perbandingan gambaran tokoh wanita dalam cerpen …
TRANSCRIPT
PERBANDINGAN GAMBARAN TOKOH WANITA DALAM CERPEN KAMAR KECIL DI GANG QINGYUN DAN CERPEN BULAN SABIT
Aika Ramayu, dan Nurni Wahyu Wuryandari
Program Studi Cina, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Jurnal ini membahas tentang gambaran tokoh wanita dalam dua cerpen yang ditulis oleh pengarang berbeda gender. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan dan memaparkan perbedaan yang muncul berdasarkan penggambaran tokoh wanita dalam masing-masing cerpen. Penelitian ini menggunakan metode sastra bandingan dengan pendekatan objektif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dibalik persamaan latar belakang ekonomi dan profesi dari kedua tokoh, terdapat perbedaan antara kedua tokoh utamanya yaitu tentang kebebasan wanita dalam menentukan pilihan hidup dan kebergantungan hidup wanita pada laki-laki.
Abstract
The focus of this study is portrayals of heroine in two different short stories which is written by authors of different genders. The purpose of this study is to find and explain the differences of both heroines that appear based on each portrayal in each short story. This study uses comparative literature method with an objective approach. The result of this study shows that behind some similarities about economic backgrounds and professions of both heroines, there are differences between them which are about women’s emancipation of deciding life choices and women’s need of man’s power.
Keywords: Heroine, gender, comparative literature, objective, comparison
Perbandingan gambaran..., Aika Ramayu, FIB UI, 2015
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyaknya karya sastra yang ditulis
tak jarang memiliki persamaan dan
perbedaan-perbedaan unsur yang muncul di
dalamnya. Berdasarkan hal tersebut, sastra
bandingan muncul sebagai sebuah metode
untuk membandingkan dua atau beberapa
karya sastra. sangat menarik jika melakukan
kajian sastra bandingan terhadap dua karya
sastra yang dihasilkan oleh dua pengarang
yang sama-sama berasal dari Cina. Dalam
jurnal ini penulis tertarik untuk menganalisa
dua cerpen yang membahas isu yang sama
namun ditulis oleh dua pengarang dengan
gender yang berbeda. Dengan kata lain,
jurnal ini akan membahas suatu kajian sastra
bandingan dengan objek yang dibandingkan
adalah antarpengarang yang berbeda gender.
Cerpen Kamar Kecil di Gang Qingyun
(seterusnya akan disingkat menjadi KKGQ)
karya Ding Ling sebagai penulis wanita dan
cerpen Bulan Sabit karya Lao She sebagai
penulis pria, merupakan dua karya sastra
Cina moderen yang akan dikaji dalam jurnal
ini.
Ding Ling dan Lao She
menggambarkan tokoh wanita yang
memiliki kondisi kehidupan yang sama
yakni sama-sama bergelut dalam dunia
prostitusi. Meski terdapat beberapa
persamaan dalam cerpen, namun tokoh
utama dari masing-masing cerpen memiliki
perjalanan hidup yang digambarkan sangat
berbeda.
Sastra bandingan pada dasarnya
mencari perbedaan atau kelainan di samping
adanya persamaan dan pertalian teks,
sehingga dapat ditemukan kekhasan dari
karya-karya yang dibandingkan. Kedua
cerpen ini mengangkat isu yang sama yakni
wanita dan prostitusi serta sama-sama
menjadikan wanita sebagai tokoh utamanya.
Berdasarkan persamaan-persamaan tersebut,
kajian sastra bandingan dalam jurnal ini
akan menemukan perbedaan-perbedaan
yang muncul antar kedua karya. Berangkat
dari hal ini, penulis ingin membuat kajian
bandingan yang membandingkan
penggambaran tokoh wanita, sehingga dapat
diketahui perbedaan sudut pandang
pengarang berbeda gender terhadap wanita
dan prostitusi.
1.2 Rumusan Masalah
Cerpen KKGQ dan Bulan Sabit
merupakan dua cerpen yang mengangkat isu
tentang wanita dan prostitusi serta
mengambil wanita sebagai tokoh utamanya.
Namun kedua cerpen ini ditulis oleh penulis
berbeda gender, yaitu laki-laki dan
perempuan, sehingga dapat dikatakan bahwa
mereka melihat permasalahan dengan sudut
pandang yang berbeda pula. Perbedaan-
perbedaan apa saja yang muncul dari
Perbandingan gambaran..., Aika Ramayu, FIB UI, 2015
gambaran tokoh wanita yang dikemukakan
dalam dua cerpen yang mereka tulis dan
bagaimanakah gambaran tokoh wanita
dalam cerpen berdasarkan sudut pandang
masing-masing penulis tersebut adalah
rumusan masalah yang akan diangkat untuk
dikaji dalam jurnal ini.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan skripsi ini
adalah untuk membuat analisa atas dua
cerpen yang dipilih dan menggali berbagai
perbedaan yang muncul dalam kedua cerpen
tersebut. Dengan demikian diharapkan dapat
ditemukan perbedaan yang muncul dari
tokoh wanita dalam kedua cerpen yang
ditulis kedua penulis berbeda gender
tersebut dan mengetahui bagaimana kedua
penulis menggambarkan masing-masing
tokoh wanita dalam masing-masing
karyanya.
1.4 Metode Penelitian
Teknik pengumpulan data dalam
penulisan ini adalah teknik kepustakaan.
Penulis akan mencari dan mengumpulkan
data yang berkaitan dengan topik melalui
berbagai sumber, buku maupun media
internet. Teks-teks yang dibaca terdiri dari
teks-teks yang ditulis dalam bahasa
Indonesia, Inggris, dan Mandarin.
Metode yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini adalah metode sastra
bandingan. Objek yang dibandingkan adalah
tokoh dan penokohan tokoh utama wanita
dan kisah masing-masing tokoh, termasuk
latar belakang dari masing-masing tokoh
utama yang diciptakan. Selain itu penulis
juga menggunakan beberapa pandangan
tentang tokoh dan penokohan dari beberapa
ahli dalam penulisan ini. Sedangkan
pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan objektif, karena dalam penelitian
karya sastra, analisis atau pendekatan
objektif terhadap unsur-unsur intrinsik atau
struktur karya sastra merupakan tahap awal
untuk meneliti karya sastra sebelum
memasuki penelitian lebih lanjut (Damono
melalui Wicaksono, 1984:2).
Korpus dalam penelitian ini adalah
cerpen Kamar Kecil di Gang Qingyun karya
Ding Ling dan cerpen Bulan Sabit karya
Lao She. Kedua cerpen yang digunakan
merupakan cerpen dalam bahasa Mandarin.
