perbaikan jurnal k-1

31
TELAAH JURNAL PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTARA BALUTAN TRANSPARAN DAN BALUTAN KASA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD KOTA SALATIGA ARIF BUDIMAN DITA FEBRINA GEMA WAHYUNI IRHAMNA KENNY MARLINDA NELLA VORRINDA PUTRI NICY GUSVITA SARI NOVIA HASLINDA RATNA ASNITA RAFIKA INDAH TIYA MONICA BARMINDA USTIN NURJANAH WIDYA HERLINA

Upload: tiya-monica-baminda

Post on 27-Jan-2016

249 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

keperawatan

TRANSCRIPT

Page 1: Perbaikan Jurnal K-1

TELAAH JURNAL

PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTARA BALUTAN TRANSPARAN

DAN BALUTAN KASA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD

KOTA SALATIGA

ARIF BUDIMAN

DITA FEBRINA

GEMA WAHYUNI

IRHAMNA

KENNY MARLINDA

NELLA VORRINDA PUTRI

NICY GUSVITA SARI

NOVIA HASLINDA

RATNA ASNITA

RAFIKA INDAH

TIYA MONICA BARMINDA

USTIN NURJANAH

WIDYA HERLINA

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN DASAR KLINIK

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2015

Page 2: Perbaikan Jurnal K-1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cairan dan elektrolit merupakan komponen yang sangat penting untuk

mempertahankan keseimbangan tubuh. Tubuh manusia terdiri atas sekitar 60% air

yang tersebar di dalam sel maupun di luar sel (Tarwanto & wartonah, 2010).

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi fungsi biologis

tubuh. Sebab, cairan tubuh kita terdiri atas air yang mengandung partikel-partikel

bahan organik dan anorganik yang vital untuk hidup. Apabila keseimbangan cairan

dan elektrolit tidak segera di tanggulangi maka dapat menyebabkan kematian.

Perawat harus memiliki kompetensi yang baik dalam beberapa hal terkait dengan

pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, salah satunya yaitu terapi intravena

(Asmadi, 2008).

Terapi intravena merupakan metode yang efektif dan efisiensi untuk

menyuplai cairan dan elektrolit tubuh. Perawat berperan dalam pemasangan terapi

intravena, perawatan serta pemantauan terapi intravena (Tamsuri, 2009). Tindakan

terapi intravena diberikan pada pasien dengan berbagai kondisi seperti pendarahan

dalam jumlah banyak dan dehidrasi (Aryani, et al., 2009). Pada dasarnya pemasangan

infus atau terapi intravena merupakan tindakan infasif yaitu measukan jarum

abochath kedalam pembuluh darah vena yang kemudian disambungkan dengan

selang infus dan dialiri cairan infus serta memiliki resiko terjadi infeksi nosokomial

(Aryani, et al., 2009). Terapi intravena menimbulkan kecenderungan berbagai bahaya,

termasuk komplikasi total maupun sistemik seperti pasien yang alergi terhadap obat

(misalnya menggigil, syok, collap), batas bekas suntikandapat terjadi abses, nekrosis

r, 07/12/15,
Alasan kelompok mengangkat khusus ini belum kelihatanCoba di tambahkan lagi.
Page 3: Perbaikan Jurnal K-1

atau hematoma, dapat menimbulkan kelumpuhan. Selain itu pada pemberian injeksi

intravena efektoksit mudah terjadi karena keadaan obat yang tinggi segera mencapat

darah dan jaringan, diamping itu obat yang disuntikkan tidak dapat ditarik kembali,

obat dalam larutan minyak yang mengendapkan konstituen darah dan yang

menyebabkan hemolisis. Komplikasi lokal dari terapi intravena termasuk infiltrasi,

phlebitis, trombophlebitis, hematoma dan bekuan pada jarum (Smeltzer & Bare,

2002).

