perlindungan hukum bagi pembeli tanah yang …

21
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG KEHILANGAN HAK AKIBAT JUAL BELI ATAS TANAH YANG PERNAH MENJADI OBJEK SENGKETA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA (CONTOH KASUS: PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 658 PK/PDT/2017) Novia Gunawan, Tjempaka [email protected] ABSTRAK Tanah merupakan kewenangan Negara untuk mengatur pemberian dan penggunaan tanah kepada masyarakat agar tanah dimanfaatkan bagi pencapaian yang sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat dengan tuntutan kepastian hukum serta perlindungan hukum antar masyarakat. Meskipun kebijaksanaan mengenai kemanfaatan tanah yang diatur oleh negara ada tetap saja dalam realitanya sering terjadinya ketidaktertiban dan ketidakpastian hukum. Seperti contoh kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 658 PK/Pdt/2017 yaitu terbitnya 2 (dua) sertipikat atas tanah yang sama dengan hak yang berbeda, Dirman Pardosi dengan Hak Guna Bangunan dan John dengan Hak Milik-nya yang ternyata tanah milik John Tandiari sedang menjadi objek sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi pembeli tanah yang kehilangan hak akibat jual beli atas tanah yang pernah menjadi objek sengketa Pengadilan Tata Usaha Negara? Bagaimana bentuk tanggung jawab PPAT terhadap akta jual beli yang dibuat antara Bacce dengan Gunadi Yauw dan Gunadi Yauw dengan John Tandiari? Penulis meneliti masalah tersebut dengan menggunakan metode hukum normatif dan menggunakan wawancara sebagai data penunjang. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa perlindungan hukum akan didapatkan jika pembeli tanah dapat membuktikan hak mereka di Pengadilan kemudian jika penjual memberikan biaya ganti rugi serta mengembalikan uang transaksi pembelian objek jual beli tanah 100% (seratus persen) kepada pembeli yang dinyatakan harus mengembalikan tanah kepada pemilik atas nama yang memenangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara dan PPAT bertanggung jawab hanya pada akta jual beli yang dibuat antara Gunadi Yauw dan John Tandiari karena dibuat secara sadar baik secara pribadi maupun bersama-sama bahwa tanah sedang dalam sengketa Pengadilan Tata Usaha Negara. Kata Kunci: Jual Beli Tanah, Objek Sengketa PTUN, Hak Atas Tanah 1. PENDAHULUAN Tanah merupakan bagian dari permukaan bumi yang memiliki banyak sekali hak, diantaranya adalah Hak Milik, Hak Guna Banguan, Hak Pakai, Hak Guna Usaha, Hak Sewa. Hak milik atas tanah merupakan hak yang diberikan oleh Negara agar dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia dengan cara melakukan pendaftaran tanah. Tanah memiliki nilai yang sangat strategis bagi kehidupan manusia. 1 Karena tanah bernilai sangat strategis bagi kehidupan manusia, maka negara berwenang untuk mengatur pemberian dan penggunaan tanah kepada perseorangan, masyarakat, maupun 1 Samun Ismaya, Hukum Administrasi Pertanahan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), 1.

Upload: others

Post on 20-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG

KEHILANGAN HAK AKIBAT JUAL BELI ATAS TANAH YANG

PERNAH MENJADI OBJEK SENGKETA PENGADILAN TATA

USAHA NEGARA

(CONTOH KASUS: PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 658 PK/PDT/2017)

Novia Gunawan, Tjempaka [email protected]

ABSTRAK

Tanah merupakan kewenangan Negara untuk mengatur pemberian dan penggunaan tanah

kepada masyarakat agar tanah dimanfaatkan bagi pencapaian yang sebesar-besar untuk

kemakmuran rakyat dengan tuntutan kepastian hukum serta perlindungan hukum antar

masyarakat. Meskipun kebijaksanaan mengenai kemanfaatan tanah yang diatur oleh negara ada

tetap saja dalam realitanya sering terjadinya ketidaktertiban dan ketidakpastian hukum. Seperti

contoh kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 658 PK/Pdt/2017 yaitu terbitnya 2 (dua)

sertipikat atas tanah yang sama dengan hak yang berbeda, Dirman Pardosi dengan Hak Guna

Bangunan dan John dengan Hak Milik-nya yang ternyata tanah milik John Tandiari sedang

menjadi objek sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara. Bagaimana bentuk perlindungan

hukum bagi pembeli tanah yang kehilangan hak akibat jual beli atas tanah yang pernah menjadi

objek sengketa Pengadilan Tata Usaha Negara? Bagaimana bentuk tanggung jawab PPAT

terhadap akta jual beli yang dibuat antara Bacce dengan Gunadi Yauw dan Gunadi Yauw

dengan John Tandiari? Penulis meneliti masalah tersebut dengan menggunakan metode hukum

normatif dan menggunakan wawancara sebagai data penunjang. Hasil penelitian

mengungkapkan bahwa perlindungan hukum akan didapatkan jika pembeli tanah dapat

membuktikan hak mereka di Pengadilan kemudian jika penjual memberikan biaya ganti rugi

serta mengembalikan uang transaksi pembelian objek jual beli tanah 100% (seratus persen)

kepada pembeli yang dinyatakan harus mengembalikan tanah kepada pemilik atas nama yang

memenangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara dan PPAT bertanggung jawab hanya

pada akta jual beli yang dibuat antara Gunadi Yauw dan John Tandiari karena dibuat secara

sadar baik secara pribadi maupun bersama-sama bahwa tanah sedang dalam sengketa

Pengadilan Tata Usaha Negara.

Kata Kunci: Jual Beli Tanah, Objek Sengketa PTUN, Hak Atas Tanah

1. PENDAHULUAN

Tanah merupakan bagian dari permukaan bumi yang memiliki banyak sekali hak,

diantaranya adalah Hak Milik, Hak Guna Banguan, Hak Pakai, Hak Guna Usaha, Hak Sewa.

Hak milik atas tanah merupakan hak yang diberikan oleh Negara agar dapat dimiliki oleh warga

negara Indonesia dengan cara melakukan pendaftaran tanah. Tanah memiliki nilai yang sangat

strategis bagi kehidupan manusia.1

Karena tanah bernilai sangat strategis bagi kehidupan manusia, maka negara berwenang

untuk mengatur pemberian dan penggunaan tanah kepada perseorangan, masyarakat, maupun

1 Samun Ismaya, Hukum Administrasi Pertanahan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), 1.

Page 2: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

763

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

kepada perusahaan-perusahaan agar tanah dapat dimanfaatkan bagi pencapaian sebesar-besar

kemakmuran rakyat.

Kemakmuran rakyat yang terdapat dalam Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai wujud dari kemanfaatan yang dicapai, yang artinya

hasil dari kebijaksanaan yang tepat guna, yang tidak ditetapkan secara semena-mena melainkan

secara sah menurut hukum. Hal ini berkaitan dengan tuntutan keadilan antara lain

keseimbangan kepentingan, atau berkaitan dengan tuntutan ketertiban hukum atau kepastian

hukum.2

Meskipun kebijaksanaan mengenai kemanfaatan tanah yang diatur oleh negara ada

tetap saja dalam realita sering tidak terjadinya ketertiban dan kepastian hukum. Ketidakpastian

hukum yang terjadi di masyarakat sangat merugikan masyarakat terutama masyarakat yang

benar-benar taat hukum. Ditambah kebutuhan lahan yang terus meningkat dan sangat pesat

sementara ketersediaan tanahnya terbatas sehingga tidak jarang menimbulkan konflik

pertanahan baik berupa konflik kepemilikan, maupun konflik yang menyangkut penggunaan

tanah itu sendiri.3

Berdasarkan banyak kasus sengketa dalam dunia pertanahan yang sering kali terjadi

tersebut, maka sangat perlu dilakukannya pendaftaran tanah dengan tujuannya untuk

memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pemegang hak atas

tanah.4

Pendaftaran tanah di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 19, yang

dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Sistem pendaftaran yang

digunakan adalah sistem pendaftaran hak, sebagaimana digunakan dalam penyelenggaraan

pendaftaran tanah.

Beberapa hal yang dilakukan pada tahap pendaftaran tanah menurut Pasal 19 Ayat 2 UUPA

menyebutkan :5

a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Dalam sistem publikasi negatif positif, negara hanya secara pasif menerima apa yang

dinyatakan oleh pihak yang meminta pendaftaran. Oleh karena itu sewaktu-waktu dapat

digugat oleh orang yang merasa lebih berhak atas tanah itu. Pihak yang memperoleh tanah dari

orang yang sudah terdaftar tidak dijamin, walaupun telah memperoleh tanah itu dengan itikad

baik.

Seperti kasus yang terjadi pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 658 PK/Pdt/2017,

subjek dari kasus ini yaitu Dirman Pardosi sebagai pemilik sebidang tanah di Jalan Andi

Pangeran Pettarani, Kelurahan Banta-Bataeng, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar dengan

sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 20076 yang terbit pada tanggal 21 Juli 2002, John

Tandiari sebagai pemilik atas sebidang tanah yang sama di Jalan Andi Pangeran Pettarani,

Kelurahan Banta-Bataeng, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar dengan sertipikat Hak Milik

Nomor 21266 yang terbit pada tanggal 22 Oktober 2010, dan Gunadi Yauw yang membeli

tanah seluas 1.243 m2 dari pecahan seripikat Hak Milik atas tanah seluas 10.980 m2 atas nama

Bacce Bin Kido pemilik semula yang sah atas tanah tersebut..