2. ANALISIS
3.1 Ding Ling dan Cerpen KKGQ
2.1.1 Ding Ling
Ding Ling adalah penulis yang
banyak mendapatkan pengaruh dari karya
sastra asing, seperti yang pernah dijelaskan
oleh Ding Ling mengenai jasa-jasa karya
sastra asing terhadapnya di bagian pembuka
Perbandingan gambaran..., Aika Ramayu, FIB UI, 2015
dari bukunya yang berjudul Miss Sophie's
Diary And Other Stories1
Dalam menggunakan teknik menulis,
Ding Ling merupakan seorang penulis yang
terkenal dengan teknik naratif atau teknik
tematik-nya. Ding Ling sangat
memperhatikan kedetilan dari
penggambaran karakter dan watak tokohnya
serta alur cerita yang sesuai dengan
kehidupan sehari-hari sehingga karya-
karyanya terlihat realistik walaupun
sebenarnya dari segi bentuk dan susunan
tulisan tidak terlalu diperhatikan. Tulisan-
tulisannya seakan mampu menggambarkan
dunia yang nyata dan hidup.
Secara umum, Ding Ling tidak terlalu mengistimewakan susunan dan bentuk ketika ia menuliskan cerita pendek atau novel. Apalagi untuk mencoba membuat alur cerita yang menakjubkan. Yang ia tekankan adalah gambaran karakter, kemudian membuka batin dunia mereka dan melukiskan suasana dimana peran mereka berada. Oleh sebab itu secara sederhana tulisan-tulisan Ding Ling seperti arus mengalur yang lewat dengan halus, seperti bintang bertaburan di langit, tetapi apa yang ditemukan pembaca sesungguhnya adalah suatu arti yang dalam, prosa yang indah dan
1 “I can say that if I have not been influenced by Western literature I would probably not have been able to write fiction, or at any rate not the kind of fiction in this collection. It is obvious that my earliest stories followed the path of Western realism...” (Ding Ling, Miss Sophie’s Diary and Other Stories. [W.J.F. Jenner, Penerjemah], 1985: 7)
lirik yang bermutu. (Feng Xiaoxing, 1908: 9)
Karya-karya Ding Ling pada
umumnya mengangkat kisah tentang
kehidupan wanita dan mengambil wanita
sebagai tokoh utamanya. Terdapat satu
kutipan dalam buku Kajian Fiksi Moderen
Cina ( 中 国 现 代 小 说 导 轮 ) yang
menyebutkan bahwa terdapat kemiripan
karakter dari tokoh-tokoh yang diciptakan
dalam karya-karya Ding Ling, yaitu:
Dimulai dari Mengke, Ding Ling membuat gambaran wanita muda yang berkarakter sangat bijaksana: Sofi, Li Jia, Mei Lin, Zhen Zhen, Lu Ping, dan seterusnya. Tokoh-tokoh tersebut membentuk daya tarik dari karya-karya Ding Ling yang unik, juga menjadi gambaran wanita yang berkarakteristik individualisme terkaya dalam sejarah fiksi moderen Cina. Penggambaran wanita dalam karya-karya Ding Ling, seluruhnya memiliki karakteristik yang mirip: antusias, kuat, dan berani menentang tradisi. Daya tarik mereka berasal dari karakteristik yang keras kepala dan tidak terikat dengan tradisi. Jadi, antusias, bebas, penuh semangat untuk maju, gambaran tokoh utama yang ia buat di saat yang bersamaan merupakan penggambaran tentang dirinya. (Yang Zhenfen, 2004: 152)
Ia mampu secara terang-terangan
menggunakan subjektifitas wanita dan
Perbandingan gambaran..., Aika Ramayu, FIB UI, 2015
autobiografinya dalam mengemukakan
makna dari tulisannya (Xia Zhiqing, 2004:
153). Seperti karya cerpen yang selanjutnya
akan dianalisis dalam tulisan ini, yaitu
cerpen Kamar Kecil di Gang Qingyun.
2.1.2 Cerpen KKGQ
2.1.2.1 Sinopsis
Cerpen Kamar Kecil di Gang
Qingyun atau dalam bahasa Mandarin
Qìngyún Lǐ Zhōng de Yī Jiàn Xiǎo Fáng Lǐ
(庆云里中的一间小房里) adalah cerpen
karya Ding Ling (1904-1986) yang ditulis
pada akhir tahun 1928 dan diterbitkan pada
Januari 1929.
Secara keseluruhan cerpen ini
bercerita tentang seorang wanita bernama A
Ying (阿英) yang datang dari Shanghai ke
Qingyun untuk mengais rezeki dengan
hidup sebagai seorang pelacur di sebuah
rumah bordil di sana. Dalam kesehariannya
di rumah bordil, A Ying seringkali teringat
akan mimpi-mimpi indah hidup bersama
Chen Laosan, lelaki pujaannya. Namun
seiring berjalannya waktu A Ying juga
dihadapkan dengan kenyataan hidup yang ia
jalani sebenarnya, sehingga permasalahan
ini menuntun A Ying untuk berpikir dan
mengambil keputusan hidup. Pada akhirnya,
ia sendiri tidak memilih untuk hidup
bersama Chen Laosan, melainkan memilih
untuk tetap bekerja dan melanjutkan hidup
di rumah bordil milik nyonya A Mu tersebut.
2.1.2.2 Tokoh dan Penokohan A Ying (Tokoh yang Dibangun dengan Kontras-Kontras)
Diceritakan bahwa A Ying sering
bermimpi untuk memiliki kehidupan yang
layak bersama Chen Laosan. Sedangkan
keinginan untuk hidup layak seperti orang-
orang normal dapat dikatakan sebagai
sebuah mimpi besar bagi para wanita yang
berkerja sebagai tuna susila seperti A Ying.
Apalagi sebagai seorang pelacur yang
bekerja melayani pelanggan pria dengan
berbagai macam latar belakang dan tidak
saling mengenal, maka keinginan untuk
hidup bersama pria yang dicintai adalah
suatu angan yang besar dan sulit untuk
diwujudkan.
Pada awalnya, untuk mewujudkan
mimpinya yang terlalu tinggi tersebut ia rela
melakukan apa saja, termasuk menyerahkan
semua uang hasil keringatnya. Namun
mimpi-mimpinya tersebut perlahan
tergantikan dengan kenyataan yang ia miliki
dari kehidupan yang ia jalani dalam rumah
bordil.
