perbandingan sistem pemerintahan negara indonesia …
TRANSCRIPT
i
PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA INDONESIA
DAN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA PERANCIS
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Hukum
Oleh :
Hyang Iman Kinasih Gusti
NPM. 5117500096
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2021
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Setiap negara dalam mengatur jalannya roda pemerintahannya
menggunakan sistem pemerintahan yang berbeda-beda, negara dan sistem
pemerintahan adalah suatu kesatuan dimana lembaga-lembaga negara bekerja dan
berhubungan satu sama lain, dimana setiap lembaga negara harus menjalankan
tugasnya dengan sebaik mungkin agar tujuan dari suatu negara tersebut berhasil
menyelenggarakan serta terwujudnya kesejahteraan masyarkat dan kepentingan
negara.
Penelitian ini bertujuan : (1) Bertujuan untuk mengetahui sistem
pemerintahan di negara Indonesia dan sistem pemerintahan negara Perancis. (2)
Bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbedaan sistem pemerintahan di negara
Indonesia dan sistem pemerintahan negara Perancis. Jenis penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan dengan pendekatan normatif dan pendekatan
perbandingan. Teknik pengumpulan datanya melalui studi kepustakaan, serta
dianalisa dengan metode kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa perbedaan antara
sistem pemerintahan yang diterapkan oleh negara Republik Indonesia dan sistem
pemerintahan yang digunakan oleh negara Perancis, dimana dalam hal ini sistem
pemerintahan yang digunakan oleh negara Republik Indonesia berdasarkan
konstitusi yang berlaku adalah sistem pemerintahan presidensial sedangkan sistem
pemerintahan yang digunakan oleh negara Perancis Republik kelima adalah
sistem pemerintahan semi presidensial. Perbedaan sistem pemerintahan yang
diterpakan pada kedua negara adalah suatu hal yang wajar, perbedaan tersebut
diataranya terletak pada tatanan lembaga eksekutif, lembaga legislatif serta
lembaga yudikatif pada kedua negara dalam menjalankan roda pemerintahannya.
Kata Kunci : Sistem Pemerintahan, Perbedaan Sistem Pemerintahan, Sistem
Pemerintahan Negara Republik Indonesia dan Sistem
Pemerintahan Negara Perancis.
vi
ABSTRACT
Each country in regulating the running of its government uses a different
system of government, the state and the government system are a unit where state
institutions work and relate to each other, where each state institution must carry
out its duties as well as possible so that the goals of a country are succeeded in
organizing and realizing the welfare of the community and the interests of the
state.
This study aims : (1) Aims to find out the system of government in Indonesia
and the system of government in France. (2) Aims to find out how the government
system in Indonesia differs from that in France. This type of research is library
research with a normative approach and a comparative approach. The data
collection technique is through literature study, and analyzed using qualitative
methods.
The results of this study indicate that there are several differences between
the government system implemented by the Republic of Indonesia and the
government system used by the French state, where in this case the system of
government used by the Republic of Indonesia based on the applicable
constitution is a presidential system of government while used by the French state
The fifth republic is a semi-presidential system of government. The difference in
the government system applied to the two countries is a natural thing, the
difference lies in the order of the executive, legislative and judicial institutions in
the two countries in carrying out the wheels of government.
Keywords : Government System, Differences in Government System, State
Government System of the Republic of Indonesia and French State
Government System
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada:
1. Kedua Orang Tua dan keluarga besar penulis sebagai the biggest support
system.
2. Diri sendiri. Thank you and if I never tried, I would never know.
3. Sahabat Terbaiksaya, Terimakasih yang sudah menjadi motivator dan
penyemangat dalam pengerjaan skripsi ini.
4. Teman-teman penulis, Thanks you for being a good person to me.
viii
HALAMAN MOTTO
“Jangan Menunda Pekerjaan Sampai Besok Jika Hari Dapat Diselesaikan Maka
Tuntuskanlah”
ix
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah Swt, alhamdulillah
penyusunan skripsi ini dapat selesai. Dengan skripsi ini pula penulis dapat
menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Pancasakti Tegal. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Rosulullah Saw.
Yang membawa rahmat sekalian alam.
Penulis sampaikan bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan dan dorongan berbagai pihak yang kepadanya patut diucapkan
terimakasih. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Fakhruddin., M.Pd., selaku Rektor Universitas Pancasakti
Tegal.
2. Bapak Dr. H. Achmad Irwan Hamzani., S.H.I., M.Ag, selaku Dekan
Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal.
3. Ibu Kanti Rahayu., S.H., M.H., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Pancasakti Tegal.
4. Bapak H. Toni Haryadi., S.H., M.H., selaku Wakil Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Pancasakti Tegal.
5. Bapak Imam Asmarudin., S.H., M.H., selaku Wakil Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Pancasakti Tegal.
6. Ibu Tiyas Vika Widyastuti., S.H., M.H., selaku Sekretaris Program Studi
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal.
x
7. Bapak Dr. H. Imawan Sugiharto, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I
dan dan Bapak Imam Asmarudin, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II
yang telah berkenan membimbing.
8. Segenap Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal yang telah
memberikan bekal ilmu pengetahuan pada penulis sehingga bisa
menyelesaikan studi Strata 1. Mudah-mudahan mendapatkan balasan dari
Allah Swt. Sebagai amal shalih.
9. Segenap pegawai administrasi/karyawan Universitas Pancasakti Tegal
khususnya di Fakultas Hukum yang telah memberikan layanan akademik
dengan sabar dan ramah.
10. Orang tua, serta saudara-saudara penulis yang memberikan dorongan
moriil pada penulis dalam menempuh studi.
11. Kawan-kawan penulis, dan semua pihak yang memberikan motivasi dalam
menempuh studi maupun dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu.
Semoga Allah Swt. Membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan
yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis. Akhirnya hanya kepada
Allah Swt. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya, dan bagi pembaca umumnya.
Tegal, 2021
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .... Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
PERNYATAAN ..................................................................................................... iii
ABSTRAK .............................................................................................................. v
ABSTRACT ........................................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... vii
HALAMAN MOTTO .......................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 8
D. Manfaat penelitian .................................................................................................... 8
E. Tinjauan Pustaka ....................................................................................................... 9
F. Metode Penelitian ................................................................................................... 13
G. Sistematika Penulisan ............................................................................................ 16
BAB II TINJAUAN KONSEPTUAL ................................................................... 17
A. Perbandingan Hukum Tata Negara ...................................................................... 17
1. Pengertian Hukum Tata Negara ................................................................ 17
2. Perbandingan Hukum Tata Negara ........................................................... 24
B. Konstitusi ................................................................................................................. 33
C. Tinjauan Umum Tentang Negara ......................................................................... 36
1. Pengertian Negara ..................................................................................... 36
2. Bentuk Negara ........................................................................................... 40
3. Tujuan dan Fungsi Negara ........................................................................ 43
4. Unsur-Unsur Negara ................................................................................. 46
xii
5. Hubungan Negara dan Sistem Pemerintahan ............................................ 48
D. Sistem Pemerintahan Menurut Hukum Tata Negara ......................................... 50
1. Sistem Pemerintahan Parlementer ............................................................. 54
2. Sistem Pemerintahan Presidensial ............................................................. 56
3. Sistem Pemerintahan Campuran (quasi) ................................................... 62
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 70
A. Sistem Pemerintahan di Negara Indonesia dan Sistem Pemerintahan Negara
Perancis .................................................................................................................... 70
1. Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia .................................... 70
2. Sistem Pemerintahan Negara Republik Perancis .................................... 107
B. Perbedaan Sistem Pemerintahan di Negara Indonesia dan Sistem
Pemerintahan Negara Perancis ........................................................................... 124
BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 133
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 133
B. Saran ....................................................................................................................... 136
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 137
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Model Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia
Berdasarkan Pada Periode-Periode Berlakunya Konstitusi Negara
Republik Indonesia ................................................................................ 73
Tabel 3.2 Perkembangan bentuk pemerintahan Prancis sejak 1789 .................... 111
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian negara secara konstitutif adalah negara merupakan suatu
asosiasi yang menyelenggarakan penertiban masyarakat pada suatu wilayah
berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh pemerintah dengan
maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa. 1 Beberapa aspek negara yang
dimaksud adalah negara merupakan organisasi dari sekelompok orang yang
bertempat tinggal disuatu wilayah, negara sebagai asosiasi yang bertindak
berdasarkan undang-undang yang dibuat pemerintah, fungsi negara sebagai
pemelihara ketertiban masyarakat umum, negara diberi kekuasaan yang
bersifat memaksa oleh undang-undang untuk menjaga ketertiban masyarakat.2
Negara dalam menjalankan tatanan pemerintahannya membutuhkan
adanya sistem pemerintahan guna memperlancar berjalannya roda
pemerintahan didalamnya. Sistem pemerintahan dapat diartikan sebagai suatu
struktur yang terdiri dari fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif yang saling
berkaitan dalam bekerja dan saling mempengaruhi satu sama lain.3 Menurut
Jimly Asshidiqie sistem pemerintahan diartikan sebagai sistem hubungan antar
lembaga negara.
1 Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta: Erlangga, 2014, hlm. 37-38 2Ibid. 3 Cora Elly Novianti, “Demokrasi dan Sistem Pemerintahan”,Jurnal Konstitusi,
Volume 10, Nomor 2, 2 Juni, 2013, hlm. 337.
2
Sedangkan pemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh
negara dalam menyelenggarakan kepentingan negara dan rakyatnya itu
sendiri.4 Penyelenggaraan pemerintahan, sistem pemerintahan menjadi salah
satu faktor penentu keberlangsungan kehidupan bernegara, sistem
pemerintahan pada suatu negara akan berjalan efektif apabila sistem yang
dipilih dan digunakan sesuai dengan karakter dan kondisi sosial dan politik
negara. Namun apabila sistem pemerintahan yang digunakan tidak sesuai maka
bisa dipastikan akan timbul kegagalan dalam penyelenggaran pemerintahan.5
Sri Soemantri memaknai bahwa sistem pemerintahan berkaitan dengan
sistem hubungan antara eksekutif dan legislatif. Ada dan tidak adanya
hubungan antara eksekutif dan legislatif melahirkan adanya sistem
pemerintahan parlementer dan presidensial. Sedangkan dalam kepustakaan
dikenal adanya tiga sistem pemerintahan yaitu sistem pemerintahan
parlementer, sistem pemerintahan presidensial, dan sistem pemerintahan semi-
presidensial yang mengandung unsur-unsur baik terdapat dalam sistem
pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial.6
M. Solly Lubis mengatakan bahwa perkembangan suatu negara berarti
perubahan kemauan dan tindakan manusia.7 Hal ini di sebabkan oleh organisasi
masyarakat yang terdiri dari beberapa manusia yang mempunyai ragam dan
tujuan yang berbeda beda. Berdasarkan pernyataan tersebut bahwasanya
4 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
AmandemenUUD 1945, Jakarta : Kencana, 2018, hlm. 118. 5 Maulidia Anangkota, “Klasifikasi Sistem Pemerintahan”, Jurnal Ilmu
Pemerintahan, Volume 3, Nomor 2, hlm. 149. 6Elva Imeldatur Rohmah, “Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia, Iran dan
Prancis”, Jurnal Ummul Qura, Volume XIII, Nomor 1, Maret, 2019, hlm 118. 7M. Solly Lubis, Ilmu Negara, Bandung: Alumni, 1975, hlm 231.
3
perkembangan sistem pemerintahan pada suatu negara di sebabkan dari adanya
pergerakan dari golongan atau organisasi masyarakat dengan kepentingan
tertentu yang ingin mengembangkan ideologi atau paham pahamnya ataupun
perkembangan sosial politik pada negara tersebut. Berkembangnya kemauan
dan tindakan masyarakat inilah yang mengakibatkan berkembangnya sistem
pemerintahan itu dengan variasinya masing masing, sebab pola pikir ataupun
sudut pandang dari setiap masyarakat yang mendiami suatu negara berbeda
beda dan hal ini pun mempengaruhi perkembangan pada sistem pemerintahan
yang mengakibatkan munculnya variasi variasi ataupun jenis jenis
pemerintahan.
Sistem pemerintahan presidensial adalah sistem pemerintahan sistem
pemerintahan yang kekuasaan eksekutifnya tidak harus bertanggung jawab
kepada legislatif. Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan melalui badan
legislatif meskipun kebijaksanaan yang dijalankan tidak disetujui atau
ditentang oleh kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif dan legislatif
berada terpisah.8 Negara Kesatuan Republik Indonesia pada awal kemerdekaan
menganut sistem pemerintahan presidensial, namun seiring perkembangannya
tidak konsisten dalam menerapkan sistem pemerintahan presidensial, namun
pada akhir tahun 1945 sistem pemerintahannya bergeser pada sistem
pemerintahan parlementer terlebih dengan diterapkannya konstitusi RIS dan
UUDS, setelah munculnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mulailah kembali
sistem pemerintahan Indonesia kembali pada sistem pemerintahan
8 Dody Nur Andriyan, Hukum Tata Negara dan Sistem Politik, Yogyakarta: CV.
Budi Utama, 2012, Cet.1 ke-1, hlm. 74
4
presidensial.9 Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 berkaitan dengan sistem pemerintahan terjadi pada saat perubahan
pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Pasal-pasal yang mengatur tentang
presiden dan wakil presiden banyak sekali mengalami perubahan, demikian
juga dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Majelis Permusyawaratan Rakyat. Perubahan tersebut berpengaruh terhadap
hubungan antara Presiden dan lembaga Legislatif, terutama hubungan Presiden
dengan DPR dan MPR.10 Fraksi-fraksi di MPR periode 1999-2004 pada saat
amandemen UUD NRI 1945 telah melakukan kesepakatan untuk
mempertahankan pembukaan UUD NRI 1945, mempertahankan bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia, mempertahankan bentuk pemerintahan sistem
presidensil, mempertahankan memasukan norma-norma kenegaraan yang
terdapat dalam penjelasan UUD NRI 1945 kedalam pasal-pasal UUD 1945,
mempertahankan mempergunakan pendekatan amandemen dalam amandemen
UUD NRI 1945.11
Sistem pemerintahan campuran atau lebih dikenal dengan nama sistem
pemerintahan semi presidensial hakekatnya adalah bentuk variasi dari
kombinasi sistem pemerintahan parlementer dan presidensial. Negara dengan
sistem pemerintahan semi presidensial memiliki ciri atau ditandai dengan
9 Retno Saraswati, “Desain Sistem Pemerintahan Presidensial Yang Efektif”, Jurnal
MMh, Jilid 1, Nomor 1, Januari, 2012, hlm. 139 10 Fatmawati, “Analisa Sistem Pemerintahan Terhadap UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pra dan Pasca Perubahan, Serta Pelaksanaanya Dalam Praktek
Ketatanegaraan” Jurnal Hukum dan Pembangunan, Volume 35, Nomor 3, September, hlm
289. 11 Soedijarto, Implikasi ajaran pendiri (Bung Karno) dan budaya polotik indonesia
terhadap amandemen UUD 1945, Jakarta: Centre For Information and National Policy Studies
(CINAPS), 2002, hlm. 56.
5
adanya presiden sebagai kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala
pemerintahan.12 Negara Perancis adalah salah satu negara yang menerapkan
sistem pemerintahan campuran antara presidesial dan parlementer atau sistem
semi presidensial. 13 Perancis dalam menjalankan tatanan pemerintahannya
dipimpin oleh Presiden yang bertindak sebagai Kepala Negara dan dibantu
Perdana Menteri, lembaga eksekutif di Perancis memiliki dua pemimpin
dimana kekuasaan Kepala Negara dijalankan oleh Presiden Republik yang
dipilih secara langsung oleh rakyat untuk masa jabatan selama 5 tahun dan
pemerintahannya dipimpin oleh Perdana Menteri yang ditunjuk langsung oleh
Presiden. 14 Sistem ketatanegaraan di Perancis terkait lembaga perwakilan
menggunakan sistem bikameral atau sistem dua kamar, parlemen Perancis
meliputi dua buah badan yaitu Asssemblee Nationale dan Senat. Assemblee
Nationale terdiri dari beberapa anggota yang berjumlah 490 orang “Deputes”
yang masing-masing dipilih untuk masa jabatan lima tahun dengan pemilihan
secara langsung serta mewakili keseluruhan rakyat pada umumnya dianggap
lebih peka terhadap opini masyarakat, dan satuan-satuan wilayah pada
umumnya tersusun dari tokoh-tokoh dalam kehidupan berpolitik diwakili oleh
lembaga senat.15
12 Fauzyl Haznan, “Sistem Campuran” Ius Quia Iustum Law Journal, Volume 25,
Nomor 1, 2018, hlm. 7 13Agus Riwanto, Desain Sistem Pemerintahan Antikorupsi, Malang: Setara Press,
2018, hlm. 15. 14 Mohammad Saihu, et al., Penyelenggara Pemilu di Dunia, Jakarta: Net
Communication, 2015, hlm. 108 15 Sarwoto, Administrasi Pemerintahan Perancis, Jakarta Timur: Ghalia Indonesia,
1981, hlm 23
6
Istilah perbandingan hukum, dalam, bahasa asing, diterjemahkan
Comparative Law (bahasa Inggris), Vergleihende Rechstlehre (bahasa
Belanda), Droit Compare (bahasa Perancis).16 Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Perbandingan Hukum Tata Negara adalah cabang ilmu hukum yang
mempergunakan metode perbandingan satu atau beberapa aspek hukum tata
negara atau dua negara atau lebih.17 Sistem pemerintahan yang pada umumnya
sering dipakai oleh beberapa negara adalah sistem pemerintahan presidensial
dan sistem pemerintahan parlementer hal ini disebabkan sistem pemerintahan
parlementer merupakan sistem pemerintahan yang lebih tua dari sistem
pemerintahan presidensial, akan tetapi dalam berbagai literatur terdapat juga
sistem pemerintahan semi parlementer dan sistem pemerintahan semi
presidensial. Terkait sistem pemerintahan semi-presidensial atau sistem
pemerintahan campuran jarang sekali digunakan dalam penyelenggaraan
pemerintahan oleh negara-negara besar di dunia.18
Pada penelitian ini penulis mencoba memfokuskan penelitian pada sistem
pemerintahan presidensial yang digunakan pada negara Indonesia dan sistem
pemerintahan semi-presidensial yang diterapkan di negara Perancis, dimana
dalam masing-masing penyelenggaraan tatanan sistem pemerintahan tersebut
memiliki kelebihan dan kekurangannya masing masing dan berdampak pada
jalannya roda pemerintahan di negara tersebut. Sistem pemerintahan semi-
16Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana Kontemporer, Jakarta :Fikahati
Aneska, 2009, hlm 8 17Lektur, “Terdapat 4 definisi dan arti perbandingan di KKBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia),https://lektur.id/artiperbandingan/#:~:text+Perbandingan%20Hukum%20(Kamu%
20Besar%20Bahasa,negara%20atau%20lebih...., diakses pada tanggal 11 februari 2021 18Indah Sari, “Karakteristik Pemerintahan Moderen Di Tinjau Dari Prespektif Ilmu
Negara” Jurnal Universitas Surya Dharma, Volume 7, Nomor 1, 2015, hlm. 4
7
presidensial yang diterapkan negara Perancis memiliki kelebihan didalamnya,
antara lain terdapat penggabungan dua jenis sistem pemerintahan dengan
mengambil kelebihan dari masing masing sistem pemerintahan tersebut baik
berupa pada sistem pemerintahan parlementer dan presindensial, pemerintahan
berjalan dengan stabil karena pusat kekuasannya tersebar dan tidak mudah
terjadi perubahan secara tiba-tiba, serta Presiden dan Menteri tidak dapat
dijatuhkan selama masa jabatannya yang menjadikan dalam pelaksanaan
tatanan pemerintahan lebih fokus menjalakan program kerja. Berdasarkan
uraian diatas maka penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan perbandingan
mendasar sistem pemerintahan pada kedua negara yang kemudian hasilnya
dituangkan dalam bentuk penulisan hukum yang diberi judul
“PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA INDONESIA
DAN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA PERANCIS”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan latar belakang diatas maka dapat diajukan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem pemerintahan di negara Indonesia dan sistem
pemerintahan negara Perancis?
2. Bagaimana perbedaan sistem pemerintahan di negara Indonesia dan sistem
pemerintahan negara Perancis?
8
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bertujuan untuk mengetahui sistem pemerintahan di negara Indonesia dan
sistem pemerintahan negara Perancis.
2. Bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbedaan sistem pemerintahan di
negara Indonesia dan sistem pemerintahan negara Perancis.
D. Manfaat penelitian
Penulis mengharapkan agar penelitian ini dapat bermanfaat dan berguna
karena nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang di ambil
dari penelitian. Adapun manfaat yang diharapkan oleh penulis dari penelitian
ini antara lain sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis
Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan
ilmu hukum nasional maupun internasional terutama terkait bagaimana
sistem pemerintahan negara Indonesia dan sistem pemerintahan negara
Perancis serta bagaimana perbedaan sistem pemerintahan di negara
Indonesia dan sistem pemerintahan negara Perancis.
2. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
dan ilmu hukum pada umumnya, literature kepustakaan Hukum Tata
Negara berkaitan dengan kajian mengenai bagaimana sistem pemerintahan
negara Indonesia dan sistem pemerintahan negara Perancis serta
9
bagaimana perbedaan sistem pemerintahan di negara Indonesia dan sistem
pemerintahan negara Perancis.
E. Tinjauan Pustaka
Setelah penulis mengkaji beberapa penelitian ada beberapa yang
memiliki keterkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan sebagai berikut:
1. Ibnu Sina Chandranegara, Perbandingan Fungsi dan Kedudukan
Mahkamah Konstitusi dan Lembaga Sejenisnya di Tiga Negara
(Indonesia, Austria, Perancis), Jurnal Al-Qisth Law Review, Volume 1,
Nomor 1, Tahun 2017. Penelitian ini mengkaji tentang pembentukan dari
Mahkamah Konstitusi yang merupakan manifestasi dari sebuah konsep
negara modern. Mahkamah Konstitusi di beberapa negara sebagai
perbandingan dengan Mahkamah Konstitusi yang ada di Indonesia, penulis
mencoba membandingkan mengenai kedudukan dan fungsi Mahkamah
Konstitusi Austria dan Dewan Konstitusi Perancis, pemilihan objek
perbandingan tertuju kepada Mahkamah Konstitusi Austria dikarenakan
Austria merupakan merupakan negara federal dan menganut sistem
pemerintahan parlementer namun Mahkamah Konstitusi Austria
mempunyai fungsi yang serupa dengan Mahkamah Konstitusi Indonesia,
sedangkan pemilihan objek perbandingan kepada Dewan Konstitusi
Perancis dikarenakan Perancis merupakan suatu negara kesatuan dengan
otonomi terbatas yang menganut sistem quasi presidensial namun Dewan
Konstitusi di Perancis mempunyai fungsi dan bentuk kelembagaan yang
paling berbeda. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI)
10
merupakan pemegang kekuasaan kehakiman yang lahir setelah
amandemen UUD NRI 1945 Ketiga pada tahun 2001 berdasarkan Pasal 24
ayat (2) UUD NRI 1945 yang selanjutnya dipertegas lagi mengenai
kedudukannya pada Pasal 2 UU Nomor 24 Tahun 2003. MKRI
mempunyai kedudukan yang sederajat dan sama dengan Mahkamah
Agung Republik Indonesia (MARI), MKRI dan MARI merupakan
pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka dan terpisah dari cabang-
cabang kekuasaan lain, yaitu pemerintah dan lembaga permusyawaratan
perwakilan. Kedua Mahkamah ini sama-sama berkedudukan hukum di
Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia, hanya struktur kedua
lembaga kekuasaan kehakiman ini terpisah dan berbeda satu sama
lain.Sedangkan kekuasaan Austria menurut Johannes Oehlboeck dan
Immanuel Gerstner semua kekuasaan yang didapatkan oleh seluruh organ
yang berada di Austria merupakan atas nama Republik Federal Austria,
begitu pula mengenai kekuasaan kehakiman di Austria yang mempunyai
kompetensi untuk memberikan vonis dan temuan hukum lainya wajib
diproklamasikan dan diterbitkan atas nama Republik Federal Austria.
Kekuasaan kehakiman di Perancis memiliki Dewan Tinggi Pengadilan
yang mempunyai dua tugas utama yaitu mengawasi hakim, mengawasi
jaksa, dan memberikan rekomendasi promosi hakim atau jaksa.
11
2. Suparto, Perbandingan Model Komisi Yudisial Republik Indonesia dengan
Komisi Yudisial Perancis, Jurnal UIR Law Review, Volume 3, Nomor 01,
April, 2019. Penelitian ini mengkaji tentang perbandingan Komisi Yudisial
di Indonesia dan Perancis, KY di Indonesia secara struktural
kedudukannya diposisikan sederajat dengan Mahkamah Konstitusi dan
Mahkamah Agung, tetapi secara fungsional perannya bersifat menunjang
terhadap lembaga kekuasaan kehakiman. KY bukanlah lembaga penegak
norma hukum melainkan lembaga penegak norma etik, sebab komisi ini
hanya berurusan dengan persoalan kehormatan, keluhuran martabat, dan
perilaku hakim, bukan dengan lembaga peradilan atau lembaga kekuasaan
kehakiman secara institusional.Meskipun kedudukannya secara struktural
sederajat dengan MA dan MK, namun karena sifat fungsinya yang khusus
dan penunjang, kedudukan protokolernya tidak diperlakukan sama dengan
MA dan MK serta DPR, MPR, DPD, sebab KY itu sendiri bukanlah
lembaga negara yang menjalankan fungsi kekuasaan negara secara
langsung. KY bukan lembaga yudikatif, eksekutif, ataupun legislatif.
Komisi ini hanya berfungsi menunjang tegaknya kehormatan, keluhuran
martabat, dan perilaku hakim sebagai pejabat penegak hukum dan lembaga
yang menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman. Peran strategis yang dapat
dilakukan oleh KY diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 serta
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011.Komisi Yudisial dalam sistem
ketatanegaraan Perancis disebut Conseil Superieur De La Magistrature
12
(CSM), yang fungsi utamanya sebagai penyeimbang antara wewenang
Presiden untuk mengangkat hakim-hakim disatu sisi dan wewenang
Menteri Kehakiman sehubungan dengan pengangkatan Magistrate dan
melakukan menejemen lembaga peradilan disisi lain, CSM berwenang
untuk memberikan pertimbangan dalam pengangkatan dan pendisiplinan
hakim. Presiden Perancis memiliki wewenang atas pengangkatan
pengangkatan tertentu, sedangkan untuk pengangkatan lainya wewenang
ada pada pemerintah berdasarkan pertimbangan Menteri Kehakiman.
3. Ryan Kharisma Akbar, Perbandingan Sistem Lembaga Perwakilan
Bikameral Indonesia dan Perancis, Skripsi Fakultas Hukum Universitas
Islam Indonesia, Tahun 2018. Penelitian ini mengkaji tentang
perbandingan sistem lembaga perwakilan Indonesia dan Perancis studi
tentang lembaga perwakilan terkait tugas, fungsi, dan wewenang yang
bertujuan untuk menegetahui penerapan sistem bikameral Indonesia yang
dibandingkan dengan sistem bikameral Perancis serta guna mengetahui
perbedaannya. Berdasarkan uraian-uraian yang diperoleh penulis terkait
dengan tugas, fungsi dan wewenang dari lembaga perwakilan yang
didalamnya terdiri atas Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah, ketiganya memiliki
kewenangan-kewenangan yang berbeda satu sama lain. Terkait tugas,
fungsi dan wewenang dari lembaga perwakilan di Perancis yaitu Senat dan
National Assembly, kedua lembaga perwakilan ini disebut juga dengan
lembaga perwakilan bikameral yang kuat apabila dilihat dari segi
13
pembagian tugas, fungsi dan wewenangnya lembaga ini sejajar. Senat dan
National Assembly apabila terdapat perbedaan dalam memutuskan
pemutusan Undang-Undang maka dilakukan berdasarkan mekanisme One
Chamber Decision dalam hal ini kamar pertama yang memutuskan. Senat
dan National Assembly sama-sama memiliki kewenangan mengajukan
mosi tidak percaya kepada kebijakan pemerintah.
F. Metode Penelitian
a) Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (penelitian
hukum kepustakaan) penelitian hukum normatif merupakan penelitian
hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
sekunder (bahan kepustakaan). 19 Peneltian hukum normatif mencakup
penelitian terhadap teori, filosofi, sejarah dan asas asas hukum, penelitian
terhadap sistematika dan materi hukum, penelitian tehadap sinkronisasi
hukum, penelitian terhadap perbandingan hukum. Adapun penulis
menggunakan referensi buku, jurnal-jurnal, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonsia Tahun 1945, Konstitusi Perancis 4 Oktober 1958.
19Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI, 1986, hlm.31.
14
b) Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam peneltian ini adalah pendekatan
normatif. Pendekatan normantif adalah meninjau permasalahan hukum
secara normatif (boleh atau tidak boleh menurut hukum yang berlaku).20
Dalam penelitian ini penulis akan mencari kaidah-kaidah hukum yang
berlaku dalam undang-undang pada kedua negara yang berlaku dalam
peraturan perundang-undangan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
mekanisme sistem pemerintahan pada kedua negara dan perbedaan di
dalamnya.
c) Sumber Data
Sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder, yang
mana sumber data penelitian yang diperoleh melalui media perantara atau
secara tidak langsung yang berupa buku, catatan, bukti yang telah ada, atau
arsip baik yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan secara
umum.21 Sumber data sekunder yang digunakan untuk mendukung jenis
penelitian kepustakaan yang penulis lakukan meliputi buku, jurnal-jurnal,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Konstitusi
Perancis 4 Oktober 1958.
20 Amirudin dan Zainal Asyikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta:
Rajawali Pers, 2010, hlm.118. 21Ibid. hlm.150.
15
d) Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah peneltian ini dilakukan dengan metode kepustakaan. Metode
kepustakaan diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari
peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, hasil
penelitian.22 Serta jurnal, artikel, surat kabar yang berhubungan dengan
sistem pemerintahan pada negara Indonesia dan sistem pemerintahan
negara Perancis.
e) Metode Analisis Data
Metode analisis data dilakukan dengan cara kualitatif. Metode
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati. Metode ini dilakukan dengan menggunakan logika
induktif, untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat khusus menjadi
bersifat umum.23 Hasil analisis ini kemudian disajikan secara deskriptif
untuk disusun sebagai kesimpulan dalam membandingkan sistem
pemerintahan negara Indonesia dan sistem pemerintahan negara Perancis
serta perbedaan sistem pemerintahan negara Indonesia dan sistem
pemerintahan negara Perancis.
22Ibid, hlm.107. 23 Jhonnya Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang:
Banyumedia Publishing, 2006, hlm.242.
16
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan proposal ini terdiri dari 4 bagian bab sebagai
tahapan di dalam penulisan yaitu:
1. Bab I Pendahuluan, menguraikan tentang Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan
Pustaka, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan Skripsi.
