehran, Qom, Gilan • Italia : Wilayah Lombardi,

Veneto, Emilia Romagna, Marche dan Piedmont • Korea Selatan : Kota Daegu dan

Propinsi Gyeongsangbuk-do.

WHO secara ketat memantau situasi terkini dan secara teratur menerbitkan

informasi tentang penyakit ini.

1. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah tertularnya virus

ini adalah:

2. Menjaga kesehatan dan kebugaran agar stamina tubuh tetap prima dan

sistem imunitas/kekebalan tubuh meningkat. Mencuci tangan secara

teratur menggunakan air dan sabun atau handrub berbasis alkohol.

Mencuci tangan sampai bersih selain dapat membunuh virus yang

mungkin ada di tangan kita, tindakan ini juga me rupakan salah satu

tindakan yang mudah dan murah. Sekitar 98% penyebaran penyakit

bersumber dari tangan. Karena itu, menjaga kebersihan tangan adalah

hal yang sangat penting.

Page 54: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

43

3. Ketika batuk dan bersin, tutup hidung dan mulut Anda dengan tisu atau

lengan atas bagian dalam (bukan dengan telapak tangan).

4. Hindari kontak dengan orang lain atau bepergian ke tempat umum.

5. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut (segitiga wajah). Tangan

menyentuh banyak hal yang dapat terkontaminasi virus. Jika kita

menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang

terkontaminasi, maka virus dapat dengan mudah masuk ke tubuh kita.

6. Gunakan masker penutup mulut dan hidung ketika Anda sakit atau saat

berada di tempat umum.

7. Buang tisu dan masker yang sudah digunakan ke tempat sampah

dengan benar, lalu cucilah tangan Anda.

8. Menunda perjalanan ke daerah/ negara dimana virus ini ditemukan.

9. Hindari bepergian ke luar rumah saat Anda merasa kurang sehat,

terutama jika Anda merasa demam, batuk, dan sulit bernapas. Segera

hubungi petugas kesehatan terdekat, dan mintalah bantuan mereka.

Sampaikan pada petugas jika dalam 14 hari sebelumnya Anda pernah

melakukan perjalanan terutama ke negara terjangkit, atau pernah

kontak erat dengan orang yang memiliki gejala yang sama. Ikuti arahan

dari petugas kesehatan setempat.

10. Selalu pantau perkembangan penyakit COVID-19 dari sumber resmi

dan akurat. Ikuti arahan dan informasi dari petugas kesehatan dan

Dinas Kesehatan setempat.

Page 55: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

44

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Bentuk tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap pembatalan

sepihak alasan covid-19.

Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap angkutan udara akhir-akhir

ini cukup tinggi. Situasi seperti ini menjadikan perusahaan penerbangan berlomba-

lomba dalam menarik calon penumpang dengan berbagai macam cara, dapat

melalui harga tiket yang murah hingga pelayanan terbaik dari masing- masing

perusahaan penerbangan. Namun, pada umumnya dalam pemberian pelayanan

penerbangan terhadap penumpang sering terjadi hambatan- hambatan di dalam

dunia penerbangan yang bermacam- macam jenisnya salah satunya yaitu

keterlambatan dan pembatalan penerbangan.

Pembatalan (cancelation of flight) dapat diartikan sebagai suatu

penundaan keberangkatan ataupun pengalihan penerbangan dikarenakan sebab-

sebab tertentu. Ketentuan mengenai keterlambatan serta pembatalan

keberangkatan penumpang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009

tentang Penerbangan diantaranya sebagai berikut :

1. Faktor penyebab pembatalan penerbangan adalah faktor niaga, faktor

teknik, faktor operasi, faktor cuaca dan faktor bandara. Berdasarkan data

pembatalan penerbangan di atas, 88,14 persennya disebabkan faktor

niaga, sedangkan 7,75 persen lainnya disebabkan faktor teknik 2,75 %

disebabkan faktor operasi dan 1,3 persen disebabkan faktor bandara.

2. Faktor niaga yang terjadi diantaranya karena proses boarding

44

Page 56: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

45

bermasalah dan kelebihan penumpang. Sedangkan faktor operasi

diantaranya keterlambatan pilot dan jasa boga.

3. Faktor-faktor pembatalan penerbangan dapat berupa faktor teknis dan

non teknis. Menurut Pasal 146 Undang-Undang Penerbangan dan Pasal

13 ayat (2) Peraturan Mentri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011

menyebutkan bahwa pembatalan penerbangan yang dikarenakan oleh

faktor cuaca yaitu seperti hujan lebat, petir, badai, kabut, asap, jarak

pandang dibawah standar maksimal yang mengganggu keselamatan

penerbangan. Hal tersebut pembalan penerbangan di luar dari teknis

operasional.

Sedangkan menurut Pasal 146 Undang-Undang Penerbangan dan Pasal 13

ayat (3) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 pembatalan yang

dikarenakan faktor Teknik Operasional, seperti:

a. Bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan

operasional pesawat udara;

b. Lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu fungsinya

misalnya retak, banjir atau kebakaran;

c. Terjadinya antrian pesawat udara lepas landas, mendarat, atau alokasi

waktu keberangkatan di bandar udara; atau

d. Keterlamabatan pengisian bahan bakar;

Menurut penjelasan Pasal 146 Undang-Undang Penerbangan bahwa

pembatalan penerbangan yang dikarenakan faktor yang tidak termasuk Teknis

Operasional yaitu:

Page 57: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

46

a. Keterlambatan pilot, co pilot dan awak kabin;

b. Keterlmbatan jasa boga (catering);

c. Keterlambatan penangan di darat;

d. Menunggu penumpang, baik yang baru melapor (check in), pindah

pesawat (transfer) atau penerbangan lanjutan (connecting flight);dan

e. Ketidaksiapan pesawat udara;

Deretan kasus keterlambatan penerbangan (delay) pernah terjadi seperti

pada maskapai penerbangan Lion Air JT898 rute Jakarta- Makasar, Sabtu

(21/11/2015). Penumpang yang tidak sabar menunggu, bahkan sampai mencegat

pesawat Lion dengan rute yang sama yang hendak lepas landas. Delay yang

dilakukan Lion Air bukan kali pertama dilakukan oleh maskapai yang dimiliki oleh

Rusdi Kirana tersebut. Terhitung sejak Januari hingga November 2015, sudah lebih

dari lima kali Lion Air melakukan delay.47

Delay Lion Air pertama pada 2015 diawali Minggu (11/1) malam, ratusan

penumpang Lion Air tujuan Jakarta-Ujung Pandang mengamuk karena merasa

ditelantarkan. Penumpang kesal karena setelah mereka naik ke pesawat dengan

nomor penerbangan JT772, pihak Lion Air meminta mereka untuk turun dengan

alasan radar pembaca cuaca di pesawat rusak. Delay kedua terjadi pada Kamis

(19/2). Pesawat Lion Air penerbangan Jakarta- Surabaya di Bandara Soekarno-

Hatta mengalami keterlambatan atau delay berjam-jam. Akibatnya, ratusan

penumpang terlantar di Terminal 1A Bandara Soekarno-Hatta tersebut.48

47

https://www.merdeka.com/peristiwa/deretan-kasus-delay-lion-air-hingga-dicap-doyan-telat.html.

Deretan kasus delay Lion Air hingga dicap 'doyan telat' 48

Ibid.,

Page 58: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

47

Kasus delay lain yang pernah terjadi, dapat juga disebabkan factor alam,

seperti terjadinya letusan/erupsi gunung, sehingga abu erupsi tersebut mengganggu

penerbangna.

