perang kemerdekaan malang

6
Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan agresi militer I akibat pembatalan sepihak perjanjian Linggarjati. Di Jawa Timur, Belanda mengerahkan Divisi A pimpinan Jenderal Mayor de Bruyne yang berhadapan dengan Divisi VI pimpinan Jenderal Mayor Sungkono dan Divisi VII pimpinan Jenderal Mayor Imam Sujai, laskar-laskar, dan pasukan TRIP Jawa Timur. Sasaran serangan Belanda ialah untuk menduduki wilayah Karesidenan Malang dan Besuki, karena daerah ini merupakan pusat perkebunan. Pada bulan Juli 1947 jatuh saat bulan Ramadhan, sehingga semua umat Muslim sedang melaksanakan ibadah puasa, termasuk pasukan TNI. Pada sekitar pukul 3.00 pasukan terdepan menerima perintah dari Komandan Markas Pertempuran Oentoeng Soeropati (MPOS) Letkol Hamid Rusdi, yang berisi agar siap-siap untuk menghadapi segala kemungkinan atas serangan pihak Belanda. Pada pukul 4.30 dengan kode “Bibit Disirami’ seluruh pasukan sudah siap di perkubuannya masing-masing. Pada pukul 5.15 ada lima buah pesawat terbang Belanda terbang di atas pertahanan Republik sambil menyebarkan pamflet yang berisi agar tentara kita menyerah kepada tentara Belanda. Kemudian pukul 5.30 muncul pesawat Belanda tipe P.51/Mustang (Cocor Merah) dan B.25/Bomber yang menembaki daerah pertahanan RI di Watukosek- Japanan-Bulusari yang mengakibatkan seorang gugur dan 4 luka- luka. Hubungan dengan komando terputus dan Tretes hari itu juga diduduki Belanda, para korban langsung diangkut ke Rumah Sakit Malang. Penembakan udara disusul dengan serangan infantri Belanda, sehingga terjadi pertempuran sampai pukul 11.00 dan Belanda berhasil menduduki Watukosek. Serangan Belanda di Japanan dan Bangil dapat dihambat oleh banyaknya ranjau yang dipasang pejuang dan senjata mitraliur. Pada pukul 08.30 Belanda berhasil mencapai daerah pegunungan Tretes, maka pos komando TNI yang berada di Tretes pun ditarik. Pada tanggal 22 Desember 1947 Batalyon Suprapto menuju ke lereng Gunung Penanggungan menuju Desa Kesemaian dengan maksud akan mengadakan hubungan dengan pasukan yang berada di Tretes- Prigen. Tetapi kedua tempat tersebut kosong dari pasukan kita. Saat itu hubungan komunikasi masih sangat buruk, sehingga hubungan dengan komando terputus dan Tretes hari itu juga

Upload: bluesmanrizky86

Post on 25-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

SEJARAH PERANG KEMERDEKAAN MALANG

TRANSCRIPT

Page 1: PERANG KEMERDEKAAN MALANG

Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan agresi militer I akibat pembatalan sepihak perjanjian Linggarjati. Di Jawa Timur, Belanda mengerahkan Divisi A pimpinan Jenderal Mayor de Bruyne yang berhadapan dengan Divisi VI pimpinan Jenderal Mayor Sungkono dan Divisi VII pimpinan Jenderal Mayor Imam Sujai, laskar-laskar, dan pasukan TRIP Jawa Timur. Sasaran serangan Belanda ialah untuk menduduki wilayah Karesidenan Malang dan Besuki, karena daerah ini merupakan pusat perkebunan.

Pada bulan Juli 1947 jatuh saat bulan Ramadhan, sehingga semua umat Muslim sedang melaksanakan ibadah puasa, termasuk pasukan TNI. Pada sekitar pukul 3.00 pasukan terdepan menerima perintah dari Komandan Markas Pertempuran Oentoeng Soeropati (MPOS) Letkol Hamid Rusdi, yang berisi agar siap-siap untuk menghadapi segala kemungkinan atas serangan pihak Belanda.

