peringkat arus investasi indonesia dalam …

24
Jurnal Hukum & Pembangunan 48 No. 2 (2018): 275-298 ISSN: 0125-9687 (Cetak) E-ISSN: 2503-1465 (Online) Tersedia versi daring: http://jhp.ui.ac.id DOI: http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol48.no2.1664 PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM KERANGKA ASEAN-CHINA FREE TRADE AGREEMENT (PERBANDINGAN DENGAN SINGAPURA, MALAYSIA, THAILAND, DAN VIETNAM) DITINJAU DARI PRINSIP FAIR AND EQUITABLE TREATMENT Resha Roshana Putri*, An-An Chandrawulan**, Prita Amalia***, * Peneliti Pusat Studi Hukum Perdagangan Internasional Universitas Padjadjaran, ** Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, *** Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Korespondensi: [email protected] Naskah dikirim: 26 April 2018 Naskah diterima untuk diterbitkan: 3 Juni 2018 Abstract In the investment sector in ASEAN-China Free Trade Agreement, all host countries are obligated to give the protections and legal certainty for investors in fair and equitable treatment principle. The investment relation in ACFTA is not only talking about the relation between Indonesia and China, but also how Indonesia shall compete with another ASEAN member states. Authors use juridical normative research method with literature studies. This research shows that Indonesia has not completely implemented the fair and equitable treatment for Chinese investors. There are the needs for changes in giving the protections for investors, specially in law and administration sides. The aim of giving this principle is to increase the investment flows between Indonesia and China. Keyword: Free Trade Agreement, ACFTA, Fair and Equitable Treatment Principle Abstrak Dalam investasi ASEAN-China Free Trade Agreement, para host country diwajibkan memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para investor, yang salah satunya diberikan dalam kerangka prinsip fair and equitable treatment. Hubungan investasi dalam kerangka ACFTA tidak hanya berbicara mengenai hubungan antara Indonesia dan Cina, namun juga kompetisi Indonesia dengan negara anggota ASEAN lainnya. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode yuridis normatif dengan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia belum sepenuhnya mengimplementasikan prinsip fair and equitable treatment. Masih diperlukannya pembenahan dalam hal memberikan perlindungan di bidang hukum dan administrasi di Indonesia, yang salah satu tujuannya adalah meningkatkan arus investasi antara Indonesia dan Cina. Kata Kunci: Free Trade Agreement, ACFTA, prinsip fair and equitable treatment

Upload: others

Post on 20-Nov-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

Jurnal Hukum & Pembangunan 48 No. 2 (2018): 275-298

ISSN: 0125-9687 (Cetak) E-ISSN: 2503-1465 (Online)

Tersedia versi daring: http://jhp.ui.ac.id

DOI: http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol48.no2.1664

PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM KERANGKA

ASEAN-CHINA FREE TRADE AGREEMENT (PERBANDINGAN

DENGAN SINGAPURA, MALAYSIA, THAILAND, DAN VIETNAM)

DITINJAU DARI PRINSIP FAIR AND EQUITABLE TREATMENT

Resha Roshana Putri*, An-An Chandrawulan**, Prita Amalia***,

* Peneliti Pusat Studi Hukum Perdagangan Internasional Universitas Padjadjaran, ** Guru

Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, *** Dosen Fakultas Hukum Universitas

Padjadjaran Korespondensi: [email protected]

Naskah dikirim: 26 April 2018

Naskah diterima untuk diterbitkan: 3 Juni 2018

Abstract

In the investment sector in ASEAN-China Free Trade Agreement, all host

countries are obligated to give the protections and legal certainty for

investors in fair and equitable treatment principle. The investment relation

in ACFTA is not only talking about the relation between Indonesia and

China, but also how Indonesia shall compete with another ASEAN member

states. Authors use juridical normative research method with literature

studies. This research shows that Indonesia has not completely implemented

the fair and equitable treatment for Chinese investors. There are the needs

for changes in giving the protections for investors, specially in law and

administration sides. The aim of giving this principle is to increase the

investment flows between Indonesia and China.

Keyword: Free Trade Agreement, ACFTA, Fair and Equitable Treatment

Principle

Abstrak

Dalam investasi ASEAN-China Free Trade Agreement, para host country

diwajibkan memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para

investor, yang salah satunya diberikan dalam kerangka prinsip fair and

equitable treatment. Hubungan investasi dalam kerangka ACFTA tidak

hanya berbicara mengenai hubungan antara Indonesia dan Cina, namun

juga kompetisi Indonesia dengan negara anggota ASEAN lainnya. Metode

penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode yuridis normatif

dengan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia

belum sepenuhnya mengimplementasikan prinsip fair and equitable

treatment. Masih diperlukannya pembenahan dalam hal memberikan

perlindungan di bidang hukum dan administrasi di Indonesia, yang salah

satu tujuannya adalah meningkatkan arus investasi antara Indonesia dan

Cina.

Kata Kunci: Free Trade Agreement, ACFTA, prinsip fair and equitable

treatment

Page 2: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

276 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

I. PENDAHULUAN

Diplomasi ekonomi telah menjadi salah satu prioritas politik luar negeri

Indonesia, khususnya pada masa pemerintahan Joko Widodo.1 Politik luar

negeri diharapkan memiliki porsi 90% untuk aspek ekonomi dan 10% sisanya

untuk aspek politik. Adanya keharusan untuk meningkatkan diplomasi

ekonomi bertujuan untuk memperluas akses pasar luar negeri dan

meningkatkan volume ekspor Indonesia. Pasar dan volume ekspor yang

berkembang inilah yang akan berhulu pada tujuan mulia, yaitu mendorong

perekonomian dalam negeri dan mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.

Diplomasi ekonomi yang berlandaskan pada upaya mensejahterakan rakyat

telah menjadi hal substansial bagi negara-negara di dunia. Salah satu cara

untuk dapat mewujudkannya adalah dengan meningkatkan diplomasi

perdagangan. Perdagangan internasional merupakan variabel penting dalam

perekonomian dunia, terlebih lagi ketika lahirnya konsep liberalisasi

perdagangan yang secara sederhana melibatkan beberapa negara dalam

kerangka kerja sama.2

Keberadaan Association South East Asia Nation (ASEAN) merupakan

simbol kekuatan politik dan ekonomi pada wilayah Asia Tenggara, terutama

posisinya dalam tataran internasional.3 Kehadiran dan eksistensi ASEAN telah

diakui oleh negara-negara lain di dunia, khususnya dalam bidang ekonomi dan

perdagangan. Dalam perkembangannya, salah satu cita-cita mulia di bidang

ekonomi adalah mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada

tahun 2015 dengan tujuan menjadikan ASEAN sebagai sebuah kawasan yang

stabil, makmur, dan berdaya saing tinggi.4

Hubungan ekonomi yang di dalamnya mencakup perdagangan dan

investasi ASEAN tentunya tidak hanya berputar antar negara-negara anggota

ASEAN, melainkan adanya kebutuhan untuk melakukan kerja sama dengan

negara ataupun komunitas lainnya. Hal ini agar berbagai peluang kerjasama

dapat dimanfaatkan oleh para pelaku usaha ASEAN untuk bersaing secara

internasional, disamping itu ASEAN harus dapat menjadi pasar yang menarik

bagi investasi asing. Salah satu instrumen untuk mewujudkan cita-cita ini

adalah dengan Free Trade Agreement (FTA) atau perjanjian perdagangan

bebas yang mengikat ASEAN dengan mitra-mitranya, seperti Cina, Korea,

Jepang, India, dan Selandia Baru.5 FTA akan memungkinkan ASEAN dapat

melakukan kerja sama internasional melalui perjanjian bilateral, terutama

dalam bidang ekonomi internasional.

Cina merupakan satu dari beberapa mitra ASEAN yang menunjukkan

perkembangan perekonomian yang paling pesat. Perkembangan ini tidak hanya

dirasakan oleh ASEAN, namun juga telah diakui oleh dunia, bahkan Amerika

Serikat. Kemajuan ini digerakkan oleh Cina pasca reformasi Deng Xio Ping,

dimana produk-produk buatan Cina berhasil menjangkau pasar-pasar di

1 Adriana Elisabeth, Road Map Kebijakan Luar Negeri Indonesia (2015-2020):

Mewujudkan Diplomasi Ekonomi Inklusif, Berbasis Lingkungan dan Berkelanjutan,

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2015, hlm. 6. 2 Ibid, hlm. 26. 3 Siow Yue Chia, “The ASEAN Economic Community: Progress, Challanges, and

Prospect”, ADBI Working Paper, No. 440, 2013, hlm. 4. 4 Ibid. 5 Ibid, hlm. 6.

