peraturan daerah kabupaten sikka nomor 9 tahun

22
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN TERNAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIKKA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein asal ternak serta pengembangan aspek sosial ekonomi kerakyatan berbasis peternakan, perlu adanya intervensi Pemerintah Daerah dalam hal penyediaan sarana dan prasarana peternakan serta kepastian hukum dan kepastian berusaha bagi masyarakat; b. bahwa untuk meningkatkan populasi ternak yang dipelihara masyarakat, serta menjamin pemerataan kepemilikan ternak dalam meningkatkan pendapatan petani ternak, perlu dilakukan pendistribusian ternak kepada masyarakat yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sikka; c. bahwa untuk menjamin kepastian hukum pengelolaan Ternak Daerah, perlu dibuat aturan yang menjadi landasan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan Ternak Daerah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Ternak Daerah;

Upload: lamtu

Post on 11-Dec-2016

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA

NOMOR 9 TAHUN 2012

TENTANG

PENGELOLAAN TERNAK DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIKKA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein asal

ternak serta pengembangan aspek sosial ekonomi

kerakyatan berbasis peternakan, perlu adanya intervensi

Pemerintah Daerah dalam hal penyediaan sarana dan

prasarana peternakan serta kepastian hukum dan

kepastian berusaha bagi masyarakat;

b. bahwa untuk meningkatkan populasi ternak yang

dipelihara masyarakat, serta menjamin pemerataan

kepemilikan ternak dalam meningkatkan pendapatan

petani ternak, perlu dilakukan pendistribusian ternak

kepada masyarakat yang berasal dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sikka;

c. bahwa untuk menjamin kepastian hukum pengelolaan

Ternak Daerah, perlu dibuat aturan yang menjadi

landasan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan

Ternak Daerah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu

membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan

Ternak Daerah;

Page 2: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

2

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang

Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II Dalam Wilayah

Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan

Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik

Indonesia tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 1655);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana

telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua

atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang

Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 18, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SIKKA

dan

BUPATI SIKKA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN TERNAK

DAERAH.

Page 3: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

3

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kabupaten Sikka.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Sikka.

3. Bupati adalah Bupati Sikka.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD

adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sikka.

5. Dinas adalah Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten

Sikka.

6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kabupaten Sikka.

7. Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya

fisik, benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat, dan mesin

peternakan, budidaya ternak, panen, pasca panen, pengolahan dan

pemasaran serta pengusahaannya.

8. Kesehatan Hewan adalah segala urusan yang berkaitan dengan

perawatan hewan, pengobatan hewan, pelayanan kesehatan hewan,

pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan, penolakan

penyakit, medik reproduksi, medik konservasi, obat hewan dan

peralatan kesehatan hewan, serta keamanan pakan.

9. Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukan

sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa dan/atau hasil

ikutannya yang terkait dengan pertanian.

10. Ternak Daerah adalah ternak besar, ternak kecil, dan unggas yang

pengadaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah Kabupaten Sikka.

11. Produk Hewan adalah semua bahan yang berasal dari hewan yang

masih segar dan/atau yang telah diolah atau diproses untuk keperluan

konsumsi, farmakoseutika, pertanian dan/atau kegunaan lain bagi

pemenuhan kebutuhan kemaslahatan manusia.

12. Peternak adalah pelaku usaha peternakan baik perorangan dan/atau

kelompok yang berada dalam wilayah Kabupaten Sikka.

Page 4: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

4

13. Pendistribusian kembali Ternak Daerah sebagai salah satu

pengembangan ternak yang selanjutnya disebut Redistribusi adalah

penyebaran keturunan ternak layak bibit yang berasal dari

pengembalian pengontrak.

14. Sistim Kontrak adalah sistim penyebaran Ternak Daerah dimana

ternak yang dikontrakkan kepada petani ternak yang menerima

dikembalikan berupa ternak dan dapat dinilai dengan uang.

15. Peternak Penerima Ternak Daerah yang selanjutnya disebut

Pengontrak adalah petani yang berdasarkan suatu perjanjian tertentu

memelihara Ternak Daerah.

