perdarahan uterus disfungsional

46
Bab I Pendahuluan Perdarahan uterus disfungsional (PUD) merupakan perdarahan uterus yang tidak teratur yang terjadi tanpa adanya kelainan organ pelvis atau penyakit medis lain. Merupakan gangguan pola siklus normal akibat rangsangan hormon ovulasi pada lapisan endometrium. Perdarahan yang terjadi bervariasi, dapat ringan atau berat, memanjang, sering, ataupun tidak beraturan. Kebanyakan kasus PUD berhubungan dengan perdarahan anovulatorik dimana kadar Estrogen dan progesteron pada uterus terganggu yang menyebabkan PUD. Namun wanita dengan siklus ovulatorik juga dapat terkena PUD. Karena kebanyakan kasus berhubungan dengan siklus haid anovulatorik, maka anak remaja dan wanita perimenopause lebih sering terkena. Sebenarnya angka kejadian PUD cukup tinggi mengingat terjadi hampir pada semua wanita. Tetapi karena sebagian PUD pulih sendiri tanpa pengobatan, maka yang tercatat hanyalah PUD berat yang menyebabkan kondisi gawat darurat. Disamping itu masih terdapat keengganan pada wanita perimenars untuk menjalani pemeriksaan. Pada beberapa kasus PUD dengan perdarahan haid yang banyak atau berulang sering menyebabkan keadaan yang mencemaskan atau bahkan muncul sebagai keadaan 1

Upload: anonymous-tjqnet3x

Post on 27-Oct-2015

351 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perdarahan Uterus Disfungsional

Bab I

Pendahuluan

Perdarahan uterus disfungsional (PUD) merupakan perdarahan uterus yang

tidak teratur yang terjadi tanpa adanya kelainan organ pelvis atau penyakit medis

lain. Merupakan gangguan pola siklus normal akibat rangsangan hormon ovulasi

pada lapisan endometrium. Perdarahan yang terjadi bervariasi, dapat ringan atau

berat, memanjang, sering, ataupun tidak beraturan. Kebanyakan kasus PUD

berhubungan dengan perdarahan anovulatorik dimana kadar Estrogen dan

progesteron pada uterus terganggu yang menyebabkan PUD. Namun wanita

dengan siklus ovulatorik juga dapat terkena PUD.

Karena kebanyakan kasus berhubungan dengan siklus haid anovulatorik,

maka anak remaja dan wanita perimenopause lebih sering terkena. Sebenarnya

angka kejadian PUD cukup tinggi mengingat terjadi hampir pada semua wanita.

Tetapi karena sebagian PUD pulih sendiri tanpa pengobatan, maka yang tercatat

hanyalah PUD berat yang menyebabkan kondisi gawat darurat. Disamping itu

masih terdapat keengganan pada wanita perimenars untuk menjalani pemeriksaan.

Pada beberapa kasus PUD dengan perdarahan haid yang banyak atau

berulang sering menyebabkan keadaan yang mencemaskan atau bahkan muncul

sebagai keadaan gawat darurat yang memerlukan penanganan khusus. Disamping

itu, yang perlu mendapat perhatian adalah adanya rangsangan estrogen yang terus

menerus pada susunan endometrium meningkatkan risiko terjadinya kejadian

hiperplasia endometrium dan karsinoma endometrium.

Penanganan PUD tergantung pada jumlah dan lamanya perdarahan, usia

pasien, dan jika pasien dalam usaha menginginkan kehamilan. Belum ada cara

tunggal yang berlaku untuk beragam keadaan. Pengobatan secara hormonal

menjadi salah satu pilihan yang menarik untuk diperkenalkan secara lebih luas.

Pada dasarnya, semua kasus memerlukan evaluasi dan penanganan dengan

menggunakan pendekatan secara menyeluruh.

1

Page 2: Perdarahan Uterus Disfungsional

Bab II

Tinjauan Pustaka

I. Definisi

Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal

yang terjadi semata-mata hanya karena gangguan fungsional mekanisme kerja

hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium, tidak disebabkan oleh kelainan

organik genetalia, pengaruh obat-obatan, atau penyakit medis lainnya.

II. Insiden

Kasus PUD merupakan 10% dari kunjungan poliklinis ginekologik.

Sekitar 20% terjadi pada kelompok usia remaja, 50% berusia 40-50 tahun dan

sisanya berada pada usia reproduksi.

III. Fisiologi Menstruasi

Perdarahan haid adalah darah yang keluar dari uterus perempuan sehat,

terjadi secara ritmis mengikuti suatu siklus haid yang normalnya satu siklus

berkisar 25-31 hari sekali, lamanya 3-6 hari, warnanya kecoklatan, ganti pembalut

2-5 pembalut per hari, dan terjadi akibat penurunan kadar progesteron, yaitu pada

suatu siklus haid yang berovulasi

Siklus haid dipengaruhi berbagai hormon. Hormon pelepas gonadotropin

atau GnRH memicu hipofisis anterior mengeluarkan hormon FSH. FSH memicu

pematangan folikel di ovarium, sehingga terjadi sintesis estrogen dalam jumlah

besar. Estrogen menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel endometrium, yang

dikenal dengan fase proliferasi, atau fase folikuler. Estrogen yang tinggi ini

memberi tanda kepada hipofisis untuk mengeluarkan hormon LH. Pengeluaran

LH ini menyebabkan terjadinya ovulasi dan memicu korpus luteum untuk

sekretorik pada endometrium, yang dikenal juga dengan fase sekresi, atau fase

2

Page 3: Perdarahan Uterus Disfungsional

luteal. Fase sekresi biasanya selalu tetap, yaitu 14 hari, sedangkan fase proliferasi

dapat berlangsung 7 hingga 21 hari.

Gambar : Hubungan antara hipotalamus-hipofisis-ovarium dan endometrium pada

siklus haid normal

3

Page 4: Perdarahan Uterus Disfungsional

IV. Patofisiologi

Selama siklus menstruasi normal, produksi progesteron pada dua minggu

terakhir dari siklus adalah untuk menyeimbangkan efek regenerasi dari estrogen,

menghentikan pertumbuhan endometrium selanjutnya. Pada anovulasi, kadar

estrogen tidak menurun, dan progesteron tidak disekresi untuk menyeimbangkan

efek estrogen. Pertumbuhan endometrium tidak berhenti dan jaringan

endometrium semakin bertumpuk dan tebal, sebagai akibatnya terjadi perdarahan

abnormal yang banyak. Juga, tanpa progesteron, endometrium kekurangan

jaringan penunjang dan mengelupas secara tidak teratur, menyebabkan perdarahan

banyak dan atau periode yang tidak teratur.

Pasien dengan PUD kehilangan rangsangan siklus endometrium yang

terjadi pada siklus ovulatorik. Sebagai akibatnya pasien ini memiliki kadar

estrogen non siklus yang konstan yang merangsang pertumbuhan endometrium.

