perbaikan jurnal k-1
DESCRIPTION
keperawatanTRANSCRIPT
TELAAH JURNAL
PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTARA BALUTAN TRANSPARAN
DAN BALUTAN KASA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD
KOTA SALATIGA
ARIF BUDIMAN
DITA FEBRINA
GEMA WAHYUNI
IRHAMNA
KENNY MARLINDA
NELLA VORRINDA PUTRI
NICY GUSVITA SARI
NOVIA HASLINDA
RATNA ASNITA
RAFIKA INDAH
TIYA MONICA BARMINDA
USTIN NURJANAH
WIDYA HERLINA
PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN DASAR KLINIK
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cairan dan elektrolit merupakan komponen yang sangat penting untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh. Tubuh manusia terdiri atas sekitar 60% air
yang tersebar di dalam sel maupun di luar sel (Tarwanto & wartonah, 2010).
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi fungsi biologis
tubuh. Sebab, cairan tubuh kita terdiri atas air yang mengandung partikel-partikel
bahan organik dan anorganik yang vital untuk hidup. Apabila keseimbangan cairan
dan elektrolit tidak segera di tanggulangi maka dapat menyebabkan kematian.
Perawat harus memiliki kompetensi yang baik dalam beberapa hal terkait dengan
pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, salah satunya yaitu terapi intravena
(Asmadi, 2008).
Terapi intravena merupakan metode yang efektif dan efisiensi untuk
menyuplai cairan dan elektrolit tubuh. Perawat berperan dalam pemasangan terapi
intravena, perawatan serta pemantauan terapi intravena (Tamsuri, 2009). Tindakan
terapi intravena diberikan pada pasien dengan berbagai kondisi seperti pendarahan
dalam jumlah banyak dan dehidrasi (Aryani, et al., 2009). Pada dasarnya pemasangan
infus atau terapi intravena merupakan tindakan infasif yaitu measukan jarum
abochath kedalam pembuluh darah vena yang kemudian disambungkan dengan
selang infus dan dialiri cairan infus serta memiliki resiko terjadi infeksi nosokomial
(Aryani, et al., 2009). Terapi intravena menimbulkan kecenderungan berbagai bahaya,
termasuk komplikasi total maupun sistemik seperti pasien yang alergi terhadap obat
(misalnya menggigil, syok, collap), batas bekas suntikandapat terjadi abses, nekrosis
atau hematoma, dapat menimbulkan kelumpuhan. Selain itu pada pemberian injeksi
intravena efektoksit mudah terjadi karena keadaan obat yang tinggi segera mencapat
darah dan jaringan, diamping itu obat yang disuntikkan tidak dapat ditarik kembali,
obat dalam larutan minyak yang mengendapkan konstituen darah dan yang
menyebabkan hemolisis. Komplikasi lokal dari terapi intravena termasuk infiltrasi,
phlebitis, trombophlebitis, hematoma dan bekuan pada jarum (Smeltzer & Bare,
2002).
Phlebitis merupakan peradangan vena yang disebabkan oleh kateter atau iritasi
kimiawi zat adiktif dan obat-obatan yang diberikan secara intravena, tanda dan
gejalanya meliputi nyeri, peningkatan temperatur kulit di atas vena dan dibeberapa
kasus timbul kemerahan di tempat insersi atau disepanjang jalur vena (Potter & Perry,
2005). Phlebitis dapat menjadi bahaya karena darah (trombophlebitis) dapat terbentuk
dan menyebabkan emboli. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan permanen pada vena
dan meningkatkan lama waktu perawatan (Potter & Perry, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rahayu (2009) tentang
“Perbedaan Phlebitis Antara Penggunaan Kasa Steril Betadin dan Currapore iv.
Sehingga tidak ada perbedaan antara penutup daerah insersi dengan kasa steril
betadine dan currapore IV dressing. Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian
Nurjanah, (2011) tentang “Hubungan Antara Lokasi Penusukan Infus dan Tingkat
Usia Dengan Kejadian Phlebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Tugurejo Semmarang”
dengan sampel sebanyak 70 responden didapatkan 38 responden dengan persentse
54,3% mengalami phlebitis. Dan juga penelitian Purnamasari (2013) dengan sampel
82 responden didapatkan bahwa 42 responden dengan persentase 51,2% mengalami
phlebitis. Dari data tersebut menggambarkan bahwa angka kejadian phlebitis masih
tinggi.
