peranan kiai di masyarakat tutur kata yang dibuktikan...

4
12 MPA 307 / April 2012 Gugurnya para “Kiai Sepuh”, tentu membuat orang-orang NU berduka. Karena sejak didirikan or- ganisasi keagamaan ini pada tahun 1926, tak bisa dipisahkan dengan keberadaan “Kiai Sepuh”. Mereka adalah ruh dari organisasi yang memiliki massa terbesar di negeri ini. Sebagai Ketua PWNU Jatim, KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH. MM tentu saja mera- sakan kepedihan itu. Sebab banyak sudah ulama’-ulama’ kharismatik NU yang berpulang kerahmatullah. “Menurut sabda Rasulullah, ketika ada orang-orang ’alim meninggal, maka alam pun turut berduka,” tu- turnya kalem. Namun demikian, pria kelahir- an Probolinggo 22 April 1959 ini menyadari tapal batas ajal manusia. Bahkan ketentuan Allah tentang ke- matian tak mengenal usia. Tak sedi- kit dari Kiai-Kiai Besar NU yang wa- fat di usianya yang cukup muda. “Kematian itu sunnatullah; Walan tajida lisunnati tabdila,” tandasnya dengan mengutip sebuah ayat al- Qur’an. “Bagi yang tak beriman, me- reka menyebutnya sebagai dialektika alam,” tambahnya. Organisasi keagamaam NU, kata Ketua Pusat Koperasi Pondok Pesantren (Puskopontren) wilayah Jawa Timur ini, adalah milik para auliya’. Sebab pendiri-pendiri NU adalah auliya’. Sedangkan NU itu merupakan wadahnya saja. “Ibarat foto, NU adalah pigoranya,” te- rangnya memisalkan. Maka ketika Kiai-Kiai NU meninggal, akan bermunculan ula- ma’-ulama’ khos lain yang akan menjadi pelita umat. Khususnya untuk membuat benderangnya jalur yang harus ditempuh NU dalam melanjutkan perjuangan. “Insya Al- lah NU tak akan kekurangan kader dan panutan,” tuturnya mantap. Pimpinan PP. Zainul Hasan Genggong Pajarakan Probolinggo Peranan Kiai di Masyarakat Tutur Kata yang Dibuktikan dengan Amal Nyata KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH. MM

Upload: vankhanh

Post on 16-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Peranan Kiai di Masyarakat Tutur Kata yang Dibuktikan ...jatim.kemenag.go.id/file/file/mimbar307/juqw1336000244.pdfbanyaknya tokoh NU yang ter-jun di ranah politik dianggap berimbas

12 MPA 307 / April 2012

Gugurnya para “Kiai Sepuh”,tentu membuat orang-orang NUberduka. Karena sejak didirikan or-ganisasi keagamaan ini pada tahun1926, tak bisa dipisahkan dengankeberadaan “Kiai Sepuh”. Merekaadalah ruh dari organisasi yangmemiliki massa terbesar di negeri ini.

Sebagai Ketua PWNU Jatim,KH. Moh. Hasan MutawakkilAlallah, SH. MM tentu saja mera-sakan kepedihan itu. Sebab banyaksudah ulama’-ulama’ kharismatikNU yang berpulang kerahmatullah.“Menurut sabda Rasulullah, ketikaada orang-orang ’alim meninggal,maka alam pun turut berduka,” tu-turnya kalem.

Namun demikian, pria kelahir-an Probolinggo 22 April 1959 inimenyadari tapal batas ajal manusia.Bahkan ketentuan Allah tentang ke-matian tak mengenal usia. Tak sedi-kit dari Kiai-Kiai Besar NU yang wa-

fat di usianya yang cukup muda.“Kematian itu sunnatullah; Walantajida lisunnati tabdila,” tandasnya

dengan mengutip sebuah ayat al-Qur’an. “Bagi yang tak beriman, me-reka menyebutnya sebagai dialektika

alam,” tambahnya.Organisasi keagamaam NU,

kata Ketua Pusat Koperasi PondokPesantren (Puskopontren) wilayahJawa Timur ini, adalah milik paraauliya’. Sebab pendiri-pendiri NUadalah auliya’. Sedangkan NU itumerupakan wadahnya saja. “Ibaratfoto, NU adalah pigoranya,” te-rangnya memisalkan.

Maka ketika Kiai-Kiai NUmeninggal, akan bermunculan ula-ma’-ulama’ khos lain yang akanmenjadi pelita umat. Khususnyauntuk membuat benderangnya jaluryang harus ditempuh NU dalammelanjutkan perjuangan. “Insya Al-lah NU tak akan kekurangan kaderdan panutan,” tuturnya mantap.

