perjalanan infeksi hiv dapat dijelaskna dalam tiga fase
TRANSCRIPT
Perjalanan infeksi HIV dapat dijelaskan dalam tiga fase, yaitu : (1) fase Infeksi Akut
(Sindrom Retroviral Akut); (2) Fase Infeksi Laten; (3) Fase Infeksi Kronis.
1. Fase Infeksi Akut (Sindrom Retroviral Akut)
Keadaan ini disebut juga dengan infeksi primer HIV. Sindroma akut yang
berkaitan dengan infeksi primee HIV ini ditandai dengan proses replikasi yang
menghasilkan virus-virus baru (virion) dalam jumlah yang besar. Virus yang
dihasilkan dapat terdeteksi dalam darah dalam waktu sekitar tiga minggu setelah
terjadinya infeksi. Pada periode ini protein virus dan virus yang infeksius dapat
dideteksi dalam plasma dan juga cairan serebrospinal, jumlah virion di dalam plasma
dapat mencapai 106 hingga 109 permililiter plasma. Viremia oleh karena replikasi virus
dalam jumlah yang besar akan memicu timbulnya sindroma infeksi akut dengan
gejala yang mirip infeksi mononukleosis akut yakni antara lain : demam,
limfadenopati, bercak pada kulit, faringitis, malaise, dan mual muntah, yang timbul
sekitar 3-6 minggu set elah infeksi. Pada fase ini selanjutnya akan menjadi terjadi
penurunan sel limfosit T-CD4 yang signifikan sekitar 2-8 minggu pertama infeksi
primer HIV, dan kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena mulai terjadi respon
imun. Jumlah limfosit T pada fase ini masih diatas 500 sel/mm3 dan kemudian akan
mengalami ppenurunan setelah enam minggu terinfeksi HIV
2. Fase infeksi laten
Setelah terjadi infeksi primer HIV akan timbul respon imun spesifik tubuh
terhadap virus HIV. Sel sitotoksik B dan limfosit T memberikan perlawanan yang
kuat terhadap virus sehingga sebagaian besar virus hilang dari sirkulasi sistemik .
sesudah terjadi peningkatan respon imun seluler, akan terjadi peningkatan antibodi
sebagai respon imun yang kuat, lebih dari 10 milyar HIV baru dihasilkan tipa harinya,
namun dengan ceppat virus-virus tersebut dihancurkan oleh sistem iumun tubuh dan
hanya memilki waktu paruh sekitar 5-6 jam. Meskipun di dalam darah dapat dideteksi
partikel virus hingga 104 per ml darah, akan tetapi jumlah partikel virus ynag
infeksius hanya didapatkan dalam jumlah yuang lebih sedikit, hal ini meunjukan
bahwa sejumlah besar virus telah berhasil dihancurkan. Pembentukan respon imun
spesifik terhadap HIV menyebabkan virus dapat dikendalikan . jumlah virus dalam
darah menurun dan perjalanan infeksius mulai memasuki fase laten.
Namun demikian sebagaian virus masih menetap di dalam tubuh, meskipun
jarang ditemukan di dalam kelenjar limfe, terperangkap di dalam sel dendritik
folikuler, dan masih terus mengadakan repplikasi. Sehingga penurunan limfosit T-
CD$ terus terjadi walaupun virion di plasma jumlahnya sedikit. Pada fase ini jumlah
limfosit T-CD4 menurun sekitar 500 sampai 200 sel/mm3.
Jumlah virus setelah mencapai jumlah tertinggi pada awal fase infeksi primer, akan
mencapai jumlah pada titik tertentu atau mencapai suatu “ set point” selama fase
laten. Set point ini dapat memprediksi onset waktu terjadinya penyakit AIDS. Dengan
jumlah virus kurang dari 100 kopi/ml darah, penyakit AIDS kemungkinan akan terjadi
dengan periode laten lebih dario 10 tahun. Sedangkan jika jumlah virus kurang dari
200 kopi/ml, infeksi HIV tidak mengarah menjadi penyakit AIDS. Senagai besar
pasien dengan jumlah vbirus lebih dari 100.000 kopi.ml, mengalami penurunan
jumlah limfosit T-CD4 yang lebih cepat dan mengalami perkembangan menjadi
penyakit AIDS dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun. Sejumlah pasien yang belum
mendapatkan terapi memiliki jumlah virus antara 100.000 hingga 100.000 kopi/ml
pada fase infeksi laten ini. Pada fase ini pasien umunya belum menunjukan gejala
klinis atau asimtomatis. Fase laten berlangsung sekitar 8-10 tahun (dapat 3-13 tahun)
setelah terinfeksi HIV.
