perbandingan usaha kopi tradisional antara...

118
i PERBANDINGAN USAHA KOPI TRADISIONAL ANTARA ETNIS TIONGHOA DAN ORANG MUSLIM DI SALATIGA DARI TAHUN 1976-1997 SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum.) Oleh: FERA ASKHIYA NIM. 216 13 011 JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS USHULUDIN, ADAB, DAN HUMANIORA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017

Upload: others

Post on 03-Feb-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    PERBANDINGAN USAHA KOPI TRADISIONAL

    ANTARA ETNIS TIONGHOA DAN ORANG MUSLIM DI

    SALATIGA DARI TAHUN 1976-1997

    SKRIPSI

    Diajukan Guna Memperoleh Gelar

    Sarjana Humaniora (S. Hum.)

    Oleh:

    FERA ASKHIYA

    NIM. 216 13 011

    JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

    FAKULTAS USHULUDIN, ADAB, DAN HUMANIORA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

    SALATIGA

    2017

  • ii

  • iii

    PERBANDINGAN USAHA KOPI TRADISIONAL

    ANTARA ETNIS TIONGHOA DAN ORANG MUSLIM DI

    SALATIGA DARI TAHUN 1976-1997

    SKRIPSI

    Diajukan Guna Memperoleh Gelar

    Sarjana Humaniora (S. Hum.)

    Oleh:

    FERA ASKHIYA

    NIM. 216 13 011

    JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

    FAKULTAS USHULUDIN, ADAB, DAN HUMANIORA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

    SALATIGA

    2017

  • iv

  • v

  • vi

  • vii

    MOTTO

    Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan

    Sesungguhnya yang demikian itu (Al-Baqarah: 45)

    Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan

    penuh ketekunan. (Al-Muzzamil: 8)

  • viii

    PERSEMBAHAN

    Dengan tanpa mengurangi rasa syukur pada Allah

    SWT, skripsi ini penulis persembahkan dengan penuh

    rasa kasih, sayang dan ketulusan yang tiada akhir kepada:

    Para Bapak/Ibu dosen, pembimbing, serta staff

    dalam mempermudah administrasi di kampus,

    Bapakku Jupri/Ibuku Ngatminah, kakakku

    Anita, dan adikku Aditya yang selalu mendoakanku,

    Kak Cinta, Unni, Teh Sofi dan mama, kak

    zuma, kak endang, bu sur dan teman-teman yang selalu

    menyemangatiku.

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum wr.wb

    Dengan menyebut nama Allah Swt.yang Maha Pengasih lagi Maha

    Penyayang, segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan

    hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

    dengan lancar. Shalawat serta salam senantiasa tercurah terhadap Nabi

    Muhammad Saw., yang telah membawa kita dari zaman jahiliyan hingga zaman

    terang benderang. Skripsi ini disusun sebagai syarat mencapai Gelar Sarjana

    Pendidikanpada Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Ushuludin, Adab, dan

    HumanioraIAIN Salatiga.

    Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yag telah

    membantu dan memberikan dorogan baik moril maupun materil, sehingga skripsi

    ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, melalui ruang penulis mengucapkan

    penghargaan dan terima kasih kepada:

    1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga

    2. BapakBenny Ridwan, M. Hum. selaku Dekan FakultasUshuludin, Adab, dan

    Humaniora.

    3. BapakHaryo Aji Nugroho, S. Sos., MAselaku Ketua Jurusan Sejarah

    Peradaban Islam.

    4. Bapak Dr. H. Mubasirun, M. Ag dan Bapak Adif selaku dosen pembimbing

    skripsi.

  • x

    5. Kepada seluruh dosen sejarah khususnya pada Jurusan Sejarah Paeradaban

    Islam diFUADAHIAIN Salatiga.

    6. Seluruh Narasumber yang bersedia memberikan informasi mengenai

    perbandingan bisnis kopi.

    7. Bapak, ibu, kakak dan adikku yang telah mencurahkan do‟a dan yang selalu

    menyemangati saya.

    8. Seluruh teman-teman yang selalu menyemangati saya.

    9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

    berperan dan membantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

    Akhirnya penulis berharap, semoga jasa dan bantuan yang telah diberikan

    menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Allah Swt. Dalam penyusunan

    skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini

    dikarenakan keterbatasan dari segala aspek yang dimiliki oleh penulis sendiri.

    Untuk itu, kritik dan saran terbuka luas dan selalu penulis harapkan dari pembaca

    yang budiman guna kesempurnaannya. Mudah-mudahan skripsi yang sederhana

    ini mampu memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

    Wassalamu alaikum Wr. Wb.

    Salatiga, 12 Agustus 2017

    Fera Askhiya

    NIM. 216 13 01 1

  • xi

    ABSTRAK

    Askhiya, Fera. 2017.Perbandingan Usaha Kopi Tradisional Antara Etnis

    Tionghoa dan Orang Muslim di Salatiga Dari Tahun 1976-1997. Skripsi.

    Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Ushuludin, Adab, dan

    Humaniora. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. 2017. Pembimbing: Dr.

    H. Mubashirun, M. Ag.

    Kata Kunci: Usaha, Muslim, Etnis dan Etos Kerja.

    Penelitian ini merupakananalisis studi kasus pada perbandingan bisnis kopi

    bubuk tradisional karena kopi yang di produksi dengan cara digoreng secara

    manual. Adapun permasalahan yang ada yaitu (1) Bagaimana perkembangan

    usaha kopi oleh orang Muslim dan non Muslim di Kota Salatiga? (2) Bagaimana

    etosbisniskopioleh orang Muslim dan non Muslim di Kota Salatiga?

    Penelitian ini adalah jenis penelitian sejarah yang menggunakan teknik

    terjun langsung kelapangan (field research), karena sumber data diperoleh

    langsung dari sumbernya. Skripsi ini menggunakan pendekatan sosial ekonomi

    guna menggumpulkan, sedangkan analisis data dari skripsi ini lebih mengarah

    pada sosial ekonomi masyarakat Salatiga tahun 1976-1997.

    Adapun kesimpulan penelitian menunjukkan, bahwa terdapat kekalahan dari

    orang Muslim pada etos bisnis dibanding dari etnis Tionghoa yang mampu

    memaksimalkan produksi dan kualitas yang baik, sehingga skala produksi bisa

    lebih besar dari pada usaha milik orang Muslim. Di sisi lain, etos kerja etnis

    Tionghoa mendorong mereka mampu menjaga kualitas. Ketidakmampuan orang

    Muslim menggunakan nilai-nilai akhlak Islami, berpengaruh pada kecilnya skala

    usaha. Hal ini juga berdampak pada kualitas produk mereka.

  • xii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN BERLOGO ..................................................................................i

    HALAMAN JUDUL .........................................................................................ii

    HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................iii

    HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................iv

    HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................v

    HALAMAN MOTTO .......................................................................................vi

    HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................vii

    KATA PENGANTAR ......................................................................................viii

    ABSTRAK .........................................................................................................x

    DAFTAR ISI .....................................................................................................xi

    DAFTAR TABEL ............................................................................................xiv

    DAFTAR NARASUMBER ............................................................................. xv

    DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xvi

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ...............................................................................1

    B. Rumusan Masalah ..........................................................................8

    C. Tujuan dan Ruang lingkup .............................................................8

    D. Kerangka Konseptual .....................................................................10

    E. Tinjauan Pustaka ............................................................................19

    F. Metode Penelitian ..........................................................................22

    G. Sistematika Penelitian ....................................................................25

  • xiii

    BAB II KOTA SALATIGA, POPULASI ETNIS, KONDISI SOSIAL

    EKONOMI DAN SALATIGA

    A. Sejarah Kota Salatiga .....................................................................27

    B. Populasi Etnis di Salatiga ..............................................................32

    C. Kondisi Sosial Ekonomi di Salatiga ..............................................38

    BAB III PERKEMBANGAN INDUSTRI KOPI DI SALATIGA

    A. Perkembangan Industri Kopi Di Salatiga ......................................46

    B. Dampak IndustriKopi Bagi Masyarakat Salatiga ..........................49

    C. Krisis Moneter ..............................................................................58

    BAB IV PERBANDINGANINDUSTRI KOPI DI SALATIGA

    A. Sejarah Pabrik Kopi Milik Etnis Tionghoa (Babah Kacamata) ....63

    B. Sejarah Pabrik Kopi Milik OrangMuslim ......................................66

    1. Kopi Merek Kasmi ...................................................................68

    2. Kopi Merek Arobi .....................................................................69

    C. Etos kerja Pengusaha Pabrik Kopi di Salatiga ...............................71

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ...................................................................................77

    B. Saran ..............................................................................................78

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 79

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    DAFTAR LAMPIRAN

  • xiv

    DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

    DAFTAR NARASUMBER

    FOTO-FOTO

    SKK

  • xv

    DAFTAR TABEL DAN GRAFIK

    Tabel 1.1 Tabel Pangsa Pasar (Market Share) Kopi Bubuk/Instan Tahun

    2009-2011. 3.

    Tabel 2.2 Perbandingan Angka Pencari Kerja dan Lowongan Pekerjaan Yang

    Tersedia Kota Salatiga. 39.

    Tabel 3.3 Tabel Perbandingan Pabrik-Pabrik Bisnis Kopi Di Salatiga. 46.

    Tabel 3.4 Produk Domestik Regional Bruto (Pdrb) Kotamadya Salatiga

    Menurut Lapangan Usaha, Atas Dasar Harga Konstan 1993 Tahun

    1995-1997 (105.1). 48.

    Tabel 3.5 Tabel Daftar Perkebunan-Perkebunan Yang Terdapat Di Sekitar

    Salatiga Tahun 1924. 50.

    Tabel 3.6 Tabel Daftar Pabrik-Pabrik Kopi Di Salatiga. 51.

    Tabel 3.7 Tabel Jumlah Angkatan Kerja Diperinci Menurut Usia Di

    Kotamadya Dati Ii Salatiga Tahun 1997. 54.

    Tabel 3.8 Tabel Jumlah Lowongan Yang Sudah/Belum Dipenuhi Dan

    Terdaftar Diperinci Menurut Golongan Industri Tahun 1980. 56.

    Grafik 2.1 Perbandingan Agama dari Tahun 1980-1997. 34.

    Grafik 2.2 Gambar Tratifikasi Masyarakat Salatiga Masa Kolonial. 36.

    Grafik 4.3 Perbandingan Antar Pabrik Bisnis Kopi Di Salatiga.73.

  • xvi

    DAFTAR NARASUMBER

    Nama Pemilik Pabrik Alamat

    Joko Astono Babah kacamata Jl. Kaliyamat, Kalioso, No 16.

    Kuntawinagun, Salatiga

    Maryamah Kasmi Karang Padang Rt O2/Rw 03,

    Kecandran, Salatiga

    Sairoh Arobi Rt.01 Rw.3 Kecandran, Salatiga.

    Mustikawati Adik dari Joko Astono Rt.03 Rw.9 Kemiri Barat No.

    761, Salatiga

  • xvii

    DAFTAR LAMPIRAN

    1. DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

    2. FOTO-FOTO

    3. PETA SALATIGA

    4. SKK

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Kopi menjadi salah satu komoditas unggulan dalam sektor

    perekebunan Insonesia.1 Hasil perkebunan Industri di Indonesia sangat

    beragam macamnya mulai dari teh, kopi, kakao, sawit hingga karet.

    Hasil perkebunan tersebut nantinya akan diolah oleh perkebunan atau

    dikirim ke industri kopi di Indonesia. Namun sebagian hasil

    perkebunan akan di ekspor untuk memenuhi permintaan pasar luar

    negeri. Kopi adalah salah satu hasil perkebunan yang mulai di minati

    banyak konsumen, sehingga hasil panen setiap tahun selalu mengalami

    peningkatan.2

    Kopi merupakan salah satu komoditi ekspor potensial di pasar

    dunia, termasuk di kawasan perdagangan bebas ASEAN-China.

