percobaan 1 kelompok 4.doc

Upload: masayu-puji-maharani

Post on 10-Jan-2016

268 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI SISTEM ORGANCARA PENANGANAN DAN PEMBERIAN OBATPADA HEWAN PERCOBAANKamis, 12 Maret 2015Kelompok 4Selasa Pukul 10.00 13.30 WIB

Nama

NPM

Tugas Rani Sri Augusti 260110130081 (Pembahasan, kesimpulan) Anthonio Nainggolan 260110130082 (Teori dasar) Isma Roslianna H. 260110130083 (Teori dasar)

Wulan Hidayat 260110130084 (Prosedur, data pengamatan, perhitungan)

Marisa D. Ariani 260110130085 (Pembahasan, kesimpulan)

Hanifah Nurrochmah 260110130086 (Cover, tujuan, prinsip, alat dan bahan)

LABORATORIUM FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2015

NilaiTTD

(Puji) (Selma)

I. Tujuan

Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa diharapkan:

1. Mengetahui dan mampu menangani hewan untuk percobaan farmakologi secara baik.

2. Mengetahui sifat-sifat hewan percobaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi responnya.

3. Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian serta pengaruhnya terhadap efek yang ditimbulkan.

II. Prinsip1. Replacement

Replacement relatif adalah memanfaatkan hewan percobaan sebagai donor organ, jaringan atau sel. Reolacement absolut adalah memerlukan bahan dari hewan. (Hanafiah, 2008)

2. Reduction

Mengurangi pemanfaatan jumlah hewan percobaan sehingga sedikit mungkin dengan bantuan ilmu statistik, program komputer, dan teknik-teknik biokimia serta tidak mengulangi penelitian dengan hewan percobaan apabila tidak perlu. (Hanafiah, 2008)

3. Refinement

Mengurangi ketidaknyamanan yang diderita oleh hewan percobaan sebelum, selama, dan setelah penelitian, misalnya dengna pemberian analgetik. (Hanafiah, 2008).

III. Teori Dasar

Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzug, B.G, 1989).

Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), dan parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular, subkutan, dan intraperitonial, melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-beda. Pemberian secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intra-arteri, intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (receptor site) cara pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan secara setempat melalui kulit atau mata. Proses penyerapan dasar penting dalam menentukan aktifitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan ( Siswandono dan Soekardjo, 1995).

Pada literature dijelaskan bahwa onset paling cepat adalah intraperitonial, intramuscular, subkutan, peroral. Hal ini terjadi karena :

Intraperitonial > Intramuscular > Subkutan > Peroral

Dan durasi paling cepat adalah peroral, intraperitonial, intramuscular, subkutan. Hal ini terjadi karena :

Peroral > Intraperitonial > Intramuscular > Subkutan. ( Depkes RI,1995 ).

Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis atau keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping factor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya. (Katzug, B.G, 1989)

Mencit merupakan hewan yang tidak mempunyai kelenjar keringat, jantungterdiri dari empat ruang dengan dinding atrium yang tipis dan dinding ventrikel yanglebihtebal.Mencit lebih penakut dan fotofobik, cenderungsembunyi dan berkumpul dengan sesama, mudah di tangani, lebih aktif padamalamhari (nocturnal), aktivitas terganggu dengan adanya manusia, suhu normal 37,4C, laju respirasi 163/menit(Kurniati, 2011).Tikus berukuran lebih besar daripada mencit dan lebih cerdas. Umumnya tikus putih ini tenang dan demikian mudah digarap. Tidak begitu bersifat fotofobik dan tidak begitu cenderung berkumpul sesamanya seperti mencit. Aktivitasnya tidak begitu terganggu oleh kehadiran manusia di sekitarnya. Bila diperlakukan kasar atau mengalami defisiensi makanan, tikus akan menjadi galak dan sering dapat menyerang si pemegang (Thomson, E.B, 1985) .