Kementerian Perhubungan menyatakan tujuh bandara di pulau Jawa ditutup

sementara hingga jangka waktu yang telah ditentukan serta terdapat sebanyak

ratusan penerbangan yang dibatalkan akibat erupsi Gunung Kelud, Jawa Timur.

Ketujuh bandara tersebut ditutup karena erupsi mengakibatkan tersebrnya debu

vulkanik yang menghalangi jarak pandang ideal untuk penerbangan. Sela in itu,

debu vulkanik tersebut juga dinilai dapat membahayakan bagi kinerja mesin

pesawat yang sedang melakukan penerbangan.

Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan Notice To Airmen yang

juga mengakibatkan ditutup sementaranya tujuh bandara. Secara terperinci, tujuh

bandara tersebut antara lain Bandara Juanda (Surabaya) yang ditutup hingga 15

Februari pukul 06.00 WIB, Bandara Adi Sumarmo (Solo) hingga 15 Februari

pukul 07.30 WIB dan Bandara Adi Sutjipto (Yogyakarta) hingga 15 Februari

pukul 07.30 WIB. Bandara lainnya adalah Ahmad Yani (Semarang) hingga 15

Februari pukul 06.00 WIB, Tunggal Wulung (Cilacap) hingga 14 Februari pukul

17.00 WIB, Abdurrahman Saleh (Malang) hingga 15 Februari pukul 07.00 WIB

dan Husein Sastranegara (Bandung) hingga 14 Februari pukul 18.00 WIB.

Sedangkan untuk penerbangan yang dibatalkan pada jumat (14/2) ini adalah 166

frekuensi atau 332 penerbangan di juanda, 14 frekuensi atau 28 penerbangan di

adisumerno saleh, 55 frekuensi atau 110 penerbangan di adisucipto, 38 frekuensi

atau 76 penerbangan di ahmad yani, 8 frekuensi atau 16 penerbangan di

Page 59: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

48

abdurrahman saleh, dan 12 frekuensi atau 24 penerbangan di husein sastranegara

namun, dirjen perhubungan udara menyatakan bahwa kondisi ketinggian abu

vulkanik yang masih menyebar. Ia menuturkan kondisi yang abu vulkaniknya

paling tebal adalah Bandara Juanda di Surabaya, Jawa Timur, karena lokasinya

yang berdekatan dengan posisi gunung Kelud yang meletus. Sedangkan di

sejumlah bandara lainya seperti bandara Soekarno- hatta di Cengkareng dan

Bandara Ngurai Rai di Bali juga dinyatakan masih aman di karenakan tidak

tertutup abu.

Secara sederhana kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang

atau barang sampai ke tujuan yang disepakati. Akan tetapi di dalam Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Ditentukan Kewajiban

Pengangkut, yaitu sebagai berikut:

1. Melayani calon penumpang secara adil tanpa diskriminasi atas dasar

suku, agama, ras , antar golongan, serta strata ekonomi, dan sosial,

diatur dalam Pasal 118 ayat (1) huruf e;

2. Mengangkut orang dan / cargo dan pos setelah disepakatinya

perjanjian pengangkutan, diatur dalam Pasal 140 ayat (1);

3. Memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa

angkutan udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan yang

disepakati, diatur dalam Pasal 140 ayat (2);

4. Bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia,

cacat tetap, atau luka- luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara

di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara, diatur dalam Pasal

Page 60: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

49

141 ayat (1);

5. Bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh

penumpang/pengirim karena bagasi tercatat/kargo hilang, musnah, atau

rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi

tercatat berada dalam pengawasan pengangkut, diatur dalam Pasal 114

& 145;

6. Bertanggung jawab atas tidak terangkutnya penumpang, sesuai dengan

jadwal yang telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat udara

dengan memberikan kompensasi kepada penumpang berupa :

a. Mengalihkan ke penumpang lain tanpa membayar biasa tambahan;

dan/atau;

b. Memberikan konsumsi, akomodasi dan biaya transportasi apabila

tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan, diatur dalam Pasal 147

ayat (1) dan (2);

7. Wajib menyerahkan dokumen angkutan udara kepada penumpang

perseorangan atau penumpang kolektif, diaturdalam Pasal 151 ayat

(1), Pasal 152 ayat (1) dan Pasal 153 ayat (1);

8. Memberi prioritas pengirim dokumen penting yang bersifat segera

serta kargo yang memuat barang mudah rusak dan/atau cepat busuk,

diatur dalam Pasal 158;

9. Segera memberi tahu penerima kargo pada telah tiba dan segera

diambil, diatur dalam Pasal 162;

10. Mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap penumpang dan kargo

Page 61: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

50

yang diangkut, diatur dalam Pasal 179; dan

11. Dilarang menempatkan penumpang yang tidak mampu melakukan

tindakan darurat pada pintu dan jendela darurat pesawat udara, diatur

dalam Pasal 56;

Sebagaimana dikemukakan diatas bahwa menurut ketentuan Pasal 140

Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, perusahaan

angkutan udara niaga wajib mengangkut penumpang dan/atau barang setelah

disepakati perjanjian pengangkutan.

Hubungan perdata dalam bentuk perikatan antara perusahaan penerbangan

sebagai pengangkut dan penumpang diwujudkan dalam bentuk pembelian tiket

pesawat. Berdasarkan KUH perdata buku ketiga tentang perikatan dalam pasal

1313 menyebutkan “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Sedangkan dasar hukum perjanjian pengangkutan lainnya ialah Pasal 1338

KUHPerdata tentang Asas Kebebasan Berkontrak yaitu “bahwa setiap orang bebas

mengadakan suatu perjanjian apa saja, baik perjanjian itu sudah diatur dalam

Undang-Undang maupun belum diatur dalam Undang-Undang. Namun, asas ini

terikat dengan sah perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu :

a. Adanya kesepakatan para pihak;

b. Kecakapan dalam bertindak;

c. Suatu hal tertentu;

d. Sebab yang halal;

Perjanjian yang dibuat sah oleh para pihak adalah mengikat bagi mereka

Page 62: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

51

yang menyelenggarakannya seperti Undang-Undang. Hubungan perikatan yang

sudah terjadi tersebut selanjutnya menjadi kewajiban kedua belah pihak untuk

memenuhi prestasi yang telah disepakati.

Tiket penumpang merupakan tanda bukti telah disepakati perjanjian

pengangkutan dan pembayaran biaya angkutan. Perjanjian angkutan dan

pembayaran biaya angkutan merupakan perbuatan yang dipenuhi secara

berurutan, artinya setelah perjanjian terjadi biaya angkutan dibayar. Dengan

demikian, kewajiban pokok penumpang adalah membayar biaya angkutan yang

dibuktikan dengan dokumen angkutan. Sebagai imbalannya, penumpang berhak

atas angkutan yang diselenggarakan oleh pengangkut.

Menurut Pasal 20 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011

tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Angkutan Udara wajib bertanggung jawab

atas kerugian terhadap :

a. Penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka- luka;

b. Hilang atau rusaknya bagasi kabin;

c. Hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercacat;

d. Hilang, musnah atau rusaknya kargo;

e. Keterlambatan angkutan udara; dan

f. Kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.

Terkait dengan keterlambatan angkutan udara, Undang-Undang Nomor 1

angka 30 Tahun 2009 tentang Penerbangan menjelaskan definisi keterlambatan

sebagai “terjadinya perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan

yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan”.