Proliferasi tanpa menumpahkan darah secara periodik menyebabkan endometrium

menyuplai darah yang lebih banyak. Jaringan menjadi runtuh dan mengelupas dari

uterus. Selanjutnya penyembuhan endometrium tidak teratur dan tidak serempak.

Rangsangan kronis dari kadar estrogen yang rendah akan menyebabkan PUD

yang ringan dan jarang. Rangsangan kronis dari kadar estrogen yang tinggi akan

menyebabkan episode perdarahan yang lebih berat dan sering.

Secara fisiologis, ada tiga kategori utama bentuk perdarahan uterus

disfungsional yaitu :

1. perdarahan sinambung estrogen (estrogen withdrawal bleeding) ; terjadi

akibat pengaruh rangsangan estrogen terhadap endometrium untuk

berproliferasi dalam bentuk yang tidak teratur sehingga ketebalan

endometrium menjadi tidak teratur sedangkan kadar yang rendah dari

progesteron mengakibatkan tidak adanya struktur penopang serta tidak

berfungsinya platelet dan tidak terjadi vasokontriksi sehingga dapat terjadi

perdarahan banyak.

2. perdarahan lucut estrogen (estrogen breakthrough bleeding); terjadi akibat

penurunan kadar estrogen secara tiba-tiba seperti pada pasca operasi

oovorektomi bilateral, penghentian terapi hormonal pengganti.

4

Page 5: Perdarahan Uterus Disfungsional

3. perdarahan lucut progesteron (progestin breakthrough bleeding); serupa

dengan penggunaan KB hormonal yang menggunakan progesteron saja.

Endometrium menjadi atrofik dan ulserasi sehingga terjadi perdarahan

yang tidak teratur.

V. Etiologi

Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada siklus haid yang

ovulatorik, anovulatorik maupun pada keadaan dengan folikel persisten.

a.PUD pada siklus ovulatorik: Perdarahan yang terjadi berbeda dengan

perdarahan pada suatu haid yang normal, dibedakan menjadi 3, yaitu :

- perdarahan pada pertengahan siklus ; perdarahan yang terjadi biasanya

sedikit, singkat dan dijumpai pada pertengahan siklus. Disebabkan

oleh rendahnya kadar estrogen (E2)

- perdarahan akibat gangguan pelepasan endometrium ; perdarahan yang

terjadi biasanya banyak dan memanjang. Disebabkan oleh adanya

korpus luteum persisten dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan

progesteron terus terbentuk

- perdarahan bercak (spotting) prahaid dan pasca haid ; pada masa

prahaid disebabkan oleh insufisiensi korpus luteum, sedangkan pada

masa pasca haid disebabkan oleh defisiensi estrogen sehingga

regenerasi endometrium terganggu.

b. PUD pada siklus anovulatorik; perdarahan jenis ini sering dijumpai pada masa

reproduksi dan masa perimenopause. Periode anovulasi biasa terjadi pada 2 atau 3

tahun setelah menars atau selama beberapa tahun menjelang menopause. Lebih

dari 80% siklus menstruasi adalah anovulasi selama tahun pertama setelah

menars. Serupa pada wanita menopause, terdapat 8 sampai 10 periode anovulasi

dalam satu tahun. Wanita yang memakai kontrasepsi oral dan mereka yang

menggunakan terapi estrogen pengganti juga dapat memiliki siklus anovulasi.

Stres dan penyakit juga dapat menjadi pencetus anovulasi

Dasar Perdarahan pada keadaan ini adalah tidak adanya ovulasi karena tidak

terbentuk korpus luteum sehingga siklus ini dipengaruhi oleh keadaan defisiensi

5

Page 6: Perdarahan Uterus Disfungsional

progesteron dan kelebihan estrogen. Perdarahan yang terjadi dapat normal, sedikit

atau banyak dengan siklus yang teratur atau tidak teratur. Penyebabnya diduga

adanya gangguan regulasi sentral akibat adanya faktor psikis.

c. PUD pada keadaan folikel persisten; Sering dijumpai pada masa

perimenopause. Endometrium secara menetap dipengaruhi oleh estrogen,

sehingga terjadi hiperplasia endometrium, baik jenis adenomatosa ataupun atipik.

Jenis ini sering menjadi pembakal keganasan endometrium, sehingga memerlukan

penanganan yang seksama. Setelah folikel tidak mampu lagi membentuk estrogen

maka akan terjadi perdarahan lucut estrogen. Secara kilinis mula-mula haid biasa,

kemudian terjadi perdarahan bercak, yang selanjutnya akan diikuti perdarahan

yang makin banyak terus menerus dan disertai gumpalan

VI. Gejala

PUD dapat berupa gangguan haid dan perdarahan yang menyerupai haid

pada interval siklus haid normal (21-35 hari) sebagai berikut :

Polimenorea : gangguan ritme (irama). Haid terlalu sering dengan

interval < 21 hari

Hipermenorea : darah haid yang keluar terlalu banyak, dengan ganti

pembalut > 6 kali per hari pada periode waktu yang normal.

Hipomenorea : darah haid yang sedikit, ganti pembalut cuma 1-2 kali

per hari , berupa bercak-bercak kecil di pembalut

Menoragia : darah haid yang keluar > 6 hari yang terjadi pada interval

yang teratur

Metroragia : Perdarahan terjadi pada pertengahan siklus, tak teratur,

sedikit atau sangat banyak. Perdarahan menyerupai haid yang terjadi

diluar siklus haid normal.

Menometroragia : darah haid yang keluar > 6 hari, jumlahnya banyak,

yang terjadi diluar siklus haid normal.

6

Page 7: Perdarahan Uterus Disfungsional

VII. Dasar Diagnosis

Tahapan pemeriksaan yang perlu ditempuh untuk menegakkan diagnosis

Perdarahan uterus disfungsional adalah :

7.1. Anamnesa riwayat penyakit

Berdasarkan anamnesa dicurigai suatu PUD apabila seorang pasien

mengeluhkan perdarahan berat atau ringan dengan pemeriksaan pelvisnya

normal.

- pertama harus disingkirkan diagnosis kehamilan

- menyingkirkan adanya penyakit lokal atau sistemik

- menyingkirkan penyebab aitrogenik perdarahan, termasuk perdarahan

sekunder akibat penggunaan kontrasepsi hormon steroid, terapi hormonal

pengganti, atau pengobatan hormon lainnya yang merupakan penyebab

tersering.

- Kebanyakan pasien PUD adalah anak remaja atau wanita berusia lebih

dari 40 tahun.

- Pasien yang mengeluhkan haid tidak teratur sejak menars biasanya

ditemukan sindrome polikistik ovarium dengan atau tanpa hirsutisme,

hiperinsulinemia, dan obesitas.

