perbaikan klinis dan harapan hidup pada pasien ...€¦ · laporan kasus: tiga kasus gbm otak...

9
6 AKSONA Vol. 1 No. 1 Januari – April 2016 Perbaikan Klinis dan Harapan Hidup pada Pasien Glioblastoma Multiforme (GBM): Laporan Tiga Kasus Clinical and Survival Improvement in Patient with Glioblastoma Multiforme (GBM): Three Case Reports Erlindah Ernawati*, Djohan Ardiansyah** *Peserta PPDS I Departemen Neurologi FK Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya **Staf Pengajar Departemen Neurologi FK Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya ABSTRAK Pendahuluan: GBM adalah tumor otak jenis astrositoma derajat keempat berdasarkan klasifikasi histologi WHO; kejadiannya 50% dari seluruh jenis glioma. Pasien GBM memiliki prognosis buruk, bertahan hidup 14,6 bulan dengan modalitas terapi operasi, radiasi, dan kemoterapi. Kami melaporkan tiga kasus GBM otak dengan terapi operasi, radioterapi, dan kemoterapi yang menunjukkan perbaikan klinis dan harapan hidup yang lebih panjang. Laporan Kasus: Tiga kasus GBM otak sesuai gambaran MRI dan histopatologi dilakukan operasi eksisi pada dua diantaranya dan semua mendapatkan concomittant Temozolomide 75 mg/m 2 dan radioterapi 60 Gray dalam 42 hari. Dilanjutkan adjuvant Temozolamide 150 mg/m 2 hari 1–5, siklus 28 hari, selama 6–12 kali. Ketiga pasien dievaluasi kondisi klinis dan lama hidup. Pada ketiga pasien klinis membaik, satu pasien meninggal dalam 22 bulan, dua pasien bertahan hidup selama 21 bulan dan 10 bulan sampai sekarang. Kesimpulan: Saat ini, terdapat perbaikan harapan hidup pasien GBM otak sejak Temozolomide digunakan sebagai standar terapi tahun 2005. Temozolomide adalah obat alkylating agent peroral yang mampu menembus sawar darah otak, dan disahkan oleh FDA (Food and Drug Oral Administration). Pemberian radioterapi concomittant dengan kemoterapi Temozolomide yang dilanjutkan adjuvant Temozolomide pada pasien GBM otak baru memberikan respon yang cukup baik pada klinis dan harapan hidup pasien. Kata kunci: glioblastoma, GBM, Temozolomide LAPORAN KASUS 1 Laki-laki 42 tahun rujukan dari RS Airlangga dengan neoplasma cerebri dan hidrosefalus aktif, mengeluhkan nyeri kepala bagian belakang sekitar satu bulan hilang timbul dengan bentuk seperti dipukul dan ditimpa beban berat, muncul tidak tentu waktu, diperberat dengan aktivitas, tidak membaik dengan istirahat dan memberat dalam tiga hari sebelum masuk rumah sakit. Jalan sempoyongan dan berdiri tidak seimbang, cenderung jatuh ke sisi kanan sekitar dua minggu, pandangan kabur, dan muntah nyemprot sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit. Tidak didapatkan pelo, merot wajah, kelemahan atau kesemutan pada ekstremitas, penurunan kesadaran, kejang, panas, benjolan di tempat lain, riwayat trauma kepala maupun riwayat keluarga dengan tumor. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, dengan vital sign dan status generalis dalam batas normal. Dari status neurologis didapatkan GCS (Glasgow Coma Scale) 456 tanpa tanda rangsang meningeal, pupil bulat isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, papil edema pada kedua mata, dan refleks kornea +/+. Pemeriksaan neurologis lain dan laboratorium dalam batas normal. Dari hasil CT scan kepala tanpa kontras dan dengan kontras menunjukkan massa hiperdense dengan area nekrotik di dalamnya yang menyengat kontras di cerebellum kanan kiri berdiameter 3,57 x 4,0 x 5,0 cm dan hidrocephalus non communican (Gambar 1 A1-A2). Pasien menjalani pemasangan Ekstra Ventricular Drainage (EVD) kocher dextra cito yang diikuti craniotomy suboccipital dekompresi dan eksisi tumor. Dilakukan CT scan kepala evaluasi post operasi dan pemeriksaan

Upload: others

Post on 21-Sep-2020

30 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perbaikan Klinis dan Harapan Hidup pada Pasien ...€¦ · Laporan Kasus: Tiga kasus GBM otak sesuai gambaran MRI dan histopatologi dilakukan operasi eksisi pada dua diantaranya dan

6

AKSONAVol. 1 No. 1 Januari – April 2016

Perbaikan Klinis dan Harapan Hidup pada Pasien Glioblastoma Multiforme (GBM): Laporan Tiga Kasus

Clinical and Survival Improvement in Patient with Glioblastoma Multiforme (GbM): Three Case Reports

Erlindah Ernawati*, Djohan Ardiansyah***Peserta PPDS I Departemen Neurologi FK Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya**Staf Pengajar Departemen Neurologi FK Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya

ABSTRAKPendahuluan: GBM adalah tumor otak jenis astrositoma derajat keempat berdasarkan klasifikasi histologi WHO; kejadiannya 50%

dari seluruh jenis glioma. Pasien GBM memiliki prognosis buruk, bertahan hidup 14,6 bulan dengan modalitas terapi operasi, radiasi, dan kemoterapi. Kami melaporkan tiga kasus GBM otak dengan terapi operasi, radioterapi, dan kemoterapi yang menunjukkan perbaikan klinis dan harapan hidup yang lebih panjang. Laporan Kasus: Tiga kasus GBM otak sesuai gambaran MRI dan histopatologi dilakukan operasi eksisi pada dua diantaranya dan semua mendapatkan concomittant Temozolomide 75 mg/m2 dan radioterapi 60 Gray dalam 42 hari. Dilanjutkan adjuvant Temozolamide 150 mg/m2 hari 1–5, siklus 28 hari, selama 6–12 kali. Ketiga pasien dievaluasi kondisi klinis dan lama hidup. Pada ketiga pasien klinis membaik, satu pasien meninggal dalam 22 bulan, dua pasien bertahan hidup selama 21 bulan dan 10 bulan sampai sekarang. Kesimpulan: Saat ini, terdapat perbaikan harapan hidup pasien GBM otak sejak Temozolomide digunakan sebagai standar terapi tahun 2005. Temozolomide adalah obat alkylating agent peroral yang mampu menembus sawar darah otak, dan disahkan oleh FDA (Food and Drug Oral Administration). Pemberian radioterapi concomittant dengan kemoterapi Temozolomide yang dilanjutkan adjuvant Temozolomide pada pasien GBM otak baru memberikan respon yang cukup baik pada klinis dan harapan hidup pasien.

