peran media massa dalam menyuarakan kebijakan...

195
PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN ORDE BARU: STUDI KASUS HARIAN SUARA KARYA 1971-1974 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S, Hum.) Oleh Dicky Prastya 11140220000033 JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H / 2019 M

Upload: others

Post on 23-Jul-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN

KEBIJAKAN ORDE BARU: STUDI KASUS HARIAN

SUARA KARYA 1971-1974

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Humaniora (S, Hum.)

Oleh

Dicky Prastya

11140220000033

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2019 M

Page 2: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

ii

Page 3: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

iii

PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN

KEBIJAKAN ORDE BARU: STUDI KASUS HARIAN

SUARA KARYA 1971-1974

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Humaniora (S, Hum.)

Oleh

Dicky Prastya

11140220000033

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2019 M

Page 4: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

iv

Page 5: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

v

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Dicky Prastya

NIM : 11140220000033

Jurusan : Sejarah dan Peradaban Islam

Judul Skripsi : Peran Media Massa dalam Menyuarakan Kebijakan Orde

Baru: Studi Kasus Harian Suara Karya 1971-1974

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi ini adalah hasil karya saya

sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya

sendiri serta bukan merupakan replikasi maupun saduran dari hasil

karya atau hasil penelitian orang lain.

Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi maka skripsi

dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun

skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul

dikemudian hari menjadi tanggung jawab saya.

Ciputat, 26 April 2019

Dicky Prastya

Page 6: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

vi

Page 7: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

vii

PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN

KEBIJAKAN ORDE BARU: STUDI KASUS HARIAN

SUARA KARYA 1971-1974

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S, Hum.)

Oleh

Dicky Prastya

11140220000033

Pembimbing

Prof. Dr. Jajat Burhanuddin, M.A.

NIP. 19670119 199403 1 001

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2019 M

Page 8: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

viii

Page 9: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

ix

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul Peran Media Massa dalam Menyuarakan Kebijakan

Orde Baru: Studi Kasus Harian Suara Karya 1971-1974 telah

diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 27 Mei 2019.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Humaniora (S. Hum) pada Program Studi Sejarah dan Peradaban

Islam.

Ciputat, 27 Mei 2019

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

H. Nurhasan, M.A. Sholikatus Sa’diyah, M.Pd.

NIP: 19690724 199703 1 001 NIP: 19750417 200501 2 007

Anggota

Penguji I Penguji II

Prof. Budi Sulistiono, M.Hum. Dr. Parlindungan Siregar, M.Ag.

NIP: 19541010 198803 1 001 NIP: 19590115 199403 1 002

Pembimbing

Prof. Dr. Jajat Burhanuddin, M.A.

NIP. 19670119 199403 1 001

Page 10: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

x

Page 11: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

xi

ABSTRAK

DICKY PRASTYA. Peran Media Massa dalam Menyuarakan

Kebijakan Orde Baru: Studi Kasus Harian Suara Karya 1971-1974

Penelitian ini membahas tentang peran Suara Karya dalam pusaran

politik era Presiden Soeharto. Suara Karya terbit pertama kali pada

tanggal 11 Maret 1971 yang juga bertepatan dengan perayaan Surat

Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar). Tujuan diterbitkannya media ini

didasari untuk menaikkan elektabilitas Golongan Karya (Golkar) selaku

kendaraan politik Soeharto dalam memenangkan Pemilihan Umum

1971. Kehadiran Suara Karya mampu menjadikan Golkar sebagai

pemenang dengan raihan suara 62,8%. Usai pemilu, Suara Karya

kemudian berperan sebagai surat kabar yang berfungsi sebagai mediator

antara pemerintah dengan masyarakat. Melalui rubrik Tajuk Rencana,

Suara Karya menyuarakan berbagai kebijakan pemerintah dalam

pelaksanaan pembangunan yang juga menjadi jargon Orde Baru, mulai

dari kebijakan politik dan ekonomi. Selain itu, media ini juga menjawab

kritikan yang beredar di masyarakat melalui rubrik Tajuk Rencana.

Penelitian ini menggunakan metode analisis wacana dari Tajuk Rencana

Suara Karya dari Agustus 1971 hingga Januari 1974. Dari Tajuk

Rencana ini kemudian membentuk sebuah narasi yang menganalisis

tentang sikap Suara Karya dalam menanggapi kebijakan Orde Baru.

Melalui narasi ini, ditemukan kesimpulan bahwa Suara Karya termasuk

ke dalam kategori media partisan karena sikapnya cenderung membela

pemerintah. Pembahasan penelitian ini dibatasi hingga terjadinya

peristiwa Malapetaka 15 Januari 1974 (Malari) yang sekaligus menjadi

akhir dari masa Rancangan Pembangunan Lima Tahun (Repelita) Jilid I.

Kata Kunci: Suara Karya, Pers, Pembangunan, Golkar, Soeharto,

Orde Baru.

Page 12: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr
Page 13: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

xiii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

yang telah memberikan rahmat dan hidayah kepada penulis untuk segera

menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa pujian kepada Nabi Muhammad Saw

beserta keluarga, sahabat yang turut memberikan pengaruh besar kepada

umat Islam di seluruh penjuru dunia.

Skripsi yang telah hadir di depan pembaca sekalian, merupakan

hasil karya penulis yang merupakan kebanggaan besar. Sejak November

2018 silam, penulis telah menyempatkan waktu untuk mengerjakan

sebuah maha karya yang menjadi sebuah hasil dialektika di bangku

perkuliahan. Dengan lika-liku kehidupan yang tiada akhir, akhirnya

penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Peran Media

Massa dalam Menyuarakan Kebijakan Orde Baru: Studi Kasus

Harian Suara Karya 1971-1974.

Penyelesaian skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya

dukungan dari berbagai pihak. Banyak nasihat dan masukkan yang

diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih

sebesar-besarnya ke para kalangan, terutama:

1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta saat ini, Prof. Dr. Hj.

Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A dan Rektor sebelumnya,

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A.

2. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) saat ini, Saiful

Umam, M.A., Ph.D. dan Dekan sebelumnya, Prof. Dr. Syukron

Kamil, MA.

3. Ketua Jurusan (Kajur) Sejarah dan Peradaban Islam (SPI) saat

ini, Dr. Awalia Rahma, MA. dan Sekretaris Jurusan (Sekjur) Dr.

Imas Emalia, M.Hum. dan Kajur SPI periode sebelumnya,

Page 14: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

xiv

Nurhasan, MA dan Sekjur SPI, Sholikatus Sa’diyah M,Pd.

Terima kasih telah memberikan pelayanan akademik selama saya

berkuliah di jurusan ini.

4. Seluruh Dosen Jurusan SPI yang tak mampu disebut namanya

satu per satu. Terima kasih saya ucapkan kepada mereka yang

telah membentuk penulis sebagai akademisi SPI di bangku

perkuliahan.

5. Prof. Dr. Jajat Burhanuddin, MA, selaku Dosen Pembimbing

Skripsi dan Akademik penulis. Tanpa arahan dan masukkan

beliau, mungkin sampai sekarang saya masih terlena dengan

status mahasiswa.

6. Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono,

M.Hum. dan Dr. Parlindungan Siregar, M.Ag. Terima kasih telah

memandu penulis dalam untuk menjadikan skripsi lebih baik

lagi.

7. Seluruh Staf FAH dan Universitas. Terima kasih telah membantu

penulis dalam menyelesaikan administrasi di UIN Jakarta.

8. Pihak Perpustakaan, baik itu tingkat universitas maupun fakultas.

Terima kasih telah membantu penulis dalam menemukan

wawasan baru melalui aset buku perpustakaan.

9. Kedua orang tua penulis, Bapak Warto dan Ibu Umiyati, yang

telah mengizinkan penulis untuk mengenyam pendidikan di

bangku kuliah. Semoga mereka tetap sehat dan sabar dalam

mendidik penulis yang selalu berusaha untuk menjadi manusia.

10. Seluruh mahasiswa SPI angkatan 2014, terutama kelas A dan

kelas C. Mereka adalah teman-teman saya dalam menciptakan

Page 15: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

xv

nalar kritis di bangku perkuliahan. Terima kasih telah mau duduk

dan berdiskusi dengan saya.

11. Keluarga Besar Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut UIN

Jakarta, baik itu dari senior maupun adik-adik junior. Dari sinilah

saya dididik sebagai akademisi yang juga organisatoris. Terima

kasih telah memberikan amanah kepada saya untuk memimpin

lembaga ini pada periode 2017 lalu. Tanpa lembaga ini, bakat

kepenulisan dan nalar kritis saya mungkin tak akan terbentuk.

12. 14 Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang tergabung

dalam Forum UKM 2017. Terima kasih telah menciptakan pola

pikir kritis terhadap kebijakan kampus.