Dalam perkembangan cerita
dipaparkan peristiwa-pristiwa yang dialami
oleh A Ying. Tiap-tiap peristiwa selalu
menjadi renungan bagi A Ying terhadap
mimpi-mimpinya. Dengan kata lain
Perbandingan gambaran..., Aika Ramayu, FIB UI, 2015
hidupnya dalam mimpi sangat berbeda atau
kontras dengan kehidupannya dalam
lingkungan rumah bordil dan perbedaan
inilah yang menjadi bahan pertimbangan
bagi A Ying dalam menentukan keputusan
akhirnya. Dan kontras-kontras ini pula yang
membentuk karakter A Ying selanjutnya.
A. Realistis dan Praktis
Dalam kesehariannya di rumah
bordil, A Ying tidak kekurangan kasih
sayang. Walaupun pada awalnya ia sering
berpikir bahwa kasih sayang Chen Laosan
merupakan sesuatu yang dapat
menyempurnakan hidupnya, namun dalam
rumah bordil ini, ia hidup tenang dan
nyaman bersama nyonya A Mu dan rekan-
rekannya, yaitu Da A Zi, A Zi, Niang Yi,
dan Xiang Bang.
Selain dari segi batin, secara materi,
A Ying dapat dikatakan hidup serba
berkecukupan di rumah bordil. Segala
kebutuhan hidup seperti sandang dan
pangan telah disedikan oleh nyonya A Mu.
Dari segi penghasilannya, walaupun
hanya sebagai seorang pelacur, A Ying
dapat dikatakan sudah memiliki penghasilan
yang lebih dari cukup. Disebutkan dalam
cerita ia sudah memiliki tabungan uang dari
hasil bekerja dan menang bermain Mahjong.
Hal ini menunjukkan bahwa walaupun
bekerja sebagai tuna susila namun A Ying
tidak hidup dalam kesengsaraan dan
kegelapan hidup.
A Ying dapat dikatakan sebagai
seorang praktis. Berdasarkan kutipan-
kutipan dalam cerpen yang menggambarkan
pemikiran A Ying, kehidupan dalam rumah
bordil dengan segala ketersediaannya
dirasakan A Ying sebagai kehidupan yang
cukup dan menjamin keberlangsungan
hidupnya. Ia menjalankan hidup dengan
mudah, tanpa mengalami hambatan apapun.
Sesuai dengan apa yang sering A Ying
utarakan dalam pikirannya bahwa ia sudah
terbiasa dengan kehidupan di rumah bordil.
Dengan kondisi yang seperti itu, yang ia
harus lakukan hanyalah bekerja dengan baik.
A Ying tidak mengelak melainkan
menikmati kecukupan materi yang ia
dapatkan dari dalam sebuah rumah bordil. A
Ying walaupun seorang pemimpi namun
juga melihat kenyataan hidup dan apa yang
ia telah miliki ketika merenungkan angan-
angannya.
Pemaparan di atas secara tidak
langsung juga menunjukkan sifat realistis A
Ying dalam berpikir tentang jaminan
keberlangsungan hidupnya, yaitu bukanlah
tampan atau besarnya cinta seorang pria
padanya yang bisa membuatnya bertahan
hidup, melainkan kecukupan materi. Hal ini
diperkuat lagi dengan pemikiran A Ying
dalam kutipan berikut.
陈老三的影子,不觉的又涌上了阿
英的心,阿英很想得嫁陈老三那样
的人,所以阿英说,“既然可以嫁人,
Perbandingan gambaran..., Aika Ramayu, FIB UI, 2015
为什么不好呢?”而阿姊的那客人,
矮矮胖胖的身体,扁扁麻麻的脸孔
也就显了出来。心里又觉得好笑,
若要自己去嫁他,是不高兴的。因
此她又把话变了方向:“只要人过得
去。” Bayangan Chen Laosan, tak sadar sudah memenuhi isi hati A Ying, A Ying sangat ingin dinikahi oleh Chen Laosan, oleh karena itu A Ying berkata, “seandainya ada yang mau menikahi kita, apa buruknya?” Lalu A Ying teringat akan postur tubuh gemuk dan pendek serta wajah yang tidak tampan dari pelanggan A Zi. Dalam hati A Ying merasa lucu, jika ia menikah dengan lelaki itu, tentu ia tidak akan gembira. Karena inilah, Ia mengubah arah topik pembicaraannya, “Asalkan mereka bisa menjalaninya.” (Ding Ling, 1951: 112)
B. Mandiri, Inisiatif, Berani A Ying digambarkan sebagai sosok
yang tenang dan tidak suka mengeluh. Tidak
terdapat satu kalimat pun dalam cerita yang
menceritakan bahwa A Ying pernah
mengeluh kepada rekan-rekan atau nyonya
A Mu sendiri tentang pekerjaan atau beban
hidup yang ditanggungnya. Tentang
mimpinya sendiri pun, hanya A Ying-lah
yang mengetahuinya. A Ying sudah terbiasa
dengan pekerjaannya sebagai pelacur,
dengan begitu ia juga terbiasa dengan
suasana kehidupan di dalam rumah bordil.
早上的梦,她全忘了。那于她无益。
她为什么定要嫁人呢?说吃饭穿衣,
她现在并不愁什么,一切都由阿姆
负担了。说缺少了一个丈夫,然而
她夜夜并不虚过呀! ……她什么事
都可以不做,除了去陪一个男人睡,
但这事并不难,她很惯于这个了。 Mimpi tadi pagi, sudah sepenuhnya ia lupakan. Mimpi itu tak berguna baginya. Mengapa ia harus berharap dinikahi? Berbicara masalah kebutuhan hidup, sekarang tidak ada yang perlu dikhawatirkan olehnya, semuanya sudah ditanggung oleh A Mu. Jika dikatakan tidak punya suami, setiap malam ia tidak pernah sendiri! .... apa pun tidak perlu dikerjakan olehnya, kecuali hanya menemani seorang lelaki tidur, dan ini pun tidak sulit baginya karena ia sudah sangat terbiasa. (Ding Ling, 1951: 116)
Kutipan di atas menunjukkan jalan
pikiran A Ying yang mengarahkannya pada
suatu keputusan akhir yaitu keputusan untuk
melanjutkan hidup di rumah bordil sebagai
pelacur. Kutipan di atas juga
menggambarkan tentang sikap inisiatif dan
berani dari A Ying dalam mengambil
sebuah keputusan.