Upaya pencegahan kejadian phlebitis dapat dilakukan secara rutin dengan
mengganti dan merotasi selang, balutan, tempat insersi jarum dan teknik aseptik saat
pemasangan kateteer pemasangan intravena sselama proses pemberian terapi
intravena (communicative Desease Center, 2002, dalam Potter & Perry, 2010, hlm.
150). Balutan yang biasa digunakan yaitu balutan kasa atau balutan transparan. Untuk
penggantian balutan diupayakan dilakukan setiap hari, dan saat ini telah dikurangi
setiap 48 jam sampAI 72 jam sekali (Gardner, 1996, dalam Potter & Perry, 2005, hlm.
1663). Balutan harus diganti dengan yang baru untuk mencegah masuknya
mokroorganisme (Alexander, et al., 2010, hlm. 431).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk menelaah jurnal hasil penelitian dibidang keperawatan yang telah
dipublikasikan sesuai dengan kaidah ilmiah sehingga dapat diterapkan dirumah
sakit.
2. Tujuan Khusus
a. Menelaah abstrak jurnal
b. Menelaah pendahuluan jurnal
c. Menelaah metode penelitian
d. Menelaah hasil penelitian
e. Menelaah kesimpulan dan saran
f. Menelaah daftar pustaka penelitian
g. Menelaah implikasi kegunaa hasil penelitian
C. Manfaat
1. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang cara menganalisa sebuah
jurnal penelitian yang telah dipublikasikan.
2. Dapat mengetahui manfaat jurnal secara aplikatif di ruangan.
3. Menambah pengetahuan tentang penggunaan balutan transparan untuk
mengurangi resiko plebitis
BAB II
HASIL TELAAH JURNAL
1. Abstrak
Syarat abstrak yang baik berkisar antara 150-200 kata. Poin-poin yang dimuat
dalam abstrak yaitu latar belakang, tujuan, metode, hasil, saran dan kata kunci.
Kesimpulan hasil telaah
Abstrak sudah sesuai dengan syarat penulisan, tetapi masih ada beberapa koreksi.
Latar belakang belum menunjukkan secara spesifik tentang fenomena yang ditemukan
dilapangan seperti angka kejadian phlebitis di rumah sakit yang diteliti (RSUD Kota
Salatiga).
2. Pendahuluan
Format teks utama terdiri dari tulisan 2 kolom rata kiri-kanan (Justified) dengan
kertas A4 (kuarto). Margin teks kiri, kanan, atas, dan bawah adalah 3 cm. Pendahuluan
ditulis dalam Microsoft Word, spasi tunggal, maksimal 2 halaman.
Pendahuluan harus menggambarkan latar belakang yang jelas dari masalah yang
dihadapi, menulis pendahuluan dimulai dari gagasan yang umum ke gagasan yang
khusus. Pada bagian pendahuluan juga perlu dituliskan mengenai teori masalah yang
akan di bahas.
Kesimpulan hasil telaah
Pendahulun dalam jurnal sudah sesuai dengan kaidah penulisan. Penjelasan tentang
plebitis dan balutan transparan serta balutan kasa telah di paparkan dan didukung juga
oleh teori dan penelitian – penelitian sebelumnya. Namun pada paragraf terakhir
pendahuluan, penulis tidak melengkapi data hasil studi pendahuluan tentang kondisi
phlebitis responden dan prevalensi kejadian phlebitis di rumah sakit secara akurat dan
tidak ditampilkan prevalensi secara mengerucut, seharusnya dimulai dari data dunia,
indonesia, kota sampai ke data tempat penelitian. Sehingga peningkatan angka kejadian
tidak tergambar dari tahun ke tahun.
3. Pernyataan Masalah
Menurut burns dan grove (1999) dalam Nursalam (2013) perumusan masalah harus
menjawab lima pertanyaan yaitu apa yang salah atau yang perlu diperhatiakan pada
situasi ini, dimana letak kesenjangannya, informasi apa yang dibutuhkan untuk mencari
masalah ini, perlukan melakukan tidakan pelayanan diklinik serta perubahan yang
diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.
