perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa sma...
TRANSCRIPT
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
43
PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMA
MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-
SQUARE MENGGUNAKAN AUTOGRAPH DENGAN
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
THINK-PAIR-SQUARE TANPA
AUTOGRAPH
Oleh : Nuraini Sribina
Universitas Potensi Utama
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk : mengetahui apakah kemampuan komunikasi
matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square
menggunakan Autograph lebih baik dari kemampuan komunikasi matematis siswa
yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square tanpa Autograph
dengan analisis statistik inferensial. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen di SMA Negeri 1 Tebing Tinggi. Pemilihan sampel dilakukan secara
random. Penelitian ini diawali dengan tes ujicoba perangkat dan instrumen
penelitian. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis
statistik deskriptif dan analisis inferensial. Analisis inferensial yang digunakan
adalah analisis dengan uji-t satu pihak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Square menggunakan Autograph lebih baik yaitu
dengan persentase ketuntasan belajar sebesar 80% sedangkan kelompok siswa
yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square tanpa Autograph
memperoleh ketuntasan belajar sebesar 30,3% dan dari hasil uji t satu pihak
dengan α = 0,05 diperoleh thitung = 5,42 lebih besar dari ttabel = 1,67. Dengan
demikian H0 yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan
komunikasi matematis antara kelompok siswa dengan pembelajaran
TPS+Autograph dengan kelompok siswa dengan pembelajaran TPS-Autograph
ditolak. Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square menggunakan Autograph
baik digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dalam
pembelajaran matematika di sekolah yang memiliki fasilitas laboratorium
komputer. Di era teknologi dan informasi ini sudah selayaknya pembelajaran
matematika berbasis teknologi disosialisasikan penggunaanya dilembaga unit
masing-masing sekolah yang memiliki fasilitas laboratorium komputer. Penerapan
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square menggunakan Autograph
hendaknya disesuaikan dengan materi dimana siswa sulit untuk menyampaikan
idenya seperti menyajikan sebuah fungsi kedalam bentuk grafik.
Kata Kunci : Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa, Kooperatif Tipe
Think-Pair-Square, Autograph
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
44
ABSTRACT
This research is aimed to find out whether the students’ mathematical
communication ability taught by Think-pair-square cooperative learning using
autograph is better than students who were taught by Think-pair-square
cooperative learning without autograph using the inferential statistic analysis.
This research is an experimental research which was conducted in SMAN
1 Tebing Tinggi The samples were chosen randomly. This research was started by
testing the research instruments. Data collected from the experiment was
analyzed using descriptive statistic analysis and inferential analysis. The
inferential analysis used is the analysis using t-test.
The results of the research shows that : Students’ mathematic
communication ability using the think-pair-square cooperative learning using
autograph is better which has the learning comprehensiveness percentage is 80 %
while a group of students which taught by Think-Pair-Square cooperative
learning without Autograph got comprehensiveness classically as much 30,3%
and from one way case t test with α = 0,05 got thitung = 5,42 higher than ttabel =
1,67. So H0 that said there was nothing different student mathematical
communication ability between students who were taught by Think-pair-square
cooperative learning using autograph with students who were taught by Think-
pair-square cooperative learning without autograph was deny.
Think-pair-square cooperative learning using autograph was good for
raise up the mathematical communication ability in learning mathematic on
school’s who have computer laboratory facilities. In technology and information
era, it was proper that math learning based technology were socialized its using
in the unit of each schools which have computer laboratory facilities. The
application of Think-Pair-Square cooperative learning using autograph is hope
proper with the material where the students felt difficult to deliver their ideas such
as in delivering a function into graph.
Key Word : Mathematical Communication Ability, Think-Pair-Square
Cooperative Learning, Autograph.
I. PENDAHULUAN
Pendidikan memegang
peranan yang sangat penting bagi
pengembangan siswa agar kelak
menjadi sumber daya manusia
berkualitas. Pendidikan nasional
harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan
mutu dan relevansi serta efisiensi
manajemen pendidikan. Peningkatan
mutu pendidikan diarahkan untuk
meningkatkan kualitas manusia
Indonesia seutuhnya melalui
olahhati, olahpikir, olahrasa dan
olahraga agar memiliki daya saing
dalam menghadapi tantangan global.
Salah satu cara untuk meningkatkan
pendidikan adalah dengan
mengimplementasikan Standar
Nasional Pendidikan dalam
kurikulum. Kurikulum tingkat satuan
pendidikan jenjang pendidikan dasar
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
46
dan menengah dikembangkan oleh
sekolah dan komite sekolah
berpedoman pada standar
kompetensi lulusan dan standar isi
serta panduan penyusunan kurikulum
yang dibuat oleh BSNP (Badan
Standar Nasional Pendidikan).
Bahwa salah satu prinsip
pengembangan kurikulum adalah
“Tanggap terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni” (Permen No 22 Tahun 2006).
Kurikulum dikembangkan atas dasar
kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni berkembang
secara dinamis, dan oleh karena itu
semangat dan isi kurikulum
mendorong peserta didik untuk
mengikuti dan memanfaatkan secara
tepat perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
Pembangunan sumber daya
manusia secara optimal akan
bermanfaat bagi kepentingan
individu dan menunjang
pembangunan sektor kehidupan
lainnya. Pendidikan adalah hidup.
