perjanjian kerja

61
` BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada dasarnya perjanjian kerja dibuat dengan motivasi yang menguntungkan semua pihak baik perusahaan maupun karyawan. Perusahaan membutuhkan komitmen karyawan untuk memberikan yang terbaik, dengan begitu perusahaan juga memberikan apa-apa yang menjadi hak karyawan. Sehingga sebenarnya perselisihan yang terjadi antara perusahaan dan karyawan seharusnya dapat dihindari. Pemahaman yang mendalam mengenai perjanjian kerja mulai siapa saja yang terlibat sampai kesesuaian dengan ketentuan hukum sangatlah penting untuk dipahami. Makalah ini memberikan rambu-rambu bagaimana membuat perjanjian kerja yang saling menguntungkan. Dalam makalah ini dijelaskan secara lengkap perihal perjanjian kerja, cara membuat perjanjian kerja, kewajiban / hak pengusaha dan pekerja / buruh, pemutusan hubungan kerja (PHK), peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama. Peraturan perundang- undangan Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang saat ini berlaku, disamping berbagai peraturan pelaksanaan di bidang ketenagakerjaan yang masih relevan. Dari makalah ini berbagai pihak, baik pengusaha dan buruh/pekerja mampu membuat suatu perjanjian kerja yang berlandaskan undang- 1

Upload: basyiruddin-muchlis

Post on 01-Jul-2015

1.395 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: perjanjian kerja

` BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada dasarnya perjanjian kerja dibuat dengan motivasi yang menguntungkan semua

pihak baik perusahaan maupun karyawan. Perusahaan membutuhkan komitmen karyawan

untuk memberikan yang terbaik, dengan begitu perusahaan juga memberikan apa-apa yang

menjadi hak karyawan. Sehingga sebenarnya perselisihan yang terjadi antara perusahaan

dan karyawan seharusnya dapat dihindari.   Pemahaman yang mendalam mengenai

perjanjian kerja mulai siapa saja yang terlibat sampai kesesuaian dengan ketentuan hukum

sangatlah penting untuk dipahami.

Makalah ini memberikan rambu-rambu bagaimana membuat perjanjian kerja yang

saling menguntungkan. Dalam makalah ini dijelaskan secara lengkap perihal perjanjian

kerja, cara membuat perjanjian kerja, kewajiban / hak pengusaha dan pekerja / buruh,

pemutusan hubungan kerja (PHK), peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.

Peraturan perundang-undangan Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang saat

ini berlaku, disamping berbagai peraturan pelaksanaan di bidang ketenagakerjaan yang

masih relevan. Dari makalah ini berbagai  pihak, baik pengusaha dan buruh/pekerja mampu

membuat suatu perjanjian kerja yang berlandaskan undang-undang. Perjanjian kerja seperti

itu tentunya amat dibutuhkan dalam mencipatakan iklim kerja yang kondusif karena

masing-masing pihak telah mengetahui bahwa segala hak dan kewajibannya telah

dilindungi oleh hukum.

B. PENGERTIAN

Sebelum secara langsung membahas tentang perjanjian kerja terlebih dahulu akan

dikemukakan pengertian perjanjian kerja. Perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam bab

IX Undang-undang ketenagakerjaan tahun 2003. Dalam angka 14 undang-undang tersebut

dijelaskan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha

atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat, hak dan kewajiban para pihak. Kemudian

1

Page 2: perjanjian kerja

dalam pasal 1 nomor 15 disebutkan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara

pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur

pekerjaan, upah dan perintah. Dalam KUH Perdata 1601 a. dijelaskan bahwa perjanjian

perburuhan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya

untuk dibawah perintah pihak yang lain si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu,

melakukan pekerjaan dengan menerima upah.1

Sesuai dengan kondisi dan sasaran yang akan dicapai dapat dibagi menjadi dalam 2

bentuk yaitu : pertama, pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang atau terus-

menerus dalam waktu tak tertentu ; kedua, pekerjaan yang menurut sifat jenis dan tuntunan

kegiatannya perlu diselesaikan dan dilakukan dalam waktu tertentu dan relatif pendek.

Untuk memulai suatu pekerjaan, pengusahaan dan pekerja membuat perjanjian kerja, yaitu

perjanjian pengikatan diri antara pekerja dan pengusaha bahwa pekerja menyatakan

kesediaan membayar upah dan hak-hak pekerjaan lainnya.

Dari definisi diatas dapat diambil inti bawa perjanjian kerja yang berdampak bagi

timbulnya hubungan kerja harus mempunyai 3 unsur, antara lain :

1. Adanya orang yang dipimpin dan memimpin : harus ada dua pihak yang berbeda

dalam kedudukannya , ada yang memerintah dan ada yang diperintah atau bisa

disebut dengan hubungan subordinasi.

2. Adanya penunaian kerja : penunaian kerja maksudnya melakukan pekerjaan akan

tetapi bukan persewaan kerja karena yang tersangkut dalam kerja adalah tenaga

mausia, sehingga upah sebagai kontraprestasi dipandang dari sudut ekonomis.

3. Adanya upah : ketentuan mengenai upah ini diatur dlam pasal 1 angka 30 UU

ketenagakerjaan tahun 2003. Disebutkan bahwa adalah hak pekerja yang diterima

dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi

kerja pada pekerja yang dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan

atau suatu peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan

keluarga atas suatu jasa yang telah atau akan dilakukan.

1 Menurut UU 21/1954:”Perjanjian Perburuhan” diadakan antara majikan dan “serikat buruh”, “perjanjian kerja” antara majikan dan buruh perseorangan

2

Page 3: perjanjian kerja

BAB II

PERMASALAHAN

Pengusaha sebagai pihak yang kuat secara sosial ekonomi akan selalu

menekan pihak pekerja yang berada pada posisi yang lemah/rendah. Atas dasar itu,

pemerintah secara berangsur-angsur turut serta dalam menangani masalah

perburuhan melalui berbagai peraturan perundang-undangan yang memberikan

kepastian hukum terhadap hak dan kewajiban pengusaha maupun pekerja. Campur

tangan pemerintah dalam bidang perburuhan melalui peraturan perundang-

undangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan telah membawa perubahan mendasar yakni menjadikan sifat

hukum perburuhan menjadi ganda yakni sifat privat dan sifat publik. Sifat privat

melekat pada prinsip dasar adanya hubungan kerja yang ditandai dengan adanya

perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha. Sedangkan sifat publik dari

hukum perburuhan dapat dilihat dari adanya sanksi pidana, sanksi administratif bagi

pelanggar ketentuan di bidang perburuhan/ketenagakerjaan dan dapat dilihat dari

adanya ikut campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya standar upah

(upah minimum).

Hubungan kerja merupakan hubungan antara pekerja dengan pengusaha

yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja. Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa

hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan

perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Dengan

demikian jelaslah bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja

antara pengusaha dan pekerja.

Saat ini masih banyak pekerja yang tidak mengerti akan hak dan

kewajibannya sehingga banyak pekerja yang merasa dirugikan oleh pengusaha yang

memaksakan kehendaknya pada pihak pekerja dengan mendiktekan perjanjian kerja

tersebut pada pekerjanya

3

Page 4: perjanjian kerja

Isi dari penyelenggaraan hubungan kerja tidak boleh bertentangan dengan

ketentuan dalam undang-undang yang bersifat memaksa ataupun yang bertentangan

dengan tata susila yang berlaku dalam masyarakat, ataupun ketertiban umum. Bila

hal tersebut sampai terjadi maka perjanjian kerja tersebut dianggap tidak sah dan

batal.

Perjanjian kerja memegang peranan penting dan merupakan sarana untuk

mewujudkan hubungan kerja yang baik dalam praktek sehari-hari, maka perjanjian

kerja pada umumnya hanya berlaku bagi pekerja dan pengusaha yang mengadakan

perjanjian kerja. Dengan adanya perjanjian kerja, pengusaha harus mampu

memberikan pengarahan/penempatan kerja sehubungan dengan adanya kewajiban

mengusahakan pekerjaan atau menyediakan pekerjaan, yang tak lain untuk

mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. Walaupun suatu perjanjian kerja

telah mengikat para pihak, namun dalam pelakasanaannya sering berjalan tidak

seperti apa yang diharapkan misalnya masalah jam masuk kerja, masalah upah,

sehingga menimbulkan perselisihan paham mengenai hubungan kerja dan akhirnya

terjadilah pemutusan hubungan kerja.

Perselisihan antara pengusaha dan buruh/pekerja kerap terjadi dalam dunia

ketenagakerjaan di tanah air. Salah satu faktor penyebabnya adalah masih

banyaknya pihak yang belum mengerti tentang hak–hak dan kewajiban-kewajiban

yang mereka miliki dalam suatu perjanjian kerja yang notabennya adalah suatu

perikatan hukum. Di satu sisi pengusaha masih melihat pihak pekerja/buruh sebagai

pihak yang lemah tanpa posisi tawar. Sementara itu pihak buruh/pekerja sendiri

kurang mengetahui apa-apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Dengan kata lain,

pihak buruh/pekerja turut saja terhadap peraturan yang diberikan oleh pihak

pengusaha. Padahal dalam suatu hubungan kerja sama yang baik tidak ada pihak

yang lebih penting karena pengusaha dan buruh/pekerja masing-masing saling

membutuhkan.

