perbandingan kadar malondialdehid di paru dan darah tikus akibat paparan debu batubara akut dan...

56
EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SAMBILOTO (Andrographis paniculata) PADA HITUNG JUMLAH LIMFOSIT MENCIT (Pus musculus) Usulan Penelitian Diajukan guna menyusun Karya Tulis Ilmiah untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Diajukan Oleh Aditya Rizky Arief Rahman I1A009073 UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: aditya-rizky

Post on 27-Oct-2015

109 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

malondialdehid

TRANSCRIPT

Page 1: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SAMBILOTO (Andrographis paniculata) PADA HITUNG JUMLAH LIMFOSIT

MENCIT (Pus musculus)

Usulan PenelitianDiajukan guna menyusun Karya Tulis Ilmiah untuk memenuhi

sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana KedokteranFakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Diajukan OlehAditya Rizky Arief Rahman

I1A009073

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS KEDOKTERAN

BANJARBARU

Desember, 2011

Page 2: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

Usulan penelitian/KTI 1 oleh M. Ikhya’ Ulumuddin iniTelah dipertahankan di depan dewan pengujiPada tanggal 3 Mei 2011

Dewan pengujiKetua (Pembimbing Utama)

dr. Nia Kania, Sp. PA

Anggota (Pembimbing Pendamping)

dr. Eka Yudha Rahman, Sp. U

Anggota

dr. Ika Kustiyah O., Sp. PA

Anggota

Drs. Eko Suhartono, M. Si

ii

Page 3: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan Penelitian 4

D. Manfaat Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Debu Batubara dan Gangguan akibat Paparan Debu Batubara 5

B. Senyawa Oksigen Reaktif dan Stres Oksidatif 6

C. Debu Batubara dan Stres Oksidatif 8

D. Proses Pembentukan Malondialdehid sebagai Hasil Peroksidasi Lipid 9

BAB III LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori 13

B. Hipotesis 15

BAB IV METODE PENELITIAN

iii

Page 4: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

A. Rancangan Penelitian 17

B. Bahan dan Alat Penelitian 18

C. Variabel Penelitian 18

D. Definisi Operasional 19

E. Prosedur Penelitian 20

F. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data 23

G. Cara Analisis Data 23

H. Waktu dan Tempat Penelitian 24

I. Biaya Penelitian 25

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

iv

Page 5: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

Gambar Halaman

2.1. Tiga fase reaksi berantai peroksidasi lipid .................................... 11

3.1. Kerangka berpikir perbandingan kadar MDA di paru dan darah tikus akibat paparan debu batubara akut dan subakut …............... 15

v

Page 6: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Jumlah replikasi minimal untuk setiap kelompok perlakuan

2. Rancangan tabel hasil pengukuran kadar MDA

vi

Page 7: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Batubara adalah zat organik yang dibentuk selama bertahun-tahun melalui

perubahan kimiawi yang melibatkan tekanan dan panas pada fosil tanaman (1).

Sumber daya batubara ditemukan hampir di setiap negara di dunia. Selama ini

Kalimantan Selatan (Kalsel) sangat identik dengan batubara. Sebagai provinsi

kedua penghasil batubara terbesar di Indonesia tentulah Kalsel bertumpu pada

sektor batubara sebagai pendukung utama perekonomiannya. Luas pertambangan

batubara di Kalsel mencapai 930.292,37 hektar atau 24,79 persen dari luas

provinsi yang hanya 3.753.052 hektar. Keberadaan tambang batubara menyebar di

seluruh kabupaten meliputi Banjar, Tanah Laut, Kotabaru, Tanah Bumbu, Hulu

Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Selatan, Tapin, dan Tabalong

(2).

Aktivitas batubara di Kalsel terjadi di daerah tambang terbuka maupun jalur

transportasi pengangkutan batubara menuju pelabuhan. Di Kalsel, transportasi

batubara menggunakan jalan negara yang merupakan fasilitas umum. Debu

batubara yang disebarkan melalui jalur transportasi batubara akan memberikan

dampak yang luas bagi masyarakat (3). Penelitian Schins dan Borm (1999)

menyatakan bahwa penumpukan debu batubara akan mengaktivasi fagositosis

makrofag sehingga menghasilkan reactive oxygen species atau senyawa oksigen

reaktif (SOR) dan memicu kerusakan oksidatif jaringan (4).

1

Page 8: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

2

Inhalasi debu batubara dapat menyebabkan beberapa penyakit paru,

termasuk coal worker pneumoconiosis (CWP), bronkitis kronik, kehilangan fungsi

paru, emfisema, dan progressive massive fibrosis (PMF). Patogenesis penyakit

yang diakibatkan paparan debu batubara terjadi sebagai akibat adanya

pembentukan oksidan (5,6,7,8). Pada penelitian Armutcu et al. (2007)

menyatakan bahwa paparan debu batubara mengaktivasi makrofag alveolar dan

besi bioavailabel mengalami reaksi fenton dan pembentukan ion ferril. Reaksi itu

mengakibatkan stres oksidatif serta memicu inflamasi dan fibrosis paru (8).

Radikal bebas bersifat sangat reaktif dan cenderung bereaksi dengan

molekul lain untuk mencari pasangan elektronnya menjadi bentuk yang lebih

stabil. Kontos (2001), Droge (2002), dan Romieu (2008) menyatakan bahwa

radikal bebas dapat bereaksi dengan berbagai molekul, terutama lipid membran,

protein dan DNA sehingga dapat merubah struktur dan fungsinya, serta pada

akhirnya menyebabkan kematian sel (9,10,11).

