peraturan daerah kabupaten lebong nomor...

77
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBONG, Menimbang : a. bahwa pemerintah daerah berkewajiban mewujudkan penyelenggaraan bangunan dengan tertib baik peryaratan administratif maupun teknis guna mewujudkan bangunan yang fungsional, andal, menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan penggunan, serta serasi dan selaras dengan pembangunan; b. bahwa agar bangunan dapat terselenggara secara tertib dan terwujud sesuai dengan fungsinya, diperlukan peran masyarakat dan upaya pembinaan; c. bahwa di Kabupaten Lebong sampai saat ini belum ada peraturan daerah yang mengatur bangunan gedung sebagai dasar bagi upaya penataan bangunan gedung; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten tentang Bangunan Gedung; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten dan Kabupaten Kepahiang di Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 154,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4349);

Upload: trandung

Post on 11-Apr-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

RANCANGANPERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG

NOMOR TAHUN 2013

TENTANG

BANGUNAN GEDUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LEBONG,

Menimbang : a. bahwa pemerintah daerah berkewajiban mewujudkanpenyelenggaraan bangunan dengan tertib baik peryaratanadministratif maupun teknis guna mewujudkan bangunanyang fungsional, andal, menjamin keselamatan,kesehatan, kenyamanan dan kemudahan penggunan,serta serasi dan selaras dengan pembangunan;

b. bahwa agar bangunan dapat terselenggara secara tertibdan terwujud sesuai dengan fungsinya, diperlukan peranmasyarakat dan upaya pembinaan;

c. bahwa di Kabupaten Lebong sampai saat ini belum adaperaturan daerah yang mengatur bangunan gedungsebagai dasar bagi upaya penataan bangunan gedung;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yangdimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlumenetapkan Peraturan Daerah Kabupaten tentangBangunan Gedung;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134,TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran NegaraRepublik Indonesia tahun 2004 Nomor 125, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438)sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir denganUndang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang PerubahanKedua Atas Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentangPemerintah Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2008 Nomor 59,Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4844);

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun2003 tentang Pembentukan Kabupaten dan KabupatenKepahiang di Provinsi Bengkulu (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2003 Nomor 154,TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4349);

2

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5234);

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor84,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4532).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LEBONGdan

BUPATI LEBONG

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG BANGUNAN GEDUNG.

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:1. Kabupaten adalah Kabupaten Lebong .2. Bupati adalah Bupati.3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai

unsur penyelenggara pemerintahan daerah.4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten atau selanjutnya disebut

DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsurpenyelenggara pemerintahan daerah.

5. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yangmenyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnyaberada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsisebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunianatau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatansosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

6. Bangunan gedung adat adalah bangunan gedung yang didirikanberdasarkan kaidah-kaidah adat atau tradisi masyarakat sesuaibudayanya, misalnya bangunan rumah adat.

7. Klasifikasi Bangunan Gedung adalah klasifikasi dari fungsi bangunangedung berdasarkan pemenuhan tingkat persyaratan administratif danpersyaratan teknisnya.

8. Bangunan Permanen adalah bangunan bangunan yang ditinjau dari segikonstruksi dan umur bangunan dinyatakan lebih dari 15 tahun.

9. Bangunan Semi Permanen adalah bangunan yang ditinjau dari segikonstruksi dan umur bangunan dinyatakan antara 5 tahun sampai dengan15 tahun.

10. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunanbangunan gedung yang meliputi proses perencanaan teknis danpelaksanaan konstruksi serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian danpembongkaran.

3

11. Penyelenggara bangunan gedung adalah pemilik, penyedia jasakonstruksi, dan pengguna bangunan gedung.

12. Mendirikan bangunan gedung adalah pekerjaan mengadakan bangunanseluruhnya atau sebagian, termasuk perkerjaan menggali, menimbunatau meratakan tanah yang berhubungan dengan kegiatan pengadaanbangunan gedung.

13. Mengubah bangunan gedung adalah pekerjaan mengganti dan/ataumenambah atau mengurangi bagian bangunan tanpa mengubah fungsibangunan.

14. Membongkar bangunan gedung adalah kegiatan membongkar ataumerobohkan seluruh atau sebagian bangunan gedung, komponen,bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya.

15. Surat Keterangan Rencana Kabupaten adalah informasi tentangpersyaratan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan olehPemerintah Daerah pada lokasi tertentu.

16. Izin Mendirikan Bangunan gedung yang selanjutnya disingkat IMBadalah perizinan yang diberikan olehPemerintah Daerah kepadapemilik untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangidan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratanadministratif dan persyaratan teknis.

17. Kapling/Pekarangan adalah suatu perpetakan tanah, yang menurutpertimbangan Pemerintah Daerah dapat dipergunakan untuk tempatmendirikan bangunan.

18. Garis sempadan bangunan gedung adalah garis maya pada persilkebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah Kabupatenatau tapaksebagai batas minimum diperkenankannya didirikan bangunan gedung,dihitung dari garis sempadan jalan, tepi sungai atau tepi pantai ataujaringan tegangan tinggi atau garis sempadan pagar atau batas persilatau tapak.

19. Pengawas adalah orang yang mendapat tugas untuk mengawasipelaksanaan mendirikan bangunan sesuai dengan IMB.

20. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angkapersentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunangedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasaisesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan danlingkungannya.

21. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah angkapersentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedungdan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuairencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

22. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angkapersentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luarbangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauandan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuairencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

23. Koefisien Tapak Bangunan yang selanjutnya disingkat KTB adalah angkapersentase perbandingan antara luas tapak basement dan luaslahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuairencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

24. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disebutRTRWK adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayahKabupaten.

25. Rencana Rinci Tata Ruang Kabupaten adalah rencana detail tata ruangKabupaten dan rencana tata ruang kawasan strategis Kabupaten yangdisusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruangdan dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.

4

26. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan selanjutnya disebut RTBLadalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikanpemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan danlingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencanainvestasi, ketentuan pengendalian rencana dan pedoman pengendalianpelaksanaan.

27. Laik Fungsi adalah suatu kondisi bangunan gedung yang memenuhipersyaratan administratif dan teknis sesuai dengan fungsi bangunangedung yang ditetapkan.

28. Pedoman Teknis adalah acuan teknis yang merupakan penjabaran lebihlanjut dari Peraturan Pemerintah ini dalam bentuk ketentuan teknispenyelenggaraan bangunan gedung.

29. Standar Teknis adalah standar yang dibakukan sebagai standar tata cara,standar spesifikasi dan standar metode uji baik berupa Standar NasionalIndonesia maupun Standar Internasional yang diberlakukan dalampenyelenggaraan bangunan gedung.

30. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratanpemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuksetiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencanarinci tata ruang.

31. Perencanaan Teknis adalah proses membuat gambar teknis bangunangedung dan kelengkapannya yang mengikuti tahapan perencanaan,pengembangan rencana dan penyusunan gambar kerja yang terdiri atasrencana arsitektur, struktur, mekanikal/elektrikal, tata ruang luar, tataruang dalam/interior, serta rencana spesifikasi teknis, rencana anggaranbiaya dan perhitungan teknis pendukung sesuai dengan pedoman danstandar teknis yang berlaku.

32. Pertimbangan Teknis adalah pertimbangan dari Tim Ahli BangunanGedung yang disusun secara tertulis danprofesional terkait denganpemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung baik dalam prosespembangunan, pemanfaatan, pelestarian maupun pembongkaran gedung.

33. Tim Ahli Bangunan Gedung adalah tim yang terdiri dari para ahli yangterkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung untuk memberikanpertimbangan teknis dalam proses penelitian dokumen rencana teknisdengan masa penugasan terbatas dan juga masalah penyelenggaraanbangunan gedung tertentu yang susunan anggotanya ditunjuk secarakasus perkasus disesuaikan dengan kompleksitas bangunan gedungtertentu.

34. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya PemantauanLingkungan (UPL) adalah bangian mengenai identifikasi dampak-dampakdari suatu rencana dan/atau ternyata yang tidak wajib dilengkapi denganAmdal.

35. Pemberdayaan adalah kegiatan untuk menumbuh kembangkankesadaran akan hak, kewajiban, dan peran para penyelenggara banguanngedung dan aparat pemerintah daerah penyelenggaraan bangunangedung.

36. Gugatan Perwakilan adalah gugatan yang berkaitan denganpenyelenggaraan bangunan gedung yang diajukan oleh satu orang ataulebih yang mewakilikelompok dalam mengajukan gugatan untukkepentingan sendiri dan sekaligus mewakili pihak yang dirugikan yangmemiliki kesamaan fakta atau dasra hukum antara wakil kelompok dananggota kelompok yang dimaksud.

37. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha danlembaga atau organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan gedung,termasuk masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli yangberkepentingan dengan penyelenggaraan bangunan gedung.

5

38. Peran Masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung adalahberbagai kegiatan masyarakat yang merupakan perwujudan kehendakdan keinginan masyarakat untuk memantau dan menjaga ketertiban,memberikan masukan, menyampaikan pendapat dan pertimbangan, sertamelakukan gugatan perwakilan berkaitan dengan penyelenggaraanbanguann gedung.

39. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan,peraturan perundang-undangan bidang bangunan dan upaya penegakanhukum.

BAB IIMAKSUD,TUJUAN, DAN LINGKUP

Bagian PertamaMaksudPasal 2

Maksud dari peraturan daerah ini adalah sebagai acuan untuk mengatur danmengendalikan penyelenggaraan bangunan gedung sejak dari perizinan,perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pemanfaatan, kelaikan bangunangedung agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian KeduaTujuanPasal 3

Peraturan daerah ini bertujuan untuk:1. Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata

bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya2. Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin

keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan,kenyamanan, dan kemudahan

3. Mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung.

Bagian KetigaLingkupPasal 4

Lingkup peraturan daerah ini meliputi ketentuan mengenai fungsi bangunangedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung,peran masyarakat dan pembinaan, sanksi, penyidikan dan ketentuan pidana

BAB IIIFUNGSI DAN KLASIFIKASI BANGUNAN GEDUNG

Pasal 5

(1) Fungsi bangunan gedung merupakan ketetapan mengenai pemenuhanpersyaratan teknis bangunan gedung ditinjau dari segi tata bangunandan lingkungan maupun keandalannya serta sesuai dengan peruntukanlokasi yang diatur dalam RTRW , Peraturan zonasi dan/ panduan kota

6

(2) Fungsi bangunan gedung meliputi:a. Fungsi Hunian;b. Fungsi Keagamaan;c. Fungsi Usaha;d. Fungsi Sosial dan Budaya;e. Fungsi Khusus;f. Lebih dari satu fungsi;

Pasal 6

(1) Fungsi dan klassifikasi bangunan gedung diusulkan oleh calon pemilikbangunan gedung dalam pengajuan permohonan IMB.

(2) Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung dapat dirubah melaluipermohonan baru IMB dengan pemenuhan persyaratan administratif danpersyaratan teknis bangunan gedung sesuai peruntukan lokasi yangdiatur dalam RTRWK.

(3) Penetapan fungsi bangunan gedung dilakukan oleh Bupati.

Pasal 7

(1) Klasifikasi bangunan gedung menurut klasifikasi fungsi bangunandidasarkan pada pemenuhan syarat administrasi dan persyaratan teknisbangunan gedung.

(2) Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diklasifikasikan berdasarkan:a. Tingkat Kompleksitas meliputi:

1) Bangunan gedung sederhana;2) Bangunan gedung tidak sederhana; dan3) Bangunan gedung khusus.

b. Tingkat Permanensi meliputi:1) Bangunan gedung darurat atau sementara;2) Bangunan gedung semi permanen;3) Bangunan gedung permanen.

c. Tingkat Risiko Kebakaran meliputi:1) Tingkat risiko kebakaran rendah;2) Tingkat risiko kebakaran sedang;3) Tingkat risiko kebakaran tinggi.

d. Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan pada zonasi gempa meliputitingkat zonasi Gempa yang ditetapkan oleh instansi yang berwenan;

e. Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan Lokasi meliputi:1) bangunan gedung dilokasi renggang;2) bangunan gedung dilokasi sedang;3) bangunan gedung dilokasi padat.

f. Ketinggian bangunan gedung meliputi:1) bangunan gedung bertingkat rendah (sampai dengan 4 lantai );2) bangunan gedung bertingkat sedang (5 lantai sampai dengan 8 lantai);

dan3) bangunan gedung bertingkat tinggi (lebih dari 8 lantai).

g. Kepemilikan meliputi:1) bangunan gedung milik Negara/Daerah;2) bangunan gedung milik badan usaha dan;3) bangunan gedung milik perorangan.

7

BAB IVPERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG

Bagian kesatuUmumPasal 8

(1) Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif danpersyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.

(2) Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi :a. status hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak

atas tanah;b. status kepemilikan bangunan gedung; danc . IMB.

(3) Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan/ lingkungan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.

(4) Pemerintah Daerah wajib mendata bangunan gedung guna tertibpembangunan dan pemanfaatan

Bagian keduaPersyaratan Administratif

Paragraf 1Status kepemilikan Hak atas Tanah

Pasal 9

(1) Setiap bangunan gedung harus didirikan diatas tanah yang statuskepemilikannya jelas.

(2) Status tanah sebagaimana dimaksud Pada ayat(1) diwujudkan dalambentuk dokumen sertifikat hak atas tanah, akta jual beli, girik dan/ ataubentuk dokumen keterangan status tanah lainnya yang sah.

(3) Bangunan gedung yang dibangun di tanah milik orang lain harusmendapat izin pemanfaatan tanah dari pemegang hak atas tanah dalambentuk perjanjian tertulis.

(4) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurangkurangnya harus memuat :a. hak dan kewajiban para pihak;b. luas, letak dan batas-batas tanah;c. fungsi bangunan gedung; dand. jangka waktu pemanfaatan tanah.

(5) Pemerintah daerah melakukan monitoring dan pengawasan ataspemanfaatan tanah terkait dengan status hak atas tanah

Paragraf 2Status Kepemilikan Bangunan Gedung

Pasal 10

(1) Status pemilik bangunan gedung harus memiliki surat buktikepemilikan bangunan gedung yang diterbitkan oleh Bupati .

(2) Status kepemilikan rumah adat pada masyarakat hukum adat ditetapkanoleh masyarakat hukum adat bersangkutan berdasarkan norma dankearifan lokal yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.

(3) Kepemilikan bangunan gedung dapat dialihkan kepada pihak lain sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

8

(4) Surat keterangan Pengalihan Kepemilikan bangunan gedung diterbitkanoleh Bupati

Paragraf 3Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Pasal 11

(1) Setiap orang atau badan yang akan mendirikan Bangunan Gedungdan/atau prasarana bangunan dan/atau renovasi/rehabilitasidan/atau pemugaran/pelestarian wajib mengajukan permohonan IMBkepada Bupati.

(2) Pemerintah Daerah wajib memberikan secara cuma-cuma suratketerangan rencana kota kepada setiap calon pemohon IMB sebagaidasar penyusunan rencana teknis bangunan gedung.

(3) Permohonan IMB sebagaiman dimaksud pada ayat (1) harus dilampiridengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis.

(4) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiridari:a. surat bukti tentang status hak atas tanah;b. surat bukti tentang status bangunan gedung;c. dokumen/surat surat lainnya yang terkait.

(5) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Disesuaikandengan penggolongannya, meliputi:a. rencana teknis bangunan gedung meliputi:

1) bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal sederhanameliputi rumah inti tumbuh,rumah sederhana sehat dan rumahderet sederhana;

2) bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal sampai dengandua lantai;

3) bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal tidaksederhana dua lantai atau lebih dan bangunan gedung lainnyapada umumnya.

b. rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum;c. rencana teknis bangunan gedung fungsi khusus.

(6) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdiri atas:a. Data umum bangunan gedung memuat informasi mengenai:

1) fungsi/klasifikasi bangunan gedung;2) luas lantai dasar bangunan gedung;3) total luas lantai bangunan gedung (untuk bangunan bertingkat

merupakan penjumlahan dari luas lantai satu, dua dan lantaiseterusnya);

4) ketinggian/jumlah lantai bangunan; dan5) rencana pelaksanaan.

b. Rencana teknis bangunan gedung disesuaikan,denganpenggolongan nya, meliputi:1) gambar pra rencana banguna gedung yang terdiri dari gambar/

siteplan/ situasi, denah, tampak dan gambar potongan;2) teknis bangunan gedung;3) arsitektur bangunan gedung;4) rencangan struktur secara sederhana/prinsip;5) rancangan utilitas bangunan gedung secara prinsip;6) spesifikasi umum bangunan gedung;7) perhitungan struktur bangunan gedung 2 (dua) lantai atau lebih

dan/atau bentang struktur lebih dari 6 meter;8) perhitungan kebutuhan utilitas (mekanikal dan elektrikal);9) rekomendasi instansi terkait.

9

(7) Bupati dapat mencabut IMB apabila dalam pelaksanaan pembangunandan/atau penggunaan Bangunan Gedung yang menyimpan dariketentuan atau persyaratan yang tercantum dalam IMB.

(8) Pencabutan IMB akan disampaikan secara tertulis kepada pemegang izin(9) Pembayaran retribusi IMB dilakukan setelah Bupati memberikan

persetujuan atas dokumen rencana teknis.(10) Berdasarkan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (7)

Bupati menerbitkan IMB sebagai izin untuk dapat memulaipembangunan.

Paragraf 4IMB di Atas dan/atau di Bawah Tanah, Air dan/atau

Prasarana/Sarana Umum

Pasal 12

(1) Permohonan IMB untuk bangunan gedung yang dibangun di atasdan/atau di bawah tanah, air, atau prasarana dan sarana umum harusmendapatkan persetujuan dari instansi terkait.

(2) IMB untuk pembangunan bangunan gedung sebagaimana dimaksudpada ayat (1) wajib mendapat pertimbangan teknis TABG dan denganmempertimbangkan pendapat masyarakat.

(3) Pertimbangan TABG dalam Pembangunan bangunan gedungdiperuntukkan bagi selain rumah tinggal.

(4) Pembangunan bangunan gedung sesuai dengan peruntukan.

Paragraf 5Kelembagaan

Pasal 13

(1) Dokumen Permohonan IMB diajukan kepada bidang perizinanKabupaten.