Permasalahan yang diangkat dalam makalah ini adalah pembahasan

mengenai perjanjian kerja dan perburuhan agar perselisihan antara pihak pengusaha

dengan pekerja/buruh dapat dihindari.

4

Page 5: perjanjian kerja

BAB III

PEMBAHASAN

A. PERJANJIAN KERJA DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA

1.Pengertian

a. Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja dan perjanjian kerja bersama mempunyai manfaat yang besar bagi

pihak yang mengadakannya. Hal ini didasari dengan adanya i’tikad baik dari para pembuat

perjanjian agar dapat menciptakan suatu ketenangna kerja, jaminan kepastian hak dan

kewajiban para pihak. Sehingga, dengan adanya perjanjian kerja diharapkan produktivitas

meningkat sehingga pengusaha dapat mengembangkan usahanya dan lebih jauh lagi dapat

menciptakan lapangan kerja baru.

Dalam hal pengertian sebenarnya tak ada pengertian yang berbeda mengenai perjanjian

kerja. Hal ini dikarenakan undang-undang yang telah mengaturnya ( UU no. 21 tahun 1954

tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan, dan sekarang UU no. 13

tahuin 2003) telah memberikan pengertian yang jelas mengenai perjanjian kerja bersama.

Dalam pasal 1320 KUH Perdata telah disebutkan syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:

a. adanya kesepakatan

b. adanya kecakapan

c. adanya suatu hal tertentu

d. adanya sebab yang halal

Keempat hal inilah yang membuat perbedaan antara kesepakatan dan perjanjian karena

dalam kesepakatan kerja bersama hanya memenuhi unsur kesepakatan, berbeda dengan

perjanjian kerja bersama yang mencakup empat syarat sahnya perjanjian tersebut.

Perjanjian kerja menurut pasal 1601a KUH Perdata berbunyi: ”persetujuan perburuhan

adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk di

5

Page 6: perjanjian kerja

bawah perintah pihak lai, si majikan, untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan

dengan menerima upah.” Namun menurut Iman Soepomo hal ini kurang lengkap karena

menurutnya pasal tersebut di atas hanya mengikat pekerja/buruh, bukan pengusahanya.

”Perumusan semacam itu sangat mungkin terpengaruh oleh pandangan dari zaman

ke zaman di mana masyarakat mana pun, yang memandang orang-orang yang melakukan

pekerjaan, terutama untuk orang lain, sebagai orang yang sangat rendah.....”2. Untuk

melengkapi rumusan pasal 1601 KUH Perdata maka Iman Soepomo menyatakan bahwa

perjanjian kerja adalah, ” Suatu Perjanjian yang diadakan oleh buruh dan majikan, di mana

si buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah

dan di mana majikan menyatakna kesanggupannya untu mempekerjakan buruh denga

membayar upah.”

Sedangkan menurut pasal 1 angka 14 UU No. 13 tahun 2003 menentukan:

”Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi

kerja yang memuat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.”

b. Perjanjian Kerja Bersama

Perjanjian kerja bersama atau PKB adalah kesepakatan atau perjanjian yang dicapai

melalui perundingan antara wakil serikat pekerja dan wakil pengusaha mengenai hak dan

kewajiban pekerja serta kewenangan dan kewajiban pengusaha. Tujuan perumusan PKB

adalah melibatkan para pekerja melalui serikat pekerja dalam perundingan dengan

pengusaha untuk menentukan hak dan kewajiban pekerja serta kewenangan dan kewajiban

pengusaha. Dengan demikian, pengusaha dan pekerja dapat bersama-sama menjamin

kelangusungan produktifitas perusahaan, untuk kemudian meningkatkan kesejahteraan

pekerja dan keluarganya. Isi perjanjian PKB diantaranya adalah penegasan kembali tentang

ketentuan mengenai hak dan kewajiban pekerja. Baik karana inisiatif pengusaha maupun

sebagai hasil perundingan antara pengusaha dan serikat pekerja. Di samping itu PKB juga

memuat beberapa ketentuan yang belum diatur secara spesifik oleh Pemerintah seperti

skala san tingkat upah, jaminan sosial, tata tertib kerja, dan penyelesaian keluh kesah

pekerja dan penyediaan fasilitas bagi serikat pekerja.

2 Iman Soepomo (1983:41)

6

Page 7: perjanjian kerja

2. Manfaat Perjanjian Kerja Bersama

a. Sebagai pedoman bagi pengusaha menjalankan kewajibannya dan penegasan atas

kewenangan pimpinan perusahaan

b. Sebagai pedoman bagi pekerja menjalankan kewajibannya dan memperoleh hak-

haknya serta untuk mengakui dan menghormati kewenangan pengusaha

c. Mempertegas pengakuan pengusaha atas kehadiran dan peranan serikat pekerja

serta fasilitas yang diperoleh serikat pekerja

d. Sebagai acuan atau referensi utama untuk menyelesaikan keluh kesah pekerja,

perbedaan tafsir peraturan antara pengusaha dan pekerja, bahkan untuk

menyelesaikan perselisihan antara pengusaha dan serikat pekerja.

e. Untuk menciptakan hubungan industrial yang aman dan harmonis yang didukung

oleh suasana musyawarah dan kekeluargaan dalam perusahaan, ketenangan kerja

bagi pekerja, kepastian usaha bagi pengusaha, berkurangnya kasus perselisihan dan

gangguan produksi.

3. Tata Cara Pembuatan Perjanjian Kerja dan PKB

1. Masa percobaan

Sebelum melakukan perjanjian kerja perusahaan melakukan masa percobaan atau

bisa disebut megang. Tujuan diadakan masa percobaan ini untuk mengetahui

apakah calon karyawan mampu melakukan tugas yang diberikan atau tidak

kepadanya dan untuk mengetahui kepribadiannya. Apabila menurut penilaian

pengusaha karyawan layak untuk dipekerjakan maka majikan mengangkat calon

karyawan menjadi karyawan dengan membuat perjanjian kerja.

Mengenai masa percobaan kerja pasal 60 jo. Pasal 154 huruf a UU no.13

tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengatur sebagai berikut :

a) Perjanjian kerja waktu tidak menentu dapat mensyaratkan perjanjian kerja.

b) Masa perjanjian kerja palng lama 3 bulan.

c) Dibuat secara tertulis.

7

Page 8: perjanjian kerja

d) Upah yang dibayarkan tidak boleh dibawah upah minimum yang berlaku.

Dalam kesimpulan tersebut masa percobaan boleh diladakan atau tidak diadakan

dan selama masa percobaan karyawan berhak mendapatkan upah.

2. Yang dapat membuat perjanjian kerja.

Untuk dapat mmbuat perjanjian kerja pada intinya adalah orang dewasa.

Mengenai pengertian orang dewasa ada perbedaan pendapat sebagai berikut :

a. Menurut KUH Perdata, seorang dianggap dewasa dan karenanya

mampu bertindak dalam lalu lintas hukum, jika berumur 21 tahun ata

sudah kawin.

b. Menurut hukum adat, seseorang dapat disebut orang dewasa apabila

sudah akil baliq atau sudah kawin, atau biasanya telah berusia 16 s/d 18

tahun.

c. Menurut hukum perburuhan, seseorang dapat dikatakan dewasa apabila

sudah berumur 18 tahun atau diatas 18 tahun, dimana UU

ketnagakerjaan pasal 1 angka 26 mendefinisikan adalah anak ada;ah

setiap berumur dibawah 18 tahun.

UU ketenagakerjaan dan keputusan menteri tenaga kerja dan

transmigrasi No. KEP0235/MEN/2003 tanggal 31 Oktober 2003 mengatur hal-

hal sebagai berikut :

a. Pengusahan dilarang mempekerjakan anak.

b. Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-

pekerjaan terburuk, yaitu :

Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan.

Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau

menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi,

pertunjukan porno atau perjudian.

Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau

melibatkan anak untuk produksi minuman keras, narkotika,

psikotopika, zat adiktif lainnya.

8

Page 9: perjanjian kerja

Semua pekerjaa yang membahayakan keselamatan dan moral

anak.

Ketentuan mengenai pengusaha dilarang mempekerjakan anak dapat dilakukan

pengecualian sebagai berikut :

a. Anak yang berumur 13 smpai 15 tahun dapat melakukan pekerjaan

ringan sepanjang tidak menggangu perkembangan dankeshatan fisik

maupun mental dan sosial. Pengusaha yang ingn mempekerjakan anak

harus memenuhi hal-hal sebagai tersebut :

Izin tertulis dari orang tua/ wali.

Perjanjian kerja antara orang tua atau wali

Waktu kerja maksimal 3jam.

Dilakukan siang hari dan tidak menggangu waktu sekolah.

Adanya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja.

Adanya hubungan kerja yang jelas.

b. Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat yang

diminatinya. Untuk itu pengusaha wajib memenuhi persyaratan sebagai

berikut:

Dibawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali.

Waktu kerja maksimal 3 jam.

Kondisi lingkungan kerja tidak menggangu perkembangan

fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.

Pedoman PKB telah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi

No. 48 tahun 2004. Tahap pertama, pengurus serikat pekerja yang telah terdaftar dikantor

pemerintah setempat mengajukan permintaan secara tertulis kepada manajemen atau

pengusaha untuk berunding merumuskan PKB dilampir dengan rancangan PKB. Tahap

kedua, perusahaan dan pimpinan serikat pekerja menyepakati tata tertib perundingan yang

9

Page 10: perjanjian kerja

antara lain mencakup : tujuan pembuatan tata tertib, susunan tim perunding, lama masa

perundingan materi perundingan ,tempat perundingan , tata cara perundingan dan cara

menyeselaikan bila menemui kesulitan mencapai kesepakatan.