Kecukupan materi dan kehidupan
yang cukup nyaman di rumah bordil adalah
dua hal yang memaksa A Ying
memalingkan wajah dan melihat realita yang
ada bahwa di rumah bordil ia bisa
mendapatkan perlakuan yang layak dari
nyonya A Mu, dengan profesi sebagai tuna
susila ia bisa mendapatkan uang untuk
memenuhi kebutuhan yang bisa dikatakan
sudah lebih dari cukup, dan walaupun tanpa
cinta, dia masih bisa melanjutkan hidupnya.
Dalam cerita tidak disebutkan bahwa A
Perbandingan gambaran..., Aika Ramayu, FIB UI, 2015
Ying menghiraukan pandangan-pandangan
ideal tentang kehidupan, sehingga A Ying
pun ditunjukkan sebagai seorang wanita
yang bebas menggunakan haknya dalam
memilih. Hal-hal tersebut secara
keseluruhan dapat mewakili sifat mandiri,
inisiatif, dan sifat berani dari tokoh A Ying.
3.2 Lao She dan Cerpen Bulan Sabit
2. 2.1 Lao She
Lao She adalah salah satu dari
penulis Cina yang banyak mendapat
pengaruh sastra asing dalam karir
menulisnya. Hal ini terlihat paling jelas dari
tiga novel pertama yang ditulis oleh Lao
She ketika tinggal di London yaitu Filsafat
Lao Zhang, Dua Orang Bermarga Ma, dan
Tuan Zhao Berkata. Ketiga novel ini ditulis
dalam jarak waktu yang tidak telampau jauh.
Ia juga merupakan seorang penulis
yang revolusioner dan sangat
memperhatikan kehidupan sosial masyarakat.
Karya-karyanya banyak diambil dari
kehidupan rakyat biasa di Cina, kebanyakan
adalah mengenai rasa cinta tanah air atau
masalah-masalah kehidupan sosial, sebagian
besar berbicara mengenai kemiskinan di
Cina, sehingga Lao She dijuluki sebagai
Seniman Rakyat (Song Yuwu, 2013: 164).
Gaya humor telah menjadi ciri
khasnya dalam menulis, sebagaimana ia
juga telah dikenal sebagai novelis komik di
Cina. Seperti yang pernah dikatakan Lao
She pada tahun 1935:
“Teman-teman terus-terusan menyarankanku untuk meninggalkan gaya humor dalam tulisanku; Aku sungguh sangat menghargainya. Aku juga mengetahui bahwa karena gaya humor banyak dari karya-karya-ku yang tidak disukai. Namun setelah mengalami dua kegagalan ini (‘Lake Ta Ming’ dan ‘Notes on Cat City’), sejak saat itu Aku menyadari bahwa sangatlah sulit mengubah seekor anjing menjadi seekor kucing.” (Vohra, 1974: 61-62)
Dari karya-karya yang ia tulis dapat
disimpulkan bahwa Lao She pada umumnya
mengambil Beijing sebagai latar tempat
dalam cerita. Ia penulis yang menggunakan
gaya humor dan satire sebagai gaya
penulisannya. Teknik menulisnya dilihat
dari segi alur, sangat sederhana dan tidak
rumit, umumnya beralur maju. Tokoh dan
penokohan yang diciptakan merupakan
tokoh-tokoh simbolik dan sebagian besar
berasal dari kalangan menengah ke bawah.
Kisah-kisah yang ia ciptakan secara garis
besar menggambarakan tentang hubungan
antar manusia atau masyarakat dalam
kehidupan sosial dan di balik karya-
karyanya selalu terdapat pendapat dan
kritiknya terhadap kondisi sosial di Cina.
Perbandingan gambaran..., Aika Ramayu, FIB UI, 2015
2. 2.2 Cerpen Bulan Sabit
2.2.2.1 Sinopsis
Cerpen Bulan Sabit atau Yue Yaer
(月牙儿) adalah cerpen yang ditulis Lao She
berdasarkan kisah dalam novel sebelumnya
yang berjudul Danau Ta Ming2 《大明湖》
dan terbit pada tanggal 1 April 1935. Cerpen
ini berkisah tentang perjuangan hidup tokoh
‘Wǒ’ (我) yang berarti ‘Aku’─ seorang anak
perempuan yang ibunya harus menjadi
seorang tuna susila karena masalah himpitan
ekonomi. Kisah kehidupan ‘Aku’
digambarkan melalui sebuah catatan harian
yang tidak diberitahukan waktu tepatnya.
Catatan harian tersebut menceritakan
pahitnya kehidupan ‘Aku’ sejak ia masih
berumur 7 tahun sampai ia dewasa. ‘Aku’
digambarkan sebagai seorang anak dari
keluarga yang tidak berpunya. Keadaan
semakin memburuk ketika ayahnya
meninggal dunia sehingga hanya tinggal
‘Aku’ dan ibunya yang harus menanggung
beban hidup yang sulit.
2 Danau Ta Ming 《大明湖》merupakan novel yang ditulis Lao She pada musim semi tahun 1931. Walaupun bukan sebagai tema utama, namun novel ini menggunakan Peristiwa Jinan (1928) sebagai latar belakang waktu cerita dalam beberapa bagian cerita. Novel ini pada awalnya akan diterbitkan pada tahun 1932, namun dikarenakan aksi tentara Jepang di Shanghai yang membakar semua hasil cetakan menyebabkan novel ini hilang untuk selamanya dan Lao She tidak berkenan untuk menulis ulang novel ini. Namun kemudian Lao She menulis cerpen Bulan Sabit berdasarkan peristiwa yang ada dalam novel Danau Ta Ming tersebut.(Vohra, Lao She and The Chinese Revolution, 1974: 60)
‘Aku’ di awal cerita digambarkan
sebagai anak yang penuh semangat, suka
belajar, dan sangat menganggap penting
moralitas hidup. Hal ini terlihat dari
penggambaran ‘Aku’ yang menganggap
pekerjaan menjual diri yang dilakukan
ibunya adalah pekerjaan hina dan untuk itu
ia ingin memperbaiki taraf hidupnya agar
dapat hidup lebih baik dibandingkan ibunya.
‘Aku’ digambarkan sebagai anak yang
optimis akan masa depannya. Ia yakin
dengan pendidikan yang cukup maka hidup
akan menjadi lebih baik. Namun karena
tuntutan ekonomi dan pengaruh keadaan
sekitar yang buruk, ‘Aku’ pun perlahan-
lahan meninggalkan nilai-nilai awal yang ia
percaya. Dengan kata lain, perjalanan waktu
dan pengalaman hidup membuat anggapan
awal yang ia yakini pelan-pelan berubah.
