perjanjian kartel dalam tata niaga tiket … · pelaku usaha di kota mataram yang kegiatan usahanya...

18
PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET BERDASARKAN PUTUSAN KPPU NO. 10/KPPU-L/2009 Oleh : RODIKA NURBAITI D1A 011 307 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2015

Upload: votuong

Post on 14-Jun-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET … · pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah

PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET BERDASARKAN

PUTUSAN KPPU NO. 10/KPPU-L/2009

Oleh :

RODIKA NURBAITI

D1A 011 307

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

MATARAM 2015

Page 2: PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET … · pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah

PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET BERDASARKAN

PUTUSAN KPPU NO. 10/KPPU-L/2009

RODIKA NURBAITI

D1A 011 307

Menyetujui,

Mataram, Februari

Pembimbing Utama,

Dr. H. Sudiarto, SH. M.Hum NIP. 195801011987031004

Page 3: PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET … · pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah

PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET BERDASARKAN PUTUSAN KPPU NO. 10/KPPU-L/2009

RODIKA NURBAITI D1A 011 307

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

ABSTRAK Penelitian ini berjudul Perjanjian Kartel Dalam Tata Niaga Tiket

Berdasarkan Putusan KPPU No. 10/KPPU-L/2009, dengan tujuan penelitian untuk dapat mengetahui katagori kartel berdasarkan hukum positif di Indonesia dan untuk mengetahui Putusan KPPU No. 10/KPPU-L/2009 adalah termasuk dalam katagori kartel atau tidak, berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Peraturan Komisi No. 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pasal 11 tentang Kartel. Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, katagori kartel adalah sebagaimana yang terdapat dalam pasal 11, sedangkan menurut Peraturan KPPU No. 4 Tahun 2010 dan menurut Yurisprudensi, katagori kartel tidak hanya yang terdapat dalam Pasal 11, melainkan dibagi dalam kartel yang utama dan kartel lainnya. Kartel yang utama terdiri dari kartel mengenai penetapan harga, kartel pembagian wilayah, persekongkolan tender dan pembagian konsumen. Putusan KPPU No. 10/KPPU-L/2009 tidak dapat dikatagorikan sebagai kartel karena adanya kekaburan norma dan tidak terpenuhinya unsur-unsur kartel, berdasarkan Pasal 5 dan Pasal 11 Undang – Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Kata kunci : Kartel, Putusan KPPU No. 10/KPPU-L/2009.

CARTEL AGREEMENT IN TICKET MARKETING BASED ON DECISION OF KPPU No. 10/KPPU-L/2009

ABSTRACT The title of this research is Cartel agreement in Ticket Marketing based on

Decision of KPPU No. 10/KPPU-L/2009, purpose of this research is to known cartel category based on positive law in Indonesia and to know Decision of KPPU No. 10/KPPU-L/2009 is in the cartel category or not, based on Law Number 5 Year 1999 On The Restriction Monopoly Practice And Unfair Industry Competition and Commission Regulation Number 4 Year 2010 On Guidance Article 11 on Cartel. based on Law Number 5 Year 1999 On The Restriction Monopoly Practice And Unfair Industry Competition, the category of cartel is on article 11, while based on Commission Regulation Number 4 Year 2010 On Guidance Article 11 On Cartel and Jurisprudence, cartel category not only in the Article Number 11, but it is divided into main cartel and another cartel. Main cartel consist of price fixing cartel, separation region cartel, tender conspiration, and customer partition, Decision of KPPU No. 10/KPPU-L/2009 cannot be categorize as a cartel, because there is obscure norm and the element is not complete, based on Article 5 and Article 11 Law Number 5 Year 1999 On The Restriction Monopoly Practice And Unfair Industry Competition.