Kata kunci: glioblastoma, GBM, Temozolomide

LAPORAN KASUS 1

Laki-laki 42 tahun rujukan dari RS Airlangga dengan neoplasma cerebri dan hidrosefalus aktif, mengeluhkan nyeri kepala bagian belakang sekitar satu bulan hilang timbul dengan bentuk seperti dipukul dan ditimpa beban berat, muncul tidak tentu waktu, diperberat dengan aktivitas, tidak membaik dengan istirahat dan memberat dalam tiga hari sebelum masuk rumah sakit. Jalan sempoyongan dan berdiri tidak seimbang, cenderung jatuh ke sisi kanan sekitar dua minggu, pandangan kabur, dan muntah nyemprot sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit. Tidak didapatkan pelo, merot wajah, kelemahan atau kesemutan pada ekstremitas, penurunan kesadaran, kejang, panas, benjolan di tempat lain, riwayat trauma kepala maupun riwayat keluarga dengan tumor.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, dengan vital sign dan status generalis dalam batas normal. Dari status neurologis didapatkan GCS (Glasgow Coma Scale) 456 tanpa tanda rangsang meningeal, pupil bulat isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, papil edema pada kedua mata, dan refleks kornea +/+. Pemeriksaan neurologis lain dan laboratorium dalam batas normal.

Dari hasil CT scan kepala tanpa kontras dan dengan kontras menunjukkan massa hiperdense dengan area nekrotik di dalamnya yang menyengat kontras di cerebellum kanan kiri berdiameter 3,57 x 4,0 x 5,0 cm dan hidrocephalus non communican (Gambar 1 A1-A2).

Pasien menjalani pemasangan Ekstra Ventricular Drainage (EVD) kocher dextra cito yang diikuti craniotomy suboccipital dekompresi dan eksisi tumor. Dilakukan CT scan kepala evaluasi post operasi dan pemeriksaan

Page 2: Perbaikan Klinis dan Harapan Hidup pada Pasien ...€¦ · Laporan Kasus: Tiga kasus GBM otak sesuai gambaran MRI dan histopatologi dilakukan operasi eksisi pada dua diantaranya dan

7Ernawati dan Ardiansyah: Perbaikan Klinis dan Harapan Hidup pada Pasien Glioblastoma Multiforme (Gbm)

histopatologi jaringan post operasi yang menunjukkan hasil Glioblastoma WHO grade IV (Gambar 2).

Pasien keluar dari rumah sakit 3 minggu setelah operasi dengan GCS 456 dan KPS membaik dari 20 saat pertama kali masuk rumah sakit, menjadi 80. Pasien direncanakan concomittant radiokemoterapi Temozolomide lewat poli, tetapi compliance pasien jelek, sehingga baru memulai concomittant radiokemoterapi setelah lima bulan post operasi. Kondisi pasien menurun sebelum menjalani concomittant radiokemoterapi, dengan keluhan pusing berputar, badan lemah, dilakukan CT scan kepala dengan

A1 A2

B1 B2Gambar 1. CT scan kepala dengan kontras Pre diagnosis

Irisan axial (A1) dan sagital (A2) Post operasi Irisan axial (B1) dan sagital (B2)

Gambar 2. Hasil PA. Menunjukkan proliferasi sel berinti bulat oval, pleomorfik berat, hiperkromatik, diantaranya didapatkan mitosis dengan kesimpulan Glioblastoma (WHO Grade IV).

A B

C DGambar 3. MRI kepala dengan kontras Post concomittant

radiokemoterapi Irisan axial T1 kontras (A), sagital T1 kontras (B), DWI (C), Spektroskopi (D)

A B

CGambar 4. MRI kepala dengan kontras post adjuvant

Temozolomide siklus ke-6 Irisan axial T1 kontras (A), sagital T1 kontras (B), DWI (C)

kontras didapatkan lesi menyengat kontras dengan area nekrotik di dalamnya di cerebellum kanan kiri yang diduga massa residual atau residif (Gambar 1 B1-B2).

Page 3: Perbaikan Klinis dan Harapan Hidup pada Pasien ...€¦ · Laporan Kasus: Tiga kasus GBM otak sesuai gambaran MRI dan histopatologi dilakukan operasi eksisi pada dua diantaranya dan

8 Jurnal Aksona, Vol. 1. No. 1 Januari–April 2016: 6-14

Pasien menjalani radioterapi 60 Gray concomittant dengan Temozolomide 1 x 120 mg selama 42 hari. Selama pengobatan, kondisi klinis pasien membaik. Dilakukan evaluasi MRI kepala dengan kontras post concomittant radiokemoterapi, didapatkan massa menyengat kontras di cerebellum kanan kiri, berukuran 5 x 4 x 4,2 cm dan peningkatan ratio cholin:creatinin (Gambar 3).

Kemoterapi Temozolamide 120 mg dilanjutkan hari 1-5 dengan siklus 28 hari selama 6 siklus, secara klinis kondisi pasien tetap baik dengan KPS 80-90, kemudian dievaluasi dengan MRI kepala, menunjukkan massa menyengat kontras di cerebellum parasagital kanan kiri berukuran 4,56 x 2,7 x 4,43 cm, bila dibandingkan foto sebelumnya sedikit mengecil (Gambar 4).

Pasien direncanakan minum adjuvant Temozolomide hingga 12 siklus, tetapi setelah siklus ke-11, pasien mulai mengalami penurunan kondisi sehingga lebih banyak berbaring di tempat tidur dan pasien meninggal dengan lama hidup 22 bulan sejak pertama kali didiagnosis GBM.

LAPORAN KASUS 2

Wanita, 41 tahun datang dengan keluhan sulit bicara sejak sekitar dua bulan, memberat dalam dua minggu sebelum masuk rumah sakit, disertai nyeri kepala progresif sekitar setahun. Pasien tidak mengeluh pelo, wajah merot, kelemahan separuh tubuh, kesemutan atau rasa tebal separuh tubuh, kejang, maupun penurunan kesadaran. Tidak didapatkan muntah, demam, benjolan di tempat lain, maupun riwayat trauma.

Pada pemeriksaan fisik, kondisi umum baik dengan tanda vital dan status generalis dalam batas normal. Dari status neurologis didapatkan GCS 456 dengan bradipsike, tanpa tanda rangsang meningeal, pupil bulat isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, dan papil edema mata bilateral. Pemeriksaan neurologis lain dan laboratorium dalam batas normal.