Pendidikan adalah segala
pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala
lingkungan dan sepanjang hidup.
Pengembangan kemampuan siswa
secara optimal pada saat ini sangat
diperlukan karena seiring dengan
perkembangan ilmu dan teknologi
sekarang ini di satu sisi
memungkinkan kita untuk
memperoleh banyak informasi
dengan cepat dan mudah dari
berbagai tempat di dunia. Namun, di
sisi lain kita tidak mungkin untuk
mempelajari keseluruhan informasi
dan pengetahuan yang ada, karena
sangat banyak dan tidak semuanya
diperlukan. Untuk menghadapi
tantangan tersebut dituntut sumber
daya manusia yang handal dan
mampu berkompetisi secara global,
yaitu sumber daya manusia yang
memiliki kemampuan dan
keterampilan tinggi yang melibatkan
pemikiran kritis, kreatif, sistematis,
logis, dan kemampuan bekerjasama
yang efektif.
Pemikiran kritis, kreatif,
sistematis, dan logis ini dapat
dikembangkan melalui pendidikan
matematika. Hal ini sangat
memungkinkan karena hakekat
pendidikan matematika adalah
membantu siswa agar berpikir kritis,
bernalar efektif, efisien, bersikap
ilmiah, disiplin, bertanggung jawab,
percaya diri disertai dengan iman dan
taqwa (Ansari, 2009). Matematika
merupakan salah satu mata pelajaran
yang wajib diikuti siswa di sekolah.
Mengingat pentingnya matematika
terhadap kehidupan manusia. Akan
tetapi persepsi siswa terhadap
matematika tidaklah sepenting
manfaat dari matematika itu sendiri
terhadap kehidupan manusia. Banyak
siswa yang menganggap bahwa
matematika itu adalah momok yang
paling menakutkan bagi mereka,
seperti yang dikemukakan oleh
Turmudi (2008) bahwa tidak banyak
siswa yang menyukai matematika
dari setiap kelasnya.
Komunikasi bisa membantu
pembelajaran siswa tentang konsep
matematika baru ketika mereka
memerankan situasi, menggambar,
45
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
47
menggunakan objek, memberikan
laporan dan penjelasan verbal. Juga
ketika menggunakan diagram,
menulis dan menggunakan simbol
matematika. Kesalahpahaman bisa
diidentifikasi dan ditunjukkan.
Keuntungan sampingannya adalah
bisa mengingatkan siswa bahwa
mereka berbagi tanggung jawab
dengan guru atas pembelajaran yang
muncul dalam pelajaran tertentu.
Dari prinsip-prinsip dan
standar NCTM yang dikemukakan di
atas, maka dapat dikatakan bahwa
kemampuan komunikasi matematis
merupakan hal yang sangat penting
dan perlu ditingkatkan dalam
pembelajaran matematika, untuk
meningkatkan hasil belajar
matematika. Hal ini sesuai dengan
yang diungkapkan oleh Turmudi
(2008) “Aspek komunikasi dan
penalaran hendaknya menjadi aspek
penting dalam pembelajaran
matematika. Aspek komunikasi
melatih siswa untuk dapat
mengkomunikasikan gagasannya,
baik komunikasi lisan maupun
komunikasi tulis”. Lebih lanjut
Ansari (2009) juga mengatakan
bahwa komunikasi matematik baik
sebagai aktifitas sosial (talking)
maupun sebagai alat bantú berpikir
(writing) adalah kemampuan yang
mendapat rekomendasi para pakar
agar terus ditumbuhkembangkan
dikalangan siswa.
Baroody (dalam Ansari,
2009) juga menyebutkan sedikitnya
ada dua alasan penting mengapa
komunikasi matematika perlu
ditumbuhkembangkan dikalangan
siswa. Pertama, mathematics as
language, artinya matematika tidak
hanya sekedar alat bantu berpikir (a
tool to aid thinking), alat untuk
menemukan pola, menyelesaikan
masalah atau mengambil kesimpulan,
tetapi matematika juga sebagai suatu
alat yang berharga untuk
mengkomunikasikan berbagai ide
secara jelas, tepat dan cermat. Kedua,
mathematics learning as social
activity, artinya sebagai aktifitas
sosial dalam pembelajaran
matematika, matematika juga sebagai
wahana interaksi antar siswa, dan
juga komunikasi antara guru dan
siswa. Dengan demikian, komunikasi
matematik baik sebagai aktifitas
sosial (talking) maupun sebagai alat
berpikir (writing) merupakan
kemampuan yang mendapat
rekomendasi oleh para pakar agar
terus ditumbuhkembangkan dan
ditingkatkan di kalangan siswa.
Akan tetapi kenyataan di
lapangan, kemampuan komunikasi
ini kurang mendapat perhatian dari
para guru untuk
ditumbuhkembangkan, beberapa
guru cenderung tidak
mempersoalkan kemampuan dalam
berkomunikasi sebagai salah satu
Kompetensi Dasar dalam
pembelajaran matematika sehingga
muncullah anggapan bahwa
kemampuan komunikasi tidak dapat
dibangun pada pembelajaran
matematika. Anggapan ini tentu saja
tidak tepat menurut Greenes dan
Schulman (dalam Ansari, 2004).
