perioperatifssssssssssssss
DESCRIPTION
sssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssTRANSCRIPT
Perioperatif TonsilektomiIra Frayanti S
102011060
D3
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
(021) 5694-2061
Email:[email protected]
Pendahuluan
Setiap pasien yang akan menjalani pembedahan idealnya perlu dipersiapkan terlebih dahulu
agar resiko pembedahannya berkurang dan penyulit pascabedah yang dapat timbul
dikemudian hari dapat dicegah. Evaluasi prabedah dilakukan untuk mengaetahui segala
masalah medis pada pasien, menentukan perlunya informasi tambahan untuk menentukan
status medis, kontraindiaksi operasi, torelansi pasien terhadap tindak bedah, memastikan
kelayakan prosedur yang direncanakan, serta menetapkan waktu pembedahan. Berkaitan
dengan anastesi, persiapan pembedahan bertujuan untuk memperoleh informsi yang relevan
dengan kepentingan pengolahan anstesi, merencanakan tindak anastesi dan pengolahan
pascabedah, serta menyiapkan rencana, masalah anastesi dan informed consent kepada
pasien.1
Pembahasan
Skenario
Seorang perempuan 25 tahun datang kebagian pendaftaran rawat inap RS dengan membawa
surat permintaan raway dari dokter spesialis THT. Dari surat tersebut, diketahui dokter
tersebut akan melakukan tindakan tonsilektomi dan merujuk ke bagian anastesi untuk
penanganan perioperatif operasi tonsilektomi esok hari. Keterangan : BB 50kg, pemeriksaan
Lab semua dalam batas normal.
Pre-Operatif
Hal yang penting untuk melakukan evaluasi preoperatif yang efektif adalah riwayat medis
dan pemeriksaan fisik, dimana harus melingkupi data lengkap penatalaksanaan yang didapat
oleh pasien dalam beberapa waktu dekat, seluruh obat-obatan yang bersangkutan dan alergi-
alergi kontak, dan respons dan reaksi pada anestesi sebelumnya. Sebagai tambahan, evaluasi
ini harus melingkupi tes diagnostik sesuai indikasi, prosedur imaging, atau konsultasi dari
ahli bagian lain. Evaluasi preoperatif akan mengarahkan rencana tindakan anestesi: rencana
preoperatif yang tidak adekuat dan persiapan pasien yang tidak lengkap biasanya
bersangkutan dengan komplikasi pada anestesi.
Evaluasi preoperatif menyediakan beberapa tujuan. Salah satunya adalah untuk
mengidentifikasi beberapa pasien yang akan mengeluarkan hasil yang berkemungkinan untuk
menunjukkan peningkatan dengan pelaksanaan perawatan medis yang spesifik. Sebagai
contoh, seorang pasien 60 tahun dijadwalkan untuk melakukan total hip anthroplasty elektif
yang dimana juga memiliki angina yang labil dari penyakit arteri koroner kiri akan lebih
meningkatkan tingkat bertahan hidup jika dilakukan bypass arteri koroner sebelum prosedur
elektif. Tujuan lain adalah untuk mengidentifikasi pasien yang kondisinya sangat buruk
sehingga operasi hanya mungkin mempercepat kematian tanpa meningkatkan kualitas hidup.
Sebagai contoh, pasien dengan penyakit kronik paru yang berat, gagal ginjal stadium akhir,
gagal hati, dan gagal jantung.
Evaluasi preoperatif dapat mengidentifikasi pasien dengan karakteristik yang spesifik yang
akan mempengaruhi rencana anestesi. Sebagai contoh, rencana anestesi harus ditinjau ulang
untuk pasien dengan trakea yang tampak sulit untuk diintubasi, pasien dengan riwayat
keluarga hipertermia malignan, atau pasien dengan infeksi pada/ dekat dimana regional
anestesi akan dilaksanakan. Tujuan lain dari evaluasi adalah untuk menjelaskan kepada
pasien mengenai risiko anastesi. Namun, seorang anestesiologi tidak diharapkan untuk
mendiskusikan keuntungan melawan kerugian rencana prosedur; hal ini adalah tanggung
jawab bedah. Akhirnya, evaluasi preoperatif adalah suatu kesempatan bagi anestesiologis
untuk menjelaskan rencana anestesi pada pembedahan secara menyeluruh dan rencana pasca
operatif, memberikan dukungan psikologikal pada pasien, dan mendapatkan informed
consent dari rencana anestesi yang akan diberikan pada pasien bedah.
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik
elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut.
1. Anamnesis
Yang pertama harus dilakukan adalah anamnesis pasien:
1. Pasien perempuan 25 tahun, 50 kg, karyawan swasta, dan belum menikah.
2. Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi.
3. Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita yang dapat menjadi penyulit anestesi
seperti alergi, diabetes melitus, penyakit paru kronis (asma bronkhial, pneumonia,
bronkhitis), penyakit jantung, hipertensi, dan penyakit ginjal.5
4. Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan obat yang sedang
digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestetik seperti kortikosteroid,
obat antihipertensi, antidiabetik, antibiotik, golongan aminoglikosid, dan lain-lain.
5. Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal, jenis pembedahan
dan anestesi, komplikasi dan perawatan intensif pasca bedah.
6. Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi seperti
merokok, minum alkohol, obat penenang, narkotik, dan muntah.
7. Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti hipertensi maligna.
8. Riwayat berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan umum, pernafasan,
kardiovaskular, ginjal, gastrointestinal, hematologi, neurologi, endokrin, psikiatrik,
ortopedi dan dermatologi.
9. Makanan yang terakhir dimakan.
Tabel 3. Derajat keparahan reaksi alergi
2. Pemeriksaan Fisik
Setelah anamnesis maka dilakukan pemeriksaan fisik dan didapatlan keadaan umum sakit
ringan, kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital dalam batas normal, dan leher tampak
T3T3.
1. Tinggi dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang diperlukan,
serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan.
2. Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan, serta suhu tubuh.
3. Jalan nafas (airway). Jalan nafas diperiksa untuk mengetahui adanya trismus, keadaan
gigi geligi, adanya gigi palsu, gangguan fleksi ekstensi leher, deviasi ortopedi dan
dermatologi. Ada pula pemeriksaan mallampati, yang dinilai dari visualisasi pembukaan
mulut maksimal dan posisi protusi lidah. Pemeriksaan mallampati sangat penting untuk
menentukan kesulitan atau tidaknya dalam melakukan intubasi. Penilaiannya yaitu:
a. Mallampati I : palatum molle, uvula, dinding posterior oropharynk, tonsilla
palatina dan tonsilla pharingeal
b. Mallampati II : palatum molle, sebagian uvula, dinding posterior
c. Mallampati III : palatum molle, dasar uvula
d. Mallampati IV : palatum durum saja
Gambar 4. A: Klasifikasi Mallampati; B: Kelas penampilan laringeal
4. Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung.
5. Paru-paru, untuk melihat adanya dispneu, ronki dan mengi.
6. Abdomen, untuk melihat adanya distensi, massa, asites, hernia, atau tanda regurgitasi.
7. Ekstrimitas, terutama untuk melihat adanya perfusi distal, sianosis, adanya jari tabuh,
infeksi kulit, untuk melihat di tempat-tempat pungsi vena atau daerah blok saraf regional.
Gambar 6. Derajat pembesaran tonsil
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri atau kuman
Streptococcus beta haemolyticus grup A, Streptococcus viridans, dan Pyogenes dan juga
dapat disebabkan oleh virus. Faktor predisposisi adanya rangsangan kronik (misalnya karena
merokok atau makanan), pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat, tidak
higienis, dan mulut yang tidak bersih.
Setelah dilakukan pemerikaan, kita dapat mengetahui beberapa masalah, putuskan
apakah perlu pemeriksaan lain (seperi tes laboratorium, radiologi dan elektrokardiogram).
Radiologi rutin untuk toraks tidak diperlukan jika tidak ada gejala/ tanda abnormal pada dada,
tapi pemeriksaan Hb dan Ht sebaiknya rutin dilakukan pada pasien yang akan menjalani
anestesi umum. 1
Jika semua hasil baik, maka tanyakan pada diri kita sendiri 3 pertanyaan dibawah ini: 1
1. Apakah kondisi pasien membutuhkan terapi pre-operatif?
2. Apakah pasien harus dirujuk untuk pengobatan penyakit dasar seperti anemia,
infeksi atau kekurangan gizi sebelum operasi?
3. Teknik anestesi apa yang akan dilakukan untuk pasien?
2. Pemeriksaan penunjang
Jika kita sudah memutuskan teknik anestesi yang akan dilakukan, jelaskan secara
singkat kepada pasien apa yang akna terjadi, katakan bahwa kita akan memperhatikan fungsi
jantung dan pernapasannya dan yakinkan bahwa pasien tidak akan merasakn sakit. Juga
terangkan kepada pasien apa yang akan dijumpai setelah bangun, seperti oksigen, infus,
sonde lambung atau drain. Setelah itu maka pasien akan berkurang rasa takutnya dan anestesi
lebih muda dilakukan. Agar penilaian pre-operatif lebih sederhana dan efisien, kita dapat
melihatnya pada lembar pemeriksaan (lampiran 1). Satu status dapat terdiri dari lembar
pemeriksaan preoperatif, kartu anestesi dan lembar instruksi pasca bedah. 1