perhitungan jumlah bakteri pada sampel daging dengan metode hitung cawan/tpc (total plate count)
DESCRIPTION
Membahas mengenai cara perhitungan koloni bakteri pada sampel daging dengan teknik TPCTRANSCRIPT
S y a h S P e t a l . 2 0 1 0 | 1
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana
Institute Pertanian Bogor 2010
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PANGAN ASAL HEWAN
PERHITUNGAN JUMLAH BAKTERI PADA SAMPEL DAGING DENGAN METODE HITUNG CAWAN/TPC (TOTAL PLATE COUNT)
Setiawan Putra Syah, Ardilasunu Wicaksono, Rendra Gustiar
PS Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
PENDAHULUAN
Daging dapat didefinisikan sebagai kumpulan sejumlah otot yang berasal
dari ternak yang sudah disembelih dan otot tersebut sudah mengalami perubahan
biokimia dan biofisik sehingga otot yang semasa hidup ternak merupakan energi
mekanis berubah menjadi energi kimiawi yang dikenal sebagai daging (pangan
hewani) (Abustam 2009). Daging dapat dibedakan atas daging merah dan daging
putih tergantung perbedaan histologi, biokimia, dan asal ternak. Daging merah
adalah daging yang memiliki serat yang sempit, kaya akan pigmen daging
(mioglobin), mitokondria dan enzim respirasi berhubungan dengan tingginya
aktivitas otot serta kandungan glikogen yang rendah. Daging putih merupakan
daging yang berserat lebih besar dan lebar, sedikit mioglobin, mitokondria dan
enzim respirasi berhubungan dengan aktivitas otot yang singkat/cepat serta
kandungan glikogen yang tinggi (Usmiati 2010).
Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan dengan susunan zat gizi
tinggi, dan termasuk salah satu sumber esensial dari protein hewani dan lemak.
Kandungan kimia dan gizi di dalam daging berupa, Protein 18%, Kadar air 75,5%,
Karbohidrat < 1%, aW > 0,98 dan Mineral 1%, dan Energi 110 Kcal/100gr (Lukman
dkk. 2009). Selain mengandung protein dan lemak, daging sapi pun mengandung
asam-asam amino yg lengkap dan seimbang, vitamin dan mineral dalam kadar yang
cukup tinggi, di antaranya vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (riboflavin), zat besi, dan
kalsium. Tiamin dan riboflavin sangat dibutuhkan tubuh untuk membantu proses
metabolisme sebagai ko-enzim dalam pembentukan energi. Kadar gizi yang tinggi di
dalam daging sapi tersebut, diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel
tubuh, tetapi tingginya kadar gizi didalam daging juga dibutuhkan dan digunakan
oleh mikroorganisme sebagai media yang ideal untuk pertumbuhanya. Oleh karena
S y a h S P e t a l . 2 0 1 0 | 2
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana
Institute Pertanian Bogor 2010
itu daging sapi dikategorikan sebagai bahan pangan yang mudah rusak akibat
aktivitas mikroba (perishable food).
Pencemaran daging oleh mikroba dapat terjadi sebelum dan setelah hewan
dipotong. Sesaat setelah dipotong, darah masih bersirkulasi ke seluruh anggota
tubuh hewan sehingga penggunaan pisau yang tidak bersih dapat menyebabkan
mikroorganisme masuk ke dalam darah. Pencemaran daging dapat dicegah jika
proses pemotongan dilakukan secara higienis. Pencemaran mikroba terjadi sejak di
peternakan sampai ke meja makan. Sumber pencemaran tersebut antara lain
adalah: 1) hewan (kulit, kuku, isi jeroan), 2) pekerja/manusia yang mencemari
produk ternak melalui pakaian, rambut, hidung, mulut, tangan, jari, kuku, alas kaki,
3) peralatan (pisau, alat potong/talenan, pisau, boks), 4) bangunan (lantai), 5)
lingkungan (udara, air, tanah), dan 6) kemasan (Gustiani 2009).
Perlakuan ternak sebelum pemotongan akan berpengaruh terhadap jumlah
mikroba yang terdapat dalam daging. Ternak yang baru diangkut dari tempat lain
hendaknya tidak dipotong sebelum cukup istirahat, karena akan meningkatkan
jumlah bakteri dalam daging dibandingkan dengan ternak yang masa istirahatnya
cukup. Daging yang tercemar mikroba melebihi ambang batas akan menjadi
berlendir, berjamur, daya simpannya menurun, berbau busuk, rasa tidak enak, dan
menyebabkan gangguan kesehatan bila dikonsumsi (Djaafar dan Rahayu 2007).