Phlebitis merupakan peradangan vena yang disebabkan oleh kateter atau iritasi

kimiawi zat adiktif dan obat-obatan yang diberikan secara intravena, tanda dan

gejalanya meliputi nyeri, peningkatan temperatur kulit di atas vena dan dibeberapa

kasus timbul kemerahan di tempat insersi atau disepanjang jalur vena (Potter & Perry,

2005). Phlebitis dapat menjadi bahaya karena darah (trombophlebitis) dapat terbentuk

dan menyebabkan emboli. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan permanen pada vena

dan meningkatkan lama waktu perawatan (Potter & Perry, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rahayu (2009) tentang

“Perbedaan Phlebitis Antara Penggunaan Kasa Steril Betadin dan Currapore iv.

Sehingga tidak ada perbedaan antara penutup daerah insersi dengan kasa steril

betadine dan currapore IV dressing. Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian

Nurjanah, (2011) tentang “Hubungan Antara Lokasi Penusukan Infus dan Tingkat

Usia Dengan Kejadian Phlebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Tugurejo Semmarang”

dengan sampel sebanyak 70 responden didapatkan 38 responden dengan persentse

54,3% mengalami phlebitis. Dan juga penelitian Purnamasari (2013) dengan sampel

82 responden didapatkan bahwa 42 responden dengan persentase 51,2% mengalami

phlebitis. Dari data tersebut menggambarkan bahwa angka kejadian phlebitis masih

tinggi.

Page 4: Perbaikan Jurnal K-1

Upaya pencegahan kejadian phlebitis dapat dilakukan secara rutin dengan

mengganti dan merotasi selang, balutan, tempat insersi jarum dan teknik aseptik saat

pemasangan kateteer pemasangan intravena sselama proses pemberian terapi

intravena (communicative Desease Center, 2002, dalam Potter & Perry, 2010, hlm.

150). Balutan yang biasa digunakan yaitu balutan kasa atau balutan transparan. Untuk

penggantian balutan diupayakan dilakukan setiap hari, dan saat ini telah dikurangi

setiap 48 jam sampAI 72 jam sekali (Gardner, 1996, dalam Potter & Perry, 2005, hlm.

1663). Balutan harus diganti dengan yang baru untuk mencegah masuknya

mokroorganisme (Alexander, et al., 2010, hlm. 431).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk menelaah jurnal hasil penelitian dibidang keperawatan yang telah

dipublikasikan sesuai dengan kaidah ilmiah sehingga dapat diterapkan dirumah

sakit.

2. Tujuan Khusus

a. Menelaah abstrak jurnal

b. Menelaah pendahuluan jurnal

c. Menelaah metode penelitian

d. Menelaah hasil penelitian

e. Menelaah kesimpulan dan saran

f. Menelaah daftar pustaka penelitian

g. Menelaah implikasi kegunaa hasil penelitian

Page 5: Perbaikan Jurnal K-1

C. Manfaat

1. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang cara menganalisa sebuah

jurnal penelitian yang telah dipublikasikan.

2. Dapat mengetahui manfaat jurnal secara aplikatif di ruangan.

3. Menambah pengetahuan tentang penggunaan balutan transparan untuk

mengurangi resiko plebitis

Page 6: Perbaikan Jurnal K-1

BAB II

HASIL TELAAH JURNAL

1. Abstrak

Syarat abstrak yang baik berkisar antara 150-200 kata. Poin-poin yang dimuat

dalam abstrak yaitu latar belakang, tujuan, metode, hasil, saran dan kata kunci.

Kesimpulan hasil telaah

Abstrak sudah sesuai dengan syarat penulisan, tetapi masih ada beberapa koreksi.

Latar belakang belum menunjukkan secara spesifik tentang fenomena yang ditemukan

dilapangan seperti angka kejadian phlebitis di rumah sakit yang diteliti (RSUD Kota

Salatiga).

2. Pendahuluan

Format teks utama terdiri dari tulisan 2 kolom rata kiri-kanan (Justified) dengan

kertas A4 (kuarto). Margin teks kiri, kanan, atas, dan bawah adalah 3 cm. Pendahuluan

ditulis dalam Microsoft Word, spasi tunggal, maksimal 2 halaman.

