perkembangan hi (ham, humaniter, dan lingkungan)

84
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL HAM dan HUKUM HUMANITER serta HUKUM LINGKUNGAN Diajukan sebagai Syarat Pemenuhan Nilai Mata Kuliah Hukum Internasional DISUSUN OLEH: Army Anggara 110110080085 Liely Noor Qadarwati 110110080092 Lasma Natalia 110110080096 Mayang Kemulandari Yamin 110110080122 Vicky Veronika Aruan 110110080128 Gita Santika Amalia 110110080131 Tri Nurul Widia Wardhani 110110080134 Saskia Wahyu Riani 110110080135 Mulyana 110110080138 DOSEN PENGAJAR: Prof. Dr. Eddy Damian, S. H. Idris, S. H., M. A. Diajeng Wulan Christianti, S. H., LL. M

Upload: ana-kehe

Post on 06-Aug-2015

168 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL

HAM dan HUKUM HUMANITER serta HUKUM LINGKUNGAN

Diajukan sebagai Syarat Pemenuhan Nilai Mata KuliahHukum Internasional

DISUSUN OLEH:

Army Anggara 110110080085

Liely Noor Qadarwati 110110080092

Lasma Natalia 110110080096

Mayang Kemulandari Yamin 110110080122

Vicky Veronika Aruan 110110080128

Gita Santika Amalia 110110080131

Tri Nurul Widia Wardhani 110110080134

Saskia Wahyu Riani 110110080135

Mulyana 110110080138

DOSEN PENGAJAR:

Prof. Dr. Eddy Damian, S. H.

Idris, S. H., M. A.

Diajeng Wulan Christianti, S. H., LL. M

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG2010

Page 2: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

DAFTAR ISI i

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Identifikasi Masalah 1

1.3 Tujuan 2

1.4 Kegunaan Penulisan 2

1.5 Metode Penulisan 2

BAB II LANDASAN TEORI 3

2.1 Hak Asasi Manusia 3

2.2 Hukum Humaniter 17

2.3 Hukum Lingkungan 28

BAB III PEMBAHASAN 35

3.1 Kasus Hak Asasi Manusia (Torture In Guantanamo Bay) 35

3.2 Kasus Hukum Humaniter ( Agresi Israel Ke Libanon ) 41

3.3 Kasus Hukum Lingkungan (Gabcikovo-Nagymaros Project) 51

BAB IV PENUTUP 62

4.1 Simpulan 62

4.2 Saran 62

DAFTAR PUSTAKA 64

Page 3: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

BAB I

PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang

Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat memang pada dasarnya

diperlukan suatu aturan sehingga antara kepentingan yang satu dengan

yang lain setidaknya dapat diminimalisir tidak terjadi. Manusia sebagai

subjek hukum merupakan bagian penting dalam suatu negara yang dikenal

sebagai subjek hukum internasional. Kendati demikian, aturan atau hukum

yang ada belum tentu secara keseluruhan dapat menjawab kepentingan

semua orang. Untuk itu diperlukan lagi pengetahuan atas aturan yang

mengatur hak yang melekat pada diri individu tersebut. Dalam makalah ini

dibahaslah mengenai Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter yang

mungkin dalam dunia akademis Hukum Internasional sendiri masih

dianggap baru.

Sementara menyadari kondisi dunia yang juga menjadi tanggung

jawab manusia secara tidak langsung mesti ada aturan yang membatasi

kewenangan manusia dalam mengelolahnya. Hal ini tentu tidak menjadi

tanggung jawab sebagian orang atau untuk lebih luas menjadi tanggung

jawab beberapa negara besar. Namun sudah selayaknya setiap negara

memandang isu-isu global sebagai tanggung jawab bersama guna

menciptakan bumi yang aman untuk dihuni generasi mendatang.

1.6 Identifikasi Masalah

Dalam membuat makalah ini, kami membatasi rumusan masalah yang

menjadi kajian landasan teori dan pembahasan kelompok kami yaitu pada

hal-hal berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter

dalam ranah Hukum Internasional ?

2. Bagaimanakah hubungan teori yang dipelajari dalam Hak Asasi Manusia

dan Hukum Humaniter dengan kasus yang terjadi?

Page 4: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

1.7 Tujuan Pembahasan

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah :

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Internasional

2. Untuk dapat mengetahui dan memahami teori – teori :

Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter

Hubungan teori dalam Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter bila

dihubungkan dengan kasus

1.8 Kegunaan Penulisan

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan

masalah serta maksud dan tujuan penulisan, maka manfaat yang akan

diperoleh dari penulisan ini adalah: kegunaan secara akademis, diharapkan

hasil penulisan ini dapat menambah wawasan dan sebagai referensi

tambahan bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum

internasional khususnya mengenai hak Asasi Manusia dan Hukum

Humaniter.

1.9 Metode Penulisan

Metode penulisan yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah

tinjauan kepustakaan melalui web research dan analisis data dan teori dari

buku.

Page 5: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Hak Asasi Manusia

Pengertian Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu

dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat

kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup

sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia,

bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi

manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau

Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha

Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.

Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching

Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan

bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya

manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. John Locke menyatakan bahwa

HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta

sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994). Dalam pasal 1 Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah

seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai

makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib

dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan

setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu,

bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat

diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan

martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul

atau berhubungan dengan sesama manusia.

Page 6: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia,

ada juga kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi

terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak

Asasi Manusia, kita wajib untuk memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak

asasi yang juga dimiliki oleh orang lain. Kesadaran akan hak asasi manusia , harga

diri, harkat dan martabat kemanusiaannya, diawali sejak manusia ada di muka bumi.

Hal itu disebabkan oleh hak – hak kemanusiaan yang sudah ada sejak manusia itu

dilahirkan dan merupakan hak kodrati yang melekat pada diri manusia. Sejarah

mencatat berbagai peristiwa besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk

menegakkan hak asasi manusia.

Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia di Yunani

Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM)

meletakkan dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak – hak asasi

manusia. Konsepsinya menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosial kontrol

kepada penguasa yang zalim dan tidak mengakui nilai – nilai keadilan dan

kebenaran. Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah harus mendasarkan

kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga negaranya.

Pengalaman Inggris

Inggris sering disebut–sebut sebagai negara pertama di dunia yang

memperjuangkan hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak

asasi terjadi di Inggris. Perjuangan tersebut tampak dengan adanya berbagai

dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan disahkan. Dokumen-dokumen

tersebut adalah sebagai berikut :

MAGNA CHARTA

Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil dan bijaksana telah diganti

oleh Raja John Lackland yang bertindak sewenang–wenang terhadap rakyat dan

para bangsawan. Tindakan sewenang-wenang Raja John tersebut mengakibatkan

rasa tidak puas dari para bangsawan yang akhirnya berhasil mengajak Raja John

untuk membuat suatu perjanjian yang disebut Magna Charta atau Piagam Agung.

Page 7: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat

pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada

kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau

dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas

hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam Magna Charta itu

menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip telah

diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya

perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan

undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.

Isi Magna Charta adalah sebagai berikut :

Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak,

dan kebebasan Gereja Inggris.

Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-

hak sebagi berikut :

a. Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-

hak penduduk.

b. Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan

saksi yang sah.

c. Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap,

dinyatakan bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan

hukum sebagai dasar tindakannya.

d. Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan,

raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya.

BILL OF RIGHTS

Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan tahun 1689

dan diterima parlemen Inggris, yang isinya mengatur tentang :

a. Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen.

b. Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.

c. Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus seizin

parlemen.

d. Hak warga Negara untuk memeluk agama menurut kepercayaan masing-

masing .

e. Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.

Page 8: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

3. Pengalaman di Amerika Serikat

Pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak

alam,seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property)

mengilhami sekaligus menjadi pegangan bagi rakyat Amerika sewaktu memberontak

melawan penguasa Inggris pada tahun 1776. Pemikiran John Locke mengenai hak –

hak dasar ini terlihat jelas dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang

dikenal dengan Declaration Of Independence Of The United States.

Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya tanggal 4 Juli

1776, suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13

negara bagian, merupakan pula piagam hak – hak asasi manusia karena

mengandung pernyataan “Bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama

derajat oleh Maha Pencipta. Bahwa semua manusia dianugerahi oleh Penciptanya

hak hidup, kemerdekaan, dan kebebasan untuk menikmati kebhagiaan.

Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika

sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia

dalam konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu

memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas

Jefferson presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak

asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy

Carter.

4. Pengalaman di Prancis

Perjuangan hak asasi manusia di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah

pada awal Revolusi Prancis. Naskah tersebut dikenal dengan Declaration Des Droits

De L’homme Et Du Citoyen yaitu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga

negara. Pernyataan yang dicetuskan pada tahun 1789 ini mencanangkan hak atas

kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite,

fraternite).

Tahun 1791, semua hak-hak asasi manusia dicantumkan seluruhnya di dalam

konstitusi Prancis yang kemudian ditambah dan diperluas lagi pada tahun 1793 dan

1848. Juga dalam konstitusi tahun 1793 dan 1795. revolusi ini diprakarsai pemikir –

pemikir besar seperti : J.J. Rousseau, Voltaire, serta Montesquieu

Page 9: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

5. Hak Asasi Manusia oleh PBB

Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam

hak-hak asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi

Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi

hak asasi manusia (commission of human right). Sidangnya dimulai pada bulan

januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian,

tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Istana

Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa Universal

Declaration Of Human Rights atau Pernyataan Sedunia tentang Hak – Hak Asasi

Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang

umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2

negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati

sebagai hari Hak Asasi Manusia.

Majelis umum memproklamirkan Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi

Manusia itu sebagai tolak ukur umum hasil usaha sebagai rakyat dan bangsa dan

menyerukan semua anggota dan semua bangsa agar memajukan dan menjamin

pengakuan dan pematuhan hak-hak dan kebebasan- kebebasan yang termasuk

dalam pernyataan tersebut. Meskipun bukan merupakan perjanjian, namun semua

anggota PBB secara moral berkewajiban menerapkannya.

6. Hak Asasi Manusia di Indonesia

Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila.

Yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni

Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi

manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam

ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi

manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus

memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup

bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak

ada hak yang dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang

lain.

Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak,

kita tidak memperhatikan hak orang lain,maka yang terjadi adalah benturan hak atau

kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

Page 10: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi

manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat

dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan

demi peningkatan martabat kemanusisan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan

kecerdasan serta keadilan.

Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki Negara Republik

Indonesia,yakni:

- Undang – Undang Dasar 1945

- Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia

- Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia dan Hukum Internasional

Dalam konteks hak asasi manusia, hukum internasional mempunyai kualitas

ganda sebab ia menciptakan penghalang bagi proteksi hak asasi yang efektif dan

sekaligus juga menyediakan sarana untuk mengatasi rintangan-rintangan.

Brwonlie menggambarkan “kedaulatan” sebagai doktrin konstitusional yang

pokok dari hukum negara. Pada hakikatnya, kedaulatan mewakili totalitas hak-hak

negara dalam menjalankan hubungan luar negrinya dan menata urusan-urusan

dalam negrinya.tetapi ini tidak berarti bahwa semua negara bebas sepenuhnya

menjalankan kedaulatan dan kemerdekaannya ke luar negri maupun di dalam negri

mengingat mereka tunduk pada berbagai pembatasan yang dikenakan terhadap

kegiatan mereka oleh hukum internasional. Semua negara sama-sama berdaulat,

mak masing-masing negara tidak diwajibkan untuk tunduk pada keputusan

Mahkamah Internasional, kecuali negara tersebut memberitahukan terlebih dahulu

persetujuannya untuk mematuhi keputusan itu. Sehingga begitu hak asasi manusia

diangkat menjadi masalah yang menjadi perhatian hukum internasional danbukan

lagi nasional, negara-negara yang bersangkutan tidak lagi dapat mengatakan bahwa

hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan masalah yang berada dalam

yurisdiksi domestiknya.

Lalu individu sebagai subjek hukum internasional. Menurut hukum

internasional, individu secara pribadi dapat dianggap bertanggung jawab terhadap

kejahatan perang, genosida, penganiayaan dan apartheid. Namun oleh Prof.nguyen

Page 11: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Quoc Din individu hanya sebagai subjek hukum buatan. Karena kehendak negara-

negaralah yang menjadikan individu-individu tersebut dalam hal-hal tertentu sebagai

subjek hukum internasional. Hukum internasional masih tetap mengatur hubungan

antar negara dan subjek-subjek hukum lainnya, sedangkan individu dalam hal-hal

tertentu.

Perlindungan Hak-hak Asasi Manusia dalam Kerangka Universal

Pemajuan dan perlindungan hak-hak asasi berkembang dengan cepat

bersamaan dengan perkembangan yang melaju hubungan antar bangsa dan

proliferasi organisasi-organisasi regional dan multilateral global. PBB telah membagi

kegiatan dalam beberapa periode sebagai berikut:

1. Periode pembentukan sistem, dari piagam PBB ke deklarasi Universal HAM

(1945-1948).

2. Periode perbaikan sistem, yang menuju kepada pengesahan berbagai

konvensi dan instrument HAM internasional (1949-1966).

3. Periode pelaksanaan sistem, yang dimulai dari pengesahan instrumen hingga

konferensi Wina (1967-1993).

4. Periode perluasan sistem, dari konferensi Wina hingga pelaksanaan tindak

lanjut (1993-1995).

5. Periode menuju perlindungan HAM baru (1996-2000).

Dalam berbagai ketentuan yang terdapat dalam Piagam, berkali-kali diulang

penegasan bahwa PBB akan mendorong, mengembangkan, dan mendukung

penghormatan secara universal dan efektif hak-hak asasi dan kebebasan-

kebebasan pokok bagi semua tanpa membedakan suku, kelamin, bahasa, dan

agama. Ketentuan ini diulang dalam pasal 1 ayat 3 Piagam, pasal 13 ayat 1b, pasal

55c, pasal 62 ayat 2, pasal 68, dan pasal 76c.

Semua permasalahan hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan pokok ini

dibahas oleh salah satu Komite Utama Majelis, yaitu Komite Tiga yang menangani

masalah-masalah HAM, kemanusian, social, dan kebudayaan. Majelis utama juga

dibantu oleh salah satu organ utama PBB yaitu dewan ekonomi dan social yang

dapat membuat rekomendasi agar terlaksananya penghormatan yang efektif

terhadap hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan pokok. Dewan ekonomi dan

social dapat membentuk komisi, salah satunya adalah Komisi hak-hak asasi

Page 12: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

manusia (KHAM) dan komisi mengenai Status Wanita. Kedua komisi ini dibentuk

pada tahun 1946. Komisi hak-hak manusia beranggotakan 53 negara, dan komisi

status Wanita beranggotakan wakil-wakil dari 45 negara.

Ada dua badan khusus PBB yang juga menangani HAM yaitu Organisasi buruh

Sedunia (ILO), didirikan tahun 1946. Bertugas untuk memperbaiki syarat-syarat

bekerja dan hidup para buruh melalui penerimaan konvensi-konvensi internasional

mengenai buruh dan membuat rekomendasi standar minimum di bidang gaji, jam

kerja, syarat-syarat pekerjaan dan jaminan social.

