perancangan konstruksi temperature control system pada ...... · case (pembungkus), inlet (saluran...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERANCANGAN KONSTRUKSI TEMPERATURE CONTROL SYSTEM PADA ALIRAN FLUIDA VISCOUS DI DALAM PIPA
(Studi Kasus Temperature Control System Tipe II untuk Lini Produksi Kecap PT. Lombok Gandaria)
Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
WAHYU PRABAWATI P.H. I 1307058
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
ABSTRAK
Wahyu Prabawati P.H, NIM: I1307058. PERANCANGAN KONSTRUKSI TEMPERATURE CONTROL SYSTEM PADA ALIRAN FLUIDA VISCOUS DI DALAM PIPA (Studi Kasus Temperature Control System Tipe II untuk Lini Produksi Kecap PT. Lombok Gandaria). Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Oktober 2011.
Penurunan produktivitas sering terjadi akibat dari meningkatnya viskositas bahan pada suatu aliran pipa. Permasalahan ini terjadi pada PT. Lombok Gandaria, tepatnya pada lintasan produksi, ketika mengalirkan kecap dari tangki ke mesin filler. Untuk mengatasi hal tersebut, telah dirancang sebuah Temperature Control System. Hasil observasi menunjukkan Temperature Control System tersebut mampu meningkatkan temperatur output fluida viscous dari temperatur awal 29°C menjadi 34°C. Namun, kinerja Temperature Control System tersebut belum efisien terutama disebabkan oleh desain konstruksi yang belum sempurna. Penelitian ini bertujuan untuk merancang konstruksi Temperature Control System tipe II sebagai perbaikan dari Temperature Control System sebelumnya (yang disebut sebagai tipe I).
Penelitian ini merupakan perancangan produk dalam skala laboratorium yang dilengkapi dengan pengujian. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi perancangan produk yang diawali dengan tahap identifikasi dan deskripsi masalah. Setelah itu, dilakukan penentuan konsep rancangan yang merupakan jawaban atas kebutuhan perbaikan desain. Selanjutnya, konsep rancangan yang dihasilkan diwujudkan dalam sebuah prototipe. Pada tahap akhir, dilakukan pengujian terhadap Temperature Control System untuk mengetahui kinerjanya.
Konstruksi Temperature Control System tipe II menghasilkan rancangan yang mempunyai kinerja lebih efisien dengan sirip yang terbuat dari tembaga, isolasi panas yang lebih baik dan kebutuhan daya elemen pemanas yang diturunkan dari 1600 watt menjadi 1400 watt dapat menaikkan temperatur mencapai range 33°C-34°C dari kondisi awal 28°C dengan proses pre-heating 20 menit.
Kata kunci: heat exchanger, thermodinamika, perpindahan panas, performansi
sirip, mekanika fluida, fluida viscous xviii +111 halaman; 82 gambar; 9 tabel; 2 lampiran; daftar pustaka: 14 (1984-2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ix
ABSTRACT
Wahyu Prabawati P.H, NIM: I1307058. TEMPERATURE CONTROL SYSTEM DESIGN CONSTRUCTION OF VISCOUS FLUID FLOW IN PIPES (Temperature Control System Case Study for Type II Production Line Ketchup PT. Lombok Gandaria). Thesis. Surakarta: Department of Industrial Engineering Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, October 2011.
The productivity oftenly slow down as a result of the increased viscosity of the material in a pipe flow. This problem occur in PT. Lombok Gandaria, exactly on the production line when the ketchup is flowing from the tank to the filler machine. To overcome this situation, a Temperature Control System has been designed. The observation result show the design of Temperature Control System was able to increase the output temperature of the viscous fluid than the initial temperature of 29°C to 34°C. However, the performance of Temperature Control System was not efficient because of the design construction. This research aims to design the construction of Temperature Control System Type II as an improvement from the previous Temperature Control System (referred to as type I).
This research is a laboratory scale product design that is equipped with testing. This study used a product design methodology that begins with problem identification and description. After that, there was a determination of design concept which was a response of the needs of the design improvements. The next step, the design concept was realized in a detail design. At the final phase, there was a tests on Temperature Control System to determine its performance.
Construction of Temperature Control System Type II result designs that have a more efficient performance with fins that made of copper, the better heat insulator and heater requirement from 1600 watt to 1400 watt can increase the temperature up to range 33°C to 34°C from the initial conditions 28°C with pre-heating process 20 minutes. Key words: heat exchanger, thermodynamics, heat transfer, performance fins, fluid mechanics, viscous fluid xviii +111 pages; 82 pictures; 9 tables; 2 appendixes; references: 14 (1984-2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....…………………………………….………............. i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………. ii
HALAMAN VALIDASI……………………………………………………. iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH………….. iv
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………………. v
KATA PENGANTAR………………………………………………………. vi
ABSTRAK…………………………………………………………………… viii
ABSTRACT…………………………………………………………………. ix
DAFTAR ISI…………………………………………………………............ x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xiii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….….. xiv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………….……….. xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah...………………………………..…… I-1
1.2 Perumusan Masalah…………………………………..……...... I-2
1.3 Tujuan Penelitian .………………………………..……...……. I-3
1.4 Manfaat Penelitian..………………………………..……...…... I-3
1.5 Batasan Masalah……………………………………………..... I-3
1.6 Asumsi…………………………………………………….…... I-4
1.7 Sistematika Penulisan……………………………………..…... I-4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Heat Exchanger…………………………….………………….. II-1
2.1.1 Heat Exchanger Shell and Tube……………...………..... II-1
2.1.2 Pemilihan Kriteria Heat Exchanger…………...………… II-2
2.2 Thermodinamika…………………………………..….……...... II-2
2.3 Perpindahan Panas…………………………………….………. II-3
2.3.1 Konduksi………………………………….……………... II-4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
2.3.2 Konveksi……………….….……….…………............... II-5
2.3.3 Radiasi ……..…………………..……….………….….. II-5
2.3.4 Perpindahan Panas Pada Sirip…………………….….... II-6
2.3.5 Performansi Sirip…………………………………….… II-9
2.4 Mekanika Fluida…………………….……….…………........ II-12
2.4.1 Fluida…………………….……….…………................ II-13
2.4.2 Kerapatan (Density) Fluida…….………….…………... II-13
2.4.3 Kekentalan (Viskositas) Fluida. …….…………………. II-14
2.4.4 Tekanan Dalam fluida ………………………….……... II-15
2.4.5 Aliran Fluida Dalam Pipa…….……………………….. II-15
2.5 Kajian Pustaka…….………………………………………… II-16
2.5.1 Penelitian Terdahulu…………………………………... II-16
2.5.2 State Of The Art…….……………………………..….. II-18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Identitas Penelitian……………………………….……….…. III-1
3.2 Kerangka Pikir……………………………………………….. III-1
3.3 Metodologi Penelitian…………………………………….…. III-3
3.3.1 Tahap Studi Awal........................................................... III-5
3.3.2 Tahap Pengolahan Data.................................................. III-6
3.3.3 Analisis dan Interpretasi Hasil........................................ III-11
3.3.4 Kesimpulan dan Saran.................................................... III-11
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Identifikasi dan Deskripsi Permasalahan…………………….. IV-1
4.2 Kebutuhan Perbaikan Rancangan………………………….… IV-10
4.3 Spesifikasi Rancangan………………….………………….… IV-13
4.4 Bill of Material………………………………………………. IV-39
4.5 Estimasi Biaya……………………………………………….. IV-40
4.6 Realisasi Perbaikan Desain ………………………………….. IV-41
4.7 Pengujian Hasil Rancangan………………………………….. IV-50
4.8 Penyempurnaan Hasil rancangan………………………….…. IV-58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
5.1 Analisis Hasil Penelitian………………………………….…... V-1
5.1.1 Analisis Hasil Rancangan………………………………. V-1
5.1.2 Analisis Hasil Pengujian……………………………..…. V-5
5.2 Interpretasi hasil penelitian.......………..…………………….... V-12
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan…………………………………….…………...… VI-1
6.2 Saran……………………………………………………….…. VI-2
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Heat exchanger adalah perangkat yang memberi efek transfer energi antara
dua atau lebih fluida pada temperatur yang berbeda (Kuppan, 2000). Salah satu
jenis heat exchanger berdasarkan konstruksinya meliputi tipe shell and tube
(selubung dibagian luar pipa dan tabung dibagian dalam) yang dalam berbagai
modifikasi konstruksinya banyak digunakan dalam proses industri. Hal ini sejalan
dengan apa yang dikatakan Ulaan (2008), yaitu tipe shell and tube mempunyai
keuntungan, antara lain dapat dibuat dengan berbagai jenis material yang
disesuaikan dengan temperatur, mudah membersihkannya, konstruksinya
sederhana dan prosedur pengoperasiannya mudah. Sedangkan salah satu aplikasi
dari heat exchanger tipe shell and tube adalah rancangan Temperature Control
System pada aliran fluida viscous di dalam pipa yang dikerjakan oleh Permatasari
(2010).
Permatasari (2010) mengembangkan Temperature Control System pada
aliran fluida viscous di dalam pipa yang digunakan untuk mengatur temperatur
aliran kecap dalam pipa dengan udara panas yang dihembuskan diantara pipa
kecap dan selubungnya. Hasil dari rancangan ini adalah Temperature Control
System mampu meningkatkan temperatur output fluida viscous dari temperatur
awal 29°C hingga temperatur 34°C. Namun, desain konstruksi Temperature
Control System yang ada saat ini belum efisien yang diindikasikan dari lamanya
proses pre-heating. Pre-heating berguna untuk mempersiapkan alat agar berfungsi
dengan baik saat produksi dimulai. Pada observasi awal dan perhitungan
perpindahan panas dari Temperature Control System dengan total daya elemen
pemanas 1600 watt, seharusnya proses pre-heating memerlukan waktu kurang
dari 10 menit untuk mencapai temperatur 33°C-34°C. Tetapi, kondisi aktual dari
desain konstruksi Temperature Control System pada aliran fluida viscous di dalam
pipa memerlukan waktu hingga 40 menit (Permatasari, 2010). Proses pre-heating
alat ini lebih lama dibandingkan dengan kondisi yang dipersyaratkan untuk proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-2
pre-heating pada fasilitas produksi di PT. Lombok Gandaria yang berkisar antara
10-20 menit sehingga hal ini dapat berpotensi menimbulkan delay.
Setelah dilakukan observasi lebih lanjut, desain konstruksi Temperature
Control System ini masih terdapat beberapa kekurangan, khususnya pada bagian
case (pembungkus), inlet (saluran masuk udara), throttle pada exhaust (katup
saluran buang), isolasi panas, pipa untuk mengalirkan fluida viscous, dan fin
(sirip). Bagian-bagian tersebut diduga telah mengalami penurunan dari sisi fungsi
jika dibandingkan pada saat pertama kali Temperature Control System ini dibuat.
Disamping dilihat dari kinerjanya yang telah menurun, hal ini dapat dilihat secara
langsung dari menurunnya tingkat kerapatan pada bagian-bagian yang
berpasangan dan telah rusaknya beberapa komponen karena oksidasi. Jika bagian-
bagian tersebut dikaji kembali dan dilakukan perbaikan, Temperature Control
System akan dapat berfungsi seperti sediakala bahkan dapat bekerja lebih efisien
serta diperoleh sistem yang lebih reliabel, khususnya jika perbaikan diarahkan
pada aspek fungsionalitas (functionality) dan kemampurawatannya
(maintainability). Untuk mengukur seberapa besar peningkatan kinerja alat ini
tentu saja diperlukan pengujian, baik berupa pengujian kinerja sistem keseluruhan
maupun pengujian sistem secara parsial.
Berdasarkan uraian tentang permasalahan yang ada, pada dasarnya
penelitian ini memandang perlunya perancangan konstruksi Temperature Control
System yang baru untuk aliran fluida viscous di dalam pipa tersebut. Perancangan
Temperature Control System ini tidak dikerjakan dari awal tetapi lebih diarahkan
untuk perbaikan terhadap rancangan yang lama. Selanjutnya perancangan ini akan
dinamakan sebagai Temperature Control System tipe II yang merupakan
perbaikan dari rancangan Temperature Control System tipe I.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana merancang
konstruksi (case, inlet, throttle pada exhaust, dan fin) Temperature Control
System tipe II pada aliran fluida viscous di dalam pipa supaya dapat bekerja lebih
efisien serta diperoleh sistem yang lebih reliabel, dengan mengacu pada kondisi
lini produksi kecap di PT. Lombok Gandaria.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-3
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian ini, yaitu menghasilkan
rancangan Temperature Control System tipe II dalam bentuk prototipe yang dapat
bekerja lebih efisien serta mempunyai sistem yang lebih reliabel.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini, sebagai berikut:
1. Memberi informasi ilmiah berupa hasil pengujian dan analisis untuk
pengembangan Temperature Control System.
2. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan
pertimbangan untuk PT. Lombok Gandaria dalam menjaga tingkat kestabilan
temperatur kecap.
1.5 BATASAN MASALAH
Dalam penelitian ini diperlukan pengembangan konsep untuk memperoleh
hasil rancangan yang memiliki kinerja lebih tinggi dan tidak mengabaikan konsep
dasarnya. Batasan masalah pada penelitian ini, sebagai berikut:
1. Penelitian ini merupakan perancangan produk dalam skala laboratorium yang
dilengkapi dengan pengujian. Sedangkan kasus PT. Lombok Gandaria hanya
dijadikan referensi untuk mendapatkan informasi yang berguna untuk
menghasilkan spesifikasi rancangan, bukan sebagai tempat pengujian.
2. Penelitian ini dibatasi dari sisi fungsionalitas (functionality) dan
kemampurawatan (maintainability) untuk mendapatkan sistem yang lebih
reliabel.
3. Kondisi aliran kecap optimal pada temperatur 33°C -34°C.
4. Perancangan Temperature Control System mengacu pada pipa fluida viscous
yang digunakan untuk mengalirkan kecap menuju filler machine (mesin
pengisi) di PT. Lombok Gandaria, yaitu merupakan pipa besi galvanis
dengan diameter luar 60 mm, panjang 1600 mm dan tebal 2,5 mm.
5. Penelitian ini menggunakan larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) sebagai
pengganti kecap yang memiliki beberapa karakteristik, khususnya
viskositasnya mendekati kecap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-4
1.6 ASUMSI PENELITIAN
Asumsi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Temperatur kecap pada saat memasuki Temperature Control System bersifat
tetap dan merata dan tidak mempengaruhi hasil pengujian ruangan.
2. Kondisi aliran kecap lancar dan tidak berpotensi menimbulkan gelembung
pada kecap saat dikemas.
3. Sampel distribusi temperatur yang diambil mewakili penyebaran temperatur
kecap di sepanjang aliran pipa.
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan dibuat agar dapat memudahkan pembahasan
penyelesaian masalah dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai sistematika
penulisan, yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan
masalah, asumsi dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan teori-teori yang akan dipakai untuk mendukung
penelitian, sehingga perhitungan dan analisis dilakukan secara teoritis.
Tinjauan pustaka diambil dari berbagai sumber yang berkaitan
langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi identitas penelitian, kerangka pikir, dan metodologi
penelitian berupa tahapan yang dilalui dalam penyelesaian masalah
secara umum yang berupa gambaran terstruktur dalam bentuk
flowchart sesuai dengan permasalahan yang ada mulai dari studi
pendahuluan, pengumpulan data sampai dengan pengolahan data dan
analisis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-5
BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisi identifikasi dan deskripsi permasalahan, kebutuhan
perbaikan rancangan, spesifikasi rancangan, bill of material, estimasi
biaya, realisasi perbaikan desain, pengujian hasil rancangan, dan
penyempurnaan hasil rancangan.
BAB V : ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Bab ini memuat uraian analisis hasil penelitian yang terdiri dari análisis
hasil rancangan dan analisis hasil pengujian serta intepretasi dari hasil
pengolahan data yang telah dilakukan.
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan target pencapaian dari tujuan penelitian dan
kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan masalah. Bab ini juga
menguraikan saran dan masukan bagi kelanjutan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tentang teori-teori dan kajian pustaka untuk
mendukung penelitian, sehingga pelaksanaan penelitian, pengolahan data dan
analisis permasalahan dapat dilakukan secara teoritis. Berikut diuraikan mengenai
teori yang berkaitan dengan penelitian.
2.1 HEAT EXCHANGER
Heat exchanger (alat penukar panas) merupakan perangkat yang memberi
efek pertukaran energi antara dua atau lebih fluida pada temperatur yang berbeda
(Kuppan, 2000). Dalam heat exchanger, fluida dipisahkan oleh permukaan
perpindahan panas, dan idealnya mereka tidak bergabung. Heat exchanger terdiri
dari elemen-elemen seperti inti atau matriks yang berisi permukaan heat
exchanger dan distribusi cairan elemen-elemen seperti headers atau tangki, pipa
saluran masuk dan keluar, nozzle, dan lain sebagainya. Secara umum, heat
exchanger diklasifikasikan menurut konstruksi, proses pertukaran panas, derajat
kekompakan permukaan, susunan katup, pengaturan aliran, fase dari proses fluida,
dan mekanisme pertukaran panas (Kuppan, 2000).
2.1.1 Heat Exchanger Shell and Tube
Heat exchanger shell and tube merupakan salah satu tipe penukar panas
menurut konstruksi yang paling banyak digunakan (Kuppan, 2000). Hampir tidak
ada batasan operasi temperatur dan tekanan pada heat exchanger jenis ini.
Gambar 2.1 menunjukkan bentuk spesifik dari shell and tube dengan beberapa
tabung satu fase shell and tube dan baffles.
Gambar 2.1 Shell and tube dengan beberapa tabung Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-2
2.1.2 Pemilihan Kriteria Heat Exchanger
Pemilihan heat exchanger adalah proses seorang desainer memilih heat
exchanger jenis tertentu untuk diaplikasikan pada berbagai heat exchanger yang
ada (Kuppan, 2000). Pemilihan kriteria pada heat exchanger bermacam-macam,
namun kriteria utama heat exchanger adalah jenis fluida yang akan ditangani,
tekanan operasi dan temperatur, fungsi panas, dan biaya. Fluida yang terlibat
dalam perpindahan panas dapat dikarakteristikkan dari temperatur, tekanan, fase,
sifat fisik, toksisitas, korosivitas, dan kecenderungan fouling. Ketika memilih heat
exchanger maka beberapa hal yang dipertimbangkan (Kuppan, 2000), terdiri dari:
bahan konstruksi, arus tarif, skema aliran, kinerja parameter-efektivitas termal dan
penurunan tekanan, kecenderungan fouling, jenis dan fase cairan, perawatan,
inspeksi, pembersihan, ekstensi dan kemungkinan perbaikan, ekonomi secara
keseluruhan, teknik pembuatan, dan permintaan pengawasan.
2.2 THERMODINAMIKA
Istilah thermodinamika berasal dari bahasa Yunani yaitu therme (kalor) dan
dynamis (gaya), artinya kemampuan benda panas untuk menghasilkan kerja
(Moran dan Shapiro, 2006). Thermodinamika menggunakan konsep sistem dan
volume kendali. Sistem digunakan apabila terdapat bahan dalam jumlah yang
tetap. Volume kendali adalah ruang dimana massa dapat mengalir. Sedangkan
segala yang berada diluar sistem dikategorikan sebagai bagian dari lingkungan
sistem (Moran, dan Shapiro, 2006).
Menurut Moran dan Shapiro (2006) jenis sistem thermodinamika dasar ada
2 yaitu sistem tertutup (closed system) dan volume atur (control volume). Pada
sistem tertutup terdapat materi dalam jumlah yang tetap. Sistem tertutup
digunakan pada materi dalam jumlah tertentu saja. Sedangkan volume atur adalah
ruang dimana massa dapat mengalir (Moran dan Shapiro, 2006).
Thermodinamika merupakan fisik cabang ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan hukum yang mengatur aliran energi dari satu bentuk ke
bentuk lain (Haddad dkk., 2005). Hukum pertama thermodinamika menjelaskan
kesetaraan antara panas dan kerja serta menyatakan bahwa di antara semua sistem
transformasi, sistem energi adalah kekal. Oleh karena itu, energi tidak dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-3
diciptakan dari ketiadaan dan tidak dapat dimusnahkan, melainkan hanya bisa
dipindahkan dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Hukum kedua thermodinamika
menyatakan bahwa sistem energi adalah kekal (Haddad dkk., 2005).
2.3 PERPINDAHAN PANAS
Perpindahan panas adalah energi yang terjadi karena perbedaan temperatur
antara benda atau material (Incropera dan Dewitt, 1996). Sedangkan kalor
merupakan energi yang berpindah. Kalor berpindah dari satu benda ke benda yang
lain sebagai hasil dari perbedaan temperatur. Jika dua benda pada kondisi
temperatur yang berbeda disatukan maka kalor berpindah dari benda yang lebih
panas ke benda yang lebih dingin. Hal ini menyebabkan temperatur pada benda
yang dingin meningkat sedangkan temperatur pada benda yang panas menurun
(Incropera dan Dewitt, 1996). Menurut Arisworo dkk (2004), kalor dapat
dirumuskan dalam bentuk persamaan:
Q= m . c. ∆T………………………………………………...……..…... (2.1)
dengan keterangan rumus, sebagai berikut:
Q = kalor [J]
m = massa zat [kg]
c = kalor jenis [J/kg0C]
∆T = kenaikan suhu [0C]
Sedangkan untuk mengetahui jumlah perpindahan kalor yang digunakan pada
suatu benda yang mempunyai temperatur berbeda menggunakan rumus:
Q= Q1 + Q2 + Q3 …………………..……………………………….… (2.2)
Kemampuan untuk menyerap kalor ditentukan oleh sifat dari zat yang disebut
kalor jenis. Pengertian dari kalor jenis adalah banyaknya kalor yang diperlukan
untuk menaikkan suhu setiap 1 kilogram zat sebesar 10 celcius. Setiap zat
mempunyai nilai kalor jenis yang berbeda. Semakin besar kalor jenis suatu zat,
maka kemampuan untuk mengubah suhu zat tersebut semakin sulit (Arisworo
dkk., 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-4
Kalor jenis dirumuskan sebagai berikut:
TmQ
cD
=.
………………………………………...………...……..…… (2.3)
Satuan dari kalor jenis adalah kalori/gram0C atau dalam sistem SI adalah
joule/kilogram0C. Dalam pembagiannya, perpindahan kalor dibagi menjadi tiga
mekanisme perpindahan kalor yaitu konduksi, konveksi dan radiasi (Incropera dan
Dewitt, 1996).
Gambar 2.2 Konduksi, konveksi, dan radiasi dari jenis perpindahan panas
Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
Gambar 2.2 menjelaskan bahwa ketika sebuah gradient temperatur berada
dalam medium stasioner pada sebuah zat padat atau fluida maka digunakan syarat
konduksi untuk perpindahan panas yang terjadi melewati media. Syarat konveksi
digunakan untuk perpindahan panas yang terjadi antara sebuah permukaan dan
fluida yang bergerak ketika mereka berada pada temperatur yang berbeda. Jenis
ketiga dari perpindahan panas dinamakan radiasi panas dimana semua permukaan
panas dari temperatur yang terbatas memancarkan energi pada bentuk gelombang
elektromagnetik. Oleh karena itu, ketiadaan dari sebuah medium pada sebuah
aliran perpindahan panas menyebabkan radiasi antara dua permukaan pada
temperatur yang berbeda (Incropera dan Dewitt, 1996).
