percobaan tendo achilles kelinci
DESCRIPTION
data percobaan tendo achilles kelinciTRANSCRIPT
1
Pengaruh Penggunaan Amnion Freeze-Drying Untuk Mencegah Terjadinya Adesi Pada
Penyembuhan Luka Tendon Achilles Kelinci
(Studi Eksperimental)
Franky Prilyanda, M. Sjaifuddin Noer
Departemen / SMF Bedah Plastik Rekonstruksi & Estetik
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Abstrak
Pendahulauan : Tujuan utama dari operasi tendon adalah untuk mengembalikan kemampuan tendon gliding.
Pembentukan adhesi peritendinous sekitar lokasi perbaikan adalah salah satu dari beberapa kejadian buruk yang
dapat mencegah tercapainya tujuan tersebut. Amnion freeze-drying berasal dari selaput janin/ fetal membranes
yang terdiri dari dua lapisan yang memiliki fungsi sebagai penghambat dalam pembentukan adhesi
peritendinous, kaya collagen, mempercepat epitelialisasi dan mencegah pembentukan jaringan fibrosis.
Kandungan membran amnion tersebut dapat mencegah pembentukan adhesi peritendinous dalam penyembuhan
tendon. Peran dari amnion freeze-drying diteliti pada kelinci dalam perannya pada pencegahan pembentukan
adhesi setelah perbaikan tendon Achilles.
Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki penggunaan membran amnion freeze-drying
sebagai bioprosthesis jangka panjang dalam hand surgery.
Desain Penelitian : Penelitian eksperimental.
Metode : Penelitian eksperimental menggunakan 32 kelinci New Zealand, dibagi menjadi dua kelompok. Pada
semua kelompok, salah satu tendon Achilles dipotong secara tajam, kelompok I dilakukan pemberian membran
amnion freeze-drying, dan kelompok II tidak dilakukan pemberian membran amnion freeze-drying (kontrol).
Setelah sepuluh hari, hewan coba di bunuh, dan dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada daerah
perlakukan. Adhesi dinilai di bawah mikroskop cahaya dengan melihat jumlah fibroblast.
Hasil : Pemeriksaan histologis menunjukkan bahwa penggunaan membran amnion freeze-drying secara
signifikan mengurangi jumlah adhesi dibandingkan dengan kelompok lain. 10 hari setelah implantasi tidak ada
sisa-sisa membran amnion freeze-drying yang dapat diidentifikasi pada daerah perbaikan tendon.
Kesimpulan : Membran amnion freeze-drying yang mudah dipersiapkan, dan memiliki efektivitas biaya, dapat
digunakan dalam pencegahan dan treatment adhesi.
THE EFFECT OF AMNION FREEZE – DRYING TO PREVENT ADHESION IN
RABBIT TENDON ACHILLES HEALING
2
(Experimental Study)
Franky Prilyanda, M. Sjaifuddin Noer
Department of Plastic Reconstructive and Esthetic Surgery of Airlangga University School of
Medicine / Dr. Soetomo General Hospital Surabaya
Abstract
Background: The main aim of tendon surgery is to restore preserves tendon gliding. The formation of
peritendinous adhesion around the repair site is one of several adverse event that may prevent achievement of
this aim. The freeze - drying amniotic derives from the fetal membranes which consist of two layers that may
have a function as a barrier in the formation of peritendinous adhesion, rich of collagent, accelerate the
epitelization and preventing fibrotic tissue formation. Those content of the amniotic membrane could prevent
the formation of peritendinous adhesion in tendon healing. The role of freeze – drying amniotic membrane was
investigated in rabbit with regard to the prevention of adhesion formation following Achilles tendon repair.
Objective: The objective of this study was to investigate the use of freeze - drying amniotic membrane as a
long-term bioprosthesis in hand surgery
Design: Experimental research
Methods: The experimental research use 32 New Zealand rabbits, devided into two groups. On all group, one
of the Achilles tendon was sharply devided, group I was treated by Freeze-drying amniotic, and group II was
not treated Freeze-drying amniotic (control). After ten days, the animal were killed, and phatology anatomy
examination was done on therepair site. The adhesion was assessed under light microscope with see the number
of fibroblast.