- Pasien dengan kelainan enzim adrenal, hiperprolaktinemia, penyakit tiroid,

atau gangguan metabolik lainnya juga dapat menyebabkan perdarahan

anovulasi.

7.2. Pemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan fisik dapat menemukan beberapa penyebab anatomis

dan organis penyebab perdarahan uterus abnormal. Pemeriksaan fisik yang

lengkap harus dapat mengevaluasi hal-hal berikut :

- obesitas- tanda-tanda kelebihan androgen- pembesaran tiroid- galaktorea- penyempitan lapangan pandang- ekimosis- purpura

7

Page 8: Perdarahan Uterus Disfungsional

7.3. Pemeriksaan ginekologik

Tujuan pemeriksaan ginekologik adalah untuk menyingkirkan adanya

kelainan organik pada genetalia seperti perlukaan genetalia, erosi/radang atau

polipserviks, mioma uteri, dll.

Adapun beberapa kelainan organik dan kelainan medis yang menyebabkan

perdarahan uterus abnormal namun bukan digolongkan sebagai penyebab

PUD adalah mioma submukosum, endometriosis, polip serviks, kanker

endometrium, hiperplasia endometrium, dan adneksitis. Kelainan medis yang

sering adalah trombositopenia, gangguan faktor pembekuan darah,

penggunaan terapi sulih hormon (TSH), kontrasepsi hormonoal maupun non

hormonal, hipertensi, dan vitium kordis.

7.4. Pemeriksaan penunjang

Penggunaan alat bantu diagnostik dianjurkan pada kasus dengan

kecurigaan adanya kelainan organik yang kecil pada genetalia interna

seringkali sulit dinilai, apalagi pada wanita yang belum menikah meski

dimana penilaian perektal lebih sulit. Pemeriksaan yang sering dilakukan

adalah :

1. Laboratorium darah lengkap dan fungsi hemostatis

2. biopsi endometrium (terutama pada wanita yang sudah menikah)

3. Ultrasonografi (USG)

4. Tera radio imunologik (TRI) atau radio imuno assay

Apabila dicurigai adanya kelainan medis dapat dilakukan pemeriksaan

laboratorium spesifik. Pada kelainan tiroid diperiksa kadar T3, T4 dan basal

metabolisme rate (BMR). Pada kelainan kelenjar adrenal dilakukan uji ACTH, 17-

ketosteroid, testosteron, DHEAS. Pada kelainan kelenjar pankreas dilakukan uji

glukosa.

Sangat penting diketahui ada atau tidaknya ovulasi untuk menetukan jenis

PUD. Melalui pemeriksaan penunjang dapat ditetapkan keadaan anovulasi yang

akan memberikan ciri-ciri sebagai berikut :

- suhu basal : monofasik

- biopsi endometrium : atrofi, proliferatif

8

Page 9: Perdarahan Uterus Disfungsional

- sitologi : tidak tampak pengaruh

- uji pakis : positif

- progesteron : serum rendah

- gonadotrofin : LH rendah

- hiperfungsi adrenal : testosteron tinggi

- hipotiroid PRL : tinggi

- hipofungsi prankreas insulin: rendah

VIII. Penatalaksanaan Perdarahan Uterus Disfungsional

Terdapat 3 prinsip dasar pengobatan PUD, yaitu :

1. Hentikan perdarahan.

Secara garis besarnya dikenal dua cara untuk menghentikan perdarahan yaitu

pengobatan hormonal dan pengobatan operatif.

2. Mengatur siklus haid.

Tindakan ini dilakukan setelah perdarahan dapat dihentikan. Pengaturan siklus

haid penderita tersebut 3 bulan berturut-turut.

3. Analisis hormonal

Analisa hormonal dilakukan setelah 3 bulan pengaturan siklus haid kembali

lagi seperti semula, bertujuan untuk mencari penyebab lain.

8.1 Pengobatan hormonal

Hormon sintetik yang paling banyak dipakai dalam pengobatan PUD

adalah estrogen dan progesteron. Jenis estrogen yang dianjurkan adalah jenis yang

menyerupai estrogen alamiah seperti estrogen konjugasi, misalnya estradiol

valerat (E2). Estrogen jenis ini mempunyai keuntungan karena tidak terlalu

membebani hati dan tidak meingkatkan kadar renin maupun faktor pembekuan.

Jenis estrogen kuat seperti etinil estradiol dahulu banyak digunakan karena cepat

menghentikan perdarahan tetapi kini kurang dianjurkan karena sulit

dimetabolisme di hati disamping kerugian senyawa ini yang meningkatkan kadar

renin, faktor pembekuan, dan meningkatkan protein pengikat kortisol dan tiroksin.

9

Page 10: Perdarahan Uterus Disfungsional

Jenis progesteron yang menyerupai progesteron alamiah seperti medroksi

progesteron asetat (MPA) dan didrogesteron lebih banyak dianjurkan dipakai

mengingat daya ikatan MPA terhadap reseptor adalah yang terbesar dibandingkan

dengan progesteron sintetik lainnya. Disamping itu MPA mempunyai khasiat

antiandrogen.

8.1.1. PUD pada Usia Perimenars

Usia perimenars adalah usia sejak terjadinya menars (rata-rata 11 tahun)

hingga memasuki usia reproduksi, yang biasanya berlangsung sampai 3-5 tahun

setelah menars. Siklus haid pada usia tersebut biasanya ditandai dengan siklus

yang tidak teratur baik lama maupun jumlah darahnya

PUD pada usia ini umumnya terjadi pada siklus anovulatorik, yaitu sebanyak 95-

98 %. Diagnosis anovulasi dan analisis hormonal tidak perlu dilakukan, kecuali

bila PUD terjadi pada siklus haid 21-35 hari.

Perlu diketahui bahwa pada usia perimenars jarang terjadi ovulasi. Siklus haidnya

anovulatorik. Tanpa diobati pun ovulasi akan terjadi spontan. Selama perdarahan

yang terjadi tidak berbahaya, atau tidak mengganggu keadaan pasien maka tidak

perlu dilakukan tindakan apapun. Pengobatan hanya diberikan bila gangguan

yang terjadi selama 6 bulan, atau 2 tahun setelah menars belum juga dijumpai

siklus haid yang berovulasi. Pengobatan harus diberikan bila perdarahan yang

terjadi sampai membuat keadaan umum pasien menjadi jelek. Kadang-kadang

pengobatan terpaksa diberikan atas permintaan pasien, atau bila sampai

menimbulkan gangguan psikis.

Pada keadaan yang tidak akut dapat diberikan antiprostaglandin,

antiinflamasi nonsteroid, atau asam traneksamat. Pemberian tablet kombinasi

estrogen-progesteron, atau tablet progesteron saja maupun analog GnRH

(agonis/antagonis) dilakukan hanya bila dengan obat-obat tersebut di atas tidak

memberikan perbaikan.