Pengukuran radikal bebas secara langsung sangat sulit dilakukan karena

radikal bebas tidak menetap lama, mempunyai waktu paruh yang pendek, dan

menghilang dalam hitungan detik. Berbagai substansi biologis dikembangkan

sebagai petanda biologis (biomarker) stres oksidatif. Kadiiska et al. (2005)

melakukan penelitian pada tikus yang dipapar CCl4 dan dibuktikan dapat

menginduksi terbentuknya kerusakan jaringan akibat radikal bebas. Kerusakan

jaringan tersebut dapat dilihat dari produk hasil peroksidasi lipid, protein, dan

DNA yang diukur dari sampel plasma darah dan dinilai hubungannya dengan

dosis dan waktu. Berbagai substansi yang diteliti meliputi lipid hidroperoksida,

Page 9: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

3

thiobarbituric acid reactive substance (TBARs), malondialdehid (MDA),

isoprostan, protein karbonil, 8-hydroxy-2-deoxyguanosine (8-OhdG), leukocyte

DNA-MDA adduct, dan DNA strand break (12,13). Cherubini et al. (2005)

menyatakan bahwa MDA banyak didapatkan di darah dan merupakan produk

utama hasil reaksi radikal bebas dengan fosfolipid, diproduksi secara konstan

sesuai proporsi peroksidasi lipid yang terjadi sehingga merupakan indikator yang

baik untuk melihat kecepatan peroksidasi lipid in vivo (14,15).

Di Kalsel, pekerja tambang batubara dan masyarakat di sekitar area

pertambangan dan jalur transportasi batubara menempatkan dirinya pada paparan

debu batubara. Paparan tersebut dapat memicu kerusakan jaringan. Salah satu

mekanismenya adalah peroksidasi lipid yang terjadi akibat stres oksidatif yang

ditimbulkan oleh inhalasi debu batubara. Penelitian ilmiah yang berhubungan

dengan paparan debu batubara dan MDA sebagai biomarker peroksidasi lipid

masih jarang dilakukan, khususnya tentang kadar MDA di paru dan darah tikus

akibat paparan debu batubara akut dan subakut. Oleh karena itu, penelitian ini

perlu dilakukan untuk mempelajari kadar MDA sebagai biomarker peroksidasi

lipid akibat paparan debu batubara.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang

dapat diambil adalah bagaimanakah perbandingan kadar malondialdehid di paru

dan darah tikus akibat paparan debu batubara akut dan subakut?

Page 10: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

4

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui kadar malondialdehid di

paru dan darah tikus akibat paparan debu batubara akut dan subakut.

Tujuan khusus dari penelitian ini untuk:

1. mengukur dan menganalisa kadar malondialdehid di paru dan darah tikus

akibat paparan debu batubara baik akut maupun subakut, dan

2. mengukur dan menganalisa kadar malondialdehid pada paparan akut dan

subakut debu batubara baik di paru maupun di darah tikus.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang mekanisme

kerusakan jaringan akibat paparan debu batubara akut dan subakut melalui

pengukuran kadar malondialdehid di paru dan darah tikus. Selain itu, penelitian

dapat menjadi bukti tentang adanya perbedaan yang bermakna pada

perkembangan kerusakan jaringan tikus akibat paparan akut dan subakut debu

batubara melalui pengukuran kadar malondialdehid. Adanya pengetahuan tersebut

dapat menjadi salah satu dasar untuk mempelajari hubungan faktor risiko paparan

debu batubara terhadap kejadian suatu penyakit akibat paparan debu batubara

dengan cara memberikan perlakuan faktor risiko paparan debu batubara tersebut

terhadap subjek penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini sangat diharapkan dapat

memberikan suatu pertimbangan dalam menentukan langkah meredam penyakit

akibat paparan debu batubara bagi pekerja tambang dan masyarakat di sekitar area

pertambangan dan jalur transportasi batubara.

Page 11: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Debu Batubara dan Gangguan akibat Paparan Debu Batubara

Batubara adalah sisa tumbuhan dari zaman prasejarah yang berubah bentuk

yang awalnya berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Batubara terbentuk di

bawah tekanan dan panas terhadap fosil tanaman sehingga terjadi perubahan

kimiawi dan fisik yang mengeluarkan oksigen dan menyimpan hidrokarbon (1).

Komposisi dari batubara terdiri dari debu (ash), fixed carbon, silika, sulfur,

ferrum (Fe), mangan (Mn), fosfor (P), dan sulfit (H2S) (16).

Debu batubara terdiri dari partikel-partikel yang dapat terhisap oleh paru

(4). Partikel debu batubara yang dihantarkan melalui udara akan melewati rongga

hidung menuju alveoli. Saluran nafas akan merespon masuknya debu tersebut

melalui berbagai mekanisme reflek untuk melindungi jalan nafas, meliputi batuk,

bersin, dan pengeluaran lendir. Bila terjadi pemaparan oleh debu batubara dalam

waktu yang cukup lama dengan jumlah yang signifikan, maka partikel debu

batubara akan tertahan di paru, dan saluran nafas yang resisten akan mengalami

peningkatan aktivitas sel imun serta mengakibatkan terjadinya inflamasi (17,18).

Seiring peningkatan produksi batubara, maka terjadi penurunan taraf

kesehatan, serta terjadi peningkatan kasus beberapa penyakit seperti penyakit

paru, penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit paru obstruktif kronik, penyakit

paru hitam, hipertensi dan gangguan ginjal. Semua dampak tersebut akibat

paparan debu batubara sehingga mempengaruhi kondisi kesehatan (5,6,7).

5

Page 12: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

6

Inhalasi debu batubara akan menghasilkan SOR, secara tidak langsung

melalui aktivasi sel inflamasi seperti makrofag dan leukosit polimorfonuklear, dan

secara langsung oleh debu batubara itu sendiri. Selain itu, paparan debu batubara

akan memicu pembentukan H2O2 dan meningkatkan akivitas katalase akibat

paparan debu batubara sehingga kadar SOR semakin meningkat (19).

B. Senyawa Oksigen Reaktif dan Stres Oksidatif

Di dalam dunia kedokteran, istilah SOR sering dikacaukan dengan radikal

bebas maupun oksidan. Tidak semua SOR merupakan radikal bebas, karena ada

juga yang bukan radikal. SOR yang tergolong radikal bebas meliputi radikal

superoksida (●O2), radikal hidroksil (●OH), radikal peroksil (ROO●), dan

alkoksil (RO●). Sedangkan SOR yang bukan radikal bebas di antaranya oksigen

singlet (1O2), hidrogen peroksida (H2O2), dan asam hipoklorit (HOCL) (15,20).