Tahap ketiga, masing-masing pihak membentuk tim perunding . perundingan

dilakukan secara musyawarah untuk mufakat, tidak secara pemungutan suara ( voting ).

Tahap keempat, adalah melakukan perundingan .selama perundingan , kedua belah pihak

tidak diperbolehkan melakukan tindakan penekanan atau pemaksaan seperti ancaman PHK

atau pemogokan.

Tahap kelima, PKB yang telah ditandatangani kedua belah pihak harus didaftarkan

ke Dinas Ketenagakerjaan setempat. Disamping itu , pengusaha mempunyai kewajiban

untuk menyebarluaskan PKB melalui tempat atau papan pengumuman yang mudah dibaca.

Demikian juga serikat pekerja berkewajiban menyebarluaskan isi PKB kepada anggota-

anggotanya.

4. Pengertian Perjanjian Kerja menurut Islam

Dalam islam perjanjian disebut akad. Akad sendiri mempunyai arti secara etimologi

perikatan, perjanjian, dan permufakatan. Secara terminologi, akad memiliki arti secara

umum (al ma’na al-am) adalah ”segala sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk

dikerjakan, baik yang muncul dari kehendaknya sendiri, seperti kehendak untuk wakaf,

membebaskan hutang, thalak, maupun yang membutuhkan pada kehendak dua pihak dalam

melakukannya seperti jual beli, sewa menyewa, perwakilan, dan gadai/jaminan”

Sedangkan dalam arti khusus (al-ma’na al-khas) akad adalah ”pertalian atau perikatan

antara ijab qabul sesuai dengan kehendak syari’ah (Allah dan Rasulnya) yang

menimbulkan akibat hukum pada obyek akad.”

Ijab dan qabul dimaksudkan untuk menunjukkan adanya keunginan dan kerelaan

timbal balik para pihak yang bersangkutan terhaap isi akad. Oleh karena itu, ijab dan qabul

menimbulkan hak dan kewajiban atas masing-masing pihak secara timbal balik.

10

Page 11: perjanjian kerja

Pencantuman kata ”sesuai dengan kehendak syariah” dalam definisi diatas

maksudnya adalah bahwa setiap akad yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih tidak

dipandang sah jika tidak sejalan dengan kehendak atau ketentuan syariah.

Dalam konsep muamalat janji dibedakan dengan akad namun keduanya sering

diakitkan ketika terjadinya transaksi. Janji biasanya diucapkan sebelum akad terjadi sebagai

upaya pemberian harapan kepada orang yang akan menerimanya bahwa orang yang

berjanji akan melakukan sesuatu yang berguna.

Dalam kajian fiqh muamalat, akad dibedakan dengng janji. Pada akad terdapat

pernyataan atas suatu keinginan positif dan salah satu pihak yang terlibat dan diterima oleh

pihak lainnya yang menimbulkan akibat hukum pada obyek akad, serta hak dan kewajiban

atas masing-masing. Sedangkan janji adalah ”keinginan yang dikemukakan oleh seseorang

untuk melakukan sesuatu, baik perbuatan maupun ucapan, dalam rangka memberikan

keuntungan bagi pihak lain.”3

Adapun perangkat-perangkat yang nantinya menjadi:unsur-unsur pembentuk akad.4

Menurut mayoritas ulama, rukun akad terdiri atas:

a. Shighat, pernyataan ijab qabul

b. ’Aqidain, dua pihak yang melakukan akad

c. Ma’qud ’alaih, obyek akal.

d. Maudhu’ al-’aqd, tujuan akad menjadi penting karena jika akad tersebut tujuannya

bertentangan dengan syara’ hukumnya adalah tidak sah dan tidak menimbulkan

akibat hukum. Bisa saja dianggap seperti tidak ada akad yang terjadi.

Dalam hal dua pihak yang melakukan akad diahruskan ia adalah orang yang mukallaf,

yaitu orang yang sudah akhil baligh, berakal sehat dan dewasa atau cakap hukum.

Jadi dalam bagian pengertian antara perjanjian dalam bisnis global terutama Indonesia

dengan bisnis dalam Islam (akad) tidak banyak hal yang berbeda. Justru lebih banyak

3 ‘Ala’ al-Din kharufah, ‘Aqd al-Qardh fi al-Syari’ah al-Islamiyyah wa al Qanun al-Wadh’iy, Dirasah Muqaranah, (Bairut: Muassassah Nawfal,1982). H. 654 Uraian mengenai rukun akad didasarkan pada penjelasan Wahbah. Wahbah, Op.cit, h. 2930 dst.

11

Page 12: perjanjian kerja

kesamaan antara perjanjian dalam pandangan ekonomi Indonesia dengan perjanjian dalam

pandangan Islam.

4. Subjek Perjanjian Kerja dan Perjanjian Kerja Bersama

Subjek perjanjian adalah orang-orang yang terikat dalam perjanjia yang dibuatnya.

Dengan pengertian ini maka subjek perjanjia kerja adalah pengusaha dan pekerja.

Sementara itu, subjek perjanjian kerja bersama bukan hanya serikat pekerja atau serikat

buruh dan pengusaha saja tetapi juga pekerja atau buruh.

Pekerja atau buruh terikat dalam perjanjia kerja bersama yang dibuat oleh serikat

pekerja atau serikat buruhnya adalah berdasarkan suatu asas perkumpulan yang

menyatakan bahwa setia anggota perkumpulan terikat oleh perjanjian-perjanjian yang

dibuat oleh perkumpulannya. Oleh karena itu, serikat pekerja atau serikat buruh tentu saja

akan mengikat anggota-anggotanya ke dalam perjanjia yang mereka buat dengan

pengusaha.

Dalam perundang-undangan ketenagakerjaan memang tidak dijumpai tentang syarat-

syarat-syarat seseorang pengusaha berhak atau tidak membuat perjanjian kerja dan

perjanjian kerja bersama.

Dalam pasal 1330 KUH Perdata ditentukan bahwa orang yang belum dewasa, orang

yang ditauh di bawah pengampunan dan orang gila tidak berhak membuat suatu

persetujuan. Apalagi menjadi seorang pengusaha.

Dalam segi ini tidak ada permasalahan tentang berhak atau tidaknya pengusaha

membuat perjanjian kerja dan perjanjia kerja bersama. Hanya saja sekarang tergantung

perusahaannya itu sah atau tidak.

Persoalan sah atau tidaknya perusahaan itu telah diatur dalam hukum dagang atau

hukum bisnis. Karenanya hukum ketenagakerjaan tidak berhak untuk mengaturnya. Hukum

ketenaga kerjaan hanya mengharuskan,” perusahaan yang telah didirikan ataupun yang

12

Page 13: perjanjian kerja

baru didirikan kembali, yang dipindahkan atau dibubarkan agar dilaporkan kepada Kepala

Resort Jawatan Pengawasan Perburuhan pada Kementrian Tenaga Kerja.”5

Seorang pekerja atau buruh baru diperbolehkan mambuat perjanjia kerja dengan

pengusaha apabila telah berusia 18 tahun. Sementara itu, untuk serikat pekerja atau serikat

buruh ditentukan sebagai berikut.

a. Jika dalam suatu perusahaan hanya ada satu serikat pekerja atau serikat

buruh, serikat pekerja atau serikat buruh tersebut dapat mewakili pekerja

atau buruh unutk membuat perjanjian kerja bersama apabila memiliki

jumlah anggota lebid dari 50 % dari jumlah pekeja atau buruh yang ada

di perusahhan tersebut.

b. Jika serikat pekerja atau serikat buruh tersebut tidak memiliki jumlah

anggota lebih dari 50%, serikat pekerja atau serikat buruh tersebut baru

dapat membuat perjanjian kerja bersama jika mendapat dukungan lebih

dari 50% dari jumlah pekerja atau buruh yang bekerja di perusahaan

tersebut.

c. Dalam hal satu perusahaan mempunyai lebih dari satu serikat pekerja

atau serikat buruh maka serikat pekerja atau serikat buruh yang dapat

membuat perjanjian kerja bersama adalah serikat pkerja atau serikat

buruh yang memiliki anggota lebih dari 50% darijumlah pekerja atau

buruh yang ada di perusahaan tersebut.

d. Dalam hal serikat pekerja atau serikat buruh yang tidak memenuhi poin

3 di atas, maka serikat pekerja atau serikat buruh baru dapat membuat

perjanjian kerja bersama apabila dapat berkoalisi dengan serikat pekerja

atau serikat buruh yang ada sehingga memiliki suara lebih dari 50% dari

jumlah pekerja atau buruh yang ada di perusahaan tersebut.

5. Subjek Perjanjian Kerja dan Perjanjian Kerja Bersama dalam Islam

5 Pasal 2 UU no. 23 tahun 1953 tentang Kewajiban Melaporkan Perusahaan

13

Page 14: perjanjian kerja

Dalam bisnis Islam dikenl sebutam Muamalat yang berasal dari bahasa arab muamalat

yang merupakan bentukan dari kata ’amala-yuamilu-muamalatan yang menurut bahasa

memiliki arti saling bertindak, berbuat, pekerjaan, pergaulan, pekerjaan sosial, bisnis, dan

transaksi.

