perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

171
PERLINDUN LELANG DAL EKS TESIS NGAN HUKUM TERHADAP P LAM PROSES PELAKSANAAN SEKUSI HAK TANGGUNGAN NIRMALA SARI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 PEMBELI N LELANG N

Upload: lenguyet

Post on 09-Dec-2016

270 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

1

TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELILELANG DALAM PROSES PELAKSANAAN LELANG

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

NIRMALA SARI

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

1

TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELILELANG DALAM PROSES PELAKSANAAN LELANG

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

NIRMALA SARI

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

1

TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELILELANG DALAM PROSES PELAKSANAAN LELANG

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

NIRMALA SARI

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

Page 2: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

2

TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELILELANG DALAM PELAKSANAAN LELANG

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

NIRMALA SARI

NIM. 1392461006

PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI KENOTARIATAN

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

i

2

TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELILELANG DALAM PELAKSANAAN LELANG

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

NIRMALA SARI

NIM. 1392461006

PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI KENOTARIATAN

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

i

2

TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELILELANG DALAM PELAKSANAAN LELANG

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

NIRMALA SARI

NIM. 1392461006

PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI KENOTARIATAN

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

i

Page 3: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

3

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELILELANG DALAM PELAKSANAAN LELANG

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magisterpada Program Studi Kenotariatan Pascasarjana Universitas Udayana

NIRMALA SARINIM. 1392461006

PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI KENOTARIATAN

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

ii

Page 4: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

4

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUIPADA TANGGAL 17 APRIL 2015

KOMISI PEMBIMBING

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. I Wayan Parsa,SH.,MHum Dr. I Made Udiana,SH.,MHNIP 19591231 198602 1 007 NIP 19550925 198610 1 001

MENGETAHUI :

Ketua Program Magister Kenotariatan Direktur Program PascasarjanaProgram Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana

Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K)NIP. 196 40402 198911 2 001 NIP. 19590215 198510 2 001

iii

Page 5: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

5

Tesis Ini Telah Diuji

Pada Tanggal : 15 April 2015

Panitia Penguji Tesis

Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana

Nomor : 1119/UN14.4/HK/2015

Tanggal : 10 April 2015

Ketua : Prof. Dr. I Wayan Parsa, SH., MHum

Anggota :

1. Dr. I Made Udiana, SH., MH

2. Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., MH., LLM

3. Dr. I Ketut Westra, SH., MH

4. Dr. I Made Sarjana, SH., MH

iv

Page 6: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

6

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : NIRMALA SARI

NIM : 1392461006

Program Studi : Kenotariatan

Judul Tesis : Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Lelang

Dalam Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan

Dengan ini menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya ilmiah tesis ini bebas

dari plagiat. Apabila dikemudian hari karya ilmiah tesis ini terbukti plagiat, maka

saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan

yang berlaku.

Denpasar, 31 Januari 2015

Yang Membuat Pernyataan

(Nirmala Sari)

v

Page 7: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

7

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul

“Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Lelang Dalam Pelaksanaan Lelang

Eksekusi Hak Tanggungan”. Penulis berharap agar tesis ini dapat memberikan

informasi dan menambah khasanah pengetahuan dalam ranah hukum lelang

terkait dengan jabatan notaris sebagai pejabat lelang kelas II. Dalam penulisan

tesis ini, penulis menyadari masih terdapat kekurangan, untuk itu besar harapan

penulis semoga tesis ini memenuhi kriteria sebagai salah satu syarat untuk meraih

Gelar Magister Kenotariatan pada Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Penulisan tesis ini tidak akan dapat terwujud tanpa bantuan serta dukungan

dari pembimbing dan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan terima kasi yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. I

Wayan Parsa, SH.,MHum., selaku Pembimbing Pertama dan Dr. I Made Udiana,

SH.,MH. selaku Pembimbing Kedua yang telah memberikan dukungan, semangat,

saran srta dengan penuh kesabaran membimbing penulis selama menyelesaikan

tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Ketut

Suastika, Sp. PD-KEMD selaku Rektor Universitas Udayana beserta staff atas

kesempatan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan studi pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terimakasih juga ditujukan

kepada Prof. Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) selaku Direktur Program

Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis

vi

Page 8: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

8

untuk menjadi mahasiswa program Magister pada Program Pascasarjana

Universitas Udayana. Penulis juga mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya

kepada Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH., MH, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk

mengikuti Program Magister dan kepada Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH.,Mhum,

selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana atas

segenap perhatian, bimbingan dan petunjuk yang selama ini diberikan.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu Dosen

pengajar di Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana

Universitas Udayana atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama

perkuliahan berlangsung. Ucapan terimakasih kepada Bapak dan Ibu seluruh staff

dan karyawan di Sekretariat Magister Kenotariatan Universitas Udayana yang

telah membantu penulis dalam proses administrasi selama perkuliahan

berlangsung dan selama proses penulisan tesis ini berlangsung.

Terimakasih juga penulis tujukan kepada orang tua tercinta Yanto

Aminoto dan Liliana Dewi dan juga adik-adik tercinta, Yusuf, Yunus, Yuwono,

dan Juwita yang senantiasa mendoakan, mendukung dan memberikan semangat

selama penulis menjalani masa perkuliahan dan selama proses tesis ini.

Terimakasih pula penulis ucapkan kepada Diana Prayogo, Felia Hertanto, Nico

Hendrata, dan seluruh anggota JIJI yang telah memberikan semangat, dukungan

dan bantuan hingga tesis ini dapat berlangsung.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Samuel Cibro, SH.,

Junaedi Kariadi, SH., MH., Komang Trianna, SH., Ni Nyoman Tri Indrayanti,

vii

Page 9: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

9

SH., Putu Elik Sulistyawati, SH., Anak Agung Istri Candra Pramita, SH., I Gusti

Ayu Aryastini, SP, SH., serta seluruh teman-teman angkatan VI Magister

Kenotariatan Universitas Udayana yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu dan

telah memberikan semangat dan dukungan dalam penulisan tesis ini serta semua

pihak yang telah mendukung proses pembuatan tesis ini.

Terimakasih juga penulis sampaikan kepada tim pelayan anak eagle kids,

connect group imam bonjol, Lemakers, dan seluruh keluarga besar Gereja Mawar

Sharon satelit the light Bali atas dukungan dan doa yang tidak kunjung habisnya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis tepat pada waktunya.

Penulis juga menyampaikan terimakasih terhadap seluruh staff Jaya Agung

Terang dan Jaya Agung Sentosa yang selalu memberikan dukungan dalam

menyelesaikan tesis ini.

Sebagai akhir kata penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa, Yesus

Kristus yang selalu memberikan kasih karunia dan berkatnya kepada kita semua

dan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan

menambah kepustakaan di bidang kenotariatan serta berguna bagi masyarakat.

Denpasar, 31 Januari 2015

Penulis

viii

Page 10: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

10

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI LELANG DALAMPELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

Hak tanggungan merupakan perlindungan hukum bagi kreditor apabiladebitor tidak dapat melakukan kewajibannya untuk melunasi hutangnya kepadakreditor. Pelunasan hutang kreditor dilakukan dengan cara penjualan objekjaminan hak tanggungan melalui pelelangan umum. Permasalahan dalampelelangan terjadi ketika pemenang lelang tidak dapat menguasai objek lelangyang dibelinya dikarenakan susahnya pengosongan dan adanya gugatan dari pihakdebitor ataupun pihak ketiga. Perlindungan hukum harus diberikan terhadappemenang lelang yang berarti adanya kepastian hukum hak pemenang lelang atasobyek yang dibelinya melalui lelang. Proses lelang yang telah dilakukan akanmenimbulkan akibat hukum yaitu peralihan hak obyek lelang dari penjual kepadapemenang lelang. Dalam peralihan hak obyek lelang ternyata menimbulkan suatupermasalahan, seperti tidak dapat dikuasainya obyek lelang oleh pemenang lelang,serta pembatalan lelang berdasar putusan. Adanya pembatalan lelang eksekusi haktanggungan oleh putusan pengadilan mengakibatkan pemenuhan hak preferenyang diberikan oleh undang-undang kepada kreditur pemegang hak tanggunganmelalui lelang eksekusi menjadi tidak memiliki kepastian hukum. Penelitian inidilakukan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi pemenanglelang eksekusi hak tanggungan atas penguasaan obyek lelang dan bagaimanatanggung jawab pejabat lelang terhadap penjualan lelang hak tanggungan dan jugaupaya hukum apa saja yang dapat dilakukan oleh pembeli lelang beritikad baikatas pembatalan eksekusi lelang oleh putusan pengadilan. Penelitian ini dilakukandengan metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwahukum positif Indonesia yang mengatur tentang lelang yaitu Vendu Reglement,HIR, serta PMK Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Perubahan Atas PMK Nomor93/PMK.06/2010 dan PMK Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang PetunjukPelaksanaan Lelang. Adanya pembatalan lelang eksekusi hak tanggungan olehputusan pengadilan mengakibatkan pemenuhan hak preferen yang diberikan olehundang-undang kepada kreditur pemegang hak tanggungan melalui lelangeksekusi menjadi tidak memiliki kepastian hukum.

Kata Kunci : Perlindungan hukum, Lelang Pemenang lelang, Eksekusi haktanggungan.

ix

Page 11: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

11

ABSTRACT

LEGAL PROTECTION FOR THE AUCTION WINNER EXECUTION IN THEAUCTION EXECUTION OF THE MASTERY OBJECT AUCTION

Dependent rights is a legal protection for creditors if the debtor cannotperform their responsibility to pay off the debt to the creditor. Debt repayment ofcreditors can make sales collateral dependent rights objects through publicauction. The problems in the auction occurs when the auction winner can’t masterthe auction object bought due to the discharge of his difficult and the existence ofa lawsuit from the debtor or a third party. Legal protection against the winner ofthe auction means legal certainty rights the auction winner of the object boughtby auction. In the auction process that has been done will lead to legalconsequences which the object right transfer from the seller to the auction thewinning bidder. In fact the process of transition right auction object cause aproblems, for example an object can’t be mastered by the auction winner, as wellas the cancellation of the auction based on the decision of the District Court.Cancellation of the auction execution by the court ruling cause theimplementation of the preferen rights that giving by the law to the creditormortgage holders through the auction execution be not have legal certainty. Thisresearch was conducted to determine how the legal protection for the auctionwinner execution of the mastery object auction and to find how the responsibilityof the auction officials to auction sales rights and legal protection for dependantsauction winner and what kind of remedy for the auction winner who has a goodfaith because a cancellation of the auction execution by the court. This researchwas conducted by the method of juridicial normative. The result of this researchconcluded that Indonesian positive law which are Vendu Reglement, HIR, and thePMK 106/PMK.06/2013 about the changes of the PMK 93/PMK.06/2010 and thePMK 93/PMK.06/2010 about the instruction of auction not yet give legalprotection against the winner of the auction is. While the auction treatise doesn’tprovide legal protection to the auction winner. Cancellation of the auctionexecution by the court ruling cause the implementation of the preferen rights thatgiving by the law to the creditor mortgage holders through the auction executionbe not have legal certainty.

Keywords : Legal protection, Auction winner, Execution of mortgage.

x

Page 12: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

12

RINGKASAN

Tesis ini menganalisis mengenai perlindungan hukum pembeli lelangdalam pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan. Adapun dalam tesis ini terdiridari enam bab yang dapat diuraikan sebagai berikut.

Bab I merupakan bab pendahuluan yang menguraikan latar belakangmengenai permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan judul yang dipilih, yaituPerlindungan Hukum Terhadap Pembeli Lelang Dalam Proses PelaksanaanLelang Eksekusi Hak Tanggungan. Berawal dari perjanjian kredit yangmenimbulkan adanya jaminan yang dibebani hak tanggungan bertujuan agarapabila debitor tidak dapat memenuhi kewajibannya maka kreditor dapatmendapatkan pelunasannya dari hasil penjualan jaminan yang dibebani haktanggungan tersebut. Pada penulisan tesis ini membahas tentang perlindunganhukum pembeli lelang dalam pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan.Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut maka pada sub bab inidiuraikan mengenai rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, landasanteoritis serta metode penelitian yang digunakan.

Bab II merupakan tinjauan pustaka yaitu bab yang tersusun atas teoriumum yang merupakan dasar-dasar pemikiran, yang digunakan dalam menjawabpermasalahan terdiri dari dua sub bahasan. Pada sub bahasan pertama membahastentang tinjauan umum lelang yang terdiri dari pengertian dan dasar hukumlelang, fungsi dan asas lelang, pejabat lelang, jenis-jenis lelang, dan akta risalahlelang sebagai akta otentik, Pada sub bahasan kedua membahas tentang tinjauanumum hak tanggungan yang terdiri dari pengertian hak tanggungan, subjek danobjek hak tanggungan, asas-asas hak tanggungan, pemberian hak tanggungan, danlahir dan berakhirnya hak tanggungan. Teori-teori umum ini merupakan kumpulanpendapat para ahli di bidang hukum lelang atau merupakan bahan dari hasilpenelitian sebelumnya.

Bab III merupakan hasil penelitian dan pembahasan terhadap rumusanmasalah pertama umum yang terdiri dari tiga sub bahasan. Pada sub bahasanpertama membahas mengenai hak tanggungan sebagai jaminan kredit pada bank.Pada sub bahasan kedua membahas mengenai kekuatan eksekutorial haktanggungan. Pada sub bahasan ketiga membahas tentang perlindungan hukumpembeli lelang eksekutorial hak tanggungan yang dibatalkan oleh pengadilan.

Bab IV merupakan hasil penelitian dan pembahasan terhadap rumusanmasalah kedua yang terdiri dari tiga sub bahasan. Pada sub bahasan pertamamembahas tentang pembatalan eksekusi lelang melalui pengadilan. Pada subbahasan kedua membahas tentang akibat hukum pembatalan eksekusi lelang. Padasub bahasan ketiga membahas tentang upaya hukum yang dapat dilakukan olehpihak-pihak yang merasa dirugikan atas pembatalan eksekusi lelang.

Bab V sebagai bab penutup menguraikan mengenai simpulan dan saranyang didapatkan dari hasil uraian analisis yang dilakukan pada bab-babsebelumnya. Adapun simpulan yang didapatkan dari pembahasan tersebut terdiridari dua yaitu: pertama bahwa peraturan pelaksanaan lelang yang ada selama initidak memberikan perlindungan hukum secara preventif kepada pemenang lelangartinya bahwa Vendu Reglement yang menjadi dasar hukum utama lelang di

xi

Page 13: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

13

Indonesia, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentangPerubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentangPetunjuk Pelaksanaan Lelang belum ditemukan adanya perlindungan hukumkepada pemenang lelang eksekusi hak tanggungan. Risalah lelang tidakmemberikan perlindungan hukum kepada pemenang lelang atas penguasaan objeklelang. Perlindungan hukum secara represif diberikan oleh HIR dalam halpengosongan objek lelang dapat meminta bantuan Pengadilan Negeri dan apabilaterjadi bantahan pemenang lelang dapat mengajukan upaya hukum berupabanding dan kasasi. Kedua, Lelang merupakan bentuk jual beli yang masihterbuka terhadap bantahan/keberatan/gugatan dari pihak ketiga. Jika terjadibantahan akibat gugatan yang diajukan oleh pihak ketiga yang pada akhirnyagugatan tersebut masuk ke pengadilan dan putusan pengadilan memenangkangugatan pihak ke tiga tersebut, maka pemenang lelang dapat mengajukan upayahukum ke pengadilan tinggi untuk menyelesaikan persoalan yaitu melaluiBanding dan melalui Mahkamah Agung untuk Kasasi. Hal ini dikarenakanpenjualan melalui lelang termasuk dalam penjualan perdata dan upaya hukumyang dapat dilakukan adalah upaya hukum dalam ruang lingkup hukum acaraperdata. Adapun saran dalam penelitian ini ada tiga yaitu: pertama, Guna untukmewujudkan perlindungan hukum terutama bagi pembeli lelang, maka diperlukanadanya pembaharuan peraturan lelang oleh pemerintah yaitu dengan caramelakukan perombakan terhadap norma-norma dalam Vendu Reglement karenanorma-norma didalamnya sudah tidak relevan lagi dalam perkembangan hukumyang pesat saat ini, juga peraturan teknis pelaksanaan lelang agar tidakmenimbulkan celah hukum yang merugikan bagi pihak debitur, kreditur,pemenang lelang, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan. Untuk menunjangperlindungan hukum secara preventif yang masih belum ada maka pejabat lelangdan pembeli lelang harus lebih cermat, teliti dan berhati-hati dalam prosespelaksanaan lelang terutama dalam hal keabsahan dokumen-dokumen terkaitobyek lelang. Kedua, adanya upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak-pihakyang merasa dirugikan telah memberikan celah untuk adanyabantahan/gugatan/keberatan meskipun risalah lelang seharusnya telah mempunyaikekuatan hukum tetap namun dalam prakteknya pembeli lelang eksekusi haktanggungan dapat dibatalkan berdasarkan putusan pengadilan. Hal ini bertujuanuntuk memberikan kesempatan kepada pihak lain yang merasa dirugikan ataspenjualan lelang tersebut. Upaya hukum yang telah disediakan untuk kedua belahpihak telah disediakan dan jelas, hal ini untuk menunjang tercapainya tujuanhukum yaitu keadilan dan juga kepastian hukum tidak hanya pada sisi pembelilelang namun juga untuk sisi penjual lelang maupun pihak ketiga yang dirugikan.

xii

Page 14: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

14

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ............................................................................................ i

PRASYARAT GELAR ...................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI .................................................................. iv

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT.................................................................. v

UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. vi

ABSTRAK ......................................................................................................... ix

ABSTRACT ......................................................................................................... x

RINGKASAN ..................................................................................................... xi

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ....................................................................... 15

1.3. Tujuan Penelitian......................................................................... 15

1.3.1. Tujuan Umum.................................................................. 15

1.3.2. Tujuan Khusus ................................................................. 16

1.4. Manfaat Penelitian....................................................................... 16

1.4.1. Manfaat Teoritis............................................................... 16

xiii

Page 15: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

15

1.4.2. Manfaat Praktis ................................................................ 17

1.5. Landasan Teoritis ........................................................................ 17

1.5.1. Teori Perlindungan Hukum ............................................. 18

1.5.2. Teori Pertanggungjawaban .............................................. 21

1.5.3. Konsep Lelang ................................................................. 28

1.5.3.1 Pengertian Lelang.............................................. 28

1.5.3.2. Jenis Lelang ....................................................... 30

1.5.4. Asas Itikad Baik............................................................... 32

1.6. Metode Penelitian........................................................................ 36

1.6.1. Jenis Penelitian ................................................................ 36

1.6.2. Jenis Pendekatan.............................................................. 37

1.6.3. Sumber Bahan Hukum/Data ............................................ 39

1.6.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum............................... 41

1.6.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum ............. 41

1.7. Sistematika Penulisan.................................................................. 42

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LELANG DANHAK TANGGUNGAN ....................................................................... 44

2.1. Tinjauan Umum Tentang Lelang................................................. 44

2.1.1. Pengertian dan Dasar Hukum Lelang .............................. 44

2.1.2. Fungsi dan Asas Lelang................................................... 51

2.1.3. Pejabat Lelang ................................................................ 52

xiv

Page 16: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

16

2.1.4. Jenis-Jenis Lelang............................................................ 54

2.1.5. Akta Risalah Lelang Sebagai Akta Otentik ..................... 57

2.2. Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan .................................. 60

2.2.1.Pengertian Hak Tanggungan.............................................. 60

2.2.2.Subjek dan Objek Hak Tanggungan .................................. 63

2.2.3.Asas-Asas Hak Tanggungan ............................................. 64

2.2.4.Pemberian Hak Tanggungan.............................................. 72

2.2.5.Lahir dan Berakhirnya Hak Tanggungan........................... 77

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM PEMBELI LELANGEKSEKUSI ......................................................................................... 81

3.1. Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Kredit Pada Bank ................ 81

3.2. Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan.................................... 92

3.3. Perlindungan Hukum Pembeli Lelang Eksekutorial ................... 102Hak Tanggungan Yang Dibatalkan Oleh Pengadilan..................

BAB IV UPAYA HUKUM TERHADAP PEMBATALANEKSEKUSI LELANG MELALUI PENGADILAN...................... 115

4.1. Pembatalan Eksekusi Lelang Melalui Pengadilan....................... 115

4.2. Akibat Hukum Pembatalan Eksekusi Lelang .............................. 127

4.3. Upaya Hukum Atas Pembatalan Eksekusi Lelang ...................... 136

BAB V. PENUTUP ......................................................................................... 148

5.1. Kesimpulan.................................................................................. 148

5.2. Saran-Saran.................................................................................. 149

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ viii

xv

Page 17: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat dalam usaha memenuhi kebutuhannya membutuhkan suatu

pendananaan dari bank, yaitu salah satunya dengan cara pengkreditan. Menurut

Muchdarsyah Sinungan, memberikan pengertian kredit sebagai suatu pemberian

prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan

lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu kontra

prestasi berupa bunga.1 Pengertian ini apabila dikaitkan dengan pengertian kredit

dari Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (UU Perbankan) mempunyai

persamaan, dimana berdasarkan Pasal 1 angka 11 UU Perbankan, Kredit di

definisikan sebagai sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”

Dalam pemberian kredit unsur esensialnya adalah kepercayaan yaitu dari

bank sebagai kreditur terhadap peminjam sebagai debitur dengan dilandasi adanya

1

1 Muchdarsyah Sinungan, 1984, Dasar-dasar dan Teknik ManagementKredit, PT Bina Aksara, Jakarta, Cet. II, hal. 12.

Page 18: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

2

kesepakatan pinjam meminjam. Pemberian kredit merupakan suatu perjanjian

utang piutang antara bank dengan debitur yang ditekankan kepada kesepakatan

para pihak yaitu berdasar pada kebebasan dalam membuat perikatan yang diatur

dalam Pasal 1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut

KUHPerdata) yang menyatakan bahwa: “Tiap orang berwenang untuk membuat

perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu.” Selain itu adapula

Pasal 1338 KUHPerdata sistem pengaturan perjanjian yang menyebutkan “Semua

perjanjian yang dibuat sesuai dengan Undang-Undang berlaku sebagai Undang-

Undang bagi mereka yang membuatnya.” Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan

bahwa asas kebebasan berkontrak merupakan suatu asas dalam hukum perjanjian

pada umumnya yang intinya memperbolehkan para pihak untuk secara bebas

menuangkan kehendaknya, kemudian disusun dalam perjanjian yang mengikat

para pihak yang menandatangani perjanjian asal saja tidak bertentangan dengan

undang-undang, kesusilaan baik, atau ketertiban umum.

Pada perjanjian kredit terdapat dua perjanjian yaitu perjanjian pokok dan

perjanjian tambahan (accesoir). Perjanjian pokoknya merupakan perjanjian kredit

yang dibuat bank bersama debitur dalam rangka kegiatan usaha pemberian kredit

perbankan, dan perjanjian accesoirnya merupakan perjanjian hak

tanggungan.Dibuatnya suatu perjanjian kredit antara bank dengan debitur

bertujuan agar memberikan kepastian atas pengembalian pinjaman. Perjanjian

pinjam meminjam antara bank dengan peminjam diikat dengan hak jaminan.

Perjanjian jaminan yang dibuat antara kreditur dengan debitur membuat suatu

janji dengan mengikatkan benda tertentu atau kesanggupan pihak debitur, dengan

Page 19: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

3

tujuan memberikan keamanan dan kepastian hukum pengembalian kredit atau

pelaksanaan perjanjian pokok jaminan. Dalam perjanjian kredit menghendaki

adanya jaminan atau anggunan yang dapat digunakan sebagai pengganti

pelunasan hutang bilamana dikemudian hari apabila debitur cidera janji atau

wanprestasi.

Apabila debitur cidera janji dengan tidak melakukan pelunasan setelah

melewati proses somasi atas perjanjian utang-piutang dalam hak tanggungan,

maka sertifikat hak tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial, diperjanjikan

atau tidak diperjanjikan dalam akta pembebanan hak tanggungan. Karena

sertifikat hak tanggungan tersebut pada dasarnya merupakan suatu grose akta

yang berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Maka eksekusi hak tanggungan berdasarkan Pasal 20 ayat (1) huruf b Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan

cara pelelangan dimuka umum.

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan yaitu: “Apabila debitur cidera janji, pemegang Hak

Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas

kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan

piutangnya dari hasil penjualan asset tersebut”, artinya adalah apabila debitur

cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual

objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta

mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Konsep ini dalam

KUHPerdata dikenal sebagai Parate Eksekusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

Page 20: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

4

1178 ayat (2) KUHPerdata. Dengan konsep parate eksekusi, pemegang Hak

Tanggungan tidak perlu meminta persetujuan terlebih dahulu kepada pemberi Hak

Tanggungan, dan tidak perlu juga meminta penetapan pengadilan setempat

apabila akan melakukan eksekusi atas Hak Tanggungan yang menjadi jaminan

utang debitur dalam hal debitur cidera janji.2 Pemegang Hak Tanggungan dapat

langsung datang dan meminta kepada Kepala Kantor Lelang untuk melakukan

pelelangan atas objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. 3 Konsep ini

merupakan terobosan atas proses eksekusi yang ada sebelum lahirnya Undang-

undang Hak Tanggungan, dimana eksekusi atas grosse akta hipotik hanya dapat

dilakukan melalui eksekusi di Pengadilan Negeri yang memakan waktu yang lama

dan biaya eksekusi yang relatif lebih besar dibandingkan dengan Parate Eksekusi

Hak Tanggungan.4

Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan

penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau

menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman

lelang. Keberadaan lembaga lelang di Indonesia yang diatur di dalam sistem

hukum dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat diantaranya

penyelesaian sengketa yang telah memperoleh putusan pengadilan. Penjualan

umum melalui lembaga lelang diatur di dalam Vendu Reglement (Peraturan

Lelang Stbl. 1908 Nomor 189) dan Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stbl. 1908

2 Remy Sjahdeini, 1999, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan, Alumni, Bandung,hal. 46.

3Ibid.4Ibid.

Page 21: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

5

Nomor 190). Di dalam Vendu Reglement mengatur hal-hal yang sifatnya

mengkhusus namun tetap dikuasai oleh ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata

Pasal 1319 yang menyatakan bahwa, “Semua perjanjian baik yang mempunyai

nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada

peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu.”

Lelang eksekusi menurut Penjelasan Pasal 41 Peraturan Menteri Negara

Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah,5 meliputi lelang Putusan Pengadilan, Hak Tanggungan, sita

pajak, sita Kejaksaan atau Penyidik dan sita Panitia Urusan Piutang Negara.

Sedangkan lelang sukarela adalah lelang atas prakarsa sendiri pihak yang berhak

atas objek yang akan dilelang. Berbeda halnya dengan lelang eksekusi yang

peralihan haknya dilakukan oleh kreditur. Dalam lelang eksekusi, lembaga yang

berwenang melaksanakannya adalah Kantor Lelang Negara sedangkan untuk

lelang sukarela dapat dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara atau Balai Lelang

Swasta.

Dalam pelaksanaan lelang khususnya lelang eksekusi, potensi gugatan

sangat tinggi. Total gugatan yang masuk ke DJKN/KPKNL (berdasarkan Buletin

Media Kekayaan Negara Edisi No.14 Tahun IV/2013) adalah 2.458 dan 1.500

5 Penjelasan Pasal 41 ayat (4): “Lelang eksekusi meliputi lelang dalamrangka pelaksanaan putusan pengadilan, hak tanggungan, sita pajak, sitaKejaksaan/Penyidik dan sita Panitian Urusan Piutang Negara. Dalam pelelanganeksekusi kadang-kadang tereksekusi menolak untuk menyerahkan sertifikat aslihak yang akan dilelang. Hal ini tidak boleh menghalangi dilaksanakannya lelang.Oleh karena itu lelang eksekusi tetap dapat dilaksanakan walaupun sertifikat aslitanah tersebut tidak dapat diperoleh Pejabat lelang dari tereksekusi.”

Page 22: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

6

lebih adalah gugatan dari lelang eksekusi Pasal 6 Hak Tanggungan. Hal ini

dikarenakan dalam lelang eksekusi, kebanyakan barang dilelang tanpa

kesukarelaan dari pemilik barang dan seringkali banyak pihak yang

berkepentingan terhadap barang tersebut tidak menginginkan lelang, sehingga

dalam praktek terdapat para pihak yang merasakan kepentingannya terganggu

dengan adanya pelaksanaan lelang. Pihak-pihak yang merasa kepentingannya

terganggu berkaitan dengan lelang atas suatu objek lelang, biasanya akan

mengajukan gugatan di pengadilan, untuk memperjuangkan haknya yang terkait

dengan objek yang dilelang, sehingga terdapat banyak perkara baik perdata

maupun tata usaha negara berkaitan dengan lelang.

Peralihan hak melalui lelang dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu

peralihan hak dengan beralih dan peralihan hak dengan cara dialihkan.6 Beralih

yang dimaksud artinya bahwa peralihan hak tersebut terjadi manakala pemegang

haknya meninggal dunia sehingga secara hukum ahli waris akan memperoleh hak

tersebut. Sedangkan peralihan hak karena dialihkan terjadi manakala perbuatan

hukum dilakukan secara sengaja agar pihak lain memperoleh hak

tersebut.Peralihan hak terhadap benda tak bergerak melalui lembaga lelang

dilakukan dengan jual beli secara resmi di hadapan pejabat lelang. Dalam

prakteknya benda tak bergerak seperti tanah yang sering mengalami permasalahan

dalam Peralihan haknya melalui lembaga lelang. Secara yuridis, yang dilelang

dalam hal ini adalah hak atas tanah.

6 Urip Santoso, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah,Kencana, Jakarta, hal. 383.

Page 23: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

7

Tujuan daripada lelang hak atas tanah adalah agar pembeli lelang dapat

secara sah menguasai dan menggunakan tanah. Sebagaimana diketahui bahwa

tanah merupakan benda yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Peraturan yang ada

terkait dengan lelang tersebut terkadang tidak mampu dalam menampung kasus-

kasus yang terjadi di masyarakat.Peralihan hak dengan pelelangan hanya dapat

didaftar jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat

Lelang baik dalam lelang eksekusi dan lelang sukarela.7

1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK/06/2010

tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang menyatakan bahwa:

“Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan

penawaran harga secara tertulis dan atau lisan yang semakin meningkat

atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan

pengumuman lelang.”

2. UU Nomor 19 Thn 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Pasal 1 sub 17, menyatakan bahwa:”Lelang adalah penjualan barang

di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau

tertulis melalui usaha pengumpulan calon pembeli atau peminat.”

Salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat adalah

adanya pembangunan nasional berupa pembangunan ekonomi. Adapun upaya

7 Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia Sejarah PembentukanUndang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1, Cet. XII,Djambatan, Jakarta, hal. 516.

Page 24: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

8

yang dilakukan masyarakat adalah melakukan usaha dengan dukungan dana dan

tersedianya dana dari bank dalam bentuk kredit. Dalam Pasal 1 angka 11 Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

menyatakan bahwa kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara

bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Pemberian kredit

merupakan suatu perjanjian utang-piutang antara bank dengan debitur, yang

ditekankan kepada kesepakatan para pihak yang berdasarkan asas kebebasan

berkontrak namun dalam prakteknya pemberian kredit sering mengalami resiko

kemacetan kredit.

Adanya resiko kemacetan kredit maka untuk mengatasinya perlu adanya

perjanjian pinjam meminjam antara kreditur dengan debitur yang diikat dengan

jaminan. Tujuan dari pengikatan jaminan adalah untuk memberikan kepastian dan

keamanan atas pelaksanaan kredit tersebut jika terjadi wanprestasi yang

diakibatkan oleh debitur. Jika debitur melakukan wanprestasi atau cidera janji

maka kreditur dapat mengambil pelunasannya melalui pelelangan umum yang

berdasarkan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

yang tercantum dalam sertifikat hak tanggungan.

