perlawanan rakyat mataram kepada belanda

9
Perlawanan Rakyat Mataram kepada Belanda Mataram pada masa Sultan Agung adalah satu kekuatan besar. Setelah masa Demak, kiranya Mataram inilah kerajaan terkuat di Jawa pada abad ke-17 itu. Seluruh Jawa Tengah, hampir seluruh Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat adalah takluk dan menjadi pendukung kekuatan Mataram. Pengaruh Mataram pada masa ini juga sampai ke Gowa-Tallo di Makasar, juga Palembang di Sumatra. Mataram juga melakukan hubungan perdagangan langsung sampai ke Malaka. Namun saat itu ada pula Cirebon dan Banten. Mataram menghormati Cirebon (meski Cirebon tidak terlalu kuat) karena Mataram menganggap bahwa Cirebon adalah penerus Sunan Gunung Jati. Namun terbukti dari keterangan dari beberapa sumber bahwa terhadap Banten, Mataram bersaing. Dalam pandangan masa kita kini anak bangsa Indonesia, dapat kita nilai bahwa persaingan Mataram-Banten ini, ketidakkompakan antara Mataram dan Banten ini adalah salah satu penyebab mengapa Kompeni Belanda di Jayakarta/Batavia tetap tidak dapat terkalahkan saat itu. Tidak ada persatuan di antara ‘sesama anak bangsa’. Visi nasionalisme Indonesia, nusantara, tentu memang belum terbentuk saat itu. Bila saja Mataram menyerang Kompeni dari timur, lalu Banten dari barat, bukan mustahil saat itu Kompeni kalah di Batavia. Sultan Agung Beberapa analis sejarah memberikan penilaian bahwa Sultan Agung terlalu berambisi untuk mengenyahkan Kompeni Belanda dari Batavia, padahal kenyataannya kekuatan yang disusun dimilikinya belum memadai untuk sampai dapat mengalahkan mereka. Persaingan- persaingan dagang dan pengaruh kekuasaan di antara semua aktor-aktor utama saat itu memang sungguh terasa. Selain Belanda, saat itu di Jawa juga masih ada perwakilan dagang Inggris,

Upload: ryandika-alfarishi

Post on 20-Jul-2015

214 views

Category:

Data & Analytics


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perlawanan rakyat mataram kepada Belanda

Perlawanan Rakyat Mataram kepada Belanda

Mataram pada masa Sultan Agung adalah satu kekuatan besar. Setelah masa Demak,

kiranya Mataram inilah kerajaan terkuat di Jawa pada abad ke-17 itu. Seluruh Jawa Tengah,

hampir seluruh Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat adalah takluk dan menjadi pendukung

kekuatan Mataram. Pengaruh Mataram pada masa ini juga sampai ke Gowa-Tallo di Makasar,

juga Palembang di Sumatra. Mataram juga melakukan hubungan perdagangan langsung sampai

ke Malaka. Namun saat itu ada pula Cirebon dan Banten. Mataram menghormati Cirebon (meski

Cirebon tidak terlalu kuat) karena Mataram menganggap bahwa Cirebon adalah penerus Sunan

Gunung Jati. Namun terbukti dari keterangan dari beberapa sumber bahwa terhadap Banten,

Mataram bersaing. Dalam pandangan masa kita kini anak bangsa Indonesia, dapat kita nilai

bahwa persaingan Mataram-Banten ini, ketidakkompakan antara Mataram dan Banten ini adalah

salah satu penyebab mengapa Kompeni Belanda di Jayakarta/Batavia tetap tidak dapat

terkalahkan saat itu. Tidak ada persatuan di antara ‘sesama anak bangsa’. Visi nasionalisme

Indonesia, nusantara, tentu memang belum terbentuk saat itu. Bila saja Mataram menyerang

Kompeni dari timur, lalu Banten dari barat, bukan mustahil saat itu Kompeni kalah di Batavia.