2.2.2.2 Tokoh dan Penokohan
‘Aku’ (Tokoh yang
Dibentuk oleh
Kemiskinan)
Cerita menyajikan dua arah
kehidupan bagi ‘Aku’, yaitu hidup miskin
dengan menjunjung moralitas atau hidup
tercukupi tanpa menghiraukan moralitas.
Namun untuk menentukan arah mana yang
ditempuh oleh ‘Aku’, kemiskinan menjadi
hal mendasar yang nantinya akan
mengarahkan ‘Aku’ ke jalan terakhir.
Perbandingan gambaran..., Aika Ramayu, FIB UI, 2015
Perjalanan hidup yang dijalani oleh
‘Aku’ disajikan dalam bentuk tahapan-
tahapan dalam pemaparan cerita dalam
bentuk catatan harian tokoh ‘Aku’ sendiri.
Semua tahapan hidup tersebut berkembang
karena satu alasan yaitu kemiskinan.
Melalui tahapan-tahapan dalam cerita pula
akan terlihat pembentukan watak dan
karakter tokoh utama. Dengan kata lain,
kemiskinan merupakan isu mendasar yang
dimiliki oleh cerita dalam cerpen ini. ‘Aku’
sebagai tokoh utamanya, menjalani hidup
dalam kemiskinan sejak awal sampai akhir
cerita.
A. Hidup Bergantung pada Laki-
Laki
Lao She menciptakan tokoh yang
berusia muda dalam cerita ini, yakni gadis
kecil berumur sekitar 7-8 tahun yang masih
belum bisa lepas dari ibunya, sehingga ia
pun harus menggantungkan hidupnya
kepada ibunya. Dilihat dari sisi kehidupan
sang ibu, terlihat bahwa pada dasarnya sang
ibu hidup dari kecukupan yang diberikan
oleh laki-laki, yaitu suami kedua, para lelaki
hidung belang, dan suami ketiganya.
Dengan kata lain sang ibu menggantungkan
hidupnya kepada laki-laki dan secara tidak
langsung begitu pula dengan ‘Aku’.
Beberapa kali, ‘Aku’ telah berusaha
untuk mendapatkan kehidupan yang layak
dan terhindar dari dunia pelacuran yaitu
mencari uang dengan cara yang benar,
namun dalam cerita terlihat bahwa selalu
muncul masalah yang menyebabkan ‘Aku’
gagal untuk mandiri. Beragam masalah yang
ia dapatkan mengarahkannya pada masalah
dasar yaitu tidak memiliki uang untuk
mencukupi kebutuhan. Dalam cerita pula,
solusi yang disajikan secara keseluruhan
adalah laki-laki. Sebagai contoh yaitu ketika
ia kehilangan pekerjaan karena kepala
sekolahnya yang turun jabatan, diceritakan
ia secara kebetulan bertemu dengan
keponakan sang kepala sekolah dan
kemudian menjalin hubungan dengannya.
Dari hubungan ini, ia pun mendapatkan
banyak dukungan materil dari sang
kekasihnya tersebut, walaupun pada
akhirnya ia tahu bahwa kekasihnya tersebut
sudah memiliki istri. Contoh lainnya, ketika
ia sudah tidak memiliki pekerjaan, ia
menggunakan ‘percintaan’ dan menjalin
hubungan dengan laki-laki untuk mecukupi
kebutuhan hidupnya.
自从遇上那个小磁人,我不
想把自己专卖给一个男人了,
我决定玩玩了;换句话说,
我要“浪漫”地挣饭吃了。我
不再为谁负着什么道德责任,
我饿。浪漫足以治饿,正如
同吃饱了才浪漫,这是个圆
圈,从哪儿走都可以。 Setelah bertemu dengan wanita berwajah seperti boneka itu, aku tidak ingin lagi menjual diriku kepada seorang laki-laki, aku memutuskan untuk
Perbandingan gambaran..., Aika Ramayu, FIB UI, 2015
bermain-main; dengan kata lain, aku ingin menggunakan “percintaan” untuk mengisi perutku. Aku tidak lagi menanggung beban moral apapun pada siapapun, aku lapar. Percintaan dapat mengobati rasa lapar, seperti halnya percintaan yang baru bisa dimulai jika perut sudah kenyang, ini adalah sebuah siklus, terserah harus dimulai dari mana. (Lao She, 1997: 355)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa
walaupun sudah putus asa, ‘Aku’ mencoba
untuk berusaha menjalankan hidup dengan
menggunakan percintaan, sehingga ia tidak
langsung terjun ke dunia pelacuran atau
dengan kata lain disebut sebagai seorang
pelacur. Namun ternyata bagi wanita tanpa
latar belakang keluarga dan pendidikan yang
baik, percintaan merupakan sesuatu yang
nihil baginya sehingga ia tidak bisa
mendapatkan apa-apa dari hubungannya.
Berdasarkan kutipan di atas juga terlihat
bahwa, nilai-nilai moral sudah tidak lagi
menjadi beban baginya. Mengandalkan
percintaan untuk mengisi perutnya sama
saja halnya dengan mengganti uang dengan
dirinya. Hal ini sama sekali melanggar nilai-
nilai moral kehidupan.
所谓文明人,懂得问我在哪儿毕业,
家里作什么事。那个态度使我看明
白,他若是要你,你得给他相当的
好处;你若是没有好处可贡献呢,
人家只用一角钱的冰激凌换你一
个吻。 Semua lelaki yang berpendidikan, selalu tahu bagaimana caranya bertanya dari sekolah apakah aku lulus, dan bisnis apa yang keluargaku sedang tekuni. Sikap mereka tersebut membuatku paham bahwa jika seorang laki-laki menginginkanmu, maka kau harus memberikan mereka imbalan yang setimpal; jika dirimu tidak memiliki apa pun untuk diberikan, maka ia hanya akan memberikan uang satu Jiao untuk membeli es krim sebagai imbalan ciuman. (Lao She, 1997: 355-356 )
Usaha-usaha yang ia lakukan untuk
menjauh dari dunia pelacuran tenyata malah
semakin membuatnya dekat dengan dunia
tersebut. ‘Aku’ pun akhirnya menjadi
seorang pelacur, namun ia bekerja secara
ilegal dikarenakan umurnya yang belum
genap 20 tahun. Ketika menjadi seorang
pelacur, ia digambarkan telah menjadi gadis
belia yang secara terang-terangan tidak lagi
menghiraukan moralitas melainkan
mengutamakan uang untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang mana uang-uang
tersebut hanya bisa ia dapatkan dari laki-laki
yang datang padanya dari berbagai kalangan.