Dalam artian luas, muamalat adalah aturan-aturan hukum Isalam yang berkaitan

dengan tindakan hukum manusia dalam persoalan keduniaan,6seperti jual beli, gadai,

perdagangan, sewa, berserikat, mudharabah, nikah, hibah, waris, wasiat, perang,

perdamaian, dan segala hal yang dibutuhkan manusia selama hidupnya.7

Sedangkan mengenai subjek dalam perjanjia menurut Islam harusla orang yang

mukallaf. Mukallaf adalah oarang yang sudah ’aqil-baligh berakal sehat dan dewasa atau

cakap hukum. Mengenai batasan umur pelaku atau keabsahan perjanjian diserahkan pada

’urf atau peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin kemaslahatan para pihak.

6. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja dan Perjanjian Kerja Bersama

Dalam setiap perjanjian kerja terdapat syarat-syarat yang harus dapat terpenuhi,

diantaranya:

a. kesepakatan kedua belah pihak

b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum

c. adanya pekerjaan yang dijanjikan

d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,

kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.8

Sedangkan perjanjian kerja yang dibuat tertulis sekurang-kurangnya memuat:

a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha

b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja atau buruh

6 Muhammad Farid Wajdi, Da’ irah Ma’arif al-Qur’an al-Isyrin, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1971),j. 6 h. 7487 Abdussattar Fathullah Sa’id, al-Muamalat fi al-Islam, (Makkah:Rabithah al-‘iam al-Islami, Idarah Kitab al Islami, 1402H) hal. 128 Pasal 52 UU No. 13 tahun 2003

14

Page 15: perjanjian kerja

c. jabatan atau jenis pekerjaan

d. tempat pekerjaan

e. besarnya upah dan cara pembayaran

f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja atau

buruh

g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja

h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat

i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian.9

Perjanjian kerja bersama paling sedikit harus memuat:

a. hak dan kewajiban perusahaan

b. hak dan kewajiban serikat pekerja atau serikat buruh serta pekerja atau buruh

c. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama

d. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.10

Perjanjian kerja bersama dapat dibuat dalam jangka waktu paling lama dua tahun, dan

dapat diperpanjang lagi masa berlakunya paling lama satu tahun berdasarkan kesepakatan

tertulis antar pengusaha dengan serikat pekerja atau serikat buruh yang membuatnya.

Selain itu, sesuai dengan sifat serikat pekerja atau serikat buruh yang bebas, maka

dalam perjanjian kerja bersama tidak diperboleh kan untuk:

a. memuat peraturan yang mewajibkan seorang pengusaha hanya boleh

menerima atau menolak pekerja atau buruh dari suatu golongan, baik

berkenaan dengan agama, golongan warga negara atau bangsa, maupun

keyakinan politik atau anggota dari suatu perkumpulan

b. memuat aturan yang mewajibkan seorang pekerja atau buruh hanya bekerja

atau tidak boleh bekerja pada pngusaha dari suatu golongan, baik berkenaan

dengan agama, golongan warga negara atau bangsa, maupun keyakinan

politik atau anggota dari suatu perkumpulan

9 Berdasarkan pasal 54 UU No. 13 tahun 200310 Berdasrkan pasal 124 UU No. 13 tahun 2003

15

Page 16: perjanjian kerja

c. memuat aturan yang bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

7. Jenis-jenis Perjanjian Kerja

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU No.13 tahun 20043) ditentukan ada

beberapa jenis perjanjian kerja sebagai berikut:

1. Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu

Perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut

jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:

1) pekerjaan yang sekali selesi atau yang sementara sifatnya

2) pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama

dan paling lama dalam waktu tiga tahun

3) pekerjaan yang bersifat musiman

4) pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk

tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan

untuk paling lama dua tahun dan boleh diperpanjang atau diperbarui satu kali untuk jangka

waktu paling lama satu tahun.

Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa

tenggang waktu tiga puluh hari berakhirnya perjanjia kerja waktu tertentu yang lama,

pembaruan perjanjian waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan satu kali dan paling lama

dua tahun.

Pengertian Perjanjian Kerja Waktu tertentu Dalam Pasal 59 ayat l, pengertian Perjanjian

Kerja Waktu tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha yang

hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan

pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. Dalam perjanjian kerja yang menimbulkan

hubungan kerja mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dengan demikian dalam

16

Page 17: perjanjian kerja

perjanjian kerja harus dipenuhi tiga unsur yaitu ada orang dibawah pimpinan orang lain,

penunaian kerja, dan adanya upah.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Kep.100/Men/VI/2004 tanggal 21

Juni 2004 menyebutkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu adalah perjanjian kerja antara

pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau

untuk pekerjaan tertentu. Di dalam Keputusan Menteri tersebut mengatur tentang,

pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu pada pasal 1 tentang ketentuan umum dalam

keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT adalah perjanjian

kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja

dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.

2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu yang selanjutnya disebut PKWTT adalah

perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan

hubungan kerja yang bersifat tetap.

3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk lain.

Kemudian dalam Pasal 2 memberikan batasan-batasan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

sebagai berikut:

1. Syarat kerja yang diperjanjikan dalam PKWT, tidak boleh lebih rendah daripada

ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Menteri dapat menetapkan ketentuan PKWT khusus untuk sektor usaha dan atau

pekerjaan tertentu.

17

Page 18: perjanjian kerja

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut

jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya. Dalam praktek sering terjadi penyimpangan atas

hal ini. Dengan latar belakang dan alasan tertentu kadang terdapat pengusaha dengan

sengaja memberlakukan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk pekerjaan yang bersifat

rutin atau tetap. Guna mengantisipasi masalah ini Pasal 59 ayat 1 Undang-Undang No.13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menetapkan kategori pekerjaan untuk Perjanjian

Kerja Waktu Tertentu sebagai berikut:

1. Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya.

2. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama

dan paling lama 3 (tiga) tahun.

3. Pekerjaan yang bersifat musiman.

4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk

tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajagan.

Pasal 59 ayat 2 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menegaskan

bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat

tetap, yaitu pekerjaan yang sifatnya terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi

waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam 1 (satu) perusahaan atau

pekerjaan yang bukan musiman.

Syarat-syarat Pembuatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Sebagaimana perjanjian kerja

pada umumnya, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu harus memenuhi syarat-syarat pembuatan

yang terbagi dalam 2 (dua) macam, yaitu syarat materiil dan syarat for-nil. Syarat materiil

diatur pada Pasal 52 ayat 1 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

yaitu sebagai berikut:

1. Kesepakatan kedua belah pihak.

2. Kesepakatan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum.

3. Adanya perjanjian yang diperjanjikan.

4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,

kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

18

Page 19: perjanjian kerja

Sedangkan syarat pembuatan secara formil Perkanjian Kerja Waktu Tertentu yang diatur

dalam pasal 54 ayat 1 Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Perjanjian kerja Waktu Tertentu harus memuat:

1. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha.

2. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh.

3. Jabatan dan jenis pekerjaan.

4. Tempat pekerjaan.

5. Besarnya upah dan cara pembayarannya.

6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh.

7. Jangka waktu mulai berlakunya Perjanjian Kerja.

8. Tempat lokasi perjanjian kerja dibuat.

9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Syarat-syarat yang dimuat dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak boleh lebih rendah

dari syarat-syarat kerja yang termuat dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja

Bersama. Bila ternyata kualitas isinya lebih rendah, maka syarat-syarat kerja yang berlaku

adalah yang termuat dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama. Perjanjian

Kerja Waktu Tertentu dibuat dalam rangkap 3 (tiga), masing-masing rangkap untuk

pekerja, pengusaha, dan dinas atau instansi yang membidangi ketenagakerjaan setempat.

Seluruh biaya yang timbul atas pembuatan Perjanjian Kerja Waktu tertentu menjadi

tanggungan pengusaha.

2. Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu

Perjanjian untuk waktu tidak tertentu di sini adalah salah suatu jenis perjanjian kerja

yang umum dijumpai dalam suatu perusahaan, yang tidak memiliki jangka waktu

berlakunya. Dengan demikian, perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu berlaku terus

sampai:

a. pihak pekerja atau buruh memasuki usia pensiun

19

Page 20: perjanjian kerja

b. pihak pekerja atau buruh diputuskan hubuingan kerjanya karena melakukan

kesalahan

c. pekerja atau buruh meninggal dunia

d. adanya putusan pengadilan yang menyatakan pekerja atau buruh telah

melakukan tindak pidana sehingga perjanjian kerja tidak dapat dilanjutkan

Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu tidak akan berakhir karena meninggalnya

pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan ayng disebabkan oleh penjualan, pewarisan

atau hibah.

Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat dibuat secara tertulis dan lisan. Dalam hal

perjanjian jenis ini, pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja atau buruh.

Surat yang dimaksud memuat sekurang-kurangnya tentang:

1) nama dan alamat pekerja atau buruh

2) tanggal mulai bekerja

3) jenis pekerjaan

4) besarnya upah.

Perubahan PKWT Menjadi PKWTT yang diatur dalam pasal 15 menyatakan bahwa:

1. PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi

PKWTT sejak adanya hubungan kerja.

2. Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

pasal 4 ayat 2, atau pasal 5 ayat 2, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak

adanya hubungan kerja.

3. Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk

baru menyimpang dari ketentuan pasal 8 ayat 2 dan ayat 3, maka PKWT berubah

menjadi PKWT sejak dilakukan penyimpangan.

4. Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga puluh)

hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain

sebgaimana dimaksud dalam pasal 3, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak

tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut.