Page 3: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

Peringkat Arus Investasi, Resha Roshana Putri, An-An Chandrawulan, Prita Amalia 277

berbagai belahan dunia. Salah satu faktor besarnya jangkauan perekonomian

dan pasar Cina terletak pada jumlah penduduk Cina yang besar, yang didukung

oleh adanya teknologi yang serba maju dan infrastruktur yang mampu

menunjang negeri tirai bambu ini. Produk-produk yang dihasilkan Cina secara

mayoritas memiliki kualitas yang dapat disaingkan dengan produk-produk

lainnya, dengan harga yang lebih terjangkau.

Lahirnya ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) ditandai

dengan adanya usulan dari Zhu Rongji, mantan Perdana Menteri Cina dalam

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-6 di tahun 2000.6 Hubungan

mitra antara ASEAN dan Cina merupakan hubungan yang paling penting dan

menguntungkan bagi Cina. ASEAN merupakan komunitas yang dipilih Cina

karena dianggap dapat menjadi pasar yang besar bagi kegiatan ekspor Cina dan

menjadi pemasok kebutuhan industri-industri milik Cina. ACFTA dimulai pada

tahun 2001 dalam ASEAN-China Summit di Bandar Seri Begawan, Brunei

Darussalam. Terdapat 13 fokus kerja sama yang mengikat ASEAN dan Cina

dalam ACFTA, yang salah satunya adalah investasi asing.7 Pertemuan ini

ditindaklanjuti dengan pertemuan antar Menteri Ekonomi dalam ASEAN-China

Summit tahun 2002 di Phnom Phen, Vietnam. Pertemuan ini menyepakati

Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation (CEC), yang

didalamnya juga terdapat kesepakatan FTA.

Dalam hal menyikapi ACFTA, sebagai salah satu anggota ASEAN,

Indonesia tentu diharapkan mampu mempersiapkan dirinya untuk menghadapi

ACFTA. Salah satu bentuk keseriusan pemerintah Indonesia dalam menyambut

baik ACFTA dapat ditemukan dalam Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun

2004 sebagai tanda bahwa Indonesia telah meratifikasi ACFTA, tepatnya pada

tanggal 15 Juni 2004. Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004

menyebutkan bahwa:

“Mengesahkan framework Agreement on Comprehensive Economic

Coperation between the Assocation of South East Asian Nations and the

People’s Republic of Cina (Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama

Ekonomi menyeluruh antara Negara-negara Anggota Asosiasi Bangsa-Bangsa

Asia Tenggara dan republic rakyat Cina), yang telah ditanda tangani

Pemerintah Republik Indonesia di Phnom penh, Kamboja, apada tanggal 4

November 2002, sebagai hasil perundingan antara para wakil Negara-negara

Anggota Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara dan Pemerintah Republik

Rakyat Cina”.

Keputusan Presiden ini dapat dikatakan sebagai tanda awal bahwa

Indonesia telah siap dalam menghadapi ACFTA. Salah satu konsekuensi logis

ketika Indonesia telah memutuskan untuk meratifikasi perjanjian tersebut

adalah lahirnya kewajiban bagi Indoesia untuk menerapkan ketentuan-

ketentuan yang diatur dalam ACFTA.

Sayangnya, jika dibandingkan dengan anggota ASEAN lainnya seperti

Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam, arus penanaman modal asing

Cina ke Indonesia masih terbilang rendah. ASEAN Integration Report 2015

6 Simon Chesterman, From Community to Compliance? The Evolution of

Monitoring Obligations in ASEAN, Cambridge: Cambridge University Press, 2015, hlm.

20. 7 Proyek kerja sama dalam kerangka ACFTA dapat dilihat di

http://asean.org/?static_post=asean-China-free-trade-area-2

Page 4: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

278 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

menyatakan bahwa salah satu alasan mitra ASEAN enggan untuk menanamkan

modalnya ke suatu negara adalah kurangnya perlindungan investasi yang

tertuang dalam prinsip fair and equitable treatment.8 Hal ini seringkali

disangkut pautkan dengan adanya hambatan berinvestasi yang diberlakukan

dalam suatu negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki

jumlah FDI Restriction yang terbilang banyak dibandingkan negara anggota

ASEAN lainnya, seperti regulasi, pajak, sumber daya manusia, infrastruktur,

dan lainnya.

Table 1. FDI Regulatory Restrictiveness Index

Sumber: ASEAN Integration Report 2015.

Adanya hambatan yang berbeda-beda di tiap-tiap anggota ASEAN

menunjukkan hasil arus investasi yang berbeda-beda pula pasca adanya

ACFTA

Table 2. FDI Restrictions and FDI Inflows

Dalam tabel tersebut, dapat dilihat bahwa laju investasi asing di

Indonesia masih menduduki posisi terbawah setelah Filipina, dibandingkan

negara anggota ASEAN lainnya, seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, dan

Singapura. Fakta ini selaras dengan apa yang dinyatakan oleh Badan Kordinasi

8 The ASEAN Secretariat Jakarta, ASEAN Integration Report 2015, 2015, hlm. 38-

40.

ASEAN Member States Index

Cambodia 0,049

Indonesia 0,324

Laos 0,265

Malaysia 0,212

Myanmar 0,356

Philippines 0,425

Singapore 0,047

Thailand 0,291

Vietnam 0,214

Page 5: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

Peringkat Arus Investasi, Resha Roshana Putri, An-An Chandrawulan, Prita Amalia 279

Penanaman Modal (BKPM), bahwa presentase investasi Cina ke Indonesia

pasca ACFTA tidak menunjukkan adanya peningkatan, dari yang semula rata-

rata 0,006%, sekarang juga tetap di angka 0,006%. Bahkan, total investasi

asing Jepang dan Amerika Serikat ke Indonesia masih terhitung lebih besar

dibandingkan investasi asing Cina ke Indonesia.

Berbeda dengan Indonesia, banyak negara anggota ASEAN lainnya

justru mampu memanfaatkan ACFTA untuk meningkatkan laju investasi asing

di negaranya, seperti Thailand dan Vietnam.9 Sebagai negara berkembang,

Thailand dan Vietnam mampu untuk memanfaatkan ACFTA dalam hal

investasi di negaranya. Data yang dilansir oleh Asean-China Free Trade Area

Business Portal, pada tahun 2016 Thailand berhasil mengembangkan bisnis

ventura di bidang perdagangan dan manufaktur untuk semakin menarik para

investor Cina masuk untuk menanamkan modalnya di Thailand.10

Selain Thailand dan Vietnam, Singapura yang merupakan salah satu

negara maju di ASEAN dengan jumlah penduduk kurang dari jumlah

penduduk Indonesia juga mampu memanfaatkan ACFTA untuk perekonomian

negara. Menurut data dari International Enterprise Singapore,11 Singapura

merupakan negara investor yang paling penting bagi Cina. Dalam hal ini,

Singapura mengalahkan posisi Indonesia sebagai negara investasi dengan Cina

di Asia, yang disusul oleh Hongkong dan Bangkok. Pada tahun 2015,

hubungan penanaman modal antara Singapura dan Cina pasca ACFTA berhasil

meraup keuntungan sebesar US$5,8 milyar dengan lebih dari 700 proyek.12

Undang-Undang Penanaman Modal Asing memiliki beberapa prinsip

atau asas di dalamnya, seperti asas keterbukaan, asas kepastian hukum, dan

asas perlakuan yang sama. Ketiga asas ini merupakan refleksi dari penerapan

prinsip perlindungan investor (fair and equitable treatment).13 Prinsip fair and

equitable treatment pada hakikatnya berbicara mengenai kewajiban host

country untuk memberikan jaminan transparansi, stabilitas, dan legitimate

expectations kepada para investor. Asas keterbukaan berbicara mengenai

pemberian transparansi penanaman modal kepada masyarakat dan investor itu

sendiri. Asas kepastian hukum berbicara mengenai bagaimana investor merasa

dilindungi dengan hukum penanaman modal suatu negara. Asas perlakuan

yang sama berarti adanya tindakan non-diskriminasi terhadap investor dalam

negeri dan investor asing dalam suatu negara. Pemberian perlindungan bagi

para investor akan memupuk minat investor asing untuk menanamkan

modalnya di Indonesia. Sebaliknya, ketiadaan perlindungan bagi investor akan

membuat investor asing enggan untuk meningkatkan investasinya. Untuk itu

diperlukan kepastian hukum dan perlindungan bagi seluruh pihak baik

9 Donghyun Park, Innwon Park, dan Gemmar Esther, “Prospects of an ASEAN–

People’s Republic of China Free Trade Area: A Qualitative and Quantitative Analysis”,

ADB Working Paper, No. 130, 2008, hlm. 10. 10 Xinhua Net, Thai Investors Urged to Launch Ventures in ASEAN Community,

http://www.asean-cn.org/index.php?m=content&c=index&a=show&catid=210&id=793

[04/10/2017] 11 Narendra Aggrawal, Singapore is Cina’s Largest Investors,

https://www.iesingapore.gov.sg/Media-Centre/News/2015/11/S-pore-is-Cina-s-largest-

investor [04/10/2017] 12 Ibid. 13 Miguel Solanes, Revisiting Privatization, Foreign Investment, and International

Arbitration, America: ECLAC, 2007, hlm. 72.