Sertifikat hak tanggungan memiliki titel eksekutorial yang mempunyai

kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan. Pemerintah membentuk

suatu lembaga yaitu Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (selanjutnya

Page 25: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

9

disingkat KP2LN) sebagai sarana penjualan lelang. Sehingga lelang dapat menjadi

sarana penjualan yang efisien untuk memperoleh pelunasan bagi kreditur. Namun

dalam kenyataannya banyak kendala-kendala serta masalah yang timbul di dalam

pelaksanaanya diantaranya yaitu pemenang lelang yang beritikad baik tidak dapat

memperoleh dan menikmati atas barang yang telah dimenangkannya.

Secara normatif sebenarnya tidak ada peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang asas lelang, namun apabila dicermati dari klausula-klausula

dalam peraturan perundang-undangan di bidang lelang dapat ditemukan adanya

asas lelang, yaitu:

a. Asas Transparansi

Asas ini mengandung makna bahwa cara penjualan umum melalui lelang

dilakukan dimuka umum. Lelangnya pun harus diumumkan terlebih dahulu,

agar masyarakat mengetahui akan adanya lelang dan barang lelangnya cepat

terjual. Lelang harus dikontrol ini terbukti dengan adanya sistem lelang yang

sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan untuk memberikan

perlindungan/kepastian kepada masyarakat/pembeli mengenai objek lelang

tersebut. Oleh karena itu setiap pelaksanaan lelang harus didahului dengan

pengumuman lelang. Asas ini juga untuk mencegah terjadinya praktek

persaingan usaha tidak sehat, dan tidak memberikan kesempatan adanya

praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

b. Asas Akuntabilitas

Maksud akuntabilitas adalah lelang dalam pelaksanaannya dapat

dipertanggungjawabkan. Hal ini dibuktikan dengan adanya akta yang bersifat

Page 26: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

10

otentik yaitu Akta Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang dan sistem

pelaksanaan lelang sudah diatur oleh Undang-Undang.

c. Asas Efisiensi

Menjamin pelaksanaan lelang dilakukan dengan cepat dan dengan biaya yang

relatif murah karena lelang dilakukan dalam tempat dan waktu yang telah

ditentukan dan pembeli disahkan saat itu juga. Pelaksanaan lelang tidak

membutuhkan waktu yang lama, tidak perlu mencari-cari pembeli dan tidak

perlu bernegosiasi seperti transaksi jual beli pada umumnya. Tidak hanya itu

saja, objek lelang pun sebelumnya telah diteliti baik fisik maupun aspek

juridisnya oleh pejabat lelang dan transaksi lelang dilakukan pada satu waktu

dan pada satu tempat yang telah ditentukan. Penjualannya pun tidak

diperkenankan melalui perantara dan pembayarannya bersifat tunai.

d. Asas Certainty (kepastian)

Kepastian lelang sudah diatur sebagaimana dalam Peraturan Menteri Keuangan

Pelaksanaan Lelang, yaitu Lelang di pimpin oleh Pejabat Lelang yang

diselenggarakan oleh Kantor Lelang Negara. Tempat, tanggal, waktu dan objek

lelang telah ditetapkan sebelumnya dan diumumkan kepada masyarakat.

Pelaksanaan lelang tidak mudah untuk ditunda atau dibatalkan kecuali melalui

putusan/penetapan pengadilan.

e. Asas Keadilan

Mengandung pengertian bahwa dalam proses pelaksanaan lelang harus dapat

memenuhi rasa keadilan secara proporsional bagi setiap pihak yang

berkepentingan. Asas ini untuk mencegah terjadinya keberpihakan pejabat

Page 27: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

11

lelang kepada peserta lelang tertentu atau berpihak hanya kepada kepentingan

penjual. Khusus pada pelaksanaan lelang eksekusi, penjual lelang tidak dapat

menentukan harga limit secara sewenang-wenang yang berakibat merugikan

pihak tereksekusi.

Berdasarkan asas-asas lelang yang diuraikan diatas, menimbulkan

beberapa kebaikan lelang. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 106/PMK.06/2013 Perubahan Atas Peraturan Menteri

Keuangan 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan, kebaikan lelang antara

lain adalah aman, cepat, dan mewujudkan harga yang wajar, selain itu kebaikan

lelang yaitu dapat memberikan kepastian hukum bagi pelaksanaan lelang.

Adapula Putusan Perkara Pengadilan Negeri Malang Nomor:

133/Pdt.G/2000/PN.Mlg tanggal 27 Pebruari 2001 jo. Pengadilan Tinggi Surabaya

Nomor: 934/Pdt/2001/PT.Sby tanggal 25 April 2002 sebagai contoh kasus nyata

putusan pengadilan yang merugikan pembeli lelang. Perkara ini antara Paulus

Suryatika sebagai Penggugat lawan PT. Bank Bumi Daya (Persero) sekarang

menjadi PT. Bank Mandiri Tergugat I: Yusuf Ismail sebagai Tergugat II;

Wellyansah (d/h Thio kok Soey) sebagai Tergugat III; Departemen Keuangan Cq

BUPLN Cq KP3N sebagai Tergugat IV; Yusuf Barasyid sebagai Tergugat V;

Kepala Wilayah Kecamatan Purwodadi (Camat) Tergugat VI; Kepala Desa Sentul

Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan sebagai Tergugat VII.

Adapun posita gugatan antara lain: bahwa Penggugat adalah pemilik yang

sah atas sebidang tanah/bangunan SHM Nomor: 5 seluas 1486 m2 yang

disewakan pada Tergugat III, selanjutnya karena Tergugat III ingkar janji dalam

Page 28: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

12

perjanjian sewa menyewa tersebut, maka penggugat telah mengajukan gugatan

terdaftar dalam register Perkara Pengadilan Negeri Malang Nomor:

198/PDT/G/1986/PN.Malang Jo Perkara Nomor 783/PDT/1987/PT.Surabaya, Jo.

Perkara Nomor: 2438 K/PDT/1988, perkara mana telah mempunyai kekuatan

hukum yang pasti, dan isi putusan pengadilan tersebut telah pula dilaksanakan

eksekusi melalui perantaraan Pengadilan Negeri Bangil sesuai Berita Acara

Pengosongan. Perkara tersebut diakhiri dengan putusan pengadilan yang

memenangkan Penggugat.

Putusan pengadilan tingkat I, lelang dinyatakan sebagai perbuatan

melawan hukum sehingga, risalah lelang batal demi hukum implikasi putusan,

barang kembali pada posisi semula yaitu dalam kepemilikan pihak ketiga yang

mengaku pemilik. Hak pembeli lelang atas objek lelang akan menjadi berakhir.

Hakim tidak mempertimbangkan kepentingan pembeli, tidak mempertimbangkan

kepentingan pembeli lelang yang beritikat baik yang sama sekali tidak mengetahui

cacat yuridis objek lelang yang dibelinya. Bank kreditur tidak berhak atas

pelunasan dari eksekusi lelang, sebaliknya pembeli lelang tidak jelas hak-hak atas

uang harga lelang yang telah dibayarkannya.

Salah satu asas lelang adalah efisiensi yang artinya pelaksanaan lelang

dilakukan dengan cepat, namun pengertian tersebut tidaklah ada di dalam

peraturan perundang-undangan sehingga menimbulkan adanya norma kosong.

Adanya norma kosong mengakibatkan pelaksaan lelang tidak memberikan

kepastian bagi pembeli lelang, sehingga pembeli lelang seringkali mengalami

kerugian baik waktu, tenaga, dan biaya. Faktanya perlindungan hukum bagi

Page 29: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

13

pembeli lelang eksekusi hak tanggungan yang dibatalkan oleh pengadilan maupun

asas efesiensi tidak diatur secara normatif dalam peraturan lelang

106/PMK.06/2013 Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan

93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang sehingga menyebabkan

adanya kekosongan hukum, maka diangkatlah permasalahan ini ke dalam suatu

karya tulis dengan judul: “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI

LELANG DALAM PROSES PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI HAK

TANGGUNGAN” dan adapula rumusan masalah yang harus dijawab melalui

penelitian ini yaitu bagaimanakah perlindungan hukum bagi pembeli lelang

eksekusi hak tanggungan yang dibatalkan oleh pegadilan dan juga bagaimanakah

penerapan asas efisiensi dalam peraturan lelang berkaitan dengan perlindungan

hukum terhadap pembeli lelang atas dasar itikad baik dalam proses pelaksanaan

lelang eksekusi hak tanggungan.

Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang

menyangkut masalah “Perlindungan hukum bagi pembeli lelang yang dirugikan

atas putusan pengadilan”, tidak ditemukan tesis maupun karya tulis lainnya

dengan judul dan rumusan masalah yang sama. Namun dapat dibandingkan

dengan tiga (3) penelitian yang menyangkut permasalahan tentang perlindungan

hukum bagi pembeli lelang, yaitu:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Karina Leonita, SH, NIM

0806426805, pada tahun 2010 dari Program Pascasarjana Universitas

Indonesia Depok, dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Pembeli

Barang Jaminan Melalui Lelang Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang

Page 30: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

14

Hukum Perdata dan Undang-Undang Lelang (Studi Kasus Lelang Gedung

Aspac oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional)”, dengan

menggunakan metode penelitian Empiris, dengan rumusan masalah

pertama “Apakah BPPN berwenang melakukan pelelangan barang

jaminan secara langsung tanpa melalui Kantor Lelang, mengingat Menteri

Keuangan secara akademik, melaksanakan Vendu Reglement sebagai dasar

pelaksanaan lelang?” kedua “Bagaimana perlindungan hukum yang

diberikan oleh Negara (BPPN) kepada PT. Bumijawa Sentosa sebagai

pembeli objek lelang yang beritikad baik ditinjau dari segi hukum Perdata

dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1999 Tentang Badan

Penyehatan Perbankan Nasional (“PP No. 17 Tahun 1999”)?”

b. Penelitian yang dilakukan oleh Mona Octaviani Bambang, SH, NIM

B4B.004.145, pada tahun 2006 dari Program Pascasarjana Magister

Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, dengan judul “Tanggung

Jawab Pejabat Lelang Atas Keabsahan Dokumen Lelang Dalam Proses

Pelelangan” menggunakan metode penelitian empiris, dengan rumusan

masalah pertama “Bagaimanakah tanggung jawab Pejabat lelang atas

keabsahan dokumen lelang?” kedua “Siapakah pihak yang bertanggung

gugat apabila dalam proses pelelangan merugikan pihak ketiga?”

c. Penelitian yang dilakukan oleh Melani Ananta, SH, NIM 0806478802,

pada tahun 2011 dari Program Pascasarjana Magister Kenotariatan

Universitas Indonesia Depok, dengan judul “Sistem Lelang Online

Melalui iPasar Kayu Jati Perum Perhutani Ditinjau Dari Asas Lelang Yang

Page 31: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

15

Berlaku Di Indonesia” menggunakan metode penelitian empiris, dengan

rumusan masalah pertama “Apakah ketentuan pelelangan kayu jati

Perhutani yang diwadahi oleh iPASAR tersebut sesuai dengan asas lelang

yang berlaku?” kedua “Bagaimanakah akibat hukum dari lelang oleh

iPASAR tanpa dihadiri Pejabat Lelang dan tanpa dibuatkan Risalah

Lelangnya?”

Dari penelusuran orisinalitasnya penelitian yang telah dilakukan, penulis tidak

menemukan adanya kesamaan dalam hal ini maupun substansi karya tulis yang

telah dimuat sebelumnya, oleh karena itu tingkat orisinalitas penelitian

dipertanggungjawabkan keasliannya.

1.2 Rumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan,

adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada 2 (dua)

hal, yaitu:

1. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pembeli lelang eksekusi hak

tanggungan yang dibatalkan oleh pengadilan?

2. Bagaimanakah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang

dirugikan dalam pembatalan eksekusi lelang oleh pengadilan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan penulisan ini adalah mengembangkan kemampuan dan

dalam menyampaikan dan menuliskan pikiran dalam suatu karya ilmiah serta

Page 32: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

16

lebih memahami mengenai aturan-aturan hukum yang berlaku terutama yang

terkait dengan pengaturan tentang lelang, dan secara umum penelitian ini untuk

pengembangan ilmu hukum, khususnya bidang Hukum Kenotariatan melalui

pemahaman terhadap perlindungan pembeli lelang dalam proses pelelangan.

Sehingga pembeli lelang mendapatkan kepastian hukum dalam proses pelelangan

tersebut, dan memberikan pemahaman kepada masyarakat berkaitan dengan

pelelangan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Berdasarkan pada tujuan umum di atas adapun tujuan khusus dari

penelitian ini sesuai dengan permasalahan yang dibahas, yakni:

1. Untuk mengetahui dan menganalisa perlindungan hukum yang diberikan

negara terhadap pihak pembeli lelang dalam proses pelelangan.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa kekosongan hukum yaitu dalam penerapan

asas efisiensi dalam proses pelelangan.

1.4 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian dalam penulisan karya ilmiah diharapkan akan adanya

manfaat dari penelitian tersebut, yaitu:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi pengembangan Ilmu Hukum, khususnya dalam bidang

Kenotariatan yang berkaitan dengan Notaris selaku kewenangan Notaris sebagai

pembuat Risalah Lelang.

Page 33: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

17

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, penulisan ini bermanfaat untuk mengetahui lebih dalam

mengenai perlindungan hukum pihak pembeli lelang dalam proses pelelangan

yaitu penerapan asas efisiensi yang mana nantinya akan disusun dalam bentuk

tesis untuk memenuhi syarat meraih gelar Magister. Penulisan ini bermanfaat bagi

notaris sebagai pengetahuan karena notaris berperan juga sebagai Pejabat Lelang,

menjalankan profesinya yaitu sebagai pembuat akta risalah lelang. Selain itu

penulisan tesis ini juga dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi

khalayak umum mengenai suatu pelelangan agar semua pihak dapat terlindungi

dan tidak merugikan pihak manapun khususnya mengenai proses pelelangan.

1.5 Landasan Teoritis

Landasan teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum

atau teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-

norma dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas

permasalahan penelitian. Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-

pemikiran teoritis, oleh karena ada hubungan timbal baik yang erat antara teori

dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, analisa, serta kontruksi,

data.8

8 Magister Kenotariatan, 2013, Buku Pedoman Pendidikan Program StudiMagister Kenotariatan Universitas Udayana, Universitas Udayana Denpasar,hal. 58.

Page 34: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

18

1.5.1 Teori Perlindungan Hukum

Teori yang digunakan dalam kasus ini adalah teori perlindungan hukum

oleh Philipus M. Hadjon, dalam kepustakaan hukum berbahasa Belanda dikenal

dengan sebutan “rechtbescherming van de burgers.”9Pendapat ini menunjukkan

kata perlindungan hukum merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yakni

“rechtbescherming.”

Philipus M. Hadjon membedakan perlindungan hukum bagi rakyat dalam

2 (dua) macam yaitu:

1. Perlindungan hukum reprensif artinya ketentuan hukum dapat dihadirkan

sebagai upaya pencegahan terhadap tindakan pelanggaran hukum. Upaya ini

diimplementasikan dengan membentuk aturan hukum yang bersifat normatif.

2. Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya

sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah berikap hati-hati dalam

pengambilan keputusan berdasarkan diskresi. Perlindungan hukum yang

represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk

penanganannya di lembaga peradilan.

Menurut Soerjono Soekanto fungsi hukum adalah untuk mengatur

hubungan antara negara atau masyarakat dengan warganya, dan hubungan antara

sesama warga masyarakat tersebut, agar kehidupan dalam masyarakat berjalan

dengan tertib dan lancar. Hal ini mengakibatkan bahwa tugas hukum untuk

mencapai kepastian hukum (demi adanya ketertiban) dan keadilan dalam

9 Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia:Sebuah Studi tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalamLingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara,Bina Ilmu, Surabaya, hal. 1.

Page 35: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

19

masyarakat. Kepastian hukum mengharuskan diciptakannya peraturan umum atau

kaidah umum yang berlaku umum. Agar tercipta suasana aman dan tentram dalam

masyarakat, maka kaidah dimaksud harus ditegakkan serta dilaksanakan dengan

tegas.10

Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam

manifestasinya bisa berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai

baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan,

kebahagian yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.11

Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan

(rechtsgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum

(rechtszekerheid).12 Menurut Satjipto Raharjo, ”Hukum melindungi kepentingan

seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk

bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini

dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya.

Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak di setiap

kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya

kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.13

Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk

melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang

10 Soerjono Soekanto, 1999, Penegakkan Hukum, Binacipta, Bandung,hal. 15.

11 Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, 2003, Hukum Sebagai Suatu Sistem,Remaja Rosdakarya, Bandung, hal. 79.

12Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis danSosiologis), PT. Gunung Agung Tbk, Jakarta, hal. 85.

13Satjipto Rahardjo, 2012, Ilmu hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.53.

Page 36: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

20

tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman

sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai

manusia.14 Adapula menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan

untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau

kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan

adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.15

Pada dasarnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek yang

dilindungi oleh hukum yang dapat menimbulkan adanya hak dan kewajiban dari

masing-masing pihak. Hak dan kewajiban didalam hubungan hukum tersebut

harus mendapatkan perlindungan oleh hukum, sehingga anggota masyarakan

merasa aman dalam melaksanakannya. Hal ini menunjukkan bahwa arti dari

perlindungan hukum itu sendiri adalah pemberian kepastian atau jaminan bahwa

seseorang yang melakukan hak dan kewajiban telah dilindungi oleh hukum.

Adanya hubungan hukum yang terjadi antara pembeli lelang, debitur dan

kreditur menciptakan adanya perlindungan hukum, dalam hal ini perlindungan

hukum dapat diartikan bahwa hubungan antara kreditur dan debitur tidaklah

mengurangi perlindungan hukum yang seharusnya diterima oleh pembeli lelang

tersebut.

14Setiono, 2004, Rule of Law (Supremasi Hukum), Magister Ilmu HukumProgram Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, hal. 3.

15Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor diIndonesia, Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas SebelasMaret, Surakarta, hal. 14.

Page 37: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

21

1.5.2 Teori Pertanggungjawaban

Pertanggungjawaban seseorang ada seimbang dengan kerugian yang

diakibatkan oleh perbuatannya yang bertentangan dengan hukum dari orang lain.

Hal ini disebut tanggung jawab kualitatif, yaitu orang yang bertanggungjawab

karena orang itu memiliki suatu kualitas tertentu.16

Kranenburg dan Vegtig mengemukakan bahwa mengenai persoalan

pertanggungjawaban pejabat ada dua teori yang melandasi, yaitu Teori Fautes

Personalles dan Teori Fautes de Servuces yang akan diuraikan sebagai berikut:

a. Teori Fautes Personalles yang menyatakan bahwa kerugian terhadap

pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu

telah menimbulkan kerugian. Menurut teori ini, beban tanggungjawab

ditujukan pada manusia selaku pribadi.

b. Teori Fautes de Servuces yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian

terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang

bersangkutan. Menurut teori ini tanggungjawab dibebankan kepada

jabatan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan

pula apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat

atau kesalahan ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan

berimplikasi pada tanggungjawab yang harus ditanggung.17

16 W. Sommermeijer, 2003, Tanggung Jawab Hukum, Pusat Studi HukumUniversitas Parahyangan, Bandung, hal. 23.

17 Ridwan, HR, 2011, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Ridwan I), hal. 365.

Page 38: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

22

Dalam suatu negara hukum, setiap tindakan jabatan yang dilakukan oleh

suatu perwakilan (vertegenwoordiger) yaitu pejabat (ambtsdrager) harus

berdasarkan pada asas legalitas, artinya setiap tindakan jabatan harus berdasarkan

pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Oleh

karenannya, penggunaan wewenang untuk melakukan tindakan hukum harus

dapat dipertanggungjawabkan.18

Dalam Hukum Administrasi Negara, tanggungjawab dapat dibagi menjadi

tiga yaitu tanggungjawab administratif, tanggungjawab politis, dan

tanggungjawab yuridis. Dalam tanggungjawab administratif, pemerintah

memberikan sanksi kepada pejabat yang melakukan pelanggaran. Sanksi yang

diberikan dalam pertanggungjawaban administratif merupakan sanksi

administratif yang berupa teguran hingga pemecatan dari jabatan.

Pertanggungjawaban politik dalam realitasnya berkaitan dengan sistem

politik atau lebih memusatkan pada tekanan demokrasi (democratic pressure).

Pertanggungjawaban yuridis mengandung arti bahwa pejabat dan instansi

pemerintah dalam menyelenggarakan kewenangannya yang merugikan

kepentingan pihak lain harus mempertanggungjawabkan dan menerima tuntutan

hukum atas tindakannya tersebut. Pertanggungjawaban hukum dapat dilakukan

melalui Hukum Pidana dan Hukum Perdata.

Hans Kelsen mengemukakan dalam teorinya mengenai

pertanggungjawaban bahwa: “Seseorang bertanggungjawab secara hukum

terhadap suatu perbuatan tertentu atau karena ia memikul tanggungjawab hukum

18 Ridwan, 2009, Hukum Administrasi Di Daerah, FH UII Press.Yogyakarta, (selanjutnya disingkat Ridwan II), hal. 114.

Page 39: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

23

tersebut yang berarti ia bertanggungjawab apabila ia melakukan suatu perbuatan

yang bertentangan dengan hukum.”19 Hans Kelsen juga mengemukakan bahwa

pertanggungjawaban sangat erat kaitannya dengan sanksi, selain itu ia juga

menyatakan bahwa pertanggungjawaban dibagi menjadi: Pertanggungjawaban

individu, pertanggungjawaban kolektif, pertanggungjawaban berdasarkan

kesalahan (based on fault) dan pertanggungjawaban mutlak (absolute

responsibility).20

Dalam pertanggungjawaban individu, seorang individu bertanggungjawab

terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri, sedangkan pada

pertanggungjawaban kolektif seorang individu bertanggungjawab terhadap suatu

pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain. Suatu sanksi dapat dikenakan kepada

seorang individu yang melakukan suatu perbuatan hukum bersama-sama dengan

individu lainnya tetapi ia berposisi dalam suatu hubungan hukum dengan pelaku

delik.Menurut teori tradisional pertanggungjawaban dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (based on fault) dan

pertanggungjawaban mutlak (absolute responsibility). 21 Pertanggungjawaban

berdasarkan kesalahan yaitu seorang individu yang bertanggungjawab atas

pelanggaran yang dilakukannya dengan sengaja dan diperkirakan memiliki tujuan

untuk menimbulkan kerugian. Pertanggungjawaban mutlak artinya seorang

19 Hans Kelsen, 2013, General Theory Of Law And State, Teori UmumHukum Dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu HukumDeskriptif Empirik, terjemahan Somardi, BEE Media Indonesia, Jakarta,(selanjutnya disingkat Hans Kelsen I), hal. 95.

20 Hans Kelsen, 2006, Teori Hukum Murni, terjemahan Raisul Mutaqien,Nuansa & Nusamedia, Bandung, (selanjutnya disingkat Hans Kelsen II), hal. 140.

21 Hans Kelsen I, loc.cit.

Page 40: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

24

individu bertanggungjawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak

sengaja dan tidak diperkirakan.22

Dalam kamus hukum ada dua istilah yang menunjuk pada

pertanggungjawaban, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah

hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau

tanggungjawab yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua

karakter hak dan kewajiban secara aktual dan potensi seperti kerugian, ancaman,

kejahatan, biaya, atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan

Undang-Undang.23Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan

atas suatu kewajiban dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan, dan

kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggungjawab atas Undang-Undang yang

dilaksanakan. Liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu

tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subjek hukum.

Responsibility berarti suatu kewajiban atau hal yang dapat

dipertanggungjawabkan, dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan, dan

kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggungjawab atas Undang-Undang yang

dilaksanakan. Responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.24

Sedangkan menurut Munir Fuady pertanggungjawaban hukum dari

pemerintah menyatakan bahwa pemerintah harus bertanggungjawab secara hukum

kepada rakyatnya muncul dalam teori sebagai berikut:

22 Hans Kelsen II, loc.cit.23 I Gede Surata, 2010, Kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah Yang

Dijabat Oleh Camat Dalam Penetapan Akta Tanah (Tesis), Program StudiMagister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, hal. 13.

24 Ridwan I, op.cit. hal. 335-337.

Page 41: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

25

1. Teori hukum umum, yang menyatakan bahwa setiap orang, termasuk

pemerintah, harus mempertanggungjawabkan setiap tindakannya, baik

karena kesalahan atau tanpa kesalahan (strict liability). Dari teori ini

selanjutnya muncul tanggung jawab hukum berupa tanggung jawab

pidana, perdata, dan administrasi negara. Tanggung jawab hukum dari

pemerintah seperti ini dilakukan di depan badan pengadilan.

2. Teori demokrasi, yang menyatakan bahwa setiap yang memerintah harus

mempertanggungjawabkan tindakannya kepada yang diperintah, karena

kekuasaan yang memerintah tersebut berasal dari yang diperintahnya

(rakyat). Dari teori ini muncul tanggung jawab yang dari para

penyelenggara negara, termasuk tanggung jawab yang berakibat kepada

“pemakzulan” (impeachment). Tanggung jawab pemerintah secara politis

ini dilakukan di didepan parlemen dengan atau tanpa keikutsertaan badan-

badan lain.25

Beberapa prinsip-prinsip yang terkait dengan tanggungjawab yang sering

diterapkan dalam upaya perlindungan hukum:

1. Prinsip Tanggungjawab Berdasarkan Unsur Kesalahan

Prinsip tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability

atau based on fault) adalah prinsip yang umum dianut. Prinsip ini

menyatakan seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawaban

25 Munir Fuady, 2011, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), RefikaAditama, Bandung, hal. 147-148.

Page 42: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

26

secara hukum jika terdapat unsur kesalahan yang dilakukan. 26

Berdasarkan prinsip ini konsumen diberikan tanggungjawab untuk

membuktikan adanya unsur kesalahan pelaku usaha yang tentunya

berdampak memberatkan konsumen.27

2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggungjawab

Prinsip ini menyatakan tergugat selalu dianggap bertanggungjawab

(presumption of liability principlep), sampai ia dapat membuktikan ia

tidak bersalah. Jadi beban pembuktian diletakkan pada tergugat (pelaku

usaha).

3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggungjawab

Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip sebelumnya, dimana

pihak yang dibebankan untuk membuktikan kesalahan itu terdapat

pada konsumen. Konsumen dianggap selalu bertanggungjawab, sampai

ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah.

4. Prinsip Tanggungjawab Mutlak

Prinsip tanggungjawab mutlak (strict liability) adalah prinsip

tanggungjawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang

menentukan, tetapi masih terdapat suatu pengecualian yang

memungkinkan dibebaskannya dari tanggungjawab, yaitu keadaan

force majeure. Prinsip tanggungjawab mutlak ini secara umum

dipergunakan untuk menjerat pelaku usaha, khususnya pelaku usaha

26 Lukman Santoso Az, 2011, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank,Pustaka Yustisia, Jakarta, hal. 130.

27 Erman Rajagukguk, et. al. 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CVMandar Maju, Bandung, hal. 14.

Page 43: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

27

yang memasarkan produk dan merugikan konsumen. Dalam

perlindungan konsumen penerapan prinsip tanggungjawab mutlak ini

dikenal dengan product liability.

5. Prinsip Tanggungjawab Dengan Pembatasan

Prinsip tanggungjawab dengan pembatasa ini (limitation ability

principle) sangat disenangi pelaku usaha, karena pelaku usaha dapat

membatasi secara maksimal tanggungjawabnya.

6. Product Liability, Professional Liability

Tanggungjawab produk (product liability) merupakan tanggungjawab

produsen untuk produk yang dibawanya kedalam peredaran yang

menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat

pada produk tersebut. Melalui prinsip ini, dasar gugatan untuk

tanggungjawab produk dapat dilakukan atas landasan adanya:

1) pelanggaran jaminan;

2) kelalaian; dan

3) tanggungjawab mutlak.

Teori tanggungjawab memberikan pengertian bahwa setiap orang harus

bertanggungjawab atas perbuatan hukum yang dilakukannya. Dalam penulisan

tesis ini menekankan pada pembahasan mengenai pertanggungjawaban pejabat

lelang berkaitan dengan kerugian pembeli lelang eksekusi hak tanggungan yang

dibatalkan oleh pengadilan.

Page 44: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

28

1.5.3 Konsep Lelang

1.5.3.1. Pengertian Lelang

Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013

tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010

tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, disebutkan: Lelang adalah penjualan

barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis

dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga

tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang.

Penjualan lelang tidak secara khusus diatur dalam KUHPerdata tetapi

termasuk perjanjian bernama di luar KUHPerdata. Penjualan Lelang dikuasai oleh

ketentuan-ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli yang diatur dalam

KUHPerdata Buku III tentang Perikatan. Pasal 1319 KUHPerdata berbunyi,

semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal

dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum. Pasal 1319

membedakan perjanjian atas perjanjian bernama (nominaat) dan perjanjian tidak

bernama (innominaat). Pasal 1457 KUH Perdata, merumuskan jual beli adalah

suatu persetujuan, dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang

dijanjikan. Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak

penjual dan pembeli. Di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk

menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan

pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek

tersebut. Lelang mengandung unsur-unsur yang tercantum dalam defenisi jual beli

Page 45: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

29

adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli, adanya kesepakatan antara

penjual dan pembeli tentang barang dan harga; adanya hak dan kewajiban yang

timbul antara pihak penjual dan pembeli. Esensi dari lelang dan jual beli adalah

penyerahan barang dan pembayaran harga. Penjualan lelang memiliki identitas

dan karakteristik sendiri, dengan adanya pengaturan khusus dalam Vendu

Reglement, namun dasar penjualan lelang sebagian masih mengacu pada

ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli, sehingga penjualan lelang tidak boleh

bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata,

seperti ditegaskan dalam Pasal 1319.

Vendu Reglement (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl.

1940 Nomor 56) yang masih berlaku sebagai dasar hukum lelang, dinyatakan:

Penjualan umum adalah pelelangan atau penjualan barang-barang yang dilakukan

kepada umum dengan harga penawaran yang meningkat atau menurun atau

dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang yang

diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan itu,

atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberi kesempatan untuk menawar harga,

menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul

tertutup.

Pengertian lelang menurut pendapat Polderman, sebagaimana dikutip

Rochmat Soemitro, menyatakan:

Penjualan umum adalah alat untuk mengadakan perjanjian atau persetujuan yang

paling menguntungkan untuk sipenjual dengan cara menghimpun para peminat.

Page 46: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

30

Polderman selanjutnya mengatakan, bahwa syarat utama lelang adalah

menghimpun para peminat untuk mengadakaan perjanjian jual beli yang paling

menguntungkan si penjual. Dengan demikian syaratnya ada 3, yaitu:

1) Penjualan umum harus selengkap mungkin (volledigheid).

2) Ada kehendak untuk mengikat diri.

3) Bahwa pihak lainnya yang akan mengadakan perjanjian tidak dapat ditunjuk

sebelumnya.

Menurut Roell sebagaimana dikutip Rochmat Soemitro menyatakan:

Penjualan umum adalah suatu rangkaian kejadian yang terjadi antara saat mana

seseorang hendak menjual sesuatu atau lebih dari satu barang, baik secara pribadi

maupun dengan perantaraan kuasanya, memberikan kesempatan kepada orang-

orang yang hadir melakukan penawaran untuk membeli barang-barang yang

ditawarkan sampai kepada saat di mana kesempatan lenyap.

1.5.3.2 Jenis Lelang

Berdasarkan peraturan yang berlaku, lelang barang tidak bergerak dan

barang bergerak meliputi :

1. Lelang Noneksekusi Sukarela

Lelang Noneksekusi Sukarelaadalah lelang untuk melaksanakan penjualan

barang milik perorangan, kelompok masyarakat atau Badan Swasta yang

dilelang secara sukarela oleh pemiliknya.