Pada keadaan akut, dimana Hb sampai kurang dari 8 gr%, maka pasien

harus dirawat dan diberikan transfusi. Untuk mengurangi perdarahan diberikan

sediaan kombinasi estrogen-progeteron, misalnya 17 β estradiol 2 x 2mg, atau

10

Page 11: Perdarahan Uterus Disfungsional

estrogen equin konjugasi 2 x 1,25 mg, atau estropipete 1 x 1,25mg

dikombinasikan dengan noretisteron asetat 2 x 5 mg, didrogesteron 2 x 10 mg atau

medroksi progesteron asetat (MPA) 2 x10 mg. Pemberiannya cukup 3 hari saja.

Yang paling mudah adalah pemberian pil kontrasepsi kombinasi, juga untuk 3 hari

saja.

Pengobatan dikatakan berhasil bila perdarahan yang terjadi dpat

berhenti/berkurang, dan 3-4 hari setelah penghentian pengobatan bila terjadi

perdarahan lucut. Pada wanita yang dijumpai gangguan psikis, pengobatan serupa

dapat diteruskan selama 18 hari lagi. Setelah perdarahan akut dapat diatasi, maka

tindakan selanjutnya adalah pengaturan siklus, misalnya pemberian tablet

progesteron saja dari ke hari ke 16 sampai hari ke 25, selama 3 bulan. MPA atau

didrogesteron dosisnya cukup 10 mg/hari, sedangkan noretisteron asetat cukup 5

mg/hari.

Andaikata perdarahan tetap saja tidak dapat diatasi, atau bila setelah

dilakukan pengaturan siklus terjadi lagi perdarahan akut maka perlu dipikirkan

adanya kelainan organik. Memang selama siklus haidnya masih belum berovulasi,

kemungkinan terjadinya perdarahan akut ulang tetap ada. Pemberian obat-obat

pemicu ovulasi kurang bermanfaat, bahkan banyak ahli yang tidak menganjurkan

pemberian obat pemicu ovulasi.

8.1.2. PUD pada Usia Reproduksi

PUD pada usia ini dapat terjadi pada siklus yang berovulasi (65%) dan

pada siklus yang tidak berovulasi. Penyebabnya belum diketahui secara pasti.

Analisis hormonal hampir selalu normal. Diduga terjadi gangguan sentral

(disregulasi) akibat adanya gangguan psikis.

Untuk mengetahui ada tidaknya ovulasi dapat dilakukan pemeriksaan suhu

basal badan (SBB), sitologi vagina, atau analisis hormonal (FSH, LH, estradiol,

prolaktin, progesteron) pada wanita usia lebih dari 35 tahun harus dilakukan

tindakan Dilatasi dan Curetage (D&C) untuk menyingkirkan keganasan.

Pada keadaan akut penanganannya sama seperti penanganan PUD pada

usia perimenars. Setelah perdarahan akut dapat diatasi, tindakan selanjutnya

11

Page 12: Perdarahan Uterus Disfungsional

adalah pengaturan siklus, dan caranya sama seperti pengaturan siklus pada usia

perimenars. Namun setelah pengaturan siklus 3 bulan pada PUD diusahakan

siklus haid yang berovulasi, karena selama siklus haid belum berovulasi, PUD

akan berulang kembali. Obat-obat pemicu ovulasi yang dapat diberikan adalah

klomifen sitrat, epimestrol, atau hormon gonadotropin.

PUD pada siklus yang berovulasi umumnya lebih ringan dan jarang

sampai akut. PUD yang terjadi paling sering berupa perdarahan bercak (spotting)

pada pertengahan siklus. Pengobatannya dapat diberikan 17 estradiol 1 x 2 mg,

atau estrogen equin konyugasi 1 x 1,25 mg, atau estropipete 1 x 1,25 mg, dari hari

ke- 10 sampai hari ke- 15 siklus haid. Pada perdarahan bercak prahaid dapat

diberikan MPA 1 x 10 mg, atau didrogesteron 1 x 10 mg, atau noretisteron asetat

1 x 5 mg, atau juga nomogestrol asetat 1 x 5 mg, yang diberikan mulai hati ke –

16 sampai pada hari ke – 25 siklus, sedangkan perdarahan bercak pascahaid dapat

diberikan 17 estradiol 1 x 2 mg, atau estrogen equin konyugasi 1 x 1,25 mg,

atau estropipete 1 x 1,25 mg yang diberikan mulai hari ke – 2 sampai hari ke-8

siklus haid.

Bila sulit mendapatkan tablet estrogen maupun progesteron dapat diberikan

pil kontrasepsi kombinasi, namun pemberiannya diberikan sepanjang siklus haid.

8.1.3. PUD pada Usia Perimenopause

Perimenopause adalah usia antara masa pramenopause dan

pascamenopause, yaitu sekitar menopause (usia 40-50 tahun). PUD pada usia ini

hampir 95 % terjadi pada siklus yang tidak berovulasi (folikel persisten).

Perlu dilakukan analisis hormonal, yaitu pemeriksaan hormon FSH, LH

estradiol, prolaktin. Kadar FSH lebih dari 35 mLU/ml menunjukkan pasien telah

memasuki usia perimenopause, sedangkan pada kadar estradiol yang tinggi dapat

menyebabkan terjadinya penebalan endometrium. Kadar prolaktin lebih dari 50

ng/ml perlu dicurigai adanya prolaktinoma. Kadar normal 17 estradiol pada fase

folikuler adalah 39-189 pg/ml, pada saat puncak ovulasi 95-508 pg/ml, pada fase

luteal 48-309 pg/ml, sedangkan pada pascamenopause adalah kurang dari 20-41

pg/ml.

12

Page 13: Perdarahan Uterus Disfungsional

Setiap perdarahan/gangguan haid yang terjadi pada usia perimenopause

harus dipikirkan adanya keganasan pada endometrium. Pada keadaan tidak akut,

pasien diprsiapkan untuk dilakukan tindakan D&C. perubahan pada endometrium

dapat dilakukan dengan USG. Bila ditemukan ketebalan endometrium lebih dari 5

mm berarti telah terjadi hiperplasia endometrium. Namun untuk mengetahui ada

tidaknya keganasan pada endometrium tindakan yang terbaik adalah melakukan

D&C.

Andaikata hasil pemeriksaan patologi anatomi menggambarkan suatu

hiperplasia kistik, atau hiperplasia adenomatosa, maka dapat dicoba terlebih

dahulu pemberian progesteron seperti MPA dengan dosis 3 x 10 mg/hari selama 6

bulan, atau dapat juga diberikan depo medroksi progesteron asetat (DMPA)

dengan cara Kistner, yaitu 100 mg DMPA setiap 2 minggu selama 4 kali

pemberian. Dua minggu setelah pemberian yang ke 4 dosis dinaikan menjadi 200

mg selama satu kali pemberian saja, dan sesudah itu 200 mg setiap 4 minggu

selama 5 kali pemberian lagi. Jumlah total pemberian DMPA adalah 10 kali.