Pendahuluan harus menggambarkan latar belakang yang jelas dari masalah yang

dihadapi, menulis pendahuluan dimulai dari gagasan yang umum ke gagasan yang

khusus. Pada bagian pendahuluan juga perlu dituliskan mengenai teori masalah yang

akan di bahas.

Kesimpulan hasil telaah

Pendahulun dalam jurnal sudah sesuai dengan kaidah penulisan. Penjelasan tentang

plebitis dan balutan transparan serta balutan kasa telah di paparkan dan didukung juga

oleh teori dan penelitian – penelitian sebelumnya. Namun pada paragraf terakhir

pendahuluan, penulis tidak melengkapi data hasil studi pendahuluan tentang kondisi

r, 07/12/15,
Latar belakang sesuai gk dg judul. Isinya gimana?FenomenaDesainTujuannyaKesimpulan di abstrak
Page 7: Perbaikan Jurnal K-1

phlebitis responden dan prevalensi kejadian phlebitis di rumah sakit secara akurat dan

tidak ditampilkan prevalensi secara mengerucut, seharusnya dimulai dari data dunia,

indonesia, kota sampai ke data tempat penelitian. Sehingga peningkatan angka kejadian

tidak tergambar dari tahun ke tahun.

3. Pernyataan Masalah

Menurut burns dan grove (1999) dalam Nursalam (2013) perumusan masalah harus

menjawab lima pertanyaan yaitu apa yang salah atau yang perlu diperhatiakan pada

situasi ini, dimana letak kesenjangannya, informasi apa yang dibutuhkan untuk mencari

masalah ini, perlukan melakukan tidakan pelayanan diklinik serta perubahan yang

diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.

Kesimpulan hasil telaah

Pernyataan masalah dalam jurnal tidak dijelaskan secara spesifik bagaimana

efektifitas balutan transparan dengan balutan kassa, dan hasil penelitiannya pun

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara balutan transparan dan balutan kassa

tersebut, sehingga hasil penelitian ini kurang bias dijadikan pedoman untuk menurunkan

angka kejadian flebitis di rumah sakit, dan terutama di ruangan interne penyaki dalam.

4. Studi Literatur Atau Tinjauan Pustaka

Tinjauan Pustaka atau kajian teori mempunyai arti peninjauan kembali pustaka-

pustaka yang terkait (review of related literature). Fungsi peninjauan kembali pustaka

yang berkaitan merupakan hal yang mendasar dalam penelitian, seperti dinyatakan oleh

Leedy (1997) bahwa semakin banyak seorang peneliti mengetahui, mengenal dan

memahami tentang penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (yang

berkaitan erat dengan topik penelitiannya), semakin dapat dipertanggung jawabkan

Page 8: Perbaikan Jurnal K-1

caranya meneliti permasalahan yang dihadapi. Dimana tinajauan pustaka membahas

variabel- variebel yng akan diteliti yang merujuk kepada literatur.

Kesimpulan hasil telaah

Pada jurnal tidak ditemukan adanya tinjauan pustaka mengenai masalah yang akan

diteliti.

5. Kerangka Konsep dan Hipotesis

Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan

dan membentuk teoi yang menjelaskan keterkitan antar variabel. Dasar menyusun

kerangka konsep harus dibedakan kerangka konsep dengan kerangka operasional,

mengumpulkan semua sumber dan menyeleksi penelitian yang telah dipubliksikan dan

dasar yang ketiga adalah mengidentifikasikan dan mendefenisikan semu variabel riset,

mengkategorikan kedalam kelompok.

Hipotesis adalah jawaban seentara dalam rumusan masalah atau perntanyaan

penelitian.

Kesimpulan hasil telaah

Pada jurnal tidak ditemukan adanya kerangka konsep mengenai balutan transparan

dan balutan kasa terhadap kejadian plebitis dan tidak ditemukan juga hipotesis

penelitian.

