perka win an usia muda menurut hukum islam (stud...
TRANSCRIPT
PERKA WIN AN USIA MUDA MENURUT HUKUM ISLAM
(STUD I KASUS DESA DANG DANG KECAMATAN CISAUK TANGERANG)
Oleh:
IMIARTI SAHARA 102043224951
PROGRAM STUD! PERBANDINGAN HUKUM
JURUSAN PERB.-\.\'DINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARl'AH DAN HUKUM
Ull'\ SYARIF HIDAYATULLAH
.JAKARTA
1-tli HI 2006 M
PERKA WINAN USIA MUDA PADA MASYARAKA T DESA
DANGDANG KECAMA TAN ClSAUK TANGERANG
· Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Hukwn Islam
Oleh:
L'\HAR'Il SAHARA
NL'\I: 102043224951
Di Bawah Bimbingan :
Pembimbing II
Z----~~-Kamarusdiana MH
:\IP.150 285 972
PROGRAllil STUDI PERBANDINGAN HUKUllil
.JURUSAN PERBA.'.'\DINGAN !\.1AZHA~ DA~ HlfKU.\f
FAKl'LTAS SYARI'AH DAN HUKU1VI
l'Il\' SYARIF HIDA YATl'LLAH
.!.\ K.-\ RT.\
1427 HI 2006 \I
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "Perkawinan Usia Muda A1enurut Hukum Islam ( studi kasus Desa Dangdang Kecamatan Cisauk Tangerang)" telah di ajukan dalam siding munaqasyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 November 2006. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh sarjana program Strata I (SI) pada jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum program studi Perbandingan Hukum.
Jakarta, 23 November 2006
l\lengesahkan Dekan,
Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM KIP. 150 210 422
Ketua_
Sekretaris
Panitin Ujian
: DR. H. Ahmad Mukri Aji, MA NIP. 150 220 544
: Muhammad Taufiqi, M.Ag NIP. 150 290 159
Pembimbing I : Yavan Sopvan, M.Ag NIP. 150 227 991
Pembimbing II Kamarusdiana, MH NIP. 150 285 972
Penguji I : Dra. Hj. Halimah Ismail NIP. 150 075 192
Pcnguji II : Sri Hidavati, M.Ag NIP. 150 282 403
~------·-·--·--· -----
( ..... , ................... )
-(/,&.?:.. ...... ) -,_~~,_Jff;. -~~
-~ ....................... )
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Ilahi Robbi, Tuhan semesta alam, yang telah
menciptakan ilmu pengetahuan kepada manusia, sehingga manusia dapat mencari dan
menemukan segala pengetahuan yang ingin ia cari. Tentunya semua itu tidak lepas dari
izin dan karunia yang diberikan oleh-Nya, sehingga penulis diberikan kesempatan untuk
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW sang pemberi syafa' at, semoga kelak kita semua
pengikutnya dapat diberikan syafa'atnya padahari kebangkitan nanti, Amiin.
Dalam penulisan skripsi ini, banyak hal yang dapat kita jadikan pelajaran dan
pengalaman yang amat berarti bagi kita. Selain untuk memenuhi persyaratan untuk
mencapai gelar Sarjana Hukum [slam pada Program Studi Perbandingan Hukum,
Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, juga
mernpakan informasi yang mungkin dibutuhkan baei petualang ilmu pengetahuan,
khususnya pengetahuan tentang Perkawinan Usia Muda.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak akan dapat
terselesaikan begitu saja tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
dengan segala kerendahan hat[ dan sebagai bentuk penghargaan kepada semua pihak
yang telah membantu, men.:iukung, dan mengarahkan dengan tulus dan ikhlas, penulis
ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Berdasarkan hal itu semua, penulis ingin menghaturkan terima kasih yang setulus-
tulusnya kepada:
L Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma SH.MA. , beserta segenap pembantu Dekan.
2. Ketua Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum UIN Syarif hidayatullah
Jakarta, Bapak DR. H. Ahmad Mukri Adji, M.A., dan Sekretaris Jurusan, Bapak
Kamarusdiana, S.Ag, M.H.
3. Bapak Yayan Sofyan M.Ag dan Bapak Kamarusdiana sebagai dosen pembimbing
skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam
penyusunan dan penulisan skripsi ini.
4. Kepala Perpustakaan Fakultas Syari'ah dan Hukum, Kepala Perpustakaan Utarna
UIN Syarif Hidayatttllah Jakarta dan Kepala Perpustakaan Umum Iman Jama
beserta karyawan-karyawannya, serta ternan-ternan yang telah rnembantu
melengkapi bahan kepustakaan penulis.
5. Kedua orang tua yang tercinta, Ayahanda, !mun Sahara dan lbrmda, Sanimah,
yang telah berjasa mengasuh, rnendidik dan tak henti-hentinya mendo'akan
anakrnu (penulis), memberikan dorongan baik moril maupun materiil, se'.lingga
penulis dapat menyelesaikan sl..-iipsi ini.
6. Kepala KUA Cisauk, Bapak H. Lukman Hakim HS.BA., beserta staf-stafnya,
serta segenap warga masyarakat Desa Dangdang yang telah membantu dan
memberikan data-data dalam penulisan skripsi ini.
7. Lurah Desa Dangdang beserta staf-stafnya yang telah membantu dan rnr,mberikan
data-data dalarn penulisan skripsi ini.
8. Bapak K.l-l Abdul Rosvid beserta kcluarga vang tdah mernbantu penu.lis dalarn
hal kesediaan memberikan ini"ormasi clan pengarahan da\am penulisan skripsi ini.
9. Kakak - kakak dan Adik - adik tersayang, Kak Aisyah, Kak Masnah, Abang
lswadi, Ipul, Pe'i, dan Hani, yang telah memberikan motivasinya kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
I 0. Teman - teman yang telah memberikan bantuan yang tak ternilai baik secara
langsung maupun tidak langsung; Nurjannah, Marli, mas bejo, Ida, Bang Oji,
Opi dan sebagainya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas amal baik mereka serta mendapat ridho di sisi-
Nya. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amiin.
Jakarta ........................... 1427 H ........................ 2006M
Penulis
DAFfARISI
Hal am an
KATA PENGANTAR ......... ···········-············--·-·-·····-··················--····-··········---······
DAFfAR ISI ····················-·················································································· II
BABl PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................... 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.................................................. 8
D. Metodelogi Penelitian dan Teknik Penulisan ··················-·······--··· 9
E. Sistematika Penulisan ····-·················-····················-·········-············ [3
BAB ll TIN.JAUAN UMUM TENTANG PERI(A \VINAN USL\ MUDA
A. Pengertian Perkawinan Usia Muda ---······-····---···--- ... ··-----·--------- !4
B. Sebab-sebab Terjadinya Perkmvinan Usia Muda ····-·····--······---···· 17
C. Dampak Dari Perkawinan Usia Muda dan Upaya Penanggulangan
Perkavvinan Usia Muda ........... -·---·······-····---·····-····--·--···-····----·····--· 27
D. Pandangan Hukum Islam Tentang Perkawinan Usia Muda -···-···- 36
BAB III ~ONDISI OBYEI\."flF \VILA YAH DESA DANG DANG
KECAMATAN CJSAUK TANGERANG
A. Kondisi ObyektifWilayah Kecamatan Cisauk Tangerang
I. Letak Geografis .....
2. Kondisi D<:mogratls ..
a_ Ju:nlah Penduduk ..
46
---- -- 46
-l 7
b. Kondisi Ekonomi ................................................................. 47
c. Tingkat Pendidikan .............................................................. 48
d. Sarana Umum .................................................................... 48
B. Kondisi ObyektifWilayah Desa Dangdang
l. Letak Geografis .......................................................................... 49
2. Kondisi Demografis ................................................................... 50
a. Jumlah Pnduduk ................................................................... 50
b. Kondisi Ekonomi ................................................................. 51
c. Tingkat Pndidikan ................................................................ 5 l
d. Sarana Um um ...................................................................... 52
BAB N PERKA \VINAN USIA MUDA PADA MASYARAKAT DESA DANG
DANG KECAl\lA TAl'J CI<;; AUK
A. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan
di Usia Muda ................................................................................. 55
B. Pemberian Izin Orang Tua Bagi Anaknya Dalam Perkawinan
di Usia Muda ................................................................................ 64
C. Analisa Tentang Perkawinan Usia Muda Pada
Masyarakat Desa Dang Dang Kecamatan Cisauk Tangerang ...... 71
BAB V PENUTlJP
A. Kesimpulan. ········ 79
£~. Saran-saran ....
DAFTAR PUSTAKA
LAMP IRAN
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah akad yang sangat knat (mitsaqan ghalidzan) yang
dilakukan secara sadar oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk
membentuk keluarga yang pelaksanaannya didasarkan pada kerelaan dan kesempatan
kedua belah pihak. Oleh karena itu, perkawinan bukanlah ibadah dalam arti
kewajiban, melainkan hanya hubungan sosial kemanusiaan semata. Perkawinan akan
bemilai ibadah, jika diniatkan untuk mencari keridhaan Allah SWT1• Perkmvinan
salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada
manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Perkawinan suatu eara vang dipilih
Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian
hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap melakukan perantaranya yang positif
dalam mewujudkan tujuan perkawinan2. Hal ini sebagaimana terca!ltum di dalam Al-
Qur'an surat Al-Hujuraat ayat 13:
1 t..1uhammad Zain dan Mukhtar Al Shodiq. Afe111hu1t~'Ull K.J/uarga flt1111a11is (('ounter Lcf!al /)rc?fl A:o111jJi/cz~-j Huk11111 lrlan1 Yang Kontro1·ersial flu}, (Jakarta, Grahacipta. 2005), cet_ ke-l, h~23
2 Say)'id Sabiq. Fikih S1mnah, ctlih Bahasa Ors. Moh Thalib. (Bandung, Al-Ma'arif !9%! cet. kc-2. h.9
2
Artinya:
"Wahai manusia, bertaqwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang re/ah me1!iadikan kamu dari satu sisi, lafu fa jadikan dari padanya jodol11~va, kemudian Dia kembang-biakkan menjadi Iaki-laki dan perempuan yang banyak sekali ". (Q.S. Al-Hujuraat: 13)
Tujuau perkawinan menurut Islam untuk membentuk suatu keluarga yang
bahagia dan ham1onis yaitu suatu keluarga yang hidup tenang, rukun dan damai, serta
diliputi oleh rasa kasih sayang untuk mendapatkan keturunan yang sah, yang akan
melanjutkan cita-cita orang tuanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah surat ar-Rmn
ayat 21:
} "' ,. J 0 ,..-~- ~- - ~' -~J 0 -:>...,;,., • , \ I . -("-' -- '-' . ../ -- -
' - -01 ..;G'1 '.,..-. - ...... .../
Artinya:
'Dan di antara tanda kebesaran Allah adalah Dia menciptakan pasanganpasangan untukmu dari dirimu supaya kamu hidup tenang dan Dia men/adikan antara kamu kecintaan dan kesantunan ". (Q.S. ar-Rum: 21)
Kecintaan manusia terhadap lawan jenisnya adalah salah satu bukti kekuasaan
Allah, sekaligus menunjukkan keesaan-Nya dalam wujud-Nya. Di da!am perkawinan
itu Allah memberi tiga anugerah kepada manusia; pertama, \vanita atau istri adalah
manusia yang mulia yang diciptakan oleh Allah dari tanah sebagaimana laKi lab.
Anugerah perkawinan ycng kedua ialah ketentraman jiwa yang dirasakan seorang
3
laki-laki ketika didampingi seorang istri yang mulia dalam naungan rumah tangga
yang bahagia. Anugerah perkawinan yang ketiga ialah ikatan cinta kasih suami istri.3
Keluarga yang dibentuk melalui perkawinan adalah unit yang terkecil dan
fundementalis bagi pembinaan masyarakat. Berhubungan dengan akibat yang sangat
penting inilah dari kehidupan bersama, maka masyarakat membutuhkan suatu
peraturan dari hidup bersama ini yaitu mengenai syarat-syarat untuk peresmian,
pelaksanaan dan terhentinya hidup bersama itu. 4
Mengingat tujuan perkawinan yang sangat luliur itu, sebagaimana yang
disyaratkan oleh Allah dalam ayat itu, dan mengingat pula hikmah dan tujuan lain
perkawinan, antara lain ialah untuk memenuhi fitrah manusia dengan cara yang halal,
sehat dan terhormat, untuk memenuhi seksual instingnya, yang tidak mungkin
dibunuh atau dilenyapkan dengan cara apa pun, untuk mcnjaga kelangsungan dan
kemurnian nasabnya, dan sekaligus untuk menghindari perbuatan zina yang dapat
merusak kesehatan dan dapat mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat5.
Perkawinan merupakan suatu hal yang dilakukan d~ngan serius yang
mengakibatkan seseorang akan terikat seumur hidup dengan pasangannya. Oleh
karena itu, perkawinan membutuhka:: persiapan yang rnatang, yaitu kematangan fisik
.serta kedewasaan mental. Pada dasarnya kematangan jiwa sangat besar artinya untuk
·' Muham1nad Ali As Shabuni. f 1er11ikaha11 I>tni Yan~.;; lslan1i, Penerjemah: /\;1ashuri lkhwani, (Jakarta, Pustaka Amani, 1996). cet ke-l, h.2
'1 Wirjono Prodjodikoro, Ff11k11111 f)erkm1·i11a11 di Indonesia, (Bandung. \ .. orkik Van lloeve, 1959), h.7
'MasjJi1k 7uhdi, S111di ls/am: Muama/a/J. (Jakarta, PT RajaGrnfindo. 1993). cet. ke-2. Jilid Ill. h 16
4
memasuki gerbang rumah tangga. Perkawinan pada usia muda di mana seseorang
belum siap mental maupun fisik., sering menimbulkan masalah di belakang hari,
bahkan tidak sedikit berantakan di tengah jalan6 Para psikolog mengkhawatirkan
perkawinan di usia muda akan menemui kegagalan karena sangat tergantung pada
keadaan jiwa seseorang. Hal itu juga dikuatkan oleh pendapat para dokter, bahwa
sebelum melangsungkan perkawinan hendaknya calon suami istri benar-benar
berpikir secara matang terutama kesiapan jasmaninya. Dari sini dapat diketahui
bahwa perkawinan di usia mi;da punya resiko tinggi, apalagi kalau sampai menemui
kegagalan dan kehancuran dalam meniti kehidupan rumah tang,,oa7. Akan tetapi
sungguh sangat disayangkan kebanyakan orang tidak memperhatikan hal ini, bahkan
ada sebagian orang yang dipaksakan menikah pada usia muda karena dorongan tradisi
atau kebiasaan masyarakat yang telah mengakar dalam kehidupannya, dan ada pula
karena terbentur faktor ekonomi.
Undang-undang No. J Tahun 1974 tentang perkawinan mengatur batas umur
seorang laki-laki maupun wanita yang akan melangsungkan perkawinan. Di dalam
pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa "Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun·'. Adanya
batasan minimal usia perkawinan bagi calon suami tersebut adalah karena keluarga
J) A. Zuhdi J\fuhdlor, AfeJT1a11a111i Hukurn l'erkm1·111an (1\rika/J, JlJ/ak. C'erai dan J\u}11k.1. (Bandung, Al-Bay•n. l 995 ), eel ke-2, h. l 8
7 Syaikh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al Musnad Khalid bin Ali Al-Anbari. Perkawinan dan Masa/ahnya, Penerjemah DRS Musifin As'ad dkk, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar. 1995). cet. ke~. h. 30
5
menuntut adanya peran dan tanggtmg jawab yang besar antara lali-Jaki dan
perempuan, sehingga usia tersebut dipandang matang untuk menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya sebagai seorang suami dalam keluarga, baik secara psikologis
maupun biologis untuk mengemban fungsi-fungsinya. Sedangkan adanya batasan
minimal usia perkawinan bagi calon isteri adalah karena kawin pada usia muda bagi
wanita rentan menimbulkan berbagai resiko, baik bersifat biologis seperti kerusakan
organ-organ reproduksi kehamilan dan resiko psikologis berupa ketida1'1mmpuan
mengemban tugas-tugas rumah tangga dengan baik.
Di samping itu perkawinan di usia muda juga mempunyai hubungan dengan
masalah kependudukan.Ternyata bahwa batas umur yang lebih muda bagi seorang
wanita untuk menikah, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan batas umur yang Iebih dewasa. Berhubungan dengan itu maka
Undang-undang Perkawinan menentukan batas umur untuk menikah baik bai,>i
seorang laki-laki maupun wanita.
Berangkat dari kondisi masyarakat yang. d;!mikian, . banyak dijumpai
perkawinan yang tidak bahagia clikalangan pasanga.n muda tersebut dan tingginya
angka perceraian, khususnya di daerah pedesaan, Gadis-gadis desa yang sederhana
banyak yang kawin dalam usia muda dan kadang-kadang bagi mereka kawin cerai
berkali-kali tidak menjadi soal, hingga dalam usia 25 tahun banyak di antara mereka
yang sudah dua atau tiga kali menikah8. Selain itu sering dijumpai kelahiran
8 Dadang l":Ia•vari dkk, 1~ersia/Jt111 Ale111y11 J>er/an1·ina11 Jl1n~({ Lestari, (Jakarta, Pustaka .~\ntara. 1996).h.9
6
abnormal, seperti bayi lahir cacat atau meninggal dan ibu sakit bahkan juga
meninggal akibat kehamilan terjadi pada wanita yang masih remaja.
Kompleksitas masalah dalam perkawinan yang terjadi pada masa kini banyak
menyentak perhatian dari berbagai kalangan. lmplikasi-implikasi dari persoalan
dalam perkawinan bukan hanya tidak tercapainya tujuan perkawinan tetapi sudah
mencapai pada kondisi yang sangat memprihatinkan seperti banyaknya kasus
perceraian. Kenyataan ini seharusnya dapat dijadikan sebagai masukau berharga yang
dapat menggugah kesadaran semua pihak. Oleh karenanya kematangan .fisik dan
kedewasaan jiwa dipandang perlu, karena diharapkan buah dari perkawinan
menghasilakan keturunan atau generasi yang sehat lahir dan batin untuk
memperkokoh pertumbuhan bangsa di masa mendatang.
Islam tidak mengenal batas usia untuk menikah. Hal -ini dimaksudkan untuk
menekan rasio nafsu sahwat serendah mungkin serta meninggikan nilai keperawanan
dan kemurnian seksual. Akan tetapi akad perkawinan yang sebenamya haruslah
ditunda sampai kedua belah pihak ( calon suami istri) betul-betul m.emasuki usia yang
siap mengikat hubungan perkawinan. 9
Menurut Abdullah al-Maraghi, pengarang kitab al-Zawaj al-Tha/aq Ji Jami 'ii
.Adyan, pada umumnya seorang pria yang mencapai usia 18 tahun dan seorang wanita
yang mencapai umur 16 tahun baru mericapai kematangan fisik., psik1s, dan mental.