(2) Pemeriksaan dokumen rencana teknis dan administratif dilaksanakanoleh bidang Tata Bangunan tata ruang kota, bidang Cipta Karya DinasPekerjaan Umum Kabupaten.

(3) Bupati dapat melimpahkan sebagian kewenangan penerbitan IMBkepada Camat di Kabupaten.

(4) Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)mempertimbangkan faktor:a. efisiensi dan efektivitas;b. mendekatkan pelayanan pemberian IMB kepada masyarakat;c. fungsi bangunan, klasifikasi bangunan, luasan tanah dan/atau

bangunan yang mampu diselenggaraan di kecamatan; dand. kecepatan penanganan penanggulangan darurat dan rehabilitasi

bangunan gedung pascabencana.(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelimpahan sebagian kewenangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan Bupati.

10

Bagian KetigaPersyaratan Teknis Bangunan Gedung

Paragraf 1Umum

Pasal 14

Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunandan lingkungan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.

Pasal 15

Persyaratan tata bangunan dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalampasal 14 meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas Bangunan Gedung,persyaratan arsitektur Bangunan Gedung, dan persyaratan pengendaliandampak lingkungan.

Pasal 16

Persyaratan keandalan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalamPasal 14 meliputi persyaratan keselamatan,kesehatan, kenyamanan dankemudahan.

Paragraf 2Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan

Pasal 17

(1) Persyaratan Peruntukan sebagaimana yang dimaksud pasal 14 adalahBangunan gedung diselenggarakan harus sesuai dengan peruntukanlokasi yang telah ditetapkan dalam ketentuan tentang rencana tataruang dan ketentuan tentang tata bangunan dan lingkungan darilokasi bersangkutan.

(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belumditetapkan, ketentuan mengenai peruntukan bangunan gedung diaturdalam Peraturan Bupati

(3) Persyaratan intensitas bangunan gedung sebagaimana yang dimaksudpasal 15 adalah yang terdiri dari:a. kepadatan;b. ketinggian;c. jarak bebas bangunan gedung.

(4) ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perhitunganintensitas/kepadatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud padaayat (3) diatur dengan Peraturan Bupati dengan memperhatikanpendapat Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG)

Pasal 18

(1) Kepadatan Bangunan gedung sebagaimana yang dimaksud dalam pasal17 ayat (1) terdiri daria. Koefisien Dasar Bangunan (KDB);b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB);c. Koefisien Daerah Hijau (KDH); dand. Koefisien Tapak Basemen (KTB).

(2) Kepadatan Bangunan gedung sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)dihitung berdasarkan luas ruang efektif bangunan.

11

(3) ketentuan mengenai kepadatan bangunan gedung sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Peraturan Bupati denganmemperhatikan pendapat Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG)

Pasal 19

(1) Ketinggian Bangunan gedung sebagaimana yang dimaksud dalam pasal17 huruf b ditentukan sesuai dengan RTRW.

(2) Ketinggian bangunan gedung meliputi ketentuan mengenai JLB danKLB yang dibedakan dalam KLB tinggi, sedang dan rendah.

(3) Ketinggian bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tidak boleh mengganggu lalu lintas penerbangan.

(4) Untuk kawasan yang belum dibuat tata ruangnya, ketinggian maksimumbangunan gedung ditetapkan oleh instansi yang berwenang denganmempertimbangkan lebar jalan, fungsi bangunan, keselamatanbangunan, serta keserasian dengan lingkungannya;

Pasal 20

(1) Koefisien Lantai Bangunan ( KLB ) ditentukan atas dasar kepentinganpelestarian lingkungan/resapan air permukaan dan pencegahan terhadapbahaya kebakaran, kepentingan ekonomi, fungsi peruntukan, fungsibangunan, keselamatan dan kenyamanan bangunan, keselamatan dankenyamanan umum.

(2) Ketentuan besarnya KLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 21

(1) Koefisien Dasar Hijau (KDH) ditentukan atas dasar kepentinganpelestarian lingkungan / resapan air permukaan.

(2) Ketentuan besarnya KDH sebagaimana dimaksud pada ayat (1)disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yangterkait.

Pasal 22

(1) Koefisien Tapak Basemen ( KTB ) ditentukan atas dasar kepentinganpelestarian lingkungan/resapan air permukaan;

(2) Ketentuan besarnya KTB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yangterkait.

Pasal 23

(1) Garis sempadan bangunan gedung mengacu pada rencana tataruang wilayah, dan/atau rencana tata bangunan dan lingkungan.

(2) Penetapan garis sempadan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) didasarkan pada pertimbangan keamanan, kesehatan, kenyamanandan keserasian dengan lingkungan dan ketinggian bangunan.

Pasal 24

(1) Persyaratan garis sempadan bangunan gedung sebagaimana yangdimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) merupakan ketentuan minimal untukgaris sempadan bangunan gedung, jarak antara bangunan gedungdengan batas-batas persil, jarak antar bangunan gedung, dan jarakantara as jalan dengan pagar halaman yang diizinkan.

12

(2) Garis sempadan bangunan gedung sebagaimana yang dimaksud padaayat (1) meliputi:a. garis sempadan bangunan gedung terhadap as jalan;b. garis sempadan bangunan gedung terhadap tepi sungai;c. garis sempadan bangunan gedung terhadap tepi danau;d. garis sempadan bangunan gedung terhadap jaringan tegangan tinggi;

dane. garis sempadan bangunan terhadap saluran pengairan

(3) Garis sempadan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)terhadap as jalan jika tidak ditentukan lain, ditetapkan denganketentuan minimal:a. bangunan di tepi jalan arteri/jalan nasional 25 (dua puluh lima)

meter;b. bangunan di tepi jalan kolektor/provinsi 15 (lima belas) meter;c. bangunan di tepi jalan antar lingkungan/kabupaten 10 (sepuluh )

meter; dand. bangunan di tepi jalan lingkungan ( lokal ) 5 m (lima ) meter.

(4) Jarak antara bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)terhadap batas-batas persil ditetapkan dengan ketentuan minimal:a. bangunan di tepi jalan arteri 6 m (enam meter);b. bangunan di tepi jalan kolektor 5 m (lima meter);c. bangunan di tepi jalan antar lingkungan/lokal 4 m (empat meter);d. bangunan di tepi jalan lingkungan 3 m (tiga meter);e. bangunan di tepi jalan gang 2 m (dua meter); danf. bangunan di tepi jalan tanpa perkerasan 1 m (satu meter).

(5) Jarak antar bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan dengan ketentuan minimal:a. bangunan gedung rendah 1 m (satu meter);b. bangunan gedung sedang 2 m (dua meter); danc. bangunan gedung tinggi 3 m (tiga meter).

(6) Jarak antara as jalan dengan pagar halaman sebagaimana dimaksudpada ayat (1) ditetapkan dengan ketentuan minimal:a. bangunan di tepi jalan arteri Nasional 15 m (lima belas meter);b. bangunan di tepi jalan kolektor/provinsi 10 m ( sepuluh meter);c. bangunan di tepi jalan antar lingkungan kabupaten 5 m (lima meter);

dand. bangunan di tepi jalan lingkungan lokal 3 m ( tiga meter);

(7) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada pasal 24 ayat (2) huruf bberlaku ketentuan:a. Sungai di dalam kawasan perkotaan dan bebas bangunan adalah

100 m (seratus meter) dari as sungai;b. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 ( tiga ) meter,

garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 ( sepuluh ) meterdihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan;

c. Sungai yang mempunyai kedalaman dari 3 ( tiga ) meter sampai 20(dua puluh )meter , garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya15 ( limabelas ) meter dihitung dari tepi sungai pada waktuditetapkan;

d. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 (dua puluh) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 ( tigapuluh )meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan;

e. Pada bagian atau daerah aliran sungai yang berada dalam kawasanperkotaan adalah 25 m – 50 m tergantung kepadatan bangunanyang ada disekitarnya;

f. Sungai yang banyak kelokannya cenderung bepotensi erosi tinggiadalah 10 – 50 m disesuaikan dengan topografi tebing sungai dankawasan sekitar sungai;

13

g. Sungai yang lurus cenderung bepotensi erosi rendah adalah 50 m –100m disesuaikan dengan kondisi pola penggunaan lahan disekitarsungai;

h. Ketentuan lain yang belum diatur akan diatur kemudian dalamperaturan Bupati.

(8) Sempadan tepi danau/waduk sebagaimana dimaksud pada pasal 24ayat (2) huruf c berlaku ketentuan:a. Garis sempadan tepi danau atau waduk besar yang berfungsi sebagai

penyedian air baku ditetapkan antara 500 m – 1000 m dari tepidanau;

b. Garis sempadan danau atau waduk yang mempunyai fungsi sebagaiobyek wisata, ditetapkan antara 50 meter – 500 meter dari pinggirdanau; dan

c. Ketentuan lain yang belum diatur ditetapkan dengan peraturanBupati setelah mendapat pertimbangan dari para ahli.

(9) Sempadan tepi Saluran Pengairan sebaimana dimaksud pada pasal 24ayat (2) huruf e berlaku ketentuan:a. garis sempadan tepi Saluran Pengairan yang berfungsi sebagai

mengaliri air ke persawahan ditetapkan sekurang- kurangnya 10 mdiukur dari tepi luar tanggul Saluran; dan

b. ketentuan lain yang belum diatur ditetapkan dengan peraturanBupati setelah mendapat pertimbangan dari para ahli.

(10) Sempadan tepi drainase sebagimana dimaksud pada pasal 24 ayat (2)huruf e berlaku ketentuan:a. garis sempadan pagar terhadap drainase yang berfungsi sebagai

saluran pembuangan air kotor ditetapkan minimun setengah daribentang lebar drainase; dan

b. ketentuan lain yang belum diatur ditetapkan dengan peraturanBupati setelah mendapat pertimbangan dari para ahli.

Paragraf 3Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung

Pasal 25

Persyaratan arsitektur bangunan gedung meliputi persyaratan penampilanbangunan gedung, tata ruang dalam, keseimbangan, keserasian,dankeselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya, sertamemperimbangkan adanya keseimbangan antara nilai-nilai adat/tradisionalsosial budaya setempat terhadap penerapan berbagai perkembanganarsitektur dan rekayasa.

Pasal 26

(1) Persyaratan penampilan bangunan gedung sebagaimana dimaksuddalam Pasal 25 disesuaikan dengan penetapan tema arsitekturbangunan di dalam Peraturan Bupati.

(2) Penampilan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harusmemperhatikan kaidah estetika bentuk, karakteristik arsitekturLebong dan di lingkungan sekitarnya serta dengan mempertimbangkankaidah pelestarian.

(3) Penampilan Bangunan gedung milikPemerintah Daerah harusmenerapkan kaidah estetika bentuk, karakteristik arsitektur Lebong.

(4) Pemerintah Kabupaten dapat menetapkan kaidah arsitektur tertentupada suatu kawasan setelah mendengar pendapat Tim Ahli BangunanGedung dan pendapat masyarakat.

14

Pasal 27

(1) Bentuk denah bangunan gedung sedapat mungkin simetris dansederhana guna mengantisipasi kerusakan akibat bencana alam gempadan penempatannya tidak boleh mengganggu fungsi prasarana kota, lalulintas dan ketertiban.

(2) Bentuk bangunan gedung harus dirancang dengan memperhatikanbentuk dan karakteristik arsitektur di sekitarnya denganmempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan yang nyaman danserasi terhadap lingkungannya.

(3) Bentuk denah bangunan gedung adat atau tradisional harusmemperhatikan sistem nilai dan kearifan lokal yang berlaku dilingkungan masyarakat adat bersangkutan.

(4) Atap dan dinding bangunan gedung harus dibuat dari konstruksi danbahan yang aman dari kerusakan akibat bencana alam.

Pasal 28

(1) Persyaratan tata ruang dalam bangunan gedung sebagaimana dimaksuddalam Pasal 25 harus memperhatikan fungsi ruang, arsitektur bangunangedung, dan keandalan bangunan gedung.

(2) Bentuk bangunan gedung harus dirancang agar setiap ruang dalamdimungkinkan menggunakan pencahayaan,dan penghawaan alami,kecuali fungsi bangunan gedung diperlukan sistem pencahayaan danpenghawaan buatan.

(3) Ruang dalam bangunan gedung harus mempunyai tinggi yang cukupsesuai dengan fungsinya dan arsitektur bangunannya.

(4) Perubahan fungsi dan penggunaan ruang bangunan gedung ataubagian bangunan gedung harus tetap memenuhi ketentuan penggunaanbangunan gedung dan dapat menjamin keamanan dan keselamatanbangunan dan penghuninya.

(5) Pengaturan ketinggian pekarangan adalah apabila tinggi tanahpekarangan berada di bawah titik ketinggian (peil) bebas banjiryang ditetapkan oleh Balai Sungai atau instansi berwenang setempatatau terdapat kemiringan yang curam atau perbedaan tinggi yangbesar pada tanah asli suatu perpetakan, maka tinggi maksimallantai dasar ditetapkan tersendiri.

(6) Tinggi lantai dasar suatu bangunan gedung diperkenankan mencapaimaksimal 1,20 m di atas tinggi rata-rata tanah pekarangan atautinggi rata-rata jalan, dengan memperhatikan keserasian lingkungan.

(7) Apabila tinggi tanah pekarangan berada di bawah titik ketinggian(peil) bebas banjir atau terdapat kemiringan curam atau perbedaantinggi yang besar pada suatu tanah perpetakan, maka tinggimaksimal lantai dasar ditetapkan tersendiri.

(8) Permukaan atas dari lantai denah (dasar):a. Sekurang-kurangnya 15 cm di atas titik tertinggi dari pekarangan

yang sudah dipersiapkan;b. Sekurang-kurangnya 25 cm di atas titik tertinggi dari sumbu

jalan yang berbatasan; danc. Dalam hal-hal yang luar biasa, ketentuan dalam huruf a, tidak

berlaku jika letak lantai-lantai itu lebih tinggi dari 60 cm di atastanah yang ada di sekelilingnya, atau untuk tanah-tanah yangmiring.

15

Pasal 29

(1) Persyaratan keseimbangan,keserasian dan keselarasan bangunangedung dengan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar dan ruang terbukahijau yang seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya yangdiwujudkan dalam pemenuhan persyaratan daerah resapan, aksespenyelamatan, sirkulasi kendaraan dan manusia serta terpenuhinyakebutuhan prasarana dan sarana luar bangunan gedung.

(2) Persyaratan keseimbangan, keserasian dan keselarasan bangunangedung dengan lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi:a. persyaratan ruang terbuka hijau pekarangan (RTHP);b. persyaratan ruang sempadan bangunan gedung;c. persyaratan tapak besmen terhadap lingkungan;d. ketinggian pekarangan dan lantai dasar bangunan;e. daerah hijau pada bangunan;f . tata tanaman;g. sirkulasi dan fasilitas parkir;h. pertandaan (Signage); dani . Pencahayaan ruang luar bangunan gedung.

Pasal 30

(1) Ruang terbuka hijau pekarangan (RTHP) sebagaimana dimaksud padaPasal 29 ayat (2) huruf a sebagai ruang yang berhubungan langsungdengan dan terletak pada persil yang sama dengan bangunan gedung,berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tanaman, peresapan air,sirkulasi, unsur estetik, sebagai ruang untuk kegiatan atau ruangfasilitas (amenitas).

(2) Persyaratan RTHP ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupatententang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Peraturan DaerahKabupaten tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan langsungatau tidak langsung dalam bentuk Garis Sempadan Bangunan,Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Dasar Hijau, Koefisien LantaiBangunan, sirkulasi dan fasilitas parkir dan ketetapan lainnya yangbersifat mengikat semua pihak berkepentingan.

(3) Sebelum persyaratan RTHP ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat(2) Bupati dapat menerbitkan penetapan sementara sebagai acuanbagi penerbitan IMB.

Pasal 31

(1) Persyaratan ruang sempadan depan bangunan gedung sebagaimanadimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b harus mengindahkankeserasian lansekap pada ruas jalan yang terkait sesuai denganketentuan rencana rinci tata ruang Kabupaten yang mencakup pagardan gerbang, tanaman besar/pohon dan bangunan penunjang.

(2) Terhadap persyaratan ruang sempadan depan bangunan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan karakteristik lansekap jalanatau ruas jalan dengan mempertimbangkan keserasian tampak depanbangunan, ruang sempadan depan bangunan, pagar, jalur pajalankaki, jalur kendaraan dan jalur hijau median jalan dan sarana utilitasumum lainnya.

16

Pasal 32

(1) Persyaratan tapak besmen terhadap lingkungan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 29 ayat (2) huruf c berupa kebutuhan besmen dan besaranKoefisien Tapak Besmen(KTB) ditetapkan berdasarkan rencanaperuntukan lahan, ketentuan teknis dan kebijakan daerah.

(2) Untuk penyediaaan RTHP yang memadai, lantai besmen pertamatidak dibenarkan keluar dari tapak bangunan di atas tanah dan atapbesmen kedua harus berkedalaman sekurang kurangnya 2 (dua) meterdari permukaan tanah.

Pasal 33

(1) Daerah hijau bangunan (DHB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29ayat (2) huruf e dapat berupa taman atap atau penanaman pada sisibangunan.

(2) DHB merupakan bagian dari kewajiban pemohonan IMB untukmenyediakan RHTP dengan luas maksimum 25% RHTP.

Pasal 34

Tata Tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf fmeliputi aspek pemilihan karakter tanaman dan penempatan tanamandengan memperhitungkan tingkat kestabilan tanah/wadah tempat tanamantumbuh dan tingkat bahaya yang ditimbulkannya.

Pasal 35

(1) Setiap bangunan bukan rumah tinggal wajib menyediakan fasilitasparkir kendaraan yang proporsional dengan jumlah luas lantaibangunan sesuai standar teknis yang telah ditetapkan.

(2) Fasilitas parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf gtidak boleh mengurangi daerah hijau yang telah ditetapkan danharus berorientasi pada pejalan kami, memudahkan aksesibilitasdan tidak terganggu oleh sirkulasi kendaraan.

(3) Sistem sirkulasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) huruf gharus saling mendukung antara sirkulasi ekternal dan sirkulasiinternal bangunan gedung serta antara individu pemakai bangunandengan sarana transportasinya.

