perbandingan sifat fisik sediaan krim, gel,...
TRANSCRIPT
-
i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PERBANDINGAN SIFAT FISIK SEDIAAN KRIM,
GEL, DAN SALEP YANG MENGANDUNG ETIL P-
METOKSISINAMAT DARI EKSTRAK RIMPANG
KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA LINN.)
SKRIPSI
SRY WARDIYAH
1111102000058
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2015
-
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PERBANDINGAN SIFAT FISIK SEDIAAN KRIM,
GEL, DAN SALEP YANG MENGANDUNG ETIL P-
METOKSISINAMAT DARI EKSTRAK RIMPANG
KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA LINN.)
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
SRY WARDIYAH
1111102000058
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2015
-
vi
ABSTRAK
Nama : Sry Wardiyah
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Perbandingan Sifat Fisik Sediaan Krim, Gel, dan Salep
yang Mengandung Etil p-Metoksisinamat dari Ekstrak
Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn.)
Kencur (Kaempferia galanga Linn.) merupakan tanaman yang termasuk suku
Zingiberaceae yang mengandung minyak atsiri, yang terdiri atas etil p-
metoksisinamat (EPMS) 30%.EPMS merupakan komponen terbesar dari rimpang
kencur yang memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi.EPMS diformulasikan dalam
bentuk sediaan setengah padat, yaitu krim, gel, dan salep.Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui sifat fisik dari ketiga sediaan dan mengetahui sediaan yang
paling stabil.Kencur diekstraksi menggunakan pelarut n-heksana, kemudian
ekstrak cair dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50C. Ekstrak
kental yang didapatkan kemudian diisolasi hingga didapatkan kristal EPMS.
Selanjutnya diuji kemurniannya menggunakan metode KLT dengan eluen n-
heksana : etil asetat (3:2) dan dianalisa menggunakan GCMS. Kristal EPMS yang
didapatkan dari hasil isolasi berwarna kuning pucat, berbentuk kristal jarum, dan
berbau aromatik khas lemah, dengan titik leleh 49-50C. EPMS yang didapatkan
kemudian diformulasikan dalam 3 bentuk sediaan setengah padat, yaitu krim, gel,
dan salep.Ketiga formula dari masing-masing jenis sediaan dioptimasi untuk
mendapatkan formula yang optimal. Masing-masing sediaan yang telah
dioptimasi, kemudian dikarakterisasi secara fisik dengan cara melakukan uji
organoleptis, homogenitas, pH, daya sebar, viskositas dan sifat alir, serta
pengujian stabilitas sediaan (cycling test, sentrifugasi, dan penyimpanan pada
suhu ruang dan suhu 40C).Pengujian sifat fisik ini dilakukan pada minggu ke-0
dan minggu ke-4.Ketiga jenis sediaan ini disimpan selama 4 minggu pada suhu
ruang dan suhu 40C.Berdasarkan uji stabilitas, didapatkan hasil yang
menunjukkan bahwa sediaan gel yang mengandung EPMS dari rimpang kencur
merupakan bentuk sediaan yang paling stabil, sedangkan sediaan krim dan salep
tidak stabil.Karakteristik sediaan gel yaitu berwarna kuning kehijauan, berbau
alkohol, homogen, memiliki pHsebesar 6,448;viskositas 27000cPs; daya sebar gel
dengan slope 0,0912 cm2/gram; dan sifat alir sediaan adalah aliran plastis
tiksotropik.
Kata kunci : EPMS, kencur (Kaempferia galanga Linn.), krim, gel,
salep, stabilitas fisik
-
vii
ABSTRACT
Name : Sry Wardiyah
Study Program : Pharmacy
Title : Physical Characteristics Comparison of Cream, Gel, and
Ointment that Contain Ethyl p-methoxycinnamic from
Kencur Rhizome Extract (Kaempferia galanga Linn.)
Kencur (Kaempferia galanga Linn.) is a plant which is classified as
Zingiberaceae that contain essential oil including ethyl p-methoxycinnamate
(EPMC) 30%. EPMC is the main component from kencur rhizome that has anti-
inflammatory activity. EPMC was formulated into semisolid dosage forms which
were cream, gel, and ointment. The purpose of this study were to evaluate the
physical characteristics of the dosage forms and to find the most stable dosage
form. Kencur was extracted by using n-hexane, and then the liquid extract was
concentrated by using rotary evaporator at temperature of 50C. Viscous extract
was then isolated to obtain EPMC crystals. It was then further tested for purity
using TLC with eluent n-hexane : ethyl acetate (3:2) and analyzed by using
GCMS. EPMC crystals obtained from the isolated were pale yellow, needle-
shaped crystals, and had a distinctive aromatic smell, with a melting point of 49-
50C. EPMC obtained then formulated into 3 semisolid dosage forms such
as creams, gels, and ointments. The three formulas of each type of preparations
were optimized to obtain the optimal formula. Each of the optimized preparation
was then evaluated for its physical characteristic which included organoleptic
test, homogenity, pH, spreading ability, viscosity and flow characteristic, and
stability test (cycling test, centrifugation, and stored in room temperature
and 40Ctemperature). Physical characteristic tests were performed at week0 and
week 4. The dosage forms were stored for 4 weeks in room temperature
and 40C temperature. From the stability test, results showed that gel that contain
EPMC from kencur rhizome (Kaempferia galanga Linn.) was stable, while
the cream and ointment was unstable. The characteristics of gel dosage form were
yellow to green colored, smelled alcoholic, homogenous, pH 6,448; the
viscosity of 27000cPs; the slopespreading ability of the gel 0,0912 cm2/gram; and
the flow characteristic of the dosage form was plastic thicsothropic.
Keywords : EPMS, kencur (Kaempferia galanga Linn.), cream, gel,
ointment, physical stability
-
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai.Penulisan
skripsi yang berjudul Formulasi dan Perbandingan Sifat Fisik Sediaan Krim, Gel,
dan Salep yang Mengandung Etil p-Metoksisinamat dari Ekstrak Rimpang Kencur
(Kaempferia Galanga Linn.) bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(FKIK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya
kepada:
1. Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt. dan Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt.
selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu,
tenaga, saran, dan dukungan kepada penulis selama ini.
2. Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Yardi, Ph.D., Apt., selaku Kepala Program Studi Farmasi dan Nelly Suryani,
Ph.D., Apt., selaku Sekretaris Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Nelly Suryani, Ph.D., Apt., dan Eka Putri, M.Si., Apt., selaku dewan penguji
yang telah memberikan bimbingan, saran, dan dukungan dalam penelitian ini.
5. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, atas
ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis.
6. Kedua orang tua tersayang, ayahanda Aprinal dan ibunda Ramadeni yang
telah membesarkan, mendidik, dan senantiasa memberikan kasih sayang, doa
yang tak pernah terputus, memberikan semangat, dukungan dan perhatian
terbesar bagi penulis baik secara moril maupun materiil.
-
ix
7. Kedua adikku tersayang Widi Safitri dan Della Fathira serta
keluargabesarkuatas setiap doa, semangat, dan dukungannya kepada penulis.
8. Teman-teman tersayang (Achi, Rizza,Astri,Fio, Brasti, Fiza, Fitri, Maharani,
Inten, dan Wardah) yang selalu ada dan tak henti memberikan semangat,
dukungan, dan saran kepada penulis selama ini.
9. Teman-teman seperjuangan Geng Unyils Icho danArin atas kebersamaan,
bantuan, dukungan dan saran yang telah diberikan kepada penulis.
10. Rhesa, Reza, Ali, Nicky, Haidar, Sutar, dan Aziz yang telah membantu penulis
selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
11. Atikah, Rizky F., Rama, Aditya, Rizki S, Anggia dan seluruh keluarga besar
IPA3 yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama ini.
12. Kak Nanda, Kak Bustami, dan kakak-kakak Bimbingan Tes Alumni yang
telah memberikan dukungan kepada penulis selama ini.
13. Seluruh kakak laboran yang telah membantu penulis melakukan penelitian.
14. Teman-teman Farmasi 2011, khusunya Farmasi 2011 AC atas kebersamaan,
kekeluargaan, dukungan dan bantuan selama ini.
15. Nunud, Dian, Azmi, Risha, Afina, Zakiyah, Lilis, Icak, Noni dan seluruh
keluarga besar Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas dukungannya kepada penulis.
16. Serta kepada semua pihakyang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan
balasan dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.Untuk itu
penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan pada umumnya, dan ilmu farmasi pada khususnya.