Page 6: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

280 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

masyarakat dan negara maupun investor asing agar manfaatnya bisa dirasakan

oleh semuanya.

Tidak terimplementasinya prinsip fair and equitable treatment ini akan

mempengaruhi iklim investasi yang tidak baik antara investor dengan host

country. Hal ini disebabkan karena prinsip ini merupakan standar minimum

sekaligus sebagai standar hukum yang harus diimplementasikan oleh negara

penerima modal. Terlebih lagi ketika prinsip ini diaplikasikan dalam Free

Trade Agreement yang merupakan perjanjian yang memberikan liberalisasi

investasi kepada ngeara-negara yang terikat di dalamnya, maka tentu investor

akan terus mencari tempat penanaman modal yang dapat memberikan keadilan

dan keamanan bagi dirinya.

Regulasi penanaman modal asing diatur dalam beberapa peraturan,

yang salah satunya dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2007 tentang Penanaman Modal. Regulasi dan kepastian hukum merupakan hal

yang sangat urgen bagi para Investor karena sebaik apapun pasar dan bahan

baku namun apabila tidak diimbangi oleh regulasi pemerintah yang bersifat

mendukung maka dapat dipastikan para Investor akan enggan

menginvestasikan modalnya.14 Salah satu alasan Singapura menduduki

peringkat pertama negara anggota ASEAN yang mendapatkan arus investasi

asing terbesar dari Cina memiliki regulasi yang menyediakan kualitas

transparansi penanaman modal asing sebagai salah satu bentuk perlindungan

terhadap investor asing.15

Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa implementasi dari ACFTA

sejatinya akan membawa dampak positif bagi investasi di Indonesia.

Sayangnya, beberapa faktor menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu

untuk memanfaatkan ACFTA untuk meningkatkan perekonomian negara di

bidang investasi. Sayangnya hal ini justru tidak dijumpai di negara-negara

ASEAN lainnya, seperti Singapura dan Malaysia sebagai bagian dari negara

maju di ASEAN dan bahkan Thailand dan Vietnam sebagai negara

berkembang di ASEAN. Secara sederhana, faktor-faktor yang membuat

Indonesia kalah saing dengan negara ASEAN lainnya yaitu prinsip fair and

equitable treatment yang merupakan standar utama dalam hukum investasi

internasional. Oleh karena itulah di dalam tulisan akan membahas mengenai

penerapan prinsip fair and equitable treatment dalam kerangka ACFTA.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan

pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya,16

sedangkan penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan

terhadap peraturan-peraturan tertulis maupun bahanbahan hukum lain. Oleh

karena itu, sesuai dengan sifatnya, data-data yang digunakan dalam penlitian

ini lebih didominasi oleh data-data sekunder yang memaparkan secara jelas dan

menyeluruh tentang penanaman modal asing di Indonesia sebagai akibat dari

14 Ibid. 15 Ibid. 16 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia

Press, 1984, hlm. 43.

Page 7: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

Peringkat Arus Investasi, Resha Roshana Putri, An-An Chandrawulan, Prita Amalia 281

adanya free trade agreemet menurut hukum ekonomi internasional. Metode

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan

yuridis normatif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian yuridis normatif

adalah penelitian hukum kepustakaan. Data yang digunakan merupakan data

sekunder yang dipakai dalam penelitian yang memiliki perhatian khusus

terhadap ilmu hukum ekonomi internasional.17

III. PEMBAHASAN

A. Prinsip Fair and Equitable Treatment dalam ASEAN

Penanaman modal atau investasi merupakan salah satu bidang yang ikut

diliberalisasikan pada Masyarakat Ekonomi ASEAN yang bertujuan

mengintegrasikan aliran penanaman modal diantara negara anggota ASEAN,

karena ada hubungan yang positif dan sinergis antara integrasi kawasan dan

penanaman modal langsung yang dapat meningkatkan investasi.18 Dalam

rangka liberalisasi di bidang penanaman modal atau investasi inilah negara-

negara anggota ASEAN menyepakati Persetujuan Penanaman Modal

Menyeluruh ASEAN (ASEAN Comprehensive Investment Agreement atau

ACIA) yang ditandatangani di Cha-Am (Thailand) pada tanggal 26 Februari

2009. ACIA sendiri merupakan revisi dan gabungan dari 2 (dua) buah

perjanjian penanaman modal yang telah disepakati ASEAN sebelumnya yaitu

Persetujuan Kerangka Kerja tentang Kawasan Penanaman Modal ASEAN

(Framework Agreement on the ASEAN Investment Area atau AIA Agreement)

Tahun 1998 dan Persetujuan ASEAN untuk Peningkatan dan Perlindungan

Investasi (ASEAN Agreement for the Promotion and Protection of Investment)

Tahun 1987 yang dikenal sebagai ASEAN Investment Guarantee Agreemments

(ASEAN IGA).19

Dalam rangka liberalisasi penanaman modal tersebut, Persetujuan

ACIA akan melakukan tindakan-tindakan yaitu memperluas non diskriminasi,

termasuk National Treatment dan Most Favoured Nation bagi investor

ASEAN; mengurangi dan apabila dimungkinkan menghapus

hambatanhambatan investasi disektor prioritas integrasi yang mencakup barang

dan; mengurangi dan apabila dimungkinkan menghapus kebijakan pembatasan

investasi dan hambatan-hambatan lainnya termasuk persyaratan performa

investasi

Prinsip fair and equitable treatment telah diatur dalam Pasal 11 pada

bagian Treatment of Investment dalam ACIA. Pasal 11 ayat (2) menyebutkan

bahwa:

“For greater certainty:

(a) fair and equitable treatment requires each Member State not to

deny justice in any legal or administrative proceedings in accordance with

the principle of due process; and

17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu

Tinjauan Singkat, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2003, hlm. 23. 18 Jullen Chaisse dan Sufian Juson, The ASEAN Comprehensive Investment Agreement:

The Regionalisation of Laws and Policy of Foreign Investment, United Kingdom: Edward

Elgar, 2016, hlm. 216. 19 Ibid, hlm. 217.

Page 8: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

282 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

(b) full protection and security requires each Member State to take

such measures as may be reasonably necessary to ensure the protection

and security of the covered investments.”

Sama seperti penjelasan prinsip fair and equitable dalam perjanjian

internasional lainnya bahwa penerapan prinsip tersebut didasari dengan adanya

pemahaman bahwa host country tidak diperkenankan untuk membuat

keputusan hanya berdasarkan kepentinganya sendiri dengan dadlil melindungi

kepentingan nasionalnya.20 ACIA menjabarkan bahwa prinsip ini termasuk ke

dalam prinsip perlindungan investor yang telah disetujui oleh seluruh anggota

ASEAN. Penerapan prinsip ini salah satunya difokuskan agar host countryi

tidak menghalangi jalan penegakkan hukum dan kemudahan administrasi yang

selaras dengan prinsip due process of law. Investor ASEAN dalam hal ini

memiliki hak untuk mewakili dirinya di depan hukum dan hak untuk menuntut.

Negara-negara anggota ASEAN harus mengambil langkah dan keputusan serta

pertimbangan yang matang untuk dapat memberikan perlindungan dan jaminan

investasi asing, khususnya pada keadaan yang genting dan mendesak.21

Terdapat kecenderungan bahwa negara-negara anggota ASEAN tidak

mencampuradukkan prinsip-prinsip dasar perlindungan investor kepada para

investornya, seperti halnya pada prinsip fair and equitable treatment. Hal ini

disebabkan karena adanya keyakinan yang begitu dalam bahwa apabila

investor dan host country memiliki sengketa di antara keduanya,

makakeduanya akan cenderung menyelesaikan permasalahannya di hadapan

hakim arbitrase.22 Pada akhirnya, yang disepakati adalah bahwa neagra-negara

anggota ASEAN diperbolehkan untuk memberikan perlindungan kepada

investor tanpa menggunakan secara rigid istilah prinsip fair and equitable

treatment dalam hukum nasionalnya. Hal ini dapat kita temukan di Indonesia

dimana Indonesia menggunakan kata “administrasi oleh pemerintah” dalam

Undang-Undangnya untuk memberikan jaminan jalannya administrasi dalam

bidang investasi.