Badan khusus kedua adalah UNESCO yang didirikan pada tahun 1945, untuk

mencapi tujuan meningkatkan kerjasama antar bangsa melalui pendidikan , ilmu

pengetahuan, dan kebudayaan dan untuk meningkatkan secara universal

penghormatan terhadap peraturan hukum, hak-hak asasi dan kebebasan-kebasan

pokok.

Menurut sistem PBB, dalam upaya pemajuan dan peningkatan HAM dikenal

tiga bidang utama yakni:

a. Upaya Pembakuan standar internasional

b. Kegiatan monitoring/pemantauan pelaksanaan HAM

c. Jasa nasehat dan kerja sama teknik

Dalam upaya pemantauan konvensi yang telah diratifikasi oleh negara, maka

terdapat enam Badan Pemantauan Instrumen, yakni:

a. Komite HAM: memantau hak-hak sipil dan politik.

b. Komite Ekonomi dan Sosial Budaya: memantau pelaksanaan hak-hak

tersebut.

c. Komite Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi: khusus memantau

mengenai bentuk diskriminasi.

d. Komite Anti penyiksaan: yang memantau pelaksanaan konvensi anti

penyiksaan.

e. Komite penghapusan diskriminasi terhadap wanita: memantau diskriminasi

wanita.

f. Komite hak-hak Anak: khusus memantau pelaksanaan konvensi hak-hak

anak.

Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia

Page 13: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Majelis umum PBB mencanangkan Pernyataan Umum tentang Hak-hak Asasi

Manusia (universal declaration of human rights) tanggal 10 desember 1948. Deklarsi

ini terdiri dari 30 pasal yang mengumandangkan seruan agar rakyat mengalakkan

dan menjamin pengakuan yangefektif dan penghormatan terhadap hak-hak asasi

manusia dan kebebasan-kebebasan yang telah ditetapkan dalam deklarasi.

Pasal 1 dan 2 menegaskan bahwa semua orang dilahirkan dengan martabat

dan hak-hak yang sama dan berhak atas semua hak dan kebebasan sebagaimana

yang ditetapkan oleh deklarasi tanpa membeda-bedakan baik dari segi ras, warna

kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, ma yang lain, maupun yang lain, asal-

usul kebangsaan atau social, hak milik, kelahiran, atau kedudukan yang lain.

Pasal 3 sampai 21 menempatkan hak-hak sipil dan politik yang menjadi hak

semua orang. Hak-hak itu antara lain:

Hak untuk hidup

Kebebasan dan keamanan pribadi

Bebas dari perbudakan dan penghambaan

Bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak

berprikemanusiaan ataupun yang merendahkan derajat kemanusiaan.

Hak untuk memperoleh pengakuan hukum diman saja sebagai pribadi

Hak untuk pengampunan hukum yang efektif

Bebas dari penangkapan, penahan, atau pembuangan yang sewenang-

wenang

Hak untuk peradilan yang adil dan dengar pendapat yang dilakukan oleh

pengadilan yang independen dan tidak memihak

Hak praduga tidak bersalah.

Bebas dari campur tangan sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi,

keluarga, tempat tinggal maupun surat-surat

Bebas dari serangan kehormatan dan nama baik

Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu

Bebas bergerak hak untuk memperoleh suaka, hak atas suatu kebangsaan,

hak untuk menikah dan membentuk keluarga, hak untuk mempunyai hak

milik.

Bebas berpikir berkesadaran dan beragama dan menyatakaan pendapat

Page 14: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Hak untuk menghimpun dan berserikat, hak untuk ambil bagian dalam

pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap pelayanan

masyarakat.

Pasal 22-27 berisikan hak-hak ekonomi social dan kebudayaan, hak ini antar lain:

hak atas jaminan social, hak untuk bekerja, hak untuk membentuk dan bergabung

pada serikat-serikat buruh, hak atas istirahat, dan waktu senggang, hak atas standar

hidup yang pantas di bidang kesehatan dan kesejahteraan, hak atas pendidikan, hak

untuk berpartisipasi dalam kebudayaan masyarakat.

Dari segi hukum deklarasi ini tidak mempunyai daya ikat seperti deklarasi-

deklarasi lainnya yang diterima Majelis Umum PBB. Sebaliknya ketentuan-ketentuan

yang terdapat dalam deklarasi tersebut banyak yang dimasukkan ke dalam legislasi

nasional masing-masing dan dijadikan tolak ukur untuk menilai sejauh mana suatu

negara melaksanakan hak-hak asasi manusia. Banyak ketentuan dalam deklarasi ini

dapat diangap sebagai hukum kebiasaan Internasional (Customary International

Law).

Setelah diterimanya Deklarasi Universal pada tahun 1948, timbullah pemikiran

untuk mengukuhkan pemajuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia

dalam dokumen-dokumen yuridik yang mengikat negara-negara yang menjadi pihak.

Pada tanggal 16 Desember 1966, Majelis Umum menerima dua perjanjian mengenai

hak-hak asasi manusia yaitu Inetrnatonal Covenant on Economics, Social and

Cultural Rights dan International Covenant on Civil and Political Rights. Yang baru

dalam perjanjian itu adalah disebutkannya hak rakyat untuk menentukan nasib

sendiri termasuk hak untuk mengatur kekayaan dan sumber-sumber nasional secara

bebas seperti tercantum dalam pasal 1 perjanjian.

Perjanjian internasional mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial, da Budaya mulai

berlaku tanggal 3 Januari 1976 dan sampai bulan Desember 2003 sudah diratifikasi

oleh 148 negara perjanjian internasional ini berupaya meningkatkan dan melindungi

3 kategori hak yaitu:

Hak untuk bekerja dalam kondisi yang adil dan menguntungkan;

Hak atas perlindungan sosial, standar hidup yang pantas, standar

kesejahteraan fisik dan mental tertinggi yang bisa dicapai;

Hak atas pendidikan dan hak untuk menikmati manfaat kebebasan

kebudayaan dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Page 15: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Selanjutnya tahun 1985, Dewan Ekonomi dan Sosial melengkapi Perjanjian dengan

membentuk Komite Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang terdiri dari 18 pakar

independen di masing-masing bidang.

Perjanjian tentang Hak-hak Sipil dan Politik dengan Protokol Opsional Pertama

mulai berlaku bulan Maret 1976. Perjanjian hingga Desember 2003 telah diratifikasi

151 negara, dan protokol Opsional Pertamanya telah diratifikasi 104 negara.

Tanggal 15 Desember 1989, PB mengesahkan Protokol Opsional Kedua yang

secara khusus mengatur upaya-upaya yang ditujukan untuk menghapus hukuman

mati. Mulai berlaku tangal 11 Juli 1991. Kovenan ini juga mempunyai suatu Komite.

Deklarasi Universal bersama dengan Perjanjian mengenai Hak-hak Ekonomi,

Sosial, dan Budaya beserta Perjanjian tentang Hak-hak Sipil dan Politik bersama

Protokol Opsionalnya dinamakan International Bill of Human Rights.

Deklarasi Unversal meberikan inspiras terhadap sekitar 80 konvensi, deklarasi

atau dokumen lainnya mengenai hak-hak asasi manusia antara lain:

Konvensi tentang pencegahan dari penghukuman terhadap kejahatan

pemusnahan ras (convention on the protection and punishment of the crime of

genocide) tahun 1948. Konvensi ini menjadi jawaban terhadap kekejaman-

kekejaman selam perang dunia II dan mengkategorikan kejahatan

pemusnahan ras sebagai perbuatan untuk menghancurkan kelompok-

kelompok nasional etnis atau agama serta meminta negara-negara untuk

mengadili para pelaku kejahatan tersebut.

Convention Relating to The status of refugees (konvensi tentang status

pengungsi) tahun 1951. Menjelaskan mengenai hak-hak dan kewajiban

pengungsi.

International convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination

tahun 1966, dan hingga bulan desember 2003 telah diratifikasi lebih dari 169

negara. Konvensi ini menentang segala bentuk diskriminasi rasial dan meminta

negara-negara mengambil tindakan-tindakan untuk menghapuskan

diskriminasi tersebut baik dari segi hukum maupun praktiknya.

Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination againts Women

1979. Diratifikasi 175 negara. Konvensi ini memberikan jaminan hak yang

sama di depan hukum antara wanita dan pria dan menjelaskan tindakan-

tindakan untuk mengahppuskan diskriminasi terhadap wanita sehubungan

Page 16: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

dengan kehidupan politik dan publik, kewarganegaraan,pendidikan, lapangan

kerja, kesehatan, perkawinan, dan keluarga.

Convention againts Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment

or Punishment tahun 1984, dan hingga Desember 2003 telah diratifikasi 134

negara. Konvensi ini mengkategorikan penyiksaan sebagai kejahatan

internasional dan meminta negara bertanggung jawab untuk mencegah

penyiksaan dan menghukum para pelaku.

Konvensi mengenai hak-hak Anak (Convention on The Rights of Child) tahun

1989. Menegaskan hak-hak anak untuk memperoleh perlindungan dan

kesempatan serta fasilitas khusus bagi kesehatan dan pertumbuhan mereka

secara normal. Diratifikasi 192 negara.

Kendala-kendala Universalitas Hak-hak Asasi Manusia

Pengembangan pandangan mengenai hak-hak asasi manusia untuk semua

orang dan di seluruh dunia bukanlah merupakan suatu hal yang mudah mengingat

keanekaragaman latar belakang bangsa-bangsa baik dari segi sejarah, kebudayaan,

sosial, latar belakang politik, agama, dan tingkat pertumbuhan ekonomi.

Perbedaan pandangan mengenai hak-hak asasi manusia paling tidak

menampilkan dua konsepsi yang saling berbeda yaitu mengenai individu dalam

masyrakat dan hubungan antara orag-perorangan dan kekuasaan. Bila konsepsi

barat lebih mengutamakan penghormatan terhadap hak-hak pribadi, sipil, politik.

Konsepsi sosialis yang sampai akhir-akhir ini masih dipertahankan secara gigih oleh

negara-negara sosialis Eropa Timur lebih menonjolkan perana negara. Walaupun

secara prinsip tidak menolak hak-hak individu, konsepsi sosialis ini pertama-tama

menempatkan individu dalam hubunganya dengan masyarakat dimana individu

tersebut adalah anggotanya.

Pengembangan dan perlindungan hak-hak asasi manusia tidak begitu

menimbulkan masalah di negara-negara perekonomian yang cukup maju. Di negara-

negara berkembang terutama yang paling ketinggalan, untuk kebutuhan pokok saja

sulit dipenuhi sehingga sedikit sekali tersedia peluang untuk mengembangkan hak-

hak sipil dan politik.

Kendala lainnya adalah kendala teknis. Kenyataaan menunjukkan bahwa di

antara konvensi-konvensi hak-hak asasi manusia yang berlaku sekarang ada yang

diratifikasi banyak negara dan ada pula yang masih sedikit jumlah ratifikasinya.

Page 17: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Selain itu terdapat pula ketidaksamaan waktu dan material. Ketidaksamaan waktu

adalah karena berbeda-bedanya tanggal mulai berlaku konvensi-konvensi yang

sama oleh negara-negara pihak. Ketidaksamaan material adalah banyak negara

yang menunda-nunda atau membatalkan penerimaan pengawasan pelaksanaan

ketentuan-ketentuan konvensi.

Namun kendala-kendala tersebut tidak menghalangi perkembangan dan

perlindungan hak-hak asasi di berbagai pelosok dunia walaupun tidak secepat dan

semulus seperti yang diingikan.

2.2 Hukum Humaniter

A. Pengertian Hukum Humaniter

Dalam kepustakaan hukum internasional istilah hukum humaniter merupakan

istilah yang dianggap relatif baru. Istilah ini baru lahir sekitar tahun 1970-an, ditandai

dengan diadakannya Conference of Government Expert on the Reaffirmation and

Development in Armed Conflict pada tahun 1971. Selanjutnya, pada tahun 1974,

1975, 1976, dan 1977 diadakan Diplomatic Conference on the Reaffirmation and

Development of International.

Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict. Sebagai bidang baru dalam hukum

internasional, maka terdapat berbagai rumusan atau definisi mengenai hukum

humaniter dari para ahli, dengan ruang lingkupnya. Rumusan-rumusan tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Menurut Jean Pictet:

“International humanitarian law in the wide sense is constitutional legal

promosion, whether written and customary, ensuring respect for individual and

his well being”.1

2. Geza Herzegh merumuskan hukum humaniter internasional sebagai berikut:

“Part of the rules of public international law which serve as the protection of

individuals in time of armed conflict. Its place is beside the norm of warfare it is

1 Pictet, The Principles of International Humanitarian Law, dalam Haryomataram, op. cit. hlm. 15

Page 18: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

closely related to them but must be clearly distinguish from these its purpose and

spirit being different”.2

3. Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa hukum humaniter adalah:

“Bagian dari hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban

perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur perang itu sendiri dan

segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan perang itu sendiri”.3

4. Esbjorn Rosenbland, merumuskan hukum humaniter internasional dengan

mengadakan pembedaan antara:

The Law of Armed Conflict, berhubungan dengan:

a. Permulaan dan berakhirnya pertikaian;

b. Pendudukan wilayah lawan;

c. Hubungan pihak bertikai dengan negara netral;

Sedangkan Law of Warfare, ini antara lain mencakup:

a. Metoda dan sarana berperang;

b. Status kombatan;

c. Perlindungan yang sakit, tawanan perang, dan orang sipil.

5. Panitia Tetap (Pantap) Hukum Humaniter, Departemen Hukum dan Perundang-

undangan merumuskan sebagai berikut :

“Hukum humaniter sebagai keseluruhan asas, kaidah dan ketentuan

internasional baik tertulis maupun tidak tertulis yang mencakup hukum perang

dan hak asasi manusia, bertujuan untuk menjamin penghormatan terhadap

harkat dan martabat seseorang”.

Dengan mencermati pengertian dan atau definisi yang disebutkan di atas,

maka ruang lingkup hukum humaniter dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok,

yaitu aliran luas, aliran tengah, dan aliran sempit. Jean Pictet misalnya, menganut

pengertian hukum humaniter dalam arti pengertian yang luas, yaitu bahwa hukum

humaniter mencakup baik Hukum Jenewa, Hukum Den Haag, dan Hak Asasi

Manusia. Sebaliknya Geza Herzegh menganut aliran sempit, menurutnya hukum

humaniter hanya menyangkut Hukum Jenewa. Sedangkan Starke dan

2 Geza Herzegh, Recent Problem of International Humanitarian Law, dalam ibid, hlm. 17.

3 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Internasional Humaniter dalam Pelaksanaan dan

Penerapannya di Indonesia, 1980. hlm. 5.