Ali Akbar juga menegaskan bahwa umur yang baik untuk mulai menikah ialah 18
9 Han1n1udah Abd. A1 · Ati, f{eluarga .~1us/iJn 0·11e fOJJ1i~r S'truclure in [,·/0111), .J\.Jih Bahasa: Anshan Thayib, (Surabaya. PT. Bina llmu. 1984). cet. ke-1. h. 96-97
7
sampai dengan 20 tahun bagi \vanita dan 25 tahun ke atas bagi laki-laki. 10
Kematangan usia tersebut idealnya berupa hasil akumulasi kesiapan fisik, ekonomi,
sosial, mental dan kejiwaan, agan1a dan budaya. Perkawinan membutuhkan
kematangan yang bukan sekedar bersifat biologis, tetapi juga kematangan psikologis
dan sosial 11•
Mengenai masalah perkawinan di usia muda, penulis mengambil cuplikan dari
beberapa kasus yang terjadi di Desa Dangdang. Desa Da:igdang adalah salah satu
desa yang berada di wilayah Kecan1atan Cisauk Tangerang yang mayoritas penduduk
aslinya beragama Islam.
Dari berbagai informasi secara formal maupun informal, bahwa di daerah
Kecamatan Cisauk, Khususnya Desa Dangdang banyak terjadi perkawinan di usia
muda. Hal ini bisa terlaksana dengan berbagai alasan yang bersifat subyektif dan
kondisional. Alasan yang bersifat subye1.1:if seperti karena si perempuan itu takut
kalau nanti ia dibilang perawan tua. Sedangkan alasan yang bersifat kondisional ialah
karena fak'tor pendidikan dan desakan ekonomi, selain itu karena _kawin di usir: muda
memang sudah menjadi tradisi atau kebiasaan di Desa Dangdang kh;;susnya untuk
anak perempuan. Oleh karena itu dalam kesempatan penulisan skripsi ini, penulis
. mencoba meneliti lebih jauh untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya
perkm\~nan di usia muda serta resiko yang mengancam eksisitensi dan keutuhim
10 Masjfuk Zuhdi, Studi Islam: Muamalah, Op.Cit., h. 31 11 ~1uhan1n1ad Zain dan Muhl'1.ar A.I Shodiq, 1\.fe11rl1<.Tl1,'5U1l Keluarga Htunanis ((~ounter Legal
f)rafl Ko1ur1i!asi lluk11111 Jshnu Yng Kontrovt!1:,-ial !tu), Op.Cit, h. 33
8
rwnah tangga tersebut, sehingga dapat diketahui dengan jelas benang merah antara
perkawian tersebut dan dampaknya terhadap keutuhan rumah tangga.
Lebih dari itu, penuJis juga mencoba untuk mengetahui upaya
penanggulangan perkawinan di usia muda. Kemudian penulis juga mencoba untuk
mengetahui berapa batasan usia yang baik untuk menikah.
Berangkat dari Iatar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan
penulisan skripsi dengan judul: Perkawinan lf.5ia Muda Menurut Hukum l5/am (Studi
Kasus Desa Dangdang Kecamatm1 Cisauk Tangerang).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini terbatas hanya pada faktor-faktor utama yang
menyebabkan terjadinya perkawinan di usia muda, khususnya yang dilakukan u1eh
anak perempuan saja.
Adapun pokok masalah yang akan dibahas dalam skripsi 1m, dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa fak"tor-faktor penyebab terjadinya perkawfoan di usia ~uda?
2. Apa saja dampak perkawinan di usia rr.uda?
3. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang perkawinan usia muda di Desa
Dangdang?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
I. Tujuan yang ingin dicapai dalam peneiitian ini adalah:
9
a. Untuk mengetahui faktor-fak-tor penyebab terjadinya perkawinan di usia
muda
b. Untuk mengetahui dampak perkawinan di usia muda
c. Untuk mengetahui pandangan hukum Islan1 tentang perkawinan usia muda
di Desa Dangdang
2. Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah diharapkan dapat berguna
dalam memberikan sumbangan yang berharga bagi khaz.anah ilmu
pengetahuan, yaitu sebagai berikut:
a. Bagi Penulis sendiri, dapat menambah pengetahuan yang berharga
mengenai dampak-dampak yang ditimbuikan dari perkawinan usia muda
dan upaya penanggulangannya
b. Sebagai bahan bacaan tambahan di kalangan akademis dan sumber
referensi untuk mendalami pengetahuan mengenai masalah-masalah
dalam perkawinan.
D. 1\/fetodologi Penelitian
I. Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang ditempuh penulis dalam menyusun skripsi
mi adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif Metode kualitatif
adalah suatu tata earn penelitian yang menghasilkan data deskripti[ yaitu apa
yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga prilakunya
10
yang nyata. Kemudian metode kualitatif digunakan untuk mengutamakan segi
kualitas data.
2. Lokasi Penelitian dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Dangdang. Desa Dangdang adalah
salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Cisauk. Di mana mayoritas
penduduknya beragama Islam.
Adapun alasan peneliti melakukan penelitian di desa Dangdang adalah
karena desa tersebut merupakan salah satu desa diantara 11 (sebelas) desa
lainnya yang ada di Kecamatan Cisauk yang tingkat perkawinan usia
mudanya relatiftinggi. Selain itujuga karena desa Dangdang merupakan desa
yang letaknya terpencil atau jauh dmi kota dibandingkan dengan desa yang
lainnya.
Selain penentuan lokasi, peneliti juga menentukan subyek penelitian.
Dalam hal menentukan subyek penelitian ini ditunjuk beberapa infom1an dan
beberepa responden untuk mendapatkan data ·atau keteran~an yang betul-betul
re!evan dengan masalah yang diangkat dahm penelitian ini.
Adapun para informan tersebut adalah kepala KUA Cisauk dan ketua
RT setempat maupun tokoh masyarakat yang ada di desa tersebut.
Sedangkan yang menjadi responden adalah para istri yang melakukan
perkawinan di usia muda.
Selain itu pengumpulan data primer dari informan peneliti lakukan
dengan melakukan pendekatan Snowball, yaitu suatu proses menyebarnya
l l
infom1an yang seibarat bola salju, yang pada mulanya kecil kemudian
semakin membesar ( Sanapiah l 990 ). Dalam konteks ini peneliti setelah
mendapatkan informasi dari informan tersebut, kemudian menanyakan
kepada informan yang bersangkutan untuk memberikan ganbaran kepada
siapa Jagi informan yang dapat peneliti mintai data yang berkaitan dengan
penelitian ini, demikian seterusnya ke infonnan Jainnya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalani penelitian ini teknik pengumpulan datanya adalah sebagai
berikut:
a. Wawancara mendalam, yaitu metode pengumpulan data dengan jalan
memberikan pertanyaan-per<anyaan yang berhubungan dengan masalah
yang diteliti. Adapun jenis wawancara yang peneliti lakukan adalah
wawancara terbuka, yaitu peneliti memberikan kebebasan diri kepada
responden untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dan mendorongnya
untuk berbicara secara luas dan mendalam. Wawancara tersebut
dilakukan kepada para informa11 maupun responden guna mendapatkan
data atau keterangan yang diharapkan sebagai data primer. Selain itu,
wawancara dilakukan dengan tidak berstruktur dan tidak terlalu fonnal
karena untuk menghindari kekakuan antara peneliti dengan pihak
responden dengan wawancara bersifat pribadi.
b. Pengamatan langsung. yaitu pengamatan yang bertujuan untuk manelaah
sebanyak mungkin proses sosial dan prilaku dalam masyarakat. Selain
12
itu, secara Jangsung ak:an dapat memperoleh data yang dikehendald pada
. . I" saat itu Juga. -
Untuk penyempumaan data dari hasil penelitian ini khususnya data
lapangan dilakukan pula penelitian pustaka sebagai data sekunder, seperti
buku-buku yang menyangkut tentang perkawinan, peraturan perundang-
undangan dalam ha! ini Undang-undang Perkawinan No. I Tahun 1974, serta
bahan-bahan pustaka lainnya yang berkaitan erat dengan masalah yang sedang
penulis teliti.
4. Analisa Data
Setelah data terkumpul kemudian penulis menganalisanya dengan
menggunakan metode content analisys (analisis isi). Dalam penelitian
kualitatif, penggunaan analisis isi lebih banyak ditekankan pada bagaimana
simbol-simbol yang ada pada komunikasi itu terbaca dalam interaksi sosial,
dan bagaimana simbol-simbol itu terbaca dan dianalisis oleh penelitiB
Sedangkan dalam penulisan, penulis ditlam menyl!Sun skripsi im
menggunakan huku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan DiseHasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
12 Soerjono Soekanto .. l)enganu1r l)e11ehtia11 f/11k11n1, (Jakarta~ Penerbit Universitas Indonesia, 1986), h. o7
JJ Burhan Bungin~ Afet{)(,fologi J>eueli1ia11 K11a/i1a1{f· A1auu/isasi Alet0tfo/of.iis ke Aarah I<a,t;an1 I ·arian Ko11te111r1otf!r. (Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. 2004). cet Ke-3. h. l 76
13
E. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, dan disusun dengan sistematika sebagai
berikut:
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah., pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan dan kegunan penelitian, metodologi penelitian dan
teknik penulisaan, serta sistematika penulisan.
BAB II: Dalam bab ini dibahas mengenai pengertian perkawinan usia muda,
sebab-sebab terjadinya perkawinan usia muda, dampak dan upaya penanggulangan
perkawinan usia muda, pandangan hukum Islam tentang perkawinan usia muda
BAB III : Dalam bab ini diperkenalkan kondisi obyektif wilayah Kecamatan
Cisauk yang meliputi letak geografis dan kondisi demografis, yang terd1ri darijumlah
penduduk, kondisi ekonorni, tingkat pendidikan, dan sarana urnum. Dan juga tentang
kondisi obyektif wilayah Desa Dangdang yang rneliputi letak geografis dan kondisi
demoi,>rafis, yang terdiri dari jumlah penduduk, kondisi ekonomi, tingkat pendidikan,
dan sarana umurn.
BAB IV : Dalam bab ini dibahas tentang perkawinan usia muda pada
rnasyarakat Desa Dangdang Kecamatan Cisauk, yang meliputi faktor-faktor penyebab
terjadinya perkawinan di usia muda, pemberian izin orang tua bagi anaknya dalam
perka1vinan di usii: muda, dampak terjadinya perkawinan di usia muda dan analisa
tentang perkawinan usia muda pada masyarakat Desa Dangdang Kecarnatan Cisauk.
BAB V: Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.
BABU
TINJAUAN UMUM TENT ANG PERKA \VINAN USIA MUDA
A. Pengertian Perkawinan Usia Muda
Perkawinan usia muda terdiri dari dua kata yaitu perkawinan dan usia
muda. Pernikahan berasal dari bahasa arab yaitu ti.s,u1 artinya menghimpun dan
mengumpul. Dalam pengertian fiqh nikah adalah akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan suami isteri dengan lafal nikah atau kawin atau
yang sesuai dengan itu. 1
Nikah adalah salah satu asa pokok hidup yang paling utama dalam
pergaulan atau t!;_itG IS~ masyarakat yang sempuma. Pernikahan itu bukan saja
merupakan suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga
dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu
perkenalan antara suatu kaum dengan !mum lain.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nil:a!i &dalafi suatu perjanjian
antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami isteri (secara resmi), dan jika
perkawinan tidak dihadiri oleh saksi maka perkawinan (hidup sebagai suami
isteri) itu tidak sah. 2
1 Ei1siklopec/i fs/a111../, (Jakarta: Ichtiar Banr Van Hove, 1994), Cet.ke-3, h. 32
2 Departe111en i"'en<lidika1~ dan Kebudayaan, Kan111s Besar /Jahasa fntio11esia, (Jakarta: BaJaj Pustaka. 1989), Cet.ke-2, h 614
15
Menurut Sulaiman Rasjid di dalam bukunya yang berjudul "fiqh Islam",
mengartikan nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam
pergaulan atau masyarakat 3
Sedangkan dalam kitab Al-Fiqh al-Jslami Wa 'adillatuh karangan Wahbah
az-Zuhaily, menyebutkan bahwa definisi nikah menu rut bahasa adalah
berkumpul, sedangkan menurut hukum syara' definisi nikah adalah suatu akad
perkawinan, dan perkawinan menurut istilah yaitu suatu akad yang mengandung
maJ..'Ila untuk diperbolehkannya bersenang-senang antara seorang Jaki-laki dengan
seorang perempuan.4
Di dalam pasal I Undang-undang Perkawinan Tahun 1974, perkawinan
adalah ikatan Jahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri.dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 5
Dengan perkataan ikatan lahir batin itu dimaksudkan bahwa baik suami
isteri tidak boleh semata-mata !Janya berupa ikatan lahiria1! saja dalam makna
3eorang pria dan wanita l<idup bersama sebagai suami isteri dalam ikatan formal,
tetapi juga kedua-duanya harus membina ikatan batin. Dari uraian tersebut bahwa
perkawinan menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 ini tidak
3 Sulaiman Rasjid, Fiqh hlam, (Jakarta: Attariyah. 1996), h. 355
'Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-fslami Wa'ad1/la111/1t1h. (Beinit. Dar al-Fikr, 1989), Cet.ke-3, Juz Vll, h.29
5 Pasa1 1 lJndang-undang Pcrka\vinan No_ 1 l"ahun I 974
16
semata-mata hubungan hukum saja antara seorang pria dengan seorang \vanita,
tetapi juga mengandung aspek-aspek lainya, yaitu agama, biologis, sosial, dan
juga adat istiadat. 6
Sedangkan yang dimaksud perkawinan usia muda adalah perkawinan yang
dilangsungkan oleh satu calon mempelai atau keduanya belum memenuhi syarat
umur yang ditentukan dalam Undang-undang Perkawinan No.l Tahun 1974
terutama pasal 7 ayat (I): "Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun".
Apabila dihubungkan antara pasal l ayat ( l) Undang-undang Perkawinan
No. l Tahun 1974 dengan pasal 7 ayat (I), maka pengertian tersebut mengandung
beberapa unsur:
L. Perkawinan merupakan ikatan antara seorang pria dengan seorang wanita
2. Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin
3. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (mmah tan&,oa) yang kekal
dan bahagia
4. Perkawinan itu d;,pat dilangsungkan setelah berusia 16 tahun bagi calon
mempelai wanita dan 19 tahun bagi calon mempelai pria.
5. Dispensasi kawin dari pengadilan
Dari unsur di atas dapat diambil pengertian bahwa perka\vinan di usia
muda adalah perkawinan yang dilangsungkan oleh salah satu pihak atau kedua
(, rvf. Daud Ali, H11k11n1 Jslarn dan J-'eradilm1 .4ga111a, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), Cet.ke-2, h. 27
l7
calon mempelai yang belum mencapai wnur 16 tahun bagi calon mempelai
wanita dan bagi calon mempelai pria belum mencapai umur 19 tahun.
Yang dimaksud dispensasi kawin di sini adalah suatu penetapan dari
Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri
selain yang beragama Islam.
B. Sebab-sebab Terjadinya Perkawinan Usia Muda
Perkawinan disyariatkan sebagai ibadah kepada Allah dan mengikuti
sunnah rasul, untuk membangun rumah tangga atau keluarga bahagia dan kekal
dengan jalinan mawaddah dan rahmah, menuju keluarga sakinah guna
melahirkan generasi manusia yang baik dan berkualitas.
U ntuk mencapai tujuan lersebut diperlukan persyaratan-persyaratan
tertentu dan kesiapan yang cukup bagi kedua calon mempelai seperti kedewasaan
fisik dan mental, kesamaan pandangan hidup dan agama serta berbagai aspek lain
seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.
Adapun tujuan pembatasan umur yang teicantum dalai_n Undang-undang
dalan1 hal melangsungkan perkaw1nan sangatlah penting. Karena suatu
perkawinan di samping menghendaki kematangan biologis juga ps:kologis. Maka
dalam Penjelasan Umum Undang-undang Perka\\~nan No I Tahun 1974
dinyatakan, bahwa calon suami isteri itu hams telah masak jiwa raganya untuk
dapat melangsungkan perka\~nan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan
secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik
l8
dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami isteri
yang masih di bawah umur. Di samping itu, perkawinan mempunyai hubungan
masalah kependudukan. Ternyata bahwa batas umur yang lebih rendah bagi
seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan batas nmur yang lebih tinggi. Selain itn pembatasan umur
ini penting pula artinya untuk mencegah prak1:ek kawin yang "terlampau muda",
seperti banyak terjadi di desa-desa yang mempunyai berbagai akibat yang negatif
Lebih dari itu, adanya pembatasan umur bertujuan demi untuk menjaga
kesehatan, keturunan maupun kemantapan dalam mengarungi rumah tangga kelak
di kemudian hari. Berhubungan dengan itu, maka Undang-undang Perkawinan
menentnkan batas umur untuk kawin baik bagi pria maupun wanita
Pasal 7 ayat (I) Undang-undang Perkawinan menetapkan pria harus sudah
mencapai umur 19 ( sembilan be las) talmn dan wanita harus sud ah mencapai umur
6 (enam belas) tahun, barn diizinkan untuk melangsungkan perkawinan. Apabila
belnm mencapai umur tersebut, untuk melangsungkan perk~winan diperlukan
suatu dispensasi dari Pengadilw atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang
tna pihak pria maupun pihak wanita. 7 Dan jika salah satt: dari calon mempelai
atau keduanya belum mencapai umur 21 tahun, maka harus mendapat izin dari
kedua orang tua sabagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 2,3,4 dan 5 Undang
undang Perkm\~nan No.] Tahun J 974.
7 K. \Vantjik Saleh. fl11la1111 11erka11·n1a11 J1u/011esia, (Jakarta: Ghalia Indonesia. l (JJS7). C et ke-8, h. 26
19
Pada intinya agama mengajarkan kepada manusia untuk segera menikah
apabila telah sanggup melaksanakannya. Untuk masyarakat perkotaan, batasan
menikah jadi lebih ketat karena harus didukung oleh beberapa faktor kesiapan
mental dan material. Akan tetapi tidak berarti menutup kemungkinan bagi yang
telah membutuhkan pernikahan, maka tidak dilarang untuk melangsungkan
pernikahan tersebut walaupun kesiapannya belum memadai. Masyarakat pedesaan
misalnya, langsung segera menikahkan putra-putrinya bila anak-anak mereka
telah baligh atau dewasa sec.ara lahiriyah. Dapat pula dimaklumi bahwa anak
anak muda cenderung emosional karena secara psikologis, mental spritualnya
belum stabil dan banyak mengalami perselisihan dalarn rumah tangga hanya
1'arena ha! "sepele".
Perkawinan usia muda yang terjadi di desa-desa yang hampir rata-rata
penduduknya berpendidikan rendah, umumnya dilatar belakangi oleh
ketidakmauan si gadis disebut sebagai perawan tua di desanya, keinginan dari
orang tua si gadis supaya terlepas dari tanggung jawabnya j!ka anala1ya sudah
menikah, adanya prinsip tabu yaitu apabila menentang kehendak orang tua maka
ia disebut sebagai anak durhaka, kemudian perkawinan usia rr.uda bisa terjadi
karena tidak adanya wewenang bagi anak laki-laki maupun anak perempuan
unrnk menentukan pilihannya daJarn mencari jodoh, karena jodoh ditentukan oleh
orang tua.
20
Dalam Al Qur'an disebutkan bahwa manusia diciptakan berpasang-
pasangan. Hal yang menjad.i pennasalahan adalah pada usia berapa dan
bagaimana seseorang dipandang layak untuk menikah.