16. Ternak Layak Bibit adalah ternak bibit daerah yang diserahkan kepada

Pengontrak untuk dikembangbiakan atau digemukan.

17. Ternak Setoran adalah turunan Ternak Daerah yang diserahkan oleh

pengontrak sebagai kewajiban pengembalian kredit sesuai dengan

Peraturan yang berlaku.

18. Ternak Setoran Tidak Layak Bibit adalah ternak setoran yang

dikeluarkan dari jalur redistribusi setelah melalui proses seleksi sesuai

dengan prosedur yang berlaku.

19. Ternak Majir adalah ternak bibit jantan/betina yang alat reproduksinya

tidak dapat berfungsi secara normal dan dinyatakan majir oleh petugas

yang berwenang.

20. Penghapusan Ternak Daerah adalah tindakan penghapusan ternak

dari administrasi penyebaran dan pengembangan Ternak Daerah dari

asset daerah.

21. Pelunasan Tertunda adalah pembayaran lunas setoran ternak yang

tertunda atas permintaan pengontrak.

22. Harga patokan Penjualan Ternak Tidak Layak Bibit adalah harga per

ekor ternak yang ditetapkan oleh Bupati melalui penilaian dan

penetapan harga oleh Tim Penilai dan Penetapan Harga Ternak Daerah.

23. Penggemukan Ternak adalah pemeliharaan ternak yang tidak untuk

dikembangbiakkan dan/atau majir untuk dijadikan ternak potong.

24. Ternak yang dipotong paksa adalah ternak yang berdasarkan

pemeriksaan Tim Pemeriksa harus dilakukan pemotongan.

Page 5: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

5

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) Asas Pengelolaan Ternak Daerah adalah:

a. kemanfaatan dan keberlanjutan;

b. keamanan dan kesehatan;

c. kerakyatan dan keadilan;

d. keterbukaan dan keterpaduan;

e. kemandirian;

f. kemitraan; dan

g. keprofesionalan.

(2) Pengelolaan Ternak Daerah dapat dilaksanakan secara mandiri

dan/atau terintegrasi dengan tanaman pangan, hortikultura,

perkebunan, perikanan, dan kehutanan.

Pasal 3

Pengaturan Pengelolaan Ternak Daerah bertujuan untuk :

a. mengelola sumber daya ternak secara bermartabat, bertanggungjawab

dan berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;

b. mencukupi kebutuhan pangan, barang dan jasa asal ternak secara

mandiri, berdaya saing dan berkelanjutan bagi peningkatan

kesejahteraan peternak dan masyarakat menuju pencapaian ketahanan

pangan daerah;

c. mengembangkan sumber daya ternak bagi kesejahteraan peternak dan

masyarakat; dan

d. memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha bagi peternak

yang memperoleh bantuan Ternak Daerah.

BAB III

SISTIM PENDISTRIBUSIAN DAN PENGEMBANGAN TERNAK DAERAH

Pasal 4

(1) Sistim pendistribusian dan pengembangan Ternak Daerah dilaksanakan

dengan mewajibkan pengontrak mengembalikan sejumlah ternak

tertentu.

Page 6: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

6

(2) Pendistribusian dan pengembangan Ternak Daerah kepada pengontrak

dimaksudkan untuk mempercepat pengembangbiakan ternak,

pemerataan kepemilikan ternak, meningkatkan populasi dan produksi

hasil peternakan, serta meningkatkan pendapatan petani ternak

pengontrak.

(3) Pendistribusian dan pengembangan Ternak Daerah diberikan kepada

pengontrak dengan suatu ikatan dalam jangka waktu tertentu.

(4) Pengontrak wajib menyerahkan sebagian keturunannya dan/atau

beserta bunga yang telah ditentukan atau sebagian pertambahan harga

ternak yang digemukkan.

(5) Pendistribusian dan pengembangan Ternak Daerah diutamakan pada

wilayah dengan tingkat populasi yang rendah, serta memiliki potensi

pengembangan ternak tertentu.