Page 19: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Haryomataram menganut aliran tengah yang menyatakan bahwa hukum humaniter

terdiri atas Hukum Jenewa dan Hukum Den Haag.4

Istilah Hukum Humaniter

Istilah hukum humaniter atau lengkapnya disebut International Humanitarian

Law Applicable in Armed Conflict berawal dari istilah hukum perang (Laws of War),

yang kemudian berkembang menjadi hukum sengketa bersenjata (Laws of Armed

Conflict), yang akhirnya pada saat ini biasa dikenal dengan istilah hukum humaniter

(International Humanitarian Laws). Haryomataram membagi hukum humaniter

menjadi dua aturan-aturan pokok, yaitu:5

1. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk

berperang (Hukum Den Haag/The Hague Laws);

2. Hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap kombatan dan

penduduk sipil dari akibat perang (Hukum Jenewa/The Genewa Laws).

Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja membagi hukum perang sebagai

berikut:6

1. Jus ad bellum yaitu hukum tentang perang, mengatur tentang dalam hal

bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata;

2. Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang, dibagi lagi menjadi 2 (dua)

yaitu:

a) Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang (condact of war). Bagian ini

biasanya disebut The Hague laws.

b) Hukum yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban

perang. Ini lazimnya disebut The Genewa Laws.

Berdasarkan uraian di atas, maka hukum humaniter internasional terdiri dari

dua aturan pokok, yaitu Hukum Den Haag dan Hukum Jenewa. Semula istilah yang

digunakan adalah hukum perang. Tetapi karena istilah perang tidak disukai, yang

terutama disebabkan oleh trauma Perang Dunia II yang menelan banyak korban,7

4 Penjelasan lebih lengkap mengenai ruang lingkup ini lihat Haryomataram, op.cit., hlm. 15 – 25.

5 Haryomataram, Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press, Surakarta.

1994, hlm. 1.

6 Haryomataram, Hukum Humaniter, C.V. Radjawali, Jakarta, 1994, hlm. 2-3.

Page 20: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

maka dilakukan upaya-upaya untuk menghindarkan dan bahkan meniadakan

perang. Upaya-upaya tersebut adalah melalui:8

1. Pembentukan LBB (Liga Bangsa-Bangsa). Karena para anggota organisasi ini

sepakat untuk menjamin perdamaian dan keamanan, maka para anggota

menerima kewajiban untuk tidak memilih jalan perang, apabila mereka terlibat

dalam suatu permusuhan.

2. Pembentukan Kellog-Briand pact atau disebut pula dengan Paris Pact 1928.

Anggota-anggota dari perjanjian ini menolak atau tidak mengakui perang

sebagai alat politik nasional dan mereka sepakat akan mengubah hubungan

mereka hanya dengan jalan damai.

Sikap untuk menghindari perang berpengaruh dalam perubahan penggunaan

istilah, sehingga istilah hukum perang berubah menjadi Hukum Sengketa Bersenjata

(Laws of Armed Conflict).9 Mengenai hal ini Edward Kossoy menyatakan:10

“The term of armed conflict tends to replace at least in all relevant legal formulation,

the older notion of war. On purely legal consideration the replacement for war by

‘armed conflict’ seems more justified and logical”.

“Hukum perang” terdiri dari sekumpulan pembatasan oleh hukum

internasional dalam mana kekuatan yang diperlukan untuk mengalahkan musuh

7 Dalam Perang Dunia II terdapat lebih dari 60 juta orang terbunuh. Dalam abad 18 jumlah korban

mencapai 5,5 juta jiwa, abad 19 mencapai 16 juta jiwa; Perang Dunia I 38 juta jiwa dan pada konflik-

konflik yang terjadi sejak tahun 1949-1995 jumlah korban telah mencapai angka 24 juta jiwa. Lihat

Defence Nationale, hlm. 217 seperti dikutip dalam ICRC-IPU, Respect for International

Humanitarian Law, Handbook for Parliamentarians No. 1, 19999, hlm. 10.

8 Haryotaram, Hukum Humaniter, op. cit., hlm. 6. Lihat Mukadimah Covenant LBB; lihat pula pasal 12

Covenant LBB menyatakan bahwa apabila timbul perselisihan, maka negara anggota LBB sepakat

untuk menyelesaikannya dengan jalan arbitrase, judicial settlement, dan mereka tidak akan memulai

perang sebelum lewat tiga bulan sesudah keputusan arbitrer atau keputusan hukum diterima; lihat

Haryomataram, op.cit., hlm. 7.

Lihat pasal 1 Paris Pact 1928 yang berbunyi:’…that they condemn recourse to war for the solution of

international controversies…’; dan pasal 2 nya yang berbunyi:’…that the settlement or solution of all

disputes or conflicts,…, shall never be sought except by pacific means’:

9 Hans Peter Gasser, International Humanitarian Law, Henry Dunant Instiute, 1993, hlm. 3.

10 Edward Kossoy, Living with Guerilla, 1976, hlm. 34 seperti dikutip oleh Haryomataram, op. cit., hlm.

10.

Page 21: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

boleh digunakan dan prinsip-prinsip yang mengatur perlakuan terhadap individu-

individu pada saat berlangsungnya perang dan konflik-konflik bersenjata.

Istilah hukum sengketa bersenjata (law of armed conflict) sebagai pengganti

hukum perang (law of war) banyak dipakai dalam konvensi-konvensi Jenewa 1949

dan kedua Protokol Tambahannya.11 Dalam perkembangan selanjutnya, yaitu pada

permulaan abab ke-20, diusahakan untuk mengatur cara berperang, yang

konsepsikonsepsinya banyak dipengaruhi oleh asas kemanusiaan (humanity

principle). Dengan adanya perkembangan baru ini, maka istilah hukum sengketa

bersenjata mengalami perubahan lagi, yaitu diganti dengan istilah Hukum Humaniter

Internasional yang Berlaku dalam Sengketa Bersenjata (International Humanitarian

Law Applicable in Armed Conflict) atau biasa disebut Hukum Humaniter

Internasional (International Humanitarian Law). Walaupun istilah yang digunakan

berbeda-beda, yaitu Hukum Perang, Hukum Sengketa Bersenjata, dan Hukum

Humaniter, namun istilah-istilah tersebut memiliki arti yang sama.

Asas-Asas Hukum Humaniter

Dalam hukum humaniter dikenal ada tiga asas utama, yaitu :

1. Asas kepentingan militer (military necessity)

Berdasarkan asas ini maka pihak yang bersengketa dibenarkan menggunakan

kekerasan untuk menundukkan lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan

perang.

2. Asas Perikemanusiaan (humanity)

Berdasarkan asas ini maka pihak yang bersengketa diharuskan untuk

memperhatikan perikemanusiaan, dimana mereka dilarang untuk menggunakan

kekerasan yang dapat menimbulkan luka yang berlebihan atau penderiataan yang

tidak perlu.

3. Asas Kesatriaan (chivalry)

Asas ini mengandung arti bahwa di dalam perang, kejujuran harus diutamakan.

Penggunaan alat-alat yang tidak terhormat, berbagai macam tipu muslihat dan cara-

cara yang bersifat khianat dilarang.

11 Lihat pasal 2 Konvensi Jenewa 1949 dan dalam Protokol Tambahan I dan II tahun 1977.

Page 22: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Dalam penerapannya, ketiga asas tersebut dilaksanakan secara seimbang,

sebagaimana dikatakan oleh Kunz.:

“Law of war, to be accepted and to be applied in practice, must strike the correct

balance between, on the one hand the principle of humanity and chivalry, and on the

other hand, military interest”.12

Tujuan Hukum Humaniter

Tujuan pokok dari kaidah-kaidah hukum ini adalah bukan untuk menjadi

semacam kitab hukum yang mengatur “permainan perang”, melainkan untuk alasan-

alasan perikemanusiaan guna mengurangi atau membatasi penderitaan individu-

individu, serta untuk membatasi kawasan di dalam mana kebiasaan konflik

bersenjata diizinkan. Karena alasan inilah, ketentuan-ketentuan ini kadang disebut

sebagai “hukum perang humaniter” (humanitarian of law) atau kaidah-kaidah hukum

“perang yang berperikemanusiaan” (humanitarian warfare).

Ada beberapa tujuan hukum humaniter yang dapat dijumpai dalam berbagai

kepustakaan, antara lain sebagai berikut:

1. Memberikan perlindungan terhadap kombatan maupun penduduk sipil dari

penderitaan yang tidak perlu (unnecessary suffering).

2. Menjamin hak asasi manusia yang sangat fundamental bagi mereka yang jatuh

ke tangan musuh. Kombatan yang jatuh ke tangan musuh harus dilindungi dan

dirawat serta berhak diperlakukan sebagai tawanan perang.

3. Mencegah dilakukannya perang secara kejam tanpa mengenal batas. Di sini,

yang terpenting adalah asas perikemanusiaan.13

B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER

12 Joseph Kunz, The Changing Law of national, dalam ibid., hlm. 34.

13 Frederic de Mullinen, Handbook on the Law of the War for Armed Forces, ICRC, Geneva, 1987,

hlm. 2, yang menyatakan bahwa: “The Law of War aims at limiting and alleviating as much as

possible the calamities of war. Therefor, the law of conciliates military needs and requirements of

humanity”.

Page 23: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Hampir tidak mungkin menemukan bukti dokumenter kapan dan di mana

aturan-aturan hukum humaniter itu timbul, dan lebih sulit lagi untuk menyebutkan

“pencipta” dari hukum humaniter tersebut.14 Sekalipun dalam bentuknya yang

sekarang relatif baru, hukum humaniter internasional atau hukum sengketa

bersenjata, atau hukum perang, memiliki sejarah yang panjang.15 Hukum ini sama

tuanya dengan perang itu sendiri, dan perang sama tuanya dengan kehidupan

manusia di Bumi.16

Sampai kepada bentuknya yang sekarang, hukum humaniter internasional

telah mengalami perkembangan yang sangat panjang. Dalam rentang waktu yang

sangat panjang telah banyak upaya-upaya yang dilakukan untuk memanusiawikan

perang. Selama masa tersebut terdapat usaha-usaha untuk memberikan

perlindungan kepada orang-orang dari kekejaman perang dan perlakuan

semenamena dari pihak-pihak yang terlibat dalam perang.17

Upaya-upaya tersebut, yang acap kali mengalami pasang surut, mengalami

hambatan dan kesulitan sebagaimana akan tergambar dalam uraian-uraian

berikutnya. Upaya-upaya tersebut dapat kita bagi dalam tahapan-tahapan

perkembangan hukum humaniter berikut ini :

1. Zaman Kuno

Pada masa ini para pemimpin militer memerintahkan pasukan mereka untuk

menyelamatkan musuh yang tertangkap, memperlakukan mereka dengan baik,

menyelamatkan penduduk sipil musuh, dan pada waktu penghentian permusuhan

maka pihak-pihak yang berperang biasanya bersepakat untuk memperlakukan

tawanan perang dengan baik.18 Sebelum perang dimulai, maka pihak musuh akan

diberi peringatan terlebih dahulu. Lalu untuk menghindari luka yang berlebihan maka

ujung panah tidak akan diarahkan ke hati. Dan segera setelah ada yang terbunuh

dan terluka, pertempuran akan berhenti selama 15 hari. Gencatan senjata semacam

14 Hans-Peter Gasser, Internatioanal Humanitarian Law, an Introduction, Paul haupt Publisher,

Berne-Stuttgart-Vienna, 1993, hlm. 6.

15 Lihat Frits Kalshoven, Constraint on the Waging of War, ICRC, 1991, hlm. 7.

16 Jean Pictet, Development and Principles of International Humanitarian Law, Martinus Nijhoff

Publisher, 1985, hlm. 6.17 Ibid., hlm. 6.

18 Frits Kalshoven, loc. cit.; lihat juga Jean Pictet, op.cit., hlm. 6.

Page 24: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

ini sangat dihormati, sehingga para prajurit di kedua pihak ditarik dari medan

pertempuran.19

Juga, dalam berbagai peradaban besar selama tahun 3000-1500 SM upaya-

upaya seperti itu berjalan terus. Hal ini dikemukakan oleh Pictet, antara lain sebagai

berikut:20

1) Di antara bangsa-bangsa Sumeria, perang sudah merupakan lembaga yang

terorganisir. Ini ditandai dengan adanya pernyataan perang, kemudian

mengadakan arbitrasi kekebalan utusan musuh dan perjanjian perdamaian.

2) Kebudayaan Mesir Kuno sebagaimana disebutkan dalam “Seven Works of True

Mercy”, yang menggambarkan adanya perintah untuk memberikan makanan,

minuman, pakaian dan perlindungan kepada musuh; juga perintah untuk

merawat yang sakit, dan menguburkan yang mati. Perintah lain pada masa itu

menyatakan, “anda juga harus memberikan makanan kepada musuh anda”.

Seorang tamu, bahkan musuh pun tak boleh diganggu.

3) Dalam kebudayaan bangsa Hittite, perang dilakukan dengan cara-cara yang

sangat manusiawi. Hukum yang mereka miliki didasarkan atas keadilan dan

integritas. Mereka menandatangani pernyataan perang dan traktat. Para

penduduk yang menyerah, yang berasal dari kota, tidak diganggu. Kota-kota di

mana para penduduknya melakukan perlawanan, akan ditindak tegas. Namun

hal ini merupakan pengecualian terhadap kota-kota yang dirusak dan

penduduknya dibantai atau dijadikan budak. Kemurahan hati mereka berbeda

dengan bangsa Assiria yang menang, datang dengan kekejaman.

4) Di India, sebagaimana tercantum dalam syair kepahlawanan Mahabrata dan

undang-undang Manu,21 para satria dilarang membunuh musuh yang cacat,

yang menyerah; yang luka harus dipulangkan ke rumah mereka setelah diobati.

Semua senjata dengan sasaran menusuk ke hati atau senjata beracun dan

panah api dilarang, penyitaan hal milik musuh dan syarat-syarat bagi penahanan

19 Jean Pictet, loc. cit.

20 Lihat ibid., hlm. 6-12.

21 Dikatakan oleh Viswanath dalam bukunya International Law in Ancient India, bahwa dalam hukum

internasional India kuno terdapat ketentuan mengenai hak-hak tentara pendudukan, senjata

terlarang, dan perlakuan tawanan perang yang mirip dengan ketentuan-ketentuan Peraturan-

peraturan Den Haag mengenai Peperangan di Darat 1907; lihat Mochtar Kusumaatmadja,

Konvensi-konvensi palang Merah th. 1949, Binacipta, Bandung, 1986, hlm. 10.

Page 25: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

para tawanan perang telah diatur, dan pernyataan tidak menyediakan tempat

tinggal dilarang.