Berbagai cara pemberian perlakuan terhadap hewan coba dapat dilakukan dengan cara :

a) Per oral

Mencit atau tikus diletakkan di atas ram kawat, ekor ditarik.

Jarum suntik yang sudah disolder dimasukkan ke dalam mulut mencit namun harus diperhatikan proses masuknya jarum agar tidak melukai organ dalam mencit.

Setelah selesai, tarik kembali jarum tersebut secara perlahan.

b) Intraperitoneal

Mencit dihandling dengan benar

Tusukkan jarum disisi dekat umbilicus / kira-kira 5mm disamping garis tengah antara 2 puting susu paling belakang

Tarik jarum lalu lepaskan mencit.

(Malole,a 1989)

IV. Alat dan Bahan

4.1 Alat

1. Alat suntik

2. Kandang tikus

3. Ram kawat4. Sonde oral

4.2 Bahan

1. Air2. Diazepam

3. NaCl

4.3 Gambar Alat

V. Prosedur 5.1 Cara Memegang Hewan Percobaan Sehingga Siap untuk Diberi Sediaan Uji A. Mencit

Ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan, diletakkan pada suatu tempat yang permukaannya tidak licin (misal ram kawat pada penutup kandang), sehingga ketika ditarik, mencit akan mencengkram. Kulit tengkuk dijepit dengan telunjuk dan ibu jari tangan kiri, ekornya tetap dipegang dengan tangan kanan. Posisi tubuh mencit dibalikkan, sehingga permukaan perut menghadap kita danekordijepitkanantarajarimanisdankelingkingtangankiri.

B. Tikus

Tikus dapat diperlakukan sama seperti mencit, tetapi bagian ekor yang dipegang pada bagian pangkal ekor dan pegangannya pada bagian tengkuk bukan dengan memegangkulitnya.

Tikus diangkat dengan memegang ekornya dari belakang kemudian diletakkan di atas permukaan kasar. Tangan kiri perlahan-lahan diluncurkan dari belakang tubuhnya menuju kepala. Ibu jari dan telunjuk diselipkan ke depan dan kaki kanan depan dijepit di antara kedua jari tersebut.

5.2 Cara MemberikanObatPadaHewanPercobaan (MencitdanTikus)

A. Oral

Pemberian secara oral pada mencit dilakukan dengan alat suntik yang dilengkapi jarum oral ataus onde oral (berujungtumpul). Hal ini untuk meminimalisir terjadinya luk aatau cedera ketika hewan uji akan diberikan sedian uji. Sonde oral ini dimasukkan ke dalam mulut, kemudian perlahanlahan diluncurkan melalui langit-langit kearah belakang sampai esophagus kemudian masuk ke dalam lambung. Perlu diperhatikan bahwa cara peluncuran/pemasukan sonde yang mulus disertai pengeluaran cairan sediaannya yang mudah adalah cara pemberian yang benar. Sebaiknya sebelum memasukkan sonde oral, posisi kepala mencit adalah menengadah dan mulutnya terbuka sedikit, sehingga sonde oral akan masuk secara lurus ke dalam tubuh mencit. Cara pemberian yang keliru, masuk ke dalam saluran pernapasan atau paru-paru dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan kematian.B. Subkutan

Injeksi subkutan (SC) atau pemberian oba melalui bawah kulit, hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Penyuntikan dilakukan di bawah kulit pada daerah kulit tengkuk dicubit diantara jempol dan telunjuk. Bersihkan area kulit yang mau disuntik dengan alkohol 70%. Masukkan jarum suntik secara parallel dari arah depan menembus kulit.

Diusahakan dilakukan dengan cepat untuk menghindari pendarahan yang terjadi karena pergerakan kepala dari mencit. Pemberian obat ini berhasil jika jarum suntik telah melewati kulit dan pada saat alat suntik ditekan, cairan yang berada di dalamnya dengan cepa tmasuk kedaerah bawah kulit.C. Intraperitonial

Mencit dipegang pada kulit punggungnya sehingga kulit abdomennya tegang, kemudian jarum disuntikkn dengan membentuk sudut 10 dengan abdomen pada bagian tepi abdomen dan tidak terlalu kearah kepala untuk menghindari terkenanya kandung kemih dan hati.