Pasal 5

(1) Pendistribusian dan redistribusi Ternak Daerah dilaksanakan dengan

sistim kontrak.

(2) Sistim kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan

dengan Surat Perjanjian Kerja.

(3) Surat Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

ditandatangani oleh Pengontrak, Kepala Desa/Lurah, Camat, dan Kepala

Dinas.

BAB IV

PELAKSANAAN PENDISTRIBUSIAN DAN

PENGEMBANGAN TERNAK DAERAH

Bagian Pertama

Lokasi Pendistribusian

Pasal 6

Lokasi pendistribusian Ternak Daerah harus memenuhi syarat sebagai

berikut:

a. sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat;

Page 7: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

7

b. sesuai tata ruang kabupaten;

c. mendukung penyediaan kebutuhan ternak dan produk ternak;

d. mendukung efisiensi dan efektifitas pembinaan; dan

e. didukung oleh potensi sumber daya yang memadai.

Pasal 7

Lokasi pendistribusian Ternak Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal

6 ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Bagian Kedua

Ternak

Pasal 8

Ternak Daerah yang didistribusikan harus memenuhi persyaratan teknis

bibit/bakalan, serta persyaratan teknis kesehatan hewan yang telah

ditetapkan.

Pasal 9

(1) Sarana dan prasarana pendistribusian Ternak Daerah meliputi:

a. kandang Penampungan Sementara yang dilengkapi dengan : Gudang,

Tempat Pakan, Tempat Minum, Sarana Bongkar Muat, dan Deeping;

dan

b. ketersediaan pakan ternak yang dibutuhkan selama masa

penampungan.

(2) Alat angkut yang digunakan untuk pengangkutan ternak harus

memenuhi standar teknis yang ditetapkan untuk menghindari kerugian

serta menjamin kesejahteraan ternak.

Pasal 10

Keputusan mengenai paket kontrak Ternak Daerah ditetapkan oleh Bupati

atas permohonan calon pengontrak yang tergabung dalam kelompok tani

ternak, berdasarkan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan dan

hasil kajian teknis dinas terkait.

Page 8: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

8

Pasal 11

Ternak Daerah sebagai asset tidak tetap daerah yang dikelola oleh

pengontrak, harus mendapat pembinaan yang layak oleh Dinas.

BAB V

JUMLAH DAN JENIS TERNAK DAERAH

Pasal 12

Jumlah Ternak Daerah yang didistribusikan kepada pengontrak dalam

bentuk bantuan paket ternak yang terdiri dari ternak betina dan/atau

ternak pejantan untuk dikembangbiakan, serta paket ternak untuk

digemukan.

Pasal 13

Jumlah paket Ternak Daerah yang didistribusikan kepada pengontrak

untuk setiap jenis ternak terdiri atas:

a. Sapi untuk dikembangbiakkan 1 (satu) paket yang terdiri dari :

1. 1 (satu) atau 2 (dua) ekor ternak sapi betina umur 18-24 bulan; dan

2. 1 (satu) ekor ternak sapi jantan umur 18-24 bulan.

b. Kuda untuk dikembangbiakkan 1 paket yang terdiri dari :

1. 1 (satu) atau 2 (dua) ekor ternak kuda betina umur 18-24 bulan; dan

2. 1 (satu) ekor ternak kuda jantan umur 18-24 bulan.

c. Kambing untuk dikembangbiakan 1 (satu) paket yang terdiri dari 3 (tiga)

ekor ternak kambing, yaitu 1 (satu) ekor jantan dan 2 (dua) ekor betina

umur 8–12 bulan;

d. Babi untuk dikembangbiakan 1 (satu) paket yang terdiri dari 3 (tiga) ekor

ternak babi, yaitu 1 (satu) ekor jantan dan 2 (dua) ekor betina umur 8–

12 bulan;

e. Unggas untuk dikembangbiakan 1 paket yang terdiri dari 10 (sepuluh)

ekor ternak unggas, yaitu 2 (dua) ekor jantan dan 8 (delapan) ekor betina

umur 8–12 bulan; dan

f. Sapi untuk digemukkan 1 (satu) paket yang terdiri dari 1 (satu) sampai

dengan 3 (tiga) ekor ternak sapi berumur paling kurang 24 bulan.

