percobaan ii

29
PERCOBAAN II PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN, DAN ASUMSI MODEL KOMPARTEMEN A. TUJUAN 1. Mampu memperkenalkan model kompartemen kinetika obat berdasarkan kurva semi logaritmik kadar obat dalam darah terhadap waktu. 2. Mahasiswa mampu menetapkan jadwal dan jumlah pencuplikan serta lamanya sampling untuk pengukuran parameter farmakokinetika berdasarkan model kompartemen yang telah ditetapkan. B. DASAR TEORI Model farmakokinetik merupakan model matematika yang menggambarkan hubungan antara dosis dan konsentrasi obat dalam setiap individu. Parameter dari model menggambarkan faktor- faktor yang dipercaya penting dalam penentuan observasi dari konsentrasi atau efek obat. Model farmakokinetik mempunyai aplikasi langsung untuk terapi obat berkenaan dengan menentukan aturan dosis yang sesuai. Estimasi parameter model adalah tahap untuk mengukur respon secara individu dan variabilitas dalam populasi. Populasi farmakokinetik digunakan untuk menggambarkan karakteristik farmakokinetik dan farmakodinamik dari suatu obat dalam populasi dengan mengkaitkan struktur model matematika dalam model statistika. Estimasi parameter farmakokinetik individu menggunakan pengukuran level obat

Upload: vickyselta

Post on 20-Jan-2016

30 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

percobaan biofarmasi

TRANSCRIPT

Page 1: Percobaan II

PERCOBAAN II

PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN, DAN ASUMSI MODEL

KOMPARTEMEN

A. TUJUAN

1. Mampu memperkenalkan model kompartemen kinetika obat berdasarkan kurva semi

logaritmik kadar obat dalam darah terhadap waktu.

2. Mahasiswa mampu menetapkan jadwal dan jumlah pencuplikan serta lamanya

sampling untuk pengukuran parameter farmakokinetika berdasarkan model

kompartemen yang telah ditetapkan.

B. DASAR TEORI

Model farmakokinetik merupakan model matematika yang menggambarkan

hubungan antara dosis dan konsentrasi obat dalam setiap individu. Parameter dari model

menggambarkan faktor-faktor yang dipercaya penting dalam penentuan observasi dari

konsentrasi atau efek obat. Model farmakokinetik mempunyai aplikasi langsung untuk terapi

obat berkenaan dengan menentukan aturan dosis yang sesuai.

Estimasi parameter model adalah tahap untuk mengukur respon secara individu dan

variabilitas dalam populasi. Populasi farmakokinetik digunakan untuk menggambarkan

karakteristik farmakokinetik dan farmakodinamik dari suatu obat dalam populasi dengan

mengkaitkan struktur model matematika dalam model statistika. Estimasi parameter

farmakokinetik individu menggunakan pengukuran level obat sangat diperlukan karena level

obat digunakan untuk inisialisasi dosis yang diukur untuk memperoleh informasi bagaimana

obat bereaksi terhadap individu pasien. (Sheiner, Rosenberg, & Melmon, 1972)

a. Model kompartemen satu terbuka

Pada model satu kompartemen terbuka, obat tidak terbatas pada sistem sirkulasi,

sebab obat dapat menempati seluruh cairan ekstrasel, jaringan lunak atau bahkan seluruh

tubuh tetapi distribusi terjadi dengan segera dan obat tidak terkumpul di daerah tertentu. Pada

model satu kompartemen terbuka terlihat seolah olah tidak ada fase distribusi, hal ini

disebabkan distribusinya berlangsung cepat. (Gibson & Skett, 1991)

Page 2: Percobaan II

Persamaan yang terkait dengan model ini adalah:

Cp = Cp0 .e−ke.t (untuk rute intravena) ....................................... persamaan 1

Cp = B.e−ka.t − A.e−α .t (untuk rute oral) ...................................... persamaan 2

Keterangan :

Cp = Konsentrasi obat dalam plasma pada waktu t

Cp0 = Konsentrasi obat dalam plasma pada waktu t = 0

Ke = Konstanta kecepatan eliminasi dari kompartemen pusat

Ka = Konstanta kecepatan absorbsi

α = Konstanta kecepatan eliminasi

A = Nilai perpotongan garis regresi di sumbu y dari residual fase

B = Nilai perpotongan garis regresi di sumbu y dari fase absorbsi

Menurut model kompartemen satu tubuh dianggap sebagai satu kompartemen tempat

menyebar dengan seketika dan merata ke seluruh cairan dan jaringan tubuh. Model ini terlalu

disederhanakan sehingga untuk kebanyakan obat kurang tepat. (Ganiswarna, 2007)

b) Model dua kompartemen terbuka

Model dua kompartemen terbuka terdiri dari kompartemen pusat dan perifer, biasanya

kompartemen pusat adalah darah dan perifernya jaringan lain. Pengelompokan kompartemen

pusat maupun perifer tergantung pada obat yang bersangkutan. (Gibson, 1991)