Dari hasil MRI kepala dengan kontras didapatkan massa dengan komponen kistik dan perdarahan di dalamnya di lobus temporalis kiri berukuran 4,22 x 4,69 x 4,32 cm dengan peningkatan rasio cholin:creatinin (Gambar 5).

Direncanakan tindakan operasi eksisi tumor, tapi pasien menolak, sehingga diberikan radioterapi 60 Gray concomittant dengan kemoterapi Temozolomide 1 x 100 mg selama 42 hari. Pasien keluar rumah sakit dengan perbaikan klinis, dari KPS masuk rumah sakit 60 menjadi 90. Evaluasi MRI post concomittant masih didapatkan massa menyengat kontras dengan komponen kistik dan perdarahann di lobus temporalis kiri 3,8 x 2,4 x 3 cm, ukuran berkurang dibandingkan sebelumnya (Gambar 6).

Pasien melanjutkan kemoterapi temozolomide 1x200 mg diminum hari 1–5 dengan siklus 28 hari selama 7 siklus, kemudian dievaluasi MRI kepala dengan kontras, menunjukkan massa menyengat kontras berukuran 4,32 x 3,5 x 2,35 cm di lobus temporalis kiri, bila dibandingkan

A B

C DGambar 5. MRI kepala dengan kontras Pre diagnosis Irisan

axial T1 kontras (A), axial T2 kontras (B), DWI (C), Spektroskopi (D)

A B

CGambar 6. MRI kepala dengan kontras Post concomittant

radiokemoterapi Irisan axial T1 kontras (A), axial T2 kontras (B), DWI (C)

Page 4: Perbaikan Klinis dan Harapan Hidup pada Pasien ...€¦ · Laporan Kasus: Tiga kasus GBM otak sesuai gambaran MRI dan histopatologi dilakukan operasi eksisi pada dua diantaranya dan

9Ernawati dan Ardiansyah: Perbaikan Klinis dan Harapan Hidup pada Pasien Glioblastoma Multiforme (Gbm)

dengan MRI sebelumnya ukuran relatif sama (Gambar 7 A1-A3).

Adjuvant Temozolomide direncanakan sampai siklus ke-12. Selama pengobatan, klinis pasien tetap baik dengan KPS 90. Pasien mengalami kejang pada pengobatan siklus ke-11, dengan defisit neurologis berupa kelemahan saraf VII dan XII kanan tipe sentral. Pengobatan siklus ke-12 tetap

6

Pasien melanjutkan kemoterapi temozolomide 1x200 mg diminum hari 1-5 dengan

siklus 28 hari selama 7 siklus, kemudian dievaluasi MRI kepala dengan kontras,

menunjukkan massa menyengat kontras berukuran 4,32 x 3,5 x 2,35 cm di lobus temporalis

kiri, bila dibandingkan dengan MRI sebelumnya ukuran relatif sama (Gambar 7 A1-A3).

Adjuvant Temozolomide direncanakan sampai siklus ke-12. Selama pengobatan, klinis

pasien tetap baik dengan KPS 90. Pasien mengalami kejang pada pengobatan siklus ke-11,

dengan defisit neurologis berupa kelemahan saraf VII dan XII kanan tipe sentral. Pengobatan

siklus ke-12 tetap dilanjutkan sambil dilakukan evaluasi MRI kepala dengan kontras,

menunjukkan massa dengan area nekrotik di temporalis kiri dan perifokal edema di

sekitarnya berukuran 5,29 x 4,2 x 3,37 cm, bila dibandingkan sebelumnya ukuran lebih

membesar disertai pendesakan ventrikel lateralis kiri (Gambar 7 B1-B3).

A1 A2 A3

B1 B2 B3

Gambar 7. MRI kepala dengan kontras Post adjuvant Temozolomide Siklus ke-7 irisan axial T1 kontras (A1), axial T2 kontras (A2) DWI (A3) Siklus ke-11 irisan axial T1 kontras(B1), axial T2 kontras (B2), DWI (B3)

Pasien direncanakan operasi, radioterapi dan kemoterapi ulang karena didapatkan

recurrent yang dilihat secara klinis da radiologis. Setelah menjalani operasi craniotomy eksisi

tumor, dilakukan pemeriksaan histopatologi dengan hasil menunjukkan GBM (Gambar 8).

Gambar 7. MRI kepala dengan kontras Post adjuvant Temozolomide; Siklus ke-7 irisan axial T1 kontras (A1), axial T2 kontras (A2) DWI (A3); Siklus ke-11 irisan axial T1 kontras(B1), axial T2 kontras (B2), DWI (B3)

7

Gambar 8. Hasil PA. Menunjukkan potongan jaringan tumor dengan nekrosis luas dan

proliferasi sel anaplastik berinti bulat-oval, pleomorfik berat dengan kesimpulan GBM.

Tatalaksana dilanjutkan concomittant radiokemoterapi ulang sebanyak 60 Gray dan

Temozolomide 1x100 mg, dievalusi MRI kepala dengan kontras yang menggambarkan massa

GBM berukuran 3,6 x 3,3 x 4,3 cm, dibanding sebelumnya ukuran relatif sama (Gambar 9).

A B C

Gambar 9. MRI kepala dengan kontras post operasi dan concomittant radiokemoterapi ulang irisan axial T1 kontras (A), axial T2 kontras (B), DWI (C)

Pasien melanjutkan adjuvant ulang Temozolomide 1x200 mg hari 1-5 dengan siklus 28

hari. Saat ini, lama hidup pasien adalah 21 bulan semenjak didiagnosis GBM, dengan kondisi

terakhir membaik secara klinis, KPS 90 dan pasien masih menjalani adjuvant kemoterapi

siklus ke-2.

Laporan Kasus 3

Wanita 24 tahun rujukan spesialis saraf dengan tumor otak, datang dengan keluhan

nyeri kepala terutama bagian kiri sejak satu bulan dirasakan memberat. Penglihatan kabur

sekitar dua minggu sebelum masuk rumah sakit dan muntah. Pasien tidak mengeluh pelo,

wajah merot, kelemahan separuh tubuh, kesemutan atau rasa tebal separuh tubuh, kejang,

Gambar 8. Hasil PA. Menunjukkan potongan jaringan tumor dengan nekrosis luas dan proliferasi sel anaplastik berinti bulat-oval, pleomorfik berat dengan kesimpulan GBM.

7

Gambar 8. Hasil PA. Menunjukkan potongan jaringan tumor dengan nekrosis luas dan

proliferasi sel anaplastik berinti bulat-oval, pleomorfik berat dengan kesimpulan GBM.