Yang termasuk lelang Noneksekusi Sukarela adalah :

a. Lelang yang dilakukan atas kehendak pemiliknya sendiri (perorangan,

swasta)

Page 47: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

31

b. Lelang Aset BUMN/BUMD berbentuk Persero

c. Lelang Aset milik Bank Dalam Likuidasi berdasarkan PP Nomor 25 Tahun

1999 tentang pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi Bank.

Harga limit dapat bersifat terbuka / tidak rahasia atau dapat bersifat tertutup/

rahasia sesuai keinginan Penjual/ Pemilik Barang

2. Lelang Eksekusi

Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan

pengadilan atau dokumen-dokumen lain yang sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, dipersamakan dengan itu, dalam rangka

membantu penegakan hukum, antara lain : lelang eksekusi fidusia dan lelang

eksekusi pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun

1996.Pasal 6 UUHT No. 4 tahun 1996, yaitu apabila debitur cidera janji,

Pemegang Hak Tanggungan tingkat Pertama mempunyai hak untuk menjual

obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum

serta mengambil pelunasannya dari hasil tersebut. Harga limit bersifat

terbuka/tidak rahasia dan harus dicantumkan dalam pengumuman

lelang.Sedangkan mengenai Lelang Eksekusi diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan Nomor: 106/PMK.06/2013 Perubahan Atas Peraturan Menteri

Keuangan 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Pasal 5

menyatakan;

Lelang Eksekusi termasuk tetapi tidak terbatas pada Lelang Eksekusi Panitia

Urusan Piutang Negara (PUPN), Lelang Eksekusi Pengadilan, Lelang

Eksekusi Pajak, Lelang Eksekusi Harta Pailit, Lelang Eksekusi Pasal 6

Page 48: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

32

Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), Lelang Eksekusi dikuasai/tidak

dikuasai Bea Cukai, Lelang Eksekusi Barang Sitaan Pasal 45 Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), Lelang Eksekusi Barang Rampasan,

Lelang Eksekusi Barang Temuan, Lelang Eksekusi Fidusia, Lelang Eksekusi

Gadai. Lelang Eksekusi Benda Sitaan pasal 18 ayat (2) UU nomor 31 tahun

1999 tentang Tipikor yang diubah dengan UU.

3. Lelang Non Eksekusi Wajib

Lelang Non Eksekusi Wajib adalah lelang untuk melaksanakan penjualan

barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara atau barang milik

Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) yang oleh peraturan

perundang-undangan diwajibkan untuk dijual secara lelang, termasuk kayu

dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama.

1.5.4 Asas Itikad Baik

Dalam Black’s Law Dictionary yang dimaksud itikad baik atau good faith

adalah:28

“A state of mind consisting in (1)honesty in belief or purposes. (2)

faithfulness to one’s duty or obligation, (3) observance of reasonable commercial

standards of fair dealing in a given trade or business, or (4) absence of intent to

defraud or to seek unconscionable advantage”.

28Bryan A. Garner, 2004, Black’s Law Dictionary, eight Edition, UnitedStated of America, hal. 713.

Page 49: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

33

Prof. R. Subekti, SH merumuskan itikad baik dengan pengertian bahwa

itikad baik di waktu membuat suatu perjanjian berarti kejujuran, orang yang

beritikad baik menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada pihak lawan, yang

dianggapnya jujur dan tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk yang di

kemudian hari akan menimbulkan kesulitan-kesulitan.29

Itikad baik adalah salah satu asas klasik dalam hukum perjanjian yang juga

terdapat pada KUHPerdata. Pada Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata merumuskan jual beli sebagai “suatu persetujuan dengan mana pihak yang

satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang

lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan”. Dari rumusan tersebut

dapat diketahui bahwa jual beli melahirkan kewajiban secara bertimbal balik

kepada para pihak yang membuat perjanjian.Asas ini bersumber darihukum

Romawi. Di dalam hukum Romawi asas ini disebut Bonafides. Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata mempergunakan istilah itikad baik dalam dua pengertian.

Pertama, itikad baik dalam pengertian arti subyektif.Dalam bahasa Indonesia,

itikad baik dalam arti subyektif disebut kejujuran. Hal itu terdapat dalam pasal

530 KUHPerdata dan seterusnya yang mengatur mengenai kedudukan berkuasa

(bezit). Itikad baik dalam arti subyektif ini merupakan sikap batin atau suatu

keadaan jiwa. Sedangkan dalam arti obyektif. itikad baik dalam bahasa Indonesia

disebut kepatutan. Hal ini dirumuskan dalam ayat (3) pasal 1338 KUHPerdata

yang berbunyi: “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

29 Samuel M.P. Hutabarat, 2010, Penawaran dan Penerimaan dalamHukum Perjanjian, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, hal. 45.

Page 50: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

34

Asas iktikad baik berakar pada etika sosial Romawi mengenai kewajiban

yang komprehensif akan ketaatan dan keimanan yang berlaku bagi warganegara

maupun bukan. Dengan demikian, hukum kontrak Romawi mengenal dua macam

kontrak,yakni iudicia strictiiuris dan iudicia bonae fidei. Domat dan Pothier

sebagai penganutajaran hukum alam Romawi yang mendominasi pemikiran

substansi isi Code CivilPerancis tidak setuju dengan kedua pembedaan tersebut.

Dia menyatakan bahwa hukum alam dan hukum kebiasaan menentukan bahwa

setiap kontrak adalah bonaefidei, sebab kejujuran dan integritas harus selalu ada

dalam semua kontrak yangmenuntut pemenuhan kontrak harus sesuai dengan

kepatutan.30

Kecenderungan seluruh sejarah hukum kontrak Romawi bergerak dari

formalistik ke arah konsensual, dan pengakuan akan arti pentingnya iktikad baik

dalam kontrak yang dikembangkan melalui diskresi pengadilan.31Konsep iktikad

baik tersebut diperluas sedemikian rupa melalui diskresi pengadilan Romawi.

Diskresi tersebut membolehkan orang membuat kontrak di luar formalisme yang

telah ditentukan dan mengakui ex fide bona, yakni sesuai dengan

persyarataniktikad baik. Di sini terlihat bahwa pengadilan di Romawi selain

mengakui keberadaan atau kekuatan hukum kontrak konsensual, pada saat yang

sama juga membebankan adanya kewajiban iktikad baik bagi para pihak.32 Jika

seorang tergugat melakukan wanprestasi dalam suatu kontrak konsensual, dia

30 Reinhard Zimmerman dan Simon Whittaker, eds, Good Faith inEuropean ContractLaw, Cambridge University Press, Cambridge, 2000, hal. 32.

31Carleton Kemp Allen, 1978, Law in the Making, Oxford, ClarendonPress, hal 395.

32 Helmut Coing, 1987, Analysis of Moral Values by Case Law,Washington University Law Quarterly, Vol 65, hal. 713.

Page 51: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

35

langsung dapat digugat ke pengadilan oleh tergugat atas dasar melanggar

kewajiban iktikad baik.33Dalam menghadapi keadaan demikian, menurut Lawson,

hakim harus melakukan:34

“Found to be due to ex bona fides, that is to say, in accordance with therequirements of goodfaith; and this cast on the judge, or rather the jurists whoadvised him, the burden of decidingwhat kind what the defendant ought in goodfaith to have done, in other words what kind ofperformance the contract calledfor. This meant that, in contrast to the stipulation, where allthe term had to beexpressed, the parties would be bound not only by the terms they had actuallyagreed to, but by all the terms that were naturally implied in their agreement”

Inti konsep bona fides adalah fides. Fideskemudian diperluas ke arah bona

fides. Fidesmerupakan suatu konsep yang pada mulanya merupakan sumber yang

bersifat religius, yang bermakna kepercayaan yang diberikan seseorang kepada

orang lainnya, atau suatu kepercayaan atas kehormatan dan kejujuran seseorang

kepada orang lain.35Dengan demikian asas itikad baik didasarkan pada kejujuran

induvidual dan sebagai wujud dari suatu universal social force atau dengan kata

lain kewajiban itikad baik dalam suatu kontrak merupakan suatu moral yang harus

dipegang teguh dan secara universal ditentukan oleh kejujuran dan kewajiban

kepada Tuhan. Iktikad baik dalam pelaksanaan kontrak mengacu kepada iktikad

baik yang objektif. Standar yang digunakan dalam iktikad baik objektif adalah

standar yangobjektif yang mengacu kepada suatu norma yang objektif.36Perilaku

33Jill Pride Anderson, 1987, Lender Liability for Breach of Obligation ofGood Faith Performance, Emory Law Journal, Vol 36, hal. 920.34E. Allan Farnsworth, 1963,Good Faith Performance and CommercialReasonableness under the Uniform Commercial Code, The University ofChicago Law Review, Vol 30, hal. 669.

35 Martin Joseph Schermaier, Bona Fides in Roman Contract Law,Reinhard Zimmerman dan Simon Whittaker, eds, op.cit. hal. 77.

36Martin Willem Hessenlink, 1999, De Redelijkheid en Billijkheid inhet Eurease Privaatrecht, Kluwer, Deventer, hal. 28.

Page 52: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

36

para pihak dalamkontrak harus diuji atas dasar norma-norma objektif yang tidak

tertulis yangberkembang di dalam masyarakat. Ketentuan iktikad baik menunjuk

kepada norma-norma tidak tertulis yang sudah menjadi norma hukum sebagai

suatu sumber hukumtersendiri.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

penelitian hukum normatif, yaitu penelitan yang dilakukan untuk mendapatkan

data dari bahan-bahan kepustakaan terutama yang berhubungan mengenai

masalah hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum primer, dan

sekunder.37 Penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara mengkaji hukum

dalam Law in Book yang dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan

perundang-undangan.38

Penelitian tesis ini adalah penelitian normatif yang beranjak dari adanya

kekosongan norma tentang asas-asas dalam pelaksanaan lelang yang

menyebabkan efisiensi pelaksanaan lelang tidak mempunyai kepastian hukum.

Sehingga terdapat konsekuensi dari pelaksanaan lelang tersebut yaitu

menyebabkan adanya kerugian kepada pihak pembeli lelang yang beritikad baik,

hal ini bersinggungan dengan prinsip hubungan kontraktual yaitu Pasal 1338

KUHPerdata yang menyatakan bahwa Undang-Undang melindungi pihak yang

beritikad baik.

37 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2013, Penelitian Hukum Normatif:Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 13-14.

38Ibid.

Page 53: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

37

1.6.2 Jenis Pendekatan

Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan agar bahan hukum yang

ada menjadi dasar sudut pandang dan kerangka berfikir peneliti untuk melakukan

analisis. Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yaitu:- Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach) hal ini dimaksudkan

agar bahwa peneliti menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai

dasar awal melakukan analisis. Penelitian dalam ruang lingkup hukum atau

penelitian untuk keperluan praktik hukum tidak dapat melepaskan diri dari

pendekatan peraturan perundang-undangan.- Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) artinya konsep-konsep dalam

ilmu hukum dapat dijadikan titik tolak atau pendekatan bagi analisis

penelitian hukum, karena akan banyak muncul konsep bagi suatu fakta

hukum. Pendekatan konseptual dilakukan manakala peneliti tidak beranjak

dari aturan hukum yang ada. Hal itu dilakukan karena memang belum atau

tidak ada aturan hukum untuk masalah yang dihadapi.- Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach) pendekatan ini dilakukan

dengan membandingkan peraturan perundangan Indonesia dengan satu atau

beberapa peratuan perundangan di negara-negara lain. Menurut Gutteridge,

perbandingan hukum merupakan suatu metode studi dan penelitian hukum,

Gutteridge juga membedakan perbandingan deskriptif yang tujuan utamanya

adalah untuk mendapatkan informasi dan perbandingan hukum terapan yang

mempunyai sasaran tertentu.

Page 54: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

38

- Pendekatan Historis (Historical Approach) pendekatan sejarah ini dilakukan

dengan menelaah latar belakang dan perkembangan dari materi yang diteliti.

Pendekatan historis dilakukan dalam kerangka pelacakan sejarah lembaga

hukum dari waktu ke waktu. Pendekatan ini sangat membantu peneliti untuk

memahami filosofi dari aturan hukum dari waktu ke waktu. Di samping itu,

melalui pendekatan demikian peneliti juga dapat memahami perubahan dan

perkembangan filosofi yang melandasi aturan hukum tersebut.- Pendekatan Kasus (Case Approach) pendekatan kasus dalam penelitian

hukum bertujuan untuk mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yang

dilakukan dalam praktik hukum. Dalam pendekatan kasus, yang perlu

dipahami oleh peneliti adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum

yang digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya. Ratio

decidendi inilah yang menunjukkan bahwa ilmu hukum merupakan ilmu yang

bersifat preskriptif, bukan deskriptif. Sedangkan dictum, yaitu putusannya

merupakan sesuatu yang bersifat deskriptif. Oleh karena itulah pendekatan

kasus bukanlah merujuk kepada diktum putusan pengadilan, melainkan

merujuk kepada ratio decidendi.39

Jenis Pendekatan yang dipergunakan adalah Pendekatan Perundang-

Undangan (Statute Aprroach) dan Pendekatan Konseptual (Conceptual

Aprroach). Pendekatan perundang-undangan ini dilakukan dengan cara mengkaji

peraturan perundang-undangan yang mengatur peraturan pelaksanaan Lelang.

Pendekatan Konseptual dilakukan dengan cara beranjak dari prinsip-prinsip

39 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hal.93-139.

Page 55: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

39

hukum, pandangan para sarjana, doktrin-doktrin, dan dapat juga meneliti dari

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok permasalahan

tersebut.

1.6.3 Sumber Bahan Hukum

Adapun sumber bahan hukum yang diperoleh dalam penulisan tesis ini

yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Kedua bahan hukum

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Bahan Hukum Primer

Mengingat Indonesia bekas jajahan Belanda, sebagaimana negara-negara

Eropa kontinental lainnya dan bekas jajahannya, Indonesia menganut Civil

Law System, bahan hukum primer yang terutama bukanlah putusan

peradilan atau yurisprudensi, melainkan peraturan perundang-

undangan.40Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri

dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang

dipergunakan sebagai bahan hukum penulisan tesis ini yaitu:- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;- RBG (Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan

Madura) Stb. 1927 Nomor 227;- RIB/HIR (Reglemen Indonesia yang diperbaharui) Stb 1941

Nomor 44;

40Ibid, hal. 144.

Page 56: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

40

- Vendu Reglement (Peraturan Lelang Stb. 1908 Nomor 189);- Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stb. 1908 Nomor 190);- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013

Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan

Nomor93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang;- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.06/2013tentang

Pejabat Lelang Kelas I;- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.06/2013

tentang Pejabat Lelang Kelas II;- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.06/2013

tentang Balai Lelang.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang bersifat membantu atau

menunjang bahan hukum primer dalam penelitian yang akan memperkuat

penjelasan didalamnya. Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi

tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, yang

meliputi: literatur-literatur, hasil penelitian, buku-buku teks, jurnal-jurnal

hukum, makalah, komentar-komentar atas putusan pengadilan, kamus

hukum, dan ensiklopedia yang dapat diakses melalui media internet

berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan tesis ini,

dan juga bahan-bahan hukum lainnya yang terkat dengan permasalahan

penelitian.

Page 57: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

41

1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan

dan pendekatan konseptual, untuk pendekatan peraturan perundang-undangan

teknik pengumpulan bahan hukumnya yaitu dengan cara mencari peraturan

perundang-undangan mengenai atau yang berkaitan dengan permasalahan hukum

tersebut. Sedangkan untuk pendekatan konseptual menggunakan penelusuran

buku-buku hukum yang mengandung banyak konsep-konsep hukum.41

1.6.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Pengolahan bahan hukum dilakukan dengan cara memeriksa kembali

bahan hukum yang diperoleh terutama dari kelengkapannya, kesesuaian, kejelasan

makna, serta relevansinya dengan kelompok lain. Kemudian langkah selanjutnya

dengan memberikan catatan atau tanda yang menyatakan jenis sumber bahan

hukum, nama penulis, dan juga tahun penerbitannya, setelah itu melakukan

penyusunan ulang bahan-bahan hukum secara teratur, berurutan, logis, yang

bertujuan supaya mudah dipahami dan diinterpretasikan.

Analisis bahan hukum dilakukan dengan memaparkan isu hukum dengan

deskripsi yang diuraikan secara lengkap dan jelas, selanjutnya dilakukan

sistematisasi pengklasifikasian terhadap bahan-bahan hukum tertulis melalui

proses analisis dan dikaitkan dengan teori, konsep serta doktrin para sarjana.

Berdasarkan hasil sistematisasi tersebut kemudian dilakukan teknik interpretasi

atau penafsiran secara normatif.

41Ibid, hal. 196.

Page 58: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

42

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I merupakan bab pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan, Bab ini

merupakan bab yang berisi latar belakang mengenai permasalahan yang dihadapi

berkaitan dengan judul yang dipilih, yaitu Perlindungan Hukum Terhadap

Pembeli Lelang Dalam Proses Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan.

BAB IImerupakan Tinjauan Pustaka yaitu bab yang tersusun atas teori umum

yang merupakan dasar-dasar pemikiran, yang akan penulis gunakan dalam

menjawab permasalahan. Teori-teori umum ini merupakan kumpulan pendapat

para ahli di bidang hukum lelang atau merupakan bahan dari hasil penelitian

sebelumnya.

BAB III merupakan pembahasan dari Rumusan Masalah yang pertama yaitu

Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pembeli lelang eksekusi hak tanggungan

yang dibatalkan oleh pengadilan. Bab III merupakan pembahasan yang

merupakan hasil analisis penulis terhadap permasalahan yang dihadapi dikaitkan

dengan landasan teori guna menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam

penelitian ini.

BAB IV merupakan pembahasan dari Rumusan Masalah yang kedua yaitu

Bagaimanakah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang

dirugikan dalam pembatalan eksekusi lelang oleh pengadilan. Bab IV merupakan

pembahasan yang merupakan hasil analisis penulis terhadap permasalahan yang

dihadapi dikaitkan dengan landasan teori guna menjawab permasalahan yang

dirumuskan dalam penelitian ini.

Page 59: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

43

BAB VPenutup merupakan bab yang berisi simpulan dan saran.

Page 60: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

44

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG LELANG DAN HAK TANGGUNGAN

2.1 Tinjauan Umum Tentang Lelang

2.1.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lelang

Pengertian lelang dilihat dari peraturan perundang-undangan dan para

sarjana, dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Vendu Reglement (Stb. 1908 Nomor 189)

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan

Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK/06/2010 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Lelang Pasal 1 Angka 1 menyebutkan: Lelang

adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran

harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun

untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan Pengumuman

Lelang.

3. Menurut Polderman, lelang dapat diartikan sebagai penjualan umum.

Penjualan umum adalah alat untuk mengadakan perjanjian atau

persetujuan yang paling menguntungkan untuk sipenjual dengan cara

menghimpun para peminat. Polderman selanjutnya mengatakan, bahwa

syarat utama lelang adalah menghimpun para peminat untuk mengadakan

44

Page 61: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

45

perjanjian jual beli yang paling menguntungkan si penjual.42

Dengan demikian syaratnya ada 3, yaitu:

1) Penjualan umum harus selengkap mungkin (volledigheid).

2) Ada kehendak untuk mengikat diri.

3) Bahwa pihak lainnya yang akan mengadakan perjanjian tidak dapat

ditunjuk sebelumnya.

4. Menurut Roel. Sebagaimana dikutip oleh Rochmat Soemitro, lelang juga

diartikan sebagai penjualan umum. Menyatakan bahwa penjualan umum

adalah suatu rangkaian kejadian yang terjadi antara saat mana seseorang

hendak menjual sesuatu atau lebih dari satu barang, baik secara pribadi

maupun dengan perantaraan kuasanya, memberikan kesempatan kepada

orang-orang yang hadir melakukan penawaran untuk membeli barang-

barang yang ditawarkan sampai kepada saat dimana kesempatan lenyap.43

Jadi menurut Rochmat Soemitro titik berat dari definisi yang diberikan

Roel adalah pada kesempatan penawaran barang.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, dapat dikemukakan bahwa ada 5 (lima)

unsur yang harus dipenuhi dalam pengertian lelang, yaitu:44

a. Lelang adalah suatu sarana dalam melakukan bentuk penjualan atas

sesuatu barang;

42 Rochmat Soemitro, op.cit. hal 106.43Ibid, hal. 107.44 S. Mantayborbir, Imam Jauhari, dan Agus Hari Widodo, 2002, Hukum

Piutang dan Lelang Negara, Pustaka Bangsa Press, Medan, hal. 168.

Page 62: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

46

b. Harga yang diperoleh bersifat kompetitif karena cara penawaran harga

dilakukan secara khusus, yaitu dengan cara penawaran harga secara lisan

memberi prioritas pada pihak manapun untuk membeli;

c. Pembeli tidak dapat ditunjuk sebelumnya kecuali kepada calon peminat

limit dapat ditunjuk sebagai pemenang/pembeli;

d. Memenuhi unsur publisitas, karena lelang adalah penjualan yang bersifat

transparan;

e. Dilaksanakan pada suatu saat dan tempat tertentu sehingga bersifat cepat,

efisien, dan efektif.

KUHPerdata mengatur ada dua macam perjanjian yaitu Perjanjian yang

bernama dalam KUHPerdata dan perjanjian yang bernama diluar KUHPerdata

yang artinya perjanjian tersebut tidak mempunyai nama dalam KUHPerdata.

Penjualan lelang tidak secara khusus diatur dalam KUHPerdata, sehingga

termasuk dalam perjanjian bernama di KUHPerdata. Penjualan melalui lelang

tunduk pada ketentuan-ketentuan KUHPerdata mengenai perikatan di dalam Buku

III KUHPerdata. Pada Pasal 1457 KUHPerdata menyebutkan bahwa: “Jual Beli

adalah suatu persetujuan dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang

dijanjikan.”

Vendu Reglement (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl.

1940 Nomor 56) yang masih berlaku sebagai dasar hukum lelang, dinyatakan:

Penjualan umum adalah pelelangan atau penjualan barang-barang yangdilakukan kepada umum dengan harga penawaran yang meningkat ataumenurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, ataukepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai

Page 63: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

47

pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberikesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan ataumemasukkan harga dalam sampul tertutup.

Lelang di Indonesia mulai dikenal sejak tahun 1908 dengan

dikeluarkannya Vendu Reglement (Peraturan Lelang Staatsblad 1908 Nomor 189

sebagaimana telah diubah dengan Staatsblaad Tahun 1940 Nomor 56) dan Vendu

Instructie (Instruksi Lelang Staatsblad 1908 Nomor 190 sebagaimana telah

diubah dengan Staatsblaad 1930 Nomor 85). Sesuai dengan perkembangan, demi

untuk mengefektifkan serta mengaktualkan pelaksanaan lelang yang telah diatur

dalam Peraturan Lelang, maka diterbitkan berbagai Keputusan Menteri Keuangan

maupun keputusan Dirjen Piutang dan Lelang Negara.

Bertitik tolak dari Pasal 1 Peraturan Lelang, pengertian lelang adalah

penjualan barang di muka umum atau penjualan barang yang terbuka untuk

umum.45 Pengertian tersebut diperjelas kemudian oleh Pasal 1 angka 1 Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 93/PMK/06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

(selanjutnya disebut PERMENKEU No. 106/PMK/06/2013 atas perubahan

PERMENKEU No. 93/PMK.06/2010), yang berbunyi Lelang adalah penjualan

barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis

dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga

tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang.

45 M. Yahya Harahap, 2007, Ruang Lingkup Permasalahan EksekusiBidang Perdata, cet. 3., ed. 2, Sinar Grafika, (selanjutnya disingkat M. YahyaHarahap I), Jakarta, hal.115.

Page 64: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

48

Pasal 1 angka 2 dan 3 Keputusan Menteri Keuangan No. 450/KMK

01/2002 mengklasifikasi lelang menjadi 2 (dua), yaitu Lelang Eksekusi dan

Lelang Non Eksekusi. M. Yahya Harahap dalam bukunya menyebutkan bahwa

ada dua jenis lelang yaitu:

a. Lelang eksekusi

Jenis lelang ini merupakan penjualan umum untuk melaksanakan atau

mengeksekusi putusan atau penetapan pengadilan atau dokumen yang

dipersamakan dengan putusan pengadilan, seperti Hipotek, Hak

Tanggungan atau Jaminan Fiducia.

Jenis atau bentuk lelang inilah yang dimaksud pada Pasal 200 ayat (1)

HIR/ Pasal 215 RBG:

- Penjualan di muka umum barang milik tergugat (tereksekusi) yang

disita Pengadilan Negeri;

- Penjualan dilakukan Pengadilan Negeri melalui perantaraan Kantor

Lelang.

b. Lelang Non Eksekusi.

adalah penjualan umum di luar pelaksanaan putusan atau penetapan

pengadilan yang terdiri dari:

- Lelang barang milik/dikuasi Negara;

- Lelang sukarela atas barang milik swasta.46

46Ibid, hal. 116-117.

Page 65: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

49

Selain itu pengklasifikasian lelang juga dapat dilihat dari cara

penawarannya, jenis barang yang dilelang, dan lelang karena eksekusi maupun

bukan eksekusi, dijabarkan sebagai berikut:

1. Penggolongan lelang dari cara penawarannya

Penggolongan lelang dari cara ini merupakan penggolongan lelang

berdasarkan cara penawaran yang dilakukan oleh pejabat lelang. Cara

penawaran ini dapat dilakukan dengan cara lisan dan tertulis.

Penggolongan penawaran ini cukup dengan mengucapkan atau

menyatakan dengan tutur kata di depan peserta lelang.47 Penjual lelang

atau pejabat lelang telah menyiapkan harga barang yang akan dilelang,

kemudian harga tersebut disampaikan kepada peserta lelang. Apabila

peserta lelang menyetujui harga yang telah disampaikan maka peserta

lelang dapat menawarkan harga yang diinginkannya dalam bentuk tertulis

maupun lisan.

2. Penggolongan lelang dari aspek objek

Penggolongan jenis objek yang akan dilelang dapat dibagi dua yaitu benda

bergerak dan benda tidak bergerak.

3. Penggolongan lelang dari aspek eksekusi

Pelelangan dari aspek eksekusi merupakan pelelangan yang merupakan

tindak lanjut dari putusan pengadilan. Penggolongan lelang dari aspek

eksekusi dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu lelang noneksekusi

dan lelang eksekusi. Pelelangan noneksekusi merupakan pelelangan yang

47 Salim, HS, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Salim HS I), hal. 245.

Page 66: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

50

tanpa adanya putusan hakim, sedangkan pelelangan eksekusi adalah

pelelangan yang berdasarkan pada putusan hakim. Eksekusi dapat

dibedakan menjadi 2 (dua) antara lain:

a. Eksekusi dalam perkara pidana, yaitu pelaksanaan putusan hakim yang

dilakukan oleh Jaksa;

b. Eksekusi dalam perkara perdata, yaitu pelaksanaan putusan yang

dilakukan oleh juru sita.48

Dasar Hukum Lelang

Lelang telah ada dan berkembang di Indonesia sebagai bentuk penjualan

benda sejak masa Hindia Belanda, begitu juga dengan peraturan lelang antara lain:

- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;- RBG (Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura)

Stb. 1927 Nomor 227;- RIB/HIR (Reglemen Indonesia yang diperbaharui) Stb, 1941 Nomor

44;- Vendu Reglement (Peraturan Lelang Stb. 1908 Nomor 189);- Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stb. 1908 Nomor 190);- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Perubahan

Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Lelang;- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.06/2010 tentang Pejabat

Lelang Kelas I;

48Ibid, hal. 246.

Page 67: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

51

- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat

Lelang Kelas II;- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.06/2013 tentang Balai

Lelang.

2.1.2 Fungsi dan Asas Lelang

Lelang sebagai salah satu penjualan barang memiliki fungsi privat dan

fungsi publik. Fungsi privat dalam lelang karena lelang merupakan institusi pasar

yang mempertemukan penjual dan pembeli. Lelang dapat dikatakan berfungsi

sebagai sarana transaksi jual beli barang yang dapat memperlancar arus lalu lintas

perdagangan barang.49

Fungsi lelang disamping mempunyai fungsi privat juga memiliki fungsi

publik dalam pelaksanaannya, antara lain:

a. Mendukung Law Enforcement di bidang Hukum Perdata, Hukum

Pidana, Hukum Perpajakan, dan lain-lain yaitu sebagai bagian dari

eksekusi suatu putusan;

b. Mendukung tertib administrasi dan efisiensi pengelolaan dan

pengurusan asset yang dimiliki atau dikuasai Negara;

49 Aryo Dharmajaya, 2009, Tinjauan Hukum Terhadap Lelang Atas Tanahdan Bangunan yang Tidak Dapat Dimiliki oleh Pemenang Lelang (Analisis KasusPutusan Mahkamah Agung Nomor 158k/Pdt/2005),Tesis, Program Pascasarjana,Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 19.

Page 68: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

52

c. Mengumpulkan penerimaan Negara dalam bentuk Bea Lelang, Biaya

Administrasi, Pajak Pph Pasal 25, dan BPHTB (Bea Perolehan Hak

Atas Tanah dan Bangunan).50

2.1.3 Pejabat Lelang

Berdasarkan PERMENKEU No. 106/PMK/06/2013 tentang Pelaksanaan

Lelang, Pejabat Lelang (Vendumeester sebagaimana dimaksud dalam

Vendureglement) adalah orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan

diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang.

Berdasarkan Pasal 200 ayat (1) HIR atau Pasal 215 RBG, dalam pelaksanaan

lelang, Ketua Pengadilan Negeri wajib meminta bantuan kantor lelang untuk

melaksanakan lelang eksekusi. Selanjutnya Pasal 1 (a) Peraturan Lelang

menegaskan bahwa penjualan umum atau lelang hanya boleh dilakukan oleh

Pejabat Lelang atau Juru Lelang. Adapun dalam setiap pelaksanaan lelang Pejabat

Lelang harus membuat Risalah Lelang memuat semua peristiwa yang terjadi

dalam prosesi penjualan lelang sebagai bukti otentikasi pelaksanaan lelang

sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 77 Peraturan Lelang Nomor

93/PMK.06/2010 yang berbunyi: “Pejabat Lelang yang melaksanakan lelang

wajib membuat berita acara lelang yang disebut Risalah Lelang.”

Tingkatan Pejabat Lelang

PERMENKEU No. 106/PMK/06/2013 membedakan Pejabat lelang

menjadi 2 (dua) antara lain:

50Ibid.

Page 69: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

53

1. Pejabat Lelang Kelas I, dan

2. Pejabat Lelang Kelas II

Pejabat Lelang Kelas I adalah Pejabat Lelang pegawai Direktorat Jenderal

Kekayaan Negara yang berwenang melaksanakan Lelang Eksekusi, Lelang

Noneksekusi Wajib, dan Lelang Noneksekusi Sukarela. Sedangkan Pejabat

Lelang Kelas II adalah Pejabat Lelang swasta yang berwenang melaksanakan

Lelang Noneksekusi Sukarela.

Pejabat Lelang Kelas I adalah:

a. Pegawai Pejabat Lelang pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara

(selanjutnya disebut DJPLN) yang diangkat untuk itu;

b. Dengan demikian yang menduduki Pejabat Lelang Kelas I, hanya pegawai

yang berada di lingkungan DJPLN;

c. Tidak bisa diangkat yang berasal dari luar pegawai DJPLN.

Pejabat Lelang Kelas II adalah:

a. Berkedudukan di Kantor Pejabat Lelang Kelas II atau Balai Lelang;

b. Diangkat dari kalangan:

1. Notaris,

2. Penilai, atau

3. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil DJPLN.51

Pelaksanaan lelang oleh balai lelang dilakukan di hadapan pejabat lelang,

sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pejabat lelang adalah pejabat umum yang

diangkat oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan pelelangan berdasarkan

51M. Yahya Harahap I, op.cit. hal. 118-119.

Page 70: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

54

peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 (14) Peraturan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk

Pelaksanaan Lelang.