Pada pukul 4.30 dengan kode “Bibit Disirami’ seluruh pasukan sudah siap di perkubuannya masing-masing. Pada pukul 5.15 ada lima buah pesawat terbang Belanda terbang di atas pertahanan Republik sambil menyebarkan pamflet yang berisi agar tentara kita menyerah kepada tentara Belanda. Kemudian pukul 5.30 muncul pesawat Belanda tipe P.51/Mustang (Cocor Merah) dan B.25/Bomber yang menembaki daerah pertahanan RI di Watukosek-Japanan-Bulusari yang mengakibatkan seorang gugur dan 4 luka-luka. Hubungan dengan komando terputus dan Tretes hari itu juga diduduki Belanda, para korban langsung diangkut ke Rumah Sakit Malang.

Penembakan udara disusul dengan serangan infantri Belanda, sehingga terjadi pertempuran sampai pukul 11.00 dan Belanda berhasil menduduki Watukosek. Serangan Belanda di Japanan dan Bangil dapat dihambat oleh banyaknya ranjau yang dipasang pejuang dan senjata mitraliur. Pada pukul 08.30 Belanda berhasil mencapai daerah pegunungan Tretes, maka pos komando TNI yang berada di Tretes pun ditarik.

Pada tanggal 22 Desember 1947 Batalyon Suprapto menuju ke lereng Gunung Penanggungan menuju Desa Kesemaian dengan maksud akan mengadakan hubungan dengan pasukan yang berada di Tretes-Prigen. Tetapi kedua tempat tersebut kosong dari pasukan kita. Saat itu hubungan komunikasi masih sangat buruk, sehingga hubungan dengan komando terputus dan Tretes hari itu juga diduduki Belanda. Pasukan Belanda meneruskan gerakannya ke Purwosari. Pada hari yang sama pasukan Belanda berhasil menduduki Bangil-Pasuruan dan Desa Simping di sebelah utara Lawang.

Pada hari ketiga agresi, 23 Juli 1947, Belanda berhasil menduduki kota Lawang pada pukul 18.00. Dengan didudukinya kota Lawang oleh musuh, Kota Malang sebagai ibukota Jawa Timur saat itu menjadi gempar. Pada 24 Juli 1947 Belanda memperkuat pertahanannya di Lawang. Pertempuran di sepanjang jalan antara Singosari-Lawang terus berlangsung. Kemudian pasukan kita dengan kemampuan yang ada menyerang Lawang, namun tidak berhasil mengusir musuh dari kota Lawang.

Pada tanggal 25 Juli 1947 Belanda mencoba menyerang pertahanan Republik di Singosari, namun dipertahankan secara gigih oleh para pejuang sehingga Belanda terpaksa mundur kembali ke Lawang. Keberhasilan menahan serangan itu membuat semangat dan moril pejuang naik lagi. Dengan tidak berhasilnya Belanda menembus pertahanan Republik di Singosari, maka pada 26 Desember Belanda mengadakan konsolidasi untuk mengatur serangan lebih lanjut. Sedangkan pasukan kita juga mengadakan konsolidasi di Karangploso.

Page 2: PERANG KEMERDEKAAN MALANG

Akhirnya 3 kompi TNI, kesatuan ALRI, dan Brimob di bawah Komisaris Yasin ditugaskan menghambat gerak maju Belanda yang akan memasuki Kota Malang.

Pada hari Minggu, 27 Juli 1947 pasukan Belanda masih tetap berada di Lawang untuk mengadakan konsolidasi. Hanya di daerah yang masih dikuasai Republik keadaan menjadi kacau dengan membanjirnya pengungsi dan membawa berita macam-macam, sehingga mempengaruhi moril pasukan kita. Rupanya mata-mata musuh telah aktif mengadakan penyusupan ke daerah pertahanan garis belakang kita. Pada 28 Juli Belanda mulai mengadakan serangan kembali melalui Karanglo dan hendak menuju ke sebelah barat Kota Malang. Karena pertahanan kita di mana-mana sudah mulai teratur, serangan Belanda gagal dan mereka kembali ke Lawang. Namun setelah itu, pasukan kita ditarik ke belakang untuk mempertahankan jalan raya antara Blimbing dan Malang yang berjarak 5 kilometer.