Istilah radikal bebas dalam ilmu kimia adalah atom atau molekul yang

mempunyai satu atau lebih elektron tak berpasangan pada orbital terluarnya,

sedangkan oksidan adalah atom atau molekul yang dapat menarik elektron. Oleh

karena radikal bebas juga mempunyai sifat sebagai penarik elektron, maka radikal

bebas juga bersifat sebagai oksidan (15,20). SOR yang berbentuk radikal bersifat

sangat reaktif dan tidak stabil sehingga mudah bereaksi dengan molekul-molekul

yang lain. Reaktivitas yang tinggi menyebabkan radikal bebas memiliki

kecenderungan untuk menarik elektron dan mengubah suatu molekul menjadi

radikal yang baru (20,21,22). Sedangkan SOR yang berbentuk bukan radikal

mempunyai reaktivitas yang lebih rendah daripada yang berbentuk radikal. Hal ini

bukan berarti SOR yang bukan radikal tidak berbahaya, karena senyawa ini justru

Page 13: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

7

juga dapat memicu pembentukan radikal bebas yang baru. Oleh karena itu, baik

radikal bebas maupun bukan radikal bebas dapat menjadi ancaman kesehatan bagi

manusia terutama orang yang tidak memiliki sistem perlindungan diri (20).

Berbagai proses metabolisme normal dalam tubuh dapat menghasilkan

radikal bebas dalam jumlah kecil sebagai produk antara. Di dalam sel hidup,

radikal bebas terbentuk pada membran plasma dan organel-organel seperti

mitokondria, peroksisom, retikulum endoplasmik, dan sitosol; melalui reaksi-

reaksi enzimatik fisiologis yang berlangsung dalam proses metabolisme (15,23).

Proses fagositosis oleh sel-sel fagositik termasuk netrofil, monosit, makrofag, dan

eosinofil, juga menghasilkan radikal bebas (24).

Stres oksidatif terjadi jika terdapat peningkatan pembentukan radikal bebas,

menurunnya sistem penetralan, dan pembuangan radikal bebas. Hal tersebut

terjadi baik berupa penurunan antioksidan berat molekul rendah di jaringan

maupun gangguan aktivitas pertahanan antioksidan enzimatik (15,20). Stres

oksidatif menyebabkan kerusakan pada protein, lipid, karbohidrat, dan asam

nukleat. Oleh karena itu, enzim, protein struktural, membran, gugus gula, DNA,

dan RNA sangat rentan mengalami kerusakan oksidatif (25).

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau

reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu

menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara terbentuknya radikal.

Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi

dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Akibatnya,

kerusakan sel akan dihambat (23).

Page 14: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

8

C. Debu Batubara dan Stres Oksidatif

Parameter kerusakan oksidatif yang berkaitan dengan fungsi paru akan

mengalami perubahan selama inhalasi debu batubara. Jaringan paru yang

dipaparkan batubara intratrakea akan memicu peningkatan TBARs dan protein

karbonil. Paparan debu batubara pada manusia berkaitan dengan pembentukan

SOR, antioxidant upregulation, induksi faktor inflamasi, dan peroksidasi lipid

(26). Selain itu, gas CO, CO2, CH3 di lingkungan tambang batubara dapat

menyebabkan cedera tambahan yang akan memicu stres oksidatif (19).

Kapasitas oksidatif debu batubara utamanya disebabkan kandungan logam

transisi, meliputi Fe, Cr, Mn, Co, Ni, Cu, Zn, dan Si. Sebagian besar logam

tersebut dapat mengkatalisis reaksi oksidatif untuk menghasilkan SOR, dengan

cara bereaksi dengan H2O2 dan membentuk radikal hidroksil (15).

Penelitian Ghio et al. menemukan bahwa besi yang terkandung dalam

batubara dapat meningkatkan respon inflamasi dan produksi SOR (4,27). Dua

mekanisme pemaparan mineral terhadap pembentukkan SOR, yaitu:

1. Pembentukan SOR secara langsung

Keberadaan metal pada permukaan fibra asbestosa dapat memicu

pembentukan radikal hidroksil. Hydroxyproline diketahui merupakan penanda

dari fibrosis, SOR berhubungan dengan berbagai macam penyakit. Pembentukan

tipe reaksi Fenton dari radikal hidroksil berhubungan dengan komposisi logam

dari debu batubara. Debu batubara dan crystaline silica memiliki kandungan

radikal hidroksil 8 kali lipat lebih tinggi dibanding dengan kuarsa. Debu batubara

memiliki radikal yang stabil dan dapat menghasilkan SOR dalam cairan biologis,

Page 15: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

9

serta sebagian besar mengakibatkan kerusakan oksidatif secara langsung melalui

mekanisme non-seluler (4,8).

2. Pembentukan SOR secara tidak langsung

Pembentukan radikal secara tidak langsung di paru, dikontrol oleh makrofag

alveolar. Makrofag alveolar terinkubasi bersama dengan debu mineral

menghasilkan radikal oksigen dalam jumlah yang berlebihan. Berdasarkan

penelitian terhadap hewan coba, hewan yang terpapar berbagai macam mineral

termasuk debu batubara mengakibatkan makrofag alveolar menjadi sumber utama

SOR (4,8).

Partikel-partikel yang diendapkan di alveoli akan dibersihkan dalam

beberapa hari sampai beberapa bulan melalui fagositosis makrofag alveolar yang

selanjutnya meningkatkan pelepasan H2O2 dan ●O2-. Akhirnya, partikel-partikel

tersebut dibersihkan dari paru oleh sistem mukosiliar atau dibawa ke dalam ruang

interstitial, kemudian berdifusi ke dalam limfonodus regional atau darah. Luasnya

cedera akibat paparan debu batubara juga terkait dengan lama partikel berada pada

ruang interstitial. Partikel pada permukaan alveoli yang tidak dibersihkan oleh

makrofag alveolar juga akan ditranspor dengan cepat melintasi epitel menuju

ruang interstitial dan berdifusi ke dalam limfonodus regional atau darah (28).