6. Metodologi

r, 07/12/15,
Coba di cek ulang pada hal atau sub berapa terdapat ref?Trz ada gk ref dari hal 1 s.d yang terakhir
Page 9: Perbaikan Jurnal K-1

Metode penelitian adalah cara yang akan digunakan dalam penelitian yang akan

dilakukan. Oleh sebab itu dalam uraian telah tercantum langkah-langkah teknis dan

operasional yang akan dilakukan.

Kesimpulan Hasil Telaah :

a. Jenis penelitian

Jenis penelitian menjelaskan termasuk kedalam jenis pendekatan atau metode yang

mana penelitian dilaksanakan. Didalam jurnal “Perbedaan efektivitas antara balutan

transparan dan balutan kasa terhadap kejadian plebitis di RSUD Kota Salatiga” sudah

dijelaskan jenis penelitian yang digunakan, yaitu metode penelitian Quasi

Eksperiment desain dengan menggunakan rancangan Static Group Comparison,

dimana rancangan ini menggunakan kelompok pembanding (kontrol).

b. Tempat dan waktu penelitian

Pada jurnal ini tidak dicantumkan waktu penelitian dilakukan, hanya saja dijelaskan

tempat penelitian yaitu RSUD Kota Salatiga.

c. Variabel

Pada jurnal ini ,sudah dijelaskan variabel variabelnya, dimana variabel bebas dalam

jurnal adalah pemberian balutan transparan dan balutan kasa sedangkan variabel

tergantung atau terikatnya adalah kejadian phlebitis.

7. Populasi dan sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek yang menjadi sasaran penelitian. Sampel

adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah atau karakteristik

yang dimiliki oleh populasi.

Kesimpulan hasil telaah

Page 10: Perbaikan Jurnal K-1

Pada jurnal tidak tercantum populasinya dan sampel penelitian, namun terdapat

teknik pengambilan sampel yang digunakan dan besar sampelnya yang dijelaskan di

dalam abstrak, tetapi tidak dijelaskan rumus untuk pengambilan sampel. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah secara accidental sampling, sedangkan

sampel yang diteliti sejumlah 32 orang, 16 orang diberi balutan trasparan dan 16

responden diberi balutan kasa. Dalam penelitian ini tidak dijelaskan kriteria insklusi dan

ekslusi sampel.

8. Instrument penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengambilan data.

Instrumen penelitian dapat berupa kuisioner, observasi, formulir yang berhubungan

dengan pencatatan data.

Kesimpulan hasil telaah

Didalam jurnal ini telah disebutkan instrument penelitian adalah Pengumpulan data

dilakukan menggunakan lembar observasi dan melakukan pemasangan balutan

transparan dan balutan kasa, namun pada jurnal ini tidak dijelaskan cara mengobservasi

balutan transparan dan balutan kasa untuk menjcegah kejadian phlebitis tersebut dan

pada jurnal ini tidak dijelas kan langkah-langkah pengukuran atau skala ukur yang

digunakan maupun kriteria dari skala ukur tersebut.

9. Analisa data

Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan pokok

penelitian yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang mengungkap

fenomena.

Kesimpulan hasil telaah

Page 11: Perbaikan Jurnal K-1

Didalam jurnal ini tidak mencantumkan data primer dan data sekunder yang ada

dan jurnal ini telah dicantumkan cara analisa data yang dipakai dengan uji Shapiro Wilk

diperoleh 0,00 yang artinya data tidak terdistribusi normal sehingga menggunakan uji

alternatif non parametrik Mann Whitney U Test.

10. Hasil Penelitian

Penulisan hasil penelitian merupakan suatu cara mengkomunikasikan atau

mensosialisasikan hasil temuan ilmiah kepada orang lain seperti perawat, tenaga

kesehatan lain dan pengguna layanan kesehatan.

Kesimpulan Hasil Telaah

Peneliti sudah mencantumkan hasil penelitian secara tersendiri sesuai dengan

Pedoman Penulisan Jurnal, hasil dan pembahasan dalam jurnal letaknya dibedakan.