Sultan Agung

Beberapa analis sejarah memberikan penilaian bahwa Sultan Agung terlalu berambisi

untuk mengenyahkan Kompeni Belanda dari Batavia, padahal kenyataannya kekuatan yang

disusun dimilikinya belum memadai untuk sampai dapat mengalahkan mereka. Persaingan-

persaingan dagang dan pengaruh kekuasaan di antara semua aktor-aktor utama saat itu memang

sungguh terasa. Selain Belanda, saat itu di Jawa juga masih ada perwakilan dagang Inggris,

Page 2: Perlawanan rakyat mataram kepada Belanda

sementara Portugis mengincar Malaka. Sementara itu, di antara sesama kerajaan-kerajaan

nusantara sendiri juga saling bersaing. Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa Mataram

meminta dukungan kerja sama dari sesama kerajaan nusantara untuk mengenyahkan Kompeni

Belanda. Tidak ada riwayat yang menunjukkan bahwa Mataram telah melakukan upaya

diplomasi itu. Mungkin Mataram sudah merasa paling kuat. Bila ada upaya minta bantuan,

Mataram masa Sultan Agung justru malah mengupayakan untuk minta bantuan dari Portugis di

Malaka.

Antara Tahun 1602 -1628 M

Keadaan bagi Kompeni menjelang tahun 1602 sangat gawat, sikap permusuhan dinyatakan

oleh Mataram dan Banten. Pada tahun 1603 VOC memutuskan untuk mengangkat Jan

Pieterszoon Coen sebagai kepala tata buku yang mempunyai wewenang atas kantor dagang di

Banten dan Jakarta.

Pada tahun 1613, tepatnya 22 September 1613 serombongan Utusan VOC, yang dipimpin

Jan Pieterszoon Coen merapat di daerah Mataram yang telah menjadi pelabuhan penting

Mataram yaitu, Jepara dan Kudus, utusan tersebut ingin menjalin kerjasama dengan Mataram

dalam hal penyediaan beras karena Mataram terkenal sebagai penghasil beras. Dalam hal ini

Sultan Agung menerima keinginan dan penawaran kerjasama dari pihak VOC, berdasarkan

pertimbangan bahwa persahabatan itu nantinya akan berguna dalam rangka keinginan Mataram

menguasai kota-kota pelabuhan di sepanjang pantai jawa timur, terutama Surabaya yang terkenal

kuat dalam hal pasukan. Maka didirikan lah Pos perdagangan VOC di Japara tahun 1615. Dalam

perkembangan selanjutnya disamping konflik kepentingan dari kedua belah pihak, Sultan Agung

dipengaruhi oleh saudagar inggris, Sultan Agung mulai menyadari bahwa kehadiran VOC di

wilayah Mataram sangat berbahaya, seperti hal yang dialami oleh Jayakarta yang sepenuhnya

telah berada di bawah kekuasaan VOC, hal ini tentu bertentangan dengan cita-cita Mataram

dalam hal ini Sultan Agung sendiri untuk meluaskan pengaruhnya di seluruh tanah jawa.

Page 3: Perlawanan rakyat mataram kepada Belanda

Pada tanggal 18 Agustus 1618 tentara Mataram melakukan penyerbuan ke kantor dagang

VOC di Jepara. Sebelum penyerbuan ini, pimpinan dari kantor dagang, yaitu Balthasar van

Eynthoven dan Cornelis Maseuck dipanggil oleh raja Hulubalang (sebutan Belanda untuk

raja/Adipati) dan kemudian ditahan. Alasannya adalah perampokan-perampokan yang telah

dilakukan kapal-kapal Belanda terhadap jung-jung Jepara. Di samping itu juga karena kelakuan

dan tindakan Balthasar van Eynthoven yang tidak senonoh. Kedua alasan tersebut adalah alasan

yang jelas, namun alasan yang sebenarnya adalah karena janji-janji Belanda terhadap Mataram

tidak ditepati dan sudah berlangsung empat tahun. Di pihak lain Belanda mencoba-coba untuk

menuntut raja supaya memenuhi janji-janji yang telah disampaikan oleh utusan VOC pertama

van Surck. VOC juga mencoba-coba membatalkan janji-janji yang telah diberikan van Surck

kepada Mataram.

