peranan bantuan hukum pasca surat edaran...

104
PERANAN BANTUAN HUKUM PASCA SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 ( Analisa Efektifitas Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur ) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: FARIZI NIM : 208044100022 KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M

Upload: duongminh

Post on 14-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERANAN BANTUAN HUKUM PASCA SURAT EDARAN MAHKAMAH

AGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 ( Analisa Efektifitas Bantuan Hukum di

Pengadilan Agama Jakarta Timur )

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

FARIZI

NIM : 208044100022

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M

LEMBARPENGESAHAN

PERANAN BANTUAN HUKUM PASCA SURAT EDARAN MAHKAMAH

AGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 (Analisa Efektifitas Bantuan Hukum di

Pengadilan Agama Jakarta Timur )

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Farizi

NIM:208044100022

Disetujui Oleh:

~~

Nahrowi. S.H.,M.H.

Pembimbing

NIP: 197302151999031002

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIFHDAYATULLAH

JAKARTA

1435 Hf2014 M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi berjudul PERANAN BANTUAN HUKUM PASCA SURAT EDARAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 ( Analisa Efektifitas

Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur ) telah diujikan dalam

Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta pada 13 Mei 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai

salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi

Hukum Keluarga.

Jakarta, 13 Mei 2014

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

z--~

~.M. Mulimm. M.A. NIP. 196808121999031014

P AN/TIA UJIAN

I. Ketua : Dr. J. M. l\'1uslimin, M.A. f.u~ NIP. 196808121999031014

2. Sekretaris : Mufidah, S.Hl

3. Pembimbing : Nahrowi, S.H.,M.H.

NIP. 197302151999031002

4. Penguji I : Dr. Djawahir Hejazziey, S.H.,M.A.

NIP. 195510151979031002

5. Penguji II : Drs. Abu Tamrin, S.H.,M.Hum.

NIP. 196509081995031001

ABSTRAK

FARIZI. NIM: 208044100022. Judul Skripsi : PERANAN BANTUAN HUKUM

PASCA SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 (

Analisa Efektifitas Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur )

Hukum merupakan salah satu sarana dalam kehidupan yang diperlakukan

untuk penghidupan di dalam masyarakat, demi ketertiban masyarakat, kebaikan

dan ketentraman bersama. Hukum mengutamakan masyarakat bukan

perseorangan atau golongan. Hukum pun menjaga dan melindungi hak-hak serta

menentukan kewajiban-kewajiban anggota masyarakat, agar tercipta suatu

kehidupan masyarakat yang teratur, damai, adil, dan makmur. Dalam

menghadapi situasi ini, maka perlu adanya perombakan strategi pembangunan

hukum, karena hukum juga harus bersentuhan dengan kebutuhan rakyat yang

kurang mampu, dalam arti bukan membebaskan mereka dari aturan hukum, akan

tetapi justru memperkuat rakyat yang akan menentukan masa depan mereka.

Dengan adanya Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan Agama, menurut

penulis ini merupakan kajian yang menarik untuk diangkat dan dibahas mengigat

program ini sangat baik untuk bisa membantu para pencari keadilan yang tidak

mampu secara ekonomi, serta untuk membayar advokat atau sekedar konsultasi

tentang permasalahan hukum di Peradilan Agama.

Dari persoalan tersebut, tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk

mengetahui bagaimanakah peranan bantuan hukum di Peradilan Agama yang

didasari oleh Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010 tentang

Pedoman Bantuan Hukum Lampiran B sebagai bantuan bagi warga negara yang

ingin mencari keadilan dan mengetahui hukum lebih khusus warga negara yang

tidak mampu di Pengadilan Agama (khususnya di Pengadilan Agama Jakarta

Timur).

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian

mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan memakai

pendekatan yuridis sosiologis terhadap bantuan hukum di Pengadilan Agama

sehingga memperoleh kejelasannya. Penelitian yuridis sosiologis adalah suatu

penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena dan

kejadian yang terjadi dilapangan. Untuk memperoleh data yang berkaitan penulis

menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan memusatkan perhatian pada

prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada

dalam kehidupan manusia, yang berkaitan dengan judul..

Setelah data diolah dan dianalisa sesuai dengan metode yang telah

ditetapkan, diperoleh kesimpulan bahwa Bantuan Hukum di lingkungan

Pengadilan Agama Jakarta Timur sangat membantu para pencari keadilan yang

tidak mampu secara ekonomi dalam proses hukum di Pengadilan, dan masalah

yang dihadapi para pencari keadilan jadi cepat selesai, di samping itu Bantuan

Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur telah bekerja secara efisien dan

sangat efektif sesuai dengan aturan dan tujuan yang dibuat dalam SEMA No. 10

Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum.

LEMBARPERYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar starata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) SyarifHidayatuIlah Jakarta;

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta; dan

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 13 Mei 2014

r\f Farizi

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah subhana wa taala, yang telah

memberikan nikmat sehat, pengetahuan dan kemudahan untuk penulis dalam

menyelesaikan skripsi yang berjudul Peranan Bantuan Hukum Pasca Surat

Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2010 ( Analisa Efektifitas Bantuan

Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur ). Shalawat dan salam semoga

selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa

sallam, beserta keluarga, para sahabat, dan umatnya yang selalu berpegang teguh

dan setia hingga akhir zaman.

Keseluruhan proses penyusunan karya ilmiah ini telah melibatkan

bantuan berbagai pihak, melalui pengantar ini dengan segala kerendahan hati

penulis hanturkan terima kasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. H. JM. Muslimin, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH.,MA.,MM. Guru besar Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah

Jakarta, yang telah banyak memberikan motivasi dan nasihat-nasihat berharga

kepada mahasiswa/i Fakultas Syariah dan Hukum.

3. Drs. H.A. Basiq Djalil, MA. Ketua Program Studi Hukum Keluarga, yang

telah banyak memberikan pelajaran berharga dalam perkuliahan.

iii

4. Nahrowi, SH.MH. Pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, nasihat-

nasihat berharga dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi menjadi lebih baik.

5. Mufidah S.HI. yang telah banyak membantu dalam memudahkan pelayanan

terhadap mahasiswa dalam birokrasi dan administrasi kampus

6. Seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum, terima

kasih atas ilmu yang telah diberikan selama masa pekuliahan.

7. Drs. Amril Mawardi, SH.MH. Pembina di Pengadilan Agama Jakarta Timur,

yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh informasi yang

diperlukan.

8. Abdullah S.HI dan Makini Staf Posbakum di Pengadilan Agama Jakarta

Timur, yang telah bersedia membantu penulis, baik dari wawancara maupun

dalam memberikan informasi yang diperlukan.

9. Kedua orang tua tercinta H. Waqi dan Hj. Iis Latifah, Ana Nurhamna, dan Hj.

Ayanah Ayu, Kakak Nurul, Syaiful Rahman, Nasuha, Zaini, adik Suwwaipi,

Saqiatul Muawwanah, dan istriku tercinta Nurhayati, yang selalu memotivasi

dan menemani dengan tulus dalam penyusunan skripsi, serta sanat saudara

yang telah banyak memberikan motivasi, doa, kasih sayang, dukungan moril

dan materil, kesabaran, cinta, perhatian dan kasih sayang yang tak terhingga

sepanjang masa, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik,

segala hormat penulis sembahkan semoga Allah subhana wa taala senantiasa

melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka.

iv

10. Sahabat-sahabat seperjuangan selama kuliah di Kelas PA, khususnya kepada

Aziz sahabat sejati yang selalu bersama-sama dalam penyusunan skripsi

hingga selesai, serta Nizar, Hendrik dan Rizki Akbar yang telah berbagi ilmu

dan saling memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi, semoga

kesuksesan dan keberhasilan selalu menyertai kita.

Akhirnya, tidak ada yang dapat penulis berikan sebagai balas jasa kecuali

hanya doa dan kasih sayang. Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi

penulis dan umumnya diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua

pihak yang membacanya, amiin.

Jakarta, 13 Mei 2014

Penulis

Farizi

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah..................................................... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 11

D. Review Study Terdahulu ..................................................................... 12

E. Metodologi Penelitian .......................................................................... 14

F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 17

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANTUAN HUKUM MENURUT

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 10 TAHUN

2010 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011

TENTANG BANTUAN HUKUM

A. Sejarah Bantuan Hukum di Indonesia ................................................. 19

B. Pengertian Bantuan Hukum ................................................................. 24

C. Tujuan dan Manfaat Bantuan Hukum .................................................. 29

BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR

A. Sejarah Pengadilan ............................................................................... 31

B. Struktur Organisasi Pengadilan ............................................................ 33

C. Wilayah Hukum dan Wewenang Pengadilan ....................................... 34

vi

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN POS BANTUAN

HUKUM DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR

A. Pengertian Efektifitas ......................................................................... 39

B. Peranan Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur ......... 40

C. Faktor-faktor yang Menghambat dan Mendukung terlaksananya

Bantuan Hukum ................................................................................. 48

D. Analisa efektifitas Jasa Pos Bantuan Hukum di Pengadilan

Agama Jakarta Timur ......................................................................... 49

E. Analisa Bantuan Hukum Menurut Islam Berkaitan dengan

Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur....................... 55

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 60

B. Saran ..................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 65

LAMPIRAN

1. Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi ...................... 68

2. Surat Permohonan Data dan Wawancara ..................................................... 69

3. Data Hasil Wawancara dengan Kordinator Pengadilan Agama Jakarta

Timur............................................................................................................ 70

4. Data Hasil Wawancara dengan Staf Posbakum Pengadilan Agama

Jakarta Timur ............................................................................................... 74

5. Data Hasil Wawancara dengan Pengguna Jasa Posbakum .......................... 78

vii

6. Instrumen Pos Bantuan Hukum Pengadilan Agama Jakarta Timur ............. 88

7. Laporan Rekapitulasi Pengguna Jasa Posbakum Tahun 2011-2012

Pengadilan Agama Jakarta Timur ................................................................ 89

8. Surat Keterangan Penelitian dan Wawancara .............................................. 91

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dapatlah diketahui bahwa lahirnya hukum Indonesia bersamaan dengan

lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,

saat bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Dengan proklamasi

itulah, lahir secara resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka

dan berdaulat yang meliputi wilayah kekuasaanya dari Sabang sampai Merauke.