Pimpinan PP. Zainul HasanGenggong Pajarakan Probolinggo

Peranan Kiai di MasyarakatTutur Kata yang Dibuktikan dengan Amal Nyata

KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH. MM

Page 2: Peranan Kiai di Masyarakat Tutur Kata yang Dibuktikan ...jatim.kemenag.go.id/file/file/mimbar307/juqw1336000244.pdfbanyaknya tokoh NU yang ter-jun di ranah politik dianggap berimbas

13MPA 307 / April 2012

ini yakin, bahwa sepeninggal para“Kiai Sepuh” akan bermunculan Kiai-Kiai muda NU. Bisa karena faktor na-sab, ilmu yang amaliah dan amal yangilmiah, atau lantaran keikhlasan danketaatannya pada agama. Merekalahkelak yang jadi kader-kader “Kiai Se-puh” yang menjadi rujukan. “Kepadamerekalah kaum intelektual muda NUakan meminta fatwa, nasihat danbimbingan,” paparnya.

Betapapun NU telah memilikipara intelektual yang ahli dalam ber-bagai bidang, namun organisasi ke-agamaan ini akan tetap menempatkansosok Kiai pada posisi yang palingatas. Sehingga dalam merumuskangaris perjuangan, pelayanan masya-rakat baik di bidang keagamaan, eko-nomi, pendidikan dan kesehatan, te-tap tak boleh keluar dari koridor fatwapara Kiai.

Sedangkan untuk orang-orangNU yang aktif dalam jalur politik,alumnus Pascasarjana UII Yogyakartaini menegaskan, bahwa itu menjadihak pribadi masing-masing. Namunbagi NU sendiri tak akan berpolitikpraktis. Sebab NU menganut politikkebangsaan, yang mengarah padakepentingan bangsa. “Kami memper-silakan kader muda NU untuk ikutkendaraan partai politik apa saja. Asalmereka tidak menjadi kader yangkacang lupa kulitnya,” jelasnya.

Tak takut ruang suci kekiaiandan putihnya kejujuran akan ter-noda kotornya dunia politik? Le-laki yang pernah belajar di al-Azhar Kairo Mesir ini menepispernyataan semacam itu. Sebabmenurutnya, Kiai yang berpoli-tik pun juga bisa jujur. BukankahRasulullah selain menjadi Nabijuga seorang negarawan? Be-liaupun juga seorang PanglimaPerang. “Jadi.. ada jabatan poli-tik di sini,” simpulnya. “ Politikitu ibarat pisau. Tergantung ba-gaimana menggunakannya. Se-dangkan kejujuran dan kesucianitu yang bisa menilai cuma Allahsemata,” tukasnya menambah-kan.

Suami Nyai Hj. MuhibbatulLubabah ini juga menampik, jikabanyaknya tokoh NU yang ter-jun di ranah politik dianggapberimbas pada ketokohan kiaipesantren. Terbukti, masyarakat

tetap berduyun-duyun memperca-yakan anaknya masuk pondok pe-santren. Tetapi fakta yang tak dapatditampik, tak sedikit tokoh NU yangfatwa-fatwanya selama ini mendapat

tempat di hati umat, kurang dipercayalagi oleh masyarakat ketika dirinyaterjun ke jalur politik. “Ya.. biar merekasendiri yang menentukan, lebih besarmana manfaatnya ketika terlibatpolitik praktis atau menjadi tokoh NUyang bersih dari politik praktis,”ucapnya dengan senyum simpul.

Namun demikian, kilah anakkedua dari enam bersaudara ini, NUperlu sayap politik untuk menyalur-kan peranan politik kebangsaan me-lalui partai-partai politik. Jadi NU ti-dak menjauh dari semua partai, tapimendekati semua partai. “Inilah yangdimaksudkannya dengan Khittah 26yang produktif. Kalau menjauh darisemua partai itu bukan Khittah, tapiuzlah,” ujarnya.

Memang tak dapat dipungkiri,bahwa peranan Kiai NU hampir me-nyeluruh di segala bidang kehidup-an; sosial-kemasyarakatan, politik,ekonomi dan kebudayaan, bidang ke-agamaan, atau bidang-bidang kehi-dupan lainnya. Sebagian mereka jugatak sedikit yang aktif dalam MajelisUlama’ Indonesia.

