pergeseran sistem ekonomi internasional menimbulkan dampak besar bagi dinamika hubungan perdagangan...

Upload: bredabreda

Post on 06-Mar-2016

12 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bv xcbcfn vf

TRANSCRIPT

Pergeseran sistem ekonomi internasional menimbulkan dampak besar bagi dinamika hubungan perdagangan antar negara. Sistem ekonomi internasional bergeser ke arah pasar bebas. Akibatnya, negara-negara dituntut untuk dapat mengintegrasikan ekonomi nasionalnya menuju sistem perdagangan bebas. Untuk menghadapi hal ini, pada tahun 1992, ASEAN yang saat itu beranggotakan Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand membuat AFTA agreement (dan disetujui dalam KTT ASEAN 28 Januari 1992 di Singapura).Pada saat itu, Kepala Negara sepakat mengumumkan suatu kawasan perdagangan bebas di ASEAN dalam jangka waktu 15 tahun. Inti pokoknya adalah kerjasama antar Negara-Negara ASEAN dalam membentuk kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN. Ini adalah AFTA secara sederhananya.Tujuan dari AFTA adalah sebagai berikut :1. Menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global.2. Menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI)3. Meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (Intra-ASEAN Trade).Dalam perkembangannya anggota ASEAN lain masuk secara bertahap, seperti Vietnam (1995), Laos dan Myanmar (1997) dan Kamboja (1999). Namun ada beberapa negara yang juga ikut dengan menandatangani perjanjian bilateral, seperti China, Jepang, Korea Selatan, India, Australia dan Selandia Baru.Berdasarkan kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN terakhir di Phnom Penh. Pada bulan Desember 2015, AFTA akan mulai diberlakukan. Hanya akan ada satu pasar dan basis produksi dengan lima elemen utama, yaitu aliran bebas barang, bebas jasa, bebas investasi, aliran modal dan aliran bebas tenaga kerja terampil.Keuntungan AFTA yang dapat diperoleh bagi Indonesia adalah sebagai berikut :1. Peluang pemasaran barang ke ASEAN akan jauh lebih besar dan akan meningkatkan pendapatan penduduk Indonesia.2. Biaya produksi akan lebih murah dan Indonesia akan mendapatkan keuntungan yang besar karena rata-rata produknya adalah impor.3. Pilihan pembeli akan menjadi lebih variatif.4. Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN.Sejak tanggal 1 Januari 2002, kesepakatan AFTA tersebut telah resmi diberlakukan, khususnya di negara ASEAN-6, yaitu Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand (di Vietnam mulai diberlakukan pada tahun 2006, Laos dan Myanmar pada tahun 2008, dan Kamboja pada tahun 2010).Dengan diberlakukannya AFTA ini, maka negara-negara anggota harus menurunkan tarif impornya, menjadi hanya tinggal 0%-5%, terhadap barang-barang dari negara-negara sesama anggota AFTA yang telah dimasukkan ke dalam Daftar Inklusif (Inclusive List) dan telah memenuhi ketentuan yang disepakati (tentang kandungan produk ASEAN) dalam kesepakatan AFTA tersebut. Pada akhirnya, diharapkan keseluruhan tarif ini akan dihapuskan sama sekali (menjadi 0%), pada tahun 2010 bagi Negara ASEAN-6 dan 2015 bagi negara ASEAN-4, sehingga akan menciptakan kawasan perdagangan regional Asia Tenggara yang benar-benar bebas1. Hal tersebut diperkuat dengan penandatanganan kesepakatan cetak biru AEC (ASEAN Economic Community) 2015 dan ASEAN Charter oleh para pemimpin negara ASEAN pada KTT ASEAN ke-13, 20 November 2007.Aspek yang pertama adalah aspek regionalisme. Ini karena obyek yang kita bahas adalah ASEAN, yang merupakan organisasi regional negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Sedangkan aspek yang kedua adalah aspek liberalisasi perdagangan.AFTA ini sesungguhnya adalah bagian dari upaya penciptaan kawasan perdagangan bebas, yang memungkinkan masing-masing negara untuk berdagang dengan negara lainnya secara bebas, tanpa dikenai