Results: Histologic examination demonstrated that use of the freeze – drying amniotic membrane
significantly reduced the amount of adhesion compared with the other groups . 10 day after
implantation no remnants of freeze – drying amniotic membrane could be identified at the tendon
repair site.
Conclusions: Freeze–drying amniotic membrane is easily prepared, and because of its cost effectiveness, its use
in the prevention and treatment of adhesions should always be kept in mind.
Key words: Flexor tendon · Repair · Reconstruction · Adhesion · Freeze–drying Amniotic membrane
3
1. Pendahuluan
Tendon merupakan struktur
penghubung antara otot dengan tulang dan
merupakan komponen muskuloskeletal
yang sangat penting. Tendon juga
dibutuhkan untuk mentransferkan gaya
dari otot ke tulang sehingga timbul
gerakan. Kerusakan pada tendon karena
trauma atau penyebab lain dapat
mengganggu fungsi gerakan halus dan
koordinasi. Morbiditas disebabkan karena
kerusakan tendon dapat menyebabkan
kecacatan baik sementara maupun
permanen [1]. Pada awalnya cidera pada
tendon dianggap hanya sebagai defek pada
jaringan tendon yang dapat sembuh setelah
dilakukan reparasi. Pada kenyataannya
tidaklah sesederhana itu. Dalam proses
penyembuhan tendon sering kali dijumpai
penyulit, dengan berkembangnya
biomolekuler menunjukkan bahwa
penyembuhan luka pada tendon
merupakan suatu proses yang kompleks.
Hal tersebut menyebabkan makin
berkembangnya berbagai macam
modalitas terapi untuk mengoptimalkan
hasil penanganan.
Dari data yang diambil di Instalasi
Rawat Jalan (IRJ) Bedah Plastik RSUD dr
Soetomo Surabaya pada bulan Januari –
Desember 2009 didapatkan 34 kasus
cedera trauma tajam mengakibatkan ruptur
tendon pada tangan khususnya bagian jari
baik itu ruptur tendon sebagian ataupun
ruptur tendon total, pada pemantauan
selanjutnya didapatkan 16 pasien yang
mengalami keterbatasan gerakan pasca
penyembuhan, diduga ini karena terjadi
suatu adesi atau perlekatan pada tendon.
Harison dkk (2003) mengatakan Salah satu
komplikasi yang paling banyak timbul
pada penyembuhan tendon adalah
terbentuknya adesi di sekitar tendon yang
dilakukan penjahitan [2]. Setiap trauma
pada tendon akan mempengaruhi aktivitas
pada sistem pergerakan, pada penderita
dengan pekerjaan pemain gitar, piano dan
pelukis efek dari trauma harus lebih
dievaluasi implikasinya. Secara anatomi
jaringan tendon memiliki vaskularisasi dan
jumlah sel yang sedikit dibandingkan
jaringan yang lainnya. Metabolisme yang
terjadi lebih rendah pada jaringan tendon,
sehingga perbaikan jaringan pada tendon
lebih lambat dan kurang baik [1]. Pada
penyembuhan tendon akibat trauma akan
terbentuk jaringan parut dengan struktur
jaringan yang lebih lemah serta
kemampuan mekanis yang kurang baik
dibandingkan dengan tendon normal [3,4]
(Recklies A D et al, 1999; Woo et al,
1987). Harison dkk (2003) [5].
mengungkapkan bahwa terjadinya
komplikasi adesi tendon diakibatkan
karena terbentuknya jaringan parut yang
padat antara tendon dengan
pembungkusnya, sehingga mekanisme
gliding tendon yang normal akan
tergangggu oleh adesi ini yang akhirnya
akan mengakibatkan fungsi pergerakan
sendi terganggu.