2. Bab II Tinjauan Tinjauan Konseptual, norma-norma hukum, teori-teori
hukum yang berhubungan dengan sistem pemerintahan
3. Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, menguraikan hasil rumusan
masalah tentang sistem pemerintahan negara Indonesia dan sistem
pemerintahan negara Perancis serta perbedaan sistem pemerintahan di
negara Indonesia dan sistem pemerintahan negara Perancis.
4. Bab IV Penutup, menguraikan tentang kesimpulan dan saran dari
penelitian ini.
17
BAB II
TINJAUAN KONSEPTUAL
A. Perbandingan Hukum Tata Negara
1. Pengertian Hukum Tata Negara
Pengertian tentang hukum tata negara mencakup definisi yang
beragam dan tergantung bagaimana cara pandang terhadap hukum tata
negara itu sendiri. Istilah hukum tata negara dalam perpustakaan indonesia
adalah hukum negara yang merupakan terjemahan dari istilah bahasa
Belanda (Staatsrecht), dalam bahasa Inggris (Constitusional Law), bahasa
Perancis (Droit Constitutionalle),24 bahasa Jerman (Verfassungsrecht) dan
Hukum Tata Negara atau Hukum Konstitusi di Indonesia.25
Merujuk secara kepustakaan Belanda istilah hukum tata negara
(Staatsrecht) memiliki dua arti, yaitu hukum tata negara dalam arti luas
adalah hukum tata negara dalam arti luas yang terdiri dari hukum tata
negara dalam arti sempit ditambah dengan hukum administrasi negara
(Staatsrecht In Rumiere Zin). Sedangkan hukum tata negara dalam arti
sempit adalah hukum tata negara suatu negara tertentu yang berlaku pada
waktu tertentu pula atau hukum tata negara positif dari suatu negara
(Staatsrecht In Engere Zin). 26 Secara umum kepustakan di Inggris
menggunakan istilah (Constitutional Law) menunjukan arti yang sama
24 Lisda Syamsumardian, “Hukum Tata Negara”
http://dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/30062110341554473454405April2019.pdf, diakses
21 Maret 2021, 23:12 25 Dasril Radjab, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, Edisi
Revisi, 2005, hlm. 1 26Ibid.,
18
dengan hukum tata negara , didasarkan atas alasan bahwa dalam hukum tata
negara unsur konstitusi lebih menonjol.27 Ilmu hukum tata negara secara
peristilihan adalah salah satu cabang ilmu hukum yang mengkaji negara dan
konstitusi sebagai objek kajiannya, perkataan “Hukum Tata Negara” berasal
dari perkataaan “Hukum”, “Tata”, “Negara” yang didalamnya membahas
urusan penataan negara. Tata yang terkait dengan kata “tertib” adalah order
yang biasanya juga diartikan sebagai “tata tertib” dengan kata lain hukum
tata negara dalam hal ini merupakan cabang ilmu hukum yang membahas
mengenai tatanan struktur kenegaraan, mekanisme hubungan antar struktur-
struktur organ atau struktur kenegaraan, serta mekanisme hubungan antar
struktur negara, serta mekanisme antara struktur negara dengan warga
negara.28
Hukum diartikan sebagai kekuasaan dan kekuatan, pengertian hukum
sendiri adalah suatu pelaksanaan aturan kehidupan manusia dengan
kekuatan dan kekuasaan. Hukum juga sering diartikan sebagai peraturan
karena didalamnya memuat berbagai macam peraturan yang mengatur
tatanan kehidupan manusia, otoritas jabatan, kehidupan bernegara dan
sebagainya. Beragamnya pemahaman tentang hukum menyebabkan istilah
hukum itu sendiri diartikan sebagai peraturan yang didalamnya memuat
suatu aturan-aturan bagi kehidupan manusia sebagai individu ataupun
27 Al Khanif, “Perbandingan Hukum Tata Negara dan Hak asasi Manusia” Diktat
Mata Kuliah Fakultas Hukum Universitas Jember, 2017, hlm. 1
http://repository.unej.ac.id/bitstream/hendle/123456789/80092/Al%20Khanif_Diktat_Perbandi
ngan_%20Hukum%20Tata%20Negara.pdf?sequence=1&isAllowed=y, 22 Maret 2021, 0:03 28 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat
Jendral dan Kesekteriatan Mahkamah Konstitusi, 2006, Cet, 1, hlm. 18
19
masyarakat dalam kaitannya dengan kehidupan dirinya, kehidupan keluarga,
kehidupan masyarakat, kehidupan lingkungan, kehidupan bernegara,
kehidupan interaksi sosialnya yang didalamnya mengatur aspek-aspek yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban manusia dalam menjalani
kehidupan dengan seluruh aspek yang terkait secara langsung maupun tidak
langsung beserta sanksi hukum yang melekat didalamnya. Pengertian
hukum jika dikaitkan dengan tata negara maka akan memunculkan konsep
hukum dan konsep tata negara, hukum adalah aturan dan tata negara artinya
mengatur negara. Berdasarkan penggabungan konsep diatas pengertian
hukum tata negara adalah sistem hukum tentang pengaturan negara,
pengaturan negara dan hukum dalam hal ini diartikan sebagai:
a. Mengatur bentuk negara;
b. Mengatur pemerintahan dan penyelenggaraan suatu negara;
c. Mengatur pemisahan atau pemabagian kekuasaan;
d. Hak-hak wilayah;
e. Konstitusi negara;
f. Alat-alat negara;
g. Sistem peralihan kepemimpinan dalam negara.29
Hukum Tata Negara (staatsrecht) mempunyai dua macam arti, yaitu
sebagai ilmu hukum tata negara (staatsrecht-swetenschap) dan sebagai
hukum tata negara positif (positif staatsrecht). Hukum tata negara sebagai
disiplin ilmu yang objek kajiannya adalah suatu sistem pengambilan
29 Dedi Ismatullah, et al., Hukum Tata Negara Refleksi Kehidupan Ketatanegaraan
di Negara Republik Indonesia, Bandung: CV Pustaka Setia, 2009, Cet. 1, hlm.12-13
20
keputusan dalam negara, sebagaimana distrukturkan dalam hukum tata
negara positif. 30 Konteks hukum tata negara sebagai hukum tata negara
positif (positief staatsrecht) mempunyai berbagai macam sumber hukum,
antara lain:
a. Hukum tertulis;
b. Hukum tidak tertulis;
c. Yurisprudensi;
d. Pendapat pakar yang berpengaruh.31
JH. A Logemann berpendapat bahwa hukum tata negara adalah suatu
struktur yang mengatur organisasi negara, dengan kata lain hukum tata
negara dalam hal ini adalah serangkaian kaidah hukum mengenai jabatan
atau kumpulan jabatan didalam suatu negara dan mengenai lingkungan
berlakunya hukum dari suatu negara. 32 Sependapat dengan Logemann ,
Scholten mengatakan bahwa hukum tata negara adalah hukum yang
mengatur organisasi negara. Negara dipandang sebagai suatu organisasi,
dalam organisasi tersebut diatur hubungan antara lembaga negara dan
memuat aturan hukum tentang hak serta kewajiban dari masing-masing
lembaga negara atau badan negara tersebut.33
30Nikmatul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2006, hlm.1 31 H. Khairuddin, et al., Hukum Tata Negara Pasca Amandemen UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Depok: Rajawali Pers, 2018, hlm.18 32 Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (Dalam
Prespektif Fikih Siyasah), Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm.11 33 Suwarma Almuchtar, “Konsep Dasar Hukum Tata Negara” Modul 1, hlm.6,
http://repository.ut.ac.id/3856/1/PKNI4206-M1.pdf, diakses 21 Maret 2021, 21:09
21
Beberapa pakar hukum tata negara di Indonesia juga mengemukakan
pendapat atau pandangan mereka tentang definisi hukum tata negara
diantaranya adalah:
1. Kusumadi Pudjosewojo yang berpendapat bahwa hukum tata negara
yang mengatur bentuk negara(kesatuan atau federal) dan bentuk
pemerintahan (kerajaan atau republik) yang menunjukan masyarakat
hukum atasan maupun bawahan beserta tingkatan-tingkatannya
(berarchie) yang selanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan
rakyat dari massyarakat-massyarakat hukum itu, dan akhirnya
menunjukan alat-alat perlengkapan yang memegang kekuasaan
penguasa dari masyarakam hukum tersebut, beserta susunan,
wewenang, tingkatan imbangan dari dan antara alat perlengakapan itu.34
2. Muh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim yang mengatakan bahwa hukum
tata negara adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengatur
organisasi dari suatu negara, hubungan antar alat perlengkapan negara
dalam garis vertikal dan horizontal serta kedudukan warga negara dan
hak asasinya.35
3. M. Soli Lubis yang merumuskan bahwa hukum tata negara adalah
seperangkat peraturan mengenai bentuk susunan negra, alat
34 Kusumadi Pudjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, Jakarta:
Djambatan, 1986,hlm. 86 35 Moh. Kusnardi, et al., Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta Pusat
Studi HTN Fakultas Hukum UI, 1983, hlm. 29-30
22
perlengkapannya, tugas-tugas dan hubungan diantara alat-alat
perlengkapan.36
4. Jimly Asshiddiqie pun mengutarakan pendapatnya, bahwa apabila
ditinjau dari segi peristilahan hukum tata negara adalah merupakan ilmu
hukum yang secara khusus mengkaji persoalan hukum dalam dalam
prespektif kenegaraan.37
Dibagian lain Jimly Asshiddiqie juga menyatakan jika hukum tata
negara itu haruslah diartikan sebagai hukum dan kenyataan praktek
yang mengatur tentang:
a. Nilai-nilai luhur dan cita-cita kolektif rakyat suatu negara;
b. Format kelembagaan organisasi negara;
c. Mekanisme hubungan antar lembaga negara;
d. Mekanisme hubungan antara lembaga negara dengan warga
negara.38
Lebih jauh lagi Jimly Asshiddiqie merumuskan ilmu hukum tata
negara sebagai cabang ilmu hukum yang mempelajari prinsip-prinsip
dan norma-norma hukum yang tertuang secara tertulis ataupun yang
hidup dalam kenyataan praktek kenegaraan berkenaan dengan:
36 Afreza Fadli, “Pengertian dan Istilah Hukum Tata Negara Menurut Para Ahli
Dalam dan Luar Negeri” MakalahFakultas Hukum Universitas Ekasakti Padang, 2020, hlm.7,
https://files.osf.io/v1/resources/7une6/provides/osfstorage/5e783c540cd06c069b001ef6?action
=download&version=1 diakses 22 Maret 2021, 19:17 37Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Konpres, Jilid
1,2006, hlm. 15 38 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi,
Jakarta: PT Buana Ilmu Populer, 2007, hlm.
23
a. Konstitusi yang berisi kesepakatan kolektif suatu komunitas rakyat
mengenai ciat-cita hidup bersama dalam suatu negara;
b. Institusi-institusi kekuasaan negara beserta fungsinya;
c. Mekanisme hubungan antar institusi;
d. Prinsip-prinsip hubungan antara institusi kekuasaan negara dengan
warga negara.39
Berdasar pada definsi-definisi diatas, dapat diketahui bahwa hukum
tata negara pada hakikatnya:
a. Hukum tata negara adalah ilmu yang termasuk salah satu cabang ilmu
hukum, yaitu hukum kenegaraan yang berada diranah hukum publik;
b. Definisi hukum tata negara telah dikembangkan oleh para ahli sehingga
kajiannya tidak hanya mencakup mengenai organ-organ negara, fungsi
dan mekanisme hubungan antar organ-organ negara tersebut, tetapi juga
mencakup persolan-persoalan yang terkait dengan mekanisme
hubungan antar organ-organ negara itu dengan warga negara;
c. Hukum tata negara sendiri tidak hanya merupakan “Recht” (hukum)
apalagi hanya sebagai “Wet” (norma hukum tertulis), tetapi juga
“Lehre” (teori), sehingga definisinya mencakup apa yang disebut
sebagai “Verfassungsrecht” (hukum konstitusi) dan
“verfassungslehre” (teori konstitusi);
39Ibid.,
24
d. Hukum tata negara dalam arti luas mencakup baik hukum yang
mempelajari negara dalam keadaan diam (Staat In Rust) maupun
mempelajari juga negara dalam keadaan bergerak (Staat In
Beweging).40
Berdasarkan definisi-definisi hukum tata negara pada umumnya, dapat
diketahui bahwasanya objek dari hukum tata negara adalah negara, dimana
negara dalam arti konkret negara tertentu atau negara yang terikat oleh
kurun waktu dan tempat. Mengenai ruang lingkup kajian hukum tata negara
adalah mengenai organisasi negara yang mencakup mengenai lembaga-
lembaga negara, hubungan satu sama lainnya, kekuasaanya, disamping itu
juga mengenai warga negara dan wilayah negara.41
2. Perbandingan Hukum Tata Negara
Kedudukan perbandingan hukum pada sekolah Tinggi Hukum
Fakultas Hukum, perbandingan hukum sendiri diajarkan melalui berbagai
metode, metode yang pertama yaitu diajarkan sebagai mata kuliah
perbandingan hukum yang bersifat umum (general comparative law) serta
metode yang kedua diajarkan secara spesifik sesuai dengan bidang keilmuan
seperti halnya perbandingan hukum tata negara, perbandingan hukum
pidana, perbandingan hukum perdata. 42 Mengkaji peneletian tentang
40Ibid., 41 I Gede Yusa, et al.,Hukum Tata Negara Pasca Perubahan UUD NRI 1945,
Malang: Setara Press, 2016, hlm. 4 42Bagir Manan, “Perbandingan Hukum Tata Negara Sebagai Obyek Penyelidikan
Keilmuan Dan Pengajaran Pada Program Pendidikan Tinggi Hukum” Prosiding Konferensi
Nasional Asosiasi Dosen Pengajar Hukum Perbandingan Indonesia (ADPHI), Fakultas
Hukum Universitas Airlangga, 2017, hlm. 2
25
perbandingan hukum dituntut mempelajari sistem hukum di negara
Indonesia dan negara lain.43
Istilah perbandingan hukum dalam bahasa inggris disebut
ComparativeLaw, dalam bahasa Jerman disebut Rechtsvergleichung atau
Vergleichende Rechtslehre, dalam bahasa Belanda disebut
Rechtsvergelijking, serta dalam bahasa Perancis disebut Droit Compare.44
Kalangan akademisi Indonesia menyebutkan mengenai dua pandangan
mengenai sebutan perbandingan hukum, Sjachran Basah menggunakan
sebutan “Hukum Tata Negara Perbandingan” guna menunjukan
perbandingan hukum sebagai kajian hukum tersendiri, 45 sebaliknya Sri
Soemantri menggunakan sebutan “Perbandingan Hukum Tata Negara”.46
Rudolf B. Schlesinger menyebutkan bahwa Comparative Law
merupakan suatu metode penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh
penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih
mendalam tentang bahan hukum tertentu. 47 Selaras dengan pernyataan
diatas, Gutteridge menyatakan bahwa perbandingan hukum tidak lain dari
pada suatu metode, yaitu berupa metode perbandingan yang dapat
43 Barda Nawari Arif, Perbandingan Hukum Pidana (edisi revisi), Semarang:
Rajawali Press, 2010, hlm. 23 44 Djoni Sumardi Gozali, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum (Civil Law,
Common Law, dan Hukum Adat), Bandung: Nusa Media, Cet 1, 2018, hlm.1 45 Sjachran Basah, Hukum Tata Negara Perbandingan, Bandung: Alumni, 1994,
hlm. 46 Sri Soemantri, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, Jakarta: CV.
Rajawali, 1981, hlm. 47 Djoni Sumardi Arif, op.cit.,
26
dipergunakan dalam semua cabang hukum, berupa cabang hukum tata
negara, hukum perdata dan hukum pidana.48
Menurut Randall tujuan dari perbandingan hukum sendiri ialah suatu
usaha mengumpulkan berbagai informasi mengenai hukum asing,
mendalami pengalaman-pengalaman yang dibuat dalam studi hukum asing
dalam rangka pembaharuan hukum.49 Menurut Romli Atmasasmita tujuan
perbandingan hukum jika dilihat dari teori hukum alam adalah
membandingkan sistem-sistem hukum untuk dapat melihat persamaan dan
perbedaanya dalam rangka mengembangkan hukum itu sendiri. Tujuan
perbandingan hukum jika dilihat dari sudut pragmatis adalah tidak semata-
mata mencari persamaan dan perbedaan, namun lebih kepada mengadakan
pembaharuan hukum.50Manfaat dalam mempelajari perbandingan hukum itu
sendiri menurut Rene David dan Brierly yaitu dapat memahami lebih baik
lagi untuk mengembangkan hukum nasional kita sendiri, membantu dalam
mengembangkan pehamanan terhadap bangsa bangsa lain serta dapat
memberikan sumbangan untuk menciptakan hubungan atau suasana yang
baik bagi perkembangan hubungan internasional.51
Hukum Tata Negara perbandingan merupakan salah satu cabang dari
ilmu pengetahuan kenegaraan yang masih muda usia pada umumnya
mempunyai objek lapangan penyeledikan terhadap negara didalam kerangka
48 Romli Atmasasmita, Asas-Asas Perbandingan Hukum Pidana, Jakarta: Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1989, hlm.20 49 Munir Fuady, Perbandingan Ilmu Hukum, Bandung: Refika Aditama, 2007,
hlm.17 50 Romli Atmasasmita, op.cit., hlm. 28 51 Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Jakarta:
Rajawali Press, 2008, hlm.17
27
perbandingan antara satu negara dengan negara lainnya oleh karna
tersangkut kedalamnya metode perbandingan, maka objeknya bukan hanya
satu negara saja melainkan berbagai negara. 52 Hukum tata negara
didalamnya termasuk didalamnya tentang perbandingan hukum tata negara,
ilmu perbandingan hukum tata negara atau dikenal juga dengan sebutan
vergelijkendestaatswetenschap comparative government, sedangkan M.
Nasroen menamakanya dengan “Ilmu Perbandingan Pemerintahan”.53
Perbandingan dalam studi hukum tata negara sebenarnya mempunyai
cabang, ilmu khusus yang melakukan telaah perbandingan antar berbagai
konstitusi yaitu hukum tata negara perbandingan atau ilmu perbandingan
hukum tata negara. Tujuan metode perbandingan itu pada pokoknya ada dua
macam yaitu berupa:
1. Digunakan untuk membandingkan dua atau lebih konstitusi-konstitusi
dari berbagai negara guna menemukan prinsip-prinsip pokok hukum
tata negara;
2. Digunakan untuk membandingkan satu konstitusi yang ditelaah dengan
konstitusi lain atau konstitusi-konstitusi negara-negara lain guna
memahami secara lebih mendalam konstitusi yang telah ditelaah.54
52 Sjahran Bassah, Hukum Tata Negara Perbandingan, Bandung: P.T. Alumni,
2012, hlm.12 53 M. Nasroen, Ilmu Perbandingan Pemerintahan, Jakarta: Berigin, 1957, hlm.43 54 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta:Raja Grafindo Persada,
2010, hlm.4
28
Ilmu negara, ilmu hukum tata negara dan ilmu perbandingan hukum
tata negara. Ketiga ilmu diatas ini mempunyai obyek yang sama yaitu
berupa negara. Obyek ilmu hukum tata negara adalah negara, khusunya
mengenai susunan hukum tata negaranya atau het staatsrechtelijk bestel,
sedangkan obyek ilmu perbandingan hukum tata negara adalah bermacam-
macam bentuk atau sistem ketatanegaraan, ciri-ciri khusus yang melekat
padanya, hal-hal apakah yang menimbulkannya, dengan jalan apakah hal-
hal tersebut berubah, hilang dan sebagainya, yang dapat diketahui dengan
cara menganalisis secara metodis dan menetapkannya secara sistematis.55
Sedangkan menurut Vicki C. Jackson dan Mark Tushnet obyek atau
substansi perbandingan hukum tata negara meliputi:56
a. Sifat perbandingan dalam hukum tata negara, memberikan prespektif
alternatif tentang nilai perbandingan hukum tata negara;
b. Fungsi-fungsi konstitusi;
c. Transisi konstitusional, perubahan-perubahan konstitusi, serta
perubahan rezim;
d. Isu-isu hak asasi manusia, kaitan antara konstitualisme dan pengujian
oleh lembaga peradilan;
e. Peranan mahkamah konstitusi;
55 Harianto, “Makalah Perbandingan Hukum Tata Negara: Pengertian dan
Istilahnya”, 2018, hlm.4, https://harianto05091995.blogspot,com/2018/03/perbandingan-
hukum-tata-negara.html?m=1, diakses 1 April 2021, 19:30 56 Vicki C. Jackson, et al., Comparative Constitusional Law, (t.p.), 1999, hlm.7-9
29
f. Pemisahan kekuasaan, hubungan antara eksekutif, legislatif, masalah-
masalah dalam bidang luar negeri, hubungan antara struktur perwakilan
pemerintah dan komitmen kekuatan militer;
g. Isu-isu federalsm;
h. Isu-isu pluralism, termassuk tindakan tindakan afirmasi;
i. Pluralisme keagamaan, pendekatan konstitusi untuk mengakomodasi
hal-hal yang berkaitan dengan agama, toleransi beragama, serta ekspresi
keagaaman oleh masyarakat;
j. Kebebasan berbicara, masalah tindakan negara, serta norma-norma
subtantif yang diperlakukan untuk sistem kenegaraan;
k. Hak-hak kesejahteraan sosial yang dijamin dalam konstitusi.
Bebarapa ahli mengutarakan pendapatnya tentang ilmu perbandingan
hukum tata negara, diantaranya:
1. C.F. Strong dalam “Modern Political Constitution” adalah yang
menempatkan ilmu perbandingan hukum tata negara sebagai mata
pelajaran yang berdiri sendiri dan mempergunakan metode
perbandingan sebagai tujuan.
2. Kranenburg berpendapat bahwa ilmu perbandingan hukum tata negara
adalah ilmu-ilmu pengetahuan yang memberikan penjelasan atau
menyelidiki sebab musabab suatu (verklarend wetenschap) dan upaya
pengembangan kearah tersebut, sangat memerlukan pula baik secara
paralel atau tidak, pengembangan ilmu negara umum dan ajaran hukum
umum (de algemene rechtsleer) menjadi suatu syarat mutlak.
30
Mencermati pandangan Reolof Kranenburg dalam bukunya inleiding in
de Vergelijkende Staatswetenschap, tugas ilmu perbandingan hukum
tata negara adalah melakukan perbandingan, yang artinya menyelediki
persamaan dan perbedaan serta faktor-faktor yang menyebabkannya
dari sistem hukum tata negara diberbagai negara. Oleh karna itu,
perkembangan ilmu negara dan ilmu hukum merupakan syarat mutlak
bagi kesuburan tumbuhnya ilmu perbandingan hukum tata negara untuk
menjadi ilmu yang memberikan eksplansi atau verklarend. Kerangka
pemikiran Reolof Kranenburg mengatakan bahwa ilmu negara
berfungsi memberikan konstribusi berupa landasan teoritis tentang
negara dan mendeskripsikan lembaga-lembaga formal antar negara
yang dijadikan obyek perbandingan.
3. Sri Soemantri Martosoewignjo ilmu perbandingan hukum tata negara
adalah suatu cabang ilmu hukum yang dengan mempergunakan metode
perbandingan berusaha membanding-bandingkan satu atau beberapa
aspek hukum tata negara dari dua negara atau lebih.
4. Nasroen berpendapat bahwa ilmu perbandingan pemerintahan atau
negara harus merupakan suatu ilmu pengetahuan yang memberi nilai
(waarderend wetenschap), ia harus sanggup menentukan secara
obyektif bagaimanakah pemerintah atau negara itu seharusnya, antara
lain yaitu pemerintah atau negara yang memberikan manfaat sebaik-
baiknya bagi masyarakatnya dan inilah yang merupakan ukuran dalam
melakukan perbandingan antar negara atau pemerintah. Pendapat
31
Nasroen tersebut apabila dihubungkan dengan ilmu perbandingan tata
negara, maka ilmu ini bertugas untuk mendapatkan negara yang
seharusnya atau negara yang dicita-citakan (staats idee), yang akan
berlaku dimana-mana.57
Tugas ilmu perbandingan hukum tata negara menurut Kranenburg
adalah guna menganalisis secara metodis dan menetapkan secara sistematis
bermacam-macam bentuk atau sistem ketatanegaraan, ciri-ciri khusus yang
melekat padanya, hal-hal apakah yang menimbulkannya, dengan jalan
apakah hal-hal itu berubah, hilang dan sebagainya.58Vicki C. Jackson dan
Mark Tusnet menyebutkan bahwa perbandingan hukum tata negara
memiliki manfaat yaitu dapat memberikan kemampuan berfikir secara
sistematis tentang berbagai perbedaan struktur dalam penyelenggaraan
pemerintahan, dan berbagai perbedaan pendekatan untuk membangun
bentuk bentuk pemerintahan yang adil, efektif, dan stabil, dan disaat yang
sama memberikan flesibellitas untuk masa depan yang diperlukan untuk
memenuhi perubahan kebutuhan dan memastikan stabilitas yang
berkelanjutan, merupakan manfaat umum mempelajari bahan bahan
perbandingan hukum tata negara.59 Perbandingan hukum tata negara juga
mempunyai manfaat-manfaat lain, diantaranya seperti:
57 M. Nasroen, op.cit., hlm. 58 Daniel Samosir, “Makalah Perbandingan Hukum Tata Negara (Indonesia dan
Amerika Serikat)”, 2013, hlm. 5, https://id.scribd.com/doc/127714203/Makala-Perbandingan-
Hukum-Tata-Negara-Indonesia-Amerika-Serikat, diakses 1 April 2021, 22:02 59 Vicki C. Jackson, et al., op.cit., hlm. 5
32
a. Dapat memperoleh informasi yang lebih baik tentang dunia;
b. Dapat memberi peluang menemukan bermacam-macam bentuk suatu
sistem untuk membangun pemerintahan yang lebih sempurna guna
mewujudkan keadilan;
c. Menjamin ketentraman dan keamanan;
d. Menjamin kebebasan dan kesejahteraan.60
Perbandingan hukum tata negarasebagai salah satu mata pengajaran
pada sekolah Tinggi Hukum Fakultas Hukum memiliki definisi dan
substansinya sendiri. Deskripsi perbandingan hukum tata negara adalah
mata kuliah lanjutan yang bersifat analitis, melakukan kajian perbandingan
terhadap berbagai dimensi yang ada dalam hukum tata negara suatu negara
dengan negara lainnya.61 Substansi mata kuliah perbandingan hukum tata
negara selain membahas sifat perbandingan hukum sebagai ilmu yang
berdiri sendiri atau metode, juga membahas pula:
a. Perbandingan konstitusi dan segala aspeknya;
b. Struktur dan sistematikanya;
c. Materi muatannya;
d. Pembentukan dan perubahannya;
e. perbandingan kelembagaan negara;
f. perbandingan sistem pemerintahan.62
60 Bagir Manan, op.cit., hlm.7 61 Jazim Hamidi, Perbandingan Hukum Tata Negara, Silabus dan Satuan Acara
Perkuliahan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2012, hlm. 3 62 Bagir Manan, op.cit., hlm. 11
33
B. Konstitusi
Konstitusi merupakan sesuatu yang sangat penting bagi setiap bangsa dan
negara, baik yang sudah lama merdeka maupun yang baru saja memperoleh
kemerdekaannya. 63 Konstitusi yang di gunakan pada negara-negara yang ada di
dunia secara umum terdapat dua macamkonstitusi yaitukonstitusi tertulis
dankonstitusitidak tertulis. Dapat dikatakan bahwa hampir semuanegara di
dunia memiliki konstitusi tertulis atauUndang-Undang Dasar (UUD) yang pada
umumnyamengatur mengenai pembentukkan, pembagianwewenang, dan cara
bekerja berbagai lembagakenegaraan serta perlindungan hak asasi manusia.64
Istilah konstitusi pertama kali dikenal di negara Perancis, yaitu berasal
dari bahasa Perancis Constituer dan Constitution,.65Constituer yang artinya
membentuk, mendirikan atau menyusun, danConstitution yang artinya susunan
atau pranata (masyarakat). 66 Istilah konstitusi dalam beberapa bahasa
diantaranya adalah Constitution (bahasa Inggris), Cosntitutie (bahasa Belanda),
Constitutionel (bahasa Prancis), Verfassung (bahasa Jerman), Constitutio
(bahasa Latin), Fundamental laws (bahasa Amerka Serikat).67
M.Solly Lubis berpendapat mengenai istilah konstitusi yang berasal dari
bahasa Perancis (Consituer), yang artinya adalah membentuk. Penggunaan
istilah konstitusi, yang dimaksud ialah pembentukan suatu negara, atau
63 Taufiqurrohman Syahuri,Hukum Konstitusi: Proses dan Prosedur Perubahan
UUD di Indonesia 1945- 2002 serta Perbandingannya dengan Konstitusi Negara Lain di
Dunia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, hlm. 28 64Morissan, Hukum Tata Negara RI Era Reformasi, Jakarta: Ramdina Prakarsa,
2005, hlm.11 65Astim Riyanto, Teori Konstitusi, Bandung: Yapemdo, 2000, hlm. 17 66 Winarsih Arifin, et.al., Kamus Prancis-Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama,1996. 67 Ellydar Chaidir, Hukum dan Teori Konstitusi, Jogjakarta: Kreasi Total Media
Yogyakarta,2007, hlm. 20-21
34
menyusun dan menyatakan suatu negara. 68 Wirjono Prodjodikoro
mengemukakan hal yang sama terkait pengertian konstitusi yang artinya
pembentukan, dimana hal ini berasal dari kata kerja Constitutionyang berarti
membentuk. Membentuk dalam hal ini ialah membentuk suatu negara, maka
konstitusi mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai suatu
negara. 69 Sri Soemantri Martosoewignjo menjabarkan konstitusi dalam dua
pengertian, yaitu:
1. Konstitusi dalam arti luas menggambarkan keseluruhan sistem
ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan-kumpulan peraturan
yang membentuk, mengatur atau memerintah negara. Peraturan-peraturan
tersebut ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang dan
ada yang tidak tertulis berupa usages, understanding customs, or
conventions.