B. Implementasi Prinsip Fair and Equitable Treatment dalam ACFTA di

Indonesia

Indonesia dan Cina telah berhasil menjalin hubugan ekonomi dalam hal

perdagangan dan investasi sejak tahun 1953. Pada mulanya, keuntungan kedua

belah pihak pasca kerja sama telah berhasil meraup keuntungan hingga US$

7,4 juta dan terus meningkat di tiap tahunnya.23 Cina menjadi rekan dagang

terbesar kedua di Indonesia pada tahun 1965 dengan berhasil meningkatkan

pertumbuhan ekonomi Indonesia. Peningkatan ini juga dirasakan di bidang

investasi, dimana pada masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri, terdapat

20 Michael J. Moser, Dispute Resolution in China, USA: Arbitration Law, 2012, hlm.

178. 21 Ibid. 22 Ibid. 23 A. Booth, “China’s Economic Relations with Indonesia: Threats and Opportunities”,

Journal of Current Southeast Asia Affairs, Vol. 30,No.2, 2011, hlm. 143.

Page 9: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

Peringkat Arus Investasi, Resha Roshana Putri, An-An Chandrawulan, Prita Amalia 283

800 investot Cina yang menanamkan modalnya di Indonesia, setar dengan dua

kali lipat investasi Indonesia ke Cina.24

Pada faktanya, Cina merupakan tujuan utama ekspor Indonesia ke

dalam pasar internasional. Volume perdagangan bilateral Indonesia dan Cina

pada awal tahun 2008 mampu menembus angka US$25,01 miliar. Hal ini tidak

sepenuhnya menjadi kabar menggembirakan bagi Indonesia. Di saat yang

bersamaan, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan sebesar US$210

juta. Angka yang cukup signifikan tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya

masih terdapat kelemahan daya saing yang melekat dalam tubuh Indonesia

untuk dapat bersaing dengan negara-negara lainnya sehingga melahirkan angka

defisit yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara lainnya, khususnya

negara-negara anggota ASEAN. Cina merupakan kontributor bagi total

investasi asing (foreign direct investment) di Indonesia sebesar 0,5%.25

TABEL 3.1.

Hasil penelitian Pricewaterhouse Coopers mensinyalir bahwa belum

tercapainya target peningkatan arus masuknya modal asing di Indonesia,

mencerminkan masih kurangnya kepercayaan investor untuk menanamkan

modalnya di Indonesia.26 Penyebabnya antara lain ketidak pastian

memberlakukan undang-undang atau peraturan lainnya yang tidak memberikan

kepastian hukum bagi para investor yang ingin menanamkan modalnya di

Indonesia. Kepastian hukum yang sangat lemah dalam menciptakan iklim

investasi menyebabkan para investor, yang dalam hal ini adalah investor Cina

menjadi enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Kepastian hukum disini merupakan salah satu bentuk implikasi dari

adanya prinsip fair and equitable treatment yang mengedepankan prinsip

perlindungan dan jaminan bagi para investor untuk menanamkan modalnya di

dalam suatu negara. Faktor perlindungan dan kepastian hukum, konsistensi

perundang-undangan, maupun kebijakan industri dan infrastruktur di Indonesia

tergolong paling banyak disoroti. Banyak investor asing menilai bahwa

investasi di Indonesia sulit dijamin keamanan serta perlindungan hukumnya

dikarenakan kepastian hukumnya yang dinilai tidak stabil dan konsisten

melindungi para investor. Hasil survei Bank Dunia terhadap 155 negara

24 Ibid. 25 Masahiro Kawai, “East Asian Economic Regionalism: Progress and Challenges,

Journal of Asian Economic, Vol. 16, Issue 1, 2005, hlm. 40. 26 UNCTAD, UNCTAD Compedium of Investmen Law: Indonesia, 2007, hlm.1-17.

Page 10: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

284 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

menunjukkan bahwa iklim investasi di Indonesia dinilai sebagai salah satu

yang terburuk. investasi yang dimaksudkan mencakup kepastian hukum,

stabilitas ekonomi makro, sistem dan ketersediaan infrastruktur.27

Contoh mengenai tidak adanya kepastian hukum di Indonesia misalnya

banyak Peraturan Daerah (perda) seperti retribusi yang dikenakan kepada

investor yang menanamkan modalnya di daerah.28 Padahal dalam kontrak yang

ditandatangani oleh pemerintah pusat dan investor, pungutan tersebut sudah

termasuk di dalamnya. Hal itu menyebabkan banyak terjadi pungutan

berganda. Ini banyak ditemukan dalam kontrak-kontrak energi seperti kontrak

migas dan kontrak karya pertambangan. Adanya peraturan daerah yang

dikaitkan dengan retribusi, dirasakan menghambat investasi, yang berdampak

pada menurunnya investasi baru di sektor migas maupun pertambangan umum.

Minimnya kepastian hukum dan transparansi yang merupakan salah satu

elemen dari prinsip fair and equitable treatment inilah yang membuat laju

investasi Cina-Indonesia dikatakan lebih rendah dibandingkan Cina dengan

negara anggota ASEAN lainnya, seperti Malaysia, Thailand, Singapura,

bahkan Vietnam. Persoalan daya saing tersebut dikhawatirkan akan

membebani iklim investasi di Indonesia, terutama PMDN. Bila kondisi ini

dibiarkan berlarut-larut akan menjadi disinsentif bagi para pengusaha domestik

dalam upaya memerkuat investasi. Studi yang dilakukan oleh IFC

(International Finance Corporation) bekerja sama dengan World Bank,

misalnya, menunjukkan prestasi yang kurang menggembirakan soal iklim

investasi ini. Terdapat beberapa variabel yang dinilai oleh IFC masih

bermasalah dan menjadi kendala investasi, seperti: memulai bisnis, perizinan,

ketenagakerjaan, pengajuan kredit, perlindungan investor, dan pembayaran

pajak.

Perlindungan akan iklim investasi ini selaras dengan apa yang telah

diatur dalam ACFTA tentang Investasi yang mana Pasal 7 ayat (1)

menyebutkan bahwa:

“Each Party shall accord to investments of investors of another Party

fair and equitable treatment and full protection and security”

Adapun dinyatakan bahwa tidak diberikannya kedua prinsip ini sebagai

prinsip dasar perlindungan dalam berinvestasi akan berarti pada adanya

pelanggaran terhadap keseluruhan norma dan ketentuan yang terkandung di

dalam ACFTA.29 Jika hal ini diselaraskan denan UU Penanaman Modal, maka

sejatinya Pasal 4 telah mengatur lebih lanjut hak-hak apa saja yang seharusnya

didapatkan oleh penanam modal, tak terkecuali penanam modal asing.

Penanam modal berhak untuk mendapatkan kepastian hukum, perlindungan,

hak pelayanan, informasi yang terbuka, serta fasilitas kemudahan untuk

menanamkan modalnya di Indonesia. Segala bentuk kemudahan ini tidak

diartikan untuk memberikan akses yang terlalu luas bagi investor untuk

menanamkan modal, namun untuk memberikan jaminan dan kepercayaan bagi

investor dalam menjalankan usahanya di Indonesia.

Berbagai pihak menilai bahwa perlu adanya pembaharuan di bidang

hukum investasi yang harus disesuaikan pula dengan implementasi di

27 Ibid. 28 Koesrianti, “Legal Certainty as a Fundamental Principle of Private Foreign

Investment Agreements in Indonesia Toward AEC”, Airlangga Journal of Law, 2014, hlm. 15. 29 Pasal 7 ayat (3) ACFTA tentang Investasi.

Page 11: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

Peringkat Arus Investasi, Resha Roshana Putri, An-An Chandrawulan, Prita Amalia 285

lapangan. Pertama, pemerintah pusat bertanggung jawab untuk

menyederhanakan regulasi yang menjadi ruang lingkupnya, seperti perpajakan,

jaminan kepada investor, ketenagakerjaan, dan penutupan usaha. Pada level ini,

kinerja yang sudah dicapai oleh negara-negara tetangga, seperti Thailand dan

Malaysia bisa menjadi benchmark dalam memberikan perlindungan terhadap

investor. Kedua, bagi pemerintah daerah diperlukan langkah serius untuk

menekan munculnya perda-perda yang anti investasi.30

Hal ini juga harus diselaraskan dengan adanya transparansi di bidang

investasi yang secara tidak langsung akan memberikan keadilan bagi para

investor Cina yang menanamkan modalnya di Indonesia. Dengan mewujudkan

beberapa hal tersebut, maka Indonesia akan memiliki peluang untuk dapat

berkompetisi dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya dalam rangka

ASEAN Economic Community (AEC) dalam kerangka investasi ACFTA.

Adapun sekarang kelemahan-kelemahan di Indonesia dalam

mengimplementasikan prinsip fair and equitable treatment dibandingkan

dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya, yaitu:31

NO NEGARA PERINGKAT

DI ASEAN

KOMODITAS

DENGAN CINA

KELEBIHAN KEKURANGAN

1 Indonesia 7 Infrastrukutr,

Trasnportasi,

Ketenagalistrikan

1. Tenaga Kerja

murah

2. Banyaknya

program-

program

investasi yang

ditawarkan

1. Banyaknya

peraturan pusat

dan peraturan

daerah yang

tumpang tindih

2. Minimnya

transparansi

dalam investasi

3. Tidak

efektifnya

pembuatan

AMDAL untuk

lingkungan

4. Tidak

efektifnya

Badan Arbitrase

Nasional

(BANI) untuk

sengketa

investasi

5. Birokrasi

investasi yang

berbelit-belit

2 Singapura 1 Infrastruktur,

Transportasi,

Jasa, Property,

Lingkungan,

Ketenagalistrikan

1. Adanya

kepastian

hukum dan

transparansi di

bidang

investasi

2. Wajib

membuat

laporan

keuangan dan

memberikan

ke pihak-pihak

-

30 Ibid. 31 ASEAN Integration Report, 2015

Page 12: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

286 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

terkait.