Dalam model kompartemen dua dianggap bahwa obat terdistribusi dalam dua

kompartemen. Komponen kesatu, dikenal sebagai kompartemen sentral, yaitu darah, cairan

ekstra-selular, dan jaringan-jaringan dengan perfusi tinggi, kompartemen ini secara cepat

Intravena Ke

Oral

Ka

Model Kompartemen 1 Terbuka

Kompartemen

sentral

Page 3: Percobaan II

terdifusi oleh obat. Kompartemen kedua merupakan kompartemen jaringan, yang berisi

jaringan-jaringan yang berkesetimbangan secara lambat dengan obat. Model ini menganggap

obat di eliminasi dari kompartemen sentral. (Shargel dan Yu, 2005)

Intravena K12

Oral(Ka)

K21

K10

Gambar 2. Model Dua Kompartemen

Keterangan :

K12 = Tetapan kecepatan transfer obat dari kompartemen 1 ke kompartemen 2

K21 = Tetapan kecepatan transfer obat dari kompartemen 2 ke kompartemen 1

K10 = Tetapan kecepatan eliminasi

Ka = Tetapan kecepatan absorbsi

Persamaan farmakokinetik dua kompartemen setelah pemberian oral adalah :

Cp = Ae – αt + Be-ßt + Ce-kat ....................................................... persamaan 3

Ka

AUC = A + B − C

α β...................................................................... persamaan 4

Keterangan :

Cp = Konsentrasi obat dalam plasma pada waktu t

α = Konstanta laju reaksi untuk fase distribusi

ß = Konstanta laju reaksi untuk fase eliminasi

A = Perpanjangan y-axis ekstrapolasi fase distribusi

B = Perpanjangan y-axis ekstrapolasi fase eliminasi

C = A + B dari perpanjangan y-axis ekstrapolasi distribusi dan eliminasi

Ka = Konstanta kecepatan absorbsi (Shargel dan Yu, 2005)

Kompratemen

Sentral

Kompartemen perifer

Page 4: Percobaan II

Pemodelan farmakokinetik berguna untuk :

Memprediksikan konsetrasi obat di dalam plasma, jaringan, dan urin

Mengkalkulasikan dosis optimum obat bagi setiappasien

Mengestimasikan kemungkinan terakumulasinya obat dan atau produk-produk

metabolismenya

Mengkorelasikan konsentrasi obat dengan efek toksisistas dan efek farmakologinya

Mengevaluasi perbedaan konsentrasi yang terkandung dalam plasma antara formula

yang satu dengan yang lainnya

Menjelaskan bagaimana pengaruh perubahan fisioligi dan efek dari penyakit terhadap

absorpsi, distribusi dan eleminasi dari suatu obat

Menjelaskan interaksi obat yang mungkin terjadi. (Shargel, 2005)

Farmakokinetika adalah aspek farmakologi yang mencangkup nasib obat dalam tubuh

yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresinya. (Ganiswarna, 1995)

Farmakokinetika meneliti perjalanan obat, mula dari saat pemberiannya, bagaimana

diabsorbsi dari usus transport dalam darah dan distribusiya ke tempat kerjanya dan jaringan

biasanya. Begitu pula bagaimana perombakannya (biofarmasi) dan akhirnya diekskresi oleh

ginjal. (Tjay, Tjan Hoan.2004)

a) Absorbsi

Absorbsi merupakan proses pengambilan obat dari permukaan tubuh (disini termasuk

juga mukosa saluran cerna) atau dari tempat- tempat tertentu dalam organ dalam ke dalam

aliran darah. (Mutschler, 1991)

Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlah obat yang diberikan. Kecepatan

absorbsi terutama tergantung pada bentuk dan cara pemberian serta sifat fisik kimia dari obat.