    Indonesia sebagai negara pengekspor besar kopi memandang

    pemberlakuan kebijakan EHP sebagai peluang untuk dapat

    meningkatkan penawaran ekspornya. Hal ini dipandang sekaligus

    sebagai suatu tantangan untuk Indonesia dalam meningkatkan daya

    1Pratiwi,Retno Rahmawati. Skripsi. Hambatan dan Strategi Pengembangan

    Usaha Kopi Dalam Upaya Peningkatan Produksi Di Kecamatan Candiroto

    Kabupatrn Temanggung. (Semarang: Universitas Negeri Semarang. 2016). hlm 1.

    2Paramita,Ika Oktavianti. Skripsi. Uji Komparaasi Antara Kopi ABC Susu

    Dan Torabika Susu (Studi Kasus Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politk

    Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Jawa Timur. (Surabaya: Fakultas

    Ilmu Sosial Dan Ilmu Politk, Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, 2014). hlm 2.

  • 2

    saing komoditas kopi yang lebih kompetitif di pasar ASEAN dan

    China, sehingga dapat lebih meningkatkan pendapatan negara.3

    Untuk melihat perbedaan produktifitas serta pencapaian bisnis,

    penulis memaparkan produk usaha dalam skala besar sebagai

    pembanding antara perusahan dalam skala besar,menengah dan kecil

    secara umum. Seperti PT Santosa Jaya Abadi sebagai usaha keluarga

    pemilik merek kopi terbesar di Indonesia, akar perusahaan ini mulai

    tumbuh dari sebuah industri rumah tangga sederhana di Surabaya,

    dimana lebih dari 79 tahun silam pada tahun 1927, Sang Pelopor Go

    Soe Loet memproduksi kopi terkenalnya.4 Pada tahun 1970,

    perusahaan melakukan perkembangan sekaligus perubahan. Generasi

    kedua mulai tampil untuk memastikan kelanjutan dan kesuksesan

    usaha. Tahun 1980 PT Santosa membagun pabrik yang sekarang

    berada di Sepenjang, Sidoarjo, Jawa Timur. Pada tahap ini, merek

    Kapal Api telah menjadi penyangga utama perusahaan yang terbesar

    rata di seluruh Indonesia sekaligus menjadi pemimpin besar dengan

    rangkaian produk lengkapnya. PT Sentosa Jaya Abadi

    memperkenalkan beberapa merek kopi lain yang juga berhasil meraih

    sukse di pasaran, yaitu Excelso, ABC, Good Day, Ya, dan Kapten.

    Hingga kini, PT Sentosa Jaya Abadi dengan rangkaian produknya telah

    3Nugroho,Arif Agus. Skripsi. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi

    Ekspor Kopi Indonesia Ke Wilayah ASEAN Dan China Dalam Skema Early Harvest

    Programme. (Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor,

    2013). hlm 5. 4Ibid. hlm 23.

  • 3

    menjadi bagian dari keseharian dan bahkan berlangsung dari generasi

    ke generasi.5

    Tabel 1.1 Pangsa Pasar (Market Share) Kopi Bubuk/Instan Tahun

    2009-2011.6

    No Nama

    Perusahaan

    Merek 2009 2010 2011

    1 PT. Santosa

    Jaya Abadi

    Kapal Api 43,6 39,4 35,7

    2 PT. Santosa

    Jaya Abadi

    ABC 18,9 22,1 24,4

    3 PT. Nestle

    Indonesia

    Nescafe 9,9 8,3 5,2

    4 PT. Mayora

    Indah Tbk

    Torabika 7,5 6,2 8,5

    5 PT. Sari

    Incofood

    Corporation

    Indocafe 6,4 9,1 8,4

    Sumber : Modifikasi dari Majalah SWA, No.16/XXV/27 Juli-5

    Agustus2009, No.09/XXVI/29 April-11Mei 2010, No.15/XXVI/15-28

    Juli 2010 dan No. 15/XXVII/18-27 Juli 2011

    Torabika merupakan merek kopi instan dari PT. Mayora Indah

    Tbk dan juga menjadi saingan dari PT. Santosa Jaya Abadi dan PT.

    Gasandry. Dari tabel diatas dapat diketahui merk kopi yang paling

    unggul adalah Kapal Api, disusul ABC, Nescafe, kemudian Torabika

    dan kopi instan lain. kopi-kopi tersebut merupakan produsen kopi

    yang banyak dipasaran dan telah tersebar di seluruh Salatiga. Pada

    5Ibid. hlm 24.

    6Yuyanti,Iis Wiwin. Skripsi. Pengaruh Line Extension terhadap Ekuitas

    Merek Kopi Nescafe. (Universitas Pendidikan Indonesia, 2012). hlm 5.

  • 4

    kopi Kapal Api selalu menjadi kopi paling unggul. Kemudian kopi

    ABC diposisi kedua dan dari ketiga tahun diatas tidak ada penurunan.

    Pada kopi Nescafe dari ketiga tahun diatas mengalami penurunan.

    Pada kopi Torabika tahun 2010 mengalami penurunan, tetapi

    melonjak lagi tahun 2011. Pada kopi Indocafe mengalami kenaikan,

    tetapi tahun 2011 mengalami penurunan. Semua ini menjadikan para

    produksi kopi lokal (kopi tradisional) di Salatiga untuk lebih

    meningkatkan daya saing agar lebihmendapat tempat di tengah-tengah

    masyarakat Salatiga khususnya.

    Kopi mulai tersebar secara merata di Indonesia dan

    dikembangkan, banyak perkebunan kopi yang tersebar di Indonesia.

    Di daerah Jawa Tengah terdapat perkebunan kopi di Temanggung dan

    Ungaran Kab. Semarang. Usaha petani kopi etnisJawa yang memiliki

    filosofi Jawa dengan pola hidup gemi nastiti ngati ati yang artinya

    hemat, cermat dan bersahaja/berhati-hati.7Prinsip itu telah melekat

    pada orang Jawa terutama umat Muslim, sehingga sikap etnis Pribumi

    Muslim lebih sederhana.

    Kemudian pada abad ke-13 diperkenalkan oleh pedagang dari

    Persia dan India. Kemudian pada abad ke-15 menyebar hingga

    seluruh Indonesia, hingga sampai akhirnya Islam masul ke Jawa

    khususnya Kota Salatiga.Pada tahun 1980 (BPS Kota Salatiga dalam

    7Rokhani, dkk. Jurnal Sosiologi Pedesaan. Dilema Kolektifvitas Petani

    Kopi: Tinjauan Saosiologi Weberian (Kasus Petani Kopi di Nagori Sait Buttu

    Saribu, Kecmatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara).

    (Universitas Jember, 2016). hlm 6.

  • 5

    angka 1980) jumlah penduduk Pribumi Muslim mencapai 58.632

    jiwa, sedangkan penduduk etnis Tionghoa mecapai 6.665 jiwa dari

    jumlah penduduk mencapai 79.824 jiwa. Data tersebut menunjukkan

    bahwa populasi etnis Tionghoa termasuk padat penduduk di Salatiga.

    Pada tahun 1990 penduduk Muslim mencapai 112.819 jiwa,

    sedangkan dari etnis Tionghoa 10.514 dari jumlah penduduk

    mencapai 144.295. Terlihat peningkatan populasi dari etnis Tionghoa

    dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

    Seiring dengan perekembangan zaman, perkembangan bisnis

    di Indonesia juga telah mengalami kemajuan. Adanya budaya

    konsumtif akibat dari perkembangan zaman tersebut semakin memacu

    para pelaku bisnis untuk berusaha menyediakan kebutuhan dan

    keinginan masyarakat. Setiap hari muncul pelaku bisnis yang

    mengenal produknya dengan kreativitas dan inovasi baru. bahkan,

    kegiatan bisnis sendiri sudah merambah di berbagai pihak masyarakat,

    sehingga hal ini menyebabkan adanya persaingan yang semakin

    kompetitif.8 Dalam penelitian ini membahas tentang persaingan kopi

    bubuk tradisional dilingkup kota Salatiga yang dari tahun 1976 mulai

    ada beberapa pabrik home industri beroperasi. Dalam hal berinovasi,

    banyak diantara etnis Tionghoa dan orang Muslim tidak hanya kopi

    yang di jual tetapi berbagai aneka biskuit. Mencoba dalam

    8Sulistiyani,Diah. Skripsi. Pengaruh Pengetahuan Etika Bisnis Islami dan

    Religiusitas Terhadap Perilaku Pedagang Muslim. (Semarang: Universitas Islam

    Negeri Walisongo, 2015). hlm 4.

  • 6

    keberuntungan lainnya, dalam hali ini mereka memiliki daya saing

    tinggi demi mencukupi kebutuhan sehari-hari.

    Para pedagang keturunan Tionghoa menilai lembaga, hukum

    konstitensi dalam prinsip, serta kebiasaan dianggap cukup penting

    dalam daganya terhadap masyarakat. Disimpulkan bahwa pedagang

    Tionghoa cenderung bersifat kritis, artinya tindakan-tindakannya lebih

    rasional dan atau lebih diperhitungkan untung rugi dalam menilai

    suatu konsekuensi dari tindakannya tersebut. Budaya dagang orang

    Tionghoa dan orang Jawa memiliki pandangan yang cenderung sama,

    yaitu kedua-duanya adalah cara untuk berusaha menjaga hubungan

    baik dengan para pelanggan, konsumen, pemasok, pimpinan dan

    lingkungannya. Situasi pemasaran yang penuh resiko karena

    persaingan dagang, yaitu masuknya pendatang baru, ancaman produk

    pengganti, kekuatan tawar-menawar antarpembeli dan pemasok,

    persaingan diantara pesaing yang sudah ada. Tetapi dalam keadaan

    nyata pemasaran para pedagang pribumi Muslim cenderung bersikap

    mengajak para pedatang baru untuk bekerja sama, sedangkan para

    pedagang keturunan Tionghoa cenderung untuk melakukan

    kemampuannya secara optimal tanpa melakukan kerjasama.9

    Dari penelitian yang telah dilakukan pada setiap pabrik yang

    telah dikunjungi, penulis mendapatkan informasi mengenai

    pendapatan produktifitas dari setiap bulannya. Pada setiap pabrik kopi

    9Maharani,Dian Mega. Skripsi. Perilaku Kewirausahaan Pedagang Etnis

    Cina Dan Pedagang Etnis Jawa Di Pasar Yaik Permai Semarang. (Semarang:

    Universitas Negeri Semarang, Jurusan Psikologi, 2013), hlm 5.

  • 7

    di kota Salatiga tenyata dari etnis Tionghoa lebih tinggi tingkat

    produktifitas kopi per bulannya. Berdasarkan data-data yang telah

    dapatkan oleh penulis, dapat diketahui bahwa kopi bubuk yaitu dari

    produk kopi Babah Kacamata yang paling banyak produksinya tiap

    bulannya yang menunjukkan kurang lebih 60 kg/bulan, yang mana

    penjulannya di wilayah Salatiga dan sekitarnya.

    Alasan penulis ingin meneliti tentang ini karena ingin

    membandingkan beberapa pabrik kopi yang berada di Salatiga.

    Kemudian kedua untuk melihat jaringan kerjasamanya karena

    memperlihatkanperbandinganbisnis pabrik kopi yang berbeda-beda.

    Kemudian usaha mereka merupakan usaha warisan dari orang tua

    mereka, seperti kopi Arobi dan Kasmi pula. Kemudian etos kerja dari

    etnis Tionghoa dan orangMuslim dalam berdagang, dari etika

    berdagang yang mana orangMuslim dianggap malas dalam

    berdagang.Bagaimana produktifitas dari etnis Tionghoa dan Muslim

    yang berbeda, kesan pada etnis Tionghoa ialah terlihat dinamis dan

    pada Pribumi Muslim terlihat aksetis. Berdasarkan uraian diatas, maka

    penulis melakukan penelitian dengan judul : PERBANDINGAN

    USAHA KOPI TRADISIONAL ANTARA ETNIS TIONGHOA

    DAN ORANG MUSLIM DISALATIGA DARI TAHUN 1976-

    1997.

  • 8

    B. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana perkembangan usaha kopi oleh orang Muslim dan non

    Muslim di Kota Salatiga?