3. Fase infeksi kronis
Selama berlangsunya fase ini, di dalam kelenjar limfa terus terjadi replikasi virus
yang diikuti dengan kerusakan dan kematian sel dendritik folikuler serta sel limfosit T-CD4
yang menjadi target utama dari virus HIV oleh karena banyaknya jumlah virus. Fungsi
kelenjar limfa sebagai perangkap virus menurun bahkan hilang dan dicurahkan ke dalam
darah. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan di dalam sirkulasi
sitemik. Respon imun tidak mampu mengatasi jumlah virion yang sangat besar. Jumlah sel
limfosit T-CD4 menurun hingga dibawah 200 sel/mm3, jumalh virus meningkat dengan cepat
sedangkan resspon imun semamin tertekan terhadap berbagai macam infeksi sekunder yang
dapat disebabkan oleh virus, jamur, protozoa atau bakteri. Perjalan infeksi semakin progresif
yang mendorng ke arah AIDS. Setelah terjadi AIDS pasien jarang bertahan hidup lebih dari
dua tahun tanpa intervensi terapi. Infeksi sekunder yang sering menyertai antar lain :
Pneumonia yang disebabkan pneumocytis carinii, tuberkulosis, sepsis, toksoplasmosis
ensefalitis, diare akibat kriptosporidiasis, infeksi birus , sitomegalo, infeksi virus
herpes, kandidiasis esofgus kandidiasis bronkhus atau paru serta infeksi jamur jenis
lain misalnya kadang juga ditemukan beberapa jenis kanker yaitu, kanker kelenjar
getah bening dan kanker sarkoma kaposis. Selain tiga fase tersebt diatas, pada
perjanan infeksi HIV terdapat periode masa jendela atau “windos period”yaitu periode
saat pemeriksaan tes antibodi terhadap HIV masih menunjukan hasil negatif walaupun
virus sudah ada dalam darah pasien yang terinfeksi HIV dengan jumlah yang banyak.
Antibodi yang terbentuk belum cukup terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium
oleh karena kadarnya belum memadai. Periode ini dapat berlangsung selama enam
bulan sebelum terjadi serokonversi yang positif, meskipun antiobodi terhadap HIV
dapat mulai terdeteksi 3-6 minggu hingga 12 minggu setelah infeksi primer. Peride
jendela sangat pentying diperhatikan karena pada periode jendela ini ppasien sudah
mempu dan poteensial menularkan HIV kepada orang lain. I
PATOFISIOLOGI
- Perlekatan virus
Virion HIV matang memiliki bentuk hampir bulat. Selubung luarnya, atau
kapsul viral, terdiri dari lemak lapis ganda yang mengandung banyak tonjolan
protein. Duri-duri ini terdiri dari dua glikoprotein : gp120 dan gp41. Gp mengacu
kepada masa glikoprotein, dan angka mengacu kepada massa protein dalam ribuan
dalton. Gp120 adalah selubung permukaan eksternal duri, dan gp41 adalah bagian
transmembran. HIV adalah suatu retrovirus sehinggan materi genetik berada
dalam bentuk RNA bukan DNA. Reserve transciptase adalah enzim yang
mentraskripsikan RNA virus menjadi DNA setelah virus masuk ke sel sasaran.
Enzim-enzim lain yang menyertai RNA adalah integrase dan protease.
HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasasaran yang memiliki
molekul reseptor membran CD4. Sejauh ini, sasaran yang disukai oleh HIV adalah
limfosit T penolong positif-CD4, atau sel T4 (limfosit CD4+). Gp120 HIV
berikatan dengan kuat dengan limfosit CD4+ sehingga gp41 dapat memerantarai
fusi membran virus ke membran sel.
Sel-sel yang mungkin rentan terhadap infeksi HIV mencakup monosit dan
makrofag. Monosit dan makrofag yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai
reservoar untuk HIV tetapi tidak dihancurkan oleh virus. Hiv bersifat politrofik
dan dapat menginfeksi beragam sel manusia. Seperti sel natural killer (NK),
limfosit B, sel endotel, sel epitel, sel langerhans, sel dendritik (yang terdapat di
permukaan mukosa tubuh), sel mikroglia, dan berbagai jaringan tubuh.