Mikroba yang dapat mencemari daging antara lain adalah Salmonella sp.,
E. coli, Coliform, Staphylococcus sp., dan Pseudomonas (Gustiani 2009). Jumlah
batas cemaran mikroba pada daging menurut SNI 08.1.1-7388-2009 adalah Total
Plate Count (TPC) 1 x 106 Cfu/g, Koliform 1 x 102 Cfu/g, Escherichia coli 1 x 101
Cfu/g, Salmonella negatif/25g, Staphilococcus aureus 1 x 102 Cfu/g, Camphilobacter
sp negatif/25g. Kandungan mikroba yang tinggi pada daging sapi dapat berasal dari
peternakan dan rumah potong hewan yang tidak higienis (Mukartini et al. 1995,
diacu dalam Djaafar dan Rahayu 2007). Oleh karena itu, sanitasi atau kebersihan
lingkungan peternakan maupun rumah potong hewan perlu mendapat perhatian.
Untuk mengetahui jumlah cemaran dalam suatu pangan seperti daging,
metode yang dapat digunakan yaitu metode Total Plate Count (TPC) atau disebut
juga Angka Lempeng Total (ALT). Jumlah mikroorganisme pada contoh pangan
yang diperoleh pada metode ini merupakan gambaran populasi mikroorganisme
yang terdapat pada contoh tersebut. Tidak semua mikroorganisme dapat tumbuh
dalam media agar dan kondisi inkubasi yang ditetapkan, karena setiap
S y a h S P e t a l . 2 0 1 0 | 3
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana
Institute Pertanian Bogor 2010
mikroorganisme membutuhkan kondisi hidup atau pertumbuhan yang berbeda.
jumlah mikroorganisme yang tumbuh (membentuk koloni) hanya berasal dari
mikroorganisme yang dapat tumbuh pada kondisi yang ditetapkan (misalnya jenis
media, ketersediaan oksigen, suhu dan lama inkubasi), karena mikroorganisme lain
yang terdapat pada contoh tidak dapat tumbuh atau bahkan menjadi mati. Oleh
sebab itu jumlah mikroorganisme yang diperoleh dengan metode ini hanya
merupakan jumlah prakiraan (estimasi) saja dan terdapat kemungkinan bahwa
jumlah mikroorganisme yang diperoleh lebih banyak dibandingkan dengan
mikroorganisme sesungguhnya. Dengan demikian, hasil pemeriksaan perlu
diinterpretasi secara hati-hati. Namun metode ini merupakan metode yang sangat
berguna dan dianjurkan dalam pemeriksaan rutin (Lukman dan Purnawarman,
2009).
Metode hitung cawan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: metode tuang
(pour plate methode) dan metode permukaan atau metode sebar (surface or spread
plate method). Jumlah koloni yang diperoleh dinyatakan dengan colony forming unit
(cfu) per gram atau per ml luasan tertentu dari contoh (per cm2). Ketepatan
(accurancy) metode ini dipengaruhi beberapa factor, antara lain: a). media dan
kondisi inkubasi (ketersediaan oksigen, suhu dan waktu inkubasi), b). Kodisi sel
mikroorganisme (cedera atau injured cell), c). Adanya zat penghambat pada
peralatan atau media yang dipakai, atau yang diproduksi oleh mikroorganisme
lainnya, d). Kemampuan pemeriksa untuk mengenal koloni. e). Lelah (fatigue), f).
Peralatan, pelarut dan media yang kurang steril, ruang kerja atau bench yang
tercemar, g). Pengocokan pada saat pengenceran yang kurang sempurna. h).
adanya artifak yang aulit dibedakan dengan koloni, i). Kesalahan menghitung koloni
dan pehitungan yang kurang tepat terhadap koloni yang menyebar atau yangsangat
kecil (Lukman dan Purnawarman 2009).
S y a h S P e t a l . 2 0 1 0 | 4
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana
Institute Pertanian Bogor 2010
MATERI DAN METODE
Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri, coloni counter,
erlenmeyer steril, pipet ukur steril, tabung reaksi steril dan penutu, gunting steril,
pinset steril, api bunsen, inkubator, tube shaker, stomacher.
Bahan yang digunakan yaitu contoh daging sapi, buffer pepton water (BPW)
0,1% (225 ml dan 9 ml), Plate Count Agar (PCA), Violet Red Bile (VRB), kertas
label, kantong plastik steril, dan alcohol 70%.