Dalam sejarah kehidupan masyarakat Indonesia juga dapat ditemukan

beberapa kebiasaan dan hukum perang yang diberlakukan pada periode pra-

sejarah, periode klasik, maupun periode Islam. Praktek dari kebiasaan dan hukum

perang yang dilakukan antara lain tentang pernyataan perang, perlakuan tawanan

perang serta larangan menjadikan wanita dan anak-anak sebagai sasaran serangan,

dan juga tentang pengakhiran perang. Sebuah prasasti yang ditemukan di Sumatera

Selatan (Prasasti Talang Tuwo) misalnya, berisikan berita Raja yang memuat

tentang kutukan (dan ultimatum). Jadi bagi mereka yang tidak menuruti perintah

Raja, akan diserang oleh bala tentara Raja. Begitu pula pada masa Kerajaan Gowa

diketahui adanya perintah Raja yang memerintahkan perlakuan tawanan perang

dengan baik.22

2. Zaman Abad Pertengahan

Pada abad pertengahan hukum humaniter dipengaruhi oleh ajaran-ajaran dari

agama Kristen, Islam, dan prinsip kesatriaan. Ajaran agama Kristen misalnya

memberikan sumbangan terhadap konsep “perang yang adil” atau just war, Ajaran

Islam tentang perang antara lain bisa dilihat dalam Al Qur’an surah al Baqarah: 190,

191, al Anfal: 39, at Taubah: 5, al Haj: 39,23 yang memandang perang sebagai

sarana pembelaan diri, dan menghapuskan kemungkaran. Adapun prinsip

kesatriaan yang berkembang pada abad pertengahan ini misalnya mengajarkan

tentang pentingnya pengumuman perang dan larangan penggunaan senjata-senjata

tertentu.

3. Zaman Modern

Kemajuan yang menentukan terjadi mulai abad ke- 18, dan setelah

berakhirnya perang Napoleon, terutama pada tahun 1850 sampai pecahnya Perang

22 Mengenai penjelasan lebih lanjut tentang praktek hukum dan kebiasaan perang pada masyarakat

Indonesia pada jaman dahulu lihat dalam Fadillah Agus Et.al., Hukum Perang Tradisional di

Indonesia, Pusat Studi Hukum Humaniter FH-USAKTI dan ICRC, Jakarta, 1999.

23 Masjhur Effendi, Moh. Ridwan, Muslich Subandi, Pengantar dan Dasardasar Hukum

Internasional, IKIP Malang, 1995, hlm. 16.

Page 26: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Dunia I. Praktek-praktek negara kemudian menjadi hukum dan kebiasaan dalam

berperang (jus in bello).

Salah satu tonggak penting dalam perkembangan hukum humaniter adalah

didirikannya organisasi Palang Merah dan ditandatangani Konvensi Jenewa tahun

1864.

pada waktu yang hampir bersamaan di Amerika Serikat Presiden Lincoln meminta

Lieber, seorang pakar hukum imigran Jerman, untuk menyusun aturan berperang.

Hasilnya, adalah Instructions for Government of Armies of the United States atau

disebut Lieber Code, dipublikasikan pada tahun 1863.24 Kode Lieber ini memuat

aturan-aturan

rinci pada semua tahapan perang darat, tindakan perang yang benar, perlakuan

terhadap penduduk sipil, perlakuan terhadap kelompok orang-orang tertentu seperti

tawanan perang yang luka, dan sebagainya.25

Konvensi 1864, yaitu Konvensi bagi perbaikan Keadaan Tentara yang luka di

Medan Perang Darat, 1864 dipandang sebagai Konvensi yang mengawali Konvensi-

konvensi Jenewa berikutnya yang berkaitan dengan Perlindungan Korban Perang.

Konvensi ini merupakan langkah pertama dalam mengkodifikasikan ketentuan

perang di darat.26 Berdasarkan Konvensi ini, maka unit-unit dan personil kesehatan

bersifat netral, tidak boleh diserang dan tidak boleh dihalangi dalam melaksanakan

tugasnya. Begitu pula penduduk setempat yang membantu pekerjaan kemanusiaan

bagi yang luka dan mati baik kawan maupun lawan tak boleh dihukum. Konvensi

memperkenalkan tanda Palang Merah di atas dasar putih sebagai tanda pengenal

bagi bangunan dan personil kesehatan.27 Tanda Palang Merah ini merupakan

lambang dari International Committee of the Red Cross yang sebelumnya bernama

International Committee for the Aid of the Wounded, yang didirikan oleh beberapa

orang warga Jenewa dan Henry Dunant pada tahun 1863.28

Dengan demikian, tidak seperti pada masa-masa sebelumnya yang terjadi

melalui proses hukum kebiasaan, maka pada masa ini perkembangan-

24 Ibid., hlm. 9.

25 Frits Kalshoven, op. cit., hlm. 11.

26 Haryomataram, Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Sebelas maret University Press, 1994, hlm.

16.

27 Jean Pictet, op.cit., hlm. 29.

28 Frits Kalshoven, op.cit., hlm. 9.

Page 27: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

perkembangan yang sangat penting bagi hukum humaniter internasional,

dikembangkan melalui traktat-traktat umum yang ditandatangani oleh mayoritas

negara-negara setelah tahun 1850. Jauh sebelumnya, setelah tahun 1850 telah

dihasilkan berbagai Konvensi yang merupakan perkembangan hukum humaniter

internasional, yang terdiri dari berbagai konvensi yang dihasilkan pada Konferensi

Perdamaian I dan II di Den Haag, serta berbagai konvensi lainnya di bidang hukum

humaniter.

2.3 Hukum Lingkungan

Perkembangan Hukum Internasional mengenai Lingkungan

Berakhirnya era Perang Dingin telah mencuatkan isu lingkungan sebagai salah satu

agenda baru dalam hubungan internasional yang paling dinamis. Isu Lingkungan itu

sendiri merupakan isu yang sangat luas karena kompleksitas permasalahannya

menyangkut aspek-aspek krusial dan beraneka ragam dari multidisiplin ilmu

ekonomi, politik, sosial dan budaya dan tentunya dari kelompok ilmu-ilmu eksata

yang berkaitan langsung dengan studi physical environment itu sendiri, seperti:

biology, chemistry, geology, forestry dan sebagainya. Pendefinisian masalah

lingkungan hidup dalam tataran hubungan internasional memiliki definisi tersendiri.

Menurut Porter dan Brown (1997:13), untuk masuk dalam kategori “global

environmental politics”, kualitas persoalan lingkungan yang dimaksud harus

mengandung ancaman terhadap daya dukung alam sebagai sebuah ekosistem (the

global commons) yang mempengaruhi sendi-sendi kehidupan umat manusia, yang

tidak hanya terbatas dalam wilayah jurisdiksi negara tertentu.

Perlindungan dan Perbaikan Lingkungan Hidup Manusia

Krisis dalam proporsi global sedang dan telah mempengaruhi lingkungan hidup

manusia, melalui pencemaran atmosfer, perairan laut,perairan pantai dan perairan

pedalaman, melalui degradasi tanah-tanah pedesaan, rusaknya keseimbangan

ekologis al, akibat dari sampingan biocide terhadap kehidupan hewan dan tumbuhan

dan melalui penipisan dan pembinasaan sumber-sumber daya alam dunia. Hal ini

Page 28: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

sebagai akibat dari pesatnya pertumbuhan penduduk dan sebagai akibat dari

tuntutan teknologi industri. Persoalan-persoalan yang terkait dalam krisis lingkungan

hidup ini dan berbagai macam penyebab dan faktor yang menimbulkannya telah

dianalisis secara saksama sejak 20 tahun lalu oleh Majelis Umum Perserikatan

Bangsa-Bangsa dalam Laporan tentang Persoalan-Persoalan Lingkungan Hidup

Manusia, tanggal 26 Mei 1969 (Dokumen E/4667) yang dipersiapkan dalam kaitan

penyelenggaraan Konferensi Stockholm Juni 1972 tentang Lingkungan Hidup

Manusia, sesuai dengan Resolusi Majelis Umum PBB tanggal 3 Desember 1968.

Dalam resolusi selanjutnya yaitu tanggal 15 Desember 1969, Majelis Umum

Perserikatan Bangsa-Bangsa mengesahkan Laporan, menyerahkan kepada

Sekretaris Jenderal tanggung jawab secara keseluruhan untuk mengatur dan

mempersiapkan konferensi dan membentuk Komite Persiapan beranggotakan 27

anggota untuk membuatnya.

Laporan tersebut mengidentifikasi tiga penyebab utama yang bertanggungjawab

atas memburuknya kondisi lingkungan, yaiu pesatnya pertumbuhan penduduk,

meningkatnya urbanisasi, berkembangnya dan dihasilkannya teknologi baru yang

menyebabkan meningkatnya tuntutan akan ruang, pangan, dan sumber-sumber

daya alam. Laporan Sekretaris Jenderal tersebut jugan merinci beragam aktivitas

dari badan-badan yang terkait dengan atau badan-badan khusus PBB yang ada

hubungannya dengan lingkungan hidup manusia. Dari laporan Sekretaris Jenderal

itu terlihat bahwa tindakan pengaturan internasional pada prinsipnya sesuai untuk

hal-hal yang berikut :

Persoalan-persoalan pencemaran dan kontaminasi samudera-samudera dan

atmosfer karena hal ini mungkin merupakan obyek dari pemanfaatan umum,

sebagian lagi karena ketidakmungkinan dalam ha-hal tertentu melokalisisr

pengaruh-pengaruh dari zat-zat perantara pencemaran atau kontaminasi.

Spesies-spesies yang dilindungi dan suaka-suaka alam dengan alasan bahwa

hal ini merupakan warisan bersama umat manusia. Perjanjian-perjanjian

internasional mungkin perlu untuk mengawasi ekspor-impor dan jaul-beli spesies-

spesies yang terancam kepunahan.

Penipisan sumber-sumber daya laut, mengingat ketergantungan manusia

terhadap laut sebagai sumber protein.

Page 29: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Pemantauan perubahan-perubahan dalam atmosfer bumi, iklim, dan kondisi-

kondisi musim.

Penentuan standar-standar internasional terhadap baku mutu lingkungan.

Pengawasan timbal-balik dan pengendalian atas operasi-operasi industri tertentu

di semua negara, dimana operasi-operasi tersebut dapat membahayakan

lingkungan, untuk menghilangkan rangsangan-rangsangan guna memperoleh

keuntungan kompetitif dengan mengabaikan akibat-akibat dari proses-proses

yang membahayakan lingkungan. Prosedur-prosedur untuk tindakan

internasional dalam kasus ini telah diberikan oleh Konvensi-Konvensi Buruh

Internasional, yang mana salah satu tujuannya adalah untuk menjamin bahwa

kompetisi ekonomi antara negara-negara tidak menghalangi realisasi standar-

standar yang layak bagi kondisi-kondisi kerja.

Konferensi Stocholm 1972 tentang Lingkungan Hidup Manusia

Konferensi PBB yang bersejarah mengenai Lingkungan Hidup Manusia yang

berlangsung di Stockholm tanggan 5-16 Juni 1972, sesuai dengan Resolusi tanggal

3 Desember 1968 dari Majelis Umum PBB , merupakan usaha penting pertama

untuk memecahkan persoalan global mengenai perlindungan dan perbaikan

lingkungan hidup manusia melalui perjanjian internasional sedapat mungkin

berdasarkan pada level universal.

Tugas utama Konferensi dikerjakan melalui tiga komite utama yang terbuka bagi

semua negara yang berpartisipasi, yaitu : Komite Pertama, berkaitan dengan

pemukiman-pemukiman manusia dan aspek-aspek non-ekonomis; Komite Kedua,

berkenaan dengan sumber-sumber daya alam dan aspek-aspek pembangunan;

Komite Ketiga, berkenaan dengan zat-zat atau bahan penyebab pencemaran dan

aspek-aspek organisasional. Selain dari ketiga Komite Konferensi tersebut,

Konferensi juga membentuk sebuah Kelompok Kerja untuk mengkaji dan

mempertimbangkan rancangan deklarasi tentang Lingkungan Hidup Manusia yang

diajukan pada Konferensi.

Keputusan-keputusan, resolusi-resolusi dan rekomendasi-rekomendasi dari

Konferensi adalah sebagai berikut :

Page 30: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

1. Resolusi dalam sidang pleno yang mengecam percobaan-percobaan sejata

nuklir, khususnya yang dilakukan di atmosfer dan menyerukan kepada negara-

negara yang bermaksud melakukan uji coba demikian untuk menahan diri dari

tindakan itu karena hal tersebut dapat menyebabkan kontaminasi lebih jauh

kepada lingkungan.

2. Suatu rekomendasi dengan suara bulat bahwa Hari Lingkunagn Dunia diperingati

setiap tanggal 5 Juni.

3. Suati “Action Plan” bagi perlindungan dan perbaikan lingkungan. Sumbangan

utama dari “Action Plan” ini terletak dalam penekanannya pada tindakan dan

kerja sama nasional dan internasional untuk mengidentifikasi dan menilai

bahaya-bahaya lingkungan dan persoalan-persoalan lingkungan yang memiliki

arti global.

4. Pengesahan Deklarasi tentang Lingkungan Hidup Manusia. Deklarasi ini

dipandang sebagai tindakan untuk perlindungan lingkungan bumi yang

menyempurnakan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia tahun 1948 untuk

perlindungan hak-hak manusia dan kebebasan-kebebasan dasar manusia, yaitu

pada intinya merupakan suatu manifesto yang dinyatakan dalam bentuk kode

etik. Meskipun deklarasi tersebut telah disahkan secara aklamasi oleh

Konferensi, namun nasibnya terletak kesesuaian sampai hari terakhir sidang-

sidang pada saat pengesahan itu berlangsung. Harus diakui bahwa Deklarasi ini

merupakan sebuah dokumen yang ganjil sehingga memberi alasan bagi

ketidakpuasan yang dilontarkan pada saat berlangsung Konferensi.

5. Rekomendasi-rekomendasi yang ditujukan kepada Majelis Umum PBB untuk

menciptakan perangkat sarana internasional baru. Konferensi tidak menyepakati

pembentukan suatu organisasi internasional utama yang baru, tetapi sebaliknya

menetapkan sebuah Dewan Pelaksana untuk Program-Program Lingkungan,

yang dipilih sekali tiga tahun oleh Majelis Umum PBB berdasarkan pembagian

geografis yang adil.

Dewan yang diusulkan itu akan mendukung kerja sama lingkungan diantara

pemerintah-pemerintah dan memberi arah serta mengkoordinasikan tugas-tugas

bidang lingkungan yang ada yang diselenggarakan oleh beragam organisasi

internasional, yang secara kontinu akan melanjutkan pelaksanaan seperti yang

sebelumnya dalam lingkup tanggung jawab mereka. Dewan ini akan didukung

oleh Sekretariat Lingkungan.

Page 31: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

6. Konferensi merekomendasikan bahwa rancangan pasal-pasal Konvensi

mengenai Dumping Samudera diserahkan untuk disahkan kepada Konferensi

yang diselenggarakan oleh Inggris menjlang akhir tahun 1972. Delegasi Inggris

telah menekankan perlunya suatu Konvensi untuki mencegah pencemaraan laut

oleh limbah-limbah dumping samudera dan untuk program dunia guna lebih

membersihkan sungai-sungai.