Kesimpulan hasil telaah
Pernyataan masalah dalam jurnal tidak dijelaskan secara spesifik bagaimana
efektifitas balutan transparan dengan balutan kassa, dan hasil penelitiannya pun
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara balutan transparan dan balutan kassa
tersebut, sehingga hasil penelitian ini kurang bias dijadikan pedoman untuk menurunkan
angka kejadian flebitis di rumah sakit, dan terutama di ruangan interne penyaki dalam.
4. Studi Literatur Atau Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka atau kajian teori mempunyai arti peninjauan kembali pustaka-
pustaka yang terkait (review of related literature). Fungsi peninjauan kembali pustaka
yang berkaitan merupakan hal yang mendasar dalam penelitian, seperti dinyatakan oleh
Leedy (1997) bahwa semakin banyak seorang peneliti mengetahui, mengenal dan
memahami tentang penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (yang
berkaitan erat dengan topik penelitiannya), semakin dapat dipertanggung jawabkan
caranya meneliti permasalahan yang dihadapi. Dimana tinajauan pustaka membahas
variabel- variebel yng akan diteliti yang merujuk kepada literatur.
Kesimpulan hasil telaah
Pada jurnal tidak ditemukan adanya tinjauan pustaka mengenai masalah yang akan
diteliti.
5. Kerangka Konsep dan Hipotesis
Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan
dan membentuk teoi yang menjelaskan keterkitan antar variabel. Dasar menyusun
kerangka konsep harus dibedakan kerangka konsep dengan kerangka operasional,
mengumpulkan semua sumber dan menyeleksi penelitian yang telah dipubliksikan dan
dasar yang ketiga adalah mengidentifikasikan dan mendefenisikan semu variabel riset,
mengkategorikan kedalam kelompok.
Hipotesis adalah jawaban seentara dalam rumusan masalah atau perntanyaan
penelitian.
Kesimpulan hasil telaah
Pada jurnal tidak ditemukan adanya kerangka konsep mengenai balutan transparan
dan balutan kasa terhadap kejadian plebitis dan tidak ditemukan juga hipotesis
penelitian.
6. Metodologi
Metode penelitian adalah cara yang akan digunakan dalam penelitian yang akan
dilakukan. Oleh sebab itu dalam uraian telah tercantum langkah-langkah teknis dan
operasional yang akan dilakukan.
Kesimpulan Hasil Telaah :
a. Jenis penelitian
Jenis penelitian menjelaskan termasuk kedalam jenis pendekatan atau metode yang
mana penelitian dilaksanakan. Didalam jurnal “Perbedaan efektivitas antara balutan
transparan dan balutan kasa terhadap kejadian plebitis di RSUD Kota Salatiga” sudah
dijelaskan jenis penelitian yang digunakan, yaitu metode penelitian Quasi
Eksperiment desain dengan menggunakan rancangan Static Group Comparison,
dimana rancangan ini menggunakan kelompok pembanding (kontrol).
b. Tempat dan waktu penelitian
Pada jurnal ini tidak dicantumkan waktu penelitian dilakukan, hanya saja dijelaskan
tempat penelitian yaitu RSUD Kota Salatiga.
c. Variabel
Pada jurnal ini ,sudah dijelaskan variabel variabelnya, dimana variabel bebas dalam
jurnal adalah pemberian balutan transparan dan balutan kasa sedangkan variabel
tergantung atau terikatnya adalah kejadian phlebitis.
7. Populasi dan sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek yang menjadi sasaran penelitian. Sampel
adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah atau karakteristik
yang dimiliki oleh populasi.
Kesimpulan hasil telaah
Pada jurnal tidak tercantum populasinya dan sampel penelitian, namun terdapat
teknik pengambilan sampel yang digunakan dan besar sampelnya yang dijelaskan di
dalam abstrak, tetapi tidak dijelaskan rumus untuk pengambilan sampel. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah secara accidental sampling, sedangkan
sampel yang diteliti sejumlah 32 orang, 16 orang diberi balutan trasparan dan 16
responden diberi balutan kasa. Dalam penelitian ini tidak dijelaskan kriteria insklusi dan
ekslusi sampel.
8. Instrument penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengambilan data.
Instrumen penelitian dapat berupa kuisioner, observasi, formulir yang berhubungan
dengan pencatatan data.