Akibat anggapan yang salah tersebut,
akhirnya dalam pelaksanaan
46
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
48
pembelajaran matematika sehari-
hari, guru jarang memberi
kesempatan kepada siswa untuk
mengkomunikasikan ide-idenya. Hal
ini mengakibatkan siswa akan
mengalami kesulitan dalam
memberikan penjelasan yang benar
dan logis atas jawabannya. Ini sesuai
dengan pendapat Cai, Lane, dan
Jakabcsin (dalam Ester, 1996) yang
mengemukakan bahwa karena siswa
jarang diminta untuk berargumentasi
dalam pelajaran matematika,
akibatnya sangat asing bagi mereka
untuk berbicara tentang matematika.
Selain itu, padatnya materi
dalam kurikulum, menyebabkan guru
hanya berkonsentrasi pada
pencapaian penyelesaian materi,
sehingga guru tak sempat lagi
memikirkan bagaimana
meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswanya.
Ansari (2009) mengatakan bahwa
hasil observasi lapangan yang
dilakukan terhadap siswa
menunjukkan bahwa rata-rata siswa
terlihat kurang terampil
berkomunikasi untuk menyampaikan
informasi seperti menyatakan ide,
mengajukan pertanyaan, dan
menanggapi pertanyaan dan
pendapat orang lain. Lebih lanjut
Ansari (2009) juga mengatakan
bahwa dalam proses pembelajaran
kemampuan komunikasi matematik
belum sepenuhnya dikembangkan
secara tegas, padahal sebagaimana
diungkapkan oleh para
matematikawan kemampuan
komunikasi merupakan salah satu
kompetensi yang perlu diupayakan
peningkatannya sebagaimana
kompetensi lainnya seperti bernalar
dan pemecahan masalah.
Guru bidang studi
matematika SMA N 1 di Tebing
Tinggi (dalam wawancara 20 Juni
2010), juga mengatakan bahwa
ketika proses kegiatan belajar
mengajar berlangsung banyak siswa
yang masih belum mampu
mengungkapkan ide matematikanya
dengan baik, masih malu-malu jika
diberikan kesempatan untuk
berbicara menyampaikan ide maupun
gagasannya mengenai konsep-konsep
matematika kepada khalayak ramai
seperti rekan-rekan sebayanya, masih
banyak yang belum mampu
menginterpretasikan data-data
matematika dalam bentuk gambar
atau grafik, seperti pada contoh kasus
materi integral, salah satu sub
materinya adalah menghitung dengan
menggunakan sifat-sifat integral.
Pada soal berikut ini, siswa harus
menggunakan sifat-sifat integral
untuk menghitung
.
Hampir semua siswa mendapatkan
kesulitan dalam memahami dan
mengkomunikasikan tentang
penggunaan sifat-sifat integral.
Dari penjelasan di atas,
jelaslah bahwa kemampuan
komunikasi matematis merupakan
hal yang sangat penting dan perlu
ditingkatkan dalam pembelajaran
matematika. Ada banyak faktor yang
mempengaruhi kemampuan
matematika siswa belum maksimal
47
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
49
sepenuhnya ketika proses
pembelajaran berlangsung. Beberapa
diantaranya yakni, model
pembelajaran yang diterapkan guru,
yang selama ini pembelajarannya
masih terpusat pada guru (teacher
centred) serta media pembelajaran
yang berbasis ICT yang digunakan
selama ini masih belum up to date
dan pemanfaatannya masih belum
terlaksana dengan baik dikarenakan
masih minimnya pemahaman guru
mengenai teknologi.
Model pembelajaran yang
diduga dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis
siswa adalah pembelajaran
kooperatif. Dalam pembelajaran
koperatif, siswa akan lebih aktif
karena terjadi proses diskusi atau
interaksi di antara siswa dalam
kelompoknya. Melalui kegiatan
diskusi, percakapan dalam
mengungkapkan ide-ide matematika
dapat membantu siswa
mengembangkan pikirannya,
sehingga siswa yang terlibat dalam
perbedaan pendapat atau mencari
solusi dari suatu permasalahan akan
memahami konsep matematika
dengan lebih baik dan dapat
meningkatkan kemampuan
komunikasi matematisnya. Hal ini
sejalan dengan pendapat Ansari
(2009) yang mengatakan bahwa
salah satu alternatif pembelajaran
yang inovatif yang diharapkan dapat
mengembangkan keterampilan
berkomunikasi dan proses interaksi
antar siswa adalah model
pembelajaran diskusi kelas.
Salah satu teknik dalam
pembelajaran kooperatif adalah
Think-Pair-Square (TPS). Teknik ini
didesain untuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk
berpikir dan bekerja secara
individual (think), berdiskusi dengan
teman pasangan (pair), dan
dilanjutkan dengan berdiskusi
dengan pasangan lain dalam
kelompok (square). Kagan dalam
Maitland (Ester, 2006) menyarankan
penggunaan teknik TPS ini dalam
upaya meningkatkan kemampuan
berpikir, komunikasi, dan
mendorong siswa untuk berbagi
informasi dengan siswa lain.