Menurut Salim HS, fungsi dari pejabat lelang antara lain adalah:

1. Peneliti dokumen objek lelang, dalam pelaksanaan lelang. Pejabatlelang meneliti kebenaran formal dokumen lelang;

2. Pemberi informasi lelang untuk mengoptimalkan pelaksanaan lelang,informasi ini diberikan kepada pengguna jasa lelang;

3. Pemimpin lelang, yaitu untuk menjamin ketertiban, keamanan, dankelancaran, serta mewujudkan pelaksanaan lelang yang berdaya gunadan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yangberlaku. Pejabat lelang dalam memimpin lelang harus komunikatif,tegas, dan berwibawa;

4. Juri. Pejabat lelang sebagai seorang juri harus bertindak adil danbijaksana untuk menyelesaikan persengketaan yang mungkin timbuldalam pelaksanaan lelang;

5. Pejabat umum. pejabat lelang sebagai pejabat yang membuat aktaautentik berdasarkan undang-undang di wilayah kerjanya;

6. Bendaharawan, dalam pelaksanaan lelang, pejabat lelang menerima,menyetorkan, dan mempertanggungjawabkan uang hasil lelang.52

2.1.4 Jenis-Jenis Lelang

Adapun jenis-jenis lelang yang dimaksud adalah:

1. Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)

Lelang eksekusi PUPN adalah pelayanan lelang yang diberikan kepada

PUPN/BUPLN dalam rangka proses penyelesaian pengumuman pitang

negara atas barang jaminan/sitaan milik penanggung hutang yang tidak

membayar hutangnya kepada negara berdasarkan Undang-Undang

52 Salim, HS I., op.cit. hal. 250.

Page 71: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

55

Nomor 49 Prp tahun 1960 tentang Panitia Pengurusan Piutang

Negara.53

2. Lelang Eksekusi Pengadilan Negeri (PN)/Pengadilan Agama (PA)

Lelang Eksekusi Pengadilan Negeri (PN)/Pengadilan Agama (PA)

adalah lelang yang diminta oleh panitera PN/PA untuk melaksanakan

keputusan hakim pengadilan yang telah berkekuatan pasti, khususnya

pemegang hak tanggungan telah diminta fiat eksekusi kepada ketua

pengadilan. Lelang eksekusi pengadilan untuk melaksanakan Pasal 200

HIR dan Pasal 215 Rbg. Lelang dalam rangka penyelesaian kredit

macet bank swasta, yang penyelesaiannya melalui pengadilan

berdasarkan gugat perdata, atau berdasarkan fiat eksekusi.54

3. Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan

(selanjutnya disebut UUHT)55

Lelang eksekusi hak tanggungan yang dilakukan berdasarkan Pasal 6

UUHT, yang memberikan hak kepada pemegang tanggungan pertama

untuk menjual sendiri secara lelang terhadap objek hak tanggungan

apabila cidera janji.

Terdapat tiga cara untuk melakukan eksekusi Hak Tanggungan:

a. Parate Eksekusi (Pasal 6 dan Pasal 11 huruf c UUHT)

- Pasal 6 UUHT mengatakan Parate Eksekusi demi hukum.

53 Purnama Tioria Sianturi, 2013, Perlindungan Hukum Terhadap PembeliBarang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang, CV. Mandar Maju, Bandung,hal. 62.

54 Ibid, hal. 72.55 Ibid, hal. 74.

Page 72: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

56

- Pasal 11 huruf c UUHT Parate Eksekusi karena diperjanjikan

Parate Eksekusi adalah eksekusi tanpa proses pengadilan dan tanpa

titel eksekutorial. Parate eksekusi dapat terjadi berdasarkan Pasal 6

UUHT yang mengatakan bahwa apabila debitur cidera janji,

pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk

menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui

pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil

penjualan tersebut. Ketentuan Pasal 6 UUHT ini berarti tanpa ada

janjipun sudah mengikat.

b. Eksekusi melalui Pengadilan

UUHT memberikan kemungkinan pelaksanaan eksekusi melalui

proses pengadilan. Proses peradilan, memakan waktu dan biaya,

maka dalam praktek yang dilakukan adalah eksekusi melalui suatu

gugatan. Apabila terjadi gugatan lewat pengadilan, benda objek

jaminan akan dilelang di muka umum dan hasilnya dipakai untuk

melunasi hutang debitur.

c. Penjualan objek jaminan secara di bawah tangan (Pasal 20 UUHT

angka 3)

Penjualan di bawah tangan adalah penjualan yang dilakukan tidak

melalui lelang di muka umum. Penjualan di bawah tangan akan

lebih menguntungkan kedua belah pihak karena biasanya apabila

terjadi penjualan melalui lelang harga mungkin turun dan debitur

maupun kreditor dapat dirugikan.

Page 73: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

57

Penjelasan Pasal 6 UUHT menyebutkan bahwa hak untuk menjual

hak tanggungan atas kekuasaan sendiri adalah salah satu bentuk

perwujudan dari kedudukan yang diutamakan yang dipunyai pemegang

hak tanggungan. UUHT memberikan landasan hukum untuk langsung

melakukan eksekusi jaminan melakukan eksekusi atau penjualan jaminan

hutang melalui pelelangan umum tanpa fiat pengadilan yaitu berdasarkan

Pasal 14 yang memberikan penegasan bahwa sertifikat hak tanggungan

memiliki titel eksekutorial yang memuat irah-irah “Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” memiliki kekuatan eksekutorial

yang sama dengan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Sehingga dengan adanya titel eksekutorial maka apabila debitur cidera

janji maka kreditor dapat langsung melakukan eksekusi jaminan tanpa

harus melakukan gugatan perdata kepada debitur melalui Pengadilan

Negeri.

2.1.5 Akta Risalah Lelang Sebagai Akta Otentik

Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh

Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan

pembuktian sempurna. Pasal 1 Angka (32) Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor106/PMK.06/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

Page 74: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

58

(selanjutnya disebut PERMENKEU Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Lelang). Risalah lelang terdiri dari:56

a. Bagian Kepala;

b. Bagian Badan; dan

c. Bagian Kaki.

Setiap risalah lelang harus diberi nomor urut tersendiri. Bagian kepala

risalah lelang memuat sekurang-kurangnya:

a. hari, tanggal, dan jam ditulis dengan huruf dan angka;b. nama lengkap, pekerjaan, dan tempat tinggal/domisili dari pejabat

lelang;c. nama lengkap, pekerjaan, dan tempat/domisili penjual;d. pendapat pejabat lelang yang bersangkutan mengenai analisis subjek

dan objek lelang;e. nomor/tanggal surat permohonan lelang;f. tempat pelaksanaan lelang;g. sifat barang yang dilelang dan alasan barang tersebut dilelang;h. dalam hal yang dilelang barang-barang tidak bergerak berupa tanah

dan/atau bangunan harus disebutkan:1. status hak tanah atau surat-surat lain yang menjelaskan bukti

kepemilikan;2. batas-batasnya;3. surat keterangan ranah dari Kantor Pertanahan;4. keterangan lain yang membebani tanah tersebut;5. cara bagaimana lelang itu diumumkan oleh penjual;6. syarat-syarat umum lelang.

Sedangkan bagian badan risalah lelang memuat sekurang-kurangnya:a. banyaknya penawaran lelang yang masuk dan sah;b. nama barang yang dilelang;c. nama, pekerjaan, dan alamat pembeli, sebagai pembeli atas nama

sendiri atau sebagai kuasa atas nama orang lain;d. bank kreditur pembeli untuk orang atau badan hukum atau badan usaha

yang akan ditunjuk namanya;e. harga lelang dengan angka dan huruf; danf. daftar barang yang laku terjual/ditahan memuat nilai, nama, alamat

pembeli.

Kemudian dibagian kaki risalah lelang memuat sekurang-kurangnya:

56 Salim, H.S. I, op.cit. hal. 266-268.

Page 75: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

59

a. banyaknya barang yang ditawar/dilelang dengan angka dan huruf;b. jumlah nilai barang-barang yang telah terjual dengan angka dan huruf;c. banyaknya surat-surat yang dilampirkan pada risalah lelang dengan

angka dan huruf;d. jumlah nilai barang-barang yang ditahan dengan angka dan huruf;e. jumlah perubahan yang dilakukan (catatan, tambahan, coretan, dengan

penggantiannya) maupun tidak adanya perubahan ditulis dengan angkadan huruf; dan

f. tanda tangan pejabat lelang, penjual/kuasa penjualan dalam hal baranglelang tidak bergerak, pembeli/kuasa pembeli dapat turutmenandatangani risalah lelang;

Apabila risalah lelang terjadi kesalahan dalam pembuatannya, maka harus

dilakukan pembetulan. Pembetulan kesalaahan pembuatan risalah lelang berupa

pencoretan, penggantian, dilakukan sebagai berikut:57

a. Pencoretan kesalahan kata, huruf, atau angka dalam risalah lelang

dilakukan dengan garis lurus tipis, sehingga yang dicoret dapat dibaca,

dan atau

b. Penambahan/perubahan kata atau kalimat risalah lelang ditulis di

sebelah pinggir kiri dari lembar risalah lelang. Apabila tidak mencukupi

ditulis pada bagian bawah kaki dari lembaran risalah lelang dengan

menunjuk lembar dan garis yang berhubungan dengan perubahan itu;

c. Jumlah kata, huruf atau angka yang dicotet atau yang ditambahkan

diterangkan pada sebelah pinggir lembar risalah lelang, begitu pula

banyaknya kata atau angka yang ditambahkan.

Perubahan tersebut hanya dapat dilakukan sebelum risalah lelang tersebut

ditandatangani. Apabila sesudah risalah lelang ditutup dan ditandatangani maka

tidak boleh dilakukan perubahan lagi. Penandatanganan risalah lelang ini

57Ibid.

Page 76: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

60

dilakukan oleh pejabat lelang pada tiap lembar disebelah kanan atas dari risalah

lelang, kecuali pada lembar terakhir ditandatangani oleh pejabat lelang beserta

pembeli dan penjual lelang. Kemudian pihak-pihak yang berkepentingan berhak

mendapat salinan dari minuta risalah lelang tersebut yang telah ditandatangani

oleh Kepala Kantor Lelang, pihak-pihak yang berkepentingan antara lain adalah

pembeli lelang, penjual lelang, dan instansi pemerintah untuk kepentingan dinas.

Risalah lelang merupakan akta otentik karena dibuat dihadapan pejabat

dan memenuhi syarat formil dan syarat materiil suatu akta otentik.58 Syarat formil

yaitu syarat bahwa risalah lelang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang

menurut Undang-Undang, yaitu Pejabat Lelang. Sedangkan syarat materiilnya

adalah risalah lelang menurut kesepakatan kedua belah pihak yaitu pihak pembeli

dan penjual lelang, isi keterangan hukum (rechthandling) yang bersegi dua berupa

jual beli melalui lelang atau mengenai hubungan hukum (rechtbetrekking) antara

penjual dan pembeli lelang dan pembuatan akta sengaja dimaksudkan sebagai

bukti.

2.2 Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan

2.2.1 Pengertian Hak Tanggungan

Pengertian hak tanggungan sesuai dengan Pasal 1 Angka 1 UUHT, yaitu:Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanahsebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikutbenda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untukpelunasan utang tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

58M. Yahya Harahap I, op.cit. hal. 187.

Page 77: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

61

Adrian Sutedi membedakan jaminan menjadi dua yaitu jaminan yang lahir

dari undang-undang yaitu jaminan umum dan jaminan yang lahir karena

perjanjian. 59 Jaminan umum adalah jaminan yang adanya telah ditentukan

Undang-Undang, Contohnya adalah pada Pasal 1311 KUHPerdata, Pasal 1232

KUHPerdata, dan Pasal 1311 KUHPerdata yang menyatakan bahwa kekayaan

Debitur, baik berupa benda bergerak dan tidak bergerak, yang telah ada dan yang

akan datang dikemudian hari walaupun tidak diserahkan sebagai jaminan, maka

akan secara hukum menjadi jaminan seluruh utang Debitur. Sedangkan jaminan

khusus adalah jaminan yang timbul karena adanya perjanjian terlebih dahulu,

yaitu perjanjian yang ada antara Debitur dengan pihak perbankan atau pihak

ketiga yang menanggung utang Debitur.60

Jaminan khusus terdiri dari jaminan yang bersifat perseorangan dan

jaminan yang bersifat kebendaan. Jaminan kebendaan memberikan hak

mendahului atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat yang melekat dan

mengikuti benda yang bersangkutan, sedangkan jaminan perseorangan bersifat

tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu tetapi hanya terbatas

pada harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan yang

bersangkutan.61

Menurut sifatnya perjanjian dibagi dua yaitu pokok dan perjanjian

accesoir. Perjanjian pokok adalah perjanjian utama yang dilakukan oleh Debitur

59 Adrian Sutedi, 2010, Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika,Jakarta, hal. 21.

60Ibid, hal. 27.61 Salim, HS, 2007, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Salim HS II), hal. 7.

Page 78: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

62

dengan lembaga perbankan maupun lembaga keuangan non bank yang

diperuntukkan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga keuangan.

Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok. Sedangkan perjanjian accesoir

adalah perjanjian tambahan yang dibuat disamping perjanjian pokok yang

bertujuan untuk memberikan kekuatan tambahan bagi perjanjian pokoknya.

Perjanjian accesoir bersifat melekat dengan perjanjian pokoknya sehingga apabila

perjanjian pokoknya telah usai maka secara otomatis perjanjian accesoir juga

telah berakhir, begitu juga apabila perjanjian pokoknya berpindah maka perjanjian

accesoir-nya ikut pula berpindah. Contoh dari perjanjian accesoir adalah

perjanjian pembebanan jaminan seperti perjanjian gadai, hak tanggungan, dan

fidusia.62

Sri Soedewi dalam bukunya yang berjudul Hukum Jaminan di Indonesia

menyatakan bahwa dalam praktek perbankan perjanjian pokoknya itu berupa

perjanjian pemberian kredit atau perjanjian membuka kredit oleh bank, dengan

kesanggupan memberikan jaminan berupa pembebanan hak tanggungan pada

suatu objek benda tertentu yang mempunyai tujuan sebagai penjaminan kekuatan

dari perjanjian pokonya. 63 Selain hak tanggungan, adapula fidusia, gadai,

borgtocht, dan lain-lain. Perjanjian penjaminan sendiri mempunyai kedudukan

sebagai perjanjian tambahan atau perjanjian accesoir yang dikaitkan dengan

perjanjian pokok tersebut. kedudukan perjanjian penjaminan yang

62Ibid, hal. 23.63 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1980, Hukum Jaminan Di Indonesia

Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, C.V. Bina Usaha,Yogyakarta, hal. 37.

Page 79: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

63

dikonstruksikan sebagai perjanjian accesoir itu memberikan kuatnya lembaga

jaminan tersebut bagi keamanan pemberian kredit oleh kreditur.

2.2.2 Subjek dan Objek Hak Tanggungan

Subjek hak tanggungan dapat dilihat pada ketentuan Pasal 8 dan Pasal 9

UUHT, yaitu menurut Pasal 8 ayat (1) UUHT “Pemberi Hak Tanggungan adalah

orang perorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk

melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang

bersangkutan.” Pada Pasal 9 UUHT menyebutkan bahwa: “Pemegang Hak

Tanggungan adalah orang perorangan atau badan hukum yang berkedudukan

sebagai pihak yang berpiutang.” Sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek hak

tanggungan merupakan pemberi dan pemegang hak tanggungan yaitu para pihak

yang mempunyai kepentingan berkaitan dengan perjanjian utang piutang yang

dijamin pelunasanya.

Objek hak tanggungan terdapat pada Pasal 4 ayat (1) UUHT yaitu hak atas

tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha,

dan Hak Pakai Atas Tanah Negara. Hak-hak tersebut menurut ketentuan yang

berlaku wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Selain

hak-hak atas tanah tersebut dalam Pasal 4 ayat (2) yang dapat juga dibebani hak

tanggungan juga berikut hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan

yang berlaku wajib di daftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan.

Pasal 4 ayat 4 UUHT menyatakan bahwa hak tanggungan dapat juga

dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang

telah ada atau aka nada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan

Page 80: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

64

yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dinyatakan

secara tegas dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Suatu objek hak tanggungan dapat dibebani lebih dari satu hak tanggungan

guna menjamin pelunasan lebih dari satu hutang dan peringkatnya masing-masing

hak tanggungan tersebut ditentukan sesuai dengan tanggal pendaftarannya pada

kantor pertanahan. Dalam hal apabila didaftarkan dengan tanggal yang sama maka

melihat pada Akta Pembebanan Hak Tanggungan, dan apabila suatu objek hak

tanggungan dapat dibebani lebih dari satu hak tanggungan sehingga terdapat

pemegang hak tanggungan peringkat pertama, peringkat kedua, dan seterusnya.64

2.2.3 Asas-Asas Hak Tanggungan

Apabila dilihat dalam UUHT maka Hak Tanggungan mempunyai asas-

asas sebagai berikut:

1. Hak tanggungan memberikan hak preferent (droit de preference) yaitukedudukan yang diutamakan atau mendahului. (Pasal 1 ayat (1));

2. Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 2);3. Hak tanggungan mempunyai sifat Droit de Suite (Pasal 7);4. Hak tanggungan mempunyai sifat accesoir;5. Hak tanggungan untuk menjamin utang yang telah ada maupun yang

akan ada;6. Hak tanggungan dapat menjamin lebih dari satu hutang;7. Hak tanggungan dapat dibebankan pada hak atas tanah saja;8. Hak tanggungan dapat dibebankan pada hak atas tanah berikut benda

diatasnya dan dibawah tanah;9. Hak tanggungan berisi hak untuk melunasi utang dari hasil penjualan

benda jaminan dan tidak memberikan hak bagi kreditur untuk memilikibenda jaminan;

10. Hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial;11. Hak tanggungan mempunyai sifat spesisalitas dan publiksitas.65

64 M. Bahsan, 2010, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit PerbankanIndonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 28.

65 Salim, HS II, op.cit. hal. 102.

Page 81: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

65

Menurut Salim H.S artinya bahwa pemegang hak tanggungan diberikan

kedudukan yang diutamakan terhadap kreditor tertentu sehingga kreditor satu

mempunyai kedudukan yang lebih diutamakan dibandingkan dengan kreditor

lainnya untuk memperoleh pembayaran piutangnya dari hasil penjualan objek

jaminan kredit yang diikat dengan hak tanggungan tersebut. Apabila debitur

cidera janji, maka kreditor pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui

pelelangan umum objek hak jaminan dalam hal ini adalah tanah yang dijadikan

jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan

dengan hak mendahului daripada kreditor-kreditor lainnya. Kreditor pemegang

hak tanggungan didahulukan dalam mengambil pelunasan atas hasil penjualan

eksekusi obyek hak tanggungan. Kedudukan sebagai kreditor yang mempunyai

hak didahulukan dari kreditor lain (kreditor preferen). Jadi hak mendahulukan

dimaksudkan adalah bahwa kreditor pemegang Hak Tanggungan didahulukan

dalam mengambil pelunasan atas hasil penjualan eksekusi obyek Hak

Tanggungan. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak

mengurangi preferensi piutang-piutang Negara menurut ketentuan-ketentuan

hukum yang berlaku.

Sedangkan asas Hak Tanggungan yang kedua yaitu tidak dapat di bagi-

bagi sebagaimana dalam Pasal 2 UUHT artinya Hak Tanggungan membebani

secara utuh obyeknya dan setiap bagian daripadanya. Didalam penjelasan Pasal 2

UUHT menyatakan bahwa:

Yang dimaksud dengan sifat tidak dapat dibagi-bagi dari Hak Tanggunganadalah bahwa Hak Tanggungan membebani secara utuh objek hak tanggungandan setiap bagian daripadanya. Telah dilunasinya sebagian dari utang yang telahdijamin tidak berarti terbebasnya sebagian objek Hak Tanggungan dari beban Hak

Page 82: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

66

Tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi. Ketentuan ini merupakanpengecualian dari asas yang ditetapkan pada ayat (1) untuk menampungkebutuhan perkembangan dunia perkreditan, antara lain untuk mengakomodasikeperluan pendanaan pembangunan kompleks perumahan yang semulamenggunakan kredit untuk pembangunan seluruh kompleks dan kemudian akandijual kepada pemakai satu persatu, sedangkan untuk membayarnya pemakaiakhir ini juga menggunakan kredit dengan jaminan rumah yang bersangkutan.Sesuai ketentuan ayat ini apabila Hak Tanggungan itu dibebankan pada beberapahak atas tanah yang terdiri dari beberapa bagian yang masing-masing merupakansuatu kesatuan yang berdiri sendiri dan dapat dinilai secara tersendiri, asas tidakdapat dibagi-bagi ini dapat disimpangi asal hal itu diperjanjikan secara tegasdalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Sehingga pelunasan sebagian utang yang dijamin tidak membebaskan

sebagian obyek dari beban Hak Tanggungan, tetapi Hak Tanggungan tetap

membebani seluruh obyeknya untuk sisa utang yang belum dilunasi.Kemudian

sifat droit de suite atau zaaksgelovg mempunyai arti bahwa pemegang hak

tanggungan mempunyai hak mengikuti objek hak tanggungan meskipun objek hak

tanggungan telah berpindah dan menjadi milik pihak lain. Penjelasan Pasal 7

menyatakan bahwa sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi

kepentingan pemegang hak tanggungan. Walaupun objek hak tanggungan sudah

berpindahtangan dan menjadi milik pihak lain, kreditor masih tetap dapat

menggunakan haknya melakukan eksekusi jika debitur cidera janji. Misalnya

apabila ada objek hak tanggungan (tanah dan bangunan) telah dijual dan menjadi

milik pihak lain, maka kreditur sebagai pemegang jaminan tersebut tetaplah

mempunyai hak untuk melakukan eksekusi atas jaminan tersebut apabila debitur

cidera janji meskipun tanah dan bangunan tersebut telah beralih dari milik debitur

menjadi milik pihak lain. Hal ini merupakan perwujudan dari Pasal 7 yang

menyatakan bahwa hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan

siapapun objek tersebut berada dan objek tersebut tetap terbeban hak tanggungan

Page 83: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

67

walaupun di tangan siapapun benda itu berada.

Hak tanggungan juga bersifat accesoir yang artinya hak tanggungan yang

berarti bahwa hak tanggungan bukanlah hak yang berdiri sendiri tetapi

eksistensinya tergantung pada perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit atau

perjanjian utang lainnya. Lahirnya ditentukan oleh piutang yang dijamin

pelunasannya begitu juga hapusnya tergantung pada perjanjian pokonya yaitu

perjanjian kredit atau perjanjian lain yang menimbulkan utang yang hapusnya

disebabkan karena lunasnya kredit atau lunasnya hutang tertentu. Sifat jaminan

yang accesoir maka mempunyai sifat antara lain:

1. Adanya tergantung pada perjanjian pokok;2. Hapusnya tergantung pada perjanjian pokok;3. Jika perjanjian pokok batal maka perjanjian accesoir juga batal.4. Ikut beralih dengan beralihnya perjanjian pokok;5. Jika perutangan pokok beralih karena cessi, subrograsi maka ikut

beralih juga tanpa adanya penyerahan khusus.66

Selain itu hak tanggungan diperuntukkan untuk menjamin utang yang telah

ada maupun yang akan ada sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) UUHT yaitu:

a. Utang yang telah ada artinya besarnya utang yang telah ditentukandalam perjanjian kredit. Besarnya utang yang ada dalam perjanjiankredit biasanya merupakan jumlah maksimum atau plafond;

b. Utang yang aka nada telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu. Utangini merupakan utang yang akan ada karena terjadinya dimasa akandating tetapi jumlahnya sudah bisa ditentukan sesuai komitmen kredituruntuk membayar Bank Garansi akibat debitur tidak memenuhikewajiban kepada penerima Bank Garansi;

c. Utang yang akan ada tetapi jumlahnya pada saat permohonan eksekusihak tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian kreditatau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang-pitang.

Sedangkan Pasal 3 ayat (2) UUHT menyatakan bahwa hak tanggungan

dapat diberikan untuk suatu hutang yang berasal dari satu hubungan hukum atau

66Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, loc.cit.

Page 84: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

68

untuk satu atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum. Sehingga

pemberian hak tanggungan dapat diberikan untuk:

a. Satu atau lebih kreditur yang memberikan kredit kepada satu debitur

berdasarkan perjanjian masing-masing secara bilateral antara kreditur-

kreditur dengan debitur.

b. Beberapa kreditur secara bersama-sama memberikan kredit kepada satu

debitur berdasarkan satu perjanjian.

Hak tanggungan juga dapat menjamin lebih dari satu hutang. Hak

tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan

hukum atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan

hukum sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) UUHT. Penjelasan Pasal 3 antara lain

adalah bahwa utang yang dijamin dengan hak tanggungan dapat berupa utang

yang sudah ada maupun yang belum ada, tetapi sudah diperjanjikan, misalnya

utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditor untuk

kepentingan debitur dalam rangka pelaksanaan bank garansi. Jumlahnya juga

dapat ditentukan secara tetap didalam perjanjian yang bersangkutan dan dapat

pula ditentukan dikemudian hari berdasarkan cara perhitungan yang telah

ditentukan didalam perjanjian yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang

bersangkutan. Misalnya utang bunga atas pinjaman pokok dan ongkos-ongkos

lain yang jumlahnya baru dapat ditentukan kemudian. Suatu onjek hak

tanggungan dapat dibebani lebih dari satu hak tanggungan guna menjamin

pelunasan dari satu hutang. Peringkat masing-masing hak tanggungan ditentukan

menurut tanggal pendaftarannya di kantor pertanahan, suatu objek hak

Page 85: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

69

yanggungan yang dapat dibebani lebih dari satu hak tanggungan tersebut

menimbulkan pemegang hak tanggungan peringkat pertama, peringkat kedua, dan

seterusnya.

Hak tanggungan dapat dibebankan pada hak atas tanah saja yaitu asas yang

merupakan perwujudan dari sistem tanah nasional yang didasarkan pada hukum

adat yang menggunakan asas pemisahan horizontal. Secara yuridis formal asas

yang menyatakan bahwa Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas

tanah yang telah ada diatur dalam : Pasal 8 ayat (2) dinyatakan bahwa

kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan

harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan.

Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah yang telah dimiliki

oleh pemegang Hak Tanggungan. Oleh karena itu, hak atas tanah yang baru akan

dipunyai oleh seseorang di kemudian hari tidak dapat dijaminkan dengan Hak

Tanggungan bagi pelunasan suatu utang. Begitu juga tidaklah mungkin untuk

membebankan Hak Tanggungan pada suatu hak atas tanah yang baru akan ada

di kemudian hari.

Hak tanggungan dapat dibebankan pada hak atas tanah berikut benda

diatasnya dan dibawah tanah. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 4 ayat (4)

UUHT yaitu Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah

berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang

merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik

pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam

Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.Berdasarkan ketentuan

Page 86: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

70

Pasal 4 ayat (4) di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dapat dijadikan jaminan

selain benda-benda yang berkaitan dengan tanah, juga benda-benda yang bukan

dimiliki oleh pemegang hak atas tanah tersebut.

Hak tanggungan berisi hak untuk melunasi utang dari hasil penjualan

benda jaminan dan tidak memberikan hak bagi kreditur untuk memiliki benda

jaminan. Asas ini merupakan perlindungan terhadap debitur. Melihat dari tujuan

hak tanggungan tersebut adalah untuk menjamin pelunasan utang apabila debitur

atau si berhutang cidera janji dengan cara mengambil dari hasil penjualan benda

jaminan itu bukan untuk dikuasai atau dimiliki kreditor sebagai pemegang hak

tanggungan. Salah satu tujuan dari asas ini yaitu melindungi debitur dari tindakan

sewenang-wenang dari kreditor sebagai pemegang hak tanggungan.

Asas selanjutnya adalah hak tanggungan mempunyai kekuatan

eksekutorial yang artinya bahwa kreditor sebagai pemegang hak tanggungan

pertama mempunyai hak untuk mengeksekusi benda jaminan apabila debitur

cidera janji. Apabila debitur wanprestasi yaitu tidak melunasi utangnya sesuai

dengan yang diperjanjikan kepada kreditor, maka kreditor yang bersangkutan

akan melakukan eksekusi atas objek jaminan yang diikuti hak tanggungan.

Pencantuman asas Hak Tanggungan ini berkaitan untuk mencegah terjadinya

cedera janji yang dilakukan pemegang Hak Tanggungan. Oleh karena itu, apabila

terjadi cedera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mendapatkan prioritas

pertama menjual obyek Hak Tanggungan.67 Hal ini sesuai dengan Pasal 6 UUHT,

dengan mengacu pada Pasal 6 tersebut maka apabila debitur cidera janji, hal ini

67 Supriadi, 2012, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 185.

Page 87: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

71

dapat dimintakan untuk melaksanakan eksekusi atau yang biasa disebut parate

eksekusi. Oleh karena itu, parate eksekusi yang terdapat didalam hak tanggungan

diperjanjikan atau tidak diperjanjikan hak itu demi hukum dipunyai oleh

pemegang Hak Tanggungan. Sertifikat hak tanggungan yang merupakan tanda

bukti adanya Hak Tanggungan yang diberikan oleh Kantor Pertanahan dan yang

memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa.”, mempunyai kekuatan eksekutorian yang sama kuatnya dengan

putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Hak tanggungan juga mempunyai sifat spesisalitas dan publiksitas, yaitu

uraian yang jelas dan terperinci mengenai obyek hak tanggungan yang meliputi

rincian mengenai sertifikat ha katas tanah misalnya hak atas tanah Hak Milik atau

Hak Guna Bangunan atau Hak Guna Usaha, tanggal penerbitannya, tentang

luasnya, letaknya, batas-batasnya dan lain sebagainya. Jadi di dalam akta Hak

Tanggungan harus diuraikan secara spesifik mengenai hak atas tanah yaitu

dibebani hak tanggungan. Seperti tercantum dalam Pasal 11 ayat (1) huruf e

UUHT yang menentukan bahwa “Didalam Akta Pemberian Hak Tanggungan

wajib dicantumkan uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan. Uraian

yang jelas mengenai obyek hak tanggungan adalah uraian mengenai sertifikat ha

katas tanah seperti disebutkan di atas.” Sedangkan sifat Publiksitas hak

tanggungan adalah bahwa hak tanggungan haruslah didaftarkan di Kantor

Pertanahan dimana tanah yang dibebani hak tanggungan tersebut berada, sehingga

apabila ada pihak ketiga yang merasa dirugikan dapat melakukan tindakan karena

telah melihat adanya pendaftaran tersebut, dan hanya dengan pencatatan

Page 88: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

72

pendaftaran yang terbuka bagi umum yang memungkinkan pihak ketiga dapat

mengetahui tentang adanya pembebanan Hak Tanggungan atas suatu hak atas

tanah.

2.2.4 Pemberian Hak Tanggungan

Tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Tanggungan diatur dalam Pasal

17 UUHT yang menyatakan bahwa:

Bentuk dan isi akta pemberian Hak Tanggungan, bentuk dan isi bukutanah Hak Tanggungan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan tata carapemberian dan pendaftaran hak tanggungan ditetapkan dandiselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksuddalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang PeraturanDasar Pokok-Pokok Agraria.

Tata cara pemberian Hak Tanggungan merupakan prosedur tata cara

proses pelimpahan kepada pihak ketiga, karena di dalamnya terdapat janji

pelunasan utang. Tata cara ini diatur dalam Pasal 10 ayat (1), (2), dan (3) UUHT

yang dinyatakan sebagaimana berikut:

Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikanHak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan didalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yangbersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian HakTanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan olehPPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila objekHak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yangtelah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belumdilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersama dengan permohonanpendaftaran ha katas tanah yang bersangkutan.

Dari penjelasan Pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa sesuai dengan sifat

hak tanggungan yaitu accesoir maka pemberiannya haruslah merupakan ikutan

dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum

Page 89: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

73

utang-piutang yang dijamin pelunasannya. Perjanjian yang dapat menimbulkan

utang piutang ini dapat dibuat dengan akta dibawah tangan maupun dengan akta

autentik, tergantung pada ketentuan hukum yang mengatur materi perjanjian itu.