Keywords : Cartel, Decision of KPPU No. 10/KPPU-L/2009

Page 4: PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET … · pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah

i

I. PENDAHULUAN

Kota Mataram adalah salah satu kota di Indonesia yang mulai

berkembang beberapa tahun terakhir, hal ini dapat dilihat dari banyaknya

pembangunan di berbagai sektor, seperti pembangunan infrastruktur-infrastruktur

penting penunjang akses masyarakat (Bandara Internasional, jalan raya, jembatan

dan lain-lain), pembangunan pusat-pusat perbelanjaan, pembangunan dalam

bidang pariwisata seperti pembenahan tempat-tempat pariwisata dan

pembangunan hotel-hotel di pusat kota. Kondisi seperti ini berdampak pada

perkembangan ekonomi di Kota Mataram, dan tentu saja tidak luput dari

persaingan usaha.

Salah satu persaingan usaha yang terjadi yaitu persaingan di antara

pelaku usaha yang bergerak dalam bidang perjalanan wisata dan penjualan tiket

pesawat . Terdapat beberapa pelaku usaha yang bergerak dalam bidang perjalanan

wisata dan penjualan tiket pesawat di Kota Mataram, yaitu diantaranya PT. Alam

Multi Nasional, PT. A&T Holidays, PT. Bidy Tour, PT. Citra Mulia Antar Nusa,

PT. Gady Angkasa Nusa, PT. Jasa Wisata dan lain-lain.

Banyaknya pelaku usaha yang bergerak dalam bidang yang sama dalam

satu pasar yang sama dapat mengakibatkan kondisi pasar oligopolis dan dapat

diindikasikan terjadi kartel di dalamnya. Kartel dapat terjadi dengan cara

membuat perjanjian di antara para pelaku usaha tersebut yang bertujuan untuk

mempengaruhi harga dan dilakukan dengan cara mengatur produksi dan/atau

pemasaran suatu barang dan/atau jasa, khususnya dalam hal ini perjanjian untuk

mengatur pemasaran tiket maupun jasa perjalanan wisata sehingga mempengaruhi

Page 5: PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET … · pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah

ii

harga yang harus dibayar oleh konsumen dan persaingan di antara mereka menjadi

tidak ada.

Kartel adalah salah satu praktek persaingan usaha tidak sehat yang sering

terjadi. Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, kartel diatur dalam Pasal 11

yang berbunyi “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku

pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga, dengan mengatur

produksi, dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak

sehat.”

Namun, tidak semua perjanjian yang dilakukan oleh pelaku usaha

dengan pelaku pesaingnya dapat dikatagorikan sebagai kartel, seperti halnya pada

Putusan KPPU No. 10/KPPU-L/2009 tentang kartel yang dilakukan oleh beberapa

pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang

jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah yang

melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian terhadap perjanjian kartel

dalam tata niaga tiket berdasarkan Putusan KPPU No. 10/KPPU-L/2009.

Rumusan masalah yang ingin diteliti adalah 1) Apa katagori kartel

menurut hukum positif di Indonesia dan 2) Apakah kegiatan usaha bidang jasa

perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat antar pelaku usaha di Kota Mataram

dapat dikatagorikan kartel berdasarkan putusan KPPU No. 10/KPPU-L/2009.

Tujian dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui arti yang sebenarnya

dari kartel dan untuk mengetahui Putusan KPPU No. 10/KPPU-L/2009 adalah

termasuk dalam katagori kartel atau tidak, berdasarkan Undang-Undang No. 5

Page 6: PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET … · pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah

iii

Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat dan Peraturan Komisi No. 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pasal 11 tentang

Kartel. Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan

metode pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konsep.

Page 7: PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET … · pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah

iv

II. PEMBAHASAN

A. Kartel Menurut Hukum Positif di Indonesia

Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, kartel adalah perjanjian

antar pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk

mempengaruhi harga dengan cara mengatur produksi dan atau pemasaran suatu

barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat. Dalam undang-undang ini larangan kartel terdapat

dalam Pasal 11, yang berbunyi “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian,

dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga

dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang

dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak

sehat.” Dalam penjelasan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tidak terdapat

penjelasan lebih lanjut mengenai Pasal 11, karena menurut pembuatanya pasal ini

telah cukup jelas.