2.3.1 Konduksi
Konduksi merupakan zat gas sebuah gradient pada temperatur yang pada
gradient tersebut tidak terdapat gerakan (Incropera dan Dewitt, 1996).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-5
Gambar 2.3 menunjukkan zat gas yang menempati ruang antara dua permukaan
yang dipertahankan pada temperatur berbeda.
Gambar 2.3 Perpindahan panas konduksi akibat aktivitas molekul Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
2.3.2 Konveksi
Jenis konveksi perpindahan panas terdiri dari dua mekanisme. Dalam
perpindahan energi ke pergerakan acak molekul atau difusi, energi juga ditransfer
oleh bagian besar atau makroskopik, dan pergerakan dari fluida (Incropera dan
Dewitt, 1996). Perpindahan panas konveksi terjadi antara fluida yang bergerak
dan batas permukaan ketika keduanya berada pada temperatur yang berbeda
seperti gambar 2.4.
Gambar 2.4 Perpindahan panas konveksi fluida Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
2.3.3 Radiasi
Radiasi panas adalah energi yang dipancarkan oleh suatu zat yang berada
pada temperatur yang terbatas (Incropera dan Dewitt, 1996). Meskipun radiasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-6
terjadi dari permukaaan benda padat namun aliran radiasi juga dapat terjadi dari
fluida dan zat gas. Perpindahan radiasi terjadi lebih efisien pada kondisi vakum
total seperti dalam media tertentu. Gambar 2.5 menunjukkan energi kalor yang
yang disebarkan secara radiasi serta radiasi antara permukaan dan lingkungan.
Gambar 2.5 Perpindahan panas radiasi (a) pada permukaan, dan (b) radiasi antara permukaan dan lingkungan Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
2.3.4 Perpindahan Panas Pada Sirip
Istilah permukaan yang diperluas (extended surface) biasa digunakan untuk
menggambarkan sebuah kasus khusus yang melibatkan perpindahan panas oleh
konduksi dan perpindahan panas oleh konveksi (Incropera dan Dewitt, 1996).
Kombinasi antara konduksi dan konveksi ditunjukkan pada gambar 2.6 yang
menjelaskan bahwa dengan T1 > T2, gradient temperatur pada arah x meneruskan
transfer panas oleh konduksi pada elemen panas.
Gambar 2.6 Kombinasi konduksi dan konveksi pada struktur elemen Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-7
Meskipun situasi berbeda yang melibatkan pengaruh kombinasi konduksi,
penerapan yang paling sering adalah sebuah permukaan yang diperluas.
Permukaan yang diperluas digunakan untuk meningkatkan perpindahan panas
antara benda padat dan fluida. Seperti sebuah permukaan yang diperlukan dan
disebut dengan sirip (Incropera dan Dewitt, 1996). Gambar 2.7 menunjukkan
penggunaan sirip untuk meningkatkan perpindahan panas dari sebuah dinding
datar.
Gambar 2.7 Penggunaan sirip untuk meningkatkan perpindahan kalor dari sebuah dinding datar (a) permukaan rata/kosong (b) permukaan bersirip Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
Gambar 2.7a menunjukkan bahwa jika Ts dibuat tetap maka laju
perpindahan panas dapat ditingkatkan. Koefisien perpindahan kalor konveksi (h)
dapat ditingkatkan dengan menaikkan kecepatan fluida, dan temperatur fluida
(T∞) dikurangi. Untuk menaikkan h dilakukan dengan menggunakan fan atau
blower dengan menaikkan kecepatan gerakan fluida, tetapi memerlukan daya
untuk menggerakkannya. Gambar 2.7b menunjukkan bahwa laju perpindahan
panas dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan luas permukaan melintang
apabila terjadi konveksi. Hal ini dilakukan dengan cara menambahkan sirip pada
dinding lingkungan ke fluida. Konduktivitas termal bahan sirip mempunyai
pengaruh yang kuat pada distribusi temperatur sepanjang sirip, sehingga
mempengaruhi tingkat laju perpindahan panas yang akan dinaikkan. Idealnya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-8
bahan sirip harus memiliki konduktivitas termal yang tinggi untuk
meminimalisasi variasi temperatur dari dasar sirip ke ujung sirip. Macam-macam
konfigurasi sirip ditunjukkan pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 Konfigurasi sirip (a) sirip lurus penampang seragam (b) sirip lurus penampang tidak seragam (c) sirip annular (d) sirip pin Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
Kecepatan transfer panas dengan sebuah sirip dapat ditentukan dengan
mengetahui distribusi temperatur di sepanjang sirip, yaitu dengan keseimbangan
energi pada sebuah permukaan yang diperluas (ditunjukkan pada gambar 2.9) dan
mengasumsikan kondisi satu dimensi dalam arah longitudinal (x) meskipun
konduksi di dalam sirip sebenarnya dua dimensi (Incropera dan Dewitt, 1996).
Gambar 2.9 Keseimbangan energi pada sebuah permukaan yang diperluas Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-9
2.3.5 Performansi Sirip
Efektifitas sirip merupakan perbandingan laju perpindahan kalor dengan
adanya sirip dengan laju perpindahan kalor tanpa adanya sirip. Efektifitas sirip
dilambangkan dengan fe . Rumus untuk efektifitas sirip, yaitu:
bc
ff OhA
q
b,
=e ……………………………………………..…………… (2.4)
dengan keterangan rumus, sebagai berikut:
fe = efektifitas sirip [%]
fq = perpindahan panas pada sirip [W]
h = koefisien konveksi [W/m2]
Ac = luas penampang yang bervariasi terhadap x [m2]
Ukuran lain untuk performansi sirip dinyatakan dengan efisiensi sirip ( fh ).
Potensi penggerak maksimum untuk konveksi adalah perbedaan temperatur antara
dasar (x = 0) dan fluida θb = Tb -T∞. Sehingga laju maksimum dimana sirip dapat
melepaskan energi adalah laju yang terjadi jika seluruh permukaan sirip berada
pada temperatur dasar sirip. Rumus dari efisiensi sirip adalah:
?bmax f
fff hA
q
q
q==h ………………………………………………..….. (2.5)
fA dirumuskan, sebagai berikut:
fA = 2 π (r22c – r2
1) ………………………..……...………………….... (2.6)
keterangan rumus:
fh = efisiensi sirip [%]
fq = perpindahan panas pada sirip [W]
h = koefisien konfeksi [W/m2]
fA = luas permukaan sirip [m2]
= temperatur [oK]
r22c = jari-jari yang bervariasi terhadap x [m]
r21 = jari-jari [m]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-10
Sedangkan langkah-langkah untuk mencari efisiensi sirip segi empat dengan
konveksi pada bagian ujungnya, sebagai berikut:
1. Menentukan luas pipa yang tidak tertutup sirip pada sirip segi empat, yaitu:
Aw = 2 π r1 (H - Nt) ……………………………………...…………(2.7)
keterangan rumus:
Aw = pipa yang tidak tertutup sirip [m2]
r1 = jari-jari [m]
H = panjang pipa bagian bersirip [m]
Nt = panjang penampang sirip yang menempel pada pipa [m]
2. Menentukan luas permukaan total pipa pada sirip segi empat, yaitu:
At = NAf + 2 π r1………………..……..…………...………........... (2.8)
keterangan rumus:
At = luas permukaan total pipa [m2]
N = luas sirip kecil [m2]
Af = luas permukaan sirip [m2]
r1 = jari-jari [m]
3. Menentukan luas permukaan extended, yaitu:
Ap = Lc x t……………..…..……………..……………................... (2.9)
keterangan rumus:
Ap = luas permukaan extended [m2]
Lc = panjang penampang yang bervariasi terhadap x [m]
t = tebal sirip [m]
Sehingga, efisiensi sirip segi empat dengan konveksi pada bagian ujungnya
dinyatakan dengan:
2/12/3 )/( pf kAhLc=h ………………………………………............ (2.10)
dengan keterangan rumus, sebagai berikut:
fh = efisiensi sirip [%]
h = koefisien konfeksi [W/m2]
Lc = panjang penampang yang bervariasi terhadap x [m]
k = konduktivitas termal [W/m.K]
Ap = luas permukaan extended [m2]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-11
Efisiensi fin annular dengan profil segiempat dapat digambarkan secara grafis
seperti ditunjukkan pada gambar 2.10.
Gambar 2.10 Efisiensi sirip lurus (profil segiempat, segitiga, dan
parabolatik) Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
Sedangkan untuk efisiensi sirip annular dengan profil segiempat ditunjukan
dengan gambar 2.11.
Gambar 2.11 Efisiensi sirip lurus annular dengan profil segiempat
Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-12
4. Mencari perpindahan panas menggunakan rumus, sebagai berikut:
qt = hAt [1 – t
f
ANA
(1- η)] θb………………………………........... (2.11)
dengan keterangan rumus, sebagai berikut:
qt = perpindahan panas keseluruhan [W]
h = koefisien konfeksi [W/m2]
At = luas permukaan total pipa [m2]
N = luas sirip kecil [m2]
Af = luas permukaan sirip [m2]
fh = efisiensi sirip [%]
= temperatur [oK]
5. Perpindahan panas pada permukaan tanpa sirip, dinyatakan dengan rumus:
qw = h ( 2 π r1 H ) θb………………………………....................... (2.12)
dengan keterangan rumus, sebagai berikut:
qw = perpindahan panas pada permukaan tanpa sirip [W]
h = koefisien konfeksi [W/m2]
r1 = jari-jari [m]
H = panjang pipa bagian bersirip [m]
= temperatur [oK]
Sehingga perpindahan panas, dinyatakan dengan rumus:
Δq = qt - qw………………………………......................................... (2.13)
dengan keterangan rumus, sebagai berikut:
Δq = perpindahan panas total
qt = perpindahan panas keseluruhan [W]
qw = perpindahan panas pada permukaan tanpa sirip [W]
2.4 MEKANIKA FLUIDA
Mekanika fluida adalah ilmu yang menggunakan hukum dasar mekanika
dan thermodinamika untuk menggambarkan gerakan-gerakan fluida (Durst,
2008). Mekanika fluida mempelajari perilaku dari zat-zat cair dan gas dalam
keadaan diam ataupun bergerak (Munson dkk., 2006). Apabila terdapat
kompresibilitas yang cukup besar, prinsip-prinsip thermodinamika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-13
dipertimbangkan. Tekanan uap menjadi penting bila terdapat tekanan, dan tarikan
permukaan yang mempengaruhi kondisi statik dan kondisi aliran dalam lubang-
lubang kecil (Giles, 1984).
2.4.1 Fluida
Fluida adalah semua bahan yang cenderung berubah bentuknya walaupun
mengalami gaya luar yang sangat kecil (Soenoko dan Gunadiarta, 2009). Bila
berada dalam keseimbangan, fluida tidak dapat menahan gaya tangensial atau
gaya geser. Semua fluida memiliki suatu derajat kompresibilitas dan memberikan
tahanan kecil terhadap perubahan bentuk. Fluida dapat digolongkan ke dalam zat
cair atau zat gas. Perbedaan utama antara zat cair dan zat gas (Giles, 1984), yaitu:
1. Zat cair praktis tidak kompresibel, sedangkan zat gas kompresibel dan
seringkali harus diperlakukan demikian.
2. Zat cair mengisi volume tertentu dan mempunyai permukaan bebas sedangkan
zat gas dengan massa tertentu mengembang sampai mengisi seluruh bagian
wadah tempatnya.
2.4.2 Kerapatan (Density) Fluida
Kerapatan sebuah fluida didefinisikan sebagai massa fluida per satuan
volume. Kerapatan sebuah fluida dilambangkan dengan huruf Yunani ρ (rho) dan
digunakan untuk mengkarakteristikkan massa sebuah sistem fluida (Munson dkk.,
2006). Nilai kerapatan dapat bervariasi cukup besar diantara fluida yang berbeda
namun untuk zat-zat cair, variasi tekanan dan temperatur umumnya hanya
memberikan pengaruh kecil terhadap nilai ρ (Munson dkk., 2006). Rapat suatu zat
adalah massa dari volume suatu zat tersebut (Giles, 1984). Kerapatan dapat
dirumuskan, sebagai berikut:
ρ = vm
…..……..................................................................................... (2.14)
dengan keterangan rumus, sebagai berikut:
ρ = kerapatan [gram/cm3]
m = massa [gram]
v = volume [cm3]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-14
Bila kerapatan suatu benda lebih besar dari kerapatan air maka benda tersebut
tenggelam dalam air. Tetapi, bila kerapatannya lebih kecil maka benda tersebut
mengapung (Tipler, 1998).
2.4.3 Kekentalan (Viskositas) Fluida
Kekentalan (viskositas) suatu fluida adalah sifat yang menentukan besar
daya tahannya terhadap gaya geser (Giles, 1984). Kekentalan diakibatkan oleh
pengaruh antara molekul-molekul fluida. Kekentalan cairan berkurang dengan
bertambahnya temperatur tapi tidak dipengaruhi oleh perubahan tekanan. Giles
(1984), kekentalan kinematik berubah-ubah bersama tekanan secara berlawanan
karena rapat gas berubah bersama perubahan tekanan (temperatur tetap).
Nilai viskositas tergantung dari fluida tertentu, dan setiap fluida pula
viskositasnya tergantung pada temperatur. Fluida yang tegangan gesernya
berhubungan secara linier terhadap laju regangan geser sering disebut sebagai laju
deformasi angular dan digolongkan sebagai fluida Newtonian (dari Hukum I
Newton). Namun, kebanyakan fluida baik zat cair maupun zat gas adalah fluida
Newtonian (Munson dkk., 2003).
Fluida yang mengencer akibat geseran, viskositas nyatanya berkurang
dengan meningkatnya laju geseran, sehingga fluida tersebut semakin kuat
mengalami geseran (viskositasnya berkurang). Sedangkan fluida yang mengental
akibat geseran, viskositas nyatanya meningkat dengan peningkatan laju geseran
sehingga fluida semakin kuat mengalami geseran yang menyebabkan fluida
tersebut semakin kental (Munson dkk., 2003).
Viskositas bervariasi dari fluida yang satu ke fluida yang lain dan viskositas
bervariasi menurut temperatur untuk suatu jenis fluida tertentu. Viskositas dari zat
cair berkurang dengan kenaikan temperatur. Sementara untuk zat gas, peningkatan
temperatur menyebabkan peningkatan viskositas. Perbedaan dalam pengaruh
temperatur terhadap viskositas pada zat cair dan zat gas diakibatkan dari
perbedaan struktur molekulnya (Munson dkk., 2003). Molekul-molekul zat cair
jaraknya berdekatan dengan gaya kohesi yang kuat antara molekul dan hambatan
yang berhubungan dengan gaya antar molekul. Dengan meningkatnya temperatur,
gaya kohesi berkurang dan mengakibatkan berkurangnya hambatan terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-15
gerakan. Viskositas adalah indeks dari hambatan maka viskositas berkurang
dengan menaikkan temperatur (Munson dkk., 2003).
2.4.4 Tekanan Dalam Fluida
Tekanan adalah suatu karakteristik yang sangat penting dari medan fluida
(Munson dkk., 2006). Tekanan fluida dipancarkan dengan kekuatan yang sama ke
semua arah dan bekerja tegak lurus pada suatu bidang. Dalam bidang datar yang
sama kekuatan tekanan dalam suatu cairan sama. Tekanan dinyatakan dengan
gaya dibagi dengan luas (Giles, 1984) seperti persamaan 2.15.
p (N/m2 atau Pa) =dAdP
…………………….……...………………..…... (2.15)
2.4.5 Aliran Fluida Dalam Pipa
Aliran dari suatu fluida nyata lebih rumit dari aliran suatu fluida ideal.
Gaya geser antara partikel fluida dengan dinding batasnya dan antara partikel
fluida itu sendiri dihasilkan dari kekentalan fluida nyata. Ada dua jenis aliran
mantap dari fluida nyata aliran itu (Giles, 1984), sebagai berikut:
1. Aliran laminer,
Dalam aliran laminer partikel fluidanya bergerak di sepanjang lintasan-
lintasan lurus, sejajar dalam lapisan atau laminae. Besarnya kecepatan dari
laminae yang berdekatan tidak sama. Aliran laminer diatur oleh hukum yang
menghubungkan tegangan geser ke laju perubahan bentuk sudut, yaitu hasil
kali kekentalan fluida dan gradient kecepatan atau τ = µ dv/dy. Kekentalan
fluida dominan yang berguna untuk mencegah setiap kecenderungan menuju
kondisi-kondisi turbulen.
2. Aliran turbulen,
Dalam aliran turbulen partikel bergerak secara serampangan ke semua arah.
Tegangan geser untuk aliran turbulen dapat dinyatakan:
dydv
)( hmt += ................................................................................... (2.16)
h merupakan sebuah faktor yang tergantung pada kerapatan fluida dan
gerakan fluida. Faktor pertama (µ) menyatakan efek-efek dari gerakan
kekentalan dan faktor kedua (h ) menyatakan efek-efek dari gerakan turbulen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-16
2.5 KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka terdiri dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
terdahulu dan state of the art penelitian yang mendukung adanya penelitian ini.
2.5.1 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang mendasari perancangan konstruksi Temperature
Control System pada aliran fluida viscous di dalam pipa telah dilakukan oleh para
peneliti terdahulu. Permatasari (2010) meneliti tentang perancangan Temperature
Control System pada internal flow fluida viscous (Studi Kasus pada Perusahaan
Kecap dan Saus PT. Lombok Gandaria) yang memiliki masalah pada lintasan
produksi ketika mengalirkan kecap kental dari tangki ke filler machine (mesin
pengisi). Permasalahan menjadi lebih kompleks ketika temperatur melebihi titik
optimal yang menyebabkan timbulnya gelembung pada permukaan kecap.
Temperatur optimal tersebut pada kondisi 33°C-34°C. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rancangan Temperatur Control System dengan konsep
perpindahan panas secara konveksi pada sistem heat exchanger terpilih sebagai
alternatif rancangan terbaik. Temperatur Control System dipasang di pipa aliran
pada jarak 1,2 m sebelum filler machine (mesin pengisi). Perangkat ini terdiri dari
pemanas, fan, fins, dan rangkaian sistem kontrol yang digunakan untuk mencapai
stabilitas temperatur fluida viscous yang optimal. Keterkaitan antara penelitian
Permatasari (2010) dengan penelitian ini adalah sebagai acuan untuk merancang
prototipe Temperatur Control System tipe II.
Priscilla (2010) melakukan penelitian mengenai penentuan setting level
optimal parameter Temperature Control System (Studi Kasus pada Perusahaan
Kecap dan Saus PT. Lombok Gandaria) untuk menjaga kondisi aliran fluida
dalam temperatur yang stabil dan optimal. Teknik yang digunakan adalah teknik
full factorial experiment yang digunakan untuk mendapatkan lokasi pemasangan
sensor LM35 dan konsumsi energi yang optimal dari Temperatur Control System.
Hasil eksperimen yang dilakukan terhadap lokasi pemasangan sensor LM35
didapatkan setting level optimal pemasangan sensor pada jarak 3,7 cm yang
mampu menghasilkan kestabilan temperatur output pada range 33,5 ± 0,5°C
dengan tingkat keberhasilan 94,44%. Sedangkan optimasi konsumsi energi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-17
dicapai melalui pengaktifan seluruh pemanas dan pengaturan putaran kipas pada
kecepatan tinggi. Mempertimbangkan besarnya rata-rata selisih temperatur output
dan target yang dicapai dan hasil eksperimen konfirmasi konsumsi energi, maka
setting level optimal yang dihasilkan dapat dijadikan rekomendasi untuk instalasi
Temperatur Control System. Keterkaitan antara penelitian Priscilla (2010) dengan
penelitian ini adalah sebagai acuan dalam pemasangan sensor LM35.
Fuadi dan Harismah (2004) melakukan penelitian tentang pengaruh
pemasangan sirip terhadap jumlah panas yang dipindahkan pada alat penukar
panas anulus. Studi kasus pada penelitian ini adalah pada industri kimia.
Penelitian ini memodifikasi alat penukar panas jenis annulus dengan cara
memasang sirip pada permukaan pipa. Penelitian ini dapat meningkatkan transfer
panas sehingga mengurangi biaya pemakaian alat penukar panas serta dapat
menekan biaya operasi dan perawatan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa penambahan sirip yang dipasang pada pipa dapat meningkatkan
kemampuan transfer panas sekitar 11,5% setiap satu sirip. Keterkaitan antara
penelitian Fuadi dan Harismah (2004) dengan penelitian ini adalah memberikan
referensi bahwa penambahan sirip yang dipasang pada pipa dapat meningkatkan
kemampuan transfer panas.
Sunu (2008) melakukan penelitian tentang analisis perbandingan
pemasangan sirip pada pipa bergetar terhadap perpindahan panas. Penelitian ini
bertujuan mengetahui perbandingan pemasangan sirip pada pipa bergetar terhadap
perpindahan panas dan pipa tanpa sirip dan tanpa bergetar. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa sirip yang terpasang meningkatkan jumlah luasan panas pada
permukaan pipa. Penelitian ini memberikan referensi bahwa kecepatan aliran
fluida berpengaruh terhadap perpindahan panas dan pemasangan sirip pada
penukar kalor heat exchanger dapat mengefisienkan pemakaian energi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-18
2.5.2 State Of The Art (SOTA)
Pada dasarnya, target yang ingin dicapai oleh PT. Lombok Gandaria adalah
produk kecap yang diproduksi tanpa cacat dan produktivitas tinggi. Faktor yang
perlu diperhatikan untuk mencapai target tersebut adalah kondisi filler machine
(mesin pengisi), kualitas bahan baku, proses penyimpanan, proses pengaliran
kecap dari pipa ke filler, temperatur optimum dan kondisi botol. Namun, target
yang ingin dicapai oleh PT. Lombok Gandaria ini pada kenyataannya belum
berhasil.
Kondisi produksi pada PT. Lombok Gandaria menggambarkan ketika
temperatur keluaran kecap berada dibawah 33°C maka hasil produksi kecap
cenderung menurun dan tidak memenuhi target. Kendala dalam sistem aliran
fluida viscous di dalam pipa ini berdampak akhir pada penurunan tingkat
produktivitas kecap filler (Permatasari, 2010). Oleh sebab itu, Permatasari (2010)
merancang suatu alat yang berfungsi untuk menjaga kestabilan Temperatur
Control System yang diharapkan dapat menjaga kestabilan temperatur kecap
sehingga aliran dalam kecap lancar dengan tetap menjaga kualitas produk kecap.