Menurut rencana yang bertugas melakukan gerilya kota adalah pasukan PTRI, khususnya Kompi 338 dengan komandan Kapten Soebowo. Akan tetapi Kapten Soebowo tertangkap di Lumajang. Akibatnya, sewaktu jatuhnya Kota Malang, tidak ada yang secara formal memimpin pasukan untuk menghadapi musuh. Kemudian secara taktis kekuatan dipindahkan ke daerah Wagir. Kompi PTRI tersebut dipisah menjadi dua pasukan, pasukan pertama di bawah pimpinan Letda Matrai dan kedua di bawah pimpinan Letda Soedianto.

Pada tanggal 28 Juli oleh pimpinan Divisi VII yang diwakili oleh Bambang Supeno, dikumpulkan para pimpinan atau wakil-wakil pasukan yang ada di Kota Malang dan penanggung jawabnya. Pertemuan itu menghasilkan keputusan untuk membagi tanggung jawab pertahanan Kota Malang. Sektor Timur diserahkan kepada TNI, Sektor Tengah kepada Brigade Mobil (Brimob), Laskar BPRI dan KRIS. Sedangkan sektor barat diserahkan kepada TRIP Yon 5000. Di samping membicarakan sektor pertahanan Kota Malang, diputuskan pula mengingat kekuatan pasukan kita yang tidak seimbang dan keadaan yang tidak menguntungkan, yaitu jumlah personil dan persenjataan maka Kota Malang tidak akan dipertahankan mati-matian, tetapi gerakan pasukan Belanda cukup dihambat kemudian secara bertahap mundur.

Pada 29 Juli ketika sedang gawat-gawatnya menghadapi ancaman serangan Belanda, di Kota Malang terjadi bentrokan antara pasukan Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) dengan pasukan Brimob dan Corps Polisi Militer (CPM). Untungnya bentrokan ini cepat dapat diatasi. Hal itu karena pasukan KRIS tidak menentu kedudukannya walaupun sudah ditentukan berada di sektor tengah.

Pada 30 Juli pagi hari, Belanda melancarkan serangan secara besar-besaran dengan menggunakan kendaraan lapis baja, di antaranya mengerahkan Am-Track yang bersenjatakan 4 buah senapan mesin berat sebagai senjata beratnya dan membawa personil infantri di dalamnya. Dengan serangan ini Belanda berhasil menerobos pertahanan kita di Singosari dan menguasai lapangan terbang Bugis. Sedangkan pasukan terdepannya yang lain bergerak dari arah Tretes dengan tujuan Batu. Keadaan Kota Malang pada 30 Juli 1947 benar-benar sepi karena penduduk sebagian besar telah mengungsi keluar kota. Pasukan Belanda telah menduduki Singosari dan pasukan depannya sudah mencapai Blimbing. Untuk menyerang Kota Malang, Belanda diperkirakan akan menggunakan dua jurusan yaitu dari Singosari dan Batu.

Sebelum Belanda memasukkan pasukannya ke Kota Malang, pada pagi hari tanggal 31 Juli 1947 terlebih dahulu dilakukan pengintaian oleh sejumlah pesawat tempur yang berputar-

Page 3: PERANG KEMERDEKAAN MALANG

putar cukup lama di atas kota dari jurusan utara. Mereka menjatuhkan bom-bom ke stasiun kereta api serta kendaraan-kendaraan yang berada di sepanjang jalan raya Malang-Surabaya. Banyak di antara kendaraan tersebut milik TNI.

Jalur komunikasi sebenarnya telah terbentuk untuk menghubungkan segenap wilayah Karesidenan Malang, khususnya dalam hal ini komunikasi dari Pasuruan, Probolinggo, Lumajang serta pusatnya di Malang di masing-masing markas utama. Untuk Malang, markas utama tersebut di pusat kota Malang, tepatnya di Jalan Soeropati dan markas Do Dik (Depot Pendidikan) di komplek CODM Turen.Hubungan komunikasi tersebut putus karena masuknya pasukan Belanda ke Malang. Dengan pasukan infantrinya, pihak musuh memasuki kota dengan didahului oleh masuknya tank-tank mereka.