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, merupakan awal kelahiran

bangsa Indonesia dan negara Republik Indonesia. Negara yang berdiri diatas

Undang-Undang Dasar 1945 di mana Pancasila menjadi dasar falsafah.

Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkanlah Undang-Undang Dasar

1945.1 Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara

Indonesia. Yang memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur, hal ini

sebagaimana tercantum dalam pokok pikiran keempat yang bunyinya sebagai

berikut: Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa, menurut dasar

kemanusiaan yang adil dan beradab.2

1 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008), Cet

ke-3, h. 7-8.

2 Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2008), h. 101.

2

Hukum merupakan salah satu sarana dalam kehidupan yang diperlakukan

untuk penghidupan di dalam masyarakat, demi ketertiban masyarakat, kebaikan

dan ketentraman bersama. Hukum mengutamakan masyarakat bukan

perseorangan atau golongan. Hukum pun menjaga dan melindungi hak-hak serta

menentukan kewajiban-kewajiban anggota masyarakat, agar tercipta suatu

kehidupan masyarakat yang teratur, damai, adil, dan makmur.3

Kebutuhan akan keadilan merupakan salah satu hak asasi yang harus dijaga

dan dilindungi, sebagaimana yang termaktub dalam pasal 27 ayat (1) UUD

Negara Republik Indonesia yang menyatakan Segala warga Negara bersamaan

kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum

dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Begitupun di dalam pasal

28D UUD Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Semua sama dihadapan hukum dan berhak memperoleh perlindungan

hukum tanpa membedakan warga negara yang satu dengan yang lainnya,

termasuk fakir miskin, di dalam pasal 34 UUD 1945 menyatakan bahwa Fakir

miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, di dalam pasal tersebut

negara berkewajiban melindungi fakir miskin sebagai sebagian dari warga

negaranya, akan tetapi pada realitanya masih banyak warga yang di bawah garis

kemiskinan tidak memperoleh jaminan dan mengerti akan hukum dan hampir

3 Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), h. 52.

3

semuanya buta hukum sehingga mereka tidak tahu dalam menyelesaikan perkara-

perkara perdata yang mereka alami.

Dalam menghadapi situasi ini, maka perlu adanya perombakan strategi

pembangunan hukum, karena hukum juga harus bersentuhan dengan kebutuhan

rakyat yang kurang mampu, dalam arti bukan membebaskan mereka dari aturan

hukum, akan tetapi justru memperkuat rakyat yang akan menentukan masa depan

mereka. Ini perlu kembali diefektifkan agar masalah-masalah yang muncul

belakangan ini mendapat penyelesaian, sebab apabila semua itu tidak ditindak

lanjuti dalam bentuk yang nyata, maka konsep-konsep tersebut hanya akan

menjadi huruf mati yang tidak mempunyai efektifitas.4

Seperti yang dikatakan seorang tokoh bantuan hukum di Indonsia Adnan

Buyung Nasution, berpendapat bahwa bantuan hukum atau legal aid adalah

memberikan layanan bantuan hukum kepada masyarakat yang

membutuhkannya.5

Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman adalah kekuasaan kehakiman negara yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan

Pancasila demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia. Dijelaskan

pula dalam Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan

4 Soerjono Sukanto, Pendekatan Sosiolgi Hukum, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), h. 10.

5 Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1981), h. 5.

4

Kehakiman, bahwa lingkungan Peradilan Agama adalah salah satu diantara

lingkungan Peradilan Khusus

Penyebutan Peradilan Khusus tidaklah dimaksudkan untuk

mengistimewakan warga negara yang diadili atau mencari keadilan melalui

peradilan-peradilan itu, penamaan itu hanyalah sekedar menunjukkan perbedaan

ketiga lingkungan peradilan (Agama, Militer dan Tata Usaha Negara) dengan

Peradilan Umum yang mempunyai wewenang yang lebih luas dan umum baik

mengenai perdata maupun pidana. Karena luasnya wewenang itu, Peradilan

Umum dapat mengadakan kekhususan pula dalam tubuhnya. Dengan berpuncak

dan berada di bawah pengawasan Mahkamah Agung keempat lingkungan

peradilan itu melakukan kekuasaan kehakiman dalam negara RI. Dengan

demikian, pengadilan-pengadilan (Agama dan Tinggi Agama) dalam lingkungan

Peradilan Agama adalah bagian dari peradilan negara dalam sistem peradilan

nasional.6

Peradilan Agama adalah peradilan Islam di Indonesia, sebab dari jenis-

jenis perkara yang ia boleh mengadilinya, seluruhnya adalah jenis perkara

menurut agama Islam. Dirangkaikannya kata-kata Peradilan Islam dengan

kata-kata di Indonesia adalah karena jenis perkara yang ia boleh mengadilinya

tersebut tidaklah mencakup segala macam perkara menurut Peradilan Islam

6 A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, ( Jakarta: Kencana Pranada Media Group,

2010 ), Cet ke- 2, h. 23-24.

5

secara universal. Tegasnya, Peradilan Agama adalah Peradilan Islam limitatif,

yang telah disesuaikan dengan keadaan di Indonesia.7

Dalam dunia peradilan termasuk lingkungan Peradilan Agama di

Indonesia, sumber hukum yang dipakai atau dirujuk dalam memeriksa, memutus

dan menyelesaikan perkara secara garis besar terbagi dua, Pertama, Sumber

Hukum Materil; Kedua, Sumber Hukum Formil yang sering disebut Hukum

Acara.8

Peradilan Agama sebagai salah satu peradilan dalam tata peradilan di

Indonesia yang melaksanaan kekuasaan kehakiman dalam negara kesatuan

Republik Indonesia. Dengan berlakunya UU No. 1 Tahun 1974, maka kekuasaan

pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama semakin bertambah. Oleh karena

itu, maka tugas-tugas badan Peradilan Agama menjadi meningkat. Dengan

sendirinya hal itu mendorong usaha peningkatan jumlah dan kualitas aparatur

pengadilan, khususnya hakim, untuk menyelesaikan tugas-tugas peradilan

tersebut.

Selanjutnya, dengan berlakunya UU No. 7 Tahun 1989 posisi Peradilan

Agama di Indonesia semakin kuat, dan dasar penyelenggaraannya mengacu

kepada peraturan perundang-undangan yang unifikatif. Selain itu, dengan

perumusan KHI yang meliputi bidang perkawinan, kewarisan, dan perwakafan,

7Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2010), Cet ke- 14, h. 6.

8 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,

(Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 2000), Cet. Pertama, h. 4.

6

maka masalah yang dihadapi oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan

Agama di Indonesia, yaitu keanekaragaman rujukan dan ketentuan hukum, dapat

diatasi.9

Pada tahun 2006, UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU Nomor

7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah disahkan oleh DPR RI, dan pada

tahun 2009 terjadi perubahan kedua atas UU Nomor 7 tahun 1989 dengan

disahkannya UU No. 50 Tahun 2009. Proses perubahan berjalan lancar tanpa

kontroversi. Tanpa ada perdebatan alot baik ditingkatan politisi, akademisi

maupun masyarakat umum. Seolah semua mengamini dan meneguhkan akan

pentingnya revisi UU tersebut bagi Pengadilan Agama (PA) pasca satu atap

dengan Mahkamah Agung (MA).

Dengan disahkannya UU nomor 3 tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009,

maka secara yuridis formal kelembagaan Peradilan Agama semakin kokoh dan

mempuyai kedudukan yang sama dan sejajar dengan tiga lingkungan peradilan

lainnya, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan

Militer. Diberlakukannya UU Nomor 3 tahun 2006 tersebut menandai lahirnya

paradigma baru peradilan agama. Paradigma baru itu menyangkut yurisdiksinya,

sebagaimana ditegaskan bahwa: Peradilan Agama adalah salah satu pelaku

kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam

mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

9 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta, PT Raja Grafindo

Persada,2004), Cet ke-4, h. 124-125.

7

Kata perkara tertentu merupakan perubahan terhadap kata perkara perdata

tertentu sebagaimana disebutkan dalam UU No. 7 Tahun 1989. Penghapusan

kata ini dharapkan agar tidak hanya perkara perdata saja yang menjadi

kewenangan pengadilan agama.10

Kompetensi relatif setiap Pengadilan Agama dasar hukumnya adalah

berpedoman pada ketentuan Undang-undang Hukum Acara Perdata. Landasan

untuk menentukan kewenangan relatif Peradilan Agama merujuk kepada

ketentuan pasal 118 HIR atau pasal 142 R.Bg. Jo. Pasal 66 dan pasal 73 Undang-

undang N0. 7 Tahun 1989. Penentuan kompetensi relatif ini bertitik tolak dari

aturan yang menetapkan ke Pengadilan Agama mana gugatan diajukan agar

gugatan memenuhi syarat formal. Pasal 118 ayat (1) HIR, menganut asas bahwa

yang berwenang adalah pengadilan ditempat kediaman tergugat. Asas ini dalam

bahasa latin disebut actor sequitur forum rei. namun ada beberapa

pengecualian, yaitu tercantum dalam pasal 118 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4),

yaitu:

- Apabila tergugat lebih dari satu, maka gugatan diajukan kepada pengadilan

yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman salah seorang dari

tergugat;

- Apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan

kepada pengadilan di tempat tinggal penggugat;

10

Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta:

Kecana, 2008), h. 343.

8

- Apabila gugatan mengenai benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan

kepada peradilan di wilayah hukum dimana barang tersebut terletak; dan

- Apabila ada tempat tinggal yang dipilih dengan suatu akta, maka gugatan

dapat diajukan kepada pengadilan tempat tinggal yang dipilih dalam akta

tersebut.

Kompetensi Absolut, saat ini dengan dikeluarkannya Undang-undang No.3

Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan

Agama, salah satu yang diatur adalah tentang perubahan atau perluasan

kewenangan lembaga Peradilan Agama pada pasal 49 yang sekarang juga

meliputi perkara-perkara dibidang ekonomi syariah. Secara lengkap bidang-

bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama meliputi: (a) perkawinan;

(b) waris; (c) wasiat; (d) hibah; (e) wakaf; (f) zakat; (g) infak; (h) sedekah; dan

(i) ekonomi syariah.11

dalam Pasal 60B UU No. 50/2009 tentang perubahan kedua atas UU No.