Menurut KH. Abdussomad Bu-chori, peranan Kiai di MUI memangsangat nampak sekali. Kiai itu identikdengan ulama’. Ibarat dua sisi matauang, keduanya tak dapat dipisah-kan. MUI tanpa Kiai sangatlah tidakmungkin. Sebab pada dasarnya, ke-kuatan MUI ada pada sosok ulama’

dan figur Kiai. Mereka dudukbersama satu meja di lembagaindependen MUI untuk ber-sama-sama menegakkan amarma’ruf nahi nunkar.

Ketika seorang Kiai wafat,akan diganti oleh yang lain asalmemenuhi kriteria persyaratan. Diantara kriteria tersebut; disam-ping bisa membaca al-Qur’an danmengerti maknanya, dirinya jugaharus memahami ilmu fiqih, me-miliki ghirah perjuangan, ikhlas,gemar menolong, akhlaknya ter-jaga, meyakinkan, serta yang ter-penting adalah amaliahnya. Danbiasanya mereka itu juga memilikilembaga pondok pesantren.

Keberadaan Kiai di MUI,tutur Ketua Umum Majelis Ula-ma’ Indonesia Jawa Timur ini,sampai saat ini masih sangat di-perlukan. Dengan catatan, asalmereka mau tetap konsisten da-

Bukankah Rasulullahselain menjadi Nabi

juga seorangnegarawan?

Beliaupun jugaseorang PanglimaPerang. “Jadi.. adajabatan politik di

sini,” simpulnya. “Politik itu ibarat

pisau. Tergantungbagaimana

menggunakannya.Sedangkan kejujurandan kesucian itu yang

bisa menilai cumaAllah semata.”

KH. Abdussomad Buchori

Page 3: Peranan Kiai di Masyarakat Tutur Kata yang Dibuktikan ...jatim.kemenag.go.id/file/file/mimbar307/juqw1336000244.pdfbanyaknya tokoh NU yang ter-jun di ranah politik dianggap berimbas

14 MPA 307 / April 2012

lam berjuang dan melaksanakantugas-tugas yang diamanahkan ke-padanya – dengan tetap berpegangpada kriteria di atas tersebut. “Karenakeberadaan merekalah sehingga MUIhingga kini masih eksis dan tetaptegar dalam berjuang,” tuturnya.

Salah satu peranan sentral Kiaidi MUI, adalah ketika MUI mau me-nelorkan sebuah fatwa. Di situ tampaksekali betapa sentralnya keberadaansosok Kiai. Sebab tak mungkin pe-ranan tersebut diberikan pada kaumintelektual yang ada di MUI. Kalauada ide-ide dari kelompok intelektualmuda yang bertentangan dengankaidah-kaidah dan dasar-dasaragama misalnya, para Kiai dan ulama’tentu akan meluruskannya. “Bahkankinerja dari kaum intelektual dengandisiplin ilmunya masing-masing, se-nantiasa dipantau oleh Komisi Fat-wa,” ungkapnya. “Sehingga kalauterjadi penyimpangan, dengan cepatakan dapat diketahui,” katanya me-nambahkan.

Peranan sentral para Kiai diMUI, juga tak bisa dilepaskan daritiga unsur; peranan, fungsi, dantanggung jawab. Sehingga keber-adaan Kia tetap terikat dengan jobdescription yang adapada lembaga MUI.Prinsipnya, peranan Kiaibersama-sama denganumaro’ dan ormas mem-bangun tatanan kehi-dupan yang lebih baik,memberi nasihat, sertacontoh keteladananyang uswatun hasanah.

Yang paling ter-penting dari semua pe-ranan di atas, ujar KiaiShomad, adalah mene-gakkan amar ma’ruf nahimunkar. Apalagi di Indo-nesia sedang terjadi per-tarungan, antara orangmenegakkan kebenarandan orang yang merusakkebenaran. Oleh kare-nanya, diperlukan kerja-sama yang kuat antara ulama’ danumaro’ dan didukung oleh ormas-ormas yang ada. “Demi terciptanyakebaikan bagi negeri ini, maka umatIslam harus tampil dalam percaturanini,” tegasnya. “

Ada empat pilar agar dapat

membangun sebuah negara yangkuat; ilmunya para ulama’, adilnyapara pejabat, kedermawanan orangkaya, serta doanya kaum fakir misikin– atau dukungan dari masyarakatbawah. Setidaknya mereka mau taatpada para Kiai dan ulama’.

Untuk mewujudkan hal terse-but, maka seorang Kiai hendaknyapula ada yang berjuang lewat jalurbirokrasi. Sebab kalau ruang birokrasiyang dianggap “kotor” oleh masya-rakat tak memperoleh sentuhan mo-ralitas Kiai, maka sama halnya denganmembiarkan “kekotoran” itu terusterjadi.