Pasal 36

(1) Pertandaan (Signage) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2)huruf h yang ditempatkan pada bangunan, pagar, kavling dan/atauruang publik tidak boleh mengganggu karakter yang akandiciptakan/dipertahankan.

(2) Bupati Lebong dapat mengatur lebih lanjut pengaturan tentangpertandaan (signage) dalam Peraturan Bupati.

Pasal 37

(1) Pencahayaan ruang luar bangunan gedung sebagaimana dimaksuddalam Pasal 29 ayat (2) huruf i harus disediakan denganmemperhatikan karakter lingkungan, fungsi dan arsitektur bangunan,estetika amenitas dan komponen promosi.

(2) Pencahayaan yang dihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)harus memenuhi keserasian dengan pencahayaan dari dalambangunan dan pencahayaan dari penerangan jalan umum.

17

Paragraf 4Pengendalian Dampak Lingkungan

Pasal 38

(1) Setiap kegiatan dalam bangunan dan/atau lingkungannya yangmengganggu atau menimbulkan dampak besar dan penting harusdilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

(2) Kegiatan dalam bangunan dan/atau lingkungannya yang tidakmengganggu atau tidak menimbulkan dampak besar dan pentingtidak perlu dilengkapi dengan AMDAL tetapi dengan Upaya PengelolaanLingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).

(3) Kegiatan yang memerlukan AMDAL, UKL dan UPL dilakukan sesuaidengan peraturan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang

(4 ) Setiap kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung harus harusmemperhatikan pemeliharaan dan perwujudan kelestarian lingkunganhidup.

(5) Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian lingkungan hidupsebagaimana ayat (4 ) adalah.a. mempertahankan kurang lebih 40 (empat puluh) persen luasan

kawasan hutan di Kabupaten dari luas Kabupaten;b. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang

telah menurun kualitasnya;c. mencegah perusakan lingkungan hidup lebih lanjut melalui

penerapan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang secarasistematis; dan

d. mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam untuk menjagakelestarian lingkungan hidup serta mengurangi resiko bencana.

e. Strategi untuk pengoptimalan pemanfaatan ruang kawasan budidayasesuai dengandaya dukung dan daya tampung lingkungan .

Paragraf 5Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Pasal 39

(1) Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan atau RTBL memuat programa . bangunan dan lingkungan.b. rencana umum dan panduan rancanganc. rencana investasi dan ketentuan pengendalian rencanad. pedoman pengendalian pelaksanaan.

(2) RTBL merupakan pengaturan persyaratan tata bangunan sebagai tindaklanjut RTRW, digunakan dalam pengendalian pemanfaatan ruang suatukawasan dan sebagai panduan rancangan kawasan untuk mewujudkankesatuan karakter serta kualitas bangunan gedung dan lingkungan yangberkelanjutan

(3) RTBL ditetapkan dengan peraturan Bupati.

Paragraf 6Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung

Pasal 40

Setiap bangunan gedung harus memenuhi Persyaratan keandalan bangunangedung terdiri dari persyaratan :a. Keselamatan;b. Kesehatan;c. Kenyamanan; dand. Kemudahan.

18

Pasal 41

Persyaratan keandalan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal40 meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung terhadap bebanmuatan, persyaratan kemampuan bangunan gedung terhadap bahayakebakaran dan persyaratan kemampuan bangunan gedung terhadap bahayapetir.

Pasal 42

(1) Persyaratan kemampuan bangunan gedung terhadap beban muatansebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 meliputi persyaratan strukturbangunan gedung, pembebanan pada bangunan gedung, struktur atasbangunan gedung, struktur bawah bangunan gedung, pondasi langsung,pondasi dalam, keselamatan struktur, keruntuhan struktur danpersyaratan bahan.

(2) Struktur bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) haruskokoh, stabil dalam memikul beban dan memenuhi persyaratankeselamatan, persyaratan pelayanan selama umur yang direncanakandengan mempertimbangkan:a . fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan dan kemungkinan

pelaksanaan konstruksi bangunan gedung;b. pengaruh aksi sebagai akibat dari beban yang bekerja selama umur

layanan struktur baik beban muatan tetap maupun sementara yangtimbul akibat gempa, angin, korosi, jamur dan serangga perusak;

c. pengaruh gempa terhadap substruktur maupun,struktur bangunangedung sesuai zona gempanya;

d. struktur bangunan yang direncanakan secara daktail pada kondisipembebanan maksimum, sehingga pada saat terjadi keruntuhan,kondisi strukturnya masih memungkinkan penyelamatan diripenghuninya;

e. struktur bawah bangunan gedung pada lokasi tanah yang dapatterjadi likulfaksi, dan;

f. keandalan bangunan gedung.(3) Struktur pondasi, tiang dan kolom pada bangunan gedung dan rumah

harus tahan gempa(4) Ketentuan teknis mengenai struktur pondasi, tiang dan kolom untuk

bangunan gedung berdasarkan pada pedoman dan Standar NasionalIndonesia (SNI) tentang struktur bangunan gedung

Pasal 43

(1) Persyaratan kemampuan bangunan gedung terhadap bahaya kebakaranmeliputi sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif, persyaratan jalankeluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran, persyaratanpencahayaan darurat, tanda arah ke luar dan sistem peringatan bahaya,persyaratan komunikasi dalam bangunan gedung, persyaratan instalasibahan bakar gas dan manajemen penanggulangan kebak Komunikasidalam bangunan gedung, persyaratan instalasi bahan bakar gasdan manajemen penanggulangan kebakaran.

(2) Setiap bangunan gedung kecuali rumah tinggal tunggal dan rumahderet sederhana harus dilindungi dari bahaya kebakaran dengan sistemproteksi aktif yang meliputi sistem pemadam kebakaran, sistem diteksidan alarm kebakaran, sistem pengendali asap kebakaran dan pusatpengendali kebakaran.

19

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Persyaratan kemampuan bangunangedung terhadap bahaya kebakaran mengikuti pedoman standar teknisyang berlaku

Pasal 44

(1) Persyaratan kemampuan bangunan gedung terhadap bahaya petir danbahaya kelistrikan meliputi persyaratan instalasi proteksi petir danpersyaratan sistem kelistrikan.

(2) Setiap Bangunan Gedung yang berdasarkan letak, sifat geografis, bentuk,ketinggian, dan penggunaannya berisiko terkena sembaran petir harusdilengkapi dengan instalasi penangkal petir

(3) Setiap Bnagunan Gedung yang dilengkapi dengan instalasi listriktermasuk sumber daya listriknya harus aman, andal dan tidak merusaklingkungan

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Persyaratan instalasi proteksi petir danpersyaratan sistem kelistrikan mengikuti pedoman standar teknis yangberlaku

Paragraf 7Persyaratan Kesehatan Bangunan Gedung

Pasal 45

Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi persyaratan sistempenghawaan, pencahayaan, sanitasi dan penggunaan bahan bangunan.

Pasal 46

(1) Sistem penghawaan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalamPasal 45 dapat berupa ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/buatansesuai dengan fungsinya.

(2) Bangunan gedung tempat tinggal, bangunan gedung pelayanankesehatan, bangunan gedung pendidikan dan bangunan gedungpelayanan umum harus mempunyai bukan permanen atau yang dapatdibuka untuk kepentingan ventilasi alami dan kisi-kisi pada pintu danjendela.

(3) Persyaratan teknis sistem dan kebutuhan ventilasi harus mengikutipedoman standar teknis yang berlaku

Pasal 47

(1) Sistem pencahayaan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalamPasal 45 dapat berupa sistem pencahayaan alami dan/atau buatandan/atau pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.

(2) Bangunan gedung tempat tinggal, bangunan gedung pelayanankesehatan, bangunan gedung pendidikan dan bangunan gedungpelayanan umum harus mempunyai bukaan untuk pencahayaanalami yang optimal disesuaikan dengan fungsi bangunan gedung danfungsi tiap-tiap ruangan dalam bangunan gedung.

(3) Sistem pencahayaan buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)harus memenuhi persyaratan:a . mempunyai tingkat iluminasi yang disyaratkan sesuai fungsi ruang

dalam dan tidak menimbulkan efek silau/ pantulan;

20

b . sistem pencahayaan darurat hanya dipakai pada bangunangedung fungsi tertentu, dapat bekerja secara otomatis danmempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi;

c . harus dilengkapi dengan pengendali manual/otomatis danditempatkan pada tempat yang mudah dicapai/ dibaca olehpengguna ruangan.

(4) Persyaratan teknis sistem pencahayaan mengikuti pedoman standarteknis pencahayaan.

Pasal 48

(1) Sistem sanitasi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam pasal45 dapat berupa sistem air minum dalam bangunan gedung, sistempengolahan dan pembuangan air limbah/kotor, persyaratan instalasigas medik, persyaratan penyaluran air hujan, persyaratan fasilitasisanitasi dalam bangunan gedung (saluran pembuangan air kotor, tempatsampah,penampungan sampah dan/atau pengolahan sampah).

(2) Sistem air minum dalam bangunan gedung sebagaimana dimaksudpada ayat (1) harus direncanakan dengan mempertimbangkan sumberair minum,kualitas air bersih, sistem distribusi dan penampungannya.

(3) Persyaratan sistem sanitasi bangunan gedung mengikuti pedomanstandar teknis sanitasi.

Pasal 49

(1) Sistem pengolahan dan pembuangan air limbah/kotor sebagaimanadimaksud dalam Pasal 48 (ayat1) harus direncanakan dan dipasangdengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya yangdiwujudkan dalam bentuk pemilihan sistem pengaliran/pembuangan danpenggunaan peralatan yang dibutuhkan dan sistem pengolahan danpembuangannya.

(2) Air limbah beracun dan berbahaya tidak boleh digabung dengan airlimbah rumah tangga, yang sebelum dibuang ke saluran terbuka harusdiproses sesuai dengan pedoman dan standar teknis terkait.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan pemasangan, danpemeliharaan sistem pembuangan air limbah Bangunan Gedung harusmengikuti standar teknis yang berlaku

Pasal 50

(1) Persyaratan instalasi gas medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48(ayat 1 )wajib diberlakukan di fasilitas pelayanan kesehatan di rumahsakit, rumah perawatan,fasilitas hiperbank, klinik bersalin dan fasilitaskesehatan lainnya.

(2) Potensi bahaya kebakaran dan ledakan yang berkaitan dengan sistemperpipaan gas medik dan sistem vacum gas medik harusdipertimbangkan pada saat perancangan, pemasangan, pengujian,pengoperasian dan pemeliharaannya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan pemasangan, danpemeliharaan system instalasi gas medik harus mengikuti standarteknis yang berlaku.

Pasal 51

(1) Sistem air hujan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 (ayat1) harusdirencanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan ketinggianpermukaan air tanah, permeabilitas tanah dan ketersediaan jaringandrainase lingkungan/kota.

21

(2) Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi dengansistem penyaluran air hujan baik dengan sistem peresapan air kedalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke dalam sumur resapansebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan.

(3) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinyaendapan dan penyumbatan pada saluran.

(4) Persyaratan penyaluran air hujan harus mengikuti mengikuti standarteknis yang berlaku.

Pasal 52

(1) Sistem pembuangan kotoran, dan sampah dalam bangunan gedungsebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 (ayat 1 ) harus direncanakandan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan danjenisnya.

(2) Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentukpenyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah pada bangunangedung dengan memperhitungkan fungsi bangunan, jumlah penghunidan volume kotoran dan sampah.

(3) Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentukpenempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidakmengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya.

(4) Pengembang perumahan wajib menyediakan wadah sampah, alatpengumpul dan tempat pembuangan sampah sementara, sedangkanpengangkatan dan pembuangan akhir dapat bergabung dengansistem yang sudah ada.

(5) Potensi reduksi sampah dapat dilakukan dengan mendaur ulangdan/atau memanfaatkan kembali sampah bekas.

(6) Sampah beracun dan sampah rumah sakit, laboratoriun dan pelayananmedis harus dibakar dengan insinerator yang tidak menggangulingkungan.

Pasal 53

(1) Bahan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 harusaman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidakmenimbulkan dampak penting terhadap lingkungan serta penggunannyadapat menunjang pelestarian lingkungan.

(2) Bahan bangunan yang aman bagi kesehatan dan tidak menimbulkandampak penting harus memenuhi kriteria:a . tidak mengandung bahan berbahaya/beracun bagi kesehatan

pengguna bangunan gedung;b. tidak menimbulkan efek silau bagi pengguna, masyarakat dan

lingkungan sekitarnya;c. tidak menimbulkan efek peningkatan temperatur;d. sesuai dengan prinsip konservasi; dane. ramah lingkungan.

(3) Bahan bangunan atap pada bangunan gedung atau rumah menggunakanbahan atap ringan.

22

Paragraf 8Persyaratan Kenyamanan Bangunan Gedung

Pasal 54

Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi kenyamanan ruanggerak dan hubungan antar ruang, kenyamanan kondisi udara dalam ruang,kenyamanan pandangan, serta kenyamanan terhadap tingkat getaran dankebisingan.

Pasal 55

(1) Kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang sebagaimanadimaksud dalam Pasal 54 merupakan tingkat kenyamanan yangdiperoleh dari dimensi ruang dan tata letak ruang serta sirkulasi antarruang yang memberikan kenyamanan bergerak dalam ruangan.

(2) Kenyamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harusmempertimbangkan fungsi ruang, jumlah pengguna, perabot/ furnitur,aksesibilitas ruang dan persyaratan keselamatan dan kesehatan.

Pasal 56

(1) Persyaratan kenyamanan kondisi udara di dalam ruang sebagaimanadimaksud dalam Pasal 54 merupakan tingkat kenyamanan yangdiperoleh dari temperatur dan kelembaban di dalam ruang untukterselenggaranya fungsi bangunan gedung.

(2) Persyaratan kenyamanan kondisi udara mengikuti standar teknis yangberlaku.

Pasal 57

(1) Persyaratan kenyamanan pandangan sebagaimana dimaksud dalamPasal 54 merupakan kondisi dari hak pribadi pengguna yang di dalammelaksanakan kegiatannya didalam gedung tidak terganggu bangunangedung lain di sekitarnya.

(2) Persyaratan kenyamanan pandangan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) harus mempertimbangkan kenyamanan pandangan dari dalambangunan, ke luar bangunan, dan dari luar ke ruang-ruang tertentudalam bangunan gedung.

(3) Persyaratan kenyamanan pandangan dari dalam ke luar bangunansebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempertimbangkan:a. gubahan massa bangunan, rancangan bukaan, tata ruang dalam dan

luar bangunan dan rancangan bentuk luar bangunan;b. pemanfaatan potensi ruang luar bangunan gedung dan penyediaan

RTH.(4) Persyaratan kenyamanan pandangan dari luar ke dalam bangunan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempertimbangkan:a. rancangan bukaan, tata ruang dalam dan luar bangunan dan

rancangan bentuk luar bangunan;b. keberadaan bangunan gedung yang ada dan/atau yang akan ada di

sekitar bangunan gedung dan penyediaan RTH.c . pencegahan terhadap gangguan silau dan pantulan sinar.

(5) Untuk kenyamanan pandangan pada bangunan gedung harus dipenuhipersyaratan standar teknis kenyamanan pandangan pada bangunangedung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).

(6) Dalam hal masih terdapat persyaratan lainnya yang belum tertampungatau belum mempunyai SNI digunakan standar baku dan/ataupedoman teknis.

23

Pasal 58

(1) Kenyamanan terhadap tingkat getaran dan kebisingan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 54 merupakan tingkat kenyamanan yangditentukan oleh satu keadaan yang tidak mengakibatkan pengguna danfungsi bangunan gedung terganggu oleh getaran dan/atau kebisinganyang timbul dari dalam bangunan gedung maupun lingkungannya.

(2) Untuk mendapatkan kenyamanan dari getaran dan kebisingansebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyelenggara bangunan gedungharus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatandan/atau sumber getar dan sumber bising lainnya yang berada didalam maupun di luar bangunan gedung.

(3) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran dankebisingan pada bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)harus mengikuti persyaratan teknis, yaitu standar tata caraperencanaan kenyamanan terhadap getaran dan kebisingan padabangunan gedung.

(4) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atauyang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/ataupedoman teknis.

Paragraf 9Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung

Pasal 59

Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan hubungan ke, dari dan didalam bangunan gedung serta kelengkapan sarana dan prasarana dalampemanfaatan bangunan gedung.

Pasal 60

(1) Kemudahan hubungan ke, dari dan di dalam bangunan gedungsebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi tersedianya fasilitasdan aksesibilitas yang mudah, aman dan nyaman termasuk penyandangcacat dan lanjut usia.

(2) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat(1) harus mempertimbangkan tersedianya hubungan horizontal danvertikal antarruang dalam bangunan gedung, akses evakuasi termasukbagi penyandang cacat dan lanjut usia.

(3) Bangunan gedung umum yang fungsinya untuk kepentingan publik,harus menyediakan fasilitas dan kelengkapan sarana hubungan vertikalbagi semua orang termasuk manusia berkebutuhan khusus.

(4) Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan kemudahanhubungan horizontal berupa tersedianya pintu dan/atau koridor yangmemadai dalam jumlah, ukuran dan jenis pintu, arah bukaan pintuyang dipertimbangkan berdasarkan besaran ruangan, fungsi ruangandan jumlah pengguna bangunan gedung.

(5) Ukuran koridor sebagai akses horizontal antarruang dipertimbangkanberdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang dan jumlah pengguna.

(6) Kelengkapan sarana dan prasarana harus disesuaikan dengan fungsibangunan gedung dan persyaratan lingkungan bangunan gedung.

24

Pasal 61

(1) Setiap bangunan bertingkat harus menyediakan sarana hubunganvertikal antar lantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsibangunan gedung berupa tangga, ram, lif, tangga berjalan atau lantaiberjalan.

(2) Jumlah,ukuran dan konstruksi sarana hubungan vertikal harusberdasarkan fungsi bangunan gedung, luas bangunan dan jumlahpengguna ruang serta keselamatan pengguna bangunan gedung.

(3) Bangunan gedung dengan ketinggian di atas 4 (empat) lantai harusmenyediakan lif penumpang.