Kemajuan teknologi
mengambil peranan yang sangat
penting untuk kemudahan proses
pembelajaran kooperatif untuk
meningkatkan kemampuan
komunikasi siswa. Seperti yang
diungkapkan Ahmadi (2009) bahwa
kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi yang begitu pesat yang
menawarkan berbagai kemudahan-
kemudahan baru dalam pembelajaran
memungkinkan terjadinya pergeseran
orientasi belajar dari outside-guided
menjadi self-guided dan dari
knowledge-as-possesion menjadi
knowledge-as-construction. Itu
artinya, teknologi diperlukan untuk
kemudahan pembelajaran di dunia
pendidikan saat ini. Teknologi
meningkatkan proses belajar
matematika karena memungkinkan
eksplorasi yang lebih luas dan
memperbaiki penyajian ide-ide
matematika (Van de Walle, 2007).
Penggunaan media pembelajaran
48
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
50
berbasis ICT juga telah mendapat
rekomendasi oleh NCTM (The
National Council of teachers of
mathematics) pada Curriculum and
Evaluation Standards For School
Mathematics (2000) Suggest That :
All student should have a
calculator, possibly one that has
graphing capabilities, a computer
should be available at all times in
every classroom for demonstration
purposes and all student should have
access to computers for individual
and group work.
Komputer merupakan salah
satu bentuk yang menandakan
adanya perkembangan teknologi dan
informasi saat ini. Hampir seluruh
kegiatan dalam kehidupan manusia
dapat dipermudah dengan adanya
bantuan komputer. Dengan adanya
komputer akan sangat membantu
proses pembelajaran. Tam dalam
www.kolumnis.com juga mengatakan
bahwa komputer dapat secara efektif
digunakan untuk mengembangkan
higher-order thinking skills yang
terdiri dari kemampuan
mendefenisikan masalah, menilai
(judging) suatu informasi,
memecahkan masalah dan menarik
kesimpulan yang relevan.
Salah satu software
matematika atau perangkat lunak
yang dapat digunakan pada komputer
sebagai media pembelajaran berbasis
ICT untuk membuat penyampaian
matematika menjadi lebih mudah,
menarik dan siswa termotivasi untuk
belajar adalah software Autograph.
Hal ini didukung oleh penelitian
Ahmadi (2009) yang mengatakan
bahwa siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan
media software Autograph secara
klasikal mencapai tingkat
penguasaan 93,75% yang
memperoleh nilai lebih dari atau
sama dengan 65 yang artinya
ketuntasan siswa tercapai. Manurung
(2010) juga mengungkapkan :
Penggunaan Autograph
sebagai media pembelajaran dapat
menjadikan pengetahuan komputer
dan pengetahuan deklaratif menjadi
lebih menarik dan berkesan,
sehingga pengalaman belajar
dirasakan siswa lebih konkret.
Penggunaan Autograph dalam
pembelajaran bisa memudahkan guru
dalam menyampaikan materi, dan
mempermudah siswa untuk
menyerap apa yang disampaikan
guru.
Berdasarkan permasalahan di
atas, peneliti mencoba untuk
melakukan penelitian untuk melihat
apakah kemampuan komunikasi
matematis siswa dengan
pembelajaran kooperatif tipe Think-
Pair-Square menggunakan
Autograph lebih baik dari pada yang
tanpa menggunakan Autograph.
II. METODE PENELITIAN
Sampel penelitian ini
berjumlah 63 orang yang terdiri dari
siswa kelas XII IPA-1 (30 orang) dan
XII IPA-3 (33 orang) SMA Negeri 1
Tebing Tinggi. Sampel penelitian
dipilih dengan teknik pengambilan
sampel kelompok secara acak
(cluster random sampling).
49
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
51
Penelitian ini dikategorikan ke
dalam penelitian eksperimen semu
(quasi experiment). Rancangan
penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Pretes Posttest
Control Group Design. Adapun
prosedur pengumpulan data pada
penelitian ini adalah, menyiapkan
perangkat tes kemampuan
komunikasi matematis berdasarkan
kisi-kisinya. Selanjutnya, diadakan
pelaksanaan penelitian yang diawali
dengan memberikan soal pretest dan
dilanjutkan dengan pelaksanaan
pembelajaran Kooperatif tipe Think-
Pair-Square menggunankan
Autograph pada kelas eksperimen
dan pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Square tanpa Autograph
pada kelas kontrol selama enam kali
pertemuan, ditambah satu hari
pelaksanaan postest.
Instrumen dan perangkat
pembelajaran divalidasi isi oleh
dosen dan alumni S2 Pendidikan
Matematika Unimed. Selanjutnya
diujicobakan, ujicoba RPP dan LAS
dilaksanakan pada kelas XII IPA B
SMA Shaffiyatul Medan diluar
subjek penelitian dengan materi Luas
Daerah Bidang Datar (Aplikasi
Integral). Tes kemampuan
komunikasi matematis siswa
diujicobakan pada kelas XII IPA A
SMA Shaffiyatul Medan.