Akan tetapi, desain konstruksi Temperatur Control System yang ada saat
ini belum optimum, sehingga dirancang tipe II untuk konstruksi Temperatur
Control System. Keterkaitan antara penelitian tipe I dan tipe II akan dijelasakan
secara detail dengan menggunakan SOTA pada gambar 2.13. Sedangkan target
yang ingin dicapai PT. Lombok Gandaria ditunjukkan pada gambar 2.12.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-19
Gambar 2.12 Target PT. Lombok Gandaria
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-20
State of the art (SOTA) merupakan pencapaian paling tinggi dari sebuah
proses pengembangan. State of the art pada penelitian ini menjelaskan keterkaitan
penelitian antara Temperatur Control System tipe I dengan Temperatur Control
System tipe II.
Gambar 2.13 menunjukkan state of the art penelitian Temperatur Control
System, sehingga dapat dilihat keterkaitan antara hubungan penelitian yang sedang
diteliti saat ini, yaitu pada Temperatur Control System tipe II dengan penelitian
yang sudah diteliti sebelumnya, yaitu pada Temperatur Control System tipe I.
Pada tipe I, penelitian dilakukan oleh Permatasari dan Priscilla (2010). Penelitian
ini membahas desain konstruksi, uji performansi dan desain kontrol dari
Temperatur Control System. Bagian-bagian tersebut saling berkaitan satu sama
lain.
Penelitian Temperatur Control System tipe II merupakan lanjutan dari
penelitian Temperatur Control System tipe I. Seperti halnya dengan penelitian
Temperatur Control System tipe I, pada penelitian Temperatur Control System
tipe II ini juga membahas tentang desain konstruksi, uji performansi dan desain
kontrol. Namun pada penelitian tipe II dibahas pula mengenai simulasi dan desain
optimasi yang bertujuan untuk memperoleh rekomendasi perbaikan alat
Temperatur Control System tipe III pada penelitian selanjutnya.
Fokus dari skripsi mengenai perancangan konstruksi temperature control
system pada aliran fluida viscous di dalam pipa adalah pada desain konstruksi dan
uji performansi untuk mengukur seberapa besar peningkatan kinerja alat berupa
pengujian kinerja sistem keseluruhan maupun pengujian sistem secara parsial. Hal
ini bertujuan supaya Temperature Control System dapat bekerja lebih efisien serta
diperoleh sistem yang lebih reliabel, khususnya jika perbaikan diarahkan pada
aspek fungsionalitas (functionality) dan kemampurawatannya (maintainability).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-21
Sedangkan untuk state of the art penelitian temperature control system internal flow fluida viscous ditunjukkan pada gambar 2.13.
Gambar 2.13 State Of The Art (SOTA) penelitian temperature control system
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-1
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini membahas identitas penelitian, kerangka pikir yang mendasari
adanya penelitian ini, dan metode yang digunakan dalam penelitian beserta
penjelasan setiap tahapannya.
3.1 IDENTITAS PENELITIAN
Penelitian yang akan dibahas pada skripsi ini adalah perancangan
konstruksi Temperature Control System pada aliran fluida viscous di dalam pipa.
Penelitian ini tidak dikerjakan dari awal tetapi lebih diarahkan untuk perbaikan
terhadap rancangan penelitian dari Permatasari (2010) yang berjudul perancangan
Temperature Control System pada internal flow fluida viscous. Oleh sebab itu,
penelitian ini disebut juga dengan penelitian Temperature Control System tipe II.
Penelitian ini merupakan perancangan produk dalam skala laboratorium yang
dilengkapi dengan pengujian.
Fokus dari penelitian Temperature Control System tipe II adalah pada
desain konstruksi dan uji performansi. Desain konstruksi membahas perbaikan
terhadap rancangan Temperature Control System tipe I yang masih dapat
disempurnakan, sedangkan uji performansi membahas pengujian kinerja sistem
keseluruhan maupun pengujian sistem secara parsial. Hasil dari penelitian adalah
Temperature Control System tipe II diharapkan dapat bekerja lebih efisien serta
diperoleh sistem yang lebih reliabel, khususnya dari sisi fungsionalitas
(functionality) dan kemampurawatannya (maintainability).
3.2 KERANGKA PIKIR
Kerangka pikir yang mendasari penelitian Temperature Control System tipe
II karena beberapa faktor yang terkait dengan kondisi rancangan Temperature
Control System tipe I, seperti case (pembungkus), inlet (saluran masuk udara),
throttle pada exhaust (katup saluran buang), isolasi panas, pipa untuk mengalirkan
fluida viscous, dan fin (sirip). Gambar 3.1 adalah model kerangka pikir yang
mendasari adanya penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-2
Gambar 3.1 Kerangka pikir penelitian
Input Process Output
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-3
Gambar 3.1 disimpulkan bahwa target yang dicapai pada penelitian
Temperature Control System tipe II adalah Temperature Control System yang
reliabel, khususnya jika perbaikan diarahkan pada aspek fungsionalitas
(functionality) dan kemampurawatannya (maintainability) sehingga Temperature
Control System dapat berfungsi dengan baik dalam kondisi dan jangka waktu
tertentu.
3.3 METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada perancangan konstruksi Temperature Control
System pada aliran fluida viscous di dalam pipa, sebagai berikut:
Gambar 3.2 Diagram alir metode penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-4
Gambar 3.2 Diagram alir metode penelitian (lanjutan)
Metode penelitian pada gambar 3.2 diuraikan dalam beberapa tahap dan
tiap tahapnya dijelaskan melalui langkah-langkah yang dilakukan. Uraian lebih
lengkap tiap tahapnya akan dijelaskan berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-5
3.3.1 TAHAP STUDI AWAL
Tahap studi awal merupakan tahap identifikasi masalah paling awal yang
digunakan dalam penelitian ini karena tahap ini sangat diperlukan untuk
mengetahui perlunya sebuah penelitian pada Temperature Control System tipe II.
Tahap studi awal dilakukan di Laboratorium Perencanaan dan Perancangan
Produk Teknik Industri UNS.
Tahap studi awal ini dimulai dengan observasi lapangan dan tinjauan
pustaka. Observasi lapangan dilakukan untuk mendapatkan data-data, informasi,
dan gambaran lebih lanjut mengenai kondisi rancangan awal Temperature Control
System tipe I. Observasi lapangan dilakukan dengan cara melihat secara langsung
(observasi langsung) kondisi alat Temperature Control System tipe I. Sedangkan
tinjauan pustaka dilakukan untuk memperkuat teori-teori yang berhubungan
dengan Temperature Control System tipe II yang didapat dari beberapa buku
ataupun jurnal penelitian yang terkait dengan heat exchanger, thermodinamika,
perpindahan panas pada sirip, dan mekanika fluida. Alat dan bahan yang
digunakan dalam tahap studi awal ini, sebagai berikut:
1. Prototipe Temperature Control System tipe I
a. Case (pembungkus)
b. Inlet (saluran masuk udara)
c. Exhaust (saluran pembuangan udara panas)
d. Isolasi panas
e. Pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap)
f. Fin (sirip)
g. Klem
h. Elemen pemanas
2. Drei
Langkah-langkah dalam tahap studi awal ini, sebagai berikut:
1. Mengurai komponen yang terdapat pada prototipe Temperature Control
System tipe I.
2. Menganalisis komponen dan sistem kerja yang menyusun Temperature
Control System tipe I.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-6
3.3.2 TAHAP PENGOLAHAN DATA
Tahap pengolahan data merupakan suatu tahapan untuk mendapatkan hasil
rancangan Temperature Control System tipe II pada aliran fluida viscous di dalam
pipa. Tahap pengolahan data dimulai dengan melakukan identifikasi
permasalahan pada Temperature Control System untuk mengetahui masalah-
masalah yang ada pada Temperature Control System. Tahap selanjutnya,
penentuan konsep rancangan, detail desain, bill of material dan estimasi biaya
yang kemudian digunakan untuk realisasi perbaikan desain.
A. Identifikasi dan Deskripsi Masalah
Identifikasi dan deskripsi masalah bertujuan untuk mengetahui masalah-
masalah yang ada pada Temperature Control System tipe I. Identifikasi dan
deskripsi masalah pada penelitian ini dilakukan dengan cara perhitungan waktu
yang diperlukan untuk melakukan proses pre-heating dan melihat serta
mengoperasikan Temperature Control System kemudian mengamati kelemahan-
kelemahan yang ada pada Temperature Control System. Langkah-langkah yang
dilakukan dalam tahap identifikasi dan deskripsi masalah ini, sebagai berikut:
1. Mengamati data waktu pre-heating yang digunakan untuk pengujian
Temperature Control System tipe I.
2. Melakukan perhitungan waktu teoritis yang seharusnya diperlukan untuk
proses pre-heating menggunakan rumus persamaan 2.1 sehingga diperoleh
rumus untuk menghitung waktu proses pre-heating, sebagai berikut:
tpre-heating = 60Px
Qtotal ……………………………………………………………….… (3.1)
3. Menganalisis dan mendeskripsikan permasalahan yang ada pada Temperature
Control System tipe I.
B. Konsep Rancangan
Konsep rancangan pada Temperature Control System tipe II digunakan
dengan metode study literatur dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
dan dari beberapa buku yang berkaitan dengan penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-7
Pada tahap penentuan konsep rancangan ini dapat diketahui bahwa dalam
merancang Temperature Control System tipe II diperlukan spesifikasi rancangan
yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan material-material yang
diharapkan dapat meningkatkan perpindahan panas. Langkah-langkah dalam
menentukan konsep rancangan, sebagai berikut:
1. Menguraikan kekurangan yang ada pada Temperature Control System tipe I.
2. Menguraikan kebutuhan perbaikan yang digunakan untuk merancang
konstruksi Temperature Control System tipe II.
3. Menentukan spesifikasi material sesuai dengan kebutuhan perbaikan
rancangan Temperature Control System tipe II.
4. Menentukan dan membuat konsep rancangan untuk Temperature Control
System tipe II.
C. Detail Desain
Apabila konsep rancangan untuk konstruksi Temperature Control System
tipe II sudah ditetapkan maka diperlukan detail desain untuk mengetahui
gambaran rancangan Temperature Control System tipe II. Detail desain ini berupa
gambar rancangan konstruksi Temperature Control System tipe II yang sudah
diberi dimensi. Data-data tersebut kemudian digunakan sebagai bahan acuan
dalam pembuatan prototipe Temperature Control System tipe II.
Alat dan bahan yang digunakan dalam penentuan detail desain ini berupa
software solidwork. Sedangkan langkah-langkah dalam penentuan detail desain
ini, sebagai berikut:
1. Mencari referensi untuk menentukan dimensi konstruksi yang akan dibuat.
2. Menentukan dimensi untuk konstruksi Temperature Control System tipe II.
3. Membuat gambaran rancangan konstruksi Temperature Control System tipe II
menggunakan software solidwork.
D. Bill of Material
Bill of material digunakan untuk menentukan komponen-komponen
penyusun Temperature Control System tipe II. Bill of material ditentukan dengan
menyusun komponen penyusun Temperature Control System tipe II berupa
material-material yang digunakan. Dengan adanya bill of material maka diketahui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-8
komponen utama dan komponen pendukung dari Temperature Control System
tipe II. Langkah-langkah dalam penentuan bill of material ini, sebagai berikut:
1. Mengurai material dan jumlah material yang akan digunakan untuk
merancang konstruksi Temperature Control System tipe II.
2. Mengelompokkan komponen-komponen penyusun Temperature Control
System tipe II berdasakan level sub-assembly (gambar 3.3) dengan keterangan,
sebagai berikut:
a. Level 0 = digunakan untuk pengisian produk yang akan dirancang.
b. Level 1 = digunakan untuk pengisian material yang menyusun produk
yang akan dirancang.
c. Level 2 = digunakan untuk pengisian komponen dari suatu material yang
menyusun produk.
Gambar 3.3 Bagan bill of material
E. Estimasi Biaya
Estimasi biaya digunakan untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan untuk
memperbaiki prototipe Temperature Control System tipe II. Estimasi biaya
ditentukan dari bill of material Temperature Control System tipe II. Dengan
adanya bill of material maka dapat diketahui estimasi biaya yang diperlukan
untuk perbaikan Temperature Control System tipe II. Langkah-langkah dalam
penentuan estimasi biaya, sebagai berikut:
1. Melakukan survey harga terhadap komponen dari suatu material berdasarkan
data bill of material yang digunakan untuk membuat konstruksi Temperature
Control System tipe II.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-9
2. Membuat daftar tabel kebutuhan, jumlah satuan dan harga per unit.
3. Menjumlahkan harga per unit masing-masing kebutuhan yang akan digunakan
untuk membuat Temperature Control System tipe II.
4. Setelah kebutuhan dijumlahkan maka total biaya rancangan untuk konstruksi
Temperature Control System tipe II dapat diketahui.
F. Realisasi Perbaikan Desain
Perbaikan rancangan desain Temperature Control System tipe I
direalisasikan dalam bentuk prototipe Temperature Control System tipe II pada
aliran fluida viscous di dalam pipa. Prototipe dibuat sesuai dengan gambar detail
desain yang ada pada Temperature Control System tipe II pada aliran fluida
viscous di dalam pipa.
Alat dan bahan yang digunakan dalam realisasi perbaikan desain
Temperature Control System tipe II, yaitu:
1. Plat tembaga (50 cm x 100 cm)
2. Plat alumunium (120 cm x 100 cm)
3. Elemen pemanas
4. Multiguard
5. Engsel piano stainless
6. Thermal pasta
7. Lem Araldite standart
8. Lem Araldite rapid
9. Serat fiber
10. Gasket RTV Silicone Tipe 650
11. Kertas pack
12. Resin
13. Katalis
14. Lem isarplast
15. Sock 2,5 dim
16. Klem
17. Amplas 150 cw
18. Amplas 400 cw
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-10
19. Kuas
20. Perekat
Langkah yang dilakukan dalam realisasi perbaikan desain, sebagai berikut:
1. Melakukan perbaikan terhadap case Temperature Control System tipe II
berupa pengamplasan, penggantian isolasi panas, dan pemasangan engsel pada
case.
2. Meratakan pipa yang digunakan untuk mengalirkan fluida viscous (kecap).
3. Membuat desain throttle pada saluran pembuangan udara panas (exhaust) dan
memasang throttle pada case.
4. Membuat desain sirip dan memasang sirip pada pipa besi.
5. Memasang elemen pemanas pada inlet.
6. Memasang pipa besi yang sudah diberi sirip pada case.
7. Menutup case dan memberi gasket supaya case dapat menutup dengan rapat.
8. Memasang klem pada case luar.
G. Uji Performansi
Uji performansi dilakukan untuk mengetahui performansi dari Temperature
Control System tipe II. Uji performansi Temperature Control System tipe II ini
terdiri dari dua, yaitu pengujian kinerja sistem keseluruhan maupun pengujian
sistem secara parsial. Uji performansi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
membandingkan kinerja Temperature Control System apabila menggunakan sirip
dan throttle ditutup dengan menggunakan sirip dan throttle dibuka, serta kinerja
Temperature Control System apabila tanpa menggunakan sirip dan throttle dibuka
dengan throttle ditutup. Pembacaan output temperatur pada saat pengujian
dilakukan setiap 10 detik karena sebelum detik ke 10, temperatur yang dihasilkan
belum mengalami perubahan.
Alat dan bahan yang digunakan dalam uji performansi Temperature
Control System tipe II, yaitu:
1. Prototipe Temperature Control System tipe II
2. Larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC)
3. Ember penampung
4. Thermometer infrared
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-11
5. Pompa
Langkah-langkah dalam uji performansi ini adalah:
1. Menyiapkan larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) dan air.
2. Mencampur larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) dengan air
menggunakan perbandingan 10,55 gram larutan Carboxymethyl Cellulose
(CMC) dengan 1000 ml air untuk mendapatkan viskositas CMC sebesar 8,39
gr/cm s (viskositas kecap 8,555 gr/cm s) dan massa jenis CMC sebesar 1,08
gr/cm3 (massa jenis kecap 1,42 gr/cm3).
3. Memasukkan larutan yang sudah jadi ke dalam ember bak penampung
sebelum dialirkan kedalam Temperature Control System tipe II pada kondisi
menggunakan sirip dan throttle ditutup.
4. Menset-up controller pada Temperature Control System tipe II.
5. Melakukan proses pre-heating pada Temperature Control System tipe II.
6. Mengalirkan larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) kedalam ember
penampung input menggunakan pompa menuju Temperature Control System
tipe II.
7. Mengukur larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) pada saat dimasukkan ke
dalam Temperature Control System tipe II dan pada saat keluar dari
Temperature Control System tipe II dengan menggunakan thermometer
infrared.
8. Mencatat hasil pengujian hingga mendapatkan data yang dibutuhkan dengan
range waktu 10 detik.
9. Apabila data yang dibutuhkan sudah selesai didapatkan, maka melakukan
pengujian untuk mendapatkan data Temperature Control System apabila
menggunakan sirip dan throttle dibuka, Temperature Control System tanpa
menggunakan sirip dan throttle dibuka serta Temperature Control System
tanpa menggunakan sirip throttle ditutup.
3.3.3 ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Analisis data dilakukan dalam memperkuat hasil penelitian. Analisis yang
dilakukan meliputi analisis hasil rancangan dan analisis hasil pengujiannya.
Sedangkan interpretasi hasil merupakan gambaran hasil penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-12
3.3.4 KESIMPULAN DAN SARAN
Langkah terakhir adalah membuat kesimpulan dari hasil proses penelitian,
dimana sangat diharapkan bahwa kesimpulan tersebut dapat menjawab semua
tujuan dan manfaat yang ingin dicapai oleh peneliti. Selain itu akan diberikan
saran-saran yang terkait dengan pengembangan rancangan Temperature Control
System.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-1
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini akan diuraikan mengenai pengumpulan dan pengolahan data
yang digunakan dalam penelitian perancangan prototipe Temperature Control
System pada aliran fluida viscous di dalam pipa. Pengumpulan dan pengolahan
data ini meliputi identifikasi dan deskripsi permasalahan, kebutuhan perbaikan
rancangan, spesifikasi rancangan, bill of material, estimasi biaya, realisasi
perbaikan desain, pengujian hasil rancangan, dan penyempurnaan hasil rancangan.
Berikut akan diuraikan tahapan pengumpulan dan pengolahan data.
4.1 IDENTIFIKASI DAN DESKRIPSI PERMASALAHAN
Perancangan konstruksi merupakan kegiatan awal dari suatu rangkaian
kegiatan dalam proses pembuatan produk Temperature Control System pada
aliran fluida viscous di dalam pipa. Dalam hal ini, fungsi perancangan memainkan
peranan penting agar Temperature Control System yang dirancang diperoleh
sistem yang lebih reliabel. Kegiatan perancangan dimulai dengan
mengidentifikasi dan mendeskripsikan permasalahan yang ada pada Temperature
Control System kemudian dijabarkan dan disusun dengan spesifik.
Temperature Control System digunakan untuk mengatur temperatur aliran
kecap dalam pipa dengan udara panas yang dihembuskan guna menjaga kestabilan
temperatur kecap sehingga aliran dalam pipa lancar dengan tetap menjaga kualitas
produk kecap itu sendiri. Akan tetapi, desain konstruksi Temperature Control
System tipe I ini belum efisien karena dengan efisiensi sebesar 45% dan total daya
elemen pemanas 1600 watt masih memerlukan waktu 40 menit untuk proses pre-
heating, padahal kondisi aktual yang diperlukan untuk proses pre-heating di PT.
Lombok Gandaria hanya mencapai 10 - 20 menit. Seharusnya dengan total daya
elemen pemanas 1600 watt dan efisiensi 45%, waktu yang diperlukan untuk
melakukan proses pre-heating adalah 6 menit. Hal ini dapat ditunjukkan dengan
perhitungan, sebagai berikut (persamaan 2.2):
Q total = Qudara dalam kecap + Qsirip + Qpipa yang digunakan untuk mengalirkan fliuda viscous (kecap) +
Qudara dalam pipa + Qisolasi panas + Qklem
Dimana perhitungan dari Q total akan dijabarkan, sebagai berikut (persamaan 2.1):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-2
Qudara dalam kecap =
=
=
=
=
muc x Cuc x ΔT
(V x ρ) x Cuc x ΔT
((π x r2 x t) x ρ) x Cuc x ΔT
((3,14 x (0,03 m)2 x 0,8 m) x 1,225 kg/m3) x 1,012 J/kg K x
75 K
0,21 J
Qsirip =
=
=
=
=
Msirip x Csirip x ΔT
(V x ρ) x Csirip x ΔT
((p x l x t) x ρ) x Csirip x ΔT
((0,2 m x 0,1 m x 0,00015 m) x 2698 kg/m3) x 900 J/kg K x
75 K
546,34 J
Qpipa =
=
=
=
=
mpipa x Cpipa x ΔT
(V x ρ) x Cpipa x ΔT
((π x r2 x t) x ρ) x Cpipa x ΔT
((3,14 x (0,03 m)2 x 0,8 m) x 7873 kg/m3) x 448 J/kg K x 75 K
598055,75 J
Qudara dalam pipa =
=
=
=
=
mup x Cup x ΔT
((Vcase – Vpipa untuk mengalirkan fluida viscous) x ρ) x Cup x ΔT
((π x r2 x tcase - π x r2 x tpipa) x ρ) x Cup x ΔT
(((3,14 x (0,08 m)2 x 0,8 m) - (3,14 x (0,03 m)2 x 0,8 m)) x
1,225 kg/m3) x 1,012 J/kg K x 75 K
1,28 J
Q isolasi panas =
=
=
=
=
misolasi panas x Cisolasi panas x ΔT
(V x ρ) x Cisolasi panas x ΔT
((p x l x t) x ρ) x Cisolasi panas x ΔT
((0,8 m x 0,132 m x 0,000025 m) x 2698 kg/m3) x 900 J/kg K x
75 K
480,78 J
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-3
Qklem =
=
=
=
=
mklem x Cklem x ΔT
(V x ρ) x Cklem x ΔT
((π x r2 x t) x ρ) x Cklem x ΔT
((3,14 x (0,03 m)2 x 0,01 m) x 7873 kg/m3) x 448 J/kg K x
75 K
7475,70 J
Sehingga,
Q total = Qudara dalam kecap + Qsirip + Qpipa yang digunakan untuk mengalirkan fliuda viscous (kecap) +
Qudara dalam pipa + Qisolasi panas + Qklem
= 0,21 J + 546,34 J +598055,75 J + 1,28 J + 480,78 J +7475,70 J
= 606560,06 J
Jika Q total = 606560,06 J, maka waktu yang diperlukan untuk proses pre-heating
adalah:
tpre-heating = menitxPx
Qtotal 660160006,606560
60==
Setelah dilakukan observasi dan analisa lebih lanjut Temperature Control
System tipe I juga mempunyai beberapa permasalahan pada rancangannya.
Bahkan, ketika Temperature Control System dioperasikan, panas masih keluar
dari sistem. Gambar 4.1 merupakan Temperature Control System tipe I.