Page 9: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

9

BAB VI

PENGONTRAK

Pasal 14

(1) Calon pengontrak yang telah diseleksi dan memenuhi syarat sebagai

pengontrak, selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

(2) Syarat umum calon pengontrak adalah:

a. mempunyai tempat tinggal tetap;

b. berumur 17 tahun atau lebih yang dibuktikan dengan Kartu Tanda

Penduduk;

c. berbadan sehat;

d. berkelakuan baik;

e. mampu memelihara ternak yang diterima dan bersedia memenuhi

ketentuan kontrak ternak serta persyaratan lain yang berlaku;

f. bersedia menandatangani Surat Perjanjian Kerja;

g. terdaftar sebagai anggota kelompok tani; dan

h. bukan berstatus sebagai PNS/Pengusaha.

BAB VII

HAK DAN KEWAJIBAN PENGONTRAK

Pasal 15

(1) Pengontrak wajib menyerahkan sebagian keturunan atau sebagian hasil

ternak yang dipelihara kepada Pemerintah Daerah melalui Dinas.

(2) Kewajiban menyerahkan sebagian ternak turunan atau sebagian hasil

ternak yang dipelihara adalah sebagai berikut:

a. seekor sapi betina, paling lama dalam jangka waktu 5 (lima) tahun,

pengontrak harus menyerahkan keturunannya sebanyak 1 (satu) ekor

umur 18-24 bulan;

b. seekor sapi jantan, paling lama dalam jangka waktu 5 (lima) tahun,

pengontrak harus menyerahkan keturunannya sebanyak 1 (satu) ekor

umur 18 – 24 bulan;

c. seekor kuda betina, paling lama dalam jangka waktu 5 (lima) tahun,

pengontrak harus menyerahkan keturunannya sebanyak 1 (satu) ekor

umur 18-24 bulan;

Page 10: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

10

d. seekor kuda jantan, paling lama dalam jangka waktu 5 (lima) tahun,

pengontrak harus menyerahkan keturunannya sebanyak 1 (satu) ekor

umur 18 – 24 bulan;

e. seekor kambing betina, paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga)

tahun pengontrak harus menyerahkan keturunannya sebanyak 2

(dua) ekor umur 8-12 bulan;

f. Seekor kambing jantan, paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga)

tahun pengontrak harus menyerahkan keturunannya sebanyak 1

(satu) ekor umur 8-12 bulan;

g. seekor babi betina, paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun

pengontrak harus menyerahkan keturunannya sebanyak 2 (dua) ekor

umur 8-12 bulan;

h. seekor babi jantan, paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun

pengontrak harus menyerahkan keturunannya sebanyak 2 (dua) ekor

umur 8-12 bulan;

i. seekor unggas betina, paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun

pengontrak harus menyerahkan keturunannya sebanyak 2 (dua) ekor

umur 8-12 bulan;

j. seekor unggas jantan, paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun

pengontrak harus menyerahkan keturunannya sebanyak 1 (satu) ekor

umur 8-12 bulan;

k. paket ternak sapi yang digemukkan:

1) pengontrak wajib menyerahkan hasil penjualan ternak sapi

penggemukan kepada Pemerintah Daerah dalam jangka waktu 12

– 24 bulan sejak ternak diterima sesuai Surat Perjanjian Kerja;

dan

2) hasil penjualan ternak sapi tersebut, pengontrak mendapat bagian

sebesar 50% dan Pemerintah Daerah sebesar 50%.

Pasal 16

(1) Apabila paket ternak bibit yang didistribusikan, berdasarkan hasil

pemeriksaan dokter hewan berwenang ternyata majir, maka Pengontrak

wajib menyerahkan ternak tersebut untuk dijual, dan dari hasil

Page 11: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

11

penjualan pengontrak memperoleh bagian sebesar 50% dan Pemerintah

Daerah sebesar 50%.

