perbedaan kualitas hidup pasien karsinoma …digilib.unila.ac.id/30105/4/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PERBEDAAN KUALITAS HIDUP PASIEN KARSINOMA NASOFARING
DENGAN KARAKTERISTIK (USIA, JENIS KELAMIN DAN STADIUM)
TUMOR NASOFARING DI RSUD DR. H. ABDOEL MOELOEK BANDAR
LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
SEKAR MENTARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
PERBEDAAN KUALITAS HIDUP PASIEN KARSINOMA NASOFARING
DENGAN KARAKTERISTIK (USIA, JENIS KELAMIN DAN STADIUM)
TUMOR NASOFARING DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR
LAMPUNG
Oleh
SEKAR MENTARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
DIFFERENCES IN THE QUALITY OF LIFE OF NASOPHARYNGEAL
CARCINOMA PATIENTS WITH CHARACTERISTICS (AGE, SEX AND
STAGING) NASOPHARYNGEAL TUMORS IN DR. H. ABDUL
MOELOEK HOSPITAL BANDAR LAMPUNG
BY
SEKAR MENTARI
Background: Nasopharyngeal carcinoma (KNF) can affect the patient's physical
and psychological condition and correlate with the quality of life. Age, sex and
tumor stage can affect the quality of life of KNF patients. This study aims to
determine the differences in the quality of life of KNF patients with the
characteristics of nasopharyngeal tumors at Dr. H. Abdul Moeloek Hospital
Bandar Lampung.
Method: This research use cross sectional approach. The sample of this study
were 20 KNF patients selected by total sampling method. The instrument that
used in this research are European Organization for Research and Treatment of
Cancer Quality of Life Questionnaire (EORTC) C30 and H&N35 Modules. The
analysis using alternatif test Fischer exact
Result: based on bivariate analysis fischer exact found significant difference of
life quality score on social function scale according to gender with p=0,031,
physical function and role according to stadium with p=0,005 and p=0,043, social
contact by sex with p=0.049, pain scale and swallowing problem according to
stage with p=0,003 and p=0,029
Conclusion: there are significant differences in life quality scores on social
function by sex, physical and role function according to stadium, social contact
problems by sex, and scale of pain and swallowing problems according to stage.
Key words: age, nasopharyngeal carcinoma, sex, tumor staging
ABSTRAK
PERBEDAAN KUALITAS HIDUP PASIEN KARSINOMA NASOFARING
DENGAN KARAKTERISTIK (USIA, JENIS KELAMIN DAN STADIUM)
TUMOR NASOFARING DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR
LAMPUNG
OLEH
SEKAR MENTARI
Latar Belakang: Karsinoma Nasofaring (KNF) dapat mempengaruhi keadaan
fisik maupun psikis pasiennya dan berkorelasi dengan kualitas hidupnya. Usia,
jenis kelamin dan stadium tumor dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien KNF.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup pasien KNF
dengan karakterisitik (usia, jenis kelamin dan stadium) tumor nasofaring di RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
Metode Penelitian: penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional.
Sampel penelitian ini adalah 20 pasien KNF dipilih dengan metode total
sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner European Organization for
Research and Treatment of Cancer Quality of Life Questionnaire (EORTC)
modul C30 dan H&N35. Analisis yang digunakan adalah uji alternatif Fischer
Exact
Hasil penelitian: berdasarkan analisis bivariat Fischer exact didapatkan
perbedaan signifikan skor kualitas hidup pada skala fungsi sosial menurut jenis
kelamin dengan p=0,031, fungsi fisik dan peran menurut stadium dengan p=0,005
dan p=0,043, kontak sosial menurut jenis kelamin dengan p=0,049, skala nyeri
dan masalah menelan menurut stadium dengan p=0,003 dan p=0,029.
Simpulan: terdapat perbedaan signifikan skor kualitas hidup pada fungsi sosial
menurut jenis kelamin, fungsi fisik dan peran menurut stadium, masalah kontak
sosial menurut jenis kelamin, serta skala nyeri dan masalah menelan menurut
stadium.
Kata kunci: jenis kelamin, karsinoma nasofaring, kualitas hidup, stadium, usia
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 17 Januari 1996 merupakan anak pertama
dari tiga bersaudara, dari Ayahanda Totok Hari Priyanto dan Ibunda Dwi
Yanuarsi Prasetyaningsih.
Pendidikan Taman Kanak-kanak diselesaikan di TK Gula Putih Mataram,
Lampung Tengah pada tahun 2002, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD
Swasta 2 Gula Putih Mataram, Lampung Tengah pada tahun 2008, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 4 Bandar Lampung pada
tahun 2011, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 2
Bandar Lampung pada tahun 2014, penulis terdafrar sebagai mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
Selama menajdi mahasiswa penulis pernah aktif sebagai pada organisasi Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai Executive Apperientice (EA) di tahun
pertama, staff dinas Pengabdian Masyarakat (Pengmas) di tahun kedua, dan Wakil
Gubernur Mahasiswa periode 2016/2017 di tahun ketiga. Penulis juga aktif pada
organisasi Forum Studi Islam Ibnu Sina (FSI Ibnu Sina) sebagai staff biro Belajar
Baca Qur’an (BBQ) dan juga LUNAR sebagai anggota divisi Social and
Partnership pada tahun 2016-2017.
For Bapak Ibu and Adek
who always treat me as a winner,
you deserve my best
and this is one of my best
“Be the flower that gives its
fragrance to even the hand that
crushes it”
-Ali bin Abi Thalib
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
segala kasih, karunia, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Perbedaan Kualitas Hidup Pasien Karsinoma Nasofaring
dengan Karakteristik (usia, jenis kelamin dan stadium) Tumor Nasofaring di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung”.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat masukan, bantuan,
dorongan, saran, bimbingan dan kritik dari berbagai pihak, maka dengan segenap
kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung
2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M. Kes., Sp. PA., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung
3. dr. Mukhlis Imanto, S.ked., Sp.THT-KL, M.Kes., selaku Pembimbing
Utama atas kesediaannya untuk meluangkan banyak waktu, memberikan
nasihat, bimbingan, saran, dan kritik yang bermanfaat dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
4. dr. Rani Himayani, S.Ked., Sp. M., selaku Pembimbing kedua atas
kesediaannya untuk meluangkan waktu, memberikan nasihat, bimbingan,
saran, dan kritik yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. dr. Anggraeni Janar Wulan, S. Ked., M.Sc., selaku Penguji Utama pada
ujian skripsi atas kesediannya untuk meluangkan waktu, memberikan
nasihat, ilmu, saran-saran yang telah diberikan.
6. dr. Adityo Wibowo, S.Ked dan dr. Syazili Mustafa, S. Ked., M. Biomed.,
selaku Pembimbing Akademik saya, terimakasih atas bimbingan dan ilmu
yang telah diberikan selama ini;
7. Seluruh staf dosen dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung atas ilmu, waktu, dan bimbingan yang telah diberikan dalam
proses perkuliahan.
8. Responden yang bersedia mengikuti penelitian dengan kerjasama yang baik
sehingga saya bisa menyelesaikan penelitian ini.
9. Seluruh kepala dan staf Diklat, Instalasi Rawat Jalan THT dan Bedah
Onkologi, Ruang Anggrek dan Ruang Kutilang RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek.
10. Bapak (Totok Hari Priyanto) dan Ibu (Dwi Yanuarsi Prasetyaningsih) yang
saya cintai, terimakasih atas segala cinta dan doa yang selalu diberikan,
selalu mendukung apapun yang saya kerjakan selama ini.
11. Saudara kandung saya, Dek Aar dan Dek Aat, yang selalu memberikan
dukungan dan kasih sayang, serta Bude (Mujianti) yang selalu memberikan
dukungannya setiap saat.
12. Teman yang selalu menjadi motivasi saya, SUTURA (Claudia, Maharani,
Anugerah, Ayu Lingga, Eva, Zafira, Angga dan Gusti)
13. Teman teman BOPUNG (bang rian, ayu, theo, nina, zur’an, dicky dan ade)
terimakasih atas dukungan semangat dan inspirasi yang kalian berikan.
14. Teman seperjuangan skripsi (Firdha, Sarah, Nofia, Eva Narulita, Salwa,
Andini) terimakasih atas bantuannya selama ini.
15. Tim Tetua BEM Aksata (Adha, Iffat, Eva, Monik, Bang Rian, Ayu Indah,
Irvan, William Bahagia, Ayu Lingga, Yosu, Ninis, Sarah Nabila, Nurul, Eva
Narulita, Sumayyah, Afi, dan Helimawati) yang telah memberikan inspirasi
selama ini.
16. Keluarga BEM kabinet Aksata periode 2016/2017 yang telah memberikan
dukungannya selama proses penelitian ini.
17. Teman sejawat angkatan 2014 (CRAN14L) terimakasih atas dukungannya
selama ini.
18. Dan seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, terimakasih atas
doa dan dukungannya selama ini.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Akan tetapi, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna untuk pembaca.