Tatalaksana dilanjutkan concomittant radiokemoterapi ulang sebanyak 60 Gray dan

Temozolomide 1x100 mg, dievalusi MRI kepala dengan kontras yang menggambarkan massa

GBM berukuran 3,6 x 3,3 x 4,3 cm, dibanding sebelumnya ukuran relatif sama (Gambar 9).

A B C

Gambar 9. MRI kepala dengan kontras post operasi dan concomittant radiokemoterapi ulang irisan axial T1 kontras (A), axial T2 kontras (B), DWI (C)

Pasien melanjutkan adjuvant ulang Temozolomide 1x200 mg hari 1-5 dengan siklus 28

hari. Saat ini, lama hidup pasien adalah 21 bulan semenjak didiagnosis GBM, dengan kondisi

terakhir membaik secara klinis, KPS 90 dan pasien masih menjalani adjuvant kemoterapi

siklus ke-2.

Laporan Kasus 3

Wanita 24 tahun rujukan spesialis saraf dengan tumor otak, datang dengan keluhan

nyeri kepala terutama bagian kiri sejak satu bulan dirasakan memberat. Penglihatan kabur

sekitar dua minggu sebelum masuk rumah sakit dan muntah. Pasien tidak mengeluh pelo,

wajah merot, kelemahan separuh tubuh, kesemutan atau rasa tebal separuh tubuh, kejang,

7

Gambar 8. Hasil PA. Menunjukkan potongan jaringan tumor dengan nekrosis luas dan

proliferasi sel anaplastik berinti bulat-oval, pleomorfik berat dengan kesimpulan GBM.

Tatalaksana dilanjutkan concomittant radiokemoterapi ulang sebanyak 60 Gray dan

Temozolomide 1x100 mg, dievalusi MRI kepala dengan kontras yang menggambarkan massa

GBM berukuran 3,6 x 3,3 x 4,3 cm, dibanding sebelumnya ukuran relatif sama (Gambar 9).

A B C

Gambar 9. MRI kepala dengan kontras post operasi dan concomittant radiokemoterapi ulang irisan axial T1 kontras (A), axial T2 kontras (B), DWI (C)

Pasien melanjutkan adjuvant ulang Temozolomide 1x200 mg hari 1-5 dengan siklus 28

hari. Saat ini, lama hidup pasien adalah 21 bulan semenjak didiagnosis GBM, dengan kondisi

terakhir membaik secara klinis, KPS 90 dan pasien masih menjalani adjuvant kemoterapi

siklus ke-2.

Laporan Kasus 3

Wanita 24 tahun rujukan spesialis saraf dengan tumor otak, datang dengan keluhan

nyeri kepala terutama bagian kiri sejak satu bulan dirasakan memberat. Penglihatan kabur

sekitar dua minggu sebelum masuk rumah sakit dan muntah. Pasien tidak mengeluh pelo,

wajah merot, kelemahan separuh tubuh, kesemutan atau rasa tebal separuh tubuh, kejang,

Gambar 9. MRI kepala dengan kontras post operasi dan concomittant radiokemoterapi ulang irisan axial T1 kontras (A), axial T2 kontras (B), DWI (C)

Page 5: Perbaikan Klinis dan Harapan Hidup pada Pasien ...€¦ · Laporan Kasus: Tiga kasus GBM otak sesuai gambaran MRI dan histopatologi dilakukan operasi eksisi pada dua diantaranya dan

10 Jurnal Aksona, Vol. 1. No. 1 Januari–April 2016: 6-14

dilanjutkan sambil dilakukan evaluasi MRI kepala dengan kontras, menunjukkan massa dengan area nekrotik di temporalis kiri dan perifokal edema di sekitarnya berukuran 5,29 x 4,2 x 3,37 cm, bila dibandingkan sebelumnya ukuran lebih membesar disertai pendesakan ventrikel lateralis kiri (Gambar 7 B1-B3).

Pasien direncanakan operasi, radioterapi dan kemoterapi ulang karena didapatkan recurrent yang dilihat secara klinis da radiologis. Setelah menjalani operasi craniotomy eksisi tumor, dilakukan pemeriksaan histopatologi dengan hasil menunjukkan GBM (Gambar 8).

Tatalaksana dilanjutkan concomittant radiokemoterapi ulang sebanyak 60 Gray dan Temozolomide 1 x 100 mg, dievalusi MRI kepala dengan kontras yang menggambarkan massa GBM berukuran 3,6 x 3,3 x 4,3 cm, dibanding sebelumnya ukuran relatif sama (Gambar 9).

Pasien melanjutkan adjuvant ulang Temozolomide 1 x 200 mg hari 1–5 dengan siklus 28 hari. Saat ini, lama hidup pasien adalah 21 bulan semenjak didiagnosis GBM, dengan kondisi terakhir membaik secara klinis, KPS 90 dan pasien masih menjalani adjuvant kemoterapi siklus ke-2.

LAPORAN KASUS 3

Wanita 24 tahun rujukan spesialis saraf dengan tumor otak, datang dengan keluhan nyeri kepala terutama bagian

kiri sejak satu bulan dirasakan memberat. Penglihatan kabur sekitar dua minggu sebelum masuk rumah sakit dan muntah. Pasien tidak mengeluh pelo, wajah merot, kelemahan separuh tubuh, kesemutan atau rasa tebal separuh tubuh, kejang, maupun penurunan kesadaran. Tidak didapatkan demam, benjolan di tempat lain, maupun riwayat trauma.

Pada pemeriksaan fisik, kondisi umum pasien baik dengan tanda vital dan status generalis dalam batas normal. Dari status neurologis didapatkan GCS 456 tanpa tanda rangsang meningeal, pupil bulat isokor 3 mm/3 mm, refleks cahaya +/+, dan papil edema mata bilateral. Didapatkan slight parese saraf VII dan XII kanan tipe sentral, serta slight hemiparese kanan. Pemeriksaan neurologis lain dan laboratorium dalam batas normal.

Dari hasil MRI kepala dengan kontras, tampak lesi kistik dengan komponen solid yang menyengat kontras di regio temporalis kiri berukuran 4,81 x 4,73 x 4,5 cm, peningkatan ratio cholin:creatinin (Gambar 10).

Pasien menjalani operasi craniotomy eksisi tumor, jaringan otak diperiksakan histopatologi dengan hasil GBM (Gambar 12). Pasien melanjutkan radioterapi 60 Gray concomittant dengan kemoterapi temozolomide 1 x 100 mg selama 42 hari. Evaluasi post operasi dan concomittant radiokemoterapi dengan MRI kepala didapatkan gambaran nekrosis post radioterapi (Gambar 11).