Menurut Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 4 Tahun

2010 Tentang Pedoman Pasal 11 Tentang Kartel, pengertian kartel adalah “Pelaku

usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang

bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau

pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya

praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.”

Sedangkan menurut Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No.

4 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 11 Tentang Kartel, konsep dan definisi

terjadinya kartel adalah apabila suatu kelompok perusahaan dalam suatu industry

Page 8: PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET … · pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah

v

tertentu yang seharusnya bersaing satu sama lain, tetapi mereka setuju untuk

melakukan koordinasi kegiatannya dengan mengatur produksi, pembagian

wilayah, kolusi tender dan kegiatan-kegiatan anti persaingan lainya, sehingga

mereka dapat menaikkan harga dan memperoleh keuntungan di atas harga yang

kompetitif.

Menurut Yurisprudensi, kartel tidak hanya seperti yang terdapat dalam

Pasal 11, melainkan penetapan harga yang terdapat dalam Pasal 5 juga dapat

dikatagorikan sebagai kartel. Berdasarkan Putusan KPPU No. 26/KPPU-L/2007

Tentang Kartel SMS, dinyatakan dalam putusan tersebut Terlapor I PT

Excelkomindo Pratama, Tbk., Terlapor II: PT Telekomunikasi Selular, Terlapor

IV: PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk., Terlapor VI: PT Bakrie Telecom,

Terlapor VII: PT Mobile-8 Telecom, Tbk., Terlapor VIII: PT Smart Telecom

terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 Undang-undang No. 5

Tahun 1999, yaitu dengan melakukan perjanjian tertulis mengenai tarif atau harga

SMS off-net (kartel tarif SMS). Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim

juga menyatakan bahwa “Mengenai pelanggaran oleh para Terlapor, Tim

Pemeriksa dalam LHPL (Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan)pada pokoknya

menyatakan bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor IV, Terlapor VI, Terlapor

VII, dan Terlapor VIII telah membuat perjanjian yang mengakibatkan terjadinya

kartel harga SMS off-net pada periode 2004 sampai April 2008. Atas dasar

tersebut Tim Pemeriksa menyimpulkan bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor

IV, Terlapor VI, Terlapor VII, dan Terlapor VIII telah melanggar Pasal 5 Undang-

undang No. 5 Tahun 1999. Tim Pemeriksa menemukan adanya beberapa

Page 9: PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET … · pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah

vi

perjanjian tertulis mengenai harga SMS off-net yang ditetapkan oleh operator

sebagai satu kesatuan PKS Interkoneksi sebagaimana terlihat dalam Matrix

Klausula Penetapan Harga SMS dalam PKS Interkoneksi: Sehingga secara formal,

hal ini sudah termasuk dalam kategori kartel yang dilakukan oleh XL, Telkomsel,

Telkom, Hutchison, Bakrie, Mobile-8, Smart, dan NTS; Tim Pemeriksa menilai

perjanjian harga SMS yang dilakukan oleh operator efektif berlaku hanya bagi

harga SMS off-net. Sedangkan Tim Pemeriksa menilai bahwa sejak tahun 2004

perjanjian yang menetapkan harga minimal SMS on-net tidak efektif berlaku,

meskipun secara formal perjanjian penetapan harga SMS baru diamandemen pada

tahun 2007 setelah terbitnya Surat Edaran ATSI No. 002/ATSI/JSS/VI/2007

tanggal 4 Juni 2007. Dan putusan Majelis Hakim adalah :

1. menyatakan bahwa Terlapor I PT. Excelkomindo Pratama, Tbk., Terlapor

II PT. Telekomunikasi Selular, Terlapor IV PT. Telekomunikasi

Indonesia, Tbk., Terlapor VI: PT. Bakrie Telecom, Terlapor VII PT.