3. Kualitas

pertahanan

lingkungan

yang baik

4. Tenaga Kerja

atau Sumber

Daya Manusia

yang baik

5. Adanya

Singapore

International

Arbitration

Center (SIAC)

untuk

sengketa

investasi

3 Malaysia 4 Infrastruktur,

Keamanan,

Property,

Transportasi,

Energi,

Pembangunan

Jangka Panjang

1. Adanya

aturan-aturan

dalam bidang

investasi yang

jelas dan

memberikan

kepastian

hukum

2. Perlindungan

HAKI yang

efektif

3. Investasi

disesuaikan

dengan

program

Pemerintah

Malaysia

1. Transparansi

untuk

Pemerintah dan

warga negara

Malaysia

2. Kurang

berjalannya

kewajiban

membuat

Laporan

Keuangan

dalam investasi

asing

4 Thailand 5 Tenaga Kerja,

Asuransi, Listrik,

Transportasi,

Keamanan

1. Efektifnya

birokrasi investasi

Thailand melalui

Board of

Investment (BOI)

2. Efektifnya Bank

Lokal Thailand

dalam mengawasi

batas kepemilikan

saham dalam PMA

3. Adanya kepastian

hukum yang

berlaku dan

transparansi

4. Pengawasan

terhadap

persaingan usaha

tidak sehat dalam

PMA

1. Insentif untuk

Investor

2. Keadaan

politik di

Thaland yang

mempengaruhi

arus investasi

asing

3. Pengangguran

di Thailand

4. Kurang

berjalannya

badan

administrasi di

Thailand

5 Vietnam 3 Transportasi,

Pembangunan

Jangka Panjang,

Infrastruktur

1. Adanya Doi

Moi Policy

yang

memberikan

kepastian

hukum bagi

investasi di

Vietnam

2. Kepastian

hukum

investasi

Vietnam yang

1. Kurang

gencarnya

Pemerintah

Vietnam dalam

mempromosika

n PMA di

Vietnam

2. Transparansi

untuk Investor

3. Infrastruktur

kurang

memadai

Page 13: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

Peringkat Arus Investasi, Resha Roshana Putri, An-An Chandrawulan, Prita Amalia 287

diselaraskan

dengan WTO

Agreement

3. Investasi yang

disesuaikan

dengan Master

Plan Vietnam

4. Transparansi

bagi

Pemerintah,

dan warga

negara

Vietnam

C. Implementasi Prinsip Fair and Equitable Treatment dalam ACFTA di

ASEAN

Potensi sebagai Free Trade Agreement terbesar di dunia secara populasi

dan terbesar ketiga di dunia secara ekonomi tersebut membuat berbagai negara-

negara di dunia sepakat untuk bekerja sama.32 ACFTA merupakan kesepakatan

antara negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan

kawasan perdagangan bebas dengan menghapus atau mengurangi hambatan

perdagangan baik tarif maupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa,

peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama

ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak ACFTA dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China.

Prinsip fair and equitable treatment terdapat dalam Pasal IV ASEAN

Treaty for the Promotion and Protection of Investment tahun 1987 dan juga

pada perjanjian investasi ASEAN yang baru yaitu pada Pasal 11 ASEAN

Comprehensive Investment Agreement (ACIA) tahun 2009 yang berbunyi:

Article 11

Treatment of Investment

1. Each Member State shall accord to covered investments of investors of

any other Member State, fair and equitable treatment and full

protection and security.

2. For greater certainty:

(a) fair and equitable treatment requires each Member State not to

deny justice in any legal or administrative proceedings in

accordance with the principle of due process; and

(b) full protection and security requires each Member State to take

such measures as may be reasonably necessary to ensure the

protection and security of the covered investments.

Adapun adanya ketentuan prinsip fair and equitable treatment yang

diakui sebagai standar minimal dan kewajiban bagi para host state, maka dalam

hal ini negara-negara anggota ASEAN memiliki standarnya dalam memberikan

perlindungan investasi yang adil dan sama bagi tiap-tiap investor, yaitu:

1. Implementasi Prinsip Fair and Equitable Treatment dalam

ACFTA di Singapura

32 The Brooker Group Inc, Foreign Direct Investment: Performance and Attraction: A

Case of Thailand, Thailand: BOI, 2016, hlm.5.

Page 14: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

288 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

Singapura merupakan salah satu negara maju yang merupakan

negara anggota ASEAN yang memiliki peringkat pertama dalam World

Bank Doing Business.33 Singapura telah berhasil dalam hal menarik

minat investor untuk menanamkan modalnya sejak adanya kebijakan

keterbukaan investasi di negaranya. Berdasarkan data yang dilansir oleh

UNCTAD 2016 World Investment Report, Singapura berhasil menduduki

peringkat ke-7 host country yang paling banyak ditanamkan modalnya di

dunia.34

Tabel 3.2. Peringkat Singapura dalam FDI

Kebijakan Singapura terhadap foreign direct investment menggunakan

pendekatan kebijakan yang digunakan oleh negara-negara maju. Tidak ada

pemisahan kebijakan dan perlakuan yang membeda-bedakan investor asing

dengan investor dalam negeri. Hal ini juga mengarah pada tidak ada perlakuan

yang berbeda-beda yang diberikan kepada PMA dan PMDN di Singapura.

Prioritas pembangunan ekonomi Singapura meningkat secara berkala melalui

beberapa periode waktu.35 Dalam situs resminya, Economic Development

Board sebagai salah satu statutory board milik pemerintah Singapura,

mengklasifikasi sejarah tahapan pembangunan Singapura dalam beberapa

periode sejak tahun 1960an hingga tahun 2000an, yaitu periode tahun 1960an;

1970an; 1980an; 1990an; dan periode 2000an. 36

Kontrak atau perjanjian investasi di Singapura didasari oleh Pasal 37

Konstitusi Singapura yang mendorong Pemerintah Singapura untuk

mengikatkan dirinya pada kontrak. Investasi asing yang tergolong ke dalam

elemen bisnis ini harus pertama kali didaftarkan di dalam Business Registration

Act (BRA) dengan tetap mengimplementasikan daftar negative list mengenai

jenis-jenis usaha yang dapat ditanamkan modalnya oleh para investor asing.

Singapura lalu mewajibkan para investor untuk mendaftarkan kembali jenis

usaha yang akan ditanamkan modalnya melalui Accounting and Corporate

Regulatory Authority (ACRA).37 Investasi asing merupakan kunci utama bagi

Singapura untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Singapura

merupakan salah satu negara yang mengedepankan prinsip fair and equitable

33 Ibid. 34 L. Hsu, Inward FDI in Singapore and Its Policy Context, America: Columbia

University Press, 2012, hlm. 10 35 Ibid. 36 Ibid. 37 Ibid.

Page 15: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

Peringkat Arus Investasi, Resha Roshana Putri, An-An Chandrawulan, Prita Amalia 289

treatment yang dituangkan dalam Pasal 3 ayat (1) ARC Regional Investment

Treaty.

Seluruh investor asing di Singapura diberikan kebebasan untuk

menguasai kepemilikan 100% bisnisnya untuk direpatriasi, kecuali beberapa

bidang usaha yang menyangkut keamanan nasional Singapura, seperti

telekomunikasi, radio, media, jasa keuangan, hukum, dan bisnis-bisnis

lainnya.38 Bidang-bidang usaha yang dimiliki oleh Pemerintah wajib dimiliki

sahamnya sebesar 20% oleh Pemerintah untuk tetap dapat mencampuri urusan

investasinya dengan Pemerintah. Tidak hanya pengawasan, pemerintah

memberikan jaminan berupa kepastian hukum di sektor-sektor sensitif, seperti

ketenagakerjaan dan perpajakan. Pemerintah juga memberikan transparansi

mengenai jalannya usaha investasi kepada para investor agar para investor

tetap memiliki keyakinan bahwa Singapura merupakan host country yang layak

untuk ditanamkan modalnya.39

Semua perusahaan Singapura harus menyusun laporan keuangan wajib

sesuai dengan Standar Pelaporan Keuangan Singapura (SFRS) dimana laporan

keuangan ini dapat dijadikan transparansi bagi para investor untuk melihat

perkembangan investasinya di Singapura. Selain itu, Singapura juga

menawarkan tarif pajak dasar perusahaan yang rendah sebesar 17 persen,

disertai dengan pembebasan pajak yang cukup besar untuk UKM dan insentif

pajak untuk industri tertentu.