D. Proses Pembentukan Malondialdehid sebagai Hasil Peroksidasi

Lipid

Dampak negatif stres oksidatif terhadap membran terjadi akibat dari

serangan-serangan radikal terutama radikal hidroksil yang menyerang komponen

penting penyusun membran sel yang dapat menimbulkan reaksi rantai yang

Page 16: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

10

dikenal dengan nama peroksidasi lipid. Akibatnya adalah terputusnya rantai asam

lemak menjadi berbagai senyawa yang bersifat toksik terhadap sel (23).

Asam lemak tak jenuh jamak atau Polyunsaturated fatty acid (PUFA) yang

banyak terdapat pada membran sel menjadi target utama oksidan, karena sangat

rentan terhadap terjadinya autokatalisis peroksidasi. Pada kondisi temperatur

fisiologis abstraksi ion H selama fase propagasi jauh lebih siap pada bentuk PUFA

daripada bentuk monosaturated lipids. Hal ini diakibatkan terlepasnya ikatan yang

menggunakan energi rendah sebesar ~10 kcal/mol dibanding bentuk

monosaturated lipids. Adanya ikatan ganda pada jembatan metilen (-CH2-) PUFA

membuat lemah ikatan C-H pada atom karbon dan memfasilitasi lepasnya atom

hidrogen (29).

Senyawa oksigen reaktif yang bereaksi dengan makromolekul sel dapat

merusak sel melalui proses peroksidasi lipid, oksidasi DNA dan protein.

Peroksidasi lipid ini mengakibatkan gangguan pada fluiditas dan permiabilitas

membran, kerusakan membran sel dan organel, kerusakan sitoskeleton, hambatan

pada metabolisme sel, dan gangguan transpor ion. Kerusakan mitokondria juga

dapat terjadi menyebabkan produksi SOR bertambah (30,31).

Peroksidasi lipid merupakan suatu rangkaian reaksi yang terjadi dalam 3

fase. Diawali dengan fase inisiasi, dimana terjadi abstraksi ion H dari ikatan C-H

lipid dengan paparan oksidan dan terbentuk carbon centred lipid radical.

Kemudian diikuti dengan fase propagasi yang merupakan bagian yang kompleks,

dimana radikal lipid dengan cepat mengalami penggabungan dengan O2 dan

terbentuk radikal peroksi. Reaksi kedua pada fase ini membuat peningkatan

Page 17: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

11

jumlah yang dramatis sehubungan dengan adanya abstraksi ion H dari lipid oleh

radikal peroksi membentuk lipid hidroperoksidase. Penggabungan O2 dengan lipid

radikal yang baru terbentuk menambah jumlah peroksidasi membran lipid.

Akhirnya rangkaian peroksidasi lipid berakhir dengan satu atau lebih reaksi

terminasi (29). Rangkaian reaksi peroksidasi lipid dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Tiga

fase reaksi berantai peroksidasi lipid (29)

Berbagai produk terbentuk selama fase propagasi dan teminasi sesuai

struktur kimia prekusor lipid. Hasil dari radikal asam lemak lebih stabil dengan

terbentuknya diene terkonjugasi, kemudian diikuti terbentuknya produk yang

lebih stabil seperti hidroperoksida, alkohol, aldehid dan alkane. Banyak dari

Page 18: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

12

produk ini ditemukan dalam cairan tubuh. Kelompok karbonil yang terbentuk

pada proses peroksidasi lipid berupa n-alkenals (propanal, butanal, pentanal,

heksanal dll), 2 alkenal (akrolein, pentenal, heksenal dll), 2-4 alkadienals

(heptadienal, oktadienal, dekadienal), 4 hidroksi 2,5-undekadienal, 5 hidroksi

oktanal, 4-hidroksi-2 alkenals (HNE), dan MDA. Komponen utama ditemukan

dalam sampel biologis pada berbagai kompartemen cairan tubuh adalah MDA dan

HNE (29).

Produk utama hasil oksidasi PUFA dan yang paling sering digunakan

sebagai indikator peroksidasi lipid adalah MDA. MDA juga digunakan secara luas

sebagai petanda biologik stres oksidatif, sensitif, dan bisa digunakan pada

penelitian dalam jumlah besar. MDA relatif konstan terhadap proporsi peroksidasi

lipid, oleh karena itu merupakan indikator yang tepat untuk mengetahui kecepatan

proses peroksidasi lipid in vivo (15).

Page 19: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

BAB III

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

Debu batubara yang dihantarkan melalui udara dapat masuk ke dalam

rongga pernapasan menuju alveoli. Paparan debu batubara yang terjadi dalam

waktu cukup lama dengan jumlah yang signifikan dapat terdeposit di alveoli. Hal

ini akan memicu aktivasi makrofag alveolar dan reaksi-reaksi kimia di tubuh

(17,18). Kemudian peristiwa tersebut akan memicu pembentukan SOR melalui

mekanisme tidak langsung atau secara selular oleh makrofag alveolar dan melalui

mekanisme langsung atau secara non-selular oleh debu batubara itu sendiri (4).

Makrofag yang teraktivasi akan melakukan proses fagositosis terhadap

partikel debu batubara. Fagositosis makrofag ini akan memproduksi SOR yang

mengakibatkan kerusakan sel epitel saluran nafas dan jaringan mesenkim, serta

mengakibatkan penumpukan matriks ekstraseluler. Akhirnya, partikel tersebut

dibersihkan dari paru oleh sistem mukosiliar atau dibawa ke dalam ruang

interstitial, kemudian berdifusi ke dalam darah (28).

Senyawa oksigen reaktif dapat dihasilkan secara langsung oleh debu

batubara. Kapasitas oksidatif debu batubara utamanya disebabkan oleh kandungan

logam transisi, meliputi Fe, Cu, Cr, Mn, Co, Ni, Zn, dan Si. Beberapa metal

tersebut dapat mengkatalisis reaksi oksidatif untuk menghasilkan SOR (15).

