perancangan sistem pengendalian level...

16
1 PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL LIQUID OXYGEN PADA RECTIFYING COLUMN DI PT. SAMATOR GAS INDUSTRI MENGGUNAKAN METODE INTERNAL MODEL CONTROLL ( Fandi Rachman Saputra, Suyanto) Jurusan Teknik Fisika FTI ITS Surabaya Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111 Telp : +6231-5947188 Fax : +6231-5923626 E-mail : [email protected] Abstrak Samator adalah merupakan perusahaan terbesar di indonesia, banyak kebutuhan proses yang tidak dapat diselesaikan dengan loop sederhana yang hanya mengandalkan sebuah mata rantai feedback. Seperti hal nya yaitu pengendalian level pada Rectifying Column di PT. Samator Gas Industri. Dimana pada pengendalian ini harus dijaga benar level yang ada di rectifying column agar level yang berada di coloumn tidak mencapai low, sebab kalau itu terjadi maka akan berpengaruh terhadap produksi yang diperoleh, maka dengan adanya permasalahan tersebut harus di manipulasi. Untuk itu yang berperan penting sebagai manipulasi variabelnya adalah flow, sebab flow ini yang mempengaruhi naik turunnya level yang berada di rectifying column tersebut. Oleh karena itu pada peristiwa tersebut di buat tugas akhir yang berjudul perancangan sistem pengendalian level pada rectifying column PT. Samator Gas Industri menggunakan metode internal model control. Agar hasilnya responnya lebih sempurna. Kata kunci: Level, Rectifying Column, flow, metode PI dan metode IMC 1. Pendahuluan Dalam dunia industri, banyak kebutuhan proses yang tidak dapat diselesaikan dengan loop sederhana yang hanya mengandalkan sebuah mata rantai feedback. Seperti hal nya yaitu pengendalian level pada Rectifying Column di PT. Samator Gas Industri. Dimana pada pengendalian ini harus dijaga benar level yang ada di rectifying column agar level yang berada di coloum tidak mencapai low, sebab kalau itu terjadi maka akan berpengaruh terhadap produksi yang diperoleh, maka dengan adanya permasalahan tersebut harus di manipulasi. Untuk itu yang berperan penting sebagai manipulasi variabelnya adalah flow, sebab flow ini yang mempengaruhi naik turunnya level yang berada di rectifying column tersebut dan juga pengendalian yang dipakai pada plant yaitu pengendalian PI (Proposional Integral) karena pada pengendalian PI (Proposional Integral) itu mempunyai karakteristik tersendiri yaitu mengurangi rise time, menambah overshoot dan setling time serta menghilangkan steady state error. Untuk itu pada plant tersebut memilih memakai pengendalian PI (Proposional Integral). Oleh karena itu pada peristiwa tersebut di buat tugas akhir yang berjudul perancangan sistem pengendalian level pada rectifying column PT. Samator Gas Industri menggunakan metode internal model control Permasalahan yang timbul pada tugas akhir ini adalah Dari paparan latar belakang diatas, maka permasalahan dari tugas akhir ini adalah bagaimana cara merancang sistem pengendalian level pada rectifying column PT. Samator Gas Industri menggunakan metode internal model control.Bagaimana cara membandingkan respon keluaran antara menggunakan pengendali PID dengan metode internal model control. Tujuan yang ingin dicapai dari tugas akhir ini adalah Tujuan yang ingin dicapai pada tugas akhir ini adalah untuk merancang sistem pengendalian level pada rectifying column PT.Samator Gas Industri menggunakan metode internal model control dan membandingkan respon keluaran antara menggunakan pengendalian PID dengan metode internal model control. Batasan permasalahan yang diperlukan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : Penjabaran metode yang digunakan adalah metode IMC dimana nantinya akan dibandingkan dengan PID Cara untuk simulink ke software dengan menggunakan metode IMC 2. Teori Penunjang 2.1 Komponen Kolom Distilasi Distilasi didefinisikan sebagai suatu proses dimana campuran antara fase cair ( liquid ) dan fase uap ( vapour ) dari dua atau lebih substansi dipisahkan menjadi fraksi-fraksi komponen pembentukannya dengan memanfaatkan perpindahan panas [ Perry,Robert.H, Perry’s: Chemicals Engineer Handbook”, 1999] proses distilasi didasarkan pada kenyataan bahwa pada fase uap, akan didapato lebih banyak komponen pembentuk campuran dengan titik didih lebih rendah dari titik didih campuran tersebut. Oleh karena itu, jika fase uap ini didinginkan dan dikondensasi, maka akan diperoleh komponen yang lebih mudah menguap. Kolom distilasi ini didesain

Upload: ngotu

Post on 03-Feb-2018

231 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15756-2409105013-paper.pdf · dimana campuran antara fase cair ( liquid) dan fase uap ( vapour)

1

PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL LIQUID OXYGEN PADA RECTIFYING COLUMN DI PT. SAMATOR GAS INDUSTRI MENGGUNAKAN METODE INTERNAL MODEL CONTROLL

( Fandi Rachman Saputra, Suyanto) Jurusan Teknik Fisika FTI ITS Surabaya

Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111 Telp : +6231-5947188 Fax : +6231-5923626

E-mail : [email protected] Abstrak

Samator adalah merupakan perusahaan terbesar di indonesia, banyak kebutuhan proses yang tidak dapat diselesaikan dengan loop sederhana yang hanya mengandalkan sebuah mata rantai feedback. Seperti hal nya yaitu pengendalian level pada Rectifying Column di PT. Samator Gas Industri. Dimana pada pengendalian ini harus dijaga benar level yang ada di rectifying column agar level yang berada di coloumn tidak mencapai low, sebab kalau itu terjadi maka akan berpengaruh terhadap produksi yang diperoleh, maka dengan adanya permasalahan tersebut harus di manipulasi. Untuk itu yang berperan penting sebagai manipulasi variabelnya adalah flow, sebab flow ini yang mempengaruhi naik turunnya level yang berada di rectifying column tersebut. Oleh karena itu pada peristiwa tersebut di buat tugas akhir yang berjudul perancangan sistem pengendalian level pada rectifying column PT. Samator Gas Industri menggunakan metode internal model control. Agar hasilnya responnya lebih sempurna. Kata kunci: Level, Rectifying Column, flow, metode PI dan metode IMC

1. Pendahuluan Dalam dunia industri, banyak kebutuhan proses

yang tidak dapat diselesaikan dengan loop sederhana yang hanya mengandalkan sebuah mata rantai feedback. Seperti hal nya yaitu pengendalian level pada Rectifying Column di PT. Samator Gas Industri. Dimana pada pengendalian ini harus dijaga benar level yang ada di rectifying column agar level yang berada di coloum tidak mencapai low, sebab kalau itu terjadi maka akan berpengaruh terhadap produksi yang diperoleh, maka dengan adanya permasalahan tersebut harus di manipulasi. Untuk itu yang berperan penting sebagai manipulasi variabelnya adalah flow, sebab flow ini yang mempengaruhi naik turunnya level yang berada di rectifying column tersebut dan juga pengendalian yang dipakai pada plant yaitu pengendalian PI (Proposional Integral) karena pada pengendalian PI (Proposional Integral) itu mempunyai karakteristik tersendiri yaitu mengurangi rise time, menambah overshoot dan setling time serta menghilangkan steady state error. Untuk itu pada plant tersebut memilih memakai pengendalian PI (Proposional Integral). Oleh karena itu pada peristiwa tersebut di buat tugas akhir yang berjudul perancangan sistem pengendalian level pada rectifying column PT. Samator Gas Industri menggunakan metode internal model control Permasalahan yang timbul pada tugas akhir ini adalah Dari paparan latar belakang diatas, maka permasalahan dari tugas akhir ini adalah bagaimana cara merancang sistem pengendalian level pada rectifying column PT. Samator Gas Industri menggunakan metode internal model control.Bagaimana cara membandingkan respon

keluaran antara menggunakan pengendali PID dengan metode internal model control.