Hasil validasi tes menunjukkan
bahwa empat butir tes kemampuan
komunikasi matematis valid dan
reliabilitasnya 0,62 (tinggi). Daya
beda keempat butir soal sedang,
untuk tingkat kesukaran soal nomor
1 tergolong soal sedang, soal nomor
2 tergolong sukar, soal nomor 3
tergolong sedang dan soal nomor 5
tergolong sukar.
Data peningkatan kemampuan
komunikasi matematis dilakukan
analisis sebagai berikut:
a. Menghitung gain ternormalisasi
dengan rumus: Indeks Gain (g)
g = Pretes Nilai -Ideal Nilai
PretesNilai - Postes Nilai (Hake.
1999)
Kriteria indeks gain adalah:
g > 0,7 tinggi
0,3 < g ≤ 0,7 sedang
g ≤ 0,3 rendah, (Hake, 1999)
Dalam penelitian ini, gain
ternormalisasi digunakan untuk
menentukan peningkatan seluruh
aspek kemampuan komunikasi
matematis siswa, Setelah hasil gain
ternormalisasi terkumpul, tahap
selanjutnya adalah menguji
normalitas dan homogenitas sebagai
prasyrat untuk uji statistik
parametrik.
b. Menguji normalitas
Uji normalitas diperlukan
untuk menguji apakah sebaran data
berdistribusi normal atau tidak. Uji
normalitas ini dilakukan terhadap
dua kelompok siswa kelas
eksperimen dan kontrol seluruh
aspek kemampuan komunikasi
matematis. Untuk menguji
normalitas digunakan uji Chi-
Kuadrat dan uji Kolmogorov-
Smirnov, dengan bantuan sofware
SPSS 17,00.
Adapun dasar analisis
normalitas dengan uji Chi-Kuadrat
adalah sebagai berikut :
50
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
52
1. Menentukan chi-kuadrat hitung
2. Membandingkan dengan chi-
kuadrat tabel, apabila 2
hitung < 2
tabel
maka hipotesis nol diterima, artinya
sebaran data berdistribusi normal.
Dan uji kolmogorov smirnov adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan distribusi relatif
masing-masing sampel
2. Menentukan selisih terbesar
frekuensi kumulatif antara kedua
sampel ( D )
3. Karena ukuran sampel tidak sama,
Dtabel dengan a = 0,05 adalah
Dtabel = D BABA nnnn /
4. Ap
5. abila Dhitung Dtabel maka hipotesis
nol ditolak, dengan kata lain
perbedaan itu signifikan.
Hipotesisnya sebagai berikut:
Ho : sebaran data mengikuti
distribusi normal
Ha : sebaran data tidak mengikuti
distribusi normal
Kriteria : Terima Ho jika taraf
signifikansi perhitungan
lebih besar dari taraf
signifikansi 0,05.
c. Menguji homogenitas varians dari
kedua kelompok
Uji homogenitas varians
digunakan untuk menguji kesamaan
varians dari kedua kelas (kelas
eksperimen dan kontrol) untuk setiap
aspek kemampuan matematika
menggunakan rumus statistik uji
varians dua peubah bebas F Hitung =
2
2
kecil
besar
S
S
dan uji Levene menggunakan
SPSS.
W =
k
i
k
j ikij
k
i ikiji
ZZk
ZZNkN
1 1
2
2
1
)1(
)(
Zij = iij YY , dimana iY adalah rata-
rata dari subgrup ke-i
Adapun hipotesis statistik yang
digunakan adalah:
Hipotesis :
Ho : 2t = 2
c (Tidak terdapat
perbedaan variansi kelas
eksperimen dengan kelas
kontrol)
Ha : 2
t 2c (terdapat
perbedaan variansi kelas
eksperimen dengan kelas
kontrol)
Kriteria : Terima Ho jika taraf
signifikansi perhitungan
lebih besar dari taraf
signifikansi 0,05
d. Uji dua rata-rata
Uji dua rata-rata dilakukan
dengan uji t. Jika data berdistribusi
normal menggunakan uji t satu arah.
Analisis data menggunakan bantuan
program software SPSS17.0.
Ho = Tidak ada perbedaan
distribusi skor tes
kemampuan komunikasi
matematis kelas eksperimen
dengan kelas kontrol
Ha = Distribusi skor tes
kemampuan komunikasi
matematis kelas eksperimen
lebih baik dari pada kelas
kontrol.
Jika data yang diperoleh
berdistribusi normal tetapi tidak
homogen maka digunakan uji 't
(Sudjana, 2001) dengan rumus:
51
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
53
kontrol kelas siswajumlah
eksperimen kelas siswajumlah
kontrolkelompok varians
eksperimenkelompok varians
kontrol kelas siswa rata-rata nilai
eksperimen kelas siswa rata-rata nilai dengan
)/()/('
2
1
2
2
2
1
2
1
2
2
21
2
1
21
n
n
s
s
x
x
nsns
xxt
Kriteria pengujiannya adalah
tolak H0 jika hitungtabel tt 11 dan
terima H0 untuk kondisi lainnya
dengan taraf signifikansi yang
telah ditentukan.
