peraturan anggota dewan gubernur rasio … · 2019. 12. 2. · batas waktu keterlambatan...
TRANSCRIPT
2
PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR
NOMOR 21/22/PADG/2019
TENTANG
RASIO INTERMEDIASI MAKROPRUDENSIAL DAN PENYANGGA LIKUIDITAS
MAKROPRUDENSIAL BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL,
BANK UMUM SYARIAH, DAN UNIT USAHA SYARIAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Peraturan Bank Indonesia mengenai rasio
intermediasi makroprudensial dan penyangga likuiditas
makroprudensial bagi bank umum konvensional, bank
umum syariah, dan unit usaha syariah, perlu didukung
dengan peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai
mekanisme pelaksanaan dan hal teknis terkait rasio
intermediasi makroprudensial dan penyangga likuiditas
makroprudensial bagi bank umum konvensional, bank
umum syariah, dan unit usaha syariah;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Anggota
Dewan Gubernur tentang Rasio Intermediasi
Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas
Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional, Bank
Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah;
Mengingat : Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/4/PBI/2018 tentang
Rasio Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas
2
Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum
Syariah, dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6194) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 21/12/PBI/2019
tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
20/4/PBI/2018 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial
dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum
Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 226,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6422);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR TENTANG RASIO
INTERMEDIASI MAKROPRUDENSIAL DAN PENYANGGA
LIKUIDITAS MAKROPRUDENSIAL BAGI BANK UMUM
KONVENSIONAL, BANK UMUM SYARIAH, DAN UNIT USAHA
SYARIAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini yang dimaksud
dengan:
1. Bank Umum Konvensional yang selanjutnya disingkat
BUK adalah bank umum yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang mengenai perbankan, termasuk kantor
cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri.
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS
adalah bank umum yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang mengenai perbankan syariah.
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS
adalah unit usaha syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang mengenai perbankan syariah.
3
4. Bank adalah BUK, BUS, dan UUS.
5. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK
adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
6. Dana Pihak Ketiga yang selanjutnya disingkat DPK adalah
kewajiban Bank kepada penduduk dan bukan penduduk
dalam rupiah dan/atau valuta asing.
7. Rekening Giro dalam Rupiah yang selanjutnya disebut
Rekening Giro Rupiah adalah rekening giro dalam mata
uang rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia mengenai rekening giro di Bank Indonesia.
8. Pembiayaan adalah pembiayaan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang mengenai perbankan syariah.
9. Rasio Intermediasi Makroprudensial yang selanjutnya
disingkat RIM adalah rasio hasil perbandingan antara:
a. kredit yang diberikan dalam rupiah dan valuta asing;
dan
b. surat berharga korporasi dalam rupiah dan valuta
asing yang memenuhi persyaratan tertentu, yang
dimiliki BUK,
terhadap:
a. DPK BUK dalam bentuk giro, tabungan, dan
simpanan berjangka/deposito dalam rupiah dan
valuta asing, tidak termasuk dana antarbank;
b. surat berharga dalam rupiah dan valuta asing yang
memenuhi persyaratan tertentu, yang diterbitkan oleh
BUK untuk memperoleh sumber pendanaan; dan
c. pinjaman yang diterima dalam rupiah dan valuta
asing yang memenuhi persyaratan tertentu, yang
diterima oleh BUK untuk memperoleh sumber
pendanaan.
10. Rasio Intermediasi Makroprudensial Syariah yang
selanjutnya disebut RIM Syariah adalah rasio hasil
perbandingan antara:
a. Pembiayaan yang diberikan dalam rupiah dan valuta
asing; dan
4
b. surat berharga syariah korporasi dalam rupiah dan
valuta asing yang memenuhi persyaratan tertentu,
yang dimiliki BUS atau UUS,
terhadap:
a. DPK BUS atau DPK UUS dalam bentuk dana
simpanan wadiah dan dana investasi tidak terikat
dalam rupiah dan valuta asing, tidak termasuk dana
antarbank;
b. surat berharga syariah dalam rupiah dan valuta asing
yang memenuhi persyaratan tertentu, yang
diterbitkan oleh BUS atau UUS untuk memperoleh
sumber pendanaan; dan
c. pembiayaan yang diterima dalam rupiah dan valuta
asing yang memenuhi persyaratan tertentu, yang
diterima oleh BUS atau UUS untuk memperoleh
sumber pendanaan.
11. Giro atas pemenuhan RIM yang selanjutnya disebut Giro
RIM adalah saldo giro dalam Rekening Giro Rupiah di
Bank Indonesia yang wajib dipelihara oleh BUK untuk
pemenuhan RIM.
12. Giro atas pemenuhan RIM Syariah yang selanjutnya
disebut Giro RIM Syariah adalah saldo giro dalam
Rekening Giro Rupiah di Bank Indonesia yang wajib
dipelihara oleh BUS atau UUS untuk pemenuhan RIM
Syariah.
13. Target RIM adalah kisaran RIM yang dibatasi oleh batas
bawah dan batas atas yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia untuk perhitungan Giro RIM.
14. Target RIM Syariah adalah kisaran RIM Syariah yang
dibatasi oleh batas bawah dan batas atas yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia untuk perhitungan Giro RIM Syariah.
15. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang
selanjutnya disebut KPMM adalah rasio hasil
perbandingan antara modal terhadap aset tertimbang
menurut risiko sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
OJK mengenai kewajiban penyediaan modal minimum
bank umum konvensional dan bank umum syariah.
5
16. KPMM Insentif adalah KPMM yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia untuk perhitungan RIM atau RIM Syariah.
17. Parameter Disinsentif Bawah adalah parameter pengali
yang digunakan dalam pemenuhan:
a. Giro RIM bagi BUK yang memiliki RIM kurang dari
batas bawah Target RIM; atau
b. Giro RIM Syariah bagi BUS dan UUS yang memiliki
RIM Syariah kurang dari batas bawah Target RIM
Syariah.
18. Parameter Disinsentif Atas adalah parameter pengali yang
digunakan dalam pemenuhan:
a. Giro RIM bagi BUK yang memiliki RIM lebih dari batas
atas Target RIM; atau
b. Giro RIM Syariah bagi BUS dan UUS yang memiliki
RIM Syariah lebih dari batas atas Target RIM Syariah.
19. Penyangga Likuiditas Makroprudensial yang selanjutnya
disingkat PLM adalah cadangan likuiditas minimum dalam
rupiah yang wajib dipelihara oleh BUK dalam bentuk surat
berharga yang memenuhi persyaratan tertentu, yang
besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar
persentase tertentu dari DPK BUK dalam rupiah.
20. Penyangga Likuiditas Makroprudensial Syariah yang
selanjutnya disebut PLM Syariah adalah cadangan
likuiditas minimum dalam rupiah yang wajib dipelihara
oleh BUS dalam bentuk surat berharga syariah yang
memenuhi persyaratan tertentu, yang besarnya
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase
tertentu dari DPK BUS dalam rupiah.
21. Indonesia Overnight Index Average yang selanjutnya
disebut IndONIA adalah Indonesia Overnight Index Average
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai Indonesia Overnight Index Average dan Jakarta
Interbank Offered Rate.
22. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI
adalah Sertifikat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai operasi
moneter.
6
23. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya
disingkat SBIS adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai operasi moneter.
24. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya
disingkat SDBI adalah Sertifikat Deposito Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai operasi moneter.
25. Sukuk Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SukBI
adalah Sukuk Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai operasi
moneter, dalam mata uang rupiah.
26. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN
adalah surat berharga yang terdiri atas surat utang negara
dalam mata uang rupiah dan surat berharga syariah
negara dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia.
27. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN
adalah surat utang negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang mengenai surat utang negara, dalam
mata uang rupiah.
28. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN adalah surat berharga syariah negara atau sukuk
negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
mengenai surat berharga syariah negara, dalam mata
uang rupiah.
29. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang
selanjutnya disebut PUAS adalah pasar uang antarbank
berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai pasar uang
antarbank berdasarkan prinsip syariah.
30. Sertifikat Investasi Mudarabah Antarbank yang
selanjutnya disingkat SIMA adalah sertifikat investasi
mudarabah antarbank sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai sertifikat investasi
mudarabah antarbank.
7
31. Tingkat Indikasi Imbalan SIMA adalah rata-rata
tertimbang tingkat indikasi imbalan SIMA dalam rupiah
yang terjadi di PUAS pada pasar perdana.
32. Laporan Bulanan Bank Umum yang selanjutnya disebut
LBU adalah laporan bulanan bank umum sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
laporan bulanan bank umum.
33. Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang
selanjutnya disebut LSMK BUS UUS adalah laporan
stabilitas moneter dan sistem keuangan bulanan bank
umum syariah dan unit usaha syariah sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
laporan stabilitas moneter dan sistem keuangan bulanan
bank umum syariah dan unit usaha syariah.
34. Laporan Berkala Bank Umum yang selanjutnya disingkat
LBBU adalah laporan berkala bank umum sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
laporan berkala bank umum.
35. Laporan Berkala Bank Umum bagi BUS dan UUS yang
selanjutnya disebut LBBUS adalah laporan berkala bank
umum bagi BUS dan UUS sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai laporan berkala bank
umum.
36. Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disingkat
LHBU adalah laporan harian bank umum sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
laporan harian bank umum.
37. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System
yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah Bank
Indonesia-Scripless Securities Settlement System
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat berharga
melalui BI-SSSS.
8
BAB II
KEWAJIBAN GIRO RIM DAN GIRO RIM SYARIAH
Pasal 2
(1) BUK wajib memenuhi Giro RIM yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
(2) BUS dan UUS wajib memenuhi Giro RIM Syariah yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(3) BUK yang menerima pinjaman likuiditas jangka pendek
tetap wajib memenuhi Giro RIM.
(4) BUS yang menerima pembiayaan likuiditas jangka pendek
syariah tetap wajib memenuhi Giro RIM Syariah.
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemenuhan Kewajiban Giro RIM
Paragraf 1
Besaran dan Parameter Giro RIM
Pasal 3
(1) Giro RIM ditetapkan sebesar hasil perkalian antara
Parameter Disinsentif Bawah atau Parameter Disinsentif
Atas, selisih antara RIM dan Target RIM, serta DPK BUK
dalam rupiah.
(2) Dalam hal RIM lebih besar dari batas atas Target RIM,
pemenuhan Giro RIM sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memperhatikan KPMM BUK dan KPMM Insentif.
(3) Dalam hal RIM lebih kecil dari batas bawah Target RIM,
pemenuhan Giro RIM sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memperhatikan KPMM BUK, KPMM Insentif, dan rasio
kredit bermasalah BUK secara bruto.
(4) Penghitungan rasio kredit bermasalah BUK secara bruto
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan
persentase dari hasil penjumlahan kredit kepada pihak
ketiga bukan bank dengan kualitas kurang lancar,
diragukan, dan macet, dibandingkan dengan total kredit
kepada pihak ketiga bukan bank.
9
(5) Giro RIM dipenuhi dengan membandingkan posisi saldo
Rekening Giro Rupiah BUK di Bank Indonesia setiap akhir
hari selama 2 (dua) periode laporan terhadap Giro RIM
yang dihitung menggunakan rata-rata harian jumlah DPK
BUK dalam rupiah selama 2 (dua) periode laporan pada 4
(empat) periode laporan sebelumnya.
(6) Pemenuhan Giro RIM didasarkan pada DPK BUK dalam
rupiah dengan periode laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) diatur sebagai berikut:
a. Giro RIM untuk tanggal 1 sampai dengan tanggal 15
menggunakan rata-rata harian jumlah DPK BUK
dalam rupiah dalam periode laporan sejak tanggal 1
sampai dengan tanggal 7 dan periode laporan sejak
tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan
sebelumnya; dan
b. Giro RIM untuk tanggal 16 sampai dengan tanggal
akhir bulan menggunakan rata-rata harian jumlah
DPK BUK dalam rupiah dalam periode laporan sejak
tanggal 16 sampai dengan tanggal 23 dan periode
laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir
bulan sebelumnya.
Pasal 4
Besaran dan parameter yang digunakan dalam pemenuhan
Giro RIM ditetapkan sebagai berikut:
a. batas bawah Target RIM sebesar 84% (delapan puluh
empat persen);
b. batas atas Target RIM sebesar 94% (sembilan puluh empat
persen);
c. KPMM Insentif sebesar 14% (empat belas persen);
d. Parameter Disinsentif Bawah ditetapkan sebagai berikut:
1. sebesar 0 (nol), jika Bank memiliki:
a) rasio kredit bermasalah secara bruto lebih besar
dari atau sama dengan 5% (lima persen); atau
b) KPMM lebih kecil dari atau sama dengan KPMM
Insentif;
10
2. sebesar 0,1 (nol koma satu), jika Bank memiliki:
a) rasio kredit bermasalah secara bruto lebih kecil
dari 5% (lima persen); dan
b) KPMM lebih besar dari KPMM Insentif dan lebih
kecil dari atau sama dengan 19% (sembilan belas
persen); dan
3. sebesar 0,15 (nol koma satu lima), jika Bank memiliki:
a) rasio kredit bermasalah secara bruto lebih kecil
dari 5% (lima persen); dan
b) KPMM lebih besar dari 19% (sembilan belas
persen); dan
e. Parameter Disinsentif Atas ditetapkan sebagai berikut:
1. sebesar 0 (nol), jika Bank memiliki KPMM lebih besar
dari atau sama dengan KPMM Insentif; atau
2. sebesar 0,2 (nol koma dua), jika Bank memiliki KPMM
lebih kecil dari KPMM Insentif.
Paragraf 2
Sumber Data dan Nilai yang Digunakan
Pasal 5
(1) Perhitungan RIM menggunakan sumber data dan nilai
sebagai berikut:
a. kredit;
b. DPK BUK;
c. surat berharga korporasi yang dimiliki BUK;
d. surat berharga yang diterbitkan oleh BUK; dan
e. pinjaman yang diterima oleh BUK,
dalam rupiah dan valuta asing.