Hasil menyajikan hasil analisis data yang sudah final bukan data mentah yang belum

diolah. Pembahasan merupakan penegasan secara eksplisit tentang interpretasi hasil

analisis data, mengaitkan hasil temuan dengan teori atau penelitian terdahulu, serta

implikasi hasil temuan dikaitkan dengan keadaan saat ini.

A. Nomor tabel

Penyajian hasil penelitian belum menggunakan penomoran pada tabel yang

ditempatkan diatas sebelah kiri sejajar dengan judul tabel. Pada jurnal ini penomoran

tabel terletak ditengah diatas judul tabel.

B. Judul tabel

Judul tabel sudah lengkap karena karena sudah merincikan apa, dimana dan

kapan penelitian dilakukan. Menurut Nursalam (2008) ada tiga komponen penting

dalam menuliskan table yakni what, where dan when.

Page 12: Perbaikan Jurnal K-1

C. Badan tabel

Format tabel yang dipilih dalam penyajian hasil penelitian ini adalah table

dengan garis vertikal. Nilai p disajikan dengan dua angka dibelakang koma.

D. Pembahasan hasil penelitian

Unsur-unsur yang telah dipenuhi dalam pembuatan pembahasan hasil penelitian yakni

1) Peneliti telah menginterpretasikan hasil penelitiannya

a) Tidak ada perbedaan efektifitas antara balutan transparan dan balutan kasa

terhadap kejadian phelebitis dengan uji statistik didapatkan hasil p= 0,87.

b) Mencantumkan tinjauan pustaka yang mendukung hasil penelitian

2) Pendapat peneliti tentang hasil penelitiannya.

11. Simpulan /Diskusi

Kesimpulan dari penelitian adalah tidak ada perbedaan yang bermakna antara balutan

transparan dan balutan kasa terhadap kejadian phelebitis, yang artinya keadaan balutan

tersebut sama-sama dapat mencegah terjadinya phelebitis. Namun secara teoritis, balutan

transparan merupakan balutan yang dipercaya untuk menutupi insersi intravena yang

aman, sebab lembab dan anti air yang memungkinkan tempat insersi dapat terlihat terus

menerus dan memerlukan sedikit penggantian dibandingkan dengan balutan kasa.

Saran untuk Ruangan IRNA Penyakit Dalam agar dapat menggunakan balutan transparan

karena manfaatnya lebih baik dibandingkan dengan balutan kassa. Jika memang ruangan

masih ingin menggunakan balutan kassa ada beberapa yang perludiperhatikan yaitu

penggatian balutan kassa minimal diganti dua kali dalam satu hari untuk mencegah

terjadinya phelibitis.

12. Implikasi

Page 13: Perbaikan Jurnal K-1

Pemberian balutan transparan maupun balutan kasa pada area penusukan intravena.

13. Daftar Pustaka

Gaya penulisan daftar pustaka menurut APA (American Psycological Association)

adalah gaya yang mengikuti format harvard. Beberapa ciri dari penulisan daftar pustaka

dengan APA style adalah :

1. Tanggal Publikasi ditulikan setelah nama pengarang

2. Referensi didalam isi tulisan mengacu pada di dalam daftar pustaka dengan cara

menuliskan nama belakang (surname) pengarang di ikuti tnggal penerbitan yang di

tuliskan di antara kurung.

3. Urutan daftar pustaka adalah berdasrkan nama belakang pengarang. Jika suatu

referensi tidak memiliki nama pengarang maka judul referensi di gunakan untuk

mengurutkan referensi tersebut di antara referensi yang lain yang tetap di urutkan

berdasarkan nama belakang pengarang.

4. Daftar pustaka tidak di bagi-bagi menjadi bagian-bagian berdasarkan jenis daftar

pustaka, misalnya buku, jurnaldan sebagainya.

5. Judul referensi dituliskan secara italic. Jika daftar pustaka ditulis dengan tangan maka

judul di garisbawahi.

contoh penulisan referensi berjenis artikel jurnal adalah :

Nama Belakang Pengarang, Inisial. (tahun terbit). Judul Artikel. Judul Jurnal, Nomor

Volume-jika ada (Nomor issue),nomor halaman awal dan akir dari artikel.