7/1989 tentang Peradilan Agama menyebutkan bahwa setiap orang yang

tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum dan negara menanggung

biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu.

Dengan memperhatikan keadaan/nasib warga negara yang tidak

mengetahui hukum apalagi untuk para pencari keadilan yang tidak mampu untuk

membayar biaya advokat. Mahkamah Agung melakukan terobosan baru

11

Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta:,Kencana,

2006), h. 104-106.

9

memberikan bantuan hukum kepada masyarakat pencari keadilan yang

dipandang tidak mampu secara ekonomi sebagaimana diatur dalam Surat Edaran

Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010.12

Serta di dalam Pasal 60 (c) UU No.50 Tahun 2009 juga mengatur bahwa di

setiap pengadilan di bentuk Pos Bantuan Hukum untuk pencari keadilan tidak

mampu secara ekonomi dalam berperkara ke pengadilan, meliputi layanan

perkara prodeo, peyelenggaraan sidang keliling, dan penyedian pos bantuan

hukum dipengadilan, meliputi perkara di Peradilan Agama, Peradilan Umum

serta di Peradilan Tata Usaha Negara, tata cara dan mekanisme pemberian

bantuan hukum tersebut diatur dalam lampiran SEMA, dan khusus di lingkungan

Peradilan Agama diatur dalam lampiran B SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang

Pedoman Pemberian Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan Agama.

Dengan adanya Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan Agama, menurut

penulis ini merupakan kajian yang menarik untuk diangkat dan dibahas mengigat

program ini sangat baik untuk bisa membantu para pencari keadilan yang tidak

mampu secara ekonomi, serta untuk membayar advokat atau sekedar konsultasi

tentang permasalahan hukum di Peradilan Agama.

Penulis terdorong ingin mengkaji lebih dalam untuk mengetahui

bagaimanakah pelaksanaan Bantuan Hukum di Peradilan Agama yang didasari

oleh Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman

12

www.hukumonline.com/2010/10/rakernas MA.html, diakses pada 20 Januari 2013.

http://www.hukumonline.com/2010/10/rakernas%20MA.html

10

Bantuan Hukum Lampiran B sebagai bantuan bagi warga negara yang ingin

mencari keadilan dan mengetahui hukum lebih khusus warga negara yang tidak

mampu di Pengadilan Agama (khususnya di Pengadilan Agama Jakarta Timur).

Oleh karena itu penulis mengangkat suatu tema yang akan di tulis sebagai bahan

skripsi, yaitu dengan judul Peranan Bantuan Hukum Pasca SEMA No. 10

Tahun 2010 (Analisa Efektifitas Bantuan Hukum di Pengadilan Agama

Jakarta Timur).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar penelitian terhadap skripsi ini lebih terarah, maka dalam hal ini

penulis memberikan batasan masalah yang akan dikaji, yaitu tentang Efektifitas

Implementasi Bantuan Hukum di Peradilan Agama, sesuai SEMA No. 10 Tahun

2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum. Khususya mengenai

Bantuan Hukum di Lingkungan Pengadilan Agama Jakarta Timur dari tahun

2011 hingga tahun 2012.

2. Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan keadaan warga negara yang tidak mengetahui

hukum apalagi untuk para pencari keadilan yang tidak mampu pada umumnya

mereka tidak tahu bagaimana menghadapi dan menyelesaikan perkara-perkara

yang mereka hadapi di pengadilan dan tidak mampu untuk membayar biaya

pengacara untuk mendampingi ataupun hanya sekedar konsultasi.

11

Dengan melihat realita yang ada, maka rumusan masalah dalam skripsi ini

ialah bagaimana pelaksanaan bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta

Timur, apakah efektif atau tidak efektif dalam memberikan bantuan hukum

kepada masyarakat dalam mencari keadilan sesuai dengan Surat Edaran

Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan

Hukum, dari tahun 2011 hingga tahun 2012.

Dalam hal ini penulis merumuskan dengan beberapa pertanyaan sebagai

berikut:

1. Bagaimana Peranan Bantuan Hukum Pasca SEMA No. 10 Tahun 2010 di

Pengadilan Agama Jakarta Timur?

2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat dan yang mendukung terlaksananya

bantuan hukum?

3. Bagaimana efektifitas Jasa Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta

Timur?

4. Bagaimana bantuan hukum menurut Islam berkaitan dengan bantuan hukum

di Pengadilan Agama Jakarta Timur?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian skripsi ini adalah:

a. Untuk mengetahui peranan bantuan hukum pasca SEMA No. 10 Tahun 2010

di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

12

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat dan mendukung

terlaksananya bantuan hukum di Lingkungan Pengadilan Agama Jakarta

Timur.

c. Untuk mengetahui efektifitas Jasa Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama

Jakarta Timur.

d. Untuk mengetahui bantuan hukum menurut Islam berkaitan dengan bantuan

hukum di Pengadilan Agama Jakarta timur.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

a. Secara teoritis, diharapkan dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya

dibidang hukum dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan baru yaitu

mengenai bantuan hukum yang terdapat di Pengadilan Agama.

b. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat

akan adanya Bantuan Hukum bagi mereka yang tidak mampu di Lingkungan

Peradilan Agama.

D. Review Studi Terdahulu

No Judul Skripsi Pengarang Pokok

Pembahasan

Perbedaan

13

1 Tinjauan Yuridis Pos

Bantuan Hukum di

Lingkungan

Pengadilan

Agama(Analisis

SEMA No. 10

Tahun 2010 Tentang

Pedoman Pemberian

Bantuan Hukum)

Jainul

Amidin

Mekanisme

pembentukan,

pelaksanaan Pos

Bantuan Hukum

di linkungan

Peradilan

Agama yang

ditinjau dari

hukum yang

berlaku di

Negara

Indonesia

Analisa Efektifitas

dan faktor yang

menghambat dan

mendukung

pelaksanaan

Bantuan Hukum

meliputi Bantuan

Hukum Prodeo,

Bantuan Hukum

Sidang Keliling,

dan Pos Bantuan

Hukum di

Pengadilan Agama

Jakarta Timur

pasca SEMA No.

10 Tahun 2010

tentang bahasan yang sedang penulis bahas didalam skripsi studi

terdahulu, penulis hanya mendapatkan tinjauan kajian terdahulu dari penulis

Jainul Amidin. Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Yaitu tentang Tinjauan Yuridis Pos Bantuan Hukum di

14

Lingkungan Peradilan Agama (Analisis SEMA No. 10 Tahun 2010 Tentang

Pedoman Pemberian Bantuan Hukum).

Penulis tersebut memfokuskan tentang Pembentukan, pelaksanaan Pos

Bantuan Hukum di lingkungan Peradilan Agama di tinjau dari hukum yang

berlaku di Negara Indonesia. Sedangkan penulis memfokuskan tentang analisa

efektifitas dan faktor yang menghambat dan mendukung pelaksanaan Bantuan

Hukum meliputi Bantuan Hukum Prodeo, Bantuan Hukum Sidang Keliling, dan

Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur Pasca Surat Edaran

Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan

Hukum. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa perbedaan yang paling

mendasar ialah dari bahasan dan objeknya.

E. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk

menghasilkan data yang valid adalah sebagai berikut.

1. Pendekatan masalah

Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan

memakai pendekatan yuridis sosiologis terhadap bantuan hukum di Pengadilan

Agama sehingga memperoleh kejelasannya. Penelitian yuridis sosiologis adalah

15

suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena dan

kejadian yang terjadi dilapangan.13

Untuk memperoleh data yang berkaitan penulis menggunakan pendekatan

kualitatif, yaitu dengan memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang

mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia,

yang berkaitan dengan judul.14

2. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan berupa

gambaran yang sesuai dengan realitanya, yang bersifat deskriptif analisis yaitu

penelitian lapangan yang menggambarkan data dan informasi di lapangan

berdasarkan fakta yang ada yang diperoleh secara mendalam.

3. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang secara langsung diperoleh dari objek yang diteliti,

yaitu data yang diperoleh dari Bantuan Hukum Pengadilan Agama Jakarta Timur

melalui hasil wawancara langsung terhadap pihak-pihak yang terkait yang

terutama pemberi jasa bantuan hukum yang berkaitan dengan penelitian bantuan

hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

b. Data Sekunder

13

Soejono Sukanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja

Grafindo. 2001), h. 26.

14 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 20.

16

Data sekunder data-data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi yang

berhubungan dengan masalah yang diajukan, buku-buku ilmiah, undang-undang

serta peraturan-peraturan lainnya, buku-buku literatur, makalah umum dan

bacaan lain yang berkaitan dengan judul yang diajukan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data

berupa:

a. Studi Pustaka (Library Research)

Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang

berhubungan dengan penulisan skripsi yaitu dari buku-buku, literatur-literatur,

artikel-artikel di internet yaitu pembahasan yang bekaitan dengan pokok masalah

yang diajukan, kemudian melalui jurnal, maupun year book yaitu mengenai

fakta-fakta dan statistik yang diterbitkan setiap tahun.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa data-data mengenai

pelaksanaan bantuan hukum. melalui wawancara, observasi dan dokumentasi

dengan pihak-pihak yang berkaitan, yaitu yang mengurusi bantuan hukum di

Pengadilan Agama Jakarta Timur.

c. Pengolahan data

Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan melalui penelitian

dilapangan, kemudian dilakukan analisis perkembangan dalam pembahasan

17

masalah, selanjutnya dapat ditarik kesimpulan dan diberikan saran-saran untuk

perbaikan.

5. Metode Analisa Data

Metode analisis yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah

metode analisis statistik atau evaluasi yang menilai apakah pelaksanaan bantuan

hukum oleh bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur periode tahun

2011 hingga tahun 2012 efektif atau tidak efektif dan sesuai dengan Surat Edaran

Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan

Hukum.