13. Kawan-kawan Forum Pers Mahasiswa Jakarta (FPMJ). Terima

kasih telah mau duduk dan diskusi tentang kebijakan pers

kampus, sekaligus isu-isu nasional yang membangkitkan gairah

penulis.

14. Dua kawan jurusan, Abdurrahman Heriza dan Tri Raharjo.

Terima kasih telah menjadikan penulis sebagai manusia yang

beretika. Semoga ke depan masih bisa kumpul dan berdiskusi

mengenai masalah kehidupan.

15. Erik Syarifuddin, teman jurusan di kelas C. Terima kasih telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

16. Aisyah Nursyamsi, Eko Ramdani, Eli Murtiana, Jannah Arijah,

Lya Syam Arif, Yayang Zulkarnaen, dan Zainuddin. Terima

kasih telah sudi menerima penulis sebagai bagian dari keluarga

di LPM Institut angkatan 2015. Terkhusus Yayang dan Zain,

terima kasih telah menjadi teman dalam bertukar pikiran di dalam

satu atap indekos.

Page 16: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

xvi

17. Dua teman masa SMA saya, Irsyad Mohammad dan Wahyu Dwi

Apriyanto. Terima kasih kepada Irsyad sebagai inspirasirator

penulis dari masa SMA hingga perkuliahan. Terima kasih kepada

Wahyu yang mau menjadi pendengar saya dalam menanggapi

isu-isu kehidupan. Semoga kita masih bisa silaturahmi ke

depannya.

18. Terima kasih kepada pihak Mokuton Coffee & Co. Berkat listrik

dan fasilitas lain, penulis berhasil menyelesaikan dua bab skripsi

di sana. Sering-seringlah kasih diskon biar bisa jadi decacorn.

Hanya itu yang bisa penulis sampaikan kepada para pihak yang

sudah membantu saya dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih

sebesar-besarnya kepada seluruh pihak di atas. Semoga Allah swt

membalas semua kebaikan yang kepada seluruh pihak, dan juga alam

semesta. Amin.

Ciputat, 26 April 2019

Penulis

Dicky Prastya

Page 17: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

xvii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ......................................................... v

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................... ix

ABSTRAK .................................................................................. xi

KATA PENGANTAR ............................................................. xiii

DAFTAR ISI ........................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ........................................................... 9

C. Batasan Masalah ................................................................. 9

D. Rumusan Masalah .............................................................. 9

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................... 10

F. Metode Penelitian ............................................................. 10

G. Sistematika Penulisan ....................................................... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................... 15

A. Landasan Teori ................................................................. 15

B. Kajian Pustaka .................................................................. 17

C. Kerangka Berpikir ............................................................ 20

BAB III PERS DAN POLITIK DI INDONESIA ................... 21

A. Pers Pra Kemerdekaan ...................................................... 21

B. Pers Orde Lama ................................................................ 30

C. Pers Orde Baru ................................................................. 37

BAB IV ORDE BARU ............................................................... 43

A. Lahirnya Sebuah Era Baru ................................................ 43

B. Menciptakan Stabilitas Politik .......................................... 56

C. Merancang Ekonomi......................................................... 70

Page 18: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

xviii

BAB V SIKAP SUARA KARYA DALAM MELEGITIMASI

KEKUASAAN ORDE BARU ................................................... 85

A. Pandangan tentang Soeharto ............................................. 92

B. Menyuarakan Pembangunan............................................. 95

C. Mengulas Dinamika Politik ............................................ 113

D. Menanggapi Kritik .......................................................... 122

BAB VI PENUTUP .................................................................. 139

A. Kesimpulan ..................................................................... 139

B. Implikasi ......................................................................... 141

C. Saran ............................................................................... 141

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 143

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...................................................... 155

Page 19: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Media massa menjadi unsur yang tidak bisa dilepaskan tatkala

membahas pemerintahan. Media massa sendiri memiliki sikap terhadap

kebijakan politik. Dalam pembagiannya, orientasi media massa sendiri

terbagi menjadi dua. Di satu sisi, media bisa memihak kepada

masyarakat. Sedangkan di sisi lain, media juga bisa menjadi corong

pemerintahan atau negara. Media bisa dikatakan membela masyarakat

apabila mereka cenderung memberitakan segala sesuatu yang

dibutuhkan oleh masyarakat. Jika pers membela pemerintah, maka

media itu condong pro terhadap segala bentuk kebijakan yang dijalankan

oleh negara.1

Dalam sejarah Indonesia, satu periode penting yang

menyaksikan pentingnya peran media dalam politik adalah masa awal

pemerintah Orde Baru pada awal 1970-an. Sebagaimana diketahui,

setelah memerintah selama kurang lebih 20 tahun, Soekarno digantikan

Soeharto untuk menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada 27 Maret

1968, kekuasaan Soeharto, yang dikenal sebagai Orde Baru, disahkan

melalui ketetapan MPRS Nomor XLIV Tahun 1968.2 Ketetapan ini

sendiri bermula dari kemunculan Surat Perintah 11 Maret 1966

(Supersemar) yang ditandatangani sendiri oleh Soekarno. Kemunculan

1 Akhmad Zaini Abar, 1966-1974: Kisah Pers Indonesia, (Yogyakarta: LKiS,

1995), 13-14. 2 Peter Kasenda, Sarwo Edhie dan Tragedi 1965, (Jakarta: Penerbit Buku

Kompas, 2015), 168.

Page 20: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

2

Supersemar sendiri bertujuan untuk memulihkan keadaan dari berbagai

kekacauan yang terjadi di Indonesia.3

Peralihan dari Soekarno ke Soeharto menjadi titik awal dalam

mengembalikan kondisi yang telah kacau. Saat itu, Soeharto

memutuskan untuk memperbaiki keadaan ekonomi demi mencapai

adanya keamanan, ketertiban, serta stabilitas politik ekonomi nasional.4

Pada 1966, Indonesia mengalami inflasi mencapai 660%. Tak hanya itu,

Indonesia juga memiliki utang luar negeri yang jumlahnya US 2.357

juta.5

Soeharto harus memutar otak. Bagaimanapun juga, ini menjadi

masalah serius dalam masa kepemimpinan awalnya. Dari sana, ia pun

mengundang kalangan akademisi di bawah naungan Widjojo Nitisastro

demi merancang sebuah strategi ekonomi Orde Baru. Tim ini sendiri

terdiri dari Ali Wardhana, Mohammad Sadli, Emil Salim, Saleh Afiff,

dan Johannes Baptista Sumarlin. Tim yang bertugas sebagai penasihat

ekonomi Soeharto ini kemudian dikenal dengan nama Mafia Berkeley

karena kebanyakan dari mereka adalah lulusan Universitas California,

Berkeley.6

Para penasihat ekonomi ini memberi jawaban pertamanya lewat

sebuah kebijakan landasan ekonomi keuangan dan pembangunan.

Kebijakan ini berisi tentang program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi

untuk jangka pendek dan program pembangunan untuk jangka panjang.

3 Peter Kasenda, Sarwo Edhie dan Tragedi 1965, 141. 4 Ali Moertopo, Strategi Pembangunan Nasional, (Jakarta: Centre for

Strategic and International Studies, 1982), 32-34. 5 Aria Wiratma Yudhistira, Dilarang Gondrong! Praktik Kekuasaan Orde

Baru terhadap Anak Muda Awal 1970an, (Tangerang Selatan: Marjin Kiri, 2010), 30. 6 Rizal Mallarangeng, Mendobrak Sentralisme Ekonomi: Indonesia 1986-

1992, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2005), 53.

Page 21: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

3

Nantinya, kebijakan ini dikenal sebagai Rencana Pembangunan Lima

Tahun (Repelita) yang sesuai Ketetapan MPRS no. 23 tahun 1966.7

Dalam memulihkan stabilisasi ekonomi, syarat pertama untuk

memenuhi kebutuhan itu ialah melakukan rehabilitasi dan stabilisasi,

baik itu untuk masyarakat dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu

tindakan untuk memulihkan kepercayaan luar negeri ialah mengakhiri

konflik dengan Malaysia yang digagas oleh Soekarno pada tahun 1962

hingga 1966. Selain itu, Soeharto juga mengirimkan utusannya kepada

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk kembali menjadi anggota

PBB. Hal ini dilakukan karena pada saat pemerintah Soekarno, Indonesia

pernah menyatakan keluar dari PBB untuk agar tidak berada dalam kubu

manapun.8

Selain pembenahan pada bidang ekonomi, Soeharto juga

memfokuskan dirinya untuk mengendalikan kondisi politik. Pada masa

pemerintahan Soekarno, masyarakat turut andil dalam pembangunan di

bidang politik. Menurut Soekarno, masyarakat harus ikut serta dalam

kegiatan berpolitik. Sebab, pembangunan politik adalah unsur utama

dibandingkan pembangunan di bidang lain. Namun, Orde Baru

memandang partisipasi masyarakat dalam politik akan menimbulkan

ketidakstabilan baru. Alasannya, mereka belajar dari masa lalu bahwa

7 Ketetapan ini berisi tentang Kebijakan Landasan Ekonomi Keuangan dan

Pembangunan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat lewat laman

http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/1966/XXIII~MPRS~1966TAP.HTM

(Diakses pada 9 November 2018 pukul 03.06 WIB). 8 Frans Seda, Simponi Tanpa Henti: Ekonomi Politik Masyarakat Baru

Indonesia, (Jakarta: Yayasan Atmajaya dan PT. Gramedia, 1992), 123-129.