(4) Setiap bangunan gedung yang memiliki lif penumpang harusmenyediakan lif khusus kebakaran, atau lif penumpang yang dapatdifungsikan sebagai lif kebakaran yang dimulai dari lantai dasarbangunan gedung.

(5) Persyaratan kemudahan hubungan vertikal dalam bangunansebagaimana mengikuti standar teknis yang berlaku;

Paragraf 10Pembangunan Bangunan Gedung di Atas atau di Bawah Tanah, Air atau

Prasarana/Sarana Umum, dan pada Daerah Hantaran Udara ListrikTegangan Tinggi/Ekstra Tinggi/Ultra Tinggi dan/atau Menara

Telekomunikasi dan/atau Menara Air

Pasal 62

(1) Pembangunan bangunan gedung di atas prasarana dan/atau saranaumum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:a. sesuai dengan RTRW Kabupatenb. tidak mengganggu fungsi sarana dan prasarana yang berada di

bawahnya dan/atau di sekitarnya;c . tetap memperhatikan keserasian bangunan terhadap lingkungannya;

dand . mempertimbangkan pendapat Tim Ahli Bangunan, Gedung dan

pendapat masyarakat.(2) Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang melintasi

prasarana dan/atau sarana umum harus memenuhi persyaratan sebagaiberikut:a . sesuai dengan RTRW Kabupaten ;b . tidak untuk fungsi hunian atau tempat tinggal;c . tidak mengganggu fungsi sarana dan prasarana yang berada di

bawah tanah;d . memiliki sarana khusus untuk kepentingan keamanan dan

keselamatan bagi pengguna bangunan; dane . mempertimbangkan pendapat Tim Ahli Bangunan Gedung dan

pendapat masyarakat.(3) Pembangunan bangunan gedung di bawah dan/atau di atas air harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut:a. sesuai dengan RTRW Kabupaten;b . tidak mengganggu keseimbangan lingkungan dan fungsi lindung

kawasan;c . tidak menimbulkan pencemaran;d . telah mempertimbangkan faktor keselamatan, kenyamanan,

kesehatan dan kemudahan bagi pengguna bangunan, dane . mempertimbangkan pendapat Tim Ahli Bangunan Gedung dan

pendapat masyarakat.

25

(4) Pembangunan bangunan gedung pada daerah hantaran udara listriktegangan tinggi/ekstra tinggi/ultra tinggi dan/atau menaratelekomunikasi dan/atau menara air harus memenuhi persyaratansebagai berikut:a. sesuai dengan RTRW Kabupaten ;b. telah mempertimbangkan faktor keselamatan, kenyamanan,

kesehatan dan kemudahan bagi pengguna bangunan;c. khusus untuk daerah hantaran listrik tegangan tinggi harus

mengikuti pedoman dan/atau standar teknis tentang ruangbebas udara tegangan tinggi dan SNI Nomor 04-6950-2003Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran UdaraTegangan Ekstra Tinggi (SUTET) - Nilai ambang batas medan listrikdan medan magnet;

d . khusus menara telekomunikasi harus mengikuti Surat KeputusanBersama 4 Menteri (Menteri Dalam Negeri nomor 18 Tahun2009,Menteri Pekerjaan Umum nomor 07/PRT/M/2009,MenteriKomunikasi dan Informatika nomor 3/P/2009 dan Kepala BadanKoordinasi Penanaman Modal nomor 3/P/2009) tentang PedomanPembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi; dan

e . Pemilik menara Telekomunikasi dan menara air Dalam radius 100meter wajib menjamin keamanan, kenyamanan dan kesehatanmasyarakat.

f . mempertimbangkan pendapat Tim Ahli Bangunan Gedung danpendapat masyarakat.

Bagian KeempatBangunan Gedung Adat

Paragraf 1Umum

Pasal 63

(1) Bangunan gedung adat harus dibangun berdasarkan kaidah hukumadat atau tradisi masyarakat hukum adat sesuai dengan budayadan sistem nilai yang berlaku di masyarakat hukum adatnya.

(2) Pemerintah Kabupaten dapat menetapkan persyaratan administratif danpersyaratan teknis tersendiri untuk bangunan rumah adat dalamPeraturan Bupati.

Paragraf 2Kearifan Lokal

Pasal 64

Penyelenggaraan bangunan rumah adat selain memperhatikan ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 harus memperhatikan kearifan lokaldan sistem nilai yang berlaku di lingkungan masyarakat hukum adatnya.

Paragraf 3Kaidah Tradisional

Pasal 65

(1) Di dalam penyelenggaraan bangunan rumah adat pemilik bangunangedung harus memperhatikan kaidah dan norma tradisional yangberlaku di lingkungan masyarakat hukum adatnya.

26

(2) Kaidah dan norma tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi aspek perencanaan, pembangunan,pemanfaatan gedung ataubagian dari bangunan gedung, arah/orientasi bangunan gedung,aksesoris pada bangunan gedung dan aspek larangan dan/atau aspekritual pada penyelenggaraan bangunan gedung rumah adat.

Paragraf 4Pemanfaatan Simbol Tradisional pada Bangunan Gedung Baru

Pasal 66

(1) Perseorangan, kelompok masyarakat, lembaga swasta atau lembagapemerintah dapat menggunakan simbol atau unsur tradisional yangterdapat pada bangunan gedung adat untuk digunakan pada bangunangedung yang akan dibangun atau direhabilitasi atau direnovasi.

(2) Penggunaan simbol atau unsur tradisional yang terdapat pada bangunangedung adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tetap sesuaidengan makna simbol tradisional yang digunakan dan sistem nilaiyang berlaku pada pemanfaatan bangunan gedung.

(3) Penggunaan simbol atau unsur tradisonal pada bangunangedungPemerintah Daerah harus digunakan atau diterapkan.

(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai penggunaan simbol atau unsurtradisional pada bangunan gedung diatur pada Peraturan Bupati.

Paragraf 5Persyaratan Bangunan Gedung Adat/Tradisional

Pasal 67

(1) Setiap rumah adat atau tradisional dibangun dengan mengikutipersyaratan administrasi dan persyaratan teknis sebagaimana dimaksuddalam Pasal 11 ayat (1).

(2) Persyaratan lain yang bersifat khusus yang berlaku di lingkunganmasyarakat hukum adatnya dapat melengkapi persyaratan sebagaimanadimaksud pada ayat (1).

(3) Persyaratan bangunangedung adat/tradisional sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

(4) Pemerintah Kabupaten dapat menetapkan persyaratan administratif danpersyaratan teknis tersendiri untuk bangunan rumah adat di dalamPeraturan Bupati.

Bagian KelimaBangunan Gedung Semi Permanen dan Bangunan Gedung Darurat

Paragraf 1Bangunan Gedung Semi Permanen dan Darurat

Pasal 68

(1) Bangunan gedung semi permanen dan darurat merupakan bangunangedung yang digunakan untuk fungsi yang ditetapkan dengankonstruksi semi permanen dan darurat yang dapat ditingkatkanmenjadi permanen.

(2) Penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat(1) harus tetap dapat menjamin keamanan, keselamatan, kemudahan,keserasian dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya.

(3) Tata cara penyelenggaraan bangunan gedung semi permanen dandarurat diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

27

Bagian KeenamBangunan Gedung di Lokasi Yang Berpotensi Bencana Alam

Paragraf 1Di Lokasi Jalur Gempa dan Bencana Alam Geologi

Pasal 69

(1) Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi yang berpotensi bencanagempa bumi harus memperhatikan peta rawan bencana kabupaten.

(2) Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi yang berpotensi bencanageologi harus memperhatikan RTRW, RDTR dan PZ, dan RTBL.

(3) Dalam hal RTRW, RDTR dan PZ, dan RTBL untuk kawasan bencanaalam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum ditetapkan,Pemerintah Daerah dapat menetapkan Peraturan Bupati tentang lokasiyang berpotensi bencana alam geologi berdasarkan pertimbangan dinasteknis terkait dan TABG .

Paragraf 2Di Lokasi Rawan Longsor

Pasal 70

(1) Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi yang berpotensi bencanaLongsor harus mengikuti peraturan Bupati

(2) Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi yang berpotensi bencanaLongsor harus memperhatikan RTRW, RDTR dan PZ, dan RTBL.

(3) Dalam hal RTRW, RDTR dan PZ, dan RTBL untuk kawasan bencanalongsor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belumditetapkan,Pemerintah Daerah dapat menetapkan Peraturan Bupatitentang lokasi yang berpotensi bencana rawan longsor berdasarkanpertimbangan dinas teknis terkait dan TABG.

.

Paragraf 3Di Lokasi Rawan Banjir

Pasal 71

(1) Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi yang berpotensi bencanaBanjir harus mengikuti peraturan Bupati

(2) Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi yang berpotensi bencanabanjir harus memperhatikan RTRW, RDTR dan PZ, dan RTBL.

(3) Dalam hal RTRW, RDTR dan PZ, dan RTBL untuk kawasan bencanabanjir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belumditetapkan,Pemerintah Daerah dapat menetapkan Peraturan Bupatitentang lokasi yang berpotensi bencana rawan banjir berdasarkanpertimbangan dinas teknis terkait dan TABG.

Paragraf 4Di kawasan Gunung Berapi

Pasal 72

(1) Penyelenggaraan bangunan gedung di kawasan yang berpotensi bencanagunung berapi harus mengikuti peraturan Bupati.

28

(2) Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi yang berpotensi bencanagunung berapi h a r u s memperhatikan RTRW, RDTR dan PZ, dan RTBL.

(3) Dalam hal RTRW, RDTR dan PZ, dan RTBL untuk kawasan bencanagunung berapi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belumditetapkan,Pemerintah Daerah dapat menetapkan Peraturan Bupatitentang kawasan yang berpotensi bencana gunung berapi berdasarkanpertimbangan dinas teknis terkait dan TABG.

Paragraf 5Di kawasan Pertambangan

Pasal 73

(1) Penyelenggaraan bangunan gedung di kawasan pertambangan harusmengikuti peraturan Bupati

(2) Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi pertambangan harusmemperhatikan RTRW, RDTR dan PZ, dan RTBL

(3) Dalam hal RTRW, RDTR dan PZ, dan RTBL untuk kawasanpertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belumditetapkan,Pemerintah Daerah dapat menetapkan Peraturan Bupatitentang lokasi yang berpotensi bencana di kawasan pertambanganberdasarkan pertimbangan dinas teknis terkait dan TABG.

BAB VPENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG

Bagian Ke satuUmum

Pasal 74

(1) Penyelenggaraan bangunan gedung terdiri atas kegiatan pembangunan,pemanfaatan, pelestarian,dan pembongkaran.

(2) Kegiatan pembangunan bangunan gedung sebagaimana dimaksud padaayat (1) diselenggarakan melalui proses perencanaan teknis danproses pelaksanaan konstruksi.

(3) Kegiatan pemanfaatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud padaayat (1) meliputi kegiatan pemeliharaan, perawatan, pemeriksaan secaraberkala, perpanjangan Sertifikat Laik Fungsi, dan pengawasanpemanfaatan bangunan gedung.

(4) Kegiatan pelestarian bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat(1) meliputi kegiatan penetapan dan pemanfaatan termasuk perawatandan pemugaran serta kegiatan pengawasannya.

(5) Kegiatan pembongkaran bangunan gedung sebagaimana dimaksud padaayat (1) meliputi penetapan pembongkaran dan pelaksanaanpembongkaran serta pengawasan pembongkaran.

(6) Di dalam penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana dimaksudpada ayat (1) penyelenggara bangunan gedung wajib memenuhipersyaratan administrasi dan persyaratan teknis untuk menjaminkeandalan bangunan gedung tanpa menimbulkan dampak penting bagilingkungan.

(7) Penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat dilaksanakan oleh perorangan atau penyedia jasa di bidangpenyelenggaraan gedung.

29

Bagian KeduaKegiatan Pembangunan

Paragraf 1Umum

Pasal 75

Kegiatan pembangunan bangunan gedung dapat diselenggarakan secaraswakelola atau menggunakan penyedia jasa di bidang perencanaan,pelaksanaan dan/atau pengawasan.

Pasal 76

(1) Penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung secara swakelolasebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 menggunakan gambar rencanateknis sederhana atau gambar rencana prototip.

(2) Pemerintah Kabupaten dapat memberikan bantuan teknis kepadapemilik bangunan gedung dengan penyediaan rencana tekniksederhana atau gambar prototip.

(3) Pengawasan pembangunan bangunan gedung sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka kelaikanfungsi bangunan gedung.

Paragraf 2Perencanaan Teknis

Pasal 77

(1) Setiap kegiatan mendirikan, mengubah, menambah dan membongkarbangunan gedung harus berdasarkan pada perencanaan teknis yangdirancang oleh penyedia jasa perencanaan bangunan gedung yangmempunyai sertifikasi kompetensi di bidangnya sesuai dengan fungsi danklasifikasinya.

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)perencanan teknis untuk bangunan gedung hunian tunggal sederhana,bangunan gedung hunian deret sederhana, dan bangunan gedungdarurat.

(3) Pemerintah Daerah dapat menetapkan jenis bangunan gedunglainnya yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud padaayat (1) yang diatur di dalam Peraturan Bupati.

(4) Perencanaan bangunan gedung dilakukan berdasarkan kerangka acuankerja dan dokumen ikatan kerja dengan penyedia jasa perencanaanbangunan gedung yang memiliki sertifikasi sesuai dengan bidangnya.

(5) Perencanaan teknis bangunan gedung harus disusun dalam suatudokumen rencana teknis bangunan gedung.

Paragraf 3Dokumen Rencana Teknis

Pasal 78

(1) Dokumen rencana teknis bangunan gedung dapat meliputi:a. gambar rencana teknis berupa: rencana teknis arsitektur, struktur

dan konstruksi, mekanikal/ elektrikal;b. gambar detail;c. syarat-syarat umum dan syarat teknis;d. rencana anggaran biaya pembangunan; dane. laporan perencanaan.

30

(2) Dokumen rencana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diperiksa, dinilai, disetujui dan disahkan sebagai dasar untukpemberian IMB dengan mempertimbangkan kelengkapan dokumensesuai dengan fungsi dan klasifkasi bangunan gedung, persyaratantata bangunan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.

(3) Penilaian dokumen rencana teknis bangunan gedung sebagaimanadimaksud pada ayat (2) wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:a. pertimbangan dari Tim Ahli Bangunan Gedung untuk bangunan

gedung yang digunakan bagi kepentingan umum;b. pertimbangan dari Tim Ahli Bangunan Gedung dan memperhatikan

pendapat masyarakat untuk bangunan gedung yang akanmenimbulkan dampak penting; dan

c. koordinasi dengan Pemerintah Daerah, dan mendapatkanpertimbangan dari Tim Ahli Bangunan Gedung serta memperhatikanpendapat masyarakat untuk bangunan gedung yang diselenggarakanoleh Pemerintah.

(4) Persetujuan dan pengesahan dokumen rencana teknis sebagaimanadimaksud pada ayat (2) diberikan secara tertulis oleh pejabat yangberwenang.

(5) Dokumen rencana teknis yang telah disetujui dan disahkan dikenakanbiaya retribusi IMB yang besarnya ditetapkan berdasarkan fungsi danklasifikasi bangunan gedung.

Paragraf 4Pengaturan Retribusi IMB

Pasal 79

Pengaturan retribusi IMB meliputi:a. jenis kegiatan dan objek yang dikenakan retribusi;b. penghitungan besarnya retribusi IMB;c. indeks penghitungan besarnya retribusi IMB;d. harga satuan (tarif) retribusi IMB.

Pasal 80

(1) Jenis kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung yang dikenakanretribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 huruf a meliputi:a. pembangunan baru;b. rehabilitasi/renovasi (perbaikan/perawatan, perubahan, perluasan/

pengurangan); danc . pelestarian/pemugaran.

(2) Objek retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 huruf a meliputibiaya penyelenggaraan IMB yang terdiri atas pengecekan, pengukuranlokasi, pemetaan, pemeriksaan dan penata usahaan pada bangunangedung dan prasarana bangunan gedung.

(3) Perhitungan besarnya retribusi IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal79 huruf b merujuk pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan BangunanGedung.

(4) Besarnya retribusi IMB dan tata cara penerbitan IMB di atur dalamPeraturan Bupati

31

Paragraf 5Penyedia Jasa Perencanaan Teknis

Pasal 81

(1) Perencanaan teknis bangunan gedung dirancang oleh penyedia jasaperencanaan bangunan gedung yang mempunyai sertifikasi kompetensi dibidangnya sesuai dengan klasifikasinya.

(2) Penyedia jasa perencana bangunan gedung sebagaimana dimaksudpada ayat (1) terdiri atas:a. Perencana arsitektur;b. Perencana stuktur;c. Perencana mekanikal;d. Perencana elektrikal;e. Perencana pemipaan (plumber);f. Perencana proteksi kebakaran; dang . Perencana tata lingkungan.

(3) Pemerintah Daerah dapat menetapkan jenis bangunan gedung yangdikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)yang diatur dalam Peraturan Bupati.

(4) Lingkup layanan jasa perencanaan teknis bangunan gedung meliputi:a. penyusunan konsep perencanaan;b. prarencana;c. pengembangan rencana;d. rencana detail;e. pembuatan dokumen pelaksanaan konstruksi;f. pemberian penjelasan dan evaluasi pengadaan jasa pelaksanaan;g. pengawasan berkala pelaksanaan konstruksi bangunan gedung; danh. penyusunan petunjuk pemanfaatan bangunan gedung.

(5) Perencanaan teknis bangunan gedung harus disusun dalam suatudokumen rencana teknis bangunan gedung.

Bagian KetigaPelaksanaan Konstruksi

Paragraf 1Pelaksanaan Konstruksi

Pasal 82

(1) Pelaksanaan konstruksi bangunan gedung meliputi kegiatanpembangunan baru, perbaikan,penambahan, perubahan dan/ataupemugaran bangunan gedung dan/atau Instalasi dan/ atau perlengkapanbangunan gedung. instalasi dan/atau perlengkapan bangunan gedung.

(2) Pelaksanaan konstruksi bangunan gedung dimulai setelah pemilikbangunan gedung memperoleh IMB dan dilaksanakan berdasarkandokumen rencana teknis yang telah disahkan.