Dewasa ini perkawinan muda masih banyak terjadi. Malahan yang lebih
tragis banyak terjadi pemalsuan umur, yaitu anak gadis yang barn bernsia 14
(empat belas) atau 15 (lima belas) tahun diakui sudah berumur 16 (enam belas)
tahun, atau anak laki-laki yang berusia l7 (tujuh belas) atau 18 (delapan belas)
tahun diakui sudah 19 (sembilan belas) tahun, ha! ini d.ilakukan supaya lolos
sensor untuk kawin. 8
Perkawinan usia muda tidak hanya terjadi di desa-desa tetapi juga di kola-
kota dengan sebab yang sama. Terlebih lagi di kota-kota besar dewasa ini sering
terjadi perkawinan di bawah umur karena sebab kecelakaan atau si gad is dilarikan
pacamya I sudah hamil. Jadi perkawinan hanya sebagai usaha untuk menutup rasa
malu. Kehidupan di kota-kota yang penuh oleh tantangan dan aneka macam
kemesuman karena ekses-ekses pergaulan.9 Menurut Ma'sum Jauhari bahwa jika
seseorang belum mencapai minimal untuk menikah, sebaiknya pernikahan itu
ditunda terlebih dahulu sampai unmr itu mencapai batas miaimal. 10
~ Aisyah Dahlan, /)ersiGj}(JJJ Jfe111~j11 Perkau'illGJI Jang IA!Slari, (Jakarta: PT. Pustaka r\n- tara, 1996). Cet.ke-4. h. 42
';J /hid.
10 Ma'sun1 Jauhari, .. Bunhingan J>erkau·inan d<1n I<1unah J'angga ", (Jakarta. VC. Aji Saktl_ 1993). Cetke-4. h. 9
21
Akan tetapi jika seandainya tidak dapat ditunda sampai mencapai wnur,
maka melalui orang tua memohon dispensasi ke Pengadilan A1,>ama/Negeri l
daerah di mana pemikahan itu dilaksanakan.
Tujuan mendirikan rumah tangga yang kekal dan harmonis yang diikat
oleh tali pemikahan merupakan hal yang suci. Namun demikian, tidak jarang
terjadi bahwa tujuan yang mulia tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Apabila suami isteri atau salah seorang dari mereka belum memiliki kedewasaa~
baik fisik maupun rohani, maka pembinaan rumah tangga itu akan menjadi sulit.
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono, orang muda yang akan menempuh kehidupan
rumah tangga hanya dapat mengartikan cinta sebagai suatu keindahan dan
romantisme belaka. Mereka barn memilild cinta emosi, karena belum diikat oleh
. b JJ rasa tanggung Jawa yang sempuma.
Menurut agama Islam, suatu tindakan dan perilaku harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada AJlah dan masyarakat, termasuk dalam
pembinaan kehidupan rumah tangga. Perilaku yang bertanggung jawab
merupakan salah satu indikasi kedewasaatL Dimana orang yang sudah dewasa,
fisik dan mental, belum tentu bisa membina dan mendirikan rumah tangga secara
sempurna, apalagi orang muda yang belwn dewasa. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa masalah kedewasaan merupakan persoalan penting yang mempunyru
pengaruh tidak kecii terhadap keberhasilan rumah tangga. 12
11 Helmi Karinl. "Kedeli·osa£1n lh1111k A.fenikah", Probien1atika Hukun1 lslan1 Kontemporer, (Jakar<q: Pustaka Firdaus). Cetlce-l. h. 60
12 lbia'.
22
Di samping itu sahnya perkawinan adalah harus memenuhi ketentuan-
ketentuan agama dan para pihak yang akan me.langsungkan perkawinan itu harus
memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam Undang-undang Perkawinan
b . I 13 eserta peilJe asannya. ·
Selanjutnya tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan ini merupakan suatu keharusan
dan diperlukan untuk mendapatkan kepastian hukum. Artinya pencatatan itu
merupakan bukti tertulis bahwa pasangan itu tel ah menikah dengan sah.
Adapun syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan di usia muda
adalah sama dengan perkawinan orang yang telah mencapai umur dewasa. Akan
tetapi dalam hal ini ada penambahan berupa penetapan dispensasi kaw:i;i dari
pengadilan.
Apabila dibandingkan dengan perkawinan-perkawinan di negara-negara
lain, maka di Indonesia secara mnum dapat dikatakan rnempunyai pola
perkawinan muda. Di mana umur perkawinan lebih muda banyak terdapat di
daerah pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan. 14
Di mana gadis-gadis desa yang sederhana banyak yang kawin dalam usia
muda, dan kadang-kadang bagi mereka kawin cerai berkali-kali tidak menjadi
soal ;,ingga dalaT1J usia 25 tahun banyak diantara mereka yang sudah dua atau tiga
kali menikah.
13 Bakti A. Rahn1at1 dan Alunad Sukarja, Hukunt }'erkaH·'iJKn1 .A4enurut Huk1an .lskuu. (!ndangu11Jang }'erkmvinan dc111 Huk11111 J>ercla/a (Bff'j, (Jakarta: PT. HJdya Karya Agung., 198 I), h. 31
' ( l\ani Stnvondo, Hukurn }Jerkml'inan clan Ker>e11d11d11kcrn di Jnclonesia, (Bandung: PT Bina Cipta, 1989), Cctke-1. h.1 OS
23
Kenyataan dewasa ini menunjukkan begitu banyak pasangan usia muda
yang menjalani pernikahan, tidak terkecuali pada penduduk kota apalagi
masyarakat pedesaan. Pemikahan yang berlangsung pada usia muda banyak
membawa dampak positifmaupun negatif.
Sebab-sebab terjadinya perkawinan usia muda itu antara lain masih
kuatnya adat istiadat kawin muda, pendapat orang tua yang ingin anak
perempuannya cepat kawin supaya terlepas dari tanggungannya. 15
Dalam kenyataa;mya mengenai adat kebiasaan kawin muda ini, menurut
Sulasikin Murpratomo bahwa adanya kebiasaan kawin muda tersebut disebabkan
karena sistem nilai dan adat yang masih dipegang penduduk daerah itu. Orang tua
merasa malujika anak perempuannya menjadi "perawan tua".
Di samping itu perkawinan usia muda banyak dilakukan karena.
kekhawatiran orang tua akan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti
kehamilan di luar nikah. 16
Masyarakat yang menganut adat perkawinan usia _muda, mempunya1
prinsip lebih baik kawin hari ini walau hari esok cerai ketimbang disebut sebagai
per::wan tua. Adat dan kebiasaan seperti ini masih dapat dijumpai di daerah
pedesaan yang tingkat pendidikannya rendah. Dalam masyarakat ini biasanya
keberadaan anak didikte oleh orang tuanya dalam memilih suami atau isterinya,
"Ibid
11) Sulasikjn .~lurpraro1110, -sebab-sebab Perkav,,inan Lfsia ~1uda", 1\'1i111har l.rlc11na X\1
, 156. (Januari. I 991). h 8
24
terutama anak perempuan. Hal ini didorong pula oleh kondisi masyarakat yang
memegang prinsip tabu menentang kehendak orang tua, atau kerabat yang lebih
tua adalah durhaka, dan sebagainya. 17
Dalam hal pendidikan, bagi masyarakat pedesaan ha! itu sangatlah sulit
dijangkau. Kesulitan ini bisa terjadi karena alasan biaya, informasi dan
transportasi yang sangat terbatas, atau karena memang fasilitas umum seperti
sekolah sangat sedikit jumlahnya dan jaraknya yang jauh. Sehingga banyak anak-
anak di pedesaan yang tidak dapat melanjutkan pendidikan atau hanya sempat
menempuh pendidikan di bangku Sekolah Dasar, yaitu rata-rata l-3 talnm. Hal ini
disebabkan karena fahor-faktor tersebut yang akhimya tidak sedikit yang putus
sekolah, bahkan tidak sama sekali. Dengan kondisi yang demikian, maka tidak
lain yang rncreka lak:Jkan kecuali menikah pada usia yang relatif rnuda, karena
antara anak-anak perempuan maupun laki-laki tidak memiliki ketrampilan untuk
melakukan sesuatu.
Selain karena faktor adat kebiasaan dan pendidika!1, perkawinan usia
muda juga disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga dan juga masih terbatasnya
pengetahuan masyarakat pedesaan rnengenai rnakna dan isi Undang-undang No. l
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di rnana arti dari sebuah perkawinan adalah
ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suarni isteri untuk
17 J-Iihnan J-fadikusun1a, Huk11111 f\?rk(n1·ina11 Indonesia A1enurul }Jerundang-11ncianga11. Hukutn _A,fat, f)a11 Huku111 Agcnna, (Bandung· J\fandar Jvfaju, 1990), h 53
25
membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. 18
Perkawinan usrn muda yang terjadi karena fal"1or ekonomi, lebih
disebabkan karena ada sebagian orang tua yang lebih mengutamakan kepentingan
sendiri ketimbang kesejahteraan anak-anaknya. Terkadang mereka merasa bahwa
kekayaan danjabatan itulahjembatan untuk memperoleh kebahagiaan dan bukan
karena faktor usia dan potensi yang dimilib seseorang. Selain it11 terkadang ada
orang yang mengatakan, bahwa beberapa orang diantara para ayah biasanya
memaksakan anak-anak gadisnya menikah pada usia yang masih muda karena
mengharapkan kemanfaatan materi yang mereka senangi.
Kemudian disebabkan pula karena kurang adanya pengertian tentang
ajaran-ajaran agama Islam yanf! menekankan bahwa perkawinan adalah sesuatu
yang tinggi dan mulia, dan adanya anggapan bahwa perceraian bukan merupal<!n
hal yang tercela, serta karena banyak orang tua tidak menyadari dampak negatif
dari perkawinan usia muda terhadap kesehatall ibu dan a_nak, kesejal;teraa.11
keluarga dan sebagainya. 19
Faktor lainnya yang menyebabkan terjadinya perkawinan usrn muda
adalah faktor mudahnya mendapatkan dispensasi. Dalam sebuah penelitian
mengenai hokum keluarga dan fertilitas yang dilakukan oleh PKBI dan
18 SuJasikin }v1urpratorno. ··Sebab-sebab Perkavvinan Usia ~fuda"', Loe.Cit
19 Memet Tanumidjaja, '"Dampak Perkawman Usia Muda Dalam Kehictupan Rrnnah Tangga Dan Kesejahteraan Sosial", },,f;111har lfh111u1 XV, 156, (Januari. 1991 ), h, 24
26
bekerjasama dengan fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Universitas
Brawijaya di Malang tahun 1976, temyata dari beberapa kasus kawin muda yang
diajukan kepada Pengadilan Agama dalam bnlan Mei 1976 tidak ada satu pun
yang ditolak. Dengan demildan, maka timbullah kesan bahwa dispensasi terlalu
mudah diberikart Hal ini tentunya akan mengurangi ketentuan batas umur
minimal, yang justru menurut penjelasan Undang-undang Perkawinan haruslah
seminimal mungkin diusahakan untuk dicegah.
Selain faktor-fal..'tor tersebut ada faktor pendorong kenapa orang tua
merasa terdorong untuk mengawinkan anaknya, Adapun yang meajadi
penyebabnya adalah sebagai berikut :
1. Keinginan orang tua yang ingin cepat-cepat mendapat manta
2. Karena ada larnaran dari orang yang disegani
3. Hara pan orang tua agar anaknya bahagia setelah menikah
4. Sedangkan bagi yang bersangkutan ada keinginan agar terbebas dari
tanggungan orang tua, serta ada anggapan bahwa berk_eluargu merupakan
satu kenikmatan, atau karena malu melihat teman se!Jayanya sudah
. '"'0 memkah:
. C. Dampak Dan Upaya Penanggulangan Dari Perkawinan Usia Muda
Perkawinan yang dilangsungkan pada wahu usia muda memiliki berbagai
dampak, yaitu dampak positif dan negatif.
~0 B_PA, "Nasehat Pcrka\vlnan dan Keluarga", Aicyalah B11/a11an, 139, (Desember, 1983), h_ 12
27
l . Dampak positif perkawinan usia muda
Dengan melakukan perkawinan di usia muda, di mana perkawinan tersebut
dilakukan sesuai dengan ketentuan syari'at mengandung beberapa manfaat @
positifterhadap individual dan sosial, diantaranya:21
a) Pemikahan di usia muda segera dapat meqjaga diri seseorang, laki-laki
maupun wanita, menjaga kehormatan agar tidak melakukan hal-hal yang
diharamkan. Dengan perkawinan di usia nmda, akan membantu
pencegahan terhadap zina. Karena zina bisa menghancurkan keluarga,
menelantarkan anak., dapat menimbulkan penyakit., dan yang pasti akan
merendahkan martabat dan merusak nilai kemanusiaan
b) Meredam berbagai penyakit kejiwaan yang seringkali melanda para
pemuda dan pemudi yang belum menik-ah. Dengan melakukan perkawinan
yang sesuai dengan syari'at., makajiwa akan menjadi tenang
c) Perka\vinan di usia muda bisa menjauhkan diri dari berbagai tindak
kejahatan, seperti tindak kejahatan zina, rnengkonsum~i minuman keras
dan obat terlarang, mengurangi tindak pencurian dan pembunuhan
d) Melakukan perkawinan di usia muda merupakan salah satu sebab untuk
memperbanyak keturunan
e) Dengan kawin di usia muda, lebih mempercepat pembiasaan individu
untuk memikul tanggungjawab dan memikul beban
21 Butsainah As-Sayyid AJ-Iraqy, (Kathur Suhardi; _terj.), I<.ahasia J>ernikrhan Ya1~g !Jahagia, (Jakana: Pustaka Azzam, 1997). C'ecke-1, h. 91-93
28
t) Dengan pemikahan usia muda, laki-laki dan \vanita bisa mewujudkan
kebahagiaan yang hakili dalam kehidupan mereka, karena mereh'1l bisa
menikmati indahnya pemikahan
2. Dampak negatif
Tidak dapat diabaikan pula bahwa dengan melakukan perkawinan di us1a
muda memiliki dampak-dampak negatif terhadap ibu dan anak khususnya,
dan tidak menutup kemungkinan akan dapat mengarah kepada perceraian.
Dan diantara dampak-dampak negatif dari perkawinan usia muda adalah
sebagai berikut :
a. Dampak perkawinan usia muda bagi kesehatan ibu dan anak
Menikah pada usia muda kurang baik bagi wanita, karena secara mental
dan intelektual belum siap, sehingga akan mempengaruhi kualitas
keturunannya. Selain itu, wanita yang menikah terlalu muda akan
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan sewaktn melahirkan.
Perkawinan yang dilangsungk<Ll pada wak'tu wanita rr,iasih sangat muda
membawa berbagai akibat dari segi kesehatan dan pendidikanny:i serta
kernampuannya untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya.
Kehamilan yang terjadi pada wanita yang masih muda dapat
menyebabkan rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak, serta resiko
kematian yang tinggin Oleh karena itu, masalah kondisi k<:sehatan fisik
wanita yang kawin pada usia muda sangat perlu diperhatikan. Karena
22 Su!asikin iv1urpraton10, "Sebab-sebab Perkawlnan lJsia !\1uda". (Jp.('it, h_ 9
29
wanita yang berumur di bawah 17-18 tah1m belwn mencapa.1
perkembangan fisik yang mantap. Bila pada wnur 17-18 tahun atau lebih
muda seorang wanita menikah dan menjadi hamil, maka pengaruh kurang
mantapnya kondisi fisik ibu, mau tidak mau, berpengarub kurang baik
terhadap perkembangan janin dalam rahim. Dan akibat-akibatnya di
kemudian hari adalah kelahiran prematur, retardasi mental, dan nasib bayi
yang lahir dari ibu yang masih muda mengalami berat badan yang kurang,
dan angka kematian yang tinggi daripada bayi yang dilahirkan dari ibu
yang lebih tua. Oleh karena itu, usia terbaik untuk hamil antara 20-30
tahun, sementara jarak kehamilan yang baik adalah 3 tahun, karena
dengan jarak kehamilan 3 tahun akau memberi kesempatan bagi organ
organ reproduksi si ibu untuk mengembalikan fungsinya dengan baik dan
memberi kesempatan bagi si anak yang lahir untuk tumbuh dan
berkembang dengan perhatian yang penuh kasih sayang.
Def.nisi dari kesehatan reproduksi adalah keadaan k~sejahteraan fisik,
m.;ntal dan sosial yang utuh dalam segal'I hal yang berhubungan dengan
sistem reproduksi, fungsi-fungsi dan prosesnya. Oleh karena itu mermrut
Diyah Wara Restiyati bahwa ada hak-hak reproduksi perempuan
berdasarkan basil kesimpulan Konferensi lntenasional tentang Populasi
dan Pembangunan (ICPD) PBB di Kairo tahun 1994 dan Koferensi ke-4
30
tentang Pennpuan (FWCW) <li Beijing tahun l 995, terdapat beberapa
penjelasan mengenai hak reproduksi:
a) Hak untuk hidup, bebas dari rasa aman
b) Hak untuk bebas dari <liskriminasi berdasarkan gender (pembedaan
peran dan posisi perempuan berdasarkan rekonstrnksi sosial)
c) Hak atas kesehatan, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana
d) Hak untuk mengubah adat kebiasaan diskriminatif terhadap
perempuan
e) Hak untuk menikah dan memulai kehidupan berkeluarga
f) Hak untuk rnemutuskan jurnlah anak dan rentang waktu antar
kelahiran
g) Hak untuk tidak menjadi korban penyiksaan atau perlakuan lainnya
yang kejam, tidak rnanusiawi dan rnerendahkan
h) Hak untuk bebas dari kekerasan dan eksploitasi seksual
i) Hak untuk menikrnati perkembangan sams dan rnelakukan
eksperirnantasi (Vicki J Semler, Hak-hak Asasi Permpuan: Sebuah
Panduan Konvensi-konvensi Utama PBB Tentang Hak Asasi
,, Perempuan_ Y ayasan Jumal Perempuan, 200 l ). ·-
b. Dampak perkawinan usia mucia dalam kehidupan rumah tangga dan
kesejahteraan sosial
23 Diyah Wara Restiyati, "'}'endidikan Seks Sehagai Hak f(eproduksi ", Ka1yanan1edia No.3. ( Oktober. 2004 ), Edisi I, h 21
31
Dilihat dari segi peran ibu di dalam keluarga dan rumah tangga, maka
seringkali ibu yang masih sangat muda belum mempunyai persiapan yang
cukup untuk melaksanakan perannya sebagai seorang ibu. Kurang adanya
persiapan mental sering mengaJ...'ibatkan perceraian.24 Dan aJ...'ibat dari
perceraian itu adalah berdampak pada anak-anaknya. Akibat-akibat
negatif dari perkawinan usia muda terhadap kesehatan ibu dan anaknya
cukup serius yang dapat mengganggu terbinanya kehidupan rumah tangga
yang sejahtera lahir dan batin. Untuk mencapai kehidupan rumah tangga
yang demikian itu, harus berpangkal pada orang tua, terutama ibu yang
sehat yang siap menjalankan peranannya sebagai seorang ibu yang dan
anak-anaknya yang sehat pula.
c. Dampak perkawinan usia muda pada ekonomi rumah tangga
Di samping secara psikologis, perkawinan pasangan usia rnuda belurn
matang untuk mengemudikan rumah tangga. Sering pula perkawinan itu
menambah beban orang tua atau anggota kduarga yang lain. Karena tidak . .
mudah b11gi seorang ibu yang rnasih rnuda umurnya dan berpenghasilan
rendah untuk mengurus dan mendidik anaknya dengan baik dan memvina
keluarganya. Selain itu karena perkawinan di usia muda pada umurnnya
belum mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang cukup, sehingga
tidak mendapatkan panghasilan yang dapat memenul1i kebutuhan karena
24 !vtemet Tanumidjaja, "Dan1pak Perkawinan Usia Muda Dalan1 Kehidupan Rwnah Tangga Dan Kesejahteraan Sosial ... Op.(11, h. 24
32
penghasilannya rendah, maka menyebabkan kw-angnya fasilitas kebutuhan
keluarga berupa sandang, pangan dan papan atau perumahan. Dan tidak
jarang terjadi perceraian pada usia muda, dengan akibat bahwa para ibu
muda hams bertanggungjawab atas anak-anaknya.