Tujuan yang ingin dicapai dari tugas akhir ini adalah Tujuan yang ingin dicapai pada tugas akhir ini adalah untuk merancang sistem pengendalian level pada rectifying column PT.Samator Gas Industri menggunakan metode internal model control dan membandingkan respon keluaran antara menggunakan pengendalian PID dengan metode internal model control.

Batasan permasalahan yang diperlukan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

Penjabaran metode yang digunakan adalah metode IMC dimana nantinya akan dibandingkan dengan PID

Cara untuk simulink ke software dengan menggunakan metode IMC

2. Teori Penunjang 2.1 Komponen Kolom Distilasi Distilasi didefinisikan sebagai suatu proses dimana campuran antara fase cair ( liquid ) dan fase uap ( vapour ) dari dua atau lebih substansi dipisahkan menjadi fraksi-fraksi komponen pembentukannya dengan memanfaatkan perpindahan panas [ Perry,Robert.H, “ Perry’s: Chemicals Engineer Handbook”, 1999] proses distilasi didasarkan pada kenyataan bahwa pada fase uap, akan didapato lebih banyak komponen pembentuk campuran dengan titik didih lebih rendah dari titik didih campuran tersebut. Oleh karena itu, jika fase uap ini didinginkan dan dikondensasi, maka akan diperoleh komponen yang lebih mudah menguap. Kolom distilasi ini didesain

Page 2: PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15756-2409105013-paper.pdf · dimana campuran antara fase cair ( liquid) dan fase uap ( vapour)

2

sedemikian hingga dapat melakukan pemisahan ini secara efisien Kolom distilasi dibangun atas beberapa komponen, masing-masing dimanfaatkan untuk melakukan transfer panas dan transfer material [ www.lorien.ncl.ac.uk/ming/distil, 2000]. Beberapa komponen utamanya antara lain :

Shell, tempat dimana pemisahan komponen cair terjadi

Colom Internal/ Tray, digunakan untuk meningkatkan pemisahan komponen

Reboiler, menyimpan kebutuhan vaporasi pada proses distilasi

Kondensor, mendinginkan dan mengkondensasi uap yang meninggalkan bagian atas kolom distilasi

Reflux drum, untuk menampung uap yang terkondensasi dari kolom bagian atas sehingga cairan ( reflux ) dapat diumpanbalikkan ke kolom.

Gambar 2.1 Skema Kolom Distilasi

Shell membungkus Coloum Internal, bersama dengan reboiler dan kondensor dalam satu kesatuan membentuk sebuah kolom distilasi. Skema kolom distilasi dengan single feed dan dua aliran produk dapat dilihat pada gambar 2.8. campuran berfase cair yang akan diproses dinamakan feed. Biasanya diletakkan dibagian tengah kolom dan dilewatkan kesebuah tray yang disebut sebagai feed tray. Feed tray membagi kolom menjadi bagian atas ( uap section ) dan bagian bawah ( bottom section ). Feed mengalir kebagian bawah kolom yang selanjutnya dikumpulkan pada reboiler Panas diperoleh dari reboiler untuk menghasilkan vapour. Sumber pana syang dipakai bisa fluida jenis apapun, meskipun di banyak proses kiamia lebih banyak sering digunakan steam. Bahkan pada proses refiner sumber pahas yang digunakan adalah keluaran dari kolom distilasi lainnya. Uap yang dihasilkan reboiler, diumpankan kembali kebagian bawah kolom. Sedangkan liquid yang dikeluarkan

bagian bawah reboiler dinamakan bottom product atau disingkat bottom saja.

Gambar 2.2 Aliran Liquid dan Vapor pada kolom distilasi [ www.lorien.ncl.ac.uk/ming/distil, 2000].

Vapor bergerak kebagian atas kolom, setelah vapour tersebut meninggalkan bagian atas kolom, selanjutnya akan didinginkan oleh kondensor. Cairan yang terkondensasi disimpan pada vessel yang dikenal sebagai reflux drum. Sebagian dari cairan ini akan diumpanbalikkan kebagian atas kolom dan disebut sebagai reflux drum disebut sebagai distillate atau top product. 2.2 Prinsip Kolom Distilasi Pemisahan komponen dari campuran cair ( liquid mixture) bergantung dari perbedaaan titik didih dari masing-masing komponen. Selain itu juga, tergantung dari konsentrasi komponen tersebut. Dengan alas an inilah, maka proses distilasi dikatakan bergantung pada karakteristik tekanan uap campuran [ Perry,Robert.H, “ Perry’s: Chemicals Engineer Handbook”, 1999]. Tekanan uap cairan pada suatu temperature tertentu merupakan tekanan seimbang yang diganakan oleh molekul untuk meninggalkan dan memasuki permukaan cairan, berikut beberapa hal penting menyangkut tekanan uap :

Input energy meningkatkan tekanan uap. Tekanan uap mempengaruhi titik didih uap Cairan dikatakan mendidih jika tekanan uap

sama dengan tekanan sekitar Kemudahan cairan untuk mendidih tergantung

pada volality- nya Cairan dengan tekana uap tinggi ( cairan ber-

volatile ) akan mendidih dengan temperature rendah

Tekanan uap dan titik didih dari campuran cair bergantung dari jumlah komponen dari cairan tersebut

Distilasi terjadi karena perbedaan volality komponen pada campuran cair

Page 3: PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15756-2409105013-paper.pdf · dimana campuran antara fase cair ( liquid) dan fase uap ( vapour)

3

Gambar 2.3 Diagram fasa kesetimbangan Vapor-Liquid (

VLE ) untuk tekanan konstan Diagram seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.10, memunjukkan bagaimana komposisi setimbang masing-masing komponen pada cairan yang bervariasi terhadap temperature dan pada tekana tertentu. Titik dididh A pada gambar 2.10 diatas adalah titik dimana fraksi mol A bernilai 1. Titik didih B adalah titik dimana fraksi mol A bernilai 0. Dengan asumsi A adalah adalah komponen yang lebih vulatile dan memiliki titik didih lebih rendah dari B. kurva bagian atas dinamakan buble-point curve. Dew-point adalah temperature dimana saturated vapour mulai mengembun. buble-point adalah temperature dimana cairan mulai mendidih. Daerah diatas kurva Dew-point menunjukkan komposisi setimbang dari superheated vapour , sedangkan daerah dibawah kurva buble-point manunjukkan komposisi setimbang superheated liquid. Relative Volality adalah perbedaan Volality antar dua komponen [Shinskey. F Greg., Distilation Control’, 1977]. Variable ini menunjukkan seberapa mudahatau sulit proses pemisahan dilakukan. Relative Volality komponen ‘I’terhadap komponen ‘j’ didefinisikan pada persamaan 2.47.