Page 22: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

4

konflik yang terjadi di masa Soekarno karena adanya pertentangan

ideologi dan politik yang tak kunjung berhenti.9

Dari sana, Soeharto pun mencoba sebuah ideologi baru yang

berbeda dengan ideologi-ideologi sebelumnya. Ideologi yang tidak

disukai elit Orde Baru adalah Komunisme. Namun di sisi lain, mereka

juga menolak ideologi baru yang muncul pada tahun 1950-an, yaitu

Demokrasi Liberal, yang melibatkan terlalu banyak kelompok politis,

seperti golongan islamis yang diwakili Masyumi dan Darul Islam,

golongan Nasionalis seperti PSI dan PNI.10

Dalam menerapkan sistem baru, Soeharto merujuk pada

Pembukaan UUD 1945, bahwa tujuan utama negara adalah menciptakan

kesejahteraan umum. Untuk mencapai tujuan kesejahteraan, demokrasi

menjadi pilihan tepat dalam sebuah ideologi negara. Namun bedanya,

Soeharto tak lagi menggunakan istilah Demokrasi Liberal maupun

Terpimpin seperti yang digaungkan Soekano. Ia memperkanalkan istilah

baru bernama Demokrasi Pancasila.11 Kata Pancasila digunakan untuk

membedakan sistem yang sebelumnya sudah diterapkan, seperti

Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin. Istilah ini sendiri

berdasarkan pada sila ke empat pancasila, “Kerakyatan yang dipimpin

oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.”12

9 Aria Wiratma Yudhistira, Dilarang Gondrong! Praktik Kekuasaan Orde

Baru terhadap Anak Muda Awal 1970an, 33-34. 10 Aria Wiratma Yudhistira, Dilarang Gondrong! Praktik Kekuasaan Orde

Baru terhadap Anak Muda Awal 1970an, 33-34. 11 Herbert Feith dan Lance Castles (ed.), Pemikiran Politik Indonesia 1945-

1965, (Jakarta: LP3ES, 1995), 132-135. 12 Krissantono (ed.), Pandangan Presiden Soeharto tentang Pancasila,

(Jakarta: Centre for Strategic and International Studies, 1984), 58-59.

Page 23: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

5

Sebagai mantan Panglima Komando Strategis Angkatan Darat

(Pangkostrad), Soeharto sendiri sudah tergabung dengan Golkar. Golkar

sendiri bermula dari sebuah organisasi bernama Sekretaris Bersama

(Sekber) Golkar yang digagas oleh Angkatan Darat pada 20 Oktober

1964. Sekber ini mewadahi berbagai organisasi yang terdiri dari berbagai

kelompok, seperti organisasi pemuda, wanita, sarjana, buruh, tani, dan

juga nelayan.13 Sekber Golkar ini ditujukan agar kelompok-kelompok di

atas, bersama AD tentunya, bisa berpartisipasi dalam kegiatan berpolitik.

Terlebih, mereka ingin meredam dominasi PKI dan menjadi alat ketika

berhadapan dengan Presiden Soekarno. Namun setelah Soekarno

tumbang dan penguasa baru berasal dari kalangan militer, maka Golkar

menjadi sebuah legitimasi baru untuk menampung masyarakat sipil.

Golkar juga berfungsi sebagai wadah untuk para kelompok yang pro

terhadap Soeharto. 14

Menjelang Pemilu 1971, Soeharto memerlukan sebuah langkah

agar bisa kembali menjadi Presiden RI. Sebagai partai baru, Golkar

memerlukan sebuah cara untuk mendongkrak namanya di masyarakat.

Hal ini bertujuan agar para politisi Golkar bisa duduk di kursi parlemen.

Sebab, masih banyak anggota masyarakat yang masih condong kepada

pemerintah Soekarno. Belum lagi, banyaknya partai-partai sejak awal

kemerdekaan sudah memiliki pijakan yang jelas. Golkar sebagai partai

baru harus bisa menang dari tantangan tersebut. 15

13 Partai Golkar, Sejarah Partai, https://partaigolkar.or.id/sejarah, (Diakses

pada 4 Desember 2018 pukul 16.16). 14 Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia

1965-1968, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2014), 126. 15 Saat itu beredar cerita bahwa kader Golkar memiliki reputasi yang kurang

baik. Anggotanya ada yang terlibat kasus korupsi, memiliki klub malam, hingga

Page 24: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

6

Saat itu, Golkar sendiri belum memiliki media untuk

memperkenalkan eksistensinya di kalangan masyarakat Indonesia.

Padahal, media sendiri memiliki peranan ketika menjadi alat kampanye

politik. Kampanye lewat media cetak sendiri bisa disampaikan lewat

berbagai unsur, seperti judul, isi, maupun narasumber. Selain itu, media

juga bisa menyampaikan sikap melalui tajuk rencana atau editorial.

Rubrik ini juga menjadi saluran yang berperan penting dalam

melaksanakan kampanye politik.16

Demi menaikkan elektabilitas Golkar, pada 8 Maret 1971, Ali

Moertopo memberikan usul agar Golkar memiliki sebuah koran sendiri.

Dalam pertemuan yang dilaksanakan di Tanah Abang, Jakarta Pusat,

usul ini memang tak langsung diterima. Salah satu pihak yang menolak

adalah Rahman Tolleng. Menurut Rahman, jika partai memiliki media

sendiri, maka tak ada bedanya dengan orde lama yang sudah mereka

gulingkan.17

Namun Ali tetap kukuh dengan usul tersebut. Ia pun memberikan

kucuran dana sebesar Rp50 juta untuk modal dalam pembuatan media.

Terbentuklah Harian Umum Suara Karya sebagai media untuk

menaikkan elektabilitas Golkar. Sumiskum terpilih sebagai Pemimpin

Umum dan Djamal Ali sebagai Pemimpin Redaksi Harian Umum Suara

Karya. Rahman Tolleng sendiri terpilih sebagai Wakil Pemimpin

Redaksi. Sedangkan dalam jajaran redaksi ada beberapa tokoh seperti

bermain perempuan. Lihat lebih lengkap di Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde

Baru: Memoar Politik Indonesia 1965-1968, 127. 16 Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media,

(Bandung: Remadja Karya CV, 2010), 230.

17 Tempo, Koran 50 Juta Rupiah, dalam Majalah Tempo edisi Khusus

Rahasia-Rahasia Ali Moertopo tanggal 14-20 Oktober 2013, 48.

Page 25: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

7

Syamsul Bisri, Sayuti Melik, David Napitupulu, dan Cosmas Batubara.

18

Tiga hari setelah, Suara Karya terbit untuk pertama kalinya yang

juga bertepatan dengan Peringatan Supersemar 1971. Pada terbitan

pertama, Suara Karya membahas tentang berita utama yang berisi

dukungan kepada Soeharto atas perannya dalam Supersemar. Dalam

berita itu, Supersemar bermanfaat kepada Soeharto agar memberikan

pembaruan setelah era Soekarno berakhir. Untuk Tajuk Rencana, Suara

Karya menulisnya dengan judul Misi Suara Karya. Isinya tertulis bahwa

Golkar akan memiliki peran dalam melakukan pembaharuan di segala

bidang. Hal ini sesuai dengan cita-cita yang selaras dengan Orde Baru

dengan berlandaskan pembangunan.19 Terciptanya Suara Karya mampu

memberikan efek positif kepada Golkar dan Soeharto dalam Pemilu

1971. Dalam tahun itu, Golkar mampu mendulang suara hingga 62,8%

dari total sepuluh partai politik yang turut berpartisipasi dalam pemilu.20

Di tahun pertama terbit, Suara Karya mampu menerbitkan

sebanyak 25 ribu eksemplar. Tahun selanjutnya, permintaan akan Suara

Karya melonjak tinggi. Di tahun 1972, Suara Karya berhasil mencetak

lebih dari dua kali lipat, yakni 57,4 ribu eksemplar. Sedangkan di tahun

1973, terbitnya Suara Karya semakin naik mencapai 67,75 ribu

18 Tempo, Koran 50 Juta Rupiah, dalam Majalah Tempo edisi Khusus

Rahasia-Rahasia Ali Moertopo tanggal 14-20 Oktober 2013, 48. 19 Rizal Mallarangeng, Pers Orde Baru: Tinjauan Isi Kompas dan Suara

Karya, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010), 63. 20 Ilham Khoiri, Pemilu 1971, Demokrasi Semu,

https://nasional.kompas.com/read/2014/01/11/1932246/Pemilu.1971.Demokrasi.Semu

, (Diakses pada 4 Desember 2018 pukul 17.25).