Page 63: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

52

Jenis-jenis keterlambatan kemudian diperjelas dalam peraturan menteri

Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut

Angkatan Udara, yaitu menurut Pasal 9 Peraturan Mentri Perhubungan Nomor 77

Tahun 2011, keterlambatan terdiri dari :

a. Keterlambatan penerbangan;

b. Tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara;

c. Pembatalan penerbangan;

Dalam hal terjadi keterlambatan penerbangan pada angkutan penumpang

yang dimaksud Pasal 9 huruf a Peraturan Mentri Perhubungan Nomor 77 Tahun

2011 diatas, pengangkut (dalam hal ini maskapai penerbangan) bertanggung jawab

atas kerugian yang diderita oleh penumpang. Hal ini sesuai dengan Pasal 146

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan bahwa pihak yang

bertindak sebagai pengangkut mempunyai tanggung jawab atas kerugian yang

diderita karena keterlambatan pada angkatan penumpang.

Ganti rugi yang wajib diberikan oleh maskapai penerbangan kepada

penumpang sebelumnya telah diatur dalam Pasal 36 Peraturan Mentri Perhubungan

Nomor 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaran Angkutan Udara yaitu :

a. Keterlambatan lebih dari 30 (tiga puluh) menit sampai dengan 90

(sembilan puluh) menit, perusahaan angkutan udara niaga berjadwal

wajib memberikan minuman dan makanan ringan;

b. Keterlambatan lebih dari 90 (sembilan puluh) menit, perusahaan

angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan

ringan, makan siang atau malam dan memindahkan penumpang ke

Page 64: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

53

penerbangan berikutnya atau ke perusahaan angkutan udara niaga

berjadwal lainnya, apabila diminta oleh penumpang;

c. Keterlambatan lebih dari 180 (seratus delapan puluh) menit, perusahaan

angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan

ringan, makan siang atau malam dan apabila penumpang tersebut tidak

dapat dipindahkan ke penerbangan berikutnya atau ke perusahaan

angkutan udara niaga berjadwal lainnya, maka kepada penumpang

tersebut wajib diberikan fasilitas akomodasi untuk dapat diangkut pada

penerbangan hari berikutnya;

Dalam hal terjadi pembatalan penerbangan, pengangkut mempunyai

kewajiban sebagaimana Pasal 12 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77

Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara yaitu :

1) Dalam hal terjadi pembatalan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 huruf c, pengangkut wajib memberitahukan kepada penumpang

paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sebelum pelaksanaan penerbangan;

2) Pembatalan penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

pengangkut wajib mengembalikan seluruh uang tiket yang telah

dibayarkan oleh penumpang;

3) Pembatalan penerbangan yang dilakukan kurang dari 7 (tujuh) hari

kalender sampai dengan waktu keberangkatan yang telah ditetapkan,

berlaku ketentuan Pasal 10 huruf b dan c;

Pemberitahuan mengenai pembatalan penerbangan berdasarkan ketentuan

Pasal 10 huruf b dan c yang dilakukan kurang dari 7 (tujuh) hari kalender sampai

Page 65: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

54

dengan waktu keberangkatan yang telah ditetapkan, maka penumpang berhak

mendapatkan ganti kerugian sebagai berikut :

a) Diberikan ganti kerugian sebesar 50 % (lima puluh persen) dari

Rp. 300.000,00. (tiga ratus ribu rupiah) apabila pengangkut

menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan

penerbangan akhir penumpang (re- routing), dan pengangkut wajib

menyediakan tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan

transportasi lain sampai ke tempat tujuan apabila tidak ada moda

transportasi selain angkutan udara;

b) Dalam hal dialihkan kepada penerbangan berikutnya atau penerbangan

milik Badan Usaha Niaga Berjadwal lain, penumpang dibebaskan

dari biaya tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan atau

apabila terjadi penurunan kelas atau sub kelas pelayanan, maka

terhadap penumpang wajib diberikan sisa uang kelebihan dari tiket

yang dibeli;

Perlu diperhatikan bahwa menurut Pasal 12 ayat (4) Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut

Angkutan Udara menentukan bahwa pembatalan penerbangan sebagaimana

dimaksud di atas berlaku apabila badan usaha angkutan udara niaga berjadwal

melakukan perubahan jadwal penerbangan.

Oleh karena itu, dalam hal pembatalan penerbangan maka yang sekarang

berlaku adalah ketentuan Pasal 36 huruf d dan huruf e Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 tentang Penyelanggaraan Angkutan Udara

Page 66: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

55

yaitu:

a. Apabila terjadi pembatalan penerbangan, maka perusahaan angkutan

udara niaga berjadwal wajib mengalihkan penumpang ke penerbangan

berikutya dan apabila penumpang tersebut tidak dapat dipindahkan ke

penerbangan berikutnya atau ke perusahaan angkutan udara niaga

berjadwal lainnya, maka kepada penumpang tersebut wajib diberikan

fasilitas akomodasi untuk dapat diangkut pada penerbangan hari

berikutnya;

b. Apabila dalam hal keterlambatan sebagaimana tercantum dalam huruf b

dan c, serta pembatalan sebagaimana tercantum dalam huruf d,

penumpang tidak mau terbang/menolak diterbangkan, maka perusahaan

angkutan udara niaga berjadwal harus mengembalikan harga tiket yang

telah dibayarkan kepada perusahaan;

Ketentuan peralihan dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun

2011 tidak menyatakan tidak berlakunya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor

25 Tahun 2008, sehingga keduanya tetap berlaku. Jadi, memang dalam beberapa

kondisi sebagaimana tersebut di atas, penumpang berhak dipindahkan ke

penerbangan lain (mendapat tiket penerbangan lain), selain mendapatkan makanan

dan minuman atau harus mengembalikan harga tiket yang telah dibayarkan kepada

perusahaan.

Meski demikian menurut Pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor 77 Tahun 2011 menyatakan bahwa pengangkut dibebaskan dari tanggung

jawab atas ganti kerugian akibat keterlambatan penerbangan sebagaimana

Page 67: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

56

dimaksud dalam Pasal 9 huruf a yang disebabkan oleh faktor cuaca dan/atau teknis

operasional. Yang dimaksud faktor cuaca dan teknis operasional dijelaskan dalam

Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan

Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2001.

Adapun faktor cuaca menurut Pasal 146 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2009 tentang Penerbangan dan Pasal menurut 13 ayat (2) Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor 77 Tahun2011, yaitu hujan lebat, petir, badai kabut, asap,

jarak pandang di bawah standar minimal, atau kecepatan angin yang melampaui

standar maksimal yang mengganggu keselamatan penerbangan.

Sedangkan Teknis Operasional menurut Pasal 146 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Pasal 13 ayat (3) Peraturan

Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 yaitu :

a. Bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat

digunakan operasional pesawat udara;

b. Lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggunya fungsinya

misalnya retak, banjir, atau kebakaran;

c. Terjadinya antrian pesawat udara lepas landas (take off) mendarat

(landing), atau alokasi waktu keberangkatan (departure slot time) di

bandar udara; atau

d. Keterlambatan pengisian bahan bakar refuelling;

Penjelasan Pasal 146 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan yaitu:

a. Keterlambatan pilot, co pilot, dan awak kabin;

Page 68: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

57

b. Keterlambatan jasa boga (catering);

c. Keterlambatan penanganan di darat;

d. Menunggu penumpang baik yang baru melapor, pindah pesawat atau

penerbangan lanjutan; dan

e. Ketidaksiapan pesawat udara;

Menurut pasal 16 ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92

Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77

Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara pengangkut

wajib diasuransikan.

Pasal 16 ayat (1) berbunyi sebagai berikut : “tanggung jawab pengangkut

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib diasuransikan oleh pengangkut kepada

satu atau gabungan beberapa dalam Pasal 2 wajib diasuransikan oleh pengangkut

kepada satu atau gabungan beberapa perusahaan asuransi.