Mobile-8 Telecom, Tbk., Terlapor VIII PT. Smart Telecom terbukti secara

sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 Undang-undang No. 5 Tahun

1999.

2. Menyatakan bahwa Terlapor III: PT Indosat, Tbk, Terlapor V: PT

Hutchison CP Telecommunication, Terlapor IX: PT Natrindo Telepon

Seluler tidak terbukti melanggar Pasal 5 Undang-undang No 5 Tahun

1999.

Sehingga, penulis mengambil kesimpulan bahwa, pengertian kartel

dalam yurisprudensi ini sama dengan pengertian dari istilah kartel menurut

Page 10: PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET … · pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah

vii

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 4 Tahun 2010 Tentang

Pedoman Pasal 11 Tentang Kartel, yaitu istilah kartel sebenarnya merupakan

istilah umum yang dipakai untuk setiap kesepakatan atau kolusi atau konspirasi

yang dilakukan oleh para pelaku usaha. Pemakaian istilah kartel juga dibagi dalam

kartel yang utama dan kartel lainnya. Kartel yang utama terdiri dari kartel

mengenai penetapan harga, kartel pembagian wilayah, persekongkolan tender dan

pembagian konsumen.

B. Analisis Kartel pada Putusan KPPU No. 10/KPPU-L/2009 Terhadap

Kegiatan Usaha Jasa Perjalanan Wisata dan Penjualan Tiket Pesawat di

Kota Mataram

Putusan KPPU No. 10/KPPU-L/2009 adalah mengenai kesepakatan

besaran komisi dari agen kepada sub-agen yang dilakukan oleh beberapa agen

tiket pesawat terbang di Kota Mataram yang tergabung dalam Asosiasi Agen

Ticketing (ASATIN), yang diduga melakukan kartel dengan melanggar Pasal 5

ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Hal tersebut dapat dilihat pada

kutipan putusan sebagai berikut :1

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (selanjutnya

disebut Komisi) yang memeriksa dugaan pelanggaran terhadap Pasal 5 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 5

Page 11: PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET … · pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah

viii

Tahun 1999), yang dilakukan oleh: Asosiasi Agen Ticketing atau disingkat

ASATIN, PT. Alam Multi Nasional, PT. A&T Holidays, PT. Bidy Tour, PT. Citra

Mulia Antar Nusa, PT. Gady Angkasa Nusa, PT. Jasa Wisata, PT. Lombok Karya

Wisata, PT. Luana Jaya, PT. Biro Perjalanan Wisata Satriavi, PT. Sindo Surya

Cemerlang Asri dan CV Global Enterpreneur.

Dan pernyataan majelis hakim yang menyatakan bahwa terdapat bukti kuat

terjadinya kartel dapat dilihat pada bagian kesimpulan, yaitu terhadap fakta-fakta

yang diperoleh selama Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa menyimpulkan

terdapat bukti kuat terjadinya pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang No. 5

Tahun 1999 dengan adanya kartel komisi tiket pesawat di Nusa Tenggara Barat

yang dilakukan antara lain dengan cara adanya kesepakatan di antara

anggota ASATIN dalam hal besaran komisi dari agen kepada sub agen.

Hal yang secara jelas dapat dilihat dari putusan tersebut adalah adanya

kekaburan norma, yaitu berdasarkan uraian sebelumnya mengenai kartel, larangan

kartel terdapat dalam Pasal 11, sedangkan dalam Pasal 5 ayat (1) diatur mengenai

penetapan harga.

Menurut penulis, tidak semua unsur dalam Pasal 5 ayat (1) dapat

terpenuhi dalam kasus di atas. Unsur pelaku usaha, unsur perjanjian, unsur pelaku

usaha pesaing dan unsur pasar bersangkutan telah terpenenuhi, karena para

terlapor yaitu Terlapor II-XI adalah pelaku usaha yang bergerak pada bidang

yang sama yaitu bidang penjualan tiket pesawat yang menjalankan usahanya di

Nusa Tenggara Barat melakukan kesepakatan besaran komisi. Dengan demikian,

para terlapor adalah pelaku usaha yang bersaing satu sama lain, karena

Page 12: PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET … · pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah

ix

menjalankan bidang usaha yang sama yaitu agen tiket pesawat terbang dan

perjalanan wisata di wilayah Nusa Tenggara Barat. Sedangkan unsur yang lainnya

seperti yaitu unsur harga pasar, unsur barang/ jasa, dan unsur konsumen tidak

terpenuhi.