20

Page 21: perjanjian kerja

5. Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan

hubungan kerja PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, ayat 3 dan ayat

4, maka hak-hak pekerja/buruh dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PKWT.

8. Jenis Perjanjian Kerja dalam Islam

Dalam sudut pandang islam, perjanjian kerja lebih kepada kerja sama bukan sebagai

pengusaha atau majikan dan pekerja atau buruh. Adapun bentuk perjanjian kerja dalam

islam dalah sebagai berikut:

1. Mudharabah

Para ulama fiqh mendefinisikan mudharabah dengan ”pemilik modal menyertakan

modalnya kepada para pekerja (pengusaha) untuk diinvesatsikan, sedangkan

keuntungan yang diperoleh kejadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan

bersama.”11

Adapun syarat-syarat mudharabah adalah sebagai berikut:12

a. yang berkaitan dengan orang yang melakukan akad, harus orang yang cakap

hukum dan cakap diangkat sebagai wakil, karena pada satu sisi posisi orang

yang akan mengelola modal adalah wakil dari pemilik modal.

b. Yang terkait dengan modal disyaratkan (1) berbentuk uang, (2)jelas

jumlahnya, (3)tunai, dan (4) diserahkan sepenuhnya pada pedagang atau

pengelola modal.

c. Yang terkai dengan keuntungan, disyaratkan bahwa pembagian keuntungan

harus jelas dan porsi masing-masing diambilkan dari keuntungan dagang itu,

seperti setengah, sepertiga, atau seperempat.

d. Yang terkait dengan ijab qabul, harus diucapkan oleh kedua pihak guna

menunjukkan kemauan mereka untuk menyempurnakan kontrak.

11 Al-Sarakhsi, Op. Cit, jilid XXII, hal. 1812 Al-Sarakhsi Op. Cit, hal.33;Ibnu Rusyd, Op. Cit., hal 234; al kasani jilid VII, hal. 3600; Ibnu Qudamah., Op. Cit., jilid V hal. 151

21

Page 22: perjanjian kerja

2. Muzara’ah

Secara etimologi, muzara’ah berarti al-inhat yakni menumbuhkan.13 Sedangkan

menurut terminologi muzara’ah adalah akad kerjasama dalam usaha pertanian di mana

pemilik lahan pertanian menyerahkan lahan pertaniannya berikut bibit yang diperlukan

kepada pekerja tani untuk diusahakan sedangkan hasil yang diperoleh dibagi sesuai

dengan kesepakatan bersama seperti setengah, sepertiga atau lebih dari itu.14 Hal yang

sama juga terjadi pada hewan ternak dengan penggembala, dimana pemilik ternak

menyerahkan hewannya untuk digembalakan sedangkan hasilnya baiksecara lahir

maupun nilai jual di bagi sesuai dengan kesepakatan.

Adapun rukun muzara’ah terdiri dari pemilik lahan, petani penggarap, objeknya adalah

lahan dan hasil yang diperoleh sebagai keuntungan, dan ijab qabul. Masing-masing ini

harus memenuhi syarat yang ditentukan.

3. Musaqah

Secara sederhana musaqah diartikan dengan kejasama dalam perawatan tanaman

dengan imbalan bagian dari hasil yang diperoleh dari tanaman tersebut. Kerjasama

dalam bentuk musaqah ini berbeda dengan mengupah tukan kebun untuk merawat

tanamankarena hasil yang diperolehnya adalah upah yang sudah pasti ukurannya dan

bukan dari hasil yang belum tentu. Menurut kebanykan ulama, hukum dari musaqah ini

adalah boleh.

Sebagai kerjasama yang timbul dari kehendak bersama, maka kerjasama ini

memerlukan suatu akad dengan cara dan bentuk yang sama-sama diketahui oleh kedual

belah pihak.

Persyaratan objek kerjasama dalam hal ini adalah pohon-pohon atau tanaman keras

yang jelas wujudnya dan diketahui oleh kedua pihak, dapat dikerjakan, menghasilkan

namun belum dapat dipanene sehingga perlu perawatan.

13 Wahbah Zuhaili, Op. Cit., jilid 6, hal. 468314 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Op.Cit., jilid 3, hal. 91

22

Page 23: perjanjian kerja

9. Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerja

Suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu juga menerima kewajiban-

kewajiban yang merupakan kebalikan dari hak yang diperolehnya, dan sebaliknya suatu

pihak yang memikul kewajiban-kewajiban juga memeperoleh hak yang dianggap sebagai

kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya.15

1. .Kewajiban Pekerja atau Buruh

Buruh yang menjalankan kewajiban-kewajibannya dengan baik, yang dalam hal ini

kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu yang dalam keadaan yang

sama, seharusnya dilakukan ataupun tidak dilakukan.16

Selanjutnya dalam KUH Perdata ( yang sampai sekarang tetap dipakai sebagai pedoman)

dirinci kewajiban pekerja atau buruh sebagai berikut:

a. pekerja atau buruh mempunyai kewajiban untuk melakukan pekerjaan yang

dijanjikan menurut kemampuannya dengan sebaik-baiknya

b. pekerja atau buruh mempunyai kewajiban melakukan sendiri kewajibannya,

hanya dengan seizin pengusaha ia menyuruh orang ketiga untuk

menggantikannya.

c. Pekerja atau buruh wajib taat terhadap peraturan mengenai hal melakukan

pekerjaannya

d. Pekerja atau buruh yang tinggal pada pengusaha, wajib berkelakuan baik

menurut tata tertib rumah tangga pengusaha.

Menurut Iman Soepomo (1983:63), kewajiban utama dari pekerja atau buruh adalah

melakukan pekerjaan menurut pengusaha, dan membayar kerugian.

2. Kewajiban Pengusaha

Kewajiban utama pengusaha dengan adanya hubungan kerja dengan pekerja atau

buruh adalah membayar upah. Sementara itu, kewajiban tambahan adalah memberikan

15 Soebekti 1984:29-3016 KUH Perdata 1603d

23

Page 24: perjanjian kerja

surat keterangan kepada pekerja atau buruh yang dengan kemauan sendiri hendak

berhenti bekerja di perusahaan.

Upah adalah ”hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk

uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yag

ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau

perundang-undangan, termasuk tunjangan bagipekerja atau buruh dan keluarganya atas

suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan.”17

Dengan demikian upah adalah hak dari pekerja atau buruh yang merupakan dalah

satu bentuk kebijakan perlindungan bagi pekerja atau buruh.

Kewajiban memberikan surat keterangan ini dapat dikatakan sebagai kewajiban

tambahan dari seorang pengusaha. Surat keterangan umumnya dibutuhkan oleh pekerja

atau buruh yang berhenti bekerja pada suatu perusahaan sebagai tanda pengalaman

bekerjanya.

Hal yang tak kalah penting dalam kewajiban pengusaha adalah bertindak sebagai

pengusaha yang baik. Pengusaha yang baik menurut pasal 1602y KUH Perdata

ialah,”pengusaha yang baik wajib melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu yang

dalam keadaan yang sama seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan dalm lingkungan

usahanya.”

Ketentuan di atas mengandung arti yang sangat luas, mmelkukan atau tidak

melakukan sesuatu yang dalam keadaan yang sama seharusnya dialkuakn atau tidak

dilakukan, ini berarti bahwa pengusaha itu harus bebuat dan bertindak sebijaksana

mungkin, yaitu sebagai berikut.

a. apa yang seharusnya berdasar ketentuan hukum harus dilakukan, dibiasakan

untuk dilakukan dengan sebaik-baiknya.

b. Apa yang seharusnya berdasarkan ketentuan hukum harus dicegah dan

dihindari, dibiasakan untuk dicegah, dihindari dan tidak dilakukan dengan

penuh ketaatan.

17 Pasal 1 angka 30 UU N. 13 tahun 2003

24

Page 25: perjanjian kerja

10. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja dan Perjanjian Kerja Bersama Dalam Islam

Dalam ilmu Islam, syarat dari perjanjian kerja dan perjanjian kerja bersama termasuk

dari rukun perjanjian tersebut. Adapun syarat dalam perjanjian adalah sebagai berikut:

1. shighat (formulasi) ijab kabul syaratnya:

a. ijab dan Kabul harus secara jelas menunjukkan maksud kedua belah pihak

b. antara ijab dan kabul harus selaras

c. antara ijab dan kabul harus berkaitan yang dilakukan dalam satu tempat

kontak

2. sesuatu yang menjadi obyek syaratnya

e. ia sudah harus ada ketika terjadi perjanjian

f. ia harus merupakan sesuatu yang menurut hukum islam sah dijadikan obyek

g. ia harus dapat diserahkan ketika terjadi perjanjia, namun bukan berarti harus

diserahkan seketika

h. perjanjian harus jelas dan diketahui oleh kedua belah pihak

3. tujuan akad itu tercapai segera setelah akad dilakukan apabila syarat-syarat yang

diperlukan terpenuh

11. Hak dan kewajiban pekerja dalam islam.

Sebagai acuan dan tuntutan moral baik bagi pekerja maupun pengusaha ada baiknya

kita kaji masalah hubungan kerja dari sudut pandang norma-norma islam. Islam telah

menggariskan norma-norma dan aturan normatif untuk asalah ini. Seperti yang

digambarkan oleh Abdul Hamid (185;155) sebagai berikut:

a. Hak memilih pekerjaan yang sesuai:

Islam menetapkan hak-hak setiap individu untuk memilih pekerjaan

yang sesuai dengan kemampuannya, pengalaman, dan potensi yang dimiliki

dalam hadist dinyatakan: “setiap yang mudah (dikerjakan) karena sesuatu yang

(sengaja) diciptakan untuknya.”