Terima kasih
Bandar Lampung, Januari 2018
Penulis
Sekar Mentari
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................5 1.3.1.Tujuan Umum ............................................................................. 5
1.3.2.Tujuan Khusus............................................................................. 6 1.4 Manfaat Penelitian ..........................................................................................6
1.4.2. Bagi instansi terkait .................................................................... 6 1.4.3. Bagi Bidang Ilmu Kedokteran .................................................... 6
1.4.4. Bagi peneliti lain ......................................................................... 7 1.4.5. Bagi Pasien KNF ........................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................8 2.1 Karsinoma Nasofaring ....................................................................................8
2.1.1.Definisi Karsinoma Nasofaring ................................................... 8 2.1.2.Epidemiologi ............................................................................... 8 2.1.3.Etiologi ........................................................................................ 9
2.1.4.Klasifikasi.................................................................................. 11 2.1.5.Stadium KNF............................................................................. 13 2.1.6.Gejala Klinis KNF ..................................................................... 15 2.1.7.Diagnosis KNF .......................................................................... 16
2.1.8.Terapi KNF ............................................................................... 20 2.2 Kualitas Hidup ..............................................................................................26
2.2.1. Definisi dan Konseptualisasi Kualitas Hidup di Bidang
Kesehatan ............................................................................... 26 2.2.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Hidup Pasien KNF
................................................................................................ 27 2.2.3. Hubungan usia, jenis kelamin dan stadium tumor dengan
kualitas pasien KNF ............................................................... 29
2.2.4. Instrument Penilaian Kualitas Hidup Pasien KNF ................. 35 2.3 Kerangka Teori .............................................................................................41
ii
2.4 Kerangka Konsep .........................................................................................42
2.5 Hipotesis .......................................................................................................42 2.5.1. Hipotesis Null (Ho) ................................................................ 42 2.5.2. Hipotesis Alternatif (Ha) ........................................................ 43
BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................44
3.1 Rancangan Penelitian ...................................................................................44 3.2 Lokasi dan Tempat Penelitian ......................................................................44 3.3 Subjek Penelitian ..........................................................................................44
3.3.1 Populasi dan sampel penelitian .............................................. 44 3.3.2 Sampel Penelitian ................................................................... 45
3.4 Identifikasi Variabel Penelitian ....................................................................46 3.5 Instrumen Penelitian .....................................................................................46 3.6 Metode Pengambilan Data ............................................................................47
3.7 Definisi Operasional .....................................................................................47 3.8 Prosedur Penelitian .......................................................................................48 3.9 Pengolahan dan Analisis Data ......................................................................49
3.9.1 Pengolahan Data ......................................................................49
3.9.2 Analisis Data .......................................................................... 50 3.10 Etika Penelitian .............................................................................................50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................51 4.1 Hasil Penelitian .............................................................................................51
4.1.1 Analisis Univariat ................................................................... 51
4.1.2 Analisis Bivariat ..................................................................... 54 4.2 Pembahasan ..................................................................................................62
4.2.1 Perbedaan skala fungsional dengan kelompok usia, jenis
kelamin, stadium dan jumlah kemoterapi pasien KNF .......... 65 4.2.2 Perbedaan skala gejala dengan kelompok usia, jenis kelamin,
stadium dan jumlah kemoterapi pasien KNF ......................... 66
4.2.3 Perbedaan status kesehatan menyeluruh dengan kelompok
usia, jenis kelamin, stadium dan jumlah kemoterapi pasien
KNF ........................................................................................ 67 4.3 Keterbatasan Penelitian ................................................................................69
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .....................................................................70 5.1 Simpulan .......................................................................................................71 5.2 Saran….......................................... .................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................73
LAMPIRAN ..........................................................................................................76
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Klasifikasi Tumor KNF .................................................................................... 14
2. Klasifikasi Nodul KNF ..................................................................................... 14
3. Klasifikasi Metastasis KNF............................................................................... 14
4. Klasifikasi KNF menurut sistem TNM ............................................................. 15
5. Karakteristik pasien KNF .................................................................................. 52
6. Kualitas Hidup pasien KNF .............................................................................. 53
7. Hasil Uji chi-square skala fungsional dengan usia ........................................... 54
8. Hasil Uji chi-square skala fungsional dengan jenis kelamin ............................ 55
9. Hasil Uji chi-square skala fungsional dengan stadium ..................................... 56
10. Hasil Uji chi-square skala fungsional dengan jumlah kemoterapi ................. 56
11. Hasil Uji chi-square skala gejala dengan usia ................................................ 57
12. Hasil Uji chi-square skala gejala dengan jenis kelamin ................................. 58
13. Hasil Uji chi-square skala gejala dengan stadium .......................................... 59
14. Hasil Uji chi-square skala gejala dengan jumlah kemoterapi ......................... 60
15. Hasil Uji chi-square status kesehatan menyeluruh dengan usia ..................... 60
16. Hasil Uji chi-square status kesehatan menyeluruh dengan jenis kelamin ...... 61
17. Hasil Uji chi-square status kesehatan menyeluruh dengan stadium ............... 62
18. Hasil Uji chi-square status kesehatan menyeluruh dengan jumlah kemoterapi
........................................................................................................................ 62
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Hubungan Kesehatan Pasien dengan Kualitas Hidup ....................................... 29
2. Hubungan Kualitas Hidup dengan Intensitas Gejala ........................................ 35
3. Hubungan Kualitas Hidup dengan Waktu Gejala ............................................. 35 4. Kerangka Teori.................................................................................................. 41 5. Kerangka Konsep .............................................................................................. 42
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Kaji Etik Penelitian
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian Fakultas
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Lampiran 4 Lembar Informed Consent RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Lampiran 5 Lembar Informed Consent dan Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 6 Kuisioner EORTC QLQ-C30
Lampiran 7 Kuisioner EORTC QLQ-H&N35
Lampiran 8 Dokumentasi
Lampiran 9 Hasil Kuisioner
Lampiran 10 Hasil Uji Statistik Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah karsinoma kepala leher yang banyak
ditemukan di seluruh dunia. Global Burden Cancer (GLOBOCAN) tahun
2012 menyatakan sebanyak 87.000 kasus baru kanker nasofaring muncul
setiap tahunnya (dengan 61.000 kasus baru terjadi pada laki – laki dan
26.000 kasus baru pada perempuan) (Ferlay et al., 2015). Prevalensi
tertinggi kanker nasofaring terdapat di Negara China, khususnya pada
beberapa provinsi di bagian China Tenggara (Wei et al., 2014).
Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka kejadian KNF yang
tinggi. KNF merupakan keganasan kepala leher tersering dengan
persentase hampir 60%, diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal
18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam
persentase rendah (Melani and Sofyan, 2013). Di beberapa rumah sakit di
Indonesia seperti di Rumah Sakit Kanker Dharmais Bandung tahun 2010-
2013, kanker nasofaring merupakan urutan ke–9 dari 10 besar kanker
terbanyak di Indonesia dimana prevalensi terbanyak ditemukan pada pria
usia produktif dan 60% pasien berusia antara 25–60 tahun. (Kementrian
2
Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi Kesehatan, 2015). Peningkatan
angka kejadian KNF juga dapat dilihat dari data Rumah Sakit lainnya.
Putri (2011) menyebutkan pasien KNF di Rumah Sakit Hasan Sadikin
sebanyak 493 kasus dalam rentang waktu tahun 2006-2010. Pendataan
lanjutan pun dilakukan dari tahun 2010-2014 dan ditemukan sebanyak 692
kasus di rumah sakit tersebut (Putri, 2011; Madani, Akbar and Permana,
2014)
Menurut beberapa penelitian menyebutkan insidensi KNF lebih banyak
terjadi pada pria. Menurut data Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,
perbandingan pasien KNF pria dan wanita adalah 7:3 (Adham, Antonius N
Kurniawan, et al., 2012). Pernyataan tersebut juga didukung dengan data
dari Rumah Sakit Umum Dr. Hasan Sadikin Bandung yang menyatakan
dari 493 total kejadian KNF, 324 kasus (65,7%) penderitanya adalah laki-
laki (Putri, 2011).
Ditinjau dari angka kejadian berdasarkan usia, KNF banyak menyerang
usia antara 25-60 tahun. Menurut data dari Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo sampai tahun 2005, 60% pasien KNF didiagnosis pada
usia 30-59 tahun. Data dari Rumah Sakit H. Adam Malik Medan tahun
2011 juga menyatakan bahwa sebanyak 33,1% pasien KNF adalah
diantara rentang usia 41-50 tahun. Data tersebut memperjelas bahwa
insidensi kejadian KNF paling banyak didiagnosis pada fase dewasa awal
3
maupun lanjut (Adham, Antonius N. Kurniawan, et al., 2012; Melani and
Sofyan, 2013).
Kejadian KNF biasanya didiagnosis pada saat tumor sudah pada stadium
lanjutan. Terbukti dari beberapa data yang menyebutkan bahwa insidensi
KNF pada stadium lanjut lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan
stadium awal. Data dari Rumah Sakit Hasan Sadikin tahun 2015
menyatakan bahwa lebih dari 40% kasus KNF yang terjadi ditemukan
sudah pada stadium lanjutan. Keterlambatan pada diagnosis KNF ini
dikarenakan gejala yang dirasakan oleh pasien KNF tidak khas dan
keterbatasan pelayanan kesehatan dalam mendiagnosis KNF (Putri, 2011).
Karakteristik persebaran KNF yang beragam dan meningkat dari waktu ke
waktu inilah yang menyebabkan KNF merupakan salah satu keganasan
yang mulai diperhatikan. KNF dinilai sebagai salah satu keganasan dengan
tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi (Andriana, 2015). Gejala
yang beragam namun tidak spesifik serta terapi yang belum mendapatkan
hasil yang memuaskan menambah deretan masalah pada pasien KNF.
Berbagai permasalahan inilah yang menjadi penyebab utama kecemasan
masyarakat luas, khususnya pasien KNF itu sendiri.
KNF dapat mempengaruhi keadaan fisik maupun psikis pasiennya. Akechi
dalam Prastiwi (2013) mendeskripsikan penyesuaian mental penderita
kanker berkorelasi dengan kualitas hidupnya. Kualitas hidup sendiri
4
diartikan sebagai multidimensional, termasuk didalamnya fungsi fisik,
psikososial dan emosional yang dirasakan oleh suatu individu (Vankova,
2015).
Murphy (2007) menjabarkan faktor prediktif potensial yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup dalam tiga katakteristik: karakteristik pasien
(usia, ras, jenis kelamin), karakteristik tumor (lokasi dan stadium), serta
karakteristik terapi. Usia, jenis kelamin dan stadium tumor dijelaskan pada
beberapa penelitian dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien KNF.
Indosakka dalam Kurniawati (2013) menyebutkan bahwa semakin
bertambahnya usia dan tingkat stadium tumor semakin menurunkan stastus
fisik pasien KNF, yang pada hal ini berarti keduanya secara otomatis
mempengaruhi nilai kualitas pasien KNF (Kurniawati, Kuhuwael and
Punagi, 2013). Sedangkan untuk jenis kelamin, dijelaskan bahwa jenis
kelamin dapat mempengaruhi nilai kualitas hidup pasien jika dikaitkan
dengan kejadian depresi pada pasien wanita yang lebih tinggi (Kaplan and
Sadock, 2015; Suwistianisa, Huda and Ernawaty, 2015).
Penilaian kualitas hidup pasien kanker masih jarang dilakukan di
Indonesia. Padahal, penilaian kualitas hidup pasien dapat dijadikan
parameter untuk menilai kualitas terapi kanker pada pasien. Dalam
perawatan pasien kanker di era modern, pendapat pasien adalah kunci
utama dalam menilai terapi kanker dan penilaian langsung pasien adalah
tren terbaru dalam terapi kanker. (Perwitasari, 2011).