Kesimpulan hasil telaah
Didalam jurnal ini telah disebutkan instrument penelitian adalah Pengumpulan data
dilakukan menggunakan lembar observasi dan melakukan pemasangan balutan
transparan dan balutan kasa, namun pada jurnal ini tidak dijelaskan cara mengobservasi
balutan transparan dan balutan kasa untuk menjcegah kejadian phlebitis tersebut dan
pada jurnal ini tidak dijelas kan langkah-langkah pengukuran atau skala ukur yang
digunakan maupun kriteria dari skala ukur tersebut.
9. Analisa data
Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan pokok
penelitian yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang mengungkap
fenomena.
Kesimpulan hasil telaah
Didalam jurnal ini tidak mencantumkan data primer dan data sekunder yang ada
dan jurnal ini telah dicantumkan cara analisa data yang dipakai dengan uji Shapiro Wilk
diperoleh 0,00 yang artinya data tidak terdistribusi normal sehingga menggunakan uji
alternatif non parametrik Mann Whitney U Test.
10. Hasil Penelitian
Penulisan hasil penelitian merupakan suatu cara mengkomunikasikan atau
mensosialisasikan hasil temuan ilmiah kepada orang lain seperti perawat, tenaga
kesehatan lain dan pengguna layanan kesehatan.
Kesimpulan Hasil Telaah
Peneliti sudah mencantumkan hasil penelitian secara tersendiri sesuai dengan
Pedoman Penulisan Jurnal, hasil dan pembahasan dalam jurnal letaknya dibedakan.
Hasil menyajikan hasil analisis data yang sudah final bukan data mentah yang belum
diolah. Pembahasan merupakan penegasan secara eksplisit tentang interpretasi hasil
analisis data, mengaitkan hasil temuan dengan teori atau penelitian terdahulu, serta
implikasi hasil temuan dikaitkan dengan keadaan saat ini.
A. Nomor tabel
Penyajian hasil penelitian belum menggunakan penomoran pada tabel yang
ditempatkan diatas sebelah kiri sejajar dengan judul tabel. Pada jurnal ini penomoran
tabel terletak ditengah diatas judul tabel.
B. Judul tabel
Judul tabel sudah lengkap karena karena sudah merincikan apa, dimana dan
kapan penelitian dilakukan. Menurut Nursalam (2008) ada tiga komponen penting
dalam menuliskan table yakni what, where dan when.
C. Badan tabel
Format tabel yang dipilih dalam penyajian hasil penelitian ini adalah table
dengan garis vertikal. Nilai p disajikan dengan dua angka dibelakang koma.
D. Pembahasan hasil penelitian
Unsur-unsur yang telah dipenuhi dalam pembuatan pembahasan hasil penelitian yakni
1) Peneliti telah menginterpretasikan hasil penelitiannya
a) Tidak ada perbedaan efektifitas antara balutan transparan dan balutan kasa
terhadap kejadian phelebitis dengan uji statistik didapatkan hasil p= 0,87.
b) Mencantumkan tinjauan pustaka yang mendukung hasil penelitian
2) Pendapat peneliti tentang hasil penelitiannya.
11. Simpulan /Diskusi
Kesimpulan dari penelitian adalah tidak ada perbedaan yang bermakna antara balutan
transparan dan balutan kasa terhadap kejadian phelebitis, yang artinya keadaan balutan
tersebut sama-sama dapat mencegah terjadinya phelebitis. Namun secara teoritis, balutan
transparan merupakan balutan yang dipercaya untuk menutupi insersi intravena yang
aman, sebab lembab dan anti air yang memungkinkan tempat insersi dapat terlihat terus
menerus dan memerlukan sedikit penggantian dibandingkan dengan balutan kasa.
Saran untuk Ruangan IRNA Penyakit Dalam agar dapat menggunakan balutan transparan
karena manfaatnya lebih baik dibandingkan dengan balutan kassa. Jika memang ruangan
masih ingin menggunakan balutan kassa ada beberapa yang perludiperhatikan yaitu
penggatian balutan kassa minimal diganti dua kali dalam satu hari untuk mencegah
terjadinya phelibitis.
12. Implikasi
Pemberian balutan transparan maupun balutan kasa pada area penusukan intravena.