Ciputat, Juli 2015
Penulis
-
xi
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... v
ABSTRAK ..................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4
2.1.Tumbuhan Kencur .......................................................................... 4
2.1.1. Taksonomi Tumbuhan .................................................. 4 2.1.2. Habitat Tumbuh ............................................................ 5 2.1.3. Morfologi ...................................................................... 5 2.1.4. Kandungan Kimia ......................................................... 6 2.1.5. Manfaat Tumbuhan ....................................................... 7
2.2.Ekstraksi ......................................................................................... 8
2.2.1. Ekstrak .......................................................................... 8 2.2.2. Ekstraksi ....................................................................... 8
2.3.Kromatografi .................................................................................. 12
2.4. Krim ........................................................................................... 14 2.4.1. Definisi Sediaan Krim .................................................. 14 2.4.2. Fungsi Krim .................................................................. 15 2.4.3. Kualitas Dasar Krim ..................................................... 16 2.4.4. Bahan-bahan Penyusun Krim ....................................... 16 2.4.5. Metode Pembuatan Krim .............................................. 17 2.4.6. Stabilitas Sediaan Krim ................................................ 18 2.4.7. Evaluasi Mutu Sediaan Krim ........................................ 18
-
xii
2.5. Gel ............................................................................................. 19 2.5.1. Definisi Sediaan Gel ..................................................... 19 2.5.2. Basis Gel dan Faktor yang Mempengaruhi .................. 20 2.5.3. Kegunaan Gel ............................................................... 23 2.5.4. Kelebihan dan Kekurangan Sediaan Gel ...................... 24 2.5.5. Sifat dan Karakteristik Gel ........................................... 24 2.5.6. Metode Umum Pembuatan Gel .................................... 26
2.6. Salep .......................................................................................... 26 2.6.1. Definisi Sediaan Salep .................................................. 26 2.6.2. Penggunaan Salep ......................................................... 27 2.6.3. Karakteristik Salep........................................................ 27 2.6.4. Eksipien dalam Sediaan Salep ...................................... 27
2.7. Stabilitas dan Uji Kestabilan Fisik ............................................ 31 2.8. Formulasi Sediaan Setengah padat ............................................ 32
2.8.1. Setil Alkohol ................................................................. 32 2.8.2. Isopropil Miristat .......................................................... 33 2.8.3. Asam Stearat ................................................................. 33 2.8.4. Trietanolamin ................................................................ 34 2.8.5. Minyak Zaitun .............................................................. 35 2.8.6. Propilen Glikol.............................................................. 35 2.8.7. Metil Paraben ................................................................ 36 2.8.8. Propil Paraben ............................................................... 37 2.8.9. Natrium Metabisulfit .................................................... 38 2.8.10. Karbopol ....................................................................... 39 2.8.11. Hidroksipropil Metilselulosa ........................................ 40 2.8.12. Vaselin Album .............................................................. 41 2.8.13. Cera Alba ...................................................................... 42 2.8.14. Lanolin Anhidrat ........................................................... 42
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................. 43
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 43
3.2. Alat dan Bahan .......................................................................... 43
3.2.1. Alat .............................................................................. 43 3.2.2. Bahan ........................................................................... 43
3.3. Prosedur Penelitian .................................................................... 44
3.3.1. Isolasi Kristal EPMS ....................................................... 44 3.3.1.1.Pengambilan Sampel ........................................... 44
3.3.1.2.Penyiapan Simplisia ............................................ 44
3.3.1.3. Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur .................. 44
3.3.2. Identifikasi Kristal EPMS ............................................... 45 3.3.2.1. Pemeriksaan Organoleptis .................................. 45
3.3.2.2. Pengukuran Titik Leleh ...................................... 45
3.3.2.3.Identifikasi Senyawa EPMS menggunakan GCMS ... 45
3.3.3. Optimasi Formula Sediaan Setengah Padat .................... 46 3.3.3.1. Krim ................................................................... 46
3.3.3.2. Gel ...................................................................... 47
3.3.3.3. Salep ................................................................... 47
3.3.3.4. Evaluasi Formula ............................................... 48
-
xiii
3.3.4. Evaluasi Sifat Fisik Sediaan ............................................ 48 3.3.4.1. Pemeriksaan Organoleptis ................................. 48 3.3.4.2. Pemeriksaan Homogenitas ................................ 48 3.3.4.3. Penentuan pH Sediaan ....................................... 49 3.3.4.4. Pemeriksaan Viskositas dan Sifat Alir .............. 49 3.3.4.5. Pemeriksaan Daya Sebar ................................... 49 3.3.4.6.Uji Stabilitas ........................................................ 49
BAB 4HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 51
4.1.Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur ............................................. 51
4.2.Identifikasi Kristal EPMS ............................................................. 52
4.3.Optimasi Formula Sediaan ........................................................... 53
4.3.1. Krim ............................................................................... 53 4.3.2. Gel ................................................................................... 54 4.3.3. Salep ................................................................................ 55
4.4.Evaluasi Sifat Fisik Sediaan ......................................................... 55
4.4.1. Organoleptis ................................................................... 56 4.4.2. Homogenitas ................................................................... 57 4.4.3. Pengukuran Derajat Keasaman (pH) ............................... 58 4.4.4. Daya Sebar ..................................................................... 59 4.4.5. Sentrifugasi ..................................................................... 62 4.4.6. Viskositas dan Sifat Alir ................................................. 63 4.4.7. Cycling Test ..................................................................... 66
4.4.7.1. Krim .................................................................. 66
4.4.7.2. Gel ..................................................................... 66
4.4.7.3. Salep .................................................................. 67
4.4.8. Pengukuran Diameter Globul Rata-rata .......................... 67
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 69
5.1.Kesimpulan ................................................................................... 69
5.2.Saran ............................................................................................. 69
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 70
LAMPIRAN .................................................................................................... 75
-
xiv
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1.Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) ................................ 4
Gambar 2.2.Struktur Etil p-Metoksisinamat .................................................. 6
Gambar 2.3.Struktur Setil Alkohol ................................................................. 32
Gambar 2.4.Struktur Isopropil Miristat .......................................................... 33
Gambar 2.5.Struktur Asam Stearat ................................................................. 33
Gambar 2.6.Struktur Trietanolamin ............................................................... 34
Gambar 2.7.Struktur Propilen Glikol ............................................................ 35
Gambar 2.8.Struktur Metil Paraben ................................................................ 36
Gambar 2.9.Struktur Propil Paraben ............................................................. 37
Gambar 2.10.Struktur Karbopol .................................................................... 39
Gambar 2.11.Struktur Hidroksipropil Metilselulosa ..................................... 40
Gambar 4.1.KLT Isolat Kencur ...................................................................... 51
Gambar 4.2.Spektrum GCMS EPMSstandar ................................................. 52
Gambar 4.3. Spektrum GCMS EPMS yang diuji ......................................... 53
Gambar 4.4. Kurva Daya Sebar Krim ......................................................... 59
Gambar 4.5. Kurva Daya Sebar Gel ............................................................ 60
Gambar 4.6. Kurva Daya Sebar Salep ......................................................... 60
Gambar 4.7. Kurva Daya Sebar Minggu ke-0 ............................................. 61
Gambar 4.8.Kurva Sifat Alir Krim ................................................................ 64
Gambar 4.9. Kurva Sifat Alir Gel .................................................................. 64
Gambar 4.10. Kurva Sifat Alir Salep ............................................................ 65
Gambar 4.11. Globul Minggu ke-0 ............................................................... 68
Gambar 4.12. Globul Setelah Cycling Test .................................................... 68
Gambar 4.13. Globul Minggu ke-4 Suhu Ruang ........................................... 68
Gambar 4.14. Globul Minggu ke-4 Suhu 40C ............................................. 68
-
xv
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1.Pengawet Sediaan Gel ..................................................................... 22
Tabel 3.1.Formulasi Krim ............................................................................... 46
Tabel 3.2.Formulasi Gel .................................................................................. 47
Tabel 3.3.Formulasi Salep ............................................................................... 47
Tabel 4.1.Hasil Identifikasi Kristal EPMS ...................................................... 52
Tabel 4.2.Hasil Uji Optimasi Formula Krim ................................................... 53
Tabel 4.3.Hasil Uji Optimasi Formula Gel ..................................................... 54
Tabel 4.4.Hasil Uji Optimasi Formula Salep .................................................. 55
Tabel 4.5.Hasil Pengamatan Secara Organoleptis ........................................... 56
Tabel 4.6.Hasil Pengamatan Homogenitas ...................................................... 57
Tabel 4.7.Hasil Pengujian pH .......................................................................... 58
Tabel 4.8.Data Uji Daya Sebar Krim .............................................................. 59
Tabel 4.9.Data Uji Daya Sebar Gel ................................................................. 59
Tabel 4.10.Data Uji Daya Sebar Salep ............................................................ 60
Tabel 4.11.Data Uji Daya Sebar Minggu ke-0 ................................................ 61
Tabel 4.12.Data Uji Daya Sebar Minggu ke-4 Suhu Ruang ........................... 61
Tabel 4.13.Data Uji Daya Sebar Minggu ke-4 Suhu 40C .............................. 62
Tabel 4.14.Hasil Uji Sentrifugasi .................................................................... 63
Tabel 4.15.Hasil Uji Viskositas ....................................................................... 64
Tabel 4.16.Hasil Cycling Test ......................................................................... 66
-
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1.Kerangka Konsep ....................................................................... 75
Lampiran 2.Bagan Alur Kerja Destilasi Pelarut n-heksana Teknis ............... 76
Lampiran 3.Bagan Alur Isolasi Kristal EPMS dari Rimpang Kencur .......... 77
Lampiran 4.Gambar Alat Penelitian ............................................................... 78
Lampiran 5.Penyiapan Simplisia dan Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur .. 79
Lampiran 6.Perhitungan Rendemen, dan Rf .................................................. 80
Lampiran 7.Data Hasil Uji pH ....................................................................... 81
Lampiran 8.Data Hasil Pengukuran Daya Sebar ........................................... 82
Lampiran 9.Data Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir ...................... 87
Lampiran 10.Data Hasil Pengukuran Diameter Globul Rata-rata ................. 88
-
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia dikenal dengan keanekaragaman hayati, salah satunya adalah
keanekaragaman floranya.Flora yang beranekaragam ini dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan manusia dan organisme lainnya, baik bagi kesehatan,
sandang, pangan, dan papan.Dalam kesehatan, banyak sekali tanaman yang dapat
digunakan sebagai obat tradisional.Tanaman obat secara turun temurun telah
digunakan bagi masyarakat Indonesia khususnya untuk mencegah, mengobati dan
memelihara kesehatan.
Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu tanaman obat yang
bernilai ekonomis cukup tinggi sehingga banyak dibudidayakan dan memiliki
potensi untuk dikembangkan.Kencur ini sering digunakan secara empirik sebagai
obat tradisional seperti obat batuk, radang lambung, muntah-muntah, nyeri,
tetanus, sakit kepala, memperlancar haid, dan influenza (Nie, 2012).Penelitian
Sulaiman et al. (2007) melaporkan bahwa ekstrak kencur memiliki aktivitas
antiinflamasi yang diuji pada radang akut yang diinduksi dengan karagenan.
Menurut Hasanah (2011), rimpang kencur juga sering digunakan sebagai obat
tradisional, salah satunya adalah untuk mengobati radang (inflamasi).
Kencur merupakan tanaman yang termasuk suku Zingiberaceae yang
diketahui mengandung minyak atsiri. Berdasarkan penelitian Inayatullah (1997),
tanaman kencur mempunyai kandungan kimia minyak atsiri 2,4-3,9% yang terdiri
atas etil-p-metoksisinamat 30% (EPMS). EPMS merupakan komponen terbesar
dari rimpang kencur, yang dapat dimanfaatkan karena memiliki aktivitas sebagai
tabir surya, analgesik-antiinflamasi dan antibakteri (Ifansyah, 1996).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai aktivitas ekstrak
etanol kencur antara lain sebagai penyembuh luka (Tara V., 2006), dan sebagai
analgesik dan antiinflamasi (Vittalrao, 2011). Ekstrak minyak atsiri sebagai
antibakteri dan antifungi (Tewtrakul et al., 2005), dan ekstrak air dari kencur
memiliki aktivitas sebagai antinosiseptif dan antiinflamasi (Sulaiman et al.,
2008).Selain itu juga telah dilakukan penelitian menggunakan ekstrak n-heksana
1
-
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kencur, dan didapatkan senyawa EPMS yang diisolasi dari ekstrak kencur yang
dimaserasi menggunakan pelarut n-heksana memiliki aktivitas sebagai
antiinflamasi (Mufidah, 2014).
Efek antiinflamasi kencur terutama berasal dari senyawa etil p-
metoksisinamat (EPMS).EPMS ini memiliki efek analgesik dan antiinflamasi
yang signifikan dengan menghambat sintesis TNF- dan IL-1.Selain itu, efek ini
juga melibatkan penghambatan fungsi vital sel endogen seperti proliferasi,
migrasi, dan sintesis dari vaskular endotel growth factor (Umar et al., 2014).Oleh
karena itu, EPMS dapat menjadi prekursor potensial untuk pengembangan agen
terapi dengan potensi untuk mengobati penyakit yang melibatkan peradangan.
Banyaknya penelitian yang menyatakan bahwa EPMS memiliki aktivitas
antiinflamasi menjadi dasar dalam pembuatan formulasi sediaan topikal yang
mengandung EPMS. Dengan sistem penghantaran topikal, bahan aktif tidak hanya
dihantarkan dengan nyaman, tetapi juga dapat meningkatkan kepatuhan pasien,
menghantarkan obat ke kulit dalam penanganan kelainan kulit, dan bila ada
permasalahan, penghentian obat lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan
pemberian obat melalui rute yang lain (Chien et al., 2002). Oleh karena itu,
bentuk sediaan yang cocok sebagai pembawa untuk penggunaan topikal ini adalah
sediaan setengah padat (krim, gel, dan salep).
Berdasarkan uraian di atas dan sebagai gerakan back to nature dengan
memanfaatkan tanaman kencur, penulis melakukan penelitian untuk
membuatsediaan krim, gel, dan salep yang mengandung EPMS dari rimpang
kencur, serta menguji sifat fisik sediaan tersebut.Pengujian sifatfisik ini dilakukan
selama 4 minggu pada suhu kamar dan suhu tinggi, selanjutnya dilakukan
pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan organoleptis, homogenitas, penentuan
pH, viskositas, daya sebar, dan sentrifugasi. Dari hasil uji sifat fisik tersebut,
selanjutnya akandibandingkan sifat fisik dari ketiga sediaan setengah padat
tersebut, sehingga didapatkan sediaan dengan sifat fisik yang paling baik dari
ketiga sediaan tersebut.
-
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana sifat fisik ketiga sediaan setengah padat(krim, salep dan
gel) yang mengandung EPMS dari rimpang kencur tersebut?
2. Manakah dari ketiga sediaan setengah padat (krim, salep dan gel)
tersebut yang menunjukkan sifat fisik paling stabil?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui sifat fisiksediaan setengah padat(krim, salep dan gel)
yang mengandung EPMS dari rimpang kencur tersebut.
2. Mengetahui sediaan yang paling stabil dari ketiga sediaan tersebut.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah faedah bagi
perkembangan dunia farmasi mengenai sediaan setengah padat
antiinflamasi.
2. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai
ekonomis dari kencur (Kaempferia galanga L.) sehingga semakin
banyak digunakan oleh masyarakat terutama sebagai antiinflamasi.
3. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan mengenai sediaan setengah padat antiinflamasi.
-
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tumbuhan Kencur (Kaempferia galanga L.)
2.1.1. Taksonomi Tumbuhan(USDA)
Kedudukan kencur (Kaempferia galanga L.) dalam sistematika
(taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:
Gambar 2.1Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.)
[Sumber: Koleksi Pribadi]
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu/monokotil)
Sub Kelas : Zingiberidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae (Suku jahe-jahean)
Genus : KaempferiaL.
Spesies : Kaempferia galanga L.
4
-
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.2. Habitat Tumbuh
Kencur merupakan terna kecil yang tumbuh subur di daerah dataran
rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak
air.Kencur tumbuh dan berkembang pada musim tertentu, yaitu pada musim
penghujan.Kencur dapat ditanam dalam pot atau di kebun yang cukup sinar
matahari, tidak terlalu basah dan di tempat terbuka (Depkes, RI., 1987).
Kencur tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur, sedikit berpasir, dan
subur.Namun kencur cukup toleran terhadap tanah yang tidak terlalu
subur.Bahkan pada musim kemarau panjang, kencur masih dapat bertahan hidup,
namun tampak seolah mati suri.Di musim kemarau, semua daunnya mengering,
tetapi rimpang kencur masih dapat bertahan. Saat hujan atau disirami air, maka
tunas akan tumbuh kembali (Muhlisah, 1999).
2.1.3. Morfologi
Kencur (Kaempferia galanga L.) termasuk dalam tanaman jenis empon-
empon yang mempunyai daging buah paling lunak, tidak berserat, berwarna putih,
dan kulit luarnya berwarna coklat.Rimpang kencur mempunyai aroma yang
spesifik.Jumlah helaian daun kencur tidak lebih dari 2-3 lembar dengan susunan
berhadapan. Bunganya tersusun setengah duduk dengan mahkota bunga
berjumlah antara 4 sampai 12 buah, bibir bunga berwarna lembayung dengan
warna putih lebih dominan (Depkes, RI., 1987).