    2. Bagaimana etosbisniskopioleh orang Muslim dan non Muslim di

    Kota Salatiga?

    C. Tujuan dan Ruang Lingkup

    Dalam penelitian ini peneliti tujuan secara umum adalah untuk

    mengetahui sejarah geografi, sosial dan ekonomi Salatiga. Dalam

    tujuan peneliti yang diharapkan dalam penelitian ini sebagai berikut:

    1. Tujuan Teoritis

    Untuk mengetahui gambaran umum seperti populasi etnis Kota

    Salatiga, untuk memahami latar belakang sejarah Kota Salatiga

    dalam perubahan sosial ekonomi. Untuk mengetahui

    perkembangan ekonomi di Salatiga khususnya dari usaha kopi.

    Untuk mengetahui perbandingan dan etos bisnis pada pabrik kopi

    tradisional yang ada di Salatiga.

    2. Tujuan Praktis

    Diharapkan dapat untuk menambah sumbangsi keilmuan bagi

    pembaca. Untuk menjadi rujukan dalam penulisan di perpustakaan,

    bagi siapa yang membacanya. Bisa menjadi bahan dasar penelitian

    selanjutnya yang memiliki kesamaan tema. Dapat menjadi

    pembanding dalam berbagai karya orang lain. Untuk memenuhi

  • 9

    syarat dalam mendapatkan gelar sarjana. Dalam kajian ruang

    lingkupnya dalam penelitian adapun kajian di dalamnya antara

    lain:

    a. Kajian Spasial

    Penelitian ini secara ruang lingkup spasial oleh Kota Salatiga

    sebagai tempat yang diteliti dan dipilih oleh peneliti.Salatiga

    merupakan kota madya yangmana masih ikut dalam Kabupaten

    Semarang. Salatiga memiliki banyak beragam sektor ekonomi

    dalam pendapatan daerah khususnya dalam sumber daya alam

    dan sumber daya manusia, meskipun masih dalam lingkup

    daerah. Tercatat dalam Dinas Perindustrian dan Perdagangan

    ada beberapa didirikannya pabrik pembuatan kopi secara

    tradisional yang menjadi objek dalam peneitian

    penulis.(http://www//Disperindag Kota Salatiga)

    Adapun nama dan alamat pabriknya seperti berikut:

    1) Pabrik pembuatan kopi “BABAH KACAMATA” berada di

    desa Jl. Kalinyamat No.16, Kutowinangun Kidul, Tingkir,

    Kota Salatiga, Jawa Tengah 50742.

    2) Kopi bubuk “KASMI” perintis generasi ke-3 Maryamah,

    RT.2 RW.3, Kecandran, Salatiga.

    3) Kopi bubuk “AROBI” perintis Arobi, RT.01 RW.3

    Kecandran, Salatiga.

  • 10

    b. Kajian Temporal

    Penelitian ini secara ruang lingkup temporal mulai dari tahun

    1976 karena tahun itu sebagai tahun dimana sudah

    berkembangnya kopi tradisional berkembang di Salatiga. Pada

    tahun 1976 juga ditandai dengan meluasnya perdagangan

    Tionghoa secara merataterutama di daerah Salatiga. Dan

    berakhir pada tahun 1997 karena banyak pabrik-pabrik

    kopiditutup tersebut namun sementara karena krisis moneter,

    naiknya nominal dollar terhadap rupiah menjadikan tingginya

    harga kopi pada saat itu. Sehingga terpaksa ditutup, sementara

    ditutup dari pihak pabrik terpaksa menjaul kopi yang masih

    utuh (mentah) sisa dari yang telah dibeli sebelumnya, agar

    keuangan stabil dan tidak rugi. (Wawancara dengan Bu Wati

    selaku adik dari Bapak Joko Astono). Antara tahun 1976

    sampai tahun 1997 menjadi jarak waktu dalam pasang surut

    kondisi sosial ekonomi Kota Salatiga yang menjadi kajian

    penulis.

    D. Kerangka Konseptual

    Pada kerangka konseptual ini peneliti menggunakan

    pendekatan sosial ekonomi pada kasus perbandingan bisnis

    kopitradisional di Salatiga.Dalam penelitian ini menggunakan metode

  • 11

    penelitian kualitatif untuk lebih mengetahui kualitas dari data

    informasi obyektif deskriptifanalitik dari narasumber. Sebelum itu

    telah dilakukan proses pencarian dan pemilihan sumber untuk

    menggolongkan mana sumber primer dan mana sumber sekunder yang

    telah didapat, agar lebih memudahkan dalam penulisan penelitian

    selanjutnya.Penekanan pada pedagang yangmana dari etnis Tionghoa

    dan orang Muslim, yang terlihat ternyata pada peningkatan peminat

    kopi (Wawancara dengan narasumber Joko Astono selaku pemimpin).

    Dalam penulisan ini juga memperlihatkan bagaimana kondisi tahun

    1997 yang mana naiknya harga kopi, sehingga dampak yang dirasakan

    masyarakat yang memproduksi kopi menjadi tidak kondusif.

    Akibatnya banyaknya produksi kopi yang mengalami kesusahan

    seperti bangkrutnya usaha pabrik kopinya. Kemudian dari pada itu

    melihat aktualisasi pemerintah dalam penanganan kondisi sosial

    ekonomi yang menimpa masyarakat Salatiga dan sekitarnya.Dalam

    pola dasar konsep penelitian ini penulis membahas tentang:

    1. Komposisi Etnis

    Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, tetapi perjuangan

    dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia jauh sebelum itu.

    Dalam penyebaran komposisi lapisan masyarakat telah diduduki

    oleh etnis Tionghoa, Eropa, Arab, India dan pribumi Jawa. Dari

    sekian luas geografis Indonesia dari Sabang sampai Merauke

    banyak sekali perbedaan keragaman kebudayaan, adat istiadat,

  • 12

    suku, ras, dan agama yangmana menjadi satu kesatuan dibawah

    naungan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

    Di pulau Jawa, penyebaran dari berbagai etnis telah merata ke

    seluruh pulau Jawa sendiri. Dalam pembagian wilayah pada etnis

    Tionghoa terkenal dengan kampung Pecinan dan diikuti dengan

    pemukiman lainnya dari etnis Arab dan India. Di kota Salatiga

    penyebaran etnis mulai semakin meningkat terlihat dalam

    perekonomian di pasar tentunya. Meskipun di dominasi oleh etnis

    Jawa khususnya Muslim, pada etns lainnya sangat menonjol akan

    kehadirannya terutama etnis Tionghoa. Ruang bergerak dalam hal

    kemasyakatan pun terlihat, apabila mengunjungi Pasar Raya

    Salatiga banyak sekali ditemukan pedagang dari etnis Tionghoa.

    Dari Pribumi Muslimlebih dominan berjualan seperti peralatan

    sholat, busana muslim dan lainnya yang berkenaan untuk beribadah

    umat muslim. Pada etnis Tionghoa mereka justru membuka

    peluang akan semua yang telah dicobamulai dari peralatan rumah,

    peralatan pribadi, dari yang mentah sampai barang matang ada.

    2. Etos kerjaetnis Tionghoa

    Objektivikasi (konkretisasainya), telah dijelaskan di muka, dengan

    kedalaman proses gerak dialektika fenomena kesadaran moralnya

    yang bersumber pada kesadaran diri atau refleksi diri dengan

    metode reflektif kritis. Prosesnya itu mengiplikasikan kualitas

    moral dan kedalaman atau keluasan jangkauan motivasi dan

  • 13

    maksud etos pemikirannya juga struktur pemikiran manajemen

    selaras dengan efisiensi tujuan etos dagang pada masanya (bidang

    perdagangan) baik bagi eksistensi manusiawikerakyatan dalam

    ekonomi kerakyatan maupun bagidunia kehidupan atau realitas

    sosial Jawa yang dalam kondisi pascakolonial (dalam masyarakat

    pluralisme pascatradisional).10

    “Perbandingan pemahaman etos dagang Jawa dengan

    budaya dagang keturunan Tionghoa. Menurut sistem nilai

    moral Tionghoa, seorang karyawan diharap sebagai

    pengikut, penurut, dan acapkali sebagai seorang yang tidak

    perlu melakukan banyak pertanyaan. Seorang pemimpin

    dianggap segalanya, paling pandai dari suatu kelompok.11

    Pertanyaan dan pendapat berbeda dianggap sebagai sikap

    mengganggu harga diri pemimpinnya. Perilaku yang

    otoriter diharapkan datang dari superior sedangkan

    bawahan hanya bersifat pasif saja.12

    Chan dan Moore

    menjelaskan, sikap masyarakat Tionghoa terhadap

    lingkungan cenderung menerima daripada berusaha

    mengubahnya. Mereka mencari kecocokan dirinya

    kesamaan bagi suatu tindakan yang bisa membuat

    keharmonisan lingkungan.”13

    “Menurut Hana dalam budaya Tionghoa dikenal dengan

    utang budi merupakan suatu bentuk kerjasama dalam

    jangka panjang. Hubungan kerja sama selalu didasarkan

    pada kekeluargaan, perdagangan yang dibangun oleh

    keluarga-keluarga Tionghoa berdasar kepercayaan pribadi

    atau guanxie yang berarti ikatan manusia bersifat pribadi,

    khas, dan non-ideologis, tetapi berdasar pada kesamaan

    identitas. Kesamaan tersebut akan lebih diprioritaskan di

    lingkungan keluarga, marga, dan atau keturunan dalam

    10Daryono. Etos Dagang Orang Jawa Pengalaman Raja Mangkunegara

    IV.(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007). hlm 268.

    11

    Stepen Martin, Industri Economic, Economic Analysis and Public Policy,

    (New York: MacMillan Publ. Company, 1989), hlm xxi.

    12

    Ibid., hlm 75.

    13

    Nikhilesh Dholakia (ed.), Marketing as If Cultur Mattered, (University

    of Rhode Island: University of Rhode Press., 1987), hlm 55.

  • 14

    Tionghoanya baru kemudian kearah kesamaan yang lain

    misalnya agama atau daerah.”14

    Masyarakat etnis Tionghoa harus menjadi pribadi penurut,

    maksudnya dalam bekerja harus loyal akan tanggung jawabnya

    terhadap atasan mereka. Keluarga etnis Tionghoa lebih dominan

    bekerja sama pada dasar persamaan identitas sehingga mampu

    memaksimalkan usaha mereka dalam keseharian. Bukan karena

    agama atau daerah dalam mempengaruhi konsep usaha.

    Masalah terpenting pada kecenderungan etos dagangnya etnis

    Tionghoa itu kaitannya pada kondisi perekonomian sekarang, yaitu

    dalam etika pasar bebas dan perekonomian global,

    berkecenderungan ke dalam dua hal yang kurang. Pertama, kurang

    realistis dan rasional, dan kedua, kurang sesuai dengan identitas

    budaya dan pengalaman keagamaan (Islam) Jawa yang dalam

    masyarakat pasca-tradisional. Kemungkinan lain masalah pada etos

    dagang Jawa dalam pemikiran Sri Mangkunegara IV sebagaimana

    dikaji di sini, kiranya pantas menawarkan diri sebagai bagian

    alternatif pemecahannya. Misalnya, pertama-tama, dua pihak itu

    (etnis Tionghoa dan Jawa) sebaiknya selalu melakukan proses

    pemberdayaan dialogis partisipasif transendental dalam dunia

    kehidupan atau realitas sosial sesuai pada masanya tersebut. Kedua,

    proses itu terkait erat antara pendidikan dan pengalaman

    14Hana Tjandradiredja,.. op. cit. hlm 143.

  • 15

    keagamaan (Islam) Jawa sesuai pada masanya.15

    Kemudian adanya

    sifat pragmatis saat etnis Tionghoa selalu berfikir untuk membuka

    berbagai peluang dalam meraup keuntungan serta dinamis dalam

    berwirausaha. Selalu menerapkan etos kerja mereka pada setiap

    bisnis yang didirikannya.