13. Daftar Pustaka
Gaya penulisan daftar pustaka menurut APA (American Psycological Association)
adalah gaya yang mengikuti format harvard. Beberapa ciri dari penulisan daftar pustaka
dengan APA style adalah :
1. Tanggal Publikasi ditulikan setelah nama pengarang
2. Referensi didalam isi tulisan mengacu pada di dalam daftar pustaka dengan cara
menuliskan nama belakang (surname) pengarang di ikuti tnggal penerbitan yang di
tuliskan di antara kurung.
3. Urutan daftar pustaka adalah berdasrkan nama belakang pengarang. Jika suatu
referensi tidak memiliki nama pengarang maka judul referensi di gunakan untuk
mengurutkan referensi tersebut di antara referensi yang lain yang tetap di urutkan
berdasarkan nama belakang pengarang.
4. Daftar pustaka tidak di bagi-bagi menjadi bagian-bagian berdasarkan jenis daftar
pustaka, misalnya buku, jurnaldan sebagainya.
5. Judul referensi dituliskan secara italic. Jika daftar pustaka ditulis dengan tangan maka
judul di garisbawahi.
contoh penulisan referensi berjenis artikel jurnal adalah :
Nama Belakang Pengarang, Inisial. (tahun terbit). Judul Artikel. Judul Jurnal, Nomor
Volume-jika ada (Nomor issue),nomor halaman awal dan akir dari artikel.
Contoh :
Tseng, Y.C., Kuo, S.P., Lee, H.W., & Huang, C.F. (2004). Location tracking in a
wireless sensor network by mobile agents and its data fusion strategies. The Computer
Journal, 47(4),448-460
Kesimpulan Hasil Telaah
Dalam penulisan daftar pustaka pada umunya sudah berdasarkan APA STYLE,
namun ada beberapa yang belum sesuai dengan dengan ketentuan penulisan yaitu:
a. Pada judul buku dalam daftar pustaka setiap awal kata ditulis dalam huruf kapital.
Seharusnya hanya menggunakan huruf kapital pada huruf pertama dari kata pertama
judul buku.
b. Pada daftar pustaka jurnal ini antara tempat penerbit dan penerbit tidak dipisah oleh
tanda titik dua (:).
c. Masih menggunakan referensi yang lama ( 1997, dan 1999).
Lampiran
HASIL DISKUSI
1. Plebitis
Plebitis merupakan peradangan vena yang disebabkan oleh kateter atau iritasi
kimiawi aditif dan obat-obatan yang diberikan secara intravena. Tanda dan gejalanya
meliputi nyeri, peningkatan temperatur kulit,di atas vena dan pada beberapa kasus
timbul kemerahan di tempat insersi atau di sepanjang jalur vena. Plebitis dapat
menjadi bahaya, karena darah atau tromboplebitis dapat terbentuk dan menyebabkan
emboli. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan permanen pada vena dan
meningkatkan lama waktu perawatan (Potter & Perry, 2010).
Phlebitis dapat didiagnosa atau dinilai melalui pengamatan visual yang
dilakukan oleh perawat. Andrew Jackson telah mengembangkan skor visual untuk
kejadian phlebitis, yaitu : VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score) oleh Andrew
Jackson.
Skor Keadaan area penusukan Penilaian
0 Tempat suntikan tampak sehat Tidak ada tanda phlebitis
1 Salah sat dari berikut jelas:
a. Nyeri area penusukan
b. Adanya eritema di area penusukan
Mungkin tanda dini
phlebitis
2 Dua dari berikut jelas:
a. Nyeri area penusukan
b. Eritema
c. Pembengkakan
Stadium dini plebitis
3 Semua dari berikut jelas: Stadium moderat phlebitis
a. Nyeri sepanang kaul
b. Eritema
c. Indurasi
4 Semua dari berikut jelas:
a. Yeri sepanjang kanul
b. Eritema
c. Indurasi
d. Venous chord teraba
Stadium lanjut atau awal
tromhoplebhitis
5 Semua dari berikut jelas:
a. Nyeri sepanjang kanul
b. Eritema
c. Indurasi
d. Venous chord teraba
e. Demam
Stadium lanjut
trombhoplebitis
3. Klasifikasi Phlebitis Pengklasifikasian phlebitis didasarkan pada faktor
penyebabnya. Ada empat kategori penyebab terjadinya phlebitis yaitu kimia,
mekanik, agen infeksi, dan post infus (INS, 2006).
