perencanaan mitigasi bencana

12
F. PERENCANAAN MITIGASI BENCANA 1. Definisi Mitigasi Bencana Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. (UU No 24 Tahun 2007). 2. Tujuan Mitigasi Bencana Adapun tujuan utama (ultimate goal) Mitigasi Bencana adalah sebagai berikut : a. Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran khususnya bagi penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam. b. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan. c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman.

Upload: chyntia-winny-widayanti

Post on 15-Nov-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

TGS bencana

TRANSCRIPT

F. PERENCANAAN MITIGASI BENCANA1. Definisi Mitigasi BencanaMitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. (UU No 24 Tahun 2007).2. Tujuan Mitigasi Bencana

Adapun tujuan utama (ultimate goal) Mitigasi Bencana adalah sebagai berikut :

a. Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran khususnya bagi penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam.

b. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.

c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman.3. Bentuk Mitigasi Bencana Kebakarana. Mitigasi StrukturalMitigasi struktural adalah upaya untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana dengan pembangunan berbagai prasarana fisik, menggunakan pendekatan teknologi dan cara rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Bangunan tahan bencana adalah bangunan dengan struktur yang direncanakan sedemikian rupa sehingga bangunan tersebut mampu bertahan atau mengalami kerusakan yang tidak membahayakan apabila bencana yang bersangkutan terjadi. Rekayasa teknis adalah prosedur perancangan struktur bangunan yang telah memperhitungkan karakteristik aksi dari bencana. Seperti kebakaran di Tanah Abang, Jakarta Pusat yang perlu di perhatikan, sebagai berikut:a) Pemetaan. Langkah pertama dalam strategi mitigasi ialah melakukan pemetaan daerah rawan kebakaran. b) Pemantauan. Dengan mengetahui tingkat kerawanan secara dini, maka dapat dilakukan antisipasi jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran sehingga akan dengan mudah melakukan penyelamatan. c) Penyediaan sistem komunikasi dan informasi kebakaran. Sistem informasi yang baik berguna untuk memicu tindakan awal penyelamatan, baik dari sistem alarm maupun informasi dari penghuni lain. Informasi harus tersampaikan dan terdengar dengan jelas sehingga tindakan penyelamatan dan evakuasi dapat segera dilakukan.d) Perencanaan tata ruang pemukiman, jarak antar bangunan, dan akses jalan yang dapat dilalui truk pemadam kebakaran.e) Penyediaan hydrant eksterior dan saluran air di sekitar pemukiman.f) Perencanaan struktur dan konstruksi bangunan:

Perencanaan struktur berkaitan dengan kemampuan bangunan untuk tetap atau bertahan berdiri pada saat terjadi bencana kebakaran. Sedangkan perencanaan kontruksi berkaitan dengan jenis material yang digunakan. Material yang mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap api (terbakar), akan lebih baik pula terhadap pencegahan penjalaran api, pengisolasian daerah yang terbakar serta memberi waktu yang cukup untuk evakuasi penghuni.b. Mitigasi Non-StrukturalMitigasi non struktural adalah upaya mengurangi dampak bencana bisa dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan seperti pembuatan suatu peraturan. Undang-Undang Penanggulangan Bencana (UU PB) adalah upaya non-struktural di bidang kebijakan dari mitigasi ini, berikut ini :a) Sosialisasi kebijakan Pencegahan dan Penanganan Kebakaran. Sosialisasi dilakukan melalui pengadaan penyuluhan, pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat. Penyuluhan dimaksudkan untuk menginformasikan kepada masyarakat di setiap wilayah mengenai bahaya dan dampak, serta peran aktivitas manusia yang seringkali memicu dan menyebabkan kebakaran. Penyuluhan juga bisa menginformasikan kepada masayarakat mengenai daerah mana saja yang rawan terhadap kebakaran dan upaya pencegahannya.b) Pembinaan dan Pelatihan MasyarakatPembinaan merupakan kegiatan yang mengajak masyarakat untuk dapat meminimalkan intensitas terjadinya kebakaran. Sementara, pelatihan bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat,khususnya yang tinggal di sekitar wilayah rawan kebakaran, untuk melakukan tindakan awal dalam merespon kebakaran.c) Mendukung progam SKLK (Sistem Ketahanan Lingkungan Kebakaran) yang dicanangkan oleh Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta. Perlu ditetapkan seorang koordinator SKLK di tingkat kelurahan yang diangkat oleh masyarakat. Organisasi SKLK ini membawahi kelompok-kelompok Balakar (Barisan sukarela kebakaran) di tingkat RW.d) Melakukan pelatihan-pelatihan tanggap darurat bencana terhadap anggota Balakar dalam rangka pembinaan dan pemberdayaan masyarakat..e) Penataan ulang tata ruang kota. Kebijakan mitigasi baik yang bersifat struktural maupun yang bersifat non struktural harus saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. Pemanfaatan teknologi untuk memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi risiko terjadinya suatu bencana harus diimbangi dengan penciptaan dan penegakan perangkat peraturan yang memadai yang didukung oleh rencana tata ruang yang sesuai.Peran Pemerintah