Selanjutnya dalam Pasal 16 ayat (3) menambah bahwa untuk kepentingan

Badan Usaha Angkutan Udara sebagai pemegang polis dan/atau tertanggung, maka

penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian klaim asuransi tanggung jawab

Pengangkut Angkutan Udara dapat dilakukan dengan menggunakan jasa

keperantaran perusahaan pialang asuransi.

Tanggung jawab perusahaan pengangkutan udara terhadap keterlambatan

penerbangan, maka dapat dikemukakan bahwa keterlambatan penerbangan (delay)

tidak sesuai dengan waktu keberangkatan pesawat dari Bandar udara menuju

Bandar udara tujuan. Keterlambatan penerbangan akan menimbulkan konsekuensi

bagi penumpang antara lain: akan terlambat tiba di tempat tujuan, harus menunggu

Page 69: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

58

hingga diberangkatkan.

Keterlambatan penerbangan bersifat seolah-olah bertentangan (paradoksal)

dengan tujuan penerbangan yaitu cepat tiba ditujuan. Pada ketentuan Undang-

undang Nomor 1 Tahun 2009, yang menyatakan salah satu tanggung jawab

pengangkut adalah tanggung jawab terhadap keterlambatan, yang menyatakan:49

“Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan

pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat

membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan

teknis operasional. Sedangkan untuk batas jumlah ganti rugi terhadap tanggung

jawab pengangkut sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 Jumlah ganti kerugian

untuk setiap keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Menteri.

Menurut hukum nasional, mengenai besarnya ganti rugi sehubungan

dengan luka-luka atau meninggalnya penumpang di atur dalam Pasal 30 OPU 1939

yang menyatakan (1) Pada pengangkutan penumpang tanggung jawab pengangkut

terhadap tiap-tiap penumpang atau terhadap keluarganya seluruhnya yang disebut

dalam Pasal 24 ayat (2), dibatasi sampai jumlah 12.500 gulden.50

Dalam

perkembangan kegiatan transportasi udara niaga ketentuan Pasal 30 Ordonansi

Pengangkutan Udara Stbl. No. 100 Tahun 1939 tersebut telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan

Pemerintah Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan

49

Ibid., Pasal 46 UU Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan 50

Ordonansi Pengangkutan Udara (Luchtvervoer-ordonnantie).Ketentuan-ketentuan

tentang pengangkutan udara dalam negeri. (Ord. 9 Maret 1939) S. 1939-100 pada tanggal 1 Mei

1939, pasal 30 ayat 1 dan 2

Page 70: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

59

Udara, yang diatur pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2011.51

Ganti rugi terhadap kehilangan, kerusakan dan musnahnya barang, besaran

ganti rugi untuk kehilangan, musnah atau rusaknya barang penumpang ditentukan

dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2011.

Bahwa terkait dengan Pembatalan penerbangan dengan alasan covid 19.

sampai sekarang belum ada aturan yang mengatur tanggung jawab

maskapai/Pengangkutan udara, secara khusus, bukan berarti maskapai luput dari

tanggung jawab. Pemenuhan tanggung jawab oleh maskapai akibat pembatalan

penerbangan mengacu kepada peraturan mentri perhubungan RI Nomor PM 89

Tahun 2015.

Berdasarkan ketentuan di atas maka dapat dinyatakan bahwa perusahaan

pengangkutan udara memiliki tanggung jawab untuk mengganti kerugian yang

dialami oleh penumpang jika barang yang dibawanya hilang atau musnah, atau

mengalami keterlambatan barang khusus barang kargo atau kiriman.

Ganti rugi terhadap keterlambatan penerbangan, tanggung jawab

perusahaan pengangkutan udara terhadap keterlambatan telah ditentukan secara

limitatif besarnya nilai ganti rugi.

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2011 pasal 10 Jumlah ganti

kerugian untuk penumpang atas keterlambatan penerbangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 huruf a. jawab atas kerugian yang diderita karena

keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila

pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh

51

Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawa Pengangkut

Angkutan Udara, yang diatur pada Pasal 3

Page 71: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

60

faktor cuaca dan teknis operasional.

Sedangkan untuk batas jumlah ganti rugi terhadap tanggung jawab

pengangkut sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 Jumlah ganti kerugian untuk

setiap keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Menteri. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77

Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Pada Pasal 2

huruf (e) Pengangkut wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap

keterlambatan angkutan udara kepada setiap calon pengguna jasa angkutan udara.

Jenis-jenis keterlambatan kemudian diperjelas dalam peraturan menteri

Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut

Angkatan Udara, yaitu menurut Pasal 9 Peraturan Mentri Perhubungan Nomor 77

Tahun 2011, keterlambatan terdiri dari :

a. Keterlambatan penerbangan;

b. Tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara;

c. Pembatalan penerbangan;

B. Perlindungan Hukum Konsumen Atas Pembatalan Keberangkatan

Sepihak oleh Maskapai Penerbangan Dengan Alasan covid-19.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa

perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.52

52

Indonesia, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999, Lembaran Negara Republik Indonesia No. 42 Tahun 1999, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3821, Pasal 1 angka 1.

Page 72: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

61

Perlunya undang-undang perlindungan konsumen tidak lain karena

lemahnya posisi konsumen jika dibandingkan dengan posisi produsen. Proses

sampai hasil produksi barang atau jasa dilakukan tanpa campur tangan konsumen

sedikit pun. Oleh karena itu, dengan posisi konsumen yang lemah maka ia harus

dilindungi oleh hukum. Hukum perlindungan konsumen bertujuan secara langsung

untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen, dimana secara tidak

langsung hukum ini juga akan mendorong produsen untuk melakukan usaha

dengan penuh tanggung jawab.53

Keseimbangan perlindungan hukum terhadap pelaku usaha dan konsumen

tidak terlepas dari adanya pengaturan tentang hubungan-hubungan hukum yang

terjadi di antara para pihak. Agar seluruh hak dari konsumen dapat diperoleh serta

terpenuhinya kewajiban dari pelaku usaha terhadap konsumen dalam hubungannya

dengan jual-beli yang mereka lakukan, maka konsumen yang mendapatkan

perlindungan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen hanyalah konsumen akhir.

Adapun yang dimaksud dengan konsumen akhir menurut Pasal 1 angka (2)

UUPK, adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun

makhuk hidup lain yang mengonsumsi secara langsung barang dan/atau jasa yang

diperolehnya dan bukan untuk kepentingan komersil.

Perlindungan hukum terbagi menjadi 2 (dua) yakni perlindungan hukum

preventif, dan perlindungan hukum represif. Menurut pendapat Philipus M.

53

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, 2006), halaman. 71.

Page 73: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

62

Hadjon, Perlindungan hukum preventif adalah perlindungan hukum yang diberikan

sebelum terjadinya suatu peristiwa atau keadaan yang merugikan atau tidak

diinginkan sehingga perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah

terjadinya suatu sengketa.54

Perlindungan hukum ini diatur dalam Undang-Undang Perlindungan

Konsumen dan dituangkan dalam bentuk pemberian hak dan kewajiban bagi

masing-masing pihak yaitu pelaku usaha dan konsumen yang tercantum dalam

Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen. Selanjutnya mengenai perbuatan yang dilarang bagi

pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1999. Adapun mengenai tanggung jawab pelaku usaha diatur dalam Pasal

19 sampai dengan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.