F. Sistematika Penulisan

Di dalam melakukan penyusunan skripsi agar mempermudah pembaca

dalam hal ini penulis menyusun skripsi terdiri dari lima bab. Setiap bab terdiri

dari beberapa sub bab bahasan, agar lebih terarah dan sistematis. Isi dari proposal

ini secara singkat adalah sebagai berikut:

Bab I, berisi mengenai pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi

terdahulu, metode penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II, membahas mengenai bantuan hukum menurut SEMA No. 10 Tahun

2010 dan UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, sejarah bantuan

hukum di Indonesia, pengertian bantuan hukum, tujuan dibentuknya bantuan

hukum.

18

Bab III, membahas tentang profil Pengadilan Agama Jakarta Timur yang terdiri

dari, sejarah singkat Pengadilan Agama Jakarta Timur, struktur organisasi

Pengadilan Agama Jakarta Timur, wilayah hukum dan wewenang Pengadilan

Agama Jakarta Timur.

Bab IV, berisi tentang pengertian efektifitas, peranan bantuan hukum pasca Surat

Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2010 di Pengadilan Agama Jakarta

Timur, faktor-faktor yang menghambat dan mendukung terlaksananya bantuan

hukum, analisa efektifitas Jasa Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta

Timur, analisa bantuan hukum menurut Islam berkaitan dengan bantuan hukum

di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Bab V, sebagai penutup berisi kesimpulan dan saran-saran, penulis juga

melampirkan daftar pustaka dan lain-lain.

19

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG BANTUAN HUKUM

A. Sejarah Bantuan Hukum di Indonesia

Sebelum membahas tentang apa itu bantuan hukum, untuk memudahkan

dalam pembahasan lebih dalam maka lebih dahulu kita pelajari tentang sejarah

bantuan hukum di Indonesia.

a. Bantuan hukum pra-kemerdekaan.

Bantuan hukum pada zaman penjajahan Belanda tidak memberlakukan

hukum yang baru, akan tetapi Belanda menerapkan kebijaksanaan politik baru.

Sejak permulaan, pihak kompeni (VOC) berketetapan menghormati hukum lokal.

Hal yang tidak mereka hormati adalah hubungan-hubungan ekonomi dan politik

yang selamanya merupakan sumber pokok hukum lokal.

Hubungan yang serupa juga terdapat di bidang peradilan dengan

perbedaan penting bahwa tapal batas etnis diterobos ke satu arah, ke pihak

Belanda yang jenjang peradilannya terdiri atas Residentiegerecht untuk tingkat

pertama, Raad van justitie untuk tingkat banding, dan Mahkamah Agung

(Hooggerechtshof). Negara Eropa mempunyai dua kitab undang-undang hukum

acara, satu untuk perkara perdata (Burgelijk Rechtsvordering) dan untuk perkara

pidana (Strafvordering). Dan tahun 1950-an kedua kitab undang-undang ini

memuat ketentuan-ketentuan, termasuk jaminan hak-hak pribadi yang termaktub

20

dalam kitab undang-undang di Belanda. Untuk orang Indonesia cukup disediakan

dalam kitab undang-undang baik untuk perkara perdata dan pidana, yaitu:

Herziene Inlandsch Reglement (H.I.R).

Dalam masa pendudukan Jepang, terhadap golongan Eropa dan Tionghoa

diberlakukan Burgerlijk Werboek (B.W.) dan Wetboek van Koophandel (W.v.K),

sedang untuk golongan Indonesia asli berlaku hukum adat. Selanjutnya bagi

golongan-golongan lainnya berlaku hukum yang diperlakukan bagi mereka

menurut peraturan dahulu.

Organisasi peradilan pada masa pemerintah pendudukan Jepang tidak

menunjukkan adanya suatu kesatuan. Ada 5 (lima) lingkungan peradilan yang

dikenal pada waktu itu, yaitu Gunritukaigi (Mahkamah Militer), Gunsei Hooin

(Pengadilan Pemerintah Balatentara), Tihoo Hooin (Pengadilan Negeri), Kootoo

Hooin (Pengadilan Tinggi), Saikoo Hooin (Pengadilan Agung) dan Peradilan

Swapraja dan Peradilan Adat.1

Di Indonesia bantuan hukum sudah ada sejak tahun 1500 M, bersamaan

dengan datangnya bangsa Portugis, Spanyol Inggris dan Belanda ke Indonesia.

Pada awal perkembangannya bantuan hukum ini merupakan manifestasi dari

sikap kedermawanan (charity) yang umumnya dilakukan oleh patron kepada

klien. Kemudian bantuan hukum berkembang sejalan dengan perkembangan

profesi hukum menjadi kedermawanan profesi, yang selanjutnya profesi bantuan

1 Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum: Suatu Hak Asasi Bukan Belas Kasihan, (Jakarta:

PT Elex Media Komputindo, 2000), h. 7.

21

hukum menjadi professional responsibility (tanggungjawab profesi). Dalam

perkembangan selanjutnya menjadi tanggung jawab sosial yang diselesaikan

tidak hanya masalah hukum yang litigasi, tetapi juga non litigasi.2

b. Bantuan hukum pasca kemerdekaan

Sejak Indonesia merdeka, pemerintahan RI telah mengeluarkan berbagai

macam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bantuan hukum di

muka persidangan. Peraturan perundang-undangan tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Undang-Undang No. 1 tahun 1946

Pada tahun 1946, pemerintah RI mengeluarkan UU No 1 tahun 1946 tentang

peratura Hukum Pidana. Dalam undang-undang tersebut diatur di dalamnya

tentang kedudukan advokat dan orang-orang yang memberikan bantuan hukum.

2. Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tentang Mahkamah Agung

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 9 mei 1950, mengatur tentang

susunan kekuasaan Mahkamah Agung yang mempunyai kedudukan tertinggi

untuk mengawasi jalannya peradilan. Dan dalam Pasal 42 terdapat istilah yang

menerangkan pemberi bantuan hukum dengan kata Pembela.

3. Undang-Undang Darurat No. 1 tahun 1951

2 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,

(Jakarta : Kencana, 2006), h. 67.

22

Undang-undang Darurat No. 1 tahun 1951 mengatur tentang tindakan-tindakan

sementara untuk menyelenggarkan kesatuan susunan kekuasaan dan acara

pengadilan sipil.

4. Herziene Inlandsch Reglement (HIR)

dalam hubungannya dengan tugas dan kewajiban advokat dan pemberi bantuan

hukum di muka persidangan diatur dalam beberapa pasal HIR, seperti: Pasal 83

h ayat 6, Pasal 120 Rsv, Pasal 250 ayat 5 HIR, Pasal 254 ayat 1 HIR, Pasal 123

HIR, Undang-undang No.19 tahun 1946 tentang ketentuan pokok Kekuasaan

Kehakiman yang pada intinya seseorang yang terkena masalah hukum berhak

mendapatkan bantuan hukum dari seorang ahli hukum.3

Suatu penelitian yang mendalam tentang sejarah pertumbuhan program

bantuan hukum atau advokat dilakukan oleh Mauro Cippelleti, yang dikutip oleh

Adnan Buyung Nasution yang mengatakan bahwa:

Program bantuan hukum kepada si miskim telah dimulai sejak zaman

Romawi. Juga ternyata bahwa pada tiap zaman, arti dan tujuan pemberian

bantuan hukum kepada si miskin erat hubungannya dengan nilai-nilai moral,

pandangan politik dan falsafah hukum yang berlaku .

Pada tahun 1892 di kota Amsterdam dibentuk suatu biro bantuan hukum

dari organisasi Toynbee, yang bernama Ons Huis. Biro-biro tersebut juga

3 Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum: Suatu Hak Asasi Bukan Belas Kasihan, h. 16-22

23

dibentuk di kota Leiden dan Den Hag. Biro tersebut menberikan konsultasi

hukum dengan biaya yang sangat rendah.

Pada tahun 1905 kota Keulen Jerman didirikan biro kunsultasi hukum

yang pertama dengan nama Rechtsaus Kunfsteble Fur Minderbemittleden dengan

mendapat subsidi dari kotapraja. Di Amerika Serikat juga dibentuk organisasi

bantuan hukum swasta pada tahun 1876, yang bertujuan untuk melindungi

kepentingan-kepentingan imigran Jerman, yang bernama Deutsche Rechtsschutz

Verein.

Pemberian advokat khususnya bagi rakyat kecil yang tidak mampu dan

buta hukum tampaknya merupakan hal yang dapat dikatakan relatif baru di

negara berkembang, demikian juga di Indonesia. Bantuan hukum sebagai legal

institution (lembaga hukum) semula tidak dikenal dalam sistem hukum

tradisional, dan baru dikenal di Indonesia sejak masuknya atau diberlakukannya

sistem hukum barat di Indonesia. Menurut Ali Yusuf Amir bahwa bantuan

hukum merupakan pelayanan hukum yang bersifat cuma-cuma. Semua warga

negara memiliki aksesbilitas yang sama dalam memperoleh pelayanan hukum,

baik didalam maupun di luar Pengadilan.

Kemudian Bambang Sunggono dan Aries Harianto menjelaskan bahwa

bantuan hukum sebagai kegiatan pelayanan hukum secara cuma-cuma kepada

masyarakat miskin dan buta hukum dalam dekade terakhir ini tampak

menunjukkan perkembangan yang amat pesat di Indonesia, apalagi sejak Pelita

24

ke III pemerintah mencanangkan program bantuan hukum sebagai jalur untuk

meratakan jalan menuju pemerataan keadilan di bidang hukum.

Secara formal bantuan hukum di Indonesia sudah ada sejak zaman

penjajahan Belanda. Hal ini bermula pada tahun 1848 ketika di Belanda terjadi

perubahan besar dalam sejarah hukumnya. Berdasarkan asas konkordansi, maka

firman raja tanggal 16 Mei 1848 Nomor 1 perundang-undangan di negara

Belanda tersebut juga diberlakukan untuk Indonesia (waktu itu bernama Hindia

Belanda), antara lain tentang susunan kehakiman dan kebijaksanaan pengadilan

(Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het beleid der justitie in Indonesia)

yang disingkat dengan nama R.O.Stb. 1847 Nomor 23 Jo Stb. 1848 Nomor 57

dengan segala perubahan dan tambahannya.4

B. Pengertian Bantuan Hukum

Bantuan hukum diyakini dapat memberikan kesamaan dan jaminan

terhadap seluruh masyarakat dalam menikmati perlindungan dihadapan hukum

dan dari sesuatu perbuatan yang tidak adil. Bantuan hukum merupakan

penyempurnaan dari jaminan sosial, dan menjadi sistem yang melengkapi

perlindungan terhadap hak asasi manusia.