2. Konstitusi dalam arti sempit dituangkan dalam suatu dokumen seperti
UUD.70
Selaras dengan definisi diatas, G.S Diponolo mendeskripsikan konstitusi
dalam dua pengertian, antara lain:
1. Konstitusi dalam arti luas, konstitusi diartikan sebagai keseluruhan dari
ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar (Droit Constituonnelle)
2. Konstitusi dalam arti terbatas, konstitusi diartikan sebagai piagam dasar
atau undang-undang dasar (Loi Constituonnelle).71
68M Solly Lubis, Hukum Tata Negara, Bandung: Mandar Maju, 2008, hlm. 37 69 Astim Riyanto, op.cit., hlm. 344 70 Sri Soemantri Martosoewignjo, Prosedur dan Perubahan Konstitusi, Bandung:
Alumni, 1987, hlm. 21
35
Konstitusi merupakan suatu kaidah yang tertuang dalam suatu dokumen
khusus dikenal dengan sebutan UUD. 72Konstitusi dianggap sebagai sebuah
hukum atauaturan dasar suatu negara, dalam bentuk tertulis atautidak tertulis
yang membentuk karakteristik dan konsep-konseppemerintahannya, berisi
prinsip-prinsip asasiyang dipatuhi sebagai dasar kehidupan
kenegaraan,pengendalian pemerintah, pengaturan, pembagiandan pembatasan
fungsi-fungsi yang berbeda daridepartemen-departemen serta penjabaran
secara luas terkait urusan-urusan yang berkaitan dengan pengujiankekuasaan
kedaulatan.73
Berkaitan dengan sifat konstitusi, Astim Riyanto menjabarkan enam sifat
dari konstitusi, antara lain:
1. Konstitusi bersifat progresif;
2. Konstitusi bersifat luwes;
3. Konstitusi bersifat tegas;
4. Konstitusi bersifat konservatif;
5. Konstitusi bersifat realistis;
6. Konstitusi bersifat idealis.74
Peranan konstitusi dalam sebuah kehidupan ketatanegaraan suatu negara
merupakan sesuatu hal yang mendasar, sebab tanpa konstitusi suatu negara bisa
jadi tidak akan terbentuk. Maka dalam hal ini fungsi konstitusi pada sebuah
negara antara lain:
71 G.S. Diponolo, Ilmu Negara Jilid 2, Jakarta: Balai Pustaka, 1975, hlm. 166 72 Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara,
Bandung: Bandar Maju,1995, hlm. 7 73Ellydar Chaidir, op.cit., hlm.35 74 Astim Riyanto, Teori Konstitusi, Bandung: APEMDO, 2000, hlm. 344
36
1. Konstitusi berfungsi membagi kekuasaan dalam suatu negara;
2. Konstitusi membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam suatu
negara;
3. Konstitusi menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai suatu
fungsi konstitusionalisme;
4. Konstitusi memberikan legitimasi terhadap kekuasaan pemerintah;
5. Konstitusi sebagai instrumen untuk mengalihkan kewenangan dari
pemegang kekuasaan asal (baik rakyat dalam sistem demokrasi atau raja
dalam sistem monarki) kepada organ-organ kekuasaan negara.75
C. Tinjauan Umum Tentang Negara
1. Pengertian Negara
Istilah negara diterjemahkan dari bahasa asing De Staat (bahasa
Belanda dan Jerman),State (bahasa Inggris),le’etat (bahasa Prancis), Daulah
(bahasa Arab). Sejarah awal mula penggunaan kata Staatdipergunakan pada
abad ke-15 di Eropa Barat,anggapan umum yang diterima bahwa kata staat
(state, etat) berasal dari kata bahasa latin status atau statum. 76 Secara
terminologi negara diartikan sebagai organisasi tertinggi diantara satu
kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk bersatu, hidup dalam
satu kawasan yang sama, dan mempunyai suatu pemerintahan yang
berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstitutif yang dimiliki oleh
suatu negara berdaulat: rakyat, wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat.
75Nadiroh, “Teori dan Konsep Konstitusi” PKNI4419/MODUL 1 Konstitusi UUD
1945, hlm. 1.23 76Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, hlm. 1
37
Negara indentik dengan hak dan kewenangan. 77 Teori tata negara
menyebutkan tentang beberapa pengertian negara secara umum yaitu:
a. Negara dalam arti luas adalah suatu kesatuan sosial dan diatur secara
konstitusional guna mewujudkan kepentingan bersama.
b. Negara dalam arti sempit adalah suatu wilayah diatas permukaan bumi
yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun
budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut.
c. Negara diartikan sebagai suatu pengorganisasian masyarakat dalam
suatu wilayah tertentu dengan sejumlah orang yang menerima
keberadaan organisasi.78
Negara adalah suatu insititusi yang terbentuk oleh kumpulan orang-
orang yang hidup dalam suatu wilayah tertentu dengan tujuan yang sama,
terikat dan taat terhadap perundang-undangan serta memiliki pemerintahan
yang sah.Pemerintah dalam hal ini memiliki kekuasaan dan wewenang
untuk mengatur rakyatnya, tujuannya guna mewujudkan kepentingan
bersama. Terbentuknya suatu negara atas dasar kesepakatan bersama dengan
tujuan untuk mengatur kehidupan anggotanya dalam memperoleh hidup dan
memenuhi kebutuhan mereka, serta untuk mengatur bagaimana anggota
77 A. Ubaedillah, et al., Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)
Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: Kencana Prenada media
Group, 2008, Ed.3, hlm. 84 78 Teuku Saiful Bahri Johan, Perkembangan Ilmu Negara Dalam Peradaban
Globalisasi Dunia, Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018, Ed.1, Cet 1, hlm. 64
38
masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya sebagai warga negara, negara
memberikan batasan-batasan dalam wujud aturan dan hukum.79
Definisi tentang negara menurut para ahli ketatanegaraan memberikan
beragam pengertian tentang negara, hal ini merupakan salah satu hal yang
tidak bisa dihindari karena setiap ahli ketatanegaraan mempunyai sudut
pandang yang berbeda-beda dalam melihat konsep mengenai negara. Para
ahli ketatanegaraan memberikan gambaran mengenai negara yang dapat
dilihat dari segi kedaulatan (kekuasaan) maupun negara dilihat dari segi
peraturan (sudut hukum), pengertian yang dikemukakan oleh para ahli
antara lain:80
1) Ibnu Khaldun, Negara adalah masyarakat yang mempunyai wazi’ dan
mulk, yaitu memiliki kewibawaan dan kekuasaan.81
2) Al-Mawardi, Negara adalah sebuah lembaga politik sebagai pengganti
fungsi kenabian guna melaksanakan urusan agama dan mengatur urusan
dunia.82
3) Aristoteles, Negara adalah suatu kekuasaan masyarakat yang bertujuan
untuk mencapai kebaikan yang tertinggi bagi umat manusia.83
79Ega Gabriel, “Pengertian dan Bentuk Bentuk Negara” Fakultas Hukum Universitas
Ekasakti-AAI Padang, https://osf.io/wzx3d/download diakses 11 Feburuari 2021, 10:13 WIB 80Usman, “Negara dan Fungsinya” Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin
Makassar, Jurnal Al-Daulah, Volume 4, Nomor 1, Juni, 2015, hlm. 130. 81 Deliar Nur, Pemikiran Politik di Negara Barat, Jakarta: Rajawali Press, 1982,
hlm.54 82 Kamaluddin Nuridin, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran
Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, hlm.15 83 G.S. Diponalo, Ilmu Negara, Jakarta: Balai Pustaka, 1975, Jilid I, hlm.23
39
4) Marsilius, Negara adalah suatu badan atau organisme yang mempunyai
dasar dasar hidup dan mempunyai tujuan tertinggi, yaitu
menyelenggarakan dan mempertahankan perdamaian.84
5) Mac. Ivar, Negara adalah suatu asosiasi yang menyelenggrakan
penertiban didalam suatu masyarakat disuatu wilayah yang berdasarkan
pada sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah dengan
maksud memberikan kekuasaan memaksa.85
6) H.J Laski, Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena
mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan secara sah lebih
agung dari pada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari
masyarakat itu. Masyarakat merupakan negara yang harus ditaati baik
oleh individu maupun oleh asosiasi-asosiasi, ditentukan oleh suatu
wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat.86
7) Krasner, Negara sebagai sejumlah peran dan institusi yang memiliki
dorongan dan tujuan khusus yang berbeda dari kepentingan kelompok
tertentu manapun dalam masyarakat.
8) Eric Nordlinger melihat negara sebagai semua individu yang
memegang jabatan dimana jabatan tersebut memberikan kewenangan
kepada individu-individu untuk membuat dan menjalankan keputusan-
84 Suhino, Ilmu Negara, Jogjakarta: Liberty, 1980, hlm.64 85 Mac. Ivar, Negara Modern, Jakarta: Aksara Baru, 1984, hlm. 28 86 Moh. Kusnadi, et al., Ilmu Negara, Jakarta: Perintis Press,1985, hlm.48
40
keputusan yang dapat mengikat pada sebagian atau keseluruhan dari
segmen-segmen dalam masyarakat.87
2. Bentuk Negara
Bentuk negara merupakan suatu batas antara peninjauan secara
sosiologis dan peninjauan secara yuridis mengenai negara. Penijauan bentuk
negara dapat dilihat dengan berbagai metode, salah satunya dengan metode
peninjauan secara sosiologis yaitu jika negara dilihat secara keseluruhan
(ganzhit) tanpa melihat isinya, secara yuridis jika negara atau peninjauan
hanya dilihat dari isinya atau strukturnya,serta secara yuridis jika negara
atau peninjauan hanya dilihat dari isinya atau strukturnya. 88 Pengertian
bentuk negara sering dikaitkan dengan bentuk pemerintahan suatu negara,
pembahasan mengenai bentuk negara dilihat dari perkembangan sejarahnya
dan yakni sejak zaman Yunani kuno hingga sekarang:
1) Bentuk Negara pada Zaman Yunani Kuno
Plato mengemukakan lima macam jenis bentuk negara yang
sesuai dengan sifat tertentu dan jiwa manusia, yaitu:
a. Aristokrasi adalah pemerintahan oleh Aristokrat (cendikiawan)
sesuai dengan pikiran keadilan.
b. Timokrasi adalah pemerintahan oleh orang-orang yang ingin
mencapai kemasyhuran dan kehormatan.
87 Damsar, Pengantar Sosiologi Politik Jakarta, Jakarta: Kencana, 2010, Cet. 1, hlm.
100-102 88Dasri Tiara Salsabila, “Pengertian dan Macam-Macam Bentuk Negara” Fakultas
Hukum Universitas Ekasakti-AAI Padang, https://osf.io/r9he3/download/?format=pdf diakses
11 Februari 2021, 11:51 WIB
41
c. Oligarchi adalah pemerintahan oleh para hartawan. Keadaan ini
melahirkan milik partikulir, maka orang-orang miskinpun bersatu
melawan kaum hartawan.
d. Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat miskin. Karena salah
mempergunakannya maka keadaan ini berakhir dengan kekacauan
atau anarki.
e. Tirani adalah pemerintahan oleh seorang penguasa yang bertindak
secara sewenang-wenang. Bentuk ini adalah bentuk paling jauh
dari cita-cita tentang keadilan.89
2) Bentuk Negara pada Zaman Pertengahan
Kriteria melihat bentuk negara menurut C.F Strong:
a. Melihat Negara itu bagaimana bangunannya apakah ia Negara
kesatuan atau serikat.
b. Melihat bagaimana konstitusinya.
c. Mengenai badan eksekutif, apakah ia bertanggung jawab kepada
parlemen atau tidak, atau disebut badan eksekutif yang sudah
tertentu jangka waktunya.
d. Mengenai badan perwakilannya, bagaimana susunannya, siapa
yang berhak duduk disitu.
e. Bagaimana hukum yang berlaku dan bagaimana hukum
nasionalnya.90
89Moh. Kusnardi, et al.,Ilmu Negara, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1995, cet3 90 Dea Ayuni, “Analisis Pemikiran Ali Abdur Raziq Tentang Negara Dalam
Prespektif Islam” Skripsi Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Maulana
Hasanuddin Banten, 2018, hlm. 46
42
3) Bentuk Negara pada Masa Sekarang
a. Bentuk Negara Kesatuan
Negara kesatuan adalah negara yang berdaulat yang
diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal, dimana pemerintah
pusat adalah yang tertinggi dan satuan satuan subnasionalnya hanya
menjalankan kekuasaan kekuasaan yang dipilih oleh pemerintah
pusat untuk didelegasikan.
b. Bentuk Negara Federal
Negara federal adalah bentuk negara yang mempunyai sifat
dasar adanya pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan
unit federal. Ciri dari negara federal adalah bahwa bentuk negara
ini mencoba menyesuaikan dua konsep yang sebenarnya
bertentangan yaitu kedaulatan negara federal dalam keseluruhannya
dan kedaulatan negara bagian.Penyelenggaraan kedaulatan keluar
dari negara-negara bagian di serahkan sepenuhnya kepada
pemerintah federal, sedangkankedaulatan ke dalam dibatasi.91
c. Bentuk Negara Konfedrasi
Negara konfederasi adalah bentuk negara yang memiliki
kedaulatan yang terletak pada masing-masing negara anggota
peserta konfederasi. Bentuk negara konfederasi berbeda dengan
bentuk negara federasi, yang mana pembeda dalam hal ini adalah
91Ibid,hlm. 46-47
43
pada bentuk negara federasi letak kedaulatannya itu pada federasi
itu sendiri dan bukan pada negara-negara bagian.92
3. Tujuan dan Fungsi Negara
Tujuan sebuah negara dapat bermacam jenis, antara lain negara
bertujuan untuk memperluas kekuasaan, negara bertujuan
menyelenggarakan ketertiban hukum, negara bertujuan untuk mencapai
kesejahteraan umum.93Roger H. Soltau berpendapat bahwa tujuan dari suatu
negara adalah untuk mengembangkan agar rakyat berkembang serta
mengembangkan daya ciptanya sebebas mungkin. Serta Aristotelesyang
berpendapat bahwa tujuan dari suatu negara guna menyelenggarakan hidup
yang baik dari warga negaranya. Adapun tujuan negara secara umum
adalah:
a) Untuk memperluas kekuasaan;
b) Untuk menyelenggarakan ketertiban hukum;
c) Untuk mencapai kesejahteraan umum.94
Konsep dan ajaran Plato menyebutkan tujuan adanya negara adalah
untuk memajukan kesusilaan manusia, sebegai perseorangan atau individu
dan sebagai makhluk sosial. Menurut ajaran konsep teokratisThomas
Aquinas dan Agustinus tujuan negara adalah guna mencapai penghidupan
serta kehidupan aman dan tentram dengan taat kepada dan dibawah
92Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1989, hlm.142 93Ni’matul Hasanah, “Kepemimpinan Dalam Sistem Politik Indonesia Pada Masa
Demokrasi Terpimpin Menurut Prespektif Fiqh Siyasah” Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, 2014, hlm.48 94 I Putu Ari Astawa, “Negara dan Konstitusi “Makalah Universitas Udayana, 2017,
hlm.21,https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/2f0542d649a363d3f06edb245
99a0.pdf diakses 17 Maret 2021, 20:49 WIB
44
pimpinan Tuhan. Pimpinan negara menjalankan kekuasaannya hanya
berdasarkan kekuasaan Tuhan yang diberikan kepadanya. Sebagai sebuah
organisasi kekuasaan dari kumpulan orang orang yang mendiaminya, negara
harus memiliki tujuan yang disepakati bersama. 95 Konteks tujuan negara
Indonesiatertuang dalam Pembukaan dan penjelasan UUD NRI 1945 adalah
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.96
Fungsi negara yang bersifat universal meliputi adanya kewajiban dari
suatu negara untuk mewujudkan kepentingan masyarakat atau kepentingan
umum, tanpa melihat kepada bentuk atau sistem pemerintahan yang dianut
oleh negara tersebut. Fungsi negara yang pertama dalam hal ini adalah
fungsi regular atau fungsi pengaturan adalah dimana setiap negara harus
melaksanakan fungsi utamanya yaitu pengaturan yang merupakan salah satu
faktor penting jalannya tatanan pemerintahan. 97 Fungsi regular meliputi:
fungsi politik, fungsi diplomatik, fungsi yuridis, fungsi administrasi. 98
Sedangkan fungsi yang kedua adalah fungsi pembangunan, fungsi
pembangunan pada hakikatnya merupakan perubahan yang terencana dan
95A. Ubaedillah, et al.,Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi,
Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: Kencana Prenada media Group, 2008,
Ed.3, hlm. 84 96Ibid, hlm. 85 97 H. Bohari, Hukum Anggaran, Jakarta:RajaGrafindo Persada, 1992, hlm.6-7 98 Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan
Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Jogjakarta: Liberty, 1996, hlm.1
45
dilakukan secara terus menerus untuk menuju pada suatu perbaikan yang
telah ditetapkan sebelumnya.99
Tujuan dan fungsi suatu negara memiliki hubungan yang erat terkait
bagaimana suatu negera terbentuk. Fungsi negara diartikan sebagai kegiatan
negara guna mencapai cita-cita dan harapan sesuai tujuan negara agar
menjadi kenyataan.Ahli-ahli ketatanegaraan mengemukakan pendapatnya
terkait fungsi negara, diantaranya adalah John Locke yang membagi fungsi
negara menjadi tiga yaitu :
a) Fungsi Legislatif (membuat undang-undang);
b) Fungsi Eksekutif (melaksanakan undang-undang);
c) Fungsi Federatif (mengurusi urusan luar negeri, perang dan damai)
Montesquie menyatakan bahwa fungsi negara mencakup tiga tugas
pokok yaitu:
a) Fungsi Eksekutif (melaksanakan undang-undang);
b) Fungsi Legislatif (membuat undang-undang);
c) Fungsi Yudikatif (mengawasi agar peraturan atau undang-undang
ditaati).
Secara umum sendiri fungsi negara mencakup empat hal, yaitu:
a) Fungsi keamanandan ketertiban;
b) Fungsi kesejahteraan dan kemakmuran;
c) Fungsi pertahanan;
d) Fungsi keadilan.100
99 J.C.T., Simorangkir, et al., Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: Jembatan, 1982
46
4. Unsur-Unsur Negara
Unsur-unsur negara adalah bagian-bagian pokok atau elemen-elemen
esensial yang harus ada sebagai pembentuk dan menjadikan negara itu
ada.Unsur-unsur pembentuk negara yang pokok disebut unsur konstitutif
negara. Oppenheimer Lauterpachtmenyatakan bahwa untuk dapat disebut
sebagai negara makaharus memenuhi syarat: rakyat, daerah atau wilayah,
danpemerintahan yang berdaulat. 101 Ketiga unsur tersebut merupakan hal
yang pokok menurut pandangan tradisionaltentang unsur-unsur negara.
Bahkan secara politis, unsur pemerintahan tidak mensyaratkanharus
berdaulat, sehingga unsur-unsur negara menurut konsep Ilmu Politik
yaitupendudukyang menetap, wilayah tertentu, dan pemerintahan.102
Unsur-unsur suatu negara dalam bentuk awal terciptanya akan
menampakan dirinya sebagai: daerah atau wilayah, masyarakat, penguasa
tertinggi. Selain tiga unsur yang diajabarkan diatas, para sarjana
menambahkan satu unsur lagi yaitu unsur pengakuan dari negara lain.
Unsur-unsur diatas apabila dikaitkan dengan negara Indonesia maka akan
terlihat:
1) Daerah Negara Republik Indonesia
(a) daratan teritorial
(b) laut teritorial
(c) udara teritorial
100 I Putu Ari Astawa, op.cit., hlm. 19-20 101 Razikin Daman, Hukum Tata Negara Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo,
1993 102 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Ketatanegaraan Indonesia
Kontemporer,Jakarta: The Biography Institute,Cet 1, 2007, hlm. 180
47
2) Masyarakat
(a) warga negara republik Indonesia
(b) penduduk negara Republik Indonesia
(c) hak-hak dan kebebasan dasar manusia
3) Penguasa Negara Republik Indonesia
(a) kekuasaan perundang-undangan
(b) kekuasaan pelaksanaan
(c) kekuasaan kehakiman.103
Mengenai unsur-unsur negara telah dituangkan kedalam Konvensi
Montevideo Tahun 1933 (Montevideo Convention on Rights and Duties of
States of 1933), di dalam Pasal 1ditentukan bahwa: The state as a person of
international law should possess the followingqualifications:
(a) apermanent population;
(b) a defined territory;
(c) government; and
(d) capacity to enter into relations with the other states.
Penjelasan diatas menyebutkan 4 unsur negara yakni: penduduk yang
tetap, wilayah tertentu atau wilayah yang jelas, pemerintah dan kemampuan
untuk mengadakan hubungan dengan negara lain. Keempat unsur ini
menjadi elemen dasar dari adanya suatunegara dalam pandangan Hukum
Internasional.104
103 A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Bandung: PT. Eresco, Cet 1,
1992, hlm. 43-44 104 Made Nurmawati, et al., Konsepsi Fundamental Negara, Fakultas Hukum
Universitas Udayana, 2017, hlm. 20
48
5. Hubungan Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara pada dasarnya selain mempunyaibentuk negara dan bentuk
pemerintahan, juga mempunyai sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan
merupakan suatu sistem sebagai alat untuk mengatur jalannya pemerintahan
sesuai pada kondisi negara dengan tujuan menjaga kestabilan negara. sistem
pemerintahan negara adalah suatu mekanisme kerja dan koordinasi atau
hubungan antara ketiga cabang kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif dan
yudikatif. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sistem pemerintahan
adalah hubungan dan susunan antar lembaga-lembaga negara yang saling
terkait dan berkesinambungan dalam satu kesatuan dalam rangka
penyelenggaraan negara. Secara garis besar sistem pemerintahan dibedakan
dalam dua macam, yaitu sistem pemerintahan presidensiil dan sistem
pemerintahan parlementer.105 Sementara Sri Soemantri menyebutkan sistem
pemerintahan ketiga, yakni sistem pemerintahan quasi. Sistem pemerintahan
quasi atau sistem pemerintahan campuran itu sendiri adalah sistem
pemerintahan yang mengandung unsur-unsur yang terdapat sistem
presidensil maupun yang terdapat dalam sistem pemerintahan
parlementer.106
Moh. Kusnardi mengatakan bahwa sistem adalah suatu keseluruhan
yang terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional
baik antara suatu bagian-bagian maupun hubungan fungsionalnya terhadap
105 Moh. Mahfud M.D, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia,Jakarta:
Rieneka Cipta, 2000, hlm.74 106 Sri Soematri, Kedudukan, Kewenangan, dan Fungsi Komisi Yudisial dalam
Sistem Ketatanegaraan RI” dalam Komisi Yudisial, Bungai Rampai Satu Tahun Komisi
Yudisial RI, Jakarta: Komisi Yudisial, 2006, hlm. 24-25
49
keseluruhannya, sehingga hubungan tersebut dapat menimbulkan
ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya apabila salah satu
bagian tersebut tidak berjalan dengan baik maka akan
mempengaruhikeseluruhannya.107 Pemerintahan itu sendiri diartikan sebagai
suatu proses, cara atau perbuatan memerintah dalam segala urusan yang
dilakukan oleh negara dalam menjalankan dan menyelenggarakan
kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara. Makna pemerintahan
dalam arti luas adalah pemerintah atau lembaga negara yang menjalankan
segala tugas pemerintah baik sebagai lembaga eksekutif, lembaga legislatif,
lembaga yudikatif. Sedangkan menurut Donald A.Rumokoy mengutarakan
pendapatnya bahwa Pemerintahan dalam arti luas adalah segala hal urusan
yang dilakukan oleh suatu negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan
rakyatnya dan kepentingan negara itu sendiri, maka dalam hal ini
pemerintah tidak hanya diartikan sebagai penggerak tugas eksekutif saja
melainkan juga meliputi tugas-tugas lainya termasuk tugas legislatif dan
yudikatif. 108 Hubungan negara dan sistem pemerintahan adalah dimana
terdapat hubungan antara lembaga-lembaga negara yang berfungsi untuk
menjalankan masing-masing kekuasaan-kekuasaan yang terdapat dalam
suatu negara dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat.Negara
dan sistem pemerintahan adalah suatu satu kesatuan dimana ketiga lembaga
negara bekerja dan berhubungan satu sama lain dimana setiap lembaga
107 Moh. Kusnardi, et al., Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi
Hukum Tata Negara FH UI dan CV Sinar Bakti, 1988, hlm. 167 108 Donald A. Rumokoy, Praktik Konvensi Ketatanegaraan di Indonesia-kajian
perbandingan di Inggris, Amerika Serikat dan Belanda, Jakarta: Media Prima Aksara, 2011,
hlm. 201
50
negara harus berkerja sama dalam menjalankan tugasnya dengan baik
sehingga tujuan dari suatu negara tersebut berhasil menyelenggarakan dan
terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara.109
D. Sistem Pemerintahan Menurut Hukum Tata Negara
Sebagaimana telah diuraikan dalam kajian mata kuliah Ilmu
Negara.110Terkait dengan pokok bahasan bentuk negara, bentuk pemerintahan
serta sistem pemerintahan yang ada di dunia dan berdasarkan juga pada
penelusuran bahan hukum dibidang Hukum Tata Negara yang berkaitan
dengan sistem pemerintahan, maka ditemukan konsep dan pengertian mendasar
dari sistem pemerintahan.111
Kata “Sistem Pemerintahan” secara etimologi berasal dari kata sistem
dan pemerintahan. 112 Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa
sistem diartikan sebagai suatu perangkat unsur yang secara teratur saling
berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. 113 Sistem adalah suatu
keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional
terhadap keseluruhan, sehingga hubungan itu dapat menimbulkan suatu
ketergantungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya, akibat
yang ditimbulkan jika salah satu bagian yang tidak bekerja dengan baik maka
109Ibid., hlm. 171
110 Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, Cet. Ke-7, Edisi
Revisi, hlm.125-135 111 I Gede Yusa, et al.,op.cit., hlm. 85 112 I Nengah Suantra, “Sistem Pemerintahan dan Pertanggungjawaban Eksekutif”
Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unud, hlm. 1 113 Lukman Ali, et al., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995,
Edisi Kedua, hlm. 950
51
akan mempengaruhi bagian-bagian yang lainnya. 114 Kata pemerintahan
menurut KBBI diartikan sebagai sebuah proses, perbuatan, cara memerintah.
Dapat dimaknai sebagai segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam
menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara.115
Carl J. Friedrich memaknai sistem adalah suatu keseluruhan terdiri dari
bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian-bagian
maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan
tersebut menimbulkan ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jka
salah satu bagian tidak bekerja maka mempengaruhi bagian yang lainnya.116
Pemerintahan dalam arti luas adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara
dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyat dan kepentingan negara
tersebut. 117 Berdasarkan definisi diatas apabila membahas tentang sistem
pemerintahan pada umumnya membicarakan juga bagaimana pembagian
kekuasaan serta hubungan antara lembaga-lembaga negara yang menjalankan
kekuasaan negara, dalam rangka mewujudkan kepentingan rakyat. 118 Secara
etimologi kata pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan pemerintah
berasal dari kata perintah:
114 Moh. Kusnardi, et al., Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Sinar
Bakti, (t.t), hlm. 66 115 Lukman Ali, et al., op.cit., hlm. 756 116 Moh. Kusnardi, et.al., hlm. 71 117Ibid., 118 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Amandemen UUD 1945, Jakarta: Prenadamedia Group, 2010, hlm. 148
52
a. Perintah adalah perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu.
b. Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu negara atau badan
yang tertinggi yang memerintah suatu negara.
c. Pemerintahan adalah suatu perbuatan atau cara, urusan dalam
memerintah.119
Beberapa pakar hukum tata negara mendefinisikan pengertian tentang
sistem pemerintahan, diantaranya A. Hamid S Attamimi yang mengartikan
bahwa sistem pemerintahan pada hakikatnya membicarakan sistem kerja
pemerintahan yang dilakukan oleh presiden dalm hubungannya dengan sistem
kerja fungsi lembaga-lembaga tinggi negara.120 Senada dengan definisi diatas,
Ismail Suny mengatakan bahwa sistem pemerintahan adalah suatu sistem
tertentu yang menjelaskan bagaimana hubungan antara alat alat perlengkapan
negara yang tertinggi disuatu negara.121C.F. Strong memberikan penejelasan
mengenai pengertian pemerintahan dalam arti sempit dan luas. Pemerintahan
dalam arti sempit hanya tertuju pada suatu institusi yaitu eksekutif, sedangkan
pemerintahan dalam arti luas tidak hanya mengenai eksekutif, melainkan
mencakup tiga bagian pemerintahan yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
yudisial.122 Selaras dengan hal tersebut, menurut ajaran tripaja pemerintahan
dalam arti luas adalah perbuatan pemerintah yang dilakukan oleh organ-organ
119Pamudji, Perbandingan Pemerintahan, Jakarta: Bina Aksara, 1985, hlm. 9 120 A. Hammid S Attammimi, Peranan Keppres Presiden RI dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusuan Presiden
yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I-IV, Jakarta: Disertasi, Pasca Sarjana
UI, 1990 hlm. 124 121 Ismail Suny, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Jakarta: Aksara Baru, 1987, hlm.
9-10 122 Sri Soemantri, Sistem-sistem Pemerintahan Negara-negara ASEAN, Bandung:
Tarsito, 1976, hlm.18
53
dan badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam rangka mencapai tujuan
negara. Pemerintahan dalam arti sempit dalam hal ini hanya meliputi
kekuasaan eksekutif saja dan pemerintahan dalam arti sempit ini meliputi
segala kegiatan dari pemerintah dalam rangka mencapai tujuan suatu negara.123
Sistem pemerintahan adalah pola pengaturan hubungan antara lembaga
negara yang satu dengan lembaga negara yang lainnya atau apabila
disederhanakan sistem pemerintahan dalam hal ini adalah hubungan antara
lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hubungan dalam hal ini meliputi
hubungan hukum, hubungan organisasi, hubungan hubungan kekuasaan
maupun hubungan fungsi. 124 Hakikat sistem pemerintahan pada umumnya
mengenai hubungan tata kerja antara kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif
dan kekuasaan yudisial, terutama antara kekuasaan legislatif dengan kekuasaan
eksekutif. Hubungan antara kedua badan kekuasaan itulah yang akan
menimbulkan jenis-jenis sistem pemerintahan, hal itu tergantung pada erat
tidaknya hubungan tersebut. 125 Sistem pemerintahan secara teoritis mengalami
perkembangan dari kalsik hingga modern, beberapa ahli menguraikan sejarah
perkembangan sistem pemerintahan yang sudah ada dan dipraktekan oleh
beberapa negara. Mulai dari sistem pemerintahan parlemeter, sistem
123 Dasril Radjab, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1994, hlm.
57 124 Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar,
Bandung: Sinar Baru, 1985, hlm.40 125 Bintan R. Saragih, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR
RI): Suatu Pemikiran Tentang Peran MPR di Masa Mendatang, Jakarta: Gaya Media Pratama,
1992, Cet. 1, hlm. 6-8.