Pemberian DMPA dapat juga dilakukan dengan pemberian 150 mg setiap bulan

dengan lama pemberian 6 bulan. Dewasa ini banyak digunakan analog GnRH

untuk pengobatan hiperplasia endometrium dan hasilnya jauh lebih baik

dibandingkan dengan pemberian progesteron. Lama pemberian analog GnRH juga

6 bulan, yang dapat diberikan intramuskuler atau subkutan. Setelah pengobatan

dengan progesteron maupun dengan analog GnRH selesai, dilakukan D&C ulang

untuk melihat hasil pengobatan. D&C ulang dilakukan setelah pasien mendapat

haid normal kembali, atau bila setelah pengobatan terjadi lagi perdarahan yang

abnormal. Bila tidak ditemukan lagi hiperplasia maka pasien yang mendapatkan

pengobatan dengan tablet progesteron, melanjutkan pengobatan dengan tablet

MPA 3 x 10 mg, 2 kali per minggu selama 6 bulan, sedangkan pasien yang

mendapatkan DMPA atau analog GnRH tidak mendapatkan pengobatan lanjutan

lagi. Setiap selesai pengobatan, maka tindakan selanjutnya adalah dilakukan

pengaturan siklus haid seperti pengaturan siklus haid pada usia reproduksi.

Bila hasil D&C ulang tidak menunjukkan adanya perubahan setelah

pengobatan dengan progesteron maupun analog GnRH sebaiknya pasien

13

Page 14: Perdarahan Uterus Disfungsional

dianjurkan untuk histerektomi saja. Pada hiperplasia atipik juga sebaliknya

dilakukan histerektomi, dan pada wanita yang menolak dilakukan histerektomi

dapat dicoba pemberian progesteron atau analog GnRH, namun perlu dilakukan

observasi ketat dan jangan sampai tidak melakukan D&C ulang.

Ketebalan endometrium kurang dari 6 mm dapat langsung diberikan

kombinasi estrogen-progesteron, seperti estrogen equin konjugasi 1 x 0,3 mg, atau

17 estradiol 1x 2 mg + MPA 1x10 mg yang diberikan secara kontiyu selama 6

bulan. Bila tidak dijumpai perbaikan, maka perlu dilakukan tindakan D&C.

pengobatan selanjutnya tergantung dari hasil patologi anatomi yang diperoleh.

Terjadinya kanker endometrium tidak semata-mata hanya tergantung dari

reseptor estrogen. Telah ditemukan kanker endometrium pada wanita dengan

reseptor estrogen negatif. Hiperplasia endometrium umumnya terjadi akibat

pengaruh estrogen yang berkepanjangan terhadap endometrium dan umumnya

juga dijumpai reseptor estrogen positif, sehingga sangat responsif terhadap

pemberian progesteron yang berfungsi sebagai antiestrogen. Namun pada wanita

yang endometriumnya sudah atrofi masih dapat terjadi kanker endometrium.

Kanker endometrium yang terjadi pada endometrium yang atrofi bukan karena

ditemukan reseptor estrogen yang tinggi, melainkan terjadi karena adanya sistem

enzim di dalam endometrium. Sistem enzim ini memiliki kemampuan mensintesis

estrogen dalam jumlah besar. Pengobatan yang diberikan adalah obat-obata yang

memiliki kemampuan menghambat sintesis estrogen di dalam jaringan

endometrium. Kanker endometrium yang terjadi pada endometrium yang atofi

pada umumnya memiliki prognosis yang buruk, metastasisnya sangat cepat,

dibandingkan kanker endometrium yang terjadi akibat hiperplasia endometrium,

dimana prognosisnya baik dan jarang terjadi metastasis. Oleh karena itu,

endometrium yang tipis yang diperoleh berdasarkan hasil USG, tidak merupakan

jaminan wanita tersebut tidak terkena kanker endometrium, sehingga biar

bagaimanapun pemeriksaan patologi anatomi merupakan pemeriksaan yang

sangat dianjurkan.

PUD akut pada usia perimenopause penanganannya sama dengan PUD

akut yang terjadi pada usia reproduksi. Namun setelah keadaan akut dapat diatasi,

14

Page 15: Perdarahan Uterus Disfungsional

maka tetap harus dilakukan D&C. Penanganan selanjutnya sangat tergantung dari

hasil patologi anatomi yang diperoleh.

8.1.4. PUD Berupa Metroragia

Metroragia dapat terjadi pada usia perimenars, usia reproduksi dan usia

perimenopause. Perdarahan terjadi pada pertengahan siklus, tak teratur, sedikit

atau sangat banyak. Paling sering disebabkan oleh kelainan organik, sangat jarang

ditemukan endokrinologik. Penyebab organik tersering adalah kanker

endometrium, mioma uterus, polip, dan kanker serviks.

Penanganannya seperti PUD usia perimenars, usia reproduksi dan usia

perimenopause.

8.1.5. PUD Berupa Hipermenorea

Hipermenorea adalah perdarahan haid yang banyak, ganti pembalut 5-6

kali per hari, lama perdarahan 6-7 hari. Setiap pembalut basah seluruhnya. Paling

banyak disebabkan oleh kelainan organik seperti mioma uterus, hipoplasia uterus,

dan penyakit radang panggul, serta kelainan darah. Selebihnya dapat disebabkan

oleh kelainan endokrinologik.

Diagnosis didapatkan dari keterangan pasien tentang banyaknya darah

haid yang keluar. Setiap wanita berusia > 35 tahun harus dilakukan diagnostik

D&C untuk menyingkirkan hiperplasia endometrium maupun keganasan.

Untuk menyingkirkan kelainan endokrinologik dianjurkan memeriksa

hormon FSH, LH, estradiol dan prolaktin.

Bila dijumpai kelainan organik, maka pengobatan ditujukan kepada

kelainan organik diberikan progesteron seperti MPA 10 mg per hari, atau

didrogesteron 10 mg per hari, atau juga noretisteron asetat 5 mg per hari, yang

diberikan dari hari ke – 16 sampai hari ke – 25 siklus haid. Dapat juga diberikan

tablet kombinasi estrogen-progesteron dari hari ke-16 sampai hari ke – 25 siklus

haid. Jika sediaan hormon-hormon tersebut sulit diperoleh atau tidak terjangkau

oleh pasien, maka boleh diberikan pil kontrasepsi kombinasi dan yang dipilih

adalah pil kontrasepsi kombinasi yang kadar progesteronnya tinggi.

15

Page 16: Perdarahan Uterus Disfungsional

VIII.1.6. PUD Berupa Hipomenorea

Hipomenorea ditandai dengan jumlah darah haid yang sedikit, ganti

pembalut cuma 1-2 kali per hari , berupa bercak-bercak kecil di pembalut. Jarang

disebabkan oleh kelainan organik. Pada umumnya disebabkan oleh kekurangan

estrogen maupun progesteron.

