hukum humaniter dan keefektifannya

21
Hukum Humaniter dan Keefektifannya Nama : Adisty Paramita 1

Upload: adisty-paramitha-albanying

Post on 04-Jul-2015

561 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Hukum Humaniter dan

Keefektifannya

Nama : Adisty ParamitaNIM : 0801509030

Prodi : H.I

1

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ..................................................................... 1

DAFTAR ISI .............................................................................. 2

BAB I : Pendahuluan.........................................................

A. Latar belakang ................................................ 3

B. Rumusan Masalah ........................................... 4

C. Batasan Masalah.............................................. 5

D. Metode Penelitian............................................. 6

BAB II : Pembahasan.........................................................

A. Hukum Humaniter ........................................... 7

B. Konflik Bersenjata Israel-Palestina................... 10

BAB III : Kesimpulan........................................................... 14

BAB IV : Penutup................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA : Daftar

Pustaka.................................................................................... 16

2

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Hukum Humaniter Internasional (Humaniterian International

Law), pada awalnya dikenal sebagai Hukum Perang (Laws of War) atau

Hukum konflik Bersenjata (laws of Armed Conflict). Sebagai usaha

dunia Internasional untuk meminimalisir dampak dari perang walaupun

sulit menghindarkan atau meniadakan perang itu.

Ada beberapa sumber hukum humaniter Internasional itu antara

lain adalah (1) Konferensi Perdamaian Pertama di DenHaag tahun 1899

dan disempurnakan di Konferensi Kedua tahun 1907 yang mengatur

tentang alat dan cara yang dapat digunakan saat berperang, (2)

Konferensi Jenewa tahun 1949 yang mengatur perlindungan terhadap

mereka, korban perang, dan (3) Protokol Tambahan tahun 1977 yang

memberikan dan menyempurnakan pengertian dari detail konferensi

Jenewa.1

Hukum Humaniter internasional yang menjunjung tinggi Hak

Asasi Manusia dan bertujuan untuk melindungi hak mereka yang

bukan merupakan angkatan perang, dan mereka yang terluka akibat

perang terkesan tumpul apabila kita lihat pada kenyataan masih

banyak terjadi pelanggaran HAM atas mereka yang berada di wilayah

sengketa. Konflik Israel-Palestina, Israel-Lebanon, Amerika Serikat-Irak,

Amerika Serikat-Vietnam.

1 Prof. KGPH. Haryomataram, Kushartoyo BS, ed., Pengantar Hukum Humaniter, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005), hlm. 45.

3

Dalam makalah ini penulis akan mencoba menganalisa tentang

keberadaan hukum humaniter dan keefektifannya di dunia

Internasional.

B. Rumusan Masalah

Menurut Mohammed Bedjaoui, hukum Humaniter internasional

tidak dimaksudkan untuk melarang perang, tetapi ditujukan untuk

memanusiawikan perang.2 Namun pada kenyataannya, praktek akan

hukum Humaniter Internasional ini jauh berbeda dengan yang telah

diteorikan.

Pada makalah akhir semester mata kuliah Hukum Internasional

ini, penulis akan mencoba menjawab beberapa pertanyaan yaitu:

1. Apakah pada prakteknya Hukum Humaniter Internasional dapat

mencegah terjadinya pelanggaran HAM pada saat perang?

2. Apakah Hukum Humaniter Internasional efektif?

2 Mohammed Bedjaoui, Modern Wars: Humaniterian Challenge. A Report for The Independent Commision on International Humaniterian Issues, Zed Books Ltd., London, 1986, hlm. 2.

4

C. Batasan Masalah

Pada makalah akhir semester mata kuliah Hukum Internasional ini

penulis hanya akan membahas tentang hukum humaniter

Internasional dan menganalisa keefektifan hukum tersebut dengan

mengacu kepada konflik-konflik yang terjadi setelah diratifikasinya

konvensi Jenewa, terutama konflik Palestina-Israel.

5

D. Metode Penelitian

Metode yang dipergunakan untuk membuat makalah akhir

semester mata kuliah Hukum Internasional ini menggunakan metode

penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah pengukuran yang

cermat terhadap fenomena sosial tertentu dimana peneliti

mengembangkan konsep dan menghimpun fakta tanpa melakukan

pengujian hipotesa.3

Metode difokuskan pada pencarian dan penelitian kepustakaan

atau library research dengan menggunakan data sekunder yaitu dari

buku-buku, teks bacaan, majalah-majalah dan jurnal-jurnal berkala

serta terbitan-terbitan lainnya dengan mencari, mengumpulkan,

menyusun dan memahami data yang ada untuk kemudian diproses

menjadi sebuah karya tulis.