Sementara yang dimaksud dengan perlindungan hukum represif, adalah

perlindungan hukum yang diberikan setelah terjadinya suatu peristiwa atau

keadaan yang merugikan atau tidak diinginkan. Perlindungan hukum represif

bertujuan untuk menyelesaikan suatu sengketa yang telah terjadi.55

Perlindungan hukum represif ini biasanya dituangkan dalam bentuk

pemberian sanksi kepada pelaku usaha yang dapat berbentuk sanksi administratif.

Dalam UUPK, perlindungan hukum represif diatur dalam Pasal 60 UUPK yaitu

berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta

rupiah) juga bisa dengan sanksi pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 62

UUPK yakni berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda

54

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia (Surabaya: PT Bina

Ilmu, 1987), h. 25. 55

Ibid., halaman 29

Page 74: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

63

paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah), serta sanksi pidana

tambahannya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 63 UUPK, apabila pelaku

usaha terbukti melakukan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen.

Calon penumpang sebelum keberangkatan terlebih dahulu melakukan

transaksi pemesanan tiket pesawat, maka lahir hubungan hukum antara konsumen

(pihak yang memesan tiket) dengan maskapai/angkutan uadara (meskipun penjual

adalah pihak ketiga, seperti penjualan online yang dilakukan oleh traveloka,

tiket.com, ataupun biro jasa penjualan tiket lainnya).

Hubungan kontraktual oleh penyedia jasa penjualan secara online

dituangkan dalam bentuk kontrak elektronik yang mereka sepakati berupa kontrak

baku yang telah disetujui oleh konsumen ketika mengisi form pembelian tiket

pesawat dalam situs penyedia layanan jasa tiket. Segala perjanjian didalam kontrak

yang telah disepakati itu lah yang kemudian menjadi dasar perlindungan yang

dapat diberikan kepada konsumen.

Hal ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi

mereka yang membuatnya”. Asas ini biasa dikenal dengan Asas Pacta Sunt

Servanda dimana para pihak yang membuat perjanjian harus tunduk dan menaati

perjanjian tersebut layaknya sebuah undang- undang bagi mereka. Pasal 1338

KUH Perdata juga menyiratkan adanya prinsip lain selain dari asas yang telah

disebut sebelumnya, yaitu Asas Kebebasan Berkontrak.

Dalam asas kebebasan berkontrak, para pihak diberikan kebebasan untuk

menentukan sendiri bentuk serta isi suatu perjanjian, sepanjang tidak bertentangan

Page 75: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

64

dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan, serta ketertiban umum. Sahnya

perjanjian yang dilakukan oleh konsumen dengan penyedia jasa penjulan itu

sendiri berdasar pada Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan empat syarat

sahnya suatu perjanjian, yakni:

a. Kesepakatan kedua belah pihak;

b. Kecakapan;

c. Suatu pokok persoalan tertentu;

d. Suatu sebab yang halal.

Kedua syarat yang pertama berkaitan dengan syarat subyektif, sedangkan

dua syarat terakhir berhubungan dengan syarat obyektif. Menurut Subekti,56

pelanggaran syarat subyektif menyebabkan perjanjian itu terancam untuk dapat

dimintakan pembatalannya. Di sisi lain, bila syarat obyektif tidak terpenuhi

perjanjian itu terancam batal demi hukum.

Terkait dengan perjanjian yang terjadi antara konsumen dan penyedia jasa

penjulan tiket telah memenuhi segala syarat yang tercantum pada Pasal 1338 dan

Pasal 1320 KUH Perdata. Oleh karena itu dengan dipenuhinya ketentuan kedua

pasal tersebut, maka perjanjian yang dilakukan oleh konsumen dengan penjual

tiket, adalah sah dan mengikat hingga bisa menjadi perlindungan untuk konsumen

dan penedia jasa penjulan tiket, terhitung sejak kedua belah pihak sepakat untuk

mengadakan perjanjian.

Dalam perspektif perlindungan konsumen, berdasarkan Privity of Contract

Theory, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, akan

tetapi hal itu baru dapat dilakukan apabila diantara mereka telah terjalin suatu

56

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1985), h. 20-21.

Page 76: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

65

hubungan kontraktual.57

Hubungan kontraktual tersebut yang kemudian

selanjutnya menimbulkan suatu prestasi yang harus dipenuhi oleh para pihaknya.

Adapun yang dimaksud dengan wanprestasi menurut J. Satrio adalah suatu

keadaan dimana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi

sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya.58

Menurut Subekti dalam bukunya59

, Wanprestasi dapat terbagi menjadi hal-

hal berikut ini, yaitu:

a. Tidak melakukan apa yang diperjanjikan;

b. Melaksanakan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sebagaimana yang

dijanjikan;

c. Melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi tidak tepat waktu (terlambat) ;

dan

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Dengan demikian, maka konsumen dapat menggugat pelaku usaha

berdasarkan Wanprestasi, karena penyedia jasa penerbangan tidak memenuhi

prestasinya.

Selain dari kontrak jual-beli yang menjadi dasar perlindungan konsumen

tersebut, dari perspektif Hukum Perlindungan Konsumen dalam kasus pembatalan

keberangkatan pesawat yang dilakukan oleh maskapai, terdapat beberapa

pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha, berkaitan dengan hak-hak

konsumen, kewajiban selaku pelaku usaha, dan perbuatan yang dilarang yang

57

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2006), h.62. 58

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, (Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, 2001), h. 122 59

Subekti.,Op.Cit, jhalaman 25

Page 77: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

66

mana diatur dalam UUPK.

Pelaku usaha tidak dapat berdalih dengan ketersediaan maskapai

penerbangan yang bisa mengangkut penumpang pada waktu yang bersangkutan.

Hal tersebut merupakan tindakan yang tidak diperbolehkan oleh pelaku usaha

dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana yang telah diatur

dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 9 ayat (1) huruf e, Pasal 4

huruf (c), dan Pasal 7 huruf (b).

Dalam Pasal 4 huruf c UUPK berbunyi “Konsumen berhak atas informasi

yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Adapun yang dimaksud dengan

“benar” adalah sesuai sebagaimana adanya serta dapat dipercaya dan cocok dengan

keadaan yang sesungguhnya. “Jelas” mengandung arti yang terang, nyata, ataupun

gamblang. Sementara yang dimaksud “jujur” adalah tidak bohong ataupun curang

mengenai suatu keadaan barang dan/atau jasa.

Pasal 7 huruf b UUPK berbunyi “Pelaku usaha berkewajiban untuk

memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan

pemeliharaan”. Pasal ini merupakan kewajiban dari pelaku usaha. Pelaku Usaha

diwajibkan untuk memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

waktu yang telah di tentukan oleh mereka.

Jika memang terjadi pembatalan untuk suatu tujuan penerbangan

seharusnya pelaku usaha tanggap dan responsif dalam melakukan penyesuaian dan

mencari alternatif lainnya agar konsumen tidak dirugikan.

Page 78: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

67

Pelanggaran selanjutnya yang dilakukan oleh maskapai ialah hak

konsumen sebagaimana yang tercantum pada Pasal 4 huruf (h) Jo. Pasal 7 huruf (g)

UUPK. Pasal 4 huruf h UUPK menyebutkan “konsumen berhak untuk

mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana

mestinya”. Konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi ataupun ganti rugi

dari Maskapai atas keterlambatan/pembatalan keberangkatan kepada konsumen.

Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah

menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan jasa yang tidak

memenuhi harapan konsumen.

Kemudian pada Pasal 7 huruf g UUPK menyebutkan “Pelaku usaha

berkewajiban untuk memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian”.