(Ganiswarna, 1995)

Faktor-faktor seperti luas permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan lambung,

pergerakan saluran cerna, dan aliran darah ketempat absorbsi dapat mempengaruhi laju dan

jumlah absorpsi obat dipengaruhi beberapa faktor, misalnya formulasi, stabilitas obat

terhadap asam lambung, enzim pencernaan dan makanan. (Shargel dan Yu, 2005)

b) Distribusi

Setelah diabsorbsi obat akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah.

Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi

fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik

misalnya jantung, hati, dan otak. Selanjutnya distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu

Page 5: Percobaan II

mencangkup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit

dan jaringan lemak. (Ganiswarna, 1995)

c) Biotransformasi dan Ekskresi

Biotransformasi atau metabolisme obat adalah proses perubahan struktur kimia obat

yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah

menjadi lebih polar artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak

sehingga lebih mudah di ekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi

inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat.

(Ganiswarna, 1995)

Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran endoplasmic reticulum

(mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme lain adalah : dinding usus, ginjal, paru,

darah, otak, dan kulit, juga di lumen kolon oleh flora usus. (Ganiswarna, 2007)

Parameter Farmakokinetik

Parameter farmakokinetik adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari

model berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh atau metabolitnya dalam darah, urin

atau cairan hayati lainnya. Fungsi dari penetapan parameter farmakokinetik suatu obat adalah

untuk mengkaji kinetika absorbsi, distribusi dan eliminasi di dalam tubuh.

(Shargel dan Yu, 2005)

Parameter farmakokinetik ditentukan dengan perhitungan matematika dari data

kinetika obat di dalam plasma atau di dalam urin yang diperoleh setelah pemberian obat

melalui berbagai rute pemberian, baik secara intravaskular atau ekstravaskular.

(Sukmadjaya, 2006).

Terdapat tiga jenis parameter farmakokinetik yaitu parameter farmakokinetik primer,

sekunder, dan turunan, yang termasuk dalam parameter primer adalah kecepatan absorbsi, Fa

(fraksi obat terabsorbsi), Vd (volume distribusi), Cl (klirens). Parameter farmakokinetik

sekunder antara lain adalah t1/2 eliminasi (waktu paruh eliminasi), Ke (konstanta kecepatan

eliminasi), Fe (fraksi obat yang terekskresi). Sedangkan parameter farmakokinetik turunan

harganya tergantung dari dosis dan kecepatan pemberian obat.

(Donatus, 2005; cit Rowland dan Tozer, 1989)

Bahan Obat

Parasetamol

Page 6: Percobaan II

Resorpsi: Dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rektal lebih lambat. t½-nya 1 –

4 jam.

Efek samping : Tidak jarang terjadi, seperti reaksi hipersnsitivitas dan kelainan

darah. Kondisi kronis 3 – 4 gram sehari menyebabkan kerusakan hati. Diatas 6

gram mengakibatkan nekrosis hati.

Interaksi : Pada dosis tinggi dapat memperkuat efek anti kaogulansia, dan pada

dosis biasa tidak interaktif.

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air dingin; lebih mudah larut dalam air

panas; larut dalam etanol; metanol; dimetil formamida.

Panjang gelombang : dalam larutan asam 245 nm (A11 = 668a), dalam

larutan basa 257 nm (A11 = 715a).

Nilai t ½ nya antara 1 – 3 jam.

Sulfametoksazols

Derivat –isoksazol dengan PP 65%. Plasma t½-nya lebih kurang 10 jam dan

diekskresi dalam kemih, 25% dalam keadaan utuh dan 60% sebagai metabolit –

asetilnya. Digunakan terkombinasi dengan trimetoprim.

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air; larut dalam etanol 1 : 50 larut dalam

aseton 1 : 3.

Panjang gelombang : dalam larutan basa 256nm (A11 = 673a), dalam larutan

asam 265nm (A11 = 175ª).

Nilai t ½ nya antara 9 – 12 jam. (Ristchel, W.A., 1980, handbook of basic

pharmacokinetic) (Moffat, Anthony C. 2005).

Dosis : Menurut ISO: Dosis terapi : 200mg ; 400mg; 800mg.

Menurut Farmakologi dan terapi : Tersedia dalam bentuk tablet oral

400mg dan

80mg trimetropin atau 80mg sulfametoksazol dan 160mg trimetropin. Untuk anak:

suspensi oral 200mg SMZ dan 40mg trimetropin 15ml. Untuk pediatric : 100mg SMZ dan

20mg trimetropin. Untuk Intravena: Infus 400mg SMZ dan 20mg trimetropin per 5ml.