    3. Etos kerja orang Muslim

    “Seperti yang dikatakan Budi Paramita, sikap yang

    dikembangkan orang Jawa adalah sikap realistis, yaitu

    rasional, dengan mempehitungkan untung rugi, konsisten

    dalam prinsip serta berfikir logis dalam meninjau masa

    lampau maupun masa depan, memiliki keinginan dan

    keberhasilan, kepahlawanan, keyakinan dan konsekuen atas

    keuntungan materi. Berlawanan dengan sikap itu adalah

    sikap yang lebih feminin dalam dagang, yaitu aktifitasnya

    lebih mempertimbangkan maksud yang dinginkan tanpa

    pertimbangan materi atas suatu tindakan, lebih

    mementingkan hubungan teman, menekankan masa

    lampaunya dari pada masa depan, berperilaku sederhana,

    mempertimbangkan yang lemah dan mementingkan mutu

    kehidupan lebih langgeng lebih sama rata.”16

    Dalam berdagang setiap orang akan mementingkan

    bagaimana kinerja bisnisnya berjalan lancar. Pemahaman akan etos

    dagang pasti akan mencapai cita idealnya bagi para pedagang.

    Diharapkan etos kerja yang telah berjalan dari etnis Tionghoa

    maupun orang Muslim akan cenderung meningkat terutama dalam

    aspek penjualan, keuntungan serta pelanggannnya. Kiranya cukup

    baik menjadi acuan tantangan pemikiran etos kerja dan menjadi

    15Daryono. op. cit., hlm 308.

    16

    Budi Paramita, Struktur Organisasi di Indonesia, (Jakarta: Lembaga

    Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1985), hlm 77.

  • 16

    sumbangsi pemikiran dalam perekonomian Jawa tentunya.17

    Jika

    dilihat dari aktualisasi etos kerja orang Muslim terlihat bersifat

    aksetis dalam artian mereka ingin mempertahankan prinsip mereka

    yaitu menjaga amanah yang ada dan menjalankan usaha apa yang

    telah di beri oleh Tuhan. Selalu sederhana dalam artian usaha yang

    dilakukan hanya untuk mencukupi apa yang kurang dalam

    keseharian dan tidak berorientasi pada keuntungan yang lebih

    besar.

    4. Kompetisi

    “Pengertian usaha (bisnis) adalah itilah yang sering muncul

    dalam brbagai literatur yang menuliskan perihal aspek

    hukum persaingan bisnis. Persaingan berasal dari bahasa

    Inggris yaitu competition yang artinya persaingan itu

    sendiri atau kegiatan bersaing, pertandingan, dan kompetisi.

    Persaingan itu adalah ketika organisasi atau perorangan

    berlomba untuk mencapai tujuan yang diinginkan seperti

    konsumen, pangsa pasar, peringkat survei, atau sumber

    daya yang di butuhkan.”18

    Secara umum, persaingan bisnis adalah usaha atau kegiatan dimana

    kelompok atau sesorang berlomba dalam menawarkan produk yang

    dimiliki kepada orang lain (konsumen).

    5. Pengertian etos

    Kata etnis berasal dari kata ethos yang dalam bahasa Yunani

    berarti ”masyarakat” (Abdullah, 2005: 193). Etnis adalah golongan

    masyarakat yang didefinisikan secara sosial berdasarkan berbagai

    17Ibid. hlm 310.

    18 Mudrajad Kuncoro, Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetiti,

    (Jakarta: Erlangga, 2005). hlm 86.

  • 17

    macam karakteristik kulturnya. Etnisitas atau kesukubangsaan

    (Tumanggor, 1020: 110) selalu muncul dalam konteks interaksi

    sosial pada masyarakat majemuk.19

    Banyak ahli telah memberikan

    pengertian tentang etos kerja ini sebagai suatu sikap mendasar dan

    ide pokok yang senantiasa berpengaruh besar terhadap kerja. Etos,

    menurut Geertz adalah : “the underlying attitude toward themselves

    and their world that life reflects”. Etos adalah sikap mendasar

    terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. (Taufiq Abdullah,

    1987, hal 3).20

    “Bisnis adalah kegiatan ekonomi yang berarti usaha.

    Bagian dari kegiatan ekonomi, bisnis merupakan aspek

    penting dalam kehidupan yang pasti semua orang

    mengenalnya, karena itu ada sebuah adigium, bisnis adalah

    bisnis. Jadi, bisnis merupakan segala bentuk kegiatan yang

    dilakukan dalam produksi, menyalurkan, memasarkan

    barang dan jasa yang diperlukan oleh manusia, baik dengan

    cara berdagang maupun bentuk lain dan tidak hanya

    mengejar laba.”21

    Berbisnis merupakan salah satu ajaran Islam. Berbisnis yang

    digolongkan dalam perintah bekerja atau bermuamalah. Dalam

    Islam, perintah bekerja atau berbuat untuk memperoleh dan

    menghasilkan manfaat atau nilai tambah (rezeki).22

    Sehingga dapat

    19

    Arisetya,Dian. Skripsi. Persepsi etnis tionghoa sebagai kelompok

    Minoritas terhadap etnis non-tionghoa dalam Politik multikulturalisme (studi di

    kelurahan metro). (Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Lampung:

    Bandarlampung, 2015). hlm. 13.

    20

    Jurnal Penelitian Agama, Media Penelitian dan Pengembangan Ilmu-ilmu

    Agama. Nomor 3, Januari-April 1993, (Yogyakarta: Balai Penelitian P3M IAIN

    Sunan Kalijaga.1993), hlm. 38.

    21

    Abdul Aziz, Etika Bisnis Prespektif Islam, (Bandung: Alfabeta, 2013),

    hlm 31.

    22

    Zahroh, Fathimatuz dan Muhammad Nafik H.R. Jurnal JESTT Vol. 2 No.

    9 September 2015. Nilai Fathonah Dalam Pengelolaan Bisnis Di Pesantren Mukmin

  • 18

    disimpulkan, secara garis besar persaingan bisnis adalah kegiatan

    dalam berlomba untuk menawarkan barang atau jasa dengan cara

    berdagang yang dilakukan oleh manusia dalam memenuhi

    kebutuhan diri. Kelompok atau perorangan dalam berbisnis selalu

    tidak lepas akan adanya produk dan pasar. Produk secara umum

    adalah barang atau benda yang ditawarkan kepada seseroang,

    yangmana biasanya orang-orang menawarkankanya di pasar.

    6. Pengertian Muslim

    “Muslim secara etimologi merupakan bentuk fa’il

    (subyek/pelaku) dari kata kerja asmala-yuslimu-Iislaman. Karena

    hanya sebagai subyek dari perbuatan isslam, maka pengertiannya

    tergantung pada pengertian Islam itu sendiri.”23

    Pada dasarnya ajaran Islam berorientasi pada terciptanya karakter

    manusia yang memiliki sikap perilaku yang sombong dan adil

    dalam konteks hubungan antara manusia dengan diri sendiri,

    manusia dengan orang lain (masyarakat), bahkan manusia dengan

    Tuhan.24 Rasulullah SAW sendiri adalah seorang pedagang yang

    bereputasi internasional dan mendasarkan bangunan bisnisnya

    kepada nilai-nilai ilahi (transenden). Perilaku Rasulullah yang

    jujur, tranparan dan pemurah merupakan kunci keberhasilannya

    Mandiri Sidoarjo, (Surabaya: Fakultas Ekonomi dan Bisnis-Universitas Airlangga,

    2015) hlm. 745.

    23

    IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta:

    Djambani,1992), hlm. 701. 24

    Ibid.hlm. 750.

  • 19

    mengelola bisnis Khadijah ra. Dengan dasar itu, beliau membengun

    sistem ekonomi ilam yang tercerahkan.25

    E. Tinjauan Pustaka

    Dalam tinjauan pustaka peneliti menemukan kasus-kasus yang

    sama satu tema tetapi berbeda dalam sudut pandang, seperti berikut:

    Skripsi karya Surya Purnama (Universitas Negeri Semarang,

    2009) berjudul Interaksi Sosial Antara Etnis Cina Dan Etnis Jawa Di

    Kudus Pada Masa Demokrasi Terpimpin (1950-1965) yang berisikan

    tentang penyebaran etnis Tionghoa di Kudus. Skripsi ini memberikan

    informasi tentang perilaku ekonomi etnis Tionghoa pada masa

    Demokrasi Terpimpin lebih banyak di bidang agraria, etnis Tionghoa

    masih dibatasi kepemilikannya. Akibat kondisi jamas Malaise, ada

    pergeseran peran ekonomi tertentu terutama dari kuli perkebunan

    menjadi tengkulak, pedagang ikan, atau pemilik penggilingan beras.

    Juga munculnya dominasi dalam perdagangan eceran oleh etnis

    Tionghoa. Dalam interaksi antara etnis Tionghoa dan etnis Jawa di

    Kudus mulai dari adanya keikutsertaan etnis Tionghoa dalam

    organisasisosial kemasyarakatan dan didominasi oleh penduduk

    pibumi (etnis Jawa). Persamaan pada penelitian penulis pada pelaku

    yaitu etnis Tionghoa, dan perbedaan pada pelaku kedua dan spacial

    25

    Ibid. hlm. 747.

  • 20

    penelitian. Pada karya Surya Purnama pelaku kedua adalah masyarakat

    di Kudus, jika penelitian penulis yaitu masyarakat di Salatiga.

    Tesis karya Muh. Syafiul Hafidh (Universitas Islam Negeri

    Sunan Kaliyaga, Yogyakarta, 2015) berjudul Relasi Bisnis Komunitas

    Muslim Jawa Dengan Komunitas Tionghoa Di Pekalongan yang

    berisikan tentang perbedaan penerapan sistem perilaku bisnis antara

    komunitas Tionghoa dan Muslim Jawa di Pekalongan serta relasi

    keduanya. Tesis ini membeikan ulasan mengenai strategi bisnis dalam

    etnis Tionghoa, terlebih untuk bertahan hidup.Dalam perkembangan

    ekonomi perdagangan di Pekalongan etnis Tionghoa membuat kerja

    sama dengan Pribumi setempat, terkait masuknya pendatang baru,

    ancaman produk pengganti, kekuatan tamawar menawar. Sehingga

    kerja sama terjalin dan dijadika bagian dari usaha menjaga hubungan

    baik diantara keduannya. Pada tesis ini memiliki persamaan pada

    pelaku yaitu komunitas Tionghoa dan Muslim, perbedaanya pada

    variabel relasi dalam bisnis. Jika pada penelitian penulis lebih

    mengarah pada persaingan bisnis (pola bisnis) diantara kedua pelaku,

    spacial dalam tesis ini di pekalongan, jika penulis di Salatiga.

    Skripsi karya Ferdi Zulmi Pratama (Universitas Andalas

    Padang, 2011) berjudul Analisis Migrasi Desa Kota Dan

    Perkembangan Sektor Informal Di Kota Padang. Skripsi ini berisikan

    tentang migrasi desa kota diukur dengan minat dan tidak minatnya

    tenaga kerja (pedagang) melakukan migrasi. Adanya kesenjangan

  • 21

    anatara daerah pedesaan dengan daerah perkotaan telah mendorong

    sebagian besar penduduk bermigrasi, serta dirasakan kurangnya

    sumber penghidupan yang layak. Skripsi ini lebih mengarah pada

    analisis karakteristik demografi dan sosial ekonomi pedagang di

    Padang. Terlebih analisis pada pengaruh faktor umur, pendidikan, dan

    status perkamwinan. Berbeda dengan penelitian penulis lebih pada

    pola pikir perekonomian dalam berdagang. Kesamaan dalam skripsi

    karya Ferdi ialah sama-sama mengenai faktor berdagangyang

    dilakukan oleh masyarakat.

    Skripsi karya Ika Oktavianti Paramita (Universitas Veteran

    Jawa Timur, 2014) yang berjudul Uji Komparasi Konsumen Pembeli

    Kopi ABC dan Torabika Susu di Jawa Timur. Skripsi ini menjabarkan

    mengenai tingkat peminat terhadap kedua kopi tersebut kemudian

    dilakukan analisis. Kemudian memperlihatkan analisis tingkat

    peminat di warung kopi dengan berusaha membuat konsep kedai kopi.