(3) Pelaksana bangunan gedung adalah orang atau badan hukum yang telahmemenuhi syarat menurut peraturan perundang- undangan kecualiditetapkan lain olehPemerintah Daerah.

(4) Dalam melaksanakan pekerjaan, pelaksana bangunan diwajibkanmengikuti semua ketentuan dan syarat-syarat pembangunan yangditetapkan dalam IMB.

Pasal 83

Untuk memulai pembangunan, pemilik IMB wajib mengisi lembaranpermohonan pelaksanaan bangunan, yang berisikan keterangan mengenai:a. Nama dan Alamat;

32

b. Nomor IMB;c. Lokasi bangunan; dand. Pelaksana atau penanggung jawab bangunan.

Pasal 84

(1) Pelaksanaan konstruksi didasarkan pada dokumen rencana teknisyang sesuai dengan IMB.

(2) Pelaksanaan konstruksi bangunan gedung sebagaimana dimaksudpada ayat (1) berupa pembangunan bangunan gedung baru, perbaikan,penambahan, perubahan dan/atau pemugaran bangunan gedungdan/atau instalasi dan/atau perlengkapan bangunan gedung.

Pasal 85

(1) Kegiatan pelaksanaan konstruksi bangunan gedung sebagaimanadimaksud dalam Pasal 84 terdiri atas kegiatan pemeriksaan dokumenpelaksanaan oleh Pemerintah Daerah, kegiatan persiapan lapangan,kegiatan konstruksi,kegiatan pemeriksaan akhir pekerjaan konstruksidan kegiatan penyerahan hasil akhir pekerjaan.

(2) Pemeriksaan dokumen pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat(1)meliputi pemeriksaan kelengkapan,kebenaran dan keterlaksanaankonstruksi dan semua pelaksanaan pekerjaan.

(3) Persiapan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputipenyusunan program pelaksanaan, mobilisasi sumber daya danpenyiapan fisik lapangan.

(4) Kegiatan konstruksi meliputi kegiatan pelaksanaan konstruksi dilapangan, pembuatan laporan kemajuan pekerjaan, penyusunan gambarkerja pelaksanaan (shop drawings) dan gambar pelaksanaan pekerjaansesuai dengan yang telah dilaksanakan (as built drawings) sertakegiatan masa pemeliharaan konstruksi .

(5) Kegiatan pemeriksaaan akhir pekerjaan konstruksi meliputi pemeriksaanhasil akhir pekerjaaan konstruksi bangunan gedung terhadapkesesuaian dengan dokumen pelaksanaan yang berwujud bangunangedung yang laik fungsi dan dilengkapi dengan dokumenpelaksanaan konstruksi, gambar pelaksanaan pekerjaan (as builtdrawings), pedoman pengoperasian dan pemeliharaan bangunan gedung,peralatan serta perlengkapan mekanikal dan elektrikal serta dokumenpenyerahan hasil pekerjaan.

(6) Berdasarkan hasil pemeriksaan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat(5), pemilik bangunan gedung atau penyedia jasa/pengembangmengajukan permohonan penerbitan Sertifikat Laik Fungsi bangunangedung kepadaPemerintah Daerah.

Paragraf 2Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi

Pasal 86

(1) Pelaksanaan konstruksi wajib diawasi oleh petugas pengawaspelaksanaan konstruksi.

(2) Pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung meliputi pemeriksaankesesuaian fungsi, persyaratan tata bangunan, keselamatan, kesehatan,kenyamanan dan kemudahan, dan IMB.

33

Pasal 87

Petugas pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 berwenang:a. Memasuki dan mengadakan pemeriksaan di tempat pelaksanaan

konstruksi setelah menunjukkan tanda pengenal dan surat tugas;b. Menggunakan acuan peraturan umum bahan bangunan, rencana kerja

syarat-syarat dan IMB;c. Memerintahkan untuk menyingkirkan bahan bangunan dan bangunan

yang tidak memenuhi syarat, yang dapat mengancam kesehatan dankeselamatan umum; dan

d. Menghentikan pelaksanaan konstruksi, dan melaporkan kepada instansiyang berwenang.

Paragraf 3Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung

Pasal 88

(1) Pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung dilakukan setelahbangunan gedung selesai dilaksanakan oleh pelaksana konstruksisebelum diserahkan kepada pemilik bangunan gedung.

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud ada ayat (1) dapat dilakukan olehpemilik/pengguna bangunan gedung atau penyedia jasa atauPemerintah Kabupaten.

Pasal 89

(1) Pemilik/pengguna bangunan yang memiliki unit teknis dengan SDMyang memiliki sertifikat keahlian dapat melakukan pemeriksaan berkaladalam rangka pemeliharaan dan perawatan.

(2) Pemilik/pengguna bangunan dapat melakukan ikatan kontrak denganpengelola berbentuk badan usaha yang memiliki unit teknis denganSDM yang bersertifikat keahlian pemeriksaan berkala dalam rangkapemeliharaan dan parawatan bangunan gedung.

(3) Pemilik perorangan bangunan gedung dapat melakukan pemeriksaansendiri secara berkala selama yang bersangkutan memiliki sertifikatkeahlian.

Pasal 90

(1) Pelaksanaan pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung untukproses penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) bangunan gedung hunianrumah tinggal tidak sederhana, bangunan gedung lainnya ataubangunan gedung tertentu dilakukan oleh penyedia jasa pengawasanatau manajemen konstruksi yang memiliki sertifikat keahlian.

(2) Pelaksanaan pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung untukproses penerbitan SLF bangunan gedung fungsi khusus dilakukan olehpenyedia jasa pengawasan atau manajemen konstruksi yang memilikisertifikat dan tim internal yang memiliki sertifikat keahlian denganmemperhatikan pengaturan internal dan rekomendasi dari instansiyang bertanggung jawab di bidang fungsi khusus tersebut.

(3) Pengkajian teknis untuk pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedunguntuk proses penerbitan SLF bangunan gedung hunian rumahtinggal tidak sederhana, bangunan gedung lainnya pada umumnyadan bangunan gedung tertentu untuk kepentingan umum dilakukanoleh penyedia jasa pengkajian teknis konstruksi bangunan gedungyang memiliki sertifikat keahlian.

34

(4) Pelaksanaan pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung untukproses penerbitan SLF bangunan gedung fungsi khusus dilakukan olehpenyedia jasa pengkajian teknis konstruksi bangunan gedung yangmemiliki sertifikat keahlian dan tim internal yang memiliki sertifikatkeahlian dengan memperhatikan pengaturan internal dan rekomendasidari instansi yang bertanggung jawab di bidang fungsi dimaksud.

(5) Hubungan kerja antara pemilik/pengguna bangunan gedung danpenyedia jasa pengawasan/manajemen konstruksi atau penyedia jasapengkajian teknis konstruksi bangunan gedung dilaksanakanberdasarkan ikatan kontrak.

Pasal 91

(1) Pemerintah Daerah khususnya instansi teknis pembinapenyelenggaraan bangunan gedung dalam proses penerbitan SLFbangunan gedung, melaksanakan pengkajian teknis untukpemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung hunian rumah tinggaltunggal termasuk rumah tinggal tunggal sederhana dan rumah deretdan pemeriksaan berkala bangunan gedung hunian rumah tinggaltunggal dan rumah deret.

(2) Dalam hal di instansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud adaayat (1) tidak terdapat tenaga teknis yang cukup, Pemerintah Daerahdapat menugaskan penyedia jasa pengkajian teknis kontruksi bangunangedung untuk melakukan pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedunghunian rumah tinggal tunggal sederhana dan rumah tinggal deretsederhana.

(3) Dalam hal penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belumtersedia, instansi teknis pembina penyelenggara bangunan gedungdapat bekerja sama dengan asosiasi profesi di bidang bangunan gedunguntuk melakukan pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung.

Paragraf 4Tata Cara Penerbitan SLF Bangunan Gedung

Pasal 92

(1) Penerbitan SLF bangunan gedung dilakukan atas dasar permintaanpemilik/pengguna bangunan gedung untuk bangunan gedung yang telahselesai pelaksanaan konstruksinya atau untuk perpanjangan SLFbangunan gedung yang telah pernah memperoleh SLF.

(2) SLF bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikandengan mengikuti prinsip pelayanan prima dan tanpa pungutanbiaya.

(3) SLF bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikansetelah terpenuhinya persyaratan administratif dan persyaratan teknissesuai dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung sebagaimanadimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal dan pasal 8,

(4) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat(1):a. Pada proses pertama kali SLF bangunan gedung:

1) kesesuaian data aktual dengan data dalam dokumen status hakatas tanah;

2) kesesuaian data aktual dengan data dalamIMB dan/atau dokumenstatus kepemilikan bangunan gedung; dan

3) kepemilikan dokumen IMB.b. Pada proses perpanjangan SLF bangunan gedung:

1) kesesuaian data aktual dan/atau adanya perubahan dalamdokumen status kepemilikan bangunan gedung;

35

2) kesesuaian data aktual (terakhir) dan/atau adanya perubahandalam dokumen status kepemilikan tanah; dan

3) kesesuaian data aktual (terakhir) dan/atau adanya perubahan datadalam dokumen IMB.

(5) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1):a. Pada proses pertama kali SLF bangunan gedung:

1) kesesuaian data aktual dengan data dalam dokumen pelaksanaankonstruksi termasuk as built drawings, pedoman pengoperasiandan pemeliharaan/perawatan bangunan gedung, peralatan sertaperlengkapan mekanikal dan elektrikal dan dokumen ikatan kerja;dan

2) pengujian lapangan dan/atau laboratorium untuk aspekkeselamatan, kesehatan,kenyamanan dan kemudahan padastruktur, peralatan dan perlengkapan bangunan gedung sertaprasarana pada komponen konstruksi atau peralatan yangmemerlukan data teknis akurat sesuai dengan pedoman teknis dantata cara pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung.

b. Pada proses perpanjangan SLF bangunan gedung:1) kesesuaian data aktual dengan data dalam dokumen hasil

pemeriksaan berkala, laporan pengujian struktur, peralatan danperlengkapan bangunan gedung serta prasarana bangunangedung, laporan hasil perbaikan, dan/atau penggantian padakegiatan perawatan, termasuk perubahan fungsi, intensitas,arsitektrur dan dampak lingkungan yang ditimbulkan; dan

2) pengujian lapangan dan/atau laboratorium untuk aspekkeselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan padastruktur, peralatan dan perlengkapan bangunan gedung sertaprasarana pada struktur, komponen konstruksi dan peralatan yangmemerlukan data teknis akurat termasuk perubahan fungsi,peruntukan dan intensitas, arsitektur serta dampaklingkungan, yang ditimbulkannya, sesuai dengan pedoman teknisdan tata cara pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung.

(6) Data hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dicatatdalam daftar simak, disimpulkan dalam surat pernyataan pemeriksaankelaikan fungsi bangunan gedung atau rekomendasi pada pemeriksaanpertama dan pemeriksaan berkala.

Paragraf 5Pendataan Bangunan Gedung

Pasal 93

(1) Bupati wajib melakukan pendataan bangunan gedung untuk keperluantertib administrasi pembangunan,dan tertib administrasipemanfaatan bangunan gedung.

(2) Pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi bangunan gedung baru dan bangunan gedung yang telahada.

(3) Khusus pendataan bangunan gedung baru, dilakukan bersamaandengan proses IMB, proses SLF dan proses sertifikasi kepemilikanbangunan gedung.

(4) Bupati wajib menyimpan secara tertib data bangunan gedung sebagaiarsip Pemerintah Daerah.

(5) Pendataan bangunan gedung fungsi khusus dilakukan oleh PemerintahDaerah dengan berkoordinasi dengan Pemerintah.

36

Bagian KeempatKegiatan Pemanfaatan Bangunan Gedung

Paragraf 1Umum

Pasal 94

Kegiatan Pemanfaatan bangunan gedung meliputi pemanfaatan, pemeliharaan,perawatan, pemeriksaan secara berkala, perpanjangan SLF, dan pengawasanpemanfaatan.

Pasal 95

(1) Pemanfatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94merupakan kegiatan memanfaatkan bangunan gedung sesuai denganfungsi yang ditetapkan dalam IMB setelah pemilik memperoleh SLF.

(2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secaratertib administrasi dan tertib teknis untuk menjamin kelaikan fungsibangunan gedung tanpa menimbulkan dampak penting terhadaplingkungan.

Paragraf 2Pemeliharaan

Pasal 96

(1) Kegiatan pemeliharaan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94meliputi pembersihan, perapian, pemeriksaan, pengujian,perbaikandan/atau penggantian bahan atau perlengkapan bangunan gedungdan/atau kegiatan sejenis lainnya berdasarkan pedoman pengoperasiandan pemeliharaan bangunan gedung.

(2) Pemilik atau pengguna bangunan gedung di dalam melakukan kegiatanpemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakanpenyedia jasa pemeliharaan gedung yang mempunyai sertifikatkompetensi yang sesuai berdasarkan ikatan kontrak berdasarkanperaturan perundang-undangan.

(3) Pelaksanaan kegiatan pemeliharaan oleh penyedia jasa sebagaimanadimaksud pada ayat (2) harus menerapkan prinsip keselamatan dankesehatan kerja (K3).

(4) Hasil kegiatan pemeliharaaan dituangkan ke dalam laporanpemeliharaan yang digunakan sebagai pertimbangan penetapanperpanjangan SLF.

Paragraf 3PerawatanPasal 97

(1) Kegiatan perawatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalamPasal 94 meliputi perbaikan dan/atau penggantian bagian bangunangedung, komponen, bahan bangunan dan/atau prasarana dan saranaberdasarkan rencana teknis perawatan bangunan gedung.

(2) Pemilik atau pengguna bangunan gedung di dalam melakukan kegiatanperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakanpenyedia jasa perawatan bangunan gedung bersertifikat dengan dasarikatan kontrak berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(3) Perbaikan dan/atau penggantian dalam kegiatan perawatan bangunangedung dengan tingkat kerusakan sedang dan berat dilakukansetelah dokumen rencana teknis perawatan bangunan gedung disetujuiolehPemerintah Daerah.

37

(4) Hasil kegiatan perawatan dituangkan ke dalam laporan perawatan yangakan digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan penetapanperpanjangan SLF.

(5) Pelaksanaan kegiatan perawatan oleh penyedia jasa sebagaimanadimaksud pada ayat (2) harus menerapkan prinsip keselamatan dankesehatan kerja (K3).

Paragraf 4Pemeriksaan Berkala

Pasal 98

(1) Pemeriksaan berkala bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalamPasal 94 dilakukan untuk seluruh atau sebagian bangunan gedung,komponen, bahan bangunan, dan/atau sarana dan prasarana dalamrangka pemeliharaan dan perawatan yang harus dicatat dalamlaporan pemeriksaan sebagai bahan untuk memperoleh perpanjanganSLF.

(2) Pemilik atau pengguna bangunan gedung di dalam melakukan kegiatanpemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatmenggunakan penyedia jasa pengkajian teknis bangunan gedung atauperorangan yang mempunyai sertifikat kompetensi yang sesuai.

(3) Lingkup layanan pemeriksaan berkala bangunan gedung sebagaimanadimaksud pada ayat (1) meliputi:a. pemeriksaan dokumen administrasi, pelaksanaan, pemeliharan dan

perawatan bangunan gedung;b. kegiatan pemeriksaan kondisi bangunan gedung terhadap pemenuhan

persyaratan teknis termasuk pengujian keandalan bangunangedung;

c. kegiatan analisis dan evaluasi, dand. kegiatan penyusunan laporan.

(4) Bangunan rumah tinggal tunggal, bangunan rumah tinggal deret danbangunan rumah tinggal sementara yang tidak laik fungsi, SLF nyadibekukan.

Paragraf 5Perpanjangan SLF

Pasal 99

(1) Perpanjangan SLF bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalamPasal 95 diberlakukan untuk bangunan gedung yang telah dimanfaatkansesuai dengan ketentuan:a. 20 tahun untuk rumah tinggal tunggal atau deret sampai

dengan 2 lantai;b. 5 tahun untuk bangunan gedung lainnya.

(2) Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal sederhana meliputirumah tumbuh, rumah sederhana sehat dan rumah deret sederhanatidak dikenakan perpanjangan SLF.

(3) Pengurusan perpanjangan SLF bangunan gedung sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dilakukan paling lambat 60 (enam puluh) hari kalendersebelum berkhirnya masa berlaku SLF dengan memperhatikanketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Pengurusan perpanjangan SLF dilakukan setelah pemilik/pengguna/pengelola bangunan gedung memiliki hasilpemeriksaan/kelaikan fungsi bangunan gedung berupa:a. laporan pemeriksaan berkala, laporan pemeriksaan dan perawatan

bangunan gedung;

38

b. daftar simak pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung;c. dokumen surat pernyataan pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan

gedung atau rekomendasi.(5) Permohonan perpanjangan SLF diajukan oleh pemilik/

pengguna/pengelola bangunan gedung dengan dilampiri dokumen:a. surat permohonan perpanjangan SLF;b. surat pernyataan pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung atau

rekomendasi hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedungyang ditandatangani di atas meterai yang cukup;

c. as built drawings;d. fotokopi IMB bangunan gedung atau perubahannya;e. fotokopi dokumen status hak atas tanah;f. fotokopi dokumen status kepemilikan bangunan gedung;g. rekomendasi dari instansi teknis yang bertanggung jawab di

bidang fungsi khusus; danh. dokumen SLF bangunan gedung yang terakhir.

(6) Pemerintah Kabupaten menerbitkan SLF paling lama 30 (tiga puluh)hari setelah diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat(5).

(7) SLF disampaikan kepada pemohon selambat-lambatnya 7 (tujuh) harikerja sejak tanggal penerbitan perpanjangan SLF.

Pasal 100

Tata cara perpanjangan SLF diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

Paragraf 6Pengawasan Pemanfaatan Bangunan Gedung

Pasal 101

Pengawasan pemanfaatan bangunan gedung dilakukan oleh PemerintahDaerah:a. pada saat pengajuan perpanjangan SLF;b. adanya laporan dari masyarakat; danc. adanya indikasi perubahan fungsi dan/atau bangunan gedung yang

membahayakan lingkungan.