(2) Apabila karena alasan tertentu, Ternak Daerah yang dikontrak harus

dipotong paksa, pengontrak wajib menyerahkan ternak tersebut kepada

Pemerintah Daerah untuk dijual, dan dari hasil penjualan ternak

tersebut, pengontrak memperoleh bagian sebesar 50%, dan Pemerintah

Daerah memperoleh sebesar 50% dari hasil penjualan.

Pasal 17

(1) Pengontrak dilarang menjual paket Ternak Daerah yang dikontrak.

(2) Pengontrak dilarang menyerahkan Ternak Daerah yang dikontrak

kepada orang lain tanpa izin tertulis dari Pemerintah Daerah yang

diterbitkan oleh Dinas.

BAB VIII

RESIKO DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 18

(1) Apabila Ternak Daerah yang dikembangbiakkan pengontrak mati dan

bukan disebabkan oleh kesalahan dan/atau kelalaian pengontrak, maka

pengontrak bebas dari tanggung jawab untuk mengganti ternak.

(2) Apabila ternak daerah yang digemukan pengontrak mati dan bukan

karena kesalahan dan/atau kelalaian pengontrak, maka pengontrak

yang bersangkutan bebas dari tanggung jawab untuk mengganti ternak.

Pasal 19

Apabila Ternak Daerah yang didistribusikan pada pengontrak mati karena

kesalahan dan/atau kelalaian pengontrak, maka pengontrak harus

memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Surat Perjanjian Kerja.

Pasal 20

(1) Apabila kewajiban penyetoran ternak turunan oleh pengontrak melewati

jangka waktu penyetoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat

Page 12: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

12

(2) yang disebabkan bukan karena kesalahan dan/atau kelalaian

pengontrak, maka pengontrak akan diberikan tenggang waktu

penyetoran yang lamanya ditetapkan oleh Bupati.

(2) Apabila kewajiban penyetoran ternak turunan oleh pengontrak melewati

jangka waktu penyetoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat

(2) yang disebabkan karena kesalahan dan/atau kelalaian pengontrak,

maka ternak yang didistribusikan akan ditarik kembali oleh Pemerintah

Daerah, yang dilaksanakan oleh Dinas.

Pasal 21

Penetapan suatu kejadian yang menimpa Ternak Daerah adalah kesalahan

dan/atau kelalaian pengontrak, atau bukan kesalahan dan/atau kelalaian

pengontrak, akan ditentukan oleh Tim Pemeriksa yang ditetapkan dengan

Keputusan Bupati.

BAB IX

FORCE MAJEURE

Pasal 22

Pengontrak akan dibebaskan dari kewajiban yang telah ditetapkan, apabila:

a. terjadi kematian akibat wabah yang dinyatakan dengan surat

pernyataan wabah oleh Bupati;

b. terjadi kematian yang disebabkan oleh penyakit, didukung oleh visum

dokter hewan pemerintah, dan dibuktikan dengan Berita Acara Kematian

Ternak oleh Kepala Dinas; dan

c. terjadi kematian Ternak Daerah akibat bencana alam.

BAB X

PENILAIAN DAN PENJUALAN TERNAK SETORAN BIBIT

Pasal 23

(1) Ternak setoran tidak layak bibit dan hasil penggemukan, dijual sesuai

ketentuan yang berlaku.

(2) Ternak yang disetor oleh pengontrak, akan diseleksi oleh Tim Penilai

Ternak Daerah.

Page 13: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

13

(3) Tim penilai Ternak Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 24

(1) Ternak setoran ditetapkan dalam 2 (dua) klasifikasi, yakni Ternak Layak

Bibit dan Ternak Tidak Layak Bibit.

(2) Ternak setoran Layak Bibit, selanjutnya akan diredistribusikan kepada

pengontrak lain yang memenuhi syarat yang telah ditetapkan,

sedangkan ternak setoran Tidak Layak Bibit akan dijual oleh Tim

Penjualan Ternak Daerah.

(3) Tim Penjualan Ternak Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 25

(1) Harga jual ternak setoran Tidak Layak Bibit dan Ternak Penggemukan,

ditetapkan berdasarkan penilaian dan penetapan harga oleh Tim Penilai

dan Penetapan Harga Ternak Daerah berdasarkan standar harga yang

berlaku.