54
pemerintahan presidensial, dan sistem pemerintahan quasi (sistem
pemerintahan campuran).126
Berdasarkan penelusuran berbagai literatur hukum tata negara terdapat
beberapa varian terkait kajian tentang sistem pemerintahan, beberapa pakar
pengkaji hukum tata negara indonesia memberikan pandangan yang beragam
mengenai sistem pemerintahan. Misalnya Jimly Asshiddiqie membagi tiga
kategori sistem pemerintahan yaitu sistem pemerintahan parlementer, sistem
pemerintahan presidensial, sistem pemerintahan campuran.127 Selaras dengan
Jimly Asshiddiqie, Sri Soemantri juga mengemukakan tiga varian sistem
pemerintahan yang didalamnya mencakup sistem pemerintahan parlmenter,
sistem pemerintahan presidensial, serta sistem pemerintahan campuran.128
1. Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem pemerintahan palementer adalah sistem pemerintahan yang
eksekutif dengan legislatifnya memiliki hubungan yang bersifat timbal balik
dan saling mempengaruhi.129 Sistem pemerintahan parlementer merupakan
sistem pemerintahan dimana hubungan antara badan eksekutif dan legislatif
yang sangat erat, hal ini disebabkan adanya pertanggungjawaban para
Menteri terhadap Parlemen. Setiap kabinet yang dibentuk harus memperoleh
dukungan kepercayaan dengan suara terbanyak di Parlemen, dengan
demikian kebijakan pemerintah atau kabinet tidak boleh menyimpang dari
126 Maulidia Anangkota, op.cit., hlm.149 127 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Reformasi, Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2007, hlm. 31 128 Sri Soemantri, op.cit., hlm.25 129 Sunarso, Perbandingan Sistem Pemerintahan, Yogyakarta: Penerbit Ombak,
2012, hlm. 2
55
apa yang dikehendaki Parlemen. 130 Sistem pemerintahan parlementer
merupakan sistem pemerintahan yang paling luas diterapkan di seluruh
dunia.131
Sistem pemerintahan parlementer meliputi dua bentuk yaitu, sistem
pemerintahan parlementer dengan dua partai dimana dalam hal ini:
a. Ketua partai politik yang memenagkan pemilu sekaligus ditunjuk
sebagai formatur kabinet, dan lansung sebagai Perdana Menteri;
b. Seluruh Menteri dalam adalah mereka yang terpilih sebagai anggota
parlemen dengan konsekuensi setelah diangkat menjadi Menteri harus
non aktif dalam parlemen (kabinet parlementer);
c. Partai politik yang menguasai kabinet adalah sama dengan partai politik
yang memegang mayoritas di House of Commons, maka kedudukan
kabinet sangat kuat sehingga jarang di jatuhkan oleh parlemen sebelum
dilaksanakan pemilu berikutnya.132
Sistem parlementer dengan multipartai, dimana dalam hal ini:
a. Didalam parlemen tidak satu pun dari partai politik yang mampu
menguasai kursi secara mayoritas, maka pembentukan kabinet disini
sering tidak lancar;
b. Kepala negara akan menunjuk tokoh politik tertentu untuk bertindak
sebagai pembentuk kabinet atau formatur;
130 Titik Triwulan, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, Jakarta: Prestasi Pustaka,
2006, hlm. 98 131 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta:
Sinar Grafika, 2011, Cet. Ke-1, hlm. 26 132Titik Triwulan, op.cit., hlm. 150
56
c. Formatur harus mengingat perimbangan kekuatan di Parlemen,
sehingga setiap kabinet dibentuk merupakan bentuk kabinet koalisi
(gabungan dari beberapa partai politik).133
Ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer adalah:
a. Kedudukankepala negara tidak dapat diganggu gugat;
b. Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri bertangung jawab kepada
parlemen;
c. Susunan anggota dan program kabinet didasarkan atas suara terbanyak
dalam parlemen;
d. Kabinet dapat dijatuhkan atau dibubarkan setiap waktu oleh parlemen;
e. Kedudukan kepala negara dan kepala pemerintahan tidak terletak dalam
satu tangan atau satu orang.134
2. Sistem Pemerintahan Presidensial
Sistem pemerintahan presidensial adalah sistem pemerintahan yang
memisahkan kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif. 135 Sistem
presidensial sendiri merupakan sistem pemerintahan yang terpusat pada
kekuasaan presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala
negara. Badan eksekutif tidak bergantung pada legislatif, serta kedudukan
badan eksekutif lebih kuat dalam menghadapi badan legislatif.136 Sistem
133Ibid., 134 Sunarso, op.cit., hlm. 3 135 Fitra Arsil, Teori Sistem Pemerintahan: Pergesaran Konsep dan Saling
Konstribusi Antar Sistem Pemerintahan di Berbagai Negara, Depok: Rajawali Pres, 2017, hlm.
23 136 Abdul Ghofar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan
UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, hlm.
49
57
presidensial sebagai pemerintahan perwakilan rakyat yang representatif dan
memiliki prinsip sistem pemisahan kekuasaan yang tegas, pemisahan
kekuasaan dalam hal ini adalah pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan
legislatif yang diartikan sebagaimana kekuasaan kekuasaan eksekutif
dipegang oleh suatu badan yang didalam menjalankan tugas tersebut tidak
bertanggung jawab pada badan perwakilan rakyat (kekuasaan legislatif).137
Sistem pemerintahan presidensial, disebut juga dengan sistem
kongresional merupakan sistem pemerintahan negara republik yang
kekuasaan eksekutifnya dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan
kekuaasaan legislatif. Unsur sistem pemerintahan presidensial menurut Rod
Hague, terdiri dari tiga unsur yaitu:
a. Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat
pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait;
b. Presiden dan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak
bisa saling menjatuhkan;
c. Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan
legislatif.138
Bagir Manan mengatakan bahwa sistem pemerintahan presidensial
dapat dikatakan sebagai subsitem pemerintahan republik, karna memang
hanya dapat dijalankan dalam negara yang berbentuk republik.139 Sistem
137Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Jakarta: Rajawali Press, 2013, hlm. 253 138 Sahya Anggara, Perbandingan Administrasi Negara, Bandung: CV. Pustaka
Setia, Cet. ke 1, 2012, hlm. 160 139Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara dalam Prespektif
Fikih Siyasah, Jakarta: Sinar Grafika, Cet. ke 1, 2012, hlm. 121
58
pemerintahan presidensial sebagai sistem pemerintahan yang banyak
digunakan oleh negara-negara memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Kepala negara menjadi kepala pemeritahan;
b. Pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen, namun
bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat;
c. Menteri diangkat dan bertanggung jawab kepada presiden;
d. Posisi eksekutif dan legislatif sama-sama kuat.140
e. Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan begitu
pula sebaliknya;
f. Presiden tidak bisa memaksa atau membubarkan parlemen;
g. Presidensial berlaku prinsip supremasi konstitusi, karena itu dan
pemerintahan eksekutif bertanggung jawab kepada konstitusi.141
Arend Lijhart menyebutkan ciri-ciri dari sistem pemerintahan
presidensial apabila dilihat dari hubungan lembaga eksekutif dan lembaga
legislatif, diantaranya:
a. Presiden dipilih secara konstitusional untuk periode tertentu disini
presiden tidak dipilih oleh badan legislatif, akan tetapi dipilih oleh
sejumlah pemilih oleh karnanya presiden bukan merupakan bagian dari
badan legislatif dan dalam kondisi normal tidak dapat dipaksa untuk
mundur oleh badan legislatif melalui mosi tidak percaya, meskipun
terdapat kemungkinan untuk memberhentikan presiden karna perbuatan
melanggar hukum melalui proses impeachmen;
140 Moh. Mahfud M.D, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta:
Rieneka Cipta, 2000, hlm. 74 141Jimly Asshiddiqie, op.cit., hlm. 316
59
b. Presiden dipilih baik oleh rakyat maupun lembaga pilihan;
c. Terdapat pemisahan kekuasaan secara tegas antara badan eksekutif dan
legislatif dimana orang yang sama tidak dapat mejabat keduanya secara
bersamaan. Sehingga kedudukan eksekutif dan legislatif sama sama
kuat;
d. Presiden tidak bertanggung jawab kepada legislatif dan tidak dapat
diajtuhkan oleh lembaga legislatif, disamping itu presiden tidak
mempunyai kemampuan untuk membubarkan parlemen;
e. Dalam sistem presidensial presiden adalah kepala negara sekaligus
kepala pemerintahan yang memimpin kabinetnya yang semuanya
diangkat olehnya dan bertanggung jawab kepadnya;
f. Presiden adalah eksekutif murni yang tunggal.142
Sistem pemerintahan presidensial menegaskan harus ada sistem
pemisahan kekuasaan perundang-undangan dan kekuasaan pemerintahan.
Apabila ternyata dikemudian hari timbul perselisihan antara badan eksekutif
dan dan legislatif, maka badan yudikatif yang memutuskannya. 143
Pemisahan kekuasaan yang tegas antara badan eksekutif, legislatif, yudikatif
bertujuan agar antara lembaga satu sama lainnya tidak dapat saling
mempengaruhi. Pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, yudikatif,
biasa kita sebut dengan ajaran Trias Politica.144Montesquieu mengatakan
yang terpenting dari Trias Politica disini adalah pembagian pembatasan
142Arend Lipshart, Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1995, hlm. 43 143 Ni,matul Huda, op.cit., hlm. 254 144 Ribkha Annisa Octovina, “Sistem Presidensial di Indonesia” Jurnal Ilmu
Pemerintahan, Volume 4, Nomor 2, 2018, hlm. 249
60
kekuasaan itu terutama ditunjukan kepada kekuasaan presiden dimana
pembatasan kekuasaan lembaga negara terutama presiden dilakukan melalui
sistem pemerintahan negara dalam bentuk tujuh kunci pokok sistem
pemerintahan yang kini sedikit banyak sudah mengalami perubahan dan
mewujud dalam keseimbangan kekuasaan.145 Menurut Montesquieu ada tiga
jenis ajaran Trias Politica dalam setiap pemerintahan, pada pokoknya Trias
Politica isinya pada setiap pemerintahan negara harus ada tiga jenis
kekuasaan yaitu:
a. kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan undang-
undang, kekuasaan eksekutif dipegang oleh kepala negara;
b. Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan membuat undang-undang;
c. Kekuasan Yudikatif (kekuasaan kehakiman) adalah kekuasaan yang
berkewajiban mempertahankan undang-undang dan memiliki hak
memberikan peradilan kepada rakyatnya.146
Sistem pemerintahan presidensial menurut Ahmad Sukardja
merupakan sistem pemerintahan yang pusat kekuasaannya ada pada
presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Dalam
sistem ini, kedudukan badan eksekutif tidak tergantung kepada badan
legislatif, bahkan kedudukan badan eksekutif lebih kuat dalam menghadapi
badan legislatif. 147 Sistematika kabinet pada sistem pemerintahan
presidensial dijelaskan bahwa kedudukan lembaga eksekutif dan legislatif
145Andi Mustari Pide, Pengantar Hukum Tata Negara, Jakarta: Wildan Akademia
dan Universitas Ekasakti Press, Revisi Kedua, 2008, hlm. 122-123 146 Ribkha Annisa Octoviana, “Sistem Presidensial di Indonesia” Jurnal Ilmu
Pemerintahan, Volume 4, Nomor 2, 2018, hlm. 249-250 147 Ahmad Sukardja, op.cit., hlm. 120
61
memiliki kedudukan independen, sedangkan pemegang kewenangan dipilih
oleh rakyat secara terpisah. Lembaga eksekutif maupun legislatif
mempunyai kewenangan membuat undang-undang, tetapi yang satu harus
mendapatkan persetujuan dari pihak lain sehingga setiap undang-undang
merupakan hasil kesepakatan dari kedua belah pihak.148 Dasar hukum dari
kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada pemilihan rakyat.149
Keberadaan sistem pemerintahan presidensial mempunyai kelebihan
dan kekuarangan, kelebihan dari sistem pemerintahan presidensial sendiri
adalah dimana lebih terjaminnya stabilitas pemerintahan. Sedangkan
kekurangan dari sistem pemerintahan presidensial adalah sistem
pemerintahan ini cenderung lebih menempatkan eksekutif sebagai bagian
kekuasaan yang sangat berpengaruh karena kekuasannya sangat besar. Maka
sebab itu diperlukan pengaturan konstitusional untuk mengurangi dampak
negatif atau kelemahan dari sistem pemerintahan presidensial. 150 Secara
umum sistem pemerintahan presidensial memiliki kelebihan dan
kekurangannya. Kelebihan sistem pemerintahan presidensial, yaitu:
a. Stabilitas kekuasaan eksekutif yang didasarkan pada masa jabatan
presiden;
b. Pemilihan kepala pemerintahan oleh rakyat, dipandang lebih
demokratis;
148 Ramlan Subakti, op.cit., hlm. 171 149Fatahullah Jurdi, Ilmu Politik Ideologi dan Hegemoni Negara, Yogyakarta: Graha
Ilmu, Cet. ke 1, hlm. 74 150Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia, Jakarta: Sekretariat
Jendral dan Kepaneteraan Mahkamah Konstitusi RI, Cet. Ke 3, 2006, hlm. 75
62
c. Pemisahan kekuasaan berarti pemisahan yang dibatasi (perlindungan
kebebasan individu atas tirani pemerintah).151
Sistem pemerintahan presidensial dibanding mempunyai kelebihan
juga mempunyai kekurangan. Kekurangan sistem pemerintahan
presidensial, yaitu:
a. Kemandegan atau konflik eksekutif-legislatif bisa berubah menjadi
jalan buntu, adalah akibat dari koeksistensi dari dua badan independen
yang diciptakan oleh pemerintahan presidensial yang mungkin
bertentangan;
b. Masa jabatan presiden yang pasti menguraikan periode-periode yang
dibatasi secara kaku dan tidak berkelanjutan, sehingga tidak
memberikan kesempatan untuk melakukan berbagai penyesuaian yang
dikehendaki oleh keadaan;
c. Sistem pemerintahan presidensial berjalan atas dasar aturan “pemenang
mengusai semua” yang cenderung membuat politik demokrasi sebagai
sebuah permainan dengan potensi konfliknya.152
3. Sistem Pemerintahan Campuran (quasi)
Negara yang menganut sistem pemerintahan campuran (quasi) pada
umumnya ciri presidensialnya lebih menonjol, tetapi ada pula yang ciri
parlementernya yang menonjol. Apabila yang lebih menonjol ciri
presidensialnya maka sistem pemerintahan demikian dapat disebut dengan
151 Ni’matul Huda, op.cit., hlm. 255-256 152 Jimly Asshiddiqie, op.cit., hlm. 312
63
sistem quasi-presidensial.153 Negara yang menganut sistem pemerintahan
campuran berupaya mencarikan titik temu antara sistem pemerintahan
presidensial dan sistem pemerintahan parlementer. Presiden mempunyai
fungsi ganda sebagaimana dalam sistem pemerintahan presidensial tetap
dipertahankan, namun sebagai kepala pemerintahan presiden dalam hal ini
berbagi kekuasaan dengan perdana menteri yang menimbulkan dual
executive system.154
Sistem pemerintahan campuran atau quasi adalah sistem pemerintahan
yang mana didalamnya terdapat unsur-unsur sistem pemerintahan
presidensial dan sistem pemerintahan parlementer tercampur dan ciri-ciri
kedua sistem tersebut sama-sama diterapkan. 155 Sistem pemerintahan
campuran dianggap sebagai kombinasi dari sistem pemerintahan
presidensial dan sistem pemerintahan parlementer ditandai dengan adanya
presiden sebagai kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala
pemerintahan.156
Sistem pemerintahan semipresidensial secara umum dapat dikatakan
sebagai sistem pemerintahan yang memisahkan pemilihan presiden dan
lembaga legislatif. 157 Sistem pemerintahan ini di satu sisiterdapat
pembedaan, antara kepala negara dan kepala pemerintahan, tetapi kepala
153 Khairuddin, et, al.,op.cit., hlm. 47 154 Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislatif: Menguatnya Model Legislasi
Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia, Jakarta: Rajawali Pres, 2010, hlm. 48 155 Jimly Asshiddiqie, op.cit., hlm. 312 156 Fauzyl Haznan, “Sistem Campuran” Universitas Ekasakti-AAI, hlm. 7,
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://osf.io/db5rp/download&ved
=2ahUKEwiiv-O-
8fDvAhUJb30KHUyxBVkQFjAKegQIHRAC&usg=AovVaw2PqnmuqCaRgu-dFvHeP8wy,
diakses, 9 April 2021, 17:02 157 Sadil Isra, op.cit., hlm
64
negaranya adalah presiden yang dipilih dan bertanggung jawab kepada
rakyat secara langsung seperti dalam sistem presidensial. Adapun kepala
pemerintahan di satu segi bertanggung jawab kepada presiden, tetapi di sisi
lain ia diangkat karena kedudukannya sebagai pemenang pemilu yang
menduduki kursi parlemen, dan karena itu ia bertanggung jawab kepada
parlemen.158
Manajemen sistem pemerintahan semi presidensial berimplikasi pada
seorang perdana menteri tidak perlu terlibat pada urusan-urusan politik
tingkat tinggi. Disisi lain, presiden tidak perlu terlibat secara aktif dalam
manajemen pemerintahan sehari-hari.Presiden berperan pada masalah-
masalahyang bersifatstrategis atau politik tingkattinggi.Perdana menteri
lebih difokuskan pada pelaksanaan urusan pemerintahan sehari-hari, tentu
disesuaikan dengan kepentingan manajemen pemerintahan.159
Duverger berpendapat bahwa sistem pemerintahan semi presidensial
memiliki beberapa karakteristik atau ciri-ciri utama sebagai berikut:
a. Pusat kekuasaan berada pada suatu majelis perwakilansebagai
pemegang kekuasaan tertinggi;
b. Penyelenggara kekuasaan legislatifadalah suatu badan perwakilan yang
merupakan bagian dari majelis perwakilan;
158 Jimly Asshiddiqie, op.cit., hlm 159 Arend lijphart, Sistem Pemerintahan Parlementerdan Presidensial, Jakarta:
Rajawai Press, 1995, hlm. 173
65
c. presiden dipilih secara langsung atau tidak langsung untuk masa jabatan
tertentudan bertanggungjawab kepada majelis perwakilan;
d. Para menteri adalahpembantu presiden yang diangkat dan diberhentikan
oleh presiden.160
Karakteristik sistem pemerintahan semi presidensial yang diterapkan
pada negara-negara Amerika Latin, cenderung mempunyai lebih banyak
karakteristik sistem parlementernya seperti:
a. Para menteridapat menghadiri sidang parlemen;
b. Parlemen melakukan impeachment ataumemberi mosi tidak percaya
kepada menteri atau kabinet;
c. Perdana menteridiangkat dari dan oleh parlemen.161
Ahli Tata Negara Perancis Maurice Duverger, sebuah pemerintahan
yang secara konstitusional disebut menganutsistem pemerintahan semi
presidensial apabila didalamnya memiliki tigakombinasi unsur yakni:
a. Presiden dipilih dengan suara pilih universal;
b. Dengan demikian Presiden tetap memiliki kekuasaan yang besar
untukmemimpin negara;
c. Berhadapan dengannya, ada seorang perdana menteridan menteri-
menteri yang memegang kekuasan eksekutif dan kekuasanpemerintahan
selama dikehendaki oleh parlemen.162
160Sofian Effendi, “Sistem Pemerintahan Adalah Jati Diri Bangsa” Artikel Dialog
Kembali ke Jati Diri Negara Semi Presidensial, hlm. 4,
http://sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/DIALOG-KEMBALI-KE-JATI-DIRI-NEGARA-SEMI-
PRESIDENSIAL.pdf, diakses 11 April 2021, 12:50 161Ibid.,
66
Devinisi Duverger diatas diperjelas lagi oleh Sartori, yang
mengemukakan lima ciri sistem semi presidensial diantaranya yaitu:
a. Kepala negara dipilih oleh popular vote, bisa melalui pemilu langsung
maupuntak langsung dengan masa periode pemerintahan yang tetap;
b. Kepalanegara membagi kekuasaan eksekutif dengan seorang perdana
menteri, sehingga tercipta struktur kekuasaan ganda yang
mengakibatkan;
c. Presiden tidak tergantung dari parlemen namun juga tidak dapat
memerintahsecara sendiri ataupun langsung sehingga kehendaknya
mesti disalurkanmelalui proses pemerintahan perdana menteri;
d. Perdana menteri dankabinetnya tidak tergantung kepada presiden tapi
tergantung kepada parlemen.Kedudukan perdana menteri tergantung
pada parliementary confidence;
e. Struktur otoritas ganda semipresidensialisme membolehkanperbedaan
keseimbangan dan pergeseran penyebaran kekuasaan dalameksekutif, di
bawah syarat yang ketat bahwa (potensiotonomi) dari setiapkomponen
yang menyatukan eksekutif tetap dipelihara. 163
Sistem pemerintahan campuran menurut Saldi Isra adalahsistem
pemerintahan yang berupaya untuk mencarikan titik temuantara sistem
pemerintahan presidensial dan sistempemerintahan parlementer. Fungsi
ganda (dual function) presidensebagaimana dalam sistem pemerintahan
162 Maurice Duverger, “A New Political-system Model: Semi-presidential
Government”,European Journal of Political Research, Volume 8, Nomor 2. 1980, hlm. 165-
187 163 Giovanni Sartori, Comparative Constitutional Engineering: An Inquiry into
Structures, Incentives and Outcomes, London: Macmillan, 1997, hlm. 133
67
presidensial tetapdipertahankan. Namun sebagai kepala pemerintahan,
presiden berbagikekuasaandengan perdana menteri yangmenimbulkan dual
executive system. Adanya pembagiantersebut dapat menyebabkan potensi
terjadinya ketegangan antara presiden dan perdanamenteri. Ketegangan itu
dapat terjadi jika kekuatan mayoritas ataupartai politik pemenang pemilihan
umum legislatif berbeda denganpartai politik presiden. Dengan demikian,
karakter kunci sistempemerintahan semipresidensial terletak pada fungsi
ganda presidenyang dalam fungsi eksekutif presiden berbagi dengan
kekuasaandengan perdana menteri yang juga memegang jabatan
eksekutif.164
Kecenderungan penerapan sistem pemerintahan campuran (quasi) itu
timbul dari kesadaran dan orientasi politik bahwa didalam sistem
pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer selalu saja
ditemukan adanya kelemahan-kelemahan disamping terdapat pula kelebihan
bawaan dari masing masing sistem pemerintahan tersebut, maka sistem
pemerintahan campuran dapat dikatakan merupakan jalan tengahantara
sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan
parlementer. 165 Sejumlah literatur menyebutkan terdapat kekurangan dan
kelebihan dalam sistem pemerintahan campuran, yaitu sebagai berikut:
a. Sistem pemerintahan campuran menggabungkan kelebihan yang ada
pada sistem pemerintahan parlementer dan presidensial, daya tarik
sistem pemerintahan campuran dalam hal ini adalah kemampuan
164 Saldi Isra, Op.cit., hlm. 48 165Fathur Rahman, Teori Pemerintahan, Malang: UB Press, 2008, hlm. 41
68
menggabungkan kelebihan dari presidensial yang dipilih langsung
dengan perdana menteri yang harus memiliki dukungan mayoritas
absolut di lembaga legislatif;
b. Terdapat konsensus atau kesepakatan bersama yang menyebabkan
didalam sistem pemerintahan campuran memfokuskan pada
kapasitasnya untuk meningkatkan akuntabilitas dan keterkenalan
eksekutif, dan juga membangun sistem saling pengawasan dan
pengimbangan antara kedua sayap eksekutif dalam pemerintahan.166
Sistem pemerintahan campuran selain mempunyai kelebihan juga
mempunyai kekurangan, kekurangan sistem pemerintahan campuran, antara
lain sebagai berikut:
a. Sistem pemerintahan campuran mempunyai kecenderungan untuk dapat
terjandinya kebutuhan antara sayap-sayap eksekutif di pemerintahan.
Karna kekuasaan pemerintahan di pegang Perdana Menteri dan
Presiden, misalnya maka kekuasaan hubungan luar negeri ada pada
presiden sementara pada perdana menteri dan kabinet menentukan
kebijakan domestik. Ketegangan struktural dapat terjadi dalam
pemerintahan secara keseluruhan, yang mendorong terjadinya
kebutuhan mobilisasi terutama sebagaimana terjadi dalam beberapa
negara yang menggunakan istilah ini bila presiden dan perdana menteri
berasal dari partai yang berbeda;
166Ibid., hlm. 42
69
b. Pembagian kekuasaan pemerintahan yang tidak jelas, hal ini terjadi
teruma bila pembagian kekuasaan antara kedua jabatan ini tidak jelas,
dan ketika penjadwalan dan urutan pemilihan kedua jabatan ini
berbeda;
c. Pelaksanaan sistem pemerintahan campuran sangat menyulitkan apabila
presiden dan pendukung-pendukungnya tidak memiliki suara mayoritas
didalam badan legislatif.167
167Ibid., hlm. 43
70
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sistem Pemerintahan di Negara Indonesia dan Sistem Pemerintahan
Negara Perancis
1. Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia
Negara Indonesia sebagai negara yang sudah merdeka,tentu saja
memiliki landasan sebagai dasar dalam menjalankan pemerintahan negara.
Awal mula terbentuknya konstitusi di Indonesia diawali dari janji Jepang
yang kemudian membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dalam bahasa Jepang disebut
“Dokuritsu Zumbi Choosakai” yang terbentuk pada tanggal 28 Mei 1945
dan mulai bekerja pada tanggal 29 Mei 1945, dengan terbentuknya BPUPKI
secara legal mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dengan merumuskan
syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka. 168
Berdasarkan pada kesepakatan para pendiri bangsa (Founding Fathers)
dalam sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni dan tanggal 10
sampai 17 Juli 1945 negara Indonesia merupakan negara dengan sistem
pemerintahan presidensial.169 Selama perjalanannya, Indonesia tidak hanya
menganut sistem pemerintahan presidensial saja, akan tetapi pernah juga
menganut sistem pemerintahan parlementer yang menjadi bagian dari sistem
168 Darji Dormodiharjo, Santiaji Pancasila, Surabaya: Usaha Nasioanl, 1991, hlm.
26 169 Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi
Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm. 4
71
pemerintahan yang digunakan oleh negara Indonesia selama masa
berlakunya konstitusi RIS dan UUDS 1950.170
Sejak Proklamasi Kemerdekaan Negara Indonesia yaitu pada tanggal
17 Agustus 1945, dan diikuti pengesahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), hingga sampai saat ini
UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia telah mengalami
perubahan serta pengembangan-pengembangan, hal itu disebabkan karena
perkembangan politik demokrasi yang selalu berkembang dan berubah-
ubah. Kepentingan yang berubah-ubah tersebut menjadi sebab berubahnya
konstitusi, namun semua ini dapat dipastikan mempunyai tujuan yang sama
yaitu menuju hukum dan sistem pemeritahan yang dicita-citakan.171 UUD
NRI 1945 adalah konstitusi di Indonesia yang merupakan hukum tertinggi
yang ditetapkan secara konstitusional.172
UUD NRI 1945 sebagai konstitusi tertulis di Indonesia mulai dari
kemerdekaan sampai pada saat ini telah memiliki dan memberlakukan
beberapa konstitusi tertulis. Perjalanan konstitusi di Indonesia Sehari setelah
kemerdekaan, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945 Indonesia memiliki
Undang-Undang Dasar yaitu berupa UUD NRI 1945. Pada tanggal 17
Desember 1949 mulailah berlaku Undang-Undang Dasar Republik
170Ahmad Yani, “Sistem Pemerintahan Indonesia: Pendekatan Teori dan Praktek
Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945” Jurnal JIKH, Volume 12, Nomor 2, FH Universitas
Padjadjaran, Juli, 2018, hlm. 125 171 M. Agus Santoso, “Perkembangan Konstitusi di Indonesia” Jurnal Ilmiah Hukum
“YURISKA”, Volume 2, Nomor 3, FH UWGM Samarinda, September-Desember, 2013,
hlm.119 172 M. Agus Santoso, “Kajian Hubungan Timbal Balik Antara Politik dan Hukum”,
Jurnal Ilmiah Hukum “YURISKA”, Volume 1, Nomor 1, FH UWGM Samarinda, Agustus,
2009, hlm. 9
72
indonesia Serikat (UUD RIS atau UUD 1949), konstitusi RIS hanya berlaku
sampai tanggal 17 Agustus 1950 dan sejak saat itu digantikan dengan
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS), namun semenjak
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hukum dasar yang mengatur
kehidupan bernegara Republik Indonesia kembali lagi kepada UUD NRI
1945. 173 Mei tahun 1998 terjadi reformasi yang berdampak terhadap
perubahan UUD NRI 1945, amandemen UUD NRI 1945 antara lain terjadi
pada periode:174
a) Amandemen pertama UUD NRI 1945 pada tanggal 19 Oktober 1999;
b) Amandemen kedua UUD NRI 1945 pada tanggal 18 Agustus 2000;
c) Amandemen ketiga UUD NRI 1945 pada tanggal 10 November 2001;
d) Amandemen keempat UUD NRI 1945 pada tanggal 10 Agustus
2002.175
Sejarah konstitusi negara Indonesia dapat dikatakan bahwa Indonesia
telah mengalami berbagai tahap perkembangan, dimana tiap perkembangan
memiliki model sistem pemerintahan yang khas. Tahapan perkembangan
konstitusi di Indonesia dapat dikelompokan menjadi beberapa periode:
a) Periode UUD NRI 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949);
b) Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949-17
Agustus 1950);
173Dewi Haryati, “Tinjauan Singkat Konstitusi Tertulis Yang Pernah Berlaku di
Indonesia”, Jurnal Selat, Volume 2, Nomor 1, Oktober, 2014, hlm. 212-213 174Ibid., hlm. 213 175 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Amandemen UUD 1945, Jakarta: Prenadamedia Group, 2010, hlm. 1
73
c) Periode berlakunya UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959);
d) Periode berlakunya UUD NRI 1945 (5 Juli 1959-1999);
e) Periode berlakunya UUD NRI 1945 (1999- Sekarang).176
Tabel 3. 1
Model Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Berdasarkan Pada
Periode-Periode Berlakunya Konstitusi Negara Republik Indonesia
Tahun Bentuk
Negara
Bentuk
Pemerintahan
Sistem
Pemerintahan Konstitusi
1945-1949 Kesatuan Republik Presidensial UUD NRI 1945
1949-1950 Serikat Republik Parlementer Konstitusi RIS
1950-1959 Kesatuan Republik Parlementer UUDS 1950
1959-Sekarang Kesatuan Republik Presidensial UUD NRI 1945.177
Beradasarkan penjelasan yang sudah dituliskan diatas, pembahasan
terkait model sistem pemerintahan negara Indonesia akan berdasar pada
periode-periode berlakunya konstitusi negara Indonesia.
a. Sistem Pemerintahan pada Periode UUD NRI 1945 (18 Agustus
1945 -27 Desember 1949)
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17
Agustus 1945, konstitusi Indonesia untuk pertama kalinya disahkan
tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sebuah naskah yang
176Kus Eddy Sartono, “Kajian Konstitusi Indonesia dari Awal Kemerdekaan Sampai
Era Reformasi”, Jurnal HUMANIKA, Volume 9, Nomor 1, Maret, 2009, hlm. 93 177 Dadang Sufianto, Pengantar Ilmu Pemerintahan, Bandung: Pustaka Setia, 2015,
hlm. 124
74
dinamakan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. 178
Berdasarkan UUD NRI 1945 yang berlaku pada saat itu, ditegaskan
bahwa:
a. Pemerintahan Republik Indonesia dipimpin oleh Presiden dan
dibantu Wakil Presiden;(Pasal 17 Ayat 1)
b. Presiden selain sebagai Kepala Negara, Juga berperan sebagai
Kepala Pemerintahan; (Pasal 17 Ayat 2)
c. Presiden dibantu oleh para Menteri yang memimpin departemen;
(Pasal 17 Ayat 3)
d. Para Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.179
Wakil Presiden dan para Menteri sama-sama menjadi pembantu
Presiden, akan tetapi sifat membantu diantara keduanya berbeda,
yaitu:
a. Wakil Presiden dipilih oleh MPR, sedangkan Menteri diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden;
b. Wakil Presiden bukan pembantu Kepala Pemerintahan, tetapi
sebagai pembantu Kepala Negara;
c. Wakil Presiden dapat mengganti posisi Presiden apabila
berhalangan. Sedangkan Menteri tidak dapat menggantikan posisi
178 Ismail MZ, “Sejarah Perkembangan Konstitusi Ditinjau Dari Prespektif
Ketatanegaraan Indonesia Sejak Kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru dan Era Reformasi
Hingga Saat Ini”, Journal Unmasmataram, Volume 14, Nomor 2, September, 2020, hlm. 618 179Ibid.,
75
Presiden, kecuali Presiden dan Wakil Presiden berhalangan dalam
waktu yang sama. (Pasal 8)180
Sistem Pemerintahan pada Periode UUD NRI 1945 dinilai oleh
dunia internasional bahwa indonesia telah melaksanakan
pemerintahan yang tidak demokratis. Untuk mengatasi hal tersebut
pemerintah Indonesia mengeluarkan Maklumat Wakil Preiden Nomor
X tanggal 16 Oktober 1945yang menetapkan sebagai berikut:
“Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuknya Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat
diserahi tugas Legislatif dan ikut serta menetapkan garis-garis
besar haluan negara.”
“Bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari berhubung
dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan
pekerja yang dipilih antara mereka serta bertanggung jawab
kepada Komite Nasional Pusat.”
Pada tanggal 20 Oktober 1945 dikeluarkanlah penjelasan
mengenai status dan fungsi Badan Pekerja KNIP, didalamnya
memuat:
1. Turut menetapkan garis-garis besar haluan negara. Ini
mengandung arti bahwa Badan Pekerja bersama-sama dengan
Presiden menetapkan garis-garsi besar haluan negara, akan tetapi
kebijakan pemerintahan tetap ditangan Presiden;
2. Menetapkan undang-undang bersama dengan Presiden, mengenai
segala urusan pemerintah.181
180Ibid., 181Ibid.,
76
Sistem pemerintahan pada periode ini menegaskan bahwa
Presiden dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Komite Nasional,
dengan menganut sistem pemerintahan presidensial yang artinya
kabinet bertanggung jawab kepada Presiden.182 Pada periode sistem
pemerintahan ini terbukti bahwa konstitusi belum dijalakan secara
murni dan konsekwen, sistem ketatanegaraan berubah-ubah, terutama
pada saat dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada
tanggal 16 Oktober 1945. 183 Sistem pemerintahan yang sebenarnya
dikehendaki pada periode ini adalah sistem pemerintahan presidensial,
akan tetapi dua bulan stelah penetapan UUD NRI 1945 sebagai hukum
dasar negara Indonesia sistem pemerintahannya bergeser menjadi
sistem pemerintahan parlementer. Kejadian seperti ini disebabkan
karena lembaga-lembaga legislatif seperti Majelis Permusyawaran
Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Pertimbangan Agung (DPA) belum dibentuk.184
Pasal IV Aturan Peralihan UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa
selama lembaga-lembaga seperti MPR, DPR, DPA belum dibentuk,
kekuasaanya dipegang oleh Presiden dan dibantu oleh KNIP dan
inilah yang menyebabkan kekuasaan Presiden pada periode ini sangat
besar.Oleh sebab itu, untuk menghindari kemutlakan kekuasaan
182 M. Agus Santoso, op.cit., hlm. 122 183Titik Triwulan Tutik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher, 2006, hlm. 2 184 Laurensius Arliman S, “Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Presidensial
Berdasarkan Konstitusi yang Perna Berlaku di Indonesia” Jurnal Muhakamah, Volume 4,
Nomor 2, November, 2019, hlm.82
77
Presiden maka dilahirkan kebijakan kebijakan yang memungkinkan
pelaksanaan pemerintahan negara tetap berjalan secara demokratis,
diantaranya kebijakan:
a. Maklumat Pemerintah Nomor X tanggal 16 Oktober 1945
tentangPerubahan Fungsi KNIP menjadi Fungsi Parlemen;
b. Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 mengenai
Pembentukan Partai Politik;
c. Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 mengenai
Perubahan dari Kabinet Presidensial ke Kabinet Parlementer. 185
Berdasarkan maklumat-maklumat diatas, Joniarto
menyimpulkan bahwa :
a. KNIP ikut menetapkan GBHN bersama-sama dengan Presiden;
b. KNIP bersama Presiden menetapkan undang-undang yang boleh
mengenai segala urusan pemerintahan;
c. Dikarenakan gentingnya keadaan pada saat itu, maka dalam
menjalankan tugas kewajiban sehati-hari dari Komite Nasional
Pusat (KNP) akan dijalankan oleh badan pekerja yang
bertanggung jawab kepada KNP.186
185Benny Bambang Irawan, “Perkembangan Demokrasi di Negara Indonesia” Jurnal
Hukum dan Dinamika Masyarakat, Volume 5, Nomor 1, 2007, hlm. 54-64 186 Dasril Radjab, Op. cit., hlm. 93
78
Disisi lain menyebutkan bahwa maklumat-maklumat tersebut
memberikan implikasi:
a. Perubahan kedudukan KNIP yang semula sebagai pembantu
Presiden berubah menjadi MPR dan DPR;
b. Perubahan dari sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem
pemerintahan parlementer yang dibuktikan dengan menteri-
menteri tidak lagi bertanggung jawab kepada parlemen (KNIP).187
Inu Kencana Syafiie mengatakan bahwa sejak sistem
pemerintahan presidensial beralih ke sistem pemerintahan
parlementer, walaupun tidak dikenal dalam UUD 1945, sistem itu
berjalan hingga tanggal 27 Desember 1949 dan UUD NRI 1945
sendiritidak mengalami perubahan secara tekstual. Oleh sebab itu
perubahan sistem pemerintahan dan administrasi negara tersebut
merupakan tindakan yang menyalahi UUD NRI 1945.188 Keinginan
membentuk sistem pemerintahan yang demokratis dengan berbasis
pada partisipasi masyarakat dilakukan melaui Maklumat Pemerintah
tanggal 3 November 1945 tentang pembentukan partai
politik,sehingga menyebabkan berlakunya sistem pemerintahan
parlementer dengan multipartai. 189 Hal tersebut merupakan bentuk
penyimpangan dari pelaksanaan UUD NRI 1945 yang menganut
sistem pemerintahan presidensial pada saat itu. Meskipun memang
187Ibid., 188Inu Kencana Syafiie, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, hlm.
31 189Ibid.,
79
jika dikaji lebih jauh lagi sistem pemerintahan presidensial yang
digunakan pada periode ini merupakan bentuk sistem pemerintahan
presidensial yang tidak murni (quasi presidensial).190
b. Sistem Pemerintahan pada Periode Berlakunya Konstitusi RIS
1949 (27 Desember 1949-17 Agustus 1950)
Menyikapi akan diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar
(KMB), pemerintah Indonesia melakukan beberapa persiapan, salah
satunya dengan menggelar Konferensi Inter-Indonesia yang
berlangsung dua kali. Konferensi Inter-Indonesia tahap pertama
dilaksanakan tanggal 20-23 Juli 1949 di Yogyakarta dan Konferensi
Inter-Indonesia tahap kedua pada tanggal 30 Juli – 2 Agustus 1949 di
Jakarta, dengan salah satu hasil Konferensi Inter-Indonesia adalah
perubahan nama Negara Indonesia Serikat menjadi Republik
Indonesia Serikat.191
Sidang KMB pada tanggal 23 Agustus 1949 dan berakhir
tanggal 2 November 1949 di Den Haag Belanda, konferensi ini
dihadiri oleh wakil-wakil dari Indonesia dan gabungan negara-negara
boneka yang dibentuk Belanda atau disebut BFO (Bijeenkomst voor
Federal Overleg) dan berhasil menyepekati tiga hal sebagai berikut:
190 Titik Triwulan Tutik, Op.cit., hlm. 118 191Muchamad Ali Safa’at, “Sejarah Konstitusi di Indondesia” artikel, 2015, hlm. 21,
https://safaat.lecture.ub.ac.id/files/2015,03/sejarah-konstitusi-di-indonesia.pdf, diakses 27
April 2021, 21:45
80
a. Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS);
b. Penyerahan kedaulatan kepada RIS yang berisi tiga hal, yaitu:
i. Piagam penyerahankedaulatan dari kerajaan Belanda kepada
pemerintahan RIS;
ii. Status uni, dan;
iii. Persetujuan pemindahan
c. Mendirikan uni antara RIS dan kerajaan Belanda.192
Terbentuknya negara Indonesia sebagai negara serikat membuat
UUD NRI 1945 sebagai hukum dasar tidak diberlakukan lagi, dan
memerlukan UUD baru lagi.193 Perubahan bentuk negara dari negara
kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian
UUD, oleh sebab itu disusunlah naskah UUD RIS dimana rancangan
UUD tersebut dibuat oleh delegasi Indonesia dan delegasi BFO pada
konferensi KMB.194 Setelah disepakati kedua belah pihak mulai 27
Desember 1949 mulai berlaku UUD tersebut yang dinamakan
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) dan hanya
berlaku di negara bagian Republik Indonesia Serikat. Konstitusi RIS
berlaku berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 48 tanggal 31 Januari
1950 tentang mengumumkan Piagam Penandatanganan Konstitusi RIS
dan diumumkan 6 Februari 1950 di Jakarta oleh Menteri Kehakiman.
Konstitusi RIS sendiri terdiri dari “Mukadimah” yang terdiri dari 4
192 Jimly Asshiddiqie, Op.cit., hlm. 44 193 Titik Triwulan Tutik, Op.cit., hlm. 120 194Ibid.,
81
alinea dan bagian “Batang Tubuh” yang terdiri dari 6 bab dan 197
Pasal.195
Peralihan dari berlakuanya UUD NRI 1945 kepada berlakunya
Konstitusi RIS menyebabkan pergeseran sistem pemerintahan yang
diterapkan di Indonesia, Sistem pemerintahan menurut Konstitusi RIS
menurut Pasal 1 Ayat (1) menyebutkan bahwa:
“Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah
suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi”
Pasal 1 Ayat (2) menyebutkan bahwa:
“kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan
oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan Senat”
Berdasarkan pasal-pasal tersebut dikatakan bahwa Pemerintah,
DPR dan Senat adalah pemegang kedaulatan untuk membentuk
undang-undang bersama-sama apabila:
a. Menyangkut hal-hal khusus;
b. Mengenai suatu hal atau beberapa atau semua daerah bagian atau
bagiannya ataupun yang khusus mengenai hubungan antara RIS
dan daerah-daerah.196
Secara detail lagi dikatakan bahwa mengenai sistem pemerintahan
yang diterapkan pada periode Konstitusi RIS disebutkan dalam Pasal
118 Ayat (2) yang menyatatakan bahwa:
195Dewi Haryanti, “Tinjauan Singkat Konstitusi Tertulis Yang Pernah Berlaku di
Indonesia” Jurnal Selat, Volume 2, Nomor 4, Oktober, 2014, hlm. 217 196 Dasril Radjab, Op.cit, hlm. 98
82
“Tanggung jawab kebijaksanaan pemerintahan berada ditangan
menteri, tetapi apabila kebijaksanaan menteri atau para menteri
ternyata tidak dapat dibenarkan oleh DPR, maka menteri atau
menteri-menteri itu harus mengundurkan diri, atau DPR dapat
membubarkan menteri-menteri (kabinet) tersebut dengan alasan
mosi tidak percaya”197
Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut dapat dikatakan
bahwa:
a. Pemerintah dalam hal ini adalah presiden dengan seorang atau
beberapa menteri. Presiden menyelenggarakan pemerintahan
negara tidak dapat diganggu gugat, serta menteri-menteri
bertanggung jawab atas kebijaksanaan pemerintahan baik secara
bersama-sama untuk seluruhnya ataupun masing-masing untuk
bagiannya sendiri-sendiri;
b. Berdasarkan segi-segi pertanggung jawaban menteri-menteri,
maka sistem pemerintahan yang berlaku pada saat Konstitusi RIS
menganut sistem pemeintahan parlementer, yaitu menteri-menteri
bersama-sama ataupun sendiri bertanggung jawab kepada
parlemen (DPR).198
c. Sistem Pemerintahan pada Periode berlakunya UUDS 1950 (17
Agustus 1950-5 Juli 1959)
Sistem pemerintahan berdasarkan Konstitusi RIS tidak berumur
panjang. Sebab isi konstitusi tersebut tidak mengakar pada kehendak
rakyat dan bukan pula merupakan keputusan politik dari rakyat
197 Titik Triwulan Tutik, Op.cit, hlm. 121 198Ibid., hlm. 123-122
83
indonesia, tetapi merupakan rekayasa dari pihak Belanda maupun
PBB. 199 Pemberlakuan Undang-Undang Dasar Sementara 1950
(UUDS 1950) yang menggantikan Konstitsui RIS berawal dari
dibentuknya suatu panitia yang bertugas membuat UUD yang baru
pada tanggal 12 Agustus 1950, disahkan pada tanggal 14 Agustus
1950 oleh Badan Pekerja Komite Nasional dan DPR serta Senat RIS
dan diberlakukan mulai 17 Agustus 1950.200
Pasal 190, Pasal 127 A, Pasal 191 ayat (2) UUD RIS digunakan
untuk pemberlakukan UUDS 1950, dan dengan UU Nomor 7 Tahun
1950 Lembaran Negara RIS 1950 Nomor 56 menyatakan secara resmi
diberlakukannya UUDS 1950 pada tanggal 17 Agustus 1950. 201
Adapun isi dari ketentuan-ketentuan tersebut yaitu:
a. Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dengan menggunakan
UUDS 1950 yang merupakan hasil dari perubahan Konstitusi
RIS;
b. Perubahan bentuk susunan negara dengan UUDS 1950 secara
resmi dinyatakan berlaku mulai 17 Agustus 1950.202
Perubahan mendasar terkait pelaksanaan ketatanegaraan
menurut ketetapan yang sudah diatur dalam UUDS 1950 terlihat dari
uraian Piagam Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan
199 Dasril Radjab, Op.cit., hlm. 99 200 Titik Triwulan Tutik, Op.cit., hlm. 123 201 Moh. Kusnardi, et.al.,op,cit., hlm. 95 202M. Mahfud M.D, Op.cit., hlm. 56
84
Pemerintah Republik Indonesia tanggal 19 Mei 1950 (UUDS 1950)
diantaranya sebagai berikut:
a. Penghapusan Senat;
b. DPRS terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP,
dengan tambahan anggota atas penunjukan Presiden
dipertimbangkan lebih jauh oleh kedua pemerintah;
c. DPRS bersama dengan KNIP dinamakan Majelis Perubahan
Undang-Undang Dasar, mempunyai hak mengadakan perubahan-
perubahan dalam undang-undang yang baru;
d. Konstituante terdiri dari anggota-anggota yang dipilih dengan
mengedakan pemilihan umum berdasar atas satu orang anggota
untuk tiap 300.000 penduduk, dengan memperhatikan perwakilan
yang pantas bagi golongan minoriteit;
e. Presiden adalah Presiden Soekarno;
f. Dewan Menteri harus bersifat kabinet parlementer;
g. Tentang jabatan Wakil Presiden dalam negara kesatuan selama
sebelum Konstituante terbentuk, pemerintah RIS dan pemerintah
Republik Indonesia akan mengadakan tukar pikir lebih lanjut;
h. Dewa Pertimbangan Agung dihapuskan.203
Bentuk negara pada periode berlakunya UUDS 1950 diatur
dalam Alinea IV UUDS 1950 yang menyatakan:
203 Jimly Ashiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan
dalam UUD 1945, Yogyakarta: FH UI Press, 2005, hlm. 80
85
“Maka kami menyusun kemerdekaan kami dalam satu piagam
negara yang berbentuk Republik Kesatuan.”204
Ditegaskan pula mengenai bentuk negara pada periode ini dalam Pasal
1 Ayat (1) UUDS 1950 yang berbunyi:
“Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu
negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”205
Berdasarkan ketentuan-ketentuan diatas, terlihat bahwa bentuk
negara pada periode UUDS 1950 adalah negara kesatuan, yaitu berupa
negara yang bersusun tunggal yang artinya tidak ada negara dalam
negara, seperti pada berlakunya periode RIS.206UUDS hanya bersifat
sementara sama halnya seperti Konstitusi RIS, pembentuk UUDS juga
merasa belum representatif untuk mentapkan sebuah undang-undang.
UUDS hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan karena ada
perubahan dari bentuk negara federal menjadi bentuk negara kesatuan,
kemudian UUDS akan membentuk sebuah Badan Konstituante
bersama pemerintah akan membentuk sebuah Undang-Udang Dasar
yang tepat. Sistem kabinet parlementer diterapkan pada saat periode
berlakunya UUDS 1950. 207
Terkait sistem pemerintahan yang berlaku pada periode UUDS
1950 adalah sistem pemerintahan parlementer, dimana tugas tugas
eksekutif dipertanggung jawabkan oleh Menteri baik bersama-sama
204 Titik Triwulan Tutik, Op.cit., hlm. 124 205Ibid., 206 Dasril Radjab, Op.cit., hlm. 102 207 Novita Mandasari Hutagaol, “Analisis dan Perbandingan Antara UUD 1945,
Konstitusi RIS, UUDS 1950 dan UUD 1945 Amandemen, Substansi, Komparasi dan
Perubahan Yang Penting” Journal Unrika, Volume 5, Nomor 1, 2016, hlm. 9
86
maupun sendiri-sendiri kepada DPR, Kepala Negara dianggap sebagai
pucuk pemimpinan pemerintahan yang tidak dapat diganggu gugat
karena Kepala Negara dianggap tidak pernah melakukan kesalahan,
kemudian apabila DPR dianggap tidak repsentatif maka presiden
dapat membubarkan DPR. 208 Sistem pemerintahan pada periode
UUDS 1950 tertera pada Pasal 45 Ayat (1) yang berbunyi:
“Presiden ialah Kepala Negara”
Pasal 45 Ayat (2) Yang Berbunyi:
“Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh seorang
Wakil Presiden”
Pada sistem pemerintahan parlementer periode ini Presiden dan
Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat.Pemerintahan berada
ditangan Dewan Menteri yang diketuai oleh seorang Perdana Menteri,
serta Menteri-Menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijakan
pemerintahan baik bersama-sama maupun masing masing sesuai
bagiannya kepada DPR.209
Pasal 83 Ayat (1) yang berbunyi:
“Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat”
Pasal 83 Ayat (2) yang berbunyi:
“Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
Pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun
masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”
208 Dasril Radjab, Op.cit, hlm. 202 209 Titik Triwulan Tutik, Op.cit, hlm. 125
87
d. Sistem Pemerintahan pada Periode berlakunya UUD NRI 1945 (5
Juli 1959-1999)
Implementasi sistem pemerintahan presidensial di Indonesia
diterapakan pada Periode UUD NRI 1945 (18 Agustus 1945 - 27
Desember 1949) danPeriode berlakunya UUD NRI 1945 (5 Juli 1959-
1999).210Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 menandai berlakunya
kembali Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.211 Dekrtit Presiden 5 Juli 1959 adalah keputusan atau ketetapan
kepala negara dalam keadaaan luar biasa guna mengatasi persoalan
yang penting dan harus segera diatasi, Dekrit Preside 5 Juli 1959
berisi:
1. Membubarkan Konstituante;
2. Memberlakukan kembali UUD NRI 1945;
3. Membentuk Majelis Permusyawaran Rakyat Sementara (MPRS)
dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).212
Pembahasan mengenai sistem pemerintahan pada saat periode
berlakunya kembali UUD NRI 1945 pasca dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 terbagi atas sistem pemerintahan periode orde
210Mahmuzar, Sistem Pemerintahan Indonesia, Bandung: Nusa Media, 2010, hlm.
87 211MKRI, “Sejarah dan Perkembangan Konstitsi di Indonesia” Artikel Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, 2015 https://mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=1176,
diakses 28 April 2021, 23:20 212 Titik Triwulan Tutik, Op.cit., hlm. 126
88
lama tahun 1959-1966 dan sistem pemerintahan periode orde baru
tahun 1966-1996.213
1) Sistem pemerintahan periode orde lama tahun 1959-1966
Pasca dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
memunculkan diterapkannya Demokrasi Terpimpin di Indonesia,
hal tersebut dapat dilihat dari penafsiran Presiden tentang
demokrasi terpimpin yang merupakan demokrasi yang dipimpin
oleh Presiden sendiri, maka hal tersebut memunculkan atribut
Pemimpin Besar Revolusi. 214 Presiden menjabat sebagai ketua
MPRS dan DPAS, sistempemerintahan pada periode ini adalah
sistem pemerintahan presidensial.215 Alat-alat perlengkapan negara
pada periode ini dibentuk guna mewujudkan sistem pemerintahan
negara berdasarkan UUD NRI 1945, diantaranya:
a. Presiden dan Menteri-menteri;
b. Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR);
c. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS);
d. Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS);
e. Pelaksanaan UUD NRI 1945;
f. Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar).216
213 Leurensius Arliman, Op.cit, hlm. 83 214 Laurensius Arliman S, “Perlindungan Hukum Bagi Anak dalam Prespektif
Pancasila dan Bela Negara”Jurnal Unifikasi, Volume 5, Nomor 1, 2018, hlm. 67 215Laurensius Arliman S, “Fungsi Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kota Padang” Jurnal Ilmiah Hukum De’Jure, Volume 1, Nomor 2, 2017, hlm. 78 216 Titik Triwulan Tutik, Op.cit., hlm 128-131
89
Berjalannya waktu setelah Presiden mengeluarkan
Supersemar kepada Soeharto yang dalam isinya memerintahkan
Letnan Soeharto agar mengambil tindakan guna menjamin
kemanan, ketenangan, dan kestabilan jalannya pemerintahan, demi
keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia. Berdasrakan
ketetapan MPRS No XIII/MPRS/1966, Letnan Soeharto diangkat
sebagai pemegang Supersemar pada tanggal 25 Juli 1966
membentuk Kabinet Ampera. Dibentuknya Kabinet Ampera ini
menandakan bergantinya Demokrasi Terpimpin dengan Demokrasi
Pancasila.217
2) Sistem pemerintahan periode orde baru tahun 1966-1999
Orde baru muncul menggantikan orde lama yang merunjuk
kepada era pemerintahan Presiden Soekarno, orde baru lahir
semenejak diterbitkannya Supersemar pada tahun 1966 yang
kemudian menjadi dasar legalistasnya. Tujuan orde baru adalah
meletakan kembali tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan
negara pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD NRI
1945.218Pemerintahan orde baru dimulai tahun 1966-1998 dengan
diterbitkannya Supersmar, yang kemudian disalah artikan sebagai
surat pemindahan kekuasan. Tanggal 27 Maret 1968 Soeharto
diangkat sebagai presiden berdasarkan ketetapan MPRS Nomor
217 Laurensius Arliman S, Op.cit., hlm. 84 218 Kusnul Konik, “Peran Soeharto di Indonesia pada Masa Pemerintahan Orde Baru
(1966-1998), Artikel Skripsi, 2015, hlm. 5
http://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/aldaulah/article/download/52/37, diakses 29 April 2021,
2:45
90
XLIV/MPRS/1968.219Awal orde baru memberi harapan baru pada
pembangunan disegala bidang melalui program Pelita I, II, III, IV,
V serta pada masa orde berhasil menyelenggarakan pemilu tahun
1971, 1997, 1987, 1992 dan 1997.220
Sistem pemerintahan pada masa orde baru adalah sistem
pemerintahan presidensial, dengan bentuk pemerintahan Republik
dan UUD NRI 1945 sebagai undang-undang atau dasar konstitusi
yang berlaku pada saat itu. Berdasarkan sistem pemerintahan yang
berlaku pada orde baru tidak memiliki perubahan berarti dari era
orde lama, akan tetapi tetap ada beberapa perbedaan mendasar
apabil dilihat dari masa orde baru yang diubah karena dianggap
sebagai penyimpangan dari orde lama.221 Sistem pemerintahanpada
orde baru mengubah tatanan kehidupan rakyat dan negara
berlandaskan kemurnian pelaksanaan Pancasila serta UUD 1945
guna setiap kebijakan pemerintah. Beberapa pokok sistem
pemerintahan pada masa orde baru tercantum pada penjelasan
UUD NRI 1945 yang berlaku pada saat itu, diantaranya:
a. MPR pemegang kekuasaan tertinggi negara;
b. Presiden adalah penyelenggara pemerintahan tertinggi negara
dan berada dibawah MPR;
219 Ghalia Indonesia, Ketetapan-ketetapan MPR, 1983-1988, 1978-1983, Jakarta:
1986, hlm. 43 220 Arif Wijaya, “Demokrasi dalam Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia”
Jurnal Hukum dan Perundangan Islam, Volume 4, Nomor 1, April, 2014, hlm. 141 221Sayid Anshar, “Konsep Negara Hukum dalam Prespektif Hukum Islam” Journal
Soumatera Law Review, Volume 2, Nomor 2, 2019, hlm.
91
c. Presiden dibantu oleh Menteri dan tidak bertanggung jawab
kepada DPR;
d. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR;
e. Kekuasaan Kepala Negara atau Presiden tidak terbatas.222
Pelaksanaan pemerintahan pada era orde baru pada
prakteknya menyimpang dari pokok-pokok awalnya, dimana
kekuasaan dipegang penuh oleh Presiden. Hampir semua
kewenangan Presiden yang diatur dalam UUD NRI 1945 dilakukan
tanpa keterlibatan pertimbangan dan persetujuan DPR sebagai
wakil rakyat. Penyelenggaraan sistem pemerintahan demikian
dapat berdampak positif apabila dengan kendali ditangan Presiden
maka seluruh penyelenggaraan pemerintahan bisa dikendalikan
dengan lebih solid, akan tetapi tanpa adanya persetujuan dan
pengawasan dari DPR maka kewenangan tersebut menjadi mudah
disalah gunakan.223
e. Sistem Pemerintahan pada Periode berlakunya UUD NRI 1945
(1999- Sekarang)
Pokok pikiran baru muncul saat diterapkannya kembali UUD
NRI 1945 di Indonesia, diantaranya adalah:
a. Penegesan dianutnya cita demokrasi dan nomokrasi secara
sekaligus dan saling melengkapi secara komplamenter;
b. Prinsip “check and balances” dan pemisahan kekuasaan;
222 Laurensius Arliman S, Op.cit., hlm. 84-84 223Ibid.,
92
c. Pemurnian sistem pemerintahan presidensial;
d. Penguatan cita persatuan dan keragaman dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).224
Terjadinya Reformasi di Indonesia pada tahun 1999
menyebabkan banyak perubahan di Indonesia, diantaranya terhadap
sistem pemerintahan dan praktek ketatanegaraan. Gagasan tersebut
dituangkan dalam amandemen UUD NRI 1945 periode pertama
sampai keempat. 225 Ketidaksempurnaan pada konstitusi yang
merupakan hasil karya manusia merupakan sesuatu yang
pasti. 226 Wajar apabila terjadi perubahan-perubahan pada konstitusi
Indonesia atau amandemen konstitusi dimaksudkan untuk negara
Indonesia benar merupakan pemerinyahan yang konstitusional. 227
Perubahan UUD NRI 1945 dilakukan secara bertahap dan menjadi
salah satu agenda Sidang Tahunan MPR dari tahun 1999-2002
bersamaan dengan kesepakatan dibentuknya Komisi Konstitusi yang
bertugas melakukan pengkajian secara komperensif tentang perubahan
UUD NRI 1945 dan berdasarkan pada ketetapan MPR Nomor
1/MPR/2002 tentang pembentukan Komisi Konstitusi.228
224Dinory Marganda Aritonang, “Penerapan Sistem Presidensial di Indonesia Pasca
Amandemen UUD 1945” Jurnal Mimbar Hukum, Volume 22, Nomor 2, Juni, 2010, hlm. 391 225Ibid., 226 G. Lowell Field, Government In Modern Society, London: McGraw-Hill Book
Company, 1951, hlm. 116 227Sri Jutmini, et.al., Pendidikan Kewarganegaraan, Solo: Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2004, hlm. 146 228 Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum Yang Demikratis, Jakarta: Mahkamah
Konstitusi, 2008, hlm. 270
93
Alasan dilakukannya amandemen UUD NRI 1945 adalah
pertama, UUD NRI 1945 disusun pada masa persiapan kemerdekaan
Indonesia dalam situasi yang serba mendesak, maka terdapat beberapa
pasal yang tidak sesuai dengan situasi dan persoalan kenegaraan
sekarang. Alasan mendasar yang kedua, adalah adanya penafsiran para
pemimpin terdahulu pada masa orde baru tehadap beberapa pasal yang
diarahlan untuk kepentingan pribadi. 229 Landasan dilakukannya
amandemen UUD NRI 1945 adalah:
a. Pasal 1 Tap MPR No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa
Jabatan Presiden dan Wakil Presiden;
b. Pasal 37 UUD NRI 1945 tentang Wewenang MPR untuk
mengubah UUD NRI 1945;
c. Tap MPR No. IX/MPR/1999 tentang Penugasan BP MPR RI
untuk Melanjutkan Perubahan UUD NRI 1945.230
Melihat bagaimana sistem pemerintahan yang diterapkan di
Indonesia setelah amandemen, maka diperlukan penjabaran dan
analisis UUD NRI 1945 yang berlaku sejak terjadinya perubahan yaitu
pada tanggal 19 Oktober 1999.231
1) Perubahan Pertama UUD NRI 1945
Perubahan periode pertama terjadi karena adanya tuntutan
reformasi, berkenaan dengan reformasi konstitusi, sebagaimana
229 Wesley Liano Hutasoit, “Analisa Perbandingan Amandemen UUD 1945
Perubahan Pertama Tahun 1999 Sampai Perubahan Ke-Empat Tahun 2002” Jurnal Dosen
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda, hlm. 11 230Ibid., 231 Titik Triwulan Tutik, Op.cit., hlm. 164
94
diketahui bahwa sebelum terjadinya amandemen UUD NRI 1945
kedudukan kekuasaan Presiden sangat dominan terlebih dalam
penyelenggaraan negara parameter dalam hal ini adalah pada saat
kurun waktu demokrasi terpimpin. 232 Sri Soemantri mengatakan
bahwa amandemen UUD NRI 1945 dilakukan dengan beberapa
upaya, antara lain:
a. Mengurangi atau mengedalikan kekuasaan Presiden;
b. Hak legislasi dikembalikan kepada DPR, sedangkan Presiden
berhak mengajukan RUU kepada DPR.233
2) Perubahan Kedua UUD NRI 1945
Perubahan periode kedua dilakukan dengan mencakup pada
substansi, antara lain meliputi:
a. Pemerintahan daerah;
b. Wilayah negara;
c. Warga negara dan penduduk;
d. Hak asasi manusia;
e. Pertahanan dan keamanan negara;
f. Bendera, bahasa, lambang negara dan lagu kebangsaan;
g. Lembaga DPR khususnya tentang keanggotaan, fungsi, hak,
dan tata cara pengisiannya.234
232Ibid., 233 Sri Soemantri, Op.cit, hlm. 234 Titik Triwulan Tutik, Op.cit., hlm. 165
95
3) Perubahan ketiga UUD NRI 1945
Perubahan ketiga dilakukan pada Rapat Paripurna MPR-RI ke-
7 pada tanggal 9 November 2001 Sidang Tahunan MPR RI.