3 Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survey (Ed.Rev) (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 4.

6

BAB II

Pembahasan

A. Hukum Humaniter

Setelah Perang Dunia ke-II menghasilkan kerusakan dan banyak

korban jiwa yang berjatuhan, Negara-negara yang merupakan anggota

Perserikatan Bangsa-Bangsa menganjurkan dan berinisiatif untuk

mengekang segala tindakan-tindakan kekejaman saat berperang

menggunakan hukum, dan salah satu perjanjian Internasional yang

telah dicapai adalah empat Konvensi Jenewa tahun 1949,4 beserta 2

protokol tambahannya yang mengatur sengketa atau konflik baik yang

Internasional maupun yang non-Internasional.

Dalam beberapa kepustakaan dapat ditemukan bahwa beberapa

tujuan dari Hukum Humaniter Internasional diantranya adalah:

4 Keempat Konvensi Jenewa itu adalah:i. Convention for The Amelioration of the Condition of the Wounded and Sick, in

Armed Forces in the Field, of August 12, 1949;ii. Convention for the Amelioration of the Condition of the Wounded, Sick and

Shipwricked Members of Armed Forces at Sea of August, 12, 1949;iii. Convention Relative to the Treatment of Prisoners of War of August, 12,

1949;iv. Convention Relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War of

August, 12, 1949.

7

1. Memberikan perlindungan terhadap kombatan ataupun

penduduk sipil dari penderitaan yang tidak perlu

(Unnecessary Suffering).

2. Menjamin Hak Asasi manusia yang sangat fundamental

bagi mereka yang jatuh ke tangan musuh. Kombatan yang

jatuh ke tangan musuh harus dilindungi dan dirawat serta

berhak diberlakukan sebagai tawanan perang.

3. Mencegah dilakukannya perang secara kejam tanpa

mengenal batas. Mengutamakan asas perikemanusiaan.5

Dalam Hukum Humaniter Internasional terdapat beberepa

prinsip penting, salah satu prinsip penting dalam hukum

humaniter adalah prinsip pembedaan (distinction principle).

Prinsip pembedaan ini adalah prinsip yang membedakan

antara kelompok yang dapat ikut serta secara langsung dalam

pertempuran atau peperangan (kombatan) disatu pihak, dan

kelompok yang tidak ikut serta dan harus dilindungi dalam

pertempuran (penduduk sipil).

Di samping prinsip pembedaan, dalam hukum humaniter

dikenal pula prinsip- prinsip lain, yaitu:

1. Prinsip kepentingan militer (military necessity).

Berdasarkan prinsip ini pihak yang bersengketa

dibenarkan menggunakan kekerasan untuk menundukkan

lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan perang.

Dalam prakteknya, untuk menerapkan asas kepentingan

militer dalam rangka penggunaan kekerasan terhadap

pihak lawan, suatu serangan harus memperhatikan

prinsip-prinsip berikut:

5 Frederic De Mullinen, HandBook on the Law of the War for Armed Forces, ICRC, Geneva, 1987, hlm. 2.

8

a. Prinsip proporsionalitas (proportionality principle),

yaitu: “prinsip yang diterapkan untuk membatasi

kerusakan yang disebabkan oleh operasi militer

dengan mensyaratkan bahwa akibat dari sarana

dan metode berperang yang digunakan tidak

boleh tidak proporsional (harus proporsional)

dengan keuntungan militer yang diharapkan.6

b. Prinsip pembatasan (limitation principle), yaitu

prinsip yang membatasi penggunaan alat-alat

dan cara-cara berperang yang dapat menimbulkan

akibat yang luar biasa kepada pihak musuh.

2. Prinsip Perikemanusiaan (humanity). Berdasarkan prinsip

ini maka pihak yang bersengketa diharuskan untuk

memperhatikan perikemanusiaan, di mana mereka

dilarang untuk menggunakan kekerasan yang dapat

menimbulkan luka yang berlebihan atau penderitaan

yang tidak perlu. Oleh karena itu prinsip ini sering juga

disebut dengan “unnecessary suffering principle”.

3. Prinsip Kesatriaan (chivalry). Prinsip ini mengandung

arti bahwa di dalam perang, kejujuran harus diutamakan.

Penggunaan alat-alat yang tidak terhormat, perbuatan

curang dan cara-cara yang bersifat pengkhianat dilarang.