    Kemudian memperlihatkan perbandingan anatara kedua kopi dari

    tingkat peminat hingga peringkat perkembangan kedua kopi, dan itu

    menjadi persamaan terhadap penelitian penulis. Keunggulan

    dibanding karya ini, penulis mencoba membandingkan tingkat skala,

    kwalitas serta etos dalam berdagang dari dua etnis yaitu Tionghoa

    dengan orang Muslim.

  • 22

    F. Metode Penelitian

    Langkah awal yang dilakukan penulis ialah pemilihan topik

    atau tema, seperti yang disampaikan oleh Kuntowijoyo (1992:92)

    berdasarkan kedekatan emosional dan kedekatan inetelektual.

    Pemilihan topik harus memuat unsur Sejarah dan Islam. Penelitian

    memuat kesejarahan Kota Salatiga dan keberadaan umat muslim di

    Salatiga. Pemilihan topik ini lebih pada kedekatan emosional penulis

    terhadap Kota Salatiga dan sekitarnya. Dalam penelitian ini

    menggunakan metodologi sejarah yang digunakan oleh para

    Sejarawan. Diantaranya metode heuristik, verifikasi, interprestasi dan

    historiografi, yangmana sebagai berikut:26

    1. Metode pencarian sumber (Heuristik)

    Metode heuristik merupakan langkah untuk mengumpulkan

    sumber-sumber (sources) atau bukti-bukti (evidences) sejarah,

    dalam memasuki lapangan (medan) penelitian. Di lapangan ini

    kemampan teoritik yang bersifat deduktif-spekulatif sebagai

    tertuang dalam proposal atau rancangan penelitian akan diuji.27

    Dalam metode ini, penulis melakukan pencarian sumber literatur

    yang memiliki kesamaan tema dengan penilitian penulis. Dalam

    pencarian sumber tersebut seringkali peneliti terhambat akan

    kandungan dari literaturyang ada dan keberadaan dari sumber

    tersebut. Peneliti mencari sumber ke Perpustakaan Jurusan Sejarah

    26 Daliman. 2012. Metode Penelitian Sejarah. (Yogjakarta: Ombak).

    hlm. 51.

    27

    Ibid. hlm. 51.

  • 23

    dan Peradaban Islam IAIN Salatiga memperoleh buku tentang

    metodologi sejarah. Kemudian Arsip dan Perpustakaan Daerah

    Salatiga mendapat foto dan buku-buku yang mendukung tema

    penulis. Penulis juga ke Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Salatiga

    yangmana memperoleh data-data tentang geografis, populasi etnis

    dan data tentang ketenagakerjaan Kota Salatiga. Kemudian penulis

    juga melakukan wawancara ke beberapa narasumber pemilik

    pabrik pembuatan kopi tradisional untuk mendapatkan deskripsi

    kesejarahan dari obyek yang dijadikan penelitian oleh penulis.

    Peneliti juga menggunakan Metode Sejarah Lisan dengan

    melakukan wawancara, yang dilakukan dengan para

    narasumber/informan terkait judul. Wawancara merupakan usaha

    mengumpulkan keterangan dan informasi tentang kehidupan

    manusia dalam suatu masyarakat. Adapun pelaksanaan dari

    wawancara ini menggunakan teknik wawancara bebas terpimpin

    yang dimaksud disini adalah bentuk pertanyaan yang diajukan

    kepada informan bersifat terbuka dan terarah. 28

    2. Metode kritiksumber (Verifikasi)

    Metode verifikasi merupakan langkah mengadakan kritik terhadap

    sumber yang didapat setelah pemgumpulan sumber. Bersamaan

    dietemukannya sumber-sumber sejarah sekaligus dilakukan uji

    validasi sumber. Uji validasi sumber-sumber sejarah inilah yang

    28Nurcahyo,Daud Ade. Skripsi. Kebijakan Orde Baru Terhadap Etnis

    Tionghoa. (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2016) hlm. 18-19.

  • 24

    dalam penelitian sejarahlebih dikenal sebagai kritik sumber

    sejarah.29

    Metode ini peneliti mengelompokkan sumber-sumber yang telah

    didapatkan. Ada dua klasifikasi sumber yaituyang pertama kritik

    internal tentang kredibilitas isi dari sumber-sumber referensi,

    sehingga peneliti labih fokus agar berkwalitas. Kedua kritik

    eksternal mengkaji tentang outensitas sumber mengenai kertas,

    tinta, bentuk tulisan, tinta, dan sebagainya.

    3. Metode analisis dan sintesis (Interprestasi)

    Interprestasi berasrti menafsirkan atau memberi makna kepada

    fakta-fakta (facts) atau bukti-bukti sejarah. Fakta-fakta atau bukti-

    bukti sejarah dijadikan sebagai skasi (witness) realitas dimasa

    lampau, untuk mengungkap makna dan signifikansi diri dan

    memperkuat informasi.30

    Dilihat dari sudut pandang yang pertama dengan sudut pandang

    dari sisi yang lain atau sisi-sisi yang berbeda. Sesorang harus

    menyimpulkan data dan melakukan pemaknaan terhadap data yang

    telah ditemukan. Seseorang memberikan pemaknaan dan uraian

    yang benar sesuai sumber dan fakta yang ada. Peneliti harus

    berimajinasi yang apa yang akan terjadi setelah dikumpulkannya

    sumber-sumber yang didapat agar menjadi satu kesatuan utuh

    untuk ditulis dalam tahap berikutnya.

    29Ibid. hlm. 64.

    30

    Ibid. hlm. 81.

  • 25

    4. Metode penulisan sejarah (Historiografi)

    Setelah melakukan interpretasi pada sumber-sumber yang ada,

    tahap penelitian sejarah selanjutnya ialah penulisan sejarah.

    Penulisan sejarah atau hitoriografi merupakan langkah akhir

    seorang sejarawan dalam melakukan penelitiannya dengan

    membangun karya tulis. Dalam penulisan sejarah ini aspek

    kronologi sangatlah penting. Tulisan sejarah ini berdasarkan

    rentetan waktu peristiwa yang terjadi. Penyajian hasil penelitian

    dalam bentuk tulisan ini mempunyai tiga bagian utama, yaitu

    pengantar, hasil penelitian, dan simpulan.31

    G. Sitematika Penelitian

    Pada sitematika penulisan ini berisikan mengenai uraian

    tentang gambaran umum tema yang ditulis oleh penulis antara lain:

    Bab I PENDAHULUAN adapun latar belakang, berisikan

    mengenai gambaran dan sinopsis sebuah kopi pada umumnya. Memuat

    sebab-sebab yang jelas, adanya berita mengenai kopi Babah Kacamata

    tercantum didalamnya. Pada rumusan masalah, berisikan tentang

    persoalan yang muncul dari latar belakang. Pada tujuan dan ruang

    lingkup menjawab dari permasalah yang ada sebelumnya, kemudian

    menjawab maksud dan keinginan yang ingin dicapai dalam penulisan.

    Ruang lingkup berisi tentang spasial yang menceritakan letak dan

    31 Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. (Yogyakarta: Benteng, 2005).

    hlm. 100.

  • 26

    alamat, dimana dilakukan penelitian dan alasan mengambil tema

    tersebut. Kemudian ada temporal menceritakan kesenjangan waktu dan

    kepan penelitian itu mulai dan berkembang di masyarakat. Pada

    tinjauan pustaka menceritakan mengenai buku, tesis atau skripsi yang

    memiliki tema sama dan mencantumkan kedalamnya meliputi,

    pengarangnya, tahunnya, karyanya dan isinya. Pada metode penelitian

    tentang cara bagaimana mendapatkan informasi mengenai tema

    tersebut dan terakhir adalah sistematika penulisan.

    Bab II KOTA SALATIGA, POPULASI ETNIS DAN

    KEADAAN SOSIAL EKONOMI DI SALATIGAberisikan tentang

    sejarah dan populasi etnis (orang Muslim, etnis Tionghoa, kondisi

    sosial, ekonomi dan budaya Kota Salatiga mengenai keadaan

    masyarakatnya.

    Bab III PERKEMBANGAN INDUSTRI KOPI DI

    SALATIGAmemperlihatkan perkembangan terhadap industri kopi

    tradisional disekitar Salatiga, kemudian dampak industrikopi bagi

    masyarakat Salatiga, dan krisis moneter di Salatiga.

    Bab IV PERBANDINGAN BISNIS KOPI DI SALATIGA

    mengenai sejarah pabrik-pabrik kopi, etos bisnis pabrik kopi dari etnis

    Tionghoa dan etnis Pribumi Muslim, dan analisis penelitian.

    Bab V KESIMPULAN DAN SARAN berisikan kesimpulan

    merupakan jawaban dari permasalahan yang ada, dan memberikan

    saran agar menjadi sempurna akan tulisan tersebut.

  • 27

    BAB II

    Gambaran Umum Kota Salatiga

    A. Sejarah Kota Salatiga

    Berdasarkan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II

    Salatiga Nomor 15 Tahun 1995 Tentang Penetapan Hari Jadi Kota

    Salatiga di Bab II tentang Hari Jadi Kota Salatiga pasal 2:

    1. Hari jadi kota salatiga berdasarkan Prasasti hamparan Plumpungan

    dengan Sakakalatita 672/4/31/ Sukrawara;

    2. Berdasarkan perhitungan surya sengkala sebagaimana dimaksud

    dalam ayat (1) pasal ini yang bertepatan Hari Jum‟at Tanggal 24

    Juli 750 M ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Salataiga.32

    Proses pertumbuhan bisa diawali dengan “babad alas” yang

    dilakukan sesorang tetapi dapat pula dilakukan secara berkelompok

    yang kemudian membentuk suatu perkampungan, desa, kota,

    (misalnya: pasukan Wijaya yang membuka hutan Tarik, yang pada

    akhirnya berubah menjadi ibukota Kerajaan Majapahit). Lama

    kelamaan desa itu berkembang menjadi kota, yang mempunyai status

    administrasi secara tegas. Demikianlah halnya dengan pertumbuhan

    Kotamadya Salatiga. Memahami pemunculan yang secara evolusi itu,

    yang mengkisahkan tentang proses awal pemunculannya.33

    32

    Pemerintah Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga. Kantor

    Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga. hal. xviii.

    33Ibid. hal. 2.

  • 28

    Dasar penetapan hari jadi Kota Salatiga didasarkan pada suatu

    kesamaan persepsi Penetapan Hari Jadi Kota Salatiga ini bukan

    pekerjaan yang mudah. Lebih-lebih perhatian terhadap hari jadi

    sendiri terhitung lambat, bila dibandingkan daerah lain, di Jawa

    Tengah. Pada kenyataanya, keberadaan Salatiga merupakan kesatuan

    wilayah administrasi warisan dari sejarah pada masa Pemerintahan

    Hindia Belanda. Bagi Salatiga menjadi wilayah administratif

    berdasarkan surat keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda

    tanggal 25 Juni 1917 didirikan Staads Gemeente Solotigo.34

    Nama Salatiga, berbicara tentang asal-usul nama Salatiga,

    secara historis (epigrafis) dapat diketahui dari batu Prasasti

    Plumpungan (Hampra) juga menyebutkan seorang tokoh putri

    bernama sang Siddhadewi, yaitu seorang putri yang memilki

    kemampuan supranatural. Dalam agama Jaina dikenal Dewi Trisala

    yang melahirkan pendiri agama Jaina bernama Mahawira. Meskipun

    agama Jaina tidak berkembang pesat di Indonesia tetapi tokoh dewi

    yang sangat mulai itu di kenal di Indonesia, terutama di Salatiga, hal

    ini terbukti dalam Prasasti Plumpungan yang menyebutkan nama

    Siddhadewi. Nama Siddhadewi yang dimaksud adalah Dewi Trisala.35

    Dalam buku Edy Supangkat berjudul Skets Kota Lama dalam

    legenda kota Salatiga yang dikenal dalam kisah Babad Demak. Babad

    34

    Ibid. hal. 4. 35

    Ibid. hal. 86-87.