7. Direkomendasikan bahwa Majelis Umum PBB harus memutuskan untuk

menyelenggarakan Konferensi PBB Kedua tentang Lingkungan Hidup Manusia.

Dalam Prinsip 21 dan 22 Deklarasai Lingkungan Hidup Manusia disebutkan tiga

prinsip hukum internasional, yaitu :

a. Negara-negara memiliki hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber-sumber

daya yang mereka miliki sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaa bidang

lingkungan mereka.

b. Negara-negara bertanggungjawab untuk menjamin bahwa aktivitas-aktivitas

yang berlangsung didalam yurisdiksi atau kontrol mereka tidak menimbulkan

kerugian terhadap lingkungan negara-negara lain, atau kawasan-kawasan

diluar batas-batas yurisdiksi nasional.

c. Negara-negara berkewajiban untuk bekerja sama guna mengembangkan

lebih lanjut hukum internasional mengenai tanggung jawab dan ganti rugi

terhadap korban-korban pencemartan dan kerusakan lingkungan lain yang

disebabkan oleh aktivitas-aktivitas terhadap kawasan-kawasan diluar

yurisdiksi nasional.

Untuk memperingati ulang tahun kesepuluh Konferensi Stockholm 1972, maka 105

negara berkumpul di Nairobi tanggal 10-18 Mei 1982 dan mengeluarkan sebuah

Deklarasi khusus yang disebut sebagai Deklarasi Nairobi pada tanggal 18 Mei 1982.

Selain dari deklarasi ini, resolusi-resolusi penting lainnya telah dikeluarkan termasuk

satu resolusi untuk menciptakan suatu komisi khusus untuk mengusulkan strategi-

strategi bidang lingkungan jangka panjang guna mencapai pembangunan

berkelanjutan sampai tahun 2000 dan sesudahnya. Sejumlah hal penting telah

dimuat dalam Deklarasi Nairobi tersebut, yaitu :

Dinyatakan bahwa prinsip-prinsip Stockholm tetap valid saat ini sebagaimana

halnya di tahun 1972 dan menjadikannya tata tertib utama bidang lingkungan

untuk tahun-tahun mendatang, serta negara-negara yang berkumpul juga

Page 32: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

dengan sungguh-sungguh menegaskan kembali komitmen mereka pada

Deklarasi Stockholm dan Rencana Kegiatan (alenia 1 dan 10).

Disepakati bahwa Rencana Kegiatan hanya terlaksana sebagian dan

dikemukakan beberapa keadaan buruk yang mengkhawatirkan, termasuk

penggundulan hutan, degradasi tanah dan air, proses penggurunan,

perubahan pada lapisan ozon, meningkatnya konsentrasi karbondioksida dan

hujan asam, pencemarean, serta punahnya spesies-spesies hewan dan

tumbuhan (alinea 2).

Dikemukakan tentang munculnya presepsi-presepsi baru, seperti “perlunya

manajemen dan analisis mengenai dampak lingkungan” dan “saling

hubungan yang erat dan kompleks antara lingkungan, pembangunan,

penduduk dan sumber-sumber daya” (alinea 3).

Negara-negara harus mendorong pengembangan progresif hukum

lingkungan internasional, termasuk konvensi-konvensi serta perjanjiann-

perjanjian (alinea 6).

Harus diberikan perhatian khusus terhadap peranan inovasi teknik dalam

rangka penggantian sumber-sumber daya, pendaurulangan dan konservasi.

Lingkungan hidup manusia akan memperoleh keuntungan besar dari suasana

internasional yang damai dan aman, bebas dari ancaman-ancaman

peperangan, khususnya perang nuklir (alinea 5).

BAB III

PEMBAHASAN

Page 33: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

3.1 Kasus Hak Asasi Manusia (Case of International Violation of

Human Right )

Torture In Guantanamo Bay

Tingkat kekerasan di Guantanamo bertambah buruk pasca

diangkatnya Barack Obama secara resmi sebagai Presiden Amerika Serikat

menggantikan Bush. Hal tersebut diungkap oleh Ahmed Ghappour salah satu

pengacara yang mewakili para tahanan di kamp Guantanamo. "Menurut para

klien saya, tindak kekerasan di kamp makin meningkat sejak pelantikan

Presiden Obama," kata pengacara keturunan Inggris-Amerika yang bekerja

untuk Reprieve, sebuah organisasi amal yang mewakili 31 tahanan di kamp

Guantanamo.

Menurut Ghappour, para penjaga penjara bertambah bengis pada para

tahanan, seolah-olah ingin memuaskan kekejiannya sebelum kamp penjara

itu ditutup seperti yang dijanjikan Obama. Tindakan keji yang dilakukan para

penjaga kamp Guantanamo antara lain, pemukulan, siksaan fisik sehingga

menyebabkan terjadinya dislokasi tulang para tahanan, menyemprotkan air

lada ke lubang toilet dan ke tisu toilet dan menjejalkan makanan ke mulut

para tahanan yang sedang melakukan aksi mogok makan.

Ghappour mengatakan, tindakan sewenang-wenang yang dilakukan

penjaga penjara terhadap para tahanan bukan perintah dari atasan tapi

inisiatif para penjaga sendiri, terutama dari kalangan tentara angkatan darat

dan angkatan laut AS yang merasa frustasi dan pernah mengalami cedera

dalam medan pertempuran di Irak. Para penjaga ini melampiaskan

kekesalannya atas apa yang pernah dialaminya di medan pertempuran pada

para tahanan. "Seakan-akan para tahanan itulah yang telah membuat trauma

dan telah hidup mereka susah," ujar Ghappour.

Ia mengungkapkan, dirinya sudah mengajukan dua pengaduan atas

kasus penyiksaan serius di kamp tersebut sejak bulan Desember 2002, tapi

hingga sekarang belum mendapat respon dari otoritas berwenang di AS.

Salah satu kasus yang dilaporkannya adalah penyiksaan yang dilakukan oleh

Page 34: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

sekelompok penjaga penjara yang menyebabkan kliennya menderita dislokasi

tulang di bagian lutut, bahu dan ibu jari.

Kasus lainnya terjadi di salah satu blok dari enam blok utama kamp di

Guantanamo. Di satu blok itu, para tahanan yang melakukan aksi mogok

makan, dipaksa makan makanan yang sudah dibubuhi bahan laksatif

sehingga membuat para tahanan mengalami diare kronis.

Dalam beberapa kasus, ada sejumlah bukti bahwa para tahanan

diperlakukan sewenang-wenang dalam perjalanan ke ruang pertemuan,

tempat mereka bertemu dengan kuasa hukum mereka. Perlakuan para

penjaga penjara sedemikian kejamnya sehingga sejumlah tahanan enggan

bertemu lagi dengan pengacaranya karena khawatir mendapatkan

penyiksaan.

Laporan Ghappour mematahkan laporan aparat berwenang AS yang

menyebutkan bahwa kondisi kamp penjara Guantanamo sudah lebih

manusiawi. Laporan pejabat AS itu dibuat setelah Presiden Obama pada

tanggal 22 Januari kemarin memerintahkan Departemen Pertahanan AS

untuk melakukan kajian selama dua minggu atas kondisi di kamp

Guantanamo sebagai bagian dari rencana penutupan kamp yang terletak di

negara Kuba itu.

Laksamana Patrick Walsh yang menyusun laporan tersebut hari Senin

kemarin mengatakan, ia menerima laporan masih adanya tindak kekerasan,

tapi semua tahanan sudah diperlakukan sesuai aturan dalam Konvensi

Jenewa.

"Kami sudah mendapat laporan kasus kekerasan ... pada titik ini kami

kembali melakukan investigasi. Kami memang menemukan dalam beberapa

kasus ada bukti bahwa penjaga penjara sudah bertindak sewenang-wenang,"

ujar Walsh.

Sementara itu sejumlah organisasi hak asasi manusia di AS juga

menyatakan bahwa kondisi para tahanan Guantanamo masih sangat

memprihatinkan. Center for Constitutional Rights yang berbasis di New York

mengungkapkan bahwa para tahanan masih dalam kondisi yang tidak

manusiawi, yang melanggar aturan Konvensi Jenewa, Konstitusi AS serta

hukum hak asasi manusia internasional.

Page 35: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Mayoritas tahanan, kata organisasi itu, disekap dalam ruang-ruang

isolasi. Kondisi kurang tidur, manipulasi lingkungan dan melemahnya

kemampuan sensori membuat kondisi fisik dan mental para tahanan berada

pada titik terendah

American Civil Liberties Union mendesak agar kajian atas kondisi

Guantanamo dilakukan tim independen dan bukan dilakukan pihak militer AS

yang mengelola penjara itu.

ANALISIS

Penjara Guantanamo Bay Guantanamo Bay adalah sebuah pangkalan

angkatan laut Amerika Serikat yang letak di Guantánamo, Kuba. Sebagian

dari pangkalan angkatan laut tersebut adalah penjara (sering disebut Gitmo),

yang sejak tahun 2001 digunakan untuk tahanan dalam perang lawan teroris,

asal memenuhi syarat:

1. Berkewarganegaraan asing

2. Telah mendapat latihan dari Al-Qaeda, atau

3. Memimpin tiga ratus lebih orang.

Di tempat tersebut, pernah ada laporan di berita bahwa hak-hak

tahanan itu dilanggar oleh penjaga. Oleh karena tahanan disebut unlawful

enemy combatants dan bukan prisoners of war, Amerika Serikat mengatakan

bahwa mereka tidak dilindungi dalam Perjanjian Geneva. Dengan demikian,

tahanan dapat ditahan tanpa didakwa atau mendapatkan pengadilan.

Pada awal Gitmo buka sampai pada tahun 2005 ada laporan bahwa

penjaga telah merusak Al-Quran dengan berbagai cara, di antara lain

menyobek, mencoretcoret, menendang, dan memasuki ke toilet. Dalam

penelitian yang dilaksanakan oleh komandan landasan Jay Hood,

dikemukakan bahwa ada lima kasus perusakan Al-Quran yang terbukti,

termasuk satu kasus tendangan pada Februari 2002 dan satu kasus

penginjakan pada 25 Juli 2003. Pada tahun 2005 muncullah tuduhan dalam

pers bahwa saat interrogation tentara wanita berpakaian tank top dan

menunjukkan pakaian dalam agar tahanan tidak sanggup dan menjawab

semua pertanyaan. Ada pula tuduhan bahwa tahanan disentuh dan didekati

Page 36: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

oleh wanita, disentuh oleh payudara, dan dilempari tinta merah yang

dikatakan darah menstrual.

Pada tahun 2006 dilaporkan bahwa tiga tahanan ditemukan meninggal,

tampaknya dari menggantung diri. Menurut laporan yang diterbitkan dalam

majalah Harper pada tahun 2010, ketiga tahanan itu dibunuh setelah disiksa;

ini didukung dengan laporan beberapa mantan penjaga. Namun, pemerintah

Amerika Serikat mengatakan bahwa fakta yang dilaporkan oleh Harper’s

hanyalah cerita buatan.

Perbuatan militer Amerika Serikat di Gitmo melanggar beberapa HAM

dasar, di antara lain hak untuk tidak ditahan sembarangan, hak untuk bebas

beragama, dan hak untuk hidup. Dengan mengeksploitasi agama Islam

tahanan untuk keperluan pemerintah, Amerika Serikat telah mengasingkan

sebagian besar negara I slam dan namanya sudah tidak harum lagi.

Ham ialah seperangkat hak yang melengkat pada hakekat dan

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan

dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang, demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat.

Esensi HAM :

Inheren; secara kodrati melekat pada diri manusia

Universal; berlaku untuk semua tanpa diskriminasi

Inalienable; tidak dapat diingkari

Indivisible; tidak dapat dibagi

Interdependent; saling tergantung

Harus dilindungi, dihormati, dan dipertahankan

Tidak boleh dikurangi/dirampas oleh siapapun

Hak-hak yang tidak dapat dikurangi:

Hak untuk hidup

Hak untuk tidak disiksa

Hak kebebasan pribadi, pikiran & hati nurani

Hak beragama

Page 37: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Hak untuk tidak diperbudak

Hak untuk diakui sebagai pribadi & persamaan di hadapan hukum

Hak untuk tidak dituntut hukum yang berlaku surut

Pelanggaran HAM :

Setiap perbuatan seseorang / sekelompok orang termasuk aparat

negara baik sengaja / tidak / karena kelalaian yang secara melawan hukum

mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut HAM seseorang

yang dijamin oleh UU ini, dan tidak. mendapatkan / dikhawatirkan tidak akan

memperoleh penyelesaian hukum yang adil & benar, berdasarkan mekanisme

hukum yang berlaku.

Kekerasan dalam investigasi memang bukanlah hal yang asing terjadi

baik di tingkat nasional maupun internasional. Yang menarik, kekerasan ini

sering kali dilakukan oleh aparat penegak hukum sendiri yang menyiksa para

tahanan dalam proses investigasi.

Dalam lingkup internasional berita yang paling sering tersiar perihal

adanya kekerasan yang terjadi dalam investigasi ini adalah berita penyiksaan

terhadap tahanan di penjara Guantanamo, kuba. Seperti yang diberitakan

dalam artikel di atas, maka kita dapat dengan jelas mengetahui adanya

tindakan kekerasan yang terjadi di Guantanamo, dimana para tahanan telah

diperlakukan secara keji dan tidak berperikemanusiaan.

Sehubungan dengan hal tersebut, kekerasan investigasi yang terjadi di

Guantanamo telah melanggar beberapa konvensi internasional anti

penyiksaan (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or

Degrading Treatment or Punishment) yaitu:

1. Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 (Geneva Conventions of 12 August

1949)

2. Istanbul Protocol

Berkenaan dengan metode penyiksaan dalam investigasi yang berupa :

• Blunt trauma

• Positional torture

• Crush injuries

• Chemical exposure

Page 38: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

• Sexual violence to genitals

• Pharmacological torture

• Conditions of detention

• Humiliation

• Psychological techniques

• Behavioral coercion

• Forced to witness torture

3. Art. 5 of UDHR (UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS,

1948)

Pasal 5 Deklarasi Universal hak Asasi Manusia, 1948

4. Art. 7 ICCPR (INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND

POLITICAL RIGHTS , 1966 : “No one shall be subjected to torture …”

Pasal 7 Perjanjian Internasional tentang Hak

5. European Convention for the Protection on Human Rights and

Fundamental Freedom (Konvensi Eropa untuk Perlindungan Hak Asasi

Manusia dan Kebebasan Asasi) berlaku sejak th. 1953

6. American Convention on Human Rights (Sistem Konvensi Amerika

tentang HAM) berlaku sejak th. 1978

7. Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading

Treatment or Punishment (Konvensi menentang Penyiksaan dan

Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau

Merendahkan Martabat),

8. UN CHARTER (PIAGAM PBB)

9. The International Bill of Rights (Rancangan Undang-Undang

Internasional berkenaan dengan Hak Asasi.