5
Penilaian kualitas hidup pasien KNF belum pernah dilakukan di provinsi
Lampung. Padahal, tidak kalah dengan provinsi lain, kejadian KNF di
Lampung termasuk mengalami peningkatan terus setiap tahun. Sampai
tahun 2014, angka kejadian KNF di RSUD Abdul Moeloek Bandar
Lampung sebanyak 49 kasus dengan proporsi sebanyak 30 orang (61%)
berjenis kelamin laki-laki, dan 19 orang (39%) berjenis kelamin
perempuan (Jayanti, 2015).
Berdasarkan penjelasan diatas peneliti tertarik meneliti perbedaan kualitas
hidup pasien KNF dengan karakteristik (usia, jenis kelamin dan stadium)
tumor nasofaring di Bandar Lampung.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan kualitas hidup pasien KNF dengan karakteristik
(usia, jenis kelamin dan stadium) tumor nasofaring di RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan kualitas hidup pasien KNF dengan
karakteristik (usia, jenis kelamin dan stadium) tumor nasofaring di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
6
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik pasien KNF berdasarkan usia, jenis
kelamin dan stadium di RSUD Dr. H. Abdul Moeleok Bandar
Lampung tahun 2017.
2. Mengetahui gambaran kualitas hidup (status kesehatan
menyeluruh, skala fungsional dan skala gejala) pasien KNF di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek tahun 2017.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan tentang penulisan karya ilmiah yang
baik dan benar, serta dapat menambah wawasan mengenai
distribusi dan kualitas hidup pasien KNF di Bandar Lampung.
1.4.2. Bagi instansi terkait
Dapat memaksimalkan pelayanan kesehatan terhadap pasien KNF
termasuk didalamnya pilihan terapi dan pengobatan yang dipilih
untuk pasien karsinoma nasofaring tersebut dengan mengetahui
masalah yang mempengaruhi nilai kualitas hidup pasien.
1.4.3. Bagi Bidang Ilmu Kedokteran
Dapat mengembangkan teknik terapi pasien KNF berdasarkan
persepsi dari pasien yang bisa dinilai dari penilaian kualitas hidup
pasien yang menerima terapi.
7
1.4.4. Bagi peneliti lain
Dapat menjadi acuan dalam mengembangkan dan melengkapi
kekurangan dari peneilitian ini.
1.4.5. Bagi Pasien KNF
Pasien dapat mengerti dengan baik kondisi kesehatannya serta
mengetahui dampak penilaian kualitas hidup ini terhadap
perkembangan dan prognosis dari penyakitnya
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karsinoma Nasofaring
2.1.1. Definisi Karsinoma Nasofaring
Karsinoma Nasofaring (KNF) adalah non-lymphomatous,
squamous-cell carcinoma yang terjadi di lapisan epitel nasofaring.
Neoplasma ini menunjukkan derajat yang bervariasi dan
berdiferensiasi dengan predileksi di fosa rosenmuller, bagian
posteromedial dari crura medial tuba eustachii (Wei and Sham,
2005).
2.1.2. Epidemiologi
Kejadian KNF dilaporkan pertama kali pada tahun 1901. Studi
komprehensif pertama yang membahas tentang KNF telah
dilakukan pada tahun 1941, yang dideskripsikan secara patologis
pada 114 pasien (Wei and Sham, 2005).
Insiden KNF di dunia masih tergolong jarang, yaitu 2% dari
seluruh karsinoma sel squamous kepala dan leher dengan insidensi
9
0,5 sampai 2 per 100.000 di Amerika Serikat. (Faiza, Rahman and
Asri, 2016). Insiden tertinggi KNF terjadi di Negara China
tepatnya di daratan China bagian selatan, di provinsi Guang Dong
dan daerah Guangxi dengan angka mencapai lebih dari 50 per
100.000 penduduk pertahun (Faiza, Rahman and Asri, 2016).
Di Indonesia, kanker nasofaring termasuk 10 besar kejadian kanker
paling banyak. KNF terutama ditemukan pada pria usia produktif
(perbandingan pasien pria dan wanita adalah 2,18:1) dan 60%
pasien berusia antara 25 hingga 60 (Kementrian Kesehatan RI
Pusat Data dan Informasi Kesehatan, 2014).
2.1.3. Etiologi
Pada daerah endemis, KNF adalah penyakit kompleks yang bisa
terjadi karena adanya interaksi antara infeksi kronis
gammaherpesvirus EBV, faktor lingkungan dan faktor genetik
didalam suatu proses karsinogenik bertahap.
2.1.3.1. Faktor Genetik
Meskipun KNF kejadiannya sangat jarang di dunia,
namun kecenderungan kejadian KNF didapatkan di
daratan Asia Tenggara antara lain China Selatan, Hong
Kong, Singapore, Malaysia dan Taiwan. Menurut
Levine, et. al (1992) dalam penelitianya pernah
dilakukan observasi terhadap populasi Chinese dan non-
10
Chinese. Dan hasilnya adalah, terdapat relative risk
sebesar 8.0. Beberapa studi analisis memperkirakan
adanya hubungan antara Human Leukocyte Antigen
(HLA) haplotype terhadap perkembangan KNF (Zeng
and Zeng, 2010).
2.1.3.2. Faktor Lingkungan
Banyak penelitian case-control telah dilakukan di
berbagai populasi (Cantonese, China Selatan, China
Utara dan Thailand) dapat disimpulkan bahwa ikan yang
diasinkan khas Cantonese, dan beberapa makanan lain
yang mengandung nitrosodimenthyamine (NDMA), N-
nitrospyrrilidene (NPYR), dan N-nitrospiperidine (NPIP)
merupakan faktor karsinogenik yang menyebabkan
KNF. Faktor risiko lain juga disebutkan seperti asap
rokok, paparan formaldehid, dan juga debu kayu dapat
menyebabkan terjadinya KNF. Beberapa penelitian
mengungkapkan bahwa baik pada populasi risiko tinggi
ataupun risiko rendah dalam beberapa dekade terakhir
dapat diimplikasikan bahwa nasofaring adalah sasaran
utama kanker dari rokok (Zeng and Zeng, 2010).
11
2.1.3.3. Epstein-Barr Virus
Epstein-Barr Virus (EBV) secara konsisten dapat
digunakan dalam mendeteksi pasien KNF. EBV secara
konsisten terdeteksi pada pasien KNF pada area dengan
populasi risiko tinggi maupun risiko rendah. Dengan
hibridisasi in-situ, EBV berkode RNA muncul pada
semua sel tumor dan tidak ditemukan pada sel sekitarnya
yang masih normal, selain beberapa sel limfoid yang
terinfeksi. Infeksi primer EBV biasanya terjadi pada
saat kanak-kanak, asimptomatik, dan jika paparan
tertunda, dapat menetap didalam tubuh sampai remaja.
Tidak jarang infeksi mononukleus dapat menyebabkan
infeksi ulang pada saat dewasa. EBV berhubungan
dengan beberapa neoplasma, seperti polyclonal B
Lymphoproliferation pada pasien immunokompromis,
Burkitt Lymphoma ataupun Hodgkin’s Diasease.
Meskipun begitu, telah terbukti di seluruh dunia bahwa
EBV paling berhubugan dengan KNF. Peningkatan titer
Antibodi IgA terhadap antigen pada kapsul EBV biasa
ditemukan pada pasien KNF (Zeng and Zeng, 2010).
2.1.4. Klasifikasi
Menurut klasifikasi WHO pada tahun 1978, KNF diklasifikasikan
menjadi 3 grup: tipe I termasuk tipe keritinising squamous-cell
12
carcinomas, sama dengan yang ada pada traktus aerodigestif
bagian atas; tipe II termasuk pada non-keratinising squamous
carcinoma; dan tipe III termasuk pada undifferentiated
carcinomas.
Biopsi tumor pada kasus KNF sering didapatkan tipe histologis
yang bercampur, dan pola ini juga bisa berbeda pada setiap bagian
dari tumor. Maka dari itu, klasifikasi WHO yang terbaru
didasarkan pada pola yang bercampur ini, dan juga didasarkan
dengan adanya infeksi EBV dan dimasukkan kedalam tipe II dan
III. KNF saat ini diklasifikasikan sebagai squamous-cell
carcinomas atau non-keratinising carcinomas, dimana grup kedua
dibagi lagi menjadi 2 subgrup, karsinoma terdiferensiasi atau tidak
terdiferensiasi. Klasifikasi histologis KNF menurut WHO adalah
sebagai berikut: (Wei et al., 2014)
a. keratinising squamous-cell carcinoma (WHO Tipe I)
KNF tipe ini menunjukkan diferensiasi sel squamous
dengan adanya jembatan interseluler dan/atau adanya
keratinisasi di hampir seluruh permukaan.
b. non-keratinising carcinoma
Kelompok ini meliputi tipe non-keratinising
carcinoma yang terdiferensiasi dan yang tidak
13
terdiferensiasi. Tumor ini lebih memiliki sifat
radiosensitif dibandingkan squamous-cell carcinoma
dan mempunyai hubungan erat dengan Epstein-Barr
Virus.
1. Non-keratinising carcinoma terdiferensiasi
(WHO tipe II)
Sel tumor menunjukkan diferensiasi sesuai
urutan maturasi sel yang menyebabkan sel yang
terdiferensiasi tersebut tidak terlihat jelas pada
mikroskop cahaya.
2. Undifferentiated carcinoma
Sel tumor mempunyai nukleus berbentuk oval
atau vesikuler dan nukeloli prominen. Tepi sel
tidak jelas dan susunan sel tampak lebih syncytial
dibandingkan tersusun rapi.
2.1.5. Stadium KNF
American Joint Committee on Cancer (AJCC) membagi KNF
menjadi stadium-stadium berdasarkan sistem Tumor, Nodul dan
Metastasis (TNM) (American Joint Committe on Cancer, 2010)
14
Tabel 1.. Klasifikasi Tumor KNF
Tumor pada KNF (T)
TX Tumor primer tidak dapat dinilai karena informasi yang
tidak lengkap
T0 Tidak ada bukti adanya tumor primer
Tis Karsinoma in situ (sel kanker hanya ditemukan di lapisan
permukaan nasofaring dan tidak menginvasi lapisan yang
lebih dalam
T1 Tumor pada nasofaring. Sel kanker bisa berkembang
sampai ke orofaring dan/atau cavitas nasal, tapi tidak
melebihi keduanya.