Di dalam UUD 1945, permasalahan bantuan hukum tidak secara tegas

dinyatakan sebagai tanggung jawab negara. Namun adanya prinsip-prinsip

4 Ishaq, Pendidikan Keadvokatan, (Jakarta :Sinar Grafika, 2010), h. 12-14.

25

persamaan di hadapan hukum dan perlakuan yang adil bagi seluruh masyarakat,

merupakan petunjuk bahwa negara wajib memperhatikan masalah bantuan

hukum bagi warganya.

Bantuan hukum pada dasarnya terdapat dua model (sistem) bantuan

hukum, yang dinamakannya sebagai model yuridis-individual dan model

kesejahteraan, artinya di satu pihak bantuan hukum dapat dilihat sebagai suatu

hak yang diberikan kepada warga masyarakat untuk melindungi kepentingan-

kepentingan individual, dan di lain pihak sebagai suatu hak akan kesejahteraan

yang menjadi bagian dari kerangka perlindungan sosial yang diberikan suatu

negara kesejahteraan.

Bantuan hukum model yuridis-individual adalah permintaan akan bantuan

hukum atau perlindungan hukum tergantung pada warga masyarakat yang

memerlukannya. Warga masyarakat yang memerlukan bantuan hukum menemui

pengacara, dan pengacara akan memperoleh imbalan atas jasa-jasa yang

diberikannya dari negara. Pada model bantuan hukum ini prosesnya tergantung

pada calon-calon klien maupun keahlian yang ada pada para pengacara.

Model kesejahteraan memandang bantuan hukum sebagai bagian dari

haluan sosial, misalnya, untuk mentralisasikan ketidakpastian atau kemiskinan.

Didalam rangka kesejahteraan, maka pada model ini dituntut campur tangan yang

intensif dari negara atau pemerintah. Kewajiban-kewajiban negara atau

pemerintah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar warga masyarakat,

26

menimbulkan hak-hak tertentu, di mana bantuan hukum merupakan salah satu

cara untuk memenuhi hak-hak tersebut.5

Bantuan hukum adalah jasa memberi bantuan hukum dengan bertindak

baik sebagai pembela dari seseorang yang tersangkut dalam perkara pidana

maupun sebagai kuasa dalam perkara perdata atau tata usaha negara di muka

pengadilan dan atau memberi nasehat hukum di luar pengadilan.6

Santoso Poedjosoebroto berpendapat bahwa bantuan hukum atau legal aid

diartikan sebagai Bantuan hukum (baik yang berbentuk pemberian nasihat

hukum, maupun yang berupa menjadi kuasa dari pada seseorang yang

berperkara) yang diberikan kepada orang yang tidak mampu ekonominya,

sehingga tidak dapat membayar biaya (honorarium) kepada seorang pembela atau

pengacara.7

Jaksa Agung Republik Indonesia ternyata juga mempunyai pendapat yang

lebih sempit lagi ruang lingkupnya Yang dimaksud dengan bantuan hukum

adalah pembelaan yang diperoleh seseorang terdakwa dari seorang penasihat

5 Soerjono Soekanto, Bantuan Hukum Suatu Tujuan Sosio Yuridis, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1983), h. 11-12.

6 Lasdin Wlas, Cakrawala Advokat Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1989), h. 119.

7 Santoso Poedjosobroto, Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Hukum Negeri dan

Pelaksana Tugas Peradilan, dalam Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Negeri, (Jakarta:

Departemen Penerangan RI,1976), h. 61.

27

hukum, sewaktu perkaranya diperiksa dalam pemeriksaan pendahuluan atau

dalam proses pemeriksaan perkaranya di muka Pengadilan.8

Kepala Kepolisian Republik Indonesia, memberikan batasan pengertian

yang agak luas terhadap bantuan hukum Pemberian bantuan hukum sebagai

pendidikan klinis, sebenarnya tidak hanya terbatas untuk jurusan-jurusan pidana

dan perdata untuk akhirnya tampil di depan pengadilan, tetapi juga untuk

jurusan-jurusan lain seperti jurusan hukum tata negara, hukum administrasi

pemerintahan, hukum internasional dan lain-lainnya yang memungkinkan

memberikan bantuan hukum di luar pengadilan misalnya memberikan bantuan

hukum kepada seseorang yang tersangkut dalam soal-soal perumahan di kantor

urusan perumahan (KUP); bantuan hukum kepada seseorang dalam urusan

kewarganegaraan di Imigrasi atau Departemen Kehakiman; bantuan hukum

kepada seseorang yang menyangkut dalam urusan internasional di Departemen

Luar Negeri; bahkan memberikan bimbingan dan penyuluhan di bidang hukum

termasuk sasaran bantuan hukum dan lain sebagainya.9

Sesuai dengan ketentuan Undang-undang nomor 48 Tahun 2009, pasal 56

dan 57, Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 pasal 68 B dan 69 C, Undang-

undang Nomor 50 Tahun 2009 pasal 60 B dan 60 C, Undang-undang Nomor 51

8 Jaksa Agung, RI, Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Hukum Negeri dan Pelaksana Tugas Peradilan, dalam Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Negeri, (Jakarta:

Departemen Penerangan RI,1976), h. 72.

9 Kepala Kepolisian, RI, Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Hukum Negeri dan

Pelaksana Tugas Peradilan, dalam Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Negeri, (Jakarta:

Departemen Penerangan RI, 1976), h.88.

28

Tahun 2009 pasal 144 C dan 144 D yang mengatur tentang hak setiap orang yang

tersangkut perkara untuk memperoleh bantuan hukum dan negara menanggung

biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu. Dengan dasar itu

Mahkamah Agung melakukan terobosan baru memberikan bantuan hukum

kepada masyarakat pencari keadilan yang dipandang tidak mampu secara

ekonomi sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10

Tahun 2010.

Bantuan hukum adalah pemberian jasa hukum yang difasilitasi oleh

negara melalui Peradilan, dengan pembebasan biaya perkara, baik dalam perkara

perdata gugatan dan permohonan, perkara pidana maupun perkara jinayat dan

biaya sidang ditempat sidang tetap (zitting plaatz).

Bantuan Hukum menurut Undang-undang Nomor 16 Tentang Bantuan

Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara

cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.

Pemohon Bantuan Hukum adalah pencari keadilan yang terdiri dari orang

perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu atau

memiliki kriteria miskin sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik atau

penetapan upah minimum regional atau program jaring pengaman sosial lainnya,

atau memenuhi syarat sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Sema No. 10 Tahun

2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, yang memerlukan bantuan

untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum di Pengadilan.

29

Jadi dapatlah dikatakan disini bahwa bantuan hukum adalah memberikan

pelayanan hukum kepada rakyat miskin atau orang-orang yang tidak mampu

yang buta hukum, tidak dapat membayar biaya pembela atau pengacara tanpa

memandang agama, asal, suku maupun keyakinan politik masing-masing,

sehingga meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, terutama hak-haknya

sebagai subyek hukum.

C. Tujuan Bantuan Hukum

Bantuan hukum di Indonesia mempunyai tujuan dan ruang lingkup yang

lebih luas dan lebih jelas arahnya. Arti dan tujuan program bantuan hukum

tersebut tercantum di dalam anggaran Dasar Lembaga Bantuan Hukum, yang

artinya adalah sebagai berikut, Disamping memberikan pelayanan bantuan

hukum kepada masyarakat yang membutuhkannya, Lembaga Bantuan Hukum

berambisi untuk mendidik masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya dengan

tujuan menumbuhkan dan membina kesadaran akan hak-hak sebagai subyek

hukum. Lembaga Bantuan Hukum juga berambisi turut serta mengadakan

pembaharuan hukum dan perbaikan pelaksanaan hukum di segala bidang.10

Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa ruang lingkup bantuan

hukum di Indonesia mencakup pemberian pelayanan hukum, mengadakan

pendidikan (hukum), serta mengadakan pembaharuan dan perbaikan pelaksanaan

hukum.

10

Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1981), h. 5-6.

30

Di dalam SEMA No 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian

Bantuan hukum. Bantuan hukum bertujuan untuk:

(1) Membantu masyarakat pencari keadilan yang tidak mampu secara ekonomis

dalam menjalankan proses hukum di pengadilan;

(2) Meningkatkan akses terhadap keadilan;

(3) Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang hukum

melalui penghargaan, pemenuhan dan perlindungan hukum terhadap hak dan

kewajibannya; dan

(4) Memberikan pelayanan prima kepada masyarakat pencari keadilan. Tujuan

Bantuan Hukum Menuurut UU No 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum,

Penyelenggaraan Bantuan Hukum bertujuan untuk:

a. menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk

mendapatkan akses keadilan;

b. mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan

prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;

c. menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan

secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan

d. mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggung

jawabkan.

31

BAB III

PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR

A. Sejarah Pengadilan

Kelahiran Pengadilan Agama Jakarta Timur Sebagai kelanjutan dari sikap

pemerintah Hindia Belanda terhadap peradilan agama, pada tahun 1828 dengan

ketetapan Komisaris Jenderal tanggal 12 Maret 1828 nomor 17 khusus untuk

Jakarta (Betawi) di tiap-tiap distrik dibentuk satu majelis distrik yang terdiri dari:

a. Komandan Distrik sebagai Ketua

b. Para penghulu masjid dan Kepala Wilayah sebagai anggota

Majelis ada perbedaan semangat dan arti terhadap Pasal 13 Staatsblad

1820 Nomor 22, maka melalui resolusi tanggal 1 Desember 1835 pemerintah di

masa itu mengeluarkan penjelasan Pasal 13 Staatsblad Nomor 22 tahun 1820

sebagai berikut:

Apabila terjadi sengketa antara orang-orang Jawa satu sama lain

mengenai soal-soal perkawinan, pembagian harta dan sengketa-sengketa sejenis

yang harus diputus menurut hukum Islam, maka para pendeta memberi

keputusan, tetapi gugatan untuk mendapat pembiayaan yang timbul dari

keputusan dari para pendeta itu harus diajukan kepada pengadilan-pengadilan

biasa. Penjelasan ini dilatarbelakangi pula oleh adanya kehendak dari

pemerintah Hindia Belanda untuk memberlakukan politik konkordansi dalam

bidang hukum, karena beranggapan bahwa hukum Eropa jauh lebih baik dari

32

hukum yang telah ada di Indonesia. Seperti diketahui bahwa pada tahun 1838 di

Belanda diberlakukan Burgerlijk Wetboek (BW).