Paragraf 7Pelestarian

Pasal 102

(1) Pelestarian bangunan gedung meliputi kegiatan penetapan danpemanfaatan,perawatan dan pemugaran, dan kegiatan pengawasannyasesuai dengan kaidah pelestarian.

(2) Pelestarian bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilaksanakan secara tertib dan menjamin kelaikan fungsi bangunangedung dan lingkungannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

39

Paragraf 8Penetapan dan Pendaftaran Bangunan Gedung yang Dilestarikan

Pasal 103

(1) Bangunan gedung dan lingkungannya dapat ditetapkan sebagaibangunan cagar budaya yang dilindungi dan dilestarikan apabilatelah berumur paling sedikit 50 (lima puluh) tahun, atau mewakilimasa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggapmempunyai nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaantermasuk nilai arsitektur dan teknologinya, serta memiliki nilai budayabagi penguatan kepribadian bangsa.

(2) Pemilik, masyarakat, Pemerintah Kabupaten dapat mengusulkanbangunan gedung dan lingkungannya yang memenuhi syaratsebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk ditetapkan sebagaibangunan cagar budaya yang dilindungi dan dilestarikan.

(3) Bangunan gedung dan lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat(1) sebelum diusulkan penetapannya harus telah mendapatpertimbangan dari tim ahli pelestarian bangunan gedung dan hasildengar pendapat masyarakat dan harus mendapat persetujuan daripemilik bangunan gedung.

(4) Bangunan gedung yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai bangunangedung yang dilindungi dan dilestarikan sebagaimana dimaksud padaayat (1) dilakukan sesuai dengan klasifikasinya yang terdiri atas:a . klasifikasi utama yaitu bangunan gedung dan lingkungannya yang

bentuk fisiknya sama sekali tidak boleh diubah;b . klasifikasi madya yaitu bangunan gedung dan lingkungannya yang

bentuk fisiknya dan eksteriornya sama sekali tidak boleh diubah,namun tata ruang dalamnya sebagian dapat diubah tanpamengurangi nilai perlindungan dan pelestariannya; dan

c . klasifikasi pratama yaitu bangunan gedung dan lingkungannya yangbentuk fisik aslinya boleh diubah sebagian tanpa mengurangi nilaiperlindungan dan pelestariannya serta tidak menghilangkan bagianutama bangunan gedung tersebut.

(5) Pemerintah Daerah melalui Dinas terkait mendata bangunan gedungdan lingkungan yang dilindungi dan dilestarikan serta keberadaanbangunan gedung dimaksud menurut klasifikasi sebagaimana dimaksudpada ayat (4).

(6) Keputusan penetapan bangunan gedung dan lingkungannya yangdilindungi dan dilestarikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)ditetapkan:a . klasifikasi utama diatur oleh Pemerintah Pusat;b . klasifikasi madya diatur oleh Pemerintah Provinsi; danc . klasifikasi pratama diatur oleh Pemerintah Daerah.

Paragraf 9Pemanfaatan Bangunan Gedung yang Dilestarikan

Pasal 104

(1) Bangunan gedung yang ditetapkan sebagai bangunan cagar budayasebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (3) dapat dimanfaatkanoleh pemilik dan/atau pengguna dengan memperhatikan kaidahpelestarian dan klasifikasi bangunan gedung cagar budaya sesuaidengan peraturan perundang- undangan.

(2) Bangunan gedung cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat dimanfaatkan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata,pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

40

(3) Bangunan gedung cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tidak dapat dijual atau dipindahtangankan kepada pihak lain tanpaseizin Pemerintah Daerah.

(4) Pemilik bangunan cagar budaya wajib melindungi dari kerusakan ataubahaya yang mengancam keberadaannya.

(5) Pemilik bangunan gedung cagar budaya sebagaimana dimaksud dalamayat (4) berhak memperoleh insentif dari Pemerintah Daerah.

(6) Besarnya insentif untuk melindungi bangunan gedung sebagaimanadimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Bupati berdasarkankebutuhan nyata.

Pasal 105

(1) Pemugaran, pemeliharaan, perawatan, pemeriksaan secara berkalabangunan gedung cagar budaya dilakukan oleh Pemerintah Daerah atasbeban APBD.

(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuaidengan rencana teknis pelestarian dengan mempertimbangkan keaslianbentuk, tata letak, sistem struktur, penggunaan bahan bangunan,dan nilai-nilai yang dikandungnya sesuai dengan tingkat kerusakanbangunan gedung dan ketentuan klasifikasinya.

Bagian KelimaPembongkaran

Paragraf 1Umum

Pasal 106

(1) Pembongkaran bangunan gedung meliputi kegiatan penetapanpembongkaran dan pelaksanaan pembongkaran bangunan gedung, yangdilakukan dengan mengikuti kaidah- kaidah pembongkaran secaraumum serta memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(2) Pembongkaran bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)harus dilaksanakan secara tertib dan mempertimbangkan keamanan,keselamatan masyarakat dan lingkungannya.

(3) Pembongkaran bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat(1) harus sesuai dengan ketetapan perintah pembongkaran ataupersetujuan pembongkaran oleh Pemerintah Daerah, kecuali bangunangedung fungsi khusus oleh Pemerintah.

Paragraf 2Penetapan Pembongkaran

Pasal 107

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah/Lebong mengidentifikasibangunan gedung yang akan ditetapkan untuk dibongkarberdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau laporan dari masyarakat.

(2) Bangunan gedung yang dapat dibongkar sebagaimana dimaksud padaayat (1) meliputi:a . bangunan gedung yang tidak laik fungsi dan tidak dapat

diperbaiki lagi;b . bangunan gedung yang pemanfaatannya menimbulkan bahaya bagi

pengguna, masyarakat, dan lingkungannya;c . bangunan gedung yang tidak memiliki IMB; dan/ataud . bangunan gedung yang pemiliknya menginginkan tampilan baru.

41

(3) Pemerintah Daerah menyampaikan hasil identifikasi sebagaimanadimaksud pada ayat (1) kepada pemilik/pengguna bangunan gedungyang akan ditetapkan untuk dibongkar.

(4) Berdasarkan hasil identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3),pemilik/pengguna/pengelola bangunan gedung wajib melakukanpengkajian teknis dan menyampaikan hasilnya kepadaPemerintahDaerah.

(5) Apabila hasil pengkajian tersebut sesuai dengan ketentuan sebagaimanadimaksud pada ayat (2)Pemerintah Daerah menetapkan bangunangedung tersebut untuk dibongkar dengan surat penetapan pembongkaranatau surat pesetujuan pembongkaran dari Bupati, yang memuat bataswaktu dan prosedur pembongkaran serta sanksi atas pelanggaranyang terjadi.

(6) Dalam hal pemilik/pengguna/pengelola bangunan gedung tidakmelaksanakan perintah pembongkaran sebagaimana dimaksud padaayat (5), pembongkaran akan dilakukan olehPemerintah Daerah atasbeban biaya pemilik/pengguna/pengelola bangunan gedung, kecualibagi pemilik bangunan rumah tinggal yang tidak mampu, biayapembongkarannya menjadi beban Pemerintah Kabupaten.

Paragraf 3Rencana Teknis Pembongkaran

Pasal 108

(1) Pembongkaran bangunan gedung yang pelaksanaannya dapatmenimbulkan dampak luas terhadap keselamatan umum dan lingkunganharus dilaksanakan berdasarkan rencana teknis pembongkaran yangdisusun oleh penyedia jasa perencanaan teknis yang memiliki sertifikatkeahlian yang sesuai.

(2) Rencana teknis pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)harus disetujui oleh Pemerintah Daerah, setelah mendapatpertimbangan dari TABG.

(3) Dalam hal pelaksanaan pembongkaran berdampak luas terhadapkeselamatan umum dan lingkungan, pemilik dan/atauPemerintah Daerahmelakukan sosialisasi dan pemberitahuan tertulis kepada masyarakat disekitar bangunan gedung, sebelum pelaksanaan pembongkaran.

(4) Pelaksanaan pembongkaran mengikuti prinsip-prinsip keselamatan dankesehatan kerja (K3).

Paragraf 4Pelaksanaan Pembongkaran

Pasal 109

(1) Pembongkaran bangunan gedung dapat dilakukan oleh pemilik dan/ataupengguna bangunan gedung atau menggunakan penyedia jasapembongkaran bangunan gedung yang memiliki sertifikat keahlian yangsesuai.

(2) Pembongkaran bangunan gedung yang menggunakan peralatan beratdan/atau bahan peledak harus dilaksanakan oleh penyedia jasapembongkaran bangunan gedung yang mempunyai sertifikat keahlianyang sesuai.

(3) Pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak melaksanakanpembongkaran dalam batas waktu yang ditetapkan dalam suratperintah pembongkaran, pelaksanaan pembongkaran dilakukan olehPemerintah Daerah atas beban biaya pemilik dan/atau penggunabangunan gedung.

42

Paragraf 5Pengawasan Pembongkaran Bangunan Gedung

Pasal 110

(1) Pengawasan pembongkaran bangunan gedung tidak sederhana dilakukanoleh penyedia jasa pengawasan yang memiliki sertifikat keahlian yangsesuai.

(2) Pembongkaran bangunan gedung tidak sederhana sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan rencana teknis yangtelah memperoleh persetujuan dari Pemerintah Daerah.

(3) Hasil pengawasan pembongkaran bangunan gedung sebagaimanadimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Pemerintah Daerah.

(4) Pemerintah Kabupaten melakukan pemantauan atas pelaksanaankesesuaian laporan pelaksanaan pembongkaran dengan rencana teknispembongkaran.

Bagiam KeenamPenyelenggaraan Bangunan Gedung Pasca Bencana

Paragraf 1Penanggulangan Darurat

Pasal 111

(1) Penanggulangan darurat merupakan tindakan yang dilakukan untukmengatasi sementara waktu akibat yang ditimbulkan oleh bencanaalam yang menyebabkan rusaknya bangunan gedung yang menjadihunian atau tempat beraktivitas.

(2) Penanggulangan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanoleh Pemerintah Daerah.

(3) Penanggulangan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan setelah terjadinya bencana alam sesuai dengan skalanya yangmengancam keselamatan bangunan gedung dan penghuninya.

(4) Bencana alam skala kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3)ditetapkan oleh Bupati.

(5) Penetapan skala bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (4)berpedoman pada peraturan perundang-undangan terkait.

Paragraf 2Bangunan Gedung Umum Sebagai Tempat Penampungan

Pasal 112

(1) Pemerintah Daerah wajib melakukan upaya penanggulangan daruratberupa penyelamatan dan penyediaan penampungan sementara.

(2) Penampungan sementara pengungsi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilakukan pada lokasi yang aman dari ancaman bencana dalambentuk tempat tinggal sementara selama korban bencana mengungsiberupa tempat penampungan massal.

(3) Bangunan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapidengan fasilitas penyediaan air bersih dan fasilitas sanitasi yangmemadai.

(4) Penyelenggaraan bangunan penampungan sebagaimana dimaksud padaayat (2) ditetapkan dalam Peraturan Bupati berdasarkan persyaratanteknis sesuai dengan lokasi bencananya.

43

Bagian KetujuhRehabilitasi Pascabencana

Paragraf 1Umum

Pasal 113

(1) Bangunan gedung yang rusak akibat bencana dapat diperbaiki ataudibongkar sesuai dengan tingkat kerusakannya.

(2) Bangunan gedung yang rusak tingkat sedang dan masih dapatdiperbaiki,dapat dilakukan rehabilitasi sesuai dengan ketentuan yangditetapkan olehPemerintah Daerah.

(3) Rehabilitasi bangunan gedung yang berfungsi sebagai hunian rumahtinggal pascabencana berbentuk pemberian bantuan perbaikan rumahmasyarakat.

(4) Bantuan perbaikan rumah masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat(3) meliputi dana, peralatan, material, dan sumber daya manusia.

(5) Persyaratan teknis rehabilitasi bangunan gedung yang rusakdisesuaikan dengan karakteristik bencana yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang dan dengan memperhatikan standar konstruksibangunan, kondisi sosial, adat istiadat, budaya dan ekonomi.

(6) Pelaksanaan pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakatsebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan melalui bimbinganteknis dan bantuan teknis oleh instansi/lembaga terkait.

(7) Tata cara dan persyaratan rehabilitasi bangunan gedung pascabencanadiatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

(8) Dalam melaksanakan rehabilitasi bangunan gedung hunian sebagaimanadimaksud pada ayat (3)Pemerintah Daerah memberikan kemudahankepada pemilik bangunan gedung yang akan direhabilitasi berupa:a . Pengurangan atau pembebasan biaya IMB; ataub . Pemberian desainprototip yang sesuai dengan karakter bencana; atauc . Pemberian bantuan konsultansi penyelenggaraan rekonstruksi

bangunan gedung; ataud . Pemberian kemudahan kepada permohonan SLF;e . Bantuan lainnya.

(9) Untuk mempercepat pelaksanaan rehabilitasi bangunan gedunghunian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati dapat menyerahkankewenangan penerbitan IMB kepada pejabat pemerintahan di tingkatpaling bawah.

(10) Rehabilitasi rumah hunian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dilaksanakan melalui proses peran masyarakat di lokasi bencana,dengan difasilitasi oleh Pemerintah Daerah.

(11) Tata cara penerbitan IMB bangunan gedung hunian rumah tinggalpada tahap rehabilitasi pascabencana, dilakukan dengan mengikutiketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81.

(12) Tata cara penerbitan SLF bangunan gedung hunian rumah tinggalpada tahap rehabilitasi pascabencana, dilakukan dengan mengikutiketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105.

Pasal 114

Rumah tinggal yang mengalami kerusakan akibat bencana dapatdilakukan rehabilitasi dengan menggunakan konstruksi bangunan gedungyang sesuai dengan karakteristik bencana.

44

BAB VITIM AHLI BANGUNAN GEDUNG (TABG)

Bagian KesatuPembentukan TABG

Pasal 115

(1) TABG dibentuk dan ditetapkan oleh Bupati.(2) TABG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah ditetapkan

oleh Bupati selambat- lambatnya 6 (enam) bulan setelah peraturandaerah ini dinyatakan berlaku efektif.

Pasal 116

(1) Susunan keanggotaan TABG terdiri dari:a. Pengarah;b. Ketua;c. Wakil Ketua;d. Sekretaris; dane. Anggota.

(2) Keanggotaan TABG terdiri dari unsur-unsur:a. asosiasi profesi;b. masyarakat ahli di luar disiplin bangunan gedung termasuk

masyarakat adat;c. perguruan tinggi; dand. instansi pemerintah.

(3) Keterwakilan unsur-unsur asosiasi profesi, perguruan tinggi, danmasyarakat ahli termasuk masyarakat adat, minimum sama denganketerwakilan unsur-unsur instansiPemerintah Daerah.

(4) Keanggotaan TABG tidak bersifat tetap.(5) Setiap unsur diwakili oleh 1 (satu) orang sebagai anggota.(6) Nama-nama anggota TABG diusulkan oleh asosiasi profesi, perguruan

tinggi dan masyarakat ahli termasuk masyarakat adat yang disimpandalam database daftar anggota TABG.

Bagian KeduaTugas dan Fungsi

Pasal 117

(1) TABG mempunyai tugas:a . Memberikan pertimbangan teknis berupa nasehat, pendapat, dan

pertimbangan profesional pada pengesahan rencana teknis bangunangedung untuk kepentingan umum; dan

b . Memberikan masukan tentang program dalam pelaksanaan tugaspokok dan fungsi instansi yang terkait.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufa, TABG mempunyai fungsi:a . Pengkajian dokumen rencana teknis yang telah disetujui oleh instansi

yang berwenang;b . Pengkajian dokumen rencana teknis berdasarkan ketentuan tentang

persyaratan tata bangunan; danc . Pengkajian dokumen rencana teknis berdasarkan ketentuan tentang

persyaratan keandalan bangunan gedung.(3) Disamping tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), TABG

dapat membantu:a . Pembuatan acuan dan penilaian;

45

b . Penyelesaian masalah; danc . Penyempurnaan peraturan, pedoman dan standar.

Pasal 118

(1) Masa kerja TABG ditetapkan 1 (satu) tahun anggaran.(2) Masa kerja TABG dapat diperpanjang sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali

masa kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Bagian KetigaPembiayaan TABG

Pasal 119

(1) Biaya pengelolaan database dan operasional anggota TABG dibebankanpada APBD Pemerintah Daerah.

(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:a . Biaya pengelolaan database;b . Biaya operasional TABG yang terdiri dari:

1) Biaya sekretariat;2) Persidangan;3) Honorarium dan tunjangan; dan4) Biaya perjalanan dinas.

(3) Pelaksanaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)mengikuti peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana dimaksudpada ayat (3) diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB VIIPERAN MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG

Paragraf 1Lingkup Peran Masyarakat

Pasal 120

Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung dapat terdiriatas:a. pemantauan dan penjagaan ketertiban penyelenggaraan bangunan

gedung;b. pemberian masukan kepada Pemerintah dan/atauPemerintah Daerah

dalam penyempurnaan peraturan, pedoman dan standar teknis dibidang bangunan gedung;

c. penyampaian pendapat dan pertimbangan kepada instansi yangberwenang terhadap penyusunan RTBL, rencana teknis bangunantertentu dan kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung yangmenimbulkan dampak penting terhadap lingkungan; dan

d. pengajuan gugatan perwakilan terhadap bangunan gedung yangmengganggu, merugikan dan/atau membahayakan kepentingan umum.

Pasal 121

(1) Objek pemantauan dan penjagaan ketertiban penyelenggaraan bangunangedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 huruf a meliputikegiatan pembangunan, kegiatan pemanfaatan, kegiatan pelestariantermasuk perawatan dan/atau pemugaran bangunan gedung danlingkungannya yang dilindungi dan dilestarikan dan/atau kegiatanpembongkaran bangunan gedung.