(2) Transaksi penjualan Ternak Daerah harus dibuktikan dengan Berita

Acara Penjualan Ternak Daerah.

(3) Tim Penilai dan Penetapan Harga Ternak Daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB XI

REDISTRIBUSI TERNAK DAERAH

Pasal 26

(1) Keturunan ternak setoran yang dinyatakan Layak Bibit oleh Tim Penilai

Ternak Daerah, selanjutnya diserahkan kepada Dinas untuk

diredistribusikan kepada pengontrak baru yang telah memenuhi syarat

yang ditetapkan.

(2) Keturunan ternak yang diredistribusikan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) meliputi:

a. keturunan ternak betina layak bibit; dan

Page 14: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

14

b. keturunan ternak jantan, paling kurang 10% dari populasi ternak

yang disetor.

BAB XII

PENGELOLAAN DAN PENGGUNAAN DANA HASIL PENJUALAN

TERNAK SETORAN

Pasal 27

Seluruh hasil penjualan Ternak Daerah yang menjadi hak Pemerintah

Daerah, wajib disetor ke Kas Daerah.

Pasal 28

Bukti administrasi penyetoran Ternak Daerah diserahkan kepada Bupati

melalui Kepala Dinas.

BAB XIII

PENGAHAPUSAN TERNAK DAERAH

Pasal 29

(1) Penghapusan Ternak Daerah adalah tindakan administrasi

penghapusan Ternak Daerah dari Kekayaan Daerah.

(2) Penghapusan Ternak Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. ternak mati/ternak yang dipotong paksa;

b. majir;

c. ternak lunas;

d. ternak setoran tidak layak bibit; dan

e. pelunasan macet.

BAB XIV

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 30

(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Republik Indonesia, Pejabat Pegawai

Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang

Page 15: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

15

khusus sebagai penyidik sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan

yang berlaku.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai

Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat

oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan.

(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau

laporan berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau

laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan dan meneliti keterangan

mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan

yang dilakukan;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan

sehubungan dengan tindak pidana yang terjadi;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen

yang berkenaan dengan tindak pidana yang terjadi;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti

pembukuan, pencatatan, dokumen lain serta melakukan

penyitaan terhadap barang bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas

penyidikan tindak pidana yang terjadi;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan

ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung

dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa

sebagaimana dimaksud pada huruf e; dan

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi

daerah.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan

dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada

Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik

Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana.

Page 16: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

16

BAB XV

KETENTUAN PIDANA

Pasal 31

(1) Pengontrak yang melanggar ketentuan dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat

(2), diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau

denda paling banyak Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah

pelanggaran.

BAB XVI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 32

(1) Surat Perjanjian Kerja yang telah menjadi pedoman pelaksanaan

pengelolaan Ternak Daerah sebelum penetapan Peraturan Daerah ini,

dinyatakan tetap berlaku sampai akhir masa berlaku Surat Perjanjian

Kerja tersebut.

(2) Ternak Daerah yang didistribusikan sebelum Peraturan Daerah ini

ditetapkan, namun penyetoran ternak turunan, atau akibat pelanggaran

terhadap Surat Perjanjian Kerja ditarik oleh Pemerintah Daerah, dan

berdasarkan penilaian Tim Penilai Ternak Daerah dinyatakan sebagai

ternak layak bibit, maka redistribusi ternak tersebut wajib mematuhi

ketentuan yang tercantum dalam peraturan daerah ini.

(3) Ternak Daerah yang didistribusikan sebelum peraturan daerah ini

ditetapkan, namun penyetoran ternak turunan atau akibat pelanggaran

terhadap Surat Perjanjian Kerja ditarik oleh Pemerintah Daerah, dan

berdasarkan penilaian Tim Penilai Ternak Daerah dinyatakan sebagai

ternak tidak layak bibit, maka penjualan ternak tersebut wajib

mematuhi ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Daerah ini.