Adesi tendon terjadi karena adanya
faktor penumpukan fibroblas yang banyak
pada daerah penyembuhan tendon dan juga
faktor sel inflamasi dari perifer yang
menginvasi ke daerah penyembuhan
tersebut. Dominasi dari kedua faktor
tersebut dapat mempengaruhi maturitas
deposisi serat kolagen serta kandungan
material jaringan tendon yang mengalami
perbaikan, hal ini akan mengakibatkan
terjadi jaringan parut yang berlebih pada
daerah penyembuhan tendon yang pada
akhirnya dapat menyebabkan adesi pada
tendon dengan selubungnya [6].
Berbagai metode telah
dikembangkan oleh banyak peneliti untuk
menghambat terjadinya adesi tendon, baik
secara mekanik maupun secara biologi.
Kebanyakan metode yang dikembangkan
adalah dengan menggunakan barier
mekanik yang menyelubungi tendon
sehingga dapat menghambat adesi tendon
secara fisik dengan jaringan sekitarnya.
Barier mekanik tersebut antara lain :
Alumina sheath, polyethylene membrane,
cellophane, sterispon wrapping, stainless
steel sheeting, silicone sheeting, silicone
4
rubber envelope, polytetra fluoroethylene
surgical membrane, dan bahan lainnya.
Beberapa metode telah terbukti gagal
menghambat terbentuknya adesi,
sebaliknya akan menstimulasi inflamasi
yang mengakibatkan semakin banyaknya
adesi. Penelitian lainnya banyak
memusatkan kepada upaya menghambat
terbentuknya adesi dengan proses
biokomia seperti pemberian kortison,
dekstran, kolagen inhibitor, antihistamin,
indometasin, hyaluronic acid, 5-
fluorourasil dan bahan terapeutik lainnya
dengan berbagai tingkat keberhasilan. Saat
ini mulai dikembangkan berbagai metode
baru seperti penyuntikan stem cell, growth
factor, terapi genetik dan nitric oxide
synthase [7] (Watson T, 2003)
Ozgenel dkk (2001) [8] telah
melakukan penelitian untuk upaya
pencegahan terjadinya adesi pada tendon
dengan menggunakan bahan amnion segar
(fresh amnion). Penggunaan amnion
adalah modalitas terapi untuk mencegah
terjadinya adesi pada penyembuhan tendon
yang banyak dikembangkan beberapa
dekade terakhir. Penggunaan amnion ini
sangat bervariasi, mulai dari amnion segar
yaitu amnion yang didapat langsung dari
plasenta manusia dalam keadaan segar
yang belum diawetkan dan telah
memenuhi syarat yakni plasenta normal
tidak berwarna mekonium dan sudah
melalui tahapan standar oleh Bank
Jaringan yaitu dengan pencucian larutan
Na Hipoklorit 0,05% dan NaCl 0,9% serta
disimpan dalam suhu 4°C, amnion kering
(freeze-drying) yaitu amnion yang
diproduksi oleh Pusat Biomaterial / Bank
Jaringan yang berasal dari placenta
manusia yang telah memenuhi syarat dan
dipreservasi secara freeze-drying dan
teknik sterilisasi dengan sinar γ menurut
standar yang ditetapkan oleh American
Association of Tissue Bank (AATB).
Peneliti disini akan mencoba
menggunakan amnion kering (freeze-
drying) untuk mencegah terjadinya adesi
pada tendon, hal ini dikarenakan amnion
kering (freeze-drying) mempunyai
beberapa cara kerja untuk mencegah
terjadinya adesi yaitu sebagai penghambat
pertumbuhan fibroblas sehingga dapat
mencegah terjadinya jaringan parut yang
berlebih pada penyembuhan tendon,
sebagai efek anti inflamasi dan juga
sebagai pembatas atau barrier antara
tendon dengan selubungnya. Pertimbangan
lain penelitian ini menggunakan amnion
kering (freeze-drying) adalah karena harga
yang terjangkau, persediaan yang mudah
didapat di RSU Dr. Soetomo Surabaya
serta dapat diperoleh sewaktu-waktu
sehingga dapat di aplikasikan untuk
operasi penyambungan tendon secara
emergensi.
2. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di
Laboratorium Biokimia Universitas
Airlangga. Dengan rancangan penelitian
eksperimental pada hewan kelinci. Dalam
penelitian ini dilakukan pemotongan
secara tajam pada tendon achilles kelinci,
kemudian dilakukan repair tendon dengan
cara penjahitan dengan teknik modifikasi
kessler. Hewan coba ini dibagi menjadi 2
kelompok. Masing-masing kelompok
perlakuan, tendon achilles kanan dipotong
secara tajam pada pertengahan dari tendon
lalu dijahit secara primer dengan satu
jahitan matras horisontal. Kelompok
pertama sebagai kontrol tidak dilakukan
terapi tambahan, kelompok kedua
diberikan adjuvant terapi berupa
pemberian amnion kering (freeze-drying)
yang dibungkuskan diatas jahitan dari
tendon tersebut.
Populasi pada penelitian ini
menggunakan hewan coba kelinci yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
kelinci albino New Zealand
(Oryctolaguscuniculus), jenis kelamin
jantan, umur 8 minggu, berat badan 2500 -
4000 gram, sehat ditandai dengan gerakan
aktif. Besar sampel dihitung dengan rumus
Federer, didapatkan 16 kelinci untuk
5
kelompok perlakuan dan 16 kelinci untuk
kelompok kontrol.
Seluruh hewan coba dibius
menggunakan ketamin (150 mg/kg IM) lalu
rambut disekitar tempat pemotongan tendon
Achilles dicukur dan dilakukan pemberian
antiseptik.
Dengan menggunakan mesh no 15
akan dilakukan insisi kulit longitudinal
sepanjang kurang lebih 3 cm diatas tendon
achilles, lalu digunakan mesh cembung untuk
melakukan pemisahan jaringan diatas tendon
sehingga tendon Achilles dan selubungnya
(paratenon) akan terlihat. Selubung tendon
(paratenon) di insisi dengan mesh no 15
sampai tendon Achiles terpapar.
Dengan menggunakan mesh no 11
akan dilakukan pemutusan pada tendon secara
tajam, kelinci percobaan dibagi atas 2
kelompok. Kelompok I merupakan kelompok
perlakuan dimana tendon yang telah diputus
akan dilakukan penjahitan secara primer
menggunakan benang non absorbable
nylon (monofilamen) 5/0 dengan tehnik
modifikasi kessler lalu diatas jahitan
tersebut akan dibungkuskan dengan
amnion kering (hari ke-0) berukuran 2X2
cm. Selubung tendon (paratenon)
dikembalikan kemudian kulit dijahit lapis
demi lapis menggunakan jahitan interupted
satu-satu. Dilakukan perawatan luka
jahitan dan ditutup menggunakan kasa
steril. Tidak dilakukan immobilisasi pada
ekstremitas yang dilakukan prosedur
bedah.
Kelompok II merupakan kelompok
kontrol dimana tendon yang telah
dilakukan pemutusan secara tajam dengan
mesh 11 hanya dilakukan penjahitan
menggunakan benang non absorbable
nylon (monofilamen) 5/0 dengan tehnik
jahitan modifikasi kessler. Selubung
tendon (paratenon) dikembalikan
kemudian kulit dijahit lapis demi lapis
menggunakan jahitan interupted satu-satu.
Dilakukan perawatan luka jahitan dan
ditutup menggunakan kasa steril. Tidak
dilakukan immobilisasi pada ekstremitas
yang dilakukan prosedur bedah.
Hewan coba akan dipelihara di
tempat pemeliharaan hewan dengan
perlakuan sesuai dengan etika perlakuan
terhadap hewan coba.