………………………………………(2.1)

Tersebut melali proses distilasi. Dimana : y1 = fraksi mol komponen atau dalam uap x1 = fraksi mol komponen atau dalam cairan kolom distilasi didesain berdasarkan titik didih komponen-komponen campuran yang akan dipisahkan. Sehingga ukuran, dalam hal ini ketinggian kolom distilasi ditentukan oleh data kesetimbangan vapour-liquid ( Vapour-liquid Equilibrium = VLE ) campuran tersebut. Data VLE tekanan konstan didapat dari diagram titik didih [Shinskey. F Greg., Distilation Control’, 1977]. Data VLE campuran biner sering

dipresentasikan dalam sebuah plot seperti ditunjukkan pada gambar 2.4 Gambar 2.4 Diagram Komposisi Kesetimbangan Vapor-

Liquid (VLE) Diagram VLE menunjukkan bubble point dan

dew point campuran biner pada tekanan konstan . Garis lengkung disebut garis kesetimbangan (equilibrium line) dan menjelaskan komposisi kesetimbangan liquid dan vapour pada beberapa tekanan . Diagram VLE ini juga menunjukkan campuran biner yang memiliki kesetimbangan vapour-liquid yang relative mudah dipisahkan .

Performansi kolom distilasi sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor , seperti :

Kondisi feed (umpan) Kondisi aliran fluida dan internal liquid Tipe tray Kondisi lingkungan

2.3 Kesetimbangan Kolom Distilasi

Kesetimbangan massa komponen dan massa panas dari sebuah kolom distilasi adalah sebagai berikut [Stephanopoulus, George., “Chemical Process Control” , 1984] :

a. Kesetimbangan massa pada kondensor dan reflux drum .

Gambar 2.5 Keseimbangan massa kondensor dan reflux drum

Page 4: PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15756-2409105013-paper.pdf · dimana campuran antara fase cair ( liquid) dan fase uap ( vapour)

4

Neraca massa total :

= VNT – L NT+1 – D …………………………( 2.2 )

Neraca massa komponen komponen :

= V NT Y NT – ( L NT+1 + D ) X D ……….( 2.3 )

Neraca massa panas :

= V NT H NT – L NT+1 H NT+1 – Dh + Q D ( 2.4 )

b. Kesetimbangan massa pada setiap tray

Gambar 2.6 Kesetimbangan massa pada setiap tray Neraca massa total :

= L n+1 – L n + V n-1 – V n ………………… ( 2.5 )

Neraca massa komponen :

= L n+1 – X n+1 – L n X n + V n-1 y n-1 – V n Y n ….

( 2.6 ) Neraca massa panas :

= L n+1 h n+1 – L n h n + V n-1 H n-1 – V n H n … (

2.7 )

c. Kesetimbangan massa pada tray umpan Gambar 2.7 Kesetimbangan massa pada tray umpan

Neraca massa total :

= L NF+1 – L NF + F + V NF-1 – V NF ……….. ( 2.8 )

Neraca massa komponen :

= L NF+1 X NF+1 – L NF X NF + V NF-1 Y NF-1 –

V NF Y NF + F1 ……………………( 2.9 ) Neraca massa panas :

= L nF+1 h NF+1 – L nf h nf + V NF-1 H NF-1 – V NF

H nF + F h F …………………………………………………… ( 2.10 )

d. Kesetimbangan pada reboiller dan base kolom

Gambar 2.8 Kesetimbangan pada reboiller dan base

kolom

Neraca massa total :

= L 1 – V RB – B …………………………. ( 2.11 )

Neraca massa komponen :

= L 1 X 1 – V RB y RB – B X b …………( 2.12 )

Neraca massa panas :

= L 1 h 1 – V RB H RB – B hB + Q r ……( 2.13 )

2.4 Dead Time

Dalam suatu system control proses dead time adalah waktu yang dibutuhkan saat terjadinya perubahan pada input sinyal control sampai terlihat adanya perubahan pada variable output. Mari kita perhatikan sistem control feedback pada gambar 2.9 semua komponen dinamik pada loop akan mengakibatkan delay yang cukup signifikan pada respon yang dihasilkannya.

Page 5: PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15756-2409105013-paper.pdf · dimana campuran antara fase cair ( liquid) dan fase uap ( vapour)

5

Gambar 2.9. Diagram Blok system control feedback (Stephanopoulus, 1984 )

Hal ini disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :

1. Keseluruhan proses akan membutuhkan perjalanan fluida dengan jarak tempuh yang relatif panjang.

2. Alat ukur membutuhkan waktu sampling dan analisa output yang relative lama.

3. Final control elemen membutuhkan waktu untuk mengaktuasi sinyal kontol yang dihasilkan.

4. Factor manusia sebagai kontroler yang membutuhkan waktu untuk berfikir mengambil keputusan dalm penentuan aksi control.

Dengan semua situasi diatas, kontroler feedback konvesional akan menghasilkan repon loop tertutup yang tidak serta harakan, seperti hal-hal berikut ini :

1. Gangguan yang masuk keproses tidak terdeteksi hingga beberapa waktu lamanya.

2. Aksi control yang dilakukan dengan dasarpengukuran terakhir tidak cukup efektif karena saat itu kontroler berupaya untuk menstabilkan keadaan ( mengeliminasi error ) yang terjadi sebelumnya.

3. Dengan keadaan yang terjadi pada kedeua point diatas akan menghasilkan dead time cukup signifikan dan dead time inilah yang akan menjadi sumber adanya ketidakstabilan pada loop tertutup.

2.5 Kontroler feedback Antara device pengukur dan elemen control

akhir terdapat kontroler. Fungsinya adalah untuk menerima sinyal output terukur yin(t) yang dibandingkan dengan setpoint, ysp untuk menghasilkan sinyal masuk, ε(t) sedemikian hingga output yang keluar sesuai dengan nilai yang dikehendaki ysp. Input pada controller adalah berapa sinyal error. ε(t) = ysp – y m (t)dan outputnya adalah e(t). perbedaan diantara

beberapa macam tipe kontroler feedback adalah bergantung pada hubungan antara nilai ε(t) dan e(t).

2.5.1 Kontroler Proporsional Output yang diaktuasi adalah proporsional terhadap

error, yang ditunjukkan oleh persamaan berkut: C(t) = Kc ε(t)+Cs

(2.14 )

Dimana Kc = Gain proporsional kontroler dan Cs = sinyal bias kontroler ( akan diaktuasi jika ε – 0 ). Kontoler proporsional dikarakteristikan oleh nilai gain proporsional Kc atau ekuivalen dengan proporsional band PB, dimana PB = 100 / Kc. Fungsi transfer untuk kontroler proporsional adalah,

Gc (s) = Kc (2.15)

2.5.2 Kontroler Proporsional Integral Sinyal aktifasi ini sesuai dengan persamaan

berikut,

C(t) = Kc ε(t) + ( 2.16 )

Dimana adalah konstanta waktu integral atau waktu reset dalam satuan detik atau menit . waktu reset adalah waktu dibutuhkan oleh kontoler untuk mengulang perubahan awal dari aksi control proporsional setelah terjadinya perubahan output . Aksi control integral akan menyebabkan output kontroler C(t) akan terus berubah selama terjadi perubahan error. Sehingga kontroler ini akan mengeliminasi setiap perubahan error yang kecil.