(2) Data kredit dalam rupiah dan valuta asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a diperoleh dari pos kredit
yang diberikan kepada pihak ketiga bukan bank dalam
Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode
Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya
dalam LBBU.
(3) Data DPK BUK dalam rupiah dan valuta asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperoleh
11
dari pos giro, pos tabungan, dan pos simpanan berjangka
dalam Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir
Periode Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan
sebelumnya dalam LBBU.
(4) Data surat berharga korporasi yang dimiliki BUK dalam
rupiah dan valuta asing sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c dan data surat berharga yang diterbitkan oleh
BUK dalam rupiah dan valuta asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d diperoleh dari:
a. saldo total harga perolehan surat berharga korporasi
yang dimiliki BUK dan saldo total nilai nominal surat
berharga yang diterbitkan oleh BUK dalam laporan
surat berharga sebagaimana format yang tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur
ini, posisi 2 (dua) periode laporan sebelumnya yang
disampaikan BUK kepada Bank Indonesia secara
bulanan; atau
b. saldo total harga perolehan surat berharga korporasi
yang dimiliki dan saldo total nilai nominal surat
berharga yang diterbitkan dalam laporan surat
berharga BUK yang diperoleh dari laporan bulanan
bank umum atau sistem aplikasi laporan lainnya,
dalam hal Bank Indonesia telah menginformasikan
kepada BUK mengenai penghentian kewajiban
penyampaian laporan surat berharga melalui surat
dan/atau penyempurnaan Peraturan Anggota Dewan
Gubernur ini.
(5) Data pinjaman yang diterima oleh BUK dalam rupiah dan
valuta asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
diatur sebagai berikut:
a. bagi BUK, diperoleh dari saldo total jumlah bulan
laporan pinjaman yang diterima dalam Formulir 32
Daftar Rincian Pinjaman yang Diterima, posisi 2 (dua)
periode laporan sebelumnya dalam LBU; dan
b. bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di
luar negeri, diperoleh dari:
12
1. saldo total jumlah bulan laporan pinjaman yang
diterima sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
dan
2. saldo total jumlah bulan laporan yang diperoleh
dari laporan pinjaman yang diterima dari kantor
pusat dan/atau kantor cabang bank yang sama
yang melakukan kegiatan operasional di luar
negeri, sebagaimana format yang tercantum dalam
Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan
Gubernur ini, posisi 2 (dua) periode laporan
sebelumnya yang disampaikan kantor cabang dari
bank yang berkedudukan di luar negeri kepada
Bank Indonesia secara bulanan.
(6) Saldo total jumlah bulan laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) huruf b angka 2) diperoleh dari LBU atau
sistem aplikasi laporan lainnya, dalam hal Bank Indonesia
telah menginformasikan kepada BUK mengenai
penghentian kewajiban penyampaian laporan pinjaman
yang diterima melalui surat dan/atau penyempurnaan
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.
(7) Rincian sumber data untuk pinjaman yang diterima
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.
Pasal 6
(1) Untuk pemenuhan Giro RIM, data DPK BUK dalam rupiah
diperoleh dari rata-rata DPK BUK dalam rupiah untuk
seluruh kantor dari BUK yang bersangkutan di Indonesia
dalam Formulir 1 Laporan Dana Pihak Ketiga Rupiah dan
Valuta Asing dalam LBBU.
(2) DPK BUK dalam rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi kewajiban dalam rupiah kepada pihak ketiga
bukan bank, baik kepada penduduk maupun bukan
penduduk, yang terdiri atas:
13
a. giro;
b. tabungan;
c. simpanan berjangka/deposito; dan
d. kewajiban lainnya.
Pasal 7
(1) Untuk pemenuhan Giro RIM, penghitungan rasio kredit
bermasalah secara bruto menggunakan nilai kredit
bermasalah dan nilai total kredit dalam Formulir 11 Daftar
Rincian Kredit yang Diberikan posisi 2 (dua) periode
laporan sebelumnya dalam LBU.
(2) Bagi BUK yang memiliki UUS, penghitungan rasio kredit
bermasalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara terpisah dengan penghitungan rasio
pembiayaan bermasalah bagi UUS.
(3) Rincian sumber data untuk penghitungan rasio kredit
bermasalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan
Gubernur ini.
Pasal 8
(1) Data KPMM dalam pemenuhan Giro RIM diatur sebagai
berikut:
a. KPMM yang digunakan yaitu KPMM triwulanan dari
BUK yang bersangkutan; dan
b. KPMM triwulanan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a menggunakan posisi akhir bulan Maret, Juni,
September, dan Desember dengan rincian sebagai
berikut:
1. KPMM pada posisi akhir bulan Maret digunakan
untuk pemenuhan Giro RIM untuk bulan Juni,
Juli, dan Agustus pada tahun yang sama;
2. KPMM pada posisi akhir bulan Juni digunakan
untuk pemenuhan Giro RIM untuk bulan
September, Oktober, dan November pada tahun
yang sama;
14
3. KPMM pada posisi akhir bulan September
digunakan untuk pemenuhan Giro RIM untuk
bulan Desember pada tahun yang sama serta
bulan Januari dan Februari pada tahun
berikutnya; dan
4. KPMM pada posisi akhir bulan Desember
digunakan untuk pemenuhan Giro RIM untuk
bulan Maret, April, dan Mei pada tahun
berikutnya.
(2) KPMM BUK untuk pemenuhan Giro RIM sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yaitu KPMM triwulanan hasil
olahan sistem aplikasi yang diterima Bank Indonesia dari
OJK.
(3) Dalam hal terdapat perbedaan antara hasil perhitungan
KPMM yang diterima Bank Indonesia dari OJK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan hasil
perhitungan KPMM yang dilakukan oleh BUK maka yang
berlaku yaitu KPMM yang diterima Bank Indonesia dari
OJK.
Paragraf 3
Kriteria dan Batas Maksimum Surat Berharga
Pasal 9
(1) Kriteria surat berharga korporasi yang dimiliki BUK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c,
yang digunakan sebagai dasar perhitungan RIM diatur
sebagai berikut:
a. surat berharga korporasi dalam bentuk obligasi
korporasi dan/atau sukuk korporasi;
b. surat berharga korporasi diterbitkan oleh korporasi
bukan Bank dan oleh penduduk;
c. surat berharga korporasi ditawarkan kepada publik
melalui penawaran umum;
d. surat berharga korporasi memiliki peringkat yang
diterbitkan lembaga pemeringkat dengan peringkat
paling rendah setara dengan peringkat investasi; dan
15
e. surat berharga korporasi ditatausahakan di lembaga
yang berwenang memberikan layanan jasa
penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek.
(2) Dalam hal peringkat surat berharga korporasi yang
dimiliki oleh BUK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d memiliki lebih dari satu peringkat untuk jenis
mata uang yang sama maka peringkat yang diakui yaitu
yang berasal dari lembaga pemeringkat yang memberikan
peringkat paling rendah setara dengan peringkat investasi.
(3) Lembaga pemeringkat dan peringkat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu lembaga pemeringkat
dan peringkat yang diakui oleh OJK sesuai dengan
ketentuan OJK.
(4) Bank Indonesia menetapkan batas maksimum surat
berharga korporasi yang dimiliki BUK dalam rupiah dan
valuta asing yang digunakan dalam perhitungan RIM.
(5) Dalam menetapkan batas maksimum surat berharga
korporasi yang dimiliki BUK sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), Bank Indonesia mempertimbangkan paling sedikit
jumlah kredit yang diberikan BUK dan ketersediaan surat
berharga korporasi.
(6) Batas maksimum surat berharga korporasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) ditetapkan sebesar 100% (seratus
persen) dari surat berharga korporasi yang dimiliki BUK
dalam rupiah dan valuta asing.
Pasal 10
(1) Kriteria surat berharga yang diterbitkan oleh BUK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d,
yang digunakan sebagai dasar perhitungan RIM diatur
sebagai berikut:
a. surat berharga dalam bentuk medium term notes
(MTN), floating rate notes (FRN), dan/atau obligasi
selain obligasi subordinasi;
b. surat berharga dimiliki bukan Bank baik penduduk
dan bukan penduduk;
16
c. surat berharga ditawarkan kepada publik melalui
penawaran umum;
d. surat berharga memiliki peringkat yang diterbitkan
lembaga pemeringkat dengan peringkat paling rendah
setara dengan peringkat investasi; dan
e. surat berharga ditatausahakan di lembaga yang
berwenang memberikan layanan jasa penyimpanan
dan penyelesaian transaksi efek.
(2) Dalam hal peringkat surat berharga korporasi yang
diterbitkan oleh BUK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d memiliki lebih dari satu peringkat untuk jenis
mata uang yang sama maka peringkat yang diakui yaitu
yang berasal dari lembaga pemeringkat yang memberikan
peringkat paling rendah setara dengan peringkat investasi.
(3) Lembaga pemeringkat dan peringkat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu lembaga pemeringkat
dan peringkat yang diakui oleh OJK sesuai dengan
ketentuan OJK.
Pasal 11
(1) Kriteria pinjaman yang diterima BUK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e, yang digunakan
sebagai dasar perhitungan RIM diatur sebagai berikut:
a. pinjaman yang diterima berbentuk pinjaman bilateral
dan/atau pinjaman sindikasi;
b. pinjaman yang diterima tidak berupa pinjaman
subordinasi, dana kelolaan, kewajiban sewa
pembiayaan , dan/atau giro bersaldo kredit;
c. pinjaman yang diterima tidak termasuk pinjaman
dari Bank dalam negeri;
d. pinjaman yang diterima memiliki sisa jangka waktu
paling singkat 1 (satu) tahun; dan
e. pinjaman yang diterima dilakukan berdasarkan
perjanjian.
(2) Bagi BUK yang merupakan kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri, kriteria pinjaman yang
diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
17
pinjaman yang diterima dari kantor pusat dan/atau
kantor cabang dari bank yang sama yang melakukan
kegiatan operasional di luar negeri.
(3) Pinjaman yang diterima dari kantor pusat dan/atau
kantor cabang bank yang sama yang melakukan kegiatan
operasional di luar negeri sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak berupa pinjaman yang diterima sebagai
komponen modal.
Paragraf 4
Perhitungan RIM dan Pemenuhan Giro RIM
Pasal 12
(1) RIM merupakan persentase yang dihitung dari
perbandingan antara penjumlahan kredit dalam rupiah
dan valuta asing dan surat berharga korporasi yang
dimiliki BUK dalam rupiah dan valuta asing terhadap
penjumlahan DPK BUK dalam rupiah dan valuta asing,
surat berharga yang diterbitkan oleh BUK dalam rupiah
dan valuta asing, dan pinjaman yang diterima oleh BUK
dalam rupiah dan valuta asing.
(2) Dalam hal RIM berada dalam kisaran Target RIM maka
Giro RIM ditetapkan sebesar 0% (nol persen) dari DPK BUK
dalam rupiah.
(3) Dalam hal RIM tidak berada dalam kisaran Target RIM
maka Giro RIM ditetapkan sebagai berikut:
a. dalam hal RIM lebih kecil dari batas bawah Target RIM
maka Giro RIM ditetapkan sebesar hasil perkalian
antara Parameter Disinsentif Bawah, selisih antara
batas bawah Target RIM dan RIM, serta DPK BUK
dalam rupiah; atau
b. dalam hal RIM lebih besar dari batas atas Target RIM
maka Giro RIM ditetapkan sebesar hasil perkalian
antara Parameter Disinsentif Atas, selisih antara RIM
dan batas atas Target RIM, serta DPK BUK dalam
rupiah.
18
(4) Contoh pemenuhan Giro RIM tercantum dalam Lampiran
V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.
Bagian Kedua
Tata Cara Pemenuhan Kewajiban Giro RIM Syariah
Paragraf 1
Besaran dan Parameter Giro RIM Syariah
Pasal 13
(1) Giro RIM Syariah ditetapkan sebesar hasil perkalian
antara Parameter Disinsentif Bawah atau Parameter
Disinsentif Atas, selisih antara RIM Syariah dan Target RIM
Syariah, serta DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS
dalam rupiah.
(2) Dalam hal RIM Syariah lebih besar dari batas atas Target
RIM Syariah, pemenuhan Giro RIM Syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memperhatikan KPMM BUS atau
KPMM BUK yang menjadi induk UUS, dan KPMM Insentif.
(3) Dalam hal RIM Syariah lebih kecil dari batas bawah Target
RIM Syariah, pemenuhan Giro RIM Syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memperhatikan KPMM BUS atau
KPMM BUK yang menjadi induk UUS, KPMM Insentif, dan
rasio Pembiayaan bermasalah BUS secara bruto atau rasio
Pembiayaan bermasalah UUS secara bruto.
(4) Penghitungan rasio Pembiayaan bermasalah BUS secara
bruto atau rasio Pembiayaan bermasalah UUS secara
bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan
persentase dari hasil penjumlahan Pembiayaan kepada
pihak ketiga bukan bank dengan kualitas kurang lancar,
diragukan, dan macet, dibandingkan dengan total
Pembiayaan kepada pihak ketiga bukan bank.
(5) Giro RIM Syariah dipenuhi dengan membandingkan posisi
saldo Rekening Giro Rupiah BUS atau saldo Rekening Giro
Rupiah UUS di Bank Indonesia setiap akhir hari selama 2
(dua) periode laporan terhadap Giro RIM Syariah yang
19
dihitung menggunakan rata-rata harian jumlah DPK BUS
dalam rupiah atau DPK UUS dalam rupiah selama 2 (dua)
periode laporan pada 4 (empat) periode laporan
sebelumnya.