Dalam penyerbuan ke Jepara ini jatuh beberapa korban di pihak Kompeni; tiga orang

terbunuh, beberapa luka-luka dan sisanya dijadikan tawanan. Sebelumnya Sultan Agung telah

mensinyalir akan bahaya yang datang dari kantor dagang di Jepara, setelah mendengar bahwa

kantor dagang Kompeni di Jakarta diperkuat. Kemungkinan kantor dagang di Jepara juga dapat

membahayakan kerajaannya. Mataram mau berdagang dengan orang asing, asalkan saja orang

asing itu tidak mencoba merebut daerah kekuasaannya.

Dari pihak VOC Coen merasa bahwa Kompeni memerlukan beras akan tetapi kejadian di

Jepara sangat mengganggu pikirannya. Oleh sebab itu ia mengirim utusan Jacob van der Marct

ke Jepara untuk menemui raja Hulubalang. Jacob van der Marct diperintahkan untuk bertindak

sebaik mungkin dalam usaha pembelian beras. Usaha pembelian beras ini berhasil. Tetapi setelah

beras ini diterima ia mengadakan suatu balasan terhadap penyerbuan ke kantor dagang Kompeni

di Jepara. Kantor dagang ini diserang oleh 160 orang Kompeni, rumah-rumah di sekitar kantor

dagang ini dibakar, kira-kira tiga puluh orang Jawa terbunuh dalam serangan ini; jung-jung yang

berada di sekitar Jepara dan Demak dibakar. Dalam penyerbuan ini mereka berhasil merebut

beras yang terdapat di atas jung-jung.

Pada tahun 1619 Coen yang belum puas dengan penyerangan ke Jepara telah mengerahkan

400 orang-orang Kompeni. Keadaan pertahanan Jepara ternyata lebih baik, sehingga tidak

mudah bagi Kompeni untuk menyerbu kota itu. Motif dari penyerangan Kompeni ini di samping

Page 4: Perlawanan rakyat mataram kepada Belanda

untuk membalas penyerangan orang-orang Mataram pada tahun 1618 terhadap kantor dagang

VOC juga untuk merusakkan kantor dagang Inggris dan untuk membuat orang-orang Cina

pindah ke Jakarta. Dalam penyerbuan ini, kantor dagang Inggris dibakar dan beberapa puluh

orang Jawa terbunuh. Situasi antara Kompeni dan Mataram antara 1620 hingga 1628 dalam

keadaan bermusuh-musuhan. Bagi raja-raja, Batavia merupakan suatu kota yang merugikan

kerajaannya. Hubungan antara Mataram dan Malaka dipersukar oleh Batavia. Bagi Sultan

Agung, hanya ada satu cara untuk melepaskan diri dari Batavia yaitu dengan menghancurkan

kota tersebut. Sudah berkali-kali Sultan Agung mengirim utusan kepada VOC untuk mengirim

wakil kepadanya tetapi hal ini tidak dilakukan Kompeni.

Atas dasar ini Sultan Agung mengadakan persiapan untuk menyerbu Batavia. Pantai utara

mulai tertutup bagi pedagang dari orang asing. Mereka yang datang ke Mataram ditahan bahkan

kantor dagang Inggris ditutup.

Pada bulan April 1628, Kyai Rangga dikirim ke Batavia dengan 14 perahu yang memuat

beras. Rangga ini datang untuk meminta kepada VOC untuk membantu Mataram menyerbu

Banten. Akan tetapi VOC menolak memberi bantuan atas dasar ditutupnya pelabuhan-pelabuhan

di pantai utara.

Penyerbuan Mataram ke Batavia pada Tahun 1628 M

Pada tanggal 22 Agustus 1628, 50 kapal muncul di

depan Batavia dengan perbekalan yang sangat banyak. Hal

ini membuat Kompeni menjadi sangat prihatin. Setelah 2

hari muncul lagi 7 buah perahu yang singgah untuk

meminta ijin perjalanan ke malaka. VOC mencoba untuk

tidak mempertemukan kapal-kapal yang tiba dahulu dan

yang belakangan karena khawatir kapal-kapal yang baru

datang akan memberi senjata-senjata pada perahu lainnya.