Dari persamaan (2.3) dapat ditunjukkan fungsi transfernya adalah sebagai berikut,

Gc(s) = Kc ( 2.17 )

2.5.3 Proporsional- Integral- Derivatif Output dari kontroler ini sesuai dengan persamaan berikut,

C(t) = Kc ε(t)+ + cs ( 2.18 )

Dimana τD adalah konstanta waktu derivative dalam satuan detik atau menit. Dengan kehadiran bagian devirative, (dε/dt), kontroler PID akan mengantisipasi terjadinya error kedepan dan menerapkan aksi control yang proporsional terhadap perubahan laju error .

Page 6: PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15756-2409105013-paper.pdf · dimana campuran antara fase cair ( liquid) dan fase uap ( vapour)

6

Fungsi transfer kontroler PID adalah sebagai berikut :

Gc(s) = kc ( 2.19 )

2.6 Pemodelan Sistem dengan Kurva Reaksi Proses Kurva reaksi proses kemungkinan merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengidentifikasikan model dinamik. Metode ini mudah untuk dijalankan, meskipun metode ini tidak umum namun metode ini memberikan model yang mencukupi untuk berbagai aplikasi.

Metode kurva reaksi terdiri dari empat aksi sebagai berikut :

Mengkondisikan proses untuk mencapai kondisi steady.

Memberikan perubahan step pada variable input. Merekan respon input dan output sampai proses

mencapai keadaan steady kembali. Menjalankan perhitungan dengan metode kurva

reaksi. Perhitungan secara gravis didefinisikan oleh persamaan model First-Order-With-Dead-Time (FOPDT) yang dituliskan dengan :

(2.20) Dimana : X(s) = Input Y(s) = Output τ = time constant θ = dead time

Ada dua tehnik yang berbeda dalam mencari parameter FOPDT diatas. Metode pertama diadaptasi dari Ziegler dan Nichols seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.10 berikut ini :

Gambar 2.10 kurva reaksi proses, metode I Perubahan yang terjadi pada outputsebesar ∆

sebagai akibat perubahan input sebesar δ. Nilai yang di

plot dalam grafik dapat berhubungan dengan parameter model berdasar pada persamaan berikut. Model umum untuk input step dengan t ≥ 0 adalah : Y’(t) = Kpδ (2.21)

Teknik yang kedua, menggunakan perhitungan grafik seperti yang tertera seperti gambar dibawah ini :

Gambar 2.11 kurva reaksi proses, metode II Perubahan nilai output steady state ∆ disebabkan

oleh perubahan step nilai input δ; waktu saat ouput mencapai 63% dari nilai akhir dan 28% dari nilai akhir. Nilai yang ada pada grafik dapat dihubungkan dengan parameter model. Sembarang nilai dari dua waktu dapat dipilih untuk menentukan parameter yang tidak diketahui, τ dan θ. Kedua waktu tersebut dipilih saat respon transien mengalami perubahan yang besar. Sehingga parameter model tersebut dapat ditentukan dengan akurat. Persamaannya adalah:

(2.22)

(2.23) Nilai dari waktu saat output mencapai 28.3 dan 63.2 persen dari nilai akhir digunakan untuk menghitung parameter model.

t28% = θ +

τ = 1.5(t63% - t28) (2.24) t63% = θ + τ θ = t63 – τ

Idealnya kedua teknik menberikan model yang representative, tapi bagaimana pun juga metode pertama membutuhkan insinyur untuk menemukan kemiringan ( turunan ) dari sinyal yang diukur. 2.7 IMC ( Internal Mode Kontrol ) Menurut ( coughanowr, 1991 ) pada tahun 1989, morari dan Zafiriou memperkenalkan suatu metode control baru yang disebut Internal Mode Kontrol ( IMC ) . metode control ini berdasarkan pada ketepatan satu

Page 7: PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15756-2409105013-paper.pdf · dimana campuran antara fase cair ( liquid) dan fase uap ( vapour)

7

model yang sudah ada dari suatu proses, yang menjadi pedoman untuk mendesain system control yang stabil dan robust. dimana, suatu system control yang robust adalah system control yang aman pada perubahan system dinamik. Struktur control IMC digambarkan seperti gambar 2.13 dengan model plant dan inverse. Penyederhanaan gambar 2.13 menjadi gambar 2.6 diperoleh hubungan antara Gc dan Gi sesuai persamaan 2.25 Gc = G1/(1- G1Gm) ( 2.25 ) Gambar 2.12 Diagram Blok Struktur IMC ( coughanowr,

1991 ) Gambar 2.13 Diagram Blok IMC yang ekuivalen dengan

control konvensional ( coughanowr, 1991 ) Jika model tepat sama dengan proses ( Gm = G ), maka hanya sinyal U1 yang masuk kedalam komparator dan tidak menghasilkan proses apapun oleh fungsi transfer pada loop yang ekuivalen dengan R dan menghasilkan keluaran C, pada kenyataannya tidak ada feedback ketika G = Gm dan akan menghasilkan system open loop seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.14

Pada gambar 2.13 stabilitas dari system control hanya bergantung pada G1 dan Gm. jika G1 dan Gm stabil, maka system control juga stabil. Idealnya, jika hanya terjadi perubahan pada set point (Ut=0) dapat dilihat dari gambar 2.14 G1Gm = 1 (2.25) G1 = 1/Gm

(2.26)

Untuk kasus perubahan gangguan load Ut, dimana R=0 dan harga keluaran C stabil, IMC hanya menbutuhkan 1 ( satu) parameter control sebagai filter persamaan ( persamaan 2.27 ) agar dapat menjadi kontroler yang cukup robust untuk ganggua loaddan set point karena harga fungsi transfer pada model dan inverse-nya sesuai dengan persamaan (2.25) dan ( 2.26)

f(s) = (2.27)

Gambar 2.14 Diagram blok IMC yang disederhanakan (Coughanouwr, 1991) 2.8 Performasi Kontroler Pemilihan hasil simulasi terbaik didasarkan pada performansi system baik kualitatif maupun kuantitatif. Beberapa parameter kuantitatif adalah :

Rise Time ( Tr) Didefinisikan sebagai waktu naik yang diperlukan respon ( tanggapan system) untuk pertama kali mencapai nilai set point yang diinginkan, biasanya digunakan ( 10-90 % ), ( 5-95%) atau (0-100%) biasanya digunakan rise time yang singkat.

Respon Maksimum Over Shoot(Mp(%)) Didefinisikan sebagai presentase maksimum nilai puncak terhadap nilai setpoint.

Mp(%)= (2.28)

Dimana : C(tp) = output respon pada waktu puncak (tp) C( = output respon pada waktu tak terhingga ( steady )

Gambar 2.15 Step respon system control

Page 8: PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15756-2409105013-paper.pdf · dimana campuran antara fase cair ( liquid) dan fase uap ( vapour)

8

Setting Time (Ts) Didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan oleh respon untuk mencapai harga dalam kisaran nilai setpoint yang disederhanakan dengan presentasi mutlak harga setpoint (biasanya digunakan 2% atau 5%).