Ia tidak lagi menghiraukan latar belakang
laki-laki yang ia harus layani, asalkan
mereka membayarnya maka ia akan
memberikan pelayanan terbaik yang ia bisa
lakukan. Hanya dengan menjadi seorang
Perbandingan gambaran..., Aika Ramayu, FIB UI, 2015
tuna susila ia dapat mencukupi kebutuhan
hidupnya, bahkan dengan penghasilan dari
profesi ini ia bisa membiayai kebutuhan
hidup ibunya yang telah kembali tinggal
bersamanya.
这些经验叫我认识了“钱”与“人”。钱比人更厉害一些,人若是兽,钱
就是兽的胆子。 Pengalaman-pengalaman ini telah membuatku memahami arti dari “uang” dan “manusia”. Uang jauh lebih penting dibandingkan orang, manusia bagaikan seekor hewan dan uang adalah lambungnya. (Lao She, 1997: 357 )
‘Aku’, walaupun sudah berusaha
untuk mandiri di jalan yang layak, namun
hidupnya harus selalu bergantung kepada
laki-laki. Hal ini merupakan salah satu
kegagalan untuk mandiri di jalan yang ia
inginkan bagi tokoh ‘Aku’. Terdapat hal
ironi dalam kedua hal berikut: Menjadi
pelacur untuk bisa mandiri. Hal tersebut
menjelaskan bahwa hanya dengan menjadi
wanita susila-lah ‘Aku’ bisa menghidupi
dirinya sendiri walaupun ia harus
menjalaninya secara terpaksa.
B. Ketiadaan Pilihan Hidup
Berdasarkan cerita, terdapat tiga
faktor yang menyebabkan ‘Aku’ harus
menjadi seorang pelacur dan mengakhiri
hidupnya di dalam penjara. Ketiga faktor
tersebut diantaranya adalah himpitan
ekonomi, keluarga dan lingkungan, serta
pendidikan.
Lingkungan atau kondisi sosial
merupakan hal yang dapat mempengaruhi
watak dan kepribadian seseorang, begitu
juga halnya dengan ‘Aku’. ‘Aku’ sudah
hidup dalam lingkungan dan situasi sosial
yang kelam sejak kecil hingga dewasa.
Lingkungan yang diciptakan untuk tokoh
‘Aku’ dalam cerita kebanyakan adalah
lingkungan yang “berbau” dunia pelacuran.
Selain faktor kondisi sosial,
sebagaimana yang telah disebutkan di awal
bahwa himpitan ekonomi merupakan
masalah dasar dari kehidupan ‘Aku’ dalam
cerita. Latar belakang ekonomi yang buruk
memaksanya untuk mengesampingkan
segala hal dan menggunakan segala cara
untuk bertahan hidup. Banyak hal yang
harus ditinggalkan‘Aku’ karena masalah
kemiskinan yang dihadapinya. Ia tidak lagi
menganggap moralitas kehidupan sebagai
suatu hal yang perlu diyakini dan dijalani
serta meninggalkan ajaran-ajaran yang ia
dapat selama masih bersekolah. Kehidupan
ideal yang ia inginkan pun lenyap. Uang
adalah segalanya bagi ‘Aku’ dan uang
tersebut hanya bisa ia dapatkan dengan
menjual diri.
我想象着一种理想的生活,象作着
梦似的;这个梦一会儿就过去了,
实际的生活使我更觉得难过。这个
世界不是个梦,是真的地狱。
Perbandingan gambaran..., Aika Ramayu, FIB UI, 2015
Pada awalnya aku masih memikirkan kehidupan yang ideal yang bagaikan sebuah mimpi; tak lama kemudian mimpi ini lenyap, kehidupan yang sebenarnyalah yang membuatku merasa sedih. Dunia ini bukanlah sebuah mimpi, melainkan neraka. (Lao She, 1997: 348)
Dilihat dari segi latar belakang
ekonomi keluarganya tersebut, maka dapat
dipastikan bahwa latar pendidikan ‘Aku’
tidak cukup baik, terlebih lagi pendidikan
sang ibu. Wanita dengan latar belakang
ekonomi yang buruk dan tanpa riwayat
pendidikan yang baik membuat ‘Aku' dan
sang ibu sulit untuk mendapatkan pekerjaan
yang layak sehingga harus menggantungkan
hidupnya pada laki-laki yang digambarkan
selalu dapat mencukupi kebutuhan hidup
mereka.
Berdasarkan pemaparan-pemaparan
di atas terlihat bahwa ketiga faktor ini
merupakan penyebab dari ketiadaan pilihan
hidup bagi ‘Aku’. Uang dan laki-laki
merupakan dua hal yang mengikat
kebebasan‘Aku’ untuk memilih jalan hidup.
3. Kajian Bandingan
Setelah menganalisa kedua cerpen
dengan lebih lanjut terlihat bahwa kedua
cerpen memiliki beberapa persamaan yakni
1) Kedua cerpen mengangkat tema atau isu
yang sama yaitu wanita dan prostitusi; 2)
Kedua cerpen sama-sama mengambil wanita
sebagai tokoh utama dalam cerita; dan 3)
Kedua tokoh utama sama-sama dikisahkan
berusaha untuk mendapatkan kecukupan
materi dalam kondisi ekonomi yang buruk
agar bisa melanjutkan hidup dengan bekerja
menjadi seorang pelacur. Namun setelah
melakukan kajian bandingan antar kedua
cerpen, maka muncul beberapa perbedaan
yang mengarah pada satu kesimpulan akhir.
3.1 Nama
Dilihat dari segi penamaan karakter,
Ding Ling mengambil nama A Ying sebagai
nama tokoh utamanya sedangkan Lao She
memilih untuk tidak memberikan sebuah
nama. Nama merupakan identitas bagi
seseorang. Berdasarkan hal ini terlihat
bahwa tokoh utama wanita dalam cerpen
Ding Ling memiliki identitas dan hal ini
menunjukkan A Ying lebih berdaya
dibandingkan tokoh utama dalam cerpen
Lao She yang hanya menggunakan kata
pengganti orang yaitu ‘Aku’. Keberdayaan
ini pun terlihat dari bagaimana A Ying
memiliki kesanggupan untuk menghidupi
laki-laki sedangkan tidak dengan ‘Aku’.
3.2 Latar Tempat, Sosial, dan
Ekonomi
Latar tempat dalam cerpen KKGQ
jika dibandingkan dengan latar tempat
cerpen Bulan Sabit sangatlah berbeda.