(6) Pemenuhan Giro RIM Syariah didasarkan pada DPK BUS
dalam rupiah atau DPK UUS dalam rupiah dengan periode
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur
sebagai berikut:
a. Giro RIM Syariah untuk tanggal 1 sampai dengan
tanggal 15 menggunakan rata-rata harian jumlah DPK
BUS dalam rupiah atau DPK UUS dalam rupiah,
dalam periode laporan sejak tanggal 1 sampai dengan
tanggal 7 dan periode laporan sejak tanggal 8 sampai
dengan tanggal 15 bulan sebelumnya; dan
b. Giro RIM Syariah untuk tanggal 16 sampai dengan
tanggal akhir bulan menggunakan rata-rata harian
jumlah DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS dalam
rupiah, dalam periode laporan sejak tanggal 16
sampai dengan tanggal 23 dan periode laporan sejak
tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan
sebelumnya.
Pasal 14
Besaran dan parameter yang digunakan dalam pemenuhan
Giro RIM Syariah ditetapkan sebagai berikut:
a. batas bawah Target RIM Syariah sebesar 84% (delapan
puluh empat persen);
b. batas atas Target RIM Syariah sebesar 94% (sembilan
puluh empat persen);
c. KPMM Insentif sebesar 14% (empat belas persen);
d. Parameter Disinsentif Bawah ditetapkan sebagai berikut:
1. sebesar 0 (nol), jika Bank memiliki:
a) rasio Pembiayaan bermasalah secara bruto lebih
besar dari atau sama dengan 5% (lima persen);
atau
b) KPMM lebih kecil dari atau sama dengan KPMM
Insentif;
20
2. sebesar 0,1 (nol koma satu), jika Bank memiliki:
a) rasio Pembiayaan bermasalah secara bruto lebih
kecil dari 5% (lima persen); dan
b) KPMM lebih besar dari KPMM Insentif dan lebih
kecil dari atau sama dengan 19% (sembilan belas
persen); dan
3. sebesar 0,15 (nol koma satu lima), jika Bank memiliki:
a) rasio Pembiayaan bermasalah secara bruto lebih
kecil dari 5% (lima persen); dan
b) KPMM lebih besar dari 19% (sembilan belas
persen); dan
e. Parameter Disinsentif Atas ditetapkan sebagai berikut:
1. sebesar 0 (nol), jika Bank memiliki KPMM lebih besar
dari atau sama dengan KPMM Insentif; atau
2. sebesar 0,2 (nol koma dua), jika Bank memiliki KPMM
lebih kecil dari KPMM Insentif.
Paragraf 2
Sumber Data dan Nilai yang Digunakan
Pasal 15
(1) Perhitungan RIM Syariah menggunakan sumber data dan
nilai sebagai berikut:
a. Pembiayaan;
b. DPK BUS atau DPK UUS;
c. surat berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS
atau UUS;
d. surat berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS
atau UUS; dan
e. pembiayaan yang diterima oleh BUS atau UUS,
dalam rupiah dan valuta asing.
(2) Data Pembiayaan dalam rupiah dan valuta asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperoleh
dari pos piutang, pos pembiayaan, dan pos ijarah dalam
Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode
Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya
dalam LBBUS.
21
(3) Data DPK BUS atau DPK UUS dalam rupiah dan valuta
asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
diperoleh dari pos dana simpanan wadiah dan pos dana
investasi tidak terikat dalam Formulir 2 Neraca Mingguan
Pada Tanggal Akhir Periode Data Laporan pada 4 (empat)
periode laporan sebelumnya dalam LBBUS.
(4) Data surat berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS
atau surat berharga syariah korporasi yang dimiliki UUS
dalam rupiah dan valuta asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dan data surat berharga syariah yang
diterbitkan oleh BUS atau surat berharga syariah yang
diterbitkan oleh UUS dalam rupiah dan valuta asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diperoleh
dari:
a. saldo total harga perolehan surat berharga syariah
korporasi yang dimiliki BUS atau surat berharga
syariah korporasi yang dimiliki UUS dan saldo total
nilai nominal surat berharga syariah yang diterbitkan
oleh BUS atau surat berharga syariah yang
diterbitkan oleh UUS dalam laporan surat berharga
sebagaimana format yang tercantum dalam Lampiran
I posisi 2 (dua) periode laporan sebelumnya yang
disampaikan BUS atau UUS kepada Bank Indonesia
secara bulanan; atau
b. saldo total harga perolehan surat berharga syariah
korporasi yang dimiliki dan saldo total nilai nominal
surat berharga syariah yang diterbitkan dalam
laporan surat berharga BUS atau UUS yang diperoleh
dari laporan stabilitas moneter dan sistem keuangan
atau sistem aplikasi laporan lainnya, dalam hal Bank
Indonesia telah menginformasikan kepada BUS dan
UUS mengenai penghentian kewajiban penyampaian
laporan surat berharga melalui surat dan/atau
penyempurnaan Peraturan Anggota Dewan Gubernur
ini.
22
(5) Data pembiayaan yang diterima oleh BUS atau UUS dalam
rupiah dan valuta asing sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e diperoleh dari:
a. bagi BUS atau UUS, diperoleh dari saldo total jumlah
bulan laporan pembiayaan yang diterima dalam
Formulir 36 Daftar Rincian Pembiayaan Diterima
posisi 2 (dua) periode sebelumnya dalam LSMK BUS
UUS; dan
b. bagi UUS dari kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri, diperoleh dari:
1. saldo total jumlah bulan laporan pembiayaan
yang diterima sebagaimana dimaksud dalam
huruf a; dan
2. saldo total jumlah bulan laporan yang diperoleh
dari laporan pembiayaan yang diterima dari
kantor pusat dan/atau kantor cabang bank yang
sama yang melakukan kegiatan operasional di
luar negeri, untuk data pembiayaan yang diterima
bagi UUS dari kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri, sebagaimana format
yang tercantum dalam Lampiran II posisi 2 (dua)
periode laporan sebelumnya yang disampaikan
UUS dari kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri kepada Bank
Indonesia secara bulanan.
(6) Saldo total jumlah bulan laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) huruf b angka 2) diperoleh dari LSMK BUS
UUS atau sistem aplikasi laporan lainnya, dalam hal Bank
Indonesia telah menginformasikan kepada UUS dari
kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri
mengenai penghentian kewajiban penyampaian laporan
pembiayaan yang diterima dari kantor pusat dan/atau
kantor cabang bank yang sama yang melakukan kegiatan
operasional di luar negeri melalui surat dan/atau
penyempurnaan Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.
23
(7) Rincian sumber data untuk pembiayaan yang diterima
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam
Lampiran III.
Pasal 16
(1) Untuk pemenuhan Giro RIM Syariah, data DPK BUS dalam
rupiah atau data DPK UUS dalam rupiah diperoleh dari
rata-rata DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS dalam
rupiah untuk seluruh kantor dari BUS dan UUS yang
bersangkutan di Indonesia dalam Formulir 1 Laporan
Dana Pihak Ketiga Rupiah dan Valuta Asing dalam LBBUS.
(2) DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS dalam rupiah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kewajiban
dalam rupiah kepada pihak ketiga bukan bank, baik
kepada penduduk maupun bukan penduduk, yang terdiri
atas:
a. dana simpanan wadiah;
b. dana investasi tidak terikat; dan
c. kewajiban lainnya.
Pasal 17
(1) Untuk pemenuhan Giro RIM Syariah, penghitungan rasio
Pembiayaan bermasalah secara bruto menggunakan nilai
Pembiayaan bermasalah dan nilai total Pembiayaan
diperoleh dari LSMK BUS UUS dalam:
a. Formulir 10 Rincian Piutang Murabahah;
b. Formulir 11 Rincian Piutang Istishna’;
c. Formulir 12 Rincian Piutang Qardh;
d. Formulir 13 Rincian Pembiayaan Bagi Hasil; dan
e. Formulir 14 Rincian Pembiayaan Sewa,
posisi 2 (dua) periode laporan sebelumnya.
(2) Rincian sumber data untuk penghitungan rasio
Pembiayaan bermasalah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum dalam Lampiran IV.
24
Pasal 18
(1) Data KPMM dalam pemenuhan Giro RIM Syariah diatur
sebagai berikut:
a. KPMM yang digunakan yaitu KPMM triwulanan dari
BUS atau KPMM triwulanan dari BUK yang menjadi
induk UUS yang bersangkutan; dan
b. KPMM triwulanan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a menggunakan posisi akhir bulan Maret, Juni,
September, dan Desember dengan rincian sebagai
berikut:
1. KPMM pada posisi akhir bulan Maret digunakan
untuk pemenuhan Giro RIM Syariah untuk
bulan Juni, Juli, dan Agustus pada tahun yang
sama;
2. KPMM pada posisi akhir bulan Juni digunakan
untuk pemenuhan Giro RIM Syariah untuk
bulan September, Oktober, dan November pada
tahun yang sama;
3. KPMM pada posisi akhir bulan September
digunakan untuk pemenuhan Giro RIM Syariah
untuk bulan Desember pada tahun yang sama
serta bulan Januari dan Februari pada tahun
berikutnya; dan
4. KPMM pada posisi akhir bulan Desember
digunakan untuk pemenuhan Giro RIM Syariah
untuk bulan Maret, April, dan Mei pada tahun
berikutnya.
(2) KPMM BUS atau KPMM BUK yang menjadi induk UUS
untuk pemenuhan Giro RIM Syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yaitu KPMM triwulanan hasil
olahan sistem aplikasi yang diterima Bank Indonesia dari
OJK.
(3) Dalam hal terdapat perbedaan antara hasil perhitungan
KPMM yang diterima Bank Indonesia dari OJK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan hasil
perhitungan KPMM yang dilakukan oleh BUS atau BUK
25
yang menjadi induk UUS maka yang berlaku yaitu KPMM
yang diterima Bank Indonesia dari OJK.
Paragraf 3
Kriteria dan Batas Maksimum Surat Berharga Syariah
Pasal 19
(1) Kriteria surat berharga syariah korporasi yang dimiliki
BUS atau surat berharga syariah korporasi yang dimiliki
UUS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf
c, yang digunakan sebagai dasar perhitungan RIM Syariah
diatur sebagai berikut:
a. surat berharga syariah korporasi dalam bentuk sukuk
korporasi;
b. surat berharga syariah korporasi diterbitkan oleh
korporasi bukan Bank dan oleh penduduk;
c. surat berharga syariah korporasi ditawarkan kepada
publik melalui penawaran umum;
d. surat berharga syariah korporasi memiliki peringkat
yang diterbitkan lembaga pemeringkat dengan
peringkat paling rendah setara dengan peringkat
investasi; dan
e. surat berharga syariah korporasi ditatausahakan di
lembaga yang berwenang memberikan layanan jasa
penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek.
(2) Dalam hal peringkat surat berharga syariah korporasi yang
dimiliki oleh BUS atau UUS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d memiliki lebih dari satu peringkat untuk
jenis mata uang yang sama maka peringkat yang diakui
yaitu yang berasal dari lembaga pemeringkat yang
memberikan peringkat paling rendah setara dengan
peringkat investasi.
(3) Lembaga pemeringkat dan peringkat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu lembaga pemeringkat
dan peringkat yang diakui oleh OJK sesuai dengan
ketentuan OJK.
26
(4) Bank Indonesia menetapkan batas maksimum surat
berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS dalam
rupiah dan valuta asing atau surat berharga syariah
korporasi yang dimiliki UUS dalam rupiah dan valuta asing
yang digunakan dalam perhitungan RIM Syariah.
(5) Dalam menetapkan batas maksimum surat berharga
syariah korporasi yang dimiliki BUS atau UUS
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Bank Indonesia
mempertimbangkan paling sedikit jumlah pembiayaan
yang diberikan BUS atau UUS dan ketersediaan surat
berharga syariah korporasi.
(6) Batas maksimum surat berharga syariah korporasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan sebesar
100% (seratus persen) dari surat berharga syariah
korporasi yang dimiliki BUS dalam rupiah dan valuta asing
atau surat berharga syariah korporasi yang dimiliki UUS
dalam rupiah dan valuta asing.
Pasal 20
(1) Kriteria surat berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS
dalam rupiah dan valuta asing atau surat berharga syariah
yang diterbitkan oleh UUS dalam rupiah dan valuta asing
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf d,
yang digunakan sebagai dasar perhitungan RIM Syariah
diatur berikut:
a. surat berharga syariah dalam bentuk medium term
notes (MTN) syariah dan/atau sukuk selain sukuk
subordinasi;
b. surat berharga syariah dimiliki bukan Bank baik
penduduk dan bukan penduduk;
c. surat berharga syariah ditawarkan kepada publik
melalui penawaran umum ;
d. surat berharga syariah memiliki peringkat yang
diterbitkan lembaga pemeringkat dengan peringkat
paling rendah setara dengan peringkat investasi; dan
27
e. surat berharga syariah ditatausahakan di lembaga
yang berwenang memberikan layanan jasa
penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek.
(2) Dalam hal peringkat surat berharga syariah yang
diterbitkan oleh BUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d memiliki lebih dari satu peringkat untuk jenis
mata uang yang sama maka peringkat yang diakui yaitu
yang berasal dari lembaga pemeringkat yang memberikan
peringkat paling rendah setara dengan peringkat investasi.
(3) Lembaga pemeringkat dan peringkat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu lembaga pemeringkat
dan peringkat yang diakui oleh OJK sesuai dengan
ketentuan OJK.
Pasal 21
(1) Kriteria pembiayaan yang diterima oleh BUS atau UUS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf e,
yang digunakan sebagai dasar perhitungan RIM Syariah
diatur sebagai berikut:
a. pembiayaan yang diterima berbentuk pembiayaan
bilateral dan/atau pembiayaan sindikasi;
b. pembiayaan yang diterima tidak berupa pembiayaan
subordinasi dan/atau dana kelolaan;
c. pembiayaan yang diterima tidak termasuk
pembiayaan dari Bank dalam negeri;
d. pembiayaan yang diterima memiliki sisa jangka
waktu paling singkat 1 (satu) tahun; dan
e. pembiayaan yang diterima dilakukan berdasarkan
perjanjian.
(2) Bagi UUS dari kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri, kriteria pembiayaan yang
diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
pembiayaan yang diterima dari kantor pusat dan/atau
kantor cabang dari bank yang sama yang melakukan
kegiatan operasional di luar negeri.