hambatan tariff maupun non-tarif.AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT- AFTA) merupakan suatu skema untuk 1 mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah kawasan perdagangan bebas ASEAN dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN, melalui skema CEPT-AFTA. Sebagai contoh dari keanggotaan AFTA adalah sebagai berikut, Vietnam menjual sepatu ke Thailand, Thailand menjual radio ke Indonesia, dan Indonesia melengkapi lingkaran tersebut dengan menjual kulit ke Vietnam. Melalui spesialisasi bidang usaha, tiap bangsa akan mengkonsumsi lebih banyak dibandingyang dapat diproduksinya sendiri. Namun dalam konsep perdagang tersebut tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non-tarif bagi negara negaraASEAN melalui skema CEPT-AFTA. Common Effective Preferential Tarif Scheme (CEPT) adalah program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN. Maka dalam melakukan pedagangan sesama anggota biaya operasional mampu ditekan sehingga akan menguntungkan.- ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA)ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk 1 mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.Produk yang dikatagorikan dalam General Exception adalah produk-produk yang secara permanen tidak perlu dimasukkan kedalam CEPT-AFTA, karena alasan keamanan nasional, keselamatan, atau kesehatan bagi manusia, binatang dan tumbuhan, serta untuk melestarikan obyek-obyek arkeologi dan budaya. Indonesia mengkatagorikan produk-produk dalam kelompok senjata dan amunisi, minuman beralkohol, dan sebagainya sebanyak 68 pos tarif sebagai General Exception.Manfaat dan Tantangan AFTA bagi Indonesia1. Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan penduduk sebesar 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam;2. Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran;3. Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu.4. Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya.AFTA 2015, WE GROW OR DIE!Pergeseran sistem ekonomi internasional menimbulkan dampak besar bagi dinamika hubungan perdagangan antar negara. Sistem ekonomi internasional bergeser ke arah pasar bebas. Akibatnya, negara-negara dituntut untuk dapat mengintegrasikan ekonomi nasionalnya menuju sistem perdagangan bebas. Untuk menghadapi hal ini, pada tahun 1992, ASEAN yang saat itu beranggotakan Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand membuat AFTA agreement (dan disetujui dalam KTT ASEAN 28 Januari 1992 di Singapura). Pada saat itu, Kepala Negara sepakat mengumumkan suatu kawasan perdagangan bebas di ASEAN dalam jangka waktu 15 tahun. Inti pokoknya adalah kerjasama antar Negara-Negara ASEAN dalam membentuk kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN. Ini adalah AFTA secara sederhananya.Begitu pula halnya dengan tenaga kesehatan khususnya para dokter. Karena AFTA 2015 memungkinkan bagi dokter-dokter dari luar negeri untuk membuka praktek di Indonesia, dan sebaliknya. Tentu saja ini menjadi daya saing bagi dokter-dokter di Indonesia. Bahkan saat ini, pelaksanaan AFTA belum dimulai, namun dalam masyarakat sudah muncul fenomena hilangnya kepercayaan terhadap dokter lokal. Masyarakat Indonesia cenderung memilih untuk berobat ke luar negeri atau berobat ke dokter asing, tentu saja dominasi asing ini akan membahayakan kedaulatan tenaga kesehatan Indonesia. Kondisi ini tentu akan jauh lebih kritis ketika gong AFTA dibunyikan, mau tidak mau Indonesia harus sudah memegang senjata penangkalnya, tenaga kesehatan lokal tidak boleh tersingkir dari negeri ini. Profesi dokter seharusnya menjadi abdi kemanusiaan bukan sebagai perpanjangan tangan perusahaan farmasi atau sekedar alat yang dipakai di rumah sakit untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan bukan sesuatu yang bisa diperdagangkan.Indonesia