Perlindungan hukum bagi konsumen dalam kasus ini sudah diatur dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang

tercantum pada Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 mengenai hak dan kewajiban

konsumen serta pelaku usaha, kemudian Pasal 9 mengenai perbuatan yang dilarang

bagi pelaku usaha. Dalam hal ini perlindungan tersebut merupakan perlindungan

secara preventif.

Untuk perlindungan secara represif, adanya pemberian sanksi telah diatur

dalam Pasal 60 UUPK yang menyatakan:

(1) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berwenang menjatuhkan

Page 79: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

68

sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19

ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25 dan Pasal 26.

(2) Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp.

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(3) Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang- undangan.

Selanjutnya untuk penyelesaian sengketa, menurut Pasal 45 UUPK, setiap

konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang

bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha seperti

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan Badan Perlindungan

Konsumen Nasional (BPKN). Penyelesaian sengketa ini menurut Pasal 45 ayat (2)

UUPK dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan

pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

Pembatalan penerbangan memang cendrung merugikan konsumen atau

penumpang, karena perusahaan pengangkutan udara pemberitahuan kepada

konsumen/penumpang. Sebagaian konsumen merasa prosedur penyelesaian yang

ditetapkan pihak perusahaan maskapai penerbangan sering tidak berjalan

sebagaimana mestinya (petugas sering mengulur waktu, dan konsumen

memerlukan beberapa waktu untuk mendapatkan haknya). Terlepas dari hal itu di

atas, bila konsumen/penumpang merasa dirugikan keterlambatan penerbangan,

maka yang bersangkutan dapat mengajukan tuntutan gugatan ganti kerugian

terhadap perusahaan pengangkutan udara.

Adapun persyaratan dan tata cara pengajuan tuntutan ganti kerugian diatur

Page 80: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

69

dalam Peraturan Mentri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung

Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Pengajuan gugatan ganti rugi kepada

perusahaan pengangkut udara oleh konsumen yang dirugikan dimungkinkan oleh

pasal 23 Peraturan Mentri Perhubungan Nomer 77 Tahun Tanggung Jawab

Pengangkut Angkutan Udara, yang menyatakan :

“Besaran ganti kerugian yang diatur dalam peraturan ini tidak menutup

kesempatan kepada penumpang, ahli waris, penerima kargo, atau pihak ketiga

untuk menurut pengangkut ke pengadilan negeri di dalam wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia atau melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian

sengketa lain sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan”. Menurut serta

pihak ketiga yang mengalami kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

hanya dapat dilakukan berdasarkan bukti sebagai berikut :

a. Dokumen terkait yang membuktikan sebagai ahli waris sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tiket, bukti

bagasi tercatat (claim tag) atau surat muatan udara (airway bill) atau

bukti lain yang mendukung dan dapat dipertanggung jawabkan;

b. Surat keterangan dari pihak yang berwenang mengeluarkan bukti telah

terjadinya kerugian jiwa dan raga/atau harta benda terhadap pihak ketiga

yang mengalami kerugian akibat pengoperasian pesawat udara;

Pemberian ganti kerugian sebagaimana dimaksud diajukan kepada

pengaturan yang secara nyata melakukan pengangkutan udara, apabila

pengangkutan udara tersebut dilakukan lebih dari satu Badan Usaha Angkutan

Udara.

Page 81: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

70

Sedangkan penyelesaian sengketa diatur Pasal 23 dan 24 Peraturan Mentri

Perhubungan Nomer 77 tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut

Angkutan Udara, yaitu: “Pasal 23 besaran ganti kerugian yang diatur dalam

peraturan ini tidak menutup kesempatan kepada penumpang, ahli waris, penerima

kargo, atau pihak ketiga untuk pengangkut ke pengadilan negeri di dalam wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia atau melalui arbitase atau alternatif

penyelesaian sengketa lain peraturan perundang-undangan”.

Pasal 24 penyelesaian masalah pembuktian sebagaimana dimaksud dalam

pasal 19 dapat diselesaikan melalui arbitrase atau alternatif sengketa lain sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan. Prosedur penyelesaian pengaduan

konsumen yang ditempuh pihak perusahaan maskapai penerbangan tersebut sesuai

dengan ketentuan penyelesaian sengketa yang diatur Undang-Undang Nomor 8

tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, terutama Pasal 45 ayat (2) yang

berbunyi penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan

atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

Kelalaian (wanprestasi) dari pihak perusahaan maskapai penerbangan

dapat merugikan konsumen, sehingga apabila tidak ada tanggung jawab atas

penyelesaian dari pihak perusahaan maskapai penerbangan maka konsumen dapat

mengadukan permasalahannya ke Lembaga Perlindungan Komsumen. Dalam

ketentuan umum UUPK yang dimaksud dengan lembaga perlindungan konsumen

swadaya masyarakat adalah lembaga non pemerintah yang terdaftar dan diakui

oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.

Ketika konsumen datang untuk mengadukan masalahnya, biasanya pihak

Page 82: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

71

LPK akan memberikan saran dan masukan yang dapat dilakukan oleh konsumen

untuk mempertahankan haknya. Jika konsumen merasa mampu dan berani untuk

menyelesaikan sendiri masalanya dengan pelaku usaha, maka dipersilahkan untuk

menyelesaikannya sendiri. Namun jika konsumen memutuskan untuk melakukan

pengaduan resmi melalui LPK, maka konsumen tersebut harus menandata ngani

surat kuasa kepada LPK, dan kemudian LPK yang akan menandatangani

pengaduan tersebut.

Langkah atau cara yang diambil oleh Lpk adalah jalur non itigasi, jika

tidak berhasil selanjutnya dilakukan jalur itigasi dengan persetujuan dari

konsumen, yaitu sebagai berikut :

(1) Negosiasi yaitu proses tawar menawar dengan jalan berunding guna

mencapai kesepakatan bersama antara para pihak;

(2) Mediasi tersebut yaitu negosiasi yang dilakukan oleh pihak ketiga,

pihak ketiga tersebut membantu menyelesaikan sengketa tersebut; dan

(3) Konsiliasi yaitu suatu proses dengan mana setiap pihak mereka sendiri

bertemu memberikan beberapa penyelesaian, lalu diajukan kepada

pihak-pihak yang bersengketa untuk mendapatkan persetujuan;

Apabila terdapat pengaduan konsumen perusahaan maskapai penerbangan

ke LPK, maka pihak LPK terlebih memberikan saran agar konsumen langsung

menyelesaikan masalah sengketa dengan jalan keluar yang terbaik bagi kedua

belah pihak secara damai dan kekeluargaan. LPK berperan memberikan saran atau

masukan mengenai cara-cara yang harus diambil oleh konsumen/pelanggan untuk

mendapatkan hak-hak mereka. Apabila cara tersebut tidak berhasil, maka LPK

Page 83: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

72

akan menempuh jalan mediasi untuk menyelesaikan sengketa/permasalahan

tersebut, apabila penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi tersebut melalui jalur

litigasi.

Adapun gugatannya dapat menggunakan ketentuan dalam Pasal 1365 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan: “Setiap perbuatan yang melawan

hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibakan orang karena

salahnya menerbitkan kerugian ini mengganti kerugian tersebut.”

C. Kendala dan upaya calon penumpang dalam mendapatkan perlindungan

hukum akibat pembatalan keberangkatan.