Gambar 4.1 Temperature control system tipe I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-4
Permasalahan yang ada pada Temperature Control System tipe I, sebagai
berikut:
1. Case (pembungkus),
Fungsi dari case adalah sebagai elemen pembungkus. Case pada
Temperature Control System tipe I terbuat dari material pipa paralon (PVC) yang
dilapisi dengan serat fiber dan aluminium foil. Kekurangan yang terdapat dalam
case adalah masih terdapat banyak celah diantara case bagian atas dan case
bagian bawah ketika case tersebut ditutup. Selain itu, pada bagian sisi ujung di
kedua pipa tidak rapi karena pipa paralon yang dijadikan sebagai tempat untuk
meletakkan pipa besi tidak sesuai dengan ukuran diameter pipa besi sehingga
banyak diberi perekat untuk menutup celah yang ada pada sisi ujung supaya case
rapat. Case yang digunakan untuk elemen pembungkus pada Temperature Control
System tipe I ditunjukkan pada gambar 4.2.
Gambar 4.2 Case temperature control system tipe I
Case pada Temperature Control System tipe I juga diberi perapat sehingga
pada saat ditutup tidak terdapat kebocoran, namun kenyataannya masih terdapat
kebocoran pada sistem. Hal ini dikarenakan pemberian perapat yang tidak rata.
Selain itu Temperature Control System juga dilengkapi dengan engsel yang
berfungsi sebagai pengunci case supaya case tertutup dengan rapat. Tipe engsel
yang digunakan untuk pengunci Temperature Control System tipe I adalah engsel
kecil yang biasanya dipakai untuk engsel pintu dan hanya dipasang 2 engsel pada
Celah pada case
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-5
sisi ujung sehingga pada bagian tengah sisi case kurang rapat. Hal ini
menyebabkan case tidak dapat menutup rapat dan terjadi kebocoran pada sistem.
2. Inlet (saluran masuk udara),
Inlet merupakan saluran masuknya udara panas. Pada inlet ini terdapat
elemen pemanas dan blower. Elemen pemanas berfungsi untuk mengalirkan panas
ke sistem, sedangkan blower berfungsi sebagai pendingin sistem. Kekurangan
yang ada pada inlet Temperature Control System tipe I adalah pada bagian inlet
dilapisi isolasi panas berupa kertas anti panas yang tipis sehingga pada waktu
Temperature Control System dioperasikan, inlet mudah meleleh akibat panas yang
dihasilkan dari elemen pemanas tinggi. Selain itu pemasangan kertas anti panas
juga tidak rapi karena kertas anti panas tidak direkatkan dengan inlet. Gambar 4.3
merupakan gambar inlet pada Temperature Control System tipe I.
Gambar 4.3 Inlet pada temperature control system tipe I
3. Exhaust (saluran pembuangan udara panas),
Exhaust (saluran pembuangan udara panas) pada Temperature Control
System tipe I telah dimodifikasi dengan throttle (katup lubang pembuangan).
Material yang digunakan terbuat dari pipa paralon yang dilapisi dengan
aluminium foil. Kekurangan yang ada pada exhaust (saluran pembuangan udara
panas) ini adalah throttle belum dapat diatur dengan akurat. Sehingga pada waktu
throttle membuka, throttle tidak dapat membuka sempurna dan pada waktu
Isolasi panas tipis dan tidak rapi
Fan Isolasi panas
Tempat elemen pemanas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-6
throttle menutup, throttle tidak dapat menutup dengan rapat. Gambar 4.4
merupakan exhaust (saluran pembuangan udara panas).
Gambar 4.4 Throttle pada exhaust
4. Isolasi panas case,
Isolasi panas yang terdapat pada rancangan Temperature Control System
tipe I terbuat dari serat fiber dan aluminium foil. Kekurangan yang terdapat pada
isolasi panas Temperature Control System tipe I adalah serat fiber yang digunakan
untuk pelapis sangat tipis dan pada bagian yang dilapisi dengan aluminium foil
banyak permukaan yang robek. Selain itu pemasangan isolasi panas juga tidak
rapi. Gambar 4.5 merupakan gambar isolasi panas Temperature Control System
tipe I.
Gambar 4.5 Isolasi panas temperature control system tipe I
Isolasi panas tipis, mudah robek dan tidak rapi
Throttle belum bisa diatur akurat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-7
5. Pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap),
Pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap) digunakan untuk memasang
sirip serta mengalirkan fluida viscous (kecap) dengan udara panas yang dihasilkan
dari sirip. Kekurangan yang ada pada pipa untuk mengalirkan fluida viscous
(kecap) adalah permukaannya kasar sehingga apabila sirip dipasang pada pipa,
kontak yang terjadi antara pipa dengan sirip tidak sempurna. Gambar 4.6
merupakan gambar pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap) pada
Temperature Control System tipe I.
Gambar 4.6 Pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap)
6. Fin (sirip),
Fin (sirip) digunakan untuk menghasilkan udara panas. Sirip yang
digunakan pada Temperature Control System tipe I menggunakan sirip tipe
annular. Kekurangan yang terdapat pada sirip Temperature Control System tipe I
adalah terbuat dari plat aluminium tipis berukuran 0,15 mm yang menyebabkan
sirip mudah bengkok dan mudah patah. Selain itu, pada pemasangannya masih
terdapat celah antara pipa dengan sirip (kontak yang terjadi tidak sempurna)
sehingga belum dapat meningkatkan perpindahan panas secara optimum.
Permukaannya kasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-8
Gambar 4.7 merupakan sirip Temperature Control System tipe I.
Gambar 4.7 Sirip temperature control system tipe I
7. Klem pada sirip,
Klem digunakan untuk pengunci pada sirip. Desain klem tersebut pada
dasarnya sudah sesuai dengan kriteria perancangan yang diinginkan. Namun klem
yang digunakan pada Temperatur Control System tipe I mempunyai spesifikasi
mudah berkarat (Gambar 4.8).
Gambar 4.8 Klem temperature control system tipe I
8. Klem yang digunakan untuk case luar,
Klem yang digunakan untuk case luar digunakan untuk mengunci case
dengan rapat sehingga tidak terdapat kebocoran sistem pada case. Kekurangan
Terdapat celah antara sirip dan pipa serta terbuat dari plat aluminium
Klem mudah berkarat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-9
yang terdapat pada klem yang digunakan untuk case luar adalah terlalu tebal dan
kaku serta tidak fleksibel sehingga apabila digunakan untuk mengunci tidak dapat
menutup dengan rapat.
Gambar 4.9 Klem pada case luar
9. Elemen pemanas,
Kekurangan yang terdapat pada elemen pemanas Temperatur Control
System tipe I adalah dengan konsumsi daya 1600 watt yang terdapat pada elemen
pemanas ternyata belum dapat mencukupi energi pemanasannya karena panas
yang dihasilkan dari elemen pemanas hanya diawal. Gambar 4.10 adalah gambar
elemen pemanas yang digunakan pada Temperature Control System tipe I.
Gambar 4.10 Elemen pemanas
Lilitan-lilitan kawat dengan daya 1600 watt
yang energi pemanasannya belum
optimal
Klem yang digunakan untuk case luar tebal
dan kaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-10
4.2 KEBUTUHAN PERBAIKAN RANCANGAN
Rancangan Temperature Control System pada aliran fluida viscous di dalam
pipa tipe I masih terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu perlu adanya
perbaikan rancangan dengan harapan sistem pada Temperature Control System
lebih reliabel. Berikut adalah tabel kekurangan dan perbaikan rancangan yang ada
pada Temperature Control System pada aliran fluida viscous di dalam pipa.
Tabel 4.1 Kekurangan dan perbaikan desain temperature control system pada aliran fluida viscous di dalam pipa
No Item/komponen Kekurangan Perbaikan rancangan 1
Case (pembungkus)
• Terdapat kebocoran sistem pada case karena case tidak dapat menutup rapat.
• Case pada bagian atas dan bagian bawah diamplas supaya rata, serta pada permukaan case diberi kertas pack dan resin dengan tujuan supaya case dapat menutup dengan rapat.
• Pemasangan pipa paralon yang dijadikan sebagai tempat untuk meletakkan pipa besi tidak sesuai dengan ukuran diameter pipa besi.
• Mengganti pipa paralon yang dijadikan sebagai tempat untuk meletakkan pipa besi dengan ukuran yang sesuai dengan diameter pipa besi.
• Perapat yang digunakan untuk merapatkan case tidak rata, kurang rapi dan tidak rapat.
• Memberi perapat pada case dengan rata. Selain itu mengganti dari silicone rubber menjadi gasket karena gasket mampu tahan panas hingga mencapai kondisi 3430C.
• Engsel yang digunakan tidak dapat mengunci case dengan rapat karena hanya berupa 2 engsel pendek yang dipasang pada bagian tepi atau sisi ujung case.
• Mengganti engsel yang digunakan dengan tipe engsel yang mempunyai dimensi panjang sama seperti dimensi panjang case sehingga case tidak bocor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-11
Lanjutan Tabel 4.1 Kekurangan dan perbaikan desain temperature control system pada aliran fluida viscous di dalam pipa
No Item/komponen Kekurangan Perbaikan rancangan
2 Inlet (saluran masuk udara)
Inlet mudah meleleh pada saat Temperature Control System dioperasikan karena isolasi panas yang terdapat dalam inlet hanya berupa kertas panas yang tipis.
Mengganti isolasi panas pada inlet dengan isolasi panas yang lebih baik, yaitu aluminium 0,3 mm.
3 Exhaust (saluran pembuangan udara panas)
Isolasi panas terbuat dari aluminium foil yang tipis serta throttle yang ada pada exhaust (saluran pembuangan udara panas) tidak dapat menutup sempurna.
Mengganti isolasi panas yang berupa aluminium foil menjadi aluminium dengan ketebalan 1 mm. Selain itu mengganti model throttle yang ada sehingga throttle dapat menutup dengan rapat dan membuka dengan sempurna.
4 Isolasi panas case
• Serat fiber yang digunakan sebagai pelapis tipis.
• Menambah serat fiber yang digunakan sebagai pelapis case.
• Pada case dilapisi dengan alumunium foil yang tipis sehingga banyak permukaan isolasi panas pada case yang robek.
• Isolasi panas yang terbuat dari aluminium foil diganti dengan isolasi panas yang terbuat dari aluminium 0,3 mm supaya isolasi tidak mudah robek.
5 Pipa yang digunakan untuk untuk mengalirkan fluida viscous (kecap)
Permukaan pipa kasar sehingga apabila sirip dipasang pada pipa, kontak yang terjadi tidak sempurna.
Perlu adanya proses pengamplasan pada pipa supaya kontak yang terjadi sempurna.
6
Fin (sirip)
• Terbuat dari plat alumunium dengan ketebalan 0,15 mm sehingga tipis dan mudah patah.
• Material aluminium dengan ketebalan 0,15 mm diganti menjadi tembaga dengan ketebalan 0,5 mm karena tembaga mempunyai konduktivitas termal yang lebih tinggi daripada aluminium.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-12
Lanjutan Tabel 4.1 Kekurangan dan perbaikan desain temperature control system pada aliran fluida viscous di dalam pipa
No Item/komponen Kekurangan Perbaikan rancangan
• Pemasangan pada pipa kurang rapat.
• Sebelum sirip dipasang pada pipa maka sirip diluruskan dahulu supaya pemasangannya pada pipa mudah dan tidak terdapat celah.
7 Klem Klem mudah berkarat. Material untuk klem diganti dengan klem yang tidak mudah berkarat yang dilapisi dengan stainless steel.
8 Klem yang digunakan untuk case luar
Klem yang digunakan untuk case luar kurang fleksibel. Selain itu case pada Temperature Control System tidak dapat menutup sempurna.
Klem luar pada case diganti dengan perekat yang lebih fleksibel supaya case pada Temperature Control System dapat menutup dengan rapat.
9 Elemen pemanas
• Panas belum maksimal dengan daya yang digunakan 1600 watt. Terbukti dari adanya proses pre-heating yang mencapai 40 menit untuk mendapatkan temperatur output pada range 33°C-34°C.
• Elemen pemanas dengan total daya 1600 watt diganti dengan elemen pemanas yang mempunyai daya lebih kecil tetapi dapat menghasilkan panas yang efisien sehingga proses pre-heating cepat.
Tabel 4.1 mentransformasikan kekurangan yang terdapat pada komponen-
komponen Temperature Control System serta kebutuhan yang diperlukan untuk
perbaikan perancangan konstruksi Temperature Control System. Dari kekurangan-
kekurangan yang ada maka perlu adanya perancangan konstruksi yang diharapkan
dapat meningkatkan efektivitas perpindahan panas dari Temperature Control
System. Perancangan ini dinamakan perancangan konstruksi Temperature Control
System tipe II pada aliran fluida viscous di dalam pipa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-13
4.3 SPESIFIKASI RANCANGAN
Spesifikasi rancangan digunakan untuk mengetahui secara detail
komponen-komponen yang digunakan untuk merancang ulang konstruksi
Temperature Control System. Spesifikasi rancangan yang digunakan pada
Temperature Control System tipe II, sebagai berikut:
1. Case (pembungkus),
Konsep rancangan
Konsep rancangan yang terdapat pada case Temperature Control System tipe
II pada aliran fluida viscous di dalam pipa adalah mencegah adanya kebocoran
sistem pada case akibat potongan yang tidak rapi dan tidak presisi sehingga
waktu pemanasan lebih efektif. Hal ini dikarenakan pada rancangan
Temperature Control System tipe I masih terdapat kebocoran akibat case
bagian atas dan bagian bawah tidak dapat menutup rapat. Oleh sebab itu, case
pada Temperature Control System tipe II dirancang supaya bagian atas dan
bagian bawah case dapat menutup dengan rapat dan tidak terdapat celah
sehingga diharapkan pemanasannya lebih efisien karena tidak ada panas yang
keluar dari sistem. Hal ini dilakukan dengan cara penambahan kertas pack
pada case bagian atas dan bawah dengan tujuan supaya case bagian atas dan
bawah rata, serta penambahan resin dengan tipe Unsaturated Polyester Resin
(UPRs) 15 BTQN karena resin jenis ini memiliki ketahanan panas mencapai
110-1400°C. Selain itu, pemasangan pipa paralon yang dijadikan sebagai
tempat untuk meletakkan pipa besi diganti dengan ukuran diameter pipa
paralon yang sesuai dengan ukuran pipa besi. Penggantian bagian sisi ujung
case ini diharapkan supaya panas tidak keluar melalui celah yang ada pada
bagian sisi ujung case akibat diameter yang tidak sesuai dengan pipa besi.
Namun, rancangan case pada Temperature Control System tipe II pada
dasarnya sama dengan case Temperature Control System tipe I jika dilihat dari
dimensi, material yang digunakan maupun bentuk desainnya.
Dimensi
Dimensi yang digunakan untuk perancangan case Temperature Control
System tipe II tidak berubah dari penelitian Temperature Control System tipe I,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-14
yaitu mempunyai panjang dimensi 800 mm. Dimensi dari case tidak berubah
karena dimensi case yang ada pada Temperature Control System tipe I telah
disesuaikan dengan layout produksi kecap filler tempat alat Temperature
Control System ini diletakkan. Oleh sebab itu, tidak ada perubahan pada
dimensi Temperature Control System tipe II. Menurut Permatasari (2010)
dimensi yang terdapat pada Temperature Control System diperoleh dari
perhitungan kecepatan aliran kecap dikalikan dengan waktu pemanasan yang
tersedia. Perhitungan dimensi Temperature Control System, sebagai berikut:
Waktu pengisian kecap ke botol = 45,09 s
Volume pada setengah fase = 12 botol
Volume botol kecap = 0,625 liter
Jari-jari pipa penampang = 0,30375 dm
Sehingga,
a. Rata-rata pengisian setengah fase:
09,4521´ s 545,22= s
Volume yang dikeluarkan pada setengah fase:
12 x 0,625 liter = 7,5 liter
Luas pipa penampang untuk mengalirkan fluida viscous:
π x r2 = 3,14 x (0,30375 dm)2 = 0,289 dm2
Debit kecap:
fasesetengahpengisianratarata
fasesetengahvolume
-= 3327,0
545,225,7
= liter/s
Kecepatan aliran kecap:
1512,1289,0
3327,0==v dm/s = 115,12 mm/s
Sehingga kecepatan alir kecap 115,12 mm/s
b. Waktu pemanasan yang tersedia adalah 7,5 s.
Diperoleh dari waktu rata-rata yang diperlukan untuk menaikkan
temperatur kecap sebesar 10°C adalah 15 s. Waktu rata-rata sebesar 10°C
didapat dari eksperimen pengukuran temperatur kecap, yaitu walaupun
temperatur awal setiap larutan berbeda tetapi perlakuan yang diberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-15
sama-sama dapat menghasilkan perkiraan waktu (s) yang diperlukan untuk
meningkatkan temperatur pada 10°C. Sedangkan 15 s didapat dari
eksperimen temperatur awal air panas sebesar 90°C pada selisih kenaikan
temperatur kecap 10°C. Temperatur output kecap yang diinginkan adalah
34°C dan temperatur awal kecap rata-rata berkisar 29°C. Sehingga
kenaikan temperatur yang diperlukan ± 5°C.
Jadi, waktu pemanasan yang diperlukan untuk menaikkan kecap sebesar
5°C adalah 15105´ s = 7,5 s
c. Panjang case:
= kecepatan aliran x waktu pemanasan yang tersedia
= 115,12 mm/s x 7,5 s
= 863,4 mm ≈ 800 mm
Pembulatan dari bilangan panjang case adalah kebawah karena lantai
produksi pada filler produksi yang akan digunakan untuk memasang
Temperature Control System sangat sempit sehingga apabila panjang case
dibulatkan keatas maka tempat yang digunakan untuk memasang
Temperature Control System belum tentu sesuai dengan panjang case yang
ada.
Gambar 4.11 merupakan gambar teknik dimensi rancangan case pada
Temperature Control System tipe II.
(a)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-16
(b)
(c)
Gambar 4.11 Rancangan case temperature control system tipe II (a) tampak atas, (b) tampak depan, dan (c) tampak samping
Sedangkan gambar 4.12 menunjukkan gambar teknik case pada Temperature
Control System tipe II.
Gambar 4.12 Case temperature control system tipe II
Material
Material yang digunakan untuk case pada Temperature Control System tipe II
sama dengan material yang digunakan untuk pembuatan Temperature Control
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-17
System tipe I yaitu terbuat dari pipa PVC karena tidak ada perubahan terhadap
bentuk rancangan case. Hal ini dikarenakan pipa PVC mempunyai isolasi
listrik yang baik dan daya rekat yang baik dengan logam. Selain itu pipa PVC
mempunyai sifat baik dalam tahanan terhadap panas, air, minyak, bahan kimia
dan abrasi, serta sulit terdegradasi dengan meningkatnya temperatur. Selain
itu, pipa PVC mempunyai sifat yang ringan, kekuatan tinggi, dan reaktivitas
rendah sehingga apabila material yang digunakan untuk case diganti maka
biaya yang dikeluarkan mahal. Namun pipa PVC mempunyai kelemahan
seperti pemasangannya yang membutuhkan banyak sambungan dan masih
rentan bocor. Material yang digunakan untuk pembuatan case dapat
ditunjukkan pada gambar 4.13.
Gambar 4.13 Pipa PVC sebagai material case
Perapat
Perapat yang digunakan untuk case pada Temperature Control System tipe II
berbeda dengan yang digunakan pada Temperature Control System tipe I.
Pada tipe I perapat yang digunakan menggunakan silicone rubber, sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-18
untuk tipe II menggunakan gasket RTV silicone tipe 650 karena apabila
dibandingkan dengan silicone rubber, gasket tipe ini mampu tahan panas
mencapai 343oC. Gambar 4.14 merupakan gambar gasket yang digunakan
untuk perapat case pada Temperature Control System tipe II.
Gambar 4.14 Gasket RTV silicone tipe 650
Engsel
Tipe engsel yang digunakan pada Temperature Control System tipe I adalah
engsel kecil dengan dimensi seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.15.
Gambar 4.15 Engsel temperature control system tipe I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-19
Akan tetapi tipe engsel seperti pada gambar 4.15 apabila digunakan untuk
pengunci Temperature Control System belum efektif karena terlalu kecil
digunakan sebagai pengunci dan pada case yang ada hanya dipasang 2 engsel
pada sisi ujung sehingga pada bagian tengah sisi case kurang rapat. Oleh
sebab itu, engsel pada Temperature Control System tipe II ini diganti dengan
engsel piano stainless yang mempunyai dimensi lebih panjang (Gambar 4.16).
Penggantian engsel ini diharapkan case Temperature Control System tipe II
dapat menutup dengan rapat karena dimensi engsel yang mempunyai panjang
sesuai dengan dimensi panjang case.
Gambar 4.16 Dimensi engsel temperature control system tipe II
Sedangkan gambar 4.17 menunjukkan gambar teknik engsel pada
Temperature Control System tipe II.
Gambar 4.17 Engsel temperature control system tipe II
2. Inlet (saluran masuk udara),
Konsep rancangan
Konsep rancangan yang terdapat pada inlet Temperature Control System tipe
II adalah tidak mudah meleleh ketika sistem dijalankan akibat panas yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-20
dihasilkan dari elemen pemanas. Jumlah penempatan inlet pada Temperature
Control System dibuat empat dengan posisi menyebar karena pada prinsipnya
panas yang ada pada heat exchanger tidak terkonsentrasi pada satu titik saja.
Rancangan inlet pada Temperature Control System tipe II pada dasarnya sama
dengan inlet Temperature Control System tipe I jika dilihat dari material yang
digunakan, dimensi maupun bentuk desainnya.
Dimensi
Dimensi inlet yang digunakan pada Temperature Control System tipe II sama
dengan Temperature Control System tipe I. Hal ini terjadi karena dimensi case
yang ada pada Temperature Control System tipe I telah disesuaikan dengan
layout produksi kecap filler tempat alat Temperature Control System ini
diletakkan sehingga dimensi case pada Temperature Control System tipe II
sama dengan Temperature Control System tipe I (Gambar 4.18).
Gambar 4.18 Dimensi inlet pada temperature control system tipe II
Sedangkan gambar 4.19 menunjukkan gambar teknik inlet pada Temperature
Control System tipe II.
Gambar 4.19 Inlet pada temperature control system tipe II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-21
Material
Seperti halnya dengan case, material yang digunakan untuk inlet pada
Temperature Control System tipe II sama dengan Temperature Control System
tipe I terbuat dari pipa PVC karena pipa PVC mempunyai sifat baik dalam
tahanan terhadap panas, air, minyak, bahan kimia dan abrasi, serta sukar
terdegradasi dengan meningkatnya temperatur.
Isolasi panas pada inlet
Isolasi panas pada inlet Temperature Control System tipe II berbeda dengan
isolasi panas inlet yang digunakan pada Temperature Control System tipe I.
Hal ini dikarenakan isolasi panas yang digunakan pada Temperature Control
System tipe I hanya menggunakan kertas anti panas yang tipis, sehingga inlet
yang ada mudah meleleh akibat panas dari sistem pada saat Temperature
Control System dijalankan. Oleh karena itu, isolasi panas yang digunakan pada
Temperature Control System tipe II diganti dengan menggunakan aluminium
0,3 mm (Gambar 4.20). Pemilihan material isolasi panas berupa aluminium
dikarenakan aluminium mempunyai sifat tahan panas yang tinggi atau
cenderung melepas panas dari pada kertas anti panas yang tipis. Selain itu,
aluminium 0,3 mm lebih tebal jika dibandingkan dengan kertas anti panas.