Partikel yang tidak dibersihkan makrofag alveolar akan ditranspor sistem

mukosiliar menuju ruang interstitial, kemudian berdifusi ke dalam darah (28).

13

Page 20: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

SOR ↑

Peroksidasi lipid ↑

MDA paru dan darah

Keterangan : = induksi/ menyebabkan = yang diukur = perlakuan = intervensi

Mekanisme tidak langsung

Mekanisme langsung

Terdeposit di alveoli

Tikus normal Debu batubara

Berdifusi ke dalam darah

Subakut

Akut

14

Senyawa oksigen reaktif akan merusak sel dengan cara bereaksi dengan

makromolekuler sel melalui proses peroksidasi lipid sehingga proses peroksidasi

lipid ini mengakibatkan gangguan pada fluiditas dan permeabilitas membran,

kerusakan membran sel dan organel, hambatan pada metabolisme sel, dan

gangguan transpor ion (30,31). MDA merupakan produk utama peroksidasi lipid

dan yang paling sering digunakan sebagai indikator peroksidasi lipid (15,20,23).

Landasan teori di atas ditunjukkan dalam kerangka berpikir perbandingan

kadar MDA di paru dan darah tikus akibat paparan debu batubara akut dan

subakut pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Kerangka berpikir perbandingan kadar MDA di paru dan darah tikus akibat paparan debu batubara akut dan subakut

Page 21: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

15

B. Hipotesis

Hipotesis yang dapat diambil dari landasan teori di atas adalah sebagai

berikut:

1. kadar malondialdehid di paru lebih tinggi dibandingkan dengan darah tikus

akibat paparan debu batubara baik akut maupun subakut, dan

2. kadar malondialdehid pada paparan subakut lebih tinggi dibandingkan dengan

paparan akut debu batubara baik di paru maupun di darah tikus.

Page 22: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan post-test only

with control group design untuk mengetahui mekanisme paparan debu batubara

dalam memicu peroksidasi lipid melalui pengukuran kadar MDA di paru dan

darah. Berdasarkan penelitian Altin et al. (2004) didapatkan kadar tertinggi debu

batubara di lokasi pertambangan batubara adalah 12,3 mg/m3 sehingga pada

penelitian ini digunakan kadar 6,25 mg/m3, 12,5 mg/m3, dan 25 mg/m3 dengan

lama paparan 1 jam/hari selama 14 hari dan 28 hari (8,32). Debu batubara yang

digunakan berukuran ≤10 µm (33,34). Subjek penelitian ini adalah tikus galur

Wistar (Rattus norvegicus) dengan sampel penelitian bronchoalveolar lavage

fluid (BALF) dan darah. Jumlah kelompok perlakuan pada penelitian ini sebanyak

tujuh kelompok, dengan jumlah minimal subjek penelitian untuk setiap kelompok

adalah 5 ekor (lampiran 1), terdiri atas:

Kelompok 1: Tikus Kontrol

Kelompok 2: Tikus dipapar debu batubara 6,25 mg/m3 1 jam/hari selama 14 hari

Kelompok 3: Tikus dipapar debu batubara 12,5 mg/m3 1 jam/hari selama 14 hari

Kelompok 4: Tikus dipapar debu batubara 25 mg/m3 1 jam/hari selama 14 hari

Kelompok 5: Tikus dipapar debu batubara 6,25 mg/m3 1 jam/hari selama 28 hari

Kelompok 6: Tikus dipapar debu batubara 12,5 mg/m3 1 jam/hari selama 28 hari

Kelompok 7: Tikus dipapar debu batubara 25 mg/m3 1 jam/hari selama 28 hari

16

Page 23: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

17

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah BALF dan darah tikus,

partikel batubara berukuran ≤10 µm, sodium pentotal, garam fisiologis, phospate

buffer saline, Trichloroacetic acid (TCA), HCl, dan Na-thiobarbiturat.

2. Alat penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah ball mill, ring mill, Raymond

mill, MicroSieve (BioDesign, USA), coal dust exposure seri NKBS-1-2010-0,5,

lap pembersih, disposable syringe, jarum, alas pembedahan, pinset, gunting,

sonde dengan ujung wing needle, label, tabung reaksi, rak tabung reaksi,

mikrosentrifugasi, vortex, glass wool, waterbath, mikropipet dan tip mikropipet,

spektrofotometer, kandang hewan, tempat minum, masker, dan sarung tangan.

C. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah kadar debu batubara 6,25 mg/m3,

12,5 mg/m3, dan 25 mg/m3, serta durasi paparan 14 dan 28 hari.

2. Variabel terikat

Variable terikat pada penelitian ini adalah kadar MDA di paru dan darah

tikus.

3. Variabel pengganggu

a. Subjek penelitian

1) keadaan umum tikus, dikendalikan dengan memastikan tikus dalam keadaan

sehat sebelum penelitian dilakukan.

Page 24: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

18

2) faktor fisik dan psikologis tikus, dikendalikan dengan memberikan perlakuan

yang sama pada semua subjek penelitian.

3) umur, dikendalikan dengan memilih tikus dengan umur 3 bulan.

4) berat badan, dikendalikan dengan memilih tikus dengan berat badan yang

seragam, yaitu 200-250 gram.

5) jenis kelamin, dikendalikan dengan memilih tikus jantan.

b. Alat penelitian

Variabel laboratorium berupa standarisasi alat dilakukan dengan melakukan

pengkaliberasian alat sebelum melakukan penelitian.

c. Aspek lainnya

1) cara dan ketelitian pengukuran, variabel ini dikendalikan dengan

menggunakan bahan dan metode pengukuran yang distandardisasi untuk

seluruh pemeriksaan.

2) suhu ruangan, dikendalikan dengan menempatkan subjek penelitian di

ruangan yang sama pada setiap kelompok perlakuan.

D. Definisi Operasional

1. Kadar MDA adalah kadar MDA setelah dipapar debu batubara yang diukur

dengan menggunakan spektrofotometri dengan satuan ng/ml.