KPS pasien selama pengobatan membaik dari 60 saat awal masuk rumah sakit menjadi 90. Pasien melanjutkan

Gambar 10. MRI kepala dengan kontras Prediagnosis Irisan axial T1 kontras (A), axial T2 kontras (B), DWI (C), spektroskopi (D)

Gambar 11. MRI kepala dengan kontras post operasi dan concomittant radiokemoterapi Irisan axial T1 kontras (A), axial T2 kontras (B), DWI (C)

8

maupun penurunan kesadaran. Tidak didapatkan demam, benjolan di tempat lain, maupun

riwayat trauma.

Pada pemeriksaan fisik, kondisi umum pasien baik dengan tanda vital dan status

generalis dalam batas normal. Dari status neurologis didapatkan GCS 456 tanpa tanda

rangsang meningeal, pupil bulat isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, dan papil edema mata

bilateral. Didapatkan slight parese saraf VII dan XII kanan tipe sentral, serta slight

hemiparese kanan. Pemeriksaan neurologis lain dan laboratorium dalam batas normal.

Dari hasil MRI kepala dengan kontras, tampak lesi kistik dengan komponen solid yang

menyengat kontras di regio temporalis kiri berukuran 4,81 x 4,73 x 4,5 cm, peningkatan ratio

cholin:creatinin (Gambar 10).

Pasien menjalani operasi craniotomy eksisi tumor, jaringan otak diperiksakan

histopatologi dengan hasil GBM (Gambar 12). Pasien melanjutkan radioterapi 60 Gray

concomittant dengan kemoterapi temozolomide 1x100 mg selama 42 hari. Evaluasi post

operasi dan concomittant radiokemoterapi dengan MRI kepala didapatkan gambaran nekrosis

post radioterapi (Gambar 11).

A B C D

Gambar 10. MRI kepala dengan kontras Prediagnosis Irisan axial T1 kontras (A), axial T2 kontras (B), DWI (C), spektroskopi (D)

A B C

Gambar 11. MRI kepala dengan kontras post operasi dan concomittant radiokemoterapi Irisan axial T1 kontras (A), axial T2 kontras (B), DWI (C)

A B C D

8

maupun penurunan kesadaran. Tidak didapatkan demam, benjolan di tempat lain, maupun

riwayat trauma.

Pada pemeriksaan fisik, kondisi umum pasien baik dengan tanda vital dan status

generalis dalam batas normal. Dari status neurologis didapatkan GCS 456 tanpa tanda

rangsang meningeal, pupil bulat isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, dan papil edema mata

bilateral. Didapatkan slight parese saraf VII dan XII kanan tipe sentral, serta slight

hemiparese kanan. Pemeriksaan neurologis lain dan laboratorium dalam batas normal.

Dari hasil MRI kepala dengan kontras, tampak lesi kistik dengan komponen solid yang

menyengat kontras di regio temporalis kiri berukuran 4,81 x 4,73 x 4,5 cm, peningkatan ratio

cholin:creatinin (Gambar 10).

Pasien menjalani operasi craniotomy eksisi tumor, jaringan otak diperiksakan

histopatologi dengan hasil GBM (Gambar 12). Pasien melanjutkan radioterapi 60 Gray

concomittant dengan kemoterapi temozolomide 1x100 mg selama 42 hari. Evaluasi post

operasi dan concomittant radiokemoterapi dengan MRI kepala didapatkan gambaran nekrosis

post radioterapi (Gambar 11).

A B C D

Gambar 10. MRI kepala dengan kontras Prediagnosis Irisan axial T1 kontras (A), axial T2 kontras (B), DWI (C), spektroskopi (D)

A B C

Gambar 11. MRI kepala dengan kontras post operasi dan concomittant radiokemoterapi Irisan axial T1 kontras (A), axial T2 kontras (B), DWI (C)

A B C

Page 6: Perbaikan Klinis dan Harapan Hidup pada Pasien ...€¦ · Laporan Kasus: Tiga kasus GBM otak sesuai gambaran MRI dan histopatologi dilakukan operasi eksisi pada dua diantaranya dan

11Ernawati dan Ardiansyah: Perbaikan Klinis dan Harapan Hidup pada Pasien Glioblastoma Multiforme (Gbm)

kemoterapi dengan adjuvant Temozolomide 1 x 200 mg 5 hari dengan siklus 28 hari. Saat ini, kondisi klinis pasien tetap baik dan sedang menjalani siklus kemoterapi ke-3 dengan lama hidup 10 bulan sejak didiagnosis GBM.

PEMBAHASAN

Glioblastoma (GBM) merupakan tumor otak jenis Astrocytoma grade IV menurut kriteria WHO, mencapai 50% dari seluruh jenis glioma. Tumor ini jarang mengenai anak dan meskipun lebih sering terjadi pada usia tua (median 64 tahun), tetapi dapat juga mengenai berbagai usia.2 Seperti pada laporan kasus ini, usia pasien cenderung masih produktif dan bervariasi yaitu usia 24 tahun, 41 tahun, dan 49 tahun.

Gejala paling sering adalah defisit neurologi fokal (afasia, parestesi, hemiparesis, ataksia, dizziness, gangguan penglihatan, dan pingsan); gangguan mood serta perilaku; kejang; atau tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti nyeri kepala, mual, dan muntah.1,2 Dari ketiga kasus di atas, pasien mengeluh nyeri kepala kronis progresif, dan edema papil pada kedua mata yang menimbulkan pandangan kabur. Kasus pertama, didapatkan tanda peningkatan TIK muntah proyektil karena hidrosefalus non komunikan; kasus kedua, pasien mengalami kejang karena letak tumor di regio temporal di mana secara anatomis menimbulkan risiko kejang lebih tinggi; kasus ketiga, tumor juga terletak di regio temporal dengan gejala kelemahan saraf kranial dan separuh tubuh kontralateral lesi.