(3) Pembiayaan yang diterima dari kantor pusat dan/atau
kantor cabang bank yang sama yang melakukan kegiatan
28
operasional di luar negeri sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak berupa pembiayaan yang diterima sebagai
komponen modal.
Paragraf 4
Perhitungan RIM Syariah dan Pemenuhan Giro RIM Syariah
Pasal 22
(1) RIM Syariah bagi BUS dan UUS merupakan persentase
yang dihitung dari:
a. bagi BUS, perbandingan antara penjumlahan
Pembiayaan dalam rupiah dan valuta asing dan surat
berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS dalam
rupiah dan valuta asing terhadap penjumlahan DPK
BUS dalam rupiah dan valuta asing, surat berharga
syariah yang diterbitkan oleh BUS dalam rupiah dan
valuta asing, dan pembiayaan yang diterima oleh BUS
dalam rupiah dan valuta asing; dan
b. bagi UUS, perbandingan antara penjumlahan
Pembiayaan dalam rupiah dan valuta asing dan surat
berharga syariah korporasi yang dimiliki UUS dalam
rupiah dan valuta asing terhadap penjumlahan DPK
UUS dalam rupiah dan valuta asing, surat berharga
syariah yang diterbitkan oleh UUS dalam rupiah dan
valuta asing, dan pembiayaan yang diterima oleh UUS
dalam rupiah dan valuta asing.
(2) Dalam hal RIM Syariah berada dalam kisaran Target RIM
Syariah maka Giro RIM Syariah ditetapkan sebesar 0% (nol
persen) dari DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS dalam
rupiah.
(3) Dalam hal RIM Syariah tidak berada dalam kisaran Target
RIM Syariah maka Giro RIM Syariah ditetapkan sebagai
berikut:
a. dalam hal RIM Syariah lebih kecil dari batas bawah
Target RIM Syariah maka Giro RIM Syariah ditetapkan
sebesar hasil perkalian antara Parameter Disinsentif
Bawah, selisih antara batas bawah Target RIM Syariah
29
dan RIM Syariah, serta DPK BUS dalam rupiah atau
DPK UUS dalam rupiah; atau
b. dalam hal RIM Syariah lebih besar dari batas atas
Target RIM Syariah maka Giro RIM Syariah ditetapkan
sebesar hasil perkalian antara Parameter Disinsentif
Atas, selisih antara RIM Syariah dan batas atas Target
RIM Syariah, serta DPK BUS dalam rupiah atau DPK
UUS dalam rupiah.
(4) Contoh pemenuhan Giro RIM Syariah tercantum dalam
Lampiran V.
Bagian Ketiga
Pemberian Kelonggaran atas Pemenuhan Giro RIM atau Giro
RIM Syariah
Pasal 23
(1) Bank Indonesia dapat memberikan kelonggaran atas
pemenuhan ketentuan Giro RIM sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 atau Giro RIM Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 terhadap:
a. BUK yang sedang dikenakan pembatasan kegiatan
usaha oleh OJK terkait dengan penyaluran kredit dan
penghimpunan dana; dan
b. BUS atau UUS yang sedang dikenakan pembatasan
kegiatan usaha oleh OJK terkait dengan penyaluran
Pembiayaan dan penghimpunan dana.
(2) Pemberian kelonggaran atas pemenuhan ketentuan Giro
RIM atau Giro RIM Syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa kelonggaran atas perubahan Target RIM
atau Target RIM Syariah.
(3) Pemberian kelonggaran atas pemenuhan ketentuan Giro
RIM atau Giro RIM Syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan atas permintaan Bank secara tertulis
kepada Bank Indonesia.
(4) Penyampaian permintaan pemberian kelonggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
bersamaan dengan permintaan rekomendasi kepada OJK.
30
(5) Penyampaian permintaan pemberian kelonggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada
Bank Indonesia dengan disertai dokumen pendukung
berupa:
a. fotokopi surat atau keputusan pembatasan kegiatan
usaha oleh OJK terkait dengan penyaluran kredit dan
penghimpunan dana bagi BUK atau penyaluran
Pembiayaan dan penghimpunan dana bagi BUS dan
UUS; dan
b. fotokopi surat permohonan rekomendasi kepada OJK.
(6) Bank menyampaikan kepada Bank Indonesia atas hasil
rekomendasi OJK mengenai pemberian kelonggaran atas
perubahan Target RIM atau Target RIM Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(7) Persetujuan atau penolakan atas permintaan kelonggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan setelah
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat
(6) diterima oleh Bank Indonesia.
(8) Permintaan kelonggaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) disampaikan Bank kepada Bank Indonesia dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada
Departemen Surveilans Sistem Keuangan, Jalan M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10350; atau
b. bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada
Departemen Surveilans Sistem Keuangan, Jalan M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan
kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat.
Bagian Keempat
Tata Cara Penyampaian Laporan Surat Berharga
Pasal 24
(1) BUK wajib menyampaikan laporan surat berharga
korporasi yang dimiliki BUK yang memenuhi kriteria
31
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan surat berharga
yang diterbitkan oleh BUK yang memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 kepada Bank
Indonesia setiap bulan.
(2) BUS dan UUS wajib menyampaikan laporan surat
berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS dan surat
berharga syariah korporasi yang dimiliki UUS yang
memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
serta surat berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS
dan surat berharga syariah yang diterbitkan oleh UUS
yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 kepada Bank Indonesia setiap bulan.
(3) Penyampaian laporan surat berharga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menggunakan format
laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I.
(4) Bank tetap diwajibkan menyampaikan laporan surat
berharga, dalam hal:
a. Bank tidak memiliki surat berharga korporasi atau
memiliki surat berharga korporasi namun tidak
memenuhi kriteria; atau
b. Bank tidak menerbitkan surat berharga atau
menerbitkan surat berharga namun tidak memenuhi
kriteria,
dengan menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I dengan isi laporan nihil.
Pasal 25
(1) BUK yang merupakan kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri wajib menyampaikan laporan
pinjaman yang diterima dari kantor pusat dan/atau kantor
cabang bank yang sama yang melakukan kegiatan
operasional di luar negeri yang memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 kepada Bank
Indonesia setiap bulan.
(2) UUS dari kantor cabang dari bank yang berkedudukan di
luar negeri wajib menyampaikan laporan pembiayaan yang
32
diterima dari kantor pusat dan/atau kantor cabang bank
yang sama yang melakukan kegiatan operasional di luar
negeri yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 kepada Bank Indonesia setiap bulan.
(3) Penyampaian laporan pinjaman yang diterima
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan
pembiayaan yang diterima sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II.
(4) Kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), tetap berlaku bagi BUK yang
merupakan kantor cabang dari bank yang berkedudukan
di luar negeri dan UUS dari kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri yang:
a. tidak memperoleh pinjaman yang diterima atau
pembiayaan yang diterima dari kantor pusat dan/atau
kantor cabang bank yang sama yang melakukan
kegiatan operasional di luar negeri; atau
b. memperoleh pinjaman yang diterima atau pembiayaan
yang diterima dari kantor pusat dan/atau kantor
cabang bank yang sama yang melakukan kegiatan
operasional di luar negeri namun tidak memenuhi
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan
21,
dengan menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II dengan isi laporan nihil.
Pasal 26
(1) Laporan surat berharga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24, laporan pinjaman yang diterima sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), dan laporan
pembiayaan yang diterima sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (2) wajib disampaikan kepada Bank
Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah
berakhirnya bulan laporan.
(2) Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan
apabila menyampaikan laporan setelah batas waktu
33
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), sampai dengan 5 (lima) hari kerja berikutnya.
(3) Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila
belum menyampaikan laporan sampai dengan berakhirnya
batas waktu keterlambatan penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Bank dapat melakukan koreksi atas laporan yang telah
disampaikan kepada Bank Indonesia.
Pasal 27
(1) Laporan surat berharga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24, laporan pinjaman yang diterima sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan laporan pembiayaan
yang diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat
(2) dan koreksi laporan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (4) disampaikan melalui surat elektronik
kepada Bank Indonesia yaitu:
a. bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan GWM,
Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350; atau
b. bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan GWM,
Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan
tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia
setempat,
dengan alamat surat elektronik sebagaimana tercantum
dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.
(2) Bank harus menyampaikan secara tertulis mengenai nama
petugas dan penanggung jawab yang ditunjuk untuk
menyusun dan menyampaikan laporan surat berharga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, laporan pinjaman
yang diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat
34
(1) dan laporan pembiayaan yang diterima sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) serta alamat surat
elektronik pengirim laporan termasuk jika terdapat
perubahannya kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan GWM,
Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350; atau
b. bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan GWM,
Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan
tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia
setempat.
(3) Dalam hal penyampaian laporan melalui surat elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
dilakukan, Bank menyampaikan laporan dalam bentuk
salinan lunak (soft copy) dan salinan keras (hard copy)
kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan GWM,
Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350; atau
b. bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan GWM,
Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan
tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia
setempat.
(4) Batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26.
35
(5) Dalam hal Bank Indonesia memperoleh data surat
berharga Bank, data pinjaman yang diterima Bank,
dan/atau data pembiayaan yang diterima Bank dari LBU,
LSMK BUS UUS, atau sistem aplikasi laporan lainnya,
Bank Indonesia dapat mengubah tata cara penyampaian
laporan dan menghentikan kewajiban penyampaian
laporan melalui surat elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(6) Perubahan tata cara penyampaian laporan dan
penghentian kewajiban penyampaian laporan melalui
surat elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
diinformasikan oleh Bank Indonesia kepada Bank melalui
surat.
Bagian Kelima
Evaluasi Kebijakan RIM dan RIM Syariah
Pasal 28
(1) Bank Indonesia melakukan evaluasi kebijakan RIM dan
RIM Syariah secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali
dalam setiap 6 (enam) bulan.
(2) Evaluasi kebijakan RIM dan RIM Syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap sumber data
untuk pemenuhan Giro RIM dan Giro RIM Syariah,
besaran dan parameter RIM dan RIM Syariah, kriteria
surat berharga, batas maksimum surat berharga korporasi
yang dimiliki Bank, waktu pemberlakuan RIM dan RIM
Syariah, dan/atau hal lain terkait kebijakan RIM dan RIM
Syariah.
(3) Hasil evaluasi kebijakan RIM dan RIM Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penetapan:
a. tidak terdapat perubahan kebijakan; atau
b. terdapat perubahan kebijakan.
(4) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) berupa penetapan tidak terdapat perubahan kebijakan
maka Bank Indonesia mengeluarkan pengumuman di
laman (situs web) Bank Indonesia.
36
(5) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) berupa penetapan terdapat perubahan kebijakan maka
Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Anggota Dewan
Gubernur mengenai perubahan yang dilakukan.
BAB III
TATA CARA PEMENUHAN PLM DAN PLM SYARIAH
Pasal 29
(1) BUK wajib memenuhi PLM yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
(2) BUS wajib memenuhi PLM Syariah yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
(3) BUK yang menerima pinjaman likuiditas jangka pendek
tetap wajib memenuhi PLM.
(4) BUS yang menerima pembiayaan likuiditas jangka pendek
syariah tetap wajib memenuhi PLM Syariah.
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemenuhan PLM
Paragraf 1
Besaran Persentase, Jenis, Sumber Data, Nilai Surat Berharga
yang Digunakan, dan Periode Pemenuhan
Pasal 30
(1) PLM ditetapkan sebesar 4% (empat persen) dari DPK BUK
dalam rupiah.
(2) Bagi BUK yang memiliki UUS, jumlah DPK BUK dalam
rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
DPK UUS dalam rupiah.
(3) PLM dipenuhi dalam bentuk:
a. surat berharga dalam rupiah yang dimiliki BUK dan
dapat digunakan dalam operasi moneter; dan
b. surat berharga syariah dalam rupiah yang dimiliki
UUS dan dapat digunakan dalam operasi moneter
syariah, bagi BUK yang memiliki UUS.
37
(4) Contoh pemenuhan PLM tercantum dalam Lampiran V.
Pasal 31
(1) Data DPK BUK dalam rupiah untuk pemenuhan PLM
diperoleh dari rata-rata DPK BUK dalam rupiah untuk
seluruh kantor BUK yang bersangkutan di Indonesia
dalam Formulir 1 Laporan Dana Pihak Ketiga Rupiah dan
Valuta Asing dalam LBBU.
(2) Bagi BUK yang memiliki UUS, data DPK dalam rupiah
untuk pemenuhan PLM diatur sebagai berikut:
a. diperoleh dari rata-rata DPK BUK dalam rupiah untuk
seluruh kantor dari BUK yang bersangkutan di
Indonesia dalam Formulir 1 Laporan Dana Pihak
Ketiga Rupiah dan Valuta Asing dalam LBBU; dan
b. diperoleh dari rata-rata DPK UUS dalam rupiah untuk
seluruh kantor dari UUS yang bersangkutan di
Indonesia dalam Formulir 1 Laporan Dana Pihak
Ketiga Rupiah dan Valuta Asing dalam LBBUS.
(3) DPK BUK dalam rupiah untuk pemenuhan PLM
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kewajiban
dalam rupiah kepada pihak ketiga bukan bank, baik
kepada penduduk maupun bukan penduduk, yang terdiri
atas:
a. giro;
b. tabungan;
c. simpanan berjangka/deposito; dan
d. kewajiban lainnya.
(4) Bagi BUK yang memiliki UUS, DPK UUS dalam rupiah
untuk pemenuhan PLM sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b meliputi kewajiban dalam rupiah kepada pihak
ketiga bukan bank, baik kepada penduduk maupun bukan
penduduk, yang terdiri atas:
a. dana simpanan wadiah;
b. dana investasi tidak terikat; dan
c. kewajiban lainnya.