Cerpen yang ditulis oleh Ding Ling
menggunakan latar tempat yang jelas letak
Perbandingan gambaran..., Aika Ramayu, FIB UI, 2015
dan namanya. Dilihat dari judul dapat
diketahui bahwa cerpen KKGQ mengambil
latar tempat di kampung Qingyun.
Berdasarkan pemaparan cerita pula dapat
diketahui bahwa Qingyun merupakan salah
satu desa di Shanghai. Sedangkan cerpen
yang ditulis oleh Lao She sama sekali tidak
menjelaskan hal tersebut dalam cerita.
Cerpen Bulan Sabit tidak pernah sekali pun
memunculkan nama kota atau keterangan
nama tempat lainnya. Namun dari segi latar
sosialnya, cerpen Bulan Sabit mengambil
lingkungan sosial yang lebih luas.
Sedangkan cerpen KKGQ hanya berkutat
dalam lingkungan pelacuran saja.
Bersinggungan dengan latar
belakang ekonomi, berdasarkan pemaparan
cerita dari masing-masing cerpen dapat
disimpulkan bahwa kedua cerpen ini
menciptakan tokoh utama yang sama-sama
memiliki latar belakang ekonomi yang tidak
sejahtera, yaitu berasal dari kalangan bawah.
Kedua tokoh utama ini memiliki pekerjaan
yang sama yaitu bekerja sebagai seorang
pelacur. Berdasarkan hal tersebut pula dapat
diketahui bahwa latar pendidikan kedua
tokoh dalam masing-masing cerpen sangat
buruk sehingga keduanya harus bekerja
sebagai seorang pelacur.
3.3 Keluarga, Nilai-Nilai Moral,
dan Pendidikan Dalam cerpen KKGQ sama sekali
tidak disebutkan tentang asal-usul keluarga
A Ying. Sedangkan dalam cerpen Bulan
Sabit dapat diketahui bahwa ‘Aku’ adalah
seorang anak tunggal, yang telah menjadi
yatim piatu dan kemudian hidup bersama
ibunya.
Berdasarkan keterangan tersebut
dapat dilihat bahwa A Ying memiliki
kebebasan hidup dalam dirinya, yakni
bekerja hanya untuk diri sendiri tanpa harus
memikirkan kecukupan keluarganya.
Berbeda dengan ‘Aku’, walaupun ia sempat
berpisah dengan sang ibu dalam kurun
beberapa waktu, namun sejak kecil hingga
dewasa ia hidup bersama ibunya. Bahkan
pada saat ketika berpisah dengan ibunya,
‘Aku’ digambarkan sering teringat akan
ibunya. Di sisi lain, ‘Aku’ digambarkan
sangat mencintai ibunya dan ingin
membalas jasa ibunya yang telah berjuang
mempertahankan hidupnya sejak kecil.
Menyinggung faktor kedua, berbeda
dengan cerpen karya Lao She yang
menggambarkan tokoh dengan keyakinan
terhadap nilai-nilai moral kehidupan, cerpen
karya Ding Ling tidak memunculkan isu
tentang moralitas secara tersirat maupun
tersurat. Ding Ling menciptakan tokoh
wanita yang tidak memikul beban moral
sehingga hidupnya terlihat lebih bebas.
Pekerjaan sebagai pelacur bagi A Ying
adalah pekerjaan biasa yang bisa dengan
mudah ia tekuni untuk menghasilkan uang
dan lebih dari cukup telah memenuhi
kebutuhannya. Di lain pihak, ‘Aku’
Perbandingan gambaran..., Aika Ramayu, FIB UI, 2015
digambarkan sebagai anak perempuan yang
pada awalnya meyakini nilai-nilai moral
kehidupan sehingga ia ingin menjalankan
hidup yang bermoral. Namun keyakinannya
ini sebaliknya menjadi beban bagi ‘Aku’
dalam perjalanan hidupnya untuk dapat
dengan mudah mencukupi kebutuhan hidup.
Faktor lainnya yaitu masalah
pendidikan. Latar belakang pendidikan A
Ying sama sekali tidak disebutkan dalam
cerita. Cerpen KKGQ pada dasarnya
memang hanya berkisah tentang mimpi-
mimpi A Ying dan kehidupan A Ying dalam
rumah bordil. Sedangkan ‘Aku’ diceritakan
sebagai lulusan Sekolah Dasar. Namun
berdasarkan cerita, pendidikan dalam cerpen
Bulan Sabit terlihat tidak berfungsi sebagai
layaknya tujuan seseorang mengenyam
pendidikan. Kehidupan ‘Aku’ selama
bersekolah seperti lingkungannya, malah
mengarahkannya untuk setuju dengan ide
ibunya menjadi seorang pelacur. Keluarga,
nilai-nilai moral, dan pendidikan malah
menjadi hal yang ironi dalam hidup tokoh
‘Aku’.
Berdasarkan pemaparan-pemaparan
di atas dapat dikatakan bahwa kehidupan
keluarga, pendidikan, dan keyakinan akan
nilai-nilai moral tidak diciptakan untuk
tokoh utama wanita dalam cerpen KKGQ.
Hal ini berbanding terbalik dengan
kehidupan tokoh utama wanita dalam cerpen
Bulan Sabit. Ding Ling melalui cerpennya
terlihat ingin menciptakan kehidupan
seorang wanita yang memiliki kebebasan,
walaupun hanya bekerja sebagai seorang
pelacur. Sedangkan Lao She terlihat ingin
menjabarkan kondisi kehidupan wanita yang
terkekang yang mengakibatkan hilangnya
kebebasan untuk menentukan pilihan hidup.
4. Simpulan Setelah melalui beberapa analisis
terhadap kehidupan tokoh dalam cerita serta
membandingkan gambaran kedua tokoh,
maka secara singkat perbedaan gambaran
tokoh dalam masing-masing cerpen dapat
dilihat dalam tabel berikut.
Tabel Pembanding Cerpen
No. Pembanding A Ying ‘Aku’
1. Nama Ada Tidak ada
2. Latar belakang
keluarga
Tidak
disebutkan Disebutkan
3. Latar belakang
pendidikan
Tidak
disebutkan Disebutkan
4.
Lngkungan
sosial (tempat
tinggal)
Rumah
bordil
Berpindah-
pindah
5.
Keyakinan
terhadap nilai-
nilai moral
Tidak
disebutkan Disebutkan
6. Kehendak
menjadi pelacur
Kehendak
sendiri,
bebas
Terpaksa
7.