Metode Kerja
a). Metode Plate Count Agar (PCA)
Timbang 25 gram contoh dan masukkan kedalam kantong plastik steril.
tambahkan larutan BPW 0,1% (dari 225 ml) secukupnya (± 100 ml) kedalam
kantong plastik yang berisi contoh. Maukkan ke dalam stomacher (selama 1 menit).
masukkan campuran yang telah di “stomacher” tadi ke dalam sisa larutan BPW 0.1
(menjadi pengenceran 1:10 atau 10-1). Lakukan pengenceran desimal 1:100 (10-2)
dengan cara memindahkan 1 ml dari pengenceran 10-1 kedalam 9 ml larutan BPW
0,1 %. Lakukan pengenceran desimal selanjutnya dengan cara yang sama (10-3,
10-4, dan seterusnya). LIhat Gambar 1. Pupuklah dari masing-masing pegencer
dengan cara memasukkan 1 ml kedalam cawan petri steril yang telah diberikan
label sebelumnya, sesuai dengan angka pengenceran. Tuangkan 10-15 ml PCA
(suhu 44-46OC) ke masing-masing cawan petri tersebut, lalu homogenkan isinya
secara perlahan, dengan membentuk angka delapan (perhatikan jangan sampai
cairan keluar/menyentuh penutup cawan, kemudian biarkan agar memadat. Selah
media agar memadat, masukkan cawan petri kedalam inkubator dengan
meletakkan dalam posisi terbalik (untuk mencegah koloni yang menyebar). Inkubasi
pada suhu 35OC selama 48 ± 3 jam.
Cara perhitungannya yaitu: mula-mula hitung semua koloni yang tumbuh
dalam setiap cawan petri yang berisi 25-250 koloni dengan menggunakan colony
counter. Perhitungan dan pelaporan dilakukan sesuai dengan aturan menurut APHA
2002 (Lukman et al. 2009). Hitung dengan menggunakan rumus berikut :
Jumlah mikroba = Jumlah Koloni x 1
Tingkat Pengenceran
S y a h S P e t a l . 2 0 1 0 | 5
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana
Institute Pertanian Bogor 2010
b). Metode Violet Red Bile (VRB)
Mula-mula kerjakan tahapan seperti metode hitung cawan TPC. Setelah
agar VRB memadat, tuangkan lagi 3-4 ml agar VRB cair 45-48OC (overlay) di atas
permukaan agar yang telah memadat sebelumnya, biarkan memadat kembali.
Setelah agar lapisan memadat, cawan dibalik dan diinkubasi pada 35OC selama
18 – 24 jam.
Cara perhitungan jumlah mikroba dengan metode VRB yaitu: mula-mula
hitung semua koloni yang berwarna merah keunguan yang dikelilingi oleh zona
merah (diameter koloni umumnya 0,5 mm atau lebih). cawan petri yang digunakan
dalam perhitungan adalah cawan petri yang mengandung jumlah koloni 30 – 100
(jika jumlah koloni lebih besar dari 100, maka biasanya diameter koloni koliform
lebih kecil dari 0,5 mm). Cara perhitungan selanjutnya sama seperti metode hitung
cawan (TPC).
Gambar 1. Metode Pengenceran desimal pada metode hitung cawan untuk contoh cair (Lukman et al. 2009).
1 ml 1 ml 1 ml
1ml
Contoh Cair
10-1
9 ml Pengencer
9 ml Pengencer
9 ml Pengencer
10-4 10-3 10-2
1ml 1ml
10-2 10-3 10-4
S y a h S P e t a l . 2 0 1 0 | 6
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana
Institute Pertanian Bogor 2010
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Sample daging yang digunakan adalah daging sapi yang berasal dari
Rumah Pemotongan Hewan (RPH) PT. ELDERS Indonesia. Sample diambil dari
bagian permukaan dan dalam daging untuk kemudian dijadikan ekstrak daging.
Pada pengamatan hari pertama (18-24 jam) belum ada koloni yang tumbuh pada
agar baik PCA maupun VRB. Koloni pada agar terbentuk dan dapat dihitung setelah
diinkubasikan selama 2 hari (48 jam).
Berdasarkan praktikum yang dilakukan maka diperoleh hasil perhitungan
jumlah koloni bakteri pada tebel berikut :
Jenis Media
Tingkat Pengenceran
Jumlah Koloni Bakteri (cfu/g) 10-1 10-2 10-3
PCA 18 3 0 1,8 x 102 est
VRB 0 0 0 < 10 est
Sumber : Data Hasil Praktikum Mikrobiologi Asal Hewan, 2010
Pembahasan
Mikroba yang dapat mencemari daging antara lain adalah Salmonella sp., E.
coli, Coliform, Staphylococcus sp., dan Pseudomonas (Gustiani 2009). Jumlah
batas cemaran mikroba pada daging menurut SNI (2009) adalah Total Plate Count
(TPC) 1 x 106 cfu/g, Koliform 1 x 102
cfu/g, Escherichia coli 1 x 101cfu/g, Salmonella
negatif/25g, Staphilococcus aureus 1 x 102 cfu/g, Camphilobacter sp. negatif/25g.