Sampai saat ini karakteristik utama yang dapat dijadikan sebagai pembeda
kencur adalah daun dan rimpang.Berdasarkan ukuran daun dan rimpangnya,
dikenal 2 tipe kencur, yaitu kencur berdaun lebar dengan ukuran rimpang besar
dan kencur berdaun sempit dengan ukuran rimpang lebih kecil.Biasanya kencur
berdaun lebar dengan bentuk bulat atau membulat, mempunyai rimpang dengan
ukuran besar pula, tetapi kandungan minyak atsirinya lebih rendah daripada
kencur yang berdaun kecil berbentuk jorong dengan ukuran rimpang lebih kecil.
Salah satu varietas unggul kencur dengan ukuran rimpang besar adalah varietas
unggul asal Bogor (Galesia-1) yang mempunyai ciri sangat spesifik dan berbeda
dengan klon dari daerah lain yaitu warna kulit rimpang cokelat terang dan daging
-
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
rimpang berwarna kuning, berdaun membulat, ujung daun meruncing dengan
warna daun hijau gelap. (Rostiana et al., 2005).
2.1.4. Kandungan Kimia
Rimpang tumbuhan kencur mengandung saponin, falavonoid, polifenol,
dan minyak atsiri (Depkes, 2001).Kencur mengandung pati (4,14 %), mineral
(13,73 %), minyak atsiri (0,02 %) berupa sineol, asam metil kanil dan penta
dekan, asam sinamat, etil ester, borneol, kamphene, paraeumarin, asam anisat,
alkaloid, dan gom (Depkes, RI., 1987).
Kandungan minyak atsiri dalam ekstrak Kaempferia galanga L. yang telah
diteliti oleh Umar et al. (2012) di antaranya adalah asam propionate (4,71%),
pentadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%), 1,21-docosadiene (1,47%), beta-
sitosterol (9,88%), dan komponen terbesar adalah etil p-metoksisinamat (80,05%).
Selain itu pada penelitian Tewtrakul et al. dilaporkan bahwa dalam ekstrak
Kaempferia galanga L. juga mengandung -pinen, kamphen, karvon, benzene,
eukaliptol, borneol dan metil sinamat.
Kandungan kimia utama dalam rimpang kencur adalah etil parametoksi
sinamat (terkandung dalam minyak atsiri kencur) yang mempunyai aktivitas
analgetik dan diduga bertanggung jawab pula terhadap efek penambah nafsu
makan.
Gambar 2.2 Struktur Etil p-metoksisinamat
EPMS termasuk ke dalam senyawa ester yang mengandung cincin benzene
dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat
etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan
pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat,
metanol, air dan heksan. Dalam ekstraksi suatu senyawa yang diekstrak, keduanya
-
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
harus memiliki kepolaran yang sama atau mendekati sama. EPMS adalah suatu
ester yang mengandung cincin benzen dan gugus metoksi yang bersifat non polar
dan mengandung gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat agak polar
menyebabkan senyawa ini mampu larut dalam beberapa pelarut dengan kepolaran
bervariasi. Hasil penelitian pada pemilihan pelarut pada suhu kamar didapat
bahwa heksan adalah pelarut yang paling sesuai, ditandai dengan persentase hasil
isolasi tertinggi yaitu 2,111% yang diikuti etanol yaitu 1,434%, dan etil asetat
0,542%, sedangkan dengan akuades tidak terdapat kristal (Taufikkurohmah et al.,
2008).
Isolasi dan pemurnian EPMS ini dapat dilakukan dengan mudah
menggunakan metanol sehingga didapatkan kristal berwarna putih. Selain itu
EPMS mempunyai gugus fungsi yang reaktif sehingga sangat mudah
ditransformasikan menjadi gugus fungsi yang lain (Barus, 2009).
2.1.5. Manfaat Tumbuhan
Kencur dapat mengobati penyakit radang lambung, radang anak telinga,
influenza pada bayi; masuk angina, sakit kepala, batuk, menghilangkan darah
kotor; diare, memperlancar haid, mata pegal, keseleo, lelah (Anonim, 1987).
Selain itu rimpang kencur juga dapat digunakan sebagai ekspektoransia,
diuretika, karminatif, stimulansia, penambah nafsu makan, disentri, tonikum,
masuk angina, obat asma, infeksi bakteri, anti jamur (Anonim, 2008).
Ekstrak minyak atsiri kencur memiliki aktivitas antimikroba untuk gram
positif (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Strptococcus faecalis, Bacillus
subtilis), gram negatif (Salmonella typhi, Shigella flexneri, Eschericia coli ATCC
2592), dan juga memiliki aktivitas antifungi pada Candida albicans (Tewtrakul et
al., 2005).Ekstrak metanol dari kencur memiliki toksisitas terhadap larva dan
pupa Anopheles stephensi dan juga berpotensi sebagai repellent (Dhandapani et
al., 2011).Ekstrak air dari kencur memiliki aktivitas sebagai antinosiseptif dan
antiinflamasi (Sulaiman et al., 2008).Ekstrak alkohol dari kencur diteliti memiliki
aktivitas sebagai antiinflamasi dan analgesik (Vittalrao et al., 2011), juga
memiliki aktivitas sebagai penyembuh luka (Tara V et al., 2006).
-
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Selain aktivitas dari ekstrak kencur dengan berbagai pelarut, Umar et al.
(2012)telah meneliti tentang bioaktivitas dari isolat kencur yang
bertanggungjawab dalam aktivitas antiinflamasi yakni etil p-metoksisinamat. Etil
p-metoksisinamat (EPMS) menghambat induksi edema karagenan pada tikus
dengan MIC 100 mg/kg dan berdasarkan hasil uji in vitro, EPMS secara non-
selektif menghambat aktivitas COX-1 dan COX-2 dengan nilai IC50 masing-
masing 1,12 M dan 0,83 M. Hasil ini memvalidasi aktivitas anti-inflamasi
kencur yang dihasilkan oleh penghambatan COX-1 dan COX-2.
2.2. Ekstraksi
2.2.1. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sehingga memenuhi baku yang telah ditetapakan (Soesilo,
1995). Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, diluar pengaruh cahaya
matahari langsung (Tiwari, et al., 2011).
Parameter yang mempengaruhi kualitas dari ekstrak adalah (Tiwari, et al.,
2011):
1. Bagian dari tumbuhan yang digunakan.
2. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi.
3. Prosedur ekstraksi.
2.2.2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan bahan aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan (Tiwari, et al., 2011). Selama proses ekstraksi, pelarut akan
berdifusi sampai ke material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa
dengan polaritas yang sesuai dengan pelarutnya.
Ekstraksi merupakan metode pemisahan suatu zat terlarut secara selektif
dari suatu bahan dengan pelarut tertentu. Pemilihan metode yang tepat tergantung
-
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tekstur, kandungan air tanaman yang diekstraksi, dan jenis senyawa yang
akan diisolasi.
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan
massa komponen zat ke dalam pelarut, di mana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.
Efektifitas ekstraksi senyawa kimia dari tumbuhan bergantung pada:
1. Bahan-bahan tumbuhan yang diperoleh.
2. Keaslian dari tumbuhan yang digunakan.
3. Proses ekstraksi.
4. Ukuran partikel.
Macam-macam perbedaan metode ekstraksi yang akan mempengaruhi
kuantitas dan kandungan metabolit sekunder dari ekstrak, antara lain:
1. Tipe ekstraksi.
2. Waktu ekstraksi.
3. Suhu ekstraksi.
4. Konsentrasi pelarut.
5. Polaritas pelarut.
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi
dua cara, yaitu ekstraksi cara panas dan ekstraksi cara dingin (Diitjen POM,
2000).
2.2.2.1.Ekstraksi Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM, 2000).
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.
Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi
kinetik sedangkan yang dilakukan dengan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.
-
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Keuntungan
ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan
sederhana, sedangkan kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan
pelarut yang banyak dan penyarian kurang sempurna.
Dalammaserasi(untukekstrakcairan), serbuk halus atau kasar dari tumbuhan
obatyang kontakdenganpelarut disimpan dalam wadahtertutupuntukperiode
tertentudengan pengadukan yang sering, sampai zat tertentu dapat terlarut.Metode
inipaling cocokdigunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari, et al., 2011).
Modifikasi metode maserasi:
1. Modifikasi maserasi melingkar.
2. Modifikasi maserasi digesti.
3. Modifikasi maserasi melingkar bertingkat.
4. Modifikasi remaserasi.
5. Modifikasi dengan mesin pengaduk.
Keuntungan metode maserasi:
1. Peralatannya sederhana.
2. Dapat digunakan untuk zat yang tahan dan tidak tahan pemanasan.
3. Zat warna mengandung gugus-gugus yang tidak stabil (mudah
menguap seperti ester dan eter tidak akan rusak atau menguap karena
berlangsung pada konndisi dingin.
Kerugian metode maserasi:
1. Waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama.
2. Cairan penyari yang digunakan lebih banyak.
3. Tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur
keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
penyarian sempurna (exhaustive extraction) yang umunya dilakukan pada
temperatur ruang. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap
maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak),
-
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali dari bahan
(Ditjen POM, 2000).