D. Intramuscular

Daerah penyuntikan terbaik adalah otot pada bagian poeteriolateral. Jarum ditusukkan melalui kulit dan diarahkan kepada jaringan otot, jangan terlalu dalam sampai jarum menyentuh tulang paha.

E. Intravena

Penyuntikan dilakukan pada vena ekor menggunakan jarum no 24. Penyuntikan dilakukan pada vena ekor menggunakan jarum no 24. Mencit dimaksudkan kedalam wadah penahan kelinci dengan ekornya menjulur keluar. Ekor dicelupkan kedalam air hangat untuk mendilatasi vena guna mempermudah penyuntikan.VI. Data Pengamatan dan Perhitungan6.1 Data Pengamatan

1. Berat Badan Hewan Uji

HewanUjiBeratBadan (g)

Tikus 1157.7

Mencit 126.2

Mencit 233.1

Mencit 327.25

2. Rute Pemberian ObatHewanUjiivimipScPo

Tikus 1(((((

Mencit 1----(

Mencit 2--(--

Mencit 3(----

3. Volume Pemberian Obat

HewanujiVolume PemberianObat (mL)

ivimipScPo

Tikus 11.5774

Mencit 1----0.414

Mencit 2--0.3275--

Mencit 30.340----

4. Respon Pemberian Obat

Mencit 1 (Intraperitoneal)

NoWaktu (menit)Respon

103.25Aktivitasmenurun

206.05Keseimbanganpadasaatberjalanmenurun

307.00Mulaimengantuk

407.20Mengantuk

510.00Aktivitasmulaimeningkat

623.15Aktivitasmeningkat

730.00aktivitaskembali normal

Mencit 2

NoWaktu (menit)Respon

103.00Lajurespirasimeningkat

210.15Tremor

312.00Aktivitasmenurun

413.15Mencitmulaidiam

516.00Mengantuk

619.25Aktivitasmulaimeningkat

725.30aktivitaskembali normal

Mencit 3

NoWaktu (menit)Respon

103.00Aktivitasmenurun

208.30Mulaidiam

318.00Aktivitasmeningkat

420.15aktivitas normal kembali

6.2 Perhitungan6.2.1 MENCIT

Mencit 1 (Intraperitoneal)

Mencit 2 (Per Oral)

Mencit 3 (Intravena)

6.2.2 TIKUS Intravena

Intramuskular

Intraperitoneal

Subkutan

Per Oral

VII. PembahasanHewan uji atau hewan coba yang sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian maupun suatu percobaan secara biologi. Hewan ini digunakan untuk melihat aktivitas atau reaksi yang dihasilkan dari pemakaian suatu obat atau bahan kimia pada manusia. Jenis hewan yang sering kali dipakai sebagai onjek penelitian atau percobaan ini diantaranya adalah kelinci, marmut, mencit, tikus maupun katak.

Pada percobaan 1 ini mengenai bagaimana cara perlakuan dan cara pemberian obat kepada hewan percobaan. Hewan yang digunakan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang akan mendukung keberhasilan dari suatu percobaan yaitu menimbulkan efek yang diharapkan. Persyaratannya meliputi persyaratan genetis/keturunan, lingkungan yang memadai dan pengelolaannya yang baik, serta mampu memberikan efek atau reaksi yang harusnya juga ditimbulkan pada manusia dengan pemberian suatu obat atau senyawa yang sama. Alasan digunakannya hewan ini karena kedua hewan percobaan ini mudah dikembangbiakan dan harga untuk memperoleh hewan ini juga lumayan terjangkau. Selain alasan diatas, keduanya juga mudah dalam perlakuan karena jinak dan tidak liar kecuali menjadi liar karena beberapa hal.