Perubahan ketiga UUD NRI 1945 memperlihatkan bahwa sistem
pemerintahan yang dianut adalah benar-benar sistem pemerintahan
presidensial. Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial Republik
Indonesia terlihat pada
a. prosedur dan mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden yang dipilih dalam satu pasangan secara langsung
oleh rakyat;
b. sistem pertangungjawaban Presiden dan Wakil Presiden
sebagai lembaga eksekutif yang tidak lagi kepada MPR, karena
MPR tidak lagi dimanifestasikan sebagai pelaksana kedaulatan
rakyat.235
Sri Soemantri berpendapat bahwa perubahan ketiga UUD
NRI 1945 dilakukan menurut teori konstitusi dalam hal ini adalah
terhadap susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar. 236
Substansi perubahan amandemen ketiga meliputi, diantaranya
sebagai berikut:
a. kedudukan dan kekuasaan MPR;
b. eksistensi negara hukum Indonesia;
235Ibid., hlm. 3 236 Sri Soemantri, “Kekuasaan dan Sistem Pertanggungjawaban Presiden Pasca
Perubahan UUD 1945”, Makalah Seminar Sistem Pemerintahan Indonesia Pasca Amandmen
UUD 1945, hlm. 8
96
c. jabatan Presiden dan Wakil Presiden termasuk mekanis
mepemilihan;
d. pembentukan lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia;
e. peraturan tambahan bagi lembaga DPK;
f. pemilu.237
4) Perubahan Keempat UUD NRI 1945
Perubahan keempat UUD NRI 1945 dilakukan dengan
menggunakan pasal 37 UUD NRI 1945 pra-amandemen yang
dilakukan oleh MPR, perubahan keempat menghasilkan sembilan
pasal substansial, antara lain meliputi:
a. Keanggotaan MPR;
b. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahap kedua;
c. Kemungkinan Presiden danWakil Presiden berhalangan;
d. Kewenangan Presiden;
e. Keuangan negara dan bank sentral;
f. Pendidikan dan kebudayaan;
g. Perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial;
h. Aturan tambahan dan aturan peralihan;
i. Kedudukan penjelasan UUD NRI 1945.238
237 Titik Triwulan Tutik, Op,cit., hlm. 3 238Ibid., hlm. 4
97
Sistem pemerintahan presidensial yang diterapkan di
Indonesia sebelum perubahan UUD NRI 1945, memiliki 7 kunci
pokok sistem pemerintahan sebagai berikut:
a. Negara yang berdasarkan atas hukum;
b. Sistem konstitusional;
c. MPR memegang kekuasaan tertinggi negara;
d. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan yang tertinggi
berada dibawah MPR;
e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR;
f. Menteri bertugas sebagai pembantu presiden dan tidak
bertanggung jawab kepada DPR;
g. Kekuasaan kepala negara tidak terbatas.239
Ketentuan sistem pemerintahan Presidensial Indonesia
sebelum amandemen UUD NRI 1945 tertera dalam Pasal-Pasal,
yang diantaranya sebagai berikut:
a. Pasal 4 Ayat (1) yang berbunyi:
“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”
b. Pasal 5 Ayat (1) yang berbunyi:
“Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama
lima tahun, sesudahnya dapat dipilih kembali dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”
239Fernandes Raja Saor, “Sistem Pemerintahan Indonesia Sebelum dan Sesudah
Amandemen” hlm. 1, 2008, Artikel dalamhttps://raja1987.blogspot.com, diakses 3 Mei 2021,
2:02
98
c. Pasal 6 Ayat (2) yang berbunyi:
“Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat”
d. Pasal 7 yang berbunyi:
“Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama
lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali”
Lembaga negara atau lembaga pemerintahan dalam sistem
pemerintahan presidensial Indonesia sebelum amandemen UUD
NRI 1945 terdiri dari 6 lembaga, diantaranya MPR, DPR, Presiden,
DPA, BPK, dan MA lembaga-lembaga tersebut memegang
kekuasaan negara berdasarakan ajaran trias politika, yaitu:
a. Lembaga Legislatif (Kekuasaan membuat Undang-Undang)
Kekuasaan legislatif berdasarkan UUD NRI 1945
sebelum amandemen terdiri dari MPR dan DPR, MPR
berdasarkan pasal 3 UUD NRI 1945 sebelum amandemen
bertugas menetapkan Undang-Undang Dasar. DPR
berdasarakan pasal 20, 21, 22 bertugas menyetujui memajukan
rancangan undang-undang dan peraturan pemerintah pengganti
undang-undang.
b. Lembaga Eksekutif (Kekuasaan melaksanakan Undang-
Undang)
Kekuasaan eksekutif berdasarkan UUD NRI 1945
sebelum amandemen terdiri atas Presiden, fungsi Presiden
99
sebelum amandemen UUD NRI 1945 dapat dilihat dari Pasal-
Pasal berikut:
a) Presiden memegang kekuasaan pemerintahan (Pasal 4
Ayat 1);
b) Memegang kekuasaan atas Angkatan Darat, Angkatan
Udara, Angkatan Laut (Pasal 10);
c) Menyatakan perang (Pasal 11);
d) Menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12);
e) Mengangkat dan menerima duta dan konsul (Pasal 13);
f) Memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi (Pasal 14);
g) Memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan
(Pasal 15).
c. Lembaga Yudikatif (Kekuasaan kehakiman)
Kekuasaan yudikatif berdasarkan UUD NRI 1945 sebelum
amandemen terdiri atas MA dan diatur dalam Pasal 24 tentang
kekuasaan kehakiman.
d. Lembaga Konsulatif
Kekuasaan konsulatif bertugas memberikan nasehat dan
pertimbangan kepada eksekutif selaku pelaksana undang-
undang. Berdasarkan UUD NRI 1945 sebelum amandemen
kekuasaan konsulatif dipegang oleh DPA dan diatur dalam
Pasal 16.
100
e. Lembaga Eksaminatif
Kekuasaan eksaminatif berugas untuk melakukan
pemeriksaan keuangan negara. Beradasarkan UUD NRI 1945
sebelum amandemen dipegang oleh BPK dan diatur dalam
Pasal 23.240
Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan sebelum
amandemen UUD NRI 1945, sistem pemerintahan yang digunakan
di Indonesia adalah sistem pemerintahan presidensial. Sistem
pemerintahan ini dijalakan pada masa pemerintahan orde baru,
dengan ciri dari sistem pemerintahan presidensial pada periode ini
adalah adanya kekuasaaan yang amat sangat besar dilembaga
kepresidenan. Kewenangan Presiden yang diatur dalam UUD NRI
1945 sebelum perubahan banyak yang dilakukan tanpa
pertimbangan dan persetujuan dari DPR, kekuasaan presiden dalam
hal ini sangat besar dan cenderung disalahgunakan. 241 Sistem
pemerintahan presidensial Indonesia sebelum perubahan UUD NRI
1945 apabila diukur dari syarat-syarat yang ada salam sistem
pemerintahan presidensial, maka Indonesia tidak menerapkan
sistem pemerintahan presidensial secara murni dikarenakan sistem
presidensial yang digunakan Indonesia pada periode ini bukan
240 Efi Yulistiowati, et.al., “Penerapan Konsep Trias Politica dalam Sistem
Pemerintahan Republik Indonesia: Studi Komparatif Atas Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Sebelum dan Sesudah Amandemen” Jurnal Dinamika Sosial Budaya, Volume 18, Nomor 2,
Desember, 2018, hlm. 334-335 241 Rosalinda, “Kajian Terhadap Sistem Pemerintahan dan Prakteknya Menurut
Undang-Undang Dasar Tahun 1945” Journal IAIN Manado, Volume 10, Nomor 1, 2012, hlm.
4-5
101
merupakan suatu konsekuensi yang diadakan karena UUD NRI
1945 menganut ajaran trias politika. 242 Berdasarkan pengalaman
tersebut, reformasi yang harus dilakukan adalah melakukan
perubahan atau amandemen atas UUD NRI 1945. Perubahan atau
pengamandemennan UUD NRI 1945 menjadikan konstitusi yang
bersifat konstitusional yang diharapkan dapat membentuk sistem
pemerintahan presidensial yang lebih baik dari periode
sebelumnya, amandemen yang dilakukan oleh MPR sebanyak
empat kali tersebut dijadikan sebagai pedoman bagi sistem
pemerintahan Indonesia sekarang ini.243
Perubahan atau amandemen yang dilakukan oleh MPR
terhadap UUD NRI 1945 dilaksanakan dengan beberapa
kesepakatan dari Panita Ad Hoc, antara lain sebagai berikut:
a. Tidak mengubah pembukaan UUD NRI 1945, sistematika,
aspek kesejarahan dan keasliannya;
b. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI);
c. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial;
d. Penjelasan UUD NRI 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif
dalam penjelasan dimasukan kedalam Pasal-Pasal;
242 Moh. Kusnardi, et.al., op.cit., hlm. 179 243 Rosalinda, Op.cit., hlm. 6
102
e. Perubahan dilakuakan dengan cara adendum.244
Setelah dilakukan amandemen UUD NRI 1945 terjadi
purifikasi atau pemurnian terhadap sistem pemerintahan
presidensial Indonesia, menurut Aulia A Rachman setidaknya MPR
memiliki alasan untuk melakukan pemurnian terhadap sistem
pemerintahan presidensial Indonesia, antara lain sebagai berikut:
a. Sistem pemerintahan presidensial adalah aliran pemikiran para
pendiri bangsa meskipun merupakan suatu “sistem sendiri”;
b. Penerapan sistem pemerintahan parlementer pada perode
UUDS 1950 memberikan pengalaman traumatis;
c. Sistem pemerintahan parlementer adalah aliran demokrasi
liberal;
d. Stabilitas pemerintahan dapat dicapai melalui sistem
pemerintahan presidensial;
e. Pemilihan presiden secara langsung dapat memperkuat
legitimasi pemerintahan.245
Penguatan sistem pemerintahan presidensial di Indonesia
setelah dilakukannya amandemen UUD NRI 1945 terdapat
beberapa substansi, meliputi:
244Angel Jeane d’arc sofia Mamahit, “Pergeseran Kekuasaan Legislatif Sebelum dan
Sesudah Amandemen UUD 1945” Jorunal Lex Administratum, Volume III, Nomor 2, April-
Juni, 2014, hlm. 99 245Aulia A Rachman, “Sistem Pemerintahan Presidensial Sebelum dan Sesudah
Perubahan UUD 1945: Studi Ilmiah Tentang Tipe Rezim, Tipe Institusi dan Tipe Konstitusi”
Jakarta: FH UI, 2007, hlm. 378-380
103
a. Pembatasan masa jabatan presiden;
b. Penguatan check and balances dengan menambah kewenangan
pada parlemen;
c. Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat;
d. Presiden dan Wakil Presiden dicalonkan bersama-sama;
e. Presiden dijatuhkan dengan didahului alasan pelanggaran
hukum.246
Ketentuan-ketentuan sistem pemerintahan presidensial di
Indonesia dalam UUD NRI 1945 setelah amandemen diantaranya
terdapat dibeberapa pasal, antara lain:
a. Pasal 6A Ayat 1 UUD NRI 1945 berbunyi:
“Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu
pasangan secara langsung oleh rakyat”
b. Pasal 7 UUD NRI 1945 berbunyi:
“Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama
lima tahun, dan sesudahnya dapat dilih kembali dalam
jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”
c. Pasal 7C UUD NRI 1945
“Presiden tidak dapat membekukan dan atau
membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat”
d. Pasal 14 Ayat 1 UUD NRI 1945
“Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan
memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung”
246Satriansyah Den Retno Wardana, “Penataan Sistem Pemerintahan Presidensial
Melalui Konfigurasi Pemilihan Umum Serentak di Indonesia” Skripsi Fakultas Hukum
Universitas Muhamadiyah Sumatera Utara, 2020, hlm. 50-51
104
e. Pasal 14 Ayat 2 UUD NRI 1945
“Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Rakyat”
f. Pasal 17 Ayat 2 UUD NRI 1945
“Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden”247
Pokok-pokok sistem pemerintahan presidensial Indonesia
Indonesia setelah amandemen UUD NRI 1945 mencakup beberapa
point-point penting diantaranya sebagai berikut:
a. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang
luas, wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi;
b. Bentuk pemerintahan adalah republik dan mengunakan sistem
pemerintahan presidensial;
c. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan;
d. Kabinet atau menteri diangkat oleh Presiden dan bertanggung
jawab kepada Presiden;
e. Parlemen terdiri atas parlmen dua kamar atau bikameral, terdiri
atas DPR dan DPD. Para anggota dewan merupakan anggota
MPR, serta DPR memiliki kekuasan legislatif dan kekuasaan
mengawasi jalannya pemerintahan;
f. Kekuasaan Yudikatif dijalankan oleh MA dan MK.248
247Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan
UUD 1945 dengan delapan Negara Maju, Jakarta: Kencana, 2009, Cet. Ke 1, hlm. 59-60 248 Nisfu Sya’ban, “Sistem Pemerintahan Indonesia Sebelum dan Sesudah
Amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945” Skipsi Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Mataram, 2020, hlm. 24-25
105
Indonesia menerapkan sistem pemerintahan presidensial pada
periode setelah amandemen atau perubahan UUD NRI 1945
dibuktikan dengan adanya pemisahan kekuasaan antara cabang
legislatif dan eksekutif. Pemisahan kekuasaan kedua cabang
tersebut merupakan indikator penting dari adanya penerapan sistem
pemerintahan presidensial di Indonesia setalah perubahan UUD
NRI 1945.249 Pemisahan kekuasaan cabang legislatif dan cabang
eksekutif dapat dilihat pada periode sebelum amandemen UUD
NRI 1945 dan periode setelah amandemen UUD NRI 1945
merupakan suatu bukti atau indikator dari diterapkannya sistem
pemerintahan presidensial di Indonesia. 250 Lembaga negara atau
lembaga pemerintahan dalam sistem pemerintahan presidensial
Indonesia setelah amandemen UUD NRI 1945 terdiri dari tujuh
lembaga, diantaranya adalah MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK,
MA, dan MK lembaga-lembaga tersebut memegang kekuasaan
negara masing masing, yaitu:
249 Fitra Arsil, Teori Sistem Pemerintahan: Pergeseran Konsep dan Saling
Konstribusi Antar Sistem Pemerintahan di Berbagai Negara, Depok: Rajawali Pres, 2017, Cet.
ke 1, hlm. 230 250Ibid., hlm. 231
106
a. Lembaga Legislatif
Kekuasaan pembuat undang-undang berdasarkan UUD
NRI 1945 setelah perubahan terdiri dari MPR, DPR, dan DPD,
dimana dalam UUD NRI 1945 pasca perubahan Pasal-Pasal
terkait MPR terdapat pada Pasal 2 dan Pasal 3 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Pasal-pasal terkait DPR terdapat
dalam Pasal 19, Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 21, Pasal 22, Pasal
22A, Pasal 22B tentang Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal-pasal
terkait DPD diatur dalam Pasal 22C dan Pasal 22D tentang
Dewan Perwakilan Daerah.
b. Lembaga Eksekutif
Kekuasaan melaksanakan undang-undang berdasarkan
UUD NRI 1945 setelah perubahan dijalankan oleh Presiden,
dimana dalam UUD NRI 1945 setelah perubahan pasal-pasal
terkait Presiden terdapat dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal
6A, Pasal 7, Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 7C, Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal
16.
c. Lembaga Yudikatif
Kekuasaan melaksanakan kehakiman berdasarkan UUD
NRI 1945 setelah perubahan terdiri atas MA dan MK, dimana
dalam UUD NRI 1945 setelah perubahan pasal-pasal terkait
107
MA dan MK terdapat dalam Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B,
Pasal 24C, Pasal 25 tentang Kekuasaan Kehakiman.
d. Lembaga Eksaminatif
Kekuasaan terhadap pemeriksaan keuangan negara
berdasarkan UUD NRI 1945 setelah perubahan dijalankan oleh
BPK, dimana dalam UUD NRI 1945 setelah perubahan
terdapat dalam Pasal 23E, Pasal 23F, Pasal 23G tentang Badan
Pemeriksa Keuangan.251
2. Sistem Pemerintahan Negara Republik Perancis
Revolusi Perancis mendasari peristiwa-peristiwa yang mendasari
pergerseran sosial dan budaya politik, Revolusi Perancis juga mendasari
pembentukan paham-paham seperti liberalisme, demokrasi dan
nasionalisme yang berdampak pada kedaulatan dan sistem pemerintahan
yang diretapkan di negara Perancis. 252 Revolusi Perancis adalah sebuah
proses atau perubahan yang terjadi terhadap bidang sistem pemerintahan
atau ketatanegaaran dan kemasyarakatan yang terjadi di Perancis. Dampak
Revolusi Perancis terhadap bidang sistem pemerintahan yaitu adanya
perubahan kekuasaaan dari seorang Raja yang bersifat absolut menjadi
pemerintahan yang demokrasi menurut Undang-Undang Dasar serta
memiliki Dewan Perwakilan Rakyat. Revolusi Perancis dimulai pada masa
251 Efi Yulistiowati, et.al.,Op.cit., hlm. 335-336 252Sandy Kurnia Christmas, et.al., “Perkembangan dan Sistem Pemerintahan dan
Konsep Kedaulatan Pasca Revolusi Perancis Terhadap Hukum Internasional” Jurnal
Pembangunan Hukum Indonesia, Volume 2, Nomor 2, 2020, hlm. 222
108
pemerintahan kekuasaan Raja Louis IV. 253 Revolusi Perancis terjadi
disebabkan karena beberapa faktor, dintaranya adalah konflik politik yang
semakin memburuk, keadaan ekonomi dan kesewenang-wenangan Raja,
kehidupan sosial, dan kemunculan dan perkembangan paham-paham baru di
negara Perancis.254
Sejarah Revolusi Perancis terbagi dalam 6 periode, dikarenakan pada
masa pemerintahan Raja Louis XVI di negara Perancis terjadi keterpurukan
ekonomi akibat kesalahan gaya hidup pejabat dan Raja dilingkungan
pemerintahan Perancis pada masa ini, untuk mengatasi hal tersebut pada
tanggal 5 Juni 1789 Raja Louis XVI mengadakan musyawarah dengan
mengundang Etats Generux yang terdiri dari 291 kalangan bangsawan, 300
ulama gereja atau pendeta, 610 golongan rakyat jelata guna mengatasi krisis
ekonomi, akan tetapi musyawarah tersebut berujung pada perdebatan dan
pertentangan. Adapun 6 periode tersebut adalah sebagai berikut:255
a. Masa Konstituante 1789-1791
Pada perkembangan masa ini telah terjadi sidang pada tanggal 17
Juni 1789, sidang tersebut mengerucutkan tujuan untuk membuat
Undang-Undang Dasar Perancis, sisi dan kondisi yang mencekam
menyebabkan rancangan Undang-Undang Perancis dilakukan secara
sembunyi-sembunyi dan diumumkan pada tanggal 27 Agustus 1789,
dalam perkembangannya tanggal 14 Juli 1790 sistem pemerintahan
253 Ratna Puspitasari, “Revolusi Perancis, Revolusi Industri Perancis, Restorasi
Meiji” Modul Pertemuan dan Perkemangan Masyarakat Global, 2017, hlm. 2 254Ibid., 255Ibid., hlm. 4
109
monarki absolute kerajaan Perancis pada masa ini berubah menjadi
kerajaan konstitusi.
b. Masa Legislatif 1791-1792
Tuntutan dan perjuangan rakyat kecil pada masa ini
menghendaki akan adanya perubahan dari sistem pemerintahan dari
kerajaan konstitusional menjadi negara republik, perjalanan Revolusi
Perancis pada periode masa ini ditandai dengan dibentuknya
pemerintahan baru yang dipimpin oleh rakyat serta pada
perkembangannya pemerintahan ini kemudian dikenal dengan nama
Konvensi Nasional.
c. Masa Konvensi Nasional 1792-1795
Perkembangan pada periode masa ini, masyarakat Perancis yang
tergabung dalam Partai Montagne membubarkan sistem pemerintahan
kerajaan menjadi negara republik pada tahun 1792, hal ini semakin
memberi warna dalam perjalanan Revolusi Perancis.
d. Masa Directorie 1795-1799
Masa pemerintahan Prancis pada periode ini terdiri dari para
kaum borjuis yang berusaha memenangkan situasi dengan membentuk
Dewan Pimpinan Pusat di Bidang Eksekutif, dengan tujuan agar
rakyat beranggapan bahwa demokrasi yang dicita-citakan berjalan
dengan baik dan lancar. Disisi lain golongan bangsawan yang
menduduki kursi legislatif semakin kuat, golongan bangsawan
memiliki paham monarki sehingga menimbulkan kecemasan kaum
110
borjuis dan rakyat Perancis, sehingga pada saat itu rakyat Perancis
mengharapkan pemimpin baru seperti Napoleon Bonaparte.
e. Masa Konsulat 1799-1804
Masa konsulat dipimpin oleh Napoleon Bonaparte yang telah
mengambil alih pimpinan tertinggi Perancis pada tanggal 9 November
1799, Napoleon Bonaparte berhasil membubarkan sistem
pemerintahan Directoire dan mengusung sistem pemerintahan
Konsulat.
f. Masa Kekaisaran 1804-1815
Keberhasilan Napoleon Bonaparte dalam mempersatukan semua
golongan di Perancis membuat Paus VII mengangkat Napoleon
Bonaparte sebagai kaisar, kekuasaan kekaisarannya berlangsung pada
tahun 1804 hingga 1815. Masa pemerintahaan kekaisaran Napoleon
Bonaparte memberikan kebebasan terhadap rakyat pada bidang
perdagangan, pendidikan, dan agama. Napoleon Bonaparte tetap
menganut sistem absolut dengan kepemimpinan secara turun-temurun
sehingga hal tersebut dikenal dengan dinasti Napoleon.256
Terjadinya Revolusi Perancis memiliki banyak dampak terhadap
keberlangsungan sistem pemerintahan Perancis sendiri maupun bagi negara
negara lain, dengan terjadinya Revolusi Perancis tumbuh pula beberapa
paham-paham baru seperti demokrasi, parlementer, republik.257 Runtuhnya
kekuasaan absolut Raja Louis XVI dengan Kekuatan Rakyat “People
256Ibid., hlm 4-6 257Ibid., hlm 7
111
Power” melahirkan sistem pemerinyahan yang modern dengan menjunjung
kedaulatan rakyat dan memberikan persamaan hak pada setiap warga, hal
tersebut dimulai dengan adanya Revolusi Perancis, sertaRevolusi Perancis
menjadi tonggak dan inspirator guna mewujudkan negara dan pemerintahan
yang lebih modern sekarang ini, dengan konsep doktrin negara demokrasi
“Liberty, Egalite, et Fraternite”.258 Dorongan tradisi Revolusi Perancis pada
tahun 1789 mendorong terbentuknya Republik Perancis dengan adanya
kesadaran masyarakat Perancis terhadap kemerdekaan, persamaan dan
persaudaraan sebagaimana tertulis dalam semboyan “Liberty, Egalite, et
Fraternite” semboyan tersebut merupakan landasan dari perubahan
pemerintahan Monarkhi menjadi pemerintahan Republik. Kedaulatan rakyat
dan martabat individu menjadi dasar pemerintahan Republik.259
Tabel 3. 2
Perkembangan bentuk pemerintahan Prancis sejak 1789
1789–1792
Monarki
konstitusional
Kekuasaan Raja dibatasi oleh Majelis Nasional
1792–1804
Republik Pertama
Majelis Nasional terpilih, tetapi kekuasaan politik berturut-
turut berada pada Komite Keamanan Publik (1793–95),
Direktorat (1795–1999), dan Konsulat (1799–1804)
1804–1804
Kerajaan Pertama
Pemerintahan Napoleon I, disahkan oleh pemungutan
suara
258Joni Dawud, “Sistem Pemerintahan Semi Parlemeter dan Semi Presidensial di
Perancis” Jurnal Wacana Kinerja, Volume 2, Nomor 8, hlm. 60 259 Kotan Y. Stefanus, Makna Kekuasaan Pemerintah Negara Menurut Bab III
Undang-Undang Dasar 1945 dan Hubungannya dengan Lembaga Keprisedenan Republik
Indonesia, Bandung:Unpad, 2000, hlm. 147
112
1814–1830
Monarki restorasi
Monarki Bourbon dari Louis XVIII dan Charles X,
ditambah parlemen dengan kekuasaan terbatas
1830–1848
Monarki Orleanist
Monarki Konstitusional dengan menteri yang bertanggung
jawab kepada parlemen yang dipilih oleh rakyat terbatas
1848–1852
Republik Kedua
Majelis Nasional dan Presiden dipilih secara langsung oleh
rakyat laki-laki dewasa universal
1852–1870
Kekaisaran Kedua
Pemerintahan Napoleon III, disahkan oleh pemungutan
suara, dengan konsesi ke parlementerisme dari tahun 1869
1870–1940
Republik Ketiga
Kamar Deputi dipilih oleh rakyat universal langsung;
Senat yang dipilih secara tidak langsung; Presiden dan
Perdana Menteri yang lemah
1940–1944
Vichy
Pemerintahan pribadi Marsekal Philippe Pétain, dibatasi
oleh pendudukan Jerman di Prancis
1944–1946
Pemerintahan pasca-
perang sementara
Majelis Konstituante satu kamar, dipilih oleh rakyat
dewasa universal langsung (termasuk pemilih wanita)
1946–1958
Republik Keempat
Secara luas sebanding dengan Republik Ketiga, dengan
Senat yang lebih lemah
1958–
Republik Kelima
Presiden, Perdana Menteri dan Pemerintah, Majelis
Nasional, Senat.260
260 Andrew Knapp, et al., The Government and Politics of France, Abingdon:
Routledge 2 Park Squere, 2006, hlm. 3
113
Kegagalan pemerintahan Republik keempat Perancis membuat perang
saudara terjadi di negara Perancis pada Mei 1958, kegagalan tersebut adalah
ketidakmampuan pendahulunya untuk memberikan sistem pemerintahan
yang stabil di Perancis. 261 Kegagalan pemerintahan Republik keempat
Perancis 1946-1958 melahirkan pemerintahan baru di Perancis yaitu,
pemerintahan Republik kelima Perancis lahir pada tahun 1958 yang
sebagian besar merupakan hasil karya Jendral de Gaulle sebagai Presiden
pertama dan Michael Debre sebagai Perdana Menteri. Konstitusi Perancis
bersifat parlementer, akan tetapi pada lembaga eksekutif diberikan
kekuasaan yang relatif luas. 262 Konstitusi 1958 pemerintahan Republik
kelima Perancis berprinsip dasar “Parliamentary Sovereignty” atau disebut
juga dengan kedaulatan parlementer. 263 Konstitusi yang berlaku pada
pemerintahan Republik Perancis kelima adalah Konstitusi 1958 atau
Konstitusi Gaulle, Konstitusi tersebut menggantikan Konstitusi sebelumnya
dari pemerintahan Perancis Republik keempat. 264 Ciri dari Konstitusi
Gaulleatau disebut juga dengan Constitution of Ocktober 4, 1958 sebagai
Konstitusi baru pemerintahan Republik kelima Perancis adalah dimana:
261Ibid., hlm 262 Ardhendu, “Political System of France” artikel at
http://www.Iscollege.ac.in/sites/default/files/econtent/France%20politics%20BA%201%20Ard
hendu.pdf, hlm. 1, diakses 9 Mei 2021, 4:29 263 John A Rohr, Founding Republic in France and America: A Study in
Counstitutional Goverence, University Press: University of Kansas, 1995, hlm. 10 264Herman Finer, The Major Government of Modern Europe, New York: Evanstone
and London, 1962, hlm. 202
114
a. Kedudukan eksekutif yang diperkuat;
b. Peningkatan ketidakketergantugan kekuasaan kepemimpinannya;
c. Membatasi perilaku yang berlebih-lebihan partai politik dalam badan
legislatif.265
Sistem pemerintahan Republik kelima Perancis adalah sistem
pemerintahan semi presidensial atau aliran sistem pemerintahan yang
menunjukan sifat campuran dari sistem pemerintahan presidensial dan
parlementer. Berdasarakan Constitution of Ocktober 4, 1958, Kepala Negara
dan Kepala Pemerintahan diberikan hak istimewa yang sangat luas.266 Ciri-
ciri sistem pemerintahan Republik kelima Perancis adalah sebagai berikut:
a. Perancis adalah negara kesatuan;
b. Konstitusinya adalah tertulis;
c. Pemisahan kekuasaan sebagai berikut, eksekutif ditangan Presiden,
legislatif ditangan Parlemen, yudikatif ditangan Badan Kehakiman;
d. Parlemen adalah Bikameral;
e. Kabinet terdiri dari Dewan Menteri dan dipimpin oleh Perdana Menteri;
f. Dewan Menteri adalah suatu Dewan yang beranggotakan 9 orang yang
diangkat oleh Presiden, Ketua Assemblee, dan Ketua Senat.267
Sedangkan menurut Duverger sistem pemerintahan semipresidensial
yang diterapkan Republik kelima Perancis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
265S. Pamudji, Perbandingan Pemerintahan, Jakarta: Aksara, 1985, hlm. 64 266Malgorzata Madej, “Cohabitation: The Parliementary Aspect of The French Semi-
Preidential System” Jurnal Polish Political Science, Volume 37, 2008, hlm. 184 267 Sahya Anggara, Perbandingan Administrasi Negara, Bandung: CV Pustaka
Setia, 2012, Cet, ke 1, hlm. 202
115
a. Pusat kekuasaan berada pada suatu majelis perwakilan sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi;
b. Penyelenggaraan kekuasaan legilsatif adalah suatu badan perwakilan
yang merupakan bagian majelis perwakilan;
c. Presiden dipilih secara langsung maupun tidak langsung untuk masa
jabatan tertentu dan bertanggung jawab kepada majelis perwakilan;
d. Para Menteri sebagai bagian yang membantu kinerja Presiden dan
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.268
Menurut S.L Witman dan J.J Wuest prinsip dasar pemerintahan
negara Perancis sebagaimana diatur dalam Constitution of Ocktober 4, 1958
adalah sebagai berikut:
a. Perancis adalah negara yang tidak terbagi-bagi, sekuler, demokrasi dan
republik sosial;
b. Kedaulatan rakyat dibuktikan dengan pemilihan demokratis dan badan
perwakilan legislatif;
c. Berlakunya sistem multipartai dengan perwakilan dari beberapa partai
membentuk sebuah parlemen “oposisi” atau pemerintahan koalisi;
d. Pemisahan kekuasaan legislatif dan eksekutif dengan pembagian
kekuasaan yang lebih lanjut dimana Presiden dan Perdana Menteri
bertanggung jawab kepada parlemen;
268Effendi, P.D, “Dialog Kembali ke jati Diri Negara Semi-Presidensial” Artikel at
http://sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/, 2005, diakses 11 Mei 2021, 1:19
116
e. Keberadaan lembaga kehakiman, dimana terdapat sebuah sistem
pemisahan dari peradilan administrasi dan Dewan Konstitusi yang
melindungi kepentingan nasional dan hak-hak rakyat;
f. Kekuasaan pemerintah tersentralisasi, tetapi unit-unit wilayah bebas
untuk memimpin wilayahnya sendiri melalui Dewan Pemilihan dan
kondisi-kondisi lain dari otonomi daerah;
g. Perhatian besar diberikan kepada penempatan “martabat dan kebebasan
individu” sebagai landasan Declarations of the Rights of Man and
Citizen 1989. 269
Berdasarkan prinsip pemerintahan tersebut memberikan landasan bagi
penataan sistem ketatanegaraan Republik kelima Perancis dan diwujudkan
dalam 6 lembaga negara, yaituparlemen yang terdiri atas:
a. Dewan Nasional “National Assembly”;
b. Senat;
c. Presiden Republik;
d. Dewan Menteri “Governtment” yang dipimpin oleh Perdana Menteri;
e. Mahkamah Agung “Court of Cassation”;
f. Dewan Konstitusi “The Constitutional Council”;
g. Dewan Sosial dan Ekonomi.270
Republik kelima Perancis menganut sistem hybrid yang mengarah
kepada sistem pemerintahan semi presidensial, dimana diatur dalam
Constitution of Ocktober 4, 1958 Konstitusi Republik kelima Perancis
269 John J. Wuest, et al., Outline of Modern Eropean Governments (visualized), New
Jersey: Littlefield Adams and Co, 1964, hlm. 37-38 270Ibid.,
117
memberikan penguatan-penguatan kepada lembaga eksekutif yang dalam
hal ini adalah Presiden dan Perdana Menteri. 271 Eva Liu memberikan
pendapatnya tentang kondisi pemerintahan Perancis Republik kelima yaitu
sebagai berikut:
1. Republik kelima Perancis memiliki karateristik pemerintahan semi
presidensial, dimana terlihat dari dualisme eksekutif yang terbagi antara
Presiden dan Perdana Menteri;
2. Presiden adalah kepala negara yang menjabat selama 7 tahun yang
dipilih melalui pemilihan langsung. Fungsi dan kekuasaannya termasuk
inter alia sebagai pengawas pelaksanaan konstitusi, memimpin kabinet,
pelaksana undang-undang, mengusulkan referendum, membubarkan
parlemen, panglima tertinggi angkatan bersenjata, dan negosiator dan
peratifikasi perjanjian internasional;
3. Perdana Menteri adalah kepala pemerintahan yang diangkat oleh
Presiden setelah pemilihan legislatif untuk mengisi kedudukan di
Majelis Nasional. Fungsi dan kedudukannya mengatur kegiatan
pemerintah, bertanggung jawab terhadap pertahanan nasional,
memastikan penerapan hukum, dan melaksanakan peraturan dan
kekuasaan penunjukan tugas. Perdana Menteri juga memformulasikan
Dewan Menteri yang akan membantunya dalam pertimbangan
kebijakan dan keputusan;
271Pamudji, Op.cit., hlm. 72
118
4. Parlemen Perancis menganut sistem dua kamar yang terdiri dari Majelis
Nasional dan Senat. Parlemen berfungsi membuat undang-undang,
mengontrol anggaran pemerintah dan megawasi kebijakan pemerintah.