Page 26: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

8

eksemplar. Barulah pada tahun 1974, Suara Karya mengalami

penurunan yang berjumlah 60,9 ribu eksemplar.21

Tak hanya menciptakan Suara Karya, Soeharto juga mampu

mengonsolidasikan berbagai elemen di pemerintahan demi

melanggengkan kekuasaannya. Ia memulainya dari menyingkirkan para

pejabat yang simpati terhadap Soekarno dan menggantinya dengan yang

pro terhadap Orde Baru. Selain itu, Soeharto juga membentuk Asisten

Pribadi (Aspri) yang diisi oleh orang-orang kepercayaannya. 22 Namun

sebelum pelaksanaan Repelita jilid II, kekuasaan Soeharto mengalami

guncangan politik yang dikenal dengan peristiwa Malapetaka 15 Januari

(Malari) 1974.

Melihat uraian di atas, penulis ingin meneliti tentang peran Suara

Karya dalam menaikkan elektabilitas Golkar dalam Pemilu 1971

sekaligus Soeharto. Kemudian, penulis ingin mengungkapkan tentang

pikiran Suara Karya mengenai kondisi negara di bawah pemerintahan

Orde Baru melalui Tajuk Rencana. Oleh karenanya, penulis memutuskan

untuk mengkaji dan menjadikannya sebagai objek kajian skripsi dengan

judul, “Peran Media Massa dalam Menyuarakan Kebijakan Orde

Baru: Studi Kasus Harian Umum Suara Karya 1971-1974”.

21 Rizal Mallarangeng, Pers Orde Baru: Tinjauan Isi Kompas dan Suara

Karya, 67-68. 22 Soeharto memadukan beberapa elemen di pemerintahan untuk

melanggengkan kekuasaannya. Mulai dari menyingkirkan pejabat pro Soekarno,

memasukkan para perwira untuk menjadi pejabat pemerintahan, hingga membentuk

asisten pribadi yang juga dikenal sebagai Kabinet Bayangan Soeharto. Lihat lebih

lengkap di Akhmad Zaini Abar, 1966-1974: Kisah Pers Indonesia, 229-238.

Page 27: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

9

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah yang tertulis di atas, penulis ingin

mengungkapkan beberapa permasalahan. Pertama, profil tentang Harian

Umum Suara Karya. Kedua, kondisi politik negara Indonesia di masa

pemerintahan Orde Baru, mulai dari kebijakan, pertentangan, hingga

strategi pembangunan yang digencarkan oleh Soeharto pada 1971-1974.

Ketiga, peran Harian Umum Suara Karya dalam menyikapi kebijakan

Soeharto dari tahun 1971 hingga 1974. Sehingga dari sini penulis perlu

mengkaji, apa yang sebenarnya terjadi pada masa itu sehingga dijadikan

pembahasan oleh Harian Umum Suara Karya.

C. Batasan Masalah

Dari tiga masalah yang telah diidentifikasi, penulis ingin

membatasi permasalahan pada skripsi ini pada sikap Harian Umum Suara

Karya melalui tajuk rencananya tentang kebijakan politik dan ekonomi di

bawah pemerintahan Orde Baru pada tahun 1971-1974. Pembahasan

penulis tak menyentuh keseluruhan berita yang tertulis pada Harian

Umum Suara Karya.

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang sudah penulis paparkan, ada beberapa

rumusan masalah yang dipaparkan sebagai berikut:

1. Bagaimana profil Harian Umum Suara Karya?

2. Bagaimana kondisi politik di masa pemerintahan Soeharto

pada 1971 hingga 1974?

Page 28: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

10

3. Bagaimana peran Harian Umum Suara Karya dalam

menyikapi kebijakan Orde Baru melalui rubrik Tajuk

Rencana?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis adalah:

1. Menjelaskan tentang profil Harian Umum Suara Karya.

2. Mengkaji tentang kondisi negara Republik Indonesia di

bawah pemerintahan Orde Baru hingga 1974.

3. Melihat peran Harian Umum Suara Karya melalui Tajuk

Rencana dalam menyikapi kebijakan pemerintahan Orde

Baru dari tahun 1971 hingga 1974.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaran kepada

pembaca untuk mengetahui kondisi perpolitikan di masa

Orde Baru.

2. Diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada

pembaca mengenai peranan Harian Umum Suara Karya di

masa pemerintahan Soeharto.

3. Bisa menjadi salah satu sumber informasi kepada peneliti lain

untuk melakukan penelitian lanjutan dalam bidang Sejarah.

F. Metode Penelitian

Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan metode

penelitian Sejarah. Menurut Kuntowijoyo, terdapat lima tahap dalam

melakukan penelitian sejarah. Tahapan-tahapan itu sendiri adalah

Page 29: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

11

pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi atau kritik sejarah,

interpretasi, dan penulisan atau historiografi.24

1. Pemilihan Topik

Pemilihan topik adalah langkah pertama dalam melakukan

penelitian. Nantinya, peneliti akan menemukan permasalahan yang akan

menjadi kajian penelitiannya. Biasanya, pemilihan topik ditentukan

berdasarkan ketertarikan si peneliti, baik itu kedekatan emosional

maupun kedekatan intelektual.25 Oleh karena itu, penulis menentukan

topik penelitian ini dengan judul “Peran Media Massa dalam

Menyuarakan Kebijakan Orde Baru: Studi Kasus Harian Umum

Suara Karya 1971-1974”.

2. Pengumpulan Sumber

Dalam bentuknya, sumber dibagi menjadi dua. Ada sumber lisan

dan sumber tulisan. Sumber tertulis merupakan sumber yang berbentuk

dokumen maupun foto. Sedangkan sumber lisan terdiri dari narasumber

yang berkaitan dengan topik yang akan ditulis peneliti. Nantinya,

narasumber itu akan menceritakan pengalaman dia terkait pertanyaan

yang ditanya si peneliti, kemudian argumen si narasumber akan disajikan

ke dalam bentuk tulisan.26

Sedangkan dalam penyampaiannya, sumber dibagi ke dalam dua

macam, yakni sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer

adalah hal yang disampaikan oleh si pelaku sejarah, seperti saksi mata.

Sumber primer sendiri juga bisa berbentuk arsip, dokumen, maupun foto.

24 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013),

69. 25 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, 70-72. 26 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, 73-76.

Page 30: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

12

Sumber sekunder adalah sumber yang disampaikan namun bukan dari si

saksi sejarah. Sumber sekunder biasanya sudah terbentuk ke dalam buku-

buku bacaan yang membahas tentang topik si peneliti.27

Dalam penelitian ini, penulis mendapatkan beberapa sumber

pendukung dari berbagai lokasi. Teruntuk sumber primer, penulis

menemukan sumber koran Suara Karya dari Perpustakaan Nasional

Republik Indonesia yang berlokasi di Salemba, Jakarta Pusat. Sedangkan

sumber sekunder, penulis mendapat berbagai sumber dari Perpustakaan

UIN Jakarta, Perpustakaan Universitas Indonesia, koleksi buku pribadi,

koleksi buku teman, aplikasi daring Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia yang berisi kumpulan buku elektonik, hingga sumber artikel

dari internet.

3. Verifikasi

Verifikasi bisa juga dikatakan sebagai kritik sumber. Setelah

sejarawan menemukan sumber pendukung, baik itu primer maupun

sekunder, peneliti wajib untuk memilah sumber-sumber mana saja yang

bisa digunakan untuk bahan penelitiannya. Terkadang, ada beberapa

sumber yang belum otentik, belum akurat, ataupun kredibilitasnya masih

diragukan. Oleh karenanya, verifikasi menjadi metode penting dalam

menentukan sumber untuk dimasukkan ke dalam rujukan penelitian.

4. Interpretasi

Interpretasi merupakan sebuah penafsiran dari sejarawan yang

dilakukan setelah melakukan verifikasi sumber sejarah. Dari sana,

sejarawan akan melaksanakan analisis berdasarkan temuan-temuan yang

sudah diperoleh. Walaupun tentunya interpretasi penelitian yang

27 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, 75.

Page 31: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

13

dilakukan sejarawan tetap tergolong subjektif. Akan tetapi, subjektivitas

penelitian sejarah bisa dinilai dari hasil-hasil yang didapat oleh

sejarawan. Tentunya, para pembaca bisa menilai apakah sejarawan yang

menulis penelitian tersebut mampu mempertanggungjawabkan hasil

penelitiannya.28

5. Penulisan atau Historiografi

Penulisan atau historiografi merupakan langkah terakhir dalam

metode penelitian. Penulisan ini adalah hasil dari kumpulan sumber yang

sudah diolah dan dipadukan ke dalam bentuk penelitian.29 Pedoman yang

digunakan dalam penelitian ini sendiri merujuk pada Surat Keputusan

Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 507 Tahun 2017. Surat

keputusan ini berisi tentang pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi,

tesis, dan disertasi) untuk civitas academica UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

G. Sistematika Penulisan

Untuk menjaga fokus penelitian ini, maka diperlukan suatu

sistematika penulisan agar tidak terjadi kerancuan dan ambigu dalam

penguraiannya. Oleh karenanya, penulis membaginya ke dalam enam

bab. Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut:

Bab pertama, pendahuluan. Dalam bab ini penulis akan

menguraikan latar belakang, permasalahan yang akan dijawab.

Kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penelitian. Berikutnya

sebagai pedoman dan arahan yang akan menjadi parameter sekaligus

acuan dalam penelitian. Barulah yang terakhir sistematika penulisan.

28 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, 78. 29 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, 81.

Page 32: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

14

Bab kedua, dalam bab ini akan diuraikan landasan teori, kajian

pustaka, dan kerangka berpikir.

Bab ketiga, diuraikan sejarah kemuculan pers di Indonesia. Dari

awal kemunculannya pada masa pergerakan hingga di masa

kepemimpinan Soekarno dan Soeharto. Namun, pembahasan pers ini

hanya sampai pada tahun 1974 saja, yakni dimulainya Peristiwa

Malapetaka 19 Januari 1974 yang berpengaruh kepada awal mula

pembredelan pers.

Bab keempat, bab ini membahas tentang kondisi sosial-politik

yang terjadi di masa pemerintahan Soeharto. Dari transisi pemerintahan

Soekarno menuju Soeharto, hingga masa kepemimpinannya pada tahun

1974.

Bab kelima, bab ini berisi sikap media Harian Umum Suara

Karya melalui rubrik Tajuk Rencana yang dimulai dari tahun 1971

hingga 1974. Bab ini membahas tentang Tajuk Rencana Suara Karya

dalam menanggapi kebijakan pemerintah, seperti sikap terhadap

Soeharto selaku penguasa, mewacanakan pembangunan, membahas

politik, hingga menanggapi kritik yang dilakukan masyarakat terhadap

pemerintah Soeharto.

Bab keenam, bab penutup yang terdiri dari kesimpulan,

implikasi, dan saran sebagai jawaban eksplisit atas apa yang

dipersoalkan dalam rumusan.

Page 33: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Media massa merupakan salah satu dari unsur saluran

komunikasi. Saluran komunikasi bisa terdiri dari berbagai alat, seperti

mesin cetak, radio, telepon, atau komputer. Menurut sosiolog Charles

Wright, media massa menyajikan jenis khusus komunikasi yang

melibatkan tiga perangkat kondisi khusus, yakni sifat khalayak,

pengalaman komunikasi, dan komunikator. 30

Hubungan pemerintah dan pers sendiri dibagi ke dalam empat

teori komunikasi massa, yakni teori auteriter, teori libertarian, teori

komunis, dan teori pertanggungjawaban sosial. Teori auteriter menyebut

bahwa kekuasaan pemerintah harus dipusatkan pada satu orang atau elit

politik, sedangkan pers berfungsi sebagai kontrol sosial untuk menjaga

keamanan dan ketertiban. Teori libertarian menulis bahwa pers tidak

boleh terkekang, harus bebas, dan bertujuan untuk membentuk opini

antara pemerintah dan rakyat secara bebas dan terbuka. Teori komunis

menuliskan bahwa pers merupakan alat untuk menyampaikan kebijakan

sosial demi kepentingan ideologi yang dibuat oleh partai komunis.

Sedangkan teori pertanggungjawaban sosial berargumen bahwa prinsip

pers adalah kebebasan. Namun pers tetap melaksanakan pelayanan

30 Wright berpendapat bahwa komunikasi massa menjadi salah satu faktor

dalam unsur kampanye politik. Ia berpendapat bahwa pengalaman komunikasi itu bisa

diperoleh dalam waktu singkat, secara sepintas, lalu serentak. Untuk lebih jelas liat

kutipan Wright dalam karya Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan,

dan Media, 185-186.

Page 34: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

16

masyarakat melalui kritik sosial dan pendidikan masyarakat yang

bertanggung jawab. 31

Untuk perihal kampanye, media cetak sendiri bertindak sebagai

sarana yang membantu pembinaan citra dan penyajian masalah. Akan

tetapi, peran utama dalam media cetak sebagai sarana kampanye adalah

membangun citra dari lembaga yang terafiliasi dengan media tersebut.

Doris Graber menyebutkan bahwa media cetak menyajikan informasi

mengenai kandidat politik yang membahas kredibilitas, watak, gaya,

hingga reputasinya. Penyampaiannya bisa lewat judul, isi, maupun sosok

narasumber. Sedangkan dalam rubrik editorial atau tajuk rencana,

dukungan lebih ditekankan pada profil si kandidat, bukan masalah yang

dikemukakan dalam pidatonya.32 Rubrik editorial atau tajuk rencana ini

menjadi saluran signifikan dalam persuasi kampanye.33

Dalam penelitian ini, penulis merujuk pada teori Eriyanto

mengenai Analisis Wacana. Analisis Wacana merupakan sebuah kajian

mengenai teks dalam media. Namun, bukan berarti jika Analisis Wacana

hanya terfokus kepada kajian Ilmu Komunikasi. Analisis Wacana juga

bisa mengungkapkan ideologi yang dianut oleh si media, yang kemudian

menjadi landasan untuk mempresentasikan realitas sosial, budaya, dan

alat perjuangan.34 Analisis Wacana digunakan tak hanya berpacu pada

pertanyaan apa (what), namun lebih melihat pada poin bagaimana (how)

dari sebuah pesan atau teks yang disampaikan dalam media tersebut.

31 Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, 294. 32 Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, 230. 33 Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, 232. 34 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Teks Analisis Media, (Yogyakarta:

LKiS, 2006), xv-xvi.

Page 35: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

17

Melalui Analisis Wacana, pembaca dapat mengetahui pesan yang

disampaikan dari isi berita.

B. Kajian Pustaka

Jika ditelisik, kajian tentang kiprah Harian Umum Suara Karya

dalam kancah perpolitikan di masa Orde Baru memang tak banyak.

Padahal, sebagai media yang memiliki afiliasi dengan Partai Golkar,

partai penguasa, maka sangatlah naif apabila tak ada yang meneliti

tentang media tersebut. Oleh karenanya, penelitian yang penulis lakukan

menjadi sangat menarik karena belum ada yang fokus dengan kiprah

Harian Umum Suara Karya.

Walaupun demikian, masih ada beberapa literatur yang

menyinggung sedikit mengenai Harian Umum Suara Karya dalam

kancah Orde Baru. Di bawah ini, penulis akan menjabarkan berbagai

referensi yang nantinya akan menjadi rujukan dalam penelitian ini,

antara lain:

1. Buku 34 Tahun Suara Karya: Berlayar Menembus Zaman yang

ditulis oleh tim penyusun Ricky Rachmadi dkk. Buku ini

merupakan sebuah refleksi 34 tahun Harian Umum Suara Karya

dari 1971 hingga 2005. Buku ini membahas tentang profil,

sejarah, hingga perkembangan koran itu sampai tahun 2005.35 Di

dalamnya juga tertulis beberapa mantan wartawan Harian Umum

Suara Karya, dari Dahlan Iskan hingga Trias Kuncahyono.

2. Buku Pers Orde Baru: Tinjauan Isi Kompas dan Suara Karya

yang ditulis Rizal Mallarangeng. Skripsi yang diolah menjadi

35 Ricky Rachmadi dkk, 32 Tahun Suara Karya: Berlayar Menembus Zaman,

(Jakarta: Badan Litbang Harian Umum Suara Karya, 2005).

Page 36: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

18

buku ini membahas tentang isi pemberitaan yang diterbitkan oleh

dua media Indonesia saat pemerintahan Soeharto, yakni Kompas

dan Harian Umum Suara Karya. Rizal membandingkan tinjauan

isi dua media tersebut lewat penulisannya di rubrik Tajuk

Rencana. Fokusnya tertuju kepada bagaimana sikap kedua media

itu terhadap kebijakan Orde Baru.36 Ia juga membandingkan

oplah dan target pembaca dua media tersebut melalui data-data

dengan bentuk statistik dan tabel. Namun, karya Rizal lebih

memaparkan tentang jumlah pembaca, narasumber, hingga jenis

tajuk rencana yang dibahas−baik itu politik, ekonomi,

sosial−dalam bentuk tabel. Artinya, Rizal menggunakan

penelitian kuantitatif sebagai penyelesaian masalah. Sedangkan

penulis ingin menjabarkan isi tajuk rencana dengan bentuk

deskriptif dan kualitatif yang nantinya akan terbagi ke dalam

beberapa fokus pembahasan.