Masuknya pasukan musuh ke Kota Malang, sebagaimana yang mereka lakukan di daerah-daerah lainnya, dilakukan dengan menghancurkan setiap bangunan yang ada, seperti gedung-gedung utama, stasiun, jalan raya, dan lain-lain. Di Kota Malang ini, mereka juga melakukan hal yang serupa. Tidak ketinggalan, lapangan terbang Bugis juga menjadi sasaran utama mereka. Pesawat-pesawat udara terlebih dahulu melakukan perusakan. Dalam kondisi demikian membuat rakyat panik. Akibatnya mereka mencari tempat perlindungan dengan menjauhi jalan-jalan besar yang memungkinkan mereka terhindar dari sasaran peluru musuh. Tempat pengungsian penduduk, ketika itu, adalah di sebuah sekolah yayasan Katolik di Jalan Panderman, di sebelah barat Jalan Raya Ijen.

Sebenarnya, sebelum pasukan Belanda memasuki Kota Malang, TNI sudah sempat membumihanguskan beberapa obyek penting, seperti kantor telekomunikasi. Di samping itu, TNI juga membumihanguskan wilayah Blimbing. Upaya pembumihangusan tersebut sangat strategis, sehingga perlu dilakukan sebelum dipergunakan oleh musuh. Tentara Hamid Rusdi (Komandan Resimen 38) telah ditugaskan oleh komandan bersama seluruh kesatuan yang ada untuk bergerak ke selatan. Sebelum itu, pohon-pohon yang ada di berbagai jalan besar sengaja ditumbangkan untuk menghambat laju gerak musuh, terutama yang terdapat di jalan antara Singosari dan Malang yang akhirnya tertutup oleh rintangan-rintangan tersebut. Pasukan dari Malang, khususnya dari komando Hamid Rusdi, ditugaskan untuk mencari posisi yang baik. Beberapa markas cabang ketika itu, antara lain pemandian yang sekarang menjadi SMA Kristen di Jalan Semeru, sedangkan untuk TRIP berada di Jalan Simpang Kasin (dekat pos polisi sekarang).

Dengan pimpinan Jenderal Mayor Baay, pasukan Belanda memasuki wilayah Malang dan menduduki Blimbing yang waktu itu dalam keadaan kosong. Dari sini, pasukan musuh menembakkan mortir-mortirnya ke pusat kota. Gedung-gedung sepanjang jalan raya menjadi sasaran, terutama jalan raya Ijen, sehingga banyak di antaranya menjadi hancur. Pasukan Hamid Rusdi kemudian menyebar ke beberapa wilayah, sedangkan komando pasukan kemudian tersususn di daerah Bululawang. Pos-pos TNI yang ditinggalkan kemudian diambilalih oleh pasukan musuh. Markas besar Divisi Untung Suropati direbut, markas bagian timur lapangan Rampal yang sekarang menjadi Batalyon 512 juga berhasil dikuasai pasukan Belanda.

Kota Malang yang selama masa revolusi penuh dengan berbagai tulisan di gedung-gedung besar dengan berbagai semboyan, seperti “Fredom to the Glory of any nation“, juga “Indonesia for the Indonesians” terpampang di gedung kantor kabupaten yang ketika itu menempati wilayah bagian alun-alun barat, terpaksa jatuh ke tangan musuh. Bahkan tentara TRIP yang bertugas mempertahankan Kota Malang dan berkedudukan di Lapangan pacuan

Page 4: PERANG KEMERDEKAAN MALANG

kuda di Jalan Salak berlangsung pertempuran hebat. Tentara TRIP yang terkepung oleh pasukan Belanda bertempur mati-matian sehingga gugur sebanyak 35 orang pejuang.

Komandan Resimen 38, Letnan Kolonel Hamid Rusdi, yang kemudian menyusun pertahanan di wilayah Bululawang. Di sini, kemudian, akan diupayakan untuk merebut kembali Kota Malang. Akan tetapi sebelum maksudnya tersebut dilaksanakan, ternyata sudah dicapai persetujuan gencatan senjata antara pemerintah Indonesia dengan Belanda, yang kemudian menghasilkan perjanjian Renville. Akibatnya, semua pasukan Hamid Rusdi yang berkewajiban terhadap keutuhan wilayah Kota Malang dan sekitarnya kemudian harus tunduk kepada keputusan pemerintah dan mereka mengadakan konsolidasi di daerah Turen.