Contoh :

Tseng, Y.C., Kuo, S.P., Lee, H.W., & Huang, C.F. (2004). Location tracking in a

wireless sensor network by mobile agents and its data fusion strategies. The Computer

Journal, 47(4),448-460

Page 14: Perbaikan Jurnal K-1

Kesimpulan Hasil Telaah

Dalam penulisan daftar pustaka pada umunya sudah berdasarkan APA STYLE,

namun ada beberapa yang belum sesuai dengan dengan ketentuan penulisan yaitu:

a. Pada judul buku dalam daftar pustaka setiap awal kata ditulis dalam huruf kapital.

Seharusnya hanya menggunakan huruf kapital pada huruf pertama dari kata pertama

judul buku.

b. Pada daftar pustaka jurnal ini antara tempat penerbit dan penerbit tidak dipisah oleh

tanda titik dua (:).

c. Masih menggunakan referensi yang lama ( 1997, dan 1999).

Page 15: Perbaikan Jurnal K-1

Lampiran

HASIL DISKUSI

1. Plebitis

Plebitis merupakan peradangan vena yang disebabkan oleh kateter atau iritasi

kimiawi aditif dan obat-obatan yang diberikan secara intravena. Tanda dan gejalanya

meliputi nyeri, peningkatan temperatur kulit,di atas vena dan pada beberapa kasus

timbul kemerahan di tempat insersi atau di sepanjang jalur vena. Plebitis dapat

menjadi bahaya, karena darah atau tromboplebitis dapat terbentuk dan menyebabkan

emboli. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan permanen pada vena dan

meningkatkan lama waktu perawatan (Potter & Perry, 2010).

Phlebitis dapat didiagnosa atau dinilai melalui pengamatan visual yang

dilakukan oleh perawat. Andrew Jackson telah mengembangkan skor visual untuk

kejadian phlebitis, yaitu : VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score) oleh Andrew

Jackson.

Skor Keadaan area penusukan Penilaian

0 Tempat suntikan tampak sehat Tidak ada tanda phlebitis

1 Salah sat dari berikut jelas:

a. Nyeri area penusukan

b. Adanya eritema di area penusukan

Mungkin tanda dini

phlebitis

2 Dua dari berikut jelas:

a. Nyeri area penusukan

b. Eritema

c. Pembengkakan

Stadium dini plebitis

3 Semua dari berikut jelas: Stadium moderat phlebitis

Page 16: Perbaikan Jurnal K-1

a. Nyeri sepanang kaul

b. Eritema

c. Indurasi

4 Semua dari berikut jelas:

a. Yeri sepanjang kanul

b. Eritema

c. Indurasi

d. Venous chord teraba

Stadium lanjut atau awal

tromhoplebhitis

5 Semua dari berikut jelas:

a. Nyeri sepanjang kanul

b. Eritema

c. Indurasi

d. Venous chord teraba

e. Demam

Stadium lanjut

trombhoplebitis

3. Klasifikasi Phlebitis Pengklasifikasian phlebitis didasarkan pada faktor

penyebabnya. Ada empat kategori penyebab terjadinya phlebitis yaitu kimia,

mekanik, agen infeksi, dan post infus (INS, 2006).

a. Phlebitis kimia (Chemical Phlebitis) Kejadian phlebitis ini dihubungkan

dengan bentuk respon yang terjadi pada tunika intima vena dengan bahan kimia yang

menyebabkan reaksi peradangan. Reaksi peradangan dapat terjadi akibat dari jenis

cairan yang diberikan atau bahan material kateter yang digunakan. PH darah normal

terletak antara 7,35 – 7,45 dan cenderung basa. PH cairan yang diperlukan dalam

pemberian terapi adalah 7 yang berarti adalah netral. Ada kalanya suatu larutan

Page 17: Perbaikan Jurnal K-1

diperlukan konsentrasi yang lebih asam untuk mencegah terjadinya karamelisasi

dekstrosa dalam proses sterilisasi autoclaf, jadi larutan yang mengandung glukosa,