3. Buku Pers di Masa Orde Baru karya David T. Hill. Buku ini

membahas tentang seluk beluk pers yang ada di Indonesia.

Berawal dari sebuah pengantar tentang geliat pers sebelum era

Soeharto sampai pada tahun 1990-an. Fokus kajian buku ini

terletak pada masa-masa di mana kebijakan Orde Baru yang

berujung pada pembredelan pers Indonesia selama 1974 hingga

1990-an.37 Selain itu, buku ini juga membahas tentang

industrialisasi pers, pers kedaerahan, hingga pers alternatif

semacam pers mahasiswa yang ada di era Soeharto.

36 Rizal Mallarangeng, Pers Orde Baru: Tinjauan Isi Kompas dan Suara

Karya, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010). 37 David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia, 2011).

Page 37: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

19

4. Buku 1966-1974: Kisah Pers Indonesia karya Akhmad Zaini

Abar. Skripsi yang telah dibukukan ini membahas tentang

fenomena sosio-politik yang terjadi dalam masa Orde Baru yang

dimulai pada 1966 dan berujung pada Peritiwa Malari 1974.38

Dari fenomena itu, Akhmad kemudian menjabarkan dampak dari

kebijakan orde baru kepada pers yang ada di Indonesia. Tak

hanya itu, ia juga menjelaskan perkembangan mengenai sikap

kritik yang dilontarkan pers Indonesia saat itu.

5. Buku Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia

karya Abdurrahman Surjomihardjo dkk. Buku ini sendiri

membahas tentang kiprah media massa yang ada di Indonesia.

Buku ini dibagi menjadi beberapa pembahasan. Pembahasan

pertama diawali dengan kiprah pers di masa pergerakan dan

perkembangannya menuju kemerdekaan 1945. Setelahnya, buku

ini mengkaji tentang zaman pembredelan pers di masa Orde

Baru, yang dimulai dari Tragedi Malapetaka 15 Januari (Malari)

1974. Tak hanya itu, buku ini juga membahas tentang kiprah pers

daerah, seperti pers yang ada di wilayah Sulawesi Utara dan

Kalimantan Selatan.39

38 Akhmad Zaini Abar, 1966-1974: Kisah Pers Indonesia. 39 Abdurrahman Surjomihardjo dkk, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah

Pers di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004)

Page 38: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

20

Bagaimana sikap Suara Karya

dalam menanggapi kebijakan

pemerintahan era Soeharto.

C. Kerangka Berpikir

Suara Karya dan Pemerintah

Masalah

Metodologi

Sikap Suara

Karya sebagai

media partisan

pemerintah

Orde Baru

lewat Tajuk

Rencana

Temuan

Suara Karya menjadi corong

kampanye Golkar dan

Soeharto dalam menghadapi

Pemilu 1971.

Pendekatan Analisis

Wacana

Teori

Empat teori

pers: auteriter,

libertarian,

komunis, dan

pertanggungja

waban sosial

Usai memenangi

Pemilu 1971,

Suara Karya

menyuarakan

pembangunan

yang menjadi

jargon

Pemerintah Orde

Baru.

Suara Karya

menjelaskan

berbagai

kebijakan politik

yang diterapkan

pemerintah

Soeharto.

Suara Karya

menjawab

berbagai kritik

terhadap

pemerintahan

yang beredar di

masyarakat .

Page 39: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

21

BAB III

PERS DAN POLITIK DI INDONESIA

Pers, atau media cetak, tak bisa lepas dalam sejarah berdirinya

Republik Indonesia (RI). Dalam perkembangannya, pers Indonesia

terbagi ke dalam beberapa periode. Periode pertama dimulai di masa

pemerintahan Hindia-Belanda. Era selanjutnya dimulai pada masa

kemerdekaan Indonesia. Sedangkan periode ketiga dimulai sejak masa

pemerintahan Orde Baru.40

Dalam bab ini, penulis ingin menjabarkan perkembangan pers di

Indonesia yang dibagi ke dalam tiga poin. Poin pertama adalah

perkembangan pers Indonesia sebelum merdeka. Kedua yakni

perkembangan pers saat pemerintahan Soekarno. Sedangkan poin

terakhir membahas tentang perkembangan pers di era Orde Baru,

tepatnya hingga tahun 1974.

A. Pers Pra Kemerdekaan

Awal mula perkembangan pers di Indonesia tak lepas dari

pengaruh Belanda. Sejarah pers di Indonesia sendiri bercorak tentang

keadaan masyarakat, kebudayaan, serta kondisi politik. Di masa itu,

Indonesia sendiri memiliki ragam golongan penduduk yang terpisah,

yakni Belanda, Tionghoa, Arab, hingga pribumi. Oleh karenanya, pers

di Indonesia saat itu juga terbagi ke dalam berbagai kelompok, ada yang

menggunakan bahasa Belanda, Tionghoa, hingga Indonesia.

40 Suf Kasman, Pers dan Pencitraan Umat Islam di Indonesia: Analisis Isi

Pemberitaan Harian Kompas dan Republika, (Jakarta: Balai Litbang dan Diklat

Kemenang, 2010), 72-73.

Page 40: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

22

Dikarenakan pembagian kelompok itu, pers juga menyesuaikan

bagaimana penyampaian informasi sesuai dengan ideologi yang dianut

oleh masyarakat tersebut.41

Di masa pemerintahan Belanda, terbitnya pers berfungsi sebagai

bagian dari usaha orang-orang Belanda. Pers saat itu hanyalah menjadi

sarana untuk memberitakan kepentingan perusahaan perkebunan dan

industri minyak yang dikuasai oleh Belanda. Media-media belum

memberitakan tentang keadaan sosial politik yang terjadi di Indonesia.

Pemerintah Hindia-Belanda sendiri memang mengorientasikan berita-

berita yang terbit haruslah mendukung kebijakan pemerintah dan

menghindari sikap-sikap yang menjurus pada tindakan berbahaya.42

Dari sana, pemerintah kemudian membuat kebijakan tentang pers

yang bernama Reglement op de Drukwerken in Nederlandsch-Indie

tahun 1856. Dalam peraturan tersebut, tertulis bahwa sebelum semua

karya cetak diterbitkan, pihak media itu harus mengirimkan satu contoh

eksemplar kepada kepala pemerintahan setempat, pejabat justisi, dan

Aglemene Secretarie (Lembaga Arsip).43 Media itu juga harus

mencantumkan nama dan lokasi penerbitan. Apabila peraturan itu

dilanggar, maka pihak media harus merelakan karya cetaknya untuk

41 Abdurrahman Surjomihardjo dkk, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah

Pers di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004), 6. 42 Bisa dibilang, awal mula pers di masa kolonial Belanda cenderung netral

dalam sikap berpolitik. Sejak awal, pers Belanda merupakan pers resmi pemerintah

dikarenakan isinya harus disetujui lebih dulu. Barulah sejak akhir abad 19, pers mulai

menunjukkan sikapnya terhadap kebijakan politik pemerintah Hindia Belanda. Lebih

lanjut lihat Abdurrahman Surjomihardjo dkk, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah

Pers di Indonesia, 30-31. 43 Abdurrahman Surjomihardjo dkk, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah

Pers di Indonesia, 172.

Page 41: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

23

disita dan memungkinkan adanya penyegelan yang akan dilakukan oleh

pemerintah Hindia-Belanda. 44

Pada tahun 1906, terjadi perubahan dalam Reglement op de

Drukwerken in Nederlandsch-Indie. Di aturan sebelumnya tertulis

bahwa apabila media ingin mencetak terbitan, maka mereka wajib

memberikan kompensasi sebesar f200-f5.000. Dalam aturan baru pada

1906, uang tanggungan itu dihilangkan. Kemudian, sanksi berupa

penyitaan terhadap media yang sudah dicetak diganti menjadi denda f10-

f100. 45

Berlanjut pada 1918, pemerintah menerbitkan peraturan bernama

Haatzaai Artikeln. Peraturan ini berisi tentang hukuman kepada siapa

saja yang menyebarkan permusuhan, kebencian, dan penghinaan

terhadap pemerintah Hindia-Belanda. Dalam sanksinya, apabila

melanggar akan mendapat hukuman penjara selama empat sampai tujuh

tahun atau denda maksimal 300 gulden.46

Kemudian pada 7 September 1931, muncul peraturan

Persbreidel Ordonantie. Aturan ini berisi tentang wewenang Gubernur

Jendral untuk melarang percetakan, penerbitan, dan penyebaran pers

yang dirasa akan mengganggu ketertiban umum. Sanksinya adalah

pelarangan terbit dengan jangka waktu delapan hari. Namun, larangan

44 Wina Armada, Menggugat Kebebasan Pers, (Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 1993), 51. 45 Abdurrahman Surjomihardjo dkk, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah

Pers di Indonesia, 172. 46 Abdurrahman Surjomihardjo dkk, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah

Pers di Indonesia, 173-174.