Diagnosis didapatkan dari keterangan pasien tentang banyaknya darah

haid yang keluar. Pada wanita usia > 35 tahun tetap harus dilakukan D&C. selain

itu perlu dilakukan analisis hormonal. Jenis hormon yang diperiksa adalah FSH,

LH, estradiol, dan prolaktin.

Bila siklus haid berovulasi tidak perlu dilakukan pengobatan apapun. Bila

ternyata tetap ingin diberikan pengobatan, maka dapat diberikan kombinasi

estrogen-progesteron yang dimulai hari ke-16 sampai hari ke-25 siklus haid.

8.2 Pengobatan Operatif

Untuk menghentikan perdarahan, tindakan kuretase ternyata berhasil

mengatasi 40-60 % kasus PUD. Tetapi tindakan kuretase bukan merupakan

pilihan utama dalam penatalaksanaan PUD, karena tindakan ini hanya mengatasi

masalah pada organ sasaran saja tanpa melihat dasar patofisiologinya. Kuretase,

selain dapat digunakan untuk pengobatan juga dapat digunakan sebagai sarana

diagnostik. Namun pada penderita yang belum menikah, apabila tidak terpaksa,

tindakan kuretase tidak dianjurkan. Tindakan histerektomi dilakukan hanya atas

indikasi kegagalan pengobatan maupun pada keganasan.

8.3 Pengobatan lain

8.3.1. Pengobatan dengan Senyawa Antifibrinolitik

Uterus merupakan salah satu organ dengan aktifitas fibrinolisis yang tinggi.

Proses ini terjadi akibat adanya aktifitas enzimatik dari plasmin atau plasminogen

sehingga terjadi degradasi fibrin, fibrinogen, faktor V, faktor VII dan beberapa

protein lainnya. Plasminogen adalah senyawa tidak aktif yang kemudian menjadi

bentuk aktif berupa plasmin berkat pengaruh aktivator jaringan, misanya

urokinase, tripsin dan streptokinase. Proses aktivitas plasminogen ini ternyata

dapat dihambat oleh asam aminokaproat dan asam traneksamat. Telah terbukti

16

Page 17: Perdarahan Uterus Disfungsional

bahwa kedua jenis asam ini berhasil mengurangi perdarahan pada PUD. Dosis

yang diberikan adalah 4 gram perhari, dibagi dalam 4 kali pemberian, selama 4-7

hari dan dapat diulangi pada setiap siklus.

8.3.2. Pengobatan dengan Senyawa Antiprostaglandin

Antiprostaglandin seperti asam mefenamat dapat mengurangi jumlah

perdarahan pada penderita dengan PUD.pemakaian asam mefenamat ini sangat

dianjurkan terutama pada penderita yang memiliki kontraindikasi terhadap

pemakaian hormon estrogen maupun progesteron. Pemberian asam mefenamat

adalah per oral dengan dosis 3 x 500 mg per hari.

8.4 Pengaturan siklus haid

Seperti telah dijelaskan bahwa bila perdarahan/gangguan haid dapat diatasi

harus segera dilanjutkan dengan penagturan siklus haid. Pengaturan siklus haid ini

dapat dilakukan 3 bulan berturut-turut. Pengaturan siklus haid ini dapat dilakukan

dengan penggunaan pil KB atau cukup dengan pemberian progesteron saja.

Progesteron diberikan mulai hari ke 16-25 siklus haid. Untuk keperluan ini dapat

digunakan beberapa jenis sediaan progesteron seperti MPA dengan dosis 10 mg

perhari, nortestosteron asetat 5 mg perhari, atau didrogesteron 10 mg perhari.

Pada pengobatan sekuensial dengan kombinasi estrogen dan progesteron,

maka estrogen (estrogen konjugasi, estrogen valerat, atau etinil estradiol)

diberikan dari hari ke 5-25 siklus haid, dilanjutkan dengan progesteron (MPA,

nortestosteron asetat, atau didrogesteron) dari hari ke 16-25 siklus haid.

8.5 Analisis hormonal

Sering ditemukan bahwa setelah pengobatan maupun pengaturan siklus

haid dilakukan, ovulasi tetap tidak terjadi. Selama belum terjadi ovulasi maka

tetap besar kemungkinan untuk terjadi perdarahan ulang. Pada penderita yang

masih merencanakan untuk menjadi hamil maka perlu diberikan obat-obatan

pemicu ovulasi seperti klomifen sitrat, epimestrol, atau hormon gonadotropin.

17

Page 18: Perdarahan Uterus Disfungsional

Analisis hormonal dilakukan setelah 3 bulan pengaturan siklus haid dan

keadaan sudah kembali lagi seperti semula, maka pemeriksaan ini juga menjadi

penting untuk dapat menemukan penyebab lain perdarahan uterus abnormal.

18

Page 19: Perdarahan Uterus Disfungsional

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama : NNSN

Umur : 22 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Alamat : Br Dalem, Desa Pejaten, Kediri

Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status Perkawinan : Menikah

Tanggal MRS : 15 September 2011 (pk. 19.00 WITA)

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama:

Perdarahan pervaginam

Perjalanan Penyakit:

Pasien datang kiriman dari Sp.OG dengan keluhan keluar darah dari

kemaluan sejak tanggal 01/092011. Dikatakan saat itu adalah periode menstruasi

pasien, namun sejak tanggal 04/09/2011 perdarahan semakin banyak dan disertai

gumpalan darah. Nyeri perut hilang timbul seperti melilit hingga mengganggu

aktifitas sehari-hari sejak 15 hari SMRS. Mual (+), muntah (+) 1x, isi muntahan

adalah makanan yang dimakan. Nafsu makan menurun. Pasien juga mengeluh

lemah dan sempat pingsan selama kurang lebih 1 menit. Pasien lalu dikirim ke

RSUD Tabanan untuk perawatan lebih lanjut. Riwayat panas badan satu hari

SMRS. Tes kehamilan pada urin negatif. Riwayat trauma disangkal.

Riwayat menstruasi

Menarche umur 13 tahun, dengan siklus tidak teratur, lamanya 5-6 hari

tiap kali menstruasi.

Hari pertama haid terakhir 01/09/2011

19

Page 20: Perdarahan Uterus Disfungsional

Nyeri saat menstruasi terkadang dirasakan oleh penderita.

Pasien mengganti pembalut kurang lebih 5 kali sehari. Pada hari biasa

mengganti 2-3 pembalut sehari.

Riwayat perkawinan: Pasien menikah satu kali dengan suami yang sekarang

selama ± 2 bulan.

Riwayat kehamilan: Pasien belum pernah hamil.

Riwayat KB: Penderita tidak memakai KB.