46

(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhipersyaratan:a . dilakukan secara objektif;b . dilakukan dengan penuh tanggung jawab;c . dilakukan dengan tidak menimbulkan gangguan kepada pemilik/

pengguna bangunan gedung, masyarakat dan lingkungan; dand . dilakukan dengan tidak menimbulkan kerugian kepada pemilik/

pengguna bangunan gedung, masyarakat dan lingkungan.(3) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan

oleh perorangan, kelompok, atau organisasi kemasyarakatan melaluikegiatan pengamatan, penyampaian masukan, usulan dan pengaduanterhadap:a. bangunan gedung yang ditengarai tidak laik fungsi;b. bangunan gedung yang pembangunan, pemanfaatan, pelestarian

dan/atau pembongkarannya berpotensi menimbulkan tingkatgangguan bagi pengguna dan/ atau masyarakat dan lingkungannya;

c. bangunan gedung yang pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan/atau pembongkarannya berpotensi menimbulkan tingkat bahayatertentu bagi pengguna dan/atau masyarakat dan lingkungannya; dan

d . bangunan gedung yang ditengarai melanggar ketentuan perizinandan lokasi bangunan gedung.

(4) Hasil pantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan secaratertulis kepada Pemerintah Kabupaten secara langsung atau melaluiTABG.

(5) Pemerintah Daerah wajib menanggapi dan menindaklanjuti laporansebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan melakukan penelitian danevaluasi secara administratif dan secara teknis melalui pemeriksaanlapangan dan melakukan tindakan yang diperlukan sertamenyampaikan hasilnya kepada pelapor.

Pasal 122

(1) Penjagaan ketertiban penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimanadimaksud dalam Pasal 120 huruf a dapat dilakukan oleh masyarakatmelalui:a . pencegahan perbuatan perorangan atau kelompok masyarakat yang

dapat mengurangi tingkat keandalan bangunan gedung; danb. pencegahan perbuatan perseorangan atau kelompok masyarakat yang

dapat menggangu penyelenggaraan bangunan gedung danlingkungannya.

(2) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)masyarakat dapat melaporkan secara lisan dan/atau tertulis kepada:a. Pemerintah Daerah melalui instansi yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang keamanan dan ketertiban; danb. pihak pemilik, pengguna atau pengelola bangunan gedung.

(3) Pemeritah Daerah wajib menanggapi dan menindaklanjuti laporansebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan melakukan penelitian danevaluasi secara administratif dan secara teknis melalui pemeriksaanlapangan dan melakukan tindakan yang diperlukan serta menyampaikanhasilnya kepada pelapor.

Pasal 123

(1) Objek pemberian masukan atas penyelenggaraan bangunan gedungsebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 huruf b meliputi masukanterhadap penyusunan dan/atau penyempurnaan peraturan, pedomandan standar teknis di bidang bangunan gedung di lingkungan PemeritahDaerah.

47

(2) Pemberian masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdilakukan dengan menyampaikannya secara tertulis oleh:a. perorangan;b. kelompok masyarakat;c . organisasi kemasyarakatan;d. masyarakat ahli; ataue. masyarakat hukum adat

(3) Masukan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikanbahan pertimbangan bagi Pemeritah Daerah dalam menyusun dan/ataumenyempurnakan peraturan, pedoman dan standar teknis di bidangbangunan gedung.

Pasal 124

(1) Penyampaian pendapat dan pertimbangan kepada instansi yangberwenang terhadap penyusunan RTBL, rencana teknis bangunantertentu dan kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung yangmenimbulkan dampak penting terhadap lingkungan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 120 huruf c bertujuan untuk mendorongmasyarakat agar merasa berkepentingan dan bertanggung jawab dalampenataan bangunan gedung dan lingkungannya.

(2) Penyampaian pendapat dan pertimbangan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dapat dilakukan oleh:a. perorangan;b. kelompok masyarakat;c. organisasi kemasyarakatan;d. masyarakat ahli, ataue. masyarakat hukum adat.

(3) Pendapat dan pertimbangan masyarakat untuk RTBL yanglingkungannya berdiri bangunan gedung tertentu dan/atau terdapatkegiatan bangunan gedung yang menimbulkan dampak pentingterhadap lingkungan dapat disampaikan melalui TABG atau dibahasdalam forum dengar pendapat masyarakat yang difasilitasi olehPemerintah Daerah, kecuali untuk bangunan gedung fungsi khususdifasilitasi oleh Pemerintah melalui koordinasi dengan PemeritahDaerah.

(4) Hasil dengar pendapat dengan masyarakat dapat dijadikanpertimbangan dalam proses penetapan rencana teknis oleh Pemerintahatau Pemerintah Daerah.

Paragraf 2Forum Dengar Pendapat

Pasal 125

(1) Forum dengar pendapat diselenggarakan untuk memperoleh pendapatdan pertimbangan masyarakat atas penyusunan RTBL, rencanateknis bangunan gedung tertentu atau kegiatan penyelenggaraan yangmenimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.

(2) Tata cara penyelenggaraan forum dengar pendapat masyarakatsebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan terlebih dahulumelakukan tahapan kegiatan yaitu:a . penyusunan konsep RTBL atau rencana kegiatan penyelenggaraan

bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting bagilingkungan;

48

b . penyebarluasan konsep atau rencana sebagaimana dimaksud padahuruf a kepada masyarakat khususnya masyarakat yangberkepentingan dengan RTBL dan bangunan gedung yang akanmenimbulkan dampak penting bagi lingkungan; dan

c . mengundang masyarakat sebagaimana dimaksud pada huruf b untukmenghadiri forum dengar pendapat.

(3) Masyarakat yang diundang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf cadalah masyarakat yang berkepentingan dengan RTBL, rencanateknis bangunan gedung tertentu dan penyelenggaraan bangunangedung yang akan menimbulkan dampak penting bagi lingkungan.

(4) Hasil dengar pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkandalam dokumen risalah rapat yang ditandatangani oleh penyelenggaradan wakil dari peserta yang diundang.

(5) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berisi simpulandan keputusan yang mengikat dan harus dilaksanakan olehpenyelenggara bangunan gedung.

(6) Tata cara penyelenggaraan forum dengar pendapat sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 3Gugatan Perwakilan

Pasal 126

(1) Gugatan perwakilan terhadap penyelenggaraan bangunan gedungsebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 huruf d dapat diajukan kepengadilan apabila hasil penyelenggaraan bangunan gedung telahmenimbulkan dampak yang mengganggu atau merugikan masyarakatdan lingkungannya yang tidak diperkirakan pada saat perencanaan,pelaksanaan dan/atau pemantauan.

(2) Gugatan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdilakukan oleh perseorangan atau kelompok masyarakat atau organisasikemasyarakatan yang bertindak sebagai wakil para pihak yangdirugikan akibat dari penyelenggaraan bangunan gedung yangmengganggu, merugikan atau membahayakan kepentingan umum.

(3) Gugatan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)disampaikan kepada pengadilan yang berwenang sesuai dengan hukumacara gugatan perwakilan.

(4) Biaya yang timbul akibat dilakukan gugatan perwakilan sebagaimanadimaksud pada ayat (3) dibebankan kepada pihak pemohon gugatan.

(5) Dalam hal tertentu Pemeritah Kabupaten dapat membantupembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan menyediakananggarannya di dalam APBD.

Paragraf 4Bentuk Peran Masyarakat dalam Tahap Rencana Pembangunan

Pasal 127

Peran masyarakat dalam tahap rencana pembangunan bangunan gedungdapat dilakukan dalam bentuk:a. pemberian masukan kepada Pemeritah Daerah dalam rencana

pembangunan bangunan gedung; danb. pemberian masukan kepada Pemeritah Daerah untuk melaksanakan

pertemuan konsultasi dengan masyarakat tentang rencana pembangunanbangunan gedung.

49

Paragraf 5Bentuk Peran Masyarakat dalam Proses Pelaksanaan Konstruksi

Pasal 128

Peran masyarakat dalam pelaksanaan konstruksi bangunan gedung dapatdilakukan dalam bentuk :a. Menjaga ketertiban dalam kegiatan pembangunan;b. Mencegah perbuatan seseorangan atau kelompok yang dapat

mengurangi tingkat keandalan bangunan gedung dan/atau mengganggupenyelenggaraan bangunan gedung dan lingkungan;

c. Melaporkan kepada instansi yang berwenang atau kepada pihak yangberkepentingan atas perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf b;

d. Melaporkan kepada instansi yang berwenang tentang aspek teknispembangunan bangunan gedung yang membahayakan kepentinganumum;

e. Melakukan gugatan ganti rugi kepada penyelenggara bangunan gedungatas kerugian yang diderita masyarakat akibat dari penyelenggaraanbangunan gedung.

Paragraf 6Bentuk Peran Masyarakat dalam Pemanfaatan Bangunan Gedung

Pasal 129

Peran masyarakat dalam pemanfaatan bangunan gedung dapatdilakukan dalam bentuk:a. Menjaga ketertiban dalam kegiatan pemanfaatan bangunan gedung;b. Mencegah perbuatan perorangan atau kelompok yang dapat mengganggu

pemanfaatan bangunan gedung;c. Melaporkan kepada instansi yang berwenang atau kepada pihak yang

berkepentingan atas penyimpangan pemanfaatan bangunan gedung;d. Melaporkan kepada instansi yang berwenang tentang aspek teknis

pemanfaatan bangunan gedung yang membahayakan kepentinganumum; dan

e. Melakukan gugatan ganti rugi kepada penyelenggara bangunan gedungatas kerugian yang diderita masyarakat akibat dari penyimpanganpemanfaatan bangunan gedung.

Paragraf 7Bentuk Peran Masyarakat dalam Pelestarian Bangunan Gedung

Pasal 130

Peran masyarakat dalam pelestarian bangunan gedung dapat dilakukandalam bentuk:a. Memberikan informasi kepada instansi yang berwenang atau pemilik

bangunan gedung tentang kondisi bangunan gedung yang tidakterpelihara, yang dapat mengancam keselamatan masyarakat, dan yangmemerlukan pemeliharaan;

b. Memberikan informasi kepada instansi yang berwenang atau pemilikbangunan gedung tentang kondisi bangunan gedung bersejarah yangkurang terpelihara dan terancam kelestariannya;

c. Memberikan informasi kepada instansi yang berwenang atau pemilikbangunan gedung tentang kondisi bangunan gedung yang kurangterpelihara dan mengancam keselamatan masyarakat dan lingkungannya;dan

50

d. Melakukan gugatan ganti rugi kepada pemilik bangunan gedungatas kerugian yang diderita masyarakat akibat dari kelalaian pemilik didalam melestarikan bangunan gedung.

Paragraf 8Bentuk Peran Masyarakat dalam Pembongkaran Bangunan Gedung

Pasal 131

Peran masyarakat dalam pembongkaran bangunan gedung dapat dilakukandalam bentuk:a. Mengajukan keberatan kepada instansi yang berwenang atas rencana

pembongkaran bangunan gedung yang masuk dalam kategori cagarbudaya;

b. Mengajukan keberatan kepada instansi yang berwenang atau pemilikbangunan gedung atas metode pembongkaran yang mengancamkeselamatan atau kesehatan masyarakat dan lingkungannya;

c. Melakukan gugatan ganti rugi kepada instansi yang berwenangatau pemilik bangunan gedung atas kerugian yang dideritamasyarakat dan lingkungannya akibat yang timbul dari pelaksanaanpembongkaran bangunan gedung; dan

d. Melakukan pemantauan atas pelaksanaan pembangunan bangunangedung.

Paragraf 9Tindak Lanjut

Pasal 132

Instansi yang berwenang wajib menanggapi keluhan masyarakat sebagaimanadimaksud dalam Pasal 126, Pasal 127, Pasal 128, Pasal 129, Pasal 130 danPasal 131 dengan melakukan kegiatan tindak lanjut baik secara teknismaupun secara administratif untuk dilakukan tindakan yang diperlukansesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VIIIPEMBINAAN

Bagian KesatuUmum

Pasal 133

(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan penyelenggaraan bangunangedung melalui kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agarpenyelenggaraan bangunan gedung dapat berlangsung tertib dantercapai keandalan bangunan gedung yang sesuai dengan fungsinya,serta terwujudnya kepastian hukum.

(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepadapenyelenggara bangunan gedung.

Bagian KeduaPengaturanPasal 134

(1) Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (1)dituangkan ke dalam Peraturan Daerah Kabupaten atau PeraturanBupati sebagai kebijakan Pemerintah Kabupaten dalampenyelenggaraan bangunan gedung.

51

(2) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dituangkanke dalam pedoman teknis, standar teknis bangunan gedung dantata cara operasionalisasinya.

(3) Di dalam penyusunan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)harus mempertimbangkan Peraturan Daerah Kabupaten tentang RTRWKabupaten dengan mempertimbangkan pendapat tenaga ahli di bidangpenyelenggaraan bangunan gedung.

(4) Pemerintah Daerah menyebarluaskan kebijakan sebagaimana dimaksudpada ayat (2) kepada penyelenggara bangunan gedung.

Bagian KetigaPemberdayaan

Pasal 135

(1) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat(1)dilakukan oleh Pemerintah Daerah kepada penyelenggara bangunangedung.

(2) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melaluipeningkatan profesionalitas penyelenggara bangunan gedung denganpenyadaran akan hak dan kewajiban dan peran dalam penyelenggaraanbangunan gedung terutama di daerah rawan bencana.

(3) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melaluipendataan, sosialisasi, penyebarluasan dan pelatihan di bidangpenyelenggaraan bangunan gedung.

Pasal 136

Pemberdayaan terhadap masyarakat yang belum mampu memenuhipersyaratan teknis bangunan gedung dilakukan bersama-sama denganmasyarakat yang terkait dengan bangunan gedung melalui:a. Forum dengar pendapat dengan masyarakat;b. Pendampingan pada saat penyelenggaraan bangunan gedung dalam

bentuk kegiatan penyuluhan, bimbingan teknis, pelatihan dan pemberiantenaga teknis pendamping;

c. Pemberian bantuan percontohan rumah tinggal yang memenuhipersyaratan teknis dalam bentuk pemberian stimulan bahanbangunan yang dikelola masyarakat secara bergulir; dan/atau

d. Bantuan penataan bangunan dan lingkungan yang serasi dalam bentukpenyiapan RTBL serta penyediaan prasarana dan sarana dasarpermukiman.

Pasal 137

Bentuk dan tata cara pelaksanaan forum dengar pendapat dengan masyarakatsebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 huruf a diatur lebih lanjutdalam Peraturan Bupati.

Bagian KeempatPengawasan

Pasal 138

(1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaanPeraturan Daerah Kabupaten di bidang penyelenggaraan bangunangedung melalui mekanisme penerbitan IMB, SLF, dan surat persetujuandan penetapan pembongkaran bangunan gedung.

52

(2) Dalam pengawasaan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang penyelenggaraan bangunan gedung, Pemerintah Kabupatendapat melibatkan peran masyarakat:a . dengan mengikuti mekanisme yang ditetapkan olehPemerintah

Daerah;b . pada setiap tahapan penyelenggaraan bangunan gedung; danc . dengan mengembangkan sistem pemberian penghargaan berupa

tanda jasa dan/ atau insentif untuk meningkatkan peranmasyarakat.

BAB IXSANKSI

Bagian KesatuBentuk Sanksi

Pasal 139

Pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhipersyaratan yang tercantum dalam IMB dan/atau SLF dapat dikenai sanksiadministrasi dan/atau sanksi pidana.

Pasal 140

(1) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dapatberupa:a. peringatan tertulis;b. pembatasan kegiatan pembangunan;c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan

pembangunan;d. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan

gedung;e. pembekuan IMB gedung;f. pencabutan IMB gedung;g. pembekuan SLF bangunan gedung;h. pencabutan SLF bangunan gedung; ataui. perintah pembongkaran bangunan gedung.

(2) Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat diperberat dengan pengenaan sanksi denda paling banyak 10%(sepuluh per seratus) dari nilai bangunan yang sedang atau telahdibangun.

(3) Sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetor ke rekeningkas Pemerintah Daerah.

(4) Jenis pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) didasarkan pada berat atau ringannya pelanggaran yang dilakukansetelah mendapatkan pertimbangan TABG.

Pasal 141

(1) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidakmemenuhi ketentuan dalam peraturan daerah ini, yang mengakibatkankerugian harta benda orang lain diancam dengan pidana penjarapaling lama 3 (tiga) tahun, dan denda paling banyak 10% (sepuluh perseratus) dari nilai bangunan dan penggantian kerugian yang diderita.

53

(2) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidakmemenuhi ketentuan dalam peraturan daerah ini, yang mengakibatkankecelakaan bagi orang lain atau mengakibatkan cacat seumur hidupdiancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan dendapaling banyak 15%(lima belas per seratus) dari nilai bangunan danpenggantian kerugian yang diderita.

(3) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidakmemenuhi ketentuan dalam peraturan daerah ini, yang mengakibatkanhilangnya nyawa orang lain, diancam dengan pidana penjara palinglama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak 20% (dua puluh perseratus) dari nilai bangunan dan penggantian kerugian yang diderita.

(4) Dalam proses peradilan atas tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), ayat (2) dan ayat (3) hakim harus memperhatikan pertimbanganTABG.

Pasal 142

(1) Setiap orang atau badan hukum yang karena kelalaiannya melanggarketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan ini sehinggamengakibatkan bangunan tidak laik fungsi dapat dipidana kurungan,pidana denda dan penggantian kerugian.

(2) Pidana kurungan, pidana denda dan penggantian kerugiansebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:a. Pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda

paling banyak 1% (satu per seratus) dari nilai bangunan dan gantikerugian jika mengakibatkan kerugian harta benda orang lain;

b. Pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun atau pidana dendapaling banyak 2% (dua per seratus) dari nilai bangunan dan gantikerugian jika mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain sehinggamenimbulkan cacat; dan

c. Pidana kurungan paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana dendapaling banyak 3% (tiga per seratus) dari nilai bangunan dan gantikerugian jika mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.

Bagian KeduaPenyidikanPasal 143

(1) Penyidikan terhadap pelanggaran peraturan daerah ini, pada tahappertama dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dilingkungan Pemerintah Kabupaten.

(2) Di dalam melaksanakan tugasnya, PPNS sebagaimana dimaksud padaayat (1) berwenang:a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang atau badan

tentang adanya pelanggaran;b . Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian serta

melakukan pemeriksaan;c . Memanggil seseorang untuk didengar keterangannya;d . Mendengar keterangan ahli yang diperlukan dalam hubungan

pemeriksaan perkara;e . Melakukan tindakan lain yang diperlukan.

(3) Apabila di dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)ditemukan adanya petunjuk tindak pidana, PPNS melaporkannyakepada penyidik umum.