25

Page 26: perjanjian kerja

b. Persamaan wanita dan pria dalam bekerja.

Islam mensejajarkan pria dan wanita dalam bekerja. Islam membolehkan

wanita melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan syariat dan

dilakukan dengan baik, serta tidak bertentangan dengan tabiatnya. Al-qur’an

menegaskan, hasil wanita dan kesungguhannyapun dihargai sama seperti pria.

Allah S.W.T berfirman dalam surat an-nisa 32 :

“bagi laki-laki bagian apa yang telah mereka usahakan, dan bagi

perempuan bagian dari apa-apa yang mereka usah akan (pula) (Q;S; An-

nisa :32)

“maka tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan

berfirman) : sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang

beramal diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan (karena) sebagian

kamu adlah turunan yang lain” (Q:S: Ali-Imran : 195 )

Persamaan kedudukan ini sudah dilakukan pada zaman rasulullah

S.A.W, dan khulafaurrasyidin, dimana kaum wanita aktif diberbagai bidang

seperti berdagang, mengajar, mengobati, atau bahkan ikut berperang (khusus

untuk mengobati prajurit yang terluka).

c. Hak memperoleh gaji.

Kaidah islam menegaskan bahwa gaji harus sesuai dengan pekerjaan. Tidak

ada kezhaliman, pengurangan atau anarki.

Allah S.W.T berfirman : “janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-

barang takaran dan timbangannya”. (Q:S: AL-A’raf :85)

Selanjutnya : dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang

telah mreka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan)

pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada ragu”. (Q:S: Al-Ahqaf :19)

d. Hak menerima rangsangan kerja atau motivasi.

Islam memberi peluang adanya rangsangan kerja baik yang bersifat positf

dalam bentuk pemberian insentif maupun negatif dalam bentuk sanksi dan teguran.

26

Page 27: perjanjian kerja

Tjuannya untuk meingkatkan produksivitas kerja dan memperbaiki tingkat

kinerjanya.

Allah S.W.T berfirman : “maka barang siapa yang melakukan kebaikan

sekecil atom pun akan dilihat (Allah). Dan barang siapa yang melakukan kejahatan

sekecil ayom pn akan dilihat(nya)”. (Q:S: Al-Zalzalah : 7-8)

e. Hak cuti dan keringanan pekerjaan

Hak cuti biasanya dimasukan dalam ketentuan jam kerja dan hari libur.

Allah S.W.T berfirman : “allah menghendaki kebaikan bagimu, dantidak

menhendaki kesukaran bagimu”. (Q:S Al-Baqarah : 286)

Rasullulah S.A.W bersabda : “istirahatkan hati dalam waktu ke waktu,

sesungguhnya hati itu jika mengalami kelelahan akan buta”. (H:R: Bchari dan

Muslim)

f. Hak memperoleh jaminan dan perlindungan.

Islam menetapkan jaminan dan perlindungan pekerja sejak empat belas abad

yang lalu, islam menetapkan hak diatas hak.

Islam telah memproklamirkan konsep jaminan dan perlindungan pekerja ke

seluruh dunia. Untuk merealisaikan maka didirikanlah “lembaga zakat” yang

merupakan lembaga independen. Allah berfirman : “dan berikanlah kepada

keluarga-keluarga yang dekat haknya, kepada orang miskin dan orang yang sedang

dalam perjalanan, dan janganlah kamu mengambur-hamburkan hartamu secara

boros”. (Q:S: AL-Isra :26)

Disamping telah menetapkan hak-hak pekrja islam juga menetapkan

kewajiban-kewajiban yang terpenting adalah menegakan amanah dalam pekerjaan,

memahami agama dan bidang kerja.

a. Amanah dalam bekerja seperti :

27

Page 28: perjanjian kerja

Bekerja secara professional : pekerjaan dilakukan

semaksimal mungkin sehingga mmperoleh hasil yang

terbaik, sebagaimana firman Allah : “dan sesungguhnya

kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan”.

(Q:S: An-Nahl :93)

Kemudian rasulullah S.A.W bersabda : “sesungguhnya allah

senang jika diantara kamu mengerjakan sesuatu pekerjaan

yang dilakukan secara tekun dan sungguh-sungguh. (H:R:

Muslim)

Kejujuran dan bekerja adalah ibadah : islam memandang

kejujuran dan bekerja bukan hanya merupakan tuntutan,

melainkan juga ibadah. Seorang muslim yang bekerja

dengan Allah , bekerja dengan baik untuk dunia dan

akhiratnya. Firman Allah : “dan dia memerkenankan doa

orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal saleh dan

menambah pahala kepada mereka dari karunianya (Q:S: As-

Syura :26)

Islam memenuhi amanah kerja merupakan jenis ibadah yang paling utama.

b. Mendalami agama dan profesi :

Mendalami agama merupakan kewajiban setiap muslim, apapun

profesinya. Selain itu pekerjaan dituntut memahami secara mendalam strategi-

strategi mutakhir dalam bekerja. Rasullullah bersabda : “sedikit kerja dengan

ilmu berarti banyak, dan banyak bekerja dengan kebodohan berarti sdikit”. (H:R

As-Syuti)

B. PERATURAN PERUSAHAAN

28

Page 29: perjanjian kerja

Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha

yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.18

Dengan pengertian di atas, jelas bahwa peraturan perusahaan disusun dan menjadi

tanggung jawab pengusaha dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil

pekerja atau buruh di perusahaan yang bersangkutan.

Sepanjang dalam perusahaan belum ada perjanjian kerja bersama, bagi setiap

perusahaan yang mempekerjakan pekerja atau buruh sekurang-kurangnya sepuluh

orang, diwajibkan untuk membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah

disahkan oleh Menteri Teanga Kerja atau pejabat yang ditunjuk.

Jika peraturan perusahaan telah dibentuk, pengusaha diwajibkan untuk

memeberitahukan dan menjelaskan isis peraturan yang berlaku di perusahaan yang

bersangkutan.

Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat:

g. hak dan kewajiban pengusaha

h. hakdan kewajiban pekerja atau buruh

i. syarat kerja

j. tata tertib perusahaan

k. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan

Selama jangka waktu berlakunya perusahaan, jika serikat pekerja atau serikat buruh

di perusahaan menghentikan perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama, pengusaha

wajib melayani, dan peraturan perusahaan tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.

Tujuan peraturan perusahaan adalah untuk menjamin keseimbangan anatara hak dan

kewajiban pekerja serta kewenangan dan kewajiban pengusaha, menciptakan hubungan

kerja yang harmonis, aman dan dinamis dalam usaha bersama memajukan dan menjamin

kelangsungan perusahaan serts meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Peraturan perusahaan antara lain memuat ketentuan mengenai :

18 Pasal 1 angka 20 UU No. 13 tahun 2003

29

Page 30: perjanjian kerja

kriteria penerimaan kerja

ketentuan perjanjian kerja

hari dan waktu kerja

waktu kerja lembur dan upah lembur

skala upah dan tunjangan

hak cuti

program keselamatan dan kesehatan kerja

pemutusan hubungan kerja

jaminan sosial dan pension

C. SYARAT RUMUSAN PERATURAN KERJA

Setiap peraturan perusahaan harus terjamin tidak melanggar peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Sebab itu, setiap rancangan peraturan perusahaan perlu diajukan

pejabat pemerintah yang berwenang untuk diteliti dan disahkan. Setiap peraturan

perusahaan berlaku untuk 2 tahun. Peraturan perusahaan dapat diperpanjang hanya satu kali

untuk satu tahun dan kemudian diperbarui.

Semua pekerja wajib mengetahui dan memahami PP supaya mengetahui hak dan

kewajibannya. Untuk itu pengusaha wajib memberikan PP dan menjelaskannya kepada

pekerja. Bila pekerja membentuk serikat pekerja dan serikat meminta berunding maka

pengusaha wajib memenuhi perundingan tersebut walaupun masa berlaku PP belum

berakhir. Bila terjadi kesepakatan antara pengusaha dan pekerja, maka perjanjian kerja

bersama (PKB) yang telah disepakati langsung berlaku menggantikan PP yang ada. Dengan

demikian PP tidak berlaku.

Salah satu tujuan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan adalah

melindungi pekerja dan hak-hak mereka yang menjadi kewajiban perusahaan. Misalnya

mengenai hak cuti. Undang-undan No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengatur

bahwa setiap pekerja berhak memperoleh cuti selama paling sedikit 12 hari kerja dalam

setahun. Perusahaan dapat memberikan hak yang lebuh lama, misalnya 15 hari bagi

pemula, 18 hari kerja bagi pekerja yang sudah 5 tahun bekerja, 20 hari pekerja untuk masa

30

Page 31: perjanjian kerja

kerja 10 tahun dan 24 hari bagi pekerja yang masa kerjanya 15 tahun atau lebih tak

terputus-putus.

Dibawah ini beberapa contoh standar minimum yang perlu diikuti dan di masukkan

kedalam PP.