Setelah hari ke-10 hewan coba
dikorbankan dengan memberikan suntikan
Phenobarbital (100 mg/kg IV) lalu diambil
jaringan pada luka sejajar dengan ujung
pertemuan stump dari tendon secara en-
block dari bawah kulit, tendon dan
jaringan sekitarnya, jaringan tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam tabung
dan difiksasi dengan cairan formalin 10%
yang kemudian dilakukan pemeriksaan
secara histopatologis dengan pewarnaan
haemotoxylin-eosin dan diperiksa di bawah
mikroskop cahaya dengan pembesaran
20X, 100X, 200X dan 400X oleh ahli
Patologi
Hewan coba dilakukan evaluasi
terhadap kualitas penyembuhan tendon
dengan menilai pemeriksaan histologi
tendon dengan menghitung jumlah sel
fibroblas dan sel radang sebagai
parameternya. Rancangan penelitian
dengan Post Test Only Control Group
Design, dan perbedaan dianalisa dengan
menggunakan uji statistik simple effect
untuk menilai jumlah fibroblas.
Data yang dikumpulkan akan
dianalisis menggunakan metode analisis
multi varian yakni ANOVA ( Analysis of
Variants)
3. Hasil
Secara histologi didapatkan beberapa
contoh gambar dibawah ini yaitu: jaringan
ikat tendon dan fibroblas pada tendon
kelinci yang diambil pada hari ke-10,
disini rata-rata didapatkan gambaran
fibroblas yang lebih sedikit dan lebih
teratur pada permukaan tendon yang
diberikan amnion kering atau kelompok
perlakuan (p) dibandingkan dengan tendon
yang tidak diberikan terapi amnion kering
atau kelompok kontrol (k). Jumlah
6
penampakan fibroblas yang didapat pada
gambar dibawah adalah contoh fibroblas
yang didapat perlapangan pandang yang
nantinya akan dihitung per-10 lapang
pandang pada satu tendon Achilles kelinci.
Gambar 1. Perbandingan fibroblas pada
pemeriksaan mikroskop pembesaran 20X
dengan pewarnaan HE (A) Jaringan ikat
tendon (B) fibroblas.
Pada gambar 1 diatas didapatkan
gambaran dari jaringan tendon dan
fibroblas hari ke-10 dengan pembesaran
mikroskop 20X, disini secara tampak mata
dapat dilihat adanya sel fibroblas yang
banyak dan tidak teratur pada kelompok
kontrol (k) dibandingkan dengan
kelompok perlakuan (p).
Gambar 2. Perbandingan fibroblas pada
pemeriksaan mikroskop pembesaran 100X
dengan pewarnaan HE (A) fibroblas.
Pada gambar 2 diatas dengan
pembesaran mikroskop 100X dapat dilihat
susunan fibroblas hari ke-10 yang tidak
teratur pada kelompok kontrol (k)
dibandingkan dengan kelompok perlakuan
(p). Disini membuktikan bahwa pemberian
amnion kering pada tendon Achilles
kelinci yang diperiksa hari ke-10 dapat
membuat susunan fibroblas lebih teratur
disebabkan amnion kering juga
mengandung kolagen tipe I dan II yang
disekresikan oleh sel-sel masenkim dari
lapisan fibroblas yang akan menjaga
bentuk dari pembentukan jaringan ikat
tendon yang baru.
Gambar 3. Perbandingan fibroblas (A) pada
pemeriksaan mikroskop pembesaran 200X
dengan pewarnaan HE.
Pada gambar 3. diatas dengan pembesaran
mikroskop 200X, disini terlihat dengan jelas
fibroblas hari ke-10 yang terjadi jumlahnya
lebih sedikit dan lebih teratur pada kelompok
perlakuan (p) dibandingkan dengan kelompok
kontrol (k). Disini membuktikan bahwa
pemberian amnion kering pada tendon
Achilles kelinci yang diperiksa hari ke-10
dapat mengurangi pembentukan fibroblas yang
berlebih pada tendon perlakuan (p).
Gambar 4. Perbandingan permukaan tendon
pada pemeriksaan mikroskop pembesaran 20X
dengan pewarnaan HE, (A) permukaan
tendon kontrol (B) permukaan tendon
perlakuan.