Drs. KH. Imam Haromain Asy-’ari, M.Si punya pengalaman lang-sung dengan dunia birokrasi.Menurutnya, dimanapun seseorangberada – termasuk di jalur birokrasi,maka hendaknya dia tetap memegangnilai-nilai agama. Menurut Luqman al-Hakim, yang termaktub dalam al-Qur’an, orang itu haruslah shaleh du-nia dan akhiratnya.

Dengan landasan semacam ini,tentu seorang petugas pemerintahanakan melaksanakan tugasnya denganetos kerja dan moralitas yang tinggi.Dirinya punya proteksi moral yang

kuat, sehingga tak terbawa arus yangmenjurus pada pelanggaran terhadapaturan dan undang-undang.

Birokrasi, terang Kepala KanwilKemenag Prov. Jawa Tengah ini, telahdiatur oleh undang-undang dan re-gulasi. Dan jabatan, adalah sebuah

amanah yang tak boleh dipegang se-cara sembarangan. Oleh karenanya,seorang birokrat haruslah dapat me-laksanakan tugas dan tanggung ja-wabnya dengan sebaik-baiknya. Se-bab tak mungkin dirinya memberikancontoh yang kurang baik terhadapyang dipimpinnya.

Maka camkanlah pesan Luqmanal-Hakim kepada puteranya: Wahaianakku, kalau engkau ingin sejahteradunia dan sukses akhiratmu, makalaksanakan tugasmu dengan rasacinta, keikhlasan dan sungguh-sung-guh. “Pesan Luqmanul Hakim inilahyang selama ini saya cangking ke-mana-mana, termasuk ketika melaksa-nakan tugas di ruang birokrasi,” ung-kap pengasuh Pondok DenyanyarJombang ini menegaskan.

Dengan pesan singkat Luqmantersebut, tentu akan membentukmentalitas dan moralitas seseoranguntuk senantiasa mengarah padakebaikan dan kebenaran. Sebab etoskerja dan tanggung jawab tak akantumbuh, jika bekerja tanpa disertaikeikhlasan, perasaan cinta dan kerjakeras.

Sehingga orang yang telah dibe-ri amanah Allah bertugas di jalur bi-

rokrasi, maka dirinyaakan menjadikan akhlaqulkarimah berada di depanskill-keterampilan dan ke-pintarannya. “Orangyang pintar tapi tak ber-akhlak, dia akan merusaktatanan. Tapi orang pin-tar yang berakhlak, diri-nya akan menaati pera-turan,’ katanya memban-dingkan. “Kalau petugasnegara berakhlak, bangsadan negara ini akan adil,makmur dan sejahtera,”tandasnya.

Untuk itulah, figurKiai yang ada di birokrasihendaknya bisa mewar-nai situasi yang ada disana. Dengan model ke-pemimpinannya, akan

terbangun suasana kerja yang nya-man. Dirinya harus sanggup pulamemberikan proteksi, agar para apa-ratur pemerintah yang dipimpinnyatak sampai melakukan pelanggaran-pelanggaran yang berarti. “Kan su-sah kalau misalnya ada 200 kar-

Drs. KH. Imam Haromain Asy’ari, M.Si

Page 4: Peranan Kiai di Masyarakat Tutur Kata yang Dibuktikan ...jatim.kemenag.go.id/file/file/mimbar307/juqw1336000244.pdfbanyaknya tokoh NU yang ter-jun di ranah politik dianggap berimbas

15MPA 307 / April 2012

yawan, yang 20 persen bekerjasungguh-sungguh sementara yang80 persennya hanya menemani orangyang bekerja,” ucapnya dengan nadakelakar.

Lantas cara mewarnainya?Mantan Kepala Kanwil KemenagProv, Jawa Timur ini memberikan kiat.Ajaklah bicara pejabat eselon dankaryawan dengan santun. Lalu tun-jukkanlah cara-cara bekerja sebagaiorang yang beragama. “Berikan mo-tivasi melalui pesan-pesan moralyang sesuai dengan nilai-nilai agama.Saya yakin, mereka akan memiki etoskerja dan tanggung jawab yang ba-ik,” ujarnya.

Maka lingkungan kantor punmenjadi nyaman dan mengembirakan.Sebab mereka telah melakukan peker-jaannya dengan suasana yang riang.Jadi kuncinya, terletak pada bagai-mana seseorang bekerja sesuai de-ngan ajaran agama. “Agama telahmenyerukan, agar kita bekerja de-ngan tanpa menzalimi atau dizalimi,”jelasnya.