Tujuan dari percobaan ini antara lain untuk mengetahui dan mampu menangani hewan untuk percobaan farmakologi secara baik, mengetahui sifat-sifat hewan percobaan farmakologi secara baik dan mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian serta pengaruhnya terhadap efek yang ditimbulkan. Untuk mencit, memiliki sifat penakut, mudah ditangani dan cenderung berkumpul dengan sesamanya, namun untuk mencit betina memiliki sifat yang lebih agresif dibandingkan dengan mencit jantan. Sedangkan untuk tikus, memiliki sifat yang lebih tenang namun akan agresif jika diperlakukan tidak baik atau menggangu kenyamanan dari si tikus tersebut dan tikus juga termasuk binantang yang mudah ditangani.

Mencit yang digunakan berjumlah tiga ekor dan untuk tikus hanya satu ekor. Untuk mencit, dilakukan percobaan pemberian obat dengan jenis obat anastetik yaitu diazepam melalui rute intravena, peroral dan intraperitonel. Sedangkan untuk tikus, diberikan semua perlakuan yaitu intravena, intraperitoneal, intramuskular, peroral dan subkutan. Untuk rutw intravena diberikan melalui pembuluh darah vena yang berada pada ekor dari hewan percobaan, rute intraperitoneal diberikan dibagian perut sebelah kiri dari hewan, rute intramuskular disuntikan pada bagian paha atas, rute peroral dimasukkan menggunakan suntikan yang sudah dipasang sonde dan diberikan pada mulut hewan percobaan sebelah kanan hingga masuk ke esofagus, sedangkan untuk rute subkutan diberikan dengan cara disuntikan pada bawah kulit bagian tengkuk dengan cara disuntikan.

Pertama kali yang dilakukan adalah melakukan pendekatan kepada kedua jenis hewan percobaan. Hal ini dilakukan bertujuan agar hewan tersebut bisa menyesuaikan diri dengan keadaan sekitarnya yang baru sehingga tidak terlalu agresif ketika ditangkap nantinya. Namun untuk mencit betina tetap agresif walau sudah dilakukan teknik pendekatan. Selanjutnya masing-masing hewan ditimbang beratnya yang dimaksudkan untuk menentukan banyaknya dosis yang seharusnya diberikan pada masing-masing hewan.

Dosis pemberian sangatlah penting dalam hal ini, karena jika dosis yang diberikan tidak sesuai dengan dosis yang seharusnya, maka akan dapat menimbulkan efek yang tidak di inginkan hingga dapat menyebabkan efek yang fatal seperti kematian pada hewan percobaan jika diberikan dosis berlebihan. Untuk mencit masing-masingnya memiliki berat 26.2 gram, 33.1 gram, 27.25 gram, sedangkan untuk tikus memiliki berat 157.7 gram. Dengan berat badan dari hewan percobaan sudah diperoleh, selanjutnya dilakukan perhitungan dosis sesuai dengan data yang diperoleh dan cara perhitungan yang sudah ditentukan. Untuk dosis diazepam (hipnotik-sedatif) yang diberikan kepada masing-masing mencit yaitu 0.3275 mL, 0.414 mL dan 0.34 mL. Ketiga besar dosis tersebut digunakan baik untuk pemberian secara intravena, intraperitoneal maupun peroral. Sedangkan untuk dosis tikus, kerena yang diberikan adalah NaCl, maka dosisnya berbeda untuk setiap rute pemberian. Untuk rute intravena, dosis yang diberikan yaitu 0.7889 mL, rute intramuskular sebanyak 0.07885 mL, rute intraperitoneal sebanyak 2.3655 mL, rute subkutan dosis yang diberikan yaitu 1.5770 mL dan untuk rute peroral sebanyak 3.9425 mL. Namun pemberian pada tikus ini untuk dosis yang melebihi 0.3 mL diturunkan menjadi 0.3 mL karena sebenarnya yang dipelajari pada percobaan ini baru cara pemberian disetiap rute nya, kecuali untuk mencit yang diberi diazepam yang mempunyai efek hipnotok-sedatif.