2.2.2.2. Ekstraksi Cara Panas
1. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru, dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).
2. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).
3. Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit. Infusa adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur penangas
air di mana bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM, 2000).
Cara ini menghasilkanlarutan encerdarikomponen yang mudah larutdarisimplisia
(Tiwari, et al., 2011).
4. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30oC) dan temperatur
sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit.Metodeini digunakanuntuk
ekstraksikonstituen yang larut dalam airdan konstituen yang stabil terhadap panas
dengan caradirebusdalam airselama 15menit (Tiwari, et al., 2011).
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC
(Ditjen POM, 2000).
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinyu pada temperatur
lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya 25-30oC).Iniadalah jenis
-
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ekstraksimaserasidi mana suhu sedangdigunakanselama prosesekstraksi (Tiwari,
et al., 2011).
2.2.2.3. Teknik Ekstraksi Lain
1. Sonikasi
Prosedur ekstraksi ini melibatkanpenggunaan gelombangultrasonikdengan
frekuensimulai dari20kHzsampai 2000kHz.Teknik ini
meningkatkanpermeabilitasdindingsel danmenghasilkankavitasi.Meskipun proses
iniberguna dalambeberapa kasus, tetapi pada skala besaraplikasinyaterbataskarena
biayanya yangtinggi. Satu kelemahan dalam teknik ini adalah efek yang merusak
dari energi ultrasonik (lebih dari 20 KHz) yang menyebabkan konstituen tanaman
membentuk radikal bebas yang tidak diharapkan (Tiwari, et al, 2011).
2. Supercritical Fluid
Teknik ekstraksi supercritical fluid memberikan fakta bahwa gas dapat
berprilaku sebagai cairan ketika berada dibawah tekanan. Salah satu contohnya
adalah karbon dioksida yang dapat digunakan untuk mengekstrak biomassa dan
memiliki keuntungan bahwa setelah tekanan dihilangkan, molekul gas akan
meninggalkan ekstrak. Karbon dioksida bertindak sebagai pelarut non polar, tetapi
polaritas ekstraksi dengan supercritical fluid dapat ditingkatkan dengan
menambahkan agen tertentu, yang biasanya berupa pelarut lain seperti metanol
atau diklormetan (Heinrich, 2004).
2.3. Kromatografi
Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh
suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase
atau lebih, salah satu di antaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah
tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan
adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul
atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat
diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Depkes, 1995).
Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi di
antara dua fase, satu di antaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase
-
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gerak).Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat
terlarut lainnya, yang terelusi lebih awal atau lebih akhir.Umumnya zat terlarut
dibawa melewati media pemisah oleh aliran pelarut berbentuk cairan atau gas
yang disebut eluen.Fase diam dapat bertindak sebagai zat penyerap, seperti halnya
penyerap alumina yang diaktifkan, silika gel, dan resin penukar ion, atau dapat
bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase
gerak.Dalam proses terakhir ini, suatu lapisan cairan pada suatu penyangga yang
inert berfungsi sebagai fase diam. Partisi merupakan mekanisme pemisahan yang
utama dalam kromatografi gas-cair, kromatografi kertas, dan bentuk kromatografi
kolom yang disebut kromatografi cair-cair. Dalam praktek, seringkali pemisahan
disebabkan oleh suatu kombinasi efek adsorpsi dan partisi (Depkes, 1995).
Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan
kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian dalam
Farmakope Indonesia adalah Kromatografi Kolom, Kromatografi Lapis Tipis, dan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kromatografi kertas dan kromatografi lapis
tipis umumnya lebih bermanfaat untuk tujuan identifikasi, karena mudah dan
sederhana.Kromatografi kolom memberikan pilihan fase diam yang lebih luas dan
berguna untuk pemisahan masing-masing senyawa secara kuantitatif dari suatu
campuran.Kromatografi gas dan kromatografi cair kinerja tinggi kedua-duanya
membutuhkan peralatan yang lebih rumit dan umumnya merupakan metode
dengan resolusi tinggi dapat mengidentifikasi serta menetapkan secara kuantitatif
bahan dalam jumlah yang sangat kecil (Depkes, 1995).
Kromatografi Gas-Spektrometer Gas (GC-MS)
Perkembangan teknologi instrumentasi menghasilkan alat yang merupakan
gabungan dari dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain tetapi
saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spectrometer
massa (GC-MS). Kedua alat dihubungkan dengan satu interfase.
Kromatografi gas disini berfungsi sebagai alat pemisah berbagai
komponen campuran dalam sampel, sedangkan spektrometer massa berfungsi
untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada
sistem kromatografi gas. Dari kromatogram GC-MS akan diperoleh informasi
jumlah senyawa yang terdeteksi.
-
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dalam kromatografi gas, pemisahan terjadi ketika sampel diinjeksikan ke
dalam fase gerak.Fase gerak yang biasa digunakan adalah gas inert seperti
Helium.Fase gerak membawa sampel melalui fase diam yang ditempatkan dalam
kolom.Sampel dalam fase gerak berinteraksi dengan fase diam dengan kecepatan
yang berbeda-beda. Saat terjadi interaksi, yang tercepat akan keluar dari kolom
lebih dulu, sementara yang lambat keluar paling akhir. Komponen-komponen
yang telah terpisah kemudian menuju detektor.
Detektor akan memberikan sinyal yang kemudian ditampilakan dalam
komputer sebagai kromatogram. Pada kromatogram, sumbu x menunjukkan
waktu retensi, RT (Retention Time), waktu saat sampel diinjeksikan sampai elusi
berakhir, sedang sumbu y menunjukkan intensitas sinyal. Dalam detektor, selain
memberikan sinyal sebagai kromatogram, komponen-komponen yang telah
terpisah akan ditembak elektron sehingga terpecah menjadi fragmen-fragmen
dengan perbandingan massa dan muatan tertentu (m/z). fragmen-fragmen dengan
m/z ditampilkan komputer sebagai spektra massa, di mana sumbu x menunjukkan
perbandingan m/z sedangkan sumbu y menunjukkan intensitas. Dari spektra
tersebut dapat diketahui struktur senyawa dengan membandingkannya dengan
spektra massa standar dari literature yang tersedia dalam komputer. Pendekatan
pustaka terhadap spektra massa dapat dilakukan untuk identifikasi bila indeks
kemiripan atau Similarity Indeks (SI) berada pada rentangan 80% (Howe, 1981).
2.4. Krim
2.4.1. Definisi Sediaan Krim
1. Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat,
berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan
untuk pemakaian luar.
2. Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai.
3. Formularium Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi
kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar.
-
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Secara Tradisional istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang
mempunyai konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam
minyak(a/m) atau minyak dalam air (m/a).
5. Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini
secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang
mempunyai konsistensi filtrat cair di formulasi sebagai emulsi air dalam
minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan
untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi
mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang
dapat di cuci dengan air dan lebih di tujukan untuk penggunaan kosmetika
dan estetika (Ditjen POM, 1995).
6. Krim adalah sediaan setengah padat yang berupa emulsi yang mengandung
satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar
yang sesuai dan mengandung air tidak kurang dari 60 % (Syamsuni,H.2002).
2.4.2. Fungsi Krim
Krim berfungsi sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan
kulit, sebagai bahan pelumas untuk kulit, dan sebagai pelindung untuk kulit yaitu
mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsangan kulit
(Anief, 2000).Selain itu, menurut British Pharmacopoeia, krim diformulasikan
untuk sediaan yang dapat bercampur dengan sekresi kulit.Sediaan krim dapat
diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa untuk pelindung, efek terapeutik,
atau profilaksis yang tidak membutuhkan efek oklusif (Marriot, John F., et al.,
2010).
2.4.3. Kualitas Dasar Krim (Anief, 2005)
Kualitas dasar krim, yaitu:
-
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka krim harus bebas dari
inkopatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada
dalam kamar.
2. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk
menjadi lunak dan homogen.
3. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit.
4. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim
padat atau cair pada penggunaan.
2.4.4. Bahan-bahan Penyusun Krim
Bahan-bahan yang digunakan mencakup emolien, zat sawar, zat humektan,
zat pengemulsi, zat pengawet (Ditjen POM, 1985).
1. Emolien
Zat yang paling penting untuk bahan pelembut kulit adalah turunan dari
lanolin dan derivatnya, hidrokarbon, asam lemak, lemak alkohol.
2. Zat sawar
Bahan-bahan yang biasa yang digunakan adalah paraffin wax, asam
stearat.
3. Humektan
Humektan adalah suatu zat yang dapat mengontrol perubahan kelembaban
di antara produk dan udara, baik didalam kulit maupun diluar kulit.Biasanya
bahan yang digunakan adalah gliserin yang mampu menarik air dari udara dan
menahan air agar tidak menguap.