Untuk dewasa : 800mg SMZ dan 160mg trimetropin.

C. ALAT DAN BAHAN

ALAT :

1. Labu takar

Page 7: Percobaan II

2. Mikropipet

3. Tabung reaksi

4. Tabung penampung darah

5. Vortex-Mixer

6. Sentrifuge

7. Alat spektrofotometer

8. Kuvet

9. Pipet volume

10. Filler

11. Gunting

12. Holder

13. Beaker glass

BAHAN :

1. Natrium Diklofenak

2. Asam trikloroasetat (TCA) 5%

3. Heparin

4. NaOH 0,1 N

5. Tikus

6. Aquadest.

D. SKEMA KERJA

1. Sulfametoxazol

Page 8: Percobaan II

Penetapan kadar Metode Berton-Marshal

a.) Pembuatan larutan stok Sulfametoxazol

Di larutkan dengan NaOH 0,1N

Diadkan dengan aquadest 50 ml

b.) Pembuatan Kurva Baku Internal

dicampur homogen

ditambah 2,0 ml TCA 5%, divortex

c.) Pemprosesan Sampel Darah In Vivo (sebagai blanko)

Ditimbang 50,0 mg Sulfametoxazol

labu takar 50 ml

Kadar Larutan stok SMZ

mg/ml atau 1000µg/ml

500 µl darah yang mengandung heparin

Ditambah 500 μl stok SMZ hingga kadarnya

0;10;20;40;60;80;100;120μg/ml

Campuran I

Diambil 50 µl darah yang mengandung heparin

Page 9: Percobaan II

Ditambah 2,0 ml TCA 5% dengan vortexing

Campur homogen

d.)Perlakuan Campuran

Diencerkan dengan 2,0 ml aq. dest

Ditambah NaNO2 0,1% (2,0 ml), diamkan 3’

Ditambah asam sulfanat 0,5% (0,2 ml), diamkan 2’

Ditambah N(1-naftil) etilendiamin 0,1% (0,2 ml)

Ditambah 4,0 ml aq. dest

e.) Uji Pendahuluan Untuk Farmakokinetika Sulfametoksazol

Disiapkan tikus yang telah ditimbang

Diberikan SMZ per oral dengan dosis yang telah ditetapkanDilakukan pencuplikan darah lewat vena ekor pada waktu-waktu sebagai berikut :

1, 15, 30, 60, 90, 120, 150, 180, 240, dan 300 menitKadar SMZ hasil pencuplikanDitambah dengan 2,0 ml TCA 5%, divortexing dan

disentrifuge selama 10’ (2500 rpm)Diambil beningan 1,50 ml, diencerkan aq. dest 2,0 mlPada tabung ditambah NaNO2 0,1% (0,2 ml), didiamkan 3’Ditambah 0,2 ml larutan asam sulfamat 0,5%, didiamkan 2’

Ditambah 0,2 ml Na-EDTA 0,1%, dicampur baik, didiamkan 5’ di tempat gelap

Campuran II

Masing-masing campuran I dan II

Disentrifuge (10 menit, 2500 rpm), diambil 1,50 ml supernatan bening

Larutan yang siap dibaca absorbansinya

Dibuat kurva hubungan antara kadar Sulfametoxazol vs absorbansinya

Page 10: Percobaan II

2. Paracetamol

a.) Pembuatan larutan stok Paracetamol

Ditambah 4,0 ml aq. dest

Dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 545 nm dengan blanko darah dengan memperhitungkan OT

Ditimbang 100,0 mg Paracetamol

labu takar 100 ml

Page 11: Percobaan II

Di larutkan dengan aquadest panas

Diadkan dengan aquadest 100 ml

b.) Pembuatan Kurva Baku Internal

Campur homogen

Ditambah 2,0 ml TCA 20%, divortex

c.) Pemprosesan Sampel Darah In Vivo (sebagai blanko)

Ditambah 2,0 ml TCA 20% dengan vortexing

Campur homogen

d.) Perlakuan Campuran

Kadar Larutan stok PCT 100mg/100ml atau 100µg/ml

500 µl darah yang telah ditambah heparin

Ditambah 500μl stok PCT hingga kadarnya 100, 200, 300, 400, 500, 600, dan 700 μg/ml

Campuran I

Diambil 500 µl darah yang mengandung heparin

Campuran II

Masing-masing campuran I dan II

Page 12: Percobaan II

Ditambah 0,5 ml HCl 6N

Ditambah 1,0 ml NaNO2 10%

Dicampur, diamkan 15’ (suhu <15°C)