38
Pasal 32
(1) Jenis surat berharga yang diperhitungkan dalam
pemenuhan PLM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
ayat (3) yaitu:
a. SBI untuk seluruh jangka waktu;
b. SBIS untuk seluruh jangka waktu;
c. SDBI untuk seluruh jangka waktu;
d. SukBI untuk seluruh jangka waktu; dan/atau
e. SBN yang terdiri atas:
1. SUN berupa obligasi negara dan/atau surat
perbendaharaan negara, untuk seluruh jenis
dan jangka waktu, tidak termasuk SUN yang
tidak dapat diperdagangkan; dan/atau
2. SBSN berupa SBSN jangka panjang dan/atau
SBSN jangka pendek untuk seluruh jenis dan
jangka waktu, tidak termasuk SBSN yang tidak
dapat diperdagangkan.
(2) SBI, SBIS, SDBI, SukBI, dan/atau SBN yang dapat
diperhitungkan dalam pemenuhan PLM sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yaitu SBI, SBIS, SDBI, SukBI,
dan/atau SBN yang dimiliki BUK yang tercatat pada
rekening surat berharga BUK di BI-SSSS, dalam:
a. Depository Account (Rekening DEPO) dengan
subrekening available for sale (AVAI), not available for
sale (NAVL), dan available waiting for reselling (AWAS);
b. intraday liquidity facility account (Rekening ILF)
dengan subrekening AVAI; dan
c. failure to settle account (Rekening FtS) dengan
subrekening AVAI,
namun tidak termasuk SBI, SBIS, SDBI, SukBI, dan/atau
SBN yang dimiliki BUK yang tercatat pada rekening surat
berharga sub-registry.
(3) Penetapan jumlah SBI, SBIS, SDBI, SukBI, dan/atau SBN
yang dimiliki BUK dilakukan berdasarkan data yang
tercatat pada rekening surat berharga BUK di BI-SSSS
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada posisi akhir
hari yaitu pada saat cut off time BI-SSSS.
39
(4) Nilai SBI, SBIS, SDBI, SukBI, dan/atau SBN yang
digunakan dalam perhitungan PLM menggunakan harga
yang tercantum di BI-SSSS.
(5) Bagi BUK yang memiliki UUS, SBI, SBIS, SDBI, SukBI,
dan/atau SBN yang dapat diperhitungkan dalam
pemenuhan PLM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) termasuk SBIS, SukBI, dan/atau SBSN milik UUS
yang tercatat pada rekening surat berharga UUS di BI-
SSSS, namun tidak termasuk SBIS, SukBI, dan/atau
SBSN yang dimiliki UUS yang tercatat pada rekening surat
berharga sub-registry.
Pasal 33
(1) Pemenuhan PLM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
dihitung dengan membandingkan jumlah SBI, SBIS, SDBI,
SukBI, dan/atau SBN yang dimiliki BUK yang tercatat
pada rekening surat berharga BUK di BI-SSSS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) setiap
akhir hari selama 2 (dua) periode laporan terhadap rata-
rata harian jumlah DPK BUK dalam rupiah selama 2 (dua)
periode laporan pada 4 (empat) periode laporan
sebelumnya.
(2) Bagi BUK yang memiliki UUS, pemenuhan PLM
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
memperhitungkan:
a. SBIS, SukBI, dan/atau SBSN milik UUS yang tercatat
pada rekening surat berharga UUS di BI-SSSS; dan
b. rata-rata harian jumlah DPK UUS dalam rupiah.
(3) Pemenuhan PLM didasarkan pada DPK BUK dalam rupiah
dengan periode laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur sebagai berikut:
a. PLM untuk tanggal 1 sampai dengan tanggal 15
menggunakan rata-rata harian jumlah DPK BUK
dalam rupiah selama periode laporan sejak tanggal 1
sampai dengan tanggal 7 dan periode laporan sejak
tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan
sebelumnya; dan
40
b. PLM untuk tanggal 16 sampai dengan tanggal akhir
bulan menggunakan rata-rata harian jumlah DPK
BUK dalam rupiah selama periode laporan sejak
tanggal 16 sampai dengan tanggal 23 dan periode
laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir
bulan sebelumnya.
Paragraf 2
Penggunaan Surat Berharga dalam Transaksi Repo
Pasal 34
(1) Dalam kondisi tertentu, surat berharga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dapat digunakan dalam
transaksi repo kepada Bank Indonesia dalam operasi pasar
terbuka.
(2) Bank Indonesia memperhitungkan surat berharga yang
digunakan dalam transaksi repo sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dengan ketentuan sebagai berikut:
a. hanya terhadap transaksi repo yang dilakukan setelah
kewajiban pemenuhan PLM berlaku; dan
b. bagi BUK yang memiliki UUS, jumlah surat berharga
yang digunakan dalam transaksi repo termasuk surat
berharga yang digunakan dalam transaksi repo oleh
UUS dalam operasi pasar terbuka syariah.
(3) Perhitungan surat berharga yang digunakan dalam
transaksi repo sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Bank Indonesia melalui sistem aplikasi di
Bank Indonesia.
(4) Penggunaan surat berharga BUK dalam transaksi repo
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling
banyak 4% (empat persen) dari DPK BUK dalam rupiah.
(5) Bank Indonesia dapat mengubah besaran persentase
penggunaan surat berharga yang dapat digunakan dalam
transaksi repo sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
41
Bagian Kedua
Tata Cara Pemenuhan PLM Syariah
Paragraf 1
Besaran Persentase, Jenis, Sumber Data, Nilai Surat Berharga
Syariah yang Digunakan, dan Periode Pemenuhan
Pasal 35
(1) PLM Syariah ditetapkan sebesar 4% (empat persen) dari
DPK BUS dalam rupiah.
(2) PLM Syariah dipenuhi dalam bentuk surat berharga
syariah dalam rupiah yang dimiliki BUS dan dapat
digunakan dalam operasi moneter syariah.
(3) Contoh pemenuhan PLM Syariah tercantum dalam
Lampiran V.
Pasal 36
(1) Data DPK BUS dalam rupiah untuk pemenuhan PLM
Syariah diperoleh dari rata-rata DPK BUS dalam rupiah
untuk seluruh kantor BUS yang bersangkutan di
Indonesia dalam Formulir 1 Laporan Dana Pihak Ketiga
Rupiah dan Valuta Asing dalam LBBUS.
(2) DPK BUS dalam rupiah untuk pemenuhan PLM Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kewajiban
dalam rupiah kepada pihak ketiga bukan bank, baik
kepada penduduk maupun bukan penduduk, yang terdiri
atas:
a. dana simpanan wadiah;
b. dana investasi tidak terikat; dan
c. kewajiban lainnya.
Pasal 37
(1) Jenis surat berharga syariah yang diperhitungkan dalam
pemenuhan PLM Syariah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 ayat (2) yaitu:
a. SBIS untuk seluruh jangka waktu;
b. SukBI untuk seluruh jangka waktu; dan/atau
42
c. SBSN yang terdiri atas:
1. SBSN jangka panjang; dan/atau
2. SBSN jangka pendek,
untuk seluruh jenis dan jangka waktu, tidak termasuk
SBSN yang tidak dapat diperdagangkan.
(2) SBIS, SukBI, dan/atau SBSN yang dapat diperhitungkan
dalam pemenuhan PLM Syariah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yaitu SBIS, SukBI, dan/atau SBSN yang
dimiliki BUS yang tercatat pada rekening surat berharga
BUS di BI-SSSS yaitu dalam:
a. Rekening DEPO dengan subrekening AVAI, NAVL, dan
AWAS;
b. Rekening ILF dengan subrekening AVAI; dan
c. Rekening FtS dengan subrekening AVAI,
namun tidak termasuk SBIS, SukBI, dan/atau SBSN yang
dimiliki BUS yang tercatat pada rekening surat berharga
sub-registry.
(3) Penetapan jumlah SBIS, SukBI, dan/atau SBSN yang
dimiliki BUS dilakukan berdasarkan data yang tercatat
pada rekening surat berharga BUS di BI-SSSS
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada posisi akhir
hari yaitu pada saat cut off time BI-SSSS.
(4) Nilai SBIS, SukBI, dan/atau SBSN yang digunakan dalam
perhitungan PLM Syariah menggunakan harga yang
tercantum di BI-SSSS.
Pasal 38
(1) Pemenuhan PLM Syariah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 dihitung dengan membandingkan jumlah SBIS,
SukBI, dan/atau SBSN yang dimiliki BUS yang tercatat
pada rekening surat berharga BUS di BI-SSSS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) setiap
akhir hari selama 2 (dua) periode laporan terhadap rata-
rata harian jumlah DPK BUS dalam rupiah selama 2 (dua)
periode laporan pada 4 (empat) periode laporan
sebelumnya.
43
(2) Pemenuhan PLM Syariah didasarkan pada DPK BUS
dalam rupiah dengan periode laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. PLM Syariah untuk tanggal 1 sampai dengan tanggal
15 menggunakan rata-rata harian jumlah DPK BUS
dalam rupiah selama periode laporan sejak tanggal 1
sampai dengan tanggal 7 dan periode laporan sejak
tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan
sebelumnya; dan
b. PLM Syariah untuk tanggal 16 sampai dengan tanggal
akhir bulan menggunakan rata-rata harian jumlah
DPK BUS dalam rupiah selama periode laporan sejak
tanggal 16 sampai dengan tanggal 23 dan periode
laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir
bulan sebelumnya.
Paragraf 2
Penggunaan Surat Berharga Syariah dalam Transaksi Repo
Pasal 39
(1) Dalam kondisi tertentu, surat berharga syariah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dapat
digunakan dalam transaksi repo kepada Bank Indonesia
dalam operasi pasar terbuka syariah.
(2) Bank Indonesia hanya memperhitungkan surat berharga
syariah yang digunakan dalam transaksi repo
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap transaksi
repo yang dilakukan setelah kewajiban pemenuhan PLM
Syariah berlaku.
(3) Perhitungan surat berharga syariah yang digunakan dalam
transaksi repo sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Bank Indonesia melalui sistem aplikasi di
Bank Indonesia.
(4) Penggunaan surat berharga syariah dalam transaksi repo
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling
banyak 4% (empat persen) dari DPK BUS dalam rupiah.
44
(5) Bank Indonesia dapat mengubah besaran persentase
penggunaan surat berharga syariah yang dapat digunakan
dalam transaksi repo sebagaimana dimaksud pada ayat
(4).
Bagian Ketiga
Evaluasi Kebijakan PLM dan PLM Syariah
Pasal 40
(1) Bank Indonesia melakukan evaluasi kebijakan PLM dan
PLM Syariah secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali
dalam setiap 6 (enam) bulan.
(2) Evaluasi kebijakan PLM dan PLM Syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap besaran
persentase PLM dan PLM Syariah, jenis surat berharga
untuk pemenuhan PLM dan PLM Syariah, sumber data
untuk pemenuhan PLM dan PLM Syariah, besaran
persentase surat berharga yang dapat digunakan dalam
transaksi repo kepada Bank Indonesia, waktu
pemberlakuan PLM dan PLM Syariah, dan/atau hal lain
terkait kebijakan PLM dan PLM Syariah.
(3) Hasil evaluasi kebijakan PLM dan PLM Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penetapan:
a. tidak terdapat perubahan kebijakan; atau
b. terdapat perubahan kebijakan.
(4) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) berupa penetapan tidak terdapat perubahan kebijakan
maka Bank Indonesia mengeluarkan pengumuman di
laman (situs web) Bank Indonesia.
(5) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) berupa penetapan terdapat perubahan kebijakan maka
Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Anggota Dewan
Gubernur mengenai perubahan yang dilakukan.
45
BAB IV
TATA CARA PEMENUHAN GIRO RIM, GIRO RIM SYARIAH,
PLM, DAN PLM SYARIAH UNTUK PENGGABUNGAN ATAU
PELEBURAN BUK ATAU BUS, PERUBAHAN KEGIATAN
USAHA BUK MENJADI BUS, DAN PEMISAHAN UUS MENJADI
BUS
Bagian Kesatu
BUK yang Melakukan Penggabungan atau Peleburan
Pasal 41
(1) Pemenuhan Giro RIM bagi BUK yang melakukan
penggabungan atau peleburan diatur sebagai berikut:
a. sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal
efektif pelaksanaan penggabungan atau peleburan,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. pemenuhan Giro RIM dihitung untuk masing-
masing BUK dengan cara pemenuhan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12; dan
2. data KPMM yang digunakan yaitu data KPMM
triwulanan masing-masing BUK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8;
b. sejak 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif
pelaksanaan penggabungan atau peleburan, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1. pemenuhan Giro RIM hanya dihitung untuk BUK
hasil penggabungan atau peleburan dengan
menggunakan data gabungan BUK yang
melakukan penggabungan atau peleburan
sampai dengan data BUK hasil penggabungan
atau peleburan tersedia;
2. data gabungan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 meliputi data untuk perhitungan RIM
berupa kredit BUK, DPK BUK, saldo surat
berharga korporasi yang dimiliki BUK, saldo
surat berharga yang diterbitkan oleh BUK, dan
pinjaman yang diterima BUK, dalam rupiah dan
46
valuta asing, serta data untuk pemenuhan Giro
RIM berupa kredit yang digunakan dalam
perhitungan rasio kredit bermasalah, KPMM
BUK, DPK BUK dalam rupiah, dan saldo
Rekening Giro Rupiah BUK;
3. pemenuhan Giro RIM BUK hasil penggabungan
atau peleburan dilakukan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12;
4. data KPMM yang digunakan untuk pemenuhan
Giro RIM diperoleh dari BUK yang melakukan
penggabungan atau peleburan berdasarkan
hasil perhitungan yang dilakukan oleh BUK atas
penggabungan data yang digunakan dalam
perhitungan KPMM masing-masing BUK
sebelum tanggal efektif pelaksanaan
penggabungan atau peleburan;
5. data KPMM yang diperoleh dari BUK
sebagaimana dimaksud dalam angka 4
digunakan sampai dengan tersedianya data
KPMM triwulanan BUK hasil penggabungan atau
peleburan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8;
6. BUK menyampaikan hasil perhitungan KPMM
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 kepada
Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal efektif pelaksanaan
penggabungan atau peleburan; dan
7. penyampaian hasil perhitungan KPMM
sebagaimana dimaksud dalam angka 6
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan
alamat:
a) bagi BUK yang berkantor pusat di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia
ditujukan kepada Departemen Pengelolaan
dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi
Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan
47
GWM, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta
10350; atau
b) bagi BUK yang berkantor pusat selain di
wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia
ditujukan kepada Departemen Pengelolaan
dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi
Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan
GWM, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta
10350, dengan tembusan kepada Kantor
Perwakilan Bank Indonesia setempat;
c. dalam hal terdapat perbedaan antara hasil
perhitungan KPMM yang diterima oleh Bank
Indonesia dari OJK dengan hasil perhitungan KPMM
yang dilakukan oleh BUK sebagaimana dimaksud
dalam huruf b angka 4 maka yang berlaku yaitu
KPMM yang diterima Bank Indonesia dari OJK.