Adanya kebijakan-kebijakan yang memberikan kepastian hukum dan

perlindungan bagi para investor (prinsip fair and equitable treatment) dengan

tetap melindungi kepentingan nasional itulah yang membuat investor Cina

selalu menanamkan modalnya di Singapura, terlebih lagi pasca ACFTA. Cina

menganggap bahwa Singapura akan dapat menjadi host country yang dapat

memberikan implikasi positif terhadap investor dalam jangka panjang, ditandai

dengan adanya pemberian insentif dan jaminan kepastian hukum dan kepastian

dalam berusaha. Singapura dianggap dapat menjadi jembatan antara Cina dan

ASEAN dalam melaksanakan hubungan ekonominya.40

Gambar 3.1.

38 Elliot Formal dan Agniezka W, The Foreign Dimension of Singapore’s Economic

Growth, Bergen: NHH, 2013, hlm.84. 39 Ibid. 40 Elliot Formal, op.cit.

Page 16: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

290 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

2. Implementasi Prinsip Fair and Equitable Treatment dalam

ACFTA di Malaysia

Pemerintah Malaysia memanfaatkan investasi asing sebagai faktor

pendukung pertumuhan ekonomi, namun tetap dilengkapi dengan batasan-

batasan di beberapa sektor. Seiring dengan perkembangannya, pemerintah

Malaysia membuat beberapa regulasi yang menghapuskan hambatan tersebut

dalam rangka melakukan liberalisasi terhadap ekonomi nasionalnya.41 Salah

satunya ditandai dengan dihapuskannya Foreign Investment Committee (FIC)

pada tahun 2009 yang membuka peluang bagi perusahaan asing untuk

menanamkan saham, melakukan merger terhadap perusahaan, dan mengambil

alih kepemilikan perusahaan lokal.

Malaysia mengeluarkan Malaysian Act 397 tentang Malaysia Investment

Development Authority 1965 yang mengatur mengenai tahap-tahap

administratif yang harus dilalui oleh investor yang akan menanamkan

modalnya di Malaysia. Pada tahun 2011 pemerintah Malaysia semakin gencar

melakukan liberalisasi terhadap penanaman modal asingnya dengan

mengizinkan investor untuk memiliki kepemilikan sebesar 100% di beberapa

bidang, seperti kesehatan, pendidikan, lingkungan, dan jasa. Beberapa bidang

masih dibatasi demi kepentingan nasional Malaysia, seperti telekomunikasi,

jasa keuangan, dan transportasi.42

Prinsip kepastian hukum dan prinsip transparansi yang merupakan bagian

dari prinsip fair and equitable treatment di Malaysia ditekankan dan

diaplikasikan melalui The 2013 National Policy on the Development and

Implementation of Regulations. Kebijakan ini merupakan kebijakan yang

dibuat oleh pemerintah Malaysia dalam rangka melahirkan sebuah

pemerintahan yang baik khususnya dalam bidang perekonomian di Malaysia.43

Beberapa peraturan di bawahnya juga menunjukkan adanya jaminan

kepastian hukum dan perlindungan bagi para investor, seperti Securities

Industry Act 2003, Securities Commission Act 2003, Futures Industry Act

2003, dan Securities Industry Act 2003. Perlindungan ini diberikan dengan

beberapa kategori kekhususan. Berkenaan dengan tindak pidana korupsi,

Malaysia telah memasukkannya ke dalam Security Commission Act dimana

perusahaan lokal dan asing dapat bekerja sama untuk melacak adanya aroma-

aroma korupsi dan langsung dapat melaporkannya dengan mengedepankan

asas good faith. Hal ini bukan hanya menjadi keistimewaan investasi asing di

Malaysia, namun juga sebagai kewajiban bagi seluruh pelaku usaha di

Malaysia.44

Hubungan investasi antara Malaysia dan Cina pasca ACFTA lebih

menunjukkan adanya aplikasi dari prinsip reciprocity. Keduanya memiliki

keuntungan dan daya pikat masing-masing sehingga saling melakukan

investasi. Salah satunya di sektor usaha eceran, Parkson Reitail Group yang

dimiliki oleh Malaysia mendapatkan modal dari Cina di tahun 2010 dimana

41 Sussangkam, Yung Chul Park, dan Sun Jin Kan, FDI Policy in Asia, London:

Routledge, 2011, hlm. 51. 42 Zulkefly Abdul, dkk, “The Quality of Institutions and Foreign Direct Investment

(FDI) in Malaysia”, Asian Journal Acoounting and Governance, Vol.3, 2012, hlm. 63. 43 Ibid. 44 Ibid.

Page 17: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

Peringkat Arus Investasi, Resha Roshana Putri, An-An Chandrawulan, Prita Amalia 291

Cina memberikan 300 juta yuan untuk mengembangkan bisnis tersebut.45

Perkembangan investasi Cina-Malaysia terus mengalami peningkatan

dikarenakan adanya kondisi pasar yang baik dan kepastian hukum yang

ditawarkan oleh kedua belah pihak.

3. Implementasi Prinsip Fair and Equitable Treatment dalam

ACFTA di Thailand

Thailand memiliki The Thailand Board of Investment (BOI) yang turut

mempromosikan investasi di Thailand dan membuat beberapa produk

kebijakan yang signifikan di dalamnya. Produk-produk kebijakan tersebut

dibuat hingga tahun 2021 dan bertujuan untuk melakukan restrukturisasi

terhadap perekonomian Thailand yang difokuskan melalui investasi.

Berdasarkan Investment Promotion Act 2520, investor asing di Thailand akan

diberikan kompensasi berupa insentif pajak di beberapa sektor. Insentif ini

akan diberikan oleh BOI bagi investor yang bidang usahanya akan membawa

keuntungan bagi Thailand. Investor diwajibkan untuk membuat izin dalam

melakukan investasi, namun tahap awal melakukan usaha cukup dengan

melakukan beberapa tindakan, seperti membeli barang, berbisnis, dan lain

sebagainya. Hal ini diatur lebih lanjut di dalam Foreign Workers Act 2551.46

Demi melindungi kepentingan nasionalnya, Thailand juga menerapkan

beberapa batasan kepad ainvestor asing, yang diramu dalam beberapa produk

peraturan, seperti Nationality Act, Immigration Act, Foreign Business Act,

Land Code, Alien Employment Act, dan lain sebagainya. Thailand juga

membatasi investasi di beberapa industri khusus, seperti bank komersil,

perusahaan asuransi, perikanan, penerbangan, transportasi, pariwisata, dan

beberapa bidang lainnya yang diatur lebih lanjut dalam regulasi Thailand.47

Berdasarkan The Financial Institutions Business Act, Bank lokal

Thailand diberikan mandat untuk dapat menarik batas kepemilikan dari bank

lokal dari 25% hingga 49%. Bank diwajibkan untuk melakukan kordinasi

dengan Menteri Keuangan Thailand untuk melacak adanya kepemilikan asing

yang berjumlah lebih dari 49% dan yang direkomendasikan oleh Bank Pusat.48

Pada tahun 2008, Thailand berdasarkan The 2008 Life Insurance Act

menerapkan 25% asuransi bagi perusahaan asing dan direktor asing yang akan

menanamkan usahanya di Thailand. Asuransi ini akan diberikan saat pihak

asing yang dalam hal ini adalah investor asing mendaftarkan usahanya ke

Departemen Pengembangan Bisnis dalam Menteri Perdagangan setelah

mendapatkan lisensi usahanya.

Kebijakan investasi asing yang baru saat ini difokuskan pada adanya

investasi yang dapat membantu pengembangan daya saing nasional dengan

45 Mahani Zainal Abidin dan Nor Izzatina Aziz, Assesment of ACFTA after

Implementation, diakses dalam

http://www.isis.org.my/attachments/1123_MZA_NI_Malaysia_RSIS22_22May2012.pdf 23

Januari 2018. 46 Sutana Thanyakkan, The Determinants Of FDI And FPI In Thailand: A Gravity

Model Analysys, USA: Lincolm University Press, 2008, hlm. 8. 47 Ibid. 48 S. Tambunlertchai, Foreign Direct Investment and Export Performance in Thailand,

Thailand: Wesleyan University Press, 2009, hlm.10.

Page 18: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

292 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

meningkatkan bagian research and development di Thailand.49 Aktivitas

investasi yang dijalankan di Thailand juga harus yang bersfat ramah

lingkungan, ramah energi, dan menggunakan energi alternatif dalam

pelaksanaannya. Investasi yang dilakukan di bagian selatan Thailand untuk

mengembangkan ekonomi lokal di Thailand. Keseluruhan hal tersebut

dilakukan untuk dapat merespon adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN yang

bertujuan untuk meningkatkan daya saing Thailand dibandingkan dengan

negara anggota ASEAN lainnya, termasuk Indonesia.