Dalam hal hubungan utang-pitang itu timbul dari perjanjian utang piutang atau

perjanjian kredit, perjanjian tersebut dapat dibuat didalam maupun di luar negeri

dan pihak-pihak yang bersangkutan dapat perseorangan atau badan hukum asing

sepanjang kredit yang bersangkutan dipergunakan untuk kepentungan

pembangunan di wilayah negara Republik Indonesia.68

Pemberian hak tanggungan dilakukan dengan cara pembuatan Akta

Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya

disingkat PPAT), hal ini telah tercantum di dalam Pasal 10 ayat (2) UUHT. Dalam

bukunya yang berjudul Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia,

M. Bahsan menjelaskan Pasal 10 ayat (3) yaitu bahwa apabila objek hak

tanggungan tersebut berupa hak atas tanah yang berasal dari konvensi hak lama

yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan, tetapi pendaftarannya belum

dilakukan, maka pemberian hak tanggungan dilakukan bersamaan dengan

permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Hak lama dalam hal

ini artinya hak kepemilikan atas tanah menurut hukum adat yang telah ada tetapi

proses administrasi dalam konvensinya belum selesai dilaksanakan, dan syarat-

syarat yang harus dipenuhi adalah syarat-syarat yang ditetapkan oleh peraturan

perundang-undangan yang berlaku.69

68Ibid, hal. 30.69Ibid, hal. 31.

Page 90: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

74

Proses yang dijalani dalam pembebanan hak tanggungan antara lain:70

1. Perjanjian Kredit

Dalam hal ini para pihak, yaitu kreditor (bank) dan debitur membuat

perjanjian kredit. Perjanjian kredit ini dapat dilakukan dengan dua cara

yaitu:

a. Perjanjian kredit di bawah tangan, yaitu perjanjian kredit yang dibuat

antara debitur sebagai peminjam dengan kreditor sebagai pemberi

pinjaman atau kredit.

b. Perjanjian kredit notariil, yaitu perjanjian kredit yang dibuat

dihadapan Notaris. Hal ini perlu dilakukan apabila jumlah pinjaman

yang diberikan sangat besar.

2. Pembebanan Hak Tanggungan

Keberadaan Hak Tanggungan tersebut ditentukan melalui pemenuhan

tata cara pembebanan yang meliputi dua tahap kegiatan, yaitu:

a. Tahap Pemberian Hak Tanggungan:

1. Untuk keperluan pembebanan hak tanggungan, pertama

debitur harus menyerahkan kepada bank sertifikat hak atas

tanah (Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,

Hak Pakai Atas Tanah Negara) yang akan dibebani hak

tanggungan. Sertifikat hak atas tanah tersebut dapat atas

nama debitur sendiri atau atas nama pihak ketiga.

70 Adrian Sutedi, op.cit. hal. 91-93.

Page 91: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

75

2. Disamping harus menyerahkan sertifikat hak atas tanah

debitur atau pemilik tanah juga harus mengusahakan atau

menyerahkan kepada bank, Surat Keterangan Pendaftaran

Tanah (SKPT) dan Kantor Pertanahan setempat, dapat pula

langsung dimintakan oleh bank kepada Kantor Pertanahan.

Adapun yang dimaksud dengan SKPT adalah Surat

Keterangan yang memuat keterangan mengenai:

i. Keabsahan dari sertifikat hak atas tanah;

ii. Status tanah tersebut dalam sengketa atau diletakkan

sita oleh pengadilan atau tidak;

iii. Tanah sudah atau belum dibebani hak tanggungan,

dan lain-lain yang berkaitan dengan pendaftaran

tanah.

3. Demi menjamin keamanan, selain informasi yang diperoleh

dari SKPT, kreditur (bank) seharusnya mencari informasi

lainnya, antara lain dengan cara:

Melihat rencana tanah kota, untuk melihat

peruntukkan tanah tersebut di masa yang akan

datang.

Memeriksa lokasi tanah.

4. Setelah penelitian kreditor (bank) dianggap cukup, kemudian

pihak bank dan pemilik tanah datang ke PPAT yang

wewenangnya meliputi daerah dimana tanah tersebut terletak,

Page 92: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

76

untuk membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).

Pemberian hak tanggungan ini dilakukan dengan pembuatan

Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setelah itu

Akta Pemberian Hak Tanggungan itu ditandatangani oleh

pemilik tanah selaku pemberi hak tanggungan, pemegang hak

tanggungan, yaitu pihak bank, dua orang saksi, dan PPAT

sendiri.

b. Kantor pertahanan tersebut kemudian akan melakukan hal-hal

sebagai berikut:

Membuat buku tanah hak tanggungan

Mencatat di buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek

hak tanggungan

Mencatat pembebanan hak tanggungan tersebut dalam

sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan

Mendaftar dalam daftar buku tanah hak tanggungan

Menurut Pasal 13 ayat (4) UUHT, tanggal buku tanah hak

tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan

secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi

pendaftarannya, yang merupakan saat lahirnya sertifikat hak

tanggungan.

Page 93: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

77

c. Sertifikat hak tanggungan dan sertifikat hak atas tanah kemudian

diserahkan kepada kreditur selaku pemegang hak tanggungan untuk

disimpan.

2.2.5 Lahir dan Berakhirnya Hak Tanggungan

Hak tanggungan dinyatakan lahir pada tanggal buku tanah hak tanggungan

yaitu pada hari ketujuh setelah Kantor Pertanahan menerima secara lengkap surat-

surat yang diperlukan bagi pendaftaran dan jika hari ketujuh jatuh pada hari libur

buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya. Hari dan

tanggal lahirnya hak tanggungan menandai atau membuktikan lahirnya hak

preferent atau hak diutamakan bagi kreditur sebagai pemegang hak tanggungan

sehingga kreditur yang memegang hak tanggungan memiliki kedudukan yang

diutamakan atas jaminan yang dipegangnya. Apabila kreditur sebagai pemegang

hak tanggungan yang memiliki hak preferent maka Undang-Undang memberikan

perlindungan dan kekuatan hukum yang khusus bagi pemegang hak tanggungan

tersebut. Tanda bukti ada atau lahirnya hak tanggungan, Kantor Pertanahan

setempat menerbitkan sertifikat hak tanggungan sebagaimana ditegaskan dalam

ketentuan Pasal 14 ayat (1) UUHT. Dengan kata lain, sertifikat hak tanggungan

merupakan bukti ada atau lahirnya hak tanggungan, yang kelahiran ditentukan

pada saat pendaftaran benda yang menjadi objek hak tanggungan tersebut dalam

buku tanah hak tanggungan. Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UUHT menyebutkan

bahwa sertifikat hak tanggungan dimaksud memuat irah-irah “Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang mempunyai kekuatan

eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh

Page 94: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

78

kekuatan hukum tetap dan dapat berlaku sebagai pengganti grosse akta hipotek

sepanjang hak atas tanah.

Pada Pasal 13 ayat (1) UUHT diatur mengenai pemberian hak tanggungan

yaitu wajib didaftarkan pada kantor pertanahan, kemudian di dalam Pasal 11 ayat

(2) dan ayat (3) dijelaskan mengenai bagaimana cara pendaftaran hak tanggungan

dilakukan. Menurut St. Remy Sjahdeni, tata cara pelaksanaannya adalah sebagai

berikut:71

a. Setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuatoleh PPAT dilakukan oleh para pihak, PPAT mengirimkan AktaPemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yangdiperlukan oleh kantor pertanahan. Pengiriman tersebut wajib dilakukanoleh PPAT yang bersangkutan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerjasetelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan.

b. Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan denganmembuatkan buku tanah Hak tanggungan dan mencatatnya dalam bukutanah hak atas tanah uang menjadi objek Hak Tanggungan sertamenyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yangbersangkutan.

c. Tanggal buku tanah Hak Tanggungan adalah tanggal hari ketujuhsetelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagipendaftaran nya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, bukutanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.

Sedangkan hapusnya hak tanggungan diatur pada Pasal 18 sampai dengan

Pasal 19 UUHT, yang dimaksud dengan hapusnya hak tanggungan adalah tidak

berlaku lagi hak tanggungan. Ada empat sebab hapusnya hak tanggungan, yaitu:

1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan;2. Dilepaskan hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan;3. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh

Ketua Pengadilan Negeri;4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.

71Sutan Remy Sjahdeni, 1999, Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu KajianMengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Alumni, Bandung, hal. 110.

Page 95: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

79

Sudikno Mertokusumo mengemukakan 6 (enam) cara berakhirnya atau

hapusnya hak tanggungan yaitu:

1. Dilunasinya hutang atau dipenuhinya prestasi secara sukarela olehdebitur. Disini tidak terjadi cedera janji atau sengketa;

2. Debitur tidak memenuhi tepat pada waktu, yang berakibat debitur akanditegur oleh kreditur untuk memenuhi prestasinya. Teguran ini tidakjarang disambut dengan dipenuhinya prestasi oleh debitur dengansukarela, sehingga dengan demikian utang debitur lunas dan perjanjianutang piutang berakhir;

3. Debitur cidera janji. Dengan adanya cidera janji tersebut, maka debiturdapat melakukan parate executie dengan menjual lelang barang yangdijaminkan tanpa melibatkan pengadilan. Utang dilunasi dari hasilpenjualan lelang tersebut. Dengan demikian, perjanjian utang piutangberakhir;

4. Debitur cidera janji, maka kreditur dapat mengajykan sertifikat haktanggungan ke pengadilan ke pengadilan untuk dieksekusi berdasarkanPasal 224 HIR yang diikuti pelelangan umum. Dengan dilunasi utangdari hasil penjualan lelang, maka perjanjian utang pitang berakhir.Disini tidak terjadi gugatan.

5. Debitur cidera janjidan tetap tidak mau memenuhi prestasi maka debiturdigugat oleh kreditur, yang kemudian diikuti oleh putusan pengadilanyang memenangkan kreditur. Putusan tersebut dapat dieksekusi secarasukarela seperti yang terjadi pada cara yang kedua dengandipenuhinnya prestasi oleh debitur tanpa pelelangan umum dan dengandemikian perjanjian utang piutang berakhir.

6. Debitur tidak mau melaksanakan putusan pengadilan yangmengalahkannya dan menghukum melunasi utangnya maka putusanpengadilan dieksekusi secara paksa dengan pelelangan umum yanghasilnya digunakan untuk melunasi hutang debitur dan mengakibatkanperjanjian utang piutang berakhir.72

Pasal 22 UUHT menyatakan bahwa setelah hak tanggungan hapus maka

Kantor Pertanahan mencoret catatan hak tanggungan tersebut pada buku tanah hak

atas tanah dan sertifikatnya. Penghapusan hak tanggungan dilakukan dengan cara

pencoretan catatan atau roya hak tanggungan. Sertifikat hak tanggungan tersebut

ditarik dan bersama-sama dengan buku tanah hak tanggungan yang dinyatakan

72 Sudikno Mertokusumo, 1996, Eksekusi Objek Hak TanggunganPermasalahan dan Hambatan, Yogyakarta, hal. 35.

Page 96: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

80

tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan. Lahirnya hak tanggungan pada saat

buku tanah hak tanggungan yaitu pada hari ketujuh setelah kantor pertanahan

menerima secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran, sedangkan

untuk hapusnya hak tanggungan telah jelas tertulis pada Pasal 18 dan Pasal 19

UUHT.

Page 97: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

81

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM PEMBELI LELANG EKSEKUSI

3.1 Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Kredit Pada Bank

Asal mula terbentuknya bank salah satunya adalah untuk menopang

kegiatan usaha dalam masyarakat yaitu dengan cara pemberian bantuan berupa

dana yang akan dipergunakan untuk kegiatan usaha. Bank merupakan penyalur

dana untuk masyarakat dalam bentuk pemberian kredit disamping lembaga

keuangan lainnya. Di dalam UU Perbankan terdapat dua jenis bank yaitu Bank

Umum dan Bank Pengkreditan Rakyat. Kedua jenis bank ini mempunyai tujuan

komersial yaitu melakukan kegiatan usaha berupa pemberian kredit.

Menurut Pasal 1 Angka 2 UU Perbankan pengertian Bank antara lain:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk

kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf

hidup rakyat banyak.”

Melihat dari pengertian bank di dalam peraturan perundang-undangannya

maka dapat disimpulkan bahwa kredit merupakan salah satu bentuk kegiatan

usaha dari bank dengan tujuan untuk menyalurkan dana kepada masyarakat. Bank

selain menyalurkan dana kepada masyarakat dalam eksistensinya bank juga

merupakan sebagai penghimpun dana dalam masyarakat. Pasal 1 Angka 11 UU

81

Page 98: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

82

Perbankan menyatakan bahwa “Kredit adalah penyediaan uang atau

tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan

pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan

pemberian bunga.” Sehingga dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa bank

sebagai pihak penyedia dana dengan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam yang dibuat antara pihak bank dengan pihak debitur, selain itu juga ada

kewajiban untuk melunasi hutang yang dimiliki oleh debitur sehingga debitur

wajib melakukan pembayaran pelunasan kredit sesuai dengan jadwal pembayaran

yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan termuat dalam

perjanjian kredit.

Adanya jaminan sebagai perjanjian accesoir yang melekat dengan

perjanjian kredit sebagai perjanjian pokoknya memiliki dasar pemikiran bahwa

jika terhadap kredit yang diberikan berjalan dengan baik dan debitur melunasinya

sesuai dengan yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit, maka hubungan usaha

antara bank dengan debitur menjadi berakhir dan semuanya berjalan dengan baik

karena hak dan kewajiban antara masing-masing pihak tersebut telah dipenuhi,

namun adapula kemungkinan resiko terjadinya kredit bermasalah yang dapat

terjadi dan dapat menyebabkan bank mengalami kerugian maka di dalam

penjaminan utang tersebut dilekatkan pula perjanjian pembebanan hak

tanggungan yang akan termuat dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan.

Jaminan kredit sebagai pengamanan pelunasan kredit yang dibuat oleh

bank karena bank sebagai badan usaha yang memberikan kredit kepada debitur

Page 99: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

83

wajib membuat upaya pengamanan agar kredit yang diberikannya dapat dilunasi

oleh debitur yang bersangkutan. Sesuai dengan salah satu prinsip bank yaitu

prinsip kehati-hatian maka pengamanan kredit merupakan hal yang mutlak yang

harus dilakukan bank karena apabila debitur tidak melunasi kredit maka hal itu

merupakan kerugian bagi bank dan dapat mempengaruhi tingkat kesehatan bank

sehingga sekecil apapun jumlah kredit debitur maka bank tetap membuat jaminan

kredit guna untuk memberikan keamanan. Sehingga apabila debitur ingkar janji

dan tidak melunasi utangnya maka bank dapat melakukan penjualan atas objek

jaminan kredit yang bersangkutan, dan hasil dari pencairan jaminan kredit

tersebut dapat diperhitungkan oleh bank sebagai pelunasan kredit debitur yang

disebut kredit macet.

Jaminan kredit dapat dibebankan kepada 3 (tiga) kelompok objek yaitu

barang bergerak, barang tidak bergerak, dan jaminan perorangan. Barang bergerak

misalnya perhiasan, surat berharga, kendaraan bermotor, perlengkapan kantor,

barang persediaan, barang dagangan, dan sebagainya. Sedangkan barang tidak

bergerak berupa tanah dan benda-benda yang melekat dengan tanah seperti rumah

tinggal, gedung kantor, gudang, hotel, dan lain sebagainya. Barang tidak berwujud

dapat berupa tagihan, piutang, dan sejenisnya. Penanggungan utang dapat berupa

jaminan pribadi (personal guaranty) dan jaminan perusahaan (company/corporate

guaranty).

Jaminan kredit dapat diikat dengan gadai yaitu penguasaan barang jaminan

tersebut berpindah pada kreditur, biasanya dibebankan kepada barang bergerak

namun adapula fidusia yaitu barang jaminan tersebut tetap berada pada kekuasaan

Page 100: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

84

debitur tetapi hanya surat-suratnya yaitu hak jamiannanya saja yang berada dalam

kekuasaan kreditur misalnya kendaraan bermotor sehingga masih dapat digunakan

oleh debitur. Adapula untuk jaminan barang tidak bergerak diikat dengan hak

tanggunganmisalnya untuk tanah dan bangunan.

Pengikatan atas objek hak jaminan kredit bertujuan untuk memberikan

kepastian hukum bagi bank dalam menerima pelunasan kredit dengan cara

menguasai objek jaminan kredit. Pengikatan objek jaminan yang sempurna

diperlukan untuk memberikan kepastian hukum bagi bank yang dapat dilakukan

melalui lembaga jaminan. Tiap-tiap benda yang dijaminkan mempunyai lembaga

jaminan yang berbeda-beda dan hal ini tergantung pada bentuk jaminan yang

diserahkan kepada bank, adapula lembaga jaminan yang digunakan untuk

mengikat objek jaminan kredit dapat berupa gadai, hipotek, hak tanggungan, dan

jaminan fidusia. Pemenuhan pengikatan objek jaminan kredit dari masing-masing

lembaga jaminan tersebut mempunyai satu tujuan utama yaitu memberikan

kepastian hukum kepada bank dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Hak tanggungan digunakan untuk jaminan kredit pada bank yang berupa

barang tidak bergerak yaitu untuk tanah dan bangunan sesuai dengan Pasal 20

UUHT bahwa cara mencairkan objek hak tanggungan yang diikat dengan hak

tanggungan yaitu dapat melalui eksekusi dan juga melalui penjualan dibawah

tangan. Bank sebagai kreditur dapat mendapatkan pengembalian utang oleh

debitur melalui lembaga hukum yang tersedia. Lembaga hukum yang dapat

dipergunakan dan berfungsi untuk menyelesaikan masalah kredit macet, adalah :

Page 101: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

85

a. Pengadilan Negeri, apabila kredit macet yang terjadi merupakan tagihan-

tagihan dari bank swasta.

b. Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)/Badan Urusan Piutang dan Lelang

Negara (BUPLN)/Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang

(KPKNL), berfungsi untuk menyelesaikan masalah kredit macet yang

merupakan tagihan-tagihan dari bank pemerintah.

Pelaksanaan eksekusi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri selama ini

hanya terhadap tagihan bank, yang oleh pihak kreditor sebelumnya telah

mengajukan permohonan eksekusi terhadap obyek hak tanggungan kepada Ketua

Pengadilan Negeri di wilayah mana hak tanggungan itu berada. Setelah debitor

yang ingkar janji dipanggil dan diberi tenggang waktu untuk membayar

hutangnya dengan sukarela, namun tetap lalai untuk membayar, maka obyek hak

tanggungan disita dengan sita eksekutorial. Jika setelah disita tetapi debitor tetap

lalai untuk membayar, maka obyek hak tanggungan tersebut akan dilelang secara

umum.

Proses pelaksanaan eksekusi terhadap Hak Tanggungan yang dilakukan

oleh pihak kreditor, sebenarnya tidaklah sulit. Karena disamping sertifikat Hak

Tanggungan berfungsi sebagai surat tanda bukti adanya Hak Tanggungan, dimana

pada sertifikat tersebut dibubuhkan irah-irah dengan kata-kata "Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa'', yang mempunyai kekuatan eksekutorial

yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap, pemegang Hak Tanggungan pertama juga mempunyai hak untuk melakukan

eksekusi langsung terhadap obyek Hak Tanggungan yang dijadikan sebagai

Page 102: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

86

jaminan kredit, apabila debitur ingkar janji. Hal mana didasarkan pada kuasa yang

diberikan oleh debitor maupun oleh undang-undang kepada pihak kreditor.

Sri Soedewi dalam bukunya yang berjudul Hukum Jaminan di Indonesia

menyatakan bahwa dalam praktek perbankan perjanjian pokoknya itu berupa

perjanjian pemberian kredit atau perjanjian membuka kredit oleh bank, dengan

kesanggupan memberikan jaminan berupa pembebanan hak tanggungan pada

suatu objek benda tertentu yang mempunyai tujuan sebagai penjaminan kekuatan

dari perjanjian pokonya. 73 Selain hak tanggungan, adapula fidusia, gadai,

borgtocht, dan lain-lain. Perjanjian penjaminan sendiri mempunyai kedudukan

sebagai perjanjian tambahan atau perjanjian accesoir yang dikaitkan dengan

perjanjian pokok tersebut. kedudukan perjanjian penjaminan yang

dikonstruksikan sebagai perjanjian accesoir itu memberikan kuatnya lembaga

jaminan tersebut bagi keamanan pemberian kredit oleh kreditur.

Hak tanggungan juga bersifat accesoir yang artinya hak tanggungan yang

berarti bahwa hak tanggungan bukanlah hak yang berdiri sendiri tetapi

eksistensinya tergantung pada perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit atau

perjanjian utang lainnya. Lahirnya ditentukan oleh piutang yang dijamin

pelunasannya begitu juga hapusnya tergantung pada perjanjian pokonya yaitu

perjanjian kredit atau perjanjian lain yang menimbulkan utang yang hapusnya

disebabkan karena lunasnya kredit atau lunasnya hutang tertentu. Sifat jaminan

yang accesoir maka mempunyai sifat antara lain:

1. Adanya tergantung pada perjanjian pokok;2. Hapusnya tergantung pada perjanjian pokok;

73 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, loc.cit.

Page 103: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

87

3. Jika perjanjian pokok batal maka perjanjian accesoir juga batal.4. Ikut beralih dengan beralihnya perjanjian pokok;5. Jika perutangan pokok beralih karena cessi, subrograsi maka ikut

beralih juga tanpa adanya penyerahan khusus.74

Menurut Undang-Undang Hak Tanggungan mengandung hak untuk

pelaksanaan pemenuhan piutangnya terhadap benda jaminan, manakala piutang

tersebut telah jatuh tempo dan sudah dapat ditagih, namun ternyata debitur tidak

sanggup untuk melunasinya sehingga dapat dinyatakan bahwa debitur telah

wanprestasi. Kreditur mempunyai kewenangan untuk melakukan eksekusi secara

langsung terhadap benda yang menjadi jaminan tanpa perantaraan hakim. Hal ini

dikarenakan dalam perjanjian Hak Tanggungan terdapat titel eksekutorial yang

berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” sehingga

mempunyai kekuatan yang mengikat dan pasti seperti kekuatan putusan

pengadilan. Dengan kata lain telah mempunyai kekuatan eksekutorial, yang

mempunyai dampak dapat dilakukannya eksekusi secara langsung terhadap benda

yang dijaminkan tersebut dengan jalan benda jaminan tersebut dapat dijual

dimuka umum dan hasilnya diperhitungkan untuk pelunasan piutangnya.Selain itu

karena ada janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri, maka kreditur dapat

menjual benda yang dijaminkan oleh debitur tersebut dimuka umum atas dasar

parate eksekusi.

Jika debitur wanprestasi, setelah mendapat peringatan beberapa kali tetap

tidak memenuhi maka pihak bank tidak melakukan eksekusinya sendiri melainkan

meminta campur tangan Panitia Urusan Piutang Negara (selanjutnya disingkat

74Ibid.

Page 104: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

88

PUPN) atau pengadilan.75 Namun untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi

seringkali pihak debitur lebih memilih menjual sendiri barang jaminannya

tersebut guna melunasi hutangnya dan dapat menerima kembali apabila ada sisa

uang dari hasil penjualannya tersebut setelah digunakan untuk melunasi

hutangnya pada kreditur karena apabila melalui penjualan umum akan

memberatkan debitur karena barang akan dijual dengan harga yang jauh lebih

murah.

Objek hak tanggungan terdapat pada Pasal 4 ayat (1) UUHT yaitu hak atas

tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha,

dan Hak Pakai Atas Tanah Negara. Hak-hak tersebut menurut ketentuan yang

berlaku wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Selain

hak-hak atas tanah tersebut dalam Pasal 4 ayat (2) yang dapat juga dibebani hak

tanggungan juga berikut hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan

yang berlaku wajib di daftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan.

Pasal 4 ayat 4 UUHT menyatakan bahwa hak tanggungan dapat juga

dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang

telah ada atau aka nada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan

yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dinyatakan

secara tegas dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Tanggungan diatur dalam Pasal

17 UUHT yang menyatakan bahwa:

Bentuk dan isi akta pemberian Hak Tanggungan, bentuk dan isi bukutanah Hak Tanggungan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan tata cara

75Ibid, hal. 35.

Page 105: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

89

pemberian dan pendaftaran hak tanggungan ditetapkan dandiselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksuddalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang PeraturanDasar Pokok-Pokok Agraria.

Tata cara pemberian Hak Tanggungan merupakan prosedur tata cara

proses pelimpahan kepada pihak ketiga, karena di dalamnya terdapat janji

pelunasan utang. Tata cara ini diatur dalam Pasal 10 ayat (1), (2), dan (3) UUHT

yang dinyatakan sebagaimana berikut:

Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikanHak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan didalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yangbersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian HakTanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan olehPPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila objekHak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yangtelah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belumdilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersama dengan permohonanpendaftaran ha katas tanah yang bersangkutan.

Dari penjelasan Pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa sesuai dengan sifat

hak tanggungan yaitu accesoir maka pemberiannya haruslah merupakan ikutan

dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum

utang-piutang yang dijamin pelunasannya. Perjanjian yang dapat menimbulkan

utang piutang ini dapat dibuat dengan akta dibawah tangan maupun dengan akta

autentik, tergantung pada ketentuan hukum yang mengatur materi perjanjian itu.

Selain itu pemberian hak tanggungan dilakukan dengan cara pembuaatan Akta

Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya

disingkat PPAT), hal ini telah tercantum di dalam Pasal 10 ayat (2) UUHT.

Selain itu pemberian hak tanggungan dilakukan dengan cara pembuaatan

Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya

Page 106: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

90

disingkat PPAT), hal ini telah tercantum di dalam Pasal 10 ayat (2) UUHT. Dalam

bukunya yang berjudul Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia,

M. Bahsan menjelaskan Pasal 10 ayat (3) yaitu bahwa apabila objek hak

tanggungan tersebut berupa hak atas tanah yang berasal dari konvensi hak lama

yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan, tetapi pendaftarannya belum

dilakukan, maka pemberian hak tanggungan dilakukan bersamaan dengan

permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.

Pada penjelasan Pasal 10 ayat (3) menyebutkan bahwa pembebanan hak

tanggungan pada hak atas tanah tersebut dimungkinkan asalakan pemberiannya

dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah tersebut.

Dengan kata lain memberikan kesempatan kepada pemegang hak atas tanah yang

belum bersertifikat untuk memperoleh kredit. Dengan adanya ketentuan ini berarti

penggunaan tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain

yang sejenis masih dimungkinkan sebagai angunan sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Menurut Undang-Undang Hak Tanggungan mengandung hak untuk

pelaksanaan pemenuhan piutangnya terhadap benda jaminan, manakala piutang

tersebut telah jatuh tempo dan sudah dapat ditagih, namun ternyata debitur tidak

sanggup untuk melunasinya sehingga dapat dinyatakan bahwa debitur telah

wanprestasi. Kreditur mempunyai kewenangan untuk melakukan eksekusi secara

langsung terhadap benda yang menjadi jaminan tanpa perantaraan hakim. Hal ini

dikarenakan dalam perjanjian Hak Tanggungan terdapat titel eksekutorial yang

berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” sehingga

Page 107: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

91

mempunyai kekuatan yang mengikat dan pasti seperti kekuatan putusan

pengadilan. Dengan kata lain telah mempunyai kekuatan eksekutorial, yang

mempunyai dampak dapat dilakukannya eksekusi secara langsung terhadap benda

yang dijaminkan tersebut dengan jalan benda jaminan tersebut dapat dijual

dimuka umum dan hasilnya diperhitungkan untuk pelunasan piutangnya.Selain itu

karena ada janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri, maka kreditur dapat

menjual benda yang dijaminkan oleh debitur tersebut dimuka umum atas dasar

parate eksekusi.

Menurut Undang-Undang Hak Tanggungan mengandung hak untuk

pelaksanaan pemenuhan piutangnya terhadap benda jaminan, manakala piutang

tersebut telah jatuh tempo dan sudah dapat ditagih, namun ternyata debitur tidak

sanggup untuk melunasinya sehingga dapat dinyatakan bahwa debitur telah

wanprestasi. Kreditur mempunyai kewenangan untuk melakukan eksekusi secara

langsung terhadap benda yang menjadi jaminan tanpa perantaraan hakim. Hal ini

dikarenakan dalam perjanjian Hak Tanggungan terdapat titel eksekutorial yang

berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” sehingga

mempunyai kekuatan yang mengikat dan pasti seperti kekuatan putusan

pengadilan. Dengan kata lain telah mempunyai kekuatan eksekutorial, yang

mempunyai dampak dapat dilakukannya eksekusi secara langsung terhadap benda

yang dijaminkan tersebut dengan jalan benda jaminan tersebut dapat dijual

dimuka umum dan hasilnya diperhitungkan untuk pelunasan piutangnya.Selain itu

karena ada janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri, maka kreditur dapat

Page 108: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

92

menjual benda yang dijaminkan oleh debitur tersebut dimuka umum atas dasar

parate eksekusi.

Jika debitur wanprestasi, setelah mendapat peringatan beberapa kali tetap

tidak memenuhi maka pihak bank tidak melakukan eksekusinya sendiri melainkan

meminta campur tangan Panitia Urusan Piutang Negara (selanjutnya disingkat

PUPN) atau pengadilan. Namun untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi

seringkali pihak debitur lebih memilih menjual sendiri barang jaminannya

tersebut guna melunasi hutangnya dan dapat menerima kembali apabila ada sisa

uang dari hasil penjualannya tersebut setelah digunakan untuk melunasi

hutangnya pada kreditur karena apabila melalui penjualan umum akan

memberatkan debitur karena barang akan dijual dengan harga yang jauh lebih

murah.

3.2 Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan

Hak tanggungan timbul karena adanya adanya kesepakatan antara kedua

belah pihakdengan memberikan hak tanggungan dengan bentuksuatu perjanjian,

Rumusan Pasal 10 ayat (1) UUHT menyatakan bahwa “Pemberian hak

tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai

jaminan pelunasan hutang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan

bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau

perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut”. Salah satu ciri dari hak

tanggungan adalah pelaksanaannya yaitu apabila kreditur melakukan cidera janji

makatelah diatur dalam Undang-Undang tentang eksekusinya serta hak-hak

istimewa yang terdapat di dalam hak tanggungan tersebut yang lebih ditujukan

Page 109: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

93

kepada penerima hak tanggungan. Keistimewaan tersebut terdapat dalam salah

satu asas hak tanggungan yaitu memberikan kedudukan yang diutamakan

(preferent) kepada krediturnya. Hal ini berarti bahwa kreditur pemegang hak

tanggungan diberikankedudukan untuk didahulukan terhadappara kreditur lainnya

dalam mendapatkan pelunasan piutangnya atas hasil penjualan

benda yang dibebani dengan hak tanggungan.

Pelelangan objek Hak Tanggungan oleh bank memiliki dua prosedur

eksekusi hak tanggungan, yaitu berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Hak

Tanggungan dengan menjual langsung atas kekuasaan sendiri (parate eksekusi)

dan juga berdasarkan Pasal 14 ayat (2) jo. Pasal 26 Undang-undang Hak

Tanggungan berdasarkan Sertifikat Hak Tanggungan sebagai title eksekutorial

yaitu eksekusi dengan perantaraan pengadilan. Pasal 6 Undang-undang Hak

Tanggungan menyebutkan bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang Hak

Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas

kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan

piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Hak tanggungan memiliki kekuatan

eksekutorial, di dalam UUHT dijelaskan bahwa adanya landasan hukum untuk

langsung melakukan eksekusi jaminan melakukan eksekusi atau penjualan

jaminan hutang melalui pelelangan umum tanpa fiat pengadilan yaitu berdasarkan

Pasal 14 ayat (2) jo. Pasal 26yang memberikan penegasan bahwa sertifikat hak

tanggungan memiliki titel eksekutorial yang memuat irah-irah “Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” memiliki kekuatan eksekutorial yang

sama dengan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Objek yang

Page 110: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

94

dibebankan atas hak tanggungan berada di bawah kekuasaan penerima hak

tanggungan. Hal ini bertujuan untuk memberikan perlindungan dan kepastian

hukum kepada kreditur apabila debitur cidera janji. Jika terjadi cidera janji oleh

kreditur karena disengaja maupun kealpaan maka benda yangdijaminkan dengan

hak tanggungan akan dijual untuk melunasi utang debitur yang dijamin tersebut.