A. Penerimaan Pegawai dan Masa percobaan

penerimaan pegawai atau pekerja di perusahaan disesuaikan dengan kebutuhan

perusahaan. Proses rekrutmen dilakukan untuk mencari pekerja dengan kualifikasi yang

paling sesuai dengan atau paling memenuhi syarat dan jabatan dimaksud. Rekrutmen dapat

dilakukan melalui proses ujian atau tes masuk dan wawancara. Bila pengusaha belum yakin

mengenai kecocokan kualifikasi dan jabatannya, perusahaan dapat menetapkan menerima

pekerja dengan masa percobaan paling lama 3 bulan. Selama dalam masa percobaan

masing-masing pihak dapat memutuskan hubungan kerja tanpa syarat. Pekerja yang telah

menyelesaikan masa percobaan dengan baik diangkat sebagai pekerja tetap sesuai dengan

golongan atau jabatan yang ditetapkan perusahaan dan masa percobaan dihitung sebagai

masa kerja.

B. Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur

Dalam keadaan mendesak, pengusaha dapat meminta kesediaan pekerja untuk

melakukan pekerjaan lembur. Kesediaan pekerjaan lembur biasanya dapat dimintakan

antara lain untuk mengejar target dan atau memenuhi permintaan khusus dari rekanan.

Upah kerja lembur sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

102 tahun 2004 diatur sebagai berikut :

1. perhitungan upah biasa sejam adalah 1/173 dari upah sebulan. Bagi pekerja harian

yang bekerja 6 hari satu minggu, upah satu bulan adalah 25 kali upah per hari. Bagi

pekerja berdasarkan satuan hasil, upah satu bulan adalah rata-rata upah selama 12

bulan terakhir.

2. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari biasa, upah lembur untuk satu jam

pertama adalah: 1.5 upah sejam, untuk jam ke 8 dibayar sebesar 3 kali upah sejam,

serta jam ke 9 dan seterusnya 4 kalli upah sejam

31

Page 32: perjanjian kerja

3. Bagi perusahaan yang mengikuti 5 hari kerja dalam satu minggu dan lembur

dilakukan pada hari istirahat mingguan atau libur resmi, maka upah lembur setiap

jam kerja lembur untuk 8 jam pertama dibayar 2 kali upah sejam dan untuk jam

kesepuluh dibayar 4kali upah sejam

Beberapa pekerja yang menduduki jabatan tertentu diberikan tunjangan jabatan.

Karena karena mereka sudah menerima tunjangan jabatan, pengusaha tidak wajib lagi

membayar upah lembur.

C. Hari dan Waktu Kerja

Undang-undang No.13 Tahun 2003 mengatur waktu kerja dalam 2 pilihan. Pertama,

6 hari dalam seminggu, maksimum 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Kedua, 5 jam

dalam seminggu, maksimum 8 jam satu hari dan 40 jam seminggu. Peraturan perundangan

tidak mengatur ketentuan jam kerja dimulai dan berakhir. Itu peraturan masing-masing

perusahaan.

D. Pengupahan dan Jaminan Sosial

Upah atau gaji biasanya dinyatakan perbulan atau per tahun. Pembayarannya

dilakukan per bulan atau per dua minggu. Untuk pekerjaan harian upah dinyatakan per hari

dan pembayarannya dilakukan setiap hari atau per minggu. Upah atau gaji pada dasarnya

terdiri dari gaji pokok (GP) dan berbgai tunjangan. Gaji pokok didasarkan pada jenjang

kepangkatan dan masa kerja. Untuk menghindari eksploitasi pekerja oleh pengusaha yang

memanfaatkan kondisi pasar kerja, Pemerintah setiap tahun menetapkan upah minimum

baik secara regional atau provinsi, dan kabupaaten atau kota, maupun secara sector

regional.

Tunjangan hari raya keagamaan bersifat wajib. Pengusaha wajib memberikan

tunjangan hari raya keagamaan ( THR keagamaan ) sebesar satu bulan gaji yang sudah

bekerja pada perusahaan selama 12 bulan atau, diberikan THR keagamaan secara

proporsional.

Pekerja yang sakit lebih dari satu hari dengan pembuktian surat keterangan dokter,

tetap mendapat upah. Apabila pekerja sakit dalam waktu lama yang dibuktikan dengan

32

Page 33: perjanjian kerja

surat keterangan dokter yang ditentukan oleh perusahaan maka pengusaha wajib

memberikan upah dalam :

Empat bulan pertama: 100 % upah

Empat bulan kedua paling sedikit 75% upah

Empat bulan ketiga paling sedkit 50 % upah

Untuk bulan berikutnya dibayar 25 % upah hingga pemutusan kerja dilakukan.

Kecelakaan kerja merupakan risiko kerja atau risiko berusaha atau risiko berusaha

dan sebab itu pembiayaannya harus ditanggung oleh perusahaan. Untuk itu, sesuai dengan

Undang-undang No.3 tahun 1992 mengenai jaminan sosial tenaga kerja, pengusaha wajib

mempertanggungjawabkan setiap pekerja untuk asuransi kecelakaan kerja. Disamping

asuransi atau jaminan keselamatan kerja, program jaminan sosial tenaga kerja ( jamsostek )

juga mencakup program jaminan hari tua, jaminan kematian dan jaminan pemeliharaan

kesehatan pekerja dan keluarganya. Atas permintaan pekerja, pengusaha memberikan izin

dan wajib membayar upah pekerja yang tidak masuk kerja karena urusan pribadi dan

urusan keluarga yaitu:

3 hari bila pekerja sendiri kawin

2 hari bila istri melahirkan

2hari bila menyunatkan atau membaptis anak

2 hari apabila mengawinkan anak

2 hari bila anggota keluarga meninggal dunia.

Serikat pekerja

Serikat pekerja adalah organisasi pekerja yang dibentuk oleh anggota-anggotanya

dengan tujuan untuk memajukan dan melindungi kepentingan pekerja dalam hubungan

kerja dengan perusahaan tempat mereka bekerja.

Menurut pasal 1 angka 1 UU no.21 tahun 2000 tentang serikat pekerja , serikat

pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari , oleh dan untuk pekerja baik di perusahaan

maupun diluar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan

33

Page 34: perjanjian kerja

bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kpentingan

pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja.

Pada umumnya serikat pekerja didapati pada perusahaan besar yang jumlah

pekerjanya banyak. Serikat pekerja memberi usul kepada pengusaha tentang syarat-syarat

kerja, perbaikan kehidupan buruh, dan pendapatan buruh mengenai masalah yang dihadapi.

Kemudian serikat pekerja bersama-sama dengan pengusaha meetapkan perjanjian kerja

antara pekerja dengan perusahaan. Hubungan pekerja dengan pngusaha disebut dengan

hubungan industrial atau hubunga perburuhan.

Di Indonesia hubungan perburuhan dikenal dengan nama hubungan industrial

pancasila, yaitu suatu hubungan yang terbentuk antar pelaku dalam proses produksi barang

atau jasa (pekerja, pengusaha, pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan

manifestasi dari seluruh sila dalam pancasila dan nilai-nilai dasar UUD 1945 yang tumbuh

berkembang diatas kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia.

Ciri-ciri khas hubungan industrial pancasila :

Mengakui dan meyakini bahwa bekerja bukan hanya bertujuan untuk sekedar

mencari nafkah tetapi sebagai pengabdian anusia dengan tuhannya, kepada sesame

manusia, masyarakat, bangsa dan Negara

Menganggap pekerja bukan hanya sekedar factor produksi belaka, tetapi sebagai

manusia pribadi dengan sgala harkat dan martabatnya, ole karena itu prilaku

pengusaha terhadap pekerjanya bukan hanya dilihat dari kepentingan produksi

belaka, tetapi harus dilihat dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat sebagai

manusia.

Setiap ada perbedaan antara pekerja dengan pengusaha harus dapat diselsaikan

dengan jalan musyawarah untuk menapai mufakat yang dilakukan dengan

kekeluargaan, karena itu dalam tindakan mogok, penekanan dan peutupan

perusahaan adalah tidak sesuai dengan prinsip-prinsp hubungan indusrial pancasila.

E. Istirahat Mingguan dan Hak Cuti

34

Page 35: perjanjian kerja

Pekerja yang bekerja 6 hari berturut-turut dalam satu mingguan diberikan

istirahat mingguan selama satu hari, andaikata karena satu pekerjaan mendesak, pekerja

diminta bekerja lembur pada hari istirahat mingguan tersebut hari istirahat tersebut harus

diganti pada minggu berikutnya.

Setiap pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan berturut-turut berhak atas

istirahat tahunan atau cuti paling sedikit 12 hari kerja dengan mendapat upah penuh.

Pekerja yang akan menggunakan istirahat tahunan, harus mengajukan permohonan kepada

atau melalui atasan langsung kepada pimpinan perusahaan. Perusahaan dapat menunda

permohonan istirahat tahunan atau hak cuti paling lama 6 bulan terhitung sejak

lahirnya hak istirahat tahunan, dengan memperhatikan kepentingan pekerja. Istirahat

tahunan tersebut dapat dibagi dalam 2 bagian dengan ketentuan satu bagian terdapat

sekurang-kurangnya 6 hari kerja terus menerus. Hak atas istirahat tahunan gugur apabila

setelah 6 bulan sejak lahirnya hak tersebut ternyata pekerja tidak mempergunakan haknya

bukan karena alasan alasan yang diberikan perusahaan.