a. Phlebitis kimia (Chemical Phlebitis) Kejadian phlebitis ini dihubungkan
dengan bentuk respon yang terjadi pada tunika intima vena dengan bahan kimia yang
menyebabkan reaksi peradangan. Reaksi peradangan dapat terjadi akibat dari jenis
cairan yang diberikan atau bahan material kateter yang digunakan. PH darah normal
terletak antara 7,35 – 7,45 dan cenderung basa. PH cairan yang diperlukan dalam
pemberian terapi adalah 7 yang berarti adalah netral. Ada kalanya suatu larutan
diperlukan konsentrasi yang lebih asam untuk mencegah terjadinya karamelisasi
dekstrosa dalam proses sterilisasi autoclaf, jadi larutan yang mengandung glukosa,
asam amino, dan lipid yang biasa digunakan dalam nutrisi parenteral lebih bersifat
flebitogenik. Osmolalitas diartikan sebagai konsentrasi sebuah larutan atau jumlah
partikel yang larut dalam suatu larutan.Pada orang sehat, konsentrasi plasma manusia
adalah 285 ± 10 mOsm/kg H20 (Sylvia, 1991). Larutan sering dikategorikan sebagai
larutan isotonik, hipotonik atau hipertonik, sesuai dengan osmolalitas total larutan
tersebut dibanding dengan osmolalitas plasma. Larutan isotonik adalah larutan yang
memiliki osmolalitas total sebesar 280 – 310 mOsm/L, larutan yang memiliki
osmolalitas kurang dari itu disebut hipotonik, sedangkan yang melebihi disebut
larutan hipertonik. Tonisitas suatu larutan tidak hanya berpengaruh terhadap status
fisik klien akan tetapi juga berpengaruh terhadap tunika intima pembuluh darah.
Dinding tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan hiperosmoler
yang mempunyai osmolalitas lebih dari 600 mOsm/L. Terlebih lagi pada saat
pemberian dengan tetesan cepat pada pembuluh vena yang kecil. Cairan isototonik
akan menjadi lebih hiperosmoler apabila ditambah dengan obat, elektrolit maupun
nutrisi (INS, 2010).
10
Menurut Subekti (2010), vena perifer dapat menerima osmolalitas larutan
sampai dengan 900 mOsm/L. Semakin tinggi osmolalitas (makin hipertonis) makin
mudah terjadi kerusakan pada dinding vena perifer seperti phlebitis, trombophebitis,
dan tromboemboli. Pada pemberian jangka lama harus diberikan melalui vena sentral,
karena larutan yang bersifat hipertonis dengan osmolalitas > 900 mOsm/L, melalui
vena sentral aliran darah menjadi cepat sehingga tidak merusak dinding. Kecepatan
pemberian larutan intravena juga dianggap salah satu penyebab utama kejadian
phlebitis. Pada pemberian dengan kecepatan rendah mengurangi iritasi pada dinding
pembuluh darah. Penggunaan material katheter juga berperan pada kejadian phlebitis.
Bahan kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau polietelin (teflon) mempunyai
resiko terjadi phlebitis lebih besar dibanding bahan yang terbuat dari silikon atau
poliuretan (INS, 2010). Partikel materi yang terbentuk dari cairan atau campuran obat
yang tidak sempurna diduga juga bisa menyebabkan resiko terjadinya phlebitis.
Penggunaan filter dengan ukuran 1 sampai dengan 5 mikron pada infus set, akan
menurunkan atau meminimalkan resiko phlebitis akibat partikel materi yang terbentuk
tersebut (Darmawan, 2008). b. Phlebitis Mekanik (Mechanical Phlebitis) Phlebitis
mekanikal sering dihubungkan dengan pemasangan atau penempatan katheter
intravena. Penempatan katheter pada area fleksi lebih sering menimbulkan kejadian
phlebitis saat ekstremitas digerakkan katheter yang terpasang ikut bergerak dan
menyebabkan trauma pada dinding vena. Penggunaan ukuran katheter yang besar
pada vena yang kecil juga dapat mengiritasi dinding vena (The Centers for Disease
Control and Prevention, 2006).