Dari penjelasan tentang dampak-dampak perkawinan di usia muda, baik
itu yang berdampak positif maupun negatif, maka dapat disimpulkan bahwa
melakukan perkawinan di usia muda lebih banyak dampak negatifnya bila
dibandingkan dampak positifuya. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa
dampak negatif dari perkawinan usia muda bukan hanya berdampak dari segi
kesehatan saja akan tetapi lebih dari itu, yaitu dapat mengakibatkan perceraian
karena belmn siapnya ;alah satu pihak yakni isteri atau suami, dalam menjalankan
kehidupan rumah tangga, baik dari segi fisik maupun dari segi kematangan
mental.
Upaya Penanggulangan Perkawinan Usia Muda
Secara wnum baik itu dalam huJ.aun Islam rnaupun Ki.tab Undang-undang
Hukurn Perdata (BW), ke~iapan calon untuk melangsungkan perkawinan sangat
dianjurkan karena bagaimanapun perkawinan yang di]akukan tanpa kematangan
fisik maupun psikis dikhawatirkan akan menemui kegagalan dan kehancuran.
Kematangan fisik maupun psikis itu dapat dicapai dengan umur yang mencukupi
dan memenuhi kriteria-kriteria, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang
Perkawinan No. l Tahun 1974. Oleh karena itu, perkawinan di usia muda sedjni
33
mungkin harus diantisipasi. Beberapa cara mengantisipasi terjadinya perkav.1nan
usia muda tersebut antara lain : Pertama, menumbuh kembangkan akan
pentingnya pendidikalL Dengan menempuh pendidikan, setidaknya mnur untuk
melangsungkan perkav.1nan akan tertunda di masa pendidikan tersebut. Kedua.
Mengefektifkan peranan perangkat hukum., seperti pengawasan yang dilakukan
oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN), serta peranan pengadilan atau pejabat selaku
pemberi dispensasi. Ketiga, memberikan penyuluhan-penynluhan mengenai umur
ideal perkawinan serta penjelasan-penjelasan mengenai aspek positif dan
negatifoya perkawinan di usia muda.. Keempat, meningkatkan frekuensi
penasehatan (BP.4) kepada calon mempelai yang kelak nanti akan mempunyai
anak dan berumah tangi,>a.
Dalam ha! mencegah terjadinya perkawinan usia muda, Undang-undang
Perkav.1nan No.I Tahun 1974 telah menentukan pembatasan usia menikah.
Dalam pasal 7 ayat( 1) Undang-undang Perkawinan menetapkan usia nikah yaitu
bagi calon mempelai pria harus telah mencapai umur 19 tahun dan calon
mP.mpelai \vanita harus telah mencapai umur 16 tahun. Jika ada yang ingin
menikal1 di luar batasan usia yang telah ditentukan, maka orang tua yang
bersangkutan harus meminta dispensasi ke Pengadilan Agama sebagaimana telah
tercantum di dalam pasal 7 ayat (2). Dan jika kedua calon mempelai belum
mencapai umur 21 tahun maka yang bersangkutan harus meminta izin ke
Pengadilan Agarna. Adapun earn mengajukan pem10honan dispensasi atau izin
34
kawin ke Pengadilan ini pun tidak mudah yaitu harus membuat surat pennohonan
tertulis yang berisi identitas para pihak, posita yaitu penjelasan tentang keadaan
atau peristiwa dan penjelasan yang berhubungan dengan lmkum yang dijadikan
dasar atau alasan pennohonan, dan juga di dalam surat permohonan itu harus
memuat petitum yaitu tuntutan yang diminta oleh pemohon agar dikabulkan oleh
hakim. Setelah itu surat permohonan tersehut diaj ukan ke kepaniteraan
Pengadilan Agama yaitu pada Sub Kepaniteraan Pennohonan25. Dan dalam
jangka waJ..."tu tertentu pengadilan akan mernanggil pihak yang mengajukan
pennohonan dispensasi tersebut untuk datang ke pengadilan, jika pennohonan
tersebut dikabulkan oleh pengadilan maka yang bersangkutan ( caion suami isteri)
bisa melangsungkan perkawinannrn dan terdaftar di KUA, akan tetapi jib
pengadilan menolak pennoho1un .lispensasi tersebut maka mereka tidak bis:1
mendaftarkan perkawinannya di KUA.
Selain penentuan batasan umur bagi yang menikah dan berbagai prosedur
yang harus dilewati sebagaimana yang tercantum dalai_n Undang-undang
Perkawinan dengan maksud pencegahan terhadap terjadinya perkawinan usia
muda, maka di dalam Peratciran Pemerintah Republik Indonesia No.9 Tahun 1975
Tentang Pelaksanaan Undang-undang No. l Tahun Tentang Perkm\inan terutama
pasal 6 ayat (1) menyatakan: "Pegawai pencatat yang menerima pemberitahuan
kehendak melangsungkan perka\\·inan, meneliti apakah syarat-syarat perka\\inan
~s .r\ Mukti Arto. fJcrkara JJerciata f 1alla !1engadila11 AgaJJJt1. ( Yogyakana Pustaka Pela jar. 1996). Cetke-1. h 59
35
telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut Undang
undang Perkawinan". Dengan adanya pemberian mutlak pada Pengadilan I
Pejabat untuk mengeluarkan dispensasi nikah, rnaka seyogyanya pengadilan
rnempertimbangkan secara matang alasan-alasan perrnohonan dispensasi tersebut.
Selain itu, Kantor Umsan Agarna (KUA) juga mernberikan beberapa
persyaratan-persyaratan dalam rnelangsungkan perkawinan hal ini tidak jauh
berbeda dengan Peraturaa Pernerintah tersebut di atas yang bertnjuan agar
pelaksanaan perkawinan sesuai dengan prosedur yang telah tercantum dalarn
Undang-undang Perkawinan. Yaitu bagi yang hendak rnenikah harus sudah
rnencapai urnur 19 tahun bagi calon mempelai pria dan bagi calon mernpelai
wanita sudah rnencapai urnur 16 tahun, dan kedua ca Ion rnernpelai tersebut juga
harus rnembawa beberapa persyaratan-persyaratan diantaranya:
I. Kutipan akte kelahiran
2. Surat keterangan tentang orang tua
3. Surat izin dari Pengadilan Agama basi ca:on wempelai yai;ig belum mencapai
umur 2 l tahun
4. Surat dispensasi dari Pengadilan Agama bagi calon suami yang belum
mencapai umur 19 tahun dan bagi calon isteri yang belum mencapai urnur 16
tahun
5. Surat izin dari pejabat yang berwenang, jika salah seorang calon mempelai
atau keduanva anggota angkatan bersenjata
36
D. Pandangan Hukum Islam Tentang Perkawinan Usia Muda
Perkawinan disyari 'atkan oleh agama Islam, sebagai ibadah mengikuti
Sunnah Rasul yang bertujuan membangun keluarga sakinah, yaitu keluarga
bahagia dan sejahtera dijalin dengan mawaddah dan rahmah.
Islam membuka pintu pemikahan seluas-luasnya dan menutup pintu
perzinahan serapat-rapatnya. Agar seseorang tidak mudah jatuh ke perzinahan,
maka pemikahan dalam Islam dipermudah. Karena ha! tersebut sesuai dengan
hikmat Ilayat untuk menunjang kelestarian perkembangbiakan manusia secara
wajar dan terhormat.
Lebih dari itu, bahwa pernikahan di dalam Islam mempunyai tujuan yang
sangat agung, tinggi dan mulia. Yaitu selain sebagai ibadah untuk mengikuti
Sunnah Rasul dan membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah,
tetapi juga melahirkan generasi manusia yang baik dan berkualitas agar mampu
memakmurkan kehidupan di dunia ini dengan berlandaskan pada tata aturan dan
nilai-nilai yang diridhoi oleh Allah SWT.
Dcngan melihat tujuan-tujuan daripada perkawinan tersebut, oleh
karenanya maka perkawinan semestinya hams dipersiapkan sedemikian rupa oleh
calon pasangan suami isteri terutama dari segi usia dari kedua pasangan tersebut.
Di mana dalam agama Islam memang tidak ada pembatasan usia untuk menikah.
Hal ini dimaksudkan untuk menekan rasio nafsu syahwat. Dengan demikian
perkawinan yang sebenamya haruslah ditunda sampai kedua belah pihak (calon
suami isteri) betuJ-betuJ memasuki usia siap untuk menikal1.
37
Dalam soal usia nikah, Islam memberi ancar-ancar dengan kemampuan
(istatho 'ah), yakni kemampuan dalam segala ha!, baik kemampuan memberi
nafkah lahir batin kepada isteri dan anak-anaknya maupun kemampuan dalam
mengendalikan gejolak emosi yang menguasai dirinya. Jika kemampuan telah
ada, ajaran agama mempersilahkan seseorang untuk menikah, namun jika belum
mampu dianjurkan untuk berpuasa terlebih dahultt
Syari'at Islam mengajarkan bahwa salah satu syarat utama keabsahan
suatu perkawinan adalah apabila yang bersangkutan ( calon suami isteri) telah akil
baliqh. Pada laki-laki, baliqh ditandai dengan keluamya sperma (air mani) baik
dalam mimpi maupun dalam keadaan sadar. Sedangkan pada perempuan
ketentuan baliqh ditandai dengan menstru~si atau haidh yang dalam fiqih Syafi'i
minimal dapat terjadi pada usia 9 (sembilan tahun). Baliqh pada perempuan juga
dikenakan karena sudah pemah mengandung (hamil).
Tidak adanya ketentuan agama tentang batas usia minimal dan maksimal
untuk menikah dianggap dapat dianggap sebagai suatu rahmat. Maka kedewasaan
untuk menikah tennasu!~ masalah ijtihadiah, dalam arti kata diberi kesempatan
untuk berijtihad pada usia berapa seseorang dianggap pantas untuk menikah.
Menurut Abu Hanifah bahvm usia baliqh bagi laki-laki adalah J 8 ( delapan belas)
tahun dan untuk perempuan adalah I 7 (tujuh belas) tahun. Sementara Abu Yusuf,
Muhammad bin Hasan, dan al-Syaffi, menyebut 15 (lima belas) tahun baik untuk
laki-laki maupun perempuan. '"
26Husein r..1uha1n1nad, flqh JJere1111111all: l?ejleksi Kia1 {lfas H'acana Aga111a ,fan (]ender, (Yogyakarra, LKiS, 2001), Cet.Ke-1. h.68
38
Selain umur yang telah dewasa yang harus ada pada pasangan cal on suami
maupun isteri untuk menikah, maka menurut para ulama bahwa calon pasangan
suami isteri itu harus pula cakap bertindak karena perkawinan merupakan
perbuatan hukum yang meminta tanggung jawab dan dibebani kewajiban
kewajiban tertentu. Maka setiap orang yang akan berumah tangga diminta
kemampuannya secara utuh. Para ulama mendefinisikan kemampuan itu dengan
kepantasan seseorang untuk menerima hak-hak dan memenuhi kewajiban
kewajiban yang diberikan syari'at (sha/lahiyya tuhu liwujub al-huquq al
masyru 'ah lahu wa 'alaih ).
Menurut kesepakatan para ulama, yang menjadi dasar kecakapan
bertindak adalah akal. Apabila aka! seeorang masih l-arrang, maka ia belwn
dibebani kewajiban. Sebaliknya, jika akalnya telah sempuma, ta wajib
menunaikan beban tugas yang dipikulkan kepadanya. Kalau hal itu dihubungkan
dengan perkawinan, maka akan ada suatu pertanyaan yaitu: Pada usia berapakah
seseorang dipandang cakap untuk membangun rumah tangga ?_
Dan tefdapat perbedaan pcndapat di antara para ahli, yaitu sebagai berikut:
I. Ulama Syafi' i dan Hanabilah menentukan bahwa batas dewasa itu mulai umur
15 (lima belas) tahun. Dengan alasan bahwa tanda-tanda kedewasaan itu
datangnya tidak sama untuk setiap orang, maka kedewasaan diter:tukan oleh
umur. Disamakannya masa kedewasaan untuk pria dan wanita adalah karena
kedewasaan itu ditentukan oleh aka!. Dengan akallah terjadinya raklif; dan
karena akal pulalah adanya hukum.
39
2. Abu Hanifah berpendapat bahwa kedewasaan itu datangnya mulai usia 19
(sembilan belas) tahun bagi laki-laki dan 17 (tujuh belas) tahun untuk
perempuan. Sedang Imam Malik menetapkan 18 (delapan belas) tahun, baik
bagi laki-laki maupun perempuan. Mereka beralasan dengan "kctentuan
dewasa menurut syara' adalah mimpi", karenanya mereka menclasarkan
hukum kepacla mimpi itu saja.
3. Yusuf Musa menyatakan bahwa usia clewasa itu setelah seseorang bcrumur 20
(dua puluh) tahun. Hal ini dikarenakan pada zaman modern orang
memerlukan persiapan yang matang.
Kemudian di dalam bukunya Husein Muhammad yang berjuclul "Fiqih
Perempuan: Rejleksi Kiai at as Wacana Agama dan Gender", bahwa mayoritas
ulama fiqih mengesahkan perkawinan di usia muda. Menurut mercka untuk
masalah perkawinan, kriteria baliqh dan berakal bukan merupakan pcrsyaratan
bagi keabsahannya. Beberapa argumen yang dikemukakan antara lain sebagai
berikut:
I. Al-Qur'an st:rat ath-Thalaq ayat 4: I
j ~\ 8f ~.ii Ll r ::;~1 0! ~L ~ ~I ::r ~ j1j <· ~ // ,, / // / / / "f
c£ :0)1w1> ·~ ~ j1 , ,
Artinya:
"Dan mereka yang p11111s haidnya dari isleri-isterimu ka/1111 kamu rngu, 111alw iddah 111ereka iru wla/ah liga bu/an, demikian juga mereka yang tidak berhaidh ". (QS. Ath-Thalaq: 4)
40
Ayat ini berbicara mengenai masa iddah (masa menunggu) bagi perempuan-
perempuan yang sudah monopouse dan bagi perempuan-perempuan yang
belum haidh. Masa iddah bagi kedua kelompok perempuan ini adalah tiga
bulan. Secara tidak langsung ayat ini juga mengandung pengertian bahwa
perkawinan bisa dilaksanakan pada perempuan belia (usia muda), karena
iddah hanya bisa dikenakan kepada orang-orang yang sudah kawin dan
bercerai.
2. Al-Qur'an surat an-Nur ayat 32:
·~ Artinya:
"Dan nikahkan/ah mereka yang be/um bersuami"
Kata a/-ayama dalam ayat ini meliputi perempuan dewasa dan perempuan
belia atau usia muda. Ayat ini secara eksplisit memperkenankan kepada wali
untuk mengawinkan mereka.
3. Hadits Aisyah r.a. yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim:.
27 l'vtuhan1n1ad 1\ashiruddin Al Abani, (fn1ron Rosadi; teij.), 1\Iukhtashar Shahih A/us/in1, (Jnkarta, Pustaka .-\zzarn. 1003). Cet.ke-1, IL563
41
A11inya:
"Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah SAW menikahkannya sedang ia masih berumur enam tahun, ia diserahkan kepada Rasul ketika berumur sembilan tahun dan tinggal besama Rasul selama sembilan tahun ".
Hadits ini menunjukkan sahnya perkawinan usia muda. Umur 6 ( enam) tahun
sebagaimana ditunjukkan hadits itu jelas mengutarakan terjadinya perkawinan
usia muda (belum dewasa) yang dilakukan Rasulullah.
4. Di antara para sahabat Nabi Muhammad SAW, ada yang mengawinkan
puteri-puterinya atau keponakarmya. Ali bin Abi Thalib mengawinkan anak
perempuannya yang bernama Ummi Kultsum dengan Umar bin Khaththab.
Ummi Kultsum ketika itu juga masih muda.
Selain dari mayoritas ulama fiqih yang membolehkan perkawinan usia
muda, ada juga yang mengatakan bahwa perkawinan gad is di usia mucla itu tidak
sah. Seperti Ibnu Syubrumah, beliau menyatakan beberapa alasannya, di
antaranya sebagai berikut:
I. Hadits Ab Li Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan l\:fuslim:
.Ji1 J:;.~t; ;\~ .0~k ; J;- ~qi ~J ;l~: .. f J;- ~~\ ~(j ~ , ,
} Q Q ,,
r\~ 3 <.>_;b:01 olJ_;).> Go~~.)~ ~j Artinya:
"Tidak sah dinikahkanjanda sehingga diminla perintahnya dan tidak sah dinikahkan gadis sehingga diminta izinnya. Para sahabat bertanya: "Bagaimana izinnya wahai Rasulu!lah ~" beliau menjawab: "Izinnya adalah dia11111ya ".
'8 -· Ibid.,
42
Hadits ini mewajibkan wali tennasuk bapak tmtuk meminta izin dari anak
gadisnya sebelum berlangsung akad nikahnya. Oleh karena sahnya akad nikah
tergantung kepada izin sedangkan izin dari orang tua atau gadis yang belum
dewasa tidak dianggap, maka wajiblah atas wali menunggu sampai anak
gadisnya dewasa untuk mendapatkan izinnya.
2. Perkawinan Rasulullah dengan Siti Aisyah yang belum dewasa
kekhususannya bagi Rasulullah. Adapun perkawinan gadis yang belum
dewasa yang dilakukan oleh Qudamah bin Madh'un dengan puteri Zubair
yang barn lahir dan pernikahan yang dilakukan oleh Umar bin Khaththab
dengan puteri Ali bin Abi Thalib tidak dapat dijadikan dasar huktmi.29
Selain daripada pendapat ulama di atas yang tidak memperkenankan
perkawinan usia muda, ada juga dalil-dalil syar'I lainnya yang danat
menunjukkan diperbolehkaunya usaha pendewasaan usia kawin., yaitu sebagai
berikut10
L Saddu al-d:::ari 'ah, artinya menutup jalan yang bisa me~bawa malapetaka.
Karena kawin usia muda bisa membawa malapetaka bagi kel uarga dan akibat-
akibat lain yang negatif, maka wajib menghindari dengan jalan menunda
perkmvinannya.