Kebergantungan
hidup pada laki-
laki
Tidak
bergantung Bergantung
Perbandingan gambaran..., Aika Ramayu, FIB UI, 2015
Tabel di atas menunjukkan
perbedaan yang sangat kontras dari kedua
tokoh ini. Persamaan yang dimiliki
keduanya hanyalah sebatas persamaan
profesi. Jika dilihat dari segi ekonomi,
kedua tokoh utama dari masing-masing
karya memang sama-sama memiliki
masalah dalam bidang ini, namun A Ying
digambarkan dapat mengatasi masalah ini
dengan mandiri dan mendapatkan
kehidupannya yang nyaman. Hal ini berbeda
dengan ‘Aku’ yang mengalami penderitaan
dalam menjalankannya. Kedua tokoh utama
wanita dari masing-masing cerpen memiliki
suasana kehidupan yang berbeda. Hal ini
juga dibenarkan oleh pendapat Li Rong
dalam bukunya yang berjudul ‘A Library of
Doctoral Dissertations in Social Sciences in
China: 中国现代文学的身体阐释 ’. Ia
menyebutkan bahwa berbeda dengan Lao
She yang menyajikan ‘Pola Penderitaan’ (苦
难模式,kǔnàn móshì) dalam kehidupan
‘Aku’, Ding Ling menyajikan ‘Pola
Kesenangan’ (愉悦模式 , yúyuè móshì)
dalam kehidupan seorang wanita dari
kalangan bernama A Ying (Li Rong, 2009:
302).
Dengan kata lain, penulis
menyimpulkan bahwa gambaran tokoh dari
masing-masing cerpen sangat berbanding
terbalik. Lao She sebagai penulis pria
menggambarkan tokoh wanita yang
terkekang atau tidak bebas dan
kehidupannya selalu bergantung kepada
laki-laki, sedangkan Ding Ling sebagai
penulis wanita menggambarkan tokoh
wanita yang memiliki pemikiran radikal
yang dapat melepaskan dirinya dari rasa
ketergantungan terhadap peran laki-laki dan
menjalankan hidup dengan bebas dan
mandiri atas kemauan sendiri.
Perbandingan gambaran..., Aika Ramayu, FIB UI, 2015
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Ding Ling (丁玲). (1951). Xin Wenxue Xuan
Bianji Wang Yuan Hui (新文学选编
辑 妄 员 会 ). Beijing: Kaiming
Shudian.
Jiang Ni (蒋泥). (2007). Dashi Zhi Mi (大师
之 谜 : 老 舍 之 谜 ). Beijing:
Zhongguo Shudian Chubanshe.
Li Rong ( 李蓉 ). (2009). A Library of
Doctoral Dissertations in Social
Sciences in China: Zhongguo
Xiandai Wenxue de Shenti Chanshi
(A Library of Doctoral Dissertations
in Social Sciences in China: 中国现
代 文 学 的 身 体 阐 释 ). Beijing:
Zhongguo Shehui Kexue Chubanshe.
Xia Zhiqing (夏志清). (2001). Zhongguo
Xiandai Xiaoshuo Shi (中国现代小
说 史 ). Xianggang: Xianggang
Chuban Shehui.
Jie Qingti (絜青题). (1988). Lao She Nianpu
(老舍年谱). Hefei: Huangshan.
Yang Zhenfen (杨朕芬). (2004). Zhongguo
Xiandai Xiaoshuo Daolun (中国现
代小说导论 ). Chengdu: Sichuan
Daxue Chubanshe.
Lao She Wenji ( 老 舍 文 集 ). (1997).
Shanghai: Shanghai Shehui
Kexueyuan Chubanshe.
Barlow, Tany E. (1993). Gender Politics in
Modern China: Writing and
Feminism. USA: Duke University
Press.
Damono, Sapardi Djoko. (2005). Pegangan
Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta:
Pusat Bahasa.
Ding, Ling. (1985). Miss Sophie’s Diary
and Other Stories. (W.J.F. Jenner,
Penerjemah). London: Panda Books.
Feng, Xiaoxing. (1980). “Ding Ling’s
Reappearance on The Literary
Stage,” Chinese Literature 1.
Bloomington: Indiana UP.
Feuerwerker, Yi-Tsi, Mei. (1982). Ding
Ling’s Fiction. Boston: Harvard College.
Haiping, Yan. (2006). Chinese Feminist
imagination, Chinese Women
Writers and the Feminist
Imagination, 1905-1948. New York:
Routledge.
McDougall, Bonnie S. (2003). Fictional
Authors, Imaginary Audiences:
Modern Chinese Literature in The
Twentienth Century. Hong Kong:
The Chinese University Press.
Nurgiyantoro, Burhan. (1998). Teori
Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Perbandingan gambaran..., Aika Ramayu, FIB UI, 2015
Rokhmansyah, Alfian. (2014). Studi dan
Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal
Terhadap Ilmu Sastra. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Smith, Bonnie G. (2008). The Oxford
Encyclopedia of Women in World
History: 4 Volume Set. New York:
Oxford University Press.
Song, Yuwu (2013). Biographical
Dictionary of the People's Republic
of China. Jefferson: McFarland.
Uglow, Jennifer, Frances Hinton, Maggy
Hendry. (1999). The Northeastern
Dictionary of Women's Biography.
London: Northeastern University
Press.
Vohra, Ranbir. (1974). Lao She and The
Chinese Revolution. Cambridge:
Harvard University Press.
Wang, Dewei. (1992). Fictional Realism in
Twentieth-Century China: Mao Dun,
Lao She, and Shen Congwen. New
York: Columbia University Press.
Witchard, Anne. (2012). Lao She in London.
Hong Kong: Hong Kong University
Press.
Wicaksono, Andri. (2014). Pengkajian
Prosa Fiksi. Yogyakarta: Garudhawaca.
Sumber Internet
Barlow, Tani E. (1983, Juli). “Reviewed
Work: Ding Ling's Fiction: Ideology
and Narrative in Modern Chinese
Literature by Yi-tsi Mei
Feuerwerker”, 5(1/2), 125-128. 5
April, 2015.
http://www.jstor.org/stable/495669?s
eq=1#page_scan_tab_contents.
“Sastra Bandingan: Sebuah Pengantar Ringkas” 12 April, 2015. https://www.academia.edu/4608714/SASTRA_BANDINGAN_SEBUAH_PENGANTAR_RINGKAS
“7 BAB II Kajian Teori” 12 April, 2015. https://www.academia.edu/5340896/7_BAB_II_KAJIAN_TEORI
“新青年”. 24 Juni, 2015. http://baike.baidu.com/subview/73918/7178316.htm.
Perbandingan gambaran..., Aika Ramayu, FIB UI, 2015