Akan tetapi dalam rangka pelaksanaan politik konkordansi itu, Mr.

Scholten van Oud Haarlem yang menjadi Ketua Komisi penyesuaian undang-

undang Belanda dengan keadaan istimewa di Hindia Belanda membuat sebuah

nota kepada pemerintahnya, dalam nota itu dikatakan bahwa:

Untuk mencegah timbulnya keadaan yang tidak menyenangkan mungkin

juga perlawanan jika diadakan pelanggaran terhadap agama orang Bumi Putera,

maka harus diikhtiarkan sedapat-dapatnya agar mereka itu dapat tinggal tetap

dalam lingkungan (hukum) agama serta adat istiadat mereka.

Di daerah khusus Ibukota Jakarta, berdasarkan Keputusan Menteri Agama

Nomor 4 Tahun 1967 lahir Peradilan Agama Jakarta dan diadakan perubahan

kantor-kantor cabang Pengadilan Agama dari 2 kantor cabang menjadi 4 kantor

cabang, antara lain :

a. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur

b. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan

c. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat

d. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Pusat

33

B. Struktur Organisasi Pengadilan

STRUKTUR ORGANISASI

PENGADILAN AGAMA KELAS IA JAKARTA TIMUR

KETUA

Drs. H. Zulkarnain, SH., M.H.

WAKIL KETUA

-

PANITERA SEKRETARIS

Dra. Hj. Aminah

WAKIL PANITERA

H. Hanafi Baihaqi, Lc., SH

Plt. WAKIL SEKRETARIS

Muhammad Zuhri

HAKIM

11. Drs. H. Nemin Aminudin, SH., MH

12. Hj. Shafwah, SH., MH

13. H. Abdillah, SH., MH

14. Drs. H. Muhiddin, SH., MH

15. Drs. Sultoni, MH.

16. Elvi Nailana, SH., MH.

17. Dra. Orba Susilawati, MHI

18. Drs. Amril Mawardi, SH

19. Drs. Yayan Admaja, SH (MARI)

HAKIM

1. Dra. Hj. Saniyah, KH.

2. Dra. Nuraini Saladdin, SH

3. Dra. Hj. Ai Zainab, SH

4. Dra. Haulillah, MH

5. Hj. Yustimar B., SH

6. Drs. H.M. Syamri Adnan, SH., MH.I

7. Dra. Hj. Farchanah Muqoddas, M.Hum.

8. H. Muhammad Kailani, SH., MH.

9. Dra. Nurroh Sunah, SH

10. Drs. H. Abd. Ghoni, SH., MH. (MARI)

PAN MUD PERMOHONAN

H. Bambang SP, SH, SP.I, MH

PAN MUD GUGATAN

Ali Mustofa, SH.

PAN MUD HUKUM

Pahrurozi, SH

1. Siti Mahbuhah, S.Ag.

2. Sri Komalasari

3. Monika Septi Indriyani, A.Md

1. Kemas M. Irfan, SE1. R. Desy Psp, A.Md.

2. Dani N, SH

KEPALA SUB. BAG.

UMUM

Muhammad Zuhri

KEPALA SUB. BAG.

KEUANGAN

Dewi Utari, SE

Plt. KA. SUB. BAG.

KEPEGAWAIAN

Hismi Mubarok

1. Sutini, S.Ag.

2. Muhammad Arsyi

3. Rd. Yadi Sumiadi W.

4. A. Syahrus Sikti, SHI

5. Handika Imron, S.Kom

1. Sanjaya Langgeng S.

2. Achmad Mubarok, SHI1. Winahya V. A.Md.

PANITERA PENGGANTI

1. Drs. Ade Faqih

2. Dra. Siti Nurhayati

3. Siti Makbullah, SH

4. Titiek Indriaty, SH

5. Aday, S.Ag.

6. Fathony, SH

7. Zulhemi, B.A.

8. Hj. Spa Ichtiyatun, SH., MH

9. Hj. Andar Aryani, SH., MH

10. Drs. H. Ujang Sodik

11. Mastanah, SH

12. Sri Mulyati, S.Ag.

13. Yulisma, SH

14. Winarti, SH

15. Rahmah Sufiyah, SH., MH

16. Muhammad Sayhon, SH

17. Syarif Maulana, SH

18. Rohimah, SH., MH

19. Hj. Alfiah Yuliastuti, SH

20. Dwiarti Yuliani, SH

JURUSITA

1. Moh. Sidik

2. Abd. Rochim

3. Ade Husniati

JURUSITA

1. Sumiyati

2. Veny Rahmawati

3. Sirajuddin Haris

4. M. Dirwansyah Ridlah

5. Yuspa

6. Agus Alwi

7. Imam Sunardi

8. Marhamah

9. Prio Rinanto

34

C. Wilayah Hukum dan Wewenang Pengadilan

Wilayah kekuasaan hukum (yuridiksi) Pengadilan Agama Jakarta Timur

adalah wilayah daerah Kotamadya Jakarta Timur yang terdiri dari 10 (sepuluh)

kecamatan dan 65 kelurahan. Adapun batas-batas wilayahnya adalah:

1. Sebelah utara dengan: Kodya Jakarta Utara dan Kodya Jakarta Pusat

2. Sebelah barat dengan: Kodya Jakarta Selatan

3. Sebelah selatan dengan: Kabupaten Bogor /Kodya Depok

4. Sebelah timur dengan: Kabupaten Bekasi/Kota Bekasi

Luas wilayah: 18.877.77 Ha. Jumlah penduduknya 3.050.713 jiwa

(besumber data BAPEKO TAHUN 2003). Jumlah penduduk yang beragama

Islam 2.569.390 jiwa (bersumber data Depag. Tahun 2003). Kodya Jakarta Timur

adalah wilayah Yuridiksi Pengadilan Agama Jakarta Timur, adapun 10 wilayah

kecamatan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Kecamatan Matraman, terdiri dai 6 (enam) kelurahan dengan jumlah

penduduknya sebanyak 153.484 jiwa:

- Kelurahan Kebon Manggis

- Kelurahan Palmeriam

- Kelurahan Pisangan Baru

- Kelurahan Kayu Manis

- Kelurahan Utan Kayu Utara

- Kelurahan Utan Kayu Selatan

35

2) Kecamatan Jatinegara, teridri dari 8 (delapan) Kelurahan dengan jumlah

penduduknya sebanyak 250.186 jiwa:

- Kelurahan Bali Mester

- Kelurahan Bidaracina

- Kelurahan Cipinang Besar Selatan

- Kelurahan Cipinang Besar

- Kelurahan Cipinang Cempedak

- Kelurahan Cipinang Muara

- Kelurahan Rawa Bunga

- Kelurahan Kampung Melayu Kecil

3) Kecamatan Pasar Rebo, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah

penduduknya sebanyak 240.074 jiwa:

- Kelurahan Baru

- Kelurahan Cijantung

- Kelurahan Gedong

- Kelurahan Kalisari

- Kelurahan Pekayon

4) Kecamatan kramat jati, terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah

penduduknya sebanyak 175.883 jiwa:

- Kelurahan Balekambang

- Kelurahan Batu Ampar

- Kelurahan Cawang

36

- Kelurahan Cililitan

- Kelurahan Dukuh

- Kelurahan Kampung Tengah

- Kelurahan Kramat Jati

5) Kecamatan Pulogadung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah

penduduk sebanyak 250.878 jiwa:

- Kelurahan Cipinang

- Kelurahan Jati

- Kelurahan Jatinegara Kaum

- Kelurahan Kayu Putih

- Kelurahan Pisangan Timur

- Kelurahan Pulogadung

- Kelurahan Rawamangun

6) Kecamatan Cakung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah

penduduknya sebanyak 251.184 jiwa:

- Kelurahan Cakung Barat

- Kelurahan Cakung Timur

- Kelurahan Jatinegara

- Kelurahan Penggilingan

- Kelurahan Pulogebang

- Kelurahan Rawa Terate

- Kelurahan Ujung Menteng

37

7) Kecamatan Ciracas, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah

penduduknya sebanyak 160.679 jiwa:

- Kelurahan Cibubur

- Kelurahan Ciracas

- Kelurahan Kelapa Dua Wetan

- Kelurahan Rambutan

- Kelurahan Susukan

8) Kelurahan Cipayung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah

penduduknya sebanyak 171.883 jiwa:

- Kelurahan Ceger

- Kelurahan Cilangkap

- Kelurahan Cipayung

- Kelurahan Lubang Buaya

- Kelurahan Munjul

- Kelurahan Pondok Rangon

- Kelurahan Setu

9) Kecamatan Makasar terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah

penduduk sebanyak 193.085 jiwa:

- Kelurahan Cipinang Melayu

- Kelurahan Halim

- Kelurahan Kebon Pala

- Kelurahan Pinang Ranti

38

- Kelurahan Makasar

10) Kecamatan Duren Sawit terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah

penduduknya 203.280 jiwa:

- Kelurahan Duren Sawit

- Kelurahan Malaka Jaya

- Kelurahan Pondok Kopi

- Kelurahan Pondok Bambu

- Kelurahan Klender1

1 www, Situsresmi.pa-jakartaTimur.go.id.03 April 2013.

39

BAB IV

ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN POS BANTUAN HUKUM DI

PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR

A. Pengertian Efektifitas Secara Etimologi kata efektivitas berasal dari kata efektif dalam bahasa

Inggris effective, dalam kamus John M. Echols dan Hassan Shadily artinya

adalah berhasil dan ditaati.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif

artinya dapat membawa hasil, berhasil guna tentang usaha atau tindakan. Dapat

berarti sudah berlaku tentang undang-undang atau peraturan.2

Pengertian seperti tersebut sejalan dengan rumusan yang dikemukakan

oleh The Liang Gie, yaitu EfectivenessEfektivitas: Suatu keadaan yang

mengandung pengertian mengenai terjadinya sesuatu efek atau akibat yang

dikehendaki. Kalau seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud

tertentu yang memang dikehendakinya, maka orang itu dikatakan efektif kalau

menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana yang

dikehendakinya.3

Ulum mengemukakan bahwa pengertian efektivitas pada dasarnya

berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna).