(4) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berwenang membuat beritaacara pemeriksaan.

(5) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pasal ini,disampaikan kepada penyidik umum.

54

BAB XKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 144

(1) Permohonan IMB yang telah masuk/terdaftar sebelum berlakunyaperaturan daerah ini, tetap diproses sesuai dengan peraturan daerahyang berlaku sebelumnya.

(2) Dalam hal bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)melanggar ketentuan perundang-undangan lainnya, diatur lebih lanjutoleh Peraturan Bupati.

(3) Pemilik bangunan gedung yang mengubah fungsi bangunan gedungyang telah memiliki IMB wajib mengajukan permohonan IMB baru.

(4) Dalam hal bangunan gedung yang sudah memiliki IMB namun tidaksesuai dan/atau tidak memenuhi persyaratan tata bangunan dankeandalan bangunan gedung sebagaimana ditentukan dalamperaturan ini, maka bangunan gedung tersebut perlu dilakukanperbaikan (retrofitting) secara bertahap, yang diatur lebih lanjut melaluiPeraturan Bupati.

(5) Dalam hal bangunan gedung yang sudah memiliki IMB namun tidakmemiliki SLF, secara bertahap perlu mengajukan permohonan SLFyang diatur lebih lanjut melalui Peraturan Bupati.

BAB XIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 145

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam peraturan daerah inisepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Bupati.

Pasal 146

Peraturan daerah ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggaldiundangkan.

Agar setiap orang mengetahui memerintahkan pengundangan peraturandaerah ini dengan menempatkannya dalam lembaran Daerah Kabupaten

Ditetapkan di Tubeipada tanggal 2013

BUPATI LEBONG,

H. ROSJONSYAH

Diundangkan di Tubeipada tanggal 2013SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LEBONG

H. ARBAIN AMALUDDIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBONG TAHUN 2013 NOMOR….........

55

PENJELASAN ATASPERATURAN DAERAH KABUPATEN

NOMOR TAHUN 2013

TENTANG

BANGUNAN GEDUNG

I. UMUM

Dalam rangka menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalampenyelenggaran bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhipersayaratan administrasi dan persyaratan teknis bangunan.

Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung ini dimaksudkan sebagaialat kendali sekaligus pedoman dalam suatu proses pembangunan agartercipta tertib bangunan di Kabupaten Lebong. Selama ini penyelenggaraanbangunan gedung masih belum optimal dan belum selaras dengan amanatUndang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung danPeraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan PelaksanaanUndang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya,mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak,perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia. Karena itu penyelenggaraanbangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan danpeningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untukmewujudkan bangunan gedung yang andal, berjati diri, serta seimbang, serasi,dan selaras dengan lingkungannya.

Bangunan gedung merupakan salahsatu wujud fisik pemanfaatanruang. Oleh karena itu, pengaturan bangunan gedung tetap mengacu padapengaturan penataan ruang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraanbangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratanadministratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.

Peraturan Daerah ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraanbangunan gedung yang tertib, baik secara administratif maupun secara teknis,agar terwujud bangunan gedung yang fungsional, andal, yang menjaminkeselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan pengguna, serta serasidan selaras dengan lingkungannya.

Peraturan Daerah ini mengatur ketentuan pelaksanaan tentang fungsidan klasifikasi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung,penyelenggaraan bangunan gedung, Tim Ahli Bangunan Gedung,Penyelenggaraan Bangunan Gedung di lokasi Bencana IMB, peran masyarakatdalam penyelenggaraan bangunan gedung, dan pembinaan dalampenyelenggaraan bangunan gedung, sanksi dan penyidikan.

Pengaturan fungsi bangunan gedung dalam Peraturan Daerah inidimaksudkan agar bangunan gedung yang didirikan dari awal telah ditetapkanfungsinya sehingga masyarakat yang akan mendirikan bangunan gedungdapat memenuhi persyaratan baik administratif maupun teknis bangunangedungnya dengan efektif dan efisien, sehingga apabila bermaksud mengubahfungsi yang ditetapkan harus diikuti dengan perubahan persyaratanadministratif dan persyaratan teknisnya. Di samping itu, agar pemenuhanpersyaratan teknis setiap fungsi dan klasifikasi bangunan gedung lebih efektifdan efisien, fungsi bangunan gedung tersebut diklasifikasikan berdasarkantingkat kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat risiko kebakaran, zonasigempa, lokasi, ketinggian, dan/atau kepemilikan.

56

Pengaturan persyaratan administratif bangunan gedung dalamPeraturan Daerah ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui lebih rincipersyaratan administratif yang diperlukan untuk mendirikan bangunangedung, baik dari segi kejelasan status tanahnya, kejelasan status kepemilikanbangunan gedungnya, maupun kepastian hukum bahwa gedung yangdidirikan telah memperoleh persetujuan dari pemerintah daerah dalam bentujizinmendirikan bangunan gedung.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1Cukup jelas

Pasal 2Cukup jelas

Pasal 3Cukup jelas

Pasal 4Cukup jelas

Pasal 5Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

huruf a.Bangunan gedung dengan fungsi hunian dapat berupabangunan tunggal, bangunan jamak, bangunan campuran,dan bangunan sementara.

huruf b.Bangunan gedung fungsi keagamaan dapat berupabangunan masjid (termasuk mushalla, langgar,surau),gereja (termasuk kapel), pura, vihara, kelenteng, ataudengan sebutan lain.

huruf c.Bangunan gedung fungsi usaha dapat berupa bangunanperkantoran,bangunan perdagangan, bangunan perindustrian,bangunan, perhotelan, bangunan wisata danrekreasi,bangunan terminal,bangunan tempat penyimpanandan sejenisnya.

huruf d.Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya dapat berupapelayananpendidikan, bangunan pelayanan kesehatan,bangunan kebudayaan, bangunan laboratorium, bangunanpelayanan umum.

huruf e.Bangunan fungsi khusus dengan fungsi utama yangmemerlukan tingkat kerahasiaan tinggi untuk kepentingannasional dan/atau yang mempunyai tingkat risiko bahaya yangtinggi.

huruf f.Bangunan gedung lebih dari satu fungsi dengan fungsi utamakombinasi lebih dari satu fungsi .

Pasal 6Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas

57

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 7Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

huruf a. Tingkat Kompleksitas meliputi:1) Bangunan gedung sederhana yaitu bangunan gedung

dengan karakter sederhana dan memiliki kompleksitasserta teknologi sederhana dan/atau bangunan gedungyang sudah ada desain prototipnya;

2) Bangunan gedung tidak sederhana yaitu bangunangedung dengan karakter sederhana dan memilikikompleksitas serta teknologi tidak sederhana, dan;

3) Bangunan gedung khusus yaitu bangunan gedung yangmemiliki penggunaan dan persyaratan khusus yang dalamperencanaan, dan pelaksanaannya memerlukanpenyelesaian, dan atau teknologi khusus.

huruf b. Tingkat Permanensi meliputi:1) Bangunan gedung darurat atau sementara;2) Bangunan gedung semi permanen; dan3) Bangunan gedung permanen.

huruf c. Tingkat Risiko Kebakaran meliputi:1) Tingkat risiko kebakaran rendah;2) Tingkat risiko kebakaran sedang, dan3) Tingkat risiko kebakaran tinggi.

huruf d.Cukup jelas

huruf e.Cukup jelas

huruf fCukup jelas

huruf gCukup jelas

Pasal 8Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

huruf a.Cukup jelas

huruf b.Cukup jelas

huruf c.Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Pasal 9Ayat (1)

Cukup jelas

58

Ayat (2)Dokumen sertifikat hak atas tanah dapat berbentuk sertifikatHak Milik (HM),sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB),sertifikat HakGuna Usaha (HGU),sertifikat Hak Pengelolaan (HPL), sertifikatHak Pakai (HP), atau dokumen perolehan tanah lainnya sepertiakta jual beli, kuitansi jual beli dan/atau bukti penguasaantanah lainnya seperti izin pemanfaatan dari pemegang hak atastanah, surat keterangan tanah dari lurah/kepala desa yangdisahkan oleh camat.

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Pasal 10Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelas

Pasal 11Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasAyat (5)

Cukup jelasAyat (6)

Cukup jelasAyat (7)

Cukup jelasAyat (8)

Cukup jelasAyat (9)

Cukup jelasAyat (10)

Cukup jelas

Pasal 12Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

TABG yang dimaksud adalah Tim Ahli Bangunan GedungAyat (3)

Cukup jelasPasal 13

Ayat (1)Cukup jelas

59

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Pasal 14Cukup jelas

Pasal 15Cukup jelas

Pasal 16Cukup jelas

Pasal 17Ayat (1)

Yang dimaksud dengan ketentuan tentang rencana tata ruang danketentuan tentang tata bangunan dan lingkungan antara laindi dalam Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten.

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Pasal 18Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasPasal 19

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Pasal 20Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasPasal 21

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

60

Pasal 22Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelas

Pasal 23Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasPasal 24

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Ayat (6)Cukup jelas

Ayat (7)Cukup jelas

Ayat (8)Cukup jelas

Ayat (9)Cukup jelas

Pasal 25Cukup jelas

Pasal 26Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasPasal 27

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Desain konstruksi atap bangunan di kawasan rawan bencanaletusan gunung berapi harus dapat mencegah abu letusangunung berapi tertahan di tas atap bangunan yang dapatmembahayakan keamanan struktur bangunan gedung.

Pasal 28Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelas

61

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Ayat (6)Cukup jelas

Ayat (7)Cukup jelas

Ayat (8)Cukup jelas

Pasal 29Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasPasal 30

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 31Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasPasal 32

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 33Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasPasal 34

Cukup jelasPasal 35

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 36Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasPasal 37

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

62

Pasal 38Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasAyat (5)

Cukup jelasAyat (6)

Cukup jelasPasal 39

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 40Cukup jelas

Pasal 41Cukup jelas

Pasal 42Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasPasal 43

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 44Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasPasal 45

Cukup jelasPasal 46

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

63

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 47Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasPasal 48

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 49Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasPasal 50

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 51Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasPasal 52

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Ayat (6)Cukup jelas

Pasal 53Ayat (1)

Cukup jelas

64

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 54Cukup jelas

Pasal 55Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasPasal 56

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 57Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasAyat (5)

Cukup jelasAyat (6)

Cukup jelasPasal 58

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Pasal 59Cukup jelas

Pasal 60Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasAyat (5)

Cukup jelasAyat (6)

Cukup jelasPasal 61

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

65

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Pasal 62Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasPasal 63

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 64Kearifan lokal dan sistem nilai merupakan sikap budaya masyarakathukum adat setempat di dalam penyelenggaraan bangunan gedungrumah adat.

Pasal 65Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasPasal 66

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Pasal 67Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasPasal 68

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

66

Pasal 69Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Yang dimaksud dengan bencana geologi adalah bencana yangdiakibatkan oleh aktivitas geologi antara lain gempa tektonik,gempa vulkanik, tanah longsor, gelombang tsunami.Besaranjarak larangan hunian, dilakukan berdasarkan faktor keamanandan keselamatan manusia berdasarkan ketentuan yang ditetapkanoleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang geologi dan mitigasi bencana.

Pasal 70Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasPasal 71

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 72Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasPasal 73

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 74Cukup jelas

Pasal 75Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

67

Ayat (6)Cukup jelas

Ayat (7)Cukup jelas

Pasal 76Cukup jelas

Pasal 77Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasPasal 78

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Pasal 79Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah pejabatyang menjalankan urusan pemerintahan di bidang bangunangedung

Ayat (5)Cukup jelas

Pasal 80huruf a.

Yang dimaksud dengan retribusi pembinaan penyelenggaraanbangunan gedung adalah dana yang dipungutolehPemerintah Daerah atas pelayanan yang diberikandalam rangka pembinaan melalui IMB untuk biayapengendalian penyelenggaraan bangunan gedung yangmeliputi pengecekan, pengukuran lokasi, pemetaan,pemeriksaandan penatausahaan proses penerbitan IMB.

huruf b.Yang dimaksud dengan retribusi administrasi bangunangedung adalah dana yang dipungut olehPemerintah Daerahatas pelayanan yang diberikan untuk biaya prosesadministrasi yang meliputi pemecahan dokumen IMB,pembuatan duplikat, pemutahiran data atas permohonanpemilik bangunan gedung dan/atau perubahan nonteknis lainnya.

huruf c.Retribusi penyediaan formulir permohonan IMB termasukbiaya pendaftaran bangunan gedung.

68

Pasal 81Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasPasal 82

huruf a.Rencana teknik pada huruf a angka (1) terdiri atas:1) Gambar pra rencana bangunan gedung, terdiri atas

gambar site plan/ situasi,denah,tampak dan gambarpotongan;

2) Spesifikasi teknis bangunan gedung.Rencana teknik pada huruf a angka (2) terdiri atas:1) Gambar pra rencana bangunan gedung, terdiri atas

gambar site plan/ situasi, denah, tampak dan gambarpotongan;

2) Spesifikasi teknis bangunan gedung;3) Rancangan arsitektur bangunan gedung;4) Rancangan struktur;5) Rancangan utilitas secara sederhana. Rencana teknik

pada huruf a angka (3) terdiri atas:1) Gambar rencana arsitektur terdiri atas gambar

site plan/situasi, denah, tampak dan gambarpotongan dan spesifikasi umum finishingbangunan gedung;

2) Gambar rancangan struktur;3) Gambar rancangan utilitas;4) Spesifikasi umum bangunan gedung;

5) Perhitungan struktur untuk bangunan 2 lantai atau lebihdan/atau dengan bentang lebih dari 6 meter;

6) Perhitungan kebutuhanutilitas.

huruf b.Rencana teknik pada huruf b terdiri atas:1) Gambar rencana arsitektur terdiri atas gambar site

plan/situasi,denah,tampak dan gambar potongan danspesifikasi umum finishing bangunan gedung;

2) Gambar rancangan struktur;3) Gambar rancangan utilitas;4) Spesifikasi umum bangunan gedung,5) Perhitungan struktur untuk bangunan 2 lantai atau

lebih dan/atau dengan bentang lebih dari 6 meter;6) Perhitungan kebutuhan utilitas.

huruf c.Rencana teknik pada huruf c terdiri atas:1) Gambar rencana arsitektur terdiri atas gambar site

plan/situasi, denah, tampak dan gambar potongandanspesifikasi umum finishing bangunan gedung;

2) Gambar rancangan struktur;3) Gambar rancangan utilitas;4) Spesifikasi umum bangunan gedung;5) Struktur untuk bangunan 2 lantai atau lebih dan/atau

dengan bentang lebih dari 6 meter;6) Perhitungan kebutuhan utilitas;7) Rekomendasi instansi terkait.

69

huruf d.Rencana teknik pada huruf d terdiri atas:1) Gambar rencana arsitektur terdiri atas gambar site

plan/situasi, denah, tampak dan gambar potongandan spesifikasi umum finishing bangunan gedung;

2) Gambar rancangan struktur;3) Gambar rancangan utilitas;4) Spesifikasi umum bangunan gedung;5) Perhitungan struktur untuk bangunan 2 lantai atau

lebih dan/atau dengan bentang lebih dari 6 meter;6) Perhitungan kebutuhan utilitas;7) Rekomendasi instansi terkait;8) Persyaratan dari negara bersangkutan.

Pasal 83Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasPasal 84

Cukup jelasPasal 85

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 86Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasAyat (5)

Cukup jelasAyat (6)

Cukup jelasPasal 87

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 88Cukup jelas

Pasal 89Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelas

70

Pasal 90Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasPasal 91

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Pasal 92Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasPasal 93

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Ayat (63)Cukup jelas

Pasal 94Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pendataan bangunan gedung adalahkegiatan inventarisasi data umum, data teknis, data statusriwayat dan gambar legger bangunan ke dalam databasebangunan gedung.

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Pasal 95Cukup jelas

Pasal 96Ayat (1)

Cukup jelas

71

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 97Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasAyat (5)

Cukup jelasPasal 98

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Pasal 99Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasPasal 100

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Ayat (6)Cukup jelas

Ayat (7)Cukup jelas

Pasal 101Cukup jelas

Pasal 102Cukup jelas

Pasal 103Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasPasal 104

Ayat (1)Cukup jelas

72

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Ayat (6)Cukup jelas

Pasal 105Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasAyat (5)

Cukup jelasAyat (6)

Cukup jelasPasal 106

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 107Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasPasal 108

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Ayat (6)Cukup jelas

Pasal 109Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelas

73

Ayat (4)Cukup jelas

Pasal 110Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasPasal 111

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Pasal 112Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasAyat (5)

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan terkaitantara lain adalah UU Nomor 24 tahun 2007 tentangPenanggulangan Bencana, PP Nomor 21 tahun 2008 tentangPenyelenggaraan Penangulangan Bencana, Keputusan PresidenNomor 3 tahun 2001 tentang Badan Koordinasi PenanggulanganBencana dan Penanganan Pengungsi.

Pasal 113Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasPasal 114

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)pembuangan tinja.

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Ayat (6)Cukup jelas

74

Ayat (7)Cukup jelas

Ayat (8)Cukup jelas

Ayat (9)Cukup jelas

Ayat (10)Cukup jelas

Ayat (11)Cukup jelas

Ayat (12)Cukup jelas

Pasal 115Cukup jelas

Pasal 116Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasPasal 117

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Ayat (6)Cukup jelas

Pasal 118Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasPasal 119

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 120Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasPasal 121

Cukup jelasPasal 122

Ayat (1)Cukup jelas

75

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Pasal 123Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasPasal 124

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 125Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasPasal 126

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Ayat (6)Cukup jelas

Pasal 127Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasAyat (5)

Cukup jelasPasal 128

Cukup jelas

76

Pasal 129Cukup Jelas

Pasal 130Cukup jelas

Pasal 131Cukup jelas

Pasal 132Cukup jelas

Pasal 133Cukup jelas

Pasal 134Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasPasal 135

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Pasal 136Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasPasal 137

Cukup jelasPasal 138

Cukup jelasPasal 139

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 140Cukup jelas

Pasal 141Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasPasal 142

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

77

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Pasal 143Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasPasal 144

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelas

Pasal 145Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelasAyat (3)

Cukup jelasAyat (4)

Cukup jelasAyat (5)

Cukup jelasAyat (6)

Cukup jelasAyat (7)

Cukup jelasPasal 146

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBONG TAHUN 2013

NOMOR…………..