Pada gambar 4 diatas didapatkan
gambaran histologi dengan pengecatan
HE, dimana didapatkan jaringan ikat
tendon hari ke-10 yang lebih padat dan
teratur pada permukaan tendon perlakuan
(p) dibandingkan dengan permukaan
tendon kontrol (k), disini tampak
pembentukan jaringan ikat yang lebih
longgar. Pada gambar ini juga dibuktikan
7
bahwa lapisan amnion yang mengandung
kolagen tipe V dan VI dapat membentuk
hubungan filamentosa antara kolagen
interstisial dengan kolagen membran basal
sehingga dapat membentuk permukaan
tendon yang lebih padat.
Dari hasil perhitugan jumlah
fibroblas dari 16 tendon Achilles kelinci
perlakuan (p) dan 16 tendon Achilles
kelinci kontrol (k) pada hari ke-10 melalui
mikroskop dengan cara melihat jumlah
fibroblas yang didapat per 10 lapangan
pandang, data dianalisis dengan
menggunakan One-Sample Kolmogorov-
Smirnov Test, didapatkan hasil sebagai
berikut :
Tabel 1. NPar Tests jumlah fibroblas pada
kelompok perlakuan
Pada tabel 1 diatas menerangkan
bahwa jumlah fibroblas hari ke-10 pada
tendon Achilles kelinci kelompok
perlakuan yang di dapat dari per-10
lapangan pandang dihitung dengan
menggunakan metode One-sample
Kolmogorov-Smirnov Test pada total 16
tendon achilles kelinci didapatkan jumlah
total fibroblas 112.7813.
Tabel 2. NPar Tests jumlah fibroblas pada
kelompok kontrol
Pada tabel 2 diatas menerangkan
bahwa jumlah fibroblas hari ke-10 pada
tendon Achilles kelinci kelompok kontrol
yang di dapat per-10 lapangan pandang
dihitung dengan menggunakan metode
One-sample Kolmogorov-Smirnov Test
pada total 16 tendon achilles kelinci
didapatkan jumlah total 145,8875.
Tabel 3. Korelasi pemerikasaan Jumlah fibroblas
Jumlah fibroblast Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
1
32
Tabel 3 diatas menerangkan bahwa hasil seluruh sampel (N) yang berjumlah
32 diperiksa dan dihitung hanya dengan 1
orang.
Tabel 4. T-Test jumlah perbandingan
fibroblas antara kelompok perlakuan dan
kontrol
Pada tabel 4 diatas menerangkan
perbandingan hasil jumlah fibroblas hari
ke-10 pada total 16 tendon achilles kelinci
antara kelompok perlakuan (p) dan total 16
tendon Achilles kelinci pada kelompok
kontrol (k), disini didapatkan jumlah
perbandingan fibroblas yang cukup
8
signifikan yaitu kelompok perlakuan (p)
didapatkan jumlah total 112,7813
sedangkan kelompok kontrol (k)
didapatkan jumlah total 145,8875. Selisih
yang didapatkan kurang lebih 33,1062.
Gambar 5. Grafik perbandingan jumlah
fibroblas.
Gambar 5. diatas menunjukkan jumlah
perbandingan fibroblas hari ke-10 antara
tendon perlakuan Achilles kelinci yang
mendapat terapi amnion kering (merah)
dengan jumlah 112,7813 dibandingkan
dengan tendon kontrol Achilles kelinci
yang tidak mendapat pemberian terapi
amnion kering (hijau) yaitu dengan jumlah
145,8875.
4. Pembahasan
Pada tendon yang mengalami luka,
proses penyembuhannya secara garis besar
melalui 3 fase yaitu [8]:
Fase inflammasi (3-7 hari pertama)
Fase proliferasi (hari ke-7 sampai 21)
Fase remodelling dan maturasi (hari ke-21 sampai 1 tahun)
penyembuhan tendon sendiri disebabkan
oleh respon seluler karena peneterasi
kapiler pada tendon dan jaringan
sekitarnya yang mengalami trauma, hal ini
dapat menimbulkan adesi sehingga perlu
upaya pencegahan dalam proses
penyembuhan tendon agar hasil
penyambungan tendon dapat berfungsi
dengan baik [8]. Secara histologi tendon
yang terputus dan dilakukan perbaikan
dengan melakukan penjahitan
memperlihatkan peningkatan proliferasi
fibroblas pada hari ke 3 yang berasal dari
luka tendon tersebut dan yang berasal dari
jaringan sekitar yang mengalami cedera
serta fibroblas yang berasal dari
penjahitan. Pemberian amnion kering akan
diharapkan bekerja pada saat proses
inflamasi hari ke-3, tujuannya adalah
selain sebagai anti inflamasi, pemberian
amnion kering juga dapat menghambat
pembentukan hormon TGF- β yang
berlebih sehingga diharapkan dapat
mengurangi pembentukan fibroblas.