4. Zat pengemulsi
Zat pengemulsi adalah bahan yang memungkinkan tercampurnya semua
bahan-bahan secara merata (homogen), misalnya gliseril monostearat,
trietanolamin (Wasitaatmadja, 1997).
5. Pengawet
-
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka
waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama.Pengawet dapat bersifat
antikuman sehingga menangkal terjadinya tengik oleh aktivitas mikroba sehingga
kosmetika menjadi stabil.Selain itu juga dapat bersifat antioksidan yang dapat
menangkal terjadinya oksidasi (Wasitaatmadja, 1997).
2.4.5. Metode Pembuatan Krim
Prinsip umum dalam preparasi sediaan krim, seperti sediaan emulsi dan
yang lainnya, kebersihan merupakan hal yang penting.Spatula dan peralatan
lainnya harus dibersihkan dengan IMS (Industrial Methylated Spirits).IMS lebih
baik daripada aquades karena cepat menguap dan tidak meninggalkan residu.
Pembuatan krim harus dilebihkan karena pada proses pemindahan sediaan krim ke
wadah akhir, ada kemungkinan tertinggalnya sediaan di tempat yang sebelumnya.
Menentukan bahan yang larut dalam fasa air atau yang larut dalam fasa
minyak.Larutkan bahan yang larut air dalam fasa air. Lelehkan basis lemak dalam
cawan evaporasi di atas water bath dalam suhu serendah mungkin. Proses ini
diawali dengan melelehkan basis yang memiliki titik leleh tinggi. Setelah itu
didinginkan pada suhu 60C (pemanasan yang berlebihan dapat mendenaturasi
agen pengemulsi dan menghilangkan stabilitas produk).Zat-zat yang dapat larut
dengan fasa minyak harus diaduk sampai mencair.Suhu fase cair harus
disesuaikan 60C. Fase terdispersi kemudian ditambahkan ke dalam fasa
pendispersi pada suhu yang sama. Oleh karena itu,untuk produk minyak dalam
air, maka minyak yang ditambahkan ke dalam air. Sedangkan untuk produk air
dalam minyak, yang ditambahkan adalah air ke dalam minyak.Pengadukan harus
terus dilakukan tanpa adanya udara. Jangan mempercepat proses pendinginan
karena akan menghasilkan produk yang buruk. (Marriot, John F., et al., 2010)
Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses
emulsifikasi. Biasanya komponen yang tidak bercampur dengan air seperti
minyak dan lilin dicairkan bersama-sama di penangas air pada suhu 70-75C,
sementara itu semua larutan berair yang tahan panas, komponen yang larut dalam
air dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak. Kemudian larutan
berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak yang cair
-
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit untuk
mencegah kristalisasi dari lilin/lemak.Selanjutnya campuran perlahan-lahan
didinginkan dengan pengadukan yang terus-menerus sampai campuran mengental.
Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka
beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak
dengan fase cair (Munson, 1991).
2.4.6. Stabilitas Sediaan Krim
Sediaan krim dapat menjadi rusak bila terganggu sistem campurannya
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi karena
penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim
jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Pengenceran krim
hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok.Krim yang sudah
diencerkan harus digunakan dalam waktu satu bulan.
2.4.7. Evaluasi Mutu Sediaan Krim
Agar sistem pengawasan mutu dapat berfungsi dengan efektif, harus
dibuatkan kebijaksanaan dan peraturan yang mendasari dan ini harus selalu
ditaati.Pertama, tujuan pemeriksaan semata-mata adalah demi mutu obat yang
baik.Kedua, setiap pelaksanaan harus berpegang teguh pada standar atau
spesifikasi dan harus berupaya meningkatkan standard dan spesifikasi yang telah
ada.
1. Organoleptis
Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna,
tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden (dengan
kriteria tertentu) dengan menetapkan kriterianya pengujianya (macam dan item),
menghitung prosentase masing- masing kriteria yang di peroleh, pengambilan
keputusan dengan analisa statistik.
2. Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g:
200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan, kemudian aduk hingga
-
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH
meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.
3. Evaluasi daya sebar
Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala.
Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebanya, dan
di beri rentang waktu 1-2 menit. Kemudian diameter penyebaran diukur pada
setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu
secara teratur).
4. Evaluasi penentuan ukuran droplet
Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan
emulgel, dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek
glass, kemudian diperiksa adanya tetesan-tetesan fase dalam ukuran dan
penyebarannya.
5. Uji aseptabilitas sediaan.
Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner
di buat suatu kriteria , kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di
timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat skoring
untuk masing- masing kriteria.Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut,
sangat lembut.
2.5. Gel
2.5.1. Definisi Sediaan Gel
Gel merupakan sediaan semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh
suatu cairan. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara setengah
padat atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh (Ditjen POM, 1995). Menurut
Niazi (2004), gel merupakan suatu sistem semipadat di mana fase dibatasi oleh
jaringan tiga dimensi, antara matriks yang saling terkait dan bersilangan.
Gel merupakan suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi
yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang
besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 1989). Gel menggunakan makromolekul
yang terdispersi ke seluruh cairan sampai terbentuk massa kental yang homogen,
-
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
massa seperti ini disebut sebagai gel satu fase. Massa gel terdiri dari kelompok-
kelompok partikel kecil yang berbeda, maka dikelompokkan sebagai sistem dua
fase dan sering disebut sebagai magma atau susu. Gel magma dianggap sebagai
dispersi koloid oleh karena masing-masing mengandung partikel-partikel dengan
ukuran koloid (Anwar, 2012).
Gel adalah pembawa yang digunakan dengan tujuan pemberian obat pada
bagian mukosa, misalnya mata, hidung, vagina, dan pemberian melalui rektum
(Anwar, 2012).
2.5.2. Basis Gel dan Faktor yang Mempengaruhi (Anwar, 2012)
Gel sering digunakan dalam penghantaran obat yang mengandung polimer
yang dapat menjerap sejumlah air yang dikenal dengan hidrogel. Penyerapan
cairan berlangsung melalui pengembangan.Hal ini diikuti dengan peningkatan
volume dan membesarnya tekanan (tekanan pembengkakan sampai 100 Mpa, 103
at), dan peristiwa tersebut berkaitan erat dengan dihasilkannya panas positif.
Koloid linier yang digunakan untuk membentuk gel dapat mengembang tanpa
batas, artinya kondisi gel dapat diubah menjadi sol dengan penambahan pelarut
yang lebih banyak. Dengan demikian jumlah air yang digunakan untuk
pengembangan sangat menentukan sifat rheology sediaan yang terbentuk.
Komposisi sediaan gel umumnya terdiri dari komponen bahan yang dapat
mengembang dengan adanya air, humektan, dan pengawet, terkadang diperlukan
bahan yang dapat meningkatkan penetrasi bahan berkhasiat.
Gel tautan-silang (cross-link) secara kimia
Pada sistem ini, pemisahan fase makroskopik dicegah dengan adanya
tautan-silang, dan semakin tinggi densitas/massa jenis dari senyawa penaut-silang,
maka semakin kecil kontraksi polimer dengan pelarut, dan gel yang terbentuk
semakin kuat.Kekuatan gel dapat diukur dengan Texture analyzer.
Surfaktan ionik dapat terikat dengan polimer nonionik, sehingga cara yang
efektif untuk memasukkan muatan ke dalam gel polimer nonionik adalah dengan
menambahkan surfaktan ionik. Karena muatan tersebut bergantung pada ikatan
kooperatif dari surfaktan pada rantai backbone polimer, maka pengembangan dari
gel bergantung pada parameter yang mengendalikan ikatan pada surfaktan. Saat
-
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
panjang rantai alkil pada surfaktan meningkat, afinitas ikatan pada polimer pun
akan meningkat, sehingga secara efektif meningkatkan densitas muatan polimer.
Derajat pengembangan secara langsung mempengaruhi pelepasan senyawa yang
bergabung dalam gel cross-linked. Sehingga dengan meningkatkan
pengembangan, difusi dari senyawa yang tergabung meningkat.
Gel yang terbentuk oleh polimer polisakarida
Gel polisakarida bersifat temperature-reversible, terbentuk pada
konsentrasi polimer yang realtif rendah umumnya dari turunan selulosa, struktur
gel dapat dibentuk pada konsentrasi antara 2-6%. Gel polisakarida dapat dibentuk
dengan memodifikasi ikatan selang secara kimia, yang dipengaruhi oleh pH.
Pembentuk Gel Alami
Pembentuk gel alami yang umum digunakan adalah xanthan gum, gellan
gum, pectin, dan gelatin. Xanthan gum dan gellan gum adalah polisakarida
dengan berat molekul besar yang diperoleh dari fermentasi menggunakan
mikroba. Larutan xanthan gum memliliki viskositas yang tinggi pada tekanan
geser (shear rate) yang rendah yang dapat menjaga partikel padat tetap tersuspensi
dan mencegah emulsi mengalami koalesens. Gellan gum adalah pembentuk gel,
efektif pada penggunaan dengan jumlah yang sedikit, membentuk gel yang padat
pada konsentrasi rendah.