Adanya penggantian material ini diharapkan inlet tidak mudah meleleh akibat
panas yang dihasilkan dari sistem.
Gambar 4.20 Aluminium 0,3 mm sebagai isolasi panas pada inlet temperature control system tipe II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-22
Pemberian isolasi panas berupa aluminium 0,3 mm ke inlet ini menggunakan
lem araldite rapid warna merah karena lem araldite rapid warna merah
mempunyai dua epoxy adhesive yang mempunyai performansi tinggi untuk
merekatkan dan cepat kering. Selain itu, lem araldite juga mempunyai kualitas
tahan air, tahan minyak dan tahan kimia. Waktu pengesetan untuk lem araldite
tipe ini adalah 5 menit. Lem araldite rapid ditunjukkan pada gambar 4.21.
Gambar 4.21 Lem araldite rapid
3. Exhaust (saluran pembuangan udara panas),
Konsep rancangan
Konsep rancangan yang terdapat pada exhaust (saluran pembuangan udara
panas) Temperature Control System tipe II adalah sebagai saluran
pembuangan udara dari sistem apabila temperatur melebihi kondisi yang
dicapai, yaitu antara 33°C-34°C. Saluran pembuangan udara panas (exhaust)
berada pada sisi yang berlawanan dengan inlet. Rancangan saluran
pembuangan udara panas (exhaust) pada Temperature Control System tipe II
dimodifikasi supaya throttle (katup lubang pembuangan) dapat diatur secara
akurat, yaitu apabila throttle membuka maka dapat membuka sempurna dan
pada waktu throttle menutup maka throttle dapat menutup dengan rapat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-23
Gambar 4.22 adalah gambar throttle pada Temperature Control System tipe II.
Gambar 4.22 Rancangan throttle
Dimensi
Dimensi exhaust (saluran pembuangan udara panas) yang digunakan pada
Temperature Control System tipe II sama dengan exhaust (saluran
pembuangan udara panas) Temperature Control System tipe I. Hal ini karena
case yang digunakan untuk Temperature Control System tipe II sama dengan
case Temperature Control System tipe II. Namun, pada Temperature Control
System tipe II, rancangan saluran pembuangan udara panas (exhaust) terdapat
sedikit modifikasi yang digunakan untuk throttle (katup lubang pembuangan).
Dimensi throttle pada Temperature Control System tipe II dapat ditunjukkan
pada gambar 4.23.
Gambar 4.23 Dimensi throttle
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-24
Sedangkan gambar 4.24 menunjukkan gambar teknik throttle yang sudah
dirakit dengan Temperature Control System tipe II.
Gambar 4.24 Throttle pada temperature control system tipe II
Material
Material yang digunakan untuk exhaust (saluran pembuangan udara panas)
pada Temperature Control System tipe II sama dengan Temperature Control
System tipe I, yaitu terbuat dari pipa PVC. Namun, material yang digunakan
untuk throttle (katup lubang pembuangan) berbeda. Pada Temperature
Control System tipe I terbuat dari aluminium 0,15 mm, sedangkan pada tipe II
terbuat dari aluminium 1 mm. Penggantian ketebalan pada material throttle ini
karena semakin tebal ukuran ketebalan maka throttle semakin kuat, tidak
mudah rusak dan terbakar akibat panas yang dikeluarkan dari sistem.
Isolasi panas pada exhaust
Isolasi panas yang digunakan untuk saluran pembuangan udara panas pada
Temperature Control System tipe II berbeda dengan Temperature Control
System tipe I. Pada Temperature Control System tipe I, saluran pembuangan
udara panas hanya dilapisi dengan kertas anti panas. Namun, pada
Temperature Control System tipe II ini dilapisi dengan aluminium 0,3 mm
(Gambar 4.25). Penggantian material serta ketebalan pada isolasi panas ini
karena aluminium 0,3 mm mempunyai sifat tahan panas yang tinggi atau
cenderung melepas panas daripada kertas anti panas sehingga diharapkan
exhaust tidak mudah meleleh akibat panas yang dihasilkan dari sistem. Seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-25
halnya pada inlet, untuk merekatkan isolasi panas pada exhaust juga
digunakan lem araldite warna merah.
Gambar 4.25 Aluminium 0,3 mm sebagai isolasi panas pada exhaust temperature control system tipe II
4. Isolasi panas case,
Material
Material yang digunakan untuk isolasi panas pada Temperature Control
System tipe II berbeda dengan Temperature Control System tipe I. Isolasi
panas pada case Temperature Control System tipe I terbuat dari serat fiber dan
aluminium foil. Sedangkan pada Temperature Control System tipe II ini,
isolasi panas terbuat dari serat fiber dan aluminium dengan ketebalan 0,3 mm.
Hal ini terjadi karena serat fiber dan alumunium 0,3 mm mempunyai sifat
tahan panas yang tinggi daripada aluminium foil sehingga diharapkan case
Temperature Control System tipe II dapat menyerap panas dari sistem yang
dihasilkan. Gambar 4.26 adalah isolasi panas yang digunakan pada case
Temperature Control System tipe II.
(a)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-26
(b)
Gambar 4.26 Isolasi panas yang digunakan pada temperature control system tipe II (a) serat fiber, (b) aluminium 0,3 mm
Pemberian isolasi panas berupa serat fiber dan aluminium 0,3 mm pada case
ini menggunakan lem araldite standart warna biru karena lem araldite standart
warna biru mempunyai dua epoxy adhesive yang mempunyai performansi
tinggi untuk merekatkan. Selain itu lem araldite juga mempunyai kualitas
tahan air, tahan minyak dan tahan kimia. Waktu pengesetan untuk lem araldite
tipe ini adalah 90 menit. Lem araldite standart ditunjukkan pada gambar 4.27.
Gambar 4.27 Lem araldite standart
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-27
5. Pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap),
Konsep rancangan
Konsep rancangan yang terdapat pada pipa adalah mengalirkan fluida viscous
(kecap) dengan udara panas yang dihembuskan diantara pipa kecap dan
selubungnya. Pipa pada rancangan Temperature Control System tipe I
mempunyai permukaan yang kasar sehingga apabila sirip dipasang pada pipa,
kontak yang terjadi tidak sempurna. Oleh karena itu, pipa yang berfungsi
untuk mengalirkan fluida tersebut perlu diamplas permukaannya hingga
benar-benar rata. Amplas yang digunakan untuk meratakan pipa ini
menggunakan amril 150 cw dan 400 cw (ditunjukkan pada gambar 4.28).
Semakin kecil ukuran amril, maka permukaan amril semakin kasar. Ukuran
amril yang digunakan adalah 150 cw terlebih dahulu karena kondisi pipa
sangat kasar sehingga untuk meratakannya dipilih amril dengan ukuran yang
kasar. Setelah sedikit halus digunakan amril dengan ukuran 400 cw.
(a)
(b)
Gambar 4.28 Amril (a) 150 cw, (b) 400 cw
Dimensi
Dimensi pipa yang digunakan untuk mengalirkan fluida viscous (kecap) pada
Temperature Control System tipe II sama dengan Temperature Control System
tipe I. Hal ini dikarenakan case dan pipa yang digunakan untuk mengalirkan
fluida viscous (kecap) pada Temperature Control System tipe II sama dengan
Temperature Control System tipe I.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-28
Material
Material yang digunakan untuk pipa mengalirkan fluida viscous (kecap) tipe II
sama dengan Temperature Control System tipe I, yaitu terbuat dari pipa besi.
6. Fin (sirip),
Konsep rancangan
Konsep rancangan yang terdapat pada sirip Temperature Control System tipe
II bertujuan untuk meningkatkan efisiensi panas pada Temperature Control
System. Rancangan sirip pada Temperature Control System tipe II pada
dasarnya sama dengan sirip Temperature Control System tipe I jika dilihat dari
bentuk desainnya, yaitu berbentuk sirip segi empat. Pemilihan desain sirip ini
disesuaikan dengan rancangan casenya. Sirip pada Temperature Control
System tipe II ini dirancang dengan 10 sirip yang masing-masing memiliki 2
buah sisi sehingga Temperature Control System mempunyai total sirip
sebanyak 20 buah. Sirip tersebut direkatkan pada pipa dengan lapisan thermal
paste dan klem. Jumlah fase putaran udara dalam satu sirip = 3 fase. Besarnya
sudut yang terbentuk pada masing-masing sirip, sebagai berikut:
Besar sudut =
=
=
=
360° ÷ (jumlah fase x jumlah sirip)
360° ÷ (3 x 20)
360° ÷ 60
6°
Sehingga pembentukan sudut oleh sirip pada sumbu vertikal adalah 6°.
Gambar 4.29 Tiga fase putaran udara
Fase 2
Fase 1
Fase 3
Fase 2
Fase 1
Fase 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-29
Perbedaan sirip Temperature Control System tipe II dengan Temperature
Control System tipe I terletak pada dimensi dan material yang digunakan.
Dimensi
Dimensi yang digunakan untuk perancangan sirip pada Temperature Control
System tipe II ini berbeda dengan penelitian Temperature Control System tipe
I. Pada Temperature Control System tipe II ini tidak diberi allowance pada
panjang penampang karena terdapat penambahan dimensi pada case akibat
penambahan isolasi panas. Dimensi sirip yang digunakan pada temperature
control system tipe II adalah sebagai berikut:
Panjang penampang =
=
=
=
=
=
keliling pipa
π . d
3,14 . 60,75 mm
190,755 mm
190 mm
0,19 m
Dengan panjang penampang 190 mm maka dapat dibagi dalam 18 sirip kecil
dengan lebar masing-masing 10,556 mm.
Lebar bagian yang menempel pada pipa besi 20 mm disesuaikan dengan lebar
klem 12,5 mm.
Lebar penampang =
=
=
=
(2 x panjang sirip) + lebar bagian yang
menempel
(2 x 37 mm) + 20 mm
74 mm + 20 mm
Panjang sirip
=
=
=
=
=
=
=
Disesuaikan dengan ketersediaan ruang
Jari-jari dalam case – jari-jari pipa besi
70 mm – 30,375 mm
39,625 mm
39 mm – allowance
39 mm – 2 mm
37 mm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-30
=
=
94 mm
0,094 m
Gambar 4.30 menunjukkan gambar penampang dan dimensi dari sirip pada
rancangan Temperature Control System tipe II.
Gambar 4.30 Rancangan penampang sirip
Sedangkan gambar 4.31 menunjukkan gambar teknik pada sirip Temperature
Control System tipe II.
Gambar 4.31 Sirip pada temperature control system tipe II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-31
Untuk perhitungan efisiensi sirip, sebagai berikut:
Panjang pipa bagian bersirip = 0,8 m
Diameter silinder/pipa = 0,06 m
Jari-jari silinder = 0,03 m
Panjang sirip kecil = 0,037 m
L + t/2 = 0,037 m + 0,00025 m
= 0,03725 m
r2 = jari-jari sirip + silinder
= 0,03 m + 0,03 m
= 0,06 m
Jumlah sirip = 20 buah
Tebal sirip = 0,0005 m
r2c = r2 +t/2
= 0,06 m + 0,00025 m
= 0,06025 m
Koefisien konveksi udara = 50 W/m2
Konduktivitas termal tembaga = 401 W/m.K pada temperatur
350K
Efisiensi :
Luas permukaan sirip (persamaan 2.6):
Pipa yang tidak tertutup sirip (persamaan 2.7):
Aw =
=
=
=
=
2 π r1 (H - Nt)
2 π 0,03 (0,8 – (0,02 x 10))
0,06 π (0,8 – 0,2)
0,06 π (0,6)
0,113 m2
Af =
=
=
=
2 π (r22c – r2
1)
2 π [(0,06025) 2 – (0,03)2]
2 π (2,730 x 10-3)
0,017 m2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-32
Luas permukaan total (persamaan 2.8):
At =
=
=
=
NAf + 2 π r1
((36 x 10) 0,025)) + 2 π 0,03
(9) + 0,1884
9,1884 m2
Luas permukaan extended (persamaan 2.9):
Ap =
=
=
Lc x t
0,03725 m x 0,0005 m
1,8625 x 10-5 m2
Efisiensi (persamaan 2.10):
η = Lc3/2 (h/kAp)1/2
= (0,03725)3/2 (50 / 401 x 1,8625 x 10-5) 1/2
= 7,189 x 10-3 (81,821)
= 0,588 à 82 %
Perpindahan panas (persamaan 2.13):
qt =
=
=
=
hAt [1 – t
f
A
NA(1- η)] θb
50 x 9,1884 [1 – 9,1884
0,017 . 10) x (36(1-0,82 )] (100 K - 34 K)
459,42 [0,880] 66
26.686,44 W
qw =
=
=
=
h ( 2 π r1 H ) θb
50 ( 2 . π . 0,03. 0,8 )(100 K - 34 K)
50 x 0,15072 x 66
497,376 W
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-33
Δq =
=
=
qt - qw
26.686,44 W - 497,376 W
26.189,06 W
Material
Material yang digunakan untuk pembuatan sirip pada Temperature Control
System tipe I berbeda dengan Temperature Control System tipe II. Pada
Temperature Control System tipe I menggunakan aluminium 0,15 mm. Tetapi,
pada Temperature Control System tipe II ini menggunakan material tembaga
0,5 mm. Penggantian material pada Temperature Control System tipe II ini
karena tembaga mempunyai konduktivitas termal yang cukup baik
dibandingkan dengan aluminium sehingga diharapkan panas yang dihasilkan
akan lebih besar jika dibandingkan dengan aluminium. Tembaga mempunyai
konduktivitas termal 401 W/m K, sedangkan aluminium mempunyai
konduktivitas termal 237 W/m K. Penggantian ukuran ketebalan material sirip
adalah karena dengan ketebalan 0,15 mm pada Temperature Control System
tipe I mudah patah sehingga pada Temperature Control System tipe II
ketebalan sirip diganti dengan ukuran 0,5 mm dengan tujuan supaya sirip tidak
mudah patah.
7. Klem,
Konsep rancangan
Klem pada Temperature Control System berfungsi sebagai pengunci sirip pada
saat sirip dipasang dibagian pipa yang digunakan untuk mengalirkan fluida
viscous. Konsep rancangan yang terdapat pada klem ini adalah mengunci
bagian tengah yang berfungsi sebagai belt pada sirip Temperature Control
System tipe II.
Dimensi klem
Dimensi yang digunakan untuk perancangan klem ini tidak berubah dari
penelitian temperature control system tipe I, yaitu mempunyai diameter 60
mm. Dimensi klem tidak berubah karena dimensi pipa yang digunakan untuk
mengalirkan fluida viscous (kecap) yang menempel pada case tidak berubah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-34
Klem ditunjukkan pada gambar 4.32.
Gambar 4.32 Klem pada temperature control system tipe II
Material
Material yang digunakan pada klem yang ada pada Temperature Control
System tipe I adalah terbuat dari besi yang menyebabkan klem mudah
berkarat. Oleh sebab itu, pada Temperature Control System tipe II
menggunakan material dari stainless steel dengan tujuan supaya klem tidak
mudah berkarat.
8. Klem yang digunakan untuk case luar,
Konsep rancangan
Konsep rancangan klem yang terdapat pada Temperature Control System tipe
II berbeda dengan klem pada Temperature Control System tipe I. Pada
Temperature Control System tipe I menggunakan klem yang terbuat dari pipa
PVC yang besar dan tidak fleksibel (ditunjukkan pada gambar 4.33),
sedangkan pada Temperature Control System tipe II menggunakan perekat.
Penggantian material ini dikarenakan perekat mempunyai sifat lebih fleksibel,
tipis, dan kecil sehingga case dapat tertutup rapat.
Gambar 4.33 Klem luar pada temperature control system tipe I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-35
Material
Material yang digunakan pada klem yang digunakan untuk case luar
Temperature Control System tipe I adalah terbuat dari pipa PVC yang sangat
tebal dan tidak fleksibel. Oleh sebab itu, pada Temperature Control System
tipe II menggunakan material yang lebih fleksibel yang terbuat dari kain
(perekat) dengan tujuan dapat menyesuaikan kondisi case sehingga case dapat
tertutup dengan rapat.
9. Elemen pemanas,
Konsep rancangan
Konsep rancangan yang terdapat pada elemen pemanas adalah mengalirkan
panas pada Temperature Control System. Elemen pemanas yang terdapat pada
Temperature Control System tipe II berbeda dengan yang terdapat pada
Temperature Control System tipe I. Pada Temperature Control System tipe I,
panas yang dihasilkan belum maksimal dengan daya yang digunakan 1600
watt sehingga pada Temperature Control System tipe II elemen pemanas
diganti dengan elemen pemanas yang mempunyai daya lebih kecil tetapi dapat
menghasilkan panas yang efisien. Elemen pemanas Temperature Control
System tipe II ditunjukkan dengan gambar 4.34.
Gambar 4.34 Elemen pemanas pada temperature control system tipe II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-36
Dimensi elemen pemanas
Dimensi yang digunakan untuk elemen pemanas Temperature Control System
tipe II ini sama dengan Temperature Control System tipe I. Namun berbeda
pada total daya. Hal ini dikarenakan dimensi inlet yang terdapat pada case
tidak mengalami perubahan. Untuk menentukan daya pada Temperature
Control System tipe II, maka terlebih dahulu menentukan nilai kapasitas kalor
fluida total. Berikut adalah uraian perhitungan kapasitor kalor total fluida
(persamaan 2.2).
Q total = Qudara dalam kecap + Qsirip + Qpipa yang digunakan untuk mengalirkan fliuda viscous
(kecap) + Qudara dalam pipa + Qisolasi panas + Qklem
Perhitungan dari Q total dijabarkan sebagai berikut (persamaan 2.1),
Qudara dalam kecap =
=
=
=
=
muc x Cuc x ΔT
(V x ρ) x Cuc x ΔT
((π x r2 x t) x ρ) x Cuc x ΔT
((3,14 x (0,03 m)2 x 0,8 m) x 1,225 kg/m3) x 1,012 J/kg K x
75 K
0,21 J
Qsirip =
=
=
=
=
Msirip x Csirip x ΔT
(V x ρ) x Csirip x ΔT
((p x l x t) x ρ) x Csirip x ΔT
((0,2 m x 0,1 m x 0,0005 m) x 8933 kg/m3) x 385 J/kg K x
75 K
2579, 40 J
Qpipa =
=
=
=
=
mpipa x Cpipa x ΔT
(V x ρ) x Cpipa x ΔT
((π x r2 x t) x ρ) x Cpipa x ΔT
((3,14 x (0,03 m)2 x 0,8 m) x 7873 kg/m3) x 448 J/kg K x
75 K
598055,75 J
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-37
Qudara dalam pipa =
=
=
=
=
mup x Cup x ΔT
((Vcase – Vpipa untuk mengalirkan fluida viscous) x ρ) x Cup x ΔT
((π x r2 x tcase - π x r2 x tpipa) x ρ) x Cup x ΔT
(((3,14 x (0,08 m)2 x 0,8 m) - (3,14 x (0,03 m)2 x 0,8
m)) x 1,225 kg/m3) x 1,012 J/kg K x 75 K
1,28 J
Q isolasi panas =
=
=
=
=
misolasi panas x Cisolasi panas x ΔT
(V x ρ) x Cisolasi panas x ΔT
((p x l x t) x ρ) x Cisolasi panas x ΔT
((0,8 m x 0,132 m x 0,0003 m) x 2698 kg/m3) x 900
J/kg K x 75 K
5769,40 J
Qklem =
=
=
=
=
mklem x Cklem x ΔT
(V x ρ) x Cklem x ΔT
((π x r2 x t) x ρ) x Cklem x ΔT
((3,14 x (0,03 m)2 x 0,01 m) x 7873 kg/m3) x 448 J/kg K
x 75 K
7475,70 J
Sehingga,
Q total = Qudara dalam kecap + Qsirip + Qpipa yang digunakan untuk mengalirkan fliuda viscous (kecap)
+ Qudara dalam pipa + Qisolasi panas + Qklem
= 0,21 J + 2579, 40 J +598055,75 J + 1,28 J + 5769,40 J +
7475,70 J
= 613881,74 J
Jika Q total = 613881,74 J dan waktu yang diperlukan untuk proses pre-heating
di PT. Lombok Gandaria mencapai 10-20 menit, maka daya elemen pemanas
yang digunakan, sebagai berikut:
tW
=P , W = Q
60 x 20J 613881,74
=P = 511,56 watt ≈ 600 watt
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-38
Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa sistem sebenarnya hanya
membutuhkan daya 600 watt untuk elemen pemanas, apabila terdapat empat
titik pemanas pada alat maka dibutuhkan elemen pemanas masing-masing
sebesar 150 watt. Namun di pasaran, elemen pemanas yang berhasil
ditemukan paling kecil adalah 350 watt. Sehingga jika terdapat empat titik
pemanas pada alat, maka dibutuhkan elemen pemanas dengan total daya 1400
watt. Berikut adalah spesifikasi yang terdapat pada elemen pemanas:
Daya = 1400 watt
Tegangan = 220-240 volt
Dimensi = panjang 80 mm, diameter 54 mm
Fan
Konsep rancangan yang terdapat pada fan adalah berbentuk aksial karena fan
dengan bentuk aksial dapat menghasilkan flow yang lebih besar dibanding
dengan tipe sentrifugal. Fan yang terdapat pada Temperature Control System
tipe II sama dengan yang terdapat pada Temperature Control System tipe I.
Hal ini dikarenakan case serta inlet yang digunakan pada Temperature
Control System tipe II sama dengan Temperature Control Sistem tipe I.
Dimensi yang digunakan untuk fan Temperature Control System tipe II ini
memiliki dimensi yang sama dengan Temperature Control System tipe I.