Pemeriksaan MRI kepala dengan kontras dilakukan pada ketiga pasien. Jaringan otak post eksisi tumor diperiksakan secara histopatologi, menunjukkan adanya proliferasi sel anaplastik dengan pleomorfik berat mengarah pada GBM. Tingkatan tumor sistem saraf pusat didasarkan pada morfologi kriteria WHO5:

Tabel 1. Kriteria Histopatologi GBM menurut WHO5

Tingkatan Kriteria

Grade I-Pilocystic astrocytoma

Gambaran sitologi jinak

Grade II-Low grade astrocytoma

Selularitas moderat-tidak ada anaplasia atau aktivitas mitosis

Grade III-Anaplastik astrocytoma

Adanya selularitas, anaplasia, dan mitosis

Grade IV-GBM Sesuai Grade III ditambah dengan proliferasi mikrovaskular dan nekrosis

Standar terapi GBM mengalami perubahan pada 2005, yaitu adanya penambahan kemoterapi Temozolomide setelah operasi dan radioterapi.4,6,7,8 Temozolomide diminum rutin (7 hari seminggu) selama radioterapi, kemudian berhenti satu bulan, dilanjutkan 5 hari pada hari 1-5 dengan siklus 28 hari, selama 6 siklus sebagai dosis pemeliharaan setelah akhir radioterapi.13 Pada kasus pertama dan ketiga, pasien menjalani tindakan operasi; kasus pertama didapatkan tanda peningkatan TIK berupa nyeri kepala, muntah proyektil dan edema papil sehingga dilakukan EVD cito sekaligus eksisi tumor di fossa posterior; kasus ketiga menjalani eksisi tumor; keduanya segera diberikan concomittan radiokemoterapi dilanjutkan adjuvant Temozolomide. Sedangkan pasien kasus kedua menolak tindakan operasi, sehingga langsung diberikan concomittant radiokemoterapi dan adjuvant Temozolomide.

Terapi Temozolomide dan radiasi memberikan manfaat yang baik secara klinis dan signifikan secara statistik.10 Didapatkan perbaikan harapan hidup pada penambahan Temozolomide setelah radioterapi dibandingkan dengan radioterapi saja yaitu 12,1 bulan menjadi 14,6 bulan dan 2 tahun harapan hidup sebanyak 10% menjadi 27%.2,9

Ketiga pasien dievaluasi baik secara klinis, lama hidup, hematologi dan radiologi. Efek samping yang timbul selama radiokemoterapi antara lain fatigue; toksisitas hematologi seperti leukopenia, limfopenia, neutropenia, dan trombositopenia; infeksi oportunistik, perdarahan otak, serta gangguan liver.10,11,14 Efek samping radiokemoterapi dibagi berdasarkan National Cancer Institute Common Toxicity Criteria versi 4.0.15 Selama pengobatan, pemeriksaan hematologi ketiga pasien baik dengan efek samping berupa mual; muntah pada pasien pertama tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari, sehingga ketiga pasien masuk dalam kriteria grade 1.

MRI tetap merupakan alat monitor utama untuk GBM, sebaiknya dilakukan tiap 2-3 bulan selama terapi.16 Sejak 1990, kriteria Mcdonald digunakan untuk menilai respons terapi pada high-grade glioma, yaitu pengukuran pada MRI digabungkan dengan penilaian klinis dan dosis kortikosteroid. Berdasarkan kriteria Mcdonald, pada tumor progression didapatkan peningkatan > 25% ukuran penyengatan kontras. Kriteria ini memiliki keterbatasan

Gambar 12. Hasil PA. Menunjukkan proliferasi sel astrocystic anaplastik inti bulat oval, pleomorfik berat, multinucleated giant cell, proliferasi pembuluh darah, mitosis, perdarahan, dan nekrosis dengan kesimpulan Glioblastoma (WHO grade IV).

9

Gambar 12. Hasil PA. Menunjukkan proliferasi sel astrocystic anaplastik inti bulat oval, pleomorfik berat, multinucleated giant cell, proliferasi pembuluh darah, mitosis, perdarahan, dan

nekrosis dengan kesimpulan Glioblastoma (WHO grade IV).

KPS pasien selama pengobatan membaik dari 60 saat awal masuk rumah sakit menjadi

90. Pasien melanjutkan kemoterapi dengan adjuvant Temozolomide 1x200 mg 5 hari dengan

siklus 28 hari. Saat ini, kondisi klinis pasien tetap baik dan sedang menjalani siklus

kemoterapi ke-3 dengan lama hidup 10 bulan sejak didiagnosis GBM.

Page 7: Perbaikan Klinis dan Harapan Hidup pada Pasien ...€¦ · Laporan Kasus: Tiga kasus GBM otak sesuai gambaran MRI dan histopatologi dilakukan operasi eksisi pada dua diantaranya dan

12 Jurnal Aksona, Vol. 1. No. 1 Januari–April 2016: 6-14

karena hanya menilai komponen penyengatan kontras saja, sehingga mulai dikembangkan kriteria lain seperti AVAglio pada 2009 dan Response Assessment in Neuro-Oncology (RANO) pada 2010. Evaluasi terapi secara radiologi pada glioblastoma menggunakan MRI, lesi index (penyengatan kontras), dan nonindex (sedikit penyengatan maupun tanpa penyengatan kontras). Penilaian respon terapi dibagi menjadi complete response, partial response, stable disease, dan progression.17,18

MRI kepala dengan kontras pasien pertama post operasi dan concomittant radiokemoterapi menunjukkan adanya massa menyengat kontras yang masih diduga residual atau residif (Gambar 3). Selama pengobatan, compliance pasien jelek sehingga concomittant radiokemoterapi baru diberikan lima bulan post operasi, dan selama fase adjuvant pun sering terlambat untuk kontrol sehingga waktu pengobatan pasien menjadi lebih lama. Evaluasi MRI setelah menyelesaikan adjuvant Temozolomide selama enam siklus membaik, menunjukkan ukuran massa yang mengecil dibandingkan sebelumnya (Gambar 4). Pasien ini masuk dalam kondisi stable disease berdasarkan kriteria Mcdonald karena masih didapatkan penyengatan, tanpa ada lesi baru, serta klinis yang membaik. Pasien direncanakan meneruskan fase adjuvant hingga 12 siklus.

Pada kasus kedua, ukuran tumor pada MRI kepala post concomittant radiokemoterapi mengecil meski tanpa operasi (Gambar 6). Terapi dilanjutkan dengan adjuvant Temozolomide dan dievaluasi MRI setelah siklus ke-7 dengan ukuran massa yang relatif tetap (Gambar 7 A1-A3). Fase adjuvant diteruskan sampai siklus ke-12, tetapi saat akhir siklus ke-11 pasien mengalami perberatan klinis berupa kejang dan hemiparese kontralateral lesi sehingga dilakukan MRI yang menunjukkan penambahan ukuran massa hingga mendesak ventrikel lateralis ke kontralateral (Gambar 7 B1-B3). Respons terapi pasien ini yang sebelumnya partial response menjadi progression. Dilakukan operasi eksisi tumor dan ulangan concomittant radiokemoterapi dilanjutkan adjuvant Temozolomide. Hasil MRI kepala evaluasi post operasi dan concomittant radiokemoterapi ulang menunjukkan ukuran massa yang tetap (Gambar 9). Setelah melewati median bertahan hidup 32–36 minggu, GBM dapat berulang.12 GBM recurrent merupakan pertumbuhan tumor setelah terapi, dapat

Tabel 2. National Cancer Institute Common Toxicity Criteria versi 4.015

Tingkat Kriteria

Grade 1 Ringan; tanpa gejala atau gejala ringan; hanya pengamatan klinis atau diagnostik; tanpa indikasi intervensi.