T2 Sel kanker berkembang ke kanan dan kiri jaringan di
bagian atas tenggorokan (tapi tidak sampai ke tulang)
T3 Tumor sudah berkembang sampai sinus dan atau tulang di
sekitarnya
T4 Tumor sudah berkembang sampai tulang tengkorak
dan/atau nervus cranial (saraf di kepala yang berada dekat
dengan nasofaring dan mempunyai fungsi pada
penglihatan, penghidu dan pergerakan bola mata),
hipofaring (bagian bawah tenggorokan), mata atau
jaringan sekitarnya.
Tabel 2. Klasifikasi Nodul KNF
Nodus Limfe Regional (N)
NX Nodus limfe sekitarnya tidak bisa dinilai karena tidak
cukup informasi
N0 Tidak ada penyebaran ke nodus limfe sekitarnya
N1 Menyebar ke satu atau lebih nodus limfe pada 1 sisi
leher; ATAU menyebar ke nodus limfe dibelakang
tenggorokan (nodus limfe retrofaring). Pada kasus ini,
tidak ditemukan nodus limfe yang lebih besar dari 6 cm.
N2 Menyebar ke nodus limfe pada kedua sisi leher, tidak ada
nodus limfe yang lebih besar dari 6 cm
N3 Menyebar pada nodus limfe:
N3a
N3b
Lebih besar dari 6 cm
Berlokasi di area pundak tepat diatas os klavikula (fossa
supraklavikula)
Tabel 3. Klasifikasi Metastasis KNF
Metastasis Tumor (M)
M0 Sel kanker tidak menyebar ke jaringan dan organ yang
jauh dari nasofaring
M1 Sel kanker telah menyebar keluar ke jaringan dan organ
yang jauh dari nasofaring
15
Tabel 4. Klasifikasi KNF menurut system TNM
Staging tumor T N M
Stage 0 Tis N0 M0
Stage I T1 N0 M0
Stage II T1 N1 M0
T2 N0 M0
T2 N1 M0
Stage III T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N0 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stage IVA T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
Stage IVB Any T N3 M0
Any T Any N M1
2.1.6. Gejala Klinis KNF
Sekitar 3 dari 4 orang dengan KNF mengeluh adanya pembesaran
atau adanya massa pada leher ketika pertama kali datang ke dokter.
Benjolan yang ada biasanya terdapat pada kedua sisi leher sampai
ke bagian belakang leher. Benjolan tersebut biasanya tidak keras
ataupun sakit. Bisa juga terjadi penyebaran tumor ke kelenjar getah
bening, penyebaran tumor inilah yang membuat ukuran kelenjar
getah bening terlihat lebih besar. Normalnya, kelenjar getah bening
hanya sebesar biji kacang (American Cancer Society, 2015).
Gejala yang mungkin ada pada KNF adalah: (American Cancer
Society, 2015)
a. Tuli, tinnitus, rasa penuh pada telinga (biasanya hanya satu sisi
telinga saja)
b. Infeksi telinga berulang
16
c. Hidung tersumbat
d. Epistaksis
e. Sakit kepala
f. Kesemutan dan nyeri pada wajah
g. Sulit membuka mulut
h. Pandangan ganda atau kabur.
2.1.7. Diagnosis KNF
2.1.7.1. Anamnesis
Gejala yang muncul dapat berupa telinga tengah terasa
penuh, tinnitus, otalgia, hidung tersumbat, lendir
bercampur darah keluar dari hidung atau mulut. Pada
stadium lanjut dapat ditemukan benjolan pada leher,
terjadi gangguan saraf, dipoplia, dan neuralgia trigeminal
(saraf kranial III, IV, V dan VI) (Kementrian Kesehatan
RI Pusat Data dan Informasi Kesehatan, 2014).
2.1.7.2. Pemeriksaan Fisik
Hal yang pertama diperhatikan adalah status generalis
dan status lokalis. Nasofaring terletak didalam dan susah
untuk diperiksa, oleh karena itu perlu dilakukan
pemeriksaan khusus (American Cancer Society, 2015).
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk melihat
nasofaring adalah: (Kementrian Kesehatan RI Pusat Data
dan Informasi Kesehatan, 2014)
17
a. Rinoskopi posterior
b. Nasofaringoskopi (direk/indirek)
c. Laringoskopi
d. Pemeriksaan nasoendoskopi dengan Narrow Band
Imaging (NBI)
2.1.7.3. Pemeriksaan Histopatologi
Anamnesis dan pemeriksaan fisik mungkin bisa
didapatkan gejala dan tanda adanya KNF. Namun,
diagnosis KNF didapatkan dengan melakukan
pemeriksaan dengan mengambil sel yang abnormal dan
diperiksa dengan mikroskop, atau biasa disebut
pemeriksaan biopsi. Teknik biopsi yang biasa digunakan
bermacam–macam tergantung pada dimana area
abnormal itu berada.
a. Endoscopic biopsy
Biopsi ini dilakukan dengan menggunakan alat
semacam tang biopsi yang dimasukkan lewat mulut
atau hidung dengan mengikuti tuntunan rinoskopi
posterior atau nasofaringoskopi. (Kementrian
Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi Kesehatan,
2014).
18
b. Fine Needle Aspiration (FNA) Biopsy
FNAB dapat digunakan bila ditemukan benjolan yang
mencurigakan disekitar leher. Prosedur ini
menggunakan jarum suntik yang tipis dan berongga.
Jarum akan ditempatkan di massa yang abnormal
selama 10 detik lalu diambil beberapa fragmen
jaringan atau beberapa tetes cairan dari massa
tersebut. Setelah itu sel yang telah dibiopsi diamati
dibawah mikroskop (American Cancer Society, 2015).
2.1.7.4. Pemeriksaan Radilogis
Beberapa pemeriksaan yang bisa digunakan dalam
mendiagnosis karsinoma nasoafaring adalah: (American
Cancer Society, 2015)
a. Chest x-ray
Pemeriksaan dengan rontgen dada dapat dilakukan
untuk mengetahui apakah sel kanker telah menyebar
ke paru-paru.
b. CT – Scan
Gambaran CT–Scan pada kepala dan leher dapat
menunjukkan informasi tentang besar, bentuk dan
posisi serta melihat perbesaran kelenjar limfe yang
mungkin disebabkan oleh tumor. CT–Scan dapat
19
digunakan untuk mengetahui gambaran tumor yang
sudah berkembang sampai ke basis cranii.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) scan
Seperti pada CT–Scan, MRI dapat digunakan untuk
menentukan apakah sel kanker telah berkembang ke
struktur lain disekitar nasofaring. MRI dapat lebih
baik dalam menampilkan jaringan lunak disekitar
leher dan tenggorokan namun kurang baik dalam
menggambarkan tulang yang merupakan tempat
tersering untuk tumor berkembang.
d. Positron Emission Tomography (PET) scan
Pemeriksaan ini dilakukan apabila ada kecurigaan sel
tumor telah menyebar ke kelenjar limfe. Pemeriksaan
ini juga dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
apabila ditemukan kecurigaan sel kanker dari rontgen
dada. PET scan juga dapat digunakan dalam kasus
kecurigaan tumor mengalami metastasis tapi belum
diketahui lokasinya.
2.1.7.5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang bisa dilakukan salah
satunya adalah pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan
20
hematologi dilakukan untuk mengetahui kesehatan
pasien secara menyeluruh. Pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk mendiagnosis adanya malnutrisi,
anemia, kelainan hati, ataupun kelainan pada ginjal
(American Cancer Society, 2015).
2.1.8. Terapi KNF
Setelah KNF terdiagnosis, maka selanjutnya adalah ditentukan
terapinya. Terapi KNF didasarkan pada derajat tumor, kesehatan
pasien secara menyeluruh dan beberapa faktor lainnya yang
mungkin mempengaruhi.
2.1.8.1. Pembedahan
Pembedahan jarang dilakukan pada kasus KNF karena
letaknya yang sulit dijangkau. Biasanya pembedahan
dilakukan hanya untuk menghilangkan kelenjar limfe
yang mengandung sel tumor. Risiko dan efek samping
dari pembedahan di area sekitar kepala dan leher
biasanya meliputi gangguan menelan dan berbicara, rasa
baal pada telinga, lemah ketika mengangkat tangan dan
kelemahan bibir bagian bawah. Beberapa teknik yang
dapat digunakan dalam melakukan pembedahan KNF
antara lain: (American Cancer Society, 2015)
21
a. Pembedahan pada tumor
Pembedahan ini dilakukan untuk menghilangkan
tumor secara langsung. Teknik ini dinamakan dengan
endoscopic surgery. Namun, teknik ini tidak dapat
digunakan untuk semua pasien dengan KNF.
b. Pembedahan pada kelenjar limfe
KNF biasanya menyebar ke kelenjar limfe
disekitarnya. Biasanya kanker yang menyebar ini
dapat di terapi dengan radiasi. Namun, jika tidak
dapat ditanggulangi dengan terapi maka dapat
dilakukan prosedur diseksi leher untuk
menghilangkan kelenjar limfe yang mengandung sel
tumor tersebut.
2.1.8.2. Terapi Radiasi
Terapi radiasi menggunakan sinar x-rays dengan
kekuatan tinggi yang dapat menghancurkan sel kanker
atau memperlambat pertumbuhanya. Beberapa efek
samping yang bisa disebabkan oleh radiasi adalah:
perubahan warna kulit yang di radiasi terus menerus,
mual muntah, kelelahan, sakit pada tenggorokan,
kesulitan menelan dan mengunyah sehingga
menyebabkan berat badan turun, suara serak, serta
22
kehilangan kemampuan perasa makanan. Efek–efek
tersebut dapat membaik bila terapi radiasi dihentikan.
Namun ada beberapa efek samping yang tidak membaik
meskipun terapi dihentikan, yaitu: gangguan pada
pendengaran dan penglihatan karena adanya kerusakan
pada saraf terkait, kerusakan pada tulang, gangguan pada
gigi, dan kerusakan pada kelenjar saliva (American
Cancer Society, 2015).
Terapi radiasi untuk KNF dilakukan dengan tipe radiasi
yang berbeda, antara lain: (American Cancer Society,
2015)
a. External Beam Radiation Therapy (EBRT)
EBRT biasanya diberikan dengan teknik seperti
Intensity-modulated Radiation Therapy (IMRT) yang
mempunyai fokus radiasi yang lebih baik dan
paparan radiasi yang lebih rendah untuk jaringan
sehat disekitar sel tumor.
b. Brachytherapy (Internal Radiation)
Cara lain untuk memaparkan radiasi ke sel tumor
adalah dengan menanamkan plat metal yang berisi
material radioaktif kedalam jaringan yang dekat
23
dengan sel tumor. Brachytherapy biasanya dilakukan
jika sel kanker kembali setelah dilakukan EBRT.