  • 29

    Demak menceritakan tentang perjalanan Ki Ageng Pandanaran (1575)

    dengan istrinya, sebagaimana yang telah dipaparkan bahwa Nyi

    Ageng Pandanaran dirampok perhiasannya. Nyi Ageng Pandanaran

    dibegal oleh perampok di suatu daerah yang disebut Kesongo telah

    terjadi peristiwa perampokan, peristiwa tersebut dinamai Salah Tigo

    kemudian berkembang menjadi Salatiga. Dalam buku Edy Supangkat

    juga menambahkan tentang asal kata Solotigo atau Salatiga itu muncul

    beragai banyak versi yang mengatakan bahwa kata itu berasal dari

    kata selo: batu dan tigo: batu berubah menjadi Solotigo. Ada juga

    yang mengatakan diambil dari ucapan sudah salah masih tega, yang

    menjadi salahtega dan menjadi Salatiga. ada juga yang mengatakan

    dari salah(nya) tiga orang menjadi Salatiga. Meskipun asal arti dari

    kata Salatiga berbagai versi yang pasti dapat kita ambil kesipulan

    bahwa Salatiga dapat dilihat dari berbagai cara, mulai dari data

    administrasi negara tentang Kota Salatiga, dari buku-buku yang

    memang ke-validan diakui.

    Salatiga secara astronomis memiliki luas wilayah hampir

    17,283 Km2 (Salatiga Dalam Angka tahun 1980) dan wilayah

    Kotamadya Salatiga terbentang pada posisi antara 110.2.28‟,37.79”-

    11.32.39.79” BT antara 7.17”4”-7.23”48”LS, yang diperhitungkan

    dari Meridian O Greenwich dan Equator.posisi semacam ini dan

    ditunjang oleh morfologi yang berupa pegunungan, menyebabkan

    Salatiga beriklim tropis yang mempunyai suhu rata 23 derajat samapai

  • 30

    24 derajat celcius. Secara geomorfologis terletak di daerah pedalaman

    Jawa Tengah, berada di kaki Gunung Merbabu dan gunung-gunung

    kecil lainnya. Di sebelah Selatan terdapat gunung yang kakinya

    langsung berpadu dengan pegunungan Telomoyo dan pegunungan

    Gajah Mungkur. Perpaduan kaki kedua gunung itu membentuk batas

    Barat Daya Salatiga. Di sebelah utara terdapat pegunungan Payung

    dan Rong. Sedangkan di sebelah Barat Laut berbatasan dengan Rawa

    Pening. Adanya kombinasi lereng dan kaki gunung itu menyebabkan

    Salatiga terletak pada dataran yang nampaknya miring ke arah Barat.

    Tingkat kemiringanya berkisar 5-10 derajat, sehingga dapat dikatakan

    Salatiga merupakan dataran dan sekaligus lereng dari gunung dan

    pegunungan yang mengelilinginya. Salatiga terletak pada ketinggian

    antara 525-675 meter di atas permukaan air laut.

    Secara administrasi Kotamadya Salatiga berada di Provinsi

    Jawa Tengah, di tengah-tengah wilayah Kabupaten Semarang.

    Salatiga mengalami beberapa perubahan luas wilayah. Perubahan

    wilayah yang berakhir terjadi pada tahun 1992 dan telah diresmikan

    pada tahun 1993. Pemekaran wilayah tersebut adlaah dari 9 kelurahan,

    1 kecamatan menjadi 9 kelurahan, 13 desadan, 4 kecamatan. Batas

    wilayah dibatasi desa-desa dan kecamatan sebagai berikut:

    1. Sebelah Utara: berbatasan dengan wilayah Kecamatan Pabelan dan

    Kecamatan Tuntang, Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang.

  • 31

    2. Sebelah Selatan: berbatasan dengan wilayah Kecamatan Getasan

    dan Kecamatan Tengaran, Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang.

    3. Sebelah Utara: berbatasan dengan wilayah Kecamatan Pabelan dan

    Kecamatan Tengaran, Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang.

    4. Sebelah Selatan: berbatasan dengan wilayah Kecamatan Getasan

    dan Kecamatan Tuntang, Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang.

    Berdasarkan telaah klasifikasi iklim daerah Salatiga yaitu

    beriklim tropis dengan disertai kemarau yang kering. Suhu rata-rata

    tahunan adalah 26,25 derajat celcius. Suhu terendah adalah 23,89

    derajat celcius pada bulan Juli, sedangkan suhu tertinggi adalah 31.8

    derajat celcius pada bulan Oktober. Curah hujan rata-rata bulanan

    tercatat 117,93 mm. Salatiga juga berada pada daerah pengaruh

    vulkanisme Merapi Merbabu. Kegiatan Vulkan Gunung Merbabu

    bersifat periodik yang berpengaruh terhadap daerah sekitarnya baik

    bersifat negatif atau posiitif. Tebaran dari abu-abu vulkanik dapat

    menyuburkan tanah subur karena telah berbaur dengan curah hujan

    yang cukup.

    B. Populasi Etnis di Salatiga

    Salatiga merupakan kotamadya yang indah, Salatiga menjadi

    kota cantik di tengah-tengah Kabupaten. Kota kecil ini berusia tahun

    telah banyak mengalami perkembangan, meliputi infrastruktur kota,

    budaya, etnis dan prasarana. Berbicara mengenai etnis, etnis Jawa

    merupakan etnis yang paling besarjumlahnya di Indonesia dan secara

  • 32

    umum banyak mendiami Pulau Jawa. Hal ini lambat laun

    memunculkan masalah-masalah kependudukan di pulau tersebut

    ditambah lagi dengan kedatangan etnis lainnya yang tentunya dapat

    menambah maslah kependudukan di pulau tersebut yakni masalah

    kepadatan penduduk.36

    Perpadatan penduduk tersebut menjadikan

    banyak pola kehidupan terjadi terutama dalam populasi antaretnik.

    Salatiga memiliki banyak macam etnis seperti umat Muslim, etnis

    Tionghoa, Etnis India dan Etnis Arab. Padahal menurut angka

    sementara sensus penduduk 1971, jumlah penduduk Indonesia

    sebanyak 119.232.449 jiwa. Diantaranya 19.178.253 jiwa berumur

    antara 15-24 tahun.37

    Artinya pada tahun 1971 dari total jumlah

    penduduk Indonesia telah bercampur dengan berbagai etnik.

    Etnik Tionghoa merupakan minoritas di tengah kemajemukan

    etnik Indonesia. Pada tahun 1961, diperkirakan ada sekitar 2,45 juta

    Etnik Tionghoa atau sekitar 2,5 persen dari total penduduk Indonesia

    (Coppel, 1983:1). Sementara itu, Wibowo (2000: XV), menaksirkan

    kalau jumlah Etnik Tionghoa sekitar 3 persen. Lebih tinggi dari kedua

    taksiran tersebut, Taher (1997:205), menyebut angka 4-5 persen. Dari

    segi tempat tinggal mereka, ada perbedaan pola sebaran antar berbagai

    pulau di Indonesia. Khusus untuk Jawa dan Madura, presentase

    terbesar (78,4%) bertempat tinggal di wilayah perkotaan, sedangkan

    36Erawati. Skripsi. Kehidupan Sosial, Ekonomi, dan Budaya Etnis Jawa di

    Berastagi (1968-1986) hal 16.

    37

    Bunga Rampai Soempah Pemoeda (1928-1978). (Balai Pustaka,1978). hal

    94.

  • 33

    sisanya (21,6%) bertempat tinggal di pedesaan (Coppel, 1983:7). Ini

    menunjukkan bahwa sebagian besar Etnik Tionghoa di Jawa dan

    Madura berkegiatan ekonomi pada sektor perdagangan dan industri

    perkotaan.38

    Dari uraian diatas dapat kita lihat perkembangan etnik Cina

    tidak hanya di perkotaan saja tetapi di pedesaan pun tersebar luas dan

    tidak terbilang sedikit. Dari tahun 1997 meningkat pada tahun 2000

    sekitar 3 persen. Etnik Cina lebih menekankan pada sektor ekonomi

    seperti perdagangan dan industri lainnya.

    Grafik 2.1 Perbandingan Agama dari Tahun 1980-1997

    38

    Op cit, hlm: 1.

  • 34

    Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk

    pribumi Muslim sangat dominan terhitung dari tahun 1980. Pada kurun

    waktu 5 tahun dari tahun 1980-1985 jumlah orang Muslim selalu

    meningkat. Begitu pula dari jumlah non-Muslim yang diantaranya

    terdapat etnis Tionghoa. Dari Kristen sendiri mengalami pasang surut

    peningkatan kepercayaan, diikuti dengan Katolik, Budha, dan hindu.

    Dari sekian tahun dalam pasang surut peningkatan kepercayaan orang

    Muslim sangat terlihat. Kemudian pada jumlah penduduk Budha dari

    tahun 1985-1990 mengalami penurunan. Akan tetapi, pada survei

    tahun 1997 dari setiap agama mengalami peningkatan.

    Kemudian, mengapa penulis tidak mendata jumlah pemeluk

    agama pada tahun sebelum 1980 karena dari Badan Pusat Satatistik

    0%

    10%

    20%

    30%

    40%

    50%

    60%

    70%

    80%

    90%

    100%

    199

    5

    639

    15-1

    13

    003

    115

    87-1

    13

    24

    953

    4-1

    092

    5

    165

    5-1

    726

    967

    -52

    7

    1990 62239-

    63436

    11071-

    11785

    9439-

    9356

    2240-

    1564

    385-798

    1985 58623-

    61912

    13727-

    11115

    7030-

    9120

    1967-

    2464

    377-352

    /5Tahun Islam Kristen Katolik Budha Hindu

    Series1

  • 35

    (BPS) Kota Salatiga belum mampu menjangkau khasanah arsip secara

    utuh. Begitu pula pada etnis-etnis lainnya, sehingga ada kutipan

    yangmana.Apabila ditinjau dari struktur rasial, maka penduduk

    Salatiga terdiri dari 1306 orang Eropa, 1451 orang Cina (etnis

    Tionghoa), 19 orang Arab, 52 orang Timur asing lain dan 126.010

    Pribumi. Kepadatan penduduk mencapai 390 orang per Km kubik dari

    jumlah wilayah 330 km/kubik (Oostthoek’s Geillustreerde

    Encyclopedie, 1932:109-110).39

    Dari data diatas dapat diketahui bahwa yang dilakukan tahun

    1915, masyarakat di Salatiga berbagai macam kalangan, beditu pula

    ras. Salatiga dalam diagram segitiga mengenai stratifikasi

    memperlihatkan bahwa orang-orang Eropa yang paling unggul,

    kemudian disusul golongan Tionghoa dan Timur Asing lain, dan

    terakhit golongan Pribumi/Inlanders. Golongan Muslim hanya menjadi

    penduduk kelas 3 dari orang-orang Eropa dan Tionghoa.

    Golongan

    Eropa

    Golongan Cina dan

    Timur Asing lain

    Golongan Pribumi/Inlanders

    39

    Maharani,Lutvia. Skripsi. Pengambilalihan Kota Salatiga dari Kekuasaan

    Belanda ke Pemerintahan Republik Indonesia tahun 1945-1950. Fakultas Ilmu

    Sosial, Jurusan Sejarah. UNNES, 2009. hlm: 42.

  • 36

    Grafik 2.2 tratifikasi masyarakat Salatiga masa Kolonial.40

    Ada banyak sebutan yang diberikan terhadap etnik keturunan

    Tionghoa. Dede Oetomo (1991:53), misalnya, mengidentifikasi

    istilah peranakan, babah dan tionghoa, yang digunakan untuk

    menunjuk keturunan perpaduan antara laki-laki etnis Tionghoa

    imigran yang datang ke Indonesia (d.h. Hindia Belanda) sebelum akhr

    abad ke-19 dan perempuan lokal atau perempuan yang terlahir dari

    hubungan demikian. Secara kultural, peranakan atau babah telah

    mengadopsi sejumlah unsur lokal. Sedangkan kategori lain dari etnis

    Tionghoa Indonesia adalah totok, yakni imigran yang datang setelah

    pergantian abad. Budaya totokmenunjukkan agar kecinaan mereka

    secara lebih nyata.41

    Etnis Tionghoa di Jawa yang jumlahnya 10 persen dari

    penduduk Indonesia, menguasai sekitar 90 persen usaha nasional.