Berikut adalah spesifikasi yang terdapat pada fan:
Diameter luar elemen pemanas : 54 mm
Ketebalan dudukan elemen : 0,015 mm
Gambar 4.35 Fan yang digunakan temperature control system tipe II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-39
4.4 BILL OF MATERIAL
Bill of material merupakan suatu diagram yang menggambarkan material yang digunakan untuk membuat suatu produk termasuk
bahan-bahan pelengkapnya. Bill of material untuk pembuatan prototipe Temperature Control System tipe II, sebagai berikut:
Gambar 4.36 Bill of material temperature control system
Level 2
Level 0
Level 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-40
4.5 ESTIMASI BIAYA
Estimasi biaya yang digunakan untuk pembuatan prototipe temperature
control system tipe II, yaitu:
Tabel 4.2 Estimasi biaya temperature control system
No Komponen Biaya Harga/unit Jumlah Satuan Biaya
1 Plat tembaga (50
cm x 100 cm) Rp 250,000.00 1 buah Rp 250,000.00
2 Plat alumunium
(120 cm x 100 cm) Rp 55,000.00 1 buah Rp 55,000.00
3 Elemen pemanas Rp 85,000.00 4 buah Rp 340,000.00
4 Multiguard Rp 35,000.00 1 buah Rp 35,000.00
5 Engsel piano
stainless Rp 15,000.00 3.6 meter Rp 54,000.00
6 Thermal pasta Rp 15,000.00 1 buah Rp 15,000.00
7 Lem Araldite
standart Rp 15,000.00 4 buah Rp 60,000.00
8 Lem Araldite rapid Rp 20,000.00 4 buah Rp 80,000.00
9 Serat fiber Rp 5,000.00 5 buah Rp 25,000.00
10 Gasket RTV
Silicone Tipe 650 Rp 20,000.00 1 buah Rp 20,000.00
11 Kertas pack Rp 15,000.00 1 buah Rp 15,000.00
12 Resin Rp 30,000.00 1 kg Rp 30,000.00
13 Katalis Rp 5,000.00 1 ons Rp 5,000.00
14 Lem isarplast Rp 7,000.00 2 buah Rp 14,000.00
15 Sock 2,5 dim Rp 8,000.00 4 buah Rp 32,000.00
16 Klem Rp 3,000.00 15 buah Rp 45,000.00
17 Amplas 150 cw Rp 3,000.00 1 buah Rp 3,000.00
18 Amplas 400 cw Rp 7,000.00 1 buah Rp 7,000.00
19 Kuas Rp 5,000.00 3 buah Rp 15,000.00
20 Perekat Rp 10,000.00 2 meter Rp 20,000.00
Total Biaya Rp 1,120,000.00
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-41
4.6 REALISASI PERBAIKAN DESAIN
Realisasi perbaikan desain dalam perancangan konstruksi Temperature
Control System pada aliran fluida viscous di dalam pipa tipe II adalah dengan
memperbaiki prototipe Temperature Control System tipe I sesuai dengan detail
desain yang telah ditentukan. Tahapan dalam melakukan perbaikan prototipe
Temperature Control System tipe II, yaitu:
1. Memperbaiki case Temperature Control System,
a. Mengamplas case bagian atas dan bawah dengan menggunakan amril yang
mempunyai tingkat kekasaran 150 cw dan 400 cw.
Gambar 4.37 Hasil case yang sudah diamplas
b. Memberi kertas pack dan resin UPRs 15 BQTN pada case bagian atas dan
case bagian bawah dengan tujuan supaya case rata sehingga case dapat
menutup rapat.
Gambar 4.38 Case yang sudah diberi kertas pack dan resin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-42
c. Memasang sock berdiameter 2 dim pada sisi ujung (pipa paralon) yang
terdapat pada case sebagai tempat penyangga pipa besi untuk mengalirkan
fluida viscous.
Gambar 4.39 Sock pada case
d. Menambah isolasi panas pada bagian case dengan menggunakan serat
fiber.
Gambar 4.40 Serat fiber pada case
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-43
e. Memberi multiguard pada case yang telah dilapisi serat fiber dengan
tujuan supaya serat fiber dapat menyatu dan tidak terdapat celah.
Gambar 4.41 Serat fiber berlapis multiguard pada case
f. Memberi isolasi panas berupa aluminium dengan ketebalan 0,3 mm pada
case yang sudah diberi serat fiber dan multiguard. Aluminium foil ini
direkatkan dengan serat fiber yang sudah diberi multiguard menggunakan
lem araldite standart.
Gambar 4.42 Isolasi panas berupa aluminium 0,3 mm pada case
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-44
g. Memasang isolasi panas berupa aluminium 0,3 mm pada inlet
Temperature Control System menggunakan lem araldite rapid.
Gambar 4.43 Isolasi panas berupa aluminium 0,3 mm pada inlet
h. Memasang isolasi panas berupa aluminium 0,3 mm pada exhaust
Temperature Control System menggunakan lem araldite rapid.
Gambar 4.44 Isolasi panas berupa aluminium 0,3 mm pada exhaust
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-45
i. Memasang engsel pada case menggunakan lem araldite rapid.
Gambar 4.45 Engsel pada case
2. Meratakan pipa yang digunakan untuk untuk mengalirkan fluida viscous
(kecap) menggunakan amril 150 cw dan 450 cw.
Gambar 4.46 Pipa yang sudah diamril
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-46
3. Memasang throttle pada case.
Gambar 4.47 Case yang sudah dipasang throttle
4. Memasang sirip pada pipa besi,
a. Mempersiapkan dan mengukur tembaga sebagai material yang digunakan
untuk membuat sirip sesuai dimensi yang telah ditentukan kemudian
memotong plat tembaga.
Gambar 4.48 Plat tembaga yang sudah dipotong
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-47
b. Meratakan/meluruskan tembaga yang sudah dipotong supaya diperoleh
permukaan sirip yang lurus.
Gambar 4.49 Plat tembaga yang diluruskan
c. Membentuk plat tembaga yang sudah dipotongi menjadi sirip supaya
kontak yang terbentuk dengan pipa sempurna dan tidak terdapat celah.
Setelah itu melapisi sirip yang menempel pada pipa dengan menggunakan
termal paste.
Gambar 4.50 Sirip yang diberi termal paste
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-48
d. Memasang sirip pada pipa besi dan menguncinya dengan menggunakan
klem.
Gambar 4.51 Sirip yang dipasang pada pipa
e. Membentuk sirip pada sudut 6°.
Gambar 4.52 Sudut 6° pada sirip
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-49
5. Memasang elemen pemanas pada inlet.
Gambar 4.53 Elemen pemanas dimasukkan pada inlet
6. Memasang pipa besi yang sudah diberi sirip pada case.
Gambar 4.54 Pipa besi dimasukkan pada case
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-50
7. Menutup case dan memberi gasket RTV silicone tipe 650 supaya case dapat
menutup dengan rapat.
Gambar 4.55 Gasket pada case
8. Memasang klem pada case luar.
Gambar 4.56 Klem pada case luar
4.7 PENGUJIAN HASIL RANCANGAN
Pengujian hasil rancangan pada prototipe Temperature Control System
dilakukan sesuai dengan simulasi terhadap cara kerja yang disesuaikan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-51
sistem transportasi kecap dari tangki menuju mesin filler. Sedangkan larutan yang
digunakan untuk menggantikan posisi kecap dalam eksperimen menggunakan
larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) karena larutan Carboxymethyl Cellulose
(CMC) memiliki nilai kekentalan mendekati kecap, yaitu sebesar 8,39 gr/cm s.
Gambar 4.57 merupakan rangkaian sistem pengujian alat.
Gambar 4.57 Rangkaian sistem pengujian alat
Spesifikasi kondisi percobaan, sebagai berikut:
a. Temperatur awal larutan CMC adalah 28°C.
b. Debit aliran CMC disesuaikan dengan debit kecap di PT. Lombok Gandaria,
yaitu 0,3327 liter/s.
c. Pre-heating dilakukan selama 20 menit sesuai kondisi di PT. Lombok
Gandaria.
d. Elemen pemanas di setting pada level pemanasan tinggi.
e. Permukaan pipa galvanis yang tidak tertutup Temperature Control System
dibungkus dengan lateks sebagai isolator yang berfungsi untuk meminimalkan
kalor yang terbuang karena pengaruh faktor lingkungan.
Sedangkan cara kerja Temperature Control System, sebagai berikut:
a. Fluida dari bak penampung fluida dipompa menuju bak penampung input.
b. Fluida mengalir dari bak penampung input menuju ke Temperature Control
System melewati pipa besi.
c. Fluida di dalam Temperature Control System mendapatkan treatment yang
menyebabkan temperaturnya meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-52
d. Fluida keluar dari Temperature Control System melewati kran menuju bak
penampung output.
Pengujian hasil rancangan pada prototipe Temperature Control System ini
terdiri dari pengujian kinerja sistem keseluruhan maupun pengujian sistem secara
parsial. Pengujian kinerja sistem keseluruhan berupa pengujian pada prototipe
Temperature Control System dimana prototipe dikondisikan pada keadaan
sempurna, yaitu terdapat sirip dengan throttle ditutup. Sedangkan pengujian
sistem secara parsial terdiri dari 3 pengujian, yaitu:
a. Pada kondisi prototipe menggunakan sirip namun throttle dibuka
b. Pada kondisi tanpa menggunakan sirip dengan throttle ditutup
c. Pada kondisi tanpa menggunakan sirip dengan throttle dibuka
Sebelum dilakukan pengujian, maka dilakukan proses pre-heating yang
berguna untuk mempersiapkan alat agar berfungsi dengan baik saat produksi
dimulai. Pengujian untuk proses pre-heating ada dua, yaitu pre-heating ketika
kondisi Temperature Control System menggunakan sirip dengan pre-heating
kondisi Temperature Control System tanpa menggunakan sirip. Pre-heating
menggunakan sirip digunakan sebelum melakukan pengujian terhadap
Temperature Control System pada kondisi menggunakan sirip dengan throttle
ditutup dan pengujian pada kondisi menggunakan sirip dengan throttle dibuka.
Sedangkan pre-heating tanpa menggunakan sirip digunakan sebelum melakukan
pengujian terhadap Temperature Control System pada kondisi tanpa menggunakan
sirip dengan throttle ditutup dan pengujian pada kondisi tanpa menggunakan sirip
dengan throttle dibuka.
Titik yang menjadi tolak ukur untuk pengukuran proses pre-heating, baik
pada kondisi menggunakan sirip maupun pada kondisi tanpa menggunakan sirip
terdiri dari 7 titik, yaitu pada input, heater 1, heater 2, heater 3, heater 4, output,
dan exhaust.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-53
Berikut adalah hasil pengujian proses pre-heating:
Tabel 4.3 Pre-heating kondisi menggunakan sirip
Waktu (menit) 5 10 15 20Input 28.3 31.3 31.3 32.9Heater 1 29.4 30.3 30.6 31.6Heater 2 29.9 30.7 30.7 31.4Heater 3 38.5 40.2 45.9 49.3Heater 4 38.3 39.8 46.8 49.6Output 31.9 34.1 41.3 44.7Exhaust 42.3 47.6 50.3 54.5
Pre -heating menggunakan sirip
Dari ke-7 titik tolak ukur, maka temperatur tertinggi untuk pre-heating
pada kondisi menggunakan sirip adalah pada exhaust. Sedangkan kondisi pre-
heating tanpa menggunakan sirip, yaitu:
Tabel 4.4 Pre-heating kondisi tanpa menggunakan sirip
Waktu (menit) 5 10 15 20Input 29.8 31.8 32.6 33Heater 1 30.3 32.4 31.6 32.6Heater 2 30.7 32.6 32.3 32.6Heater 3 38.9 41 43.2 43Heater 4 39.2 41.3 43.5 43.3Output 30.8 33.5 36.5 37.1Exhaust 40.6 43.4 48.8 52.2
Pre -heating tanpa sirip
Temperatur tertinggi pada kondisi tanpa menggunakan sirip adalah pada
titik exhaust. Setelah dilakukan proses pre-heating selama 20 menit maka
pengujian alat dijalankan dengan menggunakan larutan CMC. Pengujian alat ini
berlangsung selama 1 jam, baik dalam kondisi menggunakan sirip ataupun dalam
kondisi tanpa menggunakan sirip.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-54
Data yang diperoleh dari pengujian menggunakan larutan CMC, yaitu:
a. Pengujian prototipe Temperature Control System dengan menggunakan sirip
dan throttle ditutup,
Tabel 4.5 Hasil pengujian Temperature Control System dengan menggunakan sirip dan throttle ditutup
Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C)0:00:10 32.5 0:10:20 33.3 0:20:30 33.3 0:30:40 33.4 0:40:50 33.3 0:51:00 33.30:00:20 32.4 0:10:30 33.4 0:20:40 33.5 0:30:50 33.4 0:41:00 33.3 0:51:10 33.40:00:30 32.3 0:10:40 33.4 0:20:50 33.4 0:31:00 33.5 0:41:10 33.3 0:51:20 33.30:00:40 32.5 0:10:50 33.3 0:21:00 33.4 0:31:10 33.7 0:41:20 33.4 0:51:30 33.30:00:50 32.7 0:11:00 33.3 0:21:10 33.4 0:31:20 33.7 0:41:30 33.1 0:51:40 33.30:01:00 32.8 0:11:10 33.2 0:21:20 33.4 0:31:30 33.8 0:41:40 33.3 0:51:50 33.30:01:10 33.1 0:11:20 33.1 0:21:30 33.4 0:31:40 33.8 0:41:50 33.2 0:52:00 33.30:01:20 33 0:11:30 33.2 0:21:40 33.4 0:31:50 33.7 0:42:00 33.3 0:52:10 33.30:01:30 33.2 0:11:40 33.4 0:21:50 33.1 0:32:00 33.7 0:42:10 33.3 0:52:20 33.20:01:40 33.1 0:11:50 33.1 0:22:00 33.1 0:32:10 33.6 0:42:20 33.3 0:52:30 33.20:01:50 33 0:12:00 33.2 0:22:10 33.2 0:32:20 33.8 0:42:30 33.3 0:52:40 33.20:02:00 33.2 0:12:10 33 0:22:20 33.2 0:32:30 33.5 0:42:40 33.3 0:52:50 33.20:02:10 33 0:12:20 33.2 0:22:30 33.2 0:32:40 33.5 0:42:50 33.3 0:53:00 33.30:02:20 33 0:12:30 33.3 0:22:40 33.3 0:32:50 33.5 0:43:00 33.2 0:53:10 33.30:02:30 33.1 0:12:40 33.4 0:22:50 33.3 0:33:00 33.5 0:43:10 33.1 0:53:20 33.20:02:40 33.2 0:12:50 33.4 0:23:00 33.3 0:33:10 33.5 0:43:20 33.1 0:53:30 33.20:02:50 33.1 0:13:00 33.3 0:23:10 33.3 0:33:20 33.5 0:43:30 33.1 0:53:40 33.30:03:00 33 0:13:10 33.3 0:23:20 33.3 0:33:30 33.4 0:43:40 33.1 0:53:50 33.30:03:10 33 0:13:20 33.3 0:23:30 33.4 0:33:40 33.4 0:43:50 33.1 0:54:00 33.40:03:20 33.1 0:13:30 33.3 0:23:40 33.5 0:33:50 33.3 0:44:00 33.1 0:54:10 33.30:03:30 33 0:13:40 33.4 0:23:50 33.3 0:34:00 33.3 0:44:10 33.2 0:54:20 33.30:03:40 33 0:13:50 33.3 0:24:00 33.3 0:34:10 33.3 0:44:20 33.2 0:54:30 33.20:03:50 33 0:14:00 33.3 0:24:10 33.3 0:34:20 33.3 0:44:30 33.2 0:54:40 33.20:04:00 33.1 0:14:10 33.4 0:24:20 33.5 0:34:30 33.3 0:44:40 33.1 0:54:50 33.20:04:10 33 0:14:20 33.3 0:24:30 33.3 0:34:40 33.3 0:44:50 33.3 0:55:00 33.20:04:20 33 0:14:30 33.3 0:24:40 33.3 0:34:50 33.3 0:45:00 33.3 0:55:10 33.30:04:30 33 0:14:40 33.3 0:24:50 33.3 0:35:00 33.2 0:45:10 33.3 0:55:20 33.30:04:40 33.1 0:14:50 33.3 0:25:00 33.4 0:35:10 33.2 0:45:20 33.3 0:55:30 33.30:04:50 33.3 0:15:00 33.3 0:25:10 33.5 0:35:20 33.2 0:45:30 33.3 0:55:40 33.30:05:00 33.3 0:15:10 33.3 0:25:20 33.5 0:35:30 33.3 0:45:40 33.3 0:55:50 33.30:05:10 33.2 0:15:20 33.3 0:25:30 33.5 0:35:40 33.2 0:45:50 33.4 0:56:00 33.10:05:20 33.1 0:15:30 33.3 0:25:40 33.5 0:35:50 33.2 0:46:00 33.4 0:56:10 33.30:05:30 33 0:15:40 33.3 0:25:50 33.4 0:36:00 33.2 0:46:10 33.4 0:56:20 33.40:05:40 33 0:15:50 33.3 0:26:00 33.3 0:36:10 33.2 0:46:20 33.3 0:56:30 33.30:05:50 33 0:16:00 33.3 0:26:10 33.3 0:36:20 33.1 0:46:30 33.5 0:56:40 33.30:06:00 33.2 0:16:10 33.3 0:26:20 33.4 0:36:30 33.3 0:46:40 33.3 0:56:50 33.20:06:10 33 0:16:20 33.3 0:26:30 33.3 0:36:40 33.3 0:46:50 33.3 0:57:00 33.30:06:20 33 0:16:30 33.3 0:26:40 33.2 0:36:50 33.3 0:47:00 33.3 0:57:10 33.30:06:30 33 0:16:40 33.4 0:26:50 33.3 0:37:00 33.3 0:47:10 33.5 0:57:20 33.30:06:40 33.2 0:16:50 33.3 0:27:00 33.3 0:37:10 33.3 0:47:20 33.3 0:57:30 33.40:06:50 33.1 0:17:00 33.3 0:27:10 33.3 0:37:20 33.3 0:47:30 33.3 0:57:40 33.30:07:00 33.1 0:17:10 33.3 0:27:20 33.4 0:37:30 33.3 0:47:40 33.3 0:57:50 33.30:07:10 33.2 0:17:20 33.4 0:27:30 33.4 0:37:40 33.3 0:47:50 33.3 0:58:00 33.30:07:20 33.1 0:17:30 33.5 0:27:40 33.4 0:37:50 33.4 0:48:00 33.3 0:58:10 33.30:07:30 33.2 0:17:40 33.3 0:27:50 33.3 0:38:00 33.3 0:48:10 33.3 0:58:20 33.30:07:40 33.3 0:17:50 33.3 0:28:00 33.3 0:38:10 33.3 0:48:20 33.3 0:58:30 33.50:07:50 33.3 0:18:00 33.5 0:28:10 33.3 0:38:20 33.3 0:48:30 33.3 0:58:40 33.30:08:00 33.5 0:18:10 33.3 0:28:20 33.3 0:38:30 33.4 0:48:40 33.4 0:58:50 33.20:08:10 33.4 0:18:20 33.4 0:28:30 33.3 0:38:40 33.4 0:48:50 33.4 0:59:00 33.40:08:20 33.5 0:18:30 33.3 0:28:40 33.3 0:38:50 33.4 0:49:00 33.4 0:59:10 33.40:08:30 33.5 0:18:40 33.3 0:28:50 33.3 0:39:00 33.3 0:49:10 33.4 0:59:20 33.40:08:40 33.3 0:18:50 33.3 0:29:00 33.2 0:39:10 33.3 0:49:20 33.4 0:59:30 33.50:08:50 33.3 0:19:00 33.2 0:29:10 33.2 0:39:20 33.3 0:49:30 33.3 0:59:40 33.40:09:00 33.4 0:19:10 33.3 0:29:20 33.3 0:39:30 33.3 0:49:40 33.4 0:59:50 33.40:09:10 33.4 0:19:20 33.4 0:29:30 33.3 0:39:40 33.4 0:49:50 33.4 1:00:00 33.40:09:20 33.4 0:19:30 33.3 0:29:40 33.4 0:39:50 33.4 0:50:00 33.3 1:00:10 33.30:09:30 33.3 0:19:40 33.3 0:29:50 33.4 0:40:00 33.4 0:50:10 33.3 1:00:20 33.30:09:40 33.3 0:19:50 33.3 0:30:00 33.5 0:40:10 33.4 0:50:20 33.3 1:00:30 33.30:09:50 33.3 0:20:00 33.3 0:30:10 33.3 0:40:20 33.4 0:50:30 33.3 1:00:40 33.40:10:00 33.3 0:20:10 33.3 0:30:20 33.4 0:40:30 33.6 0:50:40 33.3 1:00:50 33.40:10:10 33.3 0:20:20 33.3 0:30:30 33.4 0:40:40 33.3 0:50:50 33.3 1:01:00 33.4
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa Temperature Control System dengan
menggunakan sirip dan dalam keadaan throttle ditutup dapat meningkatkan
temperatur fluida hingga mencapai 33,8°C dari kondisi awal 28°C.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-55
b. Pengujian prototipe Temperature Control System dengan menggunakan sirip
dan throttle dibuka,
Tabel 4.6 Hasil pengujian Temperature Control System dengan menggunakan sirip dan throttle dibuka
Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C)0:00:10 32.3 0:10:10 32.4 0:20:10 32.4 0:30:10 32.3 0:40:10 32.2 0:50:10 32.30:00:20 32.4 0:10:20 32.4 0:20:20 32.5 0:30:20 32.2 0:40:20 32.3 0:50:20 32.30:00:30 32.3 0:10:30 32.5 0:20:30 32.3 0:30:30 32.2 0:40:30 32.2 0:50:30 32.30:00:40 32.1 0:10:40 32.4 0:20:40 32.2 0:30:40 32.3 0:40:40 32.2 0:50:40 32.10:00:50 32.5 0:10:50 32.4 0:20:50 32.2 0:30:50 32.4 0:40:50 32.2 0:50:50 32.30:01:00 32.3 0:11:00 32.4 0:21:00 32.4 0:31:00 32.2 0:41:00 32.2 0:51:00 32.40:01:10 32.4 0:11:10 32.3 0:21:10 32.4 0:31:10 32.2 0:41:10 32.3 0:51:10 32.40:01:20 32.3 0:11:20 32.3 0:21:20 32.1 0:31:20 32.3 0:41:20 32.2 0:51:20 32.30:01:30 32.4 0:11:30 32.3 0:21:30 32.3 0:31:30 32.3 0:41:30 32.1 0:51:30 32.10:01:40 32.4 0:11:40 32.4 0:21:40 32.1 0:31:40 32.2 0:41:40 32.1 0:51:40 31.90:01:50 32.4 0:11:50 32.3 0:21:50 32.3 0:31:50 32.2 0:41:50 32.1 0:51:50 32.10:02:00 32.4 0:12:00 32.3 0:22:00 32.4 0:32:00 32.4 0:42:00 32.1 0:52:00 320:02:10 32.3 0:12:10 32.4 0:22:10 32.4 0:32:10 32.4 0:42:10 32.3 0:52:10 31.90:02:20 32.3 0:12:20 32.2 0:22:20 32.4 0:32:20 32.4 0:42:20 32.1 0:52:20 320:02:30 32.3 0:12:30 32.3 0:22:30 32.4 0:32:30 32.4 0:42:30 32.1 0:52:30 320:02:40 32.3 0:12:40 32.3 0:22:40 32.4 0:32:40 32.3 0:42:40 32.1 0:52:40 32.10:02:50 32.3 0:12:50 32.3 0:22:50 32.4 0:32:50 32.3 0:42:50 32.1 0:52:50 31.90:03:00 32.3 0:13:00 32.4 0:23:00 32.4 0:33:00 32.4 0:43:00 32.2 0:53:00 31.90:03:10 32.4 0:13:10 32.3 0:23:10 32.5 0:33:10 32.4 0:43:10 32.2 0:53:10 320:03:20 32.4 0:13:20 32.3 0:23:20 32.3 0:33:20 32.4 0:43:20 32.1 0:53:20 32.10:03:30 32.4 0:13:30 32.3 0:23:30 32.3 0:33:30 32.3 0:43:30 32.2 0:53:30 32.10:03:40 32.5 0:13:40 32.4 0:23:40 32.2 0:33:40 32.3 0:43:40 32.2 0:53:40 32.10:03:50 32.5 0:13:50 32.4 0:23:50 32.2 0:33:50 32.3 0:43:50 32.2 0:53:50 320:04:00 32.4 0:14:00 32.4 0:24:00 32.4 0:34:00 32.3 0:44:00 32.2 0:54:00 320:04:10 32.3 0:14:10 32.5 0:24:10 32.3 0:34:10 32.2 0:44:10 32.1 0:54:10 31.90:04:20 32.4 0:14:20 32.5 0:24:20 32.4 0:34:20 32.2 0:44:20 32.3 0:54:20 31.90:04:30 32.4 0:14:30 32.5 0:24:30 32.2 0:34:30 32.1 0:44:30 32.3 0:54:30 31.90:04:40 32.3 0:14:40 32.5 0:24:40 32.2 0:34:40 32.1 0:44:40 32.1 0:54:40 31.90:04:50 32.4 0:14:50 32.5 0:24:50 32.4 0:34:50 32.1 0:44:50 32.2 0:54:50 320:05:00 32.5 0:15:00 32.4 0:25:00 32.4 0:35:00 32.1 0:45:00 32.2 0:55:00 32.10:05:10 32.5 0:15:10 32.5 0:25:10 32.4 0:35:10 32.1 0:45:10 32.2 0:55:10 32.10:05:20 32.5 0:15:20 32.4 0:25:20 32.3 0:35:20 32.1 0:45:20 32.2 0:55:20 32.10:05:30 32.5 0:15:30 32.4 0:25:30 32.3 0:35:30 32.1 0:45:30 32.2 0:55:30 320:05:40 32.4 0:15:40 32.4 0:25:40 32.4 0:35:40 32.1 0:45:40 32.2 0:55:40 32.10:05:50 32.4 0:15:50 32.5 0:25:50 32.4 0:35:50 32.1 0:45:50 32.1 0:55:50 32.10:06:00 32.4 0:16:00 32.5 0:26:00 32.3 0:36:00 32.1 0:46:00 32.3 0:56:00 320:06:10 32.5 0:16:10 32.5 0:26:10 32.4 0:36:10 32.1 0:46:10 32.3 0:56:10 31.90:06:20 32.5 0:16:20 32.5 0:26:20 32.3 0:36:20 32.3 0:46:20 32.2 0:56:20 31.90:06:30 32.4 0:16:30 32.5 0:26:30 32.3 0:36:30 32.2 0:46:30 32.2 0:56:30 31.80:06:40 32.4 0:16:40 32.4 0:26:40 32.2 0:36:40 32.2 0:46:40 32.1 0:56:40 31.90:06:50 32.3 0:16:50 32.3 0:26:50 32.2 0:36:50 32.2 0:46:50 32.2 0:56:50 320:07:00 32.4 0:17:00 32.3 0:27:00 32.2 0:37:00 32.2 0:47:00 32.2 0:57:00 31.80:07:10 32.4 0:17:10 32.4 0:27:10 32.1 0:37:10 32.2 0:47:10 32.2 0:57:10 31.80:07:20 32.5 0:17:20 32.5 0:27:20 32.4 0:37:20 32.2 0:47:20 32.2 0:57:20 31.70:07:30 32.5 0:17:30 32.5 0:27:30 32.4 0:37:30 32.3 0:47:30 32.1 0:57:30 31.80:07:40 32.5 0:17:40 32.5 0:27:40 32.3 0:37:40 32.3 0:47:40 32.1 0:57:40 31.90:07:50 32.4 0:17:50 32.4 0:27:50 32.3 0:37:50 32.2 0:47:50 32 0:57:50 31.90:08:00 32.4 0:18:00 32.4 0:28:00 32.4 0:38:00 32.2 0:48:00 32 0:58:00 31.90:08:10 32.4 0:18:10 32.5 0:28:10 32.3 0:38:10 32.2 0:48:10 32.1 0:58:10 31.90:08:20 32.4 0:18:20 32.4 0:28:20 32.3 0:38:20 32.2 0:48:20 32.1 0:58:20 31.90:08:30 32.5 0:18:30 32.4 0:28:30 32.3 0:38:30 32.2 0:48:30 32.2 0:58:30 31.90:08:40 32.5 0:18:40 32.4 0:28:40 32.2 0:38:40 32.2 0:48:40 32.2 0:58:40 31.80:08:50 32.5 0:18:50 32.3 0:28:50 32.2 0:38:50 32.2 0:48:50 32.1 0:58:50 31.80:09:00 32.4 0:19:00 32.4 0:29:00 32.1 0:39:00 32.1 0:49:00 32.1 0:59:00 31.80:09:10 32.3 0:19:10 32.4 0:29:10 32.2 0:39:10 32.3 0:49:10 32.1 0:59:10 31.80:09:20 32.4 0:19:20 32.4 0:29:20 32.2 0:39:20 32.1 0:49:20 32.1 0:59:20 31.70:09:30 32.4 0:19:30 32.4 0:29:30 32.2 0:39:30 32.1 0:49:30 32.1 0:59:30 31.90:09:40 32.3 0:19:40 32.4 0:29:40 32.1 0:39:40 32.2 0:49:40 32.2 0:59:40 31.90:09:50 32.3 0:19:50 32.3 0:29:50 32.1 0:39:50 32.2 0:49:50 32.1 0:59:50 31.90:10:00 32.4 0:20:00 32.3 0:30:00 32.2 0:40:00 32.2 0:50:00 32.3 1:00:00 31.8
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa Temperature Control System dengan
menggunakan sirip dan dalam keadaan throttle dibuka tidak dapat meningkatkan
temperatur fluida mencapai 33°C dari kondisi awal 28°C. Namun hanya mampu
menaikkan temperatur fluida menjadi 32,5°C dan semakin lama terjadi penurunan
temperature menjadi 31,7°C.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-56
c. Pengujian prototipe Temperature Control System tanpa menggunakan sirip
dan throttle ditutup,
Tabel 4.7 Hasil pengujian Temperature Control System tanpa menggunakan sirip dan throttle ditutup
Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C)0:00:10 30.9 0:10:10 30.6 0:20:10 30.4 0:30:10 30.5 0:40:10 30.4 0:50:10 30.30:00:20 30.9 0:10:20 30.6 0:20:20 30.5 0:30:20 30.4 0:40:20 30.5 0:50:20 30.40:00:30 30.9 0:10:30 30.5 0:20:30 30.5 0:30:30 30.5 0:40:30 30.6 0:50:30 30.40:00:40 30.8 0:10:40 30.6 0:20:40 30.5 0:30:40 30.5 0:40:40 30.6 0:50:40 30.50:00:50 30.9 0:10:50 30.6 0:20:50 30.4 0:30:50 30.5 0:40:50 30.5 0:50:50 30.40:01:00 30.8 0:11:00 30.4 0:21:00 30.4 0:31:00 30.5 0:41:00 30.3 0:51:00 30.30:01:10 30.8 0:11:10 30.6 0:21:10 30.4 0:31:10 30.3 0:41:10 30.4 0:51:10 30.30:01:20 30.7 0:11:20 30.6 0:21:20 30.4 0:31:20 30.5 0:41:20 30.4 0:51:20 30.30:01:30 30.7 0:11:30 30.6 0:21:30 30.4 0:31:30 30.4 0:41:30 30.6 0:51:30 30.30:01:40 30.8 0:11:40 30.6 0:21:40 30.4 0:31:40 30.5 0:41:40 30.3 0:51:40 30.30:01:50 30.8 0:11:50 30.4 0:21:50 30.2 0:31:50 30.5 0:41:50 30 0:51:50 30.30:02:00 30.7 0:12:00 30.5 0:22:00 30.3 0:32:00 30.4 0:42:00 30.4 0:52:00 30.40:02:10 30.5 0:12:10 30.6 0:22:10 30.4 0:32:10 30.4 0:42:10 30.6 0:52:10 30.30:02:20 30.6 0:12:20 30.6 0:22:20 30.2 0:32:20 30.4 0:42:20 30.5 0:52:20 30.40:02:30 30.6 0:12:30 30.6 0:22:30 30.4 0:32:30 30.5 0:42:30 30.3 0:52:30 30.30:02:40 30.6 0:12:40 30.6 0:22:40 30.4 0:32:40 30.6 0:42:40 30.5 0:52:40 30.30:02:50 30.6 0:12:50 30.4 0:22:50 30.3 0:32:50 30.6 0:42:50 30.3 0:52:50 30.40:03:00 30.6 0:13:00 30.4 0:23:00 30.3 0:33:00 30.5 0:43:00 30.2 0:53:00 30.30:03:10 30.6 0:13:10 30.4 0:23:10 30.1 0:33:10 30.5 0:43:10 30.4 0:53:10 30.40:03:20 30.7 0:13:20 30.6 0:23:20 30.1 0:33:20 30.3 0:43:20 30.4 0:53:20 30.40:03:30 30.7 0:13:30 30.6 0:23:30 30.4 0:33:30 30.5 0:43:30 30.4 0:53:30 30.30:03:40 30.7 0:13:40 30.6 0:23:40 30.4 0:33:40 30.5 0:43:40 30.4 0:53:40 30.30:03:50 30.7 0:13:50 30.4 0:23:50 30.3 0:33:50 30.5 0:43:50 30.4 0:53:50 30.30:04:00 30.7 0:14:00 30.4 0:24:00 30.3 0:34:00 30.4 0:44:00 30.4 0:54:00 30.30:04:10 30.6 0:14:10 30.6 0:24:10 30.3 0:34:10 30.4 0:44:10 30.5 0:54:10 30.40:04:20 30.6 0:14:20 30.6 0:24:20 30.4 0:34:20 30.4 0:44:20 30.4 0:54:20 30.50:04:30 30.7 0:14:30 30.6 0:24:30 30.4 0:34:30 30.4 0:44:30 30.4 0:54:30 30.40:04:40 30.4 0:14:40 30.4 0:24:40 30.5 0:34:40 30.5 0:44:40 30.4 0:54:40 30.40:04:50 30.5 0:14:50 30.5 0:24:50 30.4 0:34:50 30.6 0:44:50 30.4 0:54:50 30.30:05:00 30.5 0:15:00 30.5 0:25:00 30.4 0:35:00 30.4 0:45:00 30.4 0:55:00 30.30:05:10 30.6 0:15:10 30.6 0:25:10 30.4 0:35:10 30.5 0:45:10 30.5 0:55:10 30.50:05:20 30.5 0:15:20 30.4 0:25:20 30.1 0:35:20 30.3 0:45:20 30.5 0:55:20 30.40:05:30 30.4 0:15:30 30.4 0:25:30 30.4 0:35:30 30.4 0:45:30 30.5 0:55:30 30.40:05:40 30.6 0:15:40 30.5 0:25:40 30.3 0:35:40 30.6 0:45:40 30.4 0:55:40 30.40:05:50 30.6 0:15:50 30.3 0:25:50 30.4 0:35:50 30.6 0:45:50 30.6 0:55:50 30.30:06:00 30.6 0:16:00 30.4 0:26:00 30.4 0:36:00 30.3 0:46:00 30.6 0:56:00 30.40:06:10 30.6 0:16:10 30.4 0:26:10 30.4 0:36:10 30.4 0:46:10 30.6 0:56:10 30.40:06:20 30.6 0:16:20 30.3 0:26:20 30.3 0:36:20 30.5 0:46:20 30.6 0:56:20 30.40:06:30 30.6 0:16:30 30.3 0:26:30 30.4 0:36:30 30.6 0:46:30 30.4 0:56:30 30.40:06:40 30.6 0:16:40 30.3 0:26:40 30.4 0:36:40 30.6 0:46:40 30.3 0:56:40 30.50:06:50 30.4 0:16:50 30.4 0:26:50 30.4 0:36:50 30.6 0:46:50 30.3 0:56:50 30.40:07:00 30.4 0:17:00 30.6 0:27:00 30.4 0:37:00 30.6 0:47:00 30.4 0:57:00 30.50:07:10 30.4 0:17:10 30.6 0:27:10 30.4 0:37:10 30.6 0:47:10 30.3 0:57:10 30.40:07:20 30.6 0:17:20 30.4 0:27:20 30.4 0:37:20 30.6 0:47:20 30.3 0:57:20 30.40:07:30 30.6 0:17:30 30.4 0:27:30 30.3 0:37:30 30.4 0:47:30 30.3 0:57:30 30.40:07:40 30.6 0:17:40 30.4 0:27:40 30.3 0:37:40 30.6 0:47:40 30.4 0:57:40 30.40:07:50 30.6 0:17:50 30.5 0:27:50 30.4 0:37:50 30.6 0:47:50 30.4 0:57:50 30.40:08:00 30.6 0:18:00 30.4 0:28:00 30.3 0:38:00 30.6 0:48:00 30.3 0:58:00 30.50:08:10 30.6 0:18:10 30.5 0:28:10 30.3 0:38:10 30.4 0:48:10 30.3 0:58:10 30.50:08:20 30.4 0:18:20 30.5 0:28:20 30.4 0:38:20 30.6 0:48:20 30.4 0:58:20 30.40:08:30 30.6 0:18:30 30.5 0:28:30 30.5 0:38:30 30.4 0:48:30 30.5 0:58:30 30.30:08:40 30.6 0:18:40 30.4 0:28:40 30.4 0:38:40 30,3 0:48:40 30.1 0:58:40 30.20:08:50 30.6 0:18:50 30.5 0:28:50 30.5 0:38:50 30.4 0:48:50 30.2 0:58:50 30.30:09:00 30.4 0:19:00 30.5 0:29:00 30.5 0:39:00 30.4 0:49:00 30.4 0:59:00 30.20:09:10 30.6 0:19:10 30.5 0:29:10 30.5 0:39:10 30.6 0:49:10 30.5 0:59:10 30.30:09:20 30.4 0:19:20 30.4 0:29:20 30.5 0:39:20 30.6 0:49:20 30.5 0:59:20 30.10:09:30 30.6 0:19:30 30.5 0:29:30 30.4 0:39:30 30.4 0:49:30 30.5 0:59:30 30.40:09:40 30.6 0:19:40 30.4 0:29:40 30.3 0:39:40 30.4 0:49:40 30.4 0:59:40 30.40:09:50 30.6 0:19:50 30.4 0:29:50 30.4 0:39:50 30.3 0:49:50 30.4 0:59:50 30.50:10:00 30.4 0:20:00 30.4 0:30:00 30.4 0:40:00 30.4 0:50:00 30.4 1:00:00 30.3
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa Temperature Control System tanpa menggunakan
sirip dan dalam keadaan throttle ditutup tidak dapat meningkatkan temperatur
fluida mencapai 33°C dari kondisi awal 28°C. Namun hanya mampu menaikkan
temperatur fluida menjadi 30,9°C.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-57
d. Pengujian prototipe Temperature Control System tanpa menggunakan sirip
dan throttle dibuka,
Tabel 4.8 Hasil pengujian Temperature Control System tanpa menggunakan sirip dan throttle dibuka
Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C) Waktu Temperature (⁰C)0:00:10 30.9 0:10:10 30.4 0:20:10 30.2 0:30:10 30.1 0:40:10 30.1 0:50:10 29.90:00:20 30.9 0:10:20 30.4 0:20:20 30.2 0:30:20 30.1 0:40:20 30.1 0:50:20 30.10:00:30 30.9 0:10:30 30.4 0:20:30 30.2 0:30:30 30.1 0:40:30 30.1 0:50:30 30.10:00:40 30.9 0:10:40 30.4 0:20:40 30.2 0:30:40 30 0:40:40 30.1 0:50:40 29.90:00:50 30.7 0:10:50 30.2 0:20:50 30 0:30:50 30 0:40:50 30 0:50:50 29.90:01:00 30.4 0:11:00 30.2 0:21:00 30.2 0:31:00 30.1 0:41:00 30.2 0:51:00 29.90:01:10 30.4 0:11:10 30.3 0:21:10 30.2 0:31:10 30.1 0:41:10 30.1 0:51:10 29.70:01:20 30.4 0:11:20 30.3 0:21:20 30.2 0:31:20 30.1 0:41:20 30 0:51:20 29.80:01:30 30.4 0:11:30 30.4 0:21:30 30 0:31:30 30.1 0:41:30 30 0:51:30 29.90:01:40 30.4 0:11:40 30.4 0:21:40 30.2 0:31:40 30.1 0:41:40 30 0:51:40 29.90:01:50 30.4 0:11:50 30.4 0:21:50 30 0:31:50 30 0:41:50 30 0:51:50 29.90:02:00 30.3 0:12:00 30.4 0:22:00 30 0:32:00 30.1 0:42:00 30.1 0:52:00 29.90:02:10 30.3 0:12:10 30.4 0:22:10 30.2 0:32:10 30.1 0:42:10 30.1 0:52:10 300:02:20 30.3 0:12:20 30.3 0:22:20 30.2 0:32:20 30.1 0:42:20 30.1 0:52:20 300:02:30 30.4 0:12:30 30.3 0:22:30 30.2 0:32:30 30.1 0:42:30 30.1 0:52:30 29.90:02:40 30.4 0:12:40 30.3 0:22:40 30.2 0:32:40 30.2 0:42:40 30.1 0:52:40 29.80:02:50 30.4 0:12:50 30.3 0:22:50 30.1 0:32:50 30.2 0:42:50 30.1 0:52:50 29.80:03:00 30.4 0:13:00 30.2 0:23:00 30.2 0:33:00 30.1 0:43:00 30 0:53:00 29.90:03:10 30.3 0:13:10 30.3 0:23:10 30.2 0:33:10 30 0:43:10 30 0:53:10 29.90:03:20 30.4 0:13:20 30.4 0:23:20 30.1 0:33:20 30 0:43:20 30 0:53:20 300:03:30 30.4 0:13:30 30.4 0:23:30 30.1 0:33:30 30.1 0:43:30 30.1 0:53:30 300:03:40 30.4 0:13:40 30.4 0:23:40 30 0:33:40 30.1 0:43:40 30.1 0:53:40 300:03:50 30.4 0:13:50 30.4 0:23:50 30 0:33:50 30.1 0:43:50 30.2 0:53:50 30.10:04:00 30.3 0:14:00 30.2 0:24:00 30.1 0:34:00 30.1 0:44:00 30.1 0:54:00 29.90:04:10 30.4 0:14:10 30.2 0:24:10 30.1 0:34:10 30.1 0:44:10 30.1 0:54:10 300:04:20 30.4 0:14:20 30.2 0:24:20 30.1 0:34:20 30.1 0:44:20 30.1 0:54:20 29.90:04:30 30.4 0:14:30 30.2 0:24:30 30.1 0:34:30 30.1 0:44:30 30.1 0:54:30 29.90:04:40 30.4 0:14:40 30.2 0:24:40 30.1 0:34:40 30.1 0:44:40 29.9 0:54:40 300:04:50 30.4 0:14:50 30.2 0:24:50 30 0:34:50 30.1 0:44:50 29.9 0:54:50 29.90:05:00 30.4 0:15:00 30.2 0:25:00 30.1 0:35:00 30.1 0:45:00 29.9 0:55:00 29.90:05:10 30.4 0:15:10 30.1 0:25:10 30.1 0:35:10 30.1 0:45:10 29.9 0:55:10 29.90:05:20 30.4 0:15:20 30.2 0:25:20 30.1 0:35:20 30 0:45:20 29.9 0:55:20 29.90:05:30 30.4 0:15:30 30.1 0:25:30 30.1 0:35:30 30 0:45:30 30.1 0:55:30 29.90:05:40 30.4 0:15:40 30.1 0:25:40 30.1 0:35:40 30.1 0:45:40 29.8 0:55:40 29.90:05:50 30.4 0:15:50 30.1 0:25:50 30.1 0:35:50 30 0:45:50 29.8 0:55:50 29.90:06:00 30.3 0:16:00 30.1 0:26:00 30.1 0:36:00 30.1 0:46:00 29.9 0:56:00 29.90:06:10 30.3 0:16:10 30.1 0:26:10 30 0:36:10 30.1 0:46:10 30.1 0:56:10 29.90:06:20 30.3 0:16:20 30.1 0:26:20 30.1 0:36:20 30.1 0:46:20 30.1 0:56:20 29.90:06:30 30.4 0:16:30 30.1 0:26:30 30.1 0:36:30 29.9 0:46:30 30 0:56:30 29.90:06:40 30.4 0:16:40 30.1 0:26:40 30.1 0:36:40 30.1 0:46:40 30 0:56:40 29.90:06:50 30.4 0:16:50 30.2 0:26:50 30.1 0:36:50 30.1 0:46:50 30 0:56:50 29.90:07:00 30.4 0:17:00 30.1 0:27:00 30.1 0:37:00 30.1 0:47:00 30 0:57:00 29.90:07:10 30.4 0:17:10 30.1 0:27:10 30.1 0:37:10 30 0:47:10 29.9 0:57:10 29.90:07:20 30.3 0:17:20 30.1 0:27:20 30 0:37:20 30.1 0:47:20 29.9 0:57:20 30.10:07:30 30.2 0:17:30 30.2 0:27:30 30 0:37:30 30.1 0:47:30 29.9 0:57:30 29.90:07:40 30.2 0:17:40 30.2 0:27:40 30 0:37:40 30 0:47:40 30 0:57:40 29.90:07:50 30.2 0:17:50 30.2 0:27:50 30 0:37:50 30 0:47:50 30 0:57:50 30.10:08:00 30.2 0:18:00 30.2 0:28:00 30 0:38:00 30.1 0:48:00 30 0:58:00 29.80:08:10 30.2 0:18:10 30.2 0:28:10 30 0:38:10 30 0:48:10 30 0:58:10 30.10:08:20 30.3 0:18:20 30.1 0:28:20 30 0:38:20 30 0:48:20 29.9 0:58:20 29.90:08:30 30.4 0:18:30 30.2 0:28:30 30 0:38:30 30.1 0:48:30 30.1 0:58:30 29.90:08:40 30.4 0:18:40 30.3 0:28:40 30 0:38:40 30.1 0:48:40 30.2 0:58:40 29.60:08:50 30.2 0:18:50 30.3 0:28:50 30 0:38:50 30.1 0:48:50 29.9 0:58:50 29.60:09:00 30.2 0:19:00 30.3 0:29:00 30.1 0:39:00 30.1 0:49:00 29.9 0:59:00 29.40:09:10 30.2 0:19:10 30.3 0:29:10 30.1 0:39:10 30.1 0:49:10 29.9 0:59:10 29.40:09:20 30.2 0:19:20 30.3 0:29:20 30.1 0:39:20 30.1 0:49:20 30 0:59:20 29.30:09:30 30.2 0:19:30 30.3 0:29:30 30.1 0:39:30 30.1 0:49:30 29.9 0:59:30 29.30:09:40 30.2 0:19:40 30.3 0:29:40 30.1 0:39:40 30.1 0:49:40 30.1 0:59:40 290:09:50 30.2 0:19:50 30.3 0:29:50 30.1 0:39:50 30.1 0:49:50 30.1 0:59:50 28.80:10:00 30.3 0:20:00 30.3 0:30:00 30.1 0:40:00 30.1 0:50:00 29.9 1:00:00 28.7
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa Temperature Control System tanpa menggunakan
sirip dan dalam keadaan throttle dibuka tidak dapat meningkatkan temperatur
fluida mencapai 33°C dari kondisi awal 28°C. Namun hanya mampu menaikkan
temperatur fluida menjadi 30,9°C dan semakin lama terjadi penurunan
temperature menjadi 28,7°C.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-58
4.8 PENYEMPURNAAN HASIL RANCANGAN
Pada Temperature Control System tipe II terdapat penyempurnaan hasil
rancangan pada isolasi panas case berupa pengecatan pada bagian isolasi panas
case. Pengecatan pada isolasi panas case ini berfungsi supaya panas yang
dihasilkan dari elemen pemanas tidak seluruhnya diserap oleh isolasi panas case
akibat material isolasi panas yang mempunyai sifat penyerapan yang baik
sehingga Temperature Control System dapat menaikkan temperatur fluida ketika
proses eksperimen berlangsung. Gambar 4.58 menunjukkan hasil pengecatan
isolasi panas pada case Temperature Control System tipe II.