2.1.8.3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah terapi yang menggunakan obat anti-
kanker. Pemberian obat ini biasanya dilakukan melalui
intravena (IV) ataupun lewat oral. Kemoterapi biasanya
dilakukan bersamaan dengan terapi radiasi atau yang
biasanya disebut adjuvant treatment. Kemoradiasi
diberikan sesuai dengan siklus, dengan rentang satu
siklus sekita 3–4 minggu. Kemoterapi tidak disarankan
untuk pasien dengan kesehatan yang lemah. Obat–obat
yang digunakan untuk kemoterapi adalah Cisplatin,
Carboplatin, Doxorubicin, Epirubicin, Paclitaxel,
Docetaxel, Gemcitabine, Bleomycin dan Metrotrexate,
bisa juga kombinasi dari obat–obat diatas (American
Cancer Society, 2015).
Chemo Drugs bekerja melawan sel-sel yang memiliki
kemampuan membelah sel secara cepat, oleh karena
itulah kemoterapi berefek pada sel kanker. Namun,
beberapa sel didalam tubuh seperti sum–sum tulang,
lapisan pada mulut dan intestinal, serta folikel rambut,
adalah sel yang membelah dengan cepat. Akibatnya,
24
beberapa bagian tersebut terpengaruhi oleh kemoterapi
(American Cancer Society, 2015).
Efek samping lain juga dapat terjadi setelah dilakukan
kemoterapi, antara lain: rambut rontok, sakit pada mulut,
kehilangan nafsu makan, mual muntah, diare, penurunan
sel darah putih yang menyebabkan meningkatnya risiko
infeksi, penurunan trombosit yang menyebabkan mudah
memar dan terjadinya perdarahan, serta anemia. Obat–
obat kemo juga mempunyai efek tersendiri, seperti pada
Cisplatin yang mempunyai efek pada kerusakan saraf
(neuropati) dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
atau gejala nyeri pada tangan dan kaki, rasa terbakar,
sensitif terhadap panas dan dingin, ataupun kelemahan
(American Cancer Society, 2015).
2.1.8.4. Targeted Therapy
Penelitian yang berkembang telah membuktikan bahwa
terdapat perubahan pada sel yang menyebabkan kanker
dan menemukan obat–obat baru yang secara spesifik
bekerja pada perubahan sel–sel kanker tersebut. Obat ini
dapat bekerja mengungguli obat lain, atau bisa juga
meningkatkan kerja obat lain. Obat ini juga mempunyai
25
efek yang lebih ringan dibandingkan obat–obat
terdahulu.
Salah satu obat yang digunakan dalam targeted
treatment ini adalah Cetuximab. Cetuximab adalah
antibodi monoklonal yang bekerja pada Epidermal
Growth Factor Receptor (EGFR). EGFR adalah protein
yang ditemukan pada permukaan sel yang menangkap
sinyal dan membuat sel tersebut berkembang dan
membelah. KNF memiliki jumlah EGFR lebih dari
normal yang menyebabkan pertumbuhan tumor sangat
cepat. Dengan menghalangi kerja dari EGFR, Cetuximab
dapat memperlambat bahkan menghentikan
pertumbuhan sel kanker.
Cetuximab diberikan via intravena satu minggu sekali.
Cetuximab mempunyai efek samping antara lain:
gangguan pada kulit seperti timbul jerawat serta ruam
merah pada wajah dan dada yang bisa menyebabkan
infeksi, sakit kepala, kelelahan, demam dan diare. Efek
samping serius yang bisa terjadi pada saat pertama kali
pemberian cetuximab adalah reaksi alergi yang mungkin
terjadi. Reaksi alergi ini dapat menyebabkan gangguan
26
pada pernapasan dan tekanan darah yang rendah.
Namun, kejadian ini masih jarang terjadi.
2.2 Kualitas Hidup
2.2.1. Definisi dan Konseptualisasi Kualitas Hidup di Bidang
Kesehatan
WHO dalam Nofitri (2009) mendefinisikan kualitas hidup sebagai
persepsi individu mengenai posisi mereka dalam kehidupan dilihat
dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal serta
hubungannya dengan tujuan, harapan, standar dan hal–hal lain
yang menjadi perhatian individu tersebut (Nofitri, 2009).
Konseptualisasi kualitas hidup secara normatif adalah “hidup
bahagia” atau “hubungan sosial yang baik”. Konsep tentang
kualitas hidup secara umum dapat dideskripsikan multidimensi
sebagai perasaan individual mengenai fungsi fisik, psikososial dan
emosionalnya (Vankova, 2015).
Konsep mengenai kualitas hidup adalah istilah yang popular pada
beberapa bidang. Salah satunya adalah pada bidang kesehatan
masyarakat. Kualitas hidup dalam beberapa dekade terakhir telah
menjadi sasaran terbesar di bidang promosi kesehatan. Kualitas
hidup diartikan oleh profesional di bidang kesehatan sebagai
indikasi yang menilai outcome dari tindakan dan pelayanan yang
telah dilakukan kepada pasien (Vankova, 2015).
27
Kualitas hidup adalah suatu konsep global yang telah
dikembangkan dalam 3 dekade terakhir sebagai respon yang dirasa
perlu dalam menilai kesejahteraan pasien dan hubungannya dengan
penyakit dan terapi penyakit (Murphy et al., 2007).
Penilaian kualitas hidup harus dapat menginformasikan kepada
klinisi tentang dampak dan hasil dari suatu pengobatan. Informasi
ini bisa dibagikan kepada pasien dan dapat membantu dokter untuk
menentukan pengobatan apa yang cocok untuk selanjutnya.
Penelitian tentang kualitas hidup ini dapat digunakan untuk: (1)
memfasilitasi hubungan dokter pasien, (2) mengidentifikasi faktor
yang paling mempengaruhi nilai kualitas hidup pasien, (3) menjadi
petunjuk untuk dokter mengetahui masalah yang mempengaruhi
kualitas hidup pasiennya, (4) membantu dokter dalam
memprioritaskan pengobatan untuk masalah utama pasien yang
dinilai dari kualitas hidup (Kurniawati, Kuhuwael and Punagi,
2013).
2.2.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Hidup Pasien KNF
Faktor prediktif potensial kualitas hidup meliputi: karakteristik
pasien (ras, jenis kelamin dan usia), karakteristik terkait tumor
(stadium dan lokasi) dan karakteristik terkait perawatan/terapi
(terapi bedah, kemoterapi ajuvan, terapi radiasi atau diseksi leher)
(Murphy et al., 2007). Adanya kanker di dalam tubuh, termasuk
28
pada pasien KNF memberikan pengaruh nyata pada penurunan
kualitas hidup pasien yang disebabkan oleh kanker itu sendiri,
terapinya dan efek samping terapi (Kurniawati, Kuhuwael and
Punagi, 2013).
Yeh et. al (Prastiwi, 2013) menyatakan bahwa kualitas hidup
sebagai dampak dari penyakit dan aspek kepuasan dapat diukur
dengan skala: fungsi fisik (didefinisikan sebagai status fungsional
dalam kehidupan sehari-hari), disfungsi psikologis (tingkat distress
emosional), fungsi sosial (hubungan antar pribadi yang berfungsi
dalam kelompok), pengobatan (didefinisikan sebagai kecemasan
atau kekhawatiran tentang penyakit dan program perawatan),
fungsi kognitif (kinerja kognitif dalam pemecahan masalah).
Sedangkan Wilson dan Clearly (Murphy et al., 2007) mengajukan
suatu model yang menggambarkan beberapa variabel yang
berbeda dapat mempengaruhi kualitas hidup dan bagaimana
hubungan diantara satu sama lainnya. Termasuk dalam model ini
lima variabel utama yang disebutkan: faktor biologis/psikologis,
gejala, status fungsional, persepsi sehat secara keseluruhan, dan
kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup (Health
Related Quality of Life). Hubungan antar faktor tersebut
digambarkan pada gambar 1.
29
Gambar 1. Hubungan Kesehatan Pasien dengan Kualitas Hidup
(Murphy et al., 2007)
2.2.3. Hubungan usia, jenis kelamin dan stadium tumor dengan
kualitas pasien KNF
Usia disebutkan dalam beberapa penelitian adalah salah satu faktor
yang dapat memp engaruhi kualitas hidup pasien KNF. Penderita
dengan usia lanjut biasanya kurang bisa mentoleransi efek samping
dari kemoterapi. Selain itu pula, penderita pada usia yang lebih tua
memiliki kemungkinan mengalami gejala yang intensitasnya lebih
tinggi karena adanya kelainan komorbid atau penurunan fungsi
organ karena proses penuaan (Quinten et al., 2015).
Murtiono (2013) melakukan penelitian tentang perbedaan nilai
kualitas hidup pasien KNF sesudah dilakukannya radioterapi
eksterna. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa berdasarkan
pengelompokan usia, didapatkan hasil yang signifikan pada item
Faktor
non-medical
30
fungsi fisik dengan fungsi kognitif. Disebutkan juga bahwa usia
paling berpengaruh adalah kelompok usia 60-64 tahun (Murtiono,
2013).
Radioterapi yang dilakukan pada pasien KNF memiliki efek
samping yang beragam. Salah satu nya adalah efek pada sistem
saraf pusat, seperti contohnya sindroma somnolen yang dapat
timbul beberapa bulan pasca radioterapi dan ditandai dengan
letargi, mual, nyeri kepala, kelumpuhan saraf kranial atau ataksia
(Murtiono, 2013). Selain itu, disebutkan pula pada usia tua secara
fisiologis telah terjadi penurunan fungsi motorik dan fungsi
kognitif (Walker, 2005). Penurunan fungsional karena proses
penuaan ditambah dengan efek samping terapi yang beragam
otomatis akan mempengaruhi kualitas hidup pasien tersebut.
Jenis kelamin juga disebutkan oleh Murphy (2007) sebagai salah
satu dari faktor prediktif potensial yang dapat memengaruhi
kualitas hidup pasien KNF. Meskipun pengaruh jenis kelamin
terhadap kualitas pasien kanker masih belum dapat dijelaskan
secara jelas, beberapa penelitian sudah menilai bahwa terdapat
perbedaan kualitas hidup pasien kanker antara penderita laki-laki
dan perempuan.
