perikanan nasional: masih soal isu...

4
Alan F Koropitan | PERIKANAN NASIONAL: Masih soal Isu Berkelanjutan... Copyright Alan Koropitan [email protected] http://alan.staff.ipb.ac.id/2010/03/25/perikanan-nasional-masih-soal-isu-berkelanjutan/ PERIKANAN NASIONAL: Masih soal Isu Berkelanjutan... PERIKANAN NASIONAL Masih soal Isu Berkelanjutan... Harian Kompas , 15 Maret 2010 | 03:03 WIB Oleh ALAN KOROPITAN ”Tingkah laku manusia saat ini seharusnya didasari pada pengetahuan tentang apa yang akan terjadi pada kemudian hari!” Ini diungkapkan oleh Prof Sumi dari The University of Tokyo dalam simposium pada 8-9 Maret 2010 di Bali. Simposium itu digelar oleh Center for Remote Sensing and Ocean Science, Universitas Udayana, bekerja sama dengan Lembaga Antariksa Jepang (JAXA). Konteks yang dia maksud adalah isu ”berkelanjutan”. Isu ini sudah mulai populer pada era 1970-an, dan akhirnya diakui PBB pada Juni 1992 di Rio de Janeiro melalui kegiatan Konferensi Lingkungan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCED). Inilah yang menjadi isu sentral dalam pengelolaan lingkungan, termasuk wilayah pesisir dan bidang perikanan. Dengan berjalannya waktu, ”berkelanjutan” perlu mempertimbangkan dampak perubahan iklim, khususnya pasca-Protokol Kyoto. Ini yang mendasari kenapa Prof Sumi melontarkan kalimat tersebut. Prinsipnya, kita perlu membangun suatu tatanan masyarakat yang sadar akan ancaman dampak perubahan iklim pada masa mendatang untuk menjamin sumber daya lingkungan berkelanjutan. Dampak bagi perikanan Salah satu gas rumah kaca penting, dalam kaitan dengan pemanasan global, adalah gas CO2 di atmosfer. Laporan Global Carbon Project edisi 2008 page 1 / 4

Upload: dotuong

Post on 18-Apr-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Alan F Koropitan | PERIKANAN NASIONAL: Masih soal Isu Berkelanjutan...Copyright Alan Koropitan [email protected]://alan.staff.ipb.ac.id/2010/03/25/perikanan-nasional-masih-soal-isu-berkelanjutan/

PERIKANAN NASIONAL: Masih soal IsuBerkelanjutan...PERIKANAN NASIONAL Masih soal Isu Berkelanjutan...

Harian Kompas, 15 Maret 2010 | 03:03 WIB

Oleh ALAN KOROPITAN

”Tingkah laku manusia saat ini seharusnya didasari pada pengetahuan tentang apayang akan terjadi pada kemudian hari!” Ini diungkapkan oleh Prof Sumi dari TheUniversity of Tokyo dalam simposium pada 8-9 Maret 2010 di Bali.

Simposium itu digelar oleh Center for Remote Sensing and Ocean Science,Universitas Udayana, bekerja sama dengan Lembaga Antariksa Jepang (JAXA).Konteks yang dia maksud adalah isu ”berkelanjutan”.

Isu ini sudah mulai populer pada era 1970-an, dan akhirnya diakui PBB pada Juni1992 di Rio de Janeiro melalui kegiatan Konferensi Lingkungan dan PembangunanPerserikatan Bangsa-Bangsa (UNCED). Inilah yang menjadi isu sentral dalampengelolaan lingkungan, termasuk wilayah pesisir dan bidang perikanan.

Dengan berjalannya waktu, ”berkelanjutan” perlu mempertimbangkan dampakperubahan iklim, khususnya pasca-Protokol Kyoto. Ini yang mendasari kenapa ProfSumi melontarkan kalimat tersebut. Prinsipnya, kita perlu membangun suatutatanan masyarakat yang sadar akan ancaman dampak perubahan iklim pada masamendatang untuk menjamin sumber daya lingkungan berkelanjutan.

Dampak bagi perikanan

Salah satu gas rumah kaca penting, dalam kaitan dengan pemanasan global,adalah gas CO2 di atmosfer. Laporan Global Carbon Project edisi 2008

page 1 / 4

Alan F Koropitan | PERIKANAN NASIONAL: Masih soal Isu Berkelanjutan...Copyright Alan Koropitan [email protected]://alan.staff.ipb.ac.id/2010/03/25/perikanan-nasional-masih-soal-isu-berkelanjutan/

menyebutkan, CO2 di atmosfer telah mencapai level 385 ppm (bagian per juta/partsper million). Pada era praindustri berkisar 280 ppm. Kontribusi emisi CO2 darideforestasi dan industri mencapai 9,1 PgC per tahun pada 2008 (1 Pg > 10 pangkat15 gram). Fraksi CO2 yang menetap di atmosfer sekitar 45 persen dari total emisitersebut, sedangkan sisanya diserap daratan (tumbuhan) dan lautan.