akan menjadi pasar potensial bagi serbuan tenaga kesehatan asing. Hal ini dikarenakan masih banyaknya sektor yang tidak tergarap, misal minimnya tenaga kesehatan di lokasi terpencil, dan minimya dokter spesialis di bidang anak, bedah, dan gigi. Distribusi tenaga kesehatan masih menjadi sandungan dalam kesiapan Indonesia menghadapi pasar AFTA. Padahal, saat ini Indonesia memiliki 33 ribu dokter yang melayani 100 ribu penduduk. Jumlah dokter spesialis sekitar 25 ribu, sementara dokter umum 80 ribu. Jumlah produksi dokter per tahun mencapai 7 ribu, dari 72 fakultas kedokteran di seluruh Indonesia.Sayangnya, distribusi tenaga kesehatan tidak merata. Padahal, penempatan kerja sejatinya tidak lagi menjadi soal bagi dokter. Masalah lain yang juga muncul adalah masalah minimnya komunikasi medis ini menurutnya memang masih menjadi persoalan besar di dunia kesehatan di Indonesia. Banyak pasien yang mengeluhkan pelitnya para dokter dalam menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan kondisi kesehatan mereka, maupun memberikan nasihat-nasihat medis.Dalam kerjasama multilateral ASEAN melalui AFTA, pertukaran jasa di bidang kesehatan khususnya tenaga kerja kedokteran diatur dalam sebuah kesepakatan, MRA on Medical Practitioners. MRA atau Mutual Recognition Arrangement on Medical Practitioners adalah sebuah kesepakatan yang ditandatangani oleh anggota-anggota ASEAN pada tanggal 26 Februari 2009 di Thailand. Kebijakan ini dibuat karena anggota-anggota ASEAN memandang akan ada beberapa permasalahan yang akan muncul ke permukaan saat AFTA, dengan kata lain MRA dalam bidang tenaga kerja kesehatan ini adalah upaya untuk menyelaraskan AFTA nantinya pada 2015.Adapun tujuan dibentuknya MRA dalam bidang tenaga kerja kesehatan ini adalah:1. Memfasilitasi mobilitas tenaga kerja kesehatan di ASEAN.2. Bertukar informasi dan meningkatkan kooperasi dalam pengenalan MRA tenaga kerja kesehatan3. Meningkatkan adopsi praktik terbaik berdasarkan standard dan kualifikasi,4. Memberikan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dan pelatihan tenaga kerja kesehatan.Indonesia sendiri menunjuk dua organisasi yaitu Kementerian Kesehatan dan Konsil Kedokteran Indonesia. Di sisi lain Filipina menunjuk tiga otoritas. Kementerian kesehatan di masing-masing negara ASEAN adalah focus dari pelaksana MRA ini, akan tetapi kesehatan merupakan sektor ketahanan negara yang sangat penting sehingga perlu melibatkan berbagai stakeholder untuk berperan serta dalam AFTA ini. Otoritas yang ditunjuk ini tergabung di dalam Professional Medical Regulatory Authority atau PMRA.Untuk menjaga koordinasi dari masing-masing PMRA, AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services) sebuah organisasi di bawah ASEAN yang mengatur pertukaran bidang jasa membentuk sebuah organisasi AJCCM atauASEAN Joint Coordinating Committee On Medical PractitionersAnggota AJCCM terdiri dari PMRA dari masing-masing negara dengan jumlah tidak lebih dari dua orang. Indonesia sendiri mendelegasikan Dr. dr. Agus Purwadianto, Sp.F(K) dari Kementerian Kesehatan dan Prof. dr. Menaldi Rasmin, Sp.P(K) dari Konsil Kedokteran Indonesia. Pembentukan AJCCM ini adalah salah satu upaya penyelarasan kebijakan demi menghilangkan berbagai hambatan-hambatan domestik bagi tenaga kerja medis di antara negara anggota AFTA. Sehingga AFTA dapat memberikan potensi maksimalnya untuk perkembangan pasar barang dan jasa di regional ASEAN.Pada bidang kesehatan seperti yang ditentukan dalam MRAof Medical Practitioners nantinya tenaga kerja kesehatan tidak dihambat dalam bekerja di negara selain negara asalnya. Adapun rencana PMRA untuk membuat sebuah standar kompetensi bersama yang nantinya secara praktis akan diwujudkan dalam ujian kompetensi bersama dan sertifikat bersama. Ini akan memudahkan dokter untuk bekerja di negara asing tanpa