31
Perbedaan kualitas hidup tersebut dihubungkan dengan tingkat
depresi yang mungkin dialami oleh pasien KNF. Wanita disebutkan
memiliki prevalensi dua kali lebih besar terhadap kejadian
gangguan depresi dibandingkan dengan laki-laki karena adanya
perbedaan yang melibatkan perbedaan hormonal, perbedaan
stressor psikososial bagi perempuan dan laki-laki (Kaplan and
Sadock, 2015).
Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Suwistianisa (2015)
yang menghubungkan tingkat depresi dengan penderita kanker
berdasarkan beberapa faktor yang salah satunya adalah jenis
kelamin. Meskipun pada penelitian tersebut tidak didapatkan
hubungan yang berarti antara jenis kelamin dengan tingkat depresi
pasien kanker, namun didapatkan hasil adanya perbedaan tingkat
depresi yang lebih tinggi pada penderita perempuan dibandingkan
pada penderita laki-laki (Suwistianisa, Huda and Ernawaty, 2015).
Depresi sendiri disebutkan adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Penelitian tentang
hubungan antara depresi pada pasien KNF dengan kulitas hidup
pernah dilakukan di China. Pada penelitian tersebut didapatkan
adanya hubungan yang berarti antara tingkat depresi pasien KNF
dengan kualitas hidup. Depresi yang banyak terjadi pada saat
sebelum radioterapi atau bahkan sepanjang durasi radioterapi
32
dinilai dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien tersebut (Hong et
al., 2015).
Hubungan antara stadium tumor dengan kualitas hidup masih
menjadi kontroversi dan belum dapat dijelaskan lebih lanjut.
Namun, menurut Muphy (2007) hal yang diprediksi dapat
memperburuk kualitas hidup pasien kanker salah satunya adalah
lokasi dan stadium tumor (Murphy et al., 2007).
Stadium tumor dapat digunakan sebagai penentu dalam pemilihan
terapi yang sesuai untuk pasien KNF. Modalitas terapi yang bisa
diaplikasikan pada pasien KNF antara lain: terapi pembedahan,
kemoterapi, terapi radiasi ataupun terapi kombinasi. Pilihan terapi
untuk pasien KNF dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien.
Chaukar et. al (2009) melakukan penelitian dengan membagi
pasien KNF menjadi beberapa kelompok berdasarkan modalitas
terapi yang dipilih. Dari penelitian tersebut didapatkan pasien
dengan pilihan terapi tunggal memiliki nilai yang lebih baik
dibandingkan terapi kombinasi (Chaukar et al., 2009).
Pilihan terapi yang dilakukan pada pasien juga menyebabkan
beberapa efek samping yang bisa mempengaruhi kualitas hidup
pasien. Kemoterapi memiliki beberapa efek samping antara lain:
rambut rontok, sakit pada mulut, kehilangan nafsu makan, mual
33
muntah, diare, penurunan sel darah putih yang meningkatkan risiko
infeksi, penurunan trombosit yang menyebabkan mudah memar
dan terjadinya perdarahan, serta anemia (American Cancer Society,
2015).
Gejala-gejala akibat efek samping terapi ditambah dengan gejala
yang disebabkan tumor dapat juga mempengaruhi kualitas hidup
pasien KNF. Seperti dijelaskan pada gambar 2, menurut Cella et. al
(1994) hubungan antara gejala penyakit dan kualitas hidup dapat
dijelaskan: (1) semakin intens gejala yang muncul, kualitas hidup
akan turun secara linier; (2) gejala penyakit tidak memengaruhi
kualitas hidup sampai gejala tersebut intens terjadi; (3) meskipun
intensitas gejala masih rendah, namun tetap bisa menurunkan
angka kualitas hidup.
Sedangkan pada gambar 3, dapat dijelaskan: (1) hubungan antar
kualitas hidup dan gejala penyakit dapat stabil dalam satu kurun
waktu; (2) gejala dalam memengaruhi kualitas hidup dapat
berkurang seiring dengan pasien beradaptasi; (3) efek dari gejala
terhadap kualitas hidup dapat meningkat jika pasien mengalami
kelelahan. Meskipun begitu, hubungan antara gejala dan kualitas
hidup dapat berbeda-beda tergantung pada individu, progresi
penyakit, dan gejala tambahan yang mungkin terjadi (Murphy et
al., 2007).
34
Gambar 2. Hubungan Kualitas Hidup dengan Intensitas Gejala
(Murphy et al., 2007)
Gambar 3. Hubungan Kualitas Hidup dengan Waktu Gejala
(Murphy et al., 2007)
35
Ronis dalam Kurniawati (2013) melaporkan bahwa terjadi
perubahan kualitas hidup pada pasien kanker kepala leher. Keluhan
fisik seperti: nyeri pada daerah leher dan kepala, menurunnya daya
penglihatan, gangguan indera pengecapan dan penciuman,
kurangnya nafsu makan, rambut rontok, mulut pahit dan sulit
menelan, serta keluhan fungsional seperti depresi dialami pasien
selama satu hingga dua belas bulan setelah menjalani terapi.
Sedangkan, Indosakka dalam Kurniawati (2013) melaporkan
bahwa semakin bertambahnya usia dan tingkat stadium tumor
semakin menurunkan status fisik (Karnofsky Performance Scale)
pasien kanker kepala leher (Kurniawati, Kuhuwael and Punagi,
2013).
2.2.4. Instrument Penilaian Kualitas Hidup Pasien KNF
Dari perspektif pelayanan kesehatan, definisi kualitas hidup secara
umum masih sangat luas. Pertama, penelitian tentang kualitas
hidup yang sudah dilakukan dirasa tidak bisa digunakan oleh
layanan kesehatan karena mengandung informasi yang tidak
berhubungan dengan hal klinis yang bisa digunakan untuk
pedoman pemberian pengobatan yang sesuai. Kedua, telah banyak
instrumen penilaian kualitas hidup digunakan, namun tidak ada
yang dapat dijadikan gold standard. Karena itulah para dokter
banyak menemukan berbagai penilaian yang kurang berguna untuk
diagnosis klinis suatu penyakit. Ketiga, di beberapa daerah
36
dilakukannya penelitian tentang kualitas hidup memiliki budaya
dan nilai-nilai yang dapat mempengaruhi hasil penilaian.
Karena beberapa hal diatas, ada perubahan yang semula penelitian
dilakukan untuk menghitung nilai kualitas hidup pasien secara
umum digantikan oleh penilaian kualitas hidup yang berhubungan
dengan kesehatan (Health Related Quality Of Life). Health Related
Quality of Life (HRQOL) merefleksikan hubungan antara efek dari
suatu penyakit atau pengobatan penyakit pada masyarakat. Karena
itulah penelitian atau survey yang dilakukan untuk mengetahui
kualitas hidup pada pasien kanker sangat dibutuhkan (Murphy et
al., 2007).
Sudah banyak instrument yang dikembangkan untuk menilai
kualitas hidup pada beberapa dekade terakhir (Perwitasari, 2011).
Untuk menilai kualitas hidup pasien kanker tidak cukup hanya
dengan pengukuran unidimensional tunggal. Alat ukur kualitas
hidup seharusnya bersifat multidimensional yang menyinggung
aspek fisik, sosial dan emosional yang simpel, mudah dimengerti
dan dijawab oleh pasien dan harus bisa divalidasi (Kurniawati,
Kuhuwael and Punagi, 2013).
meskipun sudah banyak instrumen penilaian HQROL yang
dikembangkan dalam 30 tahun terakhir, Medical Outcomes Study-
37
Short Form-36 (MOS SF-36) dan Sickness Impact Profile (SIP)
adalah instrument yang paling sering digunakan (Murphy et al.,
2007). Sedangkan, untuk alat ukur spesifik yang digunakan pada
pasien kanker biasanya adalah Functional Assesment of Cancer
Therapy-General (FACT-G) atau kuisioner yang dikembangkan
oleh European Organization for Research into the Treatment of
Cancer (EORTC QLQ-C30).
QLQ-C30 dibuat dari penghitungan skala multi-item dan juga skala
tunggal. Penghitungan tersebut terdiri dari lima skala fungsional,
tiga skala gejala, status kesehatan menyeluruh/skala kualitas hidup
serta 6 skala tunggal. Semua penghitungan skala mempunyai nilai
pada kisaran 0–100. Skor yang lebih tinggi menunjukkan respon
yang lebih tinggi pula. Skor yang semakin tinggi pada skala
fungsional menandakan semakin tinggi pula derajat fungsional
pasien, atau dapat diartikan kesehatan pasien semakin baik. Skor
pada status kesehatan menyeluruh yang tinggi juga
menggambarkan keadaan kualitas hidup yang semakin baik.
Namun sebaliknya, semakin tinggi skor pada skala gejala
menunjukkan derajat gejala yang semakin buruk.
Selain instrumen yang spesifik terhadap suatu penyakit, sudah
dikembangkan pula instrumen penilai kualitas hidup yang lebih
spesifik lagi terhadap lokasi penyakit dan pengobatannya.
38
Instrumen ini dapat dimanfaatkan oleh dokter dalam memahami
masalah gejala penyakit dan kemampuan fungsional pasien
(Murphy et al., 2007). Salah satu kuisioner spesifik terhadap
kanker leher dan kepala yang sudah dikembangkan adalah
European Organization for Research and Treatment of Cancer
Head and Neck Cancer Quality of Life Questionnaire (EORTC
QLQ-H&N35). Alat ukur tersebut merupakan kuisioner yang
secara spesifik diperuntukkan pasien kaker kepala leher yang
terdiri dari 7 skala gejala (nyeri, menelan, masalah indera, masalah
bicara, masalah makan, interaksi sosial dan seksualitas) dan 6
kuisioner tunggal (masalah gigi, masalah membuka mulut lebar,
mulut kering, ludah kental, batuk dan perasaan sakit) (Rahmaeni,
Kuhuwael and Rahardjo, 2015).
Beberapa penelitian sebelumnya telah dibuktikan bahwa EORTC
QLQ-H&N35 mempunyai kemampuan menilai perbedaan status
tampilan, modalitas terapi, lokasi penyakit, dan stadium. EORTC
QLQ-H&N35 mempunyai validasi yang baik dan lebih sensitif
dalam mendeteksi perbedaan gejala-gejala penyakit pada stadium
dini sampai lanjut dibandingkan kuisioner kualitas hidup lain
(Kurniawati, Kuhuwael and Punagi, 2013).