3. Metodologi Penelitian Secara umum penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap yang dapat di reprentasikan kedalam diagram alir sebagai berikut :

Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian 3.1 Studi Literatur dan Studi Lapangan Pada studi literatur yang dipakai untuk pengerjaan tugas akhir ini adalah handbook instrument engineering yang berjudul process control and optimization, book engineering process analysis and control, book luyben process modeling simulation and control for chemical engineers, jurnal predictive liquid vapor composition at distillation column. Dari refrensi tersebut dapat mempermudah pengerjaan tugas akhir ini. Untuk studi lapangannya yaitu mencari bahan di lapangan atau di field instrument dimana nantinya akan dicari data serta mengetahui prinsip kerja dari distilasi kolom khususnya pada pengendalian level dimana hasilnya nantinya akan dipadukan dengan literature yang

didapat sehingga dapat dianalisa hasil dari lapangan dan dari literature. 3.2 Identifikasi Permasalahan Pada tugas akhir ini terdapat permasalahan yang harus diperhatikan antara lain yaitu bagaimana cara merancang sistem pengendalian level pada rectifying column PT. Samator Gas Industri menggunakan metode internal model control.Bagaimana cara membandingkan respon keluaran antara menggunakan pengendali PID dengan metode internal model control. Sebab dari adanya permasalahan tersebut kita bisa mengetahui permasalahan itu yang harus dikerjakan pada tugas akhir ini. 3.3 Menetapkan Tujuan Tugas Akhir

Tujuan yang ingin dicapai pada tugas akhir ini adalah untuk merancang sistem pengendalian level pada rectifying column PT.Samator Gas Industri menggunakan metode internal model control dan membandingkan respon keluaran antara menggunakan pengendalian PID dengan metode internal model control. 3.4 Identifikasi variabel dan pengambilan data riil Pada identifikasi variable dan pengambilan data riil yang akan diambil adalah variable yang bermodel orde satu yang mengandung dead time (FOPDT) sebab dalam FOPDT (First-Order Plus Dead Time Processes) suatu model yang digunakan untuk mencari persentase yang tinggi untuk semua proses kimia sehingga untuk mendapatkan nilai pemodelan hanya menggunakan dead time dan variable yang dicari adalah nilai gain steady state, time constant, dead time yang nantinya nilai-nilai tersebut akan sebagai acuan data pengambilan data riil yang ada dilapangan. Tabel 3.1 Pengambilan data yang di plant

No

Level Flow

Pemasukan

Bukaan

Valve

Bukaan

Valve Bypas

s

Pressure

Pompa

% Nm3/

h Nm3/h % % Bar 1 48 1,900 10,300 76 80 6 2 50 1,825 10,300 74 82 6 3 52 1,750 10,300 72 84 6 4 54 1,675 10,300 70 86 6 5 56 1,600 10,300 68 88 6 6 58 1,525 10,300 66 90 6 7 60 1,450 10,300 64 92 6 8 62 1,375 10,300 62 94 6 9 64 1,300 10,300 60 96 6

10 66 1,225 10,300 58 98 6

Page 9: PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15756-2409105013-paper.pdf · dimana campuran antara fase cair ( liquid) dan fase uap ( vapour)

9

3.5 Pemodelan Menggunakan FOPDT (First Order Plus Dead Time Processes)

Untuk mendapatkan persamaan modeling distilasi kolom menggunakan FOPDT karena modeling ini hampir mendekati kenyataannya sebab semua proses kimia yang memiliki prosentase yang tinggi secara modeling harus menggunakan FOPDT (First-Order Plus Dead Time Processes) karena gain proses inilah yang hampir mendekati riilnya. Untuk itu pada tugas akhir ini menggunakan gain proses FOPDT karena metode yang paling banyak digunakan untuk mengidentifikasikan model dinamik. Metode ini mudah untuk dijalankan, meskipun metode ini tidak umum namun metode ini memberikan model yang mencukupi untuk berbagai aplikasi. Sehingga didapatkan persamaan :

Keterangan :

X(s) = Input Y(s) = Output τ = time constant θ = dead time Kp = Stady state 3.6 Pemilihan Strategi Kontrol Pada pemilihan strategi control pada tugas akhir ini adalah menggunakan control IMC (Internal Model Control) yang mana nantinya control IMC terserbut akan dibandingkan dengan control yang digunakan pada plant yaitu PI (Proposional Integral). Sebab secara teori control IMC jauh lebih bagus dengan PI sebab pada prinsipnya IMC memiliki suatu keandalan yang responnya hamper mendekati dengan riilnya. Untuk itu hasil respon akan di bandingkan IMC dengan control PI (Proposional Integral) Persamaan FOPDT : (menurut G Liptack, Bela. 2006.Process Control and Optimization.hand book engineer instrument)

……………………………..........(3.1)

Sehingga didapatkan persamaan Gp :

Gp(s) = K …………………………………...(3.2)

Kalau sudah diketahui fungsi transfer maka dicari persamaan pada Gc dengan tuning IMC maka akan didapat : Gunakan pendekatan first-order pade untuk time delay dimana :

e-θs = ……………………. (3.3)

Dengan metode taylor, persamaan (3) menjadi;

……….........(3.4)

……………..………………....(3.5)

Faktorisasi dengan fungsi transfer :

Gm = K = Gma.Gmm ………………(3.6)

Gma = = 1………………………………...(3.7)

Gmm = ………………………………..........(3.8)

Filter

……………………………(3.9)

Dimana f(s) = sedangkan adalah filter. Jika

mendekati 0 maka tidak ada filter, sehingga ;

G1 = ……………………………………(3.10)

Untuk mencari nilai Gc pada IMC

Gc = ……...(3.11)

Gc = (3.12)

Sehingga kalau dipadukan dengan tuning PID maka;

Gc = Kc ...........................(3.13)

Kc = ………………………….……….(3.14)

τ1 = ……………………………………...(3.15)

τD = ………………………………………(3.16)

Page 10: PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15756-2409105013-paper.pdf · dimana campuran antara fase cair ( liquid) dan fase uap ( vapour)

10

Tabel 3.2 Tabel kebenaran PID controller setting dengan dipadukan pada IMC Untuk control PI (Proporsional Integral)

…………….(3.17)

Jika maka ;

……………………………(3.18)

Sehingga ;

…………...…………………(3.19)

Tabel 3.3 tabel kebenaran PI (Proporsional Intergral) Tipe alat kontrol

KP Ti Td

P τ/θ ~ 0

PI 0.9 τ/θ θ/0.3 0

PID 1.2 τ/θ 2θ 0.5θ

3.7 Perancangan Sistem Pengendalian Level Pada Rectifying Column di PT. Samator Gas Industri Menggunakan Metode Internal Model Control Setelah didapatkan modeling dan pemilihan model control maka akan di rancang system pengendalian level pada rectifying column. Dimana nantinya semua gain mulai dari gain control, gain valve, gain proses sampai output dirancang sehingga nantinya dapat disimulasikan dengan suatu program. Serta hasil perancangan tersebut didapatkan suatu respon dimana nantinya respon tersebut sebagai acuan untuk perbandingan antara dua control yaitu control PI

(proporsional integral) dan control IMC (internal model control).

Gambar 3.1 Sistem pengendalian level pada rectifying column

3.6.1 Sensor dan Transmitter

Sistem pengendalian yang dirancang menggunakan satu buah sensor dan transmitter. Sensor dan transmitter ini digunakan untuk mengukur perubahan level liquid oksigen pada distilasi kolom.