11
c. Phlebitis Bakteri (Bakterial Phlebitis) Phlebitis bacterial adalah peradangan
vena yang berhubungan dengan adanya kolonisasi bakteri. Adanya bakterial phlebitis
bisa menjadi masalah yang serius sebagai predisposisi komplikasi sistemik yaitu
septicemia. Faktor-faktor yang berperan dalam kejadian phlebitis bakteri antara lain :
1) Teknik cuci tangan yang tidak baik. 2) Teknik aseptik yang kurang pada saat
penusukan. 3) Teknik pemasangan katheter yang buruk. 4) Pemasangan yang terlalu
lama. 5) Kegagalanmemeriksa peralatan yang rusak, pembungkus yang bocor atau
robek dapat mengandung bakteri. 6) Tempat penyuntikan yang jarang diinspeksi
visual (INS, 2010) d. Post Infus Phlebitis Phlebitis post infus juga sering dilaporkan
kejadiannya sebagai akibat pemasangan infus. Phlebitis post infus adalah peradangan
pada vena yang didapatkan 48 – 96 jam setelah pelepasan infus. Faktor yang berperan
dengan kejadian phlebitis post infus, antara lain : 1) Tehnik pemasangan catheter yang
tidak baik. 2) Pada pasien dengan retardasi mental. 3) Kondisi vena yang tidak baik.
4) Pemberian cairan yang hipertonik atau terlalu asam. 5) Ukuran katheter terlalu
besar pada vena yang kecil.
2. Upaya pencegahan kejadian plebitis
Upaya pencegahan kejadian plebitis dapat dilakukan secara rutin dengan
mengganti dan merotasi selang, balutan, tempat insersi jarum dan teknik aseptik saat
pemasangan kateter pemasangan intravena selama proses pemberian terapi intravena
(Communicate Desease Center, 2002, dalam Potter & Perry, 2010). Balutan untuk
menutupi tempat insersi kanula IV merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya
infeksi, hal ini dipengaruhi karena faktor kelembaban. Kondisi lingkungan yang
lembab menyebabkan mikroba akan lebih cepat berkembang, sehingga tempat insersi
kanula IV harus dijaga agar tetap kering (Hindley, 2004).
3. Balutan transparan
Balutan transparan disebut Transparant Semipermiable Dressing (TSD) atau
Transparant Membrane Dressing (TMD) dapat digunakan untuk mempertahankan
peralatan intravena, memungkinkan inspeksi visual pada sisi intravena, tidak mudah
kotor atau lembab, dan tidak perlu diganti dengan sering dibandingkan balutan kassa
(Communicate Desease Center, 2002, Hindley, 2004, dalam Potter & Perry, 2010).
Balutan transparan merupakan standar untuk perawatn luka tusuk infus, dipercaya
sebagai balutan ideal yang dapat mengurangi resiko terjadinya plebitis dan infeksi
aliran darah primer. Hal ini dikarenakan balutan transparan memenuhi kriteria
balutan, yaitu untuk mencegah masuknya mikroorganisme pada luka tusukan, juga
dapat memfiksasi kateter dengan kuat dan memungkinkan proses monitor untuk
antisipasi terjadinya infeksi (Anonim, 2013).
Jenis balutan moisture permeable transparant adalah termasuk ke dalam
modern dressing untuk terapi intravena, selain mudah untuk memasangnya, juga
mudah dalam mengobservasi tempat insersi dari tanda-tanda infeksi, serta bersifat
waterproof untuk meminimalkan potensial infeksi (Gabriel, 2008; Perucca dalam
Hankins, 2001). Seperti hasil penelitian yang dilakukan oileh Gayatri dan Handayani
(2007) didapatkan bahwa penggunaan bvalutan transparan diperoleh probabilitas
untuk tidak terjadinya plebitis pada 24 jam ketiga adalah 78%. Sedangkan
penggunaan balutan konvensional akan meningkatkan resiko terjadinya plebitis
sebesar 4,3 kali dibandingkan dengan memakai balutan transparan.
Penggunaan balutan transparan dapat menurunkan risiko untuk terkena plebitis
dibandingkan dengan balutan konvesional (kasa). Hal ini disebabkan karena balutan
konvesional harus mengalami pergantian balutan setiap hari sehingga dapat saja
menyebabkan adanya kontak dengan kuman yang akhirnya flebitis supuratif terjadi.
Pergantian balutan konvesional (kasa) yang dilakukan setiap hari yang apabila tidak
dilakukan dengan hati – hati juga dapat menyebabkan terjadinya flebitis mekanikal.