Jika data yang diperoleh tidak
berdistribusi normal dan tidak
homogen, maka digunakan uji
statistik non parametrik yaitu uji
Mann-Whitney, dengan rumus:
1
11
211 R2
)1(nnnnU
dan
2
22
212 R2
)1(nnnnU
Dimana:
n1 = jumlah sampel 1
n2 = jumlah sampel 2
U1 = jumlah peringkat 1
U2 = jumlah peringkat 2
R1 = jumlah rangking pada n1
R2 = jumlah rangking pada n2
Jika data yang diperoleh
berdistribusi normal dan
homogen maka digunakan uji t
dengan rumus:
1
)1()1(dan
11
21
2
22
2
11
gab
21
gab
21
hitung
nn
snsnS
nnS
xxt
(Sudjana, 2001)
dengan :
1x = nilai rata-rata kelompok
eksperimen
2x = nilai rata-rata kelompok kontrol
n1= banyaknya siswa kelompok
eksperimen
n2= banyaknya siswa kelompok
kontrol 2
1s = varians kelompok eksperimen
2
2s = varians kelompok kontrol
Sgab= simpangan gabungan
Kriteria pengujiannya adalah
tolak H0 jika hitungtabel
tt dan terima
H0 untuk kondisi lainnya dengan
taraf signifikansi yang telah
ditentukan.
Kriteria : Berdasarkan perbandingan
t hitung dari t tabel
jika t hitung > t tabel, maka Ho
ditolak
jika t hitung < t tabel, maka Ho
diterima.
III. Hasil
Untuk melihat perbedaan
kemampuan komunikasi matematis
antara siswa yang memperoleh
pembelajaran kooperatif tipe Think-
Pair-Square menggunakan
Autograph dengan siswa yang
52
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
54
memperoleh pembelajaran kooperatif
tipe Think-Pair-Square tanpa
Autograph adalah dengan
menghitung perbedaan rata-ratanya
menggunakan uji-t. Hasilnya dapat
dilihat pada tabel 4.1. Pada tabel
diperoleh thitung = 5,42. ttabel dengan
derajat kebebasan dk = 30 + 33 – 2 =
61 dan α = 0,05 (uji
satu pihak) diperoleh 1,67.
Dengan demikian, Karena thitung
berada didaerah penolakan H0 atau
thitung > ttabel atau 5,42 > 1,67, maka
H0 ditolak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa mean kelompok
eksperimen lebih baik dari kelompok
kontrol artinya kemampuan
komunikasi matematis siswa dengan
pembelajaran kooperatif tipe TPS
menggunakan
Autograph lebih baik dari
kemampuan komunikasi matematis
siswa dengan pembelajaran
kooperatif tipe TPS tanpa
menggunakan Autograph.
Tabel 4.1 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Postes Kemampuan Komunikasi
Matematis Kelompok TPS+Autograph dan TPS-Autograph
IV. Pembahasan
Dari hasil tes awal
kemampuan komunikasi matematis
siswa, diperoleh rata-rata kelompok
TPS+Autograph sebesar 52,50 dan
kelompok TPS-Autograph sebesar
47,88. Hasil analisis data
menunjukkan bahwa kemampuan
komunikasi matematis awal siswa
pada kelompok TPS+Autograph dan
kelompok TPS-Autograph berada
dalam kemampuan yang tidak jauh
berbeda.
Hasil tes akhir rata-rata skor
yang diperoleh oleh kelompok
TPS+Autograph adalah 72,50 dan
kelompok TPS-Autograph sebesar
57,50. Hasil skor yang diperoleh
kedua kelompok menunjukkan
peningkatan setelah siswa diberi
perlakuan, kelompok
TPS+Autograph melalui
pembelajaran kooperatif dengan
teknik Think-Pair-Square dengan
menggunakan Autograph, sedangkan
kelompok TPS+Autograph melalui
pembelajaran kooperatif dengan
teknik Think-Pair-Square tanpa
menggunakan Autograph.
Berdasarkan hasil analisis
terhadap hasil tes awal dan tes akhir
siswa baik kelompok
TPS+Autograph maupun kelompok
TPS-Autograph menunjukkan
kenaikan kemampuan komunikasi
matematis siswa. Hasil ini
ditunjukkan oleh kenaikan rata-rata
untuk kelompok TPS+Autograph
Kemampuan
yang diukur
Kelompok
TPS+Autograph
Kelompok TPS-
Autograph
thitung ttabel Kesimpulan
x S S2 x S S
2
Komunikasi
Matematis 72,50 11,28 127,16 57,58 10,76 115,81 5,42 1,67 Ho ditolak
53
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
55
sebesar 20, sedangkan kelompok
TPS+Autograph kenaikan rata-
ratanya sebesar 9,62.
Selain itu, ditemukan pula
bahwa nilai rata-rata gain
kemampuan komunikasi matematis
dengan kategori sedang siswa pada
kelompok TPS+Autograph dan
rendah pada kelompok TPS-
Autograph yaitu sebesar 0,39 dan
0,15. Dari temuan tersebut dapat
disimpulkan bahwa gain pada
kelompok TPS+Autograph lebih
besar daripada kelompok TPS-
Autograph atau kemampuan
komunikasi matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran kooperatif
dengan teknik Think-Pair-Square
dengan menggunakan Autograph
peningkatannya lebih baik daripada
siswa yang memperoleh
pembelajaran kooperatif dengan
teknik Think-Pair-Square tanpa
menggunakan Autograph.