2')1brahin1 Hosen, Perkawinan lisia .N~uda Menurut Agan1a I slain, A1itnb<"ir (J/mna .,\1'~ (Januari. 1991 ), h.16
'"Masjfok Zuhdi. Swd1 Islam. (Jakaria. PT RajaGrafindo Persada. 1993). Cet.ke-2. h34-36
43
2. Kaidah-kaidah fiqhiyyah antara lain:
a.
Artinya:
"Mudarat at au malapetaka itu harus dihilangkan ''.
Karena kawin usia muda itu banyak membawa mudarat baik kepada dirinya,
keluarganya maupun kepada masyarakat, maka sudah seharusnya kawin usia
muda itu dihindari.
b. ··~~Wi ~ ~ (~ LWi ~~~ Artinya:
"J\1enghindari mafaadah atau kerusakan harus didahulukan daripada mencari maslahat atau kebaikan ".
Kawin usia muda mungkin ada pula manfaatnya atau mas!ahatnya, namun
mudarat atau resikonya jauh lebih besar daripada manfaat atau maslahatnya.
Oleh karena itu, suduh seharusnya kawin usia muda itu ditunda sampai orang
itu cukup dewasa dan matang fisik, psikis dan mentalnya.
c.
Artinya:
"Pada prinsipnya segala sesualu dan semua perbuatan manusia itv bolclz at au mubah, sehingga ada dalil yang memmjukkan larangannya ''.
'" Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh: Sejarah dan Kaidah-kaidah Asasi, (Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2002), Cet.ke-1, h.105
30 Ibid,
31 Ibid_,
44
Di dalam Al-Qur'an dan hadits tidak ada satu pun nash (ayat atau hadits) yang
melarang ataupun memerintahkan upaya pendewasaan kawin. Oleh karena itu,
hukum asalnya adalah boleh pendewasaan usia kawin itu.
Dengan memperhatikan argumen-argumen yang telab disampaikan oleh
para ulama tersebut, baik yang memperbolehkan perkawinan seorang gadis yang
belum dewasa (usia muda) dan yang tidak memperbolehkannya, maka penulis
lebih condong kepada ulama yang tidak memperkenankan perkawinan bagi gadis
yang berusia muda dengan alasan babwa perkawinan usia muda dapat mengarah
kepada kegagalan dalam membina keluarga sejahtera. Di mana kegagalan tersebut
bertentangan dengan tuj uan untuk mencapai kemaslabatan sebagaimana yang
didambakan oleh keluarga dari kedua belah pihak (suami isteri) disebabkan
persiapan mental kedua belah pihak belum matang.
Kemudian persoalan yang paling krusial tentang kawin muda adalah
daJam pandangan para ahli fiqih, pertama adalah faktor ada tidaknya unsur
kemaslahatan atau ada tidaknya kekhawatiran terhadap kem~ngkinan terjadinya
hubungan seksual yang tidak dibenarkan oleh agama. Apa~ila perkawinan di usia
muda itu dapat menimbulkan kemudharatan, kerusakan atau keburukan., padahal
pada saat yang sama faktor-faktor kekhawatiran akan terjerumus ke dalam
pergaulan seksual yang dilarang agama tidak dapat dibuktikan, maka perkawinan
usia muda itu tidak dapat dibenarkan.
45
Dengan demikian, maka perkawinan antara laki-laki dan perempuan
dimaksudkan sebagai upaya memelihara kehonnatan diri (h!fz al-'irdh) agar
mereka tidak terjerumus ke dalam perbuatan terlarang, memelihara kelangsungan
kehidupan manusia atau keturunan (hijz an-nasl) yang sehat, mendirikan
kehidupan rumah tangga yang dipenuhi kasih sayang antara suami isteri dan
saling membantu antara keduanya w1tuk kemaslahatan bersama. Oleh karena itu,
maka pengaturan keluarga (tan::him al-usrah) dan usaha-usaha menjaga kesehatan
reproduksi menjadi suatu ikhtiar yang harus mendapat perhatian yang serius dari
semua pihak., termasuk di dalamnya adalah pengaturan tentang batas us1a
perkawinan yang dapat menjamin terpenuhinya kesehatan reproduksi dan
kemaslahatan.
BAB III
KONDISI OBYEKTIF
WILAYAH DESA DANGDANG KECAMATAN CISAUK
A. Kondisi Obyektif \Vilayah Kecamatan Cisauk
l. Letak Geografis
Kecamatan Cisauk secara administratif tennasuk ke dalam \~ilayah
Kabupaten Tangerang, terletak di RT 01 RW 03, JI. Raya lapan cisauk No !.
Jumlab penduduk di Kecamatan Cisauk berjumlah 90.413 jiwa dengan dibagi 12
desa dan 53 dusun, dan terdiri dari 53 Rukun Warga (RW) dan 296 Ruln:m
Tetangga (RT) 1•
Adapun Kecamatan Cisauk berbatasan dengan '.Vilayah lainnya sebagai
berikut:
a. Sebelah Utara: Berbatasan dengan Kecamatan Pagedangan dan Serpong
b. Sebelab Selatan: Berbatasan dengan Kecamatan Kabupaten Bogor
c. Sebelah Barnt: Berbatasan dengan Kecamatan Pagedangan dan Legok
d. Sebelah Timur: Berbatasan dengan Kecamatan Serpong dan Pamulang
2. Kondisi Demografis
Dalam pemerin'aham,_1·a Kecamatan Cisauk dipimpin oleh seorang camat
dibantu oleh beberapa stafnya dan dibantu pula oleh 53 Rukun Warga dan 269
1 Data dian1bil da1 i f.,,cq_l(>ran !Ju/anan l.l111111n Kec"1111a1a11 ('isauk IJ11k111 ./uni 2006 pada tanggal 3 l .~\gustus 2006
47
Rukun Tetangga. Sistem administrasi Kecamatan Cisauk cukup baik dan teratur,
ha! ini dapat dilihat dari lengkapnya para stafKecamatan yang ada.
a. J umlah Penduduk
Menurut data statistik yang bersumber dari data Laporan Bulanan Umum
Kecamatan Cisauk Bulan Juni 2006, saat ini jumlah penduduk di Kecamatan
Cisauk sebanyak 90.413 jiwa, yang terdiri dari 44.566 jiwa laki-laki, dan
46.486 jiwa perempuan, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 19.930
jiwa. Jumlah ini merupakan jumlah akumulatif setelah adanya para pendatang
yang tinggal di Kecamatan Cisauk 2
b. Kondisi Ekonomi
Perekonomian masyarakat Kecamatan Cisauk bermacam-macam. Untuk
lebih jelasnya maka penulis akan melihat lintasan singkat dari kondisi
ekonomi masyarakat Kecamatan Cisauk.
Data ten tang jenis pekerjaan yang dimilib penduduk adalah:
l. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 4.270 orang
2. Petani sebanyak 6.920 orang
a) Petani penggarap sebanyak 3.567 orang
b) Buruh petani sebanyak 2.945 orang
3. Buruh industri sebanyak 2.459 orang
-!. Pedagang sebanyak 3.27 l orang
'/hid.
48
5. Pertukangan sebanyak 2.674 orang3
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk
Kecamatan Cisauk bermata pencaharian sebagai petani.
c. Tingkat Pendidikan
Data tingkat pendidikan warga Kecamatan Cisauk adalah:
I) Taman Kanak-kanak (TK), sebanyak 1.109 orang
2) Sekolah Dasar (SD), sebanyak 10.670 orang
3) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sebanyak 3.675 orang
4) Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), sebanyak 3.903 orang
5) SI, sebanyak 765 orang
6) Sarjana Muda, sebanyak 1.406 orang
7) Buta Hum( sebanyak 4 67 orang
8) Drop Out, sebanyak 396 orang'
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk
Kecamatan Cisauk tingkat pendidikannya adaiah tamatan S_ekolah Dasar (SD).
d. Sarana Umum
Saa'. ini Kecamatan Cisauk memiliki sarana umum sebagai berikut:
I. Sarana pendidikan
) !hid.
"'f/>Jd
a) Taman Kanak-kanak (TK). sebanyak l5 buah
b) Sekolah Dasar (SD), sebanyak 29 buah
c) Madrasah Ibtidaiyah (Ml), sebanyak 11 buah
d) Madrasah Tsanawiyah (MTS), sebanyak 5 buah
e) Madrasah Aliyah (MA), sebanyak l buah
t) Pondok Pesantren, sebanyak 6 buah5
2. Sarana peribadatan
a) Masjid, sebanyak 53 buah
b) Mushallah, sebanyak 122 buah
c) Vihara, sebanyak 2 buah6
49
Bangunan fisik sarana peribadatan baik masjid, mushallah maupun
pondok pesantren sudah cukup mernadai untuk menarnpung masyarakat
yang akan rnenjalankan aktiritas keagamaan sepe1ti shalat dan kegiatan
yang I ainnya.
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa pada urnurnnya rnasyarakat
Kecarnatan Cisauk tidak buta dalarn memaharni ajaran agama. Hal ini
terbukti dengan adanya kegiatan-kegiatan spiritual y~ng diadakan oleh
masyarakat Kecarnatan Cisauk
B. Kondisi Obyektif\Vilayah Desa Dangdang
1. Letak Geografis
Desa Dangdang secara administratif termasuk ke dalam wilayah
Kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang. Desa Dangdang terdiri dari beberapa
~ I hitl
h !bill
50
kampung di antaranya kampung Cilegong, kampung Dukuh, kampung Dukuh II,
kampung Malapar, kampung Setu dan kampung Kadungmangu, mempunyai
jumlah penduduk sebanyak 4.954 jiwa dengan dibagi 5 Rukun Warga (RW) dan 5
Rukun Tetangga (RT).
Adapun Desa Dangdang berbatasan dengan wilayah lainnya yaitu sebagai
berikut:
a) Sebelah Utara: Berbatasan dengan Kelurahan Cisauk
b) Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Kabupaten Bogor
c) Sebelah Barnt Berbatasan dengan Desa Mekar Wangi
d) Sebelah Timur: Berbatasan dengan Desa Suradita7
2. Kondisi Demografis
Dalam pemerintahannya Desa Dangdang dipimpin oleh seorang kepala
desa dan dibantu oleh beberapa stafnya dan dibantu pula oleh 5 Rukun Warga
(RW) dan 14 Rukun Tetangga (RT).
Pemekaran yang terjadi di beberapa wilay.i.h khususnya _di Desa Dangdang
disebabkan karena luas wilayah dan pertambahan penduduk yang kian tahun
makin bertambah.8
a. Jumlah Penduduk
7 Data diambil dari Buku Alo11o~~ra:fi Desa Dangdang T ahun 1006 pada tanggal 09 Oktober 2006
:-; Edi Supena. Kaur Pen1erintahan ·oesa Dangdang., J-f'<,u'ancara F'ribaLli, Tangerang 09 Oktobcr 2006
St
Memuut data statistik yang bersLUTiber dari buku Monografi Desa Dangdang,
saat ini jumlah penduduk Desa Dangdang sebanyak 4.954 jiwa, yang terdiri
dari 2.437 jiwa laki-laki, dan 2.l 57 jiwa perempuan, dengan jLUTilah kepala
keluarga sebanyak 9.44 jiwa.
b. Kondisi Ekonomi
Perekonomian masyarakat Desa Dangdang bermacam-macam. Untuk lebih
jelasnya maka penulis akan melihat lintasan singkat dari kondisi ekonomi
masyarakat Desa Dangdang.
Data tentangjenis pekerjaan yang dimiliki penduduk adalah:
I) Pegawai Negeri Sipil, sebanyak 11 orang
2) Pedagang, sebanyak 75 orang
3) Petani, sebanyak 3 70 orang
4) Buruh Industri, sebanyak 55 orang
5) Pertu1.-angan, sebanyaklOO orang
6) Pertambangan, sebanyak 150 orang
c. Tingkat Pendidikan
Data tingkat pendidikan waf!,>a Desa Dangdang adalah.:
J) Sekolah Dasar (SD), sebanyak 500 orang
2) Sekolah Lanju1an Tingkat Pertama (SLTP). sebanyak 325 orang
3) Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), sebanyak 150 orang
4 J Akademi. sebanyak 8 orang
5) S 1 , sebanyak 8 orang
52
6) Drop Out, sebanyak 396 orang
7) Buta Huruf, sebanyak 467 orang9
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk:
Desa Dangdang tingkat pendidikannya adalah tamatan Sekolah Dasar (SD).
Hal ini disebabkan karena jarak yang jauh antara rumah penduduk: dengan
gedung sekolah tersebut dan juga disebabkan oleh minimmya jumlah sekolah
yang ada di Desa Dangdang. JO
d. Sa~ana Umum
Saat ini Desa Dangdang memiliki sarana umum sebagai beriln1t:
I ) Sarana pendidikan
a. Sekolah Dasar (SD), seoanyak 3 buah
b. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sebanyakJ buah
c. Madrasah lbtidaiyah (MI), sebanyak l buah
d. Pondok Pesantren, sebanyak 2 buah
2) Sarana peribadatan
a. Masj1d •. sebanyak 5 buah
b. Musholla, sebanyak I l buah
c. Majelis Ta'lim, sebanyak 5 buah
d. Cetiya, sebaayak 1 buah
9 Buku ,\ fo11uRit{fi Desa ·oangdang l'ahun 2006
lil Edi Supena, ircnra11cara 1-}rib(uli. ()f>.f..'·ir.
53
Dalam melaksanakan atau merayakan peringatan hari Besar Islam,
masyarakat Desa Dangdang yang mayoritas penduduknya beragama Islam
mengadakan berbagai kegiatan dengan berbagai cara Ada yang
melakukannya dengan cara mengadakan ceramah agama. Kegiatan ini
biasanya dilakukan di masjid atau musholla, bahkan ada juga yang
melakukannya di rwnah yang biasa disebut dengan sedekahan. Dan haI ini
tidak pemah ditinggalkan oleh masyan::kat Desa Dangdang. J J
Dengan adanya gambaran mengenai kondisi geografis maupun
demografis, maka dapat diketahui bahwa perkawinan usia muda yang terjadi di
Desa Dangdang umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya dari segi
pendidikan.
Seperti yang telah penulis jelaskan bahwa dari segi tingkat pendidikan
rata-rata penduduk Desa Dangdang hanya tamatan Sekolah Dasar (SD), ha! ini
terjadi karena dipengaruhi oleh faktor ekonomi yang rendah, dimana mayoritas
masyarakat Desa Dangdang adalah sebai,>ai petani.' Selain itu di.sebabk1111 juga oleh
fasilitas gedung sekolah yang sangat minim dan ditambah !agi jaraknya yang jauh
dengan tern pat tinggal masyarakat Desa Dangdang.
Kemudian penyebab lainnya adalah karena sebagian rnasyarakat Desa
Dangdang memilih menikahkan anak mereka ke tokoh ma;;yaraka: setempat
ketimbang harus mendaftarkannya ke Kantor Urusan Agama (KUA) 12, karena
11 Ibid 12 Dedi 1--lar;v'adi~ Ketua RT 013 / R\\' 05 Kampung Setu, fVlnt'ancara l)rih(llfi, 25 :\faret 2006
54
dengan menikahkan anak mereka ke tokoh agama maka umur anak mereka yang
rnasih muda tidaklah menjadi masalah. Lain halnya jika daftamya di KUA, karena
di KUA ada persyaratan umur yang harus dipenuhi jika seseorang hendak menikah.
.BABIV
PERKA\VINAN USIA MUDA PADA MASYARAKt\.T DESA DANGDANG
KECAMATAN CISAUK TANGERt\.NG
A. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Usia Mnda Pada
Masyarakat Desa Dangdang Kecamatan Cisauk Tangerang
Untuk mengukur sekaligus mengetahui faktor-fak'tor yang melatar
belakangi terjadinya perkawinan di usia muda, penulis melakukan penelitian pada
sebuah desa yaitu Desa Dangdang yang berada di wilayah Kecamatan Cisauk
Tangerang.
Instrumen penelitian yang penulis gunakan dalam ~al ini adalah dengan
melakukan wawancara sebagai alat pengumpul data. Dalam hal ini penulis
melakukan wawancara ke beberapa responden yaitu ibu-ibu yang menikah di usia
muda, dan beberapa informan seperti Kepala KUA Cisauk dan ketua RT
setempat.
Dari hasil wawancara, mal::a dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang
melakukan perkawinan di usia muda cukup banyak terutama mereka yang
menikah pada tahun \ 990-an, terbukti dari latar pendidikan mereka yang
mayoritas hanya tamatan Sekolah Dasar (SD), dengan demikian berarti umur
pasangan yang menikah terutama si perempuannya masih relatifmuda.
56
Selanjutnya, berdasarkan data-data yang didapat dari beberapa responden
dan informan yang telah dikonfirmasikan dari hasil wawancara, maka dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan di usia muda
pada masyarakat desa Dangdang adalah sebagai berikut:
l. Tradisi daerah atau adat istiadat atau keluarga
Di masa pra Undang-undang Perkawinan No.I Tahun 1974 sering terjadi
perkawinan yang disebut "kawin gantung" (perkawinan yang ditangguhk:an
percampuran suami atau isteri), kawin antara anak-anak, kawin antara anak
perempuan yang belum dewasa dengan pria yang dewasa atau sebaliknya, atau
juga sering terjadi kawin paksa, yaitu wanita dan pria yang tidak saling
mengenal dipaksa untuk menikah. Dengan keadaan demikian, si \vanita atau
pria tidak mempunyai wewenang :mtuk menentukan pilihannya dalam mencari
jodoh. Jodoh ditentukan oleh orang tua atau kerabat, sedangkan menentang
orang tua atau kerabat adalah tabu.
Orang tua yang memaksa anaknya untuk segera menika_h dalam usia yang
relatif muda seperti yang terjadi di desa-desa adalah agar anaknya tidak disebut
sebagai per~wan atau perjaka tua dan tidak menimbulkan aib di keluarga serta
tidak menjadi bahan omongan orang, karena memang di tempat mereka tinggal
seorang anak hams sudah menikah pada umur tertentu yang memang sudah
menjadi kebiasaan di tempat itu.
IM misalnya, ia dipaksa kawin oleh orang tuanya setelah lulus dari
pesantrcn dengan seorang pria yang ia belum kenal sebelurnnya. Padahal ketika
57
itu umur IM baru 14 tahun, akhimya dengan terpaksa IM menuruti keinginan
orang tuanya. Keadaan demikian dialami juga oleh saudara-saudara IM yang
lainnya. Hal ini terjadi bukan hanya pada IM dan saudara-saudara saja, tetapi
juga gadis-gadis yang ada di tempat tinggalnya juga mengalami ha! yang sama,
menikah di usia muda, yaitu pada usia I 5 (Jima belas) tahun. Hal ini sudah
menjadi tradisi di tempat tinggalnya, dan jika ada anak perempuan yang belum
menikah pada usia yang sama seperti IM atau bahkan usianya lebih, maka si
perempuan itu disebut s.::bagai perawan tua karena anak gadis yang seumur
dengannya sudah menikah.