asam amino, dan lipid yang biasa digunakan dalam nutrisi parenteral lebih bersifat

flebitogenik. Osmolalitas diartikan sebagai konsentrasi sebuah larutan atau jumlah

partikel yang larut dalam suatu larutan.Pada orang sehat, konsentrasi plasma manusia

adalah 285 ± 10 mOsm/kg H20 (Sylvia, 1991). Larutan sering dikategorikan sebagai

larutan isotonik, hipotonik atau hipertonik, sesuai dengan osmolalitas total larutan

tersebut dibanding dengan osmolalitas plasma. Larutan isotonik adalah larutan yang

memiliki osmolalitas total sebesar 280 – 310 mOsm/L, larutan yang memiliki

osmolalitas kurang dari itu disebut hipotonik, sedangkan yang melebihi disebut

larutan hipertonik. Tonisitas suatu larutan tidak hanya berpengaruh terhadap status

fisik klien akan tetapi juga berpengaruh terhadap tunika intima pembuluh darah.

Dinding tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan hiperosmoler

yang mempunyai osmolalitas lebih dari 600 mOsm/L. Terlebih lagi pada saat

pemberian dengan tetesan cepat pada pembuluh vena yang kecil. Cairan isototonik

akan menjadi lebih hiperosmoler apabila ditambah dengan obat, elektrolit maupun

nutrisi (INS, 2010).

10

Menurut Subekti (2010), vena perifer dapat menerima osmolalitas larutan

sampai dengan 900 mOsm/L. Semakin tinggi osmolalitas (makin hipertonis) makin

mudah terjadi kerusakan pada dinding vena perifer seperti phlebitis, trombophebitis,

dan tromboemboli. Pada pemberian jangka lama harus diberikan melalui vena sentral,

karena larutan yang bersifat hipertonis dengan osmolalitas > 900 mOsm/L, melalui

vena sentral aliran darah menjadi cepat sehingga tidak merusak dinding. Kecepatan

pemberian larutan intravena juga dianggap salah satu penyebab utama kejadian

Page 18: Perbaikan Jurnal K-1

phlebitis. Pada pemberian dengan kecepatan rendah mengurangi iritasi pada dinding

pembuluh darah. Penggunaan material katheter juga berperan pada kejadian phlebitis.

Bahan kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau polietelin (teflon) mempunyai

resiko terjadi phlebitis lebih besar dibanding bahan yang terbuat dari silikon atau

poliuretan (INS, 2010). Partikel materi yang terbentuk dari cairan atau campuran obat

yang tidak sempurna diduga juga bisa menyebabkan resiko terjadinya phlebitis.

Penggunaan filter dengan ukuran 1 sampai dengan 5 mikron pada infus set, akan

menurunkan atau meminimalkan resiko phlebitis akibat partikel materi yang terbentuk

tersebut (Darmawan, 2008). b. Phlebitis Mekanik (Mechanical Phlebitis) Phlebitis

mekanikal sering dihubungkan dengan pemasangan atau penempatan katheter

intravena. Penempatan katheter pada area fleksi lebih sering menimbulkan kejadian

phlebitis saat ekstremitas digerakkan katheter yang terpasang ikut bergerak dan

menyebabkan trauma pada dinding vena. Penggunaan ukuran katheter yang besar

pada vena yang kecil juga dapat mengiritasi dinding vena (The Centers for Disease

Control and Prevention, 2006).

11

c. Phlebitis Bakteri (Bakterial Phlebitis) Phlebitis bacterial adalah peradangan

vena yang berhubungan dengan adanya kolonisasi bakteri. Adanya bakterial phlebitis

bisa menjadi masalah yang serius sebagai predisposisi komplikasi sistemik yaitu

septicemia. Faktor-faktor yang berperan dalam kejadian phlebitis bakteri antara lain :