2. Debu batubara adalah material batubara yang berupa partikel dan berasal dari

hancuran batubara dan memiliki ukuran ≤10 µm yang bersifat respirable.

3. Paparan debu batubara akut adalah durasi perlakuan yang diberikan pada

tikus dengan cara memaparkan debu batubara selama 14 hari.

Page 25: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

19

4. Paparan debu batubara subakut adalah durasi perlakuan yang diberikan pada

tikus dengan cara memaparkan debu batubara selama 28 hari.

5. Tikus dalam penelitian adalah tikus galur Wistar yang termasuk spesies

Rattus norvegicus. Tikus ini berwarna putih dan sering digunakan untuk

penelitian in vivo.

E. Prosedur Penelitian

1. Persiapan hewan uji dan pembagian kelompok

Tikus sebanyak minimal 35 ekor diperoleh dari Bidang Layanan Pra Klinik

Penelitian dan Pengembangan Hewan Percobaan Laboratorium Penelitian dan

Pengujian Terpadu Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Selanjutnya tikus

tersebut dipisahkan secara acak ke dalam 7 kelompok dan masing-masing

kelompok dimasukkan ke dalam kandang untuk adaptasi selama 1 minggu. Setiap

kandang berisi 5 ekor tikus.

Dalam masa adaptasi tikus mendapat makanan dan minuman secara ad

libitum. Aklimatisasi dalam hal ini diperlukan agar tikus tidak mengalami stres

sewaktu dipapar debu batubara.

2. Pembuatan debu batubara

Batubara diperoleh dari Carsurin Coal Laboratories, Banjarmasin. Sebelum

pemaparan akan dilakukan pembuatan debu batubara dari bongkahan batubara.

Pembuatan debu batubara dilakukan dengan menghancurkan bongkahan batubara

menggunakan alat pulverizer yang terdiri atas ball mill, ring mill, dan Raymond

mill di Carsurin Coal Laboratories sehingga ukuran debu batubara ≤70 µm. Debu

Page 26: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

20

batubara disaring lagi dengan menggunakan alat MicroSieve (BioDesign, USA)

sehingga didapatkan debu batubara ukuran ≤10 µm.

3. Pemaparan debu batubara terhadap tikus

Pemaparan debu batubara menggunakan alat coal dust exposure seri NKBS-

1-2010-0,5 dengan volume 0,5 m3. Prinsip alat tersebut adalah menyediakan

lingkungan ambien yang mengandung debu batubara yang akan masuk ke saluran

nafas hewan coba. Aliran udara pada blower di alat tersebut adalah 1,5-2

liter/menit. Kecepatan ini disesuaikan dengan kecepatan aliran udara di

lingkungan batubara.

Sebelum alat digunakan, alat wajib dibersihkan terlebih dahulu, kemudian

stop kontak alat dicolokkan pada sumber listrik. Debu batubara yang telah

ditimbang sesuai dengan berat untuk penelitian kemudian dimasukkan bersamaan

dengan tikus lalu pintu ditutup rapat dengan selotip. Tekanan oksigen diatur agar

tikus merasa nyaman dan tidak kekurangan oksigen. Kecepatan blower lalu diatur

sesuai dengan kecepatan yang diinginkan kemudian dibiarkan selama 1 jam agar

terjadi sirkulasi debu batubara yang terus-menerus. Blower dimatikan setelah 1

jam pemaparan, kemudian tikus dikeluarkan dan alat dibersihkan.

4. Pengambilan sampel pada tikus

Tikus dianestesi dengan menggunakan sodium pentotal secara inhalasi.

Tikus diletakkan terlentang dengan perut menghadap ke atas, keempat kaki

difiksasi dengan jarum pada alas pembedahan. Dengan pinset dan gunting

dilakukan pembukaan rongga perut membujur dari bawah ke atas sampai tulang

Page 27: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

21

dada. Kemudian irisan dilanjutkan seperti huruf “V” untuk membuka rongga

dada. Lipat irisan tulang dada ke atas agar jantung dapat terlihat jelas.

Pengambilan darah tikus diambil dengan melakukan pembukaan rongga

thorax kemudian pengambilan darah diambil di jantung sebanyak 3-4 ml dengan

menggunakan spuit injeksi dan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian

diukur kadar MDA.

Pengukuran MDA di paru menggunakan sampel BALF. Tujuan

menggunakan BALF untuk mengambil sampel yang terletak di alveoli. Prosedur

ini dilakukan dengan cara memasukkan cairan salin ke ujung bronkoskop dan

dibiarkan selama 1 menit, kemudian disedot kembali untuk mendapatkan material

yang cukup dari alveoli. Tindakan ini dapat diulang beberapa kali sampai didapat

jumlah sampel yang diperlukan. Pada penelitian ini, sampel yang diperlukan

sebanyak 3-4 ml. Sampel yang didapat diukur kadar MDA.

5. Pengukuran kadar malondialdehid di paru

Metode pengukuran menggunakan metode yang dikembangkan di

Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. BALF

sebanyak 3-4 ml disentrifus 1000 rpm selama 15 menit. BALF dibagi dua sebagai

cairan uji dan cairan kontrol. Pada cairan uji dan kontrol ditambahkan TCA 100

µL dan divortex kemudian ditambahkan HCl 250 µL lalu divortex kembali.

Kemudian dilakukan sentrifus 500 rpm 10 menit, diambil supernatan kemudian

disaring dengan glass wool. Na-thiobarbiturat ditambahkan pada cairan uji

sebanyak 100 µL. Pada cairan uji dan kontrol dilakukan vortex, panaskan dalam

waterbath 100oC selama 20 menit, angkat dan diamkan pada suhu ruang. Baca

Page 28: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

22

absorbansinya pada panjang gelombang 529 nm. Pada penelitian ini digunakan

kurva standar MDA untuk mengukur kadar MDA pada tikus. Kurva standar

dibuat berdasarkan pengukuran absorbansi MDA standar dengan beberapa variasi

kadar pada panjang gelombang 529 nm.