harus mengikuti persyaratan yang terdapat di negara tujuannya bekerja. Tentu penerapannya akan memaka waktu yang cukup lama. Secara historis, negara-negara eropa memerlukan waktu 15 sampai 20 tahun untuk membahas teknis mengenai dokter asing dan 40 tahun untuk menerapkan kompetensi bersama.Akan tetapi masih terdapat tebing yang curam antara kompetensi dokter Indonesia dengan dotker negra lain yang tergabung di dalam ASEAN. Ini menyebabkan Indonesia menjadi pasar yang berpotensi membeli daripada menjual Dokter Indonesia bukan tidak mungkin akan tergerus oleh arus masuknya dokter asing. Jika ditanya, masyarakat Indonesia akan mengidentikan tenaga kesehatan luar negeri itu lebih cakap dan sigap. Tidak jarang orang yang sudah putus asa berobat di Indonesia tapi belum kunjung sembuh kabur ke negeri seberang untuk berobat sebagai pilhan terakhir, dan tidak jarang pula pengobatan di negeri seberang meninggalkan impression professionalisme yang luar biasa bagus bagi masyarakat Indonesia. Apalagi dengan adanya AFTA nanti, masyarakat Indonesia tidak perlu pergi jauh-jauh ke negeri seberang untuk mendapatkan pengobatan. Ini tidak lain karena penerapan clinical pathway yang jelas. Pasien di Indonesia yang sudah bingung berobat kadang dipersulit lagi dengan rujukan kesana kemari, akhirnya penyakit pasien sampai ditelantarkan berbulan-bulan. Dengan penerapan clinical pathway yang jelas, penyedia layanan kesehatan dapat memberikan pelayanan maksimal sesuai standar dengan mempertahankan cost-effectiveness. Saat ini Indonesia sudah menerapkan INA-CBGs, akan tetapi case base group ini hanya memberikan harga paket sebuah penyakit dan dinilai belum memberikan gambaran yang jelas mengenai SOP yang harus diambil.Rendahnya anggaran di bidang kesehatan menyebabkan rendahnya belanja kesehatan. Rendahnya belanja kesehatan mengakibatkan pasokan sarana dan prasarana kesehatan di Indonesia berjalan alot. Tidak jarang pasien tidak bisa diobati karena di daerahnya tidak tersedia sarana pengobatan yang dibutuhkan. Pada dasarnya akses yang baik terhadap sarana kesehatan akan menunjang tingkat kesehatan daerah tersebut, dalam konteks AFTA akses sarana kesehatan yang disediakan pemerintah akan menungkang kompetensi tenaga kerja kesehatan Indonesia mampu bersaing dengan tenaga kerja kesehatan negara asing. Apalagi Indonesia mengizinkan asing dapat memiliki saham sampai sebesar 70% dan dapat mendirikan fasilitas kesehatan dengan syarat menyediakan kuota sebesar 25% untuk pasien yang kurang mampu. Dengan kata lain, sektor sarana kesehatan berpotensi diambil oleh asing.Keperluan Indonesia akan tenaga dokter khususnya dokter spesialis masih tinggi, belum lagi tidak meratanya distribusi tenaga kerja kesehatan di daerah Indonesia menyebabkan beberapa daerah memiliki status kesehatan yang tidak begitu baik.Perbaikan dimulai dari pengembangan sumber daya manusia. Seperti yang dikatakan sebelumnya, Indonesia masih kekuarangan tenaga spesialis dibandingkan dengan jumlah total penduduk Indonesia. Hal ini harus segera ditindaklanjuti dengan meningkatkan kuota residen di pusat pendidikan spesialis. Di Indonesia sendiri pendidikan subspesialis belum diformalkan, pendidikan subspesialis ini sangat penting dalam penanganan rujukan sehingga pasien sebenarnya tidak perlu pergi ke negara asing untuk berobat. Sehingga dirasa sangat perlu pendidikan subspesialis diformalkan dan dipercepat penyusunan kurikulumnya untuk dapat bersaing di era AFTA nanti. distribusi tenaga kerja kesehatan khususnya dokter umum dan spesialis masih terpusat diantara pulau Jawa dan Bali. Isu distribusi sedikit tidaknya memiliki hubungan dengan kompetensi Indonesia pada AFTA sendiri. Jika dilihat, Filipina dan Vietnam memiliki kualitas tenaga kerja kesehatan khususnya dokter yang setara dengan Indonesia. Tenaga kerja Filipina dan Vietnam