Kekuatan hukum pemegang hak tanggungan sangat jelas diberikan dalam hukum

hak tanggungan karena memberikan keutamaan haknya.

Pelelangan dari aspek eksekusi merupakan pelelangan yang dilaksanakan

berdasarkan atas dasar adanya putusan pengadilan. Penggolongan lelang dari

aspek eksekusi ini dibagi menjadi 2 macam antara lain yaitu:

a. Pelelangan non eksekusi;

b. Pelelangan eksekusi.

Pelelangan non eksekusi merupakan pelelangan tanpa adanya putusan

hakim sedangkan pelelangan eksekusi yaitu pelaksanaan lelang berdasarkan dari

adanya putusan hakim atau yang memiliki titel eksekutorial.Sehingga dengan

adanya titel eksekutorial maka apabila debitur cidera janji maka kreditor dapat

langsung melakukan eksekusi jaminan tanpa harus melakukan gugatan perdata

kepada debitur melalui Pengadilan Negeri. Hal ini dapat memberikan kemudahan

eksekusi sehingga eksekusi dapat berjalan dengan mudah dan pasti apabila debitor

tidak dapat memenuhi kewajibannya yang mana telah diperjanjikan sebelumnya.

Eksekusi objek hak tanggungan terdapat pada Pasal 20 UUHT yaitu

pemegang Hak Tanggungan diberikan pilihan eksekusi sebagai berikut:

1. Pasal 6 UUHT yang menyatakan bahwa: Apabila debitor cidera janji,

Page 111: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

95

pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual

obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan

umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan

tersebut. Apabila debitor melakukan cidera janji maka berdasarkan hak

pemegang Hak Tanggungan atau dengan Pasal 14 UUHT ayat 2 yang

menyatakan bahwa Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN

BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA". Titel

eksekutorial yang terdapat didalam sertifikat hak tanggungan tersebut

mempunyai akibat bahwa objek hak tanggungan dapat dijual melalui

pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan guna untuk melunasi piutang pemegang hak

tanggungan dengan mendapatkan hak mendahului daripada kreditor-

kreditor lainnya.

2. Penjualan objek hak tanggungan dapat dilaksanakan dengan penjualan

dibawah tangan berdasarkan atas kesepakatan pemberi dan pemegang

hak tanggungan dan akan dicari harga yang paling tinggi sehingga

dapat menguntungkan para pihak.

3. Pelaksanaan penjualan guna untuk pelunasan kredit macet tersebut yang

dimaksud dapat menjual dibawah tangan hanya dapat dilakukan setelah

lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh

pemberi dan/atau pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang

memiliki kepentingan dan harus diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua)

Page 112: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

96

surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media

massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.

4. Setiap janji melaksanakan eksekusi hak tanggungan dengan cara yang

bertentangan dengan Pasal 20 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) maka akan

batal demi hukum.

5. Pada saat pengumuman lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat dihindari dengan pelunasan utang yang

dijamin dengan hak tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang

telah dikeluarkan.

Adanya jenis eksekusi di dalam Pasal 20 UUHT tersebut bertujuan untuk

mencari jalan bagaimana caranya agar debitor bersedia memenuhi kewajibannya,

maka kreditor menahan sesuatu yang berharga dari debitor tersebut sehingga

apabila debitor menginginkannya kembali maka debitor harus terlebih dahulu

memenuhi kewajibannya yaitu dengan cara membayar utang yang telah

diperjanjikan sebelumnya, apabila debitor tidak dapat memenuhi kewajibannya

yang telah diperjanjikan sebelumnya tersebut dalam kurun waktu yang telah

disepakati maka itu berarti debitor telah cidera janji. Demi kepentingan kreditor

yang kemungkinan besar akan dirugikan tersebut maka diperlukan perlindungan

hukum yang jelas dalam rangka pelunasan piutang dan cara itu telah ditetapkan

sesuai dalam Pasal 20 UUHT.

Terdapat tiga cara untuk melakukan eksekusi Hak Tanggungan:

a Parate Eksekusi (Pasal 6 dan Pasal 11 huruf c UUHT)

- Pasal 6 UUHT mengatakan Parate Eksekusi demi hukum.

Page 113: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

97

- Pasal 11 huruf c UUHT Parate Eksekusi karena diperjanjikan

Parate Eksekusi adalah eksekusi tanpa proses pengadilan dan tanpa

titel eksekutorial. Parate eksekusi dapat terjadi berdasarkan Pasal 6

UUHT yang mengatakan bahwa apabila debitur cidera janji,

pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual

objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan

umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan

tersebut. Ketentuan Pasal 6 UUHT ini berarti tanpa ada janjipun sudah

mengikat.

Eksekusi jaminan dapat dilakukan dengan parate eksekusi, parate

eksekusi memberikan hak kepada kreditur untuk melakukan penjualan

atas kekuasaannya sendiri seolah-olah objek jaminan yang dijaminkan

oleh debitur adalah miliknya sendiri dengan tanpa melibatkan debitur

itu sendiri. Pelaksanaan parate eksekusi dianggap sederhana karena

tidak melibatkan debitur, pengadilan maupun prosedur hukum acara.

Pelaksanaannya hanya digantungkan pada syarat debitur wanprestasi,

padahal kreditur sendiri baru membutuhkannya kalau debitur

wanprestasi.kewenangan seperti itu tampak sebagai hak eksekusi yang

selalu siap ditangan kalau dibutuhkan, itulah sebabnya eksekusi yg

demikian disebut sebagai parate eksekusi.

b Eksekusi melalui Pengadilan

UUHT memberikan kemungkinan pelaksanaan eksekusi melalui

proses pengadilan. Proses peradilan, memakan waktu dan biaya, maka

Page 114: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

98

dalam praktek yang dilakukan adalah eksekusi melalui suatu gugatan.

Apabila terjadi gugatan lewat pengadilan, benda objek jaminan akan

dilelang di muka umum dan hasilnya dipakai untuk melunasi hutang

debitur.

c Penjualan objek jaminan secara di bawah tangan (Pasal 20 UUHT

angka 3)

Penjualan di bawah tangan adalah penjualan yang dilakukan tidak

melalui lelang di muka umum. Penjualan di bawah tangan akan lebih

menguntungkan kedua belah pihak karena biasanya apabila terjadi

penjualan melalui lelang harga mungkin turun dan debitur maupun

kreditor dapat dirugikan.

UUHT memberikan fasilitas kepada kreditor apabila debitor cidera janji

sehingga pelaksanaan eksekusi berjalan dengan mudah dan pasti. Didalam

penjelasan Pasal 6 UUHT menyebutkan bahwa:

“Hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendirimerupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yangdipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan atau pemegang HakTanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang HakTanggungan. Hak tersebut didasarkan pada janji yang diberikan olehpemberi Hak Tanggungan bahwa apabila debitor cidera janji, pemegangHak Tanggungan berhak untuk menjual obyek Hak Tanggungan melaluipelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi HakTanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasilpenjualan ini lebih dahulu daripada kreditor-kreditor yang lain. Sisa hasilpenjualan tetap menjadi hak pemberi Hak Tanggungan.

Artinya bahwa hak untuk menjual hak tanggungan atas kekuasaan sendiri

adalah salah satu bentuk perwujudan dari kedudukan yang diutamakan yang

dipunyai pemegang hak tanggungan. UUHT memberikan landasan hukum untuk

Page 115: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

99

langsung melakukan eksekusi jaminan melakukan eksekusi atau penjualan

jaminan hutang melalui pelelangan umum tanpa fiat pengadilan yaitu berdasarkan

Pasal 14 yang memberikan penegasan bahwa sertifikat hak tanggungan memiliki

titel eksekutorial yang memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa” memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan pengadilan

yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Selain itu di dalam Penjelasan Pasal

11 ayat (2) huruf e menyatakan bahwa "Untuk dipunyainya kewenangan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan

dicantumkan janji ini" yang artinya bahwa hak dari pemegang hak tanggungan

tersebut yang digunakan untuk melaksanakan haknya berdasarkan ketentuan Pasal

6 UUHT harus mempunyai landasan berdasarkan hak yang diberikan oleh

Undang-Undang, tetapi sebelumnya juga haruslah diperjanjikan dulu oleh para

pihak yang akan tertulis didalam Akta Pemberian Hak Tanggungan.

Berdasarkan Pasal 6 UUHT dengan menjual langsung atas kekuasaan

sendiri (parate eksekusi) dan juga berdasarkan Pasal 14 ayat (2) jo. Pasal 26

UUHT berdasarkan Sertifikat Hak Tanggungan sebagai title eksekutorial yaitu

eksekusi dengan perantaraan pengadilan. Objek yang ditanggungkan dapat dijual

jika debitur cidera janji berdasarkan sertifikat hak tanggungan yang memiliki title

eksekutorial yang berirah-irah “ DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANAN YANG MAHA ESA” yang mempunyai kekuatan hukum yang

sama dengan putusan pengadilan yang bersifat mengeksekusi meskipun

diperjanjikan atau tidak diperjanjikan. Sehingga dengan kata lain apabila tidak ada

perjanjian yang dilakukan terlebih dahulu maka kreditor tidak mempunyai hak

Page 116: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

100

untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan

umum sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (1) huruf a UUHT, akan tetapi

eksekusinya harus dilakukan melalui titel eksekutorial sebagaimana dimaksud

oleh Pasal 20 ayat (1) huruf b UUHT, maka dapat disimpulkan bahwa maksud

pembentuk Undang-Undang mencantumkan alternatif penyelesaianbagi kreditor

atau pemegang hak tanggungan.

Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUHT, penjualan objek hak tanggungan

dapat dilakukan melalui penjualan umum pelelangan yang penjualan barang yang

disita umum melalui perantara pejabat yang berwenang. Lelang sebagai suatu

alternatif cara penjualan barang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan

Lelang (KP2LN) yang bertujuan untuk menentukan harga yang wajar bagi suatu

barang dan merupakan bagian dari sistem hukum perdata nasional mempunyai

berbagai sifat yang baik dan memiliki keunggulan dibandingkan dengan cara

penjualan lainnya, seperti keterbukaan, bebas, dapat dipertanggungjawabkan,

memberikan kepastian hukum, cepat, dan efisien. Tujuan dari penjualan melalui

lelang adalah menjual secara umum harta kekayaan tergugat yang disita, dan dari

hasil penjualan uangnya akan dibayarkan kepada pihak penggugat sebesar yang

ditetapkan dalam putusan. Dalam hal permohonan lelang sesuai dengan Pasal 10

Peraturan Menteri Keuangan No.93 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Pelaksanaan

Lelang menganut beberapa persyaratan yaitu :

1. Penjual/Pemilik Barang yang bermaksud melakukan penjualan barang

secara lelang melalui KP2LN.

Page 117: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

101

2. Permohonan harus mengajukan surat permohonan lelang secara

tertulis kepada Kepala KP2LN untuk dimintakan jadwal pelaksanaan

lelang.

3. Permohonan disertai dokumen persyaratan lelang sesuai dengan

jenis lelangnya.

Seorang penawar lelang sebelum melaksanakan perjanjian jual beli di

pelelangan harus memperhatikan beberapa kriteria dari pelelangan. Adapun

kriterianya yaitu :

1. Pembeli harus mengetahui persis barang yang akan ia beli.

2. Pembeli harus mengetahui status hukum barang yang akan ia beli.

3. Pembeli harus benar-benar siap membeli, dalam arti bahwa ia akan

mengajukan penawaran sesuai dengan kemampuannya dan akan

memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh kantor lelang Negara.

Adanya aturan yang jelas mengenai Hak Tanggungan dan kekuatan

eksekutorialnya seharusnya telah memberikan perlindungan hukum yang sangat

jelas sehingga aspek tujuan hukum yaitu kepastian hukum dan perlindungan

hukum dapat tercapai. Dalam praktiknya, pemberian kredit sering mengalami

resiko emacetan kredit. Maka untuk mengatasi hal tesebut perlu adanya

perjanjian pinjam meminjam antara kreditur dengan debitur yang diikat dengan

jaminan. Tujuan dari pengikatan jaminan adalah untuk memberikan kepastian dan

keamanan atas pelaksanaan kredit tersebut jika terjadi wanprestasi yang

diakibatkan oleh debitur. Oleh karena itu hak debitor sebagai pemberi pinjaman

dan kewajiban kreditor sebagai pihak peminjam telah jelas tercantum dalam

Page 118: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

102

Undang-Undang. Hal ini dapat memudahkan pelaksanaan pemberian kredit

karena posisi kreditor sebagai peminjam telah terlindungi dengan baik. Jika

debitur melakukan wanprestasi atau cidera janji maka kreditur dapat mengambil

pelunasannya melalui pelelangan umum yang berdasarkan irahirah “DEMI

KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” yang

tercantum dalam sertifikat hak tanggungan. Sertifikat hak tanggungan memiliki

titel eksekutorial yang mempunyai kekuatan hukum yang

sama dengan putusan pengadilan.

3.3 Perlindungan Hukum Pembeli Lelang Eksekutorial Hak Tanggungan

Yang Dibatalkan Oleh Pengadilan

Pembeli lelang sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Petunjuk

Pelaksanaan Lelang Pasal 1 Angka 22 bahwa: Pembeli adalah orang atau badan

hukum/badan usaha yang mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai

pemenang lelang oleh Pejabat Lelang. Pembeli lelang barulah dapat dinyatakan

sebagai pemenang lelang apabila terjadi peralihan hak milik. Peralihan hak milik

tersebut akan beralih sepenuhnya apabila memenuhi syarat lelang yaitu

pembayaran harga dan pejabat lelang mengesahkan lelang dengan dikeluarkannya

risalah lelang.

Pada Pasal 1365 KUHPerdata mengatur bahwa: “Tiap perbuatan

melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang

yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Perbuatan melanggar hukum atau “onrechmatige daad” dapat diartikan secara

sempit dan secara luas. Perbuatan melanggar hukum dalam arti sempit adalah

Page 119: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

103

hanya mengenai perbuatan yang secara langsung melanggar suatu peraturan

hukum, sedangkan perbuatan melanggar hukum dalam arti luas adalah

berkembangnya pengertian perbuatan pelanggat hukum tersebut yaitu dapat

diartikan sebagai berbuat tidak berbuat sesuatu yang memperkosa hak orang lain

atau yang bertentangan dengan suatu kesusilaan atau kepatutan dalam masyarakat

terhadap diri atau benda orang lain.

Perbuatan melawan hukum dapat dijelaskan antara lain:

1. Melanggar hak orang lain;

2. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat;

3. Bertentangan dengan kesusilan yang baik, bertentangan dengan

kepatutan yang terdapat dalam masyarakat terhadap diri atau barang

orang lain.

Menurut Rosa Agustina, konsep perbuatan melawan hukum tidak saja

setiap perbuatan yang melanggar kaidah-kaidah tertulis yaitu bersifat bertentangan

dengan kewajiban hukum si pelaku dan melanggar hak subjektif orang lain tetapi

juga suatu perbuatan yang melangar kaidah tidak tertulis yaitu kaidah yang

mengatur tata susila, kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian yang seharusnya

dimiliki seseorang dalam pergaulan hidup dalam masyarakat atau terhadap harta

benda warga masyarakat.76 Perbuatan melawan hukum mempunyai akibat yaitu

membawa kerugian kepada pihak yang bersangkutan.

Pasal 1365 KUHPerdata memberikan syarat akan adanya perbuatan

melawan hukum yakni haruslah ada kesalahan, kesalahan yang dinyatakan

76 Rosa Agustina, 2003, Perbuatan Melawan Hukum,Tesis, ProgramPascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 326-327.

Page 120: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

104

mencangkup kesengajaan maupun kelalaian dan merujuk pada tanggung jawab

atas suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Berdasarkan Pasal 1365

KUHPerdata pihak yang dirugikan cukup membuktikan bahwa kerugian yang

dideritanya adalah akibat dari perbuatan melawan hukum. Gugatan melawan

hukum pada lelang memintakan majelis hakim menyatakan perbuatan akan atau

telah melelang objek perkara sebagai perbuatan melawan hukum. Suatu perbuatan

lelang digugat dengan dalil perbuatan melawan hukum karena memenuhi unsur-

unsur:

1. Perbuatan melawan hukum

Gugatan dalam lelang biasanya didasarkan pada perbuatan melawan

hukum yang dikarenakan pelanggaran pada suatu peraturan hukum.

Gugatan atas perbuatan melawan hukum dalam lelang dapat

dikategorikan menjadi dua yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas.

Setiap prosedur dalam lelang mempunyai aturan yang menjadi dasar

hukumnya, , perbuatan melawan hukum dalam arti sempit mencangkup

segala hal yang berhubungan dengan dokumen persyaratan lelang yang

menimbulkan akibat adanya cacat hukum dalam pembuatan dokumen

karena langsung melanggar peraturan hukum tertulis. Sedangkan dalam

arti luas berkaitan dengan kewajiban hukum penjual dalam

mengoptimalkan harga lelang misalnya memberikan harga terlalu

rendah sehingga bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat.

Page 121: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

105

2. Kesalahan (Schuld)

Unsur kedua adalah unsur kesalahan, adanya kesalahan kemungkinan

terdapat pada persyaratan lelang atau di dalam pelaksanaan lelang baik

karena kealpaan ataupun kesengajaan yang mengakibatkan kerugian.

3. Kerugian (Scade)

Pada pelaksanaan lelang apabila ada perbuatan melawan hukum maka

akan menyebabkan adanya kerugian bagi pihak tertentu. Kerugian dapat

berupa immaterial (moril) antara lain berupa kerugian yang timbul

karena pengumuman lelang yang telah menjatuhkan harga diri kerugian

yang timbul karena pelaksaan lelang telah mencemarkan nama baik.

4. Antara hubungan kausal (oorzakelijk verband) antara kerugian dengan

perbuatan melawan hukum yang terjadi dalam lelang.

Kerugian yang ditimbulkan harus mempunyai hubungan kausal dengan

perbuatan melawan hukum yang terjadi di dalam lelang. Adanya

lembaga hukum lelang adalah untuk melaksanakan putusan peradilan

atau lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan undang-undang dalam

rangka penegakan hukum. Lelang dilakukan untuk pelaksanaan

penyelesaian kredit macet oleh Pengadilan Negeri atau PUPN atau bank

kreditor. Kuasa yang diberikan berdasarkan undang-undang dan bukan

atas keinginan dari pemilik barang sehingga seringkali dalam lelang

terjadi gugatan dari pemilik barang maupun dari pihak ketiga pemilik

barang.

Page 122: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

106

Putusan pengadilan dari gugatan-gugatan perkara perdata baik dalam

tingkat pertama, banding, maupun kasasi ada dua yaitu lelang mempunyai

kekuatan hukum yang sah dan lelang dinyatakan sebagai perbuatan melawan

hukum sehingga lelang dinyatakan batal demi hukum atau cacat hukum atau ridak

sah atau tidak mempunyai kekuatan mengikat. Menurut Yahya Harahap, putusan

pengadilan ada berbagai bentuk yaitu:77

a. Putusan Akhir yang bersifat negatifDalam putusan akhir yang bersifat negatif, putusan yang diambilPengadilan Negeri bukan bertitik tolak dari materi pokok perkara(subject matter), tetapi berdasarkan pada alas an formil, yakni gugatanyang diajukan mengandung cacat formil, sehingga amar putusan yangdijatuhkan: menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard). Beberapa jenis cacat formil yang mengakibatkan putusan:“Menyatakan gugatan tidak dapat diterima”:1) Gugatan mengandung error in persona;2) Gugatan yang diajukan berada di luar yurisdiksi atau kompetensiabsolut maupun relative pengadilan yang bersangkutan;3) Gugatan mengandung cacat obscuur libel;4) Gugatan mengandung cacat ne bis in idem;5) Gugatan mengandung cacat prematur;6) Gugatan yang diajukan daluarsa.

b. Putusan akhir yang bersifat positifPutusan akhir yang bersifat positif adalah putusan yang dijatuhkanberdasarkan materi pokok perkara. Putusan yang demikian telahmenyelesaikan secara tuntas dan menyeluruh sengketa yangdiperkarakan sehingga kedudukan dan hubungan hukum antara parapihak maupun dengan objek perkara sudah selesai dan pasti. Bentukputusan akhir yang bersifat positif menurut hukum terdiri dari:1) Menolak gugatan penggugat seluruhnya. Putusan berbunyi “Menolak

gugatan penggugat seluruhnya” merupakan penegasan mengenaipenggugat tidak mempunyai hak dan hubungan hukum yang sahdengan tergugat maupun objek perkara. Putusan menolak gugatanpenggugat seluruhnya apabila: Penggugat tidak mampumembuktikan dalil gugatan berdasarkan alat bukti atau alat buktiyang diajukan penggugat dilumpuhkan dengan bukti oleh tergugat.

77 M. Yahya Harahap, 2005, Kekuasaan Pengadilan Tinggi Dan ProsesPemeriksaan Perkara Perdata Dalam Tingkat Banding, Sinar Grafika, (selanjutnyadisingkatM. Yahya Harahap II), Jakarta, hal. 90-93.

Page 123: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

107

2) Mengabulkan gugatan penggugat. Purusan pengabulan gugatanmerupakan koreksi terhadap hubungan hukum kearah yangmenguntungkan penggugat yang diikuti dengan pembebanankewajiban hukum kepada tergugat untuk melaksanakan pemenuhansesuatu dalam bentuk hukuman untuk menyerahkan, mengosongkan,membayar, membagi atau menghentikan suatu perbuatan.

Putusan hakim menyatakan lelang sebagai perbuatan hukum yang sah

yaitu dengan menyatakan penjualan lelang eksekusi terhadap objek sengketa yang

sah menurut hukum yang berlaku dan sah, selain itu risalah lelang adalah sah dan

juga kepemilikan pembeli lelang yang sah. Sehingga seharusnya pembeli lelang

memperoleh kepastian hukum yang mempunyai hak atas objek yang dibelinya.

Namun pada kenyataannya putusan hakim menyatakan lelang sebagai perbuatan

melawan hukum, sehingga lelang seringkali dinyatakan batal demi hukum yang

pada akhirnya mempunyai akibat hukum yaitu barang lelang kembali kepada

kondisinya semula dan putusan dianggap tidak pernah ada. Barang lelang akan

kembali kepada keadaannya semula yaitu menjadi barang jaminan atau sebagai

barang milik debitor atau sebagai barang milik pihak ketiga, sehingga

kepemilikan pembeli lelang berakhir. Putusan menyatakan lelang batal demi

hukum menimbulkan implikasi terhadap pembeli lelang yaitu pembeli lelang

menjadi tidak jelas mengenai perlindungan hukumnya sehingga mengakibatkan

adanya perubahan hak-hak pembeli lelang atas obyek yang dibelinya melalui

lelang. Pembeli lelang yang seharusnya memiliki itikad baik dan teorinya harus

dilindungi oleh Undang-Undang pada prakteknya keadaanya menjadi tidak jelas

dan tidak ada perlindungan kepastian hukum yang diterimanya.

Adanya putusan hakim yang berbeda-beda mengenai pembatalan lelang

sehingga seringkali posisi pembeli lelang yang dirugikan dapat disimpulan

Page 124: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

108

sebagai berikut yaitu yang pertama adalah norma hukum berupa peraturan

perundang-undangan tertulis tidak mengatur secara jelas mengenai barang dan

hasil lelang dan mengenai apakah dibatalkan suatu lelang yang telah dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan. Selain itu adapula dari faktor pembentukan peraturan

perundang-undangannya yaitu aturan-aturan mengenai lelang yang sudah

ketinggalan, selain itu adapula faktor kedua yaitu aturan-aturan mengenai lelang

bertentangan satu dengan yang lain, dan juga aturan-aturan mengenai lelang yang

tergantung dan tidak ada aturan pelaksanaannya.

Penyelesaian suatu perkara oleh hakim terkadang tidak ditemukan aturan

hukumnya dalam hukum positif, karena di dalam hukum tertulis tidak selalu dapat

mengikuti keadaan dalam masyarakat yang mana keadaan dalam masyarakat yang

dinamis artinya adanya perubahan dalam masyarakat yang selalu bergulir dan

berubah-ubah seiring berjalannya waktu, sedangkan peraturan perundang-

undangannya seringkali tidak dapat memberikan jawaban untuk setiap

permasalahan yang timbul, atau peraturan yang ada tidak lengkap sehingga tidak

bisa menjamin perlindungan hukum yang haruslah diterima oleh pihak-pihak yang

bersangkutan. Apabila peraturan perundang-undangan tidak ada atau tidak

lengkap maka itu merupakan tugas hakim untuk melengkapinya atau menilai dan

menentukan apa yang berlaku sebagai hukum yang akan dijalankan oleh kedua

belah pihak karena pada asas kekuasaan kehakiman dalam Pasal 16 Ayat 1

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

menyatakan bahwa: “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa,

mengadili, atau memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum

Page 125: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

109

tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.”

Sehingga hakim harus menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan

rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian, hakim harus

bertindak atas inisiatif sendiri untuk menyelesaikan perkara yang bersangkutan,

dengan kata lain artinya hakim harus berperan aktif dalam menentukan atau

menetapkan walaupun peraturan-perundang-undangan yang ada tidak ada, tidak

lengkap, atau tidak jelas.

Banyaknya wanprestasi yang dilakukan debitur dalam dunia perbankan

menyebabkan pemerintah membentuk suatu lembaga yaitu KP2LN Sehingga

lelang merupakan sarana penjualan yang efisien untuk memperoleh pelunasan

bagi kreditur. Namun masih banyak kendala-kendala serta masalah yang timbul di

dalam pelaksanaanya diantaranya yaitu pemenang lelang yang beritikad baik tidak

dapat memperoleh dan menikmati atas barang yang telah dimenangkannya. Hal

ini dikarenakan penjualan objek jaminan Hak Tanggungan melalui pelelangan

masih terbuka yang akan menyebabkan adanya kemungkinan gugatan dan

ketidakpastian atas kepemilikan objek lelang maka langkah pertama dalam hal ini

pembeli lelang haruslah mendapatkan perlindungan hukum dari kantor lelang

negara, agar ia dapat menguasai dan menikmati barang yang dibelinya apabila

barang itu berada dalam kekuasaan pihak ketiga dan pembeli yang beritikad baik

tersebut haruslah mempertahankan barang yang telah ia beli secara lelang di muka

pengadilan, karena pada saat membeli barang tersebut ia tidak mengetahui tentang

adanya cacat/permasalahan-permasalahan yang melekat pada barang yang ia beli

secara lelang, serta yang ia ketahui bahwa kantor lelang adalah sebagai perantara

Page 126: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

110

penjual yang sah berdasarkan undang-undang dan mengetahui bahwa si pemilik

barang tersebut adalah benar-benar pemilik barang yang sah. Meskipun didalam

peraturan tidak memberikan dasar hukum bahwa kantor lelang bertanggung jawab

atas kerugian yang ditimbulkan namun kantor lelang haruslah memberikan

perlindungan kepada pembeli lelang berupa:

1. Pejabat lelang harus meneliti barang yang akan dilelang terlebih

dahulu, hal ini berkaitan tentang keabsahan penjual dan barang yang

akan dijual, sehingga apabila terdapat permasalahan tentang barang

maupun kepemilikan barang tersebut maka antara kantor lelang

maupun kepemilikan barang tersebut menyelesaikan segala

permasalahan-permasalahan yang melekat pada barang tersebut.

Kantor lelang harus lebih cermat melihat dan meneliti apakah ada

permasalahan pada objek lelang yang akan dilaksanakan pelalangan,

apabila semua permasalahan itu telah selesai baru kemudian terhadap

barang tersebut dilakukan penjualan secara umum (lelang). Hal ini

dilakukan guna untuk menghindarkan agar objek yang dilelang

tersebut tidak mengalami cacat hukum atau tidah sah.

2. Pejabat lelang memberikan perlindungan hukum berupa kesaksian dan

barang-barang bukti berupa memberikan surat bukti pembelian lelang

(risalah lelang) serta bukti-bukti sertifikat yang sah terhadap barang

tersebut (Rumah toko) itu dengan sertifikat Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan, serta surat-surat bukti lainnya. Kantor lelang negara

juga akan memberikan pembelaan dengan mengatakan bahwa

Page 127: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

111

sebelum lelang itu dilaksanakan, terlebih dahulu telah dilakukan

pengajuan permintaan penjualan lelang oleh Ketua Pengadilan Negeri.

Pelaksanaan lelang yang ada selama ini kurang memberikan tanggung

jawab yang tegas kepada pejabat lelang sehingga KP2LN tidak dapat diminta

pertanggung jawaban dalam hal kerugian. Pada dasarnya kantor lelang tidak dapat

menolak apa yang dipermohonkan kepadanya sepanjang persyaratan lelang

dipenuhi. Pihak kantor lelang tidak bertanggung jawab apabila ada kerugian yang

dipikul oleh pemenang lelang. Pada awal pengajuan penawaran

pembelian lelang, pembeli telah membuat dan menyetujui surat pernyataan

sanggup untuk membeli objek lelang tersebut. Hal ini merupakan perlindungan

awal dari kantor lelang untuk pemenang lelang, sehingga pemenang lelang tidak

ada yang tidak tahu bagaimana benda yang akan dibelinya karena kantor lelang

melakukan semua kegiatan lelang itu secara transparan tidak ada yang ditutup-

tutupi, dan untuk segala resiko yang timbul akan ditanggung oleh pembeli lelang.

Pada dasarnya siapa yang melakukan perbuatan melawan hukum maka ia harus

bertanggung jawab terhadap seseorang yang dirugikannya. Namun dalam

kenyataannya di dalam peraturan lelang disebutkan bahwa pembeli lelang harus

bersedia menanggung segala resiko yang terjadi.

Adapula klausula yang tertera dalam Risalah Lelang yaitu: “Apabila tanah

dan/atau bangunan yang akan dilelang ini berada dalam keadaan berpenghuni,

maka pengosongan bangunan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab

pembeli. Apabila pengosongan bangunan tersebut tidak dapat dilakukan secara

sukarela, maka pembeli berdasarkan ketentuan yang termuat dalam Pasal 200 HIR

Page 128: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

112

dapat meminta bantuan Pengadilan Negeri setempat untuk mengosongkan.” Di

dalam klausula tersebut seolah-olah memberikan benteng yang kuat terhadap

kantor pelelangan sehingga sulit bagi pihak yang dirugikan untuk meminta

pertanggung jawaban apabila didalam proses pelelangan terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan oleh pembeli lelang.

Apabila melihat dari perlindungan hukum dari Philipus M. Hadjon yaitu

perlindungan hukum secara preventif dan perlindungan hukum represif dikaitkan

dengan perlindungan hukum pembeli lelang maka:

1. Perlindungan hukum preventif artinya ketentuan hukum dapat

dihadirkan sebagai upaya pencegahan terhadap tindakan pelanggaran

hukum. Upaya ini diimplementasikan dengan membentuk aturan

hukum yang bersifat normatif.Perlindungan hukum preventif bagi

pemenang lelang sampai saat ini belum ada artinya bahwa perlindungan

hukum pembeli lelang sebelum terjadinya pelelangan untuk mencegah

adanya tindakan pelanggaran hukum yang dapat merugikan pembeli

lelang belum diatur. Hal ini merupakan kelemahan pada peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang lelang karena peraturan

perundang-undangan tersebut dapat dikatakan sudah terlalu lama dan

membutuhkan adanya pembaharuan hukum karena hukum merupakan

sesuatu yang dinamis artinya bahwa hukum harusnya mengikuti

perkembangan masyarakat yang ada dimana masyarakat merupakan

makhluk yang dinamis yang selalu berubah seiring dengan berjalannya

waktu. Apabila hukum tidak dapat berjalan beriringan dengan

Page 129: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

113

masyarakat maka akan terjadi kesenjangan hukum dan masyarakat yang

akan menyebabkan kerugian pada masyarakat karena hukum yang tidak

dapat melindungi kepentingan masyarakat.

2. Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan

terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah berikap

hati-hati. Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk

menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di

lembaga peradilan. Perlindungan hukum yang represif apabila dikaitkan

dengan pelaksanaan lelang maka perlindungan hukum represif kepada

pembeli lelang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu

karena lelang merupakan jual beli seperti jual beli perdata pada

umumnya maka upaya hukum yang ada adalah seperti pada upaya

hukum pada hukum acara perdata yaitu melalui banding dan kasasi.

Peraturan pelaksanaan lelang yang ada selama ini tidak

memberikan perlindungan kepada pemenang lelang artinya bahwa hak dari

pemenang lelang yang beritikad baik tidak mendapatkan perlindungan hukum

yang jelas. Undang-Undang harus memberikan perlindungan hukum terhadap

pemenang lelang karena dengan adanya pemenang lelang serta objek hak

tanggungan merupakan kunci dalam penyelesaian kredit macet selain itu

perlindungan hukum wajib diberikan kepada pemenang lelang agar pemenang

lelang mendapatkan kepastian hukum seperti yang tertera pada Yurispudensi

Mahkamah Agung Tanggal 28 Agustus 1976 No. 821 K/Sip/1974 bahwa itikad

Page 130: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

114

baik memegang peranan penting dalam jual beli dan kepastian hukum haruslah

diberikan kepada pembeli yang beritikad baik.

Page 131: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

115

BAB IV

UPAYA HUKUM TERHADAP PEMBATALAN EKSEKUSI LELANG

MELALUI PENGADILAN

4.1 Pembatalan Eksekusi Lelang Melalui Pengadilan

Pelelangan objek hak tanggungan mempunyai tujuan yaitu untuk proses

pelunasan hutang debitor. Adapun dua jenis Lelang yakni lelang eksekusi dan

lelang non eksekusi. Kedua jenis lelang ini dibedakan berdasarkan sebab barang

dijual dan penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang. Lelang

Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan

atau dokumen-dokumen lain, yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku atau yang dipersamakan dengan itu, dalam rangka membantu

penegakan hukum. Contoh, Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara

(PUPN), Lelang Eksekusi Pengadilan, Lelang Eksekusi Pajak, Lelang Eksekusi

Harta Pailit, Lelang Eksekusi Pasal 6 UUHT, Lelang Eksekusi dikuasai/tidak

dikuasai Bea Cukai, lelang Eksekusi Barang Sitaan Pasal 45 Kitab Undang-

undang Acara Hukum Pidana (KUHAP), Lelang Eksekusi Barang Rampasan,

Lelang Eksekusi Barang Temuan, Lelang Eksekusi Fidusia dan Lelang Eksekusi

Gadai.

Sedangkan Lelang Non Eksekusi dibagi atas 2 jenis yaitu Lelang Non

EksekusiWajib, yakni lelang untuk melaksanakanpenjualan barang milik

115

Page 132: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

116

negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2004 tentang perbendaharaan Negara atau barang Milik Badan Usaha Milik

Negara/Daerah (BUMN/D) yang oleh peraturan perundang-undangan diwajibkan

untuk dijual secara lelang termasuk kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan

pertama, dan yang kedua yaitu Lelang Non Eksekusi Sukarela, yakni lelang untuk

melaksanakan penjualan barang milik perorangan, kelompok masyarakat atau

badan swasta yang dilelang secara sukarela oleh pemiliknya, termasuk dalam hal

ini adalah BUMN/D berbentuk persero.

Pada umumnya unsur-unsur lelang diatur dalam KUHPerdata sebagaimana

halnya dengan jual beli yaitu adanya subjek hukum yaitu pembeli dan penjual.

Namun penjualan lelang memiliki identitas dan karakteristik yang khusus yang

tercantum dalam pengaturan khusus tentang Lelang yaitu Vendu Reglement dan

pada perkembangannya lelang masih memiliki peranan yang penting yaitu sebagai

pendukung upaya Law Enforcement pada hukum perdata, hukum pidana, hukum

pajak maupun hukum administasi negara yaitu sebagai bagian dari eksekusi suatu

putusan. Penjualan lelang tidak secara khusus diatur dalam KUHPerdata tetapi

termasuk perjanjian bernama di luar KUHPerdata. Penjualan Lelang dikuasai oleh

ketentuan-ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli yang diatur dalam

KUHPerdata Buku III tentang Perikatan. Pasal 1319 KUHPerdata berbunyi,

semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal

dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum. Pasal 1319

membedakan perjanjian atas perjanjian bernama (nominaat) dan perjanjian tidak

Page 133: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

117

bernama (innominaat). Pasal 1457 KUH Perdata, merumuskan jual beli adalah

suatu persetujuan, dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang

dijanjikan. Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak

penjual dan pembeli. Di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk

menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan

pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek

tersebut. Lelang mengandung unsur-unsur yang tercantum dalam defenisi jual beli

adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli, adanya kesepakatan antara

penjual dan pembeli tentang barang dan harga; adanya hak dan kewajiban yang

timbul antara pihak penjual dan pembeli. Esensi dari lelang dan jual beli adalah

penyerahan barang dan pembayaran harga. Penjualan lelang memiliki identitas

dan karakteristik sendiri, dengan adanya pengaturan khusus dalam Vendu

Reglement, namun dasar penjualan lelang sebagian masih mengacu pada

ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli, sehingga penjualan lelang tidak boleh

bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata,

seperti ditegaskan dalam Pasal 1319.

Prosedur pelaksanaan lelang pada dasarnya dikelompokkan menjadi III

(tiga) tahap sebagai berikut :78

I. Tahap Pra Lelang/persiapan lelang

Persiapan lelang menyangkut mulai dari permohonan lelang, penentuan

tempat dan waktu lelang, penentuan syarat lelang, pelaksanaan

78 Purnama Tioria Sianturi, op.cit. hal 82-84.

Page 134: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

118

pengumuman, melakukan permintaan Surat Keterangan Tanah dan

penyetoran uang jaminan. Pada tahap persiapan lelang hal-hal yang harus

dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Menerima surat permohonan lelang dan meneliti surat tersebut berikut

lampiran-lampiran yang mendukung (sesuai Pasal 20 Vendu

Reglement).

2. Kepala Kantor/pejabat lelang memeriksa kelengkapan dokumen

persyaratan lelang serta meneliti legalitas subjek maupun objek lelang.

Jika dokumen persyaratan formal belum terpenuhi, pejabat lelang

wajib melengkapi meminta kekurangannya, pejabat lelang harus

menyelesaikan terlebih dahulu. Jika dianggap perlu pejabat lelang

dapat terlebih dahulu meninjau objek lelang.

3. Kepala kantor/pejabat lelang menetapkan jadwal lelang berupa hari,

tanggal, dan pukul serta tempat lelang yang ditunjukkan kepada

penjual.

4. Penjual mengumumkan lelang.

5. Kepala kantor lelang memberitahukan kepada penghuni bangunan

akan adanya rencana pelaksanaan lelang

6. Kepala Kantor Lelang memintakan Surat Keterangan Tanah ke Kantor

Pertanahan setempat.

II. Tahap Pelaksanaan Lelang

Tahap pelaksanaan lelang menyangkut penentuan peserta lelang,

penyerahan nilai limit, pelaksanaan penawaran lelang, penunjukkan

Page 135: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

119

pembeli. Pada tahap pelaksanaan lelang hal-hal yang harus dilakukan

adalah sebagai berikut:

1. Pejabat lelang mengecek peserta lelang dengan bukti setoran uang

jaminan.

2. Pejabat lelang memimpin lelang dengan memulai pembacaan kepada

Risalah Lelang. Pembacaan tersebut diikuti dengan Tanya jawab

tentang pelaksanaan lelang antara peserta lelang, pejabat penjual, dan

pejabat lelang. Pertanyaan yang mengenai barang dijawab oleh

penjual, sedang pertanyaan yang mengenai pembayaran, surat-surat

penting dan lain-lainnya dijawab oleh pejabat lelang.

3. Peserta lelang mengajukan penawaran lelang, yang dilakukan setelah

pejabat lelang membacakan kepala risalah lelang.

4. Cara penawaran:

2. Penawaran lisan dilakukan dengan cara:

a. Pejabat lelang menawarkan barang mulai dari nilai limit.

b. Melaksanakan penawaran dengan harga naik-naik dengan

kelipatan kenaikan ditetapkan oleh pejabat lelang.

c. Penawar tertinggi yang telah mencapai atau melampaui nilai

limit ditetapkan sebagai pembeli oleh pejabat lelang.

3. Penawaran tertulis dilakukan dengan cara:

a. Formulir penawaran lelang yang disediakan oleh Kantor

Lelang, dibagikan kepada para peserta lelang.

Page 136: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

120

b. Setelah pejabat lelang membacakan kepala risalah lelang

peserta lelang diberi kesempatan untuk mengisi dan

mengajukan penawaran tertulis kepada pejabat lelang sesuai

waktu yang telah ditentukan.

c. Pejabat lelang menerima amplop yang berisi nilai limit dari

pejabat penjual dan menunjukkan amplop tersebut kepada

peserta lelang. Penyerahan harga limit dari pejabat penjual

kepada pejabat lelang dalam amplop tertutup. Hal ini tidak

berlaku, jika nilai limit telah diketahui lebih dahulu.

d. Pejabat lelang membuka surat penawaran bersama-sama degan

pejabat penjual

e. Pejabat lelang dan pejabat penjual membubuhkan paraf

masing-masing pada surat penawaran yang disaksikan oleh

peserta lelang dan penawaran tersebut dicatat dalam daftar

rekapitulasi penawaran lelang.

f. Jika penawaran belum mencapai nilai limit, maka lelang

dilanjutkan dengan cara penawaran lisan dengan harga naik-

naik. Jika tidak ada penawar yang bersedia menaikkan

penawaran secara lisan naik-naik, maka lelang dinyatakan

ditahan, barang tidak dijual.

g. Jika terdapat dua atau lebih penawaran tertinggi yang sama dan

telah mencapai nilai limit, maka untuk menentukan pemenang

lelang, para penawar yang mengajukan penawaran tertinggi

Page 137: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

121

yang sama tersebut dilakukan penawaran kembali secara lisan

untuk menaikkan penawaran lisannya sehingga terdapat satu

orang saja penawar tertinggi. Penawar tertinggi tersebut

ditunjuk sebagai pemenang lelang/pembeli lelang.

Setelah proses penawaran lelang selesai, risalah lelang ditutup

dengan ditandatangani oleh pejabat lelang, pejabat penjual. Dalam

hal barang yang dilelang barang tetap, pembeli turut

menandatangani risalah lelang, tetapi untuk barang bergerak

pembeli tidak perlu menandatangani risalah lelang.

III. Tahap Pasca Lelang

Pasca lelang menyangkut pembayaran harga lelang, penyetoran hasil

lelang dan pembuatan risalah lelang. Pada tahap pelaksanaan lelang hal-

hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pembayaran harga lelang. Waktu pembayaran menurut ketentuan

3x24 jam setelah lelang. Bea lelang pembeli dipungut sesuai

Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2003 dan uang miskin

berdasarkan Pasal 18 Vendu Reglement. Atas pembayaran tersebut

pembeli lelang berdasarkan bukti pelunasan yang diterbitkan Kantor

Lelang meminta dokumen kepemilikan barang yang dibelinya ke

penjual.

2. Penyetoran hasil lelang. Pejabat lelang setelah menerima hasil lelang

melakukan penyetoran hasil lelang kepada yang berhak. Bea lelang,

Page 138: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

122

uang miskin, pajak penghasilan disetor ke kas negara, sedang harga

lelang dikurangi bea lelang penjual disetorkan kepada penjual.

3. Pembuatan risalah lelang. Pejabat lelang membuat risalah lelang

berupa minuta salinan, petikan dan grosse risalah lelang. Pejabat

lelang memberikan petikan lelang kepada pembeli lelang beserta

kuitansi lelang. Petikan risalah lelang khusus barang yang diberikan

kepada pembeli, setelah pembeli menunjukkan bukti pembayaran Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

4. Pengembalian uang jaminan peserta lelang yang tidak menang. Uang

jaminan lelang dari peserta yang tidak ditunjuk sebagai

pemenang/pembeli lelang, harus dikembalikan kepada penyetor yang

bersangkutan selambat-lambatnya satu hari kerja sejak dilengkapinya

persyaratan permintaan pengembalian uang jaminan dari peserta

lelang.

Terkait dengan hak tanggungan maka lelang objek hak tanggungan

merupakan lelang eksekusi karena diatur didalam UUHT. Pelelangan objek hak

tanggungan oleh bank memiliki dua prosedur eksekusi hak tanggungan yaitu

berdasarkan Pasal 6 UUHT dengan menjual lngsung atas kekuasaan sendiri yaitu

parate eksekusi dan juga bisa berdasarkan Pasal 14 ayat (2) jo. Pasal 26 UUHT

berdasarkan sertifikat hak tanggungan. Dalam sertifikat hak tanggungan terdapat

titel eksekutorial yaitu eksekusi dengan perantaraan pengadilan. Pada Pasal 6

UUHT memberikan cara pelunasan untuk debitor yang cidera janji, yaitu

pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak

Page 139: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

123

tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil

pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

Proses lelang dapat terjadi melalui Pengadilan yaitu penjualan jaminan

perbankan dilakukan melalui pengadilan negeri, melalui Panitia Urusan Piutang

Negara (PUPN), maupun melalui Bank sebagai pemegang hak tanggungan dalam

proses pelaksanaan lelang berdasarkan titel eksekutorial sertipikat hak tanggungan

sesuai dengan Pasal 6 UUHT. Proses lelang melalui pengadilan ini hanya dapat

dilakukan apabila jaminan atau barang yang akan dilelang tersebut masih dalam

kondisi masih dikuasai oleh pemilik jaminan arau pemilik barang (belum

dikosongkan). Kemudian kemungkinan kedua yaitu adanya indikasi perlawanan

dari pemilik jaminan atau pemilik barang. Dari segi prosedur dan biaya, lelang

melalui pengadilan negeri ini relatif rumit dan cukup memakan biaya karena Bank

selaku pemegang hak tanggungan tidak cukup mengajukan hanya permohonan

lelang kepada Ketua Pengadilan Negeri tetapi juga harus mengajukan

permohonan sita jaminan (meskipun dari segi kepraktisan, permohonan sita

jaminan dan permohonan lelang ini dapat disatukan dalam satu permohonan,

sayangnya dalam praktek, banyak Pengadilan yang menghendaki satu persatu

permohonan).

Jika permohonan lelang disetujui maka Pengadilan akan menerbitkan

penetapan lelang yang dikemudian dilanjutkan dengan penetapan sita jaminan.

Dengan diterbitkannya sita jaminan, maka Pengadilan akan melakukan penyitaan

terhadap objek lelang yang kemudian akan didaftarkan kepada kantor Badan

Pertanahan setempat sekaligus mengajukan permohonan SKPT (Surat Keterangan

Page 140: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

124

Pendaftaran Tanah). Setelah keluarnya SKPT tersebut,

maka Pengadilan Negeri mengajukan kegiatan Taksasi (penaksiran) dengan

melibatkan pihak kelurahan dan pihak Dinas Pekerjaan Umum (PU), untuk dapat

ditetapkannya berapa nilai atau harga wajar atas jaminan/barang yang akan

dilelang. Setelah didapatkannya harga, maka Kepala Pengadilan akan menetapkan

harga limit terendah atas jaminan/barang yang akan dilelang tersebut. Bandingkan

dengan kegiatan lelang yang dilakukan oleh Balai Lelang Swasta atau KPKNL

dimana penjual/ pemegang hak tanggungan yang berhak menentukan harga limit

terendah atas objek lelang.

Pasal 1 Angka (32) PERMENKEU No. 106/PMK/06/2013 atas perubahan

PERMENKEU No. 93/PMK.06/2010tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang,

risalah lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat

Lelang yang merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian

sempurna. Hal ini termuat juga didalam Pasal 35 Vendu Reglement bahwa risalah

lelang merupakan Akta Otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian yang

sempurna serta memuat semua peristiwa yang terjadi dalam prosesi penjualan

lelang sebagai bukti otentikasi pelaksanaan lelang. Risalah lelang sesuai dengan

Pasal 1870 KUHPerdata menyatakan bahwa risalah lelang memiliki kekuatan

pembuktian yang material dan merupakan pembuktian yang sah serta sempurna

bagi para pihak yaitu penjual dan pembeli kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

Risalah lelang sebagai landasan otentik dalam penjualan lelang, tanpa

risalah lelang maka penjualan lelang dianggap tidak sah, dan penjualan lelang

yang tidak tercatat dalam risalah lelang tidak dapat memberikan kepastian hukum

Page 141: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

125

dan kekuatan hukum tetap. Risalah lelang haruslah menjadi bukti yang sempurna

bagi para pihak yaitu penjual dan pembeli lelang, dan risalah lelang juga

memberikan fungsi sebagai salah satu bentuk perjanjian yang dibuat secara sah

dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, sehingga persetujuan-

persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah

pihak dan harus pula mengedepankan itikad baik sesuai dengan Pasal 1338

KUHPerdata.

Dalam proses pelelangan salah satu putusan pengadilan dapat memberikan

putusan pembatalan eksekusi lelang karena proses dari tuntutan oleh pihak ketiga

melalui pengadilan. Putusan pengadilan menyatakan bahwa lelang tidak sah dan

dinyatakan batal demi hukum dan uang lelang yang dibayarkan oleh pembeli

lelang akan dikembalikan kepada pembeli lelang. Hal ini dapat dikatakan sebagai

salah satu bentuk ketidakpastian hukum yaitu putusan perkara Pengadilan Negeri

Malang Nomor: 133/Pdt.G/2000/PN.Mlg tanggal 27 Pebruari 2001 dengan

pertimbangan hukumnya yang tidak memberikan kepastian hukum yang cukup

jelas, pembeli lelangnya pun tidak dinyatakan sebagai pembeli lelang beritikad

baik atau tidak dan juga untuk keadaan barangnya juga tidak ditentukan secara

jelas apakah kembali ke keadaan semula atau tidak.

Hakim dalam memutus suatu perkara yang belum ada atau tidak ada

peraturan perundang-undangannya haruslah melihat pada faktor-faktor yang ada

dan berkaitan. Hakim juga harus pula memperhatikan adanya itikad baik pembeli

lelang yang eksekusi lelangnya dibatalkan oleh pengadilan. Sehingga

pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara dapat objektif. Dalam putusan

Page 142: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

126

pembatalan eksekusi lelang apabila pembeli lelang mempunyai itikad baik maka

sudah seharusnya pembeli lelang mendapatkan perlindungan hukum dan

kepastian hukum.

Ukuran itikad baik seorang pembeli lelang memang tidak diatur di dalam

hukum positif, tetapi di dalam berbagai putusan hakim sebelumnya telah ada

misalnya Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 28 Agustus 1967 Reg. No. 821

K/Sip/1974, yang menyatakan bahwa pembeli yang membeli suatu barang melalui

pelelangan umum oleh Kantor Lelang Negara adalah sebagai pembeli yang

beritikad baik dan harus dilindungi oleh Undang-Undang. Seorang pembeli lelang

yang beritikad baik harus ada dalam pra kontrak/pelaksanaan lelang adalah

seorang yang membeli barang dengan kejujuran penuh kepercayaan bahwa si

penjual benar-benar pemilik barang. Pembeli yang beritikad baik adalah orang

yang memiliki kejujuran yang tidak mengetahui adanya cacat yang melekat pada

barang yang dibelinya itu dalam artian cacat pada asal usulnya.

Pembatalan eksekusi lelang melalui putusan pengadilan berkaitan dengan

tidak adanya perlindungan hukum terhadap pemenang lelang yang seharusnya

diberikan oleh undang-undang karena pemenang lelang objek hak tanggungan

merupakan kunci dalam penyelesaian kredit macet. Padahal pembelian objek

jaminan hak tanggungan tersebut kreditor dapat mengambil pelunasaan hutang

atas hutang debitor kepada kreditor yang mana pelunasan tersebut merupakan

tujuan diadakanya penjualan objek Hak Tanggungan.

Kepastian hukum pemenang lelang dalam menguasai objek jaminan harus

ditegakan. Jika lelang dibatalkan oleh putusan pengadilan maka tujuan

Page 143: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

127

pembebanan hak tanggungan menjadi hal yang sia-sia dikarenakan kreditor tidak

dapat mengambil pelunasan atas hutang debitor. Apabila lelang dibatalkan maka

penjualan dianggap tidak pernah terjadi dan asas droit de preference tidak

terpenuhi dikarenakan kreditor tidak dapat mengambil pelunasan atas hutang

debitor.Perlindungan hukum dalam lelang diberikan kepada pembeli lelang yang

beritikad baik sehingga mendapat kepastian kepastian hukum atas putusan

pengadilan yang menyatakan bahwa perbuatan lelang adalah sah dan berkekuatan

hukum tetap kepada pembeli lelang untuk menguasai objek lelang yang dibelinya

melalui pelelangan.

4.2 Akibat Hukum Pembatalan Eksekusi Lelang

Lelang memiliki beberapa kelebihan berupa asas dalam pelaksanaannya yang

seharusnya mempermudah pelaksanaan lelang. Asas-asas lelang tersebut antara

lain:

a. Asas Transparansi

Asas ini mengandung makna bahwa cara penjualan umum melalui lelang

dilakukan dimuka umum. Lelangnya pun harus diumumkan terlebih dahulu,

agar masyarakat mengetahui akan adanya lelang dan barang lelangnya cepat

terjual. Lelang harus dikontrol ini terbukti dengan adanya sistem lelang yang

sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan untuk memberikan

perlindungan/kepastian kepada masyarakat/pembeli mengenai objek lelang

tersebut. Oleh karena itu setiap pelaksanaan lelang harus didahului dengan

pengumuman lelang. Asas ini juga untuk mencegah terjadinya praktek

persaingan usaha tidak sehat, dan tidak memberikan kesempatan adanya

Page 144: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

128

praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

b. Asas Akuntabilitas

Maksud akuntabilitas adalah lelang dalam pelaksanaannya dapat

dipertanggungjawabkan. Hal ini dibuktikan dengan adanya akta yang bersifat

otentik yaitu Akta Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang dan sistem

pelaksanaan lelang sudah diatur oleh Undang-Undang.

c. Asas Efisiensi

Menjamin pelaksanaan lelang dilakukan dengan cepat dan dengan biaya yang

relatif murah karena lelang dilakukan dalam tempat dan waktu yang telah

ditentukan dan pembeli disahkan saat itu juga. Pelaksanaan lelang tidak

membutuhkan waktu yang lama, tidak perlu mencari-cari pembeli dan tidak

perlu bernegosiasi seperti transaksi jual beli pada umumnya. Tidak hanya itu

saja, objek lelang pun sebelumnya telah diteliti baik fisik maupun aspek

juridisnya oleh pejabat lelang dan transaksi lelang dilakukan pada satu waktu

dan pada satu tempat yang telah ditentukan. Penjualannya pun tidak

diperkenankan melalui perantara dan pembayarannya bersifat tunai.

f. Asas Certainty (kepastian)

Kepastian lelang sudah diatur sebagaimana dalam Peraturan Menteri Keuangan

Pelaksanaan Lelang, yaitu Lelang di pimpin oleh Pejabat Lelang yang

diselenggarakan oleh Kantor Lelang Negara. Tempat, tanggal, waktu dan objek

lelang telah ditetapkan sebelumnya dan diumumkan kepada masyarakat.

Pelaksanaan lelang tidak mudah untuk ditunda atau dibatalkan kecuali melalui

putusan/penetapan pengadilan.

Page 145: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

129

g. Asas Keadilan

Mengandung pengertian bahwa dalam proses pelaksanaan lelang harus dapat

memenuhi rasa keadilan secara proporsional bagi setiap pihak yang

berkepentingan. Asas ini untuk mencegah terjadinya keberpihakan pejabat

lelang kepada peserta lelang tertentu atau berpihak hanya kepada kepentingan

penjual. Khusus pada pelaksanaan lelang eksekusi, penjual lelang tidak dapat

menentukan harga limit secara sewenang-wenang yang berakibat merugikan

pihak tereksekusi.

Selain asas lelang maka adapula kelebihan penjualan lelang sebagai

berikut:79

a. Adil

Lelang dilaksanakan secara terbuka (transparan), tidak ada prioritas di antara

peserta lelang, kesamaan hak dan kewajiban antara peserta akan

menghasilkan pelaksanaan lelang yang objektif.

b. Aman

Lelang disaksikan, dipimpin dan dilaksanakan oleh Pejabat Lelang selaku

pejabat umum yang bersifat independen. Karena itu pembeli lelang pada

dasarnya cukup terlindungi. Sistem lelang mengharuskan Pejabat Lelang

meneliti lebih dulu secara formal tentang keabsahan penjual dan barang yang

akan dijual (subyek dan objek lelang). Bahkan pelaksanaan lelang harus lebih

dahulu diumumkan sehingga memberikan kesempatan apabila ada pihak-

79 F.X. Ngadijarno, Nunung Eko Laksito dan Isti Indri Listiani, 2005,Lelang : Teori dan Praktik, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Jakarta,hal. 40.

Page 146: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

130

pihak yang ingin mengajukan keberatan atas penjualan tersebut. Oleh karena

itu penjualan secara lelang adalah penjualan yang aman.

c. Cepat dan efisien

Lelang didahului dengan pengumuman lelang, sehingga peserta lelang dapat

terkumpul pada saat hari lelang dan pada saat itu pula ditentukan pembelinya,

serta pembayarannya secara tunai. Mewujudkan harga yang wajar, karena

pembentukan harga lelang pada dasarnya menggunakan sistem penawaran

yang bersifat kompetitif dan transparan.

d. Memberikan kepastian hukum

Setiap pelaksanaan lelang diterbitkan Risalah Lelang yang merupakan akta

otentik, yang mempunyai pembuktian sempurna.

Lelang mempunyai kelebihan seperti yang telah disebutkan diatas, namun

pada prakteknya pelaksanaan lelang sebagai upaya pelunasan hutang masih

seringkali mengalami kendala yaitu adanya kemungkinan eksekusi lelang tersebut

dibatalkan oleh pengadilan. Akibat hukum dari adanya pembatalan eksekusi

lelang antara lain bahwa akibat hukum tentu saja terhadap barang yang dibeli

melalui lelang tersebut akan kembali kepada keaadaan semula yaitu dalam

kepemilikan penggugat yaitu debitor pemilik barang atau pihak ketiga pemilik

barang atau termohon eksekusi pemilik barang. Jika penggugat adalah debitor,

dengan putusan yang menyatakan lelang batal atau tidak sah, maka barang akan

kembali kepada kepemilikikan debitor, namun tetap menjadi barang jaminan

sebagaimana status barang tersebut sebelum terjadinya lelang. Selain itu akibat

hukum karena adanya pembatalan lelang juga berpengaruh terhadap hak pembeli

Page 147: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

131

lelang atas barang dan hasil lelang. Apabila putusan lelang dinyatakan tidak sah

dan batal demi hukum maka objek lelang akan berakhir baik secara fisiknya

maupun secara yuridisnya. Kemudian hasil lelang akan dikembalikan oleh pihak

yang menjadi kuasa undang-undang yang mewakili pemilik barang sebagai

penjual, diantaranya bank kreditor atau termohon eksekusi atau pemegang hak

tanggungan.

Pengembalian pokok harga lelang beserta bunga dan biayanya haruslah

dikembalikan kepada pembeli lelang agar tidak mengurangi hak-haknya sebagai

pembeli lelang yang beritikad baik namun hingga saat ini jangka waktu

pengembalian biaya dan bunganya tidak ada diatur dalam undang-undang maupun

peraturan manapun. Dalam pasal 1449 KUHPerdata hanya mengatur tentang

akibat hukum pembatalan perjanjian menerbitkan kewajiban ganti kerugian, biaya

dan bunga tetapi tidak mengatur tentang kewajiban ganti kerugian jika pembatalan

perjanjian karena perbuatan melawan hukum. Kemudian akibat pembatalan

eksekusi lelang terhadap hak penjual/pihak yang diwakilkan selaku kuasa undang-

undang terhadap barang dan hasil lelang apabila putusan pengadilan menyatakan

bahwa lelang batal atau tidak sah, maka penjual tidak berhak atas pemenuhan

perjanjian kredit atau kewajiban-kewajiban tereksekusi lelang atas barang objek

lelang, akibatnya penjual lelang harus mengembalikan hasil lelang kepada

pembeli lelang.

Apabila barang lelang tersebut berasal dari gugatan debitor, maka barang

yang dilelang tersebut akan kembali ke dalam status barang semula, apabila lelang

berdasarkan perjanjian kredit, maka pembatalan lelang berakibat objek lelang

Page 148: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

132

tersebut kembali ke dalam status sebagai barang jaminan. Sedangkan jika lelang

berdasarkan hubungan pemohon eksekusi dengan termohon eksekusi, maka

pembatalan lelang berakibat objek lelang kembali ke status benda jaminan umum

berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata. Dengan demikian putusan yang

menyatakan lelang batal atau tidak sah, tidak menghilangkan hak-hak penjual atau

pihak yang diwakilinya selaku kuasa undang-undang untuk memperoleh

pelunasan hutang-hutang debitor, hanya penundaan untuk memperoleh

pemenuhan perjanjian kredit dari pihak debitor atau memenuhi perjanjian dari

pihak termohon eksekusi. Jika gugatan berasal dari pihak ketiga maka putusan

yang menyatakan lelang batal atau tidak sah, tentunya akan didahului dengan

amar putusan yang membatalkan pengikatan atau pemberian jaminan, sehingga

berakibat berakhirnya hak-hak pihak yang diwakili penjual atas barang jaminan,

tetapi hutang debitor tetaplah ada.

Apabila melihat dari berbagai putusan yang ada, maka dapat dilihat bahwa

lelang merupakan bentuk jual beli yang tetap memungkinkan adanya

bantahan/keberatan/gugatan. Pembeli lelang yang beritikad baik tidaklah

mendapatkan perlindungan yang cukup kuat dan absolut setelah adanya jual beli

lelang sehingga menimbulkan posisi kedudukan pembeli lelang tidak mempunyai

kekuatan hukum yang final meskipun transaksi jual beli lelang telah mendapat

risalah lelang yang seharusnya mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan adanya

kemungkinan dilakukan bantahan/keberatan/gugatan yang kemudian disertai

dengan putusan pengadilan yang mana akan mengakibatkan lelang tidak sah atau

batal demi hukum.

Page 149: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

133

Implikasi dari putusan menyatakan lelang tidak sah atau batal demi hukum

antara lain:

1. Akibat hukum terhadap kepemilikan barang yang dibeli melalui lelang.

Dengan adanya pembatalan lelang berdasarkan putusan pengadilan

maka akan mempunyai akibat hukum terhadap kepemilikan barang

yang dibeli melalui lelang tersebut yaitu status barang tersebut akan

kembali kepada keadaan semula yaitu dalam kepemilikan Penggugat

(debitor pemilik barang atau pihak ketiga pemilik barang atau termohon

eksekusi pemilik barang) Apabila penggugat adalah debitor, dengan

putusan yang menyatakan lelang batal atau tidak sah, maka barang

kembali tetap pada kepemilikan debitor, namun tetap dalam status

barang jaminan sebagaimana sebelum lelang. Apabila penggugat adalah

pihak ketiga seperti istri, ahli waris, atau pihak ketiga lainnya yang

terbukti bahwa pihak ketiga tersebut merupakan pemilik dari objek

lelang, maka barang akan kembali kepada kepemilikan pihak ketiga

yang terbukti merupakan pemilik dari objek lelang tersebut, sedangkan

status pengikatan atas barang jaminan menjadi tidak sah. Apabila

penggugat adalah termohon eksekusi, maka barang yang merupakan

objek lelang tersebut akan kembali kepada kepemilikan termohon

eksekusi.