Riwayat penyakit dahulu: Asma, penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus

disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik (15/9/11)

1. Status Present

Keadaan umum : tampak lemas Kesadaran : E4V5M6(CM)

Tekanan Darah : 90/50 mmHg Nadi :80x/menit, lemah

Respirasi : 18 x/menit Suhu tubuh : 36,4 °C

Tinggi badan : 156 cm Berat badan : 50 kg

BMI : 20,57

2. Status General

Kepala : Normochepali

Mata : anemia +/+, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor

Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

THT : kesan tenang

Jantung : Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V midclavikula

sinistra

Perkusi : Batas jantung dextra linea parasternal

dextra IV, batas jantung sinistra linea

midclavicularis sinistra V

Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo : Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris

Palpasi : vocal fremitus (-/-), Nyeri tekan (-)

20

Page 21: Perdarahan Uterus Disfungsional

Perkusi : sonor seluruh paru

Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ status ginekologi

Ekstremitas : oedema tidak ada dan hangat pada keempat ekstremitas

3. Status Ginekologi

Abdomen : Fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, tanda

cairan bebas tidak ada, massa tidak ada, bising usus normal

Vulva/vagina : Inspeksi : Flx (+), fl (-), pØ (-)

VT (19.00Wita 15/09/11): Flx (+), fl (-), pØ (-),

perdarahan aktif (-), stolsel (-), corpus uteri retrofleksi b/c

normal/lunak, APCD taa.

3.4 Diagnosis

Menometroragi + anemia berat

3.5 Penatalaksanaan

Pdx : DL, BT/CT, USG bila KU membaik

Tx :

IVFD RL 28 tpm

Asam mefenamat 3 x 500 mg

Asam traneksamat 3x 500 mg

SF 2 x 1 tab

Bila Hb < 7 rencana transfuse PRC 2 kolf sehari

Mx : KU, VS dan keluhan

KIE pasien dan keluarga

21

Page 22: Perdarahan Uterus Disfungsional

3.6 Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap

Parameter 15/09/2011 18/09/2011

WBC 8,96 7,77

RBC 2,3↓ 4,06

HGB 4,72↓ 9,92↓

HCT 17,9↓ 33,9↓

PLT 283 340

USG (tanggal 15/09/11)

22

Page 23: Perdarahan Uterus Disfungsional

3.7 Follow up

16/09/2011 (Ruang Madyatama)

S : keluar darah pervaginam (+), lemas (+), mual (+), pucat (+), pusing (+), nyeri

perut bagian bawah (-), makan & minum (+) berkurang, BAB (-), BAK (+)

O : Status Present

TD : 110/70 mmHg R : 16x/menit

N : 78x/menit Tax: 36,2 °C

Status General

Mata : anemis +/+, ikterik -/-

THT : Kesan tenang

Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Sesuai status ginekologi

Ekstremitas : oedema tidak ada dan hangat pada keempat ekstremitas

Status Ginekologi

Abdomen

Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

Palpasi : Tinggi fundus uterus tidak teraba, distensi (-), nyeri tekan (-)

Vagina

Inspeksi : Perdarahan aktif (-), Lochia (+)

A : Menometroragia + anemia berat

P : Tx : IVFD Ringer Laktat 16 tpm

Ethinyl estradiol (Lynoral) 2 x 1 tab

Prenamia 2 x 1 tab

Asam Tranexamat (Kalnex) 3 x 100 mg

Antasida (Flantasid) syr 3 x 1

As Mefenamat 2 x 1

PRC kedua dan ketiga 250 ml

Mx : KU, VS, keluhan, perdarahan.

KIE pasien dan keluarga

23

Page 24: Perdarahan Uterus Disfungsional

17/09/2011 (Ruang Madyatama)

S : keluar darah pervaginam (+) flek-flek, lemas (+), mual (-), pucat (+), pusing

(+), nyeri perut bagian bawah (-), makan & minum (+) berkurang, BAB (+),

BAK (+)

O : Status Present

TD : 110/70 mmHg R : 18x/menit

N : 78x/menit Tax: 36,5 °C

Status General

Mata : anemis +/+, ikterik -/-

THT : Kesan tenang

Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Sesuai status ginekologi

Ekstremitas : oedema tidak ada dan hangat pada keempat ekstremitas

Status Ginekologi

Abdomen

Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

Palpasi : Tinggi fundus uterus tidak teraba, distensi (-), nyeri tekan (-)

Vagina

Inspeksi : Perdarahan aktif (-), Lochia (+)

A : Menometroragia + anemia berat

P : Tx : IVFD NaCl 0,9% 28 tpm

Ethinyl estradiol (Lynoral) 2 x 1 tab

Prenamia 2 x 1 tab

Asam Tranexamat (Kalnex) 3 x 100 mg

Antasida (Flantasid) syr 3 x 1

As Mefenamat 2 x 1

PRC keempat 250 ml

Mx : KU, VS, keluhan, perdarahan.

KIE pasien dan keluarga

24

Page 25: Perdarahan Uterus Disfungsional

18/09/2011 (Ruang Madyatama)

S : keluar darah pervaginam (-), lemas (+), mual (-), pucat (+), pusing (+), nyeri

perut bagian bawah (-), makan & minum (+) berkurang, BAB (+), BAK (+)

O : Status Present

TD : 110/70 mmHg R : 18x/menit

N : 80x/menit Tax: 36,5 °C

Status General

Mata : anemis +/+, ikterik -/-

THT : Kesan tenang

Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Sesuai status ginekologi

Ekstremitas : oedema tidak ada dan hangat pada keempat ekstremitas

Status Ginekologi

Abdomen

Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

Palpasi : Tinggi fundus uterus tidak teraba, distensi (-), nyeri tekan (-)

Vagina

Inspeksi : Perdarahan aktif (-), Lochia (+)

A : Menometroragia + anemia ringan

P : Pdx :

Tx : IVFD NaCl 0,9% 28 tpm

Ethinyl estradiol (Lynoral) 2 x 1 tab

Prenamia 2 x 1 tab

Asam Tranexamat (Kalnex) 3 x 100 mg

Antasida (Flantasid) syr 3 x 1

As Mefenamat 2 x 1

Mx : KU, VS, keluhan, perdarahan.

KIE pasien dan keluarga

25

Page 26: Perdarahan Uterus Disfungsional

19/09/2011 (Ruang Madyatama)

S : keluar darah pervaginam (-), lemas (+), mual (+), pucat (+), pusing (+), nyeri

perut bagian bawah (-), makan & minum (+) berkurang, BAB (+), BAK (+)

O : Status Present

TD : 110/70 mmHg R : 18x/menit

N : 78x/menit Tax: 36,5 °CStatus General

Mata : anemis +/+, ikterik -/-

THT : Kesan tenang

Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Sesuai status ginekologi

Ekstremitas : oedema tidak ada dan hangat pada keempat ekstremitas

Status Ginekologi

Payudara

Inspeksi : Pembengkakan (-), Retraksi puting susu (-)

Abdomen

Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

Palpasi : Tinggi fundus uterus tidak teraba, distensi (-), nyeri tekan (-)

Vagina

Inspeksi : Perdarahan aktif (-), Lochia (+)

A : Menometroragia + anemia ringan

P : Tx : IVFD NaCl 0,9% 28 tpm

Ethinyl estradiol (Lynoral) 2 x 1 tab

Prenamia 2 x 1 tab

Asam Tranexamat (Kalnex) 3 x 100 mg

Antasida (Flantasid) syr 3 x 1

As Mefenamat 2 x 1

Mx : KU, VS, keluhan, perdarahan.