    Pentingnya pendidikan dari prinsip etnis Tionghoa dalam wirausaha di

    turunkan dari generasi ke generasi. Dominasi ekonomi ini

    menyebabkan adanya pembatasan dan tekanan etnik kepada orang

    Tionghoa oleh orang Jawa yang umumnya toleran. Para pemimpin

    Indonesia berlaku mementingkan politik sehingga mereka melupakan

    hampir semua perkembangan ekonomi negara. Akibatnya orang-orang

    tidak lagi tertarik untuk membeli baju baru di orang Tionghoa, mereka

    membelanjakan gajinya hanya untuk memperoleh makanan.

    40

    Ibid. hlm. 47. 41

    Op cit. hlm. 10.

  • 37

    Pengusaha Tionghoa berprinsip dengan nilai-nilai keluarganya

    yang kuat dan komitmen untuk mempertahankan bahasa dan kultur

    Tionghoa. Mereka menjadi kelompok etnis yang bertahan secara

    mengagumkan. Etnis Tionghoa dibawa oleh Belanda pertama kali

    sebagai buruh dan kemudian sebagai administrator tingkat bawah di

    perusahaan Hindia Timur Belanda. Penekanan mereka pada sosialisasi

    anak-anaknya untuk mengumpulkan uang. Mencari kesempatan untuk

    kepentingannya sendiri di dalam sebuah bangsa yang baru. pernyataan

    yang umum di Indonesia adalah bahwa orang-orang Jawa menghargai

    tanah, gaya hidup mewah, dan status sosial; sementara orang

    Tionghoa menghargai uang, mengejar karier dan pendidikan.42

    Masyarakat etnis lain lebih condong pada perilaku orang Jawa

    yang cenderung persepsi negatif, lebih dipandang tidak suka terus

    terang, berbeda antara ucapan dan tindakan, penuh basa-basi.

    Sedangkan etnis Pribumi Muslim lebih memandang orang yang

    ramah, hangat, toleran, dansabar. Penelitian dari Supratik (2005: 62)

    bahwa nilai-nilai tradisional Jawa sejalan dengan ciri-ciri utama

    kolektivisme, yaitu (1) menekankan sifat rendah hati, patuh

    pengendalian diri, tidak suka menonjolkan diri, serta mengutamakan

    pandangan, kebutuhan dan tujuan kelompok, (2) menekankan status

    peran, dan hubungan baik, mengutamakan sikap mendahulukan

    42

    Williams, Walter L. Mozaik Kehidupan Orang Jawa: Pria dan Wanita

    dalam Masyarakat Indonesia Modern. (Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1994).

    hlm 89-95.

  • 38

    kepentingan orang lain serta kemampuan menyesuaikan diri dan

    menjaga harmoni dengan lingkungan sosial.

    C. Kondisi Sosial-Ekonomi di Salatiga

    Dimulai ketika awal tahun 1959 kebijakan-kebijakan anti

    Tionghoa selama masa pemerintahan Belanda. Saat adanya peraturan

    anti Tionghoa pada masa pemerintahan Presiden Soekarno lewat PP

    no. 10/1959.43

    Muncul kebijakan-kebijakan untuk mengeluarkan orang-

    orang Tionghoa di sektor politik dan militer. Orang-orang Tionghoa

    didorong untuk membatasi kegiatan mereka di bidang ekonomi. 44

    Orang Muslim memanfaatkan keadaan dalam hal perekonomian

    dengan membuka usaha dari adopsi yang didapat dari etnis Tionghoa.

    Dalam hal sosial-ekonomi yang berkembang di Salatiga banyak sekali

    usaha yang telah datang dan berkembang. Dari jumlah pencari kerja

    dapat dilihat pada tabel perbandingan angka lowongan pekerjaan

    sebagai berikut:

    Tabel 2.2 Perbandingan Angka Pencari Kerja Dan Lowongan

    Pekerjaan Yang Tersedia Kota Salatiga.

    /5Tahun Angka pencari

    kerja

    Lowongan

    pekerjaan

    terpenuhi

    1985 3889-4570 299-690

    1990 4900-1630 600-106

    43

    Wibowo, I. Harga yang Harus Dibayar: Sketsa Pergulatan etnis Cina di

    Indonesia. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001). hlm. 4. 44

    Ibid. hlm. 24.

  • 39

    1996 2120-1157 286-1190

    Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perbandingan angka

    pencari kerja dan lowongan sangat berbanding jauh dari hasil yang

    didapat. Pada 5 tahun terakhir tahun 1980-1985 angka pencari kerja

    sanga tinggi sekitar 3889-4560, tetapi tidak sebanding dengan angka

    penerimaan lowongan pekerjaan hanya sekitar 299-690. Tetapi itu

    lebih baik dari pada 5 tahun terakhir pada tahun 1990 yaitu pada

    penerimaan lowongan pekerjaan hanya sekitar 600-106 saja, dapat

    dibilang bahwa hanya 100 tenaga kerja yang terserap dalam dunia

    pekerjaan. Kemudian 6 tahun terakhir dari tahun 1991-1996 sangat

    berbeda. Hampir sebanding pada angka pencari kerja dan penerimaan

    lowongan pekerjaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam kurun

    waktu 6 tahun teakhir dalam penelitian angka perbandingan pencari

    kerja dan lowongan pekerjaan yang terpenuhi terbilang tinggi.

    Kemudian sebelum tahun 1980, tidak ada keterangan mengenai data

    yang terkait, sehingga penulis menggunakan sumber lain. Karena dari

    BPS Kota Salatiga belum mampu memberikan sumber lama.

    Sehingga penulis mencoba memaparkan jenis pekerjaan/usaha

    penduduk Kota Salatiga sebagai wawasan dari penyerapan tenaga kerja

    selain industri. Karena penyerapan tenaga kerja di atas diantaranya

    yaitu dari industri makanan/minuman, teknik sipil, teknik listrik,

    teknik mesin, ahli hukum, ahli ekonomi, ahli agama, guru, tata usaha

    dan kantor dan penjahit. Jika dilihat dari dari semua jenis pekerjaan

  • 40

    dari BPS belum ada mengenai pekerja industri menengah seperti

    pabrik atau toko kopi. Karena minimnya informasi penulis juga

    mencoba pada referensi tentang profesi dari etnis Tionghoa seperti

    cukong, pedagang kelontong, pedagang perantara, mindring, serta

    pedagang borongan atau eceran. Adapun usaha yang terbentuk dan

    berkembang sebagai berikut:

    1. Cukong

    Kehidupan sehari-hari orang Tionghoa diliputi oleh prasangka dan

    diskriminasi dalam bidang sosial-ekonomi masyarkat Indonesia.

    Apabila bertemu dengan orang yang berpakaian kelas menengah ke

    atas, maka itu dapat dikatakan sebagai bos atau cukong. Kata

    cukongyang berarti kelompok elite Tionghoa di ekonomi

    mempunyai hubungan erat dengan percukongan. Namun di

    Indonesia istilah itu digunakan untuk mengacu kepada seorang

    usahawan etnis Tionghoa yang bekerja sama dengan anggota elite

    pengusaha Indonesia, biasanya tentara atau penjabat tinggi. Cukong

    tersebut menyediakan ketrampilan dalam menjalankan usaha dan

    memberikan modal, sedangkan elite pengusaha Indonesia

    memberikan perlindungan dan berbagai fasilitas kepadanya. Pada

    masa kolonial, tidak ada kelas menengah pribumi yang kuat dan

    orang Tionghoa terutama yang berada di Jawa berfungsi sebagai

    perantara antara Belanda dan penduduk Muslim. Peran orang

    Tionghoa sebagai anggota kelas pengusaha berlangsung terus,

  • 41

    bahkan sesudah kemerdekaan. Sebagai kelas menengah, etnis

    Tionghoa berhasil mengumpulkan kekayaan dan pengalaman.45

    Sedang orang Muslim yang tidak punya garis keturunan elite

    (priyayi) hanya rakyat biasa (abangan) akan menjadi kelas ketiga di

    bawah kaum priyayi. Biasanya menjadi tukang, buruh dan pekerja

    biasa (pesuruh-suruh). Jika dia seorang priyayi dari kalangan

    abangan pastinya telah lama mengabdi akan juragannya.

    2. Pedagang perantara

    Pedagang perantara merupakan pedagang yang menghubungkan

    antara perdagangan besar dan perdagangan kecil yang dimaksud

    perdagangan kecil yaitu perdagangan-perdagangan pasar yang

    berada di desa, dimana biasanya para pedagang tersebut mengambil

    barang dagangannya dari pedagang perantara Tionghoa yang

    berada di kota. Dalam arus perdaganagan dari desa ke kota,peranan

    pedagang perantara Tionghoa pun cukup diperrhitungkan, terutama

    dari hasil-hasil pertanian eksport seperti tembakau, cengkeh dan

    lada. Dalam berbagai hal, hubungan antara pedagang perantauan

    Tionghoa dengan para petani tersebut melahirkan sistem ijon yang

    di kenal sampai sekarang ini.46

    Untuk di Salatiga hasil pertanian

    yang dikelola adalah kopi, selain kopi ada pula jajanan pasar, atau

    makanan ringan semacamnya.

    45

    Leo Suryadinata. Negara dan Etnis Tionghoa (Kasus Indonesia). (Jakarta:

    LP3ES, 2002), hlm 129-130. 46

    Mely G. Tan. Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia. (Jakarta: Gramedia,

    1979), hlm 8.

  • 42

    Seperti yang telah dijelaskan di atas, perdagangan perantara pada

    umumnya dikuasai oleh golongan Timur Asing danorang Muslim,

    namun dalam hal ini yang palin dominan adalah dari golongan etnis

    Tionghoa. Hal ini di karenakan bahwa pada kenyataannya orang

    Indonesia pada umumnya, dan khususnya orang Jawa hanya

    memiliki jiwa dalam berdagang.47

    3. Pedagang kelontong

    Pedagang kelontong bagi orang Tionghoa adalah mereka yang

    menjual berbagai macam barang. Pedagang klontong ini biasanya

    menjajakan barang-barang jadi dan barang klontongan, yang tidak

    hanya berkeliling di kota-kota saja, namun sering pula ke desa-desa

    dan kampung-kampung yang terpencil untuk menawarkan barang

    dagangannya kepada penduduk. Terkadang pula mereka menyewa

    kuli pribumi, yang memikul barang-barang mereka dengan pikulan,

    atau sering juga dengan bersepeda.48

    Dalam berdagang dariorangMuslim ada yang menggunakan

    gerobak atau digendong di punggung (bakulan), dengan berkeliling

    atau menetap di kios mereka. Dalam prinsip etnis Tionghoa tidak

    ada suatu batasan dalam melakukan usaha, begitu pula etnis

    Pribumi Muslim selama halal dan bermanfaat bagi masyrakat.

    4. Mindring

    47

    Utomo,Cahyo Adi. Skripsi. Peran Etnis Cina Dalam Perdagangan di

    Surakarta pada tahun 1959-1998. Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2010),

    hlm52- 53. 48

    Op cit, hlm 43.

  • 43

    Pedagang klontong biasanya dilakukan bersamaan dengan

    pemberian kredit pembeli pribumi, yaitu menjual barang atas dasar

    kredit ataupun dengan meminjamkan secara kontan, lepas dari soal

    jual beli. Terkadang hal tersebut menjadi aneh, sehingga orang

    tidak dapat membedakan antara perjanjian beli atau pinjaman

    uang.49

    Barang-barang yang telah diserahkan atas dasar pembayaran cicilan

    tentu saja itu akan jauh lebih mahal, karena disamping harga

    belinya dimasukan pula bunga. Sebagai akibat dari hubungan kredit

    inilah terkadang penjual-penjual klontong dari etnis Tionghoa

    mendapat nama jelek di kalangan desa, karena kredit yang

    diberikan biasanya dengan suku bunga yang tinggi, pedagang-

    pedagang klontong ini juga dapat dinamakan sebagai Cina

    mindring atau tikang mindring, yang dianggap sebagai lintah darat

    dan pemeras.50

    Mindring secara umum dikenal masyarakat sebagai

    orang yang meminjamkan uang atau lebih diketahui masyrakat

    orang yang menjual barang dagangan dengan sistem kredit dan ada

    bunganya (tagihan lebih dari harga barang).