Pertama-tama Tanah tersebut diperoleh Dirman Pardosi dari jual beli antara beliau

dengan PT Timurama, Tanah yang dibeli oleh Dirman Pardosi dari PT Timurama belum terbit

Hak Guna Bangunan. Hak Guna Bangunan Nomor 330/Rappocini baru terbit pada tanggal 8

2 Ibid., 15. 3 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 21-22. 4 Ibid., 112. 5 Pasal 19 Ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria.

Page 3: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

764

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

Januari 1981 atas nama Asuransi Jiwa Bersama Bumiputra 1912 dan masa berlaku Hak Guna

Bangunan Nomor 330/Rappocini berakhir pada tanggal 5 Januari 2001.

Kemudian Dirman Pardosi mengajukan permohonan perpanjangan Hak Guna

Bangunan dan akhirnya diperpanjang dengan Sertipikat Hak Gunan Bangunan Nomor

20076.Banta-Bataeng tanggal 21 Juli 2002, Surat Ukur Nomor 00236/2002 atas nama Asuransi

Jiwa Bersama Bumiputra 1912.

Pada tanggal 18 Januari 2007 Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi

Sulawesi Selatan melakukan pembatalan terhadap Sertipikat Hak Guna Banguan Nomor

20076/Banta-Bataeng atas nama Asuransi Jiwa Bersama Bumiputra 1912. Atas pembatalan

tersebut AJB Bumiputra 1912 mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara

Makassar dan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 161 K/TUN/2008 tanggal 21

Agustus 2008 menyatakan/memerintahkan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

Provinsi Sulawesi Selatan untuk mencabut Surat Keputusan berupa Surat Nomor 570-520-02-

53.01-2007 tanggal 18 Januari 2007 tentang Atas pembatalan tersebut AJB Bumiputra 1912

mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar dan berdasarkan

Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 161 K/TUN/2008 tanggal 21 Agustus 2008

menyatakan/memerintahkan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi

Selatan untuk mencabut pembatalan atas sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 20076/Banta-

Bantaeng, tercatat atas nama PT Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putra 1912 yang terletak di

Kelurahan Banta-Bantaeng, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 161 K/TUN/2008 yang

menyatakan/memerintahkan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi

Selatan untuk mencabut pembatalan atas sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 20076/Banta-

Bantaeng, tercatat atas nama PT Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putra 1912, Dirman Pardosi

beranalogi bahwa sertipikat Hak Guna Bangunan yang sudah dibatalkan menjadi berlaku

kembali secara otomatis oleh karena adanya putusan Peradilan Tata Usaha Negara tersebut.

Sementara itu tanah yang telah ada putusan dari PTUN itu dijual oleh ahli waris dari

Bacce bin Kido seluas 1.243 m2 kepada Gunadi Yauw pada tanggal 1 Oktober 2007 dan Gunadi

Yauw mengalihkan tanah hak milik tersebut kepada yang John Tandiari melalui jual beli pada

tanggal 22 Oktober 2010.

Menurut Gunadi dan John seharusnya setelah terbitnya surat pembatalan atas Hak Guna

Bangunan dari Badan Pertanahan Nasional, PT Asuransi Jiwa Bersama sudah tidak memiliki

hak apapun lagi dan petitum atas putusan PTUN yang mencabut pembatalan tersebut tidak

beralasan hukum.

Ditambah ahli waris Becce bin Kido juga menyatakan bahwa memang PT Timurama

belum membebaskan tanah dari pemiliknya yaitu Bacce bin Kiddo, sehingga PT Timurama

tidak mempunyai hak apapun untuk menjual tanah tersebut kepada Asuransi Jiwa Bersama

Bumiputra, karena menurut pernyataan ahli waris Bacce bin Kido tidak pernah ada transaksi

apapun dengan PT Timurama.

Bukti berupa foto kopi kuitansi pembayaran atas tanah sengketa yang ditunjukan oleh

PT Timurama tidak jelas subjeknya, tidak ada tanggal transaksi dan tidak bermeterai. Namun

pada saat peninjauan kembali dengan Putusan Nomor 658 PK/Pdt/2017 John Tandiari

dinyatakan sebagai pihak yang kalah dengan pertimbangan hakim bahwa meskipun bukti

kepemilikan dibatalkan dan tidak mempunyai kekuatan hukum, namun tidak menghilangkan

kepemilikan bagi pemiliknya

Bertitik tolak dari pemikiran yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk

mengkaji permasalahan ini dalam bentuk tulisan berupa proposal tesis dengan judul

“Perlindungan Hukum Pembeli Tanah Yang Kehilangan Hak Akibat Jual Beli Atas Tanah

Yang Pernah Menjadi Objek Sengketa Pengadilan Tata Usaha Negara (Contoh Kasus: Putusan

Mahkamah Agung Nomor 658 PK/Pdt/2017)”.

Page 4: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

765

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis jelaskan, maka permasalahan yang akan

dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai bentuk perlindungan hukum bagi pembeli tanah

yang kehilangan hak akibat jual beli atas tanah yang pernah menjadi objek sengketa Pengadilan

Tata Usaha Negara dan bentuk tanggung jawab PPAT terhadap akta jual beli yang dibuat antara

Bacce bin Kiddo dengan Gunadi Yauw dan Gunadi Yauw dengan John Tandiari.

Sistematika penulisan ini disajikan secara sistimatis dalam sub sehingga penjelasannya dapat

terarah dengan baik. Sistematika ini terdiri dari 3 sub, yang akan diuraikan sebaga berikut:

Sub 1 PENDAHULUAN

Dalam sub ini akan dijelaskan tentang latar belakang, identifikasi dan perumusan

masalah, pertanggungjawaban sistematika.

Sub 2 Pembahasan

Sub ini menguraikan permasalahan hukum mengenai perlindungan hukum bagi pemilik

Sertipikat Hak Milik yang kehilangan hak akibat berlakunya kembali Sertipikat Hak Guna

Banguan yang telah dibatalkan dan pengaturan proses pembatalan sertipikat Hak Guna

Bangunan atas tanah yang telah ada lebih dulu sertipikat Hak Miliknya.

Sub 3 Penutup

Sub ini merupakan bagian terakhir yang berisikan kesimpulan yang merupakan jawaban

dari permasalahan dan saran yang merupakan rekomendasi untuk ilmu pengetahuan dalam

bidang ilmu hukum khususnya di bidang pertanahan.

2. PEMBAHASAN

Penulis akan membahas permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini. Terdapat

2 (dua) macam permasalahan yaitu mengenai bentuk perlindungan hukum bagi pembeli tanah

yang kehilangan hak akibat jual beli atas tanah yang pernah menjadi objek sengketa Pengadilan

Tata Usaha Negara dan bentuk tanggung jawab PPAT terhadap akta jual beli yang dibuat antara

Bacce bin Kiddo dengan Gunadi Yauw dan Gunadi Yauw dengan John Tandiari yang terbagi

menjadi dua Sub B.1 dan Sub B.2.

Para Pihak Dalam Perkara Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 658

PK/Pdt/2017:

a. John Tandiari sebagai Pemohon Peninjauan Kembali;

b. Dirman Pardosi sebagai Termohon Peninjauan Kembali;

c. Gunadi Yauw sebagai Turut Termohon Peninjauan Kembali

Pertimbangan Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 658

PK/Pdt/2017:

a. Bahwa alasan permohonan peninjauan kembali ke-II (kedua) yaitu adanya pertentangan

dalam putusan perkara a quo dengan Putusan Nomor 65 K/TUN/1998 tidak dapat

dibenarkan, sebab Peradilan Tata Usaha Negara tidak mengadili sengketa kepemilikan.

Oleh karenanya meskipun bukti kepemilikan dibatalkan dan tidak mempunyai kekuatan

hukum, namun tidak menghilangkan hak kepemilikan bagi pemiliknya;

b. Bahwa kewenangan untuk memutus dan menyelesaikan sengketa yang terkait dengan hak

kepemilikan adalah domain peradilan umum sedangkan peradilan tata usaha negara

berwenang untuk memutus dan menyelesaikan sengketa yang terkait dengan prosedur

administrasi penerbitan suatu hak;

Page 5: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

766

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

c. Bahwa oleh karena permohonan peninjauan kembali ke-II tersebut tidak memenuhi

ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10

Tahun 2009 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali maka permohonan

peninjauan kembali ke-II tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima;

d. Menimbang, bahwa oleh karena permohonan peninjauan kembali ke-II dari John Tandiari

dinyatakan tidak dapat diterima, maka John Tandiari dihukum untuk membayar biaya

perkara pada pemeriksaan peninjauan kembali ke II ini;

Amar Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 658 PK/Pdt/2017:

a. Menyatakan permohonan peninjauan kembali ke II dari John Tandiari tersebut tidak dapat

diterima;

b. Menyatakan permohonan peninjauan kembali ke II dari John Tandiari tersebut tidak dapat

diterima;

c. Menghukum John Tandiari untuk membayar biaya perkara pada pemeriksaan peninjauan

kembali ke II ini sejumlah Rp2.500.000,00.