KIE pasien dan keluarga

26

Page 27: Perdarahan Uterus Disfungsional

Bab IV

Pembahasan

Definisi menometroragia adalah perdarahan yang terjadi dengan

interval yang tidak teratur disertai perdarahan yang banyak dan

lama. Pada kasus ini, didapatkan pasien mengeluhkan

keluar darah pervaginam terus menerus selama 15 hari

yang lalu. Darah dikatakan lebih banyak keluar saat

tanggal-tanggal haid dan haid dikatakan tidak teratur.

Menometroragia dapat disebabkan oleh sebab-sebab organik

perdarahan dari uterus, tuba maupun ovarium dan sebab

fungsional perdarahan dari uterus atau disebut juga perdarahan

disfungsional. Pada kasus ini, dicurigai adanya

menometroragia yang dikeluhkan oleh pasien disebabkan

kelainan fungsional uterus, karena tidak ditemukan

penyebab organik atau penyakit lokal ataupun penyakit

sistemik.

Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan

diagnosis dari keluhan menometroragia yakni; pemeriksaan

darah lengkap, USG, biopsi endometrium dan pemeriksaan

laboratorium spesifik. Pada kasus ini, pasien berusia 22

tahun, ditemukan kelainan pada darah pasien yaitu

penurunan pada RBC, Hb, dan Hct. Dari pemeriksaan USG

tidak ditemukan adanya tanda-tanda penyakit organik.

Pemeriksaan biopsy endometrium ataupun pemeriksaan

laboratorium spesifik lainnya belum dikerjakan.

Prinsip penatalaksanaan menometroragia yakni; menghentikan

perdarahan, mengatur menstruasi agar kembali normal dan

transfusi jika kadarhemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%. Pada

27

Page 28: Perdarahan Uterus Disfungsional

kasus ini telah dilakukan perbaikan keadaan umum.

Pemberian asam tranexamat dimaksudkan guna

menghentikan perdarahan pada pasien. Pasien juga

diberikan asam mefenamat dan SF sebagai upaya

mengurangi nyeri dan penambah darah. Pada pasien ini

juga diberikan transfusi PRC karena kadar Hb < 8 gr%.

Terapi oral lanjutan juga diberikan Ethinyl estradiol

(Lynoral) 2 x 1 tab dan Prenamia 2 x 1 tab.

Bab V

Kesimpulan

Pada kasus ini, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, pasien mengaku keluar darah

dari kemaluan sejak tanggal 01/092011. Dikatakan saat itu adalah periode

menstruasi pasien, namun sejak tanggal 04/09/2011 perdarahan semakin banyak

dan disertai gumpalan darah. Dikatakan pasien ganti pembalut 5-6 kali dalam

sehari. Nyeri perut hilang timbul seperti melilit hingga mengganggu aktifitas

sehari-hari sejak 15 hari SMRS. Mual (+), muntah (+) 1x. Pasien juga mengeluh

lemah dan sempat pingsan selama kurang lebih 1 menit, kira-kira 1 jam yang lalu.

Riwayat panas badan satu hari SMRS. Tes kehamilan pada urin negatif. Riwayat

menstruasi tidak teratur. Riwayat penggunaan alat kontrasepsi atau terapi

hormonal disangkal. Pasien menikah selama 2 bulan, pasien belum pernah hamil,

HPHT 1/9/2011.

Dari pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah, tekanan darah 90/50, nadi

80x/menit lemah reguler, suhu 36,7°C. Dari status general ditemukan konjungtiva

pucat, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada. Dari pemeriksaan ginekologi

didapatkan, palpasi tidak teraba fundus uteri, tidak teraba massa, nyeri tekan tidak

ada. Dari pemeriksaan vagina, didapatkan adanya flek perdarahan, perdarahan

aktif tidak ada, cairan dan keputihan tidak ada. Pembukaan tidak ada.

28

Page 29: Perdarahan Uterus Disfungsional

Dari hasil pemeriksaan penunjang, pemeriksaan darah lengkap didapatkan

penurunan pada RBC (2.30), Hb (4.72) dan HCT (17.9). Pemeriksaan biopsi dan

laboratorium spesifik tidak dilakukan. Dari USG tidak ditemukan tanda-tanda

penyakit organik.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan

kecurigaan ke arah perdarahan uterus disfungsinal (menometrorhagia).

Pada pasien ini diberikan terapi awal IVFD RL 28 tpm, asam tranexamat

3x500, asam mefenamat 3x500, SF 2x1, dan transfusi 2 kolf/hari. Terapi lanjutan

juga diberikan Ethinyl estradiol (Lynoral) 2 x 1 tab dan Prenamia 2 x 1 tab.

Etiologi atau faktor resiko bagaimana terjadinya perdarahan uterus

disfungsional pada kasus ini masih belum jelas,

Komplikasi yang dijumpai pada penderita saat ini antara lain anemia

akibat kehilangan banyak darah. Secara umum prognosis hingga saat ini mengarah

ke baik namun ancaman perdarahan pervaginam tersebut masih ada.

29

Page 30: Perdarahan Uterus Disfungsional

Daftar pustaka

1. John T Queenan, Jr, MD , Dysfunctional Uterine Bleeding , Department of

Obstetrics and Gynecology, Division of Reproductive Endocrinology,

University of Rochester Medical School, www.eMedicine.com, 2003

2. Ali Baziad, Gangguan haid, endokrinologi ginekologi, edisi kedua, Media

Aesculapius FKUI, 2003

3. Dysfunctional uterine bleeding on http://www.womenshealthchannel.com

4. Speroff, Robert H. Glass, Nathan G. Kase, Dysfunctional Uterine

Bleeding, Clinical Gynecologic Endrocrinology And Infertility, Fifth

Edition, 1994

5. Wiknjosastro, Haid dan siklusnya, Ilmu Kandungan, Yayasan bina pustaka

Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1997

6. Govan ADT, et all, Dysfunctional uterine bleeding, Gynaecology

illustrated, 4th edition, Churchill livingstone, 1993

7. Kornia Karkata, dkk, Perdarahan uterus disfungsional, pedoman diagnosis-

terapi dan bagan alir pelayanan pasien, lab/SMF obstetri dan ginekologi FK

UNUD/RS Sanglah, 2003

30