Page 42: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

24

terbit ini bisa dicabut apabila media tersebut mengubah sikapnya

menjadi lebih lunak kepada pemerintah Hindia-Belanda.47

Dalam perkembangan pers di Indonesia, media massa pertama

yang dicetak oleh pemerintah Hindia-Belanda adalah Bataviasche

Nouvelles pada 1744. Media cetak yang terbit di Jakarta ini tak berumur

panjang, hanya berusia dua tahun.48 Adanya pers pertama ini berbuntut

pada kelahiran media cetak baru yang muncul di berbagai daerah yang

ada di Indonesia, seperti di Semarang (De Locomotief, 1851), Surabaya

(Soerabajaasch Handelsblad, 1852), Surakarta (Vorstenlanden, 1871),

Bandung (De Preanger Bode, 1895), Yogyakarta (Mataram, 1903),

Sumatera Utara (Deli Courant, 1884), Padang (Sumatra Bode, 1893),

Palembang (Nieuws en Advertentie blad voor de Residentie Palembang,

Djambi en Banka, 1898), hingga Makassar (Makassaarsche Courant,

1894).49 Pers-pers ini masih dalam bentuk bahasa Belanda. Seperti yang

dijabarkan sebelumnya, kehadiran pers ini dimaksudkan untuk menjadi

sumber informasi oleh pemerintah Hindia-Belanda. Dalam artian, pers

ini merupakan pers resmi yang disetujui pemerintah.

Teruntuk pers berbahasa Melayu, Douwes Dekker

mengemukakan bahwa surat kabar pertama yang menggunakan bahasa

Melayu adalah Bintang Soerabaja pada tahun 1861 dengan pemimpin

redaksinya bernama Courant. Media ini sangat berpengaruh bagi

kalangan orang Tionghoa di Jawa Timur. Hampir sama dengan Bintang

47 Abdurrahman Surjomihardjo dkk, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah

Pers di Indonesia, 172-173. 48 Abdurrahman Surjomihardjo dkk, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah

Pers di Indonesia, 25. 49 Lihat lebih lengkap di Abdurrahman Surjomihardjo dkk, Beberapa Segi

Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, 25-30.

Page 43: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

25

Soerabaja, Pewarta Soerabaja juga menjadi konsumsi bagi kalangan

orang Tioghoa di sekitar Jawa Timur. Media yang dipimpin oleh H.

Hommer ini terbit pada 1902. Berpindah ke Sumatera Barat, muncul juga

Sinar Soematra pada 1897 yang dinaungi Lim Soen Hin, R. Datoek

Soetan Maharadja yang mengepalai Tjahaja Soematra, dan Pemberita

Atjeh di bawah Dja Endar Moeda. Ada juga Pertja Barat yang dipimpin

oleh Soetan Negeri. Di Jakarta, terbit juga Pemberita Betawi (1874)

dinaungi J.Hendriks dan Taman Sari (1898) di bawah pimpinan F.

Wiggers. Di Bandung ada Pewarta Hindia (1894) dibawahi Raden

Ngabeho Tjitro Adiwinoto. Di Semarang ada Bintang Pagi (1907)

dibawahi oleh The Mo Hoat dan Sinar Djawa (1899) yang dipimpin oleh

Sie Hang Lang. Di Surakarta, ada Taman Pewarta (1901) dipimpin oleh

Thjie Siang Liang dan Ik Po (1904) di bawah naungan Tan Soe Djwan.

Di Bogor terdapat terbitan mingguan bernama Tiong Hoa Wie Sin Ho

(1905) yang dikepalai Tan Soei Bing. Di Malang terdapat Tjahaja

Timoer (1907) yang dikepalai Raden Djojosoediro.50

Pers yang diperuntukkan untuk penduduk Hindia-Belanda

sendiri dimulai lewat cetaknya Bromartani pada tahun 1855. Bromartani

adalah media pertama yang menggunakan bahasa lokal, khususnya

bahasa Jawa, yang terbit di Surakarta. Tahun 1856, muncul juga Soerat

Kabar Bahasa Melaijoe yang terbit di Surabaya. Pers ini menggunakan

huruf Arab yang bahasanya adalah Melayu. Kemudian pada 1858,

50 Secara keseluruhan, perkembangan pers berbahasa Melayu di Indonesia

pada 1861-1907 menurut Douwes Dekker berjumlah 33 media, yang tersebar di 12

kota. Lihat dalam bentuk tabel di Abdurrahman Surjomihardjo dkk, Beberapa Segi

Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, 77-79.

Page 44: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

26

muncul juga Soerat Chabar Betawie di Jakarta yang menggunakan

bahasa Melayu rendah.51

Dari penjabaran di atas, perkembangan pers di Indonesia tak bisa

lepas dari peranan orang-orang Belanda dan Tionghoa. Awal mula

kemunculan pers di Indonesia sendiri dinamakan babak putih.52 Hal ini

dikarenakan pers berfungsi untuk memberikan informasi kepada orang-

orang Belanda yang ada di Hindia-Belanda dan tak adanya kaitan dengan

para kalangan pribumi Hindia-Belanda. Para petinggi media di atas

kebanyakan diisi oleh orang-orang Belanda dan Tionghoa. Namun, ada

juga orang asli Indonesia yang turut berperan dalam susunan redaksi,

seperti Abdoel Rivai, Sosrokartono, Wahidin Soediro Hoesodo, R.

Dirjoatmojo, Datoek Soetan Maharaja, dan lain-lainnya.53

Munculnya pers berbahasa Melayu yang juga dimiliki oleh orang

asli Indonesia dipelopori oleh Raden Mas Tirto Adhi Soerjo (1880-

1918). Kiprahnya dalam pembentukan pers nasional dimulai pada 7

Februari 1903 lewat terbitan Soenda Berita di Cianjur, Jawa Barat.54

Namun sayang, media ini tak bertahan lama. Pada 1905-1906, Soenda

Berita mengalami krisis finansial yang kemudian berhenti cetak.55

Tak lama setelahnya, Tirto kembali menerbitkan sebuah media

bernama Medan Prijaji (1907) dan Soeloeh Keadilan (1908). Medan

Prijaji menjadi surat kabar mingguan pertama yang terbit di Jawa.

51 Teruntuk Soerat Kabar Bahasa Melaijoe dan Soerat Chabar Betawie, media

ini tak mencantumkan struktur redaksi. Penjelasan lebih lanjut lihat di Abdurrahman

Surjomihardjo dkk, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, 80. 52 Pramoedya Ananta Toer, Sang Pemula, (Jakarta: Hasta Mitra, 1985), 34. 53 Pramoedya Ananta Toer, Sang Pemula, 52-54. 54 Jajat Burhanudin, “The Fragmentation of Religious Authority: Islamic Print

Media in Early 20th Century Indonesia”, Studia Islamika 11, No. 1, 2004, 35. 55 Muhidin M. Dahlan dan Iswara N. Raditya, Karya-Karya Lengkap Tirto

Adhi Soerjo: Pers Pergerakan dan Kebangsaan, (Jakarta: I:Boekoe, 2008), 17.

Page 45: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

27

Dibandingkan dengan Soenda Berita, Medan Prijaji jauh lebih radikal

dalam mengkritisi kebijakan pemerintah Hindia-Belanda. Medan Prijaji

berperan sebagai corong dalam mengekspresikan pandangan kaum

terpelajar pribumi, khususnya pada isu-isu sosial dan politik yang ada di

Hindia-Belanda. 56

Terbitnya Medan Prijaji menjadi peluang kepada para pribumi

Hindia-Belanda untuk menerbitkan pers lain. Seperti yang dilakukan

Sarekat Islam. Organisasi yang berdiri pada 1911 itu melahirkan

beberapa media cetak, seperti Oetoesan Hindia (1913) di Surabaya,

Sinar Djawa (1914) di Semarang, Pantjaran Warta (1913) di Betawi,

Saroetomo (1913) di Surakarta, dan Sinar Hindia (pengganti Sinar

Djawa, 1918). 57

Selain Sarekat Islam, organisasi pergerakan di Indonesia yang

juga menerbitkan pers adalah Partai Komunis Indonesia (PKI).

Organisasi yang lahir pada 1914 ini melahirkan beberapa pers, yakni di

Semarang (Sinar Hindia, 58 Soeara Ra’jat, Si Tetap, dan Barisan

56 Ahmat Adam, Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran

Keindonesiaan, (Jakarta: Hasta Mitra, 2003), 188-189. 57 Perkembangan pers Sarekat Islam bisa dilihat di Ahmat Adam, Sejarah

Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindonesiaan, 171-172 dan Dewi Yulianti,

Semaoen, Pers Bumiputera, dan Radikalisasi Sarekat Islam Semarang, (Semarang:

Bendera, 2000), 65-66. 58 Awal mulanya, Sinar Hindia memang menjadi media dari Sarekat Islam.