6. Pengukuran kadar malondialdehid di darah

Metode pengukuran menggunakan metode yang dikembangkan di

Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Darah

sebanyak 3-4 ml disentrifus 1000 rpm selama 15 menit. Serum darah dibagi dua

sebagai serum uji dan cairan kontrol. Pada serum uji dan kontrol ditambahkan

TCA 100 µL dan divortex kemudian ditambahkan HCl 250 µL lalu divortex

kembali. Kemudian dilakukan sentrifus 500 rpm 10 menit, diambil supernatan

kemudian disaring dengan glass wool. Na-thiobarbiturat ditambahkan pada cairan

uji sebanyak 100 µL. Pada serum uji dan kontrol dilakukan vortex, panaskan

dalam waterbath 100oC selama 20 menit, angkat dan diamkan pada suhu ruang.

Baca absorbansinya pada panjang gelombang 529 nm. Pada penelitian ini

digunakan kurva standar MDA untuk mengukur kadar MDA pada tikus. Kurva

standar dibuat berdasarkan pengukuran absorbansi MDA standar dengan beberapa

variasi kadar pada panjang gelombang 529 nm.

F. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Data dikumpulkan dengan cara mengukur kadar MDA di paru dan darah

dengan menggunakan spektrofotometer, lalu dimasukkan ke dalam tabel menurut

urutan pengukuran dan ditabulasikan untuk ketujuh kelompok perlakuan,

kemudian di hitung rataan dari tiap hasil yang didapat (Lampiran 2).

Page 29: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

23

G. Cara Analisis Data

Seluruh analisis data akan diolah dengan komputerisasi. Data akan disajikan

dalam bentuk tabel dan diperjelas dengan bentuk grafik. Untuk mengetahui data

penelitian memiliki distribusi normal dan homogen maka dilakukan uji normalitas

dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk dan uji homogenitas dengan

menggunakan uji Levene. Data kadar MDA pada sampel diuji dengan analysis of

variance (ANOVA) dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Apabila data

tidak terdistribusi normal atau tidak homogen, maka dilakukan transformasi data

agar distribusi data normal. Jika tetap tidak terdistribusi normal atau varian tidak

sama, maka alternatif yang dipilih uji Kruskal-Wallis. Jika terdapat perbedaan

bermakna, maka dilanjutkan dengan uji Post-hoc untuk mengetahui kelompok

yang terdapat perbedaan bermakna.

H. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Fakultas

Kedokteran Universitas Brawijaya Malang dan Laboratorium Kimia/Biokimia

Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru pada bulan

Maret-Agustus 2011 dengan rincian kegiatan sebagai berikut:

Page 30: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

24

Tabel 4.1. Jadwal penelitian perbandingan kadar malondialdehid di paru dan darah tikus akibat paparan debu batubara akut dan subakut

KegiatanWaktu pelaksanaan penelitian

Maret 2011

April 2011

Mei 2011

Juni 2011

Juli2011

Agustus 2011

Pengumpulan dan persiapan referensiPenyusunan proposalKonsultasiSeminar KTI IPerbaikan proposalPenelitian di laboratoriumPengolahan dan analisis dataPenyusunan laporanSeminar KTI IIPerbaikan dan laporan akhir

I. Biaya Penelitian

Penelitian ini direncanakan memerlukan dana sebagai berikut

batubara Rp 100.000,-

spuit 5 cc Rp 35.000,-

tikus 35 ekor @ Rp. 20.000,- Rp 700.000,-

pakan hewan coba Rp 76.000,-

pemeriksaan MDA Rp 2.625.000,-

penggandaan dan penjilidan 5 exp @ Rp. 10.000,- Rp 50.000,-

Jumlah Rp 3.586.000,-

Page 31: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

DAFTAR PUSTAKA

1. World Coal Institute. Coal-power for progress. London: WCI, 2005.

2. Anonymous. Jangan kemaruk menguras bumi. Banjarmasin Post 2006; (online), (http://klipingtambang.blogspot.com/2006_10_01_archive.html, diakses 11 April 2011).

3. Anonymous. Debu tambang Kalsel lewati ambang batas. Banjarmasin Post 2008; (online), (http://klipingtambang.blogspot.com/2008_09_01_archive. html, diakses 11 April 2011).

4. Schins RPF, Borm PJA. Mechanisms and mediators in coal dust induced toxicity: a review. Ann occup Hyg 1999; 43: 7-33.

5. Pinho RA, Silveira PCL, Piazza M, et al. Regular physical exercises decrease the oxidant pulmonary stress in rats after acute exposure to mineral coal. Rev Bras Med Esporte 2006; 12: 71-76.

6. Vallyathan V, Goins M, Lapp LN, et al. Changes in bronchoalveolar lavage indices associated with radiographic classification in coal miners. Am J Respir Crit Care Med 2000; 162: 958–965.

7. Huang C, Li J, Zhang Q, et al. Role of bioavailable iron in coal dust-induced activation of activator protein-1 and nuclear factor of activated t cells: difference between Pennsylvania and Utah coal dusts. Am J Respir Cell Mol Biol 2002; 27(5): 568–574.

8. Armutcu F, Gun BD, Altin R, et al. Examination of lung toxicity, oxidant/ antioxidant status and effect of erdosteine in rats kept in coal mine ambience. Envirnmental Toxicology and Pharmacology 2007; 24:106-113.

9. Kontos HA. Oxygen radicals in cerebral ischemia: The 2001 willis lecture. Stroke 2001; 3: 2712–2716.

10. Droge W. Free radical in the physiological control of cell function. Physiol Rev 2002; 82:47–95.

11. Romieu I, Castro-Giner F, Kunzli N, et al. Air pollution, oxidative stress and dietary supplementation: a review. Eur Respir J 2008; 31: 179–196.

12. Kadiiska MB, Gladen BC, Bairrd DD, et al. Biomarkers oxidative stress study II : are oxidation products of lipids, proteins, and DNA markers of CCl4

poisoning?. Free Radical Biology and Medicine 2005; 38 (6): 698-710.

Page 32: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

13. Dalle-Donne I, Rossi R, Colombo R, et al. Biomarker of oxidative damaged in human disease. Clinical Chemistry 2006; 52: 601–623.