Usaha ini gagal.

Page 5: Perlawanan rakyat mataram kepada Belanda

Pada pagi hari 20 buah perahu menyerang pasar dan benteng yang belum siap. Orang-orang

Mataram yang datang dengan perahu-perahu itu naik ke darat. Mereka berhasil mencapai

benteng. Penyerbuan ini berlangsung sampai pagi. Banyak korban jatuh. Tujuh perahu yang

datang pada tanggal 24 Agustus 1628, ketika melihat hasil penyerbuan ke benteng yang

mengakibatkan banyak korban, tidak mau mendekati Batavia tetapi mendekati Marunda di mana

pada keesokan harinya suatu pasukan di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa mendarat.

Dalam menghadapi kekuatan Mataram, Kompeni mengorbankan daerah sekitar benteng.

Kampung di sekitarnya dibakar dan diratakan dengan tanah. Pada waktu tentara Mataram

menarik diri ke daerah-daerah yang agak jauh yang berpohon, membuat benteng-benteng mereka

dari bambu anyaman. Meskipun demikian mereka berhasil maju juga karena mereka menggali

parit-parit dan membuat benteng seperti yang tersebut di atas. Taktik VOC untuk menghadapi

pasukan yang telah maju sekali adalah dengan mengirim sejumlah tentara Kompeni ke parit-parit

ini yang dilindungi oleh 150 penembak sehingga orang-orang ini berhasil mengusir tentara

Mataram dari parit-parit ini. Dan korban yang tercatat pada peristiwa ini diperkirakan antara tiga

puluh sampai empat puluh orang.

Pada tanggal 21 September 1628 tentara Mataram menyerang benteng Hollandia. Mereka

mencoba menaiki benteng tersebut dengan tangga. Sambil menjalankan penyerangan ini, di

bagian lain mereka mereka membunyikan alarm untuk mengurangi perhatian pada penyerbuan

atas benteng Hollandia. Akan tetapi orang Belanda dapat mencium bahwa tujuan tentara

Mataram hanya benteng Hollandia, oleh sebab itu mereka merubah perhatian menjadi

penyerangan. Dengan segala kekuatan mereka menyerang parit-parit dan pusat kanan tentara

Mataram, sehingga banyak menimbulkan korban. Karenanya kerugian manusia terlalu banyak di

pihak Mataram. Dari tawanan-tawanan yang ditahan Kompeni mereka dapat keterangan bahwa

masih terdapat kira-kira 4.000 anggota tentara Mataram yang berkeliaran di hutan mencari

makanan. Terhadap mereka Kompeni mengutus Jacques Lefebres untuk menyerang sisa-sisa

laskar ini. Dengan jumlah yang tidak kecil yaitu 2.866 orang, Jacques Lefebres mengadakan

penyerbuan. Ia memulai dengan menyusuri sungai di tepi mana terdapat Tumenggung Baureksa.

Penyerbuan terhadap perkampungan laskar Mataram di mana Baureksa berada menemui

perlawanan yang hebat dan pertempuran berlangsung satu lawan satu.

Page 6: Perlawanan rakyat mataram kepada Belanda

Kompeni pada akhirnya berhasil memusnahkan isi perkampungan ini, akan tetapi mereka

lupa merusak benteng. Tumenggung Baureksa dan putranya gugur dalam pertempuran ini.

Banyak perahu Mataram yang berlabuh di sungai Marunda dimusnahkan. Setelah penyerbuan ke

perkampungan pasukan Mataram sepanjang sungai Marunda selesai, tentara Kompeni pulang.