Grade 2 Sedang; minimal, indikasi intervensi lokal atau noninvasif; adanya pembatasan ADL (Activity Daily Living) dipengaruhi usia.

Grade 3 Berat atau signifikan secara medis tapi tidak mengancam nyawa secara langsung; indikasi rawat inap atau perpanjangan rawat inap; ADL terbatas.

Grade 4 Mengancam nyawa; indikasi intervensi segera.

Grade 5 Kematian terkait efek samping.

didefinisikan sebagai pertumbuhan tumor residual pada imaging atau adanya gejala klinis baru.12

Setelah mendapat radioterapi, pasien dengan tumor otak high grade dapat menunjukkan peningkatan lesi penyengatan kontras, diikuti perbaikan atau menetap tanpa terapi tambahan, tapi beberapa dapat berkembang menjadi radiation necrosis atau nekrosis terkait terapi. Kondisi ini menyerupai tumor progression, yang biasa disebut ‘pseudoprogression’.16,18 Pseudoprogression terjadi pada 20–30% pasien yang mendapat concomittant radiokemoterapi, merupakan reaksi subakut terkait terapi dengan atau pun tanpa perburukan klinis karena reaksi jaringan lokal dengan komponen inflamasi, edema, dan permeabilitas pembuluh darah abnormal sehingga menyebabkan penyengatan kontras pada MRI.16,18 Membedakan pertumbuhan tumor baru dan radiation necrosis pada GBM penting untuk menentukan terapi selanjutnya.

Biopsi pada lesi adalah standar baku emas membedakan recurrent GBM dan radiation necrosis, tapi merupakan tindakan invasif dan mahal. DWI digunakan untuk membedakan tumor progression dan tumor residual dari bentuk nekrosis dengan nilai ADC (Apparent Diffusion Coefficient) meningkat pada nekrosis terkait terapi.18 MR spektroskopi dapat menunjukkan perubahan metabolisme otak seperti NAA (N-asetil aspartat), kolin, kreatinin, dan laktat. Pada sel tumor, kolin dan kreatinin meningkat, NAA turun. Pada nekrosis, kolin, kreatinin, dan NAA turun.18 PET (Positron Emission Tomography) memerlukan bahan metabolik seperti 18F-fluorodeoxyglucose (FDG), 11C-methionine, atau 131I-iododeoxyuridine. Penumpukan FDG terjadi pada sel tumor karena hipermetabolik, sedangkan radiation necrosis didapatkan hipometabolik sehingga tidak ada peningkatan FDG.19 Teknik pemeriksaan lain yaitu DSC perfussion MR imaging (Dynamic Susceptibility weight Contrast-enhanced perfussion MR imaging yang mengukur CBV (Cerebral Blood Volume), PH (Peak Height), dan PSR (Persentage of Signal Intensity Recovery). Pada GBM recurrent didapatkan peningkatan CBV dan PH serta penurunan PSR pada lesi penyengatan kontras dibandingkan radiation necrosis.20

Pada kasus ketiga, evaluasi MRI kepala post operasi dan concomittant radiokemoterapi didapatkan penyengatan

Page 8: Perbaikan Klinis dan Harapan Hidup pada Pasien ...€¦ · Laporan Kasus: Tiga kasus GBM otak sesuai gambaran MRI dan histopatologi dilakukan operasi eksisi pada dua diantaranya dan

13Ernawati dan Ardiansyah: Perbaikan Klinis dan Harapan Hidup pada Pasien Glioblastoma Multiforme (Gbm)

Tabel 3. Kriteria Respons Terapi pada GBM17

Macdonald AVAglio RANO

Complete response (CR)Hilangnya semua penyengatan yang terukur dan yang tak terukur (menetap ≥ 4 minggu)Tidak ada lesi baruTanpa kortikosteroidKlinis stabil atau membaik

Hilangnya semua lesi index / penyengatan kontras (menetap ≥ 4 minggu)Tidak ada perberatan lesi non index/sedikit penyengatan maupun tanpa penyengatan kontras (menetap ≥ 4 minggu), tanpa ada bukti Partial responseTidak ada lesi baruDosis kortikosteroid tidak melebihi tingkat fisiologisGejala neurologis membaik atau stabil

Hilangnya semua penyengatan yang terukur dan yang tak terukur (menetap ≥ 4 minggu)Lesi tanpa penyengatan (T2?FLAIR) stabil atau membaikTidak ada lesi baruTanpa kortikosteroidKlinis stabil atau membaik

Partial response (PR)≥ 50% penurunan semua penyengatan yang terukur (menetap ≥ 4 minggu)Tidak ada lesi baruDosis kortikosteroid stabil atau diturunkanKlinis stabil atau membaik

≥ 50% penurunan (jumlah diameter lesi) dari lesi index/ penyengatan kontras (menetap ≥ 4 minggu)Tidak ada perberatan lesi nonindex/sedikit penyengatan maupun tanpa penyengatan kontrasTidak ada lesi baruDosis kortikosteroid stabil atau diturunkanGejala neurologis stabil atau membaik

≥ 50% penurunan semua penyengatan yang terukur (menetap ≥ 4 minggu)Tidak ada perberatan penyakit yang tak terukurLesi tanpa penyengatan (T2?FLAIR) stabil atau membaikTidak ada lesi baruDosis kortikosteroid stabil atau diturunkan Klinis stabil atau membaik

Stable disease (SD)Klinis stabilTidak memenuhi CR, PR atau progression

Tidak memenuhi CR, PR atau progressionGejala neurologis stabil atau membaik

Tidak memenuhi CR, PR atau progressionLesi tanpa penyengatan stabil (T2/FLAIR)Dosis kortikosteroid stabil atau diturunkanKlinis stabil atau membaik

Progression ≥ 25% peningkatan lesi penyengatanTerdapat lesi baruPerberatan klinis

≥ 25% peningkatan lesi index / penyengatan kontrasPerberatan lesi non index / sedikit penyengatan maupun tanpa penyengatan kontras secara tegasTerdapat lesi baruPerburukan gejala neurologis

≥ 25% peningkatan lesi penyengatan pada dosis kortikosteroid yang stabil atau yang ditingkatkanPeningkatan signifikan lesi tanpa penyengatan (T2/FLAIR) (bukan disebabkan kondisi komorbid)Terdapat lesi baruPerberatan klinis yang jelas (tidak berhubungan dengan penyebab tumor lain atau perubahan dosis kortikosteroid)

minimal tanpa ada lesi baru maupun perberatan klinis sehingga dapat merupakan suatu nekrosis post radiasi dan pasien dalam kondisi complete response (Gambar 11).