2.1 Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Tanah Yang Kehilangan Hak Akibat Jual Beli

Atas Tanah Yang Pernah Menjadi Objek Sengketa Pengadilan Tata Usaha Negara

Berbicara mengenai jual beli, sebelum transaksi jual beli dilakukan ada beberapa hal

yang harus diketahui oleh penjual tanah dan pembeli tanah seperti hak dan kewajiban para

pihak. Pembeli sebelum bertransaksi harus mengetahui sejarah tanah yang akan dibelinya

sejelas-jelas mungkin, caranya yaitu dengan mencocokan keterangan yang diberitahukan oleh

penjual dengan memeriksakan langsung keadaan tanah kepada Badan Pertanahan Nasional

dimana tanah yang akan dibeli berada. Dapat juga melalui bantuan PPAT dalam pemeriksaanya

jika pembeli kurang memahami proses tersebut.

Dalam hukum adat juga menjelaskan bahwa jual beli tanah adalah perbuatan hukum

pemindahan ha katas tanah untuk selama-lamanya sehingga harus dilakukan secara terang dan

tunai. Secara terang artinya, transaksi dilakukan di hadapan pejabat umum yang berwenang,

dalam hal ini pejabat umum yang berwenang adalah PPAT, kewenangannya untuk membuat

akta-akta tertentu seperti Akta Jual Beli, tukar menukar, hibah, pemberian hak bangunan atas

tanah hak milik, pemberian hak tanggungan, dan pemberian hak pakai atas tanah hak milik.

Secara terang menurut hukum adat adalah di hadapan kepala adat.

Secara tunai artinya penjual menyerahkan tanah kepada pembeli dan pembeli membayar

harga yang telah disepakati. Meskipun harga yang dibayarkan belum lunas, hak atas tanah

sudah beralih kepada si pembeli karena jual beli sudah dilakukan.

Agar syarat terang dan tunai dalam jual beli tercapai yang pertama harus dilakukan oleh

penjual dan pembeli adalah dengan datang ke kantor PPAT yang dipilih berdasarkan

kesepakatan antara penjual dan pembeli tanah untuk melakukan transaksi jual beli tanah.

Dikarenakan secara hukum, peralihan ha katas tanah wajib dilakukan melalui PPAT, jika tidak

dengan PPAT dokumen-dokumen yang ditanda-tangani tidak berkekuatan hukum sehingga

sangat beresiko akan terjadi sengketa dikemudian hari.

Setelah datang ke kantor PPAT, PPAT akan memberikan penjelasan mengenai prosedur

dan syarat-syarat yang perlu dilengkapi baik oleh penjual maupun oleh pembeli. Pada

umumnya, yang pertama dilakukan PPAT sebelum transaksi dilakukan adalah melakukan

pemeriksaan sertifikat hak atas tanah dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Untuk pemeriksaan tersebut PPAT akan meminta asli sertifikat hak atas tanah dan Surat

Tanda Terima Setoran (STTS) PBB dari Penjual. Pemeriksaan sertifikat hak atas tanah

Page 6: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

767

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

diperlukan untuk memastikan kesesuaian data teknis dan yuridis antara sertifikat tanah dengan

Buku Tanah di Kantor Pertanahan.

Pemeriksaan sertifikat hak atas tanah juga dilakukan PPAT untuk memastikan bahwa

tanah tersebut tidak sedang terlibat sengketa hukum, tidak sedang dijaminkan, atau tidak

sedang berada dalam penyitaan pihak berwenang. Pemeriksaan STTS PBB dilakukan PPAT

untuk memastikan bahwa tanah tersebut tidak memiliki tagihan apapun yang tertunggak.

Hal lain yang perlu dipastikan sebelum menandatangani Akta Jual Beli juga pentingnya

persetujuan dari suami atau istri penjual dalam hal penjual telah menikah. Dalam suatu

pernikahan, akan terjadi percampuran harta bersama kekayaan masing-masing suami dan istri.

Begitu juga dengan hak atas tanah. Oleh karena hak atas tanah merupakan harta bersama dalam

pernikahan, penjualannya memerlukan persetujuan dari suami atau istri. Persetujuan tersebut

dapat diberikan dengan cara penandatanganan surat persetujuan khusus. Dalam hal ini, suami

atau istri dari pihak penjual turut menandatangani AJB.

Jika suami atau istri penjual telah meninggal, keadaan tersebut perlu dibuktikan dengan

Surat Keterangan Kematian dari kantor Kelurahan. Dengan meninggalnya suami atau istri,

anak-anak yang lahir dari pernikahan mereka akan hadir sebagai ahli waris dari tanah yang

akan dijual. Anak-anak tersebut juga wajib memberikan persetujuannya dalam AJB sebagai

ahli waris menggantikan persetujuan dari suami atau istri yang meninggal.

Kemudian penjual dan pembeli harus sudah ada kesepakatan atas harga jual beli tanah,

komponen biaya yang perlu dikeluarkan baik oleh penjual maupun pembeli terdiri dari Pajak

Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Untuk penjual

dikenakan Pajak PPh.

PPAT harus melakukan pemeriksaan mengenai keaslian sertipikat ke Kantor Pertanahan

terkait lalu, sebelum mendapatkan akta jual beli, penjual terlebih dahulu harus membayarkan

PPh. Tanpa ada pembayaran PPh, maka penjual dianggap melanggar aturan sehingga Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT) dapat menolak membuat Akta Jual Beli. Kemudian untuk harga

jasa PPAT sendiri sebesar 1% dari total transaksi.

Dasar hukum pengenaan PPh untuk penjual tanah menurut ketentuan dalam Pasal 1 Ayat

1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas

Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan

Jual Beli Atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya sebagai berikut:

a. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari:

1) Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau

2) Perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya,

terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.

b. Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada

Ayat 1 huruf a adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pihak yang mengalihkan

hak atas tanah dan/atau bangunan melalui penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak,

penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak.

Besarnya pajak penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah 2,5%

dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Setelah penjual dan

pembeli menyerahkan sertifikat tanah, bukti setor pajak dan dokumen identitas para pihak serta

membayar komponen biaya transaksi, penjual dan pembeli menghadap ke PPAT untuk

menandatangani Akta Jual Beli.

Sementara untuk pembeli, BPHTB, yaitu pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas

tanah dan atau bangunan. Menurut ketentuan dalam Pasal 85 Ayat 1 dan Ayat 2 huruf a angka

1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang

mengatur bahwa yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut salah satunya meliputi pemindahan hak

karena jual beli.

Page 7: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

768

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

Tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5% ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Untuk itu, mengenai BPTHB perlu dilihat dan disesuaikan kembali dengan peraturan di daerah

setempat. Seperti di DKI Jakarta BPHTB diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta Nomor 18 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan serta Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 126 Tahun 2017 tentang

Pengenaan 0% (Nol Persen) Atas Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Terhadap

Perolehan Hak Pertama Kali dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Sampai dengan

Rp2.000.000.000,00.

Apabila syarat-syarat tersebut sudah terpenuhi semua, maka penjual dan pembeli harus

menyerahkan persyaratan tersebut kepada PPAT dan selanjutnya PPAT akan memproses

transaksi jual beli hak atas tanah dengan membuatkan Akta Jual Beli (AJB) antara pihak

penjual dan pihak pembeli.

Penandatanganan wajib dihadiri oleh penjual dan calon pembeli atau orang yang diberi

kuasa dengan surat kuasa tertulis jika dikuasakan dan untuk menghindari adanya ke salah

pahaman dalam pembuatan akta biasanya disaksikan oleh dua orang saksi yang juga turut

menandatangani Akta Jual Beli. Umumnya kedua orang saksi tersebut berasal dari kantor

PPAT yang bersangkutan.

Pejabat pembuat Akta Tanah membacakan akta dan menjelaskan mengenai isi dan

maksud pembuatan akta, termasuk juga menanyakan kepada kedua pihak apakah sudah lunas

atau belum untuk transaksinya. Apabila isi akta telah disetujui oleh penjual dan calon pembeli

maka akta ditandatangani oleh penjual, calon pembeli, saksi-saksi dan PPAT.

Akta Jual Beli dibuat 3 lembar, 1 lembar disimpan di Kantor PPAT, 1 lembar

disampaikan ke Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran jual beli tanah, dan yang

diberikan kepada penjual dan pembeli adalah salinan sesuai asli.

Setelah Akta Jual Beli selesai dibuat, kemudian PPAT menyerahkan Akta Jual Beli ke

Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran jual beli tanah menjadi atas nama pembeli

selaku pemilik baru atas tanah tersebut. Bahwa penyerahan berkas-berkas tersebut harus

dilaksanakan selambat-lambatnya selama 7 (tujuh) hari kerja sejak akta tersebut

ditandatangani. Proses ini bisa berlangsung kurang lebih satu sampai tiga bulan.

Sebagai Warga Negara Indonesia yang memiliki Tanah di Indonesia wajib melakukan

pendaftaran tanah, diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah. Pendaftaran tanah menurut Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997

tentang Pendaftaran Tanah adalah:

“Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus,

berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengo-lahan, pembukuan, dan

penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar,

mengenai bidang-bidang tanah dan satuansatuan rumah susun, termasuk pemberian surat

tanda bukti haknya bagi bidangbidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas

satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya”.