1) Teknik cuci tangan yang tidak baik. 2) Teknik aseptik yang kurang pada saat

penusukan. 3) Teknik pemasangan katheter yang buruk. 4) Pemasangan yang terlalu

lama. 5) Kegagalanmemeriksa peralatan yang rusak, pembungkus yang bocor atau

robek dapat mengandung bakteri. 6) Tempat penyuntikan yang jarang diinspeksi

visual (INS, 2010) d. Post Infus Phlebitis Phlebitis post infus juga sering dilaporkan

Page 19: Perbaikan Jurnal K-1

kejadiannya sebagai akibat pemasangan infus. Phlebitis post infus adalah peradangan

pada vena yang didapatkan 48 – 96 jam setelah pelepasan infus. Faktor yang berperan

dengan kejadian phlebitis post infus, antara lain : 1) Tehnik pemasangan catheter yang

tidak baik. 2) Pada pasien dengan retardasi mental. 3) Kondisi vena yang tidak baik.

4) Pemberian cairan yang hipertonik atau terlalu asam. 5) Ukuran katheter terlalu

besar pada vena yang kecil.

2. Upaya pencegahan kejadian plebitis

Upaya pencegahan kejadian plebitis dapat dilakukan secara rutin dengan

mengganti dan merotasi selang, balutan, tempat insersi jarum dan teknik aseptik saat

pemasangan kateter pemasangan intravena selama proses pemberian terapi intravena

(Communicate Desease Center, 2002, dalam Potter & Perry, 2010). Balutan untuk

menutupi tempat insersi kanula IV merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya

infeksi, hal ini dipengaruhi karena faktor kelembaban. Kondisi lingkungan yang

lembab menyebabkan mikroba akan lebih cepat berkembang, sehingga tempat insersi

kanula IV harus dijaga agar tetap kering (Hindley, 2004).

3. Balutan transparan

Balutan transparan disebut Transparant Semipermiable Dressing (TSD) atau

Transparant Membrane Dressing (TMD) dapat digunakan untuk mempertahankan

peralatan intravena, memungkinkan inspeksi visual pada sisi intravena, tidak mudah

kotor atau lembab, dan tidak perlu diganti dengan sering dibandingkan balutan kassa

(Communicate Desease Center, 2002, Hindley, 2004, dalam Potter & Perry, 2010).

Balutan transparan merupakan standar untuk perawatn luka tusuk infus, dipercaya

sebagai balutan ideal yang dapat mengurangi resiko terjadinya plebitis dan infeksi

Page 20: Perbaikan Jurnal K-1

aliran darah primer. Hal ini dikarenakan balutan transparan memenuhi kriteria

balutan, yaitu untuk mencegah masuknya mikroorganisme pada luka tusukan, juga

dapat memfiksasi kateter dengan kuat dan memungkinkan proses monitor untuk

antisipasi terjadinya infeksi (Anonim, 2013).

Jenis balutan moisture permeable transparant adalah termasuk ke dalam

modern dressing untuk terapi intravena, selain mudah untuk memasangnya, juga

mudah dalam mengobservasi tempat insersi dari tanda-tanda infeksi, serta bersifat

waterproof untuk meminimalkan potensial infeksi (Gabriel, 2008; Perucca dalam

Hankins, 2001). Seperti hasil penelitian yang dilakukan oileh Gayatri dan Handayani

(2007) didapatkan bahwa penggunaan bvalutan transparan diperoleh probabilitas

untuk tidak terjadinya plebitis pada 24 jam ketiga adalah 78%. Sedangkan

penggunaan balutan konvensional akan meningkatkan resiko terjadinya plebitis

sebesar 4,3 kali dibandingkan dengan memakai balutan transparan.

Penggunaan balutan transparan dapat menurunkan risiko untuk terkena plebitis

dibandingkan dengan balutan konvesional (kasa). Hal ini disebabkan karena balutan

konvesional harus mengalami pergantian balutan setiap hari sehingga dapat saja

menyebabkan adanya kontak dengan kuman yang akhirnya flebitis supuratif terjadi.

Pergantian balutan konvesional (kasa) yang dilakukan setiap hari yang apabila tidak

dilakukan dengan hati – hati juga dapat menyebabkan terjadinya flebitis mekanikal.