Setelah dosis dari masing-masing rute pemberian diketahui, selanjutnya cairan obat atau NaCl yang akan digunakan disiapkan. Untuk mencit yang diberi secara intavena, mencit dikurung didalam restainer (alat khusus yang hanya memungkinkan ekor dari mencit yang keluar). Alat ini digunakan untuk mempermudah dilakukan pemberian melalui rute intravena agar pergerakan dari mencit dapat terhmambat. Rute secara intravena diberikan pada bagian pembuluh darah vena di bagian ekor, maka terlebih dahulu bagian yang akan disuntikan didilatasi dengan menggunakan alkohol. Dilatasi menggunakan alkohol ini bertujuan untuk membersihkan daerah yang akan disuntikan dan untuk memperjelas pembuluh darahnya. Setelah terlihat, maka jarum suntik ditusukan ke pembuluh darah tersebut dan diliht dulu yang terjadi. Sempat beberapa kali penyuntikan yang dilakukan ini tidak mengenai atau tidak tepat kedalam pembuluh darah mencit, hal ini ditandai dengan memutihnya daerah bagian yang ditusuk dengan jarum suntik. Ketika jarum suntik sudah berhasil masuk kedalam pembuluh darah, dapat diketahui dengan adanya darah yang keluar dan setelah itu, barulah obat atau diazepam didorong hingga masuk ke pembuluh darah mencit. Setelah semua dosis diazepam masuk kedalam pembuluh darah, selanjutnya dapat diamati efek yang terjadi pada mencit ini.

Untuk rute pemberian peritoneal, mencit dipegang dengan tangan kiri dengan ekor dijepit pada sela jari. Posisi abdomen dari mencit harus lebih tinggi dari kepala agar pemberian obat dapat lebih cepat di di sirkulasi ke bagian otak. Setelah dipastikan tidak terjadi perlawanan yang hebat dari mencit ini, berarti cara memegang mencit sudah benar dan pemberian obat dapat diberikan. Untuk rute ini, obat diberikan dengan suntikan pada bagian bawah perut bagian kanan. Jika sudah masuk semua bagian jarumnya, berulah obat didorong hingga habis masuk ke peritoneal mencit. Jika terjadi kesalahan pemberian rute ini, maka obat akan masuk ke hati yang ditandai dengan membengkaknya bagian daerah perut yang diberi obat. Namun pada percobaan ini, pemberian obat benar dan tidak terjadi pembengkakan. Selanjutnya dilakukan pengamatan untuk melihat efek dari obat yang diberikan.

Untuk mencit ketiga dengan rute pemberian melalui mulut atau peroral, mencit dipegang dengan cara yang sama pada pemberian intraperitoneal. Setelah tidak ada lagi perlawanan dari mencit, selanjutnya suntikan yang sudah dipasang sonde dimasukan kedalam mulut mencit bagian kiri atau bagian kanan praktikan yang melakukan percobaan ini. pemberian dilakukan kebagian kiri karena dibagian inilah saluran pencernaan dari mencit. Sedankan bagian kanan merupakan saluran pernafasan dari mencit, sehingga jika salah pemberian, maka obat akan masuk kedalam paru-paru mencit. Sonde yang dimasukkan kedalam mulut mencit diarahkan kebagian langit-langit dan ke arah saluran esofagusnya. Setelah masuk kesaluran esofagus, barulah obat didorong masuk dan lihat efek yang terjadi pada mencit.

Selanjutnya dilakukan cara pemberian obat pada tikus. Untuk ketiga pemberian pad mencit juga dilakukan pada tikus dengan cara yang sama. Namun untuk tikut tidak ada efek yang diamati karena cairan yang digunakan yaitu NaCl. Untuk rute pemberian intramuskular, diberikan pada bagian paha atas dari tikus karena bagian tersebut otot dari tikus yang paling tebal. Setelah jarum ditusukkan kedalam otot paha, barulah cairan didorong masuk kedalam oto. Begitu juga untuk pemberian secara subkutan. Bagian kulit tengkuk dari tikus ditarik keatas dan disuntikan kebawah kulit tengkuk tersebut. Namun pada pemberian kali ini, diperlukan ketelitian yang tinggi karena jika tidak teliti dan hati-hati, makan jarum bisa saja masuk dan menembus kulit tengkuk dan keluar dari kulit. Setelah jarum msuk ke bawah kulit, cairan didalam duntikan dididorong hingga habis dan masuk semua.