Perpecahan SI Semarang dimulai ketika H.O.S Tjokroaminoto berselisih dengan

Semaoen dan Sneevliet. Tjokro menilai gejolak muda dalam diri Semaoen terlalu

radikal, terutama ketika mengkritik kebijakan pemerintah Hindia lewat Sinar Djawa.

Karena tak bisa dikendalikan oleh Tjokro, Semaoen dan Sneevliet pun hengkang dari

Sinar Djawa pada tahun 1922. Mereka pun dan bergabung dengan Sinar Hindia. SI

Semarang yang berhaluan ‘merah’ itu kemudian turut mengambil alih penerbitan Sinar

Hindia pada 1923. Setahun setelahnya, SI ‘merah’ pun mengganti namanya menjadi

Sarekat Rakjat yang nantinya menjadi cikal bakal lahirnya PKI. Setelah berganti nama,

otomatis Sinar Hindia juga otomatis menjadi bagian organisasi baru tersebut. Lihat

lebih lanjut di Azhar Irfansyah dan Nella A. Puspitasari, “Tentang Pasang Surutnya

Badai Itu: Riwayat Pers Kiri di Indonesia (Bagian I)”, Harian IndoPROGRESS, 16 Mei

Page 46: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

28

Moeda), Surakarta (Islam Bergerak, Medan Moeslimin, Persatoean

Ra’jat, Senopati, Humbromarkoto, dan Mowo), Surabaya (Proletar),

Yogyakarta (Kromo Mardiko), Bandung (Matahari, Mataram,

Soerapati, dan Titar), Batavia (Kijahi-Djagoer dan Nyata), Pekalongan

(Senjata Ra’jat), Purwokerto (Doenia Merdeka), Padang (Petir dan

Torpedo), Padang Panjang (Djago! Djago! dan Pemandangan Islam),

Bukittinggi (Doenia Achirat), Solok (Sasaran Ra’jat), Sawahlunto

(Signal), Langsa (Oetoesan Ra’jat dan Batterij), Sibolga (Persamaan),

Medan (Goentoer), Palembang (Djam), Pontianak (Halilintar, Berani,

dan Warta Borneo), Makassar (Pelita Ra’jat), dan Ternate (Bendera

Merah).59

Muhammadiyah juga memiliki peran dalam perkembangan pers

di Indonesia. Terbitan pertama organisasi yang didirikan oleh Ahmad

Dahlan (1868-1923) adalah Majalah Bintang Islam (1923). Majalah ini

membahas tentang kehidupan sosial-agama, khususnya Islam, yang

terjadi di Indonesia. Selain itu, majalah ini juga menginformasikan

berbagai kegiatan-kegiatan kaum Muslim yang tersebar di penjuru dunia.

Dalam perkembangannya, Muhammadiyah terus mencetak berbagai

pers, seperti Bendera Islam (1924), Adil (1932), Pantjaran Amal (1936),

al-Kirom (1928), Ichtiyar (1938), Al-Chair (1926), Soengoenting

Moehammadijah (1927), Swara Islam (1931). Selain Muhammadiyah,

Persatuan Islam (Persis)60 juga memiliki beberapa terbitan pers. Di

2014, 9. Baca juga pengaruh Semaoen dalam SI di Soe Hok Gie, Di Bawah Lentera

Merah, (Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya, 1999), 18. 59 Lihat dalam bentuk tabel di Abdurrahman Surjomihardjo dkk, Beberapa

Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, 89. 60 Persis adalah sebuah organisasi Islam yang didirikan oleh H. Zamzam dan

H. Muhammad. Persis terbentuk pada 12 September 1923 di Bandung, Jawa Barat.

Page 47: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

29

antaranya adalah Pembela Islam (1929), al-Fatawa (1931), dan Sual-

Djawab (1930). 61

Tahun 1942, Jepang pun menggantikan Belanda untuk

menduduki pemerintahan Indonesia. Pers Belanda dan Pers Tionghoa

pun diambil alih oleh Jepang. Pers Pribumi sendiri masih mendapat izin

untuk diterbitkan, namun tetap diawasi oleh militer Jepang. Jepang

sendiri memiliki kebijakan dalam pembagian kekuasaan. Secara teritori,

Indonesia terbagi menjadi dua bagian wilayah. Daerah Sumatera dan

Jawa dikuasai oleh Angkatan Darat, sedangkan untuk wilayah

Kalimantan, Sulawesi, dan daerah bagian timur lain dikuasai oleh

Angkatan Laut. Mereka pun mendirikan media sendiri dalam penyaluran

komunikasi. Di Sumatera ada Sumatera Shinbun, Jawa ada Jawa

Shinbun, Kalimantan ada Borneo Shinbun, Sulawesi ada Celebes

Shinbun, dan Pulau Seram, Maluku ada Ceram Shinbun.62

Selain itu, Jepang juga menerbitkan beberapa media yang

berbahasa Indonesia. Media itu terbagi ke dalam beberapa daerah, di

Jakarta ada Asia Raya (1942) dan Pembangoenan (1942), Bandung ada

Tjahaja (1942), Yogyakarta ada Sinar Matahari (1942), Semarang

terdapat Sinar Baroe (1942), Surabaya ada Pewarta Perniagaan (1942),

lanjutan dari surat kabar Belanda Soerabajaasch Hendelsblad) dan

Soeara Asia (1942), terusan dari surat kabar Tiongkok). Pengelolaannya

Persatuan Islam, Sejarah Persatuan Islam¸ http://persis.or.id/sejarah-persatuan-islam,

(Diakses pada 18 Desember 2018 pukul 21.55 WIB). 61 Jajat Burhanudin, “The Fragmentation of Religious Authority: Islamic Print

Media in Early 20th Century Indonesia”, 47-48. 62 Edward C. Smith, Sejarah Pembredelan Pers di Indonesia, (Jakarta:

Pustaka Grafiti Pers, 1986), 71.

Page 48: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

30

sendiri dikelola oleh serikat persuratkabaran di bawah pemerintah militer

bernama Jawa Shimbun Kai. 63

Di masa pemerintahan militer Jepang, orang-orang Indonesia

diberikan wewenang untuk menduduki jabatan staf redaksi senior yang

menggantikan peran orang-orang Belanda. Sebab, kalangan terdidik

Indonesia masih belum mampu menguasai bahasa Jepang dalam waktu

yang singkat. Jepang juga memberikan program pelatihan bagi para

jurnalis Indonesia. Dari sana, bahasa Indonesia kemudian menjadi sarana

komunikasi dalam sektor birokrasi maupun pers. 64

B. Pers Orde Lama

Sejak Soekarno-Hatta memproklamasirkan kemerdekaan pada

17 Agustus 1945, semua media massa seolah berhenti mendadak.

Indonesia tak memiliki corong komunikasi untuk menyebarkan deklarasi

kemerdekaan itu. Memang pada saat itu kemerdekaan Indonesia

didukung oleh segelintir tokoh elit Jepang. Namun, menyebarkan

peristiwa pembacaan naskah proklamasi menjadi hal yang tak disukai

kalangan militer Jepang. 65

Di dalam kondisi seperti itu, muncul seorang pemuda Indonesia

berusia 20 tahun bernama Burhanuddin Mohammad Diah. Bersama

sekelompok orang lain, mereka menguasai percetakan Koran Asia Raya

(Koran yang dibuat oleh pemerintah Jepang saat itu). Diah pun

63 Abdurrahman Surjomihardjo dkk, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah

Pers di Indonesia, 101-102. 64 David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, 22. 65 Petrik Matanasi, Prabowo Harus Belajar Sejarah: Wartawan adalah Bidan

Lahirnya RI, https://tirto.id/prabowo-harus-belajar-sejarah-wartawan-adalah-bidan-

lahirnya-ri-da99, (Diakses pada 18 Desember 2018 pukul 19.06 WIB).

Page 49: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

31

berencana menerbitkan sebuah surat kabar untuk menyebarkan peristiwa

bersejarah ini. Sebelumnya, Indonesia memiliki Kantor Berita Nasional

bernama Antara yang lahir pada tahun 1937. Namun, kantor itu diambil

oleh oleh Jepang untuk dijadikan Kantor Berita DO-MEI. Setelah Antara

direbut kembali, kantor ini pun dijadikan kebangkitan pers Indonesia. 1

Oktober 1945, terbit Harian Merdeka yang bertujuan untuk

menyebarkan proklamasi kemerdekaan RI.66 Dalam penyebaran

informasi kemerdekaan Indonesia, Merdeka menjadi satu-satunya

sumber informasi yang menjadi bahan berita untuk media asing. 67

Selain Diah, muncul juga sosok Mochtar Lubis yang membentuk

harian Indonesia Raya (1949). Indonesia Raya menjadi media

independen dan sangat keras terhadap komunis. Selain Indonesia Raya,

Mochtar Lubis juga mendirikan media The Times of Indonesia (1952).

Media ini kemudian diambil alih wartawan asal Sri Lanka Charles