14. Cherubini A, Ruggiero C, Polidori MC, et al. Potensial marker of oxidative stress in stroke. Free Radical Biology and Medicine 2005; 39: 841–852.

15. Halliwell B, Gutteridge JMC. Free radical in biology and medicine. Oxford: Oxford University Press, 1999.

16. Tamka, Alde. Ledakan debu batubara. USU: Teknik Pertambangan, 2009.

17. Palmer KT, McNeill-Love R, Poole JR, et al. Inflammatory responses to the occupational inhalation of metal fume. Eur Respir J 2006; 27: 366–373.

18. Hamidi. Penelitian kaitan pajanan debu dengan kejadian gangguan pernafasan. Jakarta : Universitas Indonesia, 2001.

19. Nadif R, Mintz M, Jedlicka A, et al. Association of CAT polymorphisms with catalase activity and exposure to environmental oxidative stimuli. Free Radical Research 2005; 39: 1345-1350.

20. Suhartono E, Fachir H, Setiawan B. Kapita selekta biokimia: stres oksidatif dasar dan penyakit. Bajarmasin: Pustaka Banua, 2007.

21. Defeng W, Cederbaum AI. Alcohol, oxidative stress, and free radical damage. Alcohol Research & Health 2003; 27: 277-284.

22. Sen S, Chakraborty R, Sridhar C, et al. Free radicals, antioxidants, diseases and phytomedicines: current status and future prospect. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research 2010; 3: 91-100.

23. Winarsi H. Antioksidan alami dan radikal bebas. Yogyakarta: Kanisius, 2011.

24. Hays AM, Srinivasan D, Witten ML, et al. Arsenic and cigarette smoke synergistically increase DNA oxidation in the lung. Toxicol Pathol 2006; 34: 396-404.

25. Pryor WA, Houk KN, Foote CS, et al. Free radical biology and medicine: it’s a gas, man!. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 2006; 291: 491–511.

26. Yunanto A, Setiawan B, Suhartono E. Kapita selekta biokimia: peran radikal bebas pada intoksikasi dan patobiologi penyakit. Banjarmasin: Pustaka Banua, 2009.

Page 33: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

27. Dai j, Xie C, Churg A. Iron loading makes a nonfibrogenic model air pollutant particle fibrogenic in rat tracheal explants. Am J Respir Cell Mol Biol 2002; 26: 685–693.

28. Suhartono E, Setiawan B. Kapita selekta biokimia: mekanisme oksidatif dan patobiologi tuberkulosis paru. Banjarmasin: Pustaka Banua, 2010.

29. Burcham PC. Genotoxic lipid peroxidation products : their DNA damaging properties and role in formation of endogenous DNA adducts. Mutagenesis 1998; 13: 287–305.

30. Warner DS, Sheng H, Batinic-Haberle I. Oxidants, antioxidants and the ischemic brain. The journal of experimental biology 2004; 207: 3221-3231.

31. Weigand MA, Laipple A, Plaschke K, et al. Concentration changes of malondialdehyde across the cerebral vascular bed and shedding of L- selectin during carotid endarterectomy. Stroke 1999; 301: 306-11.

32. Altin R, Armutcu F, Kart L, et al. Antioxidant response at early stages and low grades of simple coal worker’s pneumoconiosis diagnosed by high resolution computed tomography. Int J Hyg Environ Health 2004; 207: 1-8.

33. Muller U, Riediker M, Wick P, et al. Oxidative stress inflammation response after nanoparticle exposure: difference between human lung cell monocultures and an advanced three-dimentional model of the human epithelial airways. Journal of The Royal Society Interface 2010; 7: 27-40.

34. Fishwick D. Pneumoconiosis. Medicine 2008; 36: 258-260.

Page 34: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

LAMPIRAN

Page 35: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

Lampiran 1. Jumlah replikasi minimal untuk setiap kelompok perlakuan

Jumlah replikasi untuk setiap kelompok ditentukan dengan menggunakan

rumus Federer:

(t - 1) (n - 1) ≥ 15

(7 - 1) (n - 1) ≥ 15

6n-6 ≥ 15

6n ≥ 21

n ≥ 3,5 ≈ 4

Keterangan:t = jumlah kelompokn = jumlah pengulangan

Untuk mengantisipasi risiko kematian pada subjek penelitian, maka jumlah

tikus ditambah dengan perhitungan menggunakan metode drop-out rate yaitu:

20% x 4 = 0,8 ≈ 1 ekor.

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka jumlah minimal replikasi untuk

setiap kelompok adalah 5 ekor tikus. Jadi, jumlah sampel secara keseluruhan

kelompok adalah 35 ekor.

Page 36: Perbandingan Kadar Malondialdehid Di Paru Dan Darah Tikus Akibat Paparan Debu Batubara Akut Dan Subakut

Lampiran 2. Rancangan tabel hasil pengukuran kadar MDA

1. Tabel kadar MDA di paru

PerlakuanKadar MDA pada tikus ke-

Total Rataan1 2 3 4 5

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

Kelompok 4

Kelompok 5

Kelompok 6

Kelompok 7

2. Tabel kadar MDA di darah

PerlakuanKadar MDA pada tikus ke-

Total Rataan1 2 3 4 5

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

Kelompok 4

Kelompok 5

Kelompok 6

Kelompok 7

Keterangan:Kelompok 1: Tikus kontrol

Kelompok 2: Tikus dipapar debu batubara 6,25 mg/m3 1 jam/hari selama 14 hari

Kelompok 3: Tikus dipapar debu batubara 12,5 mg/m3 1 jam/hari selama 14 hari

Kelompok 4: Tikus dipapar debu batubara 25 mg/m3 1 jam/hari selama 14 hari

Kelompok 5: Tikus dipapar debu batubara 6,25 mg/m3 1 jam/hari selama 28 hari

Kelompok 6: Tikus dipapar debu batubara 12,5 mg/m3 1 jam/hari selama 28 hari

Kelompok 7: Tikus dipapar debu batubara 25 mg/m3 1 jam/hari selama 28 hari