3.2 Kasus Hukum Humaniter

Agresi Israel ke Libanon

Page 39: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

            Serangan Israel dengan menggunakan pesawat tempur yang memuntahkan

bom-bom berdaya ledak besar terhadap objek-objek sipil di Libanon telah

berlangsung satu bulan sepanjang bulan Juli 2006 dan awal Agustus 2006.

Agresi Israel tampaknya masih terus berlanjut. Sasarannya bukan hanya sentra

kegiatan pasukan [milisi] Hizbullah di perbatasan Israel-Libanon, tetapi termasuk

pemboman ke ibukota Beirut dan beberapa kota lain. Pasukan Multinasional (Multi-

National Forces) untuk meredam pertempuran di Libanon sedang dipersiapkan

[termasuk kontingen tentara dari Indonesia], tetapi perlu menunggu keputusan dari

Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang masih diwarnai standar ganda dalam sikap yang

ditunjukkan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS).

Israel pernah melakukan serangan besar-besaran seperti itu ke Libanon

Selatan pada 24 tahun lampau dengan tujuan untuk melemahkan perjuangan

Palestina. Kita ingat tahun 1982 tentara Israelmelakukan invasi ke Libanon,

menggempur dan memporak-porandakan kamp pengungsi Palestina di Shabra dan

Shatila. Namun tidak ada tindakan keras yang dikenakan terhadap

pemerintah Israel dan tidak ada petinggi militer Israel yang diajukan ke pengadilan

internasional. Jauh berbeda dengan kasus pelanggaran HAM berat (gross violation

of human rights) dan pelanggaran hukum berat (grave breaches)

di Bosnia danRwanda. [1]

Kini 2006 pemerintah Zionis Israel melakukannya lagi, tanpa alasan yang kuat

atau yang dapat dibenarkan menurut aturan hukum internasional dan hukum

humaniter (misalnya, ada alasan dan bukti bahwa keamanan Israel terancam).

Memang kemudian pasukan Hizbullah juga membalas dengan meluncurkan

beberapa kali serangan bom ke wilayah utara Israel, tetapi tindakan “bela diri” itu

sebenarnya dipicu oleh arogansi sikap dan aksi serangan brutal Israel ke Libanon

Selatan.

ANALISIS 

Perikemanusiaan dan HAM dalam Peperangan

Perlunya penerapan aturan serta rasa kemanusiaan dalam perang sudah

dikenal sejak jaman dahulu kala. Namun ironisnya pelanggaran demi pelanggaran

masih saja terus berlangsung hingga jaman postmodern ini. Di India misalnya, sejak

dahulu kala telah dikenal peraturan-peraturan hukum perang yang bertujuan untuk

Page 40: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

melindungi orang-orang yang tak berdaya, terluka, dan yang sakit; terdapat

ketentuan-ketentuan mengenai hak-hak tentara pendudukan, senjata terlarang, dan

perlakuan tawanan perang. Cerita Mahabharata misalnya, mengandung aturan-

aturan perang yang berperikemanusiaan.

Demikian pula kitab Undang-undang Manu di India pada masa lampau

memuat ketentuan terperinci mengenai orang-orang [penduduk sipil] yang  tidak

boleh diserang, barang-barang rampasan perang, dan larangan untuk melakukan

kekejaman. Salahudin Al- Ayubi pada masa kejayaan Islam juga telah menerapkan

aturan hukum humaniter berdasar ajaran Al-Qur’an dan Hadits Rasulllulah SAW.

Yunani Kuno dan Romawi juga mengenal ketentuan-ketentuan yang

melarang pemakaian racun, pembunuhan tawanan perang, dan penyerangan atas

tempat-tempat ibadah. Sumbangan yang berharga dari hukum Romawi terhadap

hukum perang modern adalah definisi “perang” dan pendapat yang mengatakan

bahwa peperangan harus dimulai dengan suatu pernyataan perang yang resmi.

Jelas bahwa rasa kemanusiaan merupakan suatu hal yang umum dan telah

dikenal oleh berbagai bangsa dan peradaban sejak dahulu kala. Tidakl benar

apabila ada yang berpendapat bahwa sebelum Rousseau merumuskannya dalam

“Du Contract Social”, prinsip perikemanusiaan itu belum dikenal. Perbedaannya

hanyalah bahwa sebelum itu perikemanusiaan dalam perang sering masih terbatas

pelaksanaannya pada musuh yang seagama atau satu kebudayaan sehingga pada

saat itu belum dapat dikatakan sebagai asas yang berlaku umum dan universal yang

melintasi batas keagamaan, kebudayaan, dan kebangsaan seperti di jaman modern.

Dasar-dasar hukum humaniter bertujuan melindungi masyarakat dan

membatasi akibat yang tidak perlu atau yang berlebihan, yang ditimbulkan oleh

peristiwa-peristiwa konflik dan perang. Hukum humaniter merupakan sejumlah

prinsip dasar dan aturan mengenai pembatasan penggunaan kekerasan dalam

situasi konflik bersenjata.

Pada prinsipnya masyarakat internasional memang mengakui bahwa

peperangan antarnegara (international armed conflict) dan bahkan secara

internal/domestik dalam suatu negara (non-international armed conflict) dalam

banyak kasus yang pernah terjadi memang sukar atau tidak dapat dihindari.

Kemudian, sudah pasti dalam situasi perang atau konflik bersenjata tersebut akan

jatuh korban, bukan hanya dari pihak-pihak yang bermusuhan tetapi orang-orang

yang tidak terlibat secara langsung dengan situasi tersebut juga ikut menjadi korban.

Page 41: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Oleh karena itu semua orang harus tetap dilindungi HAM-nya, baik dalam keadaan

damai maupun perang. Tidak benar bahwa dalam peperangan, aspek hukum akan

lenyap seperti yang digambarkan dalam peribahasa Romawi “inter arma silent leges”

(terjadinya perang membuat aturan-aturan hukum bisa diabaikan).

Hukum yang mengatur konflik bersenjata lazim disebut sebagai hukum

perang, kemudian setelah Perang Dunia II diubah menjadi hukum humaniter.

Penggantian istilah tersebut dalam rangka memanusiakan manusia dalam perang.

Perang biasanya ditandai oleh konflik di suatu wilayah dengan intensitas

penggunaan kekuatan bersenjata cukup tinggi dan terorganisasi. Tujuan hukum

humaniter yang dirumuskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah sebagai

berikut:

1.   Untuk melindungi orang yang tidak terlibat atau tidak lagi terlibat dalam

suatu permusuhan (hostilities), seperti orang-orang yang terluka, yang

terdampar dari kapal, tawanan perang, dan penduduk sipil.

2.   Untuk membatasi akibat buruk penggunaan senjata dan kekerasan

dalam peperangan dalam rangka mencapai tujuan terjadinya konflik

tersebut.

Israel jelas telah melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan dalam berbagai tindakan

atau aksi militernya, baik selama kurang-lebih enam dasawarsa di Palestina maupun

kini di Libanon. Dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya, Israel telah

menggunakan cara-cara yang tidak berperikemanusiaan, melanggar HAM,

mengabaikan aturan hokum humaniter, dan tidak sesuai dengan doktrin “Just War”.

         

 Doktrin-Doktrin Perang dan Hukum Humaniter

Berikut ini kita tinjau doktrin-doktrin masa lampau yang berlaku hingga kini

dalam hukum humaniter internasional a.l. doktrin mengenai dua kategori perang

yaitu “Just War” dan “Unjust War”. “Just War” bermakna bahwa ada justifikasi atau

alasan pembenaran untuk melaksanakan serangan, bahwa perang dilakukan

berdasarkan alasan-alasan yang logis dan dapat dibenarkan , bahwa perang

berlangsung secara adil dan seimbang, bahwa perang dilakukan terbatas untuk

mencapai tujuan tertentu dan bukan untuk menghancurkan atau memusnahkan

Page 42: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

pihak lawan (suatu negara, suatu bangsa, etnis dan suku-bangsa, kelompok/oposisi/

pemberontak, dls).

Berlandaskan doktrin “Just War” ini, sepanjang perang tidak terhindarkan

dalam rangka memperjuangkan sesuatu atau mempertahankan sesuatu, dibolehkan

melakukan tindakan untuk mengalahkan/menaklukkan lawan, tetapi bukan untuk

menghancurkan. Boleh memperjuangkan sesuatu, mencakup hal-hal kepentingan

nasional atau mencegah berlanjutnya agresi, tetapi bukan dengan cara-cara teror

yang menimbulkan kesengsaraan bagi penduduk sipil. Contohnya “Just War” a.l.

membela hak-hak publik atau hak rakyat, menggulingkan pemerintah yang dzalim,

guna menghapus perbudakan seperti “civil war” di AS (1861-1865), guna

memberantas peredaran narkoba, dls. Untuk mempertahankan sesuatu, contohnya

mempertahankan keutuhan wilayah, mempertahankan sumber-sumber daya alam,

dls.

“Just War doctrine” meliputi lima kriteria yaitu: a) “Just Cause” [Sebab/Alasan

yang Wajar], b) “Right Authority” [Berdasar Kewenangan yang tepat/sesuai], c)

“Right Intention” [Tujuan/Niat dengan iktikad baik], 4) “Proportionality” [Berlangsung

secara wajar, proporsional, seperlunya saja], dan 5) “Last Resort” [Tidak ada jalan

lain, hanya ditempuh sebagai keputusan terakhir/pamungkas, karena cara lain

sudah buntu].

Selain yang diatur berdasar doktrin, dalam perkembangan di jaman modern

diadakan pula aturan-aturan berdasar konvensi/perjanjian internasional dan

ketetapan dari badan perlengkapan organisasi internasional. Sehingga ketentuan-

ketentuan Hukum Perang atau Hukum Humaniter ini dibagi ke dalam tiga cabang,

yaitu : 

1. Hukum The Hague (Law of the Hague) lebih terkait dengan peraturan

mengenai cara dan sarana bertempur dan memusatkan perhatiannya pada

tindakan operasi militer. Oleh karena itu, maka jenis Hukum The

Hague sangat penting bagi komandan militer di darat, laut, dan udara. Hukum

ini dilandasi oleh hasil Konferensi Perdamaian yang diselenggarakan di The

Haque (Den Haag, Belanda) pada tahun 1899 dan 1907, yang utamanya

menyangkut sarana dan metode perang yang diperkenankan.

2. Hukum Jenewa (Law of Geneva), yang berkaitan dengan perlindungan

korban perang. Mereka yang dilindungi adalah militer maupun sipil, di darat

Page 43: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

maupun di air. Hukum Jenewa melindungi semua orang yang hers de

combat, yakni yang luka-luka, sakit, korban karam/tenggelam, dan tawanan

perang. Hukum Jenewa ini mencakup Konvensi Jenewa 1929, Konvensi

Jenewa 1949, dan juga Protokol Jenewa 1977.

3. Hukum New York (New York Rules), yaitu aturan-aturan baru yang berkaitan

dengan hukum humaniter atau yang mengatur ketentuan yang berlaku dalam

peperangan/pertempuran. Ketentuan dihasilkan melalui mekanisme

Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Organization) yang bermarkas

besar di New York. Lazimnya yang digolongkan sebagai “New York Rules”

adalah yang dibuat setelah tahun 1980. Ada yang berupa konvensi, protocol,

maupun berupa resolusi a.l. Resolusi Majelis Umum dan Resolusi Dewan

Keamanan PBB. Contoh-contohnya a.l. : Convention on the prohibition of the

development, production, stock-pilling and the use of chemical weapons and

on their destructions (1993); Protocol on Binding Laser

Weapons (1995), Protocol on the Explosive Remnants of War (2003), dan

“New York Rules” juga mencakup yang sebelum tahun 1970-an yaitu

Konvensi PBB tentang Genosida (Genocide Convention) tahun 1948 yang

merupakan pengembangan dari Resolusi PBB No 96 (11Desember 1946),

serta Resolusi Majelis Umum PBB No 2444 Tahun 1968 (Respect for Human

Rights in Armed Conflict).

Pelanggaran HAM dan Hukum Humaniter (Grave Breaches)

Beberapa kategori tindakan kejahatan/pelanggaran berat (grave breaches)

dalam hukum humaniter yang bisa kita simpulkan dari isi Konvensi Jenewa 1949

adalah sbb :

1)      Willful Killing (Pembunuhan yang direncanakan/disengaja)

2)      Torture or Inhuman Treatment, including Biological Experiment.

(Penyiksaan atau perlakuan tidak berperikemanusiaan, termasuk bila

manusia digunakan untuk eksperimen biologik)

3)      Wilfully Causing Great Suffering

4)      Destruction of Property Unjustified by Military Necessity

5)      Compelling Civilians or Prisoners of War to Serve the Hostile power

6)      Wilfully Depriving Civilians or Prisonesrs of war of a Fair Trial

7)      Unlawful Deportation of Confinement of Civilians

Page 44: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

8)      The Taking of Hostages

Dalam hal serangan udara yang berlanjut dengan agresi militer Israel ke wilayah

Libanon (Juli+Agustus2006), ketentuan yang secara faktual telah dilanggar

oleh Israel adalah Nomor 1 (pemboman yang membantai penduduk sipil), 3

(menimbulkan derita dan kesengsaraan berkelanjutan) , 4 (menghancurkan

pemukiman dan rumah-rumah).

Upaya internasional menghentikan pertempuran di Libanon

Sejak 12 Juli 2006, Israel melakukan Serangan udara dengan pesawat

tempur yang menjatuhkan bom-bom ke pemukiman penduduk di Libanon Selatan

(sebelah utara wilayah Israel). Serangan-serangan itu telah menewaskan serta

melukai penduduk sipil termasuk anak-anak. Alasannya untuk melumpuhkan

pasukan/milisi Hizbullah yang anti Zionis dan menentang pendudukan Israel atas

wilayah Palestina. Namun yang ternyata menjadi korban adalah penduduk sipil,

termasuk wanita dan anak-anak.

Hal seperti ini sesungguhnya bukan hanya tergolong kejahatan perang (war

crimes) tetapi juga kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity).

Banyak bangunan, rumah, dan sarana pelayanan publik hancur di Libanon,

penduduk meninggal dan luka-luka, ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal.

Serangan pesawat tempur Israel ke kota Qana (29 Juli 2006) saja telah

menewaskan tidak kurang dari 54 orang penduduk sipil, 37 diantaranya adalah

anak-anak. Belum lagi di berbagai kota lainnya. Sekitar 800 orang tewas [3], belum

termasuk yang luka-luka, kehilangan tempat tinggal, dan yang mengungsi.

            Hal ini tentunya disorot tajam oleh dunia internasional dan bukan hanya oleh

negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim. Unjukrasa mengecam Israel,

berlangsung di berbagai negara, termasuk di negara-negara Eropa Barat. Namun

pemerintah Zionis Yahudi itu tidak bergeming dan terus melanjutkan aksi pemboman

yang tidak berperikemanusiaan serta tegas menolak himbauan gencatan senjata.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bukannya tidak memperhatikan hal yang

mengenaskan itu. Dewan Keamanan PBB telah bersidang membahasnya, tetapi

Amerika Serikat (AS) memveto Rancangan Resolusi Dewan Keamanan PBB (yang

isinya mengutuk kekejaman Israel dan mendesak Israel untuk menghentikan aksi

pemboman). Tidak aneh dan bukan hal baru bahwa AS hampir selalu menyatakan

penolakan (veto) di DK-PBB dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan Israel.