Dari hasil postes kelas
TPS+Autograph, diperoleh pula
temuan yakni terdapat seorang siswa
dengan nilai kemampuan komunikasi
yang terendah, yaitu 50. Hal ini
terjadi diakibatkan oleh adanya
beberapa faktor penghambat yang
terjadi pada saat pembelajaran
TPS+Autograph berlangsung, dan ini
mengakibatkan hasil yang dicapai
oleh siswa tersebut kurang maksimal.
Faktor tersebut antara lain adalah
siswa tersebut termasuk siswa
dengan kemampuan rendah. Hal ini
dapat dilihat dari hasil kemampuan
awalnya yang memiliki nilai rendah
yakni 40, dimana nilai 40 berada
dibawah rata-rata kelas yakni 52,5.
Siswa dengan kemampuan rendah
tersebut tidak mampu untuk
menyelesaikan soal-soal kemampuan
komunikasi matematis yang
berkategori sukar, seperti soal nomor
4 dimana indikatornya adalah
menyusun konjektur, menyusun
argument, merumuskan defenisi dan
generalisasi.
Dari ketiga aspek
kemampuan komunikasi, yaitu
menggambar (drawing), membuat
model matematika (mathematical
expression), dan memberikan
penjelasan secara logis dan benar
(written texts), hasil postes
menunjukkan bahwa secara
deskriptif siswa memiliki kemajuan
yang cukup berarti pada aspek
drawing dan mathematical
expression.
Berdasarkan hasil penelitian
ini, dapat dikatakan bahwa
kemampuan komunikasi matematis
siswa yang mendapat pembelajaran
kooperatif dengan teknik TPS
dengan menggunakan Autograph
lebih baik daripada siswa yang
mendapat pembelajaran kooperatif
dengan teknik TPS tanpa
menggunakan Autograph. Hal ini
disebabkan, pembelajaran kooperatif
dengan teknik TPS dengan
menggunakan Autograph telah
mengubah pembelajaran yang selama
ini berpusat pada guru menjadi
pembelajaran yang lebih
menitikberatkan pada keaktifan
siswa.
Kegiatan diskusi kelompok
yang dilakukan siswa, baik pada saat
tahap pair, maupun square, membuat
54
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
56
siswa bisa lebih banyak berdiskusi,
baik dengan teman pasangannya
maupun dengan teman dalam
kelompoknya. Hal ini menyebabkan
terjadi lebih.
Temuan ini juga sejalan
dengan pendapat Lie dan Kagan. Lie
(Ester, 2004) mengatakan bahwa
bahwa dalam pembelajaran
kooperatif dengan teknik TPS akan
memberikan kesempatan kepada
siswa sedikitnya delapan kali lebih
banyak dalam berinteraksi dengan
teman dalam kelompoknya.
Selanjutnya Kagan (Ester, 2001)
berpendapat bahwa pembelajaran
kooperatif dengan teknik TPS dapat
mengembangkan kemampuan
berpikir, meningkatkan kemampuan
komunikasi, dan mendorong siswa
untuk saling berbagi informasi.
V. Simpulan
Berdasarkan hasil,
pembahasan dan temuan selama
pelaksanaan pembelajaran
kooperatif dengan teknik Think-
Pair-Square dengan
menggunakan Autograph,
diperoleh kesimpulan yaitu :
Kemampuan komunikasi
matematis siswa yang diajar
dengan pembelajaran kooperatif
dengan teknik Think-Pair-Square
dengan menggunakan Autograph
lebih baik dari siswa yang diajar
dengan pembelajaran kooperatif
dengan teknik Think-Pair-Square
tanpa menggunakan Autograph.
Ini bisa dilihat dari skor rata-rata
postes dan gain siswa yang mendapat
pembelajaran kooperatif dengan
teknik Think-Pair-Square dengan
menggunakan Autograph sebesar
72,50 dan 0,39 lebih tinggi dari rata-
rata postes dan gain siswa yang
mendapat pembelajaran kooperatif
dengan teknik Think-Pair-Square
dengan tanpa Autograph 57,58 dan
0,15. Dan dari hasil analisis
menggunakan uji-t satu pihak dengan
α = 0,05 diperoleh thitung = 5,42 lebih
besar dari ttabel = 1,67. Dengan
demikian H0 yang menyatakan
bahwa tidak terdapat perbedaan
kemampuan komunikasi matematis
antara kelompok siswa dengan
pembelajaran TPS+Autograph
dengan kelompok siswa dengan
pembelajaran TPS-Autograph
ditolak.
VI. Saran
Berdasarkan analisis dari
hasil penelitian, maka
disampaikan beberapa
rekomendasi yang ditujukan
kepada berbagai pihak yang
berkepentingan dengan hasil
penelitian ini. Rekomendasi
tersebut sebagai berikut.
1. Kepada Guru
a. Pembelajaran kooperatif
dengan teknik Think-Pair-
Square dengan menggunakan
Autograph merupakan salah
satu alternatif
pembelajaran yang efektif
dalam meningkatkan
kemampuan komunikasi
siswa pada materi aplikasi
integral dalam menghitung
luas bidang datar.