Sistem pendaftaran tanah di Indonesia ada 2 yaitu sistem pendaftaran akta dan sistem

pendaftaran hak. Dalam sistem pendaftaran akta maupun sistem pendaftaran hak, setiap

pemberian atau menciptakan hak baru serta pemindahan dan pembebanannya dengan hak lain

kemudian harus dibuktikan dengan suatu akta. Dalam akta tersebut dengan sendirinya

dimuat data yuridis tanah yang bersangkutan, perbuatan hukumnya, haknya, penerima

haknya, dan hak apa yang dibebankan.

Namun, sistem publikasi yang digunakan dalam pendaftaran tanah menurut UUPA dan

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 adalah sistem negatif yang mengandung unsur

positif, yang artinya bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan

jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan dan bahwa sistem publikasinya adalah sistem

Page 8: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

769

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

negatif,tetapi mengandung unsur positif karena akan menghasilkan surat-sura ttanda

bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Hasil dari pada pendaftaran tanah yang memberikan jaminan perlindungan hukum dan

kepastian hukum kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah

karena dengan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah, akan berguna sebagai alat bukti

kepemilikan suatu hak atas tanah bagi pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

Sertipikat hak atas tanah menurut ketentuan Pasal 19 Ayat 2 UUPA merupakan surat

tanda bukti hak atas tanah yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dikatakan sebagai

alat pembuktian yang kuat karena sertipikat merupakan alat bukti dan sertipikat memberikan

perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah.

Dalam Pasal 31 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 sertipikat diterbitkan

untuk kepentingan pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Sertipikat hanya boleh

diserahkan kepada orang yang namanya tercantum di dalam buku tanah ataupun boleh

diserahkan kepada pihak lain namun pihak lain tersebut haruslah pihak yang telah diberikan

kuasa oleh orang yang namanya tercantum dalam sertipikat itu.

Pasal 32 juga menyebutkan bahwa dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertipikat

secara sah, pihak lain yang merasa berhak atas tanah itu tidak mengajukan keberatan ataupun

gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat itu maka

sertipikat itu telah sah menjadi milik orang yang menerbitkan sertipikat itu.

Dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah di Indonesia dilakukan oleh Badan

Pertanahan Nasional (BPN), di bantu oleh PPAT dan pejabat lain yang ditugaskan untuk

melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu yang diatur dalam peraturan pemerintah dan

peraturan perundang-undangan lainnya yang bersangkutan. Badan Pertanahan Nasional

berperan dalam membantu dan melayani masyarakat dalam mendapatkan haknya dibidang

pertanahan, serta dalam membantu masyarakat untuk dapat menemukan jalan penyelesaian bila

mana terdapat sengketa antar masyarakat mengenai haknya dibidang pertanahan.

Munculnya berbagai masalah mengenai tanah menunjukkan bahwa penggunaan,

penguasaan dan pemilikan tanah di negara kita ini belum tertib dan terarah. Masih banyak

penggunaan tanah yang saling tumpang tindih dalam berbagai kepentingan yang tidak sesuai

dengan peruntukannya.6

Banyak sekali permasalahan yang timbul setelah jual beli dan pendaftaran tanah

dilakuan, meskipun prosedur-prosedur sudah dilakukan secara sah menurut hukum pertanahan

yang berlaku seperti kasus yang terjadi pada John Tandiari berdasarkan Putusan Mahkamah

Agung Nomor 658/PK/PDT/2017, John Tandiari digugat oleh Dirman karena Dirman merasa

ia yang berhak atas tanah itu, Dirman membeli tanah itu dari PT Timurama berdasarkan Akta

Jual Beli pada tahun 1974.

John Tandiari membeli tanah tersebut dari Gunadi Yauw secara sah bersasarkan Akta

Jual Beli dan sertipikat hak milik sudah dibalik nama menjadi nama John Tandiari secara sah.

Kemudian pada tahun 2011 John Tandiari digugat oleh Dirman Pardosi atas perbuatan

melawan hukum karena telah menguasai tanah objek sengketa. Ternyata dalam Putusan

Pengadilan Makassar Nomor 143/Pdt.G/2011/PNMks karena tanah yang dibeli oleh John

Tandiari dari Gunadi Yauw pada tahun 2010 itu sedang dalam sengketa dan dalam penguasaan

Dirman Pardosi.

Sengketa yang terjadi yaitu karena Hak Guna Bangunan atas tanah milik Dirman Pardosi

tersebut dibatalkan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Sulawesi Selatan, sehingga Dirman

Pardosi langsung mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan otomatis tanah

yang bersengketa itu menjadi objek sengketa pengadilan. Seharusnya tanah yang sedang dalam

6 Rendra Onny Fernando Chandra, Penyelesaian Sengketa Sertifikat Ganda Hak Atas Tanah Menurut PP No.

24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Volume 26, Nomor 3, (Malang: Fakultas Hukum Universitas Islam

Malang, 2020), 359.

Page 9: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

770

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

sengketa pengadilan tidak boleh dilakukan jual beli. Oleh karena itu John Tandiari menjadi

orang yang sangat dirugikan pada kasus sengketa ini.

Penulis setuju dengan pendapat dari Siauw Hendri Leo Prayogo, S.H., Sp.N., dan Belinda

Tanto menjabat sebagai Notaris PPAT dalam hal sebelum memproses Akta Jual Beli harus dan

wajib meneliti baik data fisik dan data yuridis dari tanah tersebut, apakah tanah tersebut sedang

dalam sengketa baik menjadi objek sengketa pengadilan atau sengketa kepemilikan lainnya.

Apabila tanah tersebut sedang dalam sengketa pengadilan PPAT berhak untuk menolak

membuatkan Akta Jual Belinya, karena sebagai PPAT tidak boleh asal dalam memberikan

informasi kepada klien harus sejelas-jelasnya sampai pada sejarah tanah tersebut apabila PPAT

mengetahuinya agar tidak ada pihak yang dirugikan baik PPAT itu sendiri ataupun para pihak

yang terlibat dalam proses pembuatan Akta Jual Belinya.

Menurut ketentuan Pasal 39 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran tanah juga menyebutkan bahwa PPAT menolak membuat akta, jika objek

perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data

yuridisnya.

Kemudian penulis juga melakukan wawancara dengan Wawancara dengan Belinda

Tanto, S.H., M.Kn. (Notaris PPAT berkedudukan di Cilegon) membuahkan hasil sebagai

berikut:

Dalam hal perbuatan hukum baik untuk Akta Jual Beli Tanah, Akta Pembagian Hak

Bersama. Hibah dan Waris pengecekan sertipikat tanah wajib dilakukan oleh Notaris PPAT

sebelum dilaksanakannya perbuatan hukum atas tanah tersebut. Berdasarkan Pasal 97 Ayat 1

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

berbunyi: Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai pemindahan atau pembebanan

hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun PPAT wajib terlebih dahulu

melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah

atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan dengan daftar-daftar yang ada di

Kantor Pertanahan setempat dengan memperlihatkan sertipikat asli. Oleh karena itu PPAT

wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah

pada Kantor Pertanahan setempat.

Jika dikemudian hari ternyata tanah yang dibuatkan Akta Jual Beli oleh PPAT dibuat saat

tanah menjadi objek sengketa pengadilan, apabila kesalahan atau pelanggaran terjadi dari para

pihak (penjual dan pembeli), maka PPAT tidak dapat diminta pertanggungjawaban. PPAT

hanya mengkonstatir apa yang terjadi, apa yang dilihat, dan dikatakan oleh para pihak

kemudian PPAT menuangkannya ke dalam akta.

Namun apabila terjadi sengketa akibat kelalaian atau pelanggaran terhadap akta yang

dibuatnya sehingga merugikan para pihak ataupun pihak ketiga, maka PPAT harus

bertanggung jawab atas akta yang dibuatnya.

Menurut ketentuan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 2 Tahun 2018 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta

Tanah Pemberian sanksi yang dikenakan terhadap PPAT yang melakukan pelanggaran, dapat

berupa:

a. teguran tertulis;

b. pemberhentian sementara;

c. pemberhentian dengan hormat; atau

Page 10: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

771

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

d. pemberhentian dengan tidak hormat.

Beliau memberikan saran bagi para calon pembeli tanah agar mendapatkan perlindungan

hukum bahwa tanah yang akan dibeli tidak sedang dalam sengketa yaitu baru melakukan

perbuatan hukum atas tanah tersebut setelah hasil pengecekan sertipikat di Badan Pertanahan

Nasional dan dinyatakan bahwa tanah tersebut aman atau bersih dari sita, hak tanggungan,

sengketa dan merupakan sertipikat satu-satunya atas tanah tersebut.

Kemudian PPAT akan menjelaskan terlebih dahulu kepada calon pembeli bahwa

pengecekan sertipikat bersifat wajib, karena itu merupakan suatu tindakan preventif untuk

mencegah atau meminimalisir terjadinya sengketa tanah dimasa yang akan datang.

Pengecekan sertipikat dilakukan untuk mengetahui informasi atas tanah tersebut, yaitu

apakah tanah tersebut bebas dari sita, apakah tanah tersebut merupakan objek hak tanggungan,

apakah tanah tersebut bebas dari sengketa, apakah sertipikat tersebut adalah sertipikat satu-

satunya dan tidak pernah dibuatkan sertipikat pengganti atau sertipikat ganda.