Ditambah 1,0 ml larutan Asam Sulfamat 15%

Ditambah 3,5 ml NaOH 10%, diadkan

dengan aq. dest

e.) Uji Pendahuluan Untuk Farmakokinetika Paracetamol

Disiapkan tikus yang telah ditimbang

Diberikan PCT per oral dengan dosis yang telah ditetapkan

Dilakukan pencuplikan darah lewat vena ekor pada waktu-waktu sebagai berikut :

0, 15, 30, 60, 90, 120, 150, 180, 240, dan 300 menitDiambil 1,50 ml supernatant yang jernih dalam labu takar 10 mlDitambah HCl 6N (0,5 ml)Ditambah 1,0ml larutan NaNO2 10%, dicampur dan didiamkan 15’ di tempat

dingin (<15°C)Ditambah 1,0 ml larutan Asam Sulfamat melalui dinding tabung

Disentrifuge (10 menit, 2500 rpm), diambil 1,50 ml supernatan bening, dimasukkan dalam labu

takar 10 ml

Larutan yang siap dibaca absorbansinya

Dibuat kurva hubungan antara kadar Sulfametoxazol vs absorbansinya

Page 13: Percobaan II

E. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

● Data Berat Badan Tikus

Tikus ke Berat (gram)

Kadar PCT hasil pencuplikan

Ditambah dengan 2,0 ml TCA 20%, divortexing dan disentrifuge selama 10’ (2500 rpm)

Ditambah 3,5ml NaOH 10% diaskan dengan aq. dest

Dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 435nm dengan blanko darah dengan memperhitungkan OT

Page 14: Percobaan II

1.) Sulfametoksazol

Dosis SMZ = 800 mg

Dosis pada manusia 70kg = 70kg/50kg x 800 mg = 1120 mg

Konversi dosis dari manusia ke tikus = 1120 mg x 0,018 = 20,16mg/200g tikus

= 100,8mg/kg BB

BB tikus terbesar = gram

Dosis = 100,8 mg/1000g x g = mg/2,5ml = mg/ml

Dibuat ml dan ditimbang mg

CMC Na. untuk oral solution 0,1-1%

CMC Na % =/100 x ml = g

Penimbangan : Kertas + zat =

Kertas + sisa =

Berat zat =

Kadar stok sebenarnya =

mg pemberian =

● Pembuatan Larutan STOK Sulfametoksazol

Kadar SMZ yang digunakan = 10-120μg/ml

Darah yang diinginkan = 500μL

Page 15: Percobaan II

Larutan SMZ = 50mg/50ml = 1mg/1ml = 1000μg/ml

- Konsentrasi μg/ml

V1.C1 = V2.C2

V1.1000μg/ml = 500μl. μg/ml

V1 = μL

Darah = μL

- Konsentrasi μg/ml

V1.C1=V2.C2

V1.1000μg/ml = 500 μL. μg/ml

V1 = μL

Darah = μL

- Konsentrasi ug/ml

V1.C1 = V2.C2

V1.1000μg/ml = 500μL. μg/ml

V1 = μL

Darah = μL

- Konsentrasi μg/ml

V1.C1 = V2.C2

V1.1000 μg/ml = 500μL. μg/ml

V1 = μL

Darah = μL

- Konsentrasi μg/ml

V1.C1 = V2.C2

V1. 1000μg/ml = 500μL. μg/ml

V1 = μL

Darah = μL

- Konsentrasi μg/ml

V1.C1 = V2.C2

V1. 1000μg/ml = 500μL. μg/ml

Page 16: Percobaan II

V1 = μL

Darah = μl

- Konsentrasi μg/ml

V1.C1 =- V2.C2

V1.1000μg/ml = 500μL. μg/ml

V1 = μL

Darah = μL

- Konsentrasi μg/ml

V1.C1 = V2.C2

V1.1000μg/ml = 500μL. μg/ml

V1 = μL

Darah = μL

● Kurva Baku Sulfametoksazol

C (μg/ml) Absorbansi

a =

b =

r =

y = bx + a

y =

Cuplikan 1

Waktu

(menit)

Tikus 1

Absorbansi

Tikus 2

Absorbansi

Tikus 1

x

Tikus 2

x

Page 17: Percobaan II

0

15

30

60

90

120

180

Blanko - -

Cuplikan 2

Waktu

(menit)