Anggota Majelis Nasional sipilih melalui pemilihan pemilihan umum
sedangkan Senat dipilih melalui electoral collage. Hanya Majelis
Nasional saja yang bisa memaksa pergantian pemerintah melalui mosi
tidak percaya, namun tidak satupun pemerintahan yang diganti melalui
mosi tidak peracaya selama berjalannya Republik kelima Perancis;
5. Kekuasaan eksekutif mendominasi legislatif dimana pemerintah
mengatur agenda parlemen, dan undang-undang pemerintahan menjadi
prioritas utama melalui undang-undang tersendiri. Pemerintah bahkan
dapat mengajukan undang-undang untuk disahkan tanpa memerlukan
masukan dari parlemen. Pengusulan undang-undang terbatas dalam 2
hari seminggu pada Majelis Nasional dan satu hari sebulan di Senat.
Pemerintah dapat mengumumkan anggaran melalui sebuah kebijakan
pemerintah apabila parlemen tidak menyetujui anggaran tersebut dalam
70 hari. Pemerintah bahkan bisa mendeklarasikan kebijaknnya dan
memaksa parlemen untuk menerima kebijakan tersebut walaupun mosi
tidak percaya telah sukses terlaksana;
6. Partai-partai politik bebas didirkan dan berjalan dibawah naungan
kosntitusi. Ketentuan pemilu membatasi jumlah dana yang bisa diterima
kandidat dan partai politik dari sumber donatur;
119
7. Amandemen konstitusi diatur dalam konstitusi itu sendiri, yang terdiri
atas beberapa bentuk persetujuan oleh parlemen dan referendum;
8. Telah terjadi 8 referendum sejak 1958, dimana 5 diantaranya terfokus
pada kebijakan luar negeri.272
Klasifikasi sistem pemerintahan semi presidensial pada negara
Perancis Republik kelima adalah sebagai berikut:
1. Berbentuk negara kesatuan;
2. Bentuk pemerintahan republik;
3. Sistem kabinet ministrial;
4. Bentuk legislatif bikamreal atau dua kamar;
5. Presiden sebagai kepala negara;
6. Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan.273
Republik kelima Perancis adalah negara yang berbentuk kesatuan,
Perancis menganut sistem pemerintahan semi presidensial, hal ini
dikarenakan dalam menjalan roda pemerintahannya Presiden bertindak
sebagai kepala negara dan dibantu Perdana Menteri dalam
pemerintahannya. 274 Republik kelima Perancis dalam menjalankan sistem
pemerintahan semi presidensial dimana Presiden sebagai Kepala Negara dan
dibantu Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan. Sistem
pemerintahan yang diterapkan di negara Perancis ini memiliki arti
272Eva Liu, “System of Government in Some Foreign Countries: France” Artikel at
http://www.legco.gov.hk diakses 22 Mei 2021, 15:41 273 Febriana Putri, “ Sistem Pemerintahan di Perancis” Artikel at Sribd
http://id.sribd.com/doc/242500273/Sistem-Pemerintahan-Di-Perancis diakses 22 Mei 2021,
16:00 274Ibid.,
120
penggabungan Presiden terpilih utuk menjalankan tugas-tugas politik
dengan Perdana Menteri yang memimpin kabinet dan bertanggung jawab
kepada parlemen. Perdana Menteri ditunjuk oleh Presiden dan bertanggung
jawab menjalankan tugas sehari-hari dalam urusan pemerintahan dalam
negeri, akan tetapi dengan catatan bahwa Presiden tetap menjalankan peran
pengawasan, bertanggung jawab untuk urusan luar negeri dan memiliki
kekuasaan dalam mengambil keputusan terkait hal-hal yang dianggap
darurat.275
Pemisahan kekuasaan yang terdapat pada sistem pemerintahan
semipresidensial Republik kelima Perancis dalam cakupan legislatif,
eksekutif, yudikatif memilki tugas, fungsi, wewenang yang berbeda-beda
pada setiap lembaga-lembaga.276
1) Kekuasaan Eksekutif
a) Presiden
Konstitusi Perancis saat ini memberikan kekuasaan lebih
pada badan eksekutif yang terdiri dari Presiden dan Perdana
Menteri. Presiden memiliki jabatan resmi sebagai Kepala Negara
dan merupakan Komandan Tertinggi di Angkatan Bersenjata
Nasional. Presiden dipilih langsung oleh rakyat dengan masa
jabatan 7 tahun.Satu dari kekuasaan paling penting yang dimiliki
275 M. Suha Saihu A.M, et al., Penyelenggaraan Pemilu di Dunia (Sejarah,
Kelembagaan, dan Praktik Pemilu di Negara Penganut Sistem Pemerintahan Presidensial,
Semipresidensial, dan Parlementer), Jakarta: DKKP RI, 2018, hlm. 276 I Nengah Suantara S. M, “Sistem Pemerintahan dan Pertanggungjawaban
Eksekutif” Artikel Dosen Universitas Udayana,
http://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penunjang_dir/9ac70dfee70a6257183b5c698c21f2.pdf,
diakses 11 Mei 2021, 1:31
121
Presiden adalah kewenangannya untuk membubarkan Majelis
Nasional dan mengadakan pemilihan baru atas badan legislatif.
Presiden bersama dengan Sidang Nasional dan Parliement
Sovereignity akan mengangkat Dewan Konstitusi.
Presiden juga diberi kewenangan untuk mengajukan beberapa
permasalahan kebijakan tertentu seperti perjanjian-perjanjian di
Uni Eropa ke dalam referendum nasional. Kekuatan Presiden dapat
dikatan kuat, karena walaupun Dewan Menteri tersebut, dan
Presidenlah yang mengetuai Sidang Kabinet (Sidang Menteri-
Menteri). Presiden memiliki fungsi sebagai:
(1) Presiden Republik harus menjalankan dan menaati UUD.
(2) Presiden sebagai penjamin, kemerdekaan nasional, kesatuan
wilayah dan hasil persetujuan serta perjanjian daerah.
(3) Presiden Republik dapat membubarkan dewan nasional setelah
berkonsultasi dengan perdana menteri dan para ketua dewan
nasional dan senat.
(4) Presiden menandatangani aturan-aturan dan dekrit yang telah
ditetapkan oleh dewan menteri.
(5) Presiden adalah angkatan perang.
b) Perdana Menteri
Perdana Menteri dipilih oleh Majelis Nasional. Perdana
Menteri disini merupakan kepala atas Dewan Menteri atau Kabinet
dimana kabinet-kabinet ini sendiri ditunjuk oleh Presiden dengan
122
rekomendasi dari Perdana Menteri. Perdana Menteri
bertanggungjawab atas kebijakan domestik.Perdana Menteri
bertanggungjawab atas kebijakan domestik.Perdana Menteri
menguasai otoritas signifikan sebagai pemimpin partai mayoritas
atau koalisi di dalam Majelis Nasional. Balance of Power (BoP)
antara Presiden dan Perdana Menteri tergantung pada Partai yang
berpengaruh dalam badan legislatif. Dalam artian, ketika Presiden
memiliki dukungan kuat dari mayoritas parlementer, maka ada
tendensi dimana Perdana Menteri akan berperan sebagai deputi dari
Presiden. Sebaliknya, jika partai yang menaungi Presiden
merupakan salah satu partai minoritas maka Presiden harus
menunjuk Perdana Menteri yang berasal dari salah satu partai dari
koalisi (partai mayoritas). Jika situasi ini terjadi maka akan tercipta
suatu power-sharing arrangement (kohabitasi) dimana Presiden
dan Perdana Menteri memiliki kecenderungan untuk mengawasi
pengaruh yang dimiliki satu sama lain.
2) Kekuasaan Legislatif
a) Majelis Nasional Perancis (National Assembly)
Majelis Nasional Perancis (National Assembly) adalah
majelis rendah Parlemen Perancis bikameral dibawah Republik
Kelima.National Assembly yang mewakili konstituensi lokal dan
dipilih langsung untuk masa jabatan 5 tahun, memiliki kekuatan
untuk membubarkan kabinet sehingga pihak mayoritas menjadi
123
penentu pilihan pemerintah.Anggota Majelis Nasional terdiri dari
577 anggota.
b) Senat (Perliament Sovereignity)
Senat merupakan bagian dari lembaga legislatif Perancis.
Senat memiliki masa jabatan selama 6 tahun. Para anggota Senat
bertugas di Luxembourg. Senat terdiri dari setidaknnya 321
anggota yang masing-masing sebanyak 296 ditempatkan di
Perancis Metropolitan, 13 lainnya ditempatkan di daerah-daerah
dan departemen yang berada di luar Perancis, sisanya sebanyak 12
anggota ditujukan untuk warga negara Perancis yang berada di luar
negeri.Senator dipilih secara tidak langsung oleh rakyat melainkan
dipilih oleh para anggota departement, region, dan commune.
Kewenangan Senat pun juga dibatasi. Dalam artian, ketika terjadi
ketidak sepahaman antara dua lembaga legislatif ini, maka
keputusan final tetaplah menjadi kewenangan Majelis Nasional.
3) Kekuasaan Yudiaktif
Sistem Yudikatif Perancis terdiri dari dua cabang,dimana pada
masing-masing cabang terdapat semacam hierarki mahkamah
agung.Cabang yang pertama (pengadilan Administratif) mengurusi
masalah yang berkaitan dengan peraturan pemerintah atau sengketa
antar lembaga - lembaga publik. Cabang yang kedua (pengadilan
umum) mengurusi kasus – kasus sipil dan kriminalitas warga
Perancis.Dalam pengadilan umum atau pengadilan yudisial terdapat dua
jenis pengadilan. Yaitu pengadilan sipil dan pengadilan kasus
124
kriminalitas. Pengadilan sipil bertugas untuk menangani kasus antar
perseorangan atau perseorangan dengan korporasi. Sedangkan
pengadilan krimina lmenangani kasus pelanggaran ringan dan atau
kasus pembunuhan.277
B. Perbedaan Sistem Pemerintahan di Negara Indonesia dan Sistem
PemerintahanNegara Perancis
Sistem pemerintahan yang diterapkan negara Republik Indonesia adalah
sistem pemerintahan presidensial, hal tersebut didasarkan pada perubahan atau
amandemen ketiga UUD NRI 1945 yang diputuskan pada rapat paripurna MPR
RI ke 7 pada tanggal 9 November 2001 di sidang tahunan MPR RI. Sri
Soemantri berpendapat bahwa amandemen ketiga UUD NRI 1945 tersebut
dilakukan menurut teori konstitusi terhadap susunan ketetanegaraan yang
bersifat mendasar, bahkan substansi penjelasan yang sifatnya normatif tersebut
dimasukan kedalam batang tubuh UUD NRI 1945.278 Pada amademen ketiga
UUD NRI 1945 meliputi perubahan substansi yang antara lain sebagai berikut:
1. kedudukan dan kekuasaan MPR;
2. eksistensi Indonesia sebagai negara hukum;
3. jabatan Presiden dan Wakil Presiden termasuk didalamnya mekanisme
pemilihan;
4. pembentukan lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia;
277Diah Wahyuningsih, et al., “Perbandingan Pemerintahan Indonesia dan Perancis”
Makalah Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, 2018, hlm. 34-36,
http://www.academia.edu/36817003/Perbandingan_Pemerintahan_Indonesia_Dengan_Perancis
, diakses 22 Mei 2021, 16:37 278Sri Soemantri, Op,cit., hlm. 8
125
5. pengaturan tamabahan bagi lembaga DPK;
6. pemilu.
Materi pada perubahan UUD NRI 1945 ketiga tersebut memperlihatkan
jelas bahwa perubahan tersebut menyangkut substansi yang lebih mendasar,
berdasarkan perubahan tersebut secara nyata dapat dilihat bahwa sistem
pemerintahan yang benar-benar diterapkan Republik Indonesia adalah sistem
pemerintahan presidensial. Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial yang
diterapkan oleh negara Indonesia setelah dilakukannya amandemen ketiga
UUD NRI 1945 adalah sebagai berikut:
1. prosedur dan mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang
dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat (pemilu);
2. sistem pertanggungjawaban Presiden dan Wakil Presiden atas kinerjanya,
sebagai lembaga eksekutif yang tidak lagi kepada MPR.279
Setelah dilakukannya amandemen UUD NRI 1945 menetapkan secara
jelas bahwa mengenai sistem pemerintahan yang digunakan negara Republik
Indonesia adalah sistem pemerintahan Presidensial dengan ciri-ciri yang sudah
dijelaskan oleh Sri Soemantri diatas. 280 Penguatan sistem pemerintahan
presidensial di Indonesia setelah dilakukannya amandemen UUD NRI 1945
terdapat beberapa substansi, meliputi:
279Titik Triwulan Tutik, Op,cit., hlm. 3-4 280Sri Soemantri, Loc.cit., hlm 8
126
1. Pembatasan masa jabatan presiden;
2. Penguatan check and balances dengan menambah kewenangan pada
parlemen;
3. Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat;
4. Presiden dan Wakil Presiden dicalonkan bersama-sama;
5. Presiden dijatuhkan dengan didahului alasan pelanggaran hukum.281
Sistem pemerintahan presidensial adalah suatu sistem pemerintahan
dimana kedudukan lembaga eksekutif tidak bertanggung jawab kepada badan
perwakilan rakyat, dengan kata lain bahwa kekuasaan lembaga eksekutif
berada diluar pengawasan langsung parlemen. 282 Presiden dalam sistem
pemerintahan presidensial memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat
dijatuhkan karena rendah subjekteif seperti pada rendahnya dukungan politik,
namun masih ada mekanisme untuk mengontrol kekuasaan Presiden. 283
Penerapkan sistem pemerintahan presidensial pada periode setelah amandemen
atau perubahan UUD NRI 1945 dibuktikan dengan adanya pemisahan
kekuasaan antara cabang legislatif dan eksekutif, berdasarkan UUD NRI 1945
terdiri dari tujuh lembaga, diantaranya adalah MPR, DPR, DPD, Presiden,
BPK, MA, dan MK lembaga-lembaga tersebut memegang kekuasaan negara
masing masing, dimana lembaga eksekutif dijalankan oleh Presiden, lembaga
281Satriansyah Den Retno Wardana,Loc.cit., hlm. 50-51 282Meima, “Penerapan Sistem Presidensial dalam Demokrasi Modern” Artikel Dosen
Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana, hlm. 1,
https://media.neliti.com/media/publications/281768-penerapan-sistem-presidensial-dalam-
demo-3ce8d9b1.pdf, diakses 23 Mei 2021, 11:53 283 Sirat Nurjahrul, “Perbandingan Sistem Pemerintahan Presidensial dengan
Parlementer” Artikel Perbandingan Sistem Pemerintahan,
http://informasipendidikan07.blogspot.com/2013/02/perbandingan-sistem-pemerintahan.html,
diakses 23 Mei 2021, 12;16
127
legislatif dijalankan oleh MPR, DPR, DPD, serta lembaga yudikatif dijalankan
oleh MA dan MK, dan sebagai tambahan lembaga ekasminatif dijalankan oleh
BPK. Adapun ciri-ciri dari sistem pemerintahan presidensial adalah sebagai
berikut:
1. Kepala eksekutif adalah Presiden yang memimpin kabinetnya, kabinet
diangkat oleh Presiden dan bertanggung jawab kepadanya. Presiden
sebagai kepala negara memiliki masa jabatan yang sudah ditentukan oleh
UUD;
2. Presiden tidak dipilih oleh badan legislatif, tetapi dipilih langsung oleh
sejumlah pemilih atau rakyatnya;
3. Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif dan tidak dapat
diajatuhkan oleh badan legislatif;
4. Presiden tidak dapat membubarkan badan legislatif.284
Sistem pemerintahan presidensial yang digunakan negara Republik
Indonesia tertulis dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, pasal-pasal dalam UUD NRI 1945 tersebut diantaranya adalah
sebagai berikut:
1) Pasal 4 Ayat 1 UUD NRI 1945
“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar”
2) Pasal 4 Ayat 2 UUD NRI 1945
“Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang
Wakil Presiden”
284C.F Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, Bandung: Nuansa Nusa Media,
2004, hlm. 381
128
3) Pasal 6A Ayat 1 UUD NRI 1945
“Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat”
4) Pasal 7 UUD NRI 1945
“Presiden dan Wakil Presiden memegang masa jabatan selama lima
tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”
5) Pasal 7C UUD NRI 1945
“Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan
Perwakilan Rakyat ”
6) Pasal 10 UUD NRI 1945
“Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,
Angkatan Laut dan Angkatan Udara”
7) Pasal 17 Ayat 2 UUD NRI 1945
“Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden”
Berbeda dengan sistem pemerintahan Indonesia yang menganut sistem
pemerintahan presidensial, sistem pemerintahan yang digunakan negara
Perancis adalah sistem pemerintahan semi presidensial. Hal ini jelas berbeda
dengan sistem pemerintahan presidensial murni yang digunakan negara
Republik Indonesia, dimana dalam hal ini Presiden hanya menjalankan
pemerintahan seorang diri dan dibantu oleh seorang Wakil Presiden. 285
Republik kelima Perancis adalah negara yang berbentuk kesatuan, Perancis
menganut sistem pemerintahan semi presidensial, hal ini dikarenakan dalam
menjalan roda pemerintahannya Presiden bertindak sebagai kepala negara dan
285 Carapedia, “Sistem Pemerintahan Negara Perancis” Artikel at
https://carapedia.com/sistem_pemerintahan_negara_perancis_info291.html, diakses 23 Mei
2021, 15:38
129
dibantu Perdana Menteri dalam pemerintahannya. 286 Republik Kelima
menerapakan Constitution of Ocktober 4, 1958 sebagai konstitusi Republik
Perancis kelima dan terbaru, yang diperkenalkan pada 5 Oktober 1958.
Republik Kelima bangun dari keruntuhan Republik Keempat Perancis,
menggantikan pemerintah parlementer dengan sistem semi-presidensil.287
Sistem pemerintahan semi presidensial adalah pemerintahan dimana di
dalamnya terdapat unsur-unsur sistem pemerintahan presidensil
dansistempemerintahan parlementer tercampur dan ciri-ciri kedua sistem
tersebut sama-sama diterapkan. 288 sistem pemerintahan semi presidensial
berupaya mencarikan titik temu antara sistem pemerintahan presidensial dan
sistem pemerintahan parlementer. Fungsi ganda presiden sebagaimana dalam
sistem pemerintahan presidensial tetap dipertahankan, akan tetapi sebagai
kepala pemerintahan, presiden berbagi kekuasaan dengan perdana menteri
yang menimbulkan dual executive system. Republik kelima Perancis
mempunyai Presiden dan Perdana Menteri dalam lembaga eksekutifnya,
Presiden bertindak sebagai kepala Negara yang dipilih langsung oleh rakyat,
sedangkan perdana menteri diangkat oleh presiden dari partai politik atau
gabungan partai politik yang menguasai kursi mayoritas di parlemen.
Berdasarkan sistem pemerintahan yang digunakan Republik kelima Perancis
dalam sistem ini yang lebih utama adalah presiden, sehingga dapat dikatakan
bahwa ciri-ciri sistem parlementer dikombinasikan ke dalam sistem sistem
286Febriana Putri, Op.cit., hlm. 287 Edunitas, “Republik Kelima Perancis”http://kk.sttbandung.ac.id/id3/1-3042-
2940/Republik-Kelima-Perancis_198602_kk-sttbandung.html, diakses 23 Mei 2021, 13:34 288Jimly Asshiddiqie, Op.cit., hlm. 312
130
presidensi, oleh sebab itu sistem ini dapat juga disebut sebagai sistem quasi
paresidensil. 289 Sama halnya seperti sistem pemerintahan Indonesia yang
memiliki pemisahan kekuasaan, pada sistem pemerintahan Republik kelima
Perancis juga mempunyai pemisahan kekuasaan didalamnya yang antara lain,
dimana pada lembaga eksekutif dijalankan oleh Presiden dan Perdana Menteri,
lembaga legislatif dijalankan oleh Majelis Nasional dan Senat, serta pada
lembaga yudikatif dijalankan oleh Pengadilan Adminsitratif dan Pengadilan
umum.290
Perubahan konstitusi yang diajukan oleh de Gaulle atau yang dikenal
dengan nama Constitution of Ocktober 4, 1958 kemudian mengamanatkan dan
mendefinisikan kekuasaan Presiden pada pemerintahan Republik kelima
Perancis, yang diantaranya sebagai berikut:
1. Presiden dipilih untuk 7 tahun dan dapat dipilih kembali untuk waktu yang
tak terbatas;
2. Presiden adalah komandan angkatan bersenjata (Pasal 15 Constitution of
Ocktober 4, 1958) dan penjaga kemerdekaan nasional, menjamin
intergritas teritorial dan mengajukan treati (Pasal 5 Constitution of
Ocktober 4, 1958). Presiden memegang peran sentral dalam kebijakan luar
negeri;
3. Presiden mengawasi sejauh mana konstitusi ditegakan. Presiden mesti
menjamin keberlangsungan negara dan fungsi otoritas publik berjalan
289Ibid., hlm. 19 290 Diah Wahyuningsih, et al., Loc.cit.,hlm. 34-36,
131
sebgaimana mestinya (Pasal 5 Constitution of Ocktober 4, 1958). Presiden
menunjuk Perdana Menteri yang mengetuai Dewan Menteri atau kabinet;
4. Presiden menyatakan (Promulagates) Akta Parlemen (Act of Parliament)
(Pasal 10 Constitution of Ocktober 4, 1958) dan menandatangani ordinasi
dan dekrit (Pasal 13 Constitution of Ocktober 4, 1958);
5. Presiden adalah penjaga kebebasan otoritas judicial (Pasal 64 Constitution
of Ocktober 4, 1958) dan menguasai Dewan Tinggi Peradilan yang
mengajukan proposonal dan nasehat untuk menunjuk hakim-hakim;
6. Presiden menunjuk pejabat militer dan sipil tertinggi (Pasal 13Constitution
of Ocktober 4, 1958). Presiden berhak menyatakan pengampunan,
memiliki kekuasaan guna menyatakan kedaruratan (Pasal 16 Constitution
of Ocktober 4, 1958), serta dalam hal hal pemerintahan Presiden dapat
mengajukan referendum untuk undang-undang tertentu. Setelah
berkonsultasi dengan pemerintah Presiden bisa membubarkan Dewan
Nasional. Presiden dapat mengajukan peninjauan terhadap
konstitusionalitas undang-undang kepada Dewan Konstitusi sebelum
undang-undang tersebut diberlakukan.291
Kedudukan Perdana Menteri dan Menteri-Menteri (pemerintah) dalam
sistem pemerintahan semi presidensial Republik kelima Perancis adalah
sebagai berikut:
1. Pemerintah menentukan dan menjalankan arah kebijakan negara,
Pemerintah berkuasa atas pegawai negeri dan angkatan bersenjata,
291Robertus Robert, “Pengalaman Sistem Semi Presidensialisme Perancis: Sebuah
Pertimbangan Untuk Indonesia” Jurnal Law Review, Volume XII, Nomor 3, Maret, 2013, hlm.
434-435
132
Pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen (Pasal 20 Constitution of
Ocktober 4, 1958);
2. Perdana Menteri yang ditunjuk oleh Presiden memimpin berjalannya
pemerintahan, Perdana Menteri bertanggung jawab atas pertahanan
nasional dan menjamin terselenggaranya undang-undang (Pasal 21
Constitution of Ocktober 4, 1958);
3. Dengan batasan Konstitusi, Perdana Menteri memiliki kekuasaan untuk
membuat regulasi. Manakala usulan undang-undang disetujui parlemen
undang-undang tersebut dijalankan oleh Perdana Menteri dan para
Menteri;
4. Pemerintah berbagi kekuasaan dengan anggota parlemen dalam
mengusulkan legislasi;
5. Kewenangan Perdana Menteri dalam program pemerintahan, kebijakan
umum atau melaksanakan undang-undang;
6. Pasal 46 dan 50 Constitution of Ocktober 4, 1958 menyatakan secara tegas
bahwa apabila Perdana Menteri dikalahkan dalam sebuah a vote
confidence maka Perdana Menteri diharuskan mundur.292
292Ibid., hlm. 435-436
133
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Sistem pemerintahan di negara Indonesia dan sistem pemerintahan negara
Perancis
a. Sistem pemerintahan di negara Indonesia
Berdasarkan pembahasan yang sudah dituliskan diatas, menurut
perkembangan sejarahnya sistem pemerintahan yang diterapkan sejak
awal kemerdekaan Republik Indonesia sampai sekarang telah
mengalami beberapa perubahan terkait penerapan sistem
pemerintahan. Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa
berlakunya UUD NRI 1945 atau masa awal kemerdekaan tahun 1945-
1949 adalah sistem pemerintahan presidensial, sistem pemerintahan
pada masa berlakunya Konstitusi RIS tahun 1949-1950 adalah sistem
pemerintahan parlementer, sistem pemerintahan pada masa
berlakunya UUDS 1950 pada tahun 1950-1959 adalah sistem
pemerintahan parlementer, sistem pemerintahan yang digunakan pada
masa berlakunya kembali UUD NRI 1950 pada tahun 1959-Sekarang
adalah sistem pemerintahan presidensial. Hal tersebut diperkuat dalam
amandemen ketiga UUD NRI 1945 pada Rapat Paripurna MPR-RI ke-
7 pada tanggal 9 November 2001 Sidang Tahunan MPR RI, dimana
134
dalam perubahan tersebut diperlihatkan bahwa sistem pemerintahan
yang digunakan Republik Indonesia saat ini adalah sistem
pemerintahan presidensial, yang mana pada perubahan tersebut
memiliki ciri sistem pemerintahan presidensial yang terlihat dalam
prosedur dan mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
secara langsung oleh rakyat, serta sistem pertanggungjawaban
Presiden dan Wakil Presiden yang tidak lagi kepada MPR. Serta
diperkuat lagi pada Pasal 4 UUD NRI 1945 dimana dalam pasal
tersebut dijelaskan bahwa Presiden adalah Kepala Negara.
b. Sistem pemerintahan di negara Perancis
Sama halnya yang terjadi dengan Indonesia, Prancis juga
mengalami beberapa kali perubahan terkait sistem pemerintahan yang
diterapkan dalam perkembangan sejarahnya. Berdasarkan Constitution
of Ocktober 4, 1958 Sistem pemerintahan negara Perancis yang
sekarang atau dikenal dengan pemerintahan Republik kelima Perancis
menganut sistem hybrid yang cenderung lebih mengarah kepada
sistem pemerintahan semi-presidensial, yang mana hal tersebut
diperkuat dan diatur dalam Konstitusi Republik kelima Perancis yang
memberikan penguatan lebih kepada lembaga eksekutif yang mana
dalam hal ini adalah Presiden dan Perdana Menteri. Terkait sistem
pemerintahan semi presidensial yang digunakan di Perancis, hal
tersebut terlihat jelas pada lembaga eksekutifnya dimana terkait
135
Kepala Negara dijalankan oleh Presiden dan Pemeritahan dijalankan
oleh Perdana Menteri.
2. Perbedaan sistem pemerintahan di negara Indonesia dan sistem
pemerintahan negara Perancis
Berdasarkan penjelasan diatas, terkait perbedaan sistem
pemerintahan yang digunakan Republik Indonesia dan sistem
pemerintahan yang digunakan Republik kelima Perancis. Perbedaan
tersebut dapat dilihat dari sistem pemerintahan yang digunakan oleh kedua
negara serta kedudukan lembaga eksekutif pada kedua negara, sistem
pemerintahan yang digunakan oleh negara Republik Indonesia pada
periode sekarang adalah sistem pemerintahan presidensial hal tersebut
terlihat jelas bahwa dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia hanya
ada Presiden sebagai Kepala Negara, sedangkan dalam hal penerapan
sistem pemerintahan Republik kelima Perancis menganut sistem
pemerintahan semi presidensial dimana lembaga eksekutif dalam sistem
pemerintahan ini terbagi atas Presiden sebagai Kepala Negara dan Perdana
Menteri sebagai pemegang pemerintahan.