Setelah diamati efek dari diazepam pada ketiga mencit, dapat terlihat bahwa obat yang diberikan secara peritoneal lebih cepat bereaksi sehingga menyebabkan mencit yang tadinya aktif bergerak menjadi tenang dan mulai mengantuk. Waktu yang diperlukan hingga terjadi efek (waktu onset) dari mencit ini adalah 7.20 menit dan aktivitas dari mencit meningkat kembali pada menit ke 30. Untuk mencit yang diberi melalui rute peroral, dibutuhkan waktu onset selama 16 menit dan aktivitas meningkat lagi pada menit ke 25.30, dan untuk mencit yang diberikan obat dengan rute intravena, dibutuhkan waktu 08.30 menit untuk melihat efek obat dan efek obat mulai muncul kembali pada menit ke 20. Efek obat diazepam yang muncul diantaranya menyebabkan mencit yang tadinya aktif bergerak menjadi lebih tenang dan menjadi mengantuk. Namun tidak ada dari ketiga mencit ini yang memberi efek tidur.

Seharusnya jika dilihat dari rute pemberian, pemberian melalui rute intravena akan memerikan efek yang lebih cepat dibandingkan dengan intra peritoneal dan peroral. Namun pada percobaan ini, kesalahan terjadi pada saat pemberian secara intravena. Pada saat mendorong obat masuk kedalam intra vena, tidak semua obat masuk dan lebih banyak obat yang keluar dari jarum dibandingkan dengan obat yang masuk ke saluran darah mencit. Selain itu, mencit yang dijadikan percobaan intravena ini juga terlihat lebih kuat dan lebih aktif dibandingkan dengan mencit lain, sehingga dapat diduga kurangnya efek pada mencit ini disebabkan karena keadaan fisik mencit yang bagus dari keadaan mencit yang lain.

VIII. KesimpulanDari percobaan yang telah dilakukan mengenani cara perlakuan dan pemberian obat dari rute yang berbeda-beda, dapat disimpulkan yaitu :

1. Dapat mengetahui sifat-sifat dari hewan percobaan yaitu sifat dari mencit dan tikus dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi responnya.

2. Mampu menangani dan memberi perlakuan yang baik terhadap hewan percobaan tersebut.

3. Praktikan dapat mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui beberapa rute yaitu intravena, intraperitoneal, intramuskular, peroral dan subkutan, serta dapat mengetahui efek yang ditimbulkan pada hewan percobaan dengan pemberian obat. Daftar PustakaDepartemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.Depkes RI : Jakarta.Hanafiah, J.M dan Amir, Amri. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi 4. Jakarta : EGC, pp. 193-194Katzung, B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta.Kurniati, R. 2011. Jumlah dan Motilitas Spermatozoa Mencit (Mus muculus L) yang Dipapari Obat Nyamuk Elektrik Berbahan Aktif D-Allethrin. Tersedia di

http://fmipa.unmul.ac.id/pdf/15 (diakses pada 12 Maret 2015).

Malole, M.M.B, Pramono. 1989. Penggunaan HewanHewan Percobaan Laboratorium. Bogor:IPB. DitJen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Tersedia online di

Http://www.farmasiku.com/index.php?target=products&product_id=29839 . ( Diakses pada 12 Maret 2015)

Thomson, E.B, 1985, Grug Bloscreening, Fundamentals of Drug Evaluation

Techniques in Pharmacology, Graceway Publishing Company, inc, New York.

Siswandono dan Soekardjo, B. 1995.Kimia Medisinal.UGM Press. Surabaya.

Nilai 87