(2) Contoh pemenuhan Giro RIM bagi BUK yang melakukan
penggabungan tercantum dalam Lampiran VII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini.
Pasal 42
(1) Pemenuhan PLM bagi BUK yang melakukan penggabungan
atau peleburan diatur sebagai berikut:
a. sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal
efektif pelaksanaan penggabungan atau peleburan
maka pemenuhan PLM dihitung untuk masing-
masing BUK dengan cara pemenuhan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33;
b. sejak 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif
pelaksanaan penggabungan atau peleburan sampai
dengan 1 (satu) hari sebelum data DPK dalam rupiah
BUK hasil penggabungan atau peleburan tersedia,
pemenuhan PLM diatur sebagai berikut:
1. pemenuhan PLM hanya dihitung untuk BUK
hasil penggabungan atau peleburan dengan
menggunakan data gabungan BUK yang
48
melakukan penggabungan atau peleburan
sampai dengan data BUK hasil penggabungan
atau peleburan tersedia;
2. data gabungan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 terdiri atas:
a) bagi BUK, meliputi data:
1) saldo rekening SBI, SDBI, SukBI,
dan/atau SBN BUK hasil
penggabungan atau peleburan;
2) penggabungan data DPK BUK dalam
rupiah dari BUK yang melakukan
penggabungan atau peleburan; dan
3) saldo Rekening Giro Rupiah BUK hasil
penggabungan atau peleburan; dan
b) bagi BUK yang memiliki UUS, meliputi data:
1) saldo rekening SBI, SBIS, SDBI, SukBI,
dan/atau SBN BUK hasil
penggabungan atau peleburan;
2) penggabungan data DPK BUK dalam
rupiah dari BUK yang melakukan
penggabungan atau peleburan; dan
3) saldo Rekening Giro Rupiah BUK hasil
penggabungan atau peleburan; dan
3. pemenuhan PLM sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dihitung dengan membandingkan
jumlah SBI, SBIS, SDBI, SukBI, dan/atau SBN
milik BUK hasil penggabungan atau peleburan
yang tercatat pada rekening surat berharga BUK
di BI-SSSS terhadap rata-rata harian jumlah
DPK BUK dalam rupiah dari BUK yang
melakukan penggabungan atau peleburan; dan
c. pada saat data DPK dalam rupiah BUK hasil
penggabungan atau peleburan tersedia maka
pemenuhan PLM dihitung untuk BUK hasil
penggabungan atau peleburan dengan cara
pemenuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.
49
(2) Contoh pemenuhan PLM bagi BUK yang melakukan
penggabungan tercantum dalam Lampiran VII.
Bagian Kedua
BUS yang Melakukan Penggabungan atau Peleburan
Pasal 43
(1) Pemenuhan Giro RIM Syariah bagi BUS yang melakukan
penggabungan atau peleburan diatur sebagai berikut:
a. sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal
efektif pelaksanaan penggabungan atau peleburan,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. pemenuhan Giro RIM Syariah dihitung untuk
masing-masing BUS dengan cara pemenuhan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
2. data KPMM yang digunakan yaitu KPMM
triwulanan masing-masing BUS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18;
b. sejak 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif
pelaksanaan penggabungan atau peleburan, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1. pemenuhan Giro RIM Syariah hanya dihitung
untuk BUS hasil penggabungan atau peleburan
dengan menggunakan data gabungan BUS yang
melakukan penggabungan atau peleburan
sampai dengan data BUS hasil penggabungan
atau peleburan tersedia;
2. data gabungan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 meliputi data untuk perhitungan RIM
Syariah berupa Pembiayaan BUS, DPK BUS,
saldo surat berharga syariah korporasi yang
dimiliki BUS, saldo surat berharga syariah yang
diterbitkan oleh BUS, dan pembiayaan yang
diterima BUS, dalam rupiah dan valuta asing,
serta data untuk pemenuhan Giro RIM Syariah
berupa Pembiayaan yang digunakan dalam
perhitungan rasio Pembiayaan bermasalah,
50
KPMM BUS, DPK BUS dalam rupiah, dan saldo
Rekening Giro Rupiah BUS;
3. pemenuhan Giro RIM Syariah untuk BUS hasil
penggabungan atau peleburan dilakukan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22;
4. data KPMM yang digunakan untuk pemenuhan
Giro RIM Syariah diperoleh dari BUS yang
melakukan penggabungan atau peleburan
berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan
oleh BUS atas penggabungan data yang
digunakan dalam perhitungan KPMM masing-
masing BUS sebelum tanggal efektif pelaksanaan
penggabungan atau peleburan;
5. data KPMM yang diperoleh dari BUS
sebagaimana dimaksud dalam angka 4
digunakan sampai dengan tersedianya data
KPMM triwulanan BUS hasil penggabungan atau
peleburan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18;
6. BUS menyampaikan hasil perhitungan KPMM
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 kepada
Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal efektif pelaksanaan
penggabungan atau peleburan; dan
7. penyampaian hasil perhitungan KPMM
sebagaimana dimaksud dalam angka 6
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan
alamat:
a) bagi BUS yang berkantor pusat di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia
ditujukan kepada Departemen Pengelolaan
dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi
Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan
GWM, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta
10350; atau
51
b) bagi BUS yang berkantor pusat selain di
wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia
ditujukan kepada Departemen Pengelolaan
dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi
Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan
GWM, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta
10350, dengan tembusan kepada Kantor
Perwakilan Bank Indonesia setempat;
c. dalam hal terdapat perbedaan antara hasil
perhitungan KPMM yang diterima Bank Indonesia
dari OJK dengan hasil perhitungan KPMM yang
dilakukan oleh BUS sebagaimana dimaksud dalam
huruf b angka 4 maka yang berlaku yaitu KPMM yang
diterima Bank Indonesia dari OJK.
(2) Contoh pemenuhan Giro RIM Syariah bagi BUS yang
melakukan penggabungan tercantum dalam Lampiran VII.
Pasal 44
(1) Pemenuhan PLM Syariah bagi BUS yang melakukan
penggabungan atau peleburan diatur sebagai berikut:
a. sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal
efektif pelaksanaan penggabungan atau peleburan
maka pemenuhan PLM Syariah dihitung untuk
masing-masing BUS dengan cara pemenuhan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38;
b. sejak 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif
pelaksanaan penggabungan atau peleburan sampai
dengan 1 (satu) hari sebelum data DPK dalam rupiah
BUS hasil penggabungan atau peleburan tersedia,
pemenuhan PLM Syariah diatur sebagai berikut:
1. pemenuhan PLM Syariah hanya dihitung untuk
BUS hasil penggabungan atau peleburan dengan
menggunakan data gabungan BUS yang
melakukan penggabungan atau peleburan
sampai dengan data BUS hasil penggabungan
atau peleburan tersedia;
52
2. data gabungan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 meliputi data:
a) saldo rekening SBIS, SukBI, dan/atau
SBSN BUS hasil penggabungan atau
peleburan;
b) penggabungan data DPK BUS dalam rupiah
dari BUS yang melakukan penggabungan
atau peleburan; dan
c) saldo Rekening Giro Rupiah BUS hasil
penggabungan atau peleburan;
3. pemenuhan PLM Syariah sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dihitung dengan
membandingkan jumlah SBIS, SukBI, dan/atau
SBSN milik BUS hasil penggabungan atau
peleburan yang tercatat pada rekening surat
berharga BUS di BI-SSSS terhadap rata-rata
harian jumlah DPK BUS dalam rupiah dari BUS
yang melakukan penggabungan atau peleburan;
dan
c. pada saat data DPK dalam rupiah BUS hasil
penggabungan atau peleburan tersedia maka
pemenuhan PLM Syariah dihitung untuk BUS hasil
penggabungan atau peleburan dengan cara
pemenuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.
(2) Contoh pemenuhan PLM Syariah bagi BUS yang
melakukan penggabungan tercantum dalam Lampiran VII.
Bagian Ketiga
Perubahan Kegiatan Usaha BUK menjadi BUS
Pasal 45
(1) BUK yang melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi
BUS harus memenuhi Giro RIM dan PLM sampai dengan 1
(satu) hari kerja sebelum tanggal efektif pelaksanaan
kegiatan usaha BUS.
53
(2) BUS hasil perubahan kegiatan usaha dari BUK harus
memenuhi Giro RIM Syariah dan PLM Syariah sejak
tanggal efektif pelaksanaan kegiatan usaha BUS.
(3) Pemenuhan Giro RIM Syariah dan PLM Syariah bagi BUS
hasil perubahan kegiatan usaha dari BUK sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan menggunakan
data saat BUK belum melaksanakan kegiatan usaha
sebagai BUS sampai dengan 1 (satu) hari sebelum data
BUS hasil perubahan kegiatan usaha dari BUK tersedia,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. perhitungan RIM Syariah menggunakan data
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
b. pemenuhan Giro RIM Syariah menggunakan data
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7 dan
Pasal 8;
c. Pemenuhan PLM Syariah dilakukan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30;
(4) Pemenuhan Giro RIM Syariah bagi BUS hasil perubahan
kegiatan usaha dari BUK dilakukan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22.
(5) Pemenuhan PLM Syariah dihitung untuk BUS hasil
perubahan kegiatan usaha dari BUK dengan cara
pemenuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.
(6) Rincian sumber data untuk pemenuhan Giro RIM Syariah
dan PLM Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tercantum dalam lampiran VIII yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan
Gubernur ini.
Bagian Keempat
BUK yang Melakukan Pemisahan UUS Menjadi BUS
Pasal 46
(1) Dalam hal BUK yang memiliki UUS melakukan pemisahan
UUS menjadi BUS maka pemenuhan Giro RIM Syariah
diatur sebagai berikut:
54
a. sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal
efektif pelaksanaan pemisahan, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
1. pemenuhan Giro RIM Syariah dihitung untuk
UUS dengan cara pemenuhan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22; dan
2. data KPMM yang digunakan yaitu KPMM
triwulanan BUK yang menjadi induk UUS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
b. sejak 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif
pelaksanaan pemisahan sampai dengan 1 (satu) hari
sebelum data BUS hasil pemisahan UUS dari BUK
tersedia, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. pemenuhan Giro RIM Syariah dihitung untuk
BUS hasil pemisahan UUS dari BUK dengan data
UUS sampai dengan data BUS hasil pemisahan
UUS dari BUK tersedia;
2. data UUS sebagaimana dimaksud dalam angka
1 meliputi data untuk perhitungan RIM Syariah
berupa Pembiayaan UUS, DPK UUS, saldo surat
berharga syariah korporasi yang dimiliki UUS,
saldo surat berharga syariah yang diterbitkan
oleh UUS, dan pembiayaan yang diterima UUS,
dalam rupiah dan valuta asing, serta data untuk
pemenuhan Giro RIM Syariah berupa
Pembiayaan UUS yang digunakan dalam
perhitungan rasio Pembiayaan bermasalah,
KPMM BUK yang menjadi induk UUS, DPK UUS
dalam rupiah, dan saldo Rekening Giro Rupiah
UUS;
3. pemenuhan Giro RIM Syariah untuk BUS hasil
pemisahan UUS dari BUK dilakukan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22; dan
4. data KPMM sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 yaitu KPMM triwulanan BUK yang
55
menjadi induk UUS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8;
c. dalam hal terdapat perbedaan antara hasil
perhitungan KPMM yang diterima Bank Indonesia
dari OJK dengan hasil perhitungan KPMM yang
dilakukan oleh BUK yang melakukan pemisahan UUS
menjadi BUS maka yang berlaku yaitu KPMM yang
diterima Bank Indonesia dari OJK.
(2) Contoh pemenuhan Giro RIM Syariah dalam hal BUK
melakukan pemisahan UUS menjadi BUS tercantum
dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.
Pasal 47
(1) Pemenuhan PLM Syariah bagi BUK yang melakukan
pemisahan UUS menjadi BUS dihitung untuk BUS hasil
pemisahan UUS dari BUK sejak 1 (satu) tahun setelah
tanggal efektif pelaksanaan pemisahan UUS menjadi BUS.
(2) Pemenuhan PLM Syariah dihitung untuk BUS hasil
pemisahan UUS dari BUK sesuai dengan cara pemenuhan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dengan
menggunakan data BUS hasil pemisahan UUS dari BUK.
(3) Contoh pemenuhan PLM Syariah dalam hal BUK
melakukan pemisahan UUS menjadi BUS tercantum
dalam Lampiran IX.
BAB V
TATA CARA PENGENAAN SANKSI
Pasal 48
(1) Bank yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Bank
Indonesia mengenai rasio intermediasi makroprudensial
dan penyangga likuiditas makroprudensial bagi bank
umum konvensional, bank umum syariah dan unit usaha
syariah dikenai sanksi teguran tertulis dan kewajiban
membayar.
56
(2) Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mendebit
Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia.
(3) Pendebitan Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. untuk pelanggaran pemenuhan Giro RIM, Giro RIM
Syariah, PLM, dan PLM Syariah, paling lambat 3 (tiga)
hari kerja setelah tanggal terjadinya pelanggaran; dan
b. untuk pelanggaran penyampaian laporan surat
berharga, laporan pinjaman yang diterima, dan
laporan pembiayaan yang diterima, paling lambat 14
(empat belas) hari kerja setelah tanggal terjadinya
pelanggaran.