Thailand juga terus memfokuskan diri pada adanya perlindungan bagi

para investor dengan menerapkan The Thailand Trade Competition Act yang

merupakan turunan dari the Price Fixing and Anti-Monopoly Act 1979 untuk

menindaklanjuti adanya tindak pidana persaingan usaha tidak sehat yang

terjadi saat pelaku usaha menjalankan bisnisnya. Peraturan ini tidak hanya

diimplementasikan bagi investor lokal di Thailand, namun juga bagi investor

asing, yang mana implementasinya diawasi oleh Menteri Perdagangan dan

Departemen Perdagangan Internal.50

Tabel 3.3

Berbagai peningkatan dan progresivitas yang ditunjukkan oleh Thailand

inilah yang membuat Cina dan Thailand akan terus berupaya untuk

meningkatkan hubungan ekonominya dalam bidang investasi. Pasca ACFTA,

keduanya berupaya untuk membuat perjanjian yang mengikat keduanya untuk

menghindarkan diri dari adanya konflik atau resiko eksternal yang dapat saja

terjadi.51 Kerja sama antara Cina dan Thailand difokuskan dalam bidang

transportasi darat dan laut, seperti pembuatan jalan alternatif diatas sungai

Mekong dan pembuatan kereta api cepat yang menghubungkan beberapa

daerah di Thailand.52

49 Ibid. 50 Ibid. 51 Orathip Praisakuldecha, “The Economic Strategic Cooperation between China-

Thailand under the ASEAN China Free Trade Area: In Case of the Situation between China-

Thailand and the Opportunities of Thailand after ACFTA Completed”, IOSR Journal of

Business and Management, Vo.19, Issue. 5, 2017, hlm. 52. 52 Shen Hongfang, “The Economic Relations between China and Thailand under the

Context of CAFTA: An Assessment”, Chinese Studies Scientific Research, Vol. 2, No. 1, hlm.

60.

Page 19: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

Peringkat Arus Investasi, Resha Roshana Putri, An-An Chandrawulan, Prita Amalia 293

4. Implementasi Prinsip Fair and Equitable Treatment dalam

ACFTA di Vietnam

Vietnam gencar melakukan perbaikan terhadap kebijakan investasi

asingnya sejak tahun 2014, namun tetap mempertahankan beberapa hambatan

investasi untuk melindungi kepentingan nasionalnya. Beberapa kebijakan yang

melatarbelakangi investasi asing di Vietnam antara lain adalah 2005 Law on

Investment, kebijakan daerah, beberapa kebijakan yang merupakan harmonisasi

dari aksesi perjanjian WTO, dan kebijakan limitasi investasi asing dalam hal

merger dan akuisisi dari perusahaan domestik atau lokal.53 Vietnam membagi

bidang usaha investasinya ke dalam 3 sektor, yaitu sektor yang dilarang untuk

ditanamkan modalnya oleh investor dalam negeri maupun investor asing,

sektor yang boleh ditanamkan modalnya dengan syarat-syarat tertentu, dan

sektor yang boleh ditanamkan modalnya dengan syarat tertentu hanya untuk

investor asing.

Kategori sekaligus batasan yang dimuat dalam kebijakan investasi

Vietnam merupakan salah satu bentuk harmonisasi hukum Vietnam dengan

ketentuan dalam WTO. Vietnam telah mengaksesi perjanjian WTO pada tahun

2007 dan menjalankan komitmennya untuk melakukan liberalisasi terhadap

investasi di negaranya.54 Investor asing yang ingin menanamkan modalnya di

Vietnam wajib untuk mendaftarkan usahanya secara formal untuk

mendapatkan sertifikasi berusaha yang akan dikaitkan dengan kepentingan

nasional Vietnam. Ketentuan administratif bagaimana investor dapat

mendapatkan sertifikasi ini lebih lanjut secara komprehensif diaturdalam 2005

Law on Investment.

Evaluasi yang dimaksudkan dalam gambar tersebut adalah akan

dilakukan apabila investasi yang didaftarkan di Vietnam tidak sesuai atau

kurang sesuai dengan kepentingan nasional Vietnam saat itu. Vietnam memang

menerapkan kebijakan terbuka untuk investasi asing dalam rangka menarik

minat para investor, namun di sisi lain tetap berupaya untuk menjaga keutuhan

nasionalnya. Biasanya, bidang usaha investasi yang didaftarkan juga

disesuaikan dengan Master Plan yang dibuat oleh Menteri Perindustrian

Vietnam yang telah membuat 15 master plan di tingkat pusat dan 11 master

plan di tingkat daerah.55

2005 Law of Investment juga mengatur prinsip perlindungan bagi para

investor asing, termasuk di dalamnya prinsip fair and equitable treatemnt.

Tujuan dari dimasukkannya prinsip perlindungan tersebut adalah untuk

melindungi kepentingan investor dengan memberikan kepastian hukum dan

transparansi terhadap investor.56 Pasal 4 dari Law on Investment menyebutkan

bahwa tiap-tiap investor asing harus diberikan perlakuan yang sama dengan

53 UNCTAD, Investment Policy Review in Vietnam, New York: United Nations, 2008,

hlm.3. 54 Ibid, hlm. 4. 55 Steve Chan, Foreign Direct Investment in a Changing Global Political Economy,

London: Macmillan Press Ltd, 1995, hlm. 64. 56 Julien Chaisse, Tomoko Ishikawa, dan Sufian Jusoh, Asia's Changing International

Investment Regime: Sustainability, Regionalization, and Arbitration, Singapore: Spinger, 2007,

hlm. 153.

Page 20: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

294 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

prinsip equal treatment di semua sektor-sektor ekonomi. Hal ini tentunya

selaras dengan Pasal 7 ayat (1) dan (2) ACFTA tentang Investasi.

Pasal 22 dan 23 Konstitusi Vietnam mengatur bahwa negara melindungi

modal dan kepemilikan tanah dari adanya bisnis.57 Tanah dan kepemilikannya

hanya dapat dinasionalisasi jika dengan disertai alasan keamanan dan

kepentingan nasional, yang mana harus disertai pula dengan kompensasi.

Prinsip perlindungan ini penting diterapkan karena untuk menarik minat

investor asing, menerapkan administrasi investasi yang lebih baik, dan

menentukan arah kebijakan strategis untuk investasi asing di Vietnam.58

UNCTAD telah merinci beberapa kebijakan investasi di Vietnam yang lebih

progresif dalam menarik minat investor asing, yaitu:

1. Administrasi

Investasi asing di Vietnam lebih diawasi dan

mendapatkan peran yang begitu banyak dari Departments of

Planning and Investment dan Boards of Management. Vietnam

menerapkan asas desentralisasi di wilayahnya, sehingga

terdapat pembagian urusan investasi antara pemerintah pusat

dan daerah dengan menerapkan asas precedent dari tiap-tiap

bidang usaha investasi yang baru didaftarkan. Vietnam juga

merinci betul batasan-batasan berinvestasi yang secara

transparan diberikan dan diinformasikan kepada investor

sebelum memulai usahanya di Vietnam. Batasan untuk

melakukan investasi asing di Vietnam adalah 50 tahun sesuai

dengan Law on Investment.59

2. Kebijakan (Doi Moi 2 Policy)

Prinsip dasar berusaha di Vietnam yang selalu

dikedepankan adalah memberikan kebebasan untuk

mengidentifikasi bisnis apa yang akan ditanamkan modalnya

oleh investor asing.60 Pemerintah memberikan fleksibelitas bagi

para investor untuk memutuskan sesuatu dalam hal berinvestasi

di Vietnam.61 Vietnam tetap mengedepankan kepentingan

nasional melalui hukum dan regulasi tertentu, seperti halnya

kebijakan mengenai buruh, lingkunan, kesehatan, dan

keamanan yang harus diaplikasikan juga bagi investor asing

tanpa terkecuali. Terdapat kebijakan yang sangat sederhana

untuk memberikan sertifikasi usaha bagi investor asing di

Vietnam agar memudahkan mereka untuk menjalankan usaha

di koridor hukum yang berlaku.

Investasi asing Cina ke Vietnam telah dimulai sejak tahun 1991 dan

mulai berkembang pasca adanya ACFTA. Vietnam telah mampu menunjukkan

daya saing dan indeks kompetitifnya melawan negara angota ASEAN lainnya.

57 Ibid. 58 Ibid, hlm. 36. 59 Hoang Mai Pham, FDI and Development in Vietnam: Policy Implications, Singapore:

Institute of Southeast Asian Studies, 2004,hlm. 53. 60 Vincent Edwards dan Anh Phan, Managers and Management in Vietnam: 25 Years of

Economic Renovation (doi Moi), London: Routledge, 2013, hlm. 56. 61 Ibid, hlm. 40.