1 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 1996), Cet Ke-23, h. 207.

2 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2002), Cet Ke-2, h. 284.

3 The Liang Gie, Ensiklopedi Administrasi, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 2001), h. 108.

40

Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran

yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses

kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wesely).4

Rumusan dan pandangan tentang efektivitas yang dikemukakan di atas

menunjukkan bahwa untuk mengetahui sesuatu mencapai efektivitas atau tidak,

harus dikaitkan antara rencana, kehendak, aturan, tujuan atau sasaran dengan

hasil yang telah dicapai setelah melakukan kegiatan untuk mencapai maksud,

sasaran atau apa yang telah direncanakan sebelumnya.

Dengan kata lain bahwa suatu hasil dikatakan mencapai efektivitas jika

hasil tersebut benar-benar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan

sebelumnya, termasuk ketentuan yang berlaku. Disamping itu, uraian yang

dikemukakan di atas, menunjukkan pula bahwa indikator atau ukuran efektivitas

adalah kesesuaian antara rencana dengan hasil yang dicapai, atau antara

ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan kenyataan pelaksanaannya,

atau dengan kata lain bahwa efektif adalah kesamaan antara rencana dan hasil

yang dicapai.

B. Peranan Bantuan Hukum Pasca Sema Nomor 10 Tahun 2010 di Pengadilan

Agama Jakarta Timur

4 MD Ihyau Ulum, Akuntansi Sektor Publik, (Malang: UMM Press, 2008), h. 199.

41

Sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 Tahun

2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum. Pos bantuan hukum

merupakan salah satu jasa bantuan hukum bagi para pencari keadilan yang tidak

mampu secara keseluruhan ekonomi/tidak mampu membayar advokat tetapi

mampu membayar biaya perkara.

Pos bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur baru terealisasi

pada tahun 2011 dan terealisasi diseluruh Indonesia pada tanggal 1 Maret 2011,

akan tetapi dalam pelaksanaanya pos bantuan hukum itu sendiri di Pengadilan

Agama Jakarta Timur baru diresmikan pada tanggal 29 Maret, dikarenakan

banyak proses yang harus dilewati agar dalam pelaksanaannya sesuai dengan

aturan-aturan yang telah ditentukan.

Pasca lahirnya Undang-undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan

Hukum, praktik Posbakum tidak lagi dilakukan oleh Mahkamah Agung. Menurut

pasal 6 Undang-Undang No. 16 tahun 2011, pemberian bantuan hukum kepada

penerima bantuan hukum diselenggarakan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia dan dilaksanakan oleh pemberi bantuan hukum.

Undang-undang No. 16 Tahun 2011, berlaku pada tahun 2013. Dan pada

tahun 2013 bantuan hukum dikelola oleh Kementrian Hukum dan HAM. Akan

tetapi, dalam praktiknya belum terealisasikan, sehingga terjadi kekosongan

dalam memberikan bantuan hukum di Posbakum. Prosedur pemberian bantuan

hukum menurut UU No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, pasal 4 ayat (3)

meliputi: menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau

42

melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum penerima bantuan

hukum. Menurut pasal 8 ayat (1), UU No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan

Hukum praktik bantuan hukum dilakukan oleh pemberi bantuan hukum yang

sudah di tunjuk oleh menteri dan memenuhi syarat-syarat yang telah diatur dalam

ayat berikutnya ayat (2), yaitu:

a. Berbadan hukum.

b. Terakreditasi berdasarkan Undang-undang.

c. Memiliki kantor atau sekretariat yang tetap.

d. Memiliki pengurus.

e. Memiliki program bantuan hukum.

Adanya perpindahan penyelenggara bantuan hukum dari Mahkamah

Agung ke Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, menyebabkan pada tahun

2013 pelaksanaan Posbakum belum berjalan. Sedangkan dalam aturan SEMA No

10 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, menuturkan

persyaratan yang sangat rinci agar tidak terjadi penyalahgunaan. Sehingga di

Pengadilan Agama Jakarta Timur pada bulan april tahun 2013, Mahkamah

Agung melalui Badan Peradilan Agama kembali menyelenggarakan bantuan

hukum dengan menggunakan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun

2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum untuk memberikan bantuan

hukum kepada pencari keadilan yang tidak mampu.5

5 Wawancara Pribadi dengan Amril Mawardi. Hakim Madya Pratama Pengadilan Agama

Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.

43

Jasa bantuan hukum yang di berikan oleh pemberi bantuan hukum di pos

bantuan hukum sebagaimana di atur dalam pasal 17 ayat 1 SEMA No. 10 Tahun

2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, fasilitas pelayanan bantuan

hukum yang diberikan adalah berupa:

1. Informasi

2. Konsultasi hukum

3. Advis

4. Pembuatan surat gugatan/permohonan

Jenis-jenis perkara yang dapat ditangani oleh pos bantuan hukum adalah:

- Perkara perceraian

- Penetapan ahli waris

- Hadhanah

- Istbat nikah

- Poligami

- Perwalian

Pemberi jasa bantuan hukum di pos bantuan hukum Pengadilan Agama

Jakarta Timur adalah:

1. Advokat;

2. Sarjana hukum; dan

3. Sarjana syariah

Pemberi jasa bantuan hukum berasal dari organisasi bantuan hukum.

Pemberi jasa yang akan bertugas di pos bantuan hukum ditunjuk oleh ketua

44

Pengadilan Agama, ada tiga lembaga bantuan hukum yang berkiprah di

Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam memberikan bantuan hukum, yaitu,

lembaga bantuan hukum Nahdatul Ulama, Mandiri, dan Syariah, yang tedaftar

di kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Lembaga bantuan hukum ini

berkiprah untuk membantu masyarakat dalam memberikan bantuan hukum

kepada para pencari keadilan yang tidak mampu di Pengadilan Agama Jakarta

Timur.

Yang berhak menerima jasa dari pos bantuan hukum adalah orang yang

tidak mampu dari segi ekonomi untuk membayar jasa advokat dan masyarakat

yang buta hukum tetapi mampu dalam hal ekonomi, juga dapat menggunakan

layanan jasa pos bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur.6

Syarat-syarat permintaan layanan jasa pos bantuan hukum. bagi yang

tidak mampu secara keseluruhan, dengan cara mengisi formulir permohonan jasa

pos bantuan hukum dengan melampirkan:

a. Surat keterangan tidak mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Kepala

Desa/Lurah.

b. Surat tunjangan sosial lainnya seperti:

- Kartu keluarga miskin (KKM), atau

- Kartu jaminan kesehatan masyarakat (JAMKESMAS),

- Kartu program keluarga harapan (PKH), dan

6 Wawancara Pribadi dengan Abdulloh. Kordinator Jasa Pos Bantuan Hukum Pengadilan

Agama Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.

45

- Kartu bantuan langsung tunai (BLT)

Bagi yang tidak mampu membayar jasa advokat tetapi mampu dalam

membayar biaya perkara yaitu dengan cara membuat surat pernyataan tidak

mampu untuk membayar jasa advokat yang dibuat dan ditanda tangani oleh

pemohon bantuan hukum serta diketahui oleh Ketua Pengadilan Agama.

Mekanisme pemberian jasa pos bantuan hukum, para pihak yang akan

mengajukan permohonan jasa pos bantuan hukum:

1. Datang ke tempat resepsionis setelah itu pemohon diarahkan ke tempat

meja informasi,

2. Tempat meja informasi akan memberikan informasi selengkap-lengkapnya

kepada pemohon jasa bantuan hukum tentang pos bantuan hukum.

3. Pemohon jasa bantuan hukum mengajukan permohonan kepada pos

bantuan hukum dengan mengisi formulir yang telah di sediakan.

4. Permohonan di lampiri:

a. Foto copy surat keterangan tidak mampu (SKTM) dengan

memperlihatkan aslinya; atau

b. Surat keterangan tunjangan sosial lainnya dengan memperlihatkan

aslinya,

c. Surat tidak mampu membayar advokat.

5. Pemohon yang sudah mengisi formulir dan melampirkan SKTM, setelah

itu di daftarkan ke pos bantuan hukum. satu hari berikutnya dapat

46

langsung diberikan jasa layanan bantuan hukum berupa pemberian

informasi, advis, konsultasi dan pembuatan gugatan/permohonan.7

Secara singkat mekanisme pemberian bantuan dapat digambarkan dengan

bagan sebagai berikut:

7 Wawancara Pribadi dengan Makini. Staf Jasa Pos Bantuan Hukum Pengadilan Agama

Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.

47

P IH A K

P e n g g u g a t /P e m o h o n

R E S E P S IO N IS

M e m in ta in fo rm a s i y a n g

d ib u tu h k a n te n ta n g ja s a

p o s b a n tu a n h u k u m

u n tu k m e n d a p a tk a n ja s a

b a n tu a n h u k u m y a n g

d ip e r lu k a n

P IH A K

T e rg u g a t /T e rm o h o n

J E N IS J A S A H U K U M

1 . K o n s u lta s i

2 . P e m b u a ta n S u ra t G u g a ta n /P e rm o h o n a n

3 . P e m b u a ta n J a w a b a n

4 . P e m b u a ta n R e p lik

5 . P e m b u a ta n D u p lik

6 . P e m b u a ta n K e s im p u la n

P O S B A K U M

D e n g a n M e n y a ta k a n :

1 . S u ra t K e te ra n g a n T id a k M a m p u (S K T M ) y a n g d ik e lu a rk a n o le h K e p a la D e s a /L u ra h a ta u S u ra t

K e te ra n g a n T u n ja n g a n S o s ia l la in n y a .