3.6.1.1 Sensor dan transmitter level

Jenis transmitter yang digunakan adalah differensial pressure transmitter. Transmitter ini bekerja dalam range 0-220 mm (0,2 meter) dan keluarannya adalah sinyal listrik dengan range 4-20 mA. Gain dari transmitter ini adalah :

(%)

)(

masukanSpan

mAkeluaranSpanGL (3.20)

Dengan memasukkan data dari transmitter level maka didapat :

%16.0

)%0100(

)420( mAmAGL

Sedangkan untuk mendapatkan fungsi transfer dari transmitter level ini digunakan persamaan :

1)()(

)(

sT

G

sI

sL

c

L

L

L (3.21)

dimana : GL : gain transmitter Tc : time constant transmitter

Time constant dari transmitter ini adalah 0,2 detik, maka fungsi transfer transmitter level adalah :

12.0

16.0

)(

)(

ssI

sL

L

L

Page 11: PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15756-2409105013-paper.pdf · dimana campuran antara fase cair ( liquid) dan fase uap ( vapour)

11

3.6.2 Elemen Pengendali Akhir

Elemen pengendali akhir merupakan bagian akhir sistem pengendalian yang berfungsi mengubah variabel yang dimanipulasi sehingga diperoleh kondisi yang dikehendaki. Ada bermacam-macam elemen pengendali akhir, dalam plant ini elemen pengendali akhir berupa control valve.Adapun yang harus diketahui dalam menentukan control valve adalah :

Karakteristik control valve Gain control valve Rangeability Fungsi transfer

Control valve yang digunakan pada pengendalian mempunyai karakteristik linear trim. Fungsi tranfer dari control valve dapat dinyatakan dalam orde satu sebagai berikut :

1

sT

KG

cv

Vcv (3.22)

dimana : Kv : gain control valve Tcv : time constant control valve

Gain control valve didefinisikan sebagai perbandingan antara besarnya perubahan flow terhadap besarnya bukaan control valve. Adapun persamaan gain control valve dengan karakteristik linear adalah :

masukantekananperubahan

maksimumaliranlajuK CV (3

.23)

Dari penelitian di lapangan diperoleh data sebagai berikut :

Untuk control valve :

Aliran maksimum : 2800 Nm3/h (46.67 Nm3/menit)

Aliran minimum : 100 Nm3/h ( 1.67 Nm3/menit)

Sehingga

menitkgcmNmcmkg

menitNmKCV ./.39

/)05(

/3)67.167.46( 22

Gain transduser (I/P) diperoleh dengan persamaan :

)(

)/( 2

mAinputSpan

cmkgoutputSpanGT (3.24)

)/(3125.0)420(

/)05( 22

mAcmkgmA

cmkgGT

Maka Gain total dari control valve diperoleh dengan persamaan :

CVTV KGK . (3.25)

menitkg

cmNm

mAcm

kgKV .

.39

.3125.0

2

2

mAmenit

NmKV .

38125.2

Konstanta waktu dari control valve diperoleh berdasarkan waktu stroke, perubahan fraksional terhadap bukaan valve dan perbandingan konstanta waktu pada stroking time valve yang mempunyai hubungan sebagai berikut :

)( RVTT VCV (3.26)

Dimana : TCV : konstanta waktu (time constant) control

valve. TV : time stroke skala penuh (8 detik untuk

level). V : fraksi perubahan posisi control valve. R : Perbandingan konstanta pada stroking time

valve (untuk diafragma adalah 0,03 dan untuk piston adalah 0,3).

Dari persamaan diatas dan dengan memasukkan data plant yang ada, maka didapat time constant control valve sebesar 10.4 detik untuk sistem pengendalian level.

Maka dengan memasukkan data-data diatas didapat fungsi transfer dari control valve :

Untuk sistem pengendalian level

14.10

8125.2

sGCV

Dari pemodelan setiap sistem diatas, maka didapatkan diagram blok sistem pengendalian pada setiap variabel proses level dengan tuning PI(Proporsional Integral) dan tuning IMC (Internal Model Control) adalah sebagai berikut :

Diagram blok pengendalian level dengan tuning PI (Proporsional Integral)

Gambar 3.2 Blok diagram pada tuning PI (Proporsional

Integral)

Page 12: PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15756-2409105013-paper.pdf · dimana campuran antara fase cair ( liquid) dan fase uap ( vapour)

12

Diagram blok pengendalian level dengan tuning IMC (Internal Model Control)

Gambar 3.3 Blok diagram pada tuning IMC (Internal Model Control) 3.8 Pengujian Setelah didapatkan perancangan maka akan diuji bagaimana output respon yang didapat sehingga nantinya bisa diketahui perbandingan dengan menggunakan 2 kontrol atau 2 tuning yang dipakai, dimana nantinya bisa diketahui respon keluarannya. Jadi saat pengujian ini harus benar-benar memasukan data yang jelas sehingga data tersebut dapat dilihat dari hasil pengujian yang di simulasikan dengan program. Untuk itu pada pengujian ini harus membutuhkan ketepatan yang akurat karena dalam pengujian ini harus diperhatikan dari perancangannya agar hasilnya bisa di analisa. Pengerjaan pada pengujian ini akan di lakukan pada Bab selanjutnya yaitu Bab IV tentang pengujian dan analisa. 3.9 Sesuai Kriteria Dari hasil pengujian nantinya akan di lakukan pengecekkan apakah sesuai kriteria atau tidak sebab kalau tidak sesuai kriteria harus kembali ke perancangan sebab di perancangan ini biasanya ada kekeliruhan antara peletakan gain control sampai output. Jika sesuai maka hasil respon outputnya dapat dianalisa nilai perbandingan antara tuning PI (proporsional integral) dengan tuning IMC (internal model control). 3.10 Analisa Setelah hasil respon dari kedua tuning tersebut didapatkan perbedaan output antara tuning IMC dengan tuning PI. Dimana nantinya keluaran dari respon tiap tuningnya akan dicari berapa rise time,respon maksimum overshoot,settling time,error steady state, sehingga hasilnya nanti di bandingkan antara tuning IMC dan tuning PI. 3.11 Menetapkan Kesimpulan Dari hasil perbandingan dan penganalisahan maka akan di peroleh suatu kesimpulan, sehingga dari data tersebut bisa diketahui saat pengendalian itu menggunakan tuning IMC dengan PI bagaimana hasilnya. Oleh karena itu dari hasil perbandingan tiap tuning ini mana yang hamper mendekati riilnya atau memiliki respon yang baik sehingga hasilnya diharapkan

dapat diaplikasikan agar suatu system pengendalian bisa berkembang dalam dunia teknologi. 3.11 Penyusunan Laporan Dari hasil keselurahan nantinya akan disusun untuk pembuatan laporan. Sehingga data yang direkap nantinya dapat dibuat refrensi untuk berkelanjutan. 4. Simulasi dan Analisa Data 4.1 Pengujian dan Analisa Data Pengujian pada tugas akhir ini yaitu nantinya dirubah nilai setpoint dan dicari nilai dead time, time constant, dan gain dengan cara merubah nilai manipulated variable pada valve flow sehingga nantinya level pada rectifying column akan mengalami perubahan. Dengan adanya perubahan tersebut maka data dead time, time constant, dan gain akan didapatkan sehingga nantinya keluarlah respon dengan menggunakan tuning IMC (Internal Model Control) dan tuning PI (Proporsional Integral) sehingga akan diketahui hasil rise time, respon maximum overshoot, settling time. Pada pengujian ini nantinya dilakukan simulasi saat penaikan pada level secara continue dengan cara memanipulated variable pada flow tetapi dalam penaikan tersebut masih dalam range level maksimum dan level minimum sehingga bisa dicari datanya.