4. Prinsip pembedaan. Berdasarkan prinsip ini pada waktu

terjadi perang/konflik bersenjata harus dilakukan

pembedaan antara penduduk sipil (“civilian”) di satu pihak

dengan “combatant” serta antara objek sipil di satu

pihak dengan objek militer di lain pihak. Berdasarkan

6 Pietro Verri, Dictionary of International Law of Armed Conflict, International

Committee of the Red Cross, Geneva, 1992, hlm. 90.

9

prinsip ini hanya kombatan dan objek militer yang boleh

terlibat dalam perang dan dijadikan sasaran. Banyak

ahli yang berpendapat bahwa prinsip pembedaan ini

adalah yang paling penting dalam prinsip-prinsip hukum

humaniter.

B. Konflik Bersenjata Israel-Palestina

Kemajuan di bidang Iptek membawa manusia kepada

penemuan alat-alat canggih termasuk dalam hal persenjataan. Dari

senjata dengan daya rusak dengan jangkauan yang kecil, hingga

senjata pemusnah massal yang mampu menghancurkan satu

negara kecil. Dalam konteks Hukum Humaniter Internasional

peperangan dapat diartikan sama dengan sengketa bersenjata di

mana ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam suatu situasi

saling bertentangan atau konfrontatif, dan masing-masing pihak

telah menggunakan kekuatan angkatan bersenjatanya.

Konflik yang terjadi antara Israel-Palestina merupakan konflik

asimetris di mana actor negara (dalam hal ini Israel) berhadapan

dengan actor non-negara (dalam hal ini Palestina) yang berbentuk

milisi pemberontak (beligerent). Berbeda dengan perang

konvensional , di mana negara berhadapan dengan negara lainnya

atau yang biasa disebut international armed conflict, kasus yang

10

terjadi di Israel-Palestina bersifat non-international armed conflict7.

Sebenarnya konflik asimetris ini terkandung dalam Protokol Tambahan

I dan II tahun 1977.

Protokol Tambahan I ini memberikan hak kepada rakyat untuk

berjuang demi hak untuk menentukan nasib sendiri dan mengatur

tentang perang melawan dominasi colonial, pendudukan asing, dan

perjuangan melawan rasisme maka dianggap setara kedudukannya

dengan international armed conflict dalam artian pihak-pihak yang

bertikai terikat dengan ketentuan hukum humaniter. Sedangkan

Protokol Tambahan II berfokus pada konflik bersenjata internal (perang

sipil dan revolusi) yang juga diatur hukum humaniter internasional.8

Berdasarkan kebutuhan atas adanya aturan-aturan yang

mengatur peperangan dan cara-caranya merupakan tujuan dari

Hukum Humaniter itu sendiri. Namun pada kenyataannya dalam kasus

Israel-Palestina ini, dapat kita lihat bahwa tentara Israel yang

melakukan serangan membabi-buta terhadap rakyat sipil palestina.

Dimanakah hukum humaniter yang mengatasnamakan HAM sebagai

tujuan utamanya?

Seperti yang telah penulis jelaskan pada paragraf-paragraf

sebelumnya bahwa dalam Hukum Humaniter Internasional bertujuan

untuk melindungi Non-kombatan atau rakyat sipil seperti wanita dan

anak-anak untuk menghindari unnecessary suffering. Israel juga

melakukan perusakan atas tempat-tempat yang dilindungi seperti

tempat peribadatan, sekolah-sekolah, rumah sakit, perumahan warga

sipil, tempat-tempat bersejarah seperti museum serta benda-benda

7 Non-international armed conflict secara umum dapat diartikan sebagai konflik antara actor negara dengan actor non-

negara, lebih lanjut baca Anthony Cullen. The Concept of Non-International Armed Conflict in International

Humanitarian Law. Cambridge University Press: 2010

8 Lisa Hajjar. "International Humanitarian Law and "Wars on Terror": A Comparative Analysis of Israeli and American

Doctrines and Policies." Journal of Palestine Studies ( University of California Press ) Vol. 36, No. 1 (2006)

11

budaya yang dilindungi dan lain-lain yang jelas jelas merupakan

kejahatan perang.

War Criminals atau kejahatan perang terdiri dari bermacam-

macam tindakan, yang antara lain adalah:9

1. Mempergunakan racun atau gas beracun dalam

peperangan yang telah dinyatakan dilarang oleh hukum

perang;

2. Membunuh para prajurit tawanan perang yang luka atau

sakit;

3. Menghancurkan bangunan-bangunan yang tidak boleh

diserang (dihancurkan) seperti rumah sakit, perumahan

warga sipil, Tempat peribadatan, sekolah, museum dan

lain sebagainya;

4. Menyerang kota-kota yang dinyatakan terbuka, yaitu yang

tidak dilengkapi alat-alat penangkis serangan bersenjata

dari pihak lawan; dan

5. Merampas kapal-kapal Laut Swasta (yang bukan

merupakan kapal perang) yang tidak dipersenjatai dan/

atau tidak boleh diserang, seperti misalnya kapal-kapal

rumah sakit yang mengangkut obat-obatan, kapal-kapal

dagang, dan lain sebagainya.