Karena John Tandiari mendapatkan tanah tersebut secara sah menurut peraturan yang

berlaku tetap saja bukti kepemilikan atas tanah yang dimiliki oleh John Tandiari tidak

berkekuatan hukum tetap karena yang pertama tanah tersebut sudah dimiliki lebih dahulu oleh

Dirman Pardosi dengan Hak Guna Bangunan yang masih berlaku, kemudian yang kedua John

Tandiari membeli tanah dari Gunadi Yauw yang sebelumnya Gunadi Yauw membeli tanah

tersebut dari ahli waris Bacce bin Kiddo pada saat tanah tersebut masih menjadi objek sengketa

Pengadilan Tata Usaha Negara.

Meskipun sebenarnya Sertipikat Hak Milik atas tanah memberikan perlindungan hukum

kepada pemilik tanah karena dalam 5 tahun diterbitkanya secara sah suatu sertipikat tidak ada

yang mengajukan keberatan mengenai kepemilikan hak milik atas tanah maka tanah itu sudah

sah milik orang yang namanya tercantum dalam sertipipkat tersebut tetapi jika dalam proses

perolehan tanahnya terdapat cacat hukum maka perlindungan hukum tidak bisa diperoleh oleh

pemilik hak atas tanah.

Oleh karena itu agar pembeli tanah bisa mendapatkan perlindungan hukum secara utuh

sampai terbitnya sertipikat, baru melakukan perbuatan hukum atas tanah tersebut setelah hasil

pengecekan sertipikat di Badan Pertanahan Nasional dan dinyatakan bahwa tanah tersebut

aman atau bersih dari sita, hak tanggungan, sengketa dan merupakan sertipikat satu-satunya

atas tanah tersebut.

Kemudian PPAT akan menjelaskan terlebih dahulu kepada calon pembeli bahwa

pengecekan sertipikat bersifat wajib, karena itu merupakan suatu tindakan preventif untuk

mencegah atau meminimalisir terjadinya sengketa tanah dimasa yang akan datang. Edukasi

seperti ini yang sangat harus diberitahukan oleh PPAT kepada calon pembeli tanah maupun

penjual tanah karena sudah sering sekali terjadi sengketa tanah yang pada akhirnya merugikan

salah satu pihak dan juga memberikan citra buruk bagi PPAT yang membuatkan Akta Jual Beli

tanah tersebut.

Mengutip teori perlindungan hukum menurut Satjipto Rahardjo , perlindungan hukum

bertujuan untuk memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan

orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-

hak yang diberikan oleh hukum.

Penulis berpendapat berdasarkan teori tersebut sah saja jika Dirman Pardosi dan John

Tandiari menempuh jalur hukum yaitu pengadilan untuk mendapatkan hak mereka, dimana

Dirman merasa haknya telah dirampas oleh John dan John juga merasa haknya dirampas oleh

Dirman.

Perlindungan hukum bagi pembeli tanah bisa didapatkan dengan memastikan terlebih

dahulu pada saat sebelum dibuatkannya Akta Jual Beli dengan melakukan pemeriksaan surat-

Page 11: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

772

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

surat tanah sejelas-jelasnya melalui PPAT ataupun langsung kepada Badan Pertanahan

Nasional dimana tanah itu berada.

Sedangkan perlindungan hukum bagi pemilik tanah yang kehilangan hak akibat jual beli

atas tanah yang pernah menjadi objek sengketa Pengadilan Tata Usaha Negara adalah melalui

gugatan yang terdapat dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang

menyebutkan bahwa pihak yang merasa mempunyai hak atas tanah dapat mengajukan

keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang

bersangkutan ataupun langsung melalui Pengadilan mengenai pengguasaan tanah atau

penerbitan sertipikat dalam waktu 5 tahun sejak sertipikat diterbitkan.

Jika tidak mengajukan keberatan atau Gugatan ke pengadilan maka pihak yang merasa

berhak memiliki atas tanah tersebut tidak akan mendapatkan perlindungan hukum meskipun

tidak tahu hasilnya akan menang atau kalah, tetapi berupaya mendapatkan perlindungan hukum

itu diperlukan. Gugatan merupakan hak setiap Warga Negara Indonesia yang haknya dirampas

atau dirugikan oleh orang lain.

Kemudian, sebagai pembeli yang beritikad baik dan mendapatkan tanah atas jual beli

yang sah seharusnya pembeli yang dirugikan mendapat kompensansi uang ganti rugi beserta

harga jual beli atas tanah tersebut 100% (seratus persen) dari penjual, lalu untuk PPAT yang

membuatkan Akta ataupun Badan Pertanahan Nasional yang terbukti bersalah dalam

memberikan informasi ternyata tanah yang dilakukan perbuatan hukum sedang dalam objek

sengketa Pengadilan Tata Usaha Negara mengembalikan 100% (seratur persen) biaya

pembuatan Akta Jual Beli (uang jasa PPAT ) atau biaya administrasi atas pendaftaran jual beli

yang dilakukan di Badan Pertanahan Nasional wilayah setempat.

Dengan cara tersebut yang harusnya terdapat dalam Putusan Pengadilan menurut penulis

agar pembeli yang dirugikan bukan karena kesalahannya melainkan karena kesalahan dari

PPAT ataupun Badan Pertanahan Nasional bisa mendapatkan perlindungan hukum dan

keadilan, karena pembeli harus menyerahkan tanah yang semula miliknya kepada pemilik

tanah yang sebenarnya.

2.2 Tanggung Jawab PPAT Terhadap Akta Jual Beli Yang Dibuat Antara Bacce Bin

Kiddo Dengan Gunadi Yauw Dan Gunadi Yauw Dengan John Tandiari

Dalam hal kekuasaan jabatan yang dimiliki oleh PPAT, PPAT berkewenangan untuk

mengeluarkan produk hukum. Salah satu produk hukum yang dikeluarkan oleh PPAT dalam

pembasahan permasalahan ke 2 ini adalah Akta Jual Beli. PPAT sebagai pejabat yang

berwenang membuat akta menurut ketentuan Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37

tahun 1998 yaitu melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta

sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak

Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data

pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

Peralihan hak atas tanah melalui jual beli baru bisa didaftarkan jika ada akta yang dibuat

oleh PPAT yaitu Akta Jual Beli. Penandatangan Akta Jual Beli dilakukan langsung oleh

Penjual dan Pembeli. Pelaksanaan pembuatan Akta Jual Beli PPAT harus dihadiri oleh para

pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau orang yang dikuasakan

olehnya dengan surat kuasa tertulis.

Pembuatan Akta Jual Beli PPAT harus disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi

yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku memenuhi syarat untuk bertindak

sebagai saksi dalam suatu perbuatan hukum, yang memberi kesaksian antara lain mengenai

kehadiran para pihak atau kuasanya, keberadaan dokumen-dokumen yang ditunjukkan dalam

pembuatan akta, dan telah dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut oleh para pihak yang

bersangkutan.

Page 12: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

773

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

Saksi yang hadir harus dapat memberikan kesaksian mengenai identitas penghadap,

kehadiran para pihak, kebenaran data fisik dan yuridis objek, keberadaan dokumen dan telah

dilaksanakannya suatu perbuatan hukum. Kemudian PPAT wajib membacakan akta kepada

para pihak yang bersangkutan dan memberi penjelasan mengenai isi dan maksud pembuatan

akta, dan prosedur pendaftaran yang harus dilaksanakan selanjutnya sesuai ketentuan yang

berlaku.

Pembuatan Akta Jual Beli dapat dibuat apabila seluruh dokumen formal yang diperlukan

telah ada, seperti Surat Keterangan Hak Ahli Waris ataupun Surat Pernyataan Tidak Sengketa

dari Badan Pertanahan Nasional.

Setelah jual beli terjadi, dilakukan pembuatan Akta Jual Beli untuk dijadikan dasar

pendaftaran tanah dan beralihnya hak atas tanah. Hak atas tanah tersebut diwujudkan dalam

bentuk sertifikat. Sertifikat sebagai bukti kepemilikan suatu tanah menurut ketentuan dalam

Pasal 32 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yaitu:

Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat

mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data

yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang

bersangkutan.

Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang kuat, dalam arti bahwa selama tidak dapat

dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima

sebagai data yang benar. Sudah barang tentu data fisik maupun data yuridis yang tercantum

dalam sertifikat harus sesuai dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur yang

bersangkutan, karena data itu diambil dari buku tanah dan surat ukur tersebut.

Pada dasarnya jual beli tanah dilakukan atas dasar perjanjian. Perjanjian yang dimaksud

harus memenuhi 4 (empat) syarat menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata:

a. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c. suatu pokok persoalan tertentu;

d. suatu sebab yang tidak terlarang.

Ke-empat syarat di atas harus dipenuhi oleh para pihak, tetapi harus diingat bahwa atas

dasar kesepakatan perjanjian jual beli itu terjadi. Oleh karena itu pihak mana yang membuat

Akta Jual Beli ditentukan atas dasar kata sepakat. Sehingga kewajiban siapa yang menanggung

biaya pembuatan Akta Jual Beli di PPAT telah disepakati bersama. Hal tersebut bisa salah satu

pihak yang menanggung seluruhnya atau juga bisa keduanya sepakat untuk membayar biaya

pembuatan AJB bersama.