Dengan demikian, karena adanya beberapa unsur yang tidak terpenuhi

maka penulis berpendapat bahwa perbuatan para terlapor tersebut tidak dapat

dikatagorikan sebagai kartel komisi yang melanggar Pasal 5 Undang-Undang No.

5 Tahun 1999.

Larangan Kartel dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 terdapat

dalam Pasal 11, dan dalam Putusan KPPU No. 10/KPPU-L/2009 disebutkan

bahwa perbuatan pelaku usaha tersebut adalah kartel komisi walaupun pasal yang

dikenakan adalah Pasal 5 ayat (1) tentang penetapan harga. Sehingga menurut

penulis, sangat diperlukan menganalisis putusan tersebut dari sisi kartel yang

tercantum dalam Pasal 11.

Pasal 11 berbunyi :

“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha

pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur

produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak

sehat.”

Menurut penulis, unsur-unsur yang terpenuhi antara lain unsur pelaku

usaha pesaingnya dan unsur perjanjian, yaitu berdasarkan putusan majelis hakim

pada bagian fakta-fakta dalam pemeriksaan mengenai para terlapor. Agen tiket

Page 13: PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET … · pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah

x

ASATIN merupakan pesaing satu sama lain, karena PT. Alam Multi Nasional, PT.

A&T Holidays, PT. Bidy Tour, PT. Citra Mulia Antar Nusa, PT. Gady Angkasa

Nusa, PT. Jasa Wisata, PT. Lombok Karya Wisata, PT. Luana Jaya, PT. Satriavi

Cabang Mataram, PT. Sindo Surya Cemerlang Asri dan CV. Global Enterpreneur

merupakan anggota ASATIN, mereka bergerak pada bidang yamg sama yaitu

pelaku usaha di bidang penjualan tiket pesawat yang menjalankan usahanya di

Nusa Tenggara Barat. Sedangkan terpenuhinya unsur perjanjian dapat dilihat dari

putusan majelis hakim pada bagian fakta-fakta dalam persidangan yang

menjelaskan tentang ASATIN dan tentang kesepakatan besaran komisi.

Sedangkan informasi dan permasalahan ya.g dibahas dalam ASATIN diantaranya

adalah :

Penentuan besaran komisi yang diberikan oleh agen kepada sub agen atau

pihak lain yang disetarakan dengan sub agen.

Keberadaan sub agen yang suka menunda pembayaran atau berhutang.

Staf-staf agen tiket pesawat yang memiliki kinerja buruk dan suka berpindah-

pindah tempat kerja.

Memfasilitasi peningkatan sumber daya manusia melalui bentuk pelatihan.

Sedangkan unsur-unsur yang tidak terpenuhi yaitu : Unsut bermaksud

mempengaruhi harga, unsur mengatur produksi dan/pemasaran, unsur barang,

unsur Jasa, unsur dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli, unsur dapat

mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan di atas, penulis berpendapat

bahwa kesepakatan besaran komisi yang dilakukan oleh para pelaku usaha

Page 14: PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET … · pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah

xi

tersebut tidak dapat dikatagorikan sebagai kartel, baik kartel yang terdapat dalam

Pasal 11 maupun kartel komisi yang disamakan dengan penetapan harga pada

pasal 5 ayat (1), karena tidak terpenuhinya beberapa unsur dari kedua pasal

tersebut.