Kondisi klinis ketiga pasien mengalami perbaikan selama pengobatan. Saat awal masuk rumah sakit, KPS pasien kasus pertama membaik dari 20 menjadi 80 meskipun

didapatkan bad compliance, fase adjuvant kemoterapi tidak dapat dituntaskan karena kondisi melemah. Pasien meninggal dengan bertahan hidup selama 22 bulan. Sampai saat ini, pasien kasus kedua dan ketiga masih bertahan hidup hingga 21 bulan dan 10 bulan setelah terdiagnosis GBM, masih menjalani adjuvant kemoterapi dengan klinis baik dan KPS 90.

Page 9: Perbaikan Klinis dan Harapan Hidup pada Pasien ...€¦ · Laporan Kasus: Tiga kasus GBM otak sesuai gambaran MRI dan histopatologi dilakukan operasi eksisi pada dua diantaranya dan

14 Jurnal Aksona, Vol. 1. No. 1 Januari–April 2016: 6-14

KESIMPULAN

Standar terapi GBM adalah operasi, radioterapi dan kemoterapi. Pemberian radioterapi concomittant dengan kemoterapi Temozolomide yang dilanjutkan adjuvant Temozolomide pada pasien GBM otak baru memberikan respons yang cukup baik pada klinis dan harapan hidup pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Urbanska K, Sokolowska J, Szmidt M, Sysa P. Glioblastoma multiforme-an overview. Contemp Oncol. 2014; 18(5): 307–12.

2. Preusser M, Ribaupierre S, Wohrer A, et al. Current Concept and Management of Glioblastoma. Ann Neurol. 2011; 70: 9–21.

3. Kao HW, Chiang SW, Chung HW, Tsai FY, Chen CY. Advanced MR Imaging of Gliomas: An Update. 2013. Available from http://downloads.hindawi.com/journals/bmri/2013/970586.pdf

4. Genugten JAB, Leffers P, Baumert BG, Fat HT, Twijnstra A. Effectiveness of Temozolomide for Primary Glioblastoma Multiforme in Routine Clinical Practice. J Neurooncol. 2010; 96: 249–57.

5. Agamanolis DP. Tumors of the central nervous system. 2015. Available from http://neuropathology-web.org/chapter7/chapter7bGliomas.html

6. Johnson DR, O’Neill BP. Glioblastoma Survival in the United States before and during the Temozolomide Era. J Neurooncol. 2011; 107: 359–64.

7. Yabroff KR, Harlan L, Zeruto C, Abrams J, Mann B. Pattern of Care and Survival for Patients with Glioblstoma Multiforme Diagnosed during 2006. Neuro-Oncology. 2012; 14(3): 351–59.

8. Darefsky AS, King JT, Dubrow R. Adult Glioblastoma Multiforme Survival in the Temozolomide Era: a Population – Based Analysis of Surveillance, Epidemiology, and End Results Registries. Cancer. 2012; 118: 2163–72.

9. Wick W, Platten M, Weller M. New (alternative) Temozolomide Regimens for the Treatment of Glioma. Neuro-Oncology. 2009; 11: 69–79.

10. Stupp R, Mason WP, van den Bent MJ, et al. Radiotherapy plus concomittant and adjuvant temozolomide in glioblastoma. N Eng J Med. 2005; 352(10): 987–96.

11. Yang LJ, Zhou CF, Lin ZX. Temozolomide and Radiotherapy for Newly Diagnosed Glioblastoma Multiforme: A Systematic Review. Cancer Investigation. 2014; 32: 31–6.

12. Tse V, Babu H. Recurrent Malignant Primary Brain Tumor: the Pathophysiology and Management. 2011. Available from http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/19929.pdf

13. Stupp R, Brada M, Bent MJ, Tonn JC. High Grade Glioma: ESMO Clinical Practice Guidlines for Diagnosis, Treatment and Follow-up. Annals of Oncology. 2014; 00: 1–9.

14. Niewald M, Berdel C, Fleckenstein J, Licht N, Ketter R, Rube C. Toxicity after radiochemotherapy for glioblastoma using temozolomide-a retrospective evaluation. Radiology Oncology. 2011; 6: 141.

15. National Institutes of Health, National Cancer Institute. Common Terminology Criteria for Adverse Events (CTCAE). 2010. Available from http://evs.nci.nih.gov/ftp1/CTCAE/CTCAE_4.03_2010-6-14_QuickReference_5x7.pdf

16. Weller M, Cloughesy T, Perry JR, Wick W. Standards of Care for treatment of recurrent glioblastoma-are we there yet?. Neuro-Oncology. 2013; 15(1): 4–27.

17. Chinot OL, Macdonald DR, Abrey LE, Zahlmann G, Kerloeguen Y, Cloughesy TF. Response Assessment Criteria for Glioblastoma: Practical Adaptation and Implementation in Clinical Trials of Antiangiogenic Therapy. Curr Neurol Neurosci Rep. 2013; 13: 347.

18. Cruz Jr LC, Rodriguez I, Domingues RC, Gasparetto EL, Sorensen AG. Pseudoprogression and Pseudoresponse: Imaging Challenges in the Assessment of Posttreatment Glioma. Am J Neuroradiol. 2011; 32: 1978–85.

19. Chao ST, Suh JH, Raja S, Lee SY, Barnett G. The Sensitivity and Specificity of FDG PET in Distinguishing Recurrent Brain Tumor from Radionecrosis in Patients Treated with Stereotactic Radiosurgery. Int J Cancer. 2001; 96: 191–7.

20. Barajas RF, Chang JS, Segal MR, Parsa AT, McDermott MW, Berger MS, et al. Differentiation of Recurrent Glioblastoma Multiforme from Radiation Necrosis after External Beam Radiation Therapy with Dynamic Susceptibility-wight Contrast-enhanced Perfussion MR imaging. Radiology. 2009; 253: 486–96.