Page 45: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

            Upaya lebih lanjut yang dapat dilakukan oleh negara-negara anggota PBB

adalah melalui Majelis Umum PBB, karena dalam MU-PBB tidak berlaku hak veto.

Cara ini dikenal sebagai pola “Uniting for Peace”, yang justru pernah ditempuh oleh

AS pada tahun 1950 untuk menghasilkan Resolusi PBB menyangkut pecahnya

Perang Korea. Ketika itu AS berhasil dalam upayanya mengalihkan rancangan

Resolusi melalui DK-PBB yang diveto oleh Uni Soviet (Rusia), untuk dibahas oleh

Sidang Istimewa (Sidang Darurat) Majelis Umum PBB.

Resolusi MU-PBB yang dikeluarkan pada tahun 1950 itu dikenal sebagai  “Uniting

for Peace Resolution No. 377A / 1950”. Selanjutnya MU-PBB belum pernah

mengeluarkan lagi resolusi semacam itu dan tampaknya bisa saja cara seperti itu

ditempuh lagi pada tahun 2006 ini. Untuk menembus kebuntuan di DK PBB. Cuma

masalahnya kemudian apakah Resolusi MU-PBB itu bisa cukup efektif untuk

menekan pemerintah Israelmenghentikan aksi-aksi brutalnya di Libanon dan

Palestina.

            Lalu jika PBB tidak mampu bertindak untuk mengendalikan serta

mendamaikan situasi “perang” di Libanon melalui himbauan atau resolusi, apa yang

bisa dilakukan dalam waktu dekat ini ? Pilihannya adalah mengirimkan Pasukan

Multi-Nasional (Multi-National Forces) untuk memisahkan pihak-pihak yang bertikai

itu atau Gencatan Senjata di antara kedua pihak yang sama-sama berjanji tidak

akan melakukan serangan.

            Pemerintah AS, sebagai adidaya yang kini memegang hegemoni dunia,

cenderung ke arah pembentukan pasukan multinasional (MNF) untuk segera

dikirim/ditempatkan ke Libanon. Sedangkan Perancis dan negara-negara anggota

Uni Eropa menyokong upaya Gencatan Senjata terlebih dulu, untuk kemudian

dilanjutkan dengan perundingan. Jadi perlu ada penghentian serangan dan

pertempuran lebih dulu, terutama penghentian pemboman oleh Israel. Barulah

kemudian berlanjut dengan upaya penyelesaian konflik (penyelesaian sengketa dan

permusuhan) melalui perundingan bilateral/trilateral antara Israel dengan Libanon

dan pasukan Hizbullah.

Pola perundingan (setelah gencatan senjata) bisa langsung oleh para pihak

yang bertikai dan bisa pula berlangsung melalui adanya mediasi oleh negara lain

yang bersikap netral. Lalu hasil kesepakatan dari perundingan itu agar dilaksanakan

secara konsekuen dengan adanya pengawasan internasional. Usulan yang

dikemukakan oleh Uni Eropa ini tampaknya lebih ideal dan adil untuk diterapkan,

Page 46: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

selain bahwa yang terpenting adalah untuk menyelamatkan penduduk sipil agar

tidak menjadi korban pertempuran.

Sedangkan usulan pemerintah AS untuk mengirimkan “Multi-National Forces”

ke Libanon, berkemungkinan hanya akan menguntungkan Israel. Bisa jadi Pasukan

pejuang Hizbullah saja yang bukan tentara resmi suatu negara yang akan dilucuti

persenjataannya dan dibubarkan struktur komandonya (oleh Pasukan Multi-

Nasional). Sedangkan pihak militer Israel hanya disuruh menghentikan serangan

dan mundur dari wilayah Libanon.

Belum lagi masalah dalam hal menentukan tentara dari negara-negara mana

yang akan menjadi inti Pasukan Multi-Nasional itu. Jangan-jangan akan didominasi

struktur pimpinannya dan jumlah personilnya oleh tentara AS, seperti dalam kasus

Irak. Jelas AS perlu diragukan kenetralan dan keobjektifannya dalam penanganan

konflik Israel dan Hizbullah yang sedang berlangsung di Libanon dewasa ini.

Yang terbaik adalah gencatan senjata terlebih dulu (sampai

sekarang Israel terus menolak usulan gencatan senjata) yang dilanjutkan dengan

upaya perundingan menuju perdamaian. Sejalan dengan hal itu dilakukan

penempatan “Peace Keeping Operation” (PKO) oleh PBB di perbatasan Libanon-

Israel, termasuk untuk membantu rekonstruksi pemulihan kehidupan sosial-ekonomi

penduduk di Libanon. Perlu kita pahami di sini bahwa tugas-tugas “Multi-National

Forces” (MNF) adalah memukul-mundur pihak yang bertikai yang saling

menggempur, berbeda dengan “Peace Keeping Operation” (PKO) yang bertujuan

melindungi penduduk setelah adanya penghentian pertempuran.

Hal lain yang perlu dipahami berkait dengan konflik Palestina serta

pertempuran Israel dan Hizbullah adalah bahwa hal ini bukan “perang agama” dan

bukan bermotif keagamaan (antara Kristen dan Islam). Sekitar 25-30 persen bangsa

Palestina beragama Kristiani/Nasrani, walau mayoritas 70-75 persen beragama

Islam. Sekitar 35-40 persen penduduk Libanon beragama Kristen (Maronit) dan oleh

karena itu ada pola pembagian kekuasaan dalam Konstitusi Libanon, jika kepala

negara (presiden) dipilih dari tokoh yang beragama Kristen maka kepala

pemerintahan (Perdana Menteri) dari tokoh yang beragama Islam.

Konflik dan pertempuran di kawasan itu adalah semata-mata bermotif

perjuangan Israel menegakkan hegemoni dan sebaliknya penentangan pihak lain

(Palestina, Syria, Libanon) terhadap dominasi Israel. Jelas konflik kepentingan

nasional masing-masing bangsa dan bukan bermotif konflik keagamaan. AS juga

Page 47: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

dalam banyak hal cenderung berpihak kepada Israel karena ideologi dan

kepentingan nasional untuk mengendalikan kawasan Timur Tengah yang kaya

sumber energi minyak, selain kuat dan luasnya lobby Yahudi di dalam perpolitikan

nasional AS.

3.3 Kasus Hukum Lingkungan

Hukum Lingkungan adalah badan hukum yang kompleks terdiri dari global,

internasional, nasional, negara bagian dan lokal hukum, perjanjian, konvensi,

peraturan dan kebijakan yang berusaha untuk melindungi lingkungan dan sumber

daya alam yang terkena dampak - dampak atau terancam oleh aktivitas manusia.29

Perkembangan hukum lingkungan internasional sebagai ruang lingkup yang

terpisah dari hukum internasional publik dimulai pada tahun 1970-an dengan adanya

Konferensi Stockholm tentang Lingkungan Hidup pada tahun 1972. Sejak itu

masalah lingkungan meningkat dan merupakan salah satu lingkup yang paling

cepat berkembang dalam hukum internasional. Saat ini perhatian internasional

terhadap masalah hukum lingkungan adalah mengenai penipisan lapisan ozon dan

pemanasan global, penggurunan, perusakan hutan hujan tropis, polusi laut plastik

dari kapal, perdagangan internasional spesies terancam punah (perdagangan

gading yaitu), pengiriman limbah berbahaya ke negara-negara Dunia Ketiga,

deforestasi di Brazil dan Filipina, perlindungan lahan basah, tumpahan oli, lintas

batas polusi udara nuklir (yaitu Chernobyl), pembuangan limbah berbahaya dan

beracun, penipisan air tanah , perdagangan internasional dalam pestisida, dan hujan

asam. Hukum lingkungan juga masuk pada area lain dalam hukum internasional,

seperti komersial / hukum bisnis, perdagangan, dan hak asasi manusia.

Kerjasama internasional dalam bentuk perjanjian, kesepakatan dan resolusi

yang dibuat oleh organisasi-organisasi antar pemerintah serta hukum dan peraturan

nasional yang digunakan untuk melindungi lingkungan. Peneliti biasanya mencari

dokumen dari organisasi besar terkait dengan perlindungan lingkungan seperti

29 Lihat,http//www.wikipedia.com

Page 48: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Program Lingkungan Hidup PBB[ (UNEP), dengan Uni Eropa, dengan OECD, dan

Dewan Eropa. Karena tanggung jawab utama untuk melindungi lingkungan hidup

tetap di tingkat nasional dan lokal, kota dan peraturan hukum terkait dengan

lingkungan semakin sering dicari.

Prinsip 4 Deklarasi Stockhlom (Stockhlom Declaration on Human

Environment 1972) menyatakan :

“Manusia bertanggung jawab untuk menyelamatkan dan mengelola secara bijaksana

warisan margasatwa dan habitatnya yang kini terancam oleh kombinasi faktor-faktor

yang bertentangan.”

Prinsip dalam Deklarasi diatas ternyata telah menyebutkan adanya ancaman

dari penyalahgunaan bentuk teknologi baru (ex: bioteknologi). Hanya saja deklarasi

ini tidak menyebutkan secara tegas, namun pernyataan “kombinasi faktor-faktor

yang bertentangan” telah menunjukkan adanya perhatian terhadap perkembangan

sesuatu hal yang bertentangan dengan berbagai tatanan dalam kehidupan

masyarakat.

Perkembangan hukum internasional khususnya mengenai pengajuan kasus-

kasus ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice) dalam lima tahun

terakhir telah menghadapi babak baru. Paling tidak perhatian terhadap kasus-kasus

yang menyangkut persoalan lingkungan hidup khususnya sumberdaya alam telah

menjadi agenda penting, walaupun dalam kasus-kasus terdahulu hanya merupakan

bagian dari kasus mengenai sengketa perbatasan. Hal ini dapat diketahui bahwa

Mahkamah International telah menerima dua kasus penting yang berkaitan dengan

masalah lingkungan hidup khususnya mengenai pengelolaan sumberdaya alam

yaitu Case concerning Certain Phosphate Lands in Nauru (Nauru v Australia)

dan Gabcikovo-Nagymaros Project (Hungary v. Slovakia). Mengingat kedua

kasus ini memiliki karakteristik tersendiri maka dengan pertimbangan Pasal 26

Piagam Mahkamah Internasional telah dibentuk the Chamber of Environmental

Disputte pada tanggal 19 Juli 1993.

Page 49: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

KASUS-KASUS LINGKUNGAN

A. Kasus Certain Phosphat di Nauru

Gugatan terhadap Australia diajukan karena sebagai anggota Dewan Perwalian

PBB yang ditugaskan untuk menangani persiapan kemerdekaan Nauru, Australia

dianggap telah gagal melaksanakan tugasnya. Bahkan kewajibannya untuk

memperbaiki kondisi ekonomi dan pembangunan justru menimbulkan kerusakan

lingkungan hidup dengan tidak merehabilitasi kerusakan akibat proyek

penambangan posphat.

B. Kasus Gabcikovo-Nagymaros Project

Sengketa mengenai proyek pembangunan suatu bendungan khususnya

menyangkut soal pelaksanaan perjanjian pembangunan telah menimbulkan dampak

lingkungan dengan terancamnya sumberdaya alam hayati yang ada di sekitar

Sungai Danube.

C. Chorfu Channel Case

Kasus ini merupakan sengketa antara Albania dan Inggris yang cara

pengajuannya melalui pengadilan yaitu ke Mahkamah Internasional pada tahun

1949. Peristiwanya terjadi pada tanggal 15 Mei 1946 pada saat kapal-kapal Inggris

berlayar memasuki selat Chorfu wilayah Albania. Ketika memasuki laut teritorial

Albania kapal-kapal tersebut ditembaki dengan meriam-meriam yang ada di pantai

Albania. Albania ketika itu sedang dalam keadaan perang dengan Yunani. Tanggal

22 Oktober 1949 sebuah kapal Inggris telah menabrak ranjau yang berada di selat

tersebut yang kemudian menimbulkan korban jiwa. Atas kejadian tersebut Inggris

kemudain melakukan pembersihan terhadap ranjau-ranjau yang ada di selat

tersebut tanpa adanya izin dari pemerintah Albania. Kemudian sengketa timbul dan

diajukan ke Mahkamah Internasional. Keputusan mahkamah Internasional

menyatakan bahwa Albania bertenggungjawab atas kerusakan kapal Inggris dan

Inggris telah melanggar kedaulatan Albania karena tindakannya menyapu ranjau.

Persoalan ini sebenarnya tidak berkaitan dengan masalah lingkungan hidup secara

Page 50: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

langsung. Namun dalam kasus ini telah diterapkan suatu prinsip yang mirip dengan

Prinsip 21 Deklarasi Stockhlom 1972 yaitu dalam salah satu keputusannya

menyatakan bahwa setiap negara tidak diperbolehkan melakukan tindakan-tindakan

yang mengganggu atau merugikan negara lainnya.

D. Gulf of Maine Case

Kasus ini mengenai masalah perbatasan antara Amerika Serikat dan Kanada.

Pengajuan perkara diajukan melalui cara ke pengadilan internasional yaitu

Mahkamah Internasional. Dalam sengketa ini untuk pertama kalinya Mahkamah

Internasional membentuk Kamar Penyelesaian Sengketa (Chamber of Disputte

Settlement) berdasarkan pasal 26 (1). Persoalan pokok yang diajukan adalah

mengenai penetapan perbatasan tunggal (single maritime boundary) yang

digunakan. Batas Kanada yang diajukan adalah equidistance line tapi Amerika

Serikat menginginkan bahwa perbatasan tergantung dari keadaan yang relevan di

wilayah tersebut. Selain itu menurut Kanada, Teluk Maine beserta wilayah yang

berdekatan termasuk bagian penting karena memunyai hubungan yang kompleks

dan memiliki proses biologis yang penting. Juga wilayah ini merupakan eksosistem

laut yang penting di wilayah utara. Dilain pihak Amerika Serikat menyatakan bahwa

wilayah ini memiliki karakteristik berdasarkan 3 prinsip rezim ekologi. Dalam hal ini

ternyata Teluk Maine juga membentuk komunitas flora dan funa dalam semua siklus

jaring makanan dari yang terkecil hingga ikan yang terbesar. Mahkamah

Internasional kemudian mempelajari kasus ini.

Selain kasus-kasus diatas ada beberapa kasus lagi yang berhubungan

dengan hukum lingkungan internasional. Seperti kasus pengelolaan sumberdaya air

di antara negara-negara yang berkepentingan yaitu Diversion of the Waters from

the River Meuse Case (Netherland v. Belgium) dan Territorial Jurisdiction of

the International Commission of the River Oder Case 1929. Kasus-kasus

tersebut sangat erat persoalannya dengan masalah perbatasan negara yang kaya

akan sumber daya alam hayati maupun non hayati. Dalam kasus perebutan wilayah

perairan yang kaya akan sumberdaya perikanan ada dua kasus yang terkenal yaitu

Anglo-Norwegian Fisheries Case (United Kingdom v. Norway)(1951) dan

Fisheries Jurisdiction (UK v. Iceland v. Federal Republic Germany) (1974).