(4) Dalam hal di kemudian hari diketahui terjadi kekurangan
atau kelebihan dalam pendebitan Rekening Giro Rupiah
Bank di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), Bank Indonesia dapat mendebit atau mengkredit
Rekening Giro Rupiah Bank tersebut sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.
(5) Dalam hal pada saat pendebitan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank
Indonesia tidak mencukupi maka seluruh sanksi
kewajiban membayar tersebut diperhitungkan sebagai
kewajiban yang masih harus diselesaikan oleh Bank
kepada Bank Indonesia.
(6) Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank
Indonesia tidak mencukupi untuk pendebitan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a maka atas
kekurangan tersebut juga dikenakan sanksi dengan
perhitungan sebagaimana mengacu pada Peraturan Bank
Indonesia mengenai rasio intermediasi makroprudensial
dan penyangga likuiditas makroprudensial bagi bank
umum konvensional, bank umum syariah dan unit usaha
syariah.
57
(7) Contoh perhitungan sanksi kewajiban membayar
tercantum dalam Lampiran V.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 49
Pelanggaran atas ketentuan mengenai kewajiban pemenuhan
giro wajib minimum sekunder, kewajiban pemenuhan giro
wajib minimum loan to funding ratio, dan/atau kewajiban
penyampaian laporan surat berharga sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor
19/4/PADG/2017 tanggal 28 April 2017 tentang Giro Wajib
Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi
Bank Umum Konvensional, yang terjadi sebelum berlakunya
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini, dikenai sanksi
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Anggota Dewan
Gubernur Nomor 19/4/PADG/2017 tanggal 28 April 2017
tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan
Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 50
Pada saat Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini mulai
berlaku, Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor
20/11/PADG/2018 tanggal 31 Mei 2018 tentang Rasio
Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas
Makroprudensial Bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah sebagaimana diubah beberapa
kali terakhir dengan Peraturan Anggota Dewan Gubernur
Nomor 21/5/PADG/2019 tentang Perubahan Ketiga atas
Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor
20/11/PADG/2018 tentang Rasio Intermediasi
Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial
58
bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit
Usaha Syariah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 51
(1) Ketentuan mengenai perhitungan RIM dan RIM Syariah
yang menambahkan unsur pinjaman yang diterima atau
pembiayaan yang diterima mulai berlaku pada tanggal 2
Desember 2019.
(2) Ketentuan mengenai Parameter Disinsentif Bawah mulai
berlaku pada tanggal 2 Desember 2019.
Pasal 52
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan penempatan
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal.28 November 2019
ANGGOTA DEWAN GUBERNUR,
TTD
ERWIN RIJANTO
1
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR
NOMOR 21/22/PADG/2019
TENTANG
RASIO INTERMEDIASI MAKROPRUDENSIAL DAN PENYANGGA LIKUIDITAS
MAKROPRUDENSIAL BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL,
BANK UMUM SYARIAH, DAN UNIT USAHA SYARIAH
I. UMUM
Bank Indonesia telah melakukan penyempurnaan ketentuan Bank
Indonesia mengenai rasio intermediasi makroprudensial dan penyangga
likuiditas makroprudensial bagi bank umum konvensional, bank umum
syariah, dan unit usaha syariah. Penyempurnaan dimaksud dilakukan
dengan cara melakukan perubahan kisaran batas bawah dan batas atas
yang digunakan dalam pemenuhan RIM dan RIM Syariah, penambahan
komponen sumber pendanaan bank yaitu pinjaman yang diterima atau
pembiayaan yang diterima, dan perubahan besaran parameter disinsentif
dan kriteria prudensial batas bawah berupa rasio kredit bermasalah dan
rasio pembiayaan bermasalah serta KPMM.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu ditetapkan Peraturan
Anggota Dewan Gubernur tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial dan
Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional,
Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
2
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Rumus penghitungan rasio kredit bermasalah BUK secara bruto
yaitu sebagai berikut:
jumlah kredit bermasalah kepada pihak ketiga bukan bank
total kredit kepada pihak ketiga bukan bank x 100%
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “posisi saldo Rekening Giro Rupiah BUK
di Bank Indonesia setiap akhir hari” adalah posisi saldo Rekening
Giro Rupiah BUK di Bank Indonesia saat tutup sistem pada
sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Surat berharga korporasi yang dimiliki BUK dalam rupiah
dan valuta asing merupakan surat berharga yang tercatat
pada sisi aset BUK.
3
Huruf d
Surat berharga yang diterbitkan oleh BUK dalam rupiah dan
valuta asing merupakan surat berharga yang tercatat pada
sisi kewajiban BUK sebagai sumber pendanaan.
Huruf e
Pinjaman yang diterima oleh BUK dalam rupiah dan valuta
asing merupakan pinjaman yang diterima yang tercatat pada
sisi kewajiban BUK sebagai sumber pendanaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “giro” adalah komponen giro yang
tercantum dalam penjelasan komponen DPK BUK dalam
rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai laporan berkala bank umum.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tabungan” adalah komponen
tabungan yang tercantum dalam penjelasan komponen DPK
BUK dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia mengenai laporan berkala bank umum.
4
Huruf c
Yang dimaksud dengan “simpanan berjangka/deposito”
adalah komponen simpanan berjangka yang tercantum
dalam penjelasan komponen DPK BUK dalam rupiah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai laporan berkala bank umum.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “kewajiban lainnya” adalah
kewajiban lainnya kepada pihak ketiga bukan bank yang
tercantum dalam penjelasan komponen DPK BUK dalam
rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai laporan berkala bank umum.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “penduduk” adalah orang, badan
hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau
berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik
Republik Indonesia di luar negeri, sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai laporan bulanan
bank umum.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
5
Huruf e
Lembaga yang berwenang memberikan layanan jasa
penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek meliputi
Kustodian Sentral Efek Indonesia atau lembaga berwenang
lainnya yang berkedudukan di dalam maupun di luar negeri.
Ayat (2)
Contoh:
Surat berharga korporasi dalam rupiah PT X yang dimiliki Bank
A memiliki lebih dari satu peringkat dengan rincian sebagai
berikut:
1. Lembaga pemeringkat P memberikan peringkat surat
berharga korporasi PT X dengan peringkat investasi;
2. Lembaga pemeringkat Q memberikan peringkat surat
berharga korporasi PT X dengan peringkat di bawah
peringkat investasi; dan
3. Lembaga pemeringkat R memberikan peringkat surat
berharga korporasi PT X dengan peringkat di bawah
peringkat investasi.
Untuk perhitungan RIM, Bank Indonesia mengakui surat
berharga korporasi PT X yang dimiliki Bank A karena telah
memiliki peringkat investasi yang dikeluarkan oleh lembaga
pemeringkat P.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
6
Huruf b
Yang dimaksud dengan “penduduk” adalah orang, badan
hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau
berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik
Republik Indonesia di luar negeri, sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai laporan bulanan
bank umum.
Yang dimaksud dengan “bukan penduduk” adalah orang,
badan hukum, atau badan lainnya, yang tidak berdomisili
atau berencana berdomisili di Indonesia kurang dari 1 (satu)
tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik negara lain
di Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai laporan bulanan bank umum.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Lembaga yang berwenang memberikan layanan jasa
penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek meliputi
Kustodian Sentral Efek Indonesia atau lembaga berwenang
lainnya yang berkedudukan di dalam maupun di luar negeri.
Ayat (2)
Contoh:
Surat berharga yang diterbitkan dalam rupiah oleh Bank A
memiliki lebih dari satu peringkat dengan rincian sebagai berikut:
1. Lembaga pemeringkat P memberikan peringkat surat
berharga yang diterbitkan Bank A dengan peringkat
investasi;
2. Lembaga pemeringkat Q memberikan peringkat surat
berharga yang diterbitkan Bank A dengan peringkat di bawah
peringkat investasi; dan
3. Lembaga pemeringkat R memberikan peringkat surat
berharga yang diterbitkan Bank A dengan peringkat di bawah
peringkat investasi.
7
Untuk perhitungan RIM, Bank Indonesia mengakui surat
berharga yang diterbitkan oleh Bank A karena telah memiliki
peringkat investasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat
P.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 11
Contoh:
Bank ABC merupakan bank yang berkedudukan di Amerika Serikat
dan memiliki kantor cabang di Indonesia (Bank ABC Indonesia) dan
di Singapura (Bank ABC Singapura). Dalam hal Bank ABC Indonesia
menerima pinjaman dari Bank ABC atau dari Bank ABC Singapura
maka pinjaman tersebut diperhitungkan dalam perhitungan RIM
Bank ABC Indonesia sepanjang memenuhi kriteria pinjaman yang
diterima yang ditetapkan dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur
ini dan bukan merupakan komponen modal.
Pasal 12
Ayat (1)
Rumus perhitungan RIM yaitu sebagai berikut:
RIM =(kredit + surat berharga korporasi yang dimiliki)
(DPK + surat berharga yang diterbitkan + pinjaman yang diterima) x 100%
Keterangan:
- kredit berupa kredit dalam rupiah dan valuta asing;
- DPK berupa DPK dalam rupiah dan valuta asing;
- surat berharga korporasi yang dimiliki berupa surat
berharga korporasi dalam rupiah dan valuta asing;
- surat berharga yang diterbitkan berupa surat berharga yang
diterbitkan dalam rupiah dan valuta asing; dan
- pinjaman yang diterima berupa pinjaman yang diterima
dalam rupiah dan valuta asing.
Ayat (2)
Cukup jelas.
8
Ayat (3)
Huruf a
Rumus pemenuhan Giro RIM dalam hal RIM lebih kecil dari
batas bawah Target RIM yaitu sebagai berikut:
Giro RIM = Parameter Disinsentif Bawah x (batas bawah Target RIM - RIM) x DPK
BUK dalam rupiah
Huruf b
Rumus pemenuhan Giro RIM dalam hal RIM lebih besar dari
batas atas Target RIM yaitu sebagai berikut:
Giro RIM = Parameter Disinsentif Atas x (RIM – batas atas Target RIM) x DPK
BUK dalam rupiah
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Rumus penghitungan rasio Pembiayaan bermasalah BUS secara
bruto atau rasio Pembiayaan bermasalah UUS secara bruto yaitu
sebagai berikut:
jumlah Pembiayaan bermasalah kepada pihak ketiga bukan bank
total Pembiayaan kepada pihak ketiga bukan bank x 100%
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “posisi saldo Rekening Giro Rupiah BUS
atau saldo Rekening Giro Rupiah UUS di Bank Indonesia setiap
akhir hari” adalah posisi saldo Rekening Giro Rupiah BUS atau
saldo Rekening Giro Rupiah UUS di Bank Indonesia saat tutup
sistem pada sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
9
Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Surat berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS atau
UUS dalam rupiah dan valuta asing merupakan surat
berharga yang tercatat pada sisi aset BUS atau UUS.
Huruf d
Surat berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS atau UUS
dalam rupiah dan valuta asing merupakan surat berharga
yang tercatat pada sisi kewajiban BUS atau UUS sebagai
sumber pendanaan.
Huruf e
Pembiayaan yang diterima oleh BUS atau UUS dalam rupiah
dan valuta asing merupakan pembiayaan yang diterima yang
tercatat pada sisi kewajiban BUS atau UUS sebagai sumber
pendanaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
10
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “dana simpanan wadiah” adalah
dana simpanan wadiah yang tercantum dalam penjelasan
komponen DPK BUS dalam rupiah dan DPK UUS dalam
rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai laporan berkala bank umum.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “dana investasi tidak terikat” adalah
komponen dana investasi tidak terikat yang tercantum dalam
penjelasan komponen DPK BUS dalam rupiah dan DPK UUS
dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai laporan berkala bank umum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “kewajiban lainnya” adalah
kewajiban lainnya kepada pihak ketiga bukan bank yang
tercantum dalam penjelasan komponen DPK BUS dalam
rupiah dan DPK UUS dalam rupiah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai laporan berkala
bank umum.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “penduduk” adalah orang, badan
hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau
berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik
Republik Indonesia di luar negeri, sebagaimana dimaksud
11
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai laporan
stabilitas moneter dan sistem keuangan bulanan bank
umum syariah dan unit usaha syariah.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Lembaga yang berwenang memberikan layanan jasa
penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek meliputi
Kustodian Sentral Efek Indonesia atau lembaga berwenang
lainnya yang berkedudukan di dalam maupun di luar negeri.
Ayat (2)
Contoh:
Surat berharga syariah korporasi dalam rupiah PT Y yang dimiliki
BUS B memiliki lebih dari satu peringkat dengan rincian sebagai
berikut:
1. Lembaga pemeringkat P memberikan peringkat surat
berharga syariah korporasi PT Y dengan peringkat investasi;
2. Lembaga pemeringkat Q memberikan peringkat surat
berharga syariah korporasi PT Y dengan peringkat di bawah
peringkat investasi; dan
3. Lembaga pemeringkat R memberikan peringkat surat
berharga syariah korporasi PT Y dengan peringkat di bawah
peringkat investasi.
Untuk perhitungan RIM Syariah, Bank Indonesia mengakui surat
berharga syariah korporasi PT Y yang dimiliki BUS B karena telah
memiliki peringkat investasi yang dikeluarkan oleh lembaga
pemeringkat P.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas
12
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “penduduk” adalah orang, badan
hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau
berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik
Republik Indonesia di luar negeri, sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai laporan
stabilitas moneter dan sistem keuangan bulanan bank
umum syariah dan unit usaha syariah.
Yang dimaksud dengan “bukan penduduk” adalah orang,
badan hukum, atau badan lainnya, yang tidak berdomisili
atau berencana berdomisili di Indonesia kurang dari 1 (satu)
tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik negara lain
di Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai laporan stabilitas moneter dan sistem
keuangan bulanan bank umum syariah dan unit usaha
syariah.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Lembaga yang berwenang memberikan layanan jasa
penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek” meliputi
Kustodian Sentral Efek Indonesia atau lembaga berwenang
lainnya yang berkedudukan di dalam maupun di luar negeri.