Page 21: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

Peringkat Arus Investasi, Resha Roshana Putri, An-An Chandrawulan, Prita Amalia 295

Contohnya, investasi asing Cina-Vietnam telah mengalami peningkatan sejak

tahun 2012 yang semula meraup keuntungan sebesar US$312 juta dan sekarang

telah meraup US$1,8 milyar di tahun 2016 (peningkatan sebesar 7,7%).62

Lebih dari 80% investasi asing di Vietnam dikuasi oleh Cina, khususnya di

bidang konstruksi dan pembangunan. Kontrak kerja yang mengikat keduanya

18,4% berupa Build-Operate-Transfer (BOT) dan Build-Transfer *BT) dan

15% berupa joint ventures dan kontrak bisnis pada umumnya. Salah satu hasil

dari investasi dapat dilihatd ari adanya pembangunan Vinh Tan 1 Power Plant

sebagai investasi terbesar dari Cina yang terletak di Provinsi Lao Cai.63

IV. Kesimpulan

Investasi memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan

ekonomi suatu negara. Perjanjian investasi dapat dimuat dalam berbagai

keranga produk kontrak dan perjanjian, salah satunya ASEAN-China Free

Trade Agreement yang mengatur hubungan perdagangan internasional dan

investasi antara negara anggota ASEAN dengan Cina. Tujuan dari ACFTA

salah satunya adalah berkenaan dengan upaya peningkatan arus investasi antara

negara anggota ASEAN dan Cina. Dalam menjalankan hubungan ini, tentunya

dibutuhkan pula penerapan prinsip reciprocity (timbal balik), dimana kedua

negara harus berupaya memberikan treatment yang sama sehingga keduanya

dapat diuntungkan dengan investasi yang sedang dijalankan. Salah satu standar

minimun dalam memberikan treatment yang diakui oleh berbagai perjanjian

investasi dan ACFTA adalah fair and equitable treatment principle. Prinsip ini

berbicara mengenai mengapa dan bagaimana perlakuan yang adil dan seimban

harus diberikan oleh host country kepada Investornya. Prinsip ini juga

merupakan salah satu alasan mengapa Investor akan merasa tertarik untuk

menanamkan modalnya di suatu negara sehingga dapat meningkatkan arus

investasi.

Dalam konteks Indonesia, dibandingkan dengan negara anggota ASEAN

lainnya, maka penerapan prinsip fair and equitable treatment antara Indonesia

dan Cina belum sepenuhnya dilakukan. Indonesia masih memiliki beberapa

permasalahan dalam hal pemberian kepastian hukum dan kemudahan birokrasi

dan/atau administrasi kepada para Investor Cina yang menanamkan modalnya

di Indonesia. Hal ini digambarkan oleh banyaknya peraturan pusat dan daerah

yang tumpah tindih, alur birokrasi yang berbelit-belit, dan lain sebagainya. Bila

dibandingkan dengan Malaysia, Singapura, Thailand, bahkan Vietnam,

peringkat Indonesia cenderung menurun karena keempat negara tersebut kini

semakin progresif dalam memberikan perlindungan dan perlakuan yang adil

dan seimbang kepada para Investor. Adapun pemberian atau implementasi dari

prinsip fair and equitable treatment ini bukan berarti suatu host country terlalu

62 KPMG, Investing in Vietnam, 2008, hlm. 28. 63 Ibid.

Page 22: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

296 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

berpihak kepada para Investor, namun juga untuk tetap melindungi

kepentingan nasional.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Adriana Elisabeth, Road Map Kebijakan Luar Negeri Indonesia (2015-2020):

Mewujudkan Diplomasi Ekonomi Inklusif, Berbasis Lingkungan dan

Berkelanjutan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2015.

Elliot Formal dan Agniezka W, The Foreign Dimension of Singapore’s

Economic Growth, Bergen: NHH, 2013.

Hoang Mai Pham, FDI and Development in Vietnam: Policy Implications,

Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2004.

Julien Chaisse, Tomoko Ishikawa, dan Sufian Jusoh, Asia's Changing

International Investment Regime: Sustainability, Regionalization, and

Arbitration, Singapore: Spinger, 2007.

Jullen Chaisse dan Sufian Juson, The ASEAN Comprehensive Investment

Agreement: The Regionalisation of Laws and Policy of Foreign

Investment, United Kingdom: Edward Elgar, 2016.

Koesrianti, “Legal Certainty as a Fundamental Principle of Private Foreign

Investment Agreements in Indonesia Toward AEC”, Airlangga Journal

of Law, 2014.

Michael J. Moser, Dispute Resolution in China, USA: Arbitration Law, 2012.

Miguel Solanes, Revisiting Privatization, Foreign Investment, and

International Arbitration, America: ECLAC, 2007.

S. Tambunlertchai, Foreign Direct Investment and Export Performance in

Thailand, Thailand: Wesleyan University Press, 2009.

Simon Chesterman, From Community to Compliance? The Evolution of

Monitoring Obligations in ASEAN, Cambridge: Cambridge University

Press, 2015.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu

Tinjauan Singkat, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2003.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas

Indonesia Press, 1984.

Steve Chan, Foreign Direct Investment in a Changing Global Political

Economy, London: Macmillan Press Ltd, 1995.

Sussangkam, Yung Chul Park, dan Sun Jin Kan, FDI Policy in Asia, London:

Routledge, 2011.

Sutana Thanyakkan, The Determinants Of FDI And FPI In Thailand: A Gravity

Model Analysys, USA: Lincolm University Press, 2008.

The ASEAN Secretariat Jakarta, ASEAN Integration Report 2015, 2015.

Page 23: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

Peringkat Arus Investasi, Resha Roshana Putri, An-An Chandrawulan, Prita Amalia 297

The Brooker Group Inc, Foreign Direct Investment: Performance and

Attraction: A Case of Thailand, Thailand: BOI, 2016.

UNCTAD, Investment Policy Review in Vietnam, New York: United Nations,

2008.

UNCTAD, UNCTAD Compedium of Investmen Law: Indonesia, 2007.

Vincent Edwards dan Anh Phan, Managers and Management in Vietnam: 25

Years of Economic Renovation (doi Moi), London: Routledge, 2013.

2. Jurnal

A. Booth, “China’s Economic Relations with Indonesia: Threats and

Opportunities”, Journal of Current Southeast Asia Affairs, Vol. 30,No.2,

2011.

Donghyun Park, Innwon Park, dan Gemmar Esther, “Prospects of an ASEAN–

People’s Republic of China Free Trade Area: A Qualitative and

Quantitative Analysis”, ADB Working Paper, No. 130, 2008.

Koesrianti, “Legal Certainty as a Fundamental Principle of Private Foreign

Investment Agreements in Indonesia Toward AEC”, Airlangga Journal

of Law, 2014.

Masahiro Kawai, “East Asian Economic Regionalism: Progress and

Challenges, Journal of Asian Economic, Vol. 16, Issue 1, 2005.

Orathip Praisakuldecha, “The Economic Strategic Cooperation between China-

Thailand under the ASEAN China Free Trade Area: In Case of the

Situation between China-Thailand and the Opportunities of Thailand

after ACFTA Completed”, IOSR Journal of Business and Management,

Vo.19, Issue. 5, 2017.

Shen Hongfang, “The Economic Relations between China and Thailand under

the Context of CAFTA: An Assessment”, Chinese Studies Scientific

Research, Vol. 2, No. 1.

Siow Yue Chia, “The ASEAN Economic Community: Progress, Challanges,

and Prospect”, ADBI Working Paper, No. 440, 2013.

Zulkefly Abdul, dkk, “The Quality of Institutions and Foreign Direct

Investment (FDI) in Malaysia”, Asian Journal Acoounting and

Governance, Vol.3, 2012.

3. Lain-Lain

Koesrianti, “Legal Certainty as a Fundamental Principle of Private Foreign

Investment Agreements in Indonesia Toward AEC”, Airlangga Journal

of Law, 2014.Mahani Zainal Abidin dan Nor Izzatina Aziz, Assesment of

ACFTA after Implementation, diakses dalam

http://www.isis.org.my/attachments/1123_MZA_NI_Malaysia_RSIS22_

22May2012.pdf 23 Januari 2018.

Page 24: PERINGKAT ARUS INVESTASI INDONESIA DALAM …

298 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

Narendra Aggrawal, Singapore is Cina’s Largest Investors,

https://www.iesingapore.gov.sg/Media-Centre/News/2015/11/S-pore-is-

Cina-s-largest-investor [04/10/2017]

Proyek kerja sama dalam kerangka ACFTA dapat dilihat di

http://asean.org/?static_post=asean-China-free-trade-area-2

Xinhua Net, Thai Investors Urged to Launch Ventures in ASEAN Community,

http://www.asean-

cn.org/index.php?m=content&c=index&a=show&catid=210&id=793

[04/10/2017]