    5. Pedagang borongan atau eceran

    Kehidupan ekonomi orang Tionghoa pada waktu di Indonesia

    dimana sebagaian besar pedagang Tionghoa termasuk ke dalam

    golongan pedagang pemborong pemborong dan pengecer. Dmikian

    49

    Op cit, hlm 53. 50

    Mely G. Tan. Ibid,.. hlm 44-45.

  • 44

    pula dengan orang Tionghoa yang berada di Jawa. Sampai yang

    berada di desa-desa kecil terdapat toko-toko Tionghoa yang

    menjual segala macam barang konsumsi. Selain itu toko-toko

    didirikan oleh orang-orang Tionghoa juga terdapat di daerah

    perkotaan, dimana toko tersebut hampir mirip dengan toko-toko di

    Eropa, tetapi lebih kecil ukurannya.51

    Adapula Pribumi Muslim atau

    dari Etnis Tionghoa yang membuat toko sekaligus tempat tinggal

    mereka yang sering disebut dengan ruko (rumah plus toko).

    Sehingga hemat dan sederhana dalam menjajakan dagangannya.

    Sedangkan yang dimaksud eceran merupakan sistem bijian dalam

    pembelian yang awalnya dari perkodi atau perlusin dari barang

    aslinya.

    51

    Utomo,Cahyo Adi.Ibid,... hlm 45.

  • 45

    BAB III

    PERKEMBANGAN USAHA KOPI OLEH ORANG MUSLIM DI

    SALATIGA

    Awal mula berdirinya perkebunan kopi di Salatiga, tepatnya

    didaerah Getas.52

    Berawal dari sistem tanam paksa yang diterapkan

    oleh Gubernur Jenderal Johannes Vanden Bosch pada tahun 1830

    menjadikansejumlah daerah di Indonesia sebagai sentra-sentra

    perkebunan, termasuk Salatiga. Letaknya dikelilingi pegunungan,

    menjadikan Salatiga menjadi lokal budidaya tanaman perkebunan,

    khususnya komoditi ekspor. Tak heran, selain dikenal sebagai kota

    Militer, Salatiga pada masa lalu juga dikenal sebagai Kota

    Perkebunan. Sejak 1795, Salatiga dikenal sebagai lumbung kopi bagi

    VOC. Hal tersebut tak lepas dari kiprah Pierre Hamar de la

    Brethoniere (1794-1872) yang dijuluki De Koffiekoning van Salatiga

    (Raja Kopi Salatiga). Selain Pierre Hamar, banyak juga pengusaha-

    pengusaha swasta Belanda yang memilih wilayah di sekitar Salatiga

    sebagai areal perkebunan mereka. Tak heran jika kemudian banyak

    warga Belanda yang menetap di daerah tersebut. Sejak 1903 kawasan

    sekitar Salatiga adalah perkebunan kopi terbesar di kepulauan

    Nusantara. Kemudian diikuti oleh pengusaha-pengusaha perkebunan

    52

    (Berita) Pemkot Salatiga. http://www.salatigakota.go.id/InfoBerita.

    php?id=1145&. Dikutip tanggal 21 Agustus 2017, puku 18.33 WIB.

    http://www.salatigakota.go.id/InfoBerita

  • 46

    lainnya untuk mendirikan perusahan kopi sendiri-sendiri dan semua

    itu tersebar di Salatiga dan sekitarnya.

    A. Perkembangan Pabrik Kopi Di Salatiga

    Dalam berdirinya suatu usaha pasti setiap orang memulainya

    dari bawah. Usaha yang dimulai dari nol seseorang akan tahu seberapa

    besar usaha yang dilakukan yang diukur dari aspek beberapa hal

    seperti laba rugi, jaringan bisnis, produksi, distribusi, dan

    pemasarannya. Seseorang cenderung melihat dari aspek-aspek terkecil

    dahulu seperti mutu suatu produk yang dijualnya. Dalam setiap produk

    pasti ada suatu hal yang harus membuat produk tersebut menjadi laku

    dipasaran. Sehingga dibutuhkan inovasi dan kedisiplinan

    didalammnya. Berikut aspek-aspek untuk melihat bagaimana

    kompetitor dari objek peneliti dalam mengkaji prospek dari pabrik-

    pabrik kopi, sebagai berikut:

    Tabel 3.3Perbandingan Pabrik-pabrik Bisnis Kopi di Salatiga.

    No. Nama

    Pabrik

    Laba Rugi Jaringan Produksi

    /tahun

    Distribusi Pemasara

    n

    1. Babah

    Kacamata

    Rp.

    7.000.000

    – Rp

    7.500.000

    - Cukong-

    cukong

    toko,

    Pedagang

    klontongan

    4-5

    kwintal

    Bemo Warung,

    toko,

    pasar,

    warga

    sekitar,

    2. Kasmi Rp.

    1.920.000

    Rp.

    300.000

    Pengusaha

    biji kopi

    1728 kg Jalan

    keliling

    desa

    Warung,

    toko,

    warga

    sekitar

  • 47

    3. Arobi Rp.

    7.200.000

    - Pedagang

    klontongan

    4

    kwintal

    Sepeda

    motor

    (karyawan)

    Pasar,

    Warung

    besar,

    toko,

    warga

    sekitar

    Pada tahun 1966 telah didirikan pabrik yang masih tergolong

    home industri atau industri rumahan yang bernama Babah. Dalam

    perkembangannya Kopi Babah mendapat respon baik dari kalangan

    masyrakat kemudian menjadi Babah Kacamata. Babah Kacamata

    merupakan kopi yangmana penjualnya kokoh (panggilan Tionghoa

    untuk sebutan orang laki-laki/kakek etnis Tionghoa) yang memakai

    kacamata. Kemudian ditahun yang sama telah ada pabrik kopi dari

    Arobi dari Muslim. Kopi Arobi mendapat pujian pula dari masyarakat

    yang memihaknya dan dapat dikatakan cukup besar pabrik miliknya.

    Antara tahun 1966-1974 adanya produktifitas yang stagnan dari kedua

    pabrik kopi tersebut. Sehingga penulis beralih dan membuat awal

    penelitian tahun 1976, ketika dari beberapa pabrik kopi yang

    dituliskan penulis telang berjalan.

    Kemudian pada tahun 1975 kopi Kasmi telah ada pula, namun

    yang membedakan ialah kopi Kasmi hanya di sekitar desa saja yaitu di

    Gedangan, Kabupaten Semarang. Pada akhir tahun 1981 pabrik-pabrik

    kopi yang ada di sekitar salatiga mengalami pasang surut dalam

    bidang ekonomi. Pasangnya dikarenakan kopi tradisonal merupakan

    kopi asli dalam proses pembuatannya masih menggunakan alat-alat

  • 48

    tradisional misal seperti lesung dari Arobi. Surut karena munculnya

    berbagai bisnis kopi tradisional lain dan merek kopi instant yang lebih

    praktis lainnya.

    Tabel 3.4Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kotamadya

    Salatiga Menurut Lapangan Usaha, Atas Dasar Harga Konstan 1993

    Tahun 1995-1997. (Tabel 105.1)

    S

    S

    Sumber data : Kantor Statistik Kotamadya Salatiga

    Pada akhir penelitian, tahun 1995-1997 ternyata banyak sekali

    indutri pengolahan tersebar di kota Salatiga. Angka yang paling tinggi

    ditunjukan pada tahun 1997 mencapai 50.113.07 industri mulai dari

    industri kecil, menengah dan besar. Kemudian ditahun sebelumnya

    tahun 1996 mencapai 50.092.84 industri. Lebih sedikit tahun 1995

    mencapai 45.926.67 industri yang tersebar di Salatiga. Pada setiap

    tahunnya hampir menunjukkan kenaikan angka pada jumlah industri

    pengolahan diatas.Selisih yang terlihat pada tahun 1995-1996

    menunjukan angka industri dan tahun 1996-1997 menunjukan aangka

    industri. Lebih banyak tahun dari pada tahun. Jika dilihat selisih dari

    kenaikan industri ysng ada tidak begitu banyak, tetapi memberi

    No. Lapangan Usaha 1995 1996 1997

    (0) (1) (2) (3) (4)

    (1.) Industri

    Pengolahan

    45.926.67 50.092.84 50.113.07

    (2.) Jasa-jasa 58.283.48 64.419.78 65.974.59

  • 49

    suasanasedikit berbeda. Orang-orang cenderung lebih meningkatkan

    daya produk tinggi akan produk yang akan ditawarkan.

    Perkembangan yang signifikan terjadi dari tahun ke tahun

    berjalan secara stagnan dalam artian pabrik-pabrik kopi tersebut tidak

    mengalami kemajuan atau kemunduran. Hanya saja pada produksi

    kopi tradisional tersebut pada awal berdiri hingga berjalanya waktu

    hingga pada saat adanya krisis monneter, mereka sudah kalah saing

    dengan produk kopi instant dalam skala besar seperti ABC, Torabika,

    Kapal Api, dan Nescafe. Sehingga banyak pabrik produksi kopi bubuk

    tradisional gulung tikar seperti kopi produk Layar, Daun, dan Wong

    Yong Wa yang semuannya milik orang Tionghoa dan Katolik.

    B. Dampak Bisnis Kopi bagi Masyarakat Salatiga

    Berikut dampak-dampak dari adanya bisnis kopi, adapun yang

    terkait lebih mengarah pada manfaat adanya bisnis kopi, seperti adanya

    perkebunan-perkebunan dan pabrik-pabrik kopi sangat bermanfaat bagi

    penduduk sekitar untuk mendapat bekerja. Dengan kata lain telah

    terbuka lapangan kerja, sehingga mengurangi angka pengangguran,

    sebagai berikut:

    1. Perkebunan Kopi

  • 50

    Tabel 3.5 Daftar Perkebunan-Perkebunan Yang Terdapat Di Sekitar

    Salatiga Tahun 1924.53

    53

    Widyastuti,Dyah Ndari. Skripsi. Dinamika Kehidupan Perusahaan

    Otobus Eerste Salatigasche Transport Onderneming (ESTO) di Salatiga Tahun

    1950-1960. (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2011), hlm 22.

    No Onderneming Pemilik Letak Jenis

    Tanaman

    1. Ampel

    Gading

    HA. Narten

    Semarang

    8 km dari

    stasiun

    Ambarawa

    Kopi

    2. Banaran NV.

    Semarangsche

    Adm. Mij

    Semarang

    1 km dari

    stasiun

    Germawan,

    Magelang,

    Ambarawa

    Kopi

    3. Jati Runggo N.V. Cult Mij Jati 17 km dari

    stasiun

    Willem

    Karet, kopi,

    coklat

    4. Gesangan Ny. Smit Sibinga

    Kelk Wijnschenk

    11 km dari

    stasiun

    Tuntang di

    Desa Gubug

    Jati

    Karet, kopi

    5. Getas NV. Landb. Mij

    Getas

    4 km dari

    stasiun

    Bringin

    Kopi,

    kapuk,

    karet

    6. Gondang A.J. Lamster

    Ampel

    14 km dari

    stasiun

    Boyolali

    Kopi

  • 51

    SSumber Data: Ismet Daftar Tanah Perkebunan-perkebunan di

    Indonesia.Bandung: Penerbit Sinar Bandung, 1970, hlm 61.

    Pada tahun 1924 telah berdiri banyak perkebunan-perkebunan kopi di

    sekitar Kota Salatiga, sehingga memungkinkan para pengusaha pabrik

    kopi untuk membeli kopi mentah. Dari hasil perkebunan tersebut

    telah menjadi ladang peker