Pemberian amnion kering pada
tendon Achilles kelinci diharapkan dapat
mengurangi jumlah fibroblas yang
terbentuk dibandingkan dengan tendon
Achilles kelinci jika tidak diberikan
amnion kering, sehingga jaringan parut
yang terbentuk akan minimal dan dapat
menghambat terjadinya adesi pada tendon
dan selubungnya.
Uji normalitas dilakukan untuk
mengetahui bahwa data yang diperoleh
pada hasil penelitian terdistribusi normal.
Hal ini dilakukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan pengujian parametrik
yaitu normalitas data. Uji normalitas
dilakukan terhadap variable tergantung
yaitu : jumlah fibroblas per-10 lapangan
pandang yang diperiksa secara histologi
pada hari ke-10. Uji normalitas dilakukan
pada kelompok dengan pemberian amnion
kering freeze-drying dan tanpa pemberian
amnion kering freeze-drying.
Hasil studi terkini mengindikasikan
bahwa amnion kering freeze-drying yang
diaplikasikan pada cedera tendon
mempunyai berbagai fungsi antara lain
sebagai pembungkus biologis dikarenakan
kaya akan kandungan collagen, anti
scarring dengan cara menurunkan hormon
TGF- β transdifferentiation. Amnion
kering juga mengandung mesenkimal stem
9
cell dan growth factor yang dapat
mempercepat penyembuhan suatu luka
menjadi lebih cepat pada periode
penyembuhan awal pada hewan coba
kelinci [8].
Pada penelitian ini efek biologis
amnion kering sebagai pembungkus
tendon Achilles kelinci sangat berperan
untuk mencegah terjadinya adesi tendon
dengan selubungnya, hal ini dapat dilihat
secara histologi dengan menghitung
jumlah fibroblas per-10 lapangan pandang
pada hari ke-10 dengan kelompok pertama
perlakuan (p) menunjukkan jumlah
fibroblas dari total 16 tendon Achilles
kelinci yang dilakukan pemberian amnion
kering dan dihitung menggunakan metode
One-sample Kolmogorov-Smirnov Test
didapat jumlah 112,7813, hasil ini lebih
sedikit dibandingkan dengan kelompok
kontrol (k) yaitu dengan total 16 tendon
Achilles kelinci tanpa pemberian amnion
kering yang dihitung juga menggunakan
metode One-sample Kolmogorov-Smirnov
Test didapat jumlah 145,8875 dengan
pewarnaan hematoxylin-eosin. Dengan
selisih jumlah fibroblas 33,1062, hasil ini
dianggap cukup signifikan untuk
membuktikan bahwa pemberian terapi
amnion kering dapat mencegah terjadinya
adesi pada penyembuhan tendon.
Pada beberapa contoh gambaran
pemeriksaan secara histologi didapatkan
juga hasil permukaan tendon yang lebih
padat dan teratur pada tendon perlakuan
(p) dibandingkan dengan permukaan
tendon kontrol (k), disini membuktikan
bahwa amnion juga mempunyai lapisan
kompakta yang mengandung kolagen tipe I
dan II yang disekresikan oleh sel-sel
masenkim dari lapisan fibroblas yang akan
menjaga intergritas mekanik dari amnion.
Kolagen tipe V dan VI akan membentuk
hubungan filamentosa antara kolagen
interstisial dengan kolagen membran basal
[9].