F . Keselamatan Kerja atau Perlengkapan kerja

pengusaha dan pekerja sama-sama bertanggung jawab menjaga keselamatan

kerja yaitu : dengan berupa menghindari kecelakaan kerja. Pengusaha sudah harus

mengupayakan menghindari kecelakaan kerja jauh jauh dari sebelum kegiatan inti usaha

dimulai yaitu sejak pemilihan lokasi dan disain bangunan.

Pengusaha juga perlu menbentuk Panitia Pembina Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (P2K3) menyusun perkiraan potensial kecelakaan, menyediakan saran

pencegahan kecelakaan dan penyakit kerja meyusun rencana tindakan penyelamatan

darurat termasuk cara evakuasi. Setiap pekerja wajib memelihara alat-alat dan

perlengkapan kerja dengan baik dan teliti. Apabila pekerja menemui hal-hal yang dapat

membahayakan terhadap keselamatan pekerja dan perusahaan harus segara melaporkan

kepada pimpinan atau atasan.

G. Tata Tertib dan Tindakan Disiplin

35

Page 36: perjanjian kerja

pengusaha dapat mewajibkan pekerja tepat waktu untuk hadir di tempat tugas

masing-masing sesuai waktu yang telah ditetapkan, serta meninggalkan pekerjaan untuk

pulang ke rumah masing-masing. Pekerja wajib menjaga dan memelihara dengan baik

milik perusahaan dan juga memelihara dan memegang teguh rahasia perusahaan terhadap

siapapun mengenai segala hal yang di ketahuinya mengenai perusahaan. Pekerja wajib

memeriksa semua alat-alat masing-masing sebelum mulai bekerja atau akan meniggalkan

pekerjaan sehingga benar-benar tidak akan menimbulkan kerusakan atau bahaya yang akan

mengganggu pekerjaan.

Disamping beberapa kewajiban tersebut, pekerja harus mematuhi larangan-

larangan, antara lain, setiap pekerja dilarang membawa atau menggunakan barang atau alat

milik perusahaan keluar dari lingkungan perusahaan tanpa izin dari pimpinan perusahaan

atau yang berwenang. Pekerja dilarang berbuat asusila di lingkungan perusahaan. Pekerja

dilarang melakukan penipuan, pencurian dan penggelapan barang atau uaang milik

perusahaan atau milik teman sekerja atau milik teman pengusaha.

Pekerja dilarang membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk melakukan sesuatu

perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta peraaturan perundangan

yang berlaku. Pengusaha dapat membuat surat peringatan kepada pekerja yang melakukan

pelanggaran tata tertib kerja perusahaan antara lain sebagai berikut :

a. Sering datang terlambat atau pulang mendahului waktu yang ditentukan

b. Tidak mematuhi ketentuan ketentuan yang berlaku di perusahaan

c. Menolak perintah yang layak

d. Melalaikan kewajiban secara serampangan

e. Tidak cakap melakukan pekerjaan walaupun telah bimbingan dan petunjuk

kerja

Surat peringatan tersebut menurut urgensinya dapat diberikan secara bertahap, yaitu

surat peringatan I, surat peringatan II, dan surat peringatan III. Masing-masing peringatan

dapat diberikan masa berlaku misalnya 3-6 bulan.apabila ternyata yang bersangkutan

melakukan hal yang sama, maka perusahaan dapat mengajukan proses pemberhentian.

36

Page 37: perjanjian kerja

I. Uang Pesangon

Ketentuan mengenai pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja

(PMK) dan uang pengganti hak semula ditetapkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.3

tahun 1996. Peraturan Menteri tersebut diganti dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja

No.150 tahun 2000. Banyak pengusaha menolak kepmen No 150 tersebut karena dianggap

terlalu memberatkan pengusaha kemudian Menteeri TenagaKerja dan Transmigrasi

menerbitkan Keputusan No.78 tanggal 4 mei 2001 yang serta merta ditolak pula oleh

serikat pekerja. Dalam ketidakpastian hukum, Kepmen No 78 reami menggantikan

Kepmen no.150 tahun 2000, akan tetapi yang dianggap berlaku adalah Kepmen No. 150

tahun 2000.

Inti Kepmen No,150 tahun 2000,ini kemudian diakomodasikan pada pasal 156 UU

No. 13 tahum 2003 dengan menetapkan besar uang pesangon bagi pekerja yang

diberhentikan karena kesalahan ringan :

1 bulan upah bila masa kerja kurang dari 1 tahun

2 bulan upah apabila masa kerja hamper mencapai 2 tahun

3 bulan upah apabila masa kerja 2 tahun atau kurang dari 3 tahun

4 bulan upah apabila masa kerja 3 tahun atau kurang dari 4 tahun

5 bulan upah apabila masa kerja 4 tahun atau kurang dari 5 tahun

6 bulan upah apabila masa kerja 5 tahun atau kurang dari 6 tahun

7 bulan upah apabila masa kerja 6 tahun atau kurang dari 7 tahun

8 bulan upah apabila masa kerja 7 tahun atau kurang dari 8 tahun

9 bulan upah apabila masa kerja 8 tahun atau kurang dari 9 tahun

37

Page 38: perjanjian kerja

BAB IV

KESIMPULAN

Pada dasarnya para pihak dapat menentukan dengan bebas mengenai hak dan

kewajiban dalam Pejanjian kerja, terdapat keseimbangan hak dan kewajiban bagi

pekerja berdasarkan kesepakatan. Hak dan kewajiban dalam perjanjian kerja tidak boleh

kurang dari syarat yang ditentukan oleh perundang-undangan ketenagakerjaan, Peraturan

Perusahaan, dan Perjanjian Kerja Bersama. Hubungan antara perusahaan pemberi kerja,

perusahaan penyedia pekerja/perusahaan pemborong dan pekerja itu sendiri seharusnya

menciptakan suatu hubungan yang saling menguntungkan.

Namun dalam kenyataannya, sering kali terdapat perselisihan. Hal ini bisa dihindari jika

para pihak menyadari hak dan kewajibannya. Perlindungan hukum terhadap pekerja

dalam perjanjian kerja sudah diatur dalam undang-undang Tahun 2003 tentang

38

Page 39: perjanjian kerja

Ketenagakerjaan. Dan untuk perusahaan telah diatur dalam Pasal 1 angka 6 Undang-

undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan perusahaan adalah:

1. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,

milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara

yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam

bentuk lain.

2. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan

mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pasal 1 ayat 4 Undang-undang No.4 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

menyebutkan perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang mempekerjakan tenaga

kerja dengan tujuan mencari untung atau tidak baik milik Swasta maupun milik Negara

Sedangkan untuk pengusaha menurut Pasal 1 ayat 3 Undang-undang No.3 Tahun 1992

tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Pasal 1 ayat 5 Undang-undang No.13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan menjabarkan pengusaha adalah:

1. Orang, Persekutuan atau Badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik

sendiri.

2. Orang, Persekutuan atau Badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan

perusahaan bukan miliknya.

3. Orang, Persekutuan atau Badan Hukum yang berada di Indonesia mewakili

perusahaan sebagai mana dimaksud dalam huruf (a) dan (b) yang berkedudukan di

luar wilayah Indonesia.

Hubungan keduanya juga sudah diatur oleh undang-undang. Dalam Pasal 1 angka

15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa

hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan

perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Dengan

demikian jelaslah bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara

pengusaha dan pekerja.Saat ini masih banyak pekerja yang tidak mengerti akan hak dan

kewajibannya sehingga banyak pekerja yang merasa dirugikan oleh pengusaha yang

39

Page 40: perjanjian kerja

memaksakan kehendaknya pada pihak pekerja dengan mendiktekan perjanjian kerja

tersebut pada pekerjanya.

Para pekerja juga diikutkan dalam program jaminan sosial oleh perusahaan.

Sebagaimana yang diatur di dalam ketentuan Kep No. 150/Men/1999 tentang

Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja

Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Para pekerja sangat

penting untuk mempelajari dan memahami isi dari kontrak kerja sebelum

menandatangani atau menyetujui kontrak. Jika dalam klausul perjanjian kerja

dinyatakan bahwa pekerja kontrak diikutsertakan dalam program jaminan sosial

tenaga kerja, berarti perusahaan hanya memberi fasilitas sesuai dengan standar

jamsostek dan bukan standar penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan dengan

manfaat yang lebih baik.

Dengan demikian segala perselisihan yang ada antara pekerja dan perusahaan

seharusnya dapat dihindari, karena kesemuanya sudah diatur dalam undang-undang dan

ke dua belah pihak berkewajiban untuk mematuhinya agar tercipta suanana yang saling

menguntungkan antara pekerja dan pengusaha

PENUTUP

Dari pembahasan ini dapat diketahui mengenai berbagai peraturan dari perusahaan

terhadap pekerja, kemudian hak dan kewajiban pengusaha terhadap pekerja. Hal itu

bertujuan untuk menciptakan hubungan industrial yang aman dan harmonis yang didukung

oleh suasana musyawarah dan kekeluargaan dalam perusahaan, ketenangan kerja bagi

pekerja, kepastian usaha bagi pengusaha, tidak ada perselisihan antara pekerja dan

pengusaha.

40

Page 41: perjanjian kerja

Demikian makalah tentang perjanjian kerja. Pembahasan mengenai permasalahan ini

kami kira masih akan perlu untuk dimunculkan seiring dengan makin ketatnya kompetisi

dunia usaha dan kerja yang tak dapat terhindar dari makin ketatnya persaingan di antara

para pihak. Dan akhirnya, demikian makalah ini kami susun, semoga bermanfaat.

41