Namun, sejumlah studi menekankan, tingkat efisiensi penyerapan oleh daratan danlautan telah menurun. Jadi, fraksi CO2 di atmosfer cenderung naik. Di lain pihak,studi Knor baru-baru ini (Desember, 2009) menyimpulkan, tidak ada peningkatanfraksi CO2 di atmosfer dalam 150 tahun terakhir. Ke mana transpor atautransformasi gas CO2 tersebut? Masih menjadi pertanyaan besar saat ini.

Terlepas dari persoalan bujet CO2 yang belum terjawab, dampak pemanasan globaltelah membawa perubahan terhadap iklim dan laut. Konsekuensinya adalahpeningkatan suhu permukaan dan penguatan stratifikasi suhu laut. Perubahanlingkungan laut tentu berdampak pada produktivitas perikanan.

Yonvitner pada Kompas (8/3) membahas laporan Cheung dkk (2009) tentangskenario kenaikan level CO2 di atmosfer dengan peranan CO2 di laut dalam prosesfotosintesis fitoplankton. Ini memang dimungkinkan mengingat fitoplankton adalahproduser dalam jaringan rantai makanan.

Namun, interpretasi skenario kenaikan level CO2 di atmosfer adalah dalam kontekspemanasan global, yang akan memicu berpindahnya ikan-ikan perairan tropis kesubtropis.

Cheung menyimpulkan, potensi hasil tangkapan ikan di Indonesia akan menurunsampai sekitar 20 persen pada 2100. Dalam skenario lanjutan, Cheung jugamenyimpulkan, walaupun level CO2 bisa dipertahankan pada level seperti tahun2000 (seandainya pertemuan Kopenhagen tahun lalu berhasil), Indonesia pun masihberpotensi kehilangan hasil tangkapan ikan sekitar 5 persen pada 2100. Di lainpihak, lokasi-lokasi seperti di Norwegia, Alaska, Greenland dan Iceland malahberpotensi mengalami peningkatan hasil tangkapan ikan.

page 2 / 4

Alan F Koropitan | PERIKANAN NASIONAL: Masih soal Isu Berkelanjutan...Copyright Alan Koropitan [email protected]://alan.staff.ipb.ac.id/2010/03/25/perikanan-nasional-masih-soal-isu-berkelanjutan/

Pengelolaan berkelanjutan

Dalam simposium di Bali tersebut, permasalahan dalam pendugaan stok ikan diIndonesia sempat dibahas oleh penulis bersama kolega dari IPB, Prof BonarPasaribu dan Dr Jonson L Gaol.

Inti permasalahan antara lain kelemahan data catch per unit effort, termasuk datapendaratan hasil tangkapan di pelabuhan, asumsi-asumsi yang banyak dalamanalisis produksi surplus sehingga sulit dipenuhi, dan penerapan analisis statistikterhadap spesies tertentu yang digeneralisasi ke multispesies.

Solusi yang ditawarkan adalah riset yang fokus dan terintegrasi, di mana perananriset lingkungan laut dan kaitannya dengan biologi perikanan sangat penting dalampendugaan stok ikan. Kegiatan riset itu dapat terbagi dalam lima kelompok utama,yaitu dinamika iklim, dinamika jaringan rantai makanan, dinamika biogeokimiawi,pemodelan, serta prediksi dan aktivitas manusia. Kelima topik ini salingberinteraksi.

Sebagai contoh, informasi proses biogeokimia, dinamika rantai makanan, dan datatangkapan dapat dikembangkan dalam suatu model ikan sehingga estimasi stokikan lebih akurat. Demikian halnya prediksi perubahan jalur migrasi akibatpemanasan global dan respons larva ikan terhadap perubahan lingkungan akanmembantu antisipasi pada kemudian hari.

Demikian pula halnya pengaruh variabilitas iklim (seperti El Nino) yang dapatmemicu kelimpahan ikan yang ekstrem. Hal ini perlu diantisipasi sedini mungkin.

Kanada adalah salah satu negara yang menerapkan konsep ini dengan baiksehingga amat membantu dalam menentukan jumlah stok ikan dan kapasitasmaksimum yang boleh ditangkap. Konsep ini diperkenalkan oleh Global OceanEcosystem Dynamic, salah satu proyek inti dari International Geosphere-BiosphereProgramme, dan diacu banyak negara penggiat perikanan laut, kecuali Indonesia.

page 3 / 4

Alan F Koropitan | PERIKANAN NASIONAL: Masih soal Isu Berkelanjutan...Copyright Alan Koropitan [email protected]://alan.staff.ipb.ac.id/2010/03/25/perikanan-nasional-masih-soal-isu-berkelanjutan/

Akhirnya, keakuratan informasi stok ikan memiliki nilai strategis dalam pengelolaanperikanan nasional berkelanjutan, termasuk kegiatan pemanfaatan (penangkapanikan), pengontrolan (illegal fishing), perbaikan lingkungan, dan strategi adaptasiyang tepat dalam perubahan iklim.

ALAN KOROPITAN Dosen pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB

page 4 / 4