Hal yang serupa tidak hanya terjadi pada fM saja, tetapi juga pada IY, IU
dan IE. Umumnya alasan mereka sama, yaitu sama-sama menikah pada usia
muda karena kebanyakan ar:ak gadis seusianya yang tinggal di daerahnya sudah
menikah. Dan jika mereka tidak menikah, maka mereka akan disebut sebagai
perawan tua. IY menceritakan:
"Sava menikah di usia muda karena mau melanjutkan sekolah . . sudah tidak ada biaya. Tapi saya pernah bekerja itu pun tidak lama, akhirnya saya memutuskan untuk menikah, usia saya ketika itu baru 15 (lirna belas) tahun. Dan jika saya tid&k menikah saya takut dibilang perawan tua".1
Hal yang sama juga di ungkapkan IE:
"Saya memutw>kan untuk menikah mernang sudah rnenjadi keinginan sava sendiri, karena waktu itu jodoh juga sudah ada, dan . , anak perernpuan lainnya yang sensia saya sudah pada rnenikah"."
2 TE, fVtnrancura f-lrihatli_ I I September 2006
58
Pertanyaan yang serupa juga penulis ajukan mengenai ha! yang sama kepada
Bapak Dedi Haryadi, ketua RT 013 /RW 05 setempat, beliau mengatakan:
"Di antara 12 desa lainnya yang ada di Kecamatan Cisauk tingkat perkawinan yang paling tinggi adalah berada di desa Dangdang dan desa Mekar Wangi. Penyebabnya selain karena faktor ekonomi dan pendidikan, tetapi juga memang sudah menjadi kebiasaan, menikah pada usia 14 sampai 16 tahun. Akan tetapi untuk tahun sekarang jumlalmya berkurang dibandingkan dengan tahun sebelumnya".3
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa terjadinya kawin usia
:nuda yang mereka (IM,IY,IU dan IE) lakukan adalah karena sudah menjadi
kebiasaan di tempat tinggalnya_ Walaupun nantinya rumah tangga yang akan
mereka jalani nanti tidak akan semulns seperti yang mereka impikan, yang lebih
disebabkan karena kurangnya kesiapan, baik dari segi fisik maupun psikis,
sehingga perceraian pun dapat te~jadi, dan ha! itu tidak menjadi soal bagi
mereka_ Menurut mereka yang terpenting adalah menikah, sama seperti anak
perempuan lainnya yang seumuran dengan mereka yang umumnya sudah
menikah_
Biasanya, masyarakat yang menganut tradisi kawin di usm muda
mempunyai prinsip lebih baik kawin hari ini walau esok cerai_ Kelimbang
menjadi perawan atau perjaka tua_ Adat yang demikian masih banyak dijumpai
pada masyarakat pedesaan yang masih berlatar belakang pend1dikan rendah_
Dikalangan masyar.akat pedesaan_ masih berlaku tradisi yang hampir
mengamhil hak semua kemerdekaan seorang gadis untuk memilih calon
3 Dedi FJarhadL Ketua RT 013 IR\\" 05 Karnpung Setu, fVaH·ancara J>riht.llli., 25 \1ei 2006
59
suaminya, dan biasanya anak itu didiJ.."te untuk rnenikah dengan seseorang yang
disenangi oleh orang tuanya.
2. Faktor Ekonorni
Ada sebagian orang tua yang lebih mengutarnakan kepentingan sendiri
ketirnbang kesejahteraan anak-anaknya Terkadang rnereka merasa bahwa
kekayaan dan jabatan itulah jernbatan untuk rnernperoleh kebahagiaan dan
bukan karena faktor usia dan potensi yang dirniliki oleh seseorang. Bahkan
terkadang ada juga orang tua yang rnernaksa anaknya rnenikah pada usia rnuda
karena rnengharapkan materi semata.
Selain itu, banyak juga terjadi perkawinan di usia rnuda karena melihat
kondisi orang tua miskin, sehingga si orang tua tersebut ingin cepat-cepat
mengawinkan anaknya untuk rnengurangi beban hidup.
Seperti halnya yang terjadi pada sebagian rnasyarakat desa Dangdang, di
rnana harnpir rata-rata penduduJ..'1ya bermata pencaharian sebagai petani.
Dengan keadaan yang demikian maka hanya bisa membia)'.ai anaknya sel:o!ah
sampai Sekolah Dasar (SD) saja dan adajuga sebagian rnasyarakat yang !ainnya
yang menyekolahkan anaknya sampai ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP). ltu pun bagi orang tuanya yang berpenghasilan lebih.
Dan bagi mereka yang hanya tamatan SD dan tidak melanjutkan sekolah,
hanya berdiam diri di rumah dan terkadang membantu orang tua mereka
bekerja. Seperti halnya para responden yang penulis wawancarai, di mana
hampir sci uruhya berpendapat bahwa karena sudah tidak sekolah lagi dan j ika
60
jodoh sudah ada maka mereka atau orang tua mereka menganjurkan mereka
untuk menikah walaupun umur mereka masih muda. Dan menurut orang tua
mereka anak perempuan pasti larinya ke dapur juga meskipun ia sekolahnya
sampai tingkat atas bahkan sampai ke Perguruan Tinggi. Bapak Dedi Haryadi,
ketua RTO 13 I 05 menceritakan:
"Kebanyakan di sini asal sudah lulus SD ya sudah dan tidak melanjutkan sekolah Jagi karena untuk perempuan nantinya larinya ke dapur".4
Dengan kondisi yang demikian, maka perkawinan di usia muda kerap terjadi
di desa Dangdang. Dengan sebab karena sudah tidak ada biaya untuk
melanjutkan sekolah dan orang tua sudah tidak mampu lagi untuk membiayai
sekolah ditambah Jagi dengan adanya mitos bahwa jika seorang anak
perempuan sudah ada yang melamar atau mengajaknya untuk menikah maka ia
tidak boleh menolaknya_
3. Alasan Susila, Norma atau Faham Yang Dianut
Pada umumnya orang tua ingin cepat-cepat rnengav1ink:3n anaknya, karena
takut anaknya berbuat zina yang dilarang oleh ;;gama dan juga menyebabkan
malu keluarga. Jika orang tua melihat prilalo1 anak-anaknya yang sudah sudah
terlalu akrab dengan lamm jenisnya dan orang tua berasumsi bahwa perbuatan
anaknya dianggap melanggar norma agama, maka orang tua te~sebut mengambil
satu solusi dengan mengawinkannya. Di samping itu orang tua ingin
melepaskan tanggung jawab sebagai orang tua, sehingga kalau anaknya sudah
'!bid,
6l
dikawinkan maka tanggung jawabnya berpindah kepada surum anal..-i1ya
tersebut.
Senada dengan ha\ ini, Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 telah
mengatur bahwa batas usia minimal untuk menikah adalah J 9 tahun cal on
mempelai laki-laki dan 16 tahun untuk calon perempuan. Seandainya terjadi
hal-hal di luar dugaan, misalnya mereka belum mencapai batas umur yang telah
ditentukan, dan karena akibat dari pergaulan bebas dan sebagainya sehingga si
perempuan sudah hamil sebelum perkawinan, dalam hal ini Undang-undang
Perkawinan memberikan kemungkinan untuk menyimpang dari ketentuan
tersebut. Dengan kondisi darurat seperti itu, penyimpangan boleh dilakukan
dengan meminta dispensasi kepada Pengadilan I Pejabat yang berwenang (pasal
7 ayat 2 Undang-andang Perkawinan No. l Tahun 1974).
Perkavvinan pada usia yang relatif muda yang dilakukan oleh beberapa
responden yang penulis wawancarai adalah karena ketika itu jodoh (teman pria
yang ingin melamarnya) sudah ada. Seperti pemyataan IY kep.ada penulis ketika
diwawancarai:
"Saya menikah karena sudah ada jodoh dan menurnt anggapan orang-orang di sini, jika anak perempuan sudah datang jodohnya tidak boleh menolaknya"5
•
Selain itu, j ika sudah ada jodohnya rnaka tidak ada a\asan \agi untuk tidak
menikah, hal ini dirnaksudkan agar t:idak terjadi hal-hal yang diin&>inkan, seperti
hamil di \uar nikah.
~ l'{, \\'av..'ancara Pribadi (J11_(~i1
62
Masyarakat di desa Dangdang mayoritas beragama Islam dan tekun dalam
menjalankan perintah agama, jadi mereka takut kalau sampai melanggar norma-
nom1a agama. Oleh karena itu, orang tua menganjurkan anaJu1ya untuk segera
menikah. Sebagian dari masyarakat desa Dangdang masih beranggapan bahwa
nikah secara agama saja sudah cukup dan tidak perlu lagi ada pencatatan di
KUA Dengan adanya anggapan yang demikian, maka ada sebagian masyarakat
menikah sedang usia mereka masih di luar ketentuan yang telah ditetapkan di
dalam Undang-undang Perkawinan. Dan akhimya banyak yang menikah di usia
muda. Bapak Ahmad Hakim, salah satu staf KUA Cisauk menceritakan:
"Salah satu yang melatar belakangi terjadinya perkawinan di usia muda di desa Dangdang adalah pertama, masih kurangnya rasa percaya terhadap KUA, <lan yang kedna, ka.-ena sebagian dari masyarakat tidak 1nau menerima modernisasi".6
4. Faktor pendidikan
Sejak abad permulaan sampai hari ini, orang tidak pemah selesai
membicarakan masalah pendidikan. Pendidikan merupakan satu sendi yang
paling essensial dalam kehidupan JJJanusia, pada umumnya orang akan
mengetahui potensi yang dimilikinya karena dijembatani oleh pendidikan.
Dapat dikatakan bahwa pendidikai1 adaJah sarana penggaJi potensi dan sumber
daya manusia.
Di satu sisi orang ramai membicarakan pendidikan. akan tetapi di sisi
lainnya masih banyak orang yang tidak memperokh pendidikan secara formal.
6 :\hn1ad l-Iakim~ StafKLiA. Cisauk~ f-Vtnnu1cara l)rihatli, 13 Juli 2006
63
kalaupun mereka memperolehnya tapi hanya pada tingkatan yang rendah seperti
Sekolah Dasar (SD).
Hal ini banyak terjadi di lingkungan masyarakat pedesaan. Terbukti masih
banyak gadis dan bujang yang barn belasan tahun dan masih sangat belia sudah
tidak bersekolah, terlebih lagi wanita. Karena image mereka tentang wanita
yang bersekolah dipandang hanya merupakan kesia-siaan, karena pada akhirnya
akan kembali ke dapur pula. Dengan demikian, mereka memandang bahwa
wanita lebih baik belajar memasak, mencuci dan sebagainya, selebihnya
menunggu datangnya bujang untuk melamar.
Dengan kondisi masyaralmt yang demikian, maim tak lain yang mereka
lakukan kecuali menikah pada llSia yang relatif muda. Karena antara si gadis
dan si bujang tidak memiliki ketrampilan untuk melakukan sesuatu. Pada
akhimya kehidupan masyarakat semarak dengan perkawinan di usia muda tanpa
memikirkan resiko yang akan dihadapi.
Keadaan yang demikia:i tcrjadi pula pada TM, IY, IU d~n IE. Yang dilatar
belakangi oleh berbag::.i sebab, diantaranya karena sarana sekolah yang ada di
Desa Dangdang sangat sedikit dan juga jaraknya yang jauh, dan juga karena
kondisi ekonomi. Seperti di lingkungan tempat tinggal IY dan IU, hanya ada
sebuah Pondok Pesantren, itu pun !Janya untuk belajar mengaji dan jika ingin
bersekolah atau belajar di Sekolah Dasar harus ke luar kampung, karena sarana
sekolah tersebut ada di luar kampungnya, itu pun jaraln1ya tidak dekat.
64
Oleh karena sedikitnya gedung sekolah ditambah lagi jaraknya yang jauh,
dan tidak hanya itu, karena kondisi ekonomi keluarga mereka yang rendah.,
maka hanya bisa melanjutkan sekolah hanya san1pai Sekolah Dasar. Demikian
halnya dengan IU, IE. Mereka. hanya sampai kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar (SD).
Seperti pemyataan ID:
"Saya belajar banya sampai kelas 4 (empat) SD dan itu atas kemauan saya sendiri. Saya sudab malas belajar dan tidak mempunyai keiuginan untuk melanjutkan sekolab, kareua tidak ada biaya dan letak sekolabannya jaub dari rumab saya" .1
Alasan yang sama juga diungkapkan IE:
"Saya sekolah SD hanya sampai kelas 5 (lima), karena malas dan orang tua saya tidak ada biaya lagi, dan karena sebab itu saya tidak ingin melanjutkan sekolab lagi".8
B. Pemberian Izin Orang Tua Bagi Anakuya Dalam Perkawinan di Usia Muda
Dalam lmkum Islam terdapat perbedaan pendapat di antarn para ulama
mengenai kedudukan orang tua dalllill hal ini ayah sebagai W'ali, dapat
dikategorikan ke dalam dua macam. Pertama, dalam ha! perwalian terhadap anak
gadis yang sudi:.'i dewasa, maka ayah sebagai wali serta izinnya mutlak
disyaratkan. Tanpa adanya ayah, serta tidak ada izin darinya maka perkawinan
dinyatakan tidaklah sah. Pendapat dinyatakan oleh Jumhur Ulan1a tennasuk Imllill
Syafi' i, Imam Malik dan beberapa ulama lairmya.
Kalau gadis tersebut tersebut tetap memaksa untuk melangsungkan
perkawinan, namun persetujuan ayah berupa pemberian 1z1tmya belumlah
7 fl"_ Jfrnrt111cara }J-rihadi, 25 \iel 2006 'IE. Wawanc.ara Pribadi. Op.Cit.
65
diperoleh, maim perkawinannya tidaklah dapat dilangsungkan. Para ulama ini
mengemukakan alasannya:
('I' 'i'I': ; .A]I)
Artinya: "Kemudian apabila te!ah habis masa iddahnya, jangan!ah kamu
menghalangi mereka zmtuk kml'in lagi dengna bakal suamimya ". (QS. AlBaqarah: 232)
Mereka berpendapat bahwa ayat ini ditujukan kepada para wali
termasuk ayah, untuk tidak lagi menghalang-halangi anak gadisnya yang sudah
kawin, untuk melangsungkan perkawin211 lagi. Mereka berpendapat kalaulah
sekiranya para wali tersebut tidak mempunyai hak perwalian terhadap anak
gadisnya, maka tentu mereka tidaklah akan dilarang untuk menghalang-halangi. 9
Dengan demikian, maka anak di bawah umur dapat dikawinkan dengan
persetujuan dan izin dari orang tua apabila mereka menghendakinya. Para ulama
memperbolehkan dan menganggap sah perkawinan mereka berdasarkan pada
interpretasi, riwayat-riwayat baik dari Nabi SAW maupun yang telah terjadi di
masa sahabat, dan ta bi' in.
Ibnu Taimiyah menyatakan pendapatnya bahwa ayah dalam ha! perwalian
boleh memaksa anak gadisnya. lbnu Taimiyah lebih lanjut tidaklah merinci
apakah yang dimaksud anak gadis tersebut yang sudah dewasa ataukah yang
9 Ibnu Rusyid , Hidl~ratu! .l\it{/tahilf, (Bein11. Dar aJ-_Fikri, 1 _th), Juz.2, h. 7
66
masih di bawah wnur. Namun Abu Bakar dan Imam Ahmad berpendapat bahwa
ayah tidaklah mempunyai hak untuk memaksa. 10
Namun, walaupun terdapat sedikit perbedaan tentang status kewenangan
ayah atau wali atas anak yang masih di bawah mnur, dapatlah secara umum
disimpulkan bahwa dalam pandangan dari sebagian para ulama, perka\vinan di
usia muda dapat diperbolehkan dan dianggap sah. Dengan demikian izin orang
tua dalan1 ha! ini ayah, berkonsekuensi pada kebolehan dan keabsahan
perkawinan anaknya yang masih di bawah umur (usia muda). Secara tegas dapat
dikatakan bahwa izin orang tua yang berarti membolehkan dan mendukung
terjadinya perkawinan di usia muda menjadi faktor utama.
Dalam ha! perkawinan di usia muda, secara teoritis dan ywidis formal
perkawinan tersebut telah menyalahi ketentuan pembatasan umur sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Perkawinan No. I Tahunl974 maupun dalam
Kompilasi Hukwn Islam (KHI), yaitu pasal 15 ayat 1. Menurut ketentnan pasal
tersebut, untuk berlakunya suatu perkawinan, maka umur untuk calon mempelai
pria hams mencapai 19 tahun dan calon mempelai wanita hams mencapai 16
tahun. Maka walaupun ayah sebagai walinya dan juga ibunya memi>eri izin bagi
anaknya yang berumur di bawah ketentuan pasal tersebut, untuk melakukan
perka\\~nan, izin tersebut tidak menjadi faktor terjad.inya perkawinan, sebelwn
izin tersebut diwujudkan dengan permohonan dispensasi dari Pengadilan Agama I
rn l\fuhan11nad Ha1nidi, et.al., lf11n11111tc111 lieu/its Jl11x11111 (Surabaya. P'f. Bina fln1u~ 1994). Cetke-1. h 2168
67
Pejabat yang berwenang. Dengan demikian konsekuensi izin dari orang tua
tidaklah dapat menjadi kebolehan terjadinya perkawinan di bawar umur.
Sedangkan dalam Kitab Undang-undang Hukun1 Perdata (BW) terdapat
dua kelompok yang mempunyai keharusaan meminta izin orang tua, sebelum
melangsungkan perkawimm. Kategori pertama, permintaan izin bagi anak yang
belum dewasa, yaitu yang belum mencapai 21 tahun dan belum pernah kawin.
Hal. ini mengandung pemahaman bahwa bagi anak yang masih di bawah umur 21
tahun, namun sudah pernah menikah, maka tidak lagi memerlukan izin orang tua
untuk melangsungkan perkawinan yang kedua. Kategori kedua, permintaan izin
bagi anak yang sudah berumur 21 tahun dan di atas 21 tahun tapi belum mencapai
39 tahun. Bagi anak dalam kategori ini, maka izin orang tua hanyalah jatuh pada
penekanan moral (graduasi moral) saja, bukan merupakan hal yang mutlak.
Bahkan menurut Subekti, izin orang tua tersebut dapat diganti oleh izin dari
pengadilan, apabila kedua orang tua menolak memberikan izin. I I
Keberadaan izin dari orang tua tidak dapat mendorong kebolehan calon ~.
meI:Jpelai yang berumur di bawah umur, untuk melangsungkan perkawinan tanpa
adanya dispensasi. Hal ini, secara teoritis dikarenakan pula oleb konsepsi hukum
atau perundang-undangan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) rnengenai
perkawinan yang secara irnplisit rnenekankan pada kecakapan dalarn hidup rumall
11 Subekti, I)okok-.Dokok liu/aun l'er!lata. (Jakarta, PT lntem1as.a, 1992). h. 24
68
tangga, terutama dalam pengasuhan anak. Oleh karenanya diperlukan
kematani,,>an, baik fisik maupun psikis, (pasal 103-110 BW}. 12
Dengan telah diberlakukannya Undang-undang No.I Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, maka pemberian dispensasi kemudian dilimpahkan kepada
Pengadilan I pejabat yang ditunjuk oleh kedua pihak orang tua (pasal 7 ayat 2).
Dengan ketentuan pasal 7 ayat (2) UUP ini, maka pemberian dispensasi semakin
mudah prosesnya.