memiliki prospek yang rela bersaing dengan tanah asing Indonesia. Bukan tidak mungkin mereka menjajal daerah yang kekurangan distribusi dokter seperti Kalimantan dan Sulawesi. Sehingga distribusi dokter harus menjadi perhatian kita bersama. Pengaplikasian kebijakan menjadi langkah pertama pemerintah dalam memperbaki distribusi dokter di Indoensia. Saat ini belum ada kebijakan yang tegas yang mengatur distribusi dokter di Indonesia. Dokter PTT di daerah terpencil dengan distribusi yang merata di Indonesia mungkin dapat menjadi solusi praktis dan aplikatif untuk jangka waktu yang pendek, dengan bahasan kesejahteraan dan alat pendukung tindakan medis menjadi bahasan pada topic yang lain. Distribusi dokter yang merata sejalan dengan visi SJSN untuk menyediakan akses layanan primer sebagai ujung tombak akses kesehatan. Dengan begitu tenaga kerja kesehatan Indonesia mampu menjadi tuan rumah yang sudah menguasai tanah air sendiri.Solusi jangka panjang yang bisa ditempuh adalah meningkatkan pusat pendidikan dokter dan dokter spesialis di daerah luar pulau Jawa dan Bali sehingga juga bisa mengkompensasi meningkatnya kebutuhan dokter di daerah terpencil.Selain meningkatakn kapasitas internal Indonesia dalam komptensi tenaga kerja kesehatan. MRA sendiri memberikan celah untuk negara memberikan hak anak bangsanya berkembang di tanah airnya sendiri. Walaupun Indonesia sendiri adalah negara yang paling liberal dalam AFTA. Beberapa persyaratan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah:1. Sertifikat kompetensi dari negara asal2. STR dari Instansi yang berwenang di negara asal3. Fotocopy ijasah yang diakui oleh negara asal4. Surat pernyataan telah mengucapkan sumpah atau janji profesi5. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari negara asal6. Surat keterangan pengalaman kerja paling singkat 5 (lima) tahun sesuai dengan jabatan yang akan diduduki7. Letter of performance dari instansi yang berwenang di negara asal8. Surat keterangan berkelakuan baik dari instansi yang berwenang di negara asal9. Surat keterangan tidak pernah melakukan pelanggaran etik dari organisasi profesi negara asal10. Surat izin praktik dari negara asal yang masih berlaku11. Surat pernyataan bersedia mematuhi peraturan perundang-undangan, sumpah profesi kesehatan, dan kode etik profesi kesehatan yang berlaku di Indonesia12. Surat pernyataaan bersedia melakukan alih teknologi dan ilmu pengetahuan kepada tenaga13. Kesehatan warga negara Indonesia khususnya tenaga pendamping14. Surat pernyataan dari fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dengan menunjukkan bukti15. Bersedia dan mampu menanggung biaya hidup minimal untuk jangka waktu dua tahun di Indonesia16. Mampu berbahasa Indonesia dengan baik yang dibuktikan dengan sertifikat bahasa Indonesia dari lembaga yang ditunjuk oleh pemerintahPernyataan SikapMenyongsong gong AFTA yang akan dibunyikan pada 2015 nanti, beberapa peningkatan harus dilakukan dari pihak Indonesia. Diperlukan upaya-upaya untuk mendukung peningkatan kualitas SDM tenaga kerja kesehatan di Indonesia dengan memperbaiki kurikulum sehingga setara dengan kurikulum tenaga kerja kesehatan khususnya dokter yang ada di ASEAN. Meningkatkan aspek sarana dan prasarana harus dilakukan dalam rangka meningkatkan akses masyaraakt kepada infrastruktur kesehatan yang layak yang terdistribusi secara merata di daerah Indonesia dengan meningkatakn anggaran kesehatan terhadap APBN sehingga dapat menyetarakan daya saing dengan negara asing lainnya. Ini juga dengan didukung dengan penyetaraan tenaga kerja kesehatan asal Indonesia di berbagai daerah Indonesia. Pemerintah harus memberikan prioritas bagi anak bangsa untuk berkembang di tanah airnya sendiri sehingga tidak kalah bersaing dengan tenaga asing yang datang ke Indonesia dengan menggunakan celah yang diberikan MRA.