Banyaknya kasus-kasus yang merugikan konsumen, diantaranya adanya

keterlambatan penerbangan, kehilangan barang bagasi. Kasus-kasus tersebut secara

hukum tentunya hal tersebut harus dipertanggungjawabkan. Sebab keterlambatan,

kehilangan barang merupakan bentuk pelanggaran tidak terpenuhinya hak dan

kewajiban yang tertuang dalam dokumen perjanjian maupun pelanggaran atas

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Secara yuridis formal adanya kasus-kasus kerugian yang dialami oleh

penumpang, dapat dinyatakan bahwa pengangkut atau perusahaan penerbangan

telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun

1992, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995, Ordonansi Pengangkutan

Udara 1939, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 pada Pasal 4,

dinyatakan Hak konsumen adalah: a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; b. hak untuk memilih

Page 84: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

73

barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai

dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. hak atas informasi

yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d.

hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan; e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. hak untuk mendapat

pembinaan dan pendidikan konsumen; g. hak untuk diperlakukan atau dilayani

secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapatkan

kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang

diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. hak-

hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 di atas, jika

dikonstruksi pada kegiatan transportasi udara niaga berjadwal nasional, yaitu

sebagai berikut: konsumen dalam hal ini penumpang berhak atas kenyamanan,

keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang

ditawarkan oleh perusahaan penerbangan, secara a contrario berarti perusahaan

penerbangan memiliki kewajiban untuk memberikan kenyamanan, keamanan,

keselamatan kepada penumpang.

Pasal 4 tersebut di atas mengandung makna bahwa konsumen dapat

menggunakannya dalam menuntut haknya sebagai penumpang atau konsumen

dalam transportasi udara. Selanjutnya dalam hal terjadi keterlambatan penerbangan

itu berarti perusahaan telah melalaikan kewajibannya, yaitu tidak memberikan

kenyamanan kepada konsumen.

Page 85: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

74

Padahal kewajiban perusahaan penerbangan adalah memberikan informasi

yang jelas perihal adanya penundaan keberangkatan kepada penumpang, baik itu

informasi penyebab keterlambatan maupun lamanya waktu tunggu, dan selama

waktu tunggu penumpang berhak mendapatkan fasilitas pelayanan, seandainya

tidak menunggu perusahaan penerbangan wajib mengalihkan dengan penerbangan

dengan pesawat lain apabila penyebab keterlambatan berkaitan dengan masalah

teknis pesawat yang telah disediakan sebelumnya.

Selanjutnya UUPK menentukan kewajiban pelaku usaha, sebagaimana

ditentukan pada Pasal 7, yang menyatakan: Kewajiban pelaku usaha adalah:

memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan

pemeliharaan; memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif; menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi

dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa

yang berlaku; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian. Ketentuan mengenai kewajiban pelaku usaha di atas berlaku juga dalam

kegiatan transportasi udara niaga, sebab perusahaan penerbangan merupakan

pelaku usaha atau produsen.

Dengan demikian, apabila penumpang mengalami kerugian misalnya

barangbarang yang di bawanya hilang, rusak atau musnah atau mengalami

Page 86: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

75

keterlambatan maka kewajiban perusahaan penerbangan adalah memberi

kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian kepada penumpang. Di dalam UUPK

juga diatur tentang tanggung Jawab Pelaku usaha, yaitu pada Pasal 19, yang

menyatakan: (1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang

dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. (2) Ganti rugi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang

dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau

pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. (3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7

(tujuh) hari setelah tanggal transaksi. (4) Pemberian ganti rugi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya

tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur

kesalahan. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak

berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut

merupakan kesalahan konsumen. Selain adanya pengaturan tentang hak dan

kewajibank konsumen dan pelaku usaha, tanggung jawab pelaku usaha, Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 juga menentukan tata cara penyelesaian sengketa

konsumen. Pengaturan tentang penyelesaian sengketa dapat ditafsirkan sebagai

upaya hukum yang dapat ditempuh oleh penumpang.

Bahwa jika pelaku usaha tidak melakukan ganti rugi sesuai perintah

Undang-undang, maka konsumen dapat melakukan upaya hokum sebagaimana

yang dinyatakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 pada Pasal 45 dinyatakan:

Page 87: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

76

(1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha

melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara

konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di

lingkungan peradilan umum.

(2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan

atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang

bersengketa.

(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) tidak menghilangkan tanggungjawab pidana sebagaimana

diatur dalam Undang-undang.

(4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar

pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila

upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh

para pihak yang bersengketa.

Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan Ketentuan mengenai

penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan, diatur pada Pasal 47 yang menyatakan:

Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk

mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau

mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak

akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.

Memilih penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dapat

dilakukan melalui beberapa model penyelesaian sengketa, diantranya melalui

Alternatif Resolusi Masalah (ARM) di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen,

Page 88: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

77

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, atau melalui Direktorat

Perlindungan Konsumen atau lokasi-lokasi lain baik untuk kedua belah pihak yang

telah disetujui.

Penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

BPSK adalah institusi non struktural yang memiliki fungsi sebagai “institusi yang

menyelesaikan permasalahan konsumen diluar pengadilan secara murah, cepat dan

sederhana”.

Selain itu bisa juga menjadi sebuah akses untuk mendapatkan infomasi dan

jaminan perlindungan hukum yang sejajar baik untuk konsumen maupun pelaku

usaha. Dalam menangani dan mengatur permasalahan konsumen, BPSK memiliki

kewenangan untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan

dari para pihak yang bersengketa. Tagihan, hasil test lab dan bukti-bukti lain oleh

konsumen dan pengusaha dengan mengikat penyelesaian akhir.

Tugas-tugas utama BPSK:

1. Menangani permasalahan konsumen melalui mediasi, konsiliasi atau

arbitrasi;

2. Konsultasi konsumen dalam hal perlindungan konsumen;

3. Mengontrol penambahan dari bagian-bagian standarisasi;

4. Memberikan sanksi administrasi terhadap pengusaha yang menyalahi

aturan.

Dikaitkan dengan konsumen transportasi udara niaga, maka pasal tersebut

juga dapat diberlakukan yaitu bahwa para penumpang yang dirugikan oleh

perusahaan penerbangan dapat mengajukan gugatan terhadap perusahaan

Page 89: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

78

penerbangan. Penyelesaian sengketanya dapat ditempuh melalui pengadilan atau di

luar pengadilan. Mengenai Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan diatur dalam

Pasal 48 yang menyatakan: Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan

mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan

memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45.

Page 90: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

79

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Bentuk Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Terhadap Pembatalan

Sepihak Alasan covid-19, adalah berlaku ketentuan yang diatur dalam

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009, Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan

Udara. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 tentang

Penyelanggaraan Angkutan Udara dengan memenuhi kewajiban:

1) memberitahukan kepada penumpang paling lambat 7 (tujuh) hari

kalender sebelum pelaksanaan penerbangan;

2) mengembalikan seluruh uang tiket yang telah dibayarkan oleh

penumpang;

3) memberi ganti kerugian

4) mengalihkan penumpang ke penerbangan berikutya

5) mengembalikan harga tiket yang telah dibayarkan kepada perusahaan;

2. Perlindungan Hukum Konsumen Atas Pembatalan Keberangkatan Sepihak

oleh Maskapai Penerbangan Dengan Alasan covid-19

Perlindungan hukum terhadap penumpang sebagai konsumen yang

dirugikan akibat pembatalan dengan alasan covid 19, tidak ada diatur

secara khusus, akan tetapi mengikuti aturan tidak hanya terbatas pada

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Namun

79

Page 91: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

80

penumpang sebagai konsumen memiliki perlindungan hukum yang terdapat

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen yang terkait dengan hak-hak penumpang selaku konsumen jasa

angkutan penerbangan, dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang

berkaitan dengan kedudukan penumpang sebagai pihak yang mengadakan

perjanjian pengangkutan dengan maskapai penerbangan.