Dalam hal biaya yang diterima PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli menurut ketentuan

dalam Pasal 32 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 yaitu Uang jasa atau

honorarium PPAT dan PPAT Sementara, termasuk uang jasa atau honorarium saksi tidak boleh

melebihi 1% (satu persen) dari harga transaksi yang tercantum di dalam akta.

Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT tersebut tidak boleh mengandung cacat hukum,

sebab dapat mengganggu proses penerbitan sertifikat tanah bagi pemilik hak. Akta Jual Beli

yang dibuat harus sesuai dengan surat-surat sah yang dibawa oleh para Penghadap dan PPAT

wajib untuk meneliti kebenaran surat-surat tersebut.

Sebenarnya PPAT tidak wajib untuk memeriksa identitas seperti Kartu Tanda Penduduk,

Akta Lahir dan Kartu Keluarga, namun bila PPAT masih ragu akan kebenaran dokumen-

dokumen formal tersebut maka PPAT dapat meminta penghadapnya untuk membuat surat

pernyataan. Namun, yang menjadi kewajiban seorang PPAT berdasarkan hasil wawancara

dengan Siauw Hendry Leo Prayogo, seorang PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli baik

PPAT maupupun calon pembeli harus dan wajib meneliti baik data fisik dan data yuridis dari

Page 13: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

774

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

tanah tersebut, apakah tanah tersebut sedang dalam sengketa baik menjadi objek sengketa

pengadilan atau sengketa kepemilikan lainnya.

Apabila tanah tersebut sedang dalam sengketa pengadilan PPAT berhak untuk menolak

membuatkan Akta Jual Belinya, karena sebagai PPAT tidak boleh asal dalam memberikan

informasi kepada klien harus sejelas-jelasnya sampai pada sejarah tanah tersebut apabila PPAT

mengetahuinya agar tidak ada pihak yang dirugikan baik PPAT itu sendiri ataupun para pihak

yang terlibat dalam proses pembuatan Akta Jual Belinya.

PPAT dapat menolak membuatkan Akta apabila bidang tanah yang sudah terdaftar atau

hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli hak yang

bersangkutan atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di

Kantor Pertanahan dan objek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa

mengenai data fisik dan/atau data yuridisnya.

Dalam hal tanah yang menjadi objek sengketa di pengadilan tidak diperbolehkan dengan

alasan apapun dilakukan perbuatan hukum apapun atas tanah tersebut meskipun ada

persetujuan dari pemilik tanah bersangkutan dan calon pembeli tanah, karena objek yang ada

dalam segketa di pengadilan belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht.

Sangat beresiko jika dilakukan perbuatan hukum atas tanah yang menjadi objek sengketa.

Objek yang telah dinyatakan sita jaminan di pengadilan, sebelumnya Hakim akan

memberikan perintah kepada beberapa orang untuk memeriksa keadaan lokasi atau di lapangan

apakah benar objek tersebut ada nyatanya. Jika telah disetujui untuk dilakukan sita jaminan

maka akan diberitahukan melalui Surat Pemberitahuan sehingga tidak ada yang boleh

melakukan perbuatan hukum atas objek tersebut sampai ada putusan inkracht atas objek

tersebut baik objek itu adalah tanah sekalipun.

Mungkin saja surat pemberitahuan tersebut hanya diketahui oleh satu pihak saja, jika

dalam kasus sertipikat ganda pemilik sertipikat lain atas tanah yang sama yaitu tanah yang

menjadi objek sita pengadilan tidak mengetahui apa yang terjadi atas tanahnya yang sangatlah

dirugikan.

Kemudian PPAT yang terbukti membuatkan Akta Jual Beli tanah yang ternyata menjadi

objek sita pengadilan juga jika kesalahan tersebut terbukti yang kemudian menimbulkan

kecacatan dalam akta jual beli sehingga mengakibatkan akta tersebut menjadi batal demi

hukum, maka akan timbul kerugian yang dialami oleh PPAT tersebut.

PPAT dapat diminta untuk bertanggungjawab atas dasar kesalahan yang telah ia lakukan

pada saat pembuatan akta jual beli dan PPAT diwajibkan untuk memberi ganti kerugian dalam

bentuk penggantian biaya, bunga kepada para pihak yang mengalami kerugian.

Tetapi jika bukan kesalahan dari PPAT, seperti bahwa PPAT terbukti telah

memeriksakan dokumen-dokumen tanah sebelum dilakukan perbuatan hukum yaitu Akta Jual

Beli kepada Badan Pertanahan Nasional, maka menurut penulis PPAT tidak perlu bertanggung

jawab namun akta yang dibuatnya tetap batal demi hukum.

Oleh karena itu dalam transaksi jual beli sangat diperlukan itikad baik berupa kejujuran

serta kesepakatan antara penjual dan pembeli, karena selain mengenai masalah perlindungan

hukum kepada para pihak yang terlibat untuk saat transaksi berlangsung sampai setelah

transaksi dilakukan, PPAT sebagai pejabat yang turut melakukan perbuatan hukum juga

bertanggung jawab atas sengketa yang terjadi dikemudian hari.

Beberapa perbuatan yang sudah termasuk dalam tanggung jawab PPAT yaitu sejak PPAT

mulai menjelaskan terlebih dahulu kepada calon pembeli bahwa pengecekan sertipikat bersifat

wajib, karena itu merupakan suatu tindakan preventif untuk mencegah atau meminimalisir

terjadinya sengketa tanah dimasa yang akan datang.

Kemudian tanggung jawab ketika PPAT memeriksa sertipikat ke Badan Pertanahan

Nasional untuk mengetahui informasi atas tanah tersebut, yaitu apakah tanah tersebut bebas

dari sita, apakah tanah tersebut merupakan objek hak tanggungan, apakah tanah tersebut bebas

Page 14: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

775

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

dari sengketa, apakah sertipikat tersebut adalah sertipikat satu-satunya dan tidak pernah

dibuatkan sertipikat pengganti atau sertipikat ganda.

Menjawab permasalahan ke 2 yang penulis angkat dalam penelitian ini, pertama penulis

akan membahas mengenai tanggung jawab PPAT terhadap Akta Jual Beli yang dibuat antara

ahli waris Bacce Bin Kiddo dengan Gunadi Yauw dan Gunadi Yauw dengan John Tandiari

dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 658 PK/Pdt/2017 bahwa Gunadi Yauw menyatakan

dalam eksepsi bahwa Gunadi Yauw mengetahui bahwa tanah yang dibeli sudah bersertipikat

Hak Guna Bangunan Nomor 20076 atas nama PT Asuransi Jiwa Bumiputra yang sudah

dibatalkan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Sulawesi Selatan

Beserta menurut Gunadi Yauw Putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang menyatakan

untuk mencabut Surat Pembatalan atas Hak Guna Bangunan tersebut tidak dapat serta merta

menghidupkan kembali Sertipikat Hak Guna Banguan tersebut karena dalam putusan PTUN

tidak ditemukan adanya kalimat yang menyatakan memerintahkan Kantor Pertanahan Kota

Makassar untuk menerbitkan Sertipikat Hak Guna Bangunan itu kembali.

Menurut ketentuan dalam Penjelasan Pasal 26 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40

Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah,

ketentuan ini diadakan untuk menjamin kelangsungan penguasaan tanah dengan HGB yang

pada umumnya dipergunakan untuk tempat tinggal yang merupakan kebutuhan pokok

masyarakat. Perpanjangan dan pembaruan HGB diberikan atas permohonan pemegang hak.

Untuk itu dalam pemberian pembaruan hak yang telah dibatalkan tersebut harus terlebih

dahulu dilakukan penilaian apakah pemegang Hak Guna Bangunan tersebut masih

menggunakan tanahnya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam keputusan pemberian

Hak Guna Bangunan yang pertama kali, serta tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata

Ruang yang berlaku.

Hak Guna Bangunan nantinya dapat diperbarui dengan syarat mengajukan permohonan

tertulis kepada Kantor Pertanahan dengan syarat yang sama dengan perpanjangan Hak Guna

Bangunan. Perpanjangan atau pembaruan Hak Guna Bangunan dicatat dalam buku tanah pada

Kantor Pertanahan. Dengan demikian, menurut penulis alasan Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional Sulawesi Selatan membatalkan Sertipikat Hak Guna Bangunan karena

tidak dapat memenuhi syarat dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996,

sehingga perpanjangan Hak Guna Bangunan atas nama Dirman PT Asuransi Jiwa Bumiputra

dibatalkan.

Yang menjadi akar dari permasalahannya adalah PPAT yang sudah mengetahui jika

tanah tersebut sedang menjadi objek sita di Pengadilan Tata Usaha Negara tetapi tetap

membuatkan Akta Jual Beli dan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Sulawesi Selatan

yang tidak menolak pendaftaran jual beli atas nama John Tandiari.

Menurut penulis seharusnya Badan Pertanahan Nasional harus menolak pendaftaran jual

beli tanah tersebut karena tanah sedang menjadi objek sengketa Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pencatatan data pertanahan di Badan Pertanahan Nasional yang kacau seperti ini sangatlah

merugikan masyarakat yang memiliki hak atas tanah karena masyarakat tidak pernah tahu

apakah tanah yang mereka miliki dan mereka pergunakan saat ini bisa saja telah dimiliki oleh

orang lain ataupun akan dimiliki oleh orang lain dengan hak yang sama atau hak yang berbeda.