BAB XVII

PENUTUP

Pasal 33

Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Page 17: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

17

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah

Kabupaten Sikka.

Ditetapkan di Maumere

pada tanggal 31 Desember 2012

BUPATI SIKKA,

CAP.TTD.

SOSIMUS MITANG

Diundangkan di Maumere

pada tanggal 17 Januari 2013

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SIKKA,

CAP.TTD.

VALENTINUS SILI TUPEN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIKKA TAHUN 2013 NOMOR 1

Salinan sesuai dengan Aslinya

KEPALA BAGIAN HUKUM

SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SIKKA,

CAP.TTD.

MADERLUNG

Page 18: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

18

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA

NOMOR 9 TAHUN 2012

TENTANG

PENGELOLAAN TERNAK DAERAH

I. UMUM

Ternak sebagai salah satu sumber pangan dengan nilai

ekonomis tinggi, serta dapat mempengaruhi sendi-sendi

perekonomian masyarakat, membutuhkan perhatian pemerintah dan

semua pemangku kepentingan, agar pengelolaan ternak dapat

memberikan dampak positif bagi pembangunan perekonomian

masyarakat, serta kesinambungan suplai ternak dan produk ternak

untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Mengingat nilai ternak yang

sangat strategis, usaha untuk mengembangkan ternak sebagai

penghasil produk ternak, daging, dan hasil sampingan yang

bermanfaat untuk tujuan produktif, akan memberikan dampak

signifikan bagi kesejahteraan masyarakat Kabupaten Sikka.

Memahami berbagai Peraturan Perundang-undangan yang

berlaku, serta berdasarkan pengalaman empiris dalam hal

pengelolaan peternakan dan kesehatan hewan, maka pembuatan

aturan hukum yang memayungi berbagai aktivitas di bidang

peternakan dan kesehatan hewan, sangat diperlukan untuk

mempercepat akselerasi pembangunan di Kabupaten Sikka. Upaya

yang dilakukan adalah dengan membuat produk hukum daerah yang

dapat memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha di

bidang peternakan dan kesehatan hewan.

Pengembangan usaha peternakan dapat dilakukan dengan

menjalin kemitraan, antara pengusaha yang bergerak dibidang

peternakan dengan peternak, juga antara pemerintah dengan

masyarakat dalam hal ini petani ternak.

Page 19: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

19

Kemitraan dalam usaha pengelolaan peternakan, harus

memberikan dampak saling menguntungkan berbagai pihak yang

menjalin kemitraan tersebut. Usaha yang dikembangkan oleh

Pemerintah Kabupaten Sikka dalam menjalin kemitraan pengelolaan

ternak dengan petani ternak, telah memberikan dampak positip bagi

pengembangan ternak di Kabupaten Sikka, namun usaha ini perlu

didukung aturan-aturan yang memadai dalam memberikan kepastian

pengelolaan Ternak Daerah yang didistribusikan kepada masyarakat.

Pembuatan Peraturan Daerah mengenai Pengelolaan Ternak

Daerah adalah salah satu tindakan untuk memberikan kepastian

hukum dalam pengelolaan ternak yang didistribusikan kepada

masyarakat dengan menggunakan dana APBD Kabupaten Sikka.

Peraturan Daerah ini diharapkan dapat menata Ternak Daerah yang

telah didistribusikan maupun akan didistribusikan pada tahun yang

akan datang.

Dengan penetapan Peraturan Daerah ini diharapkan bahwa

peran serta semua pihak dalam mengelola serta mengawasi

penerapan aturan yang berhubungan dengan pengelolaan Ternak

Daerah, agar pengelolaan Ternak Daerah dapat memenuhi produk

ternak kebutuhan masyarakat akan daging dmeningkatkan

perekonomian masyarakat, serta memberikan kontribusi positif bagi

peningkatan pendapatan petani ternak dan daerah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup Jelas Pasal 2

Asas Pengelolaan Ternak Daerah adalah :

a. kemanfaatan dan keberlanjutan adalah penyelenggaraan

peternakan dan kesehatan hewan dapat meningkatkan

kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan mengupayakan

kelestarian fungsi lingkungan hidup dan memperhatikan kondisi

sosial budaya.