Peran pemerintah yang belum memadai didalam menyediakan dan mengontrol kebijaksanaan yang berkaitan dengan perlindungan bangunan terhadap bahaya terjadinya kebakaran, ikut andil besar dalam timbulnya masalah kebakaran. Beberapa kasus yang menjadi penyebab yang diakibatkan oleh kurangnya kebijaksanaan dan kontrol berkaitan dengan hal ini :

a. Perencanaan kawasan bangunan yang kurang terencana

Daerah terbuka antar dan di sekitar bangunan maupun pemukiman yang terbatas

Akses-akses ke lokasi kecelakaan kebakaran yang sering menyulitkan

Hal ini sering terjadi di daerah kawasan pemukiman. Sehingga bila kecelakaan terjadi, hampir dapat dipastikan kerusakan yang timbul sangat besar dan meluas. Karena kurang mendukungnya lokasi buat pasukan pemadam kebakaran untuk menjalankan kegiatannya.

b. Kapasistas dan jumlah fire hidrant serta kapasitas dan sumber air di lokasi kebakaran yang tidak memenuhi syarat.

c. Kondisi peralatan pemadam yang terbatas, ini menyangkut kemampuan & kelengkapan peralatan pasukan pemadam kebakaran terhadap kondisi kebakaran yang dihadapi.

d. Keterlambatan pertolongan karena buruknya sistem komunikasi dan kemacetan lalu lintas. Ini menyangkut sistem komunikasi yang terbatas, kesiap siagaan pasukan pemadam ataupun tanda peringatan bahya di lokasi kecelakaan tidak ada atau tidak bekerja dengan baik.

e. Perlindungan bangunan terhadap bahaya kebakaran yang kurang memenuhi syarat. Hal ini umumnya disebabkan kurang tersedianya persyaratan perlindungan kebakaran pada bangunan dan tidak terkontrolnya pengawasan berkaitan dengan sistrem penanggulangan kebakaran pada saat proses pelaksanaan kontruksi.

Kontruksi dan disain bangunan yang menyulitkan pertolongan pada saat terjadinya kebakaran.

Buruknya perawatan peralatan penanggulangan bahaya kebakaran pada bangunan.

f. Tidak dilakukannya pelatihan rutin menghadapi bahaya kebakaran (terutama di kawasan yang rawan kebakaran), sehingga umumnya para korban kecelakaan tidak siap menghadapi kejadian. Hal ini menyebabkan kerusakan, kerugian dan korban jiwa yang dialami berpotensi menjadi lebih besar.Pengamanan melalui Prosedur Perizinan

Disamping hal-hal diatas, pemerintah mempunyai peran dalam pengamanan kebakaran melalui prosedur-prosedur perizinan dalam proses konstruksi. Seperti kita ketahui, bahwa proses berdirinya suatu bangunan akan melalui proses perencanaan, proses pelaksanaan dan pemakaian / penggunaan bangunan. Pengamanan pada bangunan bisa diterapkan melalui prosedur-prosedur tersebut.

Bentuk izin yang dikeluarkan antara lain :

a. Izin Mendirikan Bangunan (IMB), untuk proses-proses perencanaan bangunan, Izin ini menyangkut beberapa aspek yaitu :

Aspek administratif, menyangkut kepemilikan, pajak, dll.

Aspek planologis, menyangkut ketatakotaan

Aspek teknik, menyangkut rencana arsitektur, struktur, instalansi serta perlengkapan lain pada bangunan.

Dari prosedur inilah langkah awal bisa dilakukan kontrol terhadap pengamanan kebakaran.

b. Izin Penggunaan Bangunan (IPB), pada proses pelaksanaan pembangunan.

Izin ini berpungsi mengontrol apakah perencanaan telah sesui dengan pelaksanaan. Adapun bentuk pengawasannya menyangkut semua aspek teknis pada bangunan. Dalam kaitannya dengan sistem penanggulangan kebakaran, biasannya izin bisa ditunda diberikan bila persyaratan-persyaratan minimalnya belum terpenuhi. Dengan demikian IPB ini bisa menjadi suatu legitimasi bahwa suatu bangunan telah aman dan layak digunakan.

c. Izin Perpanjangan Penggunaan Bangunan (IPPB), yang diberikan pada proses penggunaan / pemakaian bangunan

Izin Perpanjangan Penggunaan Bangunan (IPPB) ini adalah merupakan bentuk kontrol pada tahap pasca pembangunan (post construction). Izin ini diberikan secara berkala sebagai kontrol terhadap pemakaian bangunan, apakah masih tetap baik dalam aspek teknisnya pada jangka waktu tertentu.

Dengan ketiga tahap mekanisma perizinan di atas, diharapkan dapat memperkecil kemungkinan tarjadinnya bahaya, terutama kebakaran pada bangunan. Dan bilapun kebakaran tidak juga dapat terhindar, minimal dapat mengoptimalkan penyelamatan serta meminimalkan dampak kerugian pada penghuni, pemilik maupun lingkungan.