Kandungan mikroba yang tinggi pada daging sapi dapat berasal dari peternakan
dan rumah potong hewan yang tidak higienis (Rahayu & Djaafar 2007). Oleh karena
itu, sanitasi atau kebersihan lingkungan peternakan maupun rumah potong hewan
perlu mendapat perhatian.
Pencemaran daging oleh mikroba dapat terjadi sebelum dan setelah hewan
dipotong. Sesaat setelah dipotong, darah masih bersirkulasi ke seluruh anggota
tubuh hewan sehingga penggunaan pisau yang tidak bersih dapat menyebabkan
mikroorganisme masuk ke dalam darah. Pencemaran daging dapat dicegah jika
proses pemotongan dilakukan secara higienis. Pencemaran mikroba terjadi sejak di
S y a h S P e t a l . 2 0 1 0 | 7
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana
Institute Pertanian Bogor 2010
peternakan sampai ke meja makan. Sumber pencemaran tersebut antara lain
adalah: 1) hewan (kulit, kuku, isi jeroan), 2) pekerja/manusia yang mencemari
produk ternak melalui pakaian, rambut, hidung, mulut, tangan, jari, kuku, alas kaki,
3) peralatan (pisau, alat potong/talenan, pisau, boks), 4) bangunan (lantai), 5)
lingkungan (udara, air, tanah), dan 6) kemasan (Gustiani 2009).
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, jumlah koloni yang terbentuk pada
media PCA sebanyak 1,8 x 102 est cfu/g dimana jauh lebih rendah dibandingkan
SNI yaitu 1 x 106 cfu/g. Hal ini menunjukkan bahwa cemaran mikroba pada daging
sangat sedikit yang berarti sampel daging yang di uji tersebut sangat higienis. Pada
media VRB tidak ada koloni yang terbentuk dengan jumlah koloni < 10 est cfu/g
dimana lebih rendah dari SNI yaitu 1 x 102 cfu/g. Hali ini berarti tidak ada koliform
yang mengkontaminasi daging.
Berdasarkan hasil pengamatan dari sampel daging sapi, menunjukkan
bahwa penanganan pengolahan karkas daging sapi di RPH PT. ELDERS Indonesia
dilakukan secara baik dan higienis. Pengolahan yang baik dilakukan dengan
memperhatikan Good Manufacturing Practices sehingga menghasilkan daging yang
aman dan layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Disamping itu, kualitas
mikrobiologis yang baik pada daging dapat dihasilkan dari kebersihan personil,
peralatan, dan lingkungan dari Rumah Potong Hewan tersebut
KESIMPULAN
Hasil perhitungan jumlah koloni yang didapatkan sebesar 1,8 x 102 est cfu/g
pada media PCA dan < 10 est cfu/g pada media VRB. Hasil ini lebih rendah
dibandingkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Hal ini menunjukkan penanganan
pengolahan karkas daging sapi di RPH PT. ELDERS Indonesia dilakukan secara
baik dan higienis. Sehingga berdasarkan kualitas mikrobiologisnya, daging aman
dan layak untuk dikonsumsi.
S y a h S P e t a l . 2 0 1 0 | 8
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana
Institute Pertanian Bogor 2010
DAFTAR PUSTAKA
Abustam E. 2009. Konversi Otot Menjadi daging. CINNATA Modul II. [terhubung
berkala]. http://cinnatalemien-eabustam.blogspot.com/2009/03/konversi-otot-
menjadi-daging.html. [25 Okt 2010].
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. Batas Minimum Cemaran Mikroba Dalam Bahan Pangan. http://agribisnis.deptan.go.id/...pangan/batas_maksimum_ cemaran_mikroba_dalam_pangan_sni_7388-2009_-1.pdf [19 Nov 2010].
Gustiati E. 2009. Pengendalian Cemaran Mikroba pada Bahan Pangan Asal Ternak (Daging dan Susu) Mulai dari Peternakan Sampal Dihidangkan. Jurnal Litbang Pertanian 28(3):96-100.
Lukman DW, Purnawarman T. 2009. Penuntun Praktimuk Higiene Pangan Asal
Ternak. Bogor : Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu
Penyakit Hewan dan Kesmavet, Fakultas Kedokteran hewan, IPB.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono
RR. 2009. Higiene Pangan. Bogor: Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner,
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet, Fakultas Kedokteran
hewan, IPB.
Usmiati S. 2010. Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Artikel. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Kampus Penelitian Pertanian, Bogor.
Rahayu S, Djaafar TF. 2007. Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian, Penyakit
yang Ditimbulkan, dan Pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian 26(2):67-
75.