Jika melihat dari sudut pandang tersebut menurut penulis PPAT dapat dimintakan

pertanggung jawaban karena PPAT sudah melakukan pelanggaran hukum yang mana

seharusnya PPAT menolak membuatkan Akta Jual Beli antara Gunadi Yauw sebagai pemilik

berikut penjual tanah dengan John Tandiari sebagai calon pembeli. Oleh karena itu perbuatan

PPAT tersebut dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran hukum, terdapat 4 syarat yaitu

Page 15: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

776

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

bertentangan dengan kewajiban hukum PPAT, bertentangan dengan hak subjektif orang lain,

bertentangan dengan kesusilaan, bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.

Sanksi perdata dapat dijatuhkan kepada PPAT tersebut atas perbuatan melanggar hukum

(onrechtmatige daad), yaitu perbuatan yang menimbulkan kerugian, dan secara normatif

perbuatan tersebut tunduk menurut ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yang

menyatakan bahwa:

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian

tersebut”.

Pada waktu PPAT membuatkan Akta Jual Beli untuk Ahli waris Bacce Bin Kiddo

sebagai pemilik tanah berikut penjual tanah dengan Gunadi Yauw, tanah tersebut belum

menjadi objek sita dan Badan Pertanahan Nasional tidak memberikan informasi bahwa tanah

itu telah bersertipikat Hak Guna Bangunan atas nama PT Asuransi Jiwa Bumiputra yang

seharusnya Badan Pertanahan Nasional memberitahukan bahwa tanah tersebut sudah

bersertipikat Hak Guna Bangunan atas nama PT Asuransi Jiwa Bumiputra karena bisa menjadi

sengketa sertipikat ganda atau tumpang tindis kepemilikan. Menurut penulis pada saat itu

PPAT tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban.

Namun pada waktu pembuatan Akta Jual Beli antara Gunadi Yauw slaku pemilik tanah

berikut penjual tanah dengan John Tandiari sebagai calon pembeli tanah PPAT sudah

mengetahui bahwa tanah yang akan dilakukan perbuatan hukum sedang menjadi objek sita

pengadilan. Oleh sebab itu menurut penulis PPAT tersebut dapat dimintakan

pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.

Karena pelaksanaan tugas dan jabatan PPAT berkaitan dengan kewajiban seorang PPAT

untuk mewujudkan akta otentik yang berkekuatan pembuktian sempurna, mengandung cacat

hukum, yang kemudian oleh suatu putusan pengadilan dinyatakan tidak otentik karena syarat-

syarat formil dan materil dari prosedur pembuatan akta PPAT tidak dipenuhi, sehingga menjadi

akta dibawah tangan atau bahkan dinyatakan batal, atau menjadi batal demi hukum, dan

mengakibatkan suatu kerugian, maka terhadap kejadian tersebut menjadi bertentangan dengan

kewajiban hukum bagi PPAT, dan PPAT tersebut bertanggung jawab atas kerugian itu

PPAT tersebut harus bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang diderita oleh

para pihak tersebut dalam bentuk penggantian biaya dan ganti rugi. Akibat dari adanya

kesalahan karena kesengajaan maupun kelalaian berupa kurang hati-hati, tidak cermat dan

tidak telitian dalam pelaksanaan kewajiban hukum bagi PPAT dalam pembuatan akta jual beli

tanah, sehingga menyebabkan pelaksanaan hak subjektif seseorang menjadi terganggu dan

menimbulkan suatu kerugian bagi John Tandiari.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan PPAT Belinda Tanto beliau berpendapat

apabila terjadi sengketa akibat kelalaian atau pelanggaran terhadap akta yang dibuatnya

sehingga merugikan para pihak ataupun pihak ketiga, maka PPAT harus bertanggung jawab

atas akta yang dibuatnya. Menurut ketentuan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2018 tentang Pembinaan dan

Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah Pemberian sanksi yang dikenakan terhadap PPAT

yang melakukan pelanggaran, dapat berupa:

a. teguran tertulis;

b. pemberhentian sementara;

c. pemberhentian dengan hormat; atau

d. pemberhentian dengan tidak hormat.

Page 16: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

777

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

Tetapi menurut penulis John Tandiari yang sudah mengetahui juga bahwa tanah yang

akan dibelinya sedang menjadi objek sita Pengadilan Tata Usaha Negara mengapa tetap

melanjutkan jual beli tersebut. Sebagai pembeli yang beritikad baik seharusnya jika

mengetahui ada yang tidak seharusnya terjadi dalam transaksi jual beli tidak melanjutkan

karena pada akhirnya akan merugikan John Tandiari sendiri di masa depan.

Jadi menurut pendapat penulis, PPAT tetap turut bertanggungjawab tersebut dapat

diberhentikan dengan tidak hormat menurut ketentuan dalam Pasal 10 Ayat 1 dan Ayat 3

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan

Pejabat Pembuat Akta Tanah karena PPAT secara sadar dan sengaja untuk secara bersama-

sama dengan para pihak yang bersangkutan melakukan suatu tindakan hukum yang

diketahuinya sebagai tindakan yang melanggar hukum.

Penulis menjabarkan beberapa putusan pengadilan yang membuktikan bahwa alasan

Gunadi Yauw dan John Tandiari berada di pihak yang kalah di bawah ini:

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Makassar No. 143/Pdt.G/2011/PNMks Gunadi

Yauw dan John Tandiari sebagai tergugat dan turut tergugat sebagai pihak yang kalah karena

pertimbangan Hakim menyatakan menurut hukum bahwa tanah objek sengketa adalah milik

Dirman Pardosi berdasarkan sertifikat Hak Guna Bangunan menyatakan surat-surat yang

berada di tangan Gunadi Yauw dan John Tandiari sepanjang berkaitan dengan tanah objek

sengketa tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, menyatakan perbuatan tergugat dan

turut tergugat menguasai tanah objek sengketa adalah perbuatan melawan hukum, Menghukum

Gunadi Yauw dan John Tandiari atau siapa saja yang memperoleh hak dari padanya atas tanah

objek sengketa untuk mengosongkan dan menyerahkan tanah objek sengketa kepada Dirman

Pardosi tanpa syarat apapun;

Menurut pendapat penulis Hakim memberikan pertimbangan tersebut karena memang

yang lebih dahulu terbit adalah Sertipikat Hak Guna Bangunan atas nama Dirman Pardosi,

sehingga Gunadi tidak dapat mengambil hak tersebut dan menggantinya menjadi hak milik

meskipun didapatkan berdasarkan Akta Jual Beli.

Berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Makassar No. 164/Pdt/2012/PTMks Gunadi

Yauw dan John Tandiari sebagai para pemohon Banding dan kalah dalam Banding karena

Putusan Pengadilan Tinggi menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor

143/Pdt.G/2011/PN.Mks dengan pertimbangan yang sama yaitu menyatakan menurut hukum

bahwa tanah objek sengketa adalah milik Dirman Pardosi berdasarkan sertifikat HGB

menyatakan Surat-surat yang berada di tangan Gunadi Yauw dan John Tandiari sepanjang

berkaitan dengan tanah objek sengketa tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,

menyatakan perbuatan tergugat dan turut tergugat menguasai tanah objek sengketa adalah

perbuatan melawan hukum, menghukum Gunadi Yauw dan John Tandiari atau siapa saja yang

memperoleh hak dari padanya atas tanah objek sengketa untuk mengosongkan dan

menyerahkan tanah objek sengketa kepada Dirman Pardosi tanpa syarat apapun, menyatakan

perbuatan Gunadi Yauw dan John Tandiari menguasai tanah objek sengketa adalah perbuatan

melawan hukum.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2996 K/Pdt/2012 Gunadi Yauw dan

John Tandiari sebagai para pemohon Kasasi dan Kasasi yang diajukan ditolak karena menurut

pertimbangan Hakim Dirman Pardosi mampu membuktikan dalilnya sebagai pemilik atas Hak

Guna Bangunan dan bahwa objek sengketa adalah terbukti tanah milik Dirman Pardosi yang

dibeli dari PT. Timurama pada tahun 1974.