Bahan tambahan lain
1. Humektan
Humektan digunakan sebagai pelembap pada kulit.Dengan penambahan
humektan dapat meminimalkan kehilangan air dan menyisakan lapisan film yang
tidak membentuk kerak, dengan kata lain humektan berperan sebagai pelembap
pada kulit. Contoh aditif yang dapat ditambahkan untuk membantu menahan air
meliputi:
a. Gliserol dalam konsentrasi > 30%.
b. Propilen glikol dalam konsentrasi sekitar 15%.
c. Sorbitol dalam konsentrasi 3-15 (Marriot, John F., et al., 2010).
2. Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam
berat. Contohnya EDTA.
-
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Pengawet
Gel memiliki kandungan air lebih tinggi dari salep atau pasta dan ini
membuat mereka rentan terhadap kontaminasi mikroba. Pengunaan pengawet
biasanya disesuaikan dengan gelling agent yang digunakan, sesuai dengan tabel
berikut (Marriot, John F., et al., 2010):
Tabel 2.1 Pengawet Sediaan Gel
Choice of Preservative to be Used in Gel
Preservative Gelling Agent
Benzalkonium chloride (0,01% w/v) Hypromellose
Methylcellulose
Benzoic acid (0,2%) Alginates
Pectin (provided the products is acidic
in nature)
Chlorhexidine acetate (0,02%) Polyvinyl alcohols
Chlorocresol (0,1-0,1%) Alginates
Pectin (provided the products is acidic
in nature)
Methyl/propyl hydroxybenzoates (0,02-
0,3%)
Activity is increased if used in
combination.
Propylene glycol (10%) has been
shown to potentiate the antimicrobial
activity
Carbomer
Carmellose sodium
Hypromellose
Pectin
Sodium alginate
Tragacanth
Phenylmercuric nitrate (0,001%) Methylcellulose [Sumber: Marriot, John F., et al., 2010]
4. Enhancer (peningkat penetrasi)
Enhancer adalah senyawa yang digunakan untuk meningkatkan jumlah
dan jenis zat aktif yang dapat masuk menembus stratum korneum dari kulit.
Enhancer untuk sediaan setengah padat harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Bersifat inert secara farmakologis terhadap tubuh, baik lokal maupun
sistemik.
b. Tidak mengiritasi ataupun menyebabkan alergi.
c. Harus bekerja dengan cepat dan memiliki onset yang dapat
diperkirakan.
d. Aktivitas dan durasinya harus bisa diperkirakan.
-
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Saat enhancer tidak ada lagi di kulit, sifat barrier kulit harus segera
kembali normal secara sempurna.
f. Harus bekerja hanya satu arah, yaitu hanya membuat obat dapat
masuk, tidak membuat senyawa di dalam kulit keluar.
g. Harus kompatible dengan zat aktif dan zat lain dalam sediaan dan
meningkatkan kelarutan zat aktif dalam formulasinya.
h. Harus dapat diterima secara kosmetologis, tidak berbau dan tidak
berwarna.
Enhancer (peningkat penetrasi) berinteraksi dengan intrasel dari lapisan
kulit melalui berbagai cara, seperti fluidisasi, polarisasi, pemisahan fase, atau
ekstraksi lipid. Selain itu juga membentuk vakuola di dalam korneosit, dan
mendenaturasi keratin.
Contoh peningkat penetrasi adalah air, alkohol, lemak alkohol, glikol, dan
surfaktan.
2.5.3. Kegunaan Gel (Lachman L,et al., 1989)
1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam
bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin
dan untuk bentuk sediaan obat long acting yang diinjeksikan secara
intramuskular.
2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet,
bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan
oral, dan basis suppositoria.
3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik,
termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, dan kulit dan sediaan perawatan
rambut.
4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara setengah padat (non
streril) atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril).
-
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5.4. Kelebihan dan Kekurangan Sediaan Gel (Lachman L, et al., 1989)
Kelebihan sediaan gel:
Untuk hidrogel: efek pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan
sediaan yang jernih dan elegan; pada pemakaian di kulit setelah kering
meninggalkan film tembus pandang, elastis, daya lekat tinggi yang tidak
menyumbat pori sehingga pernapasan pori tidak terganggu; mudah dicuci dengan
air; pelepasan obatnya baik; kemampuan penyebarannya pada kulit baik.
Kekurangan sediaan gel:
1. Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air
sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan
agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel
tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat,
kandungansurfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga
lebih mahal.
2. Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau
dihilangkan untuk mencapai kejernihan yang tinggi.
3. Untuk hidroalkoholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi
dapat menyebabkan pedih pada wajah dan mata, penampilan yang
buruk pada kulit bila terkena pemaparan cahaya matahari, alkohol
akan menguap dengan cepat dan meninggalkan film yang berpori atau
pecah-pecah sehingga tidak semua area tertutupi atau kontak dengan
zat aktif.
2.5.5. Sifat dan Karakteristik Gel (Lachman L, et al., 1989)
1. Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat
mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan
berpenetrasi di antara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel.
Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar polimer di
dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.
-
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Sineresis
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel.
Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu
pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang
tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat
adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada
ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga
memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada
hidrogel maupun organogel.
3. Efek suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui
penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan
hingga suhu tertentu. Polimer seperti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang
dingin membentuk larutan yang kental.Pada peningkatan suhu larutan tersebut
membentuk gel.Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan
oleh pemanasan disebut thermogelation.
4. Efek elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel
hidrofilik di mana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut
yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik
dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan
mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel
Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion
kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat
sebagai kalsium alginat yang tidak larut.
5. Elastisitas dan rigiditas
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa,
selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas
dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel.Bentuk struktur gel resisten
terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik.Struktur
gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.
-
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang
terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan
jalan aliran non Newton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan
peningkatan laju aliran.
2.5.6. Metode Umum Pembuatan Gel (Marriot, John F., et al., 2010)
1. Semua komponen gel dipanaskan (terkecuali dengan air), kurang lebih sekitar
90C.
2. Air dipanaskan pada suhu sekitar90C.
3. Air ditambahkan ke minyak, diaduk terus. Pengadukan kuat sebaiknya
dihindari karena dapat menimbulkan gelembung.
2.6. Salep
2.6.1. Definisi Sediaan Salep
1. Salep (Unguenta) adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya dapat larut atau terdispersi
homogen dalam dasar salep yang cocok. Salep adalah sediaan setengah padat
yang ditujukan untuk pemakaian setengah padatpada kulit atau selaput lendir
(Anwar, 2012).
2. Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian setengah
padat pada kulit atau selaput lender. Salep pada prinsipnya digunakan untuk
terapi lokal. Salep tidak boleh berbau tengik (Ditjen POM, 1995).
3. Salep diformulasikan untuk memberikan sediaan yang tidak larut, larut atau
diemulsikan dengan sekresi kulit. Salep hidrofobik dan salep air pengemulsi
dimaksudkan untuk diterapkan pada kulit atau membran mukosa tertentu
untuk emolien, pelindung, tujuan terapeutik atau profilaksis di mana tingkat
oklusi yang diinginkan. Salep hidrofilik yang larut dengan sekresi kulit dan
kurang emolien sebagai konsekuensi(British Pharmacopoeia).
-
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6.2. Penggunaan Salep
Salep pada prinsipnya digunakan untuk terapi lokal.Berbagai macam salep
dipakai untuk melindungi kulit atau untuk mengobati penyakit kulit yang akut
maupun kronis.Pada sediaan semacam itu, diharapkan adanya penetrasi ke dalam
lapisan kulit teratas agar dapat memberikan efek penyembuhan.
Salep dibuat untuk menjaga pengobatan dalam memperpanjang kontak
dengan kulit yang memiliki daya yang dapat meningkatkan dan memperlambat
pelepasan dari zat aktif.Basis hidrokarbon digunakan terutama karena efek
emolliennya dan sulit dicuci air.Basis ini tidak mengering dan tidak berubah
secara signifikan pada penyimpanan yang lama.
2.6.3. Karakteristik Salep
Salep tidak boleh berbau tengik, kecuali dinyatakan kadar lain bahan obat
dalam salep yang mengandung obat keras atau obat narkotik adalah 10%. Salep
harus homogen dan ditentukan dengan cara salep dioleskan pada sekeping kaca
atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang
homogen (Anief, 2000).