3. Kendala Dan Upaya Calon Penumpang Dalam Mendapatkan Perlindungan

Hukum Akibat Pembatalan Keberangkatan.

Didalam praktik hubungan hukum yang terjadi secara umum antara

konsumen dengn pelaku, pihak konsumen selalu dalam posisi yang lemah.

Kendalam bagi konsumen uuk mendapatkan perlindungan hokum,

dikarenakn keterbatasn informasi konsumen akan hak-haknya sebagai

konsumen penerbangan, arogansi maskapai yang menganggap konsumen

hanya sebagai objek, bukan ubjek yang dibutuhkan.

Upaya yang dapat dilakukan konsumen jika hak-haknya di abikan adalah

dengan mengajukan upaya penyelesaian sengketa di sektor jasa

penerbangan dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu: pertama,

Penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dengan cara

melalui non litigasi, dengan cara mediasi, atau konsiliasi, atau arbitrase,

melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Badan

Penyelesaian Sengketea Konsumen. Dan yang kedua Penanganan dan

penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dengan cara melalui pengadilan

Page 92: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

81

B. Saran

1. Perusahaan pengangkutan udara seharusnya meningkatkan kinerja

pelayanan yang baik terhadap konsumen. agar mengurangi kerugian yang

akan di terima oleh perusahaan pengangkutan udara. dan memberikan

kepuasan secara penuh terhadap konsumen jasa pengangkutan udara dan

meminimalisir adanya gesekan atau sengketa antara kedua belah pihak

yang diakibatkan oleh keterlambatan penerbangan. Konsumen hendaknya

mengerti dan paham atas peraturan pengangkutan udara. dan cara

mengajukan gugatan ganti rugi atas keterlambatan penerbangan terhadap

perusahaan pengangkutan udara. dan pemahaman cara menuntut hak

konsumen. proses pemberian ganti rugi harus sesuai dengan hukum yang

berlaku

2. Hendaknya Pelaku Usaha berupa Maskapai/Pengangkutan Udara seketika

memberikan hak-hak konsumen, berupa kompensasi ganti kerugian jika

terjadi pembatalan keberangkatan, baik karena alasan covid 19, maupun

alasana apapun.

3. Konsumen di tuntut juga untuk lebih cerdas, dan memahami hak-haknya

sebagaai penumpang, sehingga dapat dengan maksimal mempewrjuangkan

hak-hak tersebut, jika terjadai pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku

usaha.

Page 93: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

82

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir, M. 2007. Arti Penting dan Strategis Multimoda Pengangkutan Niaga

di Indonesia, Dalam Perspektif Hukum Bisnis di Era Globalisasi Ekonomi,

Yogyakarta, Genta Press

_____________. 1998. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Abdul Halim Berkatullah, 2010, Hak-Hak Konsumen, Nusa Media, Bandung

Ahmad Miru dan Sutarman Yodo. 20011. Hukum Perlindungan Konsumen.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Az Nasution, (selanjutnya di sebut Az Nasution I). Hukum Perlindungan

Konsumen. 2002. Cet 2. Jakarta: Diadit Media.

____________, 1995. (Selanjutnya disebut Az Nasuition II). Penulisan Karya

Ilmiah tentang Perlindungan Konsumen dan Peradilan di Indonesia,

(Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman

_____________, 2007. (selanjutnya di sebut Az Nasution III). Hukum

Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, cet. 3. Jakarta: Diadit Media.

_____________. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit

Media, Jakarta

Celina Tri Siwi Kristiyanti.2009. Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika,

Jakarta

Deden Misbahudin Muayyad. 2014. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Janji

(Wa’ad) Di Perbankan Syari’ah, Jurnal ALQALAM 24 Vol. 31 No. 1

(Januari-Juni).

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1996, Kamus Besar Bahasa

Indonesia,Balai Pustaka, Jakarta

Johanes Gunawan, 1999. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung: Universitas

Katolik Parahyangan.

Fadia Fitriyanti dan Sentot Yulianugroho,2007, Hukum Perniagaan Internasional,

Lab Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

John Mickelburgh, 1979. Consumer protection. Abingdon/oxon: Professional books limited

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Bandung: PT

Citra Aditya Bakti, 2006.

Page 94: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

83

H.K Martono & Amad Sudiro, Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik

(Publik Internasional and National Air Law), Jakarta: Rajawali Press,

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, (Bandung: PT

Citra Aditya Bakti, 2001),

M.N. Nasution, 2008, Manajemen Transportasi, Ghalia Indonesia, 2008

Muchtaruddin Siregar. 1981. Beberapa Masalah Ekonomi dan Manajemen

Pengangkutan. Jakarta: Lembaga Penerbit FH UI.

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia (Surabaya: PT

Bina Ilmu, 1987)

Purwosutjipto, H.M.N. 1995. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia. Jilid 3.

Jakarta: Djambatan.

Ridwan Khairandy. 2013. Pokok-pokok Hukum Dagang Indonesia. Yogyakarta:

FH UII press

Serena Claudia, 2011. “Perlindungan Hak Konsumen Terhadap Kejelasan

Informasi Dalam Suatu Kontrak Elektronik Jual Beli via Websites (Studi

Kasus Situs airasia.com dan belibarang.com)”. Depok: Program

Pascasarjana Universitas Indonesia.

Soemali, Hubungan Antara Konsumen dan Produsen, <www. soemali. dosen.

narotama. ac. id>, diakses pada 30 Agustus 2017, Pkl. 15.00

Soegijatna Tjakranegara, 1995, Hukum Pengangkutan Barang dan

Penumpan,Rineka Cipta, Jakarta,

Sution Usman, dkk, Hukum Pengangkutan Indonesia, Rineka Cipta,

Jakarta, 1990,

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1985), h. 20-21.

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2006),

Wiradipradja, S. E. 2006. Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap

Penumpang Menurut Hukum Udara Indonesia. Jurnal Hukum Bisnis.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1999 tentang Penerbangan.

Page 95: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN …

84

Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawa Pengangkut

Angkutan Udara

Ordonansi Pengangkutan Udara (Luchtvervoer-ordonnantie).Ketentuan-ketentuan

tentang pengangkutan udara dalam negeri. (Ord. 9 Maret 1939) S. 1939-

100 pada tanggal 1 Mei 1939, pasal 30 ayat 1 dan 2

Li Q, Guan X, Wu P, dkk. Dinamika penularan awal di Wuhan, Cina, dari

pneumonia yang baru terinfeksi coronavirus. Eng J Med Baru . 2020; 382,

1199-207.

Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Vol. 7, No. 1, Maret 2020

https://www.merdeka.com/peristiwa/deretan-kasus-delay-lion-air-hingga-dicap-

doyan-telat.html. Deretan kasus delay Lion Air hingga dicap 'doyan telat'

https://kbbi.web.id/batal, diakses tanggal 18 Juni 2020

http://www.dppferari.org/pengertian-bentuk-penyebab-dan-hukum-wanprestasi,

diakses tanggal 18 Juni 2020

https://www.google.com/search?safe=strict&ei=MxvsXrfvCpXSz7sPmruUsAQ&q

=arti+perusahaan+jasa+penerbangan&oq, diakses tanggal 18 Juni 2020

https://stoppneumonia.id/informasi-tentang-virus-corona-novel-coronavirus/,

diakses tanggal 18 Juni 2020

Kamus Besar Bahasa Indonesia 1990. cet. 3. Jakarta: Balai Pustaka.