Walaupun pemberian dispensasi semakin mudah, tidak berarti eksistensi
dari orang tua semakin berkurang keharusannya. Dengan demikian, apabila si
anak di bawah umur tersebut akan melangsungkan perkawinan dengan telah
adanya dispensasi, tetapi setelah dispensasi tersebut kemudian orang tua berubah
pikiran dan tidak mengizinkannya, maka perkawinan tersebut tidaklah dapat
dilangsungkan, dan kemudian mereka berusaha meminta izin ke pengadilan, maka
pengadilan tidak akan mengizinkannya, karena untuk kriteria umur tersebut, izin
orang tua adalah barns ada.
Kemudian kaitannya dengan penelitian yang penulis lakukan, yaitu dalam
hal pt:mberian izin orang tua kepada anaknya yang bernsia muda. Bahwasannya
orang tua dari para responden yang penulis wawancarai hampir seluruhnya
menyetujui atau mengizinkan anaknya untuk menikah, walaupun umumya
12 Subekti Uan ljitrosudibjo, Ji."itah [_!11tlan,f!-llJJda11g li11k11n1 l'er,fata (BH1), (Jakarta. PT Pradnya Paramitha, J 992), h.23-24
69
terbilang masih muda. Hal ini disebabkan karena rasa kekhawatinm dari onmg tua
yang takut anaknya melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama.
Dengan demikian, maka perkawinan di usia muda itu pun terjadi. Dari
sekian responden yang penulis wawancarai ada salah satunya yang rnengaku telah
memalsukan umur agar perkawinannya bisa dilakukan dan bisa terdaftar di
Kantor Urusan Agama (KUA). Ada beberapa prosedur yang dijelaskan oleh
responden dan dibenarkan pula oleh Ketua RT 11 I RW 04 Karnpung Dukuh Desa
Dangdang, yaitu Bapak Mista, beliau menjelaskan tcntang bagaimana caranya
mernalsukan umur. Per/ama, melaporkannya ke ketua RT setempat bahwa ia
ingin menikah tetapi ia tidak memiliki KTP, dan kemudian ketua RT tersebut
mernbuatkannya KTP. Ada juga yang membuat KTP sementara untuk memenuhi
syarat pendaftaran nikah di KUA. Dalam pembuatan KTP tersebut umur dari si
anak itu pun di manipulasi, ha! ini bisa terjadi karena orang tua lupa berapa umur
anaknya karena ia tidak mempunyai akta kelahiran, dan bahkan ada juga yang
rnernang sengaja memalsukan umur anaknya agar pernikah.annya terdaftar di
KUA, dan dalam pemalsuan wnur itu tidak dipungut biaya. Kedua, setelah KTP
selesai dibuat, maka ia membawa semua persyaratan lainnya, terrnasuk KTP itu,
ke KUA untuk kemudian mendaftarkan pemikahannya. 13
Dengan cara memalsukan umur tersebut, maka mudah bagi seseorang
yang belum mencapai batas umur yang telah ditentukan oleh UUP untuk
u Bapak MJsta, Ketua RT ] l I 04 Kan1pung Dukuh Desa Dangdang, JVmt·ancm·a J>rih<.llif, 25 Juni 2006
70
menikah. Hal ini membuat pertanyaan bagi kita semua, tennasuk penulis sendiri,
kenapa mereka tidak datang ke pengadilan untuk meminta dispensasi nikah.. Maka
untuk mengetahui hal itu, maka penulis mendatangi Pengadilan Agan1a
Kabupaten Tangerang untuk menanyakan, apakah di wilayah Cisauk khususnya
Desa Dangdang pernah ada yang meminta dispensasi ke pengadilan, dan ternyata
menurut panitera yang ada di pengadilan itu mengatakan bahwa tidak ada satu
pun masyarakat Desa Dangdang yang datang ke pengadilan untuk meminta
dispensasi. 14
Selain adanya upaya memalsukan umur agar dapat me!angsungkan
perkawinan, ada juga yang melakukannya dengan cara kawin sini. Hal ini
dilakukan karena tidak adanya persyaratan-persyaratan yang lengkap untuk
mendaftarkannya ke KUA, maka jalan satu-satunya ad<>lru' deng2:'.l melakukan
kawin sini tersebut.
Pemberian izin orang tua kepada anaknya masih muda untuk dapat
menikah antara lain juga karena disebabkan agar orang tua dari si anak itu dapat
bebas dari segala tanggung jawab, terutama tanggung jawab dari segi materi.
Karena jika anaknya sudah menikah, maka tanggung jawabnya akan berpindah
kepada suami anaknya.
i-~ Bapak Dede Supardi. Panitcra Pengadilan A.ga1na Kabupaten Tangerang, fVcrwancara J>r1batli, 28 r\gnstus 2006
71
C. Analisa Tentang Perkawinan Usia Mnda Pada Masyarakat Desa Dangdang
Kecamatan Cisauk Tangerang
Berdasarkan pada penelitian yang penulis lakukan di Desa Dangdang
Kecamatan Cisauk Tangerang dan uraian serta penjelasan di atas mengenai
perkawinan di usia muda. Ada beberapa faktor yang melatar belakangi terjadinya
perkwinan usia muda tersebut di antaranya karena faktor pendidikan. Di mana ada
sebagian dari masyarakat Desa Dangdang yang hanya tamatan Sekolah Dasar
(SD). Dan ha! ini disebabkan karena dmi segi tingkat ekonomi masyarakat, bahwa
sebagian masih berekonomi rendah sehingga tidak dapat melanjutkan sekolah,
selain itu., disebabkan juga oleh faktor sarana gedung sekolah yang ada di Desa
Dangdang sendiri yang sangat minim jumlahnya.
Di mana dalam hal faktor pendidikan, di mana pendidikan mempunyai
peranan penting dan strategis untuk menangkal citra masyarakat tentang Perawan
Tua yang akan menjadi aib keluarga. Menurut penulis, semakin tinggi tingkat
pendidikan masyarakat akan semakin tinggi pula tlngkat kesadll;rannya, dan hal ini
akan secara perlahan bahkan dapat menghilangkan budaya malu terhadap sebutan
"Perawaa Tua" tersebut.
Dengan demikian, maka dengan melihat kompleksnya pem1asalahan yang
menyebabkan terjadinya perka\\~nan di usia muda tersebut, sedini mungh.in
haruslah dicarikan soltL~inya agar hal 1111 tidll.k berlanjut di tahun-tahun
mendatang.
72
Bila dipahami lebih lanjut, maka akan terlihat bahwa terjadinya kontra
diksi antara realitas yang ada di masyarakat dengan ketentuan Undang-undang
Perkawinan. Dan hasil ini diketahui berdasarkan research yang penulis lakukan.
Temyata yang terjadinya perkawinan di usia muda tidak hanya dilatar belakangi
yang tel as penulis jelaskan sebelumnya, akan tetapi ada faktor lainnya juga yang
menurut penulis sangat esensial dan perlu mendapatkan perhatian lebih khusus,
bahwa terjadinya perkawinan di usia muda tersebut karena pada umumnya
mereka kurang mendapatkan informasi tentang Undang-undang Perkawinan. Dan
lebih dari itu, bah'va ada sebagian dari masyarakat yang tidak mengetahui
dampak negatif yang akan timbulkan dari perkawinan muda tersebut di kemudian
hari, terutama dalam ha! keseharan reproduksi.
Dengan demikian, maka perlu adanya upaya untuk mensosialisasikan
perlunya menghindari segala dampak negatif yang ditimbulkan dari perkawinan
usia muda tersebut. Yaitu dengan tidak melakukan perkawinan di usia muda. Dan
dalam ha! ini ketua KUA Cisauk telah berupaya semaksimal mungkin .agar
masyarakat mengetahui segala dampak yang ditimbulkan dari perkawinan muda
tersebut, seperti himbaurmya kepada para mubaligh setempat agar di dalam acara
pengajian-pengajian menyinggung soal usia perkawinan dan juga di setiap
menjelang ijab qabul diberikan ceramah yang isinya menyinggung masalah
perka win an. 15
15 Bapak Lukn1an f{aki111, Ketua Kl1,..\ Keca1natan Cisauk Kabupaten Tangerang, JVaH'OJTcVra fJr1halh, 01 Juni 2006
73
Setelah di analisis lebih lanjut, terjadinya perkawinan di us1a muda
memiliki alasan-alasan tersendiri, yang sejauh ini pada beberapa sisi penulis
menyetujui perkmvinan tersebut dilakukan oleh sebagian masyarakat, seperti
karena alasan susila atau norma. Masyarakat yang masih menjunjung tinggi
moraJitas akan berusaha semaksimaJ mungldn untuk mempertahankan norma
yang berlaku. Ketika terdapat pelanggaran terhadap norma atau susila sepertinya
terjadinya kehamilan terhadap gadis belia di luar perkawinan, naka hanya ada
satu alternatif sebagai solusinya, yaitu menikahkannya. Pada kondisi seperti ini
tidak mungkin lagi memperdebatkan faktor usia yang masih relatif muda yang
belum mencapai batas minimal menikah, dengan keadaan yang demikian, maka
yang perlu dipertimbangkan adalah masa depan si gadis dan anak yang akan
dilahirkannya.
Selain karena faktor pendidikan dan susila atau norma yang menjadi
penyebab terjadinya perka\vinan di usia muda, ada faktor lainnya yang ikut
mendukung terjadinya perkawinan tersebut, sePt:rti faktor e~onomi dan tradisi
atau kebiasaan. Oleh karenanya, maka penulis setuju dan membenarkan faktor
faktor tersebut merupakan penyebab terjadinya perkawinan usia muda pada
sebagian masyarakat.
Ke-adaan ekonomi pada sebagian masyarakat yang rata-rata bermata
pencaharian sebagai petani menyebabkan orang tua tidak mampu membiayai
sekolah anaknya ke tingkat yang lebih tinggi, sehngga hanya bisa bersekolah
sampai SD itu pun tidak sarnpai lulus, bahkan ada yang tidak sarnpai sekolah
74
sama sekali. Hal ini disebabkan karena beberapa hal seperti karena kondisi
ekonomi yang lemah., tempat belajar (sekolah) yang jauh., dan ada juga alasan
yang tidak melanjutkan sekolah karena alasan malas.
Kemudian, terjadinya perkawinan pada sebagian masyarakat Desa
Dangdang disebabkan karena sudah menjadi kebiasaan. Adanya batasan umur
untuk menikah khususnya bagi anak perempuan yaitu di mana antara usia 14
(empat belas) sampai 17 (tujuh belas) tahun seorang anak perempuan harus sudah
menikah dan jika lewat dari usia itu si perempuan belum juga menikah akan
dibilang perawan tua. Hal ini sangat tidak masuk aka!, di mana pada usia tersebut
dianggap sebagai usia yang produktif dan masih terbilang muda bila hams
memkah. Maka dengan semestinya di masa usia tersebut ia dapat
mengembangkan diri dengan memanfatkan waktu atau masa mudanya dengan
berkarya atau melakukan sesuatu lainnya yang lebih berguna dan bermanfaat.
Pada dasarnya agama Islam merupakan agama "rohmatan !ii 'alamin ",
yang mengajarkan kesamaan derajat di antara sesama m~nasia,. baik bagi laki-laki
maupun perempuan.
Sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur'an Surat Al-Hujurat ayat 13:
Artinya:
"Hai 11u11111sia, sesunggu/11~Vll Ka111i n1e11ciptaka11 kart111 £lari sese<ira11g laki-laki danseorang perempuan, dan menfadikan kamu berbangsa-bangsa dan
75
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesunggulmya orang yang paling mulia di mntara kamu disisi Allah ta/ah orang yang paling lakwa di antara kamu". (QS.Al-Hujurat: 13)
Islam hadir di dunia tidak Jain kecuali untuk membebaskan manusia dari
berbagai bentuk ketidakadilan, yaitu dalam ha! perkawinan, di mana ada
kebebasan dalam menentukan kapan waktu yang tepat bagi seseorang hams
menikah. Jika ada norma yang dijadikan pegangan oleh masyarakat tetapi t:idak
sejalan dengan prinsip-prinsip keadi!an, maka nonna itu harus ditolak. Demikian
pula bila terjadi pemaksaan nikah karena melihat batasan usia tertentu yang
dianggap oleh sebagian masyarakat yang memegang suatu nomm mengharuskan
seseorang (anak perempuan) harus menikah dengan alasan akan dibilang perawan
tua adalah merupakan alasan yang dicari-cari dan tidak masuk aka!.
Walaupun tidak ada.satu pun ayat atau hadits yang memberikan batasan
atau pendewasaan urnur untuk menikah, maka dalam ha! ini apabila lebih banyak
membawa dampak negatif (mudharat) daripada dampak positif (maslahatnya)nya
perkawinan usia muda itu harus dicegah.
Di mana sebagian dari ulama berpe:idapat bahwa perkawinan bisa
dilangsungkan jika kedua pasangan telah dewasa atau baligh. Menurut Abu
Hanifah bahwa usia baligh bagi laki-laki adalah delapan belas tahun dan untuk
anak perempuan adalah tujuh belas tahun. Dan ulama lainnya seperti Abu Yusuf,
Muhammad bin Hasan dan al-Syafi' i, menyebutkan usia lima belas tahun baik
untuk laki-laki maupun perempuan. Dan menumt Yusuf Musa bahwa usia dewasa
76
itu setelah seseorang berumur dua puluh satu tahun. Hal 1111 dikarenakan pada
zaman modern orang memerlukan persiapan yang matang.
Lebih lanjut para ulama memberikan pendapatnya bahwa selain umur
yang tel ah de was a yang harus dimiliki seseorang j ika ia hendak menikah, maka
juga harus dimiliki kecakapan bagi kedua pasangan tersebut. Dan menurut
sebagian ulama mengatakan bahwa dasar dari kecakapan itu adalah aka!. Dengan
cakapnya seseorang maka ia akan mampu memikul tanggung jawab yang
dibebankan kepadanya.
Selain pendapat dari sebagian ulama yang menyebutkan adanya syarat
kecakapan yang hams dimiliki seseorang, malrn ada sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yaitu:
,, ' ,, ),- ..-..-g_ ,, " ",.. i ,, ~o ,, ,,
~),Ji\ J~~( \~JG .0)1~0
; ,_J:;- ~<JI :1) /1~' 7 ~~';/I C:--<:J'j / / /
} ,, ,.. Q
"c~---4J 0_!~\ o\J_!) -~~ Jt:i ~~~ Artinya:
"Tidak sah dinikahkan seorang Janda sehingga diminta perintahnya dan tidak sah dinikahkan scorang gadis sehingga diminta izinnya. Para sahabat bertanya: "Bagaimana i:::innya wahai Rasulullah ? beliau menjawab: "izinnya adalah diamnya ".
Hadits tersebut memerintahkan kepada orang tua, jika ingin menikahkan
anaknya yang masih belia maka ia harus menunggu sampai ar~aknya <lewasa agar
bisa <liminta izinnya (pendapatnya). Selain dari hadits tersebut terdapat beberapa
kaidah-kaidah fiqhiyah sepe11i:
16 Muhan1rnad Nashiruddin Al Abani, (In1ron Rosadi, terj.), k!ukhtashar Shahih A4usliln, Loe.Cit
77
A1iinya:
"Jvfenghindari mafsadah atau kerusakan harus didahulukan daripada mencari maslahat at au kebaikan ".
Berdasarkan kaidah tersebut jika kawin usia muda akan membawa
dampak atau resiko yang lebih besar daripada manfaat atau maslahatnya, maka
sudah seharusnya kawin usia muda itu ditunda sampai orang itu cukup dewasa
dan telah matang fisik, psikis dan mentalnya.
Pada sebagian masyarakat yang menikah di usia muda akan tetapi
mendapatkan buku nikah, maka ha! ini menimbulkan suatu pertanyaan: "Apakah
mungkin telah te1jadi pemalsuan umur ?".
lv1engenai ha! ini penulis tidak menyetujui perbuatan tersebut, yaitu
pemalsuan umur. Karena di dalam Undang-undang Perkawinan telah disebutkan
bahwa perkawinan bisa dilangsungkan jika telah mencapai umt'f 19 (sembilan
belas) tahun bagi laki-laki dan 16 (enam belas) tahun bagi perempuan. Adanya
pembatasan umur dalam Undang-undang Perkawinan ada!ah karena dalam sebuah
keluarga menuntut adanya peran dan tanggung jawabnya sebagai seorang suami,
baik secara psikologis ataupun biologis untuk menjalankan fungsi-fungsinya.
Sedangkan adanya batasan minimal bagi calon isteri adalah karena kawin usia
rnuda bagi wanita rentan menirnbulkan berbagai resiko, baik bersifat biologis
17 Jaih :v1ubarok, Kaid(:h Fiqh: Sejarah dan Kaidah-kaidah Asasi, Loe.Cit
78
seperti kerusakan organ-organ reproduksi kehamilan dan juga resiko psikologis
berupa ketidakmampuan mengemban tugas-tugas rumah tangga dengan baik.
Dan jika ingin menikah sedangkan batas umurnya belum mencapai batas
umur minimal, maka ia bisa meminta dispensasi ke pengadilan dengan
mencantumkan alasan-alasan yang bisa diterima dan tidak dibuat-buat
Dengan adaya pembatasan usia dalam perkawinan, baik yang ditetapkan
dalam Undang-undang Perkawinan No. I Talmn 1974 maupun dalam syari'at
Islam yang secara eksplisit tidak ditentukan tentang batasan usia tersebut, tetapi di
dalam hadits ataupun dalil-dalil lainnya seperti kaidah fiqhiyyah disebutkan
tentang kawin usia muda seperti yang telah penulis jelaskan, diharapkan jumlah
dari perkawinan usia rnuda yang terjadi pada sebagian masyarakat Desa
Dangdang khususnya rnaupun entuk masyarakat pada umumnya akan berkurang
bahkan sudah tidak ada lagi untuk tahun-tahun mendatang.
A. Kesimpulan
BABV
PENUTIJP
79
1. Perkawinan di us1a muda yang terjadi pada sebagian masyarakat Desa
Dangdang, penelitian ini menunjukkan adanya empat faktor penyebab
perkawinan tersebut yaitu: pertama, karena faktor pendidikan; kedua, karena
faktor ekonomi, ketiga, karena faktor tradisi daerah atau kebiasaan keluarga,
keempat, alasan susila atau fahan1 yang dianut.
Perkawinan usia muda yang ditemukan dalam penelitian ini secara umum
merupakan kombinas.i dari fai-tor-faktor tersebut yang satu sama lain saling
terkait dan mendukung akan terjadinya perkawioan usia nrnda. Para pelaku
perka\vinan itu hampir seluruhnya hanya tamatan Sekolal1 Dasar (SD), bahkan
ada juga di antara mereka yang tidak tamat SD. Hal ini terjadi karena
beberapa sebab, yaitu: pertama, karena fas.ilitas gedung sekolah yang minim
jumlahnya dan letaknya yang jauh, kedua, karena faktor ekonomi, di mana
rata-rata penduduknya berrnata pencaharian sebagai petani sehingga
penghasilan dari orang tua mereka tidak seberapa jumlalmya, oleh karenanya
para oarang tua tidak mampu membiayai sekolah anaknya. Ketiga, I.arena
faktor malas. Para responden yang peoulis wawancarai hampir seluruhnya
mcnyatakan ha! yang sama yaitu karena malas, dan malas ini disebabkan oleh
karena tidak ada keinginan untuk bersekolah clan juga karena anak gadis yang
80
sewnuran dengan merekajuga tidak sampai lulus sekolah. Walaupun adajuga
yang sampai lulus tetapi tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya. Keempat,
karena masih adanya anggapan yang dipegang yaitu bal1wa seorang anak
perempuan meskipun ia sekolahnya sampai ke tingkat atas nantinya larinya
akan ke dapur-dapur juga.