Gambar 4.1 Rectifying Column pada display DCS

Untuk memudahkan mencari data yang akan dicari maka gain process pada rectifying column menurut (G Liptack, Bela. 2006.Process Control and Optimization.hand book engineer instrument) bahwa semua proses kimia yang memiliki nilai prosentasi yang tinggi menggunakan model FOPDT (First Order Plus Dead Time Processes) dan Kurva reaksi proses kemungkinan merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengidentifikasikan model dinamik. Metode ini mudah untuk dijalankan, meskipun metode ini tidak umum namun metode ini memberikan model

Page 13: PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15756-2409105013-paper.pdf · dimana campuran antara fase cair ( liquid) dan fase uap ( vapour)

13

yang mencukupi untuk berbagai aplikasi. Berikut data yang didapat di Plant :

Tabel 4.1 Pengambilan data Plant yang akan dicari nilai gain, time constant dan dead time

No ∆y ∆u 

t63 t28 % Nm3/menit

1 48 31.67 30.336 13.5842 50 30.42 31.600 14.1503 52 29.17 32.864 14.7164 54 27.92 34.128 15.2825 56 26.67 35.392 15.8486 58 25.42 36.656 16.4147 60 24.17 37.920 16.9808 62 22.92 39.184 17.5469 64 21.67 40.448 18.112

10 66 20.42 41.712 18.678 Dari data tersebut akan dimasukkan di persamaan model FOPDT Keterangan :

X(s) = Input Y(s) = Output τ = time constant θ atau = dead time K = Gain

Kp atau K =

Perhitungan :

K = 1.516 25.128 5.208

�Tabel 4.3 hasil perhitungan mencari gain, time constant, dead time

Tabel 4.2 hasil perhitungan mencari Kp, Ti pada tiap tuning

No K τ Θ IMC

Kp Ti

1 1.516 25.128 5.208 0.820 25.1282 1.644 26.175 5.425 0.780 26.1753 1.783 27.222 5.642 0.740 27.2224 1.934 28.269 5.859 0.701 28.2695 2.100 29.316 6.076 0.662 29.3166 2.282 30.363 6.293 0.625 30.3637 2.482 31.410 6.510 0.588 31.4108 2.705 32.457 6.727 0.552 32.4579 2.953 33.504 6.944 0.517 33.504

10 3.232 34.551 7.161 0.482 34.551Diagram Blok Pada tuning PI (Proporsional Integral)

Gambar 4.2 Diagram blok menggunakan tuning PI (Proporsional Integral)

Diagram Blok Tuning IMC (Internal Model Control)

Gambar 4.3 Diagram blok menggunakan tuning IMC

(Internal Model Control) Dari persamaan diatas dan dibentuk diagram blok tuning PI(Proporsional Integral) dengan tuning IMC (Internal Model Control) akan didapatkan desain simulink MATLAB dan hasil respon antara tuning PI dengan tuning IMC. Dengan hasil simulink yang didapatkan nantinya akan dianalisa hasil rise time, maximum overshoot, settling time, error steady state. Sehingga bisa diketahui berapa nilai tersebut saat menggunakan tuning PI(Proporsional Integral) dan tuning IMC(Internal Model Control).

Page 14: PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15756-2409105013-paper.pdf · dimana campuran antara fase cair ( liquid) dan fase uap ( vapour)

14

Gambar 4.2 Simulink MATLAB Pengendalian Level Pada Rectifying Column

Hasil respon dari pengendalian level pada rectifying column dengan tuning PI (Proporsional Integral) dan tuning IMC (Internal Model Control) sebagai berikut :

Gambar 4.3 Respon dari pengendalian level pada rectifying column dengan tuning PI (Proporsional Integral dan tuning IMC (Internal Model Control)

Sesuai respon diatas maka bisa dianalisa bahwa terdapat perbedaan respon dengan menggunakan tuning PI (Proporsional Integral) dan tuning IMC (Internal Model Control). Dari perbedaan kedua tuning tersebut maka tuning yang hampir mendekati nilai sempurna adalah tuning IMC (Internal Model Control) sebab metode control ini berdasarkan pada ketepatan satu model yang sudah ada dari suatu proses yang menjadi pedoman untuk mendesain system control yang stabil. Sesuai dengan hasil respon pada simulink MATLAB bahwa hasil respon dengan menggunakan metode control IMC itu lebih bagus dan sesuai dengan teorinya walaupun pada respon masih terdapat maximum overshoot. Kalau pada tuning PI (Proporsional Integral) hasilnya masih belum stabil walaupun nilai tingkatan atau osilasi pada maximum overshot ada dan juga waktu yang dibutuhkan saat mengalami steady pun lebih lama dibandingkan dengan menggunakan metode IMC. Dari hasil tersebut akan diketahui nilai rise time, maximum overshoot dan settling time dimana nantinya nilai ketiga tersebut akan

dibandingkan antara tuning PI dengan tuning IMC dengan perubahan level pada simulink MATLAB. Berikut adalah tabel hasil nilai rise time, maximum overshoot dan settling time dengan melakukan perubahan level. Tabel 4.5 Nilai rise time, maximum overshoot, dan settling time

No

Level

IMC PI Rise Time

Max. Overshoot

Settling

Time

Rise Time

Max. Overshoot

Settling

Time

% Menit %

Menit

Menit %

Menit

1 48 93 0.008 153 70 0.032 198

2 50 92 0.009 243 69 0.034 253

3 52 90 0.009 242 68 0.036 252

4 54 90 0.010 241 68 0.038 252

5 56 90 0.012 241 67 0.040 252

6 58 89 0.012 240 66 0.042 252

7 60 88 0.012 240 66 0.043 252

8 62 87 0.013 239 66 0.046 252

9 64 86 0.014 238 63 0.057 252 10 66 86 0.015 238 64 0.049 252

Dari tabel 4.5 yang didapatkan bisa ditarik suatu analisa bahwa pada IMC nilai dari rise time jauh lebih lama dibandingkan dengan PI tetapi pada nilai nilai maximum overshoot itu jauh lebih kecil nilainya dibandingkan dengan nilai maximum overshoot pada PI itu menandakan bahwa respon keluaran IMC jauh lebih stabil dibandingkan dengan PI. Dan juga nilai settling time IMC jauh lebih cepat dibandingkan dengan PI. Oleh karena itu dari hasil data nilai tersebut membuktikan bahwa metode IMC ini lebih bagus dan hasil responnya sesuai teori yang diterapkan, sehingga saat di ketahui hasil responnya sudah terlihat bahwa ternyata respon PI kurang stabil dibandingkan dengan respon IMC.