39
2.3 Kerangka Teori
Faktor prediktif potensial yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pada
pasien kanker dibagi dalam 3 karakteristik: karakterisitik pasien (usia, ras
dan jenis kelamin), karakteristik tumor (lokasi dan stadium) serta
karakteristik terapi (Murphy et al., 2007).
Faktor yang ada pada pasien kanker diantaranya adalah usia, ras dan jenis
kelamin, dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien tersebut. Usia
disebutkan dapat mempengaruhi pasien karena semakin tua usia seorang
individu maka terjadi proses penuaan yang akan menurunkan status
fungsional individu tersebut (Walker, 2005). Penurunan status fungsional
tersebut diperberat dengan adanya efek samping dari terapi yang diterima
oleh pasien KNF sehingga otomatis dapat mempengaruhi tingkat kualitas
hidup pasien KNF (Murtiono, 2013; Quinten et al., 2015).
Jenis kelamin dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien KNF jika
dikaitkan dengan kejadian depresi pada pasien KNF. Depresi dapat
mempengaruhi fungsi psikis pada pasien KNF sehingga berpengaruh pula
pada kualitas hidupnya. Kejadian depresi lebih banyak terjadi pada wanita
dibandingkan laki-laki karena adanya peran hormonal. Hal ini didukung
dengan penelitian yang menyebutkan bahwa pasien KNF perempuan lebih
banyak mengalami depresi dibandingkan pasien laki-laki (Kaplan and
Sadock, 2015; Suwistianisa, Huda and Ernawaty, 2015).
40
Selain faktor yang berasal dari diri pasien, faktor yang berasal dari sel
tumor juga dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien KNF. Termasuk di
dalam karakteristik tumor adalah lokasi dan stadium tumor. Stadium tumor
dikaitkan dengan kualitas hidup dapat ditinjau dari intensitas gejala dan
pilihan terapi yang digunakan. Intensitas gejala yang terjadi pada stadium
lanjut lebih besar dibandingkan pada stadium awal. Murphy (2007)
menyebutkan bahwa semakin tinggi intensitas gejala yang dirasakan oleh
pasien, semakin rendah kualitas hidup pasien tersebut (Murphy et al.,
2007).
Selain itu pula, stadium tumor dapat mempengaruhi pilhan terapi yang
digunakan pada pasien. Pasien KNF pada stadium awal lebih banyak di
terapi dengan terapi tunggal, yaitu radioterapi. Sedangkan pada stadium
lanjut dilakukan terapi kombinasi. Pasien dengan terapi tunggal ternyata
memiliki kualitas hidup lebih baik dibandingkan dengan terapi kombinasi
(Chaukar et al., 2009).
Kualitas hidup pasien KNF dapat diukur dengan kuisioner tervalidasi yang
diterbitkan oleh European Organization for Research into the Treatment
of Cancer yaitu EORTC QLQ-C30 dan EORTC QLQ-H&N35. Penilaian
dengan QLQ-C30 dapat menilai 3 aspek, antara lain: status kesehatan
global, status fungsional serta status gejala. Sedangkan dengan QLQ-
H&N35, dapat ditemukan status gejala pasien KNF secara spesifik yang
hanya ada pada pasien KNF (Aaronson et al., 1993).
41
Gambar 4. Kerangka Teori
(Murphy et al., 2007; Chaukar et al., 2009; Kurniawati et al., 2013)
Status
kesehatan
menyeluruh
Skala
fungsional
Intensitas
Gejala Pemilihan
terapi
Efek samping
KUALITAS HIDUP PASIEN
KNF
Usia
Ras
Jenis kelamin
Lokasi Stadium Terapi bedah
Kemoterapi
Terapi radiasi
Diseksi leher
Faktor Prediktif Potensial
Karakteristik
tumor
Karakteristik
pasien
Karakteristik
terapi
Skala gejala
Nyeri
Masalah
menelan
Masalah indera
Masalah bicara
Masalah makan
Interaksi sosial
seksualitas
Keterangan:
= Diteliti
= Tidak diteliti
= Mempengaruhi
42
2.4 Kerangka Konsep
Faktor prediktif potensial kualitas hidup dibagi dalam 3 karakteristik:
karakteristik pasien (usia, ras, dan jenis kelamin), karakteristik tumor
(lokasi dan stadium) serta karakteristik terapi. Dalam penelitian ini dipilih
variabel independen yaitu usia, jenis kelamin dan stadium tumor. Variabel
independen ini akan mempengaruhi variabel dependen, yang pada
penelitian ini adalah kualitas hidup pasien KNF.
2.5 Hipotesis
2.5.1. Hipotesis Null (Ho)
Tidak terdapat perbedaan kualitas hidup pasien KNF dengan
karakteristik (usia, jenis kelamin dan stadium) tumor nasofaring di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
Faktor Independen
Usia
Faktor dependen
Kualitas hidup pasien
KNF Jenis Kelamin
Gambar 5. Kerangka Konsep
Stadium
43
2.5.2. Hipotesis Alternatif (Ha)
Terdapat perbedaan kualitas hidup pasien KNF dengan
karakteristik (usia, jenis kelamin dan stadium) tumor nasofaring di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik dengan
pendekatan cross-sectional study atau potong lintang untuk mengetahui
perbedaan nilai kualitas hidup pasien KNF dengan karakteristik (usia, jenis
kelamin dan stadium) tumor nasofaring menggunakan kuisioner EORTC
QLQ-C30 dan EORTC QLQ-H&N35 di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung.
3.2 Lokasi dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di poliklinik Telinga Hidung Tenggorok–
Kepala Leher (THT-KL) dan poliklinik Onkologi RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek dan berlangsung pada bulan November-Desember 2017
3.3 Subjek Penelitian
3.3.1 Populasi dan sampel penelitian
Populasi penelitian diambil dari semua pasien yang terdiagnosis
KNF di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung pada
tahun 2017.
45
3.3.1.1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Pasien KNF yang terdiagnosis pasti di RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek yang sudah menyetujui ikut serta
dalam penelitian dengan informed consent.
3.3.1.2. Kriteria ekslusi
Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Pasien meninggal dunia
b. Pasien KNF dengan penyakit penyerta yang
memperberat dan tidak berhubungan dengan KNF
yang diderita (kelainan psikologis, penyakit
degeneratif)
c. Pasien yang tidak bersedia mengikuti penelitian.
3.3.2 Sampel Penelitian
Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Total
sampling merupakan bagian dari non-probability sampling dimana
jumlah sampel sama dengan jumlah populasi. Pertimbangan
dilakukan total sampling adalah populasi yang kurang dari 100
sehingga dilakukan pengambilan data dari seluruh populasi
(Sugiyono, 2007)
46
3.4 Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Variabel Bebas (Independen)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik tumor
nasofaring meliputi usia, jenis kelamin dan stadium tumor pasien KNF
di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2017.
b. Variabel Terikat (Dependen)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas hidup (status
kesehatan menyeluruh, skala fungsional dan skala gejala) pasien KNF
berdasarkan kuisioner EORTC QLQ-C30 dan EORTC QLQ-H&N35
3.5 Instrumen Penelitian
Instrument penelitian dalam penelitian ini adalah kuisioner spesifik yang
digunakan untuk penyakit kanker, EORTC QLQ-C30. Kuisioner ini
memiliki 30 pertanyaan yang dapat menilai status kesehatan menyeluruh,
skala fungsional dan skala gejala pasien KNF. Penelitian ini juga
menggunakan kuisioner spesifik yang menilai status gejala sesuai dengan
lokasi penyakit yaitu kuisioner EORTC QLQ-H&N35. Kuisioner ini juga
mencakup data pribadi pasien KNF seperti nama, usia, jenis kelamin, lama
menderita penyakit, dan stadium tumor yang diderita.
47
3.6 Metode Pengambilan Data
Data yang dilakukan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
Data primer yang diambil yaitu nilai kualitas hidup pasien KNF yang
sudah mengisi kuisioner yang tersedia. Sedangkan, data sekunder yaitu
stadium tumor pasien yang bersangkutan diambil dari rekam medis yang
tersedia di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Setelah data terkumpul, analisis
data dilakukan dengan metode statistik.
3.7 Definisi Operasional
Variable Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Usia Lama waktu hidup
atau ada (sejak
dilahirkan atau
diadakan)
Wawancara 1. <45 tahun
2. ≥45 tahun
Nominal
Jenis
kelamin
sifat jasmani atau
rohani yang
membedakan dua
makhluk sebagai
betina dan jantan
atau wanita dan pria
Wawancara 1. Laki-laki
2. Perempuan
Nominal
Stadium
Tumor
Seberapa besar suatu
tumor dan letak
lokasinya;
mendeskripsikan
derajat keparahan
berdasarkan letak
awal &
penyebarannya.
Analisis dari
rekam medis
1. Stadium
awal (I dan
II)
2. Stadium
Lanjut (III
dan IV)
Ordinal
Tingkat
kualitas
hidup
Skala fungsional
(fungsi fisik, peran,
emosi, kognitif dan
sosial), skala gejala
(nyeri, masalah
menelan, masalah
indera, masalah
bicara, masalah
makan, kontak sosial
dan seksualitas, skala
kesehatan
menyeluruh.
Kuisioner
tervalidasi
(EORTC
QLQ-C30
dan EORTC
QLQ-
H&N35)
1. Kurang
Baik: 0-69
2. Baik: 70-
100
Ordinal
48
3.8 Prosedur Penelitian
Persiapan Penelitian
Penentuan responden
Informed Consent
Analisis data rekam
medis responden
Pengisian kuisioner oleh
responden
Penyalinan Data
Pengolahan dan analisis
data
Penyajian data, hasil dan
laporan
49
3.9 Pengolahan dan Analisis Data
3.9.1 Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data
disederhanakan ke dalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah
menggunakan program komputer. Proses pengolahan data
menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah:
a. Koding
menerjemahkan data yang dikumpulkan selama penelitian
ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.
b. Data entry
memasukan data ke dalam komputer dengan menggunakan
program statistik.
c. Verifikasi
melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang
telah dimasukan ke komputer.
d. Output computer
Hasil analisis yang telah dilakukan oleh komputer
kemudian dicetak.
3.9.2 Analisis Data
Data yang telah dikoding dan di-input ke dalam program statistik
di komputer selanjutnya dianalisis dengan program statistik.
Analisis dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat.