2 . S u ra t P e rn y a ta a n T id a k M a m p u M e m b a y a r J a s a A d u k a tif y a n g d ib u a t d a n d ita n g a n i o le h p e m o h o n

b a n tu a n h u k u m d a n d ik e ta h u i o le h K e tu a P e n g a d ila n A g a m a

3 . M e n g is i F o rm u lir P e rm o h o n a n J a s a B a n tu a n H u k u m

48

Pengawasan jasa pos bantuan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan

Agama jakarta Timur, yaitu:

(1) Panitrera Pengadilan Agama membuat buku registrasi khusus untuk

mengontrol pelaksanaan pemberian bantuan hukum;

(2) Perlunya perhatian/pengawasan apabila ada pembuatan draft yang keliru

atau tidak lengkap;

(3) Pemberi bantuan hukum wajib memberikan laporan tertulis kepada Ketua

Pengadilan Agama tentang telah diberikannya bantuan hukum dengan

melampirkan bukti-bukti sebagai berikut:

a. Formulir permohonan dan foto kopi Surat Keterangan Tidak Mampu

atau Surat Keterangan Tunjanngan Sosial lainnya, jika ada; dan

b. Pernyataan telah diberikannya bantuan hukum yang ditandatangani

oleh pihak pemberi dan penerima bantuan hukum.8

C. Faktor-faktor yang Menghambat dan Mendukung Terlaksananya Bantuan

Hukum.

Dalam melaksanakan tugas layanan Pos Bantuan Hukum banyak

menemui berbagai masalah dan hambatan. Masalah yang dialami POSBAKUM

Pengadilan Agama Jakarta Timur meliputi fasilitas yang kurang memadai.

Karena ruangan POSBAKUM yang satu dengan ruangan posbakum yang lainya

8 Wawancara Pribadi dengan Amril Mawardi. Hakim Madya Pratama Pengadilan Agama

Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.

49

berdekatan, sehingga menyebabkan ketidaknyamanan dalam menyampaikan

masalah yang dihadapi pemohon bantuan hukum.9

Problem selanjutnya adalah para pihak penerima bantuan hukum yang

datang beragam dan masalahnya sudah sangat rumit sehingga mempersulit

pemberi bantuan hukum.

Kurangnya petugas dalam Posbakum Pengadilan Agama Jakarta Timur,

juga menghambat sistem kerja dalam melayani masyarakat pencari keadilan.

Karena begitu banyaknya masyarakat yang datang meminta layanan Posbakum.

Kemudian peralatan yang ada kurang lengkap dalam melancarkan

kegiatan jasa pos bantuan hukum, seperti halnya alat fotocopy, dll.

Faktor yang mendukung adalah:

1. Adanya anggaran yang memadai

2. Dari pihak pengadilan terus mendukung jasa pos bantuan hukum

3. Keterbukaan dari penerima bantuan hukum dalam memberikan informasi.10

D. Analisa Efektifitas Jasa Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta

Timur

Dewasa ini bantuan hukum bagi masyarakat miskin dirasa cukup

mendesak. Untuk itulah Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA No. 10 Tahun

9 Wawancara Pribadi dengan Syarifah. Penerima Bantuan Hukum Pengadilan Agama

Jakarta Timur. Jakarta, 27 Januari 2014

10 Wawancara Pribadi dengan Abdulloh. Kordinator Jasa Pos Bantuan Hukum Pengadilan

Agama Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.

50

2010 tanggal 30 Agustus tentang pedoman pemberian bantuan hukum, yang

terdiri dari dua lampiran; lampiran A untuk lingkungan Peradilan Umum ( PN

dan PTUN ), dan lampiran B untuk lingkungan Peradilan Agama.

Salah satu jenis bantuan hukum yang diberikan oleh negara adalah

dibentuknya pos bantuan hukum di Peradilan Indonesia. Pos bantuan hukum

sudah dikenal oleh sebagian masyarakat kita, hal ini dibuktikan dengan

meningkatnya masyarakat dalam menggunakan jasa di pos bantuan hukum

Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Sebelumnya masyarakat yang tidak mampu dan awam hukum dalam

mengajukan perkaranya ke pengadilan sering kali dihadapkan pada aturan dan

bahasa hukum yang kadang terkesan kaku dan prosedural. Baik dalam

permohonan atau gugatan yang diajukan akan ditolak pengadilan padahal bisa

jadi hanya tidak memenuhi prosedural hukum.

Dalam konteks inilah pemberian bantuan hukum kepada masyarakat

miskin, khususnya dalam pembuatan surat gugatan/permohonan, perkara prodeo

dan sidang kelilling diperlukan sebagai bentuk pelaksanaan amanat Undang-

undang dan rujukan dalam menjamin optimalisasi akses masyarakat

termarginalkan terhadap pengadilan.

Pada tahun 2011, Pengadilan Agama Jakarta Timur memperoleh pagu

anggaran DIPA dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama sebesar Rp

175.000.000,- (seratus tujuh puluh lima juta rupiah) yang terdiri dari perkara

prodeo mendapatkan pagu anggaran DIPA sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas

51

juta rupiah) dan kegiatan penyediaan bantuan hukum sebesar Rp 160.000.000,-

(seratus enam puluh juta rupiah). Dan pada tahun 2012, Pengadilan Agama

Jakarta Timur mendapatkan pagu anggaran DIPA sebesar RP 185.600.000,-

(seratus delapan puluh lima juta enam ratus ribu rupiah) yang terdiri dari

kegiatan perkara prodeo mendapatkan pagu anggaran DIPA sebesar Rp

41.600.000,- (empat puluh satu juta enam ratus ribu rupiah) dan kegiatan

penyediaan bantuan hukum sebesar Rp 144.000.000,- (seratus empat puluh

empat juta rupiah).11

Anggaran bantuan hukum tersebut setiap tahunnya

mengalami peningkatan, karena masyarakat pencari keadilan yang kurang

mampu merasa sangat terbantu dengan adanya pos bantuan hukum di Pengadilan

Agama Jakarta Timur sehingga Dipa menaikkan anggaran bantuan hukum.12

Masyarakat diberikan keleluasaan untuk mendapatkan jasa layanan secara

gratis di POSBAKUM Pengadilan Agama Jakarta Timur. Untuk konsultasi dan

advis mereka tanpa membawa persyaratan apapun tetap dilayani, namun untuk

pembuatan surat gugatan dan atau surat permohonan diharuskan mengisi formulir

yang telah disediakan, lihat lampiran.

Lebih lanjut Bapak Amril Mawardi dan Abdulloh, mengemukakan

pengguna jasa POSBAKUM, baik dari kalangan tidak mampu atau mereka yang

merasa mampu sama-sama bisa menggunakan jasa pos bantuan hukum.

11

Data Laporan Anggaran Bantuan Hukum Tahun 2011 dan 2012, Dewi Utari, Keuangan

Subag Umum Pengadilan Agama Jakarta Timur. Jakarta, 23 januari 2014.

12 Wawancara Pribadi dengan Amril Mawardi. Hakim Madya Pratama Pengadilan Agama

Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.

52

Walaupun sudah ada ketentuan bahwa POSBAKUM ini hanya diperuntukan bagi

orang-orang yang tidak mampu membayar jasa advokat, akan tetapi masyarakat

pencari keadilan yang mampu secara ekonomi tidak dapat berperkara secara

prodeo.13

Kriteria kemiskinan yang hanya dilihat dari segi ketidakmampuan

seseorang untuk mambayar honorarium advokat harus dikaitkan pula dalam

kerangka yang lebih luas yaitu faktor-faktor pola ketergantungan ekonomi

maupun politis. Karena faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan di

Indonesia ini sangat kompleks sekali. Masyarakat yang mampu dalam hal

ekonomi juga menggunakan layanan POSBAKUM ini.

Menurut Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

1945, menyebutkan: Setiap warga negara sama kedudukannya dalam hukum

dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintah tersebut tanpa

terkecuali.

Berikut data penerima jasa pos bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta

Timur pada tahun 2011.

13

Wawancara Pribadi dengan Amril Mawardi dan Abdullah. Pengadilan Agama Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.

53

No ITEM JENIS JASA

HUKUM Ma

ret

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

No

pem

ber

Des

emb

er

Ju

mla

h

1 Jumlah

pemohon

berdasarkan

jenis jasa

hukum

a. Informasi 9 87 124 131 90 63 78 97 99 72 850

b. Konsultasi 10 65 110 120 70 32 54 38 28 17 544

c. Advis 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 3

Pembuatan :

a. Permohonan 3 17 19 9 10 3 13 10 18 22 124

b. Gugatan 10 19 21 23 19 10 25 39 33 45 244

2 Jumlah

penerima

jasa bantuan

hukum

23 122 141 152 145 85 93 153 146 142 1202

Data penerima jasa pos bantuan hukum pada tahun 2012.

No ITEM JENIS JASA

HUKUM

Jan

uari

Feb

ruari

Mare

t

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Agu

stu

s

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Nop

emb

er

Des

emb

er

Ju

mla

h

1 Jumlah

pemohon

berdasarkan

jenis jasa

hukum

a. Informasi 67 122 88 98 152 145 95 72 78 156 142 131 1346

b. Konsultasi 56 81 76 53 72 70 52 43 48 80 86 62 849

c. Advis 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2

Pembuatan :

a. Permohonan 20 18 19 15 19 23 17 11 16 19 27 21 225

b. Gugatan 37 36 42 44 43 37 41 28 38 46 39 34 465 2 Jumlah

penerima

jasa bantuan

hukum

178 211 162 156 208 173 151 115 215 201 176 153 2099

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa penerima/pemohon jasa pos

bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur meningkat, pada tahun 2011

berjumlah 1202 penerima jasa pos bantuan hukum dan pada tahun 2012

54

berjumlah 2099, jumlahnya meningkat 897 pemohon jasa pos bantuan hukum

dari tahun 2011 hingga Desember tahun 2012.14

Karena secara psikologis masyarakat sangat terbantu dengan adanya jasa

pos bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur, serta pelayanannya

sangat baik dan masalah yang dihadapi pemohon bantuan hukum jadi cepat

selesai.15

Dengan ini pos bantuan hukum Pengadilan Agama Jakarta Timur telah

banyak memberikan kontribusi dan jasa bantuan hukum kepada masyarakat

pencari keadilan terutama masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi,

sebagaimana tujuan bantuan hukum yang diatur dalam pasal 2 SEMA No. 10

Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum.

Petugas pos bantuan hukum dalam memberikan bantuan hukum

informasi, konsultasi dan advis telah menjalani prosedur sesuai dengan aturan

SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hu