Ayat (2)
Contoh:
Surat berharga syariah yang diterbitkan dalam rupiah oleh BUS
B memiliki lebih dari satu peringkat dengan rincian sebagai
berikut:
13
1. Lembaga pemeringkat P memberikan peringkat surat
berharga syariah yang diterbitkan BUS B dengan peringkat
investasi;
2. Lembaga pemeringkat Q memberikan peringkat surat
berharga syariah yang diterbitkan BUS B dengan peringkat
di bawah peringkat investasi; dan
3. Lembaga pemeringkat R memberikan peringkat surat
berharga syariah yang diterbitkan BUS B dengan peringkat
di bawah peringkat investasi.
Untuk perhitungan RIM, Bank Indonesia mengakui surat
berharga yang diterbitkan oleh BUS B karena telah memiliki
peringkat investasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat
P.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 21
Contoh:
Bank ABC merupakan bank yang berkedudukan di Amerika Serikat
dan memiliki kantor cabang di Indonesia (Bank ABC Indonesia) dan di
Singapura (Bank ABC Singapura). Bank ABC Indonesia memiliki UUS
yaitu UUS ABC Indonesia. Dalam hal UUS ABC Indonesia menerima
pembiayaan dari Bank ABC atau dari Bank ABC Singapura maka
pembiayaan tersebut diperhitungkan dalam perhitungan RIM Syariah
UUS ABC Indonesia sepanjang memenuhi kriteria pembiayaan yang
diterima yang ditetapkan dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur
ini dan bukan merupakan komponen modal.
Pasal 22
Ayat (1)
Rumus perhitungan RIM Syariah yaitu sebagai berikut:
(Pembiayaan + surat berharga syariah korporasi yang dimiliki)
(DPK + surat berharga syariah yang diterbitkan + pembiayaan yang diterima) x100%
Keterangan:
- Pembiayaan berupa Pembiayaan dalam rupiah dan valuta
asing;
- DPK berupa DPK dalam rupiah dan valuta asing;
14
- surat berharga syariah korporasi yang dimiliki berupa surat
berharga syariah korporasi dalam rupiah dan valuta asing;
- surat berharga syariah yang diterbitkan berupa surat
berharga syariah yang diterbitkan dalam rupiah dan valuta
asing; dan
- pembiayaan yang diterima berupa pembiayaan yang diterima
dalam rupiah dan valuta asing.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Rumus perhitungan Giro RIM Syariah dalam hal RIM Syariah
lebih kecil dari batas bawah Target RIM Syariah yaitu sebagai
berikut:
Giro RIM Syariah = Parameter Disinsentif Bawah x (batas bawah Target RIM Syariah
– RIM Syariah) x DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS dalam
rupiah
Huruf b
Rumus perhitungan Giro RIM Syariah dalam hal RIM Syariah
lebih besar dari batas atas Target RIM Syariah yaitu sebagai
berikut:
Giro RIM Syariah = Parameter Disinsentif Atas x (RIM Syariah – batas atas Target
RIM Syariah) x DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS dalam
rupiah
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
15
Ayat (6)
Hasil rekomendasi OJK dapat berupa persetujuan atau penolakan
atas permintaan Bank.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Koreksi laporan dapat dilakukan atas inisiatif Bank atau
permintaan dari Bank Indonesia.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Evaluasi dilakukan sesuai dengan arah kebijakan Bank Indonesia
yang memperhatikan antara lain kondisi makroekonomi,
moneter, sistem keuangan Indonesia, dan/atau kondisi
perekonomian global.
16
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “giro” adalah komponen giro yang
tercantum dalam penjelasan komponen DPK BUK dalam
rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai laporan berkala bank umum.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tabungan” adalah komponen
tabungan yang tercantum dalam penjelasan komponen DPK
BUK dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia mengenai laporan berkala bank umum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “simpanan berjangka/deposito”
adalah komponen simpanan berjangka yang tercantum
dalam penjelasan komponen DPK BUK dalam rupiah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai laporan berkala bank umum.
17
Huruf d
Yang dimaksud dengan “kewajiban lainnya” adalah
kewajiban lainnya kepada pihak ketiga bukan bank yang
tercantum dalam penjelasan komponen DPK BUK dalam
rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai laporan berkala bank umum.
Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “dana simpanan wadiah” adalah
dana simpanan wadiah yang tercantum dalam penjelasan
komponen DPK UUS dalam rupiah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai laporan berkala
bank umum.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “dana investasi tidak terikat” adalah
komponen dana investasi tidak terikat yang tercantum dalam
penjelasan komponen DPK UUS dalam rupiah sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
laporan berkala bank umum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “kewajiban lainnya” adalah
kewajiban lainnya kepada pihak ketiga bukan bank yang
tercantum dalam penjelasan komponen DPK UUS dalam
rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai laporan berkala bank umum.
Pasal 32
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
18
Huruf e
Angka 1
Yang dimaksud dengan “obligasi negara” adalah SUN
yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan
dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga
secara diskonto.
Yang dimaksud dengan “surat perbendaharaan negara”
adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12
(dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara
diskonto.
Angka 2
Yang dimaksud dengan “SBSN jangka panjang” adalah
surat berharga syariah negara yang berjangka waktu
lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran
imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto.
Yang dimaksud dengan “SBSN jangka pendek” adalah
surat berharga syariah negara yang berjangka waktu
sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan
pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara
diskonto.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Depository Account (Rekening
DEPO)” adalah rekening untuk mencatat kepemilikan surat
berharga dan/atau instrumen keuangan lainnya atas hasil
setelmen transaksi.
Yang dimaksud dengan “subrekening available for sale
(AVAI)” adalah subrekening yang digunakan untuk setelmen
seluruh transaksi surat berharga dan instrumen lainnya.
Yang dimaksud dengan “subrekening not available for sale
(NAVL)” adalah subrekening yang digunakan untuk mencatat
surat berharga dengan tujuan untuk dimiliki sampai dengan
jatuh waktu (hold to maturity).
Yang dimaksud dengan “subrekening available waiting for
reselling (AWAS)” adalah subrekening yang digunakan untuk
mencatat surat berharga yang dimiliki dengan tujuan untuk
dijual kembali dalam waktu dekat.
19
Huruf b
Yang dimaksud dengan “intraday liquidity facility account
(Rekening ILF)” adalah rekening untuk mencatat surat
berharga yang akan digunakan peserta sistem Bank
Indonesia-Real Time Gross Settlement untuk memperoleh
fasilitas likuiditas intrahari dalam sistem Bank Indonesia-
Real Time Gross Settlement.
Yang dimaksud dengan “subrekening available for sale
(AVAI)” adalah subrekening yang digunakan untuk setelmen
seluruh transaksi surat berharga dan instrumen lainnya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “failure to settle account (Rekening
FtS)” adalah rekening untuk mencatat surat berharga yang
digunakan peserta BI-SSSS untuk prefund sistem kliring
nasional Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan “subrekening available for sale
(AVAI)” adalah subrekening yang digunakan untuk setelmen
seluruh transaksi surat berharga dan instrumen lainnya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Contoh:
PLM BUK X pada tanggal 1 Agustus 2019 yang dihitung pada
tanggal 2 Agustus 2019 menggunakan data dan nilai surat
berharga di BI-SSSS yaitu harga SBI dan SDBI pada tanggal 1
Agustus 2019, nilai nominal SBIS, dan harga SBN pada tanggal
31 Juli 2019.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 33
Rumus pemenuhan PLM yaitu sebagai berikut:
PLM =
(Jumlah SBI, SBIS, SDBI, SukBI, dan/atau SBN yang dimiliki BUK
setiap akhir hari selama 2 (dua) periode laporan)(Rata − rata harian jumlah DPK BUK dalam rupiah
selama 2 (dua) periode laporan pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya)
x100%
20
Pasal 34
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “transaksi repo kepada Bank Indonesia”
adalah transaksi repurchase agreement (repo) sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai operasi
moneter.
Yang dimaksud dengan “operasi pasar terbuka” adalah operasi
pasar terbuka sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai operasi moneter.
Ayat (2)
Huruf a
Surat berharga yang digunakan dalam transaksi repo yang
diperhitungkan Bank Indonesia dalam pemenuhan PLM
yaitu surat berharga yang digunakan dalam transaksi repo
pada operasi moneter dalam bentuk operasi pasar terbuka
yang dilaksanakan Bank Indonesia sejak tanggal 16 Juli
2018.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “dana simpanan wadiah” adalah
dana simpanan wadiah yang tercantum dalam penjelasan
komponen DPK BUS dalam rupiah sebagaimana dimaksud
21
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai laporan berkala
bank umum.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “dana investasi tidak terikat” adalah
komponen dana investasi tidak terikat yang tercantum dalam
penjelasan komponen DPK BUS dalam rupiah sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
laporan berkala bank umum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “kewajiban lainnya” adalah
kewajiban lainnya kepada pihak ketiga bukan bank yang
tercantum dalam penjelasan komponen DPK BUS dalam
rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai laporan berkala bank umum.
Pasal 37
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Angka 1
Yang dimaksud dengan “SBSN jangka panjang” adalah
surat berharga syariah negara yang berjangka waktu
lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran
imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto.
Angka 2
Yang dimaksud dengan “SBSN jangka pendek” adalah
surat berharga syariah negara yang berjangka waktu
sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan
pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara
diskonto.
22
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Rekening DEPO” adalah rekening
untuk mencatat kepemilikan surat berharga dan/atau
instrumen keuangan lainnya atas hasil setelmen transaksi.
Yang dimaksud dengan “subrekening AVAI” adalah
subrekening yang digunakan untuk setelmen seluruh
transaksi surat berharga dan instrumen lainnya.
Yang dimaksud dengan “subrekening NAVL” adalah
subrekening yang digunakan untuk mencatat surat berharga
dengan tujuan untuk dimiliki sampai dengan jatuh waktu
(hold to maturity).
Yang dimaksud dengan “subrekening AWAS” adalah
subrekening yang digunakan untuk mencatat surat berharga
yang dimiliki dengan tujuan untuk dijual kembali dalam
waktu dekat.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Rekening ILF” adalah rekening
untuk mencatat surat berharga yang akan digunakan
peserta sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement
untuk memperoleh fasilitas likuiditas intrahari dalam sistem
Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.
Yang dimaksud dengan “subrekening AVAI” adalah
subrekening yang digunakan untuk setelmen seluruh
transaksi surat berharga dan instrumen lainnya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Rekening FtS” adalah rekening
untuk mencatat surat berharga yang digunakan peserta BI-
SSSS untuk prefund sistem kliring nasional Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan “subrekening AVAI” adalah
subrekening yang digunakan untuk setelmen seluruh
transaksi surat berharga dan instrumen lainnya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
23
Ayat (4)
Contoh:
PLM Syariah BUS Y pada tanggal 1 November 2019 yang dihitung
pada tanggal 4 November 2019 menggunakan data dan nilai surat
berharga di BI-SSSS yaitu harga SukBI pada tanggal 1 November
2019, serta nilai nominal SBIS dan harga SBSN pada tanggal 31
Oktober 2019.
Pasal 38
Rumus pemenuhan PLM Syariah yaitu sebagai berikut:
PLM Syariah =
(Jumlah SBIS, SukBI, dan/atau SBSN yang dimiliki BUS
setiap akhir hari selama 2 (dua) periode laporan)(Rata − rata harian jumlah DPK BUS dalam rupiah
selama 2 (dua)periode laporan pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya)
x100%
Pasal 39
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “transaksi repo kepada Bank Indonesia”
adalah transaksi repurchase agreement (repo) sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai operasi
moneter.
Yang dimaksud dengan “operasi pasar terbuka syariah” adalah
operasi pasar terbuka syariah sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai operasi moneter.
Ayat (2)
Surat berharga syariah yang digunakan dalam transaksi repo
yang diperhitungkan Bank Indonesia dalam pemenuhan PLM
Syariah yaitu surat berharga syariah yang digunakan dalam
transaksi repo pada operasi moneter syariah dalam bentuk
operasi pasar terbuka syariah yang dilaksanakan Bank Indonesia
sejak tanggal 1 Oktober 2018.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
24
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Evaluasi dilakukan sesuai dengan arah kebijakan Bank Indonesia
yang memperhatikan antara lain kondisi makroekonomi,
moneter, sistem keuangan Indonesia, dan/atau kondisi
perekonomian global.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal
pelaksanaan operasional BUK hasil penggabungan atau
peleburan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal
pelaksanaan operasional BUK hasil penggabungan atau
peleburan.
Huruf b
Angka 1
Cukup jelas.
25
Angka 2
Huruf a)
Angka 1)
Cukup jelas.
Angka 2)
Cukup jelas.
Angka 3)
Saldo Rekening Giro Rupiah digunakan
dalam hal terjadi pelanggaran pemenuhan
PLM.
Huruf b)
Angka 1)
Cukup jelas.
Angka 2)
Cukup jelas.
Angka 3)
Saldo Rekening Giro Rupiah digunakan
dalam hal terjadi pelanggaran pemenuhan
PLM.
Angka 3
Bagi BUK yang memiliki UUS maka jumlah DPK BUK
dalam rupiah termasuk DPK UUS dalam rupiah.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal
pelaksanaan operasional BUS hasil penggabungan atau
peleburan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
26
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal
pelaksanaan operasional BUS hasil penggabungan atau
peleburan.
Huruf b
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Cukup jelas.
Huruf c)
Saldo Rekening Giro Rupiah digunakan dalam hal
terjadi pelanggaran pemenuhan PLM Syariah.
Angka 3
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal
pelaksanaan operasional BUK melakukan perubahan kegiatan
usaha menjadi BUS.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
27
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 46
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal
pelaksanaan operasional BUS hasil pemisahan UUS dari
BUK.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal
pelaksanaan operasional BUS hasil pemisahan UUS dari BUK.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
28
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.