2. Perkawinan usia muda dapat herdampak pada peningkatan jwnlah penduduk,
karena banyaknya angka kelahiran, ancaman eksistensi keutuhan rumah
tangga, meningkatnya angka kematian bayi dan ibu serta mempertinggi
kuantitas perceraian.
3. Untuk dapat membina keluarga atau rumah tangga diperlukan persyaratan
serta kemampuan tertentu, pertimbangan semacam itu perlu didukung oleh
batasan usia untuk menikah, yaitu di atas 2 l tahun baik bagi pria maupun
wanita. Usia demikian ini sebagai batasan minimal untuk ukuran umum usia
yang dipandang pantas nikah dan telah memadai. Karena tujuan yang ingin
dicapai dalam suatu perkawinan adalah agar tercipta ke!uarga yang saki11alr,
mawaddalr dan rahmalr. Oler, karena itu, agama Islam menganjurkan jika
perkaw:inan usia muda membawa dampak negatif yang lebih besar daripada
dampak positifnya, maka perkawinan itu hams ditunda samj)<1i kedua
pasangan calon suami isteri itu dapat benar-benar siap untuk menikah dengan
dibarengi umur yang dianggap cukup dan siap untuk menikah agar tujuan dari
perkawinan tersebut dapat tercapai.
81
B. Saran-saran
1. Untuk para wanita di Desa Dangdang khususnya, dan untuk semua \vanita
pada umumnya :
a) Agar tidak menikah dalam usia yang relatif muda, sehingga dapat
mengembangkan potensi diri dengan sebaik-baiknya
b) Lebih mengutamakan pendidikan agar masa depan menjadi cerah.
c) Jangan takut akan dibilang perawan tua, karena usia 17 (tujuh belas) tahun
merupakan usia yang produktif untuk lebih meningkatkan kemampuan
diri.
d) Hendaknya para remaja, sebisa mungkin memanfaatkan waktu yang ada
dengan belajar agar hari esok dapat lebih baik dari hari ini.
2. Untuk aparat pemerintahan yaitu :
a) Desa.
Diharapkan kepada aparat pemerintahan wilayah Kecamatan Cisauk
khususnya Desa Dangdang agar memberikan penyuluhan-penyuluhan
mel.:lui pengajian-pengajian, majelis ta'lim, seminar-seminar dan
sebagainya tentang cara penanggulangan dari perka\\~nan usia muda dan
dampak-dampak yang ditimbulkan jika pemikahan itu dilangsungkan pada
usia muda.
b) Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cisauk
Diharapkan kepada pihak KUA Kecamatan Cisauk agar Jehih selektif lagi
dnlam rnemeriksa persyaratan-persyaratan dalam pemikahandan juga
82
untuk lebih meningkatkan penyuluhan-penyuluhan tentang arti clan
maksud dari perkawinan yang terdapat di dalam Undang-undang No. l
Tahun 1974 maupun di dalam agama Islam itu sendiri.
c) Pengadilan Agama
Hendaknya Pengadilan Agama Kabupaten Tangerang khususnya dan
Pengadilan Agama pada umumnya agar lebih tegas lagi dalam
memberikan kriteria dispensasi nikah sehingga tidak ada alasan yang
dibuat-buat (rekayasa) oleh masyarakat.
3. Untuk para ulama
Diharapkan kepada para ulama yang ada di wilayah Desa Dangdang
khususnya dan para ulama pada umumnya agar pada setiap kesempatan yang
ada untuk memberikan ceramah kepada masyarakat tentang pentingnya
pendewasaan umur bagi seseorang yang ingin menikah dan j uga perlu adanya
kesiapan fisik maupun mental agar dapat terciptanya keluarga yang sakim1h,
mawadda!z dan rahmah. Selain itu, diharapkan juga kepada para ulama agar
me:nberikan ketegasan kepada masyarakat tentang hal-hal yang
bagaimanakah seseorang dipandang boleh dan tidak boleh menikah dilihat
dari sisi agama.
DAFfAR PUSTAKA
Al-Qur'an Al-Karim
Al 'Ati, Hammudah Abd DR, Keluarga Muslim (I71e Family Stmcture in !slam), Alih Bahasa: Anshari Thayib, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1984, Cet.ke-l
Ali, Daud M, Hulann ls/am dan Peradilan Agama, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002, Cet.ke-2
Al-lraqy, Sayyid as, Butsainah, penerjemah: Kathur Suhardi, Rahasia Pemikahan Yang Bahagia, Jakarta: Pustaka Azzam, 1997, Cet.ke-l
As Shabuni, Muhammad Ali, Pemilwhan Dini Yang lslami, Penerjemah: Mashuri lkhwani, Jakarta: Pustaka Amani, 1996, Cet.ke-1
Arto, A Mukti, Perkara-perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, Cet.ke-1
Az Zuhaily, Wahbah, al Fiqh al l1-/ami Wa adillatuhuh, Beirut: Dar al Fikri, l 989, J uz VII, Cet. ke-3
Bin Abdurrahman al Musnad Khalid bin Ali al Anbari, Syaikh Abdul Azis, Perkawinan dan Permasa/ahannya, Penerjemah: Drs. Musifin As'ad dkk, Jakarta:Pustaka al-Kautsar, 1995, Cet.ke-4
Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi J.,fetodologi ke Arah Ragam Varian Kontenporer, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004, Cet.ke-3
Departemen Ag~ma, Al-Qur 'an dan Terjemahannya, Semarang:· CV. Thoha Putra, 1989
Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Jnd-:mesia Menurut Perkawinan Hukum Adat dan Hukum Agama, Bandung· Mandar Maju, 1990
Hamidi, Muhammad, et.al, Pimpu;,,m Hadits Hulwm, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1994, Cet.ke-1
Hawari, Dadang dkk, Persiapan lvlenuju Perkawinan Yang Lestari, Jakarta: Pustaka Antari, 1996
Hosen, lbr&him, f'erkm.,•n{n ll.1-ia Muda Menurut Agama Islam, Mimbar U\ama XV, 156, Januari, 1991
Jauhari, Ma'stnn, Bimbingan Perkawtnan dan Rumah Tangga, Jakarta: VC. Aji Sakti, 1993, Cet.ke-4
Karim, Helmi, Kedewasaan Untuk Menikah, Jakarta: Pustaka Firdaus, t.th., Cet.ke-1
Kebudayaan, Departeman Pendidikan., Kmus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, Cet.ke-2
Keluarga, Nasehat Perkawinan, B.P.4., Majalah Bulan an, 139, Desember, 1983
Muhdlor, A Zuhdi, Memahami Hukum Perkawinan (Nikah, Talak. Cerai, dan Rujuk), Bandung: al Bayan, 1995, Cet.ke-2
Murpratomo, Sulasikin., Sebab-sebab Perkmvinan Usia Muda, Mimbar Ulama X'J, 156, Januari, 1991
Prodjodikoro, Wirjono, Hulann Perkawinan di Indonesia, Bnadung: Vorkik Van Hoeve, 1959
Rahman, Bakti A, Ahmad Sukarja, Hukum Perkawinan Afenurut Hukum Islam, Undang-w1dang Perkawinan dan Hukum Perdata (BJV), Jakarta: PT. Hidya Karya, 1981
Rasyid, Sulaiman, Fiqih Islam, Jakarta, 1996
Restiyati, Diyah Warn, Pendidikan Seks Sebagai Hak Reproduksi, Kalyanair.edia No.3, Oktober, 2004
Rusyid, lbnu, Bidayatul lvfujtahid, Beirut: Dar al FikTi, tth., Juz 2
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, Alih Bahasa: Ors. Mohammad Tholib, Bandung: AlMa'arif, 1996, Cet.ke-2
Saleh, K Wantjik, Hukwn Perkawinan Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, l-:i&7, Cet.ke-8
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986, Cet.ke-3
Subekti, Pokok Hukwn Perdata, Jakarta: PT.lntermasa, 1992,
Suwondo, Nani, Hukum Perkawinan dan Kependudukan di Indonesia, Bandung: PT. Bina Cipta, 1989, Cetke- l
Tanumidjaja, Mamet, Dampak Perkawinan Usia Muda Dalam Kehidupan Rumah Tangga dan Kesejahteraan Sosial, Mimbar Ulama XV, 156, Januari, 1991
Tjitrosudibyo, Subekti, Kitab Unddng-undang Hukum Perdata (BW), Jakarta: PT. Pradnya Paramitha, l 992
Zain, Muhammad, dan Mukhtar al Shodiq, Membangun Keluarga Humanis (Cozmter Legal Draji Kompilasi Hukum Islam Yang Kontroversial !tu), Jak<rrta: Grahacipta, 2005, Cet.ke-1
DEPARTEI\11EN AGAJ.VIA RI KA.l"<J'I'()f{ lJllUSA.N AGA.rv.tA KECAMA1"'Al\f CISATJI(
l{/\.BUPATEN TAl'l"l-;ERANG JI. C.sauk - LAPAN
SURAT KETERANGAN Nomor: Kk.122/im.01/456/'IX72CXJ6
Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala KUA Kecarnatan Ci~auk Kabupaten
'angerang, dengan ini menernngkan bahwa :
Nama : I1vIIARTI SAHARA
NIM : 102043224951
Fakultas : Syari'ah dan Hc.kum
Jurusan : r·. t1-1 I PH
lvlahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif HiclayatullBh Jakarta. Bahwasany<1
:!ah ·melakukan kunjungan kc KUA Cisauk gur1a melakukan wawancara da:1 menc.lapatkan
ata nikah pada tanggal 0 I Juni 2006. Data terse but dipergunakan untuk mdenekapi bahan
cripsi .. yang betjudul :"Perkawinan • Usia Muda Pada · Masyarakat Desa Dangdang
ecan1atan Cisauk Tangerang".
Dernikru·• surat keterangan mt dibm1t umuk dipergunakan secagairnar:a
1estinp.
PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG KECAMATAN CISAUK
DESA DANGDANG , JI. Raya Maloko No ................ Telp . ........................ Kode Pos 15342
SURA~-KE~'ERANGAN
Nomor 1 420 / q{;l - 2001/2006.
' fang bertanda tangan di bawah ini, Kepala Desa Jhngdang !Ceca1J1atan
Cisauk Kabupaten Tangerang, dengan irJ. maneran@can tabwa 1
N ama IMIAH'I'.l SAliARA
NIM l 102043224951 >•:I·';'
Fakul tas Syari' ab dan HUkum
Jurusan Perbandin 15an Madzhab dan Huku:n (FMII)
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarief Hid<JYatullah Jakar':.a
.Bahwasanya tela.l-i melakukan kunjungan k.: I:esa !:1angdar..g Cuna menda;c.tk<:m d~
Ji.a mengenai kondisi obyekc Lf wila.yah Desa Dangdang ~Cec8rnatan Cisauk Kaou-
... paten Iangerang, pada tang;al 9 Oktober 2006. Data to:osGbut dipergunakan
untuk melengka:oi bahan skri.psi, yang berjadul : " Perkawirnm Usia Muda P.'.!
da Masyarakat J iesa Dan5J.a..'1g Kecamatar1 Ciaauk Tw1&rerang ".
Demikic.a surat kete!:angan ini dibuat untuk aipei·gunakan sebagaim.'!
na mestin~a.-
9 O'<tebe 2006,
DAFfAR \VA WANCARA UNTUK KEPALA KUA CISAllK
1. Sebagai suatu lembaga atau instansi pemerintah yang melayani masyarakat dalam
masalah perkawinan, peran KUA cukup strategis. Menurut pengamatan Bapak
kira-kira berapa jumlah pasangan yang melangsungkan perkawinan tiap bulan?
2. Suatu kenyataan sosial yang terjadi di tengah masyarakat bahwa kawin muda
mengandung banyak resiko dan problem yang bias mengakibatkan kegagalan
suatu poerkawinan. Menurut Bapak:, apa dampakyang akan timbul dari
perkawinan usia muda tersebut?
3. Menurut Bapak, kira-kira faktor apa yang mmelatar belakangi perkawinanusia
muda tersebut?
4. Sejauh d;ni, adakah usaha-usaha KT fA untt>k mananggulangi atau menekan
jumlah pasangan tcrsebut sekaligus memasyarakatkan undang-undang
Perkawinan?
5. Apakah kendala yang untuk merealisasikan usaha tersebut yang dihadapijajaran
KUA?
6. Menurut Bapak:, dari data yang di KUA ini, apakah mungkin bahwa telah terdapat
pemalsuan umur bagi mereka yang ingin rnenikah sedang usia mereka rnasih di
bawah umur '7 lalu konsekuensinya?
7. Dari sekian desa yang ada di wilayah Cisauk ini, desa rnanakah yang tingkat
perka,vinan usia n1udanya cukup tinggi '?
8. Apakah ada perbedaan-perbedaan yang signifikan antara desa yang satu dengan
desa yang Jainnya ( dari segi Jetak, pendidikan, ekonomi dan sebagainya)?
9. Apakah rata-rata masyarakat desa Dangdang mendaftarkan perkawinannya di
KUA ini?
l 0. Bagaimanakah pandangan Bapak terhadap perempuan khususnya yang menunda
menikah karena alas an pendidikan, karir dan sebagainya ?
11. Apa saran Bapak khususnya untuk remaja dalam rangka mengabdi kepada nusa,
bangsa dan agama ?
DAFf AR \VA \VANCARA UNTUK RESPONDEN
L Berapakah usia auda ketika menikah ?
2. Apa pendidikan terakhir anda?
3. Pernahkah anda mendengar istilah perkawinan usia muda?
4. Apakah keluarga anda setttju ketika anda memutuskan untuk menikah di usia
' muda? apakah alasannya?
5. Sebelurn anda memutuskan untuk menikah, apakah anda mempunyai keinginan
untuk melanjutkan sekolah? apakah alasannya?
6. Apakah yang melatar belakangi anda menikah di usia muda ?
7. Apakah saudara andajuga menikah di usia muda?
8. Apakah di lingki113an anda mempunyai kebiasaan menikah di usia muda ') apakah
alasannya?
9. Kalau iya, berapakah batasan usia untuk anak perempuan '?
10. Bagaimana dengan anak laki-laki, apakah iajuga mempunyai batasan i;sia, kahu
iya, berapa batasan usianya 'l
J l. Bagaimana caranya pemikahan anda terdaftar di KUA sedangkan usia anda ketika
itu belum mencapai usia 16 tahun? apakah ada kemungkinan melakukan
pemalsuan umur?
l 2. Bagairnana caranya ·1, Siapakah yang rnelakukannya ·1, dan berapakah biayanya ·i
13. Apakah anda mengetahui Undang-undang Perkawinan No. I Talrnn 197.+ ·>
!.+. Menurut anda berapakah usia yang ideal untuk rnenikah '?
15. Apakah menurut anda pendidikan itu penting?
I 6. Bagaimana menurut anda ten1ang seseorang yang menunda menikah kru-ena
alasan pendidikan, karir, dan sebagainya ?
Nama Responden (indisial)
Tanggal Wawancara
Lokasi
: IU
: 25Mei 2006
: Desa Dangdang
JAWABAN,VAWANCARA
l. Saya menikah ketika berumur 14 tiliun
2. Saya lulusan Sekolah Dasar (SD) tapi hanya sampai kelas 4 (empat) "'·°"' 3. Tidak
4. Setuju, karena sudah kemauan sendiri
5. Tidak, karena males <Ian sekolahannyajauh
6. Karena kebiasaan
7. !ya
8. lya,
9. rata-rata yang rnenikah usianya 13 (tig.a belas) sampai l 5 (lima belas) tah'm
I 0. Tid<ik
l l. Tidak ada KTP,jadi buat KTP sementara sama ketua RT
I 2. /\mil yang mengurus scnH:anya dan tinggal terima beres
-13. Tdal: tahu
14. ~-o (dua puluh) tahun
I 5. Pcnting
16 Bagus
Tangerang, l l November 2006
Pewawancara Yang diwawanc:arai
Imiarti Sahara TIJ
Nama Responden
Tanggal Wawancara
Lokasi
: [E
:.11 September 2006
: Desa Oangdang
JAWABAN WA\VANCARA
L Saya rnenikah ketika berLL~ia 14 (emr.at belas) tahun
2. Saya sekolah hanya sampai kelas 5 (lirna) SD
3. Tidak Pcrnah
4. Setuju
5. Tidak pen gen, karcna rnaies
6. Karena sudah _iodoh
7. !ya
8. Ada, sekarang masih ada
9. 15 (lima belas) sarnpai I 6 (enam belas) tahun
10. Tidak, kalau anak laki-laki i11euikah usia11ya antara 17 (ttijuh'helas) s-Jmpai 20
(du~ puluh) tahun
I I. Saya menikah di rumah dan ada sura: kawinnya
12. Yang ngurus amil, caranya usia saya dilebihkan dan buat :.uratnya Rp 200.000
13. Tidak
14. 20 (dua pLduh) sampai 25 ldua puluh lima) tahun
15. l'enting, untuk masa dcpan
16. 13agus
Tangerang, 11 September 2006
Pcwawancara Yang wawancarai
j\ -, . ,
lmiarti Sahara
····--..
Nama Respvnden (indisial)
Tanggal Wawancara
Lokasi
:IM
: 27 A.gustus 2006
: Desa Dangdang
JA \V ABAN \VA W ANCAR.A
1. Saya menikah pada usia 14 (em pat belas) tahun
2. Saya hanya sampai SD kelas 2
3. Tidak Pemah
4. Setuju, karena orang tu.a jadi lepas tang;,>ung jawa~uya
5. Tidak
6. Karena dipaksa kawin sama orang tu.a, dan waktu itu saya lulus pesai•tren jadinya
belum kenal clan 1iciak ada rnsa cinta
7. !ya
8. !ya, di sini banyak yang kawin usia muda dan pendidikanny;1 hanya ;;ampa.i SD
clan kaclang ada juga yang ticlak sekolah
9. Untuk anak perempuan di bawah 16 (enam belas) tahw1
I 0. Ticlak ada
11. !ya
12. Caranya bu.at KTP sementara sarna amil lalu kc Desa <.b1gan pernntara RT,
biayanya untuk buat KTP sementara !\p 25.000
13. Tidak panah
I 4. Menurut kedewasaanny3.
15. Penting
16. Bagus
Tangerang, l l November 2006
Pewawancara
Imiarti Sahara
13. Tidak tahu
14. 18 (delapan betas) sampai 20 (dua puluh)tahun untuk perempuandan untuk anak
laki-laki 25 (dua puluh lima) sampai 27 (dua puluh tujuh) tahun
15. Penting, untuk pengetahuan
16. Bagus
Tangerang, ! I November 2006
Pewawancara
Imiarti Sah:i ra IY