Api mesiu belum habis terbakar, ketika bantuan baru pasukan Mataram datang. Dengan segera

pasukan Mataram dapat mempersiapkan diri lagi. Bilamana tak ada tembakan yang berasal dari

dua perahu Kompeni Belanda dan bilamana kota Batavia tidak mempunyai tembok yang tinggi,

maka pastilah seluruh kota Batavia sudah jatuh ke tangan laskar Mataram. Pimpinan dari bantuan

yang baru adalah Tumenggung Sura Agul-Agul dan bersaudara Kyai Dipati Mandurareja dan

Upasanta. Mereka menyangka bahwa pasukan yang pertama datang telah berhasil menguasai

kota Batavia. Ketika ia melihat bahwa kota masih dalam tangan Kompeni, maka timbul suatu

akal yaitu seperti telah pernah dilakukan terhadap Surabaya, yaitu dengan membendung sungai.

Akan tetapi perbuatan ini hanya cocok untuk Surabaya, tapi tidak untuk Batavia.

Suatu usaha untuk menyerbu benteng Hollandia gagal dan oleh sebab itu sebagai hukuman

terhadap gagalnya usaha menundukkan musuh, Mandurareja dan Upasanta, bersama-sama

dengan anak-buahnya dibunuh dengan ditusuk dengan keris atau tombak. Dengan kegagalan

Mataram menduduki Batavia pada akhir tahun 1628, maka penyerbuan Mataram yang pertama

berakhir pula.

Penyerbuan Mataram ke Batavia pada Tahun 1629 M

Meskipun Mataram tidak berhasil merebut benteng Batavia dan menundukkan Kompeni

pada tahun 1628, mereka tidak begitu saja menyerah. Tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1629

tentara Mataram berangkat lagi menuju Batavia dengan perlengkapan senjata-api. Keberangkatan

mereka dari ibukota Mataram adalah pada bulan Juni. Pada akhir bulan Agustus 1629 penjaga-

penjaga Kompeni yang ditempatkan beberapa kilometer di sungai Ciliwung telah melihat barisan

depan. Sebagian pasukan Mataram mencoba mengusir ternak Kompeni akan tetapi hal itu dapat

dicegah oleh Kompeni.

Page 7: Perlawanan rakyat mataram kepada Belanda

Pada tanggal 31 Agustus 1629 hampir

keseluruhan pasukan tiba di daerah sekitar Batavia.

Mereka datang berkuda membawa bendera, panji-

panji dan mereka juga membawa gajah. Cara yang

dipakai Mataram untuk membawa beras ke sekitar

Batavia sebagai bekal bagi prajurit-prajurit adalah

pengiriman seorang utusan yang bernama Warga,

untuk pura-pura meminta maaf kepada Kompeni

mengenai hal yang telah terjadi. Kompeni menerima

warga dengan baik. Sementara itu orang-orang Mataram mengumpulkan padi di Tegal. Padi itu

akan ditumbuk di Tegal untuk diperdagangkan ke Batavia. Siasat ini kemudian dibocorkan oleh

seorang anak buah dari salah satu perahu warga, sehingga ketika Warga tiba di Batavia untuk

kedua kalinya ia ditangkap dan ditanyai tentang kebenaran berita, bahwa Mataram hendak

menyerang Batavia lagi. Hal ini dibenarkan oleh Warga dan rahasia bahwa Tegal menjadi

gudang persediaan beras bagi tentara Mataram pun terbuka. Setelah mendapat keterangan ini

Kompeni mengirimkan armadanya ke Tegal, di mana perahu-perahu Mataram, rumah-rumah dan

gudang-gudang beras bagi tentara Mataram dibakar habis, setelah Tegal mendapat perusakan,

Kompeni mengarahkan perhatiannya terhadap Cirebon. Kota ini juga mendapat gilirannya.

Persediaan padi di sini pun habis dibakar oleh VOC. Akibat dari dimusnahkannya gudang beras

Mataram, usaha pengepungan Batavia tidak berlangsung lama. Meskipun demikian mereka toh

mendekati benteng Hollandia dengan mengadakan pendekatan melalui parit-parit. Benteng

Hollandia dapat mereka rusakkan. Setelah berhasil, mereka menuju benteng Bommel, akan tetapi

di sini mereka gagal.