Gambar 4.58 Pengecatan pada isolasi panas case
Selain pengecatan pada bagian isolasi panas case, penyempurnaan hasil
rancangan Temperature Control System tipe II berupa pengecetan case luar.
Proses pengecatan terhadap case luar ini tidak dilakukan pada saat realisasi
pembuatan prototipe berlangsung namun dilakukan setelah proses eksperimen
berlangsung. Hal ini dikarenakan apabila pada saat proses eksperimen, hasil
pengujian kinerja sistem keseluruhan belum mencapai temperatur sesuai yang
ditargetkan, yaitu pada range 33°C-34°C maka terdapat perbaikan terhadap detail
desain hingga mendapatkan temperatur sesuai target sehingga proses pengecatan
terhadap case luar dikerjakan pada proses akhir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-59
Gambar 4.59 merupakan hasil pengecatan case luar Temperature Control
System tipe II.
Gambar 4.59 Pengecatan pada case luar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-1
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Pada bab ini dilakukan analisis dan interpretasi hasil terhadap hasil olahan
data pada bab sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil pada bab ini meliputi
analisis terhadap hasil rancangan, analisis terhadap hasil pengujian dan
interpretasi hasil terhadap penelitian.
5.1 ANALISIS HASIL PENELITIAN
Pada sub bab ini akan diuraikan mengenai analisis terhadap hasil rancangan
dan analisis hasil pengujiannya. Analisis hasil perancangan adalah analisis yang
dilakukan terhadap konstruksi Temperature Control System sedangkan analisis
hasil pengujian digunakan untuk mengetahui performansi konstruksi Temperature
Control System dalam menjaga temperatur.
5.1.1 Analisis Hasil Rancangan
Temperature Control System tipe II terdiri dari beberapa bagian,
diantaranya adalah case (pembungkus), inlet (saluran masuk udara), exhaust
(saluran pembuangan udara panas), isolasi panas case, pipa untuk mengalirkan
fluida viscous (kecap), fin (sirip), klem pada sirip, klem yang digunakan untuk
case luar dan elemen pemanas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Temperature
Control System tipe II yang berfungsi untuk mengatur temperatur aliran kecap
dalam pipa dapat bekerja lebih efisien dibanding dengan Temperature Control
System tipe I. Terbukti dari proses pre-heating yang hanya 20 menit dapat
mencapai temperatur 33°C-34°C. Padahal pada Temperature Control System tipe
I, untuk mencapai temperatur 33°C-34°C dibutuhkan proses pre-heating selama
40 menit. Tabel 5.1 merupakan tabel perbandingan hasil rancangan antara
Temperature Control System tipe I dengan Temperature Control System tipe II.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-2
Tabel 5.1 Perbandingan hasil rancangan pada Temperature Control System tipe I dan Temperature Control System tipe II
No. Aspek pembanding
Temperature Control System tipe I
Temperature Control System tipe II
1 Case Terdapat kebocoran sistem pada case Temperature Control System tipe I karena case tidak dapat menutup rapat serta engsel yang ada pada case kecil dan hanya dipasang pada kedua ujung case yang menyebabkan adanya celah pada bagian case sehingga case banyak diberi perapat. Namun pemberian perapat ini tidak rata. Selain itu, pada bagian sisi ujung di kedua pipa tidak rapi dan masih terdapat celah karena pipa paralon yang dijadikan sebagai tempat untuk meletakkan pipa besi tidak sesuai dengan ukuran diameter pipa besi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara fungsionalitas, case yang berfungsi sebagai pembungkus sistem dapat menjaga kalor yang dihasilkan dari sistem. Hal ini terbukti dari kebocoran sistem akibat case yang tidak dapat menutup rapat, engsel yang terlalu kecil dan adanya celah pada sisi ujung di kedua pipa yang dapat diminimalkan. Selain itu, case mudah untuk perawatannya karena perapat direkatkan hanya pada satu sisi case sehingga case dapat dibuka dan ditutup. Namun terdapat kekurangan berupa pemasangan perapat yang terlalu tebal.
2 Inlet Inlet mudah meleleh pada saat Temperature Control System dioperasikan karena isolasi panas yang terdapat dalam inlet hanya berupa kertas panas yang tipis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara fungsionalitas, inlet yang berfungsi sebagai tempat elemen pemanas dapat menahan panas yang dihasilkan dari elemen pemanas ketika sistem sedang dijalankan. Isolasi panas yang terdapat dalam inlet ini mudah perawatannya, karena materialnya yang tebal dan tidak mudah robek.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-3
Lanjutan Tabel 5.1 Perbandingan hasil rancangan pada Temperature Control System tipe I dan Temperature Control System tipe II
No Aspek
pembanding Temperature Control
System tipe I Temperature Control
System tipe II
3 Saluran pembuangan udara panas (exhaust)
Isolasi panas terbuat dari aluminium foil yang tipis serta throttle yang ada pada exhaust (saluran pembuangan udara panas) tidak dapat diatur secara akurat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara fungsionalitas, exhaust dapat menjalankan fungsinya sebagai saluran pembuangan udara dari sistem apabila temperatur tinggi. Selain itu, throttle pada exhaust dapat diatur secara akurat, yaitu throttle dapat membuka sempurna dan menutup dengan rapat. Namun masih terdapat kekurangan berupa throttle yang belum dapat membuka dan menutup secara otomatis.
4 Isolasi panas case
Serat fiber yang digunakan untuk pelapis sangat tipis dan pada bagian yang dilapisi dengan aluminium foil banyak permukaan yang robek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara fungsionalitas, isolasi panas yang terdapat pada Temperature Control System tipe II dapat menyerap panas dari sistem yang dihasilkan. Terbukti pada saat sistem dijalankan, permukaan luar case tidak panas. Selain itu isolasi panas yang terdapat pada Temperature Control System tipe II mudah untuk perawatannya karena tidak mudah robek.
5 Pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap)
Permukaannya kasar sehingga apabila sirip dipasang pada pipa, kontak yang terjadi antara pipa dengan sirip tidak sempurna.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap) terdapat kontak yang sempurna dengan sirip, terbukti dari sirip yang dapat menempel sempurna pada pipa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-4
Lanjutan Tabel 5.1 Perbandingan hasil rancangan pada Temperature Control System tipe I dan Temperature Control System tipe II
No Aspek
pembanding Temperature Control
System tipe I Temperature Control
System tipe II
6 Fin (sirip) Terbuat dari plat aluminium tipis berukuran 0,15 mm yang menyebabkan sirip mudah bengkok dan mudah patah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara fungsionalitas, fin (sirip) yang berfungsi untuk meningkatkan efisiensi panas dapat menaikkan temperatur mencapai 33°C -34°C karena materialnya mempunyai konduktivitas tinggi. Selain itu sudut pada sirip dapat dijaga konsistennya karena materialnya mempunyai dimensi yang tebal. Namun, terdapat kekurangan akibat adanya penggantian material sirip, yaitu Temperature Control System tipe II lebih berat jika dibandingkan dengan Temperature Control System tipe I.
7 Klem pada sirip
Klem yang terdapat pada Temperatur Control System tipe I mempunyai spesifikasi mudah berkarat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi perkaratan pada klem Temperature Control System tipe II walaupun sudah melalui tahap pengujian.
8 Klem yang digunakan untuk case luar
Terlalu tebal dan kaku serta tidak fleksibel sehingga apabila digunakan untuk mengunci case maka case Temperature Control System tidak dapat menutup dengan rapat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa klem yang digunakan untuk case luar pada Temperatur Control System tipe II dapat mengunci case dengan rapat karena terbuat dari perekat yang tipis dan tidak kaku sehingga dapat menyesuaikan dengan bentuk case.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-5
Lanjutan Tabel 5.1 Perbandingan hasil rancangan pada Temperature Control System tipe I dan Temperature Control System tipe II
No Aspek
pembanding Temperature Control
System tipe I Temperature Control
System tipe II 9 Elemen
pemanas Konsumsi daya 1600 watt yang terdapat pada elemen pemanas belum dapat mencukupi energi pemanasannya karena panas yang dihasilkan dari elemen pemanas hanya diawal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara fungsionalitas, elemen pemanas yang berfungsi untuk menghasilkan panas dapat dicapai, terbukti dengan konsumsi daya yang hanya 1400 watt dan pre-heating 20 menit sudah dapat menaikkan temperatur hingga mencapai 33°C -34°C. Namun terdapat kekurangan berupa temperatur yang dihasilkan pada saat proses pre-heating belum bisa mencapai panas hingga 90°C.
Tabel 5.1 mentransformasikan perbandingan rancangan Temperature
Control System tipe I dan Temperature Control System tipe II setelah dilakukan
perbaikan. Namun, masih terdapat beberapa kekurangan pada rancangan
Temperatur Control System tipe II, diantaranya pemasangan perapat yang terlalu
tebal, throttle pada exhaust yang belum dapat membuka dan menutup secara
otomatis, temperatur yang dihasilkan pada saat proses pre-heating belum bisa
mencapai panas hingga 90°C dan over weight pada Temperature Control System
tipe II.
5.1.2 Analisis Hasil Pengujian
Analisis hasil pengujian terdiri dari analisis proses pre-heating, analisis
pengujian kinerja sistem keseluruhan dan analisis pengujian sistem secara parsial.
Berikut adalah hasil pengujian Temperature Control System tipe II.
1. Analisis proses pre-heating,
Proses pre-heating pada penelitian ini terdiri dari pre-heating dengan
menggunakan sirip dan pre-heating tanpa menggunakan sirip.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-6
Gambar 5.1 menunjukkan grafik pengujian proses pre-heating menggunakan
sirip.
Gambar 5.1 Grafik pengujian pre-heating menggunakan sirip
Titik pengukuran pengujian pre-heating dengan menggunakan sirip
diperoleh hasil bahwa titik yang paling tinggi pada pengujian ini adalah pada
exhaust di menit ke-20 yaitu sebesar 54,5°C. Panas yang dihasilkan pada exhaust
ini lebih tinggi dibandingkan dengan titik yang lainnya karena mendapat udara
dari hembusan elemen pemanas 1, elemen pemanas 2, elemen pemanas 3, maupun
elemen pemanas 4. Sedangkan hasil pengujian pre-heating tanpa menggunakan
sirip ditunjukkan pada gambar 5.2.
Gambar 5.2 Grafik pengujian pre-heating tanpa menggunakan sirip
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-7
Pre-heating pada pengujian ini dikondisikan sama dengan pre-heating
menggunakan sirip, yaitu throttle sama-sama ditutup. Namun pada pengujian pre-
heating ini, Temperature Control System dikondisikan tanpa menggunakan sirip.
Tujuannya adalah untuk mengetahui performansi Temperature Control System
jika dalam keadaan tanpa sirip apakah dapat mencapai temperatur optimum pada
range 33°C-34°C. Dari ke-7 titik pengukuran pengujian pre-heating tanpa
menggunakan sirip diperoleh hasil bahwa titik yang paling tinggi pada pengujian
ini adalah pada exhaust pada menit ke-20 yaitu sebesar 52,5°C. Seperti pada
pengujian pre-heating dengan menggunakan sirip, panas yang dihasilkan exhaust
pada pengujian pre-heating tanpa menggunakan sirip ini lebih tinggi
dibandingkan dengan titik yang lainnya karena mendapat udara dari hembusan
elemen pemanas 1, elemen pemanas 2, elemen pemanas 3, maupun elemen
pemanas 4.
Jika dibandingkan antara kondisi menggunakan sirip dengan kondisi tanpa
menggunakan sirip, temperatur yang dihasilkan oleh Temperature Control System
pada saat proses pre-heating lebih tinggi pada saat menggunakan sirip. Hal ini
terjadi karena pada kondisi menggunakan sirip, sistem mendapatkan tambahan
kalor dari sirip sedangkan pada kondisi tanpa sirip, sistem hanya mendapat kalor
dari elemen pemanas saja. Namun jika dilihat dari temperatur yang dihasilkan
pada proses pre-heating, temperatur pada proses pre-heating Temperature Control
System tipe I lebih tinggi daripada temperatur yang dihasilkan pada Temperature
Control System tipe II. Hal ini karena daya yang digunakan pada Temperature
Control System tipe I lebih besar dibandingkan dengan daya yang digunakan
untuk Temperature Control System tipe II. Selain itu kalor yang dihasilkan oleh
Temperature Control System tipe II diserap oleh isolasi panas akibat material yang
mempunyai kecenderungan untuk menyerap panas lebih besar dibandingkan
dengan isolasi panas yang ada pada tipe I.
2. Analisis pengujian kinerja sistem keseluruhan,
Analisis pengujian kinerja sistem keseluruhan berupa pengujian
Temperature Control System dengan menggunakan sirip dan pada kondisi throttle
ditutup. Pengujian dengan kondisi seperti ini telah dilakukan pada penelitian
Temperature Control System tipe I dengan menggunakan larutan CMC. Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-8
pengujian menggunakan sirip dengan kondisi throttle ditutup pada Temperature
Control System tipe I, ditunjukkan pada gambar 5.3.
Gambar 5.3 Grafik pengujian dengan menggunakan sirip dan throttle ditutup pada temperature control system
Sedangkan untuk hasil pengujian Temperature Control System tipe II
dengan menggunakan sirip dan pada kondisi throttle ditutup ditunjukkan pada
gambar 5.4.
Gambar 5.4 Grafik pengujian dengan menggunakan sirip dan throttle ditutup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-9
Gambar 5.3 dan 5.4 hasil pengujian menggunakan sirip dan throttle ditutup
pada Temperature Control System tipe I diperoleh hasil bahwa temperatur target
optimum pada range 33°C-34°C dapat dicapai pada saat pertama kali CMC
masuk ke dalam Temperature Control System (Gambar 5.3). Namun terdapat
beberapa titik yang mempunyai temperatur keluaran di luar area optimal.
Sedangkan pada pengujian Temperature Control System tipe II menunjukkan
bahwa pada menit pertama, temperatur target optimum pada range 33°C-34°C
belum dapat dicapai (Gambar 5.4). Hal ini dikarenakan larutan CMC yang telah
menerima kalor dari Temperature Control System dan mencapai target temperatur
kehilangan kalor akibat kalor diserap oleh pipa galvanis yang tidak tertutup
Temperature Control System. Pada dasarnya pipa galvanis tersebut sudah diberi
lateks sebagai isolator yang berfungsi untuk meminimalkan kalor yang terbuang
karena pengaruh faktor lingkungan. Namun kenyataannya pengaruh faktor
lingkungan sangat kuat, sehingga pada awal pengujian, sistem kehilangan kalor
karena diserap oleh pipa galvanis. Selain itu, daya yang ada pada elemen pemanas
Temperature Control System tipe II diganti dengan daya yang lebih kecil dari
elemen pemanas Temperature Control System tipe I.
Pergeseran range temperatur pada tipe II meningkat pada menit ke-30. Hal
ini disebabkan karena perubahan karakteristik larutan fluida. Fluida yang dipompa
dan digunakan secara berulang mempengaruhi tingkat kekentalan dan
kemampuannya dalam menyerap kalor. Selain itu, exhaust dari konstruksi yang
tertutup rapat juga mengakibatkan temperatur terus meningkat. Untuk mencegah
kenaikan temperatur yang tinggi maka Temperature Control System dilengkapi
dengan fan sebagai pendingin dan throttle yang dapat dibuka hingga temperatur
stabil kembali.
3. Analisis pengujian kinerja sistem secara parsial,
Analisis pengujian kinerja sistem secara parsial digunakan untuk
membandingkan performansi Temperature Control System jika dalam keadaan
menggunakan sirip namun throttle dalam keadaan dibuka, tanpa sirip dan throttle
dalam keadaan ditutup serta tanpa sirip dan throttle dalam keadaan dibuka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-10
a. Pengujian dengan menggunakan sirip dan throttle dibuka
Gambar 5.5 Grafik pengujian dengan menggunakan sirip dan throttle dibuka
Pada pengujian dengan menggunakan sirip dan throttle dibuka
menunjukkan bahwa temperatur target optimum pada range 33°C-34°C tidak
dapat dicapai (Gambar 5.5). Hal ini dikarenakan kondisi sirip yang lebih baik
akibat material yang ada pada sirip lebih tebal sehingga sudut bisa dijaga
konsistennya yang menyebabkan aliran lebih lancar dan pada waktu exhaust
dibuka kalor yang keluar melalui exhaust terbuang dengan lancar.
Pada kondisi awal setelah dilakukan proses pre-heating, temperatur yang
dihasilkan oleh pengujian menggunakan sirip dengan throttle dibuka ini memiliki
output temperatur yang sama dengan pengujian pada kondisi menggunakan sirip
dan throttle ditutup. Namun dengan kondisi throttle yang dibuka maka semakin
lama temperatur semakin mengalami penurunan karena sistem kehilangan kalor.
Pergeseran range temperatur juga menurun pada menit ke-52. Hal ini
disebabkan karena kalor yang dihasilkan pada Temperature Control System
semakin lama semakin menghilang dengan kondisi throttle yang dibuka karena
panas dari elemen pemanas dan sirip langsung keluar menuju throttle.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-11
b. Pengujian tanpa menggunakan sirip dan throttle ditutup
Gambar 5.6 Grafik pengujian tanpa menggunakan sirip dan throttle ditutup
Hasil pengujian Temperature Control System tanpa menggunakan sirip dan
throttle ditutup menunjukkan bahwa temperatur target optimum pada range 33°C-
34°C tidak dapat dicapai. Pada menit awal hingga menit ke-5, temperatur yang
dihasilkan oleh Temperature Control System mencapai 30,9°C namun pada menit
ke-5 hingga menit seterusnya, temperatur semakin mengalami penurunan. Hal ini
dikarenakan sirip yang ada pada Temperature Control System dilepas sehingga
larutan CMC hanya menerima kalor dari elemen pemanas saja.
c. Pengujian tanpa menggunakan sirip dan throttle dibuka
Gambar 5.7 Grafik pengujian tanpa menggunakan sirip dan throttle dibuka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-12
Hasil pengujian Temperature Control System tanpa menggunakan sirip dan
throttle dibuka menunjukkan bahwa temperatur target optimum pada range 33°C-
34°C tidak dapat dicapai (Gambar 5.7). Hal ini dikarenakan sistem kehilangan
kalor karena sirip yang ada pada Temperature Control System dilepas dan throttle
pada exhaust dibuka sehingga kalor yang dikeluarkan dari elemen pemanas hilang
dengan kondisi throttle yang dibuka karena panas dari elemen pemanas langsung
keluar menuju throttle.
5.2 INTERPRETASI HASIL PENELITIAN
Temperature Control System dibuat untuk meningkatkan dan menjaga
temperatur fluida hingga mencapai temperatur 33°C-34°C. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada rancangan Temperatur Control System tipe II masih
terdapat beberapa kekurangan, diantaranya pemasangan perapat yang terlalu tebal,
throttle pada exhaust yang belum dapat membuka dan menutup secara otomatis,
temperatur yang dihasilkan pada saat proses pre-heating belum bisa mencapai
panas hingga 90°C dan over weight pada Temperature Control System tipe II.
Pengujian Temperatur Control System tipe II menunjukkan bahwa proses
pre-heating dengan waktu 20 menit pada pengujian kinerja sistem keseluruhan,
yaitu pada kondisi Temperature Control System menggunakan sirip dan throttle
ditutup dapat menaikkan dan menjaga temperatur dari temperatur awal 28°C. Pada
kondisi awal Temperature Control System belum dapat menaikkan temperatur
karena kalor diserap oleh pipa galvanis yang tidak tertutup oleh Temperature
Control System terlalu panjang. Namun pada menit pertama, Temperature Control
System dapat meningkatkan temperatur fluida dari temperatur awal 28°C menjadi
33°C. Sedangkan untuk pengujian sistem secara parsial yang berupa pengujian
pada kondisi menggunakan sirip dengan throttle dibuka, pengujian tanpa
menggunakan sirip dengan throttle ditutup dan pengujian tanpa menggunakan
sirip dengan throttle dibuka maka diperoleh hasil bahwa temperatur target
optimum pada range 33oC-34oC tidak dapat dicapai karena sistem terlalu banyak
kehilangan kalor akibat kondisi throttle yang dibuka dan tidak adanya sirip yang
berfungsi untuk meningkatkan efisiensi panas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-1
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini menjelaskan tentang kesimpulan mengenai hasil perancangan
konstruksi Temperature Control System tipe II setelah dilakukan perbaikan.
Sedangkan saran berisi tentang hal-hal yang harus dipertimbangkan bagi
pengembangan Temperature control system tipe selanjutnya.
6.1 KESIMPULAN
Hasil penelitian mengenai Temperature control system tipe II dapat diambil
kesimpulan, sebagai berikut:
1. Temperature control system tipe II menghasilkan rancangan yang memiliki
sirip yang terbuat dari tembaga, isolasi panas yang terbuat dari aluminium,
throttle pada exhaust serta case yang dapat menutup rapat, klem pengunci
sirip yang tidak cepat korosi dan kebutuhan daya elemen pemanas yang
diturunkan dari 1600 watt menjadi 1400 watt namun dapat menaikkan
temperatur.
2. Hasil pengujian Temperatur Control System dengan menggunakan CMC
sebagai pengganti kecap dan dengan pre-heating 20 menit dapat menaikkan
temperatur pada range 33oC-34oC dari kondisi awal 28oC.
3. Pengujian secara parsial menunjukkan bahwa faktor keberadaan sirip dan
bukaan throttle mempengaruhi kinerja Temperature Control System.
6.2 SARAN
Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan penelitian Temperature
Control System tipe selanjutnya, sebagai berikut:
1. Pemberian perapat pada case Temperature Control System tipis dan rata.
2. Pada penelitian selanjutnya dapat dirancang sebuah throttle yang dapat
membuka dan menutup secara otomatis sehingga sistem selalu dalam keadaan
temperatur optimal pada range 33°C-34°C.
3. Penggantian tipe elemen pemanas yang mempunyai daya lebih kecil namun
mempunyai kemampuan untuk memanaskan lebih baik dari elemen pemanas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-2
yang ada saat ini sehingga dapat mencapai panas hingga 90°C pada saat proses
pre-heating.
4. Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan penggantian material sirip yang
mempunyai berat material lebih ringan, namun konduktivitas termalnya tinggi
supaya tidak terjadi over weight pada Temperature Control System.