Efek amnion kering freeze-drying
yang digunakan pada penelitian ini
terbukti bahwa fungsinya dapat
menghambat pembentukan hormon TGF-
β yang berlebih dimana TGF- β ini akan
berperan sebagai reseptor timbulnya
fibroblas, sehingga amnion kering dapat
mengurangi pembentukan fibroblas
berlebih yang berasal dari luka tendon,
cedera jaringan sekitar tendon serta luka
dari penjahitan tendon sendiri. Semakin
banyak fibroblas yang terbentuk maka
akan terjadi penumpukan fibroblas pada
celah luka yang akhirnya pembentukan
kolagen yang akan terjadi semakin banyak
juga. Kolagen tersebut nantinya akan
berubah menjadi hipertopik scar, jika scar
yang terjadi melebihi dari permukaan
tendon maka akan terjadi perlekatan antara
scar pada permukaan tendon dengan
selubungnya (paratenon) [8].
Pada studi ini, penurunan jumlah
fibroblas pada saat hari ke-10 di kelompok
perlakuan (p) mendukung kebenaran efek
anti jaringan parut dengan cara
menurunkan hormon TGF- β
transdifferentiation yang nantinya dapat
mencegah terjadinya adesi pada tendon.
5. Kesimpulan
Pada pemeriksan histopatologi
dengan pengecatan menggunakan
haemotoxilyn-eosyn (HE) yang dihitung
per-10 lapangan pandang terlihat bahwa
jumlah fibroblas pada kelompok perlakuan
(p) lebih sedikit dibandingkan kelompok
kontrol (k). Pada analisa statistik
didapatkan jumlah reseptor fibroblas pada
kelompok perlakuan (p) lebih rendah
signifikan dibandingkan kelompok kontrol
(k) pada fase proliferasi penyembuhan
luka hari ke-10. Penelitian ini
menunjukkan bahwa amnion kering freeze-
drying mempunyai pengaruh yang besar
terhadap terjadinya adesi pada tendon
dengan menurunkan jumlah fibroblas
melalui fungsi biologis-nya dikarenakan
kaya akan kandungan collagen, anti
scarring dengan cara menurunkan hormon
TGF- β transdifferentiation. Lapisan dari
amnion kering freeze-drying ini juga dapat
10
membantu menjadikan permukaan tendon
menjadi lebih padat dan teratur. Amnion
kering juga mengandung mesenkimal stem
cell dan growth factor yang dapat
mempercepat penyembuhan suatu luka
menjadi lebih cepat dan sempurna secara
fungsinya.
Tinjauan Pustaka
1. Archauer, M.B. 1995. Tendon, in Plastic
Surgery Indication Operation and
Outcomes. Vol. Mosby. Toronto. p : 368-
83.
2. Harrison R. Hand Surgery-Tendon
Healing Project. RAFT The Research. A
UK Registered Charity No.299811; 2003
: 105-14.
3. (Recklies A D et al, 1999; Woo et al,
1987).
4. Sharma BR, Singh VP, Bangar S,
Gupta N 2005, ‘Septicemia: The
Principal Killer of Burns Patients’,
American Journal of Infectious
Diseases, vol. 1, no. 3, pp. 132-138.
5. Bloemsma G C, Dokter J, Boxma H,
Oen H 2008, ‘Mortality and causes
of death in a burn centre’, Burns, vol.
34, pp. 1103 – 1107.
6. Hatano I, Suga T, Diao E, Peimer CA,
Howard C, 2000. Adhesion from
flexor tendon injury: an animal study
comparing surgical techniques. J Hand
Surgery vol 25A. p : 252-60.
7. (Watson T, 2003)
8. Ozgenet GY, Samli B, Ozcan M.
Effect of Human Amniotic Fluid on
Peritendinous Adhesion Formation
and Tendon Healing After Flexor
Tendon Surgery in Rabbits. J Hand
Surgery 2001; 26A:2
9. Colocho G, Graham WP,
1974Placental Physiology: Structure
and Function of Fetomaternal
Exchange. New York, Raven Press,
1983