50
3.9.2.1. Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui distribusi
frekuensi pada variable independen dan dependen yang
diteliti.
3.9.2.2. Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan
kualitas hidup pasien KNF yang dibedakan menjadi 2
kategori (kurang baik dan baik) berdasarkan kelompok
usia, jenis kelamin dan stadium tumor, serta menilai
kemaknaan setiap variabel.. Analisis yang digunakan
adalah analisis Chi-square kategorik tidak berpasangan.
Jika pada hasil penelitian tidak mencukupi syarat Chi-
square, maka nilai sig. (p) dilihat dengan uji alternatif
Fischer Exact.
3.10 Etika Penelitian
Penelitian ini telah diajukan ke Komisi Etik Penelitian Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung dan telah disetujui dengan nomor surat
4082/UN26.8/DL/2017.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Karakteristik pasien KNF di Rumah Sakit Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung berdasarkan 20 responden penelitian didominasi
oleh pasien laki-laki berjumlah 17 orang (85%) dengan usia >45 tahun
sebanyak 12 orang (60%) dan terbagi secara merata masing-masing
10 orang (50%) pada stadium awal dan stadium lanjut.
2. Penilaian skala fungsional dibagi menjadi 5 item yaitu fungsi fisik,
peran, emosi, kognitif dan sosial dengan prevalensi nilai kurang baik
berturut-turut adalah 70%, 80%, 20%, 30% dan 35%.
3. Penilaian skala gejala dibagi menjadi 7 item yaitu nyeri, masalah
menelan, masalah indera, masalah bicara, masalah makan, kontak
sosial dan seksualitas dengan prevalensi nilai kurang baik berturut-
turut adalah 45%, 35%, 60%, 35%, 5%, 40%, dan 30%.
4. Prevalensi nilai kurang baik pada skala kesehatan menyeluruh adalah
85%.
71
5. Tidak terdapat perbedaan skor kualitas hidup menurut kelompok usia.
6. Terdapat perbedaan skor kualitas hidup pada fungsi sosial dan gejala
kontak sosial menurut jenis kelamin.
7. Terdapat perbedaan skor kualitas hidup pada fungsi fisik, fungsi
peran, gejala nyeri dan masalah menelan menurut kelompok stadium.
5.2 Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah:
1. Penilaian kualitas hidup pasien KNF dilakukan pada saat pasien
pertama kali terdiagnosis KNF.
2. Penilaian kualitas hidup pasien KNF dilakukan secara berkala dan
hasilnya dapat dibandingkan sejak sebelum memulai terapi hingga
selesai menjalankan terapi.
3. Penelitian dilakukan pada populasi yang lebih besar sehingga hasil
penelitian dapat divalidasi secara statistik
DAFTAR PUSTAKA
Aaronson, NK., Ahmedzai, S., Bergman, B., Bullinger, M., Cull, A., Duez, NJ., et
al. 1993. The European Organisation for Research and Treatment of
Cancer QLQ-C30: A quality-of-life instrument for use in international
clinical trials in oncology. JNCI. 85:365–76.
Adham, M., Kurniawan, AN., Muhtadi, AI., Roezin, A., Hermani, B.,
Gondhowiardjo, S., et al. 2012. Nasopharyngeal carcinoma in Indonesia:
epidemiolgy, incidence, signs, and symptoms at presentation. CJC.
31(4):185–96.
American Cancer Society. 2015. Nasopharyngeal Cancer. American Cancer
Society. 1–43.
American Joint Committe on Cancer. 2010. AJCC Cancer Staging Manual
Seventh Edition. AJCC. 2010: 41-49.
Andriana, R. 2015. Kesintasan Penerita Karsinoma Nasofaring dan Faktor yang
Mempengaruhinya di Rumah Sakit Hasan Sadikin [Tesis]. Universitas
Padjajaran: Bandung
Chaukar, DA., Walvekar, RR., Das, AK., Deshpande, MS., Pai, PS., Chaturvedi,
P., et al. 2009. Quality of life in head and neck cancer survivors : a cross-
sectional survey. Am J Otolaryngol. Elsevier Inc. 30(3):176–80.
Eldeek, B., Alahmadi, J., Al-Attas, M., Sait, K., Anfinan, N., Aljahdali, E., et al.
2014 Knowledge, perception, and attitudes about cancer and its treatment
among healthy relatives of cancer patients: single institution hospital-based
study in Saudi Arabia. J Canc Educ. Springer Science. 29(4):772–80.
Faiza, S., Rahman, S., Asri, A. 2016. Karakteristik Klinis dan Patologis
Karsinoma Nasofaring di Bagian THT-KL RSUP Dr.M.Djamil Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas. 5(1):90–96
Ferlay, J., Soerjomataram, I., Dikshit, R., Eser, S., Mathers, C., Rebelo, M., et al.
2015. Cancer incidence and mortality worldwide: Sources, methods and
major patterns in GLOBOCAN 2012. IJC. 136(5):E359–E386.
73
Hammerlid, E., Taft, C. 2001. Health-related quality of life in long-term head
and neck cancer survivors: A comparison with general population norms.
BJC. 84(2):149–156.
Hong, J., Tian, J., Han, QF., Ni, QY. 2015. Quality of life of nasopharyngeal
cancer survivors in China. Current Oncology. 22(3):e142–e147.
Kaplan, H., Sadock, B. 2015. Mood Disorder. Dalam: Kaplan & Sadock’s
Synopsis of Psychiatry (Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry) 11th
Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer. Hlm. 752-831.
Kementrian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi Kesehatan. 2014. Panduan
Penatalaksanaan Kanker Nasofaring. Jakarta: Komite Penanggulangan
Kanker Nasional.
Kementrian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi Kesehatan. 2015. Stop
Kanker, infodatin-Kanker. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kurniawati, D., Kuhuwael, FG., Punagi, AQ. 2013. Penilaian Kualitas Hidup
Penderita Karsinoma Nasofaring berdasarkan Karnofsky Scale, EORTCH
QLQ-C30 dan EORTCH QLQ-H&N35. ORLI. 43(2):110–20.
Madani, DZ., Akbar, N., Permana, AD. 2014. Prevalensi Penderita Karsinoma
Nasofaring di Departemen THT-KL FK Unpad/RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung Periode 2010-2014. University Of Padjajaran Journal. 1–14.
Melani, W., Sofyan, F. 2013. Karakteristik Penderita Kanker Nasofaring di
Rumah Sakit H . Adam Malik Medan Tahun 2011. E-Jurnal FK-USU.
1(1):1-5.
Murphy, BA., Ridner, S., Wells, N., Dietrich, M. 2007. Quality of life research in
head and neck cancer: A review of the current state of the science. Critical
Reviews in Oncology/Hematology. 62(3):251–267.
Murphy, BA. 2009. Advances in quality of life and symptom management for
head and neck cancer patients. Curr Opin Oncol. 21(3):242–247.
Murtiono, W. 2013. Pengaruh Radioterapi Eksterna Terhadap Penurunan Kualitas
Hidup Penderita Karsinoma Nasofaring WHO Tipe III. [Tesis] Universitas
Padjajaran: Bandung.
Nofitri, NFM. 2009. Gambaran Kualitas Hidup Penduduk Dewasa pada Lima
Wilayah di Jakarta (Quality of Life among Adult Citizen in Five Area of
Jakarta). [Skripsi]. University of Indonesia: Jakarta.
Perwitasari, DA. 2011. Translation and Validation of EORTC QLQ-C30 into
74
Indonesian Version for Cancer Patients in Indonesia. JJCO. 2011:519–29.
Prastiwi, TF. 2013. Kualitas Hidup Penderita Kanker. DCP. 1(1):21–27.
Putri, EB. 2011. Karakteristik Penderita Karsinoma Nas ofaring di Departemen
Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
Periode Tahun 2006-2010. [Skripsi] Universitas Padjajaran: Bandung.
Quinten, C., Coens, C., Ghislain, I., Zikos, E., Sprangers, MAG. Ringash, J., et al.
2015. The effects of age on health-related quality of life in cancer
populations: A pooled analysis of randomized controlled trials using the
European Organisation for Research and Treatment of Cancer (EORTC)
QLQ-C30 involving 6024 cancer patients. EJC. 51(18):2808–19.
Rahmaeni., Kuhuwael, F., Rahardjo, SP. 2015. Validitas dan reliabilitas EORTC
QLQ-H&N35 sebagai alat ukur kualitas hidup penderita kanker kepala
leher. ORLI. 45(2):142-150
Rinkel, RN., Leeuw, IMV., Langendijk, JA., Reij, EJ., Aaronson, NK., Leemans,
CR. 2009. The psychometric and clinical validity of the SWAL-QOL
questionnaire in evaluating swallowing problems experienced by patients
with oral and oropharyngeal cancer. Oral Oncology. Elsevier Ltd.
45(8):e67–e71.
Shavi, GR., Thakur, B., Bhambal A., Jain, S., Singh, V., Shukla, A. 2015. Oral
Health Related Quality of Life in Patients of Head and Neck Cancer
Attending Cancer Hospital of Bhopal City, India. JIOH. 7(8):21–7.
Singer, S., Arraras, JI., Baumann, I., Boehm, A., Hammerlid, E. 2015. Measuring
quality of life in patients with head and neck cancer : Update of the
EORTC QLQ-H&N Module , Phase III. Head & Neck Journal. Wiley
Periodeicals. 37(9): 1358-67
Suwistianisa, R., Huda, N., Ernawaty, J. 2015. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tingkat Depresi Pada Pasien Kanker yang Dirawat di RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau. JOM. 2(2):1463-73.
Vankova, D. 2015. Conceptual and Methodological Approaches to Quality of Life
– A Public Health PerspectivE. Medical University of Varna. 1(2):7–13.
Walker, A. 2005. Quality of life in old age in Europe.Dalam: Growing Older in
Europe. United Kingdom: McGraw-Hill Education. Hlm. 1–30.
Wei, KR. Zheng, RS., Zhang, SW., Liang, ZH., Ou, ZX., Chen, WQ., et al. 2014.
Nasopharyngeal carcinoma incidence and mortality in China in 2010. CJC.
33(8):381–87.
75
Wei, WI., Sham, JST. 2005. Nasopharyngeal carcinoma. Lancet. 365: 2041–54.
Zeng, M., Zeng, Y. 2010. Pathogenesis and Etiology of Nasopharyngeal.
Nasopharyngeal Cancer Multidisciplinary Management. X:337-55.