Page 51: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Selain itu ada juga kasus Gulf of Maine Case (USA v. Canada) 1984. Kasus-kasus

perbatasan yang menyangkut landas kontinen yang kaya akan sumberdaya alam

non hayati ada kasus seperti North Sea Continental Shelf (1969), Continental

Shelf (Libyian Arab Jamahiriya v. Malta) (1985) dan Continental Shelf ( Tunisia

v. Libya)(1982). Sementara itu beberapa kasus lainnya juga muncul seperti gugatan

Australia untuk kedua kalinya terhadap Perancis atas percobaan nuklir sedang

diupayakan.

BADAN INTERNASIONAL

Menghadapi kasus-kasus lingkungan hidup Mahkamah Internasiona; telah

membentuk Kamar Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup (Chamber of

Environmnetal Disputte Settlement) pada tanggal 19 Juli 1993.

Sebenarnya kasus lingkungan hidup dalam arti luas pernah ditangani oleh

Mahkamah Internasional Permanen (PICJ) seperti dalam Diversion of the Waters of

the River Meuse dan Territorial Jurisdiction of the International Commission of the

River Oder Case 1929. Demikian juga dengan Mahkamah yang telah beberapa kali

menangani sengketa yang bersinggungan dengan masalah lingkungan hidup.

Sebagai contoh dalam Chorfu Channel Case (UK v. Albania) 1949, Nuclear Test

Cases, Gulf of Maine Case (USA v. Canada) 1984, Fisheries Jurisdiction Case.

Namun secara spesifik makalah ini akan membahas kasus gabcikovo – Nagymaros

project sebagai kajian dalam Hukum Lingkungan.

Gabcikovo-Nagymaros Project (Hungary v. Slovakia)

Dalam kasus Gabcikovo-Nagymaros Project, dimana adanya sengketa

mengenai pembangunan bendungan khususnya mengenai proyek perjanjian

pembangunan antara dua negara yakni Hungaria dan Slovakia yang ternyata

mengalami dampak lingkungan dengan tercemar sumber daya alam hayati

sekitar sungai Danube untuk produksi listrik, penanganan banjir dan

peningkatan navigasi.

Hal ini diprakarsai oleh Budapest Treaty pada September 16, 1977

antara Cekoslowakia dan Hongaria. Tujuannya adalah untuk mencegah

bencana banjir, untuk meningkatkan kualitas berlayar dan menghasilkan listrik

yang bersih. Hanya bagian dari proyek tersebut telah selesai di Slowakia -

Page 52: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

dengan nama Gabčíkovo Bendungan / PDAM, karena konstruksi Hungaria

ditinggalkan secara sepihak. Hal ini menyebabkan sengketa internasional

jangka panjang antara Slovakia dan Hongaria, yang masih belum tertutup.

Perjanjian perbatasan bendungan membayangkan sebuah sistem-

silang antara kota Gabčíkovo , Slowakia (Setelah 1 Januari 1993 Republik

Slovakia independen) dan Nagymaros , Hungaria. Bendungan-bendungan

akan menghilangkan banjir biasa (seperti bencana yang pada tahun 1954 dan

1965) dan menyediakan sumber daya listrik yang bersih. Mereka juga akan

memungkinkan dilayari sepanjang tahun sungai dan berfungsi sebagai bagian

dari Rhine-Main-Danube Canal .

Rencananya adalah untuk mengalihkan bagian sungai itu menjadi

kanal buatan di Dunakiliti (sebuah desa di Hungaria) untuk pembangkit listrik

tenaga air dekat Gabčíkovo (delapan turbin, 720 MW. Kanal itu akan kembali

air ke dalam memperdalam asli sungai dan di Nagymaros bendungan kecil

dan kekuatan-tanaman (158 MW) akan dibangun. Pabrik di Gabčíkovo adalah

sebagai pembangkit puncak-daya dan bendungan di Nagymaros, sekitar 100

km hilir, adalah membatasi fluktuasi tingkat air.

Karena sebagian besar konstruksi dirancang untuk berdiri di wilayah

Slowakia, Hongaria pemerintah wajib mengambil bagian juga di beberapa

konstruksi di Slovakia, untuk mengamankan investasi yang sama untuk kedua

belah pihak.. Diproduksi listrik seharusnya untuk mengalihkan 01:01 antara

kedua negara.

Pada tahun 1989 Hungaria meninggalkan situs dan pada bulan Mei

1992 mencoba untuk mengakhiri 1977 perjanjian. Setelah Ceko-Slowakia

berpisah pada 1993 , yang baru-didirikan Republik Slovakia , sebagai seorang

pewarisan proyek, mengajukan sengketa kepada Mahkamah Internasional di

Den Haag .. Pada 1994 , Sosialis kembali menjadi kekuatan di Hungaria tapi

hampir tidak bisa kembali keluar dari kasus pengadilan, yang dipuji sebagai

tengara: untuk pertama kali, pengadilan akan memerintah atas suatu

sengketa lingkungan. Sidang kasus itu diadakan antara 3 Maret dan 15 April

1997 , dan Mahkamah mengunjungi situs (yang pertama dalam sejarah) ke

Page 53: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

lokasi konstruksi. Dalam perselisihan tersebut, wakil Hungaria ingin, selain

masalah lain, pengadilan untuk memutuskan apakah atau tidak Cekoslowakia

berhak untuk memulai dengan Varian C dan bahwa perjanjian 1977 tidak

pernah berlaku antara Slovakia dan Hongaria. diturunkan keputusan pada

tahun 1997:

Hungaria tidak diizinkan pada tahun 1989 untuk menghentikan dan

kemudian meninggalkan bagiannya atas bekerja di PDAM sesuai dengan

perjanjian tahun 1977 dan menerapkan yang terpasang;

Cekoslowakia diizinkan untuk memulai persiapan alternatif solusi

sementara nya, Varian C, pada bulan November 1991 , tapi tidak diizinkan

secara sepihak mulai Varian C pada bulan Oktober 1992 ;

Hungaria pemberitahuan penarikan dari perjanjian 1977 pada 19 Mei 1992

sebenarnya tidak mengakhiri perjanjian, dan perjanjian itu karena itu

masih berlaku dan mengikat kedua belah pihak;

Slovakia, sebagai pengganti Cekoslowakia, menjadi pihak dalam

perjanjian 1977; dan

Dalam hal Hongaria dan Slowakia tidak bisa menemukan solusi melalui

negosiasi, Hungaria diminta untuk membayar kerugian ke Slovakia.

Sementara itu, 4 bulan perundingan antara Slovakia dan Hongaria

menyebabkan perjanjian antara kedua negara tentang penghakiman

Mahkamah Internasional.. Pada Maret 1998 pemerintah Slowakia menyetujui

perjanjian ini, tetapi pemerintah Hungaria, yang seharusnya untuk

membangun Nagymaros atau cadangan Perairan Pilismarót, tertunda untuk

menyetujui perjanjian dan menyatakan kompetisi untuk proyek tersebut.

Setelah pemilihan umum di Hongaria, pemerintah baru membatalkan

kompetisi ini. Pada 1998 , setelah dua banding ke Hungaria, pemerintah

Slovakia beralih ke Mahkamah Internasional, menuntut bagian Nagymaros

dibangun. Pada 2006 , perselisihan internasional masih tidak diselesaikan.

Konsekuensi Lingkungan yang dikhawatirkan terjadi pada daerah

Sunga Danube oleh WWF yakni kualitas air sungai yang menurun dan

menyebabkan matinya hewan dan tumbuhan yang ada di dalam air serta

sekitar sungai Danube tersebut dan masalah pasokan air di Budapest.

Page 54: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

ANALISIS

Kasus ini merupakan tonggak sejarah perkembangan hukum

lingkungan internasional. Karena masalah lingkungan hidup ini tidak lagi

menjadi permasalahan dalam suatu negara itu sendiri tapi, menjadi masalah

untuk internasional, dan kasus ini dibawa ke Mahkamah Internasional. Dalam

proses penyelesaian sengketa Mahkamah Internasional bersifat pasif artinya

hanya akan bereaksi dan mengambil tindakan-tindakan bila ada pihak-pihak

berperkara mengajukan ke Mahkamah Internasional. Dengan kata lain

Mahkamah Internasional tidak dapat mengambil inisiatif terlebih dahulu untuk

memulai suatu perkara. Dalam mengajukan perkara terdapat 2 tugas

mahkamah yaitu menerima perkara yang bersifat kewenangan memberi

nasihat (advisory opinion) dan menerima perkara yang wewenangnya untuk

memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan oleh negara-negara

(contensious case). Dalam menghadapi kasus-kasus lingkungan hidup

Mahkamah juga telah membentuk Kamar Penyelesaian Sengketa Lingkungan

Hidup (Chamber of Environmnetal Disputte Settlement) pada tanggal 19 Juli

1993.

Pengadilan menyatakan bahwa baru dikembangkan norma hukum

lingkungan hidup relevan untuk pelaksanaan Perjanjian dan bahwa Pihak

dapat, dengan persetujuan, menggabungkan mereka melalui penerapan

beberapa artikel tersebut. Ditemukan bahwa Para Pihak, untuk mendamaikan

pembangunan ekonomi dengan perlindungan lingkungan, "akan terlihat lagi

pada dampaknya terhadap lingkungan pengoperasian pembangkit listrik

Gab ... íkovo. Secara khusus mereka harus menemukan solusi yang

memuaskan untuk volume air akan dilepaskan ke tempat tidur tua dari

Danube dan ke dalam tangan-sisi sungai. "

Banyak model penyelesaian sengketa internasional yang telah dikenal

baik secara teori maupun praktek. Tahun 1907 pernah ditandatangani Hague

Convention on the Pacific Settlement of International Disputes. Mengenai

Page 55: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

penyelesaian sengketa secara damai, Starke membagi menjadi 4 model

yaitu :

Arbitrasi

Penyelesaian yudisial

Perundingan, mediasi, perdamaian atau penyelidikan

Penyelesaian di bawah PBB

Mengenai cara yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa Pasal

33 (1) Piagam PBB menyatakan :

“ Pihak-pihak yang tersangkut dalam suatu pertikaian yang jika

berlangsung terus menerus mungkin membahayakan pemeliharaan

perdamaian dan keamanan internasional, pertama-tama harus mencari

penyelesaian dengan jalan perundingan, penyelidikan, dengan mediasi,

konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian menurut hukum melalui badan-badan atau

pengaturan-pengaturan regional, atau dengan cara damai lainnya yang dipilih

mereka sendiri.”

Sehingga berdasarkan pasal diatas, Perserikatan Bangsa-bangsa

menggunakan beberapa model atau cara penyelesaian sengketa yaitu :

a. Perundingan

b. Penyelidikan

c. Mediasi

d. Konsiliasi

e. Arbitrasi

f. Hukum internasional regional

g. Pengaturan badan-badan regional

h. Cara lainnya yang dipilih para pihak.

Untuk kasus yang telah dipaparkan diatas, PBB menggunakan

penyelesaian sengketa dengan melalui pengadilan. Hal ini disebabkan karena

proses pengadilan kadang-kadang memakan waktu yang lama serta biaya

yang tinggi. Penyelesaian sengketa yang diajukan ke pengadilan akan

memiliki konsekuensi yaitu keputusannya akan mengikat secara hukum bagi

para pihak yang bersengketa. Dan ICJ untuk [ertama kalinya menangani

Page 56: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

masalah lingkungan hoidup . Dalam kasus Gabcikovo-Nagymaros Project,

sengketa mengenai proyek pembangunan suatu bendungan khususnya

menyangkut soal pelaksanaan perjanjian pembangunan. Juga perlu

diperhitungkan dampak yang timbul terhadap masalah lingkungan akibat

pembangunan bendungan ini.

Kasus ini tentu bertentangan dengan deklarasi Stpckholm mengenai

konfensi lingkungan dalam penjagaan lingkungan hidup dengan aspek

pembangunan serta mengkhawatirkan sumber daya alam di dalamnya namun

demikian, seharusnya untuk penghentian kerja sama pembangunan

bendungan ini, Hungaria sepantasnya memdiskusikan hal ini dengan Slovakia

terlebih dahulu. Dan pada akhirnya, Hungaria lah yang harus mengganti rugi

penghentian bendungan ini.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Page 57: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Ketimpangan pelaksanaan hukum dapat muncul dari pihak penegaknya

sendiri sehingga terkadang tidak sedikit pula masyarakat dunia mengabaikan hal

yang cukup esensi dengan latar belakang kepentingan pihak manakah yang ingin

dicapai. Padahal perbuatan tersebut memiliki efek yang cukup besar dalam menjaga

dunia dan menghormati hak subjek hukum lainnya.

Keberadaan hukum internasional memang menjadi nyata saat terjadi

beberapa kasus yang menimpa. Maka benar bila ada pakar yang berpendapat

bahwa terkadang sesuatu yang abstrak dapat terlihat bila terjadi ‘usikan’ di

dalamnya. Eksistensi Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter menjadi harapan

bagi mereka yang teraniaya hak-haknya. Demikian pula dengan keberadaan Hukum

Lingkungan yang secara nyata menjadi isu penting yang disoroti dunia. Terkait

kelangsungan hidup baik generasi sekarang maupun yang akan datang.

4.2 Saran

Dalam pelaksanaan hukum apapun bentuknya dan sifatnya diperlukan suatu

penegakan yang konkret yang dalam pengertiannya ditujukan demi keadilan

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa maka selayaknya dimulai dengan

menjunjung tinggi moral. Dasar keberhasilan suatu hukum dimulai dari diri sendiri

yang merasa butuh untuk menghormati hak yang dimiliki orang lain dan mengerti

bagaimana kewajiban yang diembankan pada diri sendiri. sehingga saat kita

diperhadapkan dengan fakta untuk menjaga lingkungan tidak lagi saling melempar

kesalahan. Akan tetapi mulai bergerak dan meninggalkan ‘ego’ masing-masing –

tentu dalam hal ini yang dimaksud negara baik negara berkembang maupun negara

maju - untuk sama – sama memiliki visi yang ingin menjaga bumi demi generasi

mendatang.

Page 58: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Boermauna, Dr. 2008. Hukum Internasional “ Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam

Era Dinamika Global”. PT Alumni : Bandung

Page 59: Perkembangan HI (HAM, Humaniter, Dan Lingkungan)

Davidson, Scott . 1993 . Hak Asasi Manusia “Sejarah, Teori, dan Praktek dalam

Pergaulan Internasional”. PT Temprint : Jakarta

Starke, J.G. 1992 . Pengantar Hukum Internasional . Sinar Grafika : Jakarta

Web :

www.google.com

www.wikkipedia.com