Setelah virus berfusi dengan limfosit CD4, maka berlangsung serangkaian
prose kompleks yaang apabila berjalan lancar, menyebabkan terbentuknya
partikel-partikel virus baru dari sel yang terinfeksi. Limfosit CD4+ yang terinfeksi
mungkin tetap laten dalam keadaan provirus atau mungkin mengalami siklus-
siklus replikasi sehingga menghasilkan banyak virus. Infeksi pada limfosit CD4+
juga dapat menimbulkan sipatogenesitas melalui beragam mekanisme, termasuk
apoptopsis (kematioan sel terprogram), anergi (pencegahan fusi sel lebih lanjut)
atau pembentukan sinsitium (fusi sel).
- Replikasi virus
Setelah terjadi fusi sel virus, RNA virus masuk ke bagian tengah sitoplasma
limfosit CD4+, setelah nukleokapsid dilepas, maka terjadi transkripsi terbalik
(reserve transciption) dari satu untai tunggal RNA menjadi DNA salinan (cDNA)
untai-ganda virus. Integrase HIV membantu Insersi cDNA virus ke dalam inti sel
penjamu. Apabila sudah terintegrasi ke dalam kromosom sel penjamu maka dua
unta DNA sekrang menjadi provirus. Provirus menghasilkan RNA messenger
(mRNA), yang meninggalkan inti sel dan masuk ke dalam sitoplasma. Protein-
protein virus dihasilkan dari mRNA yang lengkap dan yang telah mengalami
splicing (penggabungan) setelah RNA genom dibebaskan ke dalam sitoplasma.
Tahap akhir produksi virus membutuhkan suatu enzim virus yang disebut HIV
protease, yang memotong dan menata protein virus menjadi segmen-segmen kecil
yang mengelilingi RNA virus, membentuk partikel virus menular yang menonjol
dari sel yang terinfeksi. Sewaktu menonjol dari sel penjamu, partikel-partikel
virus tersebut akan terbungkus oleh sebagaian dari mebran yang terinfeksi.
HIVyang baru terbentuk sekarang menyerang sel-sel rentan lainya di seluruh
tubuh.
Replikasi HIV berkanjut selama periode latensi klinis, bahkan hanya terjadi
aktivitas virus yang minimal di dalam darah. HIV ditemukan dalam jumlah besar
di dalam limfosit CD4+ dan makrofag di seluruh sistem limfoid pada semua tahap
infeksi. Partikel-partikel virus juga telah dihubungkan dengan sel-sel dendritik
filokuler, yang mungkin memindahkan infeksi ke sel-sel selama migrasi melalui
folikel-folikel limfoid.
Walaupun selama masa latensi klinis tingkat viremia dan replikasi virus di sel-sel
mononukleus darah perifer rendah, namun pada infeksi ini tidak ada latensi yang
sejati. HIV secara terus menerus terakumulasi dan bereplikasi di organ-organ
limfoid. Sebagaian data menunjukan bahwa terjadi replikasi dalam jumloah yang
sangat besar dan pertukaran sel yang sangat cepat , dengan waktu paruh virus dan
penghasil virus di dalam plasma sekitar hari. Aktivitas ini menunjukan bahwa
terjadi pertempuran terus menerus antara virus dan sistem imun pasien. (silvia &
Price,2006)
a. Latar belakang
AIDS (Acquired immune deficiency syndrome), adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Virus
tersebut dinamakan HIV (Human Immnunodeficiency Virus). Fungsi sitem
kekebalan tubuh manusia adalah melindungi tubuh dari serangan penyakit. Kalau
sistem kekebalan tubuh dirusak oleh virus HIV, maka ketika tubuh diserang oleh
penyakit, sangat mudak penyakit itu masuk dan menyebabkan sakit.
HIV menyerang dan menurunkan sitem kekebalan tubuh manusia, HIV dapat
masuk ke dalam tubuh manusia melalui pertukaran cairan tubuh saat melakukan
hubungan seksual, melalui darah, malalui air susu ibu yang terpapar HIV, serta
melalui program penggunaan jarum suntik secara bersamaan dengan individu
yang terpapar HIV. Virus ini secara bertahap mebuat daya tahan tubuh semakin
berkurang dan mengarah ppada kematian. Sementara hingga saat ini adalah belum
adanya vaksin yang dapat menyembuhkan atau membunh virus tersebut, hal ini
dapat membuat penderita AIDS mengalami stress yang tinggi, yang jika tidak
diintervensi akan berdampak negatif bagi kesehatan sehubungan dengan semakin
menurununya fungsi kekebalan tubuh.