136
B. Saran
Baik sistem pemerintahan presidensial yang diterapkan oleh Republik
Indonesia saat ini dan sistem pemerintahan semi presidensial yang diterapkan
pada pemeritahan Republik kelima Perancis merupakan sistem pemerintahan
yang dikehendaki oleh para Bapak Pendiri Bangsa dan Pendiri Negara, serta
hal tersebut adalah kehendak dari warga negara yang menuntut adanya
perubahan ketatanegaran dalam kedua negara. Oleh sebab itu makabaik sistem
pemerintahan presidensial yang diterapkan di Republik Indonesia dan sistem
pemerintahan semi presidesial yang diterapkan pada pemeritahan Republik
kelima Perancis, selarasnya sistem pemerintahan pada kedua negara tersebut
diterapkan sebaik mungkin guna menjalankan tatanan pemerintahan yang
berjalan efektif pada kedua negara tersebut.
137
DAFTAR PUSTAKA
Buku
A Rohr, John, Founding Republic in France and America: A Study in
Counstitutional Goverence, University Press: University of Kansas,
1995
A. Rumokoy, Donald, Praktik Konvensi Ketatanegaraan di Indonesia-
kajian perbandingan di Inggris, Amerika Serikat dan Belanda,
Jakarta: Media Prima Aksara, 2011
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Jakarta: Sinar Grafika, Cet. Ke-7, Edisi
Revisi, 2010
Amirudin, et al.,Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali
Pers, 2010
Anggara, Sahya, Perbandingan Administrasi Negara, Bandung: CV. Pustaka
Setia, Cet. ke 1, 2012
Arif, Barda Nawari, Perbandingan Hukum Pidana (edisi revisi), Semarang:
Rajawali Press, 2010
Arifim, Winarsih, et.al., Kamus Prancis-Indonesia, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1996
Arsil, Fitri, Teori Sistem Pemerintahan: Pergesaran Konsep dan Saling
Konstribusi Antar Sistem Pemerintahan di Berbagai Negara,
Depok: Rajawali Pres, 2017
Asshiddiqie, Jimly, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi,
Jakarta: Sinar Grafika, Cet. Ke-1, 2011
Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Ketatanegaraan Indonesia Kontemporer,
Jakarta: The Biography Institute, Cet 1, 2007
Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia, Jakarta:
Sekretariat Jendral dan Kepaneteraan Mahkamah Konstitusi RI,
Cet. Ke 3, 2006
Asshiddiqie, Jimly, Menuju Negara Hukum Yang Demikratis, Jakarta:
Mahkamah Konstitusi, 2008
Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Konpres,
Jilid 1, 2006
Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta:
Sekretariat Jendral dan Kesekteriatan Mahkamah Konstitusi, Cet
ke-1, 2006
Asshiddiqie, Jimly, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Reformasi, Jakarta: PT Buana Ilmu Populer, 2007
Atmasasmita, Romli, Asas-Asas Perbandingan Hukum Pidana, Jakarta:
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1989
Atmasasmita, Romli, Perbandingan Hukum Pidana Kontemporer, Jakarta
:Fikahati Aneska, 2009
Attammimi A. Hammid S, Peranan Keppres Presiden RI dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Suatu Studi Analisis
138
Mengenai Keputusuan Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam
Kurun Waktu Pelita I-IV, Jakarta: Disertasi, Pasca Sarjana UI, 1990
Basah, Sjachrah, Hukum Tata Negara Perbandingan, Bandung: Alumni,
1994
Bassah, Sjahran, Hukum Tata Negara Perbandingan, Bandung: P.T.
Alumni, 2012
Bohari, H., Hukum Anggaran, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1992
Budiarjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1989
C.F Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, Bandung: Nuansa Nusa
Media, 2004
Chaidir, Ellydar, Hukum dan Teori Konstitusi, Jogjakarta: Kreasi Total
Media Yogyakarta, 2007
Daman, Razikin, Hukum Tata Negara Suatu Pengantar, Jakarta: Raja
Grafindo, 1993
Damsar, Pengantar Sosiologi Politik Jakarta, Jakarta: Kencana, Cet. 1,
2010
Diponalo, G.S, Ilmu Negara, Jakarta: Balai Pustaka, Jilid 1, 1975
Dormodiharjo, Darji, Santiaji Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1991
Field, G. Lowell, Government In Modern Society, London: McGraw-Hill
Book Company, 1951
Finer, Herman, The Major Government of Modern Europe, New York:
Evanstone and London, 1962
Fitra Arsil, Teori Sistem Pemerintahan: Pergeseran Konsep dan Saling
Konstribusi Antar Sistem Pemerintahan di Berbagai Negara,
Depok: Rajawali Pres, Cet. ke 1, 2017
Fuady, Munir, Perbandingan Ilmu Hukum, Bandung: Refika Aditama, 2007
Ghofar, Abdul, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah
Perubahan UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2009
Ghoffar, Abdul, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah
Perubahan UUD 1945 dengan delapan Negara Maju, Jakarta:
Kencana, 2009
Ghozali, Djoni Sumardi, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum (Civil
Law, Common Law, dan Hukum Adat), Bandung: Nusa Media, Cet
1, 2018
H. Khairuddin, et al., Hukum Tata Negara Pasca Amandemen UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Depok: Rajawali Pers, 2018
Hamidi, Jazim, Perbandingan Hukum Tata Negara, Silabus dan Satuan
Acara Perkuliahan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2012
Huda, Ni’matul, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2010
Huda, Ni’matul, Ilmu Negara, Jakarta: Rajawali Press, 2013
Huda, Nikmatul, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2006
Ibrahim, Jhonnya, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,
Malang: Banyumedia Publishing, 2006
139
Indonesia, Ghalia, Ketetapan-ketetapan MPR, 1983-1988, 1978-1983,
Jakarta: 1986
Inu Kencana Syafiie, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Rineka
Cipta, (t.t)
Ismatullah, Dedi, et al., Hukum Tata Negara Refleksi Kehidupan
Ketatanegaraan di Negara Republik Indonesia, Bandung: CV
Pustaka Setia, Cet. 1, 2009
Isra, Saldi, Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi
Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia, Jakarta:
Rajawali Pers, 2010
Ivar, Mac., Negara Modern, Jakarta: Aksara Baru, 1984
John J. Wuest, et al., Outline of Modern Eropean Governments (visualized),
New Jersey: Littlefield Adams and Co, 1964
Jurdi, Fatahullah, Ilmu Politik Ideologi dan Hegemoni Negara, Yogyakarta:
Graha Ilmu, Cet. Ke 1, (t.t)
Jutmini, Sri, et.al., Pendidikan Kewarganegaraan, Solo: Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2004
Kantaprawira, Rusadi Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar,
Bandung: Sinar Baru, 1985
Knapp, Andrew, et al., The Government and Politics of France, Abingdon:
Routledge 2 Park Squere, 2006
Kotan Y. Stefanus, Makna Kekuasaan Pemerintah Negara Menurut Bab III
Undang-Undang Dasar 1945 dan Hubungannya dengan Lembaga
Keprisedenan Republik Indonesia, Bandung:Unpad, 2000
Kusnadi, Moh., et al., Ilmu Negara, Jakarta: Perintis Press,1985
Kusnardi, Moh., et al., Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi
Hukum Tata Negara FH UI dan CV Sinar Bakti, 1988
Kusnardi, Moh., et al., Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta
Pusat Studi HTN Fakultas Hukum UI, 1983
Kusnardi, Moh., et al., Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta:
Sinar Bakti, (t.t)
Kusnardi, Moh., et al., Ilmu Negara, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1995
Lijphart, Arend, Sistem Pemerintahan Parlementerdan Presidensial,
Jakarta: Rajawai Press, 1995
Lipsharten, Arend, Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995
Lubis, M. Solly, Ilmu Negara, Bandung: Alumni, 1975
Lukman Ali, et al., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
Edisi Kedua, 1995
M Solly Lubis, Hukum Tata Negara, Bandung: Mandar Maju, 2008
M. Nasroen, Ilmu Perbandingan Pemerintahan, Jakarta: Berigin, 1957
Mahfud M.D., Moh, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia,
Jakarta: Rieneka Cipta, 2000
Mahmuzar, Sistem Pemerintahan Indonesia, Bandung: Nusa Media, 2010
Manan, Bagir, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara,
Bandung: Bandar Maju, 1995
140
Martosoewignjo, Sri Soemantri, Prosedur dan Perubahan Konstitusi,
Bandung: Alumni, 1987
Morissan, Hukum Tata Negara RI Era Reformasi, Jakarta: Ramdina
Prakarsa, 2005
Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan
Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Jogjakarta: Liberty,
1996
Nur, Deliar, Pemikiran Politik di Negara Barat, Jakarta: Rajawali Press,
1982
Nuridin, Kamaluddin, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam
Takaran Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2000
Pamudji, Perbandingan Pemerintahan, Jakarta: Bina Aksara, 1985
Pide, Andi Mustari, Pengantar Hukum Tata Negara, Jakarta: Wildan
Akademia dan Universitas Ekasakti Press, Revisi Kedua, 2008
Pudjosewojo, Kusumadi, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia,
Jakarta: Djambatan, 1986
R. Saragih, Bintan, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
(MPR RI): Suatu Pemikiran Tentang Peran MPR di Masa
Mendatang, Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. 1, 1992
Rachman, Aulia A, “Sistem Pemerintahan Presidensial Sebelum dan
Sesudah Perubahan UUD 1945: Studi Ilmiah Tentang Tipe Rezim,
Tipe Institusi dan Tipe Konstitusi” Jakarta: FH UI, 2007
Radjab, Dasril, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, Edisi
Revisi, 2005
Radjab, Dasril, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1994
Rahaman, Fathur, Teori Pemerintahan, Malang: UB Press, 2008
Riwanto, Agus, Desain Sistem Pemerintahan Antikorupsi, Malang: Setara
Press, 2018
Riyanto, Astim, Teori Konstitusi, Bandung: APEMDO, 2000
Riyanto, Ritanto, Teori Konstitusi, Bandung: Yapemdo, 2000
Saihu A.M, M. Suha, et al., Penyelenggaraan Pemilu di Dunia (Sejarah,
Kelembagaan, dan Praktik Pemilu di Negara Penganut Sistem
Pemerintahan Presidensial, Semipresidensial, dan Parlementer),
Jakarta: DKKP RI, 2018
Saihu, Mohammad, et al., Penyelenggara Pemilu di Dunia, Jakarta: Net
Communication, 2015
Sartori, Giovanni, Comparative Constitutional Engineering: An Inquiry into
Structures, Incentives and Outcomes, London: Macmillan, 1997
Sarwoto, Administrasi Pemerintahan Perancis, Jakarta Timur: Ghalia
Indonesia, 1981
Sibuea, Hotma P, Ilmu Negara, Jakarta: Erlangga, 2014
Simorangkir, J.C.T., et al., Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: Jembatan,
1982
Soedijarto, Implikasi ajaran pendiri (Bung Karno) dan budaya polotik
indonesia terhadap amandemen UUD 1945, Jakarta: Centre For
Information and National Policy Studies (CINAPS), 2002
141
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI, 1986
Soemantri, Sri, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara,
Jakarta: CV. Rajawali, 1981
Soemantri, Sri, Sistem-sistem Pemerintahan Negara-negara ASEAN,
Bandung: Tarsito, 1976
Soematri, Sri, Kedudukan, Kewenangan, dan Fungsi Komisi Yudisial dalam
Sistem Ketatanegaraan RI” dalam Komisi Yudisial, Bungai
Rampai Satu Tahun Komisi Yudisial RI, Jakarta: Komisi Yudisial,
2006
Soetami, A. Siti, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Bandung: PT. Eresco,
Cet 1, 1992
Suherman, Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem
Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 2008
Suhino, Ilmu Negara, Jogjakarta: Liberty, 1980
Sukardja, Ahmad, Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara dalam
Prespektif Fikih Siyasah, Jakarta: Sinar Grafika, Cet. ke 1, 2012
Sukardja, Ahmad. Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara
(Dalam Prespektif Fikih Siyasah), Jakarta: Sinar Grafika, 2012
Sunarso, Perbandingan Sistem Pemerintahan, Yogyakarta: Penerbit Ombak,
2012
Suny, Ismail, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Jakarta: Aksara Baru, 1987
Syahuri, Taufiqurrohman, Hukum Konstitusi: Proses dan Prosedur
Perubahan UUD di Indonesia 1945- 2002 serta Perbandingannya
dengan Konstitusi Negara Lain di Dunia, Bogor: Ghalia Indonesia,
2004
Teuku, Saiful Bahri Johan, Perkembangan Ilmu Negara Dalam Peradaban
Globalisasi Dunia, Yogyakarta: CV Budi Utama, Ed.1, Cet 1, 2018
Triwulan, Titik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2006
Tutik, Titik Triwulan, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Amandemen UUD 1945, Jakarta : Kencana, 2018
Tutik, Titik Triwulan, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Amandemen UUD 1945, Jakarta: Prenadamedia Group, 2010
Tutik, Titik Triwulan, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher, 2006
Ubaedillah, A., et al., Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)
Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta:
Kencana Prenada media Group, Ed.3, 2008
Vicki C. Jackson, et al., Comparative Constitusional Law, (t.p.), 1999
Yusa, I Gede, et al.,Hukum Tata Negara Pasca Perubahan UUD NRI 1945,
Malang: Setara Press, 2016
142
Jurnal
Ahmad Yani, “Sistem Pemerintahan Indonesia: Pendekatan Teori dan
Praktek Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945” Jurnal JIKH,
Volume 12, M. Agus Santoso, “Perkembangan Konstitusi di
Indonesia” Jurnal Ilmiah Hukum “YURISKA”, Volume 2, Nomor
3, FH UWGM Samarinda, September-Desember, 2013
Angel Jeane d’arc sofia Mamahit, “Pergeseran Kekuasaan Legislatif
Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945” Jorunal Lex
Administratum, Volume III, Nomor 2, April-Juni, 2014
Arif Wijaya, “Demokrasi dalam Sejarah Ketatanegaraan Republik
Indonesia” Jurnal Hukum dan Perundangan Islam, Volume 4,
Nomor 1, April, 2014
Bagir Manan, “Perbandingan Hukum Tata Negara Sebagai Obyek
Penyelidikan Keilmuan Dan Pengajaran Pada Program Pendidikan
Tinggi Hukum” Prosiding Konferensi Nasional Asosiasi Dosen
Pengajar Hukum Perbandingan Indonesia (ADPHI), Fakultas
Hukum Universitas Airlangga, 2017
Benny Bambang Irawan, “Perkembangan Demokrasi di Negara Indonesia”
Jurnal Hukum dan Dinamika Masyarakat, Volume 5, Nomor 1,
2007
Cora Elly Novianti, “Demokrasi dan Sistem Pemerintahan”, Jurnal
Konstitusi, Volume 10, Nomor 2, 2 Juni, 2013
Dewi Haryanti, “Tinjauan Singkat Konstitusi Tertulis Yang Pernah Berlaku
di Indonesia” Jurnal Selat, Volume 2, Nomor 4, Oktober, 2014
Dewi Haryati, “Tinjauan Singkat Konstitusi Tertulis Yang Pernah Berlaku
di Indonesia”, Jurnal Selat, Volume 2, Nomor 1, Oktober, 2014
Dinory Marganda Aritonang, “Penerapan Sistem Presidensial di Indonesia
Pasca Amandemen UUD 1945” Jurnal Mimbar Hukum, Volume
22, Nomor 2, Juni, 2010
Efi Yulistiowati, et.al., “Penerapan Konsep Trias Politica dalam Sistem
Pemerintahan Republik Indonesia: Studi Komparatif Atas Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen”
Jurnal Dinamika Sosial Budaya, Volume 18, Nomor 2, Desember,
2018
Elva Imeldatur Rohmah, “Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia,
Iran dan Prancis”, Jurnal Ummul Qura, Volume XIII, Nomor 1,
Maret, 2019
Fajar Nurhadianto, “Sistem Hukum dan Posisi Hukum di Indonesia” Jurnal
TAPIs, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni, 2015
Fatmawati, “Analisa Sistem Pemerintahan Terhadap UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pra dan Pasca Perubahan, Serta
Pelaksanaanya Dalam Praktek Ketatanegaraan” Jurnal Hukum dan
Pembangunan, Volume 35, Nomor 3, September, 2019
143
Grace Yurico Bawole, “Penerapan Sistem Hukum Pidana Civil Law dan
Cammon Law Terhadap Penanggulangan Kejahatan Korporasi”
Jurnal Lex Crimen, Volume III, Nomor 3, Mei-Juli, 2014
Haznan, Fauzyl, “Sistem Campuran” Ius Quia Iustum Law Journal, Volume
25, Nomor 1, 2018
Ibnu Sina Chandranegara, “Perbandingan Fungsi dan Kedudukan
Mahkamah Konstitusi dan Lembaga Sejenisnya di Tiga Negara
(Indonesia, Austria, Perancis)”, Jurnal Al-Qisth Law Review,
Volume 1, Nomor 1, 2017
Ibnu Sina Chandranegara, Perbandingan Fungsi dan Kedudukan Mahkamah
Konstitusi dan Lembaga Sejenisnya di Tiga Negara (Indonesia,
Austria, Perancis), Jurnal Al-Qisth Law Review, Volume 1, Nomor
1, 2017
Indah Sari, “Karakteristik Pemerintahan Moderen Di Tinjau Dari Prespektif
Ilmu Negara” Jurnal Universitas Surya Dharma, Volume 7, Nomor
1, 2015
Ismail MZ, “Sejarah Perkembangan Konstitusi Ditinjau Dari Prespektif
Ketatanegaraan Indonesia Sejak Kemerdekaan, Orde Lama, Orde
Baru dan Era Reformasi Hingga Saat Ini”, Journal
Unmasmataram, Volume 14, Nomor 2, September, 2020
Joni Dawud, “Sistem Pemerintahan Semi Parlemeter dan Semi Presidensial
di Perancis” Jurnal Wacana Kinerja, Volume 2, Nomor 8
Kus Eddy Sartono, “Kajian Konstitusi Indonesia dari Awal Kemerdekaan
Sampai Era Reformasi”, Jurnal HUMANIKA, Volume 9, Nomor 1,
Maret, 2009
Laurensius Arliman S, “Fungsi Badan Kehormatan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kota Padang” Jurnal Ilmiah Hukum De’Jure,
Volume 1, Nomor 2, 2017
Laurensius Arliman S, “Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Presidensial
Berdasarkan Konstitusi yang Perna Berlaku di Indonesia” Jurnal
Muhakamah, Volume 4, Nomor 2, November, 2019
Laurensius Arliman S, “Perlindungan Hukum Bagi Anak dalam Prespektif
Pancasila dan Bela Negara” Jurnal Unifikasi, Volume 5, Nomor 1,
2018
M. Agus Santoso, “Kajian Hubungan Timbal Balik Antara Politik dan
Hukum”, Jurnal Ilmiah Hukum “YURISKA”, Volume 1, Nomor 1,
FH UWGM Samarinda, Agustus, 2009, Nomor 2, FH Universitas
Padjadjaran, Juli, 2018
Malgorzata Madej, “Cohabitation: The Parliementary Aspect of The French
Semi-Preidential System” Jurnal Polish Political Science, Volume
37, 2008
Maulidia Anangkota, “Klasifikasi Sistem Pemerintahan”, Jurnal Ilmu
Pemerintahan, Volume 3, Nomor 2
Maurice Duverger, “A New Political-system Model: Semi-presidential
Government”, European Journal of Political Research, Volume 8,
Nomor 2, 1980
144
Novita Mandasari Hutagaol, “Analisis dan Perbandingan Antara UUD 1945,
Konstitusi RIS, UUDS 1950 dan UUD 1945 Amandemen,
Substansi, Komparasi dan Perubahan Yang Penting” Journal
Unrika, Volume 5, Nomor 1, 2016
Ribkha Annisa Octovina, “Sistem Presidensial di Indonesia” Jurnal Ilmu
Pemerintahan, Volume 4, Nomor 2, 2018
Robertus Robert, “Pengalaman Sistem Semi Presidensialisme Perancis:
Sebuah Pertimbangan Untuk Indonesia” Jurnal Law Review,
Volume XII, Nomor 3, Maret, 2013
Rosalinda, “Kajian Terhadap Sistem Pemerintahan dan Prakteknya Menurut
Undang-Undang Dasar Tahun 1945” Journal IAIN Manado,
Volume 10, Nomor 1, 2012
Sandy Kurnia Christmas, et.al., “Perkembangan dan Sistem Pemerintahan
dan Konsep Kedaulatan Pasca Revolusi Perancis Terhadap Hukum
Internasional” Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Volume 2,
Nomor 2, 2020
Sayid Anshar, “Konsep Negara Hukum dalam Prespektif Hukum Islam”
Journal Soumatera Law Review, Volume 2, Nomor 2, 2019
Suparto, Perbandingan Model Komisi Yudisial Republik Indonesia dengan
Komisi Yudisial Perancis, Jurnal UIR Law Review, Volume 3,
Nomor 01, April, 2019
Usman, “Negara dan Fungsinya” Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN
Alauddin Makassar, Jurnal Al-Daulah, Volume 4, Nomor 1, Juni,
2015
Wesley Liano Hutasoit, “Analisa Perbandingan Amandemen UUD 1945
Perubahan Pertama Tahun 1999 Sampai Perubahan Ke-Empat
Tahun 2002” Jurnal Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
Skripsi
Dea Ayuni, “Analisis Pemikiran Ali Abdur Raziq Tentang Negara Dalam
Prespektif Islam” Skripsi Fakultas Hukum Universitas Islam
Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2018
Made Nurmawati, et al., Konsepsi Fundamental Negara, Fakultas Hukum
Universitas Udayana, 2017
Nengah Suantra, “Sistem Pemerintahan dan Pertanggungjawaban Eksekutif”
Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unud
Ni’matul Hasanah, “Kepemimpinan Dalam Sistem Politik Indonesia Pada
Masa Demokrasi Terpimpin Menurut Prespektif Fiqh Siyasah”
Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim, 2014
Nisfu Sya’ban, “Sistem Pemerintahan Indonesia Sebelum dan Sesudah
Amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945” Skipsi Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Mataram, 2020
Ryan Kharisma Akbar, “Perbandingan Sistem Lembaga Perwakilan
Bikameral Indonesia dan Perancis” Skripsi fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2018
145
Ryan Kharisma Akbar, “Perbandingan Sistem Lembaga Perwakilan
Bikameral Indonesia dan Perancis”, Skripsi Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia, 2018
Satriansyah Den Retno Wardana, “Penataan Sistem Pemerintahan
Presidensial Melalui Konfigurasi Pemilihan Umum Serentak di
Indonesia” Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah
Sumatera Utara, 2020
Konstitusi
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Constitution of Ocktober 4, 1958
Internet, Makalah dan Artikel
Afreza Fadli, “Pengertian dan Istilah Hukum Tata Negara Menurut Para
Ahli Dalam dan Luar Negeri” Makalah Fakultas Hukum
Universitas Ekasakti Padang, 2020, hlm.7,
https://files.osf.io/v1/resources/7une6/provides/osfstorage/5e783c5
40cd06c069b001ef6?action=download&version=1 diakses 22
Maret 2021, 19:17
Al Khanif, “Perbandingan Hukum Tata Negara dan Hak asasi Manusia”
Diktat Mata Kuliah Fakultas Hukum Universitas Jember, 2017,
hlm. 1
http://repository.unej.ac.id/bitstream/hendle/123456789/80092/Al
%20Khanif_Diktat_Perbandingan_%20Hukum%20Tata%20Negar
a.pdf?sequence=1&isAllowed=y, 22 Maret 2021, 0:03
Ardhendu, “Political System of France” artikel at
http://www.Iscollege.ac.in/sites/default/files/econtent/France%20p
olitics%20BA%201%20Ardhendu.pdf, hlm. 1, diakses 9 Mei 2021,
4:29
Carapedia, “Sistem Pemerintahan Negara Perancis” Artikel at
https://carapedia.com/sistem_pemerintahan_negara_perancis_info2
91.html, diakses 23 Mei 2021, 15:38
Daniel Samosir, “Makalah Perbandingan Hukum Tata Negara (Indonesia
dan Amerika Serikat)”, 2013, hlm. 5,
https://id.scribd.com/doc/127714203/Makala-Perbandingan-
Hukum-Tata-Negara-Indonesia-Amerika-Serikat, diakses 1 April
2021, 22:02
Dasri Tiara Salsabila, “Pengertian dan Macam-Macam Bentuk Negara”
Fakultas Hukum Universitas Ekasakti-AAI Padang,
https://osf.io/r9he3/download/?format=pdf diakses 11 Februari
2021, 11:51 WIB
Diah Wahyuningsih, et al., “Perbandingan Pemerintahan Indonesia dan
Perancis” Makalah Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, 2018,
hlm. 34-36,
http://www.academia.edu/36817003/Perbandingan_Pemerintahan_I
ndonesia_Dengan_Perancis, diakses 22 Mei 2021, 16:37
146
Edunitas, “Republik Kelima Perancis” http://kk.sttbandung.ac.id/id3/1-
3042-2940/Republik-Kelima-Perancis_198602_kk-
sttbandung.html, diakses 23 Mei 2021, 13:34
Effendi, P.D, “Dialog Kembali ke jati Diri Negara Semi-Presidensial”
Artikel at http://sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/, 2005, diakses 11 Mei
2021, 1:19
Ega Gabriel, “Pengertian dan Bentuk Bentuk Negara” Fakultas Hukum
Universitas Ekasakti-AAI Padang, https://osf.io/wzx3d/download
diakses 11 Feburuari 2021, 10:13 WIB
Eva Liu, “System of Government in Some Foreign Countries: France”
Artikel at http://www.legco.gov.hk diakses 22 Mei 2021, 15:41
Fauzyl Haznan, “Sistem Campuran” Universitas Ekasakti-AAI, hlm. 7,
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://
osf.io/db5rp/download&ved=2ahUKEwiiv-O-
8fDvAhUJb30KHUyxBVkQFjAKegQIHRAC&usg=AovVaw2Pqn
muqCaRgu-dFvHeP8wy, diakses, 9 April 2021, 17:02
Febriana Putri, “ Sistem Pemerintahan di Perancis” Artikel at Sribd
http://id.sribd.com/doc/242500273/Sistem-Pemerintahan-Di-
Perancis diakses 22 Mei 2021, 16:00
Fernandes Raja Saor, “Sistem Pemerintahan Indonesia Sebelum dan
Sesudah Amandemen” hlm. 1, 2008, Artikel dalam
https://raja1987.blogspot.com, diakses 3 Mei 2021, 2:02
Harianto, “Makalah Perbandingan Hukum Tata Negara: Pengertian dan
Istilahnya”, 2018, hlm.4,
https://harianto05091995.blogspot,com/2018/03/perbandingan-
hukum-tata-negara.html?m=1, diakses 1 April 2021, 19:30
I Nengah Suantara S. M, “Sistem Pemerintahan dan Pertanggungjawaban
Eksekutif” Artikel Dosen Universitas Udayana,
http://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penunjang_dir/9ac70dfee70a
6257183b5c698c21f2.pdf, diakses 11 Mei 2021, 1:31
I Putu Ari Astawa, “Negara dan Konstitusi “Makalah Universitas Udayana,
2017,
hlm.21,https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/2f
0542d649a363d3f06edb24599a0.pdf diakses 17 Maret 2021, 20:49
WIB
Kusnul Konik, “Peran Soeharto di Indonesia pada Masa Pemerintahan Orde
Baru (1966-1998), Artikel Skripsi, 2015, hlm. 5
http://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/aldaulah/article/download/5
2/37, diakses 29 April 2021, 2:45
Lektur, “Terdapat 4 definisi dan arti perbandingan di KKBI (Kamus Besar
Bahasa Indonesia),
https://lektur.Id/artiperbadingan/#:~:text+Perbandingan%20Hukum
%20(Kamu%20Besar%20Bahasa,negara%20atau%20lebih...,
diakses pada tanggal 11 februari 2021
147
Lisda Syamsumardian, “Hukum Tata Negara”
http://dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/30062110341554473454
405April2019.pdf, diakses 21 Maret 2021, 23:12
Meima, “Penerapan Sistem Presidensial dalam Demokrasi Modern” Artikel
Dosen Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana, hlm. 1,
https://media.neliti.com/media/publications/281768-penerapan-
sistem-presidensial-dalam-demo-3ce8d9b1.pdf, diakses 23 Mei
2021, 11:53
MKRI, “Sejarah dan Perkembangan Konstitsi di Indonesia” Artikel
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2015
https://mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=1176, diakses 28
April 2021, 23:20
Muchamad Ali Safa’at, “Sejarah Konstitusi di Indondesia” artikel, 2015,
hlm. 21, https://safaat.lecture.ub.ac.id/files/2015,03/sejarah-
konstitusi-di-indonesia.pdf, diakses 27 April 2021, 21:45
Nadiroh, “Teori dan Konsep Konstitusi” PKNI4419/MODUL 1 Konstitusi
UUD 1945
Ratna Puspitasari, “Revolusi Perancis, Revolusi Industri Perancis, Restorasi
Meiji” Modul Pertemuan dan Perkemangan Masyarakat Global,
2017
Sirat Nurjahrul, “Perbandingan Sistem Pemerintahan Presidensial dengan
Parlementer” Artikel Perbandingan Sistem Pemerintahan,
http://informasipendidikan07.blogspot.com/2013/02/perbandingan-
sistem-pemerintahan.html, diakses 23 Mei 2021, 12;16
Sofian Effendi, “Sistem Pemerintahan Adalah Jati Diri Bangsa” Artikel
Dialog Kembali ke Jati Diri Negara Semi Presidensial, hlm. 4,
http://sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/DIALOG-KEMBALI-KE-
JATI-DIRI-NEGARA-SEMI-PRESIDENSIAL.pdf, diakses 11
April 2021, 12:50
Sri Soemantri, “Kekuasaan dan Sistem Pertanggungjawaban Presiden Pasca
Perubahan UUD 1945”, Makalah Seminar Sistem Pemerintahan
Indonesia Pasca Amandmen UUD 1945
Suwarma Almuchtar, “Konsep Dasar Hukum Tata Negara” Modul 1, hlm.6,
http://repository.ut.ac.id/3856/1/PKNI4206-M1.pdf, diakses 21
Maret 2021, 2:56
148
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Hyang Iman Kinasih Gusti
NPM : 5117500096
Tempat/TanggalLahir : Pemalang, 28 Maret 1999
Program Studi : Ilmu Hukum
Alamat : Jl. Kepodang Desa Danasari Rt 01 Rw 01 Kec. Pemalang,
Kab. Pemalang, Jawa Tengah
Riwayat Pendidikan :
No. Sekolah Tahun
Masuk
Tahun
Lulus
1 SD Negeri 1 Danasari 2005 2011
2 SMP Negeri 1 Pemalang 2011 2014
3 SMA Negeri 3 Pemalang 2014 2017
4 S1 Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal 2017 2021
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya.
Tegal,2021
Hormat Saya,
Hyang Iman Kinasih Gusti