Page 15: PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET … · pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah

xii

III. PENUTUP

A. Simpulan

Katagori kartel menurut hukum positif di Indonesia yaitu menurut

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 terdapat dalam Pasal 11, selain itu juga

terdapat pada Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 4 Tahun

2010 Tentang Kartel, dan Yurisprudensi, yaitu berdasarkan Putusan KPPU

No. 26/KPPU-L/2007 Tentang Kartel SMS. Putusan KPPU No. 10/KPPU-

L/2009 bukan termasuk katagori kartel, karena perjanjian yang dibuat oleh

para pelaku usaha yang tergabung dalam ASATIN (Asosiasi Agen Ticketing)

merupakan karena perjanjian yang dibuat berdasarkan ketentuan Pasal 1338

KUH Perdata.

B. Saran

1. Sebaiknya dilakukan revisi terhadap Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

khususnya Pasal 11 Tentang Kartel, agar tidak terjadi penafsiran atau

interpretasi yang ambigu terhadap pasal tersebut. Sehingga dalam

peraturan komisi yang mengatur kartel juga terdapat kejelasan dan tidak

mengaitkannya dengan pasal lain. Sebaiknya Komisi Pengawas Persaingan

Usaha (KPPU) dalam menafsirkan suatu kasus atau pelanggaran yang

tidak terdapat dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tidak terlalu jauh

atau harus benar-benar melihat pada pedoman yang ada, sehingga Komisi

Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bisa lebih jeli dalam melihat suatu

kasus, contohnya mengenai larangan penetapan besaran komisi yang tidak

Page 16: PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET … · pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah

xiii

terdapat dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang disamakan

dengan penetapan harga.

Page 17: PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET … · pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah

xiv

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku, Makalah, Artikel, dan Kamus

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Cet. 4, Ed. 1, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.

Devi Meyliana Savitri Kumalasari, Hukum Persaingan Usaha, Cet. 1, Setara Press, Malang, 2013.

Farida Hasyim, Hukum Dagang, Ed. 1, Cet. 5, Sinar Grafika, Jakarta, 2014

Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Cet.1, Kencana, Jakarta, 2008.

Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Cet.1, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.

Komariah, Hukum Perdata, Cet.4, UMM Press, Malang, 2010.

Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, Cet.2, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. 2, Ed. 3, Balai Pustaka, Jakarta, 2002.

Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, Cet.1, Sinar Grafika, Jakarta, 2013.

……., Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Cet.1, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004.

Page 18: PERJANJIAN KARTEL DALAM TATA NIAGA TIKET … · pelaku usaha di Kota Mataram yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa perjalanan wisata dan penjualan tiket pesawat. Hal inilah

xv

Salim H.S, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Cet.2, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.

Salim HS, Abdullah, dan Wiwiek Wahyuningsih, Perancangan Kontrak & Memorandum of Understanding (MoU), Cet.5, Sinar Grafika, 2011.

B. Peraturan-Peraturan.

Indonesia, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, LN No. 33 Tahun 1999 TLN No.3817.

Indonesia, Peraturan Komisi Persaingan Usaha No. 4 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 11 Tentang Kartel.

Indonesia, Peraturan Komisi Persaingan Usaha No. 4 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pasal 5 Tentang Penetapan Harga.

Indonesia, Putusan KPPU No. 10/KPPU-L/2009.

C. Internet

Aah Nur Herman Marunta, Makalah Tata Niaga, diakses melalui http://aahiwa.blogspot.com/2003/08/makalah-tata-niaga.html

A.M. Tri Anggraini, Mekanisme Mendeteksi dan Mengungkap Kartel Dalam Hukum Persaingan, diakses melalui http://sekartrisakti.wordpress.com/2011/06/08/mekanisme-mendeteksi-dan-mengungkap-kartel-dalam-hukum-persaingan/

Yakub Adi Krisanto, Prinsip Rule Of Reason Dan Per Se Rule Dalam Hukum Persaingan Indonesia, diakses melalui http://yakubadikrisanto.wordpress.com/2008/06/03/prinsip-rule-of-reason-dan-per-se-illegal/