2.6.4. Eksipien dalam Sediaan Salep
Basis dapat pula dikatakan eksipien (bahan tambahan) utama pada salep
dan eksipien salep sendiri adalah bahan tambahan pendukung dari salep seperti
humektan, pengawet, dan sebagainya. Secara umum eksipien pada salep dibagi
dalam dua bagian:
1. Eksipien Utama Salep (Basis Salep)
Pemilihan basis salep yang tepat juga diperlukan untuk formulasi sehingga
didapatkan sifat yang paling diharapkan dalam salep tersebut.Pemilihan basis
salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan
obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan
jadi.Dalam beberapa hal perlu menggunakan basis salep yang kurang ideal untuk
mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang cepat
terhidrolisis, lebih stabil dalam basis salep hidrokarbon daripada basis salep yang
-
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam basis salep
yang mengandung air.
a. Basis Salep Hidrokarbon
Basis golongan ini bersifat lemak dan bebas air. Preparat yang
mengandung air masih dapat diberikan namun dalam jumlah yang relatif kecil,
bila berlebihan akan sulit bercampur dengan minyak. Basis salep hidrokarbon
memiliki waktu bertahan pada kulit.Basis salep ini cenderung stabil dan tidak
dipengaruhi oleh waktu.
Basis salep hidrokarbon digolongkan sebagai basis berminyak bersama
dengan basis salep yang terbuat dari minyak nabati atau hewani.Sifat minyak yang
dominan pada basis hidrokarbon menyebabkan basis ini sulit tercuci oleh air dan
tidak terabsorbsi oleh kulit.Sifat minyak yang hampir anhidrat juga
menguntungkan karena memberikan kestabilan optimum pada beberapa zat aktif
seperti antibiotik.Basis ini dapat digunakan sebagai penutup oklusif yang
menghambat penguapan kelembaban secara normal dari kulit.Basis ini juga
mampu meningkatkan hidrasi pada kulit.Sifat-sifat tersebut sangat
menguntungkan karena mampu mempertahankan kelembaban kulit sehingga basis
ini juga memiliki sifat moisturizer dan emollient.
Kelemahan basis hidrokarbon yaitu sifatnya yang berminyak dapat
meninggalkan noda pada pakaian serta sulit tercuci oleh air sehingga sulit
dibersihkan dari permukaan kulit.Hal ini menyebabkan penerimaan pasien yang
rendah terhadap basis hidrokarbon jika dibandingkan dengan basis yang
menggunakan emulsi seperti krim dan lotion.
b. Basis Absorpsi
Basis golongan ini merupakan basis salep yang memungkinkan
penambahan sedikit larutan berair ke dalamnya.Basis ini dibentuk dengan
penambahan zat-zat yang dapat bercampur dengan hidrokarbon dan zat-zat yang
memiliki gugus polar.Seperti halnya basis berlemak, basis absorpsi tidak mudah
tercuci oleh air.
Basis absorpsi ini dapat dibedakan menjadi 2 tipe.Pertama, basis yang
memungkinkan penambahan larutan berair sebelum basis terbentuk.Artinya,
-
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
larutan berair dicampurkan bersamaan dengan pencampuran bahan-bahan
basis.Contoh: petrolatum hidrofilik dan lanolin anhidrida.
Kedua, basis yang memungkinkan penambahan larutan berair setelah basis
terbentuk.Artinya, basis dibuat terlebih dahulu dan kemudian larutan berair
ditambahkan ke dalamnya.Basis ini terdiri dari emulsi air dalam minyak yang
dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan.Contoh: lanolin dan krim
pendingin.
c. Basis Salep Tercuci Air
Merupakan basis anhidrat yang mengandung agen pengemulsi minyak
dalam air, yang membuatnya bercampur dengan air sehingga mudah dicuci dan
dihilangkan setelah penggunaan.Basis golongan ini adalah emulsi yang dapat
dibersihkan dari kulit dengan air.Basis ini bersifat seperti krim dan dapat
diencerkan dengan air atau larutan berair.Beberapa bahan obat dapat menjadi
lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada basis salep hidrokarbon.
Keuntungan lain dari basis ini adalah dapat diencerkan dengan air dan memiliki
kemampuan untuk mengabsorpsi cairan serosal yang keluar dalam kondisi
dermatologis. Basis dapat bercampur dengan mudah dengan sekresi kulit dan
karenanya dapat dicuci dengan mudah, sangat cocok untuk digunakan pada kulit
kepala.
d. Basis Larut dalam Air
Kelompok basis ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari
konstituen larut air.Basis golongan ini bersifat non oklusif, bebas minyak, mudah
bercampur dengan sekresi kulit, dan mudah dihilangkan dengan mencucinya.Basis
ini juga tidak mengiritasi kulit.Basis golongan ini merupakan basis yang larut
dalam air dan biasanya disebut juga sebagai greaseless karena tidak mengandung
bahan berlemak.Larutan air tidak efektif bila dicampurkan dengan basis ini karena
sifat basis yang mudah melunak dengan penambahan air.Basis ini hanya cocok
untuk dicampurkan dengan bahan tidak berair atau bahan padat.
2. Eksipien Pendukung Salep (Eksipien Salep)
Eksipien pendukung adalah bahan tambahan yang digunakan hanya
sebagai pelengkap, umumnya bertujuan untuk menstabilkan bahan aktif atau
bahan lain yang terdapat dalam formula yang terancam stabilitasnya akibat
-
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
oksidasi, atau adanya ion logam. Eksipien pendukung diperlukan hampir disetiap
jenis sediaan sesuai dengan kebutuhan.
a. Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menunda atau memperkecil laju
reaksi oksidasi pada bahan-bahan yang mudah teroksidasi, terutama pada sediaan
yang mengandung lemak/minyak dengan asam lemak tidak jenuh. Antioksidan
ditambahkan pada sediaan semi padat jika akan terjadi kerusakan akibat oksidasi.
Sistem antioksidan ditentukan oleh komponen-komponen formulasi, dan
pemilihan antioksidan tergantung pada beberapa faktor seperti toksisitas, iritansi,
potensi, tercampurkan, bau, perubahan warna, kelarutan, dan kestabilan.Seringkali
dua antioksidan digunakan karena kombinasi tersebut sering memberikan efek
sinergistik. Sebagai contoh, alkil galat, BHT, dan BHA akan lebih efektif dengan
adanya asam sitrat, asam tartrat, atau asam fosfat.
b. Pengawet
Pengawet merupakan suatu zat yang ditambahkan dan dimaksudkan untuk
meningkatkan stabilitas dari suatu sediaan dengan mencegah terjadinya
pertumbuhan mikroorganisme.Pencegahan terhadap pertumbuhan mikroba
merupakan pertimbangan yang harus diperhatikan tidak hanya terhadap efek
stabilitas kimia dari komposisinya tetapi juga terhadap sistem kesatuan
fisik.Pemilihan bahan pengawet harus melalui suatu pertimbangan yang cermat
berdasarkan sifat-sifat bahan yang terdapat dalam komposisi suatu formula
sediaan.
Pengawet ditambahkan pada sediaan semi solid untuk mencegah
komtaminasi, perusakan, dan pembusukan oleh bakteri atau fungi.Pemilihan
bahan pengawet harus memperhatikan stabilitasnya terhadap komponen bahan
yang ada dan terhadap wadah serta pengaruhnya terhadap kulit dan aplikasi.
Pengawet antimikroba yang ideal memiliki sifat-sifat antara lain:
1) Aktif pada konsentrasi rendah dengan aktivitas bakterisidal dan
fungisidal yang cepat.
2) Kompatibel dengan komponen-komponen lain dalam formulasi.
3) Aktif dan stabil pada rentang suhu yang luas.
4) Aktif dan stabil pada rentang pH yang luas.
-
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5) Mudah larut pada konsentrasi yang dibutuhkan.
6) Kompatibel dengan senyawa-senyawa yang ada pada wadah kemasan.
7) Bebas dari bau yang tidak sedap.
8) Tidak toksik pada konsentrasi yang dibutuhkan sebagai antimikroba.
9) Tidak menyebabkan iritasi dan tidak menimbulkan sensitivitas pada
konsentrasi yang digunakan.
c. Humektan
Humektan dapat ditambahkan pada sediaan setengah padat untuk
mengurangi penguapan air, baik dari kemasan produk saat penutupan dibuka atau
dari permukaan kulit setelah aplikasi.
Contoh humektan antara lain gliserol dalam konsentrasi 30%, propilen
glikol dalam konsentrasi 15%, sorbitol dalam konsentrasi 3-15%.
2.7. Stabilitas dan Uji Kestabilan Sediaan
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau
kosmetik untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang diterapkan sepanjang
periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan,
kualitas dan kemurnian produk (Djajadisastra, 2004).
Ketidakstabilan fisika dari sediaan ditandai dengan adanya perubahan
warna, timbul bau, pengendapan suspensi atau caking, perubahan konsistensi dan
perubahan fisik lainnya.Nilai kestabilan suatu sediaan farmasetika atau kosmetik
dalam waktu yang singkat dapat diperoleh dengan melakukan uji stabilitas
di