Page 15: PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15756-2409105013-paper.pdf · dimana campuran antara fase cair ( liquid) dan fase uap ( vapour)

15

Gambar 4.4 Uji tracking setpoint pengendalian level dengan metode PI dan metode IMC

Saat diuji dengan tracking setpoint pada pengendalian level tersebut masih bisa mengikuti setpoint yang diinginkan. Disini bisa disimpulkan bahwa pada perhitungan tersebut benar. Pada saat setpoint pertama sekitar 38% hasil respon dari PI dan IMC masih bisa mengikuti nilai setpoint yang diberikan saat di tracking ke setpoint berikutnya sekitar 83% ternyata masih bisa mengikutinya tetapi nilai maximum overshoot lebih besar dibandingkan dengan step yang pertama, walaupun masih terdapat maximum overshoot saat step kedua tetapi pada tuning keduannya baik PI maupun IMC masih bisa mengikuti respon dari setpoint yang diinginkan.

Gambar 4.5 Respon saat uji load

Sesudah di uji dengan tracking setpoint pada

pengendalian level pada rectifying column ini akan diuji loadnya dimana nantinya respon dari tuning PI dan tuning IMC akan diberi gangguan pada saat respon tersebut sudah steady. Sebab dari sinilah nantinya bisa tahu respon manakah yang cepat menangani load tersebut atau respon manakah saat adanya load respon tersebut langsung cepat reflex ke steady ternyata saat di uji respon yang cepat saat terjadi gangguan atau load tersebut adalah pada tuning PI karena yang dapat mengatasi dengan baik adalah PI tetapi pada IMC masih membutuhkan waktu yang lama untuk menuju ke steady atau dari sini bisa dianalisa bahwa tuning PI dan tuning IMC tersebut ada keunggulan dan kekurangan kalau keunggulan pada tuning PI, tuning tersebut dapat

menangani atau cepat menstabilkan respon tersebut saat terjadi load, kekurangannya pada PI masih memiliki nilai maximum overshoot yang tinggi serta settling timenya lama sehingga saat adanya perubahan level pada PI selalu saat steady membutuhkan waktu yang lama. Tetapi pada IMC berbeda keunggulannya adalah nilai maximum overshoot tersebut sangatlah kecil dan settling timenya membutuhkannya lebih cepat sehingga saat terjadi perubahan level pada IMC lebih cepat stabil dibandingkan dengan PI karena pada IMC tersebut memiliki persamaan filter yang lebih bagus, tetapi pada IMC ini saat diberi load atau uji beban ternyata pada IMC memiliki nilai maximum overshoot yang tinggi dibandingkan dengan PI dan juga saat steady lebih cepat PI dibandingkan IMC. Disini bisa diketahui bahwa IMC memiliki kekurangan pada saat uji load karena pada IMC tersebut masih kalah dengan PI. Walaupun pada uji load ini IMC lebih bagus PI tetapi pada tuning IMC ini tidak terdapat osilasi saat steady dibandingkan dengan PI, untuk itu pada IMC ini masih ada keunggulan ternyata saat stabil IMC walaupun membutuhkan waktu kestabilan tersebut lama dibandingkan dengan PI.

5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan

Dari hasil simulasi dan analisa data pada penelitian Tugas Akhir ini, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Telah dirancang sebuah sistem pengendalian level pada rectifying column PT. Samator Gas Industri menggunakan metode internal model control. 2. Perancangan sistem pengendalian level

pada rectifying column ini didapatkan nilai gain KP = 0.820, TI = 25.128, TR= 93 menit, Ts= 153 menit saat menggunakan tuning IMC pada level 48 % dan nilai gain KP = 1, TI = 25 (sesuai plant), TR= 70 menit, Ts= 198 menit saat menggunakan tuning PI pada level 48 %.

3. Pada pengujian respon step didapatkan hasil pengendalian sebagai berikut : Pada tuning IMC :

Saat level 48 % untuk sistem pengendalian level pada rectifying column dapat mencapai set point dalam waktu 153 menit dan memiliki nilai maximum overshoot 0.008 %

Saat level 66 % untuk sistem pengendalian level pada rectifying column dapat mencapai set point dalam waktu 238 menit dan memiliki nilai maksimum overshoot 0.015 %.

Page 16: PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15756-2409105013-paper.pdf · dimana campuran antara fase cair ( liquid) dan fase uap ( vapour)

16

Pada tuning PI : Saat level 48% untuk sistem

pengendalian level pada rectifying column dapat mencapai setpoint dalam waktu 198 menit dan memiliki nilai maximum overshoot 0.032%.

Saat level 66% untuk sistem pengendalian level pada rectifying column dapat mencapai setpoint dalam waktu 252 menit dan memiliki nilai maximum overshoot 0.069%.

Pada tuning PI itu hanya memiliki rise time yang bagus dibandingkan dengan IMC tetapi pada nilai maximum overshoot dan settling time jauh lebih bagus pada tuning IMC dibandingkan dengan tuning PI.

Saat uji beban atau uji load nilai maximum overshoot pada PI jauh lebih bagus dibandingkan dengan IMC tetapi saat menuju ke settling time IMC jauh lebih bagus dibandingkan dengan PI sebab pada PI masih ada osilasi daripada IMC. Walaupun secara respon untuk menuju ke setpoint lebih cepat PI dibandingkan IMC tetapi saat stabil ke setpoint lebih cepat IMC dibandingkan dengan PI.

5.2 Saran Beberapa saran yang perlu disampaikan dalam laporan ini dalam rangka pengembangan penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut :

1. Sistem pengendalian pressure pada kompressor N2 dapat dijadikan tambahan pada penelitian berikutnya.

2. Untuk Mahasiswa Teknik Fisika khususnya dapat dikembangkan dengan melakukan interfacing langsung (online) dengan real plant.

DAFTAR PUSTAKA 1] Totok,R.Biyanto.Totok Suhartanto.Bambang.LW.2006.

predictive Liquid-vapor composition at distillation column.ITS

2]

Gunterus, Frans,”Falsafah Dasar Sistem Pengendalian

Proses”, Elex Media Komputindo, Jakarta.,1994

3]

Yin lou, yan quan chen,chun yang wang,you guo pi.2010.tuning fractional order proporsional integral controllerfor fractional order system.jurnal proses.

4] PC chau.2001.hand book chemical process control.

5] Wiliam,L,Luyben.1996.”Proces modeling simulation

and control for chemical engineer”.

6] Ogata, Katshuiko, “Teknik Kontrol Automatik I’’, Prentice Hall Inc, 1996.

7] Ogata, Katshuiko, “Teknik Kontrol Automatik II’’, Prentice Hall Inc, 1996.

8] Donald,R.Coughanowr.”Process system analysis and

control”

9] Bela. G. Liptak.”Process Control and

Optimization”.Instrument engineer handbook

10] Armando, Corripio, carl A. Smith.”Princeples and practice ofautomatic process control”

BIODATA PENULIS :

Nama : Fandi Rachman Saputra TTL : Surabaya, 13 Mei 1987 Alamat: Jl Dukuh Pakis VI-E/18

Surabaya Riwayat Pendidikan : 1993-1999 SDN Dukuh Kupang V

Surabaya 1999-2002 SMP Praja Mukti

Surabaya 2002-2005 SMA Ta’miriyah

Surabaya 2005- 2008 D3Teknik instrumentasi

ITS Surabaya 2009-……. LJ S1 Teknik Fisika

Surabaya