Dalam Hukum Humaniter Internasional kita mengenal prinsip

proporsional yang diterapkan untuk membatasi kerusakan yang

disebabkan oleh operasi militer dengan mensyaratkan bahwa akibat

dari sarana dan metode berperang yang digunakan tidak boleh

tidak proporsional. Serta prinsip pembatasan yang membatasi

9 Wirjono Prodjodikoro., Asas-asas Hukum Publik Internasional., Pen. PT. Pembimbing Masa, Jakarta,

1967, hal. 173

12

penggunaan alat-alat dan cara-cara berperang yang dapat

menimbulkan akibat yang luar biasa kepada pihak musuh.

Pernahkah anda membaca berita tentang penembakan yang

dilakukan oleh tentara Israel terhadap anak-anak Palestina yang

menimpukan batu kearahnya? Apakah hal tersebut proporsional?

Tentara Israel berdalih bahwa hal itu dilakukannya dalam rangka

hanya untuk pembelaan diri. Apakah penyerangan Israel yang

menggunakan beribu-ribu tentara dan persenjataan lengkap terhadap

Palestina yang tidak mempunyai persenjataan disebut sebuah

proporsionalitas? Sekali lagi dipertanyakan dimanakah hukum

humaniter Internasional? Tentu saja hal itu merupakan salah satu

bentuk pelanggaran HAM dari sekian banyak kasus pelanggaran HAM

serius yang dilakukan tentara Israel terhadap rakyat sipil Palestina.

Israel bahkan melakukan blokade atas jalur pemberian bantuan

kemanusian seperti makanan dan obat-obatan ke Palestina.

Salah satu contoh yang paling nyata adalah penggunaan bom

fosfor putih pada invasi Gaza pada tahun 2008 yang melanggar

Protokol tahun 1925 tentang penggunaan senjata yang

disempurnakan lagi dengan Konvensi Jenewa tahun 1949. Namun

dengan beralasan bahwa Israel memang tidak meratifikasi konvensi-

konvensi tentang Hukum humaniter menjadikan konflik ini

berkelanjutan dan Israel belum bisa bisa dituntut oleh lembaga

peradilan internasional dalam kasus ini.

13

BAB III

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, penulis mampu menarik

kesimpulan bahwa pada prakteknya Hukum Humaniter

Internasional belum bisa mencegah terjadinya pelanggaran Hak

Asasi Manusia karena dalam prakteknya masih banyak dan mudah

sekali ditemukan berbagai macam pelanggaran atas HAM. Dan

keberadaan Hukum Humaniter Internasional belum efektif karena

Hukum Humaniter tidak bersifat mengikat dan merupakan tindakan

sukarela apakah suatu negara ingin menaatinya atau tidak.

14

BAB IV

Penutup

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih dapat

ditemukan banyak kekurangan, maka dari itu penulis

mengharapkan saran dan kritik pembaca agar dapat dijadikan

acuan dalam penulisan makalah-makalah berikutnya.

15

Daftar Pustaka

1. Prof. KGPH. Haryomataram, Kushartoyo BS, ed., Pengantar

Hukum Humaniter, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005)

2. Mohammed Bedjaoui, Modern Wars: Humaniterian Challenge.

A Report for The Independent Commision on International

Humaniterian Issues, Zed Books Ltd., London, 1986.

3. Lisa Hajjar. "International Humanitarian Law and "Wars on

Terror": A Comparative Analysis of Israeli and American

Doctrines and Policies." Journal of Palestine Studies ( University

of California Press ) Vol. 36, No. 1 (2006)

4. Wirjono Prodjodikoro., Asas-asas Hukum Publik Internasional.,

Pen. PT. Pembimbing Masa, Jakarta, 1967.

5. Anthony Cullen. The Concept of Non-International Armed

Conflict in International Humanitarian Law. Cambridge

University Press: 2010

6. Pietro Verri, Dictionary of International Law of Armed Conflict,

16

International Committee of the Red Cross, Geneva, 1992.

7. Frederic De Mullinen, HandBook on the Law of the War for

Armed Forces, ICRC, Geneva, 1987

8. Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian

Survey (Ed.Rev) (Jakarta: LP3ES, 1989

17