Tikus 1

Absorbansi

Tikus 2

Absorbansi

Tikus 1

x

Tikus 2

x

0

15

30

60

90

120 -

150

180

Blanko - -

Perhitungan t ½ eliminasi:

T (menit) Ln Cp

Regresi linier t vs ln Cp (waktu vs konsentrasi)

a =

Page 18: Percobaan II

b =

r =

Kel =

=

T1/2 = 0,693 = 0,693 = menit

Kel

Jadwal sampling replikasi I

Darah = 3 – 5 x T1/2 = 3 – 5 x menit

2. Paracetamol

Dosis PCT = 500 mg

Dosis pada manusia 70kg = 70kg/50kg x 500 mg = 700 mg

Konversi dosis dari manusia ke tikus = 700 mg x 0,018 = 12,6mg/200g tikus

= 63,mg/kg BB

BB tikus terbesar = gram

Dosis = 100,8 mg/1000g x g = mg/2,5ml = mg/ml

Dibuat ml dan ditimbang mg

CMC Na. untuk oral solution 0,1-1%

CMC Na % =/100 x ml = g

● Pembuatan Larutan STOK Paracetamol

Larutan PCT = 1mg/ml = 1000μg/ml

Darah yang diinginkan = μL

- Konsentrasi μg/ml

V1.C1 = V2.C2

V1.1000μg/ml = 500μl. μg/ml

V1 = μL

Darah = μL

- Konsentrasi μg/ml

V1.C1=V2.C2

Page 19: Percobaan II

V1.1000μg/ml = 500 μL. μg/ml

V1 = μL

Darah = μL

- Konsentrasi ug/ml

V1.C1 = V2.C2

V1.1000μg/ml = 500μL. μg/ml

V1 = μL

Darah = μL

- Konsentrasi μg/ml

V1.C1 = V2.C2

V1.1000 μg/ml = 500μL. μg/ml

V1 = μL

Darah = μL

- Konsentrasi μg/ml

V1.C1 = V2.C2

V1. 1000μg/ml = 500μL. μg/ml

V1 = μL

Darah = μL

- Konsentrasi 500μg/ml

V1.C1 = V2.C2

V1. 1000μg/ml = 500μL. μg/ml

V1 = μL

Darah = Μl

- Konsentrasi μg/ml

V1.C1 =- V2.C2

V1.1000μg/ml = 500μL. μg/ml

V1 = μL

Darah = μL

Page 20: Percobaan II

- Konsentrasi μg/ml

V1.C1 = V2.C2

V1.1000μg/ml = 500μL. μg/ml

V1 = μL

Darah = μL

● Kurva Baku Paracetamol

Konsentrasi (μg/ml) Absorbansi

a = ; b = ; r =

y = bx + a →

Cuplikan 1

Waktu

(menit)

Tikus 1

Absorbansi

Tikus 2

Absorbansi

Tikus Tikus

0

15

30

60

90

120

150

180 -

Cuplikan 2

Page 21: Percobaan II

Waktu

(menit)

Tikus 1

Absorbansi

Tikus 2

Absorbansi

Tikus Tikus

0

15

30

60

90

120

150

180

F. PEMBAHASAN

G. KESIMPULAN

H. DAFTAR PUSTAKA

Cahyati, Yeyet S. 1985. Cermin Dunia Kedokteran, Pengantar Farmakokinetika. Jakarta :

Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma.

Ganiswarna. 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran,

Universitas Indonesia,.

Ganiswara, S. 2007. Obat Otonom. dalam Farmakologi dan Terapi ed.5. editor: Sulistia

ganiswara. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

Gibson, G.G dan Skett, P. 1991. Pengantar Metabolisme Obat. Penerjemah: Iis Aisyah.

Jakarta : Penerbit EGC.

Mutschler, 1991, Dinamika Obat, Edisi V, diterjemahkan oleh Mathilda B dan Setiadi,

Penyunting Padmawinata Kosasih, Bandung : ITB,.

Neal, Michael J. 2006. Farmakologi Medis. Edisi kelima. Jakarta : Erlangga.

Shargel, L, and Yu, Andrew. 2005. Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics.

New York : 5th Appleton and Lange.

Page 22: Percobaan II

Sheiner, L. B., Rosenberg, B., & Melmon, K. L. 1972. Modelling of Individual

Pharmacokinetics for Computer-Aided Drug Dosage. Computers and Biomedical

Research. New York : 5th Appleton and Lange.