Pada hari-hari berikutnya Mataram maju ke Benteng dan pada tanggal 21 September 1629

tembakan mulai terhadap benteng VOC. Mereka membiarkan menembak benteng hingga

persediaan mesiu habis. Sementara tembakan-tembakan dilancarkan terhadap benteng Belanda,

Jan Pieterszoon Coen mendadak meninggal diserang suatu penyakit.

Dari beberapa tawanan diketahui bahwa pasukan Mataram menderita kelaparan, dan hal ini

memang menyebabkan kelemahan mereka. Setelah berusaha untuk menyerang selama kurang

Page 8: Perlawanan rakyat mataram kepada Belanda

lebih 10 hari pada akhir bulan September 1629 mereka mulai menarik diri sambil banyak

meninggalkan korban.

Antara Tahun 1630-1645

Setelah gagal menduduki Batavia, perundingan antara Mataram dan VOC dibuka kembali

pada tahun 1630, akan tetapi utusan-utusan yang dikirim Kompeni tidak memenuhi syarat

Mataram. Desas-desus bahwa Mataram akan melancarkan suatu serangan lagi terhadap Batavia

terdengar oleh Kompeni. Dengan cepat mereka mengirim armada terdiri dari 8 buah kapal,

awaknya berjumlah 693 orang. Mereka mendapat perintah untuk memusnahkan semua perahu-

perahu Mataram dan memusnahkan gudang-gudang perbekalan sepanjang pantai utara Jawa.

Pelayaran ke Timur tidak begitu berhasil. Tetapi sementara itu hubungan dengan Mataram

diusahakan.

Mataram antara tahun 1630-1634 sering mengadakan penyerbuan terhadap kapal-kapal

Kompeni. Armada diperkuat dengan pembuatan perahu baru di Jepara. Dengan perahu-perahu

ini mereka membuat perairan antara Banten dan Batavia tidak aman. Mereka sangat berhasil

membuat Kompeni pusing dengan serangan-serangan kecil-kecilan yang dilancarkan Mataram

terhadap kapal-kapal Kompeni setelah perang tahun 1629 M.

Mataram terus menerus mencari bantuan dari Malaka yang ada di bawah kekuasaan

Portugis. Harapan akan bantuan ini kemudian hilang, karena pada tahun 1641 VOC menguasai

Malaka dan orang-orang Portugis kehilangan tempat berpijak di kepulauan Nusantara.

Pemerintahan Mataram tahun 1641 mengadakan perpindahan penduduk dari Jawa Tengah

ke Jawa Barat di daerah Sumedang yang ternyata sangat mengkhawatirkan VOC. Sebenarnya

perpindahan ini adalah sebagai persiapan terhadap penyerangan terhadap Banten yang tidak mau

tunduk kepada Mataram.

Page 9: Perlawanan rakyat mataram kepada Belanda

Hubungan antara Kompeni dan Mataram setelah tahun 1642, tidak begitu baik, karena

tawanan-tawanan Belanda tidak dilepaskan oleh Mataram. Oleh sebab itu Kompeni selalu

mencari jalan untuk mencoba memaksa Mataram untuk mengembalikan orang-orang Belanda

itu.

Keadaan menjadi tegang ketika Inggris menawarkan membawa seorang utusan Mataram ke

Mekah, yang sebenarnya suatu kemungkinan bagi Belanda, untuk melepaskan tawanannya

bilamana Sultan meminta kapal Belanda untuk membawa utusan ini. Oleh sebab itu kapal Inggris

yang membawa utusan ini dicegat, utusan Mataram dan hadiah untuk ke Mekah ditahan oleh

VOC dan dibawa ke Batavia. Peristiwa lain adalah ketika VOC merasa bahwa Jambi dan

Palembang mengancam keamanan VOC, maka VOC mencegat suatu armada Mataram yang

terjadi dari 80 perahu yang sedang menghantar kembali raja Palembang. Hubungan antara VOC

dan Mataram hingga meninggalnya Sultan Agung pada tahun 1645 tidak mengalami perbaikan.