Page 20: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

20

b. keamanan dan kesehatan adalah penyelenggaraan peternakan

dan kesehatan hewan harus menjamin produknya aman, layak

untuk dikonsumsi, dan menjamin ketentraman batin masyarakat.

c. kerakyatan dan keadilan adalah penyelenggaraan peternakan dan

kesehatan hewan memberikan peluang dan kesempatan yang

sama secara proporsional kepada semua warga Negara sesuai

dengan kemampuannya sehingga dapat meningkatkan

kemakmuran seluruh rakyat.

d. keterbukaan dan keterpaduan adalah penyelenggaraan

peternakan dan kesehatan hewan dilakukan dengan

memperhatikan aspirasi masyarakat dan didukung dengan

ketersediaan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat serta

dilaksanakan secara terpadu dari hulu sampai hilir dalam upaya

meningkatkan efisiensi dan produktivitasnya.

e. kemandirian adalah penyelenggaraan peternakan dan kesehatan

hewan dilakukan dengan mengutamakan penggunaan bahan,

sarana produksi, dan sarana pendukung lainnya dari dalam

negeri untuk mencapai penyediaan ternak dan produk hewan bagi

masyarakat.

f. kemitraan adalah penyelenggaraan peternakan dan kesehatan

hewan dilakukan dengan pendekatan kekuatan jejaring pelaku

usaha dan sumber daya yang mempertimbangkan aspek

kesetaraan dalam berusaha secara proporsional.

g. keprofesionalan adalah penyelenggaraan peternakan dan

kesehatan hewan dilakukan melalui pendekatan kompetensi dan

berorientasi pada kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 3 Cukup Jelas Pasal 4

Cukup Jelas Pasal 5

Cukup Jelas Pasal 6 Cukup Jelas

Pasal 7 Cukup Jelas

Page 21: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

21

Pasal 8 Cukup Jelas

Pasal 9 Cukup Jelas

Pasal 10 Cukup Jelas

Pasal 11

Cukup Jelas

Pasal 12

Ternak jantan yang didistribusikan kepada pengontrak, digunakan untuk mengawini ternak betina yang dipelihara oleh

pengontrak dan ternak – ternak betina lain dilokasi penyebaran.

Pasal 13

Cukup Jelas Pasal 14

Cukup Jelas Pasal 15 Cukup Jelas

Pasal 16 Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (2)

Yang dimaksudkan dengan alasan tertentu adalah Ternak Daerah yang mengalami cacat tetap berdasarkan

pemeriksaan dokter hewan dan/atau para medis berwenang sehingga harus dipotong paksa atau dijual.

Pasal 17

Cukup Jelas Pasal 18

Cukup jelas Pasal 19 Cukup Jelas

Pasal 20 Cukup Jelas Pasal 21

Cukup Jelas Pasal 22

Cukup Jelas Pasal 23 Ayat (1)

Yang dimaksud ternak “ tidak layak bibit” adalah

ternak yang berdasarkan penilaian Tim Penilai Ternak Daerah, mengalami kelainan fisik dan/atau reproduksi,

sehingga tidak mungkin dipelihara untuk menghasilkan keturunan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Page 22: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN

22

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan Tim Penilai Ternak Daerah adalah tim yang dibentuk oleh Bupati untuk menilai

ternak setoran, apakah ternak tersebut layak atau tidak layak sebagi ternak bibit.

Pasal 24 Cukup Jelas Pasal 25

Cukup Jelas Pasal 26

Cukup Jelas Pasal 27 Cukup Jelas

Pasal 28 Cukup Jelas Pasal 29

Huruf a Cukup jelas

Huruf b Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Yang dimaksudkan dengan pelunasan macet adalah pelunasan oleh pengontrak sebagai kewajiban yang harus

dilunasi namun tidak dapat dilaksanakan sesuai batas waktu yang ditentukan.

Pasal 30

Cukup Jelas Pasal 31

Cukup Jelas Pasal 32 Cukup Jelas

Pasal 33 Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 68