2. Akibat hukum terhadap hak pemilik lelang atas barang dan hasil lelang.

Akibat hukum terhadap pembeli lelang dapat dilihat dari segi barang

objek lelang dan dari segi hasil lelang yang telah disetorkannya. Jika

Page 150: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

134

putusan menyatakan lelang batal dan tidak sah, maka hak pembeli

lelang atas objek lelang akan menjadi berakhir. Hal ini berlaku sejak

jual beli lelang baru pada tahap perjanjian obligatoir yaitu setelah

penunjukan pembeli lelang, maupun setelah barang objek lelang telah

dilakukan, penyerahan baik penyerahan nyata atau fisik melalui

pengosongan maupun penyerahan yuridis melalui balik nama di kantor

pertanahan. Sedangkan dari hasil lelangnya maka akan dikembalikan

oleh pihak yang menjadi kuasa undang-undang mewakili pemilik

barang sebagai penjual, diantaranya bank kreditor atau termohon

eksekusi atau pemegang hak tanggungan. Dalam peraturan perundang-

undangan belum mengatur hasil lelang yang dibayar, sebagai akibat

pembatalan lelang apakah menyangkut pokok, bunga dan biaya dan

juga jangka waktu untuk pengembaliannya. Pasal 1449 KUHPerdata

menyatakan bahwa perjanjian yang telah dibuat tidak dengan

kesepakatan bebas yaitu yang terjadi karena kekhilafan, paksaan, dan

penupuan tersebut dapat dibatalkan berdasarkan sautu tuntutan.

Pembatalan perjanjian tersebut menerbitkan kewajiban untuk

memberikan ganti kerugian, biaya, dan bunga terhadap pihak yang

menurut ketentuan. Dengan kata lain di dalam KUHPerdata hanya

mengatur akibat hukum pembatalan perjanjian menerbitkan kewajiban

ganti kerugian, biaya, dan bunga, tetapi tidak mengatur kewajiban ganti

kerugian jika pembatalan perjanjian karena perbuatan melawan

hukumnya.

Page 151: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

135

3. Akibat terhadap hak penjual/pihak yang diwakilinya selaku kuasa

undang-undang terhadap barang dari hasil lelang.

Akibat hukum terhadap penjual lelang dapat dilihat dari segi barang

objek lelang dan dari segi hasil lelang. Jika putusan menyatakan lelang

batal dan tidak sah, maka penjual tidak berhak atas pemenuhan

perjanjian kredit atau kewajiban-kewajiban tereksekusi lelang atas

barang objek lelang, sehingga akibatnya penjual lelang harus

mengembalikan hasil lelang kepada pembeli lelang, sedangkan dari segi

barang jika gugatan berasal dari debitor, maka barang kembali ke dalam

status barang semula. Dalam hal ini lelang yang berasal dari perjanjian

kredit maka pembatalan lelang akan mengakibatkan objek lelang

kembali ke status barang jaminan.

4. Kewajiban debitor atau termohon eksekusi yang menjadi dasar untuk

pelaksanaan lelang akan dianggap kembali kepada keadaan semula.

Akibat hukum atas pembatalan eksekusi lelang karena putusan

pengadilan akan mengakibatkan pelaksanaan lelang dan hasil lelang

dianggap tidak pernah ada karena kewajiban debitor untuk memenuhi

perjanjian sebagai dasar pelaksanaan lelang, apabila putusan

menyatakan lelang batal dan tidak sah, maka barang akan kembali

kepada keadaan semula. Jika gugatan berasal dari debitor, putusan

menyatakan lelang batal dan tidak sah mengembalikan kepemilikan

barang objek lelang pada kepemilikan debitor. Jika gugatan berasal dari

termohon eksekusi dalam perkara yang menjadi dasar lelang, putusan

Page 152: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

136

menyatakan lelang batal dan tidak sah mengakibatkan kepemilikan

objek lelang kembali ke termohon eksekusi tetapi kewajiban termohon

eksekusi tetap pada posisi semula.

Dari keempat faktor diatas maka akibat terhadap pembeli lelang atas

barang dan hasil lelang tidak jelas, sehingga terlihat bahwa hak-hak pembeli

dalam lelang kurang terlindungi.

4.3 Upaya Hukum Atas Pembatalan Eksekusi Lelang

Adanya pembebanan hak tanggungan dapat dikaitan dengan teori

kepastian hukum dimana agar proses pemberian kredit dengan jaminan hak atas

tanah mempunyai kepastian hukum akan kedudukan para pihak. Sehingga apabila

di suatu hari nanti terjadi sengketa antara pihak yang bersangkutan, para pihak

mempunyai kepastian hukum maka dari itu diwajibkan untuk melakukan

pembebanan hak tanggungan dalam proses pemberian kredit. Dalam kaitannya

dengan tanah sebagai barang jaminan dalam pemberian kredit, Bank Pemerintah

telah meletakkan persyaratan pembebanan hak tanggungan yang memberikan hak

istimewa bagi pihak bank (kreditor) dalam perjanjian kredit dengan debitur.

Upaya hukum pada dasarnya adalah untuk mewujudkan kebenaran dan

keadilan disetiap putusan hakim. Suatu putusan hakim tidak selamanya mutlak

adil dan benar namun adapula kemungkinan-kemungkinan atau faktor-faktor

tertentu yang menyebakan putusan hakim tidak mewujudkan keadilan dan

kebenaran, kemungkinan untuk terjadi kekeliruan pasti ada dan tidak menutup

kemungkinan pula untuk bersifat memihak. Maka dari itu dimungkinkan adanya

kesempatan pada setiap putusan hakim untuk diperiksa ulang agar kekeliruan atau

Page 153: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

137

kekhilafan yang ada dapat diperbaiki. Kesempatan untuk memeriksa ulang pada

setiap putusan hakim ialah dengan cara upaya hukum, upaya hukum yaitu upaya

atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan.

Dalam proses mengajukan upaya hukum maka haruslah mempunyai syarat

memberikan dasar hukum didalamnya, dalam hal ini adalah para pihak yang

bersangkutan yang mengajukan upaya hukum haruslah menambahkan dasar

hukum yang berkaitan dengan apa yang diajukannya. Upaya hukum terhadap

suatu putusan pengadilan dimungkinkan karena hakim dalam memutuskan suatu

perkara tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan, bahkan tidak menutup

kemungkinan bagi hakim dapat bersifat memihak salah satu pihak yang

berperkara. Oleh karena itu, demi kebenaran dan keadilan setiap putusan hakim

perlu dimungkinkan untuk diperiksa ulang agar kekeliruan atau kekhilafan yang

terjadi pada putusan dapat diperbaiki.

Setiap putusan hakim pada umumnya tersedia upaya hukum yang

berfungsi sebagai alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam setiap

putusan. Upaya hukum yang dapat dilakukan atas pembatalan eksekusi lelang

antara lain adalah banding dan kasasi. Banding adalah suatu upaya yang dilakukan

oleh salah satu pihak dalam suatu perkara perdata apabila pihak tersebut tidak

menerima suatu putusan Pengadilan Negeri karena merasa hak-haknya tidak dapat

terpenuhi atau menganggap putusan tersebut kurang benar atau kurang adil.

Permohonan banding dapat diajukan perkara yang telah diputuskan itu kepada

pengadilan yang lebih tinggi untuk dimintakan pemeriksaan ulang. Di dalam

peradilan mempunyai asas peradilan dalam dua tingkat itu berdasarkan pada

Page 154: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

138

keyakinan bahwa putusan pengadilan dalam tingkat pertama itu belum tentu tepat

atau benar oleh karena itu perlu dimungkinkan pemeriksaan ulang oleh pengadilan

yang lebih tinggi.

Permohonan banding dilakukan setelah dijatuhkannya putusan oleh

Pengadilan Negeri, Pasal 21 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 (selanjutnya

disingkan UU Kehakiman) menyatakan bahwa yang dapat mengajukan

permohonan banding adalah pihak yang bersangkutan, artinya permohonan

banding tidak dapat dilakukan oleh pihak yang tidak berkepentingan karena

mengingat bahwa upaya banding merupakan upaya hukum untuk memperoleh

perbaikan putusan yang lebih menguntungkan dan juga bahwa banding tidak

selayaknya disediakan bagi pihak yang dimenangkan, maka upaya banding hanya

disediakan untuk pihak yang dikalahkan atau merasa dirugikan.

Putusan banding hanya dapat menguntungkan pihak yang mengajukan

banding, sehingga dalam pemeriksaan tingkat banding bagian gugatan penggugat

atau terbanding yang tidak dikabulkan tidak akan ditinjau kembali. Permohonan

banding dapat diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan

diucapkan, atau setelah diberitahukan, dalam hal putusan tersebut diucapkan

diluar hadir. Jika dalam batas waktu 14 hari dalam mana hak yang bersangkutan

boleh menyatakan naik banding itu sudah lewat tetapi baru diajukan permohonan

banding maka hakim tidak boleh menolaknya kemudian menyerahkan ke

Pengadilan Tinggi, sebab yang boleh menolak atau menerima permohonan

banding adalah Pengadilan Tinggi.

Page 155: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

139

Pasal 9 Undang-Undnag Nomor 20 Tahun 1947 menyatakan bahwa yang

dapat dimohonkan banding hanyalah putusan akhir saja. Putusan yang bukan

putusan akhir hanya dapat dimohonkan banding bersama-sama dengan putusan

akhir. Pembatalan lelang atas dasar putusan pengadilan dimungkinkan adanya

upaya hukum yaitu melalui upaya hukum yang sama dalam acara perdata yaitu

pihak yang merasa dirugikan atau tidak mendapatkan haknya atau merasa tidak

adil dapat mengajukan permohonan yaitu permohonan banding melalui

Pengadilan Tinggi agar hakim dapat memeriksa ulang perkara dan memberikan

kemungkinan diwujudkannya putusan pengadilan yang lebih adil.

Apabila upaya banding telah dilakukan namun belum juga mendapatkan

putusan yang dirasanya adil, maka pihak yang bersangkutan dapat mengajukan

upaya hukum yang lebih tinggi yaitu upaya hukum kasasi. Pasal 22 UU

Kehakiman menyatakan bahwa Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat

banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak

yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain. Upaya hukum

kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari semua

lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan terakhir dan diberikan dalam tingkat

akhir oleh Mahkamah Agung.

Prosedur pengajuan upaya hukum perdata di Pengadilan Negeri sebagai

berikut:

a. Tata cara/alur perkara perdata di tingkat Banding80

80 Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2007, Pedoman TeknisAdministrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II,Ikatan Hakim Indonesia IKAHI, Jakarta, hal 4-7.

Page 156: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

140

1. Berkas perkara diserahkan pada Panitera Muda Perdata sebagai petugas

pada meja/loket pertama, yang menerima pendaftaran terhadap

permohonan banding.

3. Permohonan banding dapat diajukan di kepaniteraan Pengadilan Negeri

dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung keesokan harinya

setelah putusan diucapkan atau setelah diberitahukan kepada pihak yang

tidak hadir dalam pembacaan putusan. Apabila hari ke 14 (empat belas)

jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau Hari Libur, maka penentuan hari ke 14

(empat belas) jatuh pada hari kerja berikutnya.

4. Terhadap permohonan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu

tersebut diatas tetap dapat diterima dan dicatat dengan membuat surat

keterangan panitera bahwa permohonan banding telah lampau.

5. Panjar biaya banding dituangkan dalam SKUM, dengan peruntukan:

a. Biaya pencatatan pernyataan banding;

b. Biaya banding yang ditetapkan oleh ketua Pengadilan Tinggi

ditambah biaya pengiriman ke rekening Pengadilan Tinggi;

c. Ongkos pengiriman berkas;

d. Biaya pemberitahuan (BP):

i. Biaya pemberitahuan akta banding;

ii. Biaya pemberitahuan memori banding;

iii. Biaya pemberitahuan kontra memori banding;

iv. Biaya pemberitahuan untuk memeriksa berkas bagi

Page 157: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

141

pembanding;

v. Biaya pemberitahuan untuk memeriksa berkas bagi

terbanding;

vi. Biaya pemberitahuan putusan bagi pembanding;

vii. Biaya pemberitahuan putusan bagi terbanding;

5. SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) dibuat dalam rangkap tiga:

a. lembar pertama untuk pemohon;

b. lembar kedua untuk kasir;

c. lembar ketiga untuk dilampirkan dalam berkas permohonan.

6. Menyerahkan berkas permohonan banding yang dilengkapi dengan SKUM

kepada yang pihak bersangkutan agar membayar uang panjar yang

tercantum dalam SKUM kepada pemegang kas Pengadilan Negeri.

7. Pemegang kas setelah menerima pembayaran menandatangani,

membubuhkan cap stempel lunas pada SKUM.

8. Pemegang kas kemudian membukukan uang panjar biaya perkara

sebagaimana tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan perkara.

9. Pernyataan banding dapat diterima apabila panjar biaya perkara banding

yang ditentukan dalam SKUM oleh meja pertama telah dibayar lunas.

10. Apabila panjar biaya banding yang telah dibayar tunas maka Pengadilan

wajib membuat akta pemyataan banding dan mencatat permohonan

banding tersebut dalam register induk perkara perdata dan register

permohonan banding.

11. Permohonan banding dalam waktu 7 hari kalender harus telah disampaikan

Page 158: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

142

kepada lawannya, tanpa perlu menunggu diterimanya memori banding.

12. Tanggal penerimaan memori dan kontra memori banding harus dicatat

dalam buku register induk perkara perdata dan register permohonan

banding, kemudian salinannya disampaikan kepada masing-masing

lawannya dengan membuat relaas pemberitahuan/penyerahannya.

13. Sebelum berkas perkara dikirim ke Pengadilan Tinggi harus diberikan

kesempatan kepada kedua belah untuk mempelajari/memeriksa berkas

perkara (inzage) dan dituangkan dalam Relaas.

14. Dalam waktu 30 hari sejak permohonan banding diajukan, berkas banding

berupa berkas A dan B harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi.

15. Biaya perkara banding untuk Pengadilan Tinggi harus disampaikan

melalui Bank pemerintah/ kantor pos, dan tanda bukti pengiriman uang

harus dikirim bersamaan dengan pengiriman berkas yang bersangkutan.

16. Pencabutan permohonan banding diajukan kepada Ketua Pengadilan

Negeri yang ditandatangani oleh pembanding (harus diketahui oleh

prinsipal apabila permohonan banding diajukan oleh kuasanya) dengan

menyertakan akta panitera.

17. Pencabutan permohonan banding harus segera dikirim oleh Panitera ke

Pengadilan Tinggi disertai akta pencabutan yang ditandatangani oleh

Panitera.

b. Tata Cara/ Alur Perkara Perdata di Tingkat Kasasi.81

1. Berkas perkara diserahkan pada Panitera Muda Perdata sebagai petugas

81Ibid. hal. 7-10.

Page 159: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

143

pada meja/loket pertama, yang menerima pendaftaran terhadap

permohonan Kasasi.

2. Permohonan Kasasi dapat diajukan di kepaniteraan Pengadilan Negeri

dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung keesokan harinya

setelah putusan Pengadilan Tinggi diberitahukan kepada para pihak.

Apabila hari ke 14 (empat belas) jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau Hari

Libur, maka penentuan hari ke 14 (empat belas) jatuh pada hari kerja

berikutnya.

3. Permohonan Kasasi yang melampaui tenggang waktu tersebut di atas tidak

dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah

Agung dengan Penetapan Ketua Pengadilan (Pasal 45 A UU No. 5/2004).

4. Ketua Pengadilan Negeri menetapkan panjar biaya Kasasi yangdituangkan

dalam SKUM, yang diperuntukkan:

a. Biaya pencatatan pernyataan Kasasi;

b. Besarnya biaya Kasasi yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung

ditambah biaya pengiriman melalui bank ke rekening Mahkamah

Agung;

c. Biaya pengiriman berkas perkara ke Mahkamah Agung;

d. Biaya Pemberitahuan (BP):

i. BP pernyataan Kasasi;

ii. BP memori Kasasi;

iii. BP kontra memori Kasasi;

iv. BP untuk memeriksa kelengkapan berkas (inzage) bagi

Page 160: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

144

pemohon;

v. BP untuk memeriksa kelengkapan berkas (inzage) bagi

termohon;

vi. BP amar putusan Kasasi kepada pemohon;

vii. BP amar putusan Kasasi kepada termohon.

5. SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) dibuat dalam rangkap tiga:

a. lembar pertama untuk pemohon;

b. lembar kedua untuk kasir;

c. lembar ketiga untuk dilampirkan dalam berkas perkara;

6. Menyerahkan SKUM kepada pihak yang bersangkutan agar membayar

uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada pemegang kas

Pengadilan Negeri.

7. Pemegang kas setelah menerima pembayaran menandatangani dan

membubuhkan cap stempel lunas pada SKUM.

8. Pernyataan Kasasi dapat diterima apabila panjar biaya perkara Kasasi

yang ditentukan dalam SKUM telah dibayar lunas.

9. Pemegang kas kemudian membukukan uang panjar biaya perkara

sebagaimana tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan

perkara.

10. Apabila panjar biaya Kasasi telah dibayar lunas maka pengadilan pada

hari itu juga wajib membuat akta pernyataan Kasasi yang dilampirkan

pada berkas perkara dan mencatat permohonan Kasasi tersebut dalam

register induk perkara perdata dan register permohonan Kasasi.

Page 161: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

145

11. Permohonan Kasasi dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender harus telah

disampaikan kepada pihak lawan.

12. Memori Kasasi harus telah diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri

selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak

keesokan hari setelah pernyataan Kasasi. Apabila hari ke 14 (empat

belas) jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau Hari Libur, maka penentuan

hari ke 14 (empat belas) jatuh pada hari kerja berikutnya.

13. Panitera wajib memberikan tanda terima atas penerimaan memori Kasasi

dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender

salinan memori Kasasi tersebut disampaikan kepada pihak lawan.

14. Kontra memori Kasasi harus telah diterima di Kepaniteraan Pengadilan

Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender sesudah

disampaikannya memori Kasasi.

15. Sebelum berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung harus diberikan

kesempatan kepada kedua belah untuk mempelajari/ memeriksa

kelengkapan berkas perkara (inzage) dan dituangkan dalam akta.

16. Dalam waktu 65 (enam puluh lima) hari sejak permohonan Kasasi

diajukan, berkas Kasasi berupa bundel A dan B harus sudah dikirim ke

Mahkamah Agung.

17. Biaya permohonan Kasasi untuk Mahkamah Agung harus dikirim oleh

pemegang kas melalui Bank BRI Cabang Veteran - Jl. Veteran Raya No.

8 Jakarta Pusat; Rekening Nomor 31.46.0370.0 dan bukti pengirimannya

dilampirkan dalam berkas perkara yang bersangkutan.

Page 162: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

146

18. Tanggal penerimaan memori dan kontra memori Kasasi harus dicatat

dalam buku register induk perkara perdata dan register permohonan

Kasasi.

19. Fotocopy relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung wajib dikirim

ke Mahkamah Agung.

20. Pencabutan permohonan Kasasi diajukan kepada Ketua Mahkamah

Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang ditandatangani oleh

pemohon Kasasi. Apabila pencabutan permohonan Kasasi diajukan oleh

kuasanya maka harus diketahui oleh principal.

21. Pencabutan permohonan Kasasi harus segera dikirim oleh Panitera ke

Mahkamah Agung disertai akta pencabutan permohonan Kasasi yang

ditandatangani oleh Panitera.

Lelang mempunyai karakter hukum yang sama dengan jual beli dengan

kata lain bahwa hukum lelang sama dengan jual beli antara individu. Status

penjual lelang dengan status penjual individu adalah sama. Lelang yang diatur

dalam Vendu Reglement tidak mengatur secara khusus mengenai tanggung jawab

penjual. Untuk itu berlakulah ketentuan umum hukum jual beli dalam

KUHPerdata. Kewajiban menyerahkan barang oleh penjual terdapat dalam pasal

1474 KUHPerdata yang menyatakan bahwa penjual barang berkewajiban untuk

menyerahkan barangnya dan menanggungnya, selain itu Penjual memiliki dua

kewajiban dalam pasal 1491 KUHPerdata yaitu menjamin penguasaan benda

secara aman dan tentram dan terhadap adanya cacat yang tersembunyi. Hal ini

berkaitan pula dengan upaya hukum pembatalan lelang eksekusi berdasarkan

Page 163: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

147

putusan pengadilan, maka upaya hukum yang dapat dilakukan dalam proses

pelelangan sama dengan upaya hukum dalam proses hukum acara perdata karena

pembatalan lelang eksekusi melalui putusan pengadilan telah mempunyai

kekuatan hukum tetap dan melalui pengadilan sehingga upaya hukum yang dapat

diajukan sama pula dengan upaya hukum putusan perdata pada umumnya yaitu

melalui banding yang dilakukan dengan cara mengajukan kepada Pengadilan

Tinggi dan kasasi yang dilakukan dengan cara mengajukan kepada Mahkamah

Agung. Adanya upaya-upaya hukum yang disediakan mempunyai tujuan agar

putusan pengadilan dalam proses pelelangan dapat memberikan putusan yang

seadil-adilnya yang dapat memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak.

Page 164: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

148

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Peraturan pelaksanaan lelang yang ada selama ini tidak

memberikan perlindungan hukumsecara preventif kepada pemenang lelang

artinya bahwa Vendu Reglement yang menjadi dasar hukum utama lelang di

Indonesia, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013

tentangPerubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010

tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang belum ditemukan adanya perlindungan

hukum kepada pemenang lelang eksekusi hak tanggungan. Risalah lelang

tidak memberikan perlindungan hukum kepada pemenang lelang atas

penguasaan objek lelang. Perlindungan hukum secara represif diberikan oleh

HIR dalam hal pengosongan objek lelang dapat meminta bantuan Pengadilan

Negeri dan apabila terjadi bantahan pemenang lelang dapat mengajukan

upaya hukum berupa banding dan kasasi.

2. Lelang merupakan bentuk jual beli yang masih terbuka terhadap

bantahan/keberatan/gugatan dari pihak ketiga. Jika terjadi bantahan akibat

gugatan yang diajukan oleh pihak ketiga yang pada akhirnya gugatan tersebut

masuk ke pengadilan dan putusan pengadilan memenangkan gugatan pihak

ke tiga tersebut, maka pemenang lelang dapatmengajukanupaya hukum ke

148

Page 165: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

149

pengadilan tinggi untuk menyelesaikan persoalan yaitu melalui Banding dan

melalui Mahkamah Agung untuk Kasasi. Hal ini dikarenakan penjualan

melalui lelang termasuk dalam penjualan perdata dan upaya hukum yang

dapat dilakukan adalah upaya hukum dalam ruang lingkup hukum acara

perdata.

5.2 Saran-Saran

1. Guna untuk mewujudkan perlindungan hukum terutama bagi pembeli lelang,

maka diperlukan adanya pembaharuan peraturan lelang oleh pemerintah yaitu

dengan cara melakukan perombakan terhadap norma-norma dalam Vendu

Reglementkarena norma-norma didalamnya sudah tidak relevan lagi dalam

perkembangan hukum yang pesat saat ini, juga peraturan teknis pelaksanaan

lelang agar tidak menimbulkan celah hukum yang merugikan bagi pihak

debitur, kreditur, pemenang lelang, serta pihak-pihak lain yang

berkepentingan. Untuk menunjang perlindungan hukum secara preventif yang

masih belum ada maka pejabat lelang dan pembeli lelang harus lebih cermat,

teliti dan berhati-hati dalam proses pelaksanaan lelang terutama dalam hal

keabsahan dokumen-dokumen terkait obyek lelang.

2. Adanya upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang merasa

dirugikan telah memberikan celah untuk adanya bantahan/gugatan/keberatan

meskipun risalah lelang seharusnya telah mempunyai kekuatan hukum tetap

namun dalam prakteknya pembeli lelang eksekusi hak tanggungan dapat

dibatalkan berdasarkan putusan pengadilan. Hal ini bertujuan untuk

memberikan kesempatan kepada pihak lain yang merasa dirugikan atas

Page 166: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

150

penjualan lelang tersebut. Upaya hukum yang telah disediakan untuk kedua

belah pihak telah disediakan dan jelas, hal ini untuk menunjang tercapainya

tujuan hukum yaitu keadilan dan juga kepastian hukum tidak hanya pada sisi

pembeli lelang namun juga untuk sisi penjual lelang maupun pihak ketiga

yang dirugikan.

Page 167: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

151

DAFTAR PUSTAKA

a. Buku

Ali, Achmad, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis danSosiologis), PT. Gunung Agung Tbk, Jakarta.

Agustina, Rosa, 2003, Perbuatan Melawan Hukum, Tesis, Program PascasarjanaFakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.

Allen, Carleton Kemp, 1978, Law in the Making, Oxford, Clarendon Press.

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Anderson, Jill Pride, 1987, Lender Liability for Breach of Obligation of GoodFaith Performance, Emory Law Journal, Vol 36.

AZ, Lukman Santoso, 2011, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank, PustakaYustisia, Jakarta.

Bahsan, M., 2010, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Coing, Helmut, 1987, Analysis of Moral Values by Case Law, WashingtonUniversity Law Quarterly, Vol 65, hal. 713.

Dharmajaya, Aryo, 2009, Tinjauan Hukum Terhadap Lelang Atas Tanah danBangunan yang Tidak Dapat Dimiliki oleh Pemenang Lelang (AnalisisKasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 158k/Pdt/2005), Tesis, ProgramPascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta.

Effendi, Lutfi, 2004, Pokok-Pokok Hukum Administrasi, Bayumedia Publising,Malang.

Farnsworth, E. Allan, 1963, Good Faith Performance and CommercialReasonableness under the Uniform Commercial Code, The University ofChicago Law Review, Vol 30.

Fuady, Munir, 2011, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), Refika Aditama,Bandung.

151

Page 168: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

152

Hadi, Moeljo, 2001, Dasar-Dasar Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Oleh JuruSita Pajak Pusat dan Daerah, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hadjon, Philipus M.,1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia: SebuahStudi tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalamLingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan AdministrasiNegara, Bina Ilmu, Surabaya.

Harahap, M. Yahya, 2005, Kekuasaan Pengadilan Tinggi Dan Proses PemeriksaanPerkara Perdata Dalam Tingkat Banding, Sinar Grafika, (selanjutnyadisingkat M. Yahya Harahap II), Jakarta.

_______, 2007, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, cet. 3.,ed. 2, Sinar Grafika, Jakarta.

Harsono, Boedi, 2008, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1, Cet. XII,Djambatan, Jakarta.

Hessenlink, Martin Willem, 1999, De Redelijkheid en Billijkheid in hetEuropease Privaatrecht, Kluwer, Deventer.

HR, Ridwan, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta.

HS, Salim, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja GrafindoPersada, Jakarta.

_______, 2008, Hukum Kontrak ; Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, SinarGrafika, Jakarta.

Hutabarat, Samuel M.P. 2010, Penawaran dan Penerimaan dalam HukumPerjanjian, PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Kelsen, Hans, 2006, Teori Hukum Murni, terjemahan Raisul Mutaqien, Nuansa &Nusamedia, Bandung.

_______, 2013, General Theory Of Law And State, Teori Umum Hukum DanNegara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu HukumDeskriptif Empirik, terjemahan Somardi, BEE Media Indonesia, Jakarta

Kenotariatan, Magister, 2013, Buku Pedoman Pendidikan Program Studi MagisterKenotariatan Universitas Udayana, Universitas Udayana, Denpasar.

Latvinoff, Saul, 2000, Good Faith, Tulane Law Review, Vol 71 No. 6, January2000.

Page 169: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

153

Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2007, Pedoman Teknis Administrasi danTeknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, IkatanHakim Indonesia IKAHI, Jakarta.

Mantayborbir, S., Imam Jauhari, dan Agus Hari Widodo, 2002, Hukum Piutangdan Lelang Negara, Pustaka Bangsa Press, Medan.

Marbun, S.F., 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi diIndonesia, Liberty, Yogyakarta.

Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta.

Mertokusumo, Sudikno, 1996, Eksekusi Objek Hak Tanggungan Permasalahandan Hambatan, Yogyakarta.

Muchsin, 2003, “Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia”,Tesis, Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas SebelasMaret, Surakarta.

Mukti, Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatifdan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Ngadijarno, F.X., Nunung Eko Laksito dan Isti Indri Listiani, 2005, Lelang :Teori dan Praktik, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Jakarta.

Oliver, Dawn dan Gavin Drewry, 1996, Public Service Reform, Issues OfAccountability And Public Law, Reader In Public Law, King’s College,University Of London.

Rajagukguk, Erman, et. Al., 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV MandarMaju, Bandung.

Ridwan, 2009, Hukum Administrasi Di Daerah Yogyakarta, FH UII Press.Yogyakarta.

Santoso, Urip, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana,Jakarta.

Setiono, 2004, “Rule of Law (Supremasi Hukum)”, Tesis, Magister Ilmu HukumProgram Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Sianturi, Purnama Tioria, 2013, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli BarangJaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang, CV. Mandar Maju, Bandung.

Sinungan, Muchdarsyah, 1984, Dasar-dasar dan Teknik Management Kredit, PTBina Aksara, Jakarta, Cet. II.

Page 170: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

154

Sjahdeini, Remy Sutan, 1999, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-KetentuanPokok dan Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan, Alumni, Bandung.

Soekanto, Soerjono, 1999, Penegakkan Hukum, Binacipta, Bandung.

_______dan Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normatif: Suatu TinjauanSingkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soemitro, Rochmat, Peraturan dan Instruksi Lelang, Eresco, Bandung.

Soemitro, Ronny Hanitijo, 2000, Metodologi Penelitian Hukum, GhaliaIndonesia, Jakarta.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, 1980, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, C.V. Bina Usaha,Yogyakarta.

Sommermeijer, W, 2003, Tanggung Jawab Hukum, Pusat Studi HukumUniversitas Parahyangan, Bandung.

Supriadi, 2012, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta

Surata, I Gede, 2010, “Kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah Yang DijabatOleh Camat Dalam Penetapan Akta Tanah”, Tesis, Program StudiMagister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang.

Sutedi, Adrian, 2010, Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta

Rahardjo, Satjipto, 2012, Ilmu hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Rajagukguk, Erman, et. al. 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV MandarMaju, Bandung.

Rasjidi, Lili dan I. B. Wyasa Putra, 2003, Hukum Sebagai Suatu Sistem, RemajaRosdakarya, Bandung.

Ridwan, 2009, Hukum Administrasi Di Daerah, FH UII Press. Yogyakarta.

Zimmerman, Reinhard dan Simon Whittaker, eds, Good Faith in EuropeanContract Law, Cambridge University Press, Cambridge, 2000.

b. Kamus

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai Pustaka, Jakarta.

Page 171: perlindungan hukum terhadap pembeli lelang dalam pelaksanaan

155

Garner, Bryan A. 2004, Black’s Law Dictionary, eight Edition, United Stated ofAmerica.

c. Peraturan Perundang-Undangan

Burgerlijk Wetboek Stb,1847 Nomor 23 (terjemahan R. Soebekti danTjitrosudibio, 2003, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. PradnyaParamita, Jakarta.)

ReglementBuitengewesten (RBG Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa danMadura) Stb. 1927 Nomor 227

Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR/RIBReglemen Indonesia yangdiperbaharui) Stb, 1941 Nomor 44

Vendu Reglement (Peraturan Lelang Stbl. 1908 Nomor 189)

Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stbl. 1908 Nomor 190)

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-UndangNomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 3790)

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas TanahBeserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3632)

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan AtasPeraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK/06/2010 tentang PetunjukPelaksanaan Lelang

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.06/2013 tentang Pejabat LelangKelas I

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.06/2013 tentang Pejabat LelangKelas II

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.06/2013 tentang Balai Lelang.

Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.