Peranan Kiai, nyatanya memangdibutuhkan bagi bangunansebuah birokrasi. Dengan sen-tuhan-sentuhan moralitasnya,akan terbangun suasana kerjayang menyenangkan. Tentusaja dengan tetap mentaatiperaturan-peraturan yang ada.Sebab kinerja seseorang itubukanlah dilihat dari loyalitas-nya dalam melayani atasan.Namun bagaimana dia bekerjadengan etos yang tinggi danakhlak yang terpuji.

Yang tak kalah penting-nya, adalah peranan Kiai dalammasyarakat. Sebab antara Kiaidan masyarakatnya, bagai sisikeping mata uang yang tak da-pat saling dipisahkan. Perilakudan perbuatan Kiai sehari-hari,telah menjadi panutan masyara-kat. Ketokohan Kiai akan dipujijika dirinya memang ditokohkanoleh masyarakatnya. “Dengankeilmuan yang mumpuni, sertakata-kata yang dibuktikan de-ngan kenyataan perilaku, akanmemancarkan kharisma dankewibawaan seorang Kiai,”simpul Drs. H. Roziqi, MM,MBA.

Meskipun ilmunya mum-

puni, kalau antara tutur kata dan pe-rilaku sehari-harinya tak sesuai, tentudia akan dihujat masyarakat. Kini taksedikit Kiai yang mengajak umatnyauntuk beramar ma’ruf nahi munkar,tetapi dia sendiri tak melaksanakan-nya dengan baik. “Ulama’ memangpanutan bagi masyarakat. Tetapi ma-nakala terjadi penyimpangan darisyariah Islam, masyarakat jadi taksimpati dan menghujat dirinya,” te-gasnya.

Ketua PPKA (Persaudaraan Pen-siunan Kementerian Agama) ProvinsiJawa Timur ini menuturkan, kini ma-syarakat membutuhkan ulama’ yangdalam ilmunya, bagus karakternya,serta luas wawasan pengetahuannya.Dengan begitu kebijakan-kebijakanyang diambilnya, akan sesuai denganperkembangan zaman yang ada.“Ulama’ dan Kiai seperti inilah, yangakan mampu menyelesaikan problem-atika masyarakat,” ujarnya.

Namun tugas inti ulama’ danKiai, adalah melakukan syiar dandakwah untuk memberikan pembi-naan pada umat. Sebab pada da-

sarnya, ulama’ itu adalah seorang jurupenerang, memberikan nasehat,menyebarluaskan ilmu agama kepadamasyarakat, membina majlis ta’lim,menyelenggaraksn pendidikan, danlain sebagainya.

Berkenaan dengan hal tersebut,tutur mantan Kepala Kanwil Keme-nag Prov. Jawa Timur ini, seorangulama’ dituntut untuk mengubah tek-nis dan strategi pembinaan terhadapmasyarakat sesuai dengan perkem-bangan iptek. Di sisi lain, hendaknyamereka menjalin kerjasama yang baikdengan para pejabat negara. “Harmo-nisnya masyarakat Jawa Timur saatini, juga dikarenakan kerjasama yangbaik antara ulama’ dan umaro’nya,”tukasnya.

Itulah sebabnya, ketika timbulsuatu persoalan yang meresahkanmasyarakat, bisa segera terselesai-kan. Seperti terjadinya alirasn sesatdan faham keagamaan yang menyim-pang dari ajaran Islam di Sampangbaru-baru ini. Dengan sigap para ula-ma’ dan para umaro’ pun melakukanpertemuan, untuk mengambil tindak-

an yang sesuai terhadap alirantersebut.

H. Roziqi mengharapkan,agar sosok ulama’ dan figur Kiaibisa berperan di mana saja se-panjang sesuai dengan fung-sinya, serta menempatkannyasesuai dengan posisinya. Jadikoridor yang membatasi peranulama’ dan Kiai, justru beradapada tugas dan fungsi ke-ulama’an atau kekiaiannyasendiri.

Terkadang, ketokohan se-orang ulama’ bisa mempenga-ruhi kebijakan pemerintah.Dengan catatan, bahwa diri-nya tetap mempunyai komit-men dan rasa kepedulian ter-hadap persoalan yang timbuldi masyarakat. Para umaro’kerap pula meminta saran danmasukan dari ulama’ sebelummengambil kebijakan. Dan kitapun berharap, agar ulama’ danumaro’ senantiasa berdam-pingan dan saling membu-tuhkan.

Laporan: DedyKurniawan, Anni Athi’ah,

Muhammad Hisyam,Rasmana Rahim (Surabaya)

Drs. H. Roziqi, MM, MBA