55
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
57
b. Dalam setiap
pembelajaran guru
sebaiknya menciptakan
suasana belajar yang
memberi kesempatan
kepada siswa untuk
mengungkapkan gagasan-
gagasan matematika
dalam bahasa dan cara
mereka sendiri, sehingga
dalam belajar matematika
siswa menjadi berani
beragumentasi, lebih
percaya dan kreatif.
c. Dalam menerapkan
pembelajaran ini
sebaiknya guru
mengelompokkan siswa
dalam kategori siswa
dengan kemampuan
rendah, sedang dan
tinggi.
d. Ketika menerapkan
pembelajaran ini
sebaiknya guru
menyajikan soal-soal
yang dapat
mengakomodasi
keberagaman level
kemampuan siswa,
sehingga siswa akan
merasa berpartisipasi
dalam pembelajaran
dengan mengkontruksi
pengetahuan mereka.
e. Gunakan infokus untuk
membantu siswa yang
berlevel rendah dalam
pembelajaran.
2. Kepada peneliti Lanjutan
Untuk peneliti selanjutnya
yang ingin melakukan penelitian
yang sejenis, maka peneliti
memberikan saran :
a. Sebaiknya melakukan
penelitian pada sekolah
yang memiliki fasilitas
komputer yang memadai,
artinya setiap siswa
mendapatkan satu
komputer. Dan memiliki
spesifikasi yang tinggi atau
yang terbaru. Tidak hanya
fasilitas computer, tetapi
ada sarana lain seperti
LCD Projector.
b. Sebaiknya melakukan
penelitian pada kelas atau
sekolah yang
menggunakan bahasa
pengantar bahasa Inggris.
Karena bahasa yang
digunakan pada software
Autograph ini
menggunakan bahasa
Inggris. Atau jika
dilakukan pada sekolah
tidak menggunakan bahasa
pengantar bahasa Inggris,
maka gunakan software
Autograph yang bahasa
pengantarnya bahasa
Indonesia.
c. Perlu dilakukan penelitian
yang berbeda, misalnya
pada tingkat sekolah
menengah pertama.
Dengan materi dan
populasi penelitian yang
lebih banyak lagi.
d. Perlu diteliti lebih lanjut
masalah pembelajaran
kooperatif dengan teknik
TPS dengan menggunakan
56
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
58
software Autograph
apakah juga berperan
dalam meningkatkan
kemampuan penalaran,
problem solving dan
koneksi matematik.
e. Sebaiknya berikan
perlakuan yang berbeda
terhadap siswa-siswa yang
memiliki kemampuan
rendah. Seperti remedial
maupun pelayanan secara
individual.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, R. 2009. Efektivitas Media
Software Autograph
Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif
Tipe Think-Pair-Share Pada
Pembelajaran Persamaan
Garis Lurus Di Kelas VIII
SMP N 1 Tanjung Pura
Tahun Pelajaran
2008/2009. Medan. FMIPA
Unimed.
Ansari, I.B. 2009. Komunikasi
Matematik Konsep dan
Aplikasi. Yayasan Pena
Banda Aceh.
Ester, R. 2006. Pengaruh
Pembelajaran Kooperatif
dengan Teknik Think-Pair-
Square Terhadap
Peningkatan Kemampuan
Komunikasi Siswa. Tesis.
UPI. Bandung
Hake, R. (1999). Analyzing
Change/Gain Score.
[Online]. Tersedia :
http://www.physic.indiana.e
du/~sdi/AnalyzingChange-
Gain.pdf. [Desember 2010]
Hu, C. 2006. Use Web-Based
Simulation to Learn
Trigonometry Curves.
[Online]. Tersedia :
http:www. Cimt.
Plymouth.ac.uk/journal/chu
nhu.pdf. 28 Juli 2011
Manurung, S.L. 2010. Peningkatan
Kemampuan Pemahaman
Matematis dan Berpikir
Kritis Siswa Melalui
Penerapan Model
Pembelajaran Creative
Problem Solving (CPS)
Dengan Menggunakan
Software Autograph. Tesis.
PPS Unimed. Medan
NCTM. 2000. Curriculum and
Evaluation Standards For
School Mathematics.
(http://www.nctm.org/meeti
ngs/). Diakses pada tanggal
11 Januari 2011
Sudjana. 1996. Metoda Statistika.
Penerbit Tarsito. Bandung
Turmudi. 2008. Landasan Filsafat
dan Teori Pembelajaran
Matematika (Berparadigma
Eksploratif dan
Investigatif). PT. Leuser
Cita Pustaka. Jakarta
57
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
59
Van de Walle, J. 2007. Matematika
Pengembangan Pengajaran.
Penerbit Erlangga. Jakarta
Wahyudin. (1999). Kemampuan
Guru Matematika, Calon
Guru Matematika dan Siswa
Dalam Mata Pelajaran
Matematika. Disertasi pada
SPS UPI Bandung. Tidak
diterbitkan.
Winarji, B. 2009. Pembuatan Media
Pembelajaran Yang
Inovatif. Makalah yang
dipresentasikan pada
Seminar Nasional
“Optimalisasi Penggunaan
Media Pendidikan Dalam
Pembelajaran” Tanggal 23
Mei 2009 di Auditorium-
Unimed. Medan
58