Artinya Dirman Pardosi dapat membuktikan di Pengadilan bahwa tanah tersebut

memang telah didapatkannya secara sah menurut hukum yang kemudian dihak miliki oleh

Page 17: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

778

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

Gunadi dan John Tandiari yang mana apabila telah lebih dulu terbit sertipikat Hak Guna

Bangunan yang masih berlaku tetapi diterbitkan sertipikat Hak Milik oleh Gunadi kemudian

diterbitkan kembali atas jual beli dengan John Tandiari.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 83 PK/Pdt/2016 Gunadi Yauw dan John

Tandiari sebagai para pemohon Peninjauan Kembali dan Peninjauan Kembali yang diajukan

ditolak karena menurut pertimbangan Hakim perbuatan Becce bin Kido/kuasanya yang

mengalihkan tanah objek sengketa kepada Tergugat juga tidak sah karena tanah tersebut telah

diperoleh Dirman dengan membeli pada PT Timurama berdasarkan Akta Jual Beli tanggal 24

Desember 1980 yang kemudian diperpanjang menjadi SHGB Nomor 20076/Banta-Bantaeng

tanggal 21 Juli 2002 atas nama Dirman Pardosi, kepemilikan John Tandiary yang didasarkan

pada Akta Jual Beli Nomor 37/2010 antara Gunadi Yauw dengan John Tandiary tidak

mempunyai kekuatan hukum lagi, apalagi jual beli dilaksanakan pada saat perkara di PTUN

sedang berjalan;

Oleh karena itu menurut penulis pertanggungjawaban PPAT yang membuat Akta Jual

Beli antara Gunadi Yauw dengan John Tandiari telah melanggar hukum yang secara sadar

dilakukan menurut penulis dapat diberikan saksi berupa sanksi Administratif yaitu PPAT

tersebut dapat dikenai sanksi pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya dan sanski

denda administratif karena telah melanggar larangan atau melalaikan kewajibannya

berdasarkan Pasal 10 Ayat 1 dan Ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang

Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Kemudian sanksi Perdata karena akta PPAT yang dinyatakan batal dan/atau batal demi

hukum berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu

pada kasus ini Putusan Mahkamah Agung Nomor 658 PK/Pdt/2017 dikategorikan sebagai

perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan suatu kerugian bagi para pihak, maka PPAT

dapat dimintai pertanggungjawaban dalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi dan bunga

dalam Pasal 1243 sampai dengan Pasal 1252 KUHPerdata.

Dapat juga dijatuhi sanksi Pidana karena menurut penulis perbuatan PPAT tersebut

terbukti secara sengaja dan direncanakan baik sendiri maupun secara bersama-sama dengan

Gunadi Yauw dan John Tandiari mengetahui bahwa tanah yang akan dijual belikan sedang

menjadi objek sita Pengadilan Tata Usaha Negara dapat dikenai sanksi pidana sesuai peraturan

yang berlaku.

Penulis melihat menurut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998

Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta peraturan perundang-

undangan terkait PPAT lainnya belum mengatur secara tegas mengenai perlindungan hukum

kepada PPAT dalam melaksanakan tugas jabatannya berkaitan dengan prosedur khusus

penegakan hukum terhadap PPAT

3. PENUTUP

Simpulan

a. Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Tanah Yang Kehilangan Hak Akibat Jual Beli

Atas Tanah Yang Pernah Menjadi Objek Sengketa Pengadilan Tata Usaha Negara

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Penulis menyimpulkan bahwa Perlindungan

Hukum Bagi Pembeli Tanah Yang Kehilangan Hak Akibat Jual Beli Atas Tanah Yang Pernah

Menjadi Objek Sengketa Pengadilan Tata Usaha Negara adalah melalui gugatan yang terdapat

dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa pihak

yang merasa mempunyai hak atas tanah dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada

pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun langsung

Page 18: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

779

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

melalui Pengadilan karena Gugatan merupakan hak setiap Warga Negara Indonesia yang

haknya dirampas atau dirugikan oleh orang lain. Kemudian pembeli yang beritikad baik dan

membeli tanah atas jual beli yang sah mengalami kerugian mendapat kompensansi uang ganti

rugi beserta harga jual beli atas tanah tersebut 100% (seratus persen) dari penjual, lalu untuk

PPAT yang membuatkan Akta ataupun Badan Pertanahan Nasional yang terbukti bersalah

dalam memberikan informasi ternyata tanah yang dilakukan perbuatan hukum sedang dalam

objek sengketa Pengadilan Tata Usaha Negara mengembalikan 100% (seratur persen) biaya

pembuatan Akta Jual Beli (uang jasa PPAT ) atau biaya administrasi atas pendaftaran jual beli

yang dilakukan di Badan Pertanahan Nasional wilayah setempat. Dengan cara tersebut yang

harusnya terdapat dalam Putusan Pengadilan menurut penulis agar pembeli yang dirugikan

bukan karena kesalahannya melainkan karena kesalahan dari PPAT ataupun Badan Pertanahan

Nasional bisa mendapatkan perlindungan hukum dan keadilan, karena pembeli harus

menyerahkan tanah yang semula miliknya kepada pemilik tanah yang sebenarnya.

b. Tanggung Jawab PPAT Terhadap Akta Jual Beli Yang Dibuat Antara Bacce Bin

Kiddo Dengan Gunadi Yauw Dan Gunadi Yauw Dengan John Tandiari

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Penulis menyimpulkan bahwa PPAT tidak

dapat dimintakan pertanggungjawaban karena pada waktu pembuatan Akta Jual Beli untuk

Ahli waris Bacce Bin Kiddo sebagai pemilik tanah berikut penjual tanah dengan Gunadi Yauw,

tanah tersebut belum menjadi objek sita dan Badan Pertanahan Nasional tidak memberikan

informasi bahwa tanah itu telah bersertipikat Hak Guna Bangunan atas nama PT Asuransi Jiwa

Bumiputra yang seharusnya Badan Pertanahan Nasional memberitahukan bahwa tanah tersebut

sudah bersertipikat Hak Guna Bangunan atas nama PT Asuransi Jiwa Bumiputra karena bisa

menjadi sengketa sertipikat ganda atau tumpang tindis kepemilikan. Pertanggungjawaban

PPAT dapat diminta atas pembuatan Akta Jual Beli antara Gunadi Yauw dengan John Tandiari

karena telah melanggar hukum yang secara sadar dilakukan, menurut penulis dapat diberikan

saksi berupa sanksi Administratif yaitu PPAT tersebut dapat dikenai sanksi pemberhentian

dengan tidak hormat dari jabatannya dan sanski denda administratif karena telah melanggar

larangan atau melalaikan kewajibannya berdasarkan Pasal 10 Ayat 1 dan Ayat 3 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Kemudian sanksi Perdata karena akta PPAT yang dinyatakan batal dan/atau batal demi hukum

berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu pada kasus

ini Putusan Mahkamah Agung Nomor 658 PK/Pdt/2017 dikategorikan sebagai perbuatan

melanggar hukum yang menimbulkan suatu kerugian bagi para pihak, maka PPAT dapat

dimintai pertanggungjawaban dalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi dan bunga

berdasarkan Pasal 1243-Pasal 1252 KUHPerdata dan Sanksi Pidana karena menurut penulis

perbuatan PPAT tersebut terbukti secara sengaja dan direncanakan baik sendiri maupun secara

bersama-sama dengan Gunadi Yauw dan John Tandiari mengetahui bahwa tanah yang akan

dijual belikan sedang menjadi objek sita Pengadilan Tata Usaha Negara dapat dikenai sanksi

pidana sesuai peraturan yang berlaku.

Saran

Teruntuk calon pembeli tanah agar terhindar dari sengketa atas tanah yang akan dibeli

di kemudian harinya harus melakukan pemeriksaan sedetail-detailnya atas bukti kepemilikan

hak atas tanah tersebut, tidak hanya percaya berdasarkan keterangan dari penjual tanah karena

kita tidak pernah mengetahui alasan baik atau buruk yang sebenarnya penjual mau menjual

tanah tersebut. Lebih baik calon pembeli memeriksakan sendiri tanah yang akan dibeli ke

Kantor Pertanahan setempat atau dapat juga meminta bantuan PPAT untuk memeriksakan ke

Kantor Pertanahan agar lebih jelas dan lebih efisien. Untuk mendapatkan kepastian bahwa

tanah yang akan dibeli tidak sedang dalam sengketa, tidak menjadi objek sita, tidak sedang

Page 19: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

780

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

dijaminkan dan tidak sedang berada dalam kekuasaan pihak lain selain atas nama penjual itu

sendiri dengan hak yang sama atau hak yang berbeda. Jika tanah yang akan dibeli ternyata

mencurigakan ataupun terbukti sedang menjadi objek sita maka jangan pernah membeli tanah

itu karena pasti akan membuat calon pembeli terjebak dalam sengketa yang merugikan.

Page 20: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

781

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

DAFTAR PUSTAKA

A. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1959 Nomor 1959.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104. Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 2043.

Himpunan Pertaturan Undang-Undang Kuhper (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

Tahun 2018.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1961 Tentang

Pendaftaran Tanah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59.

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah

Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 120. Tambagan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5893.

Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999

Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak

Pengelolaan. Lembaran Negara Republik Indoonesia Tahun 1999.

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Pengajuan Permohonan

Peninjauan Kembali.

B. Buku

Ismaya, Samun. Hukum Administrasi Pertanahan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013.

Sutedi, Adrian. Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya. Jakarta: Sinar Grafika,

2010.

Soekanto, Soerjono, Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.

Diantha, I Made Pasek. Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori

Hukum. Jakarta: Kencana, 2017.

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2008.

C. Artikel/Jurnal

Onny Fernando Chandra, Rendra. Penyelesaian Sengketa Sertifikat Ganda Hak Atas Tanah

Menurut PP No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Volume 26. Nomor 3. (Malang:

Fakultas Hukum Universitas Islam Malang, 2020).

D. Internet

http://notarismichael.com

https://www.liputan6.com/properti/read/3580739/ini-kelebihan-shm-atau-sertifikat-hak-milik

E. Yurisprudensi

Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 143/Pdt.G/2011/PNMks.

Page 21: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI TANAH YANG …

782

Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310

Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor. 164/Pdt/2012/PTMks.

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2996 K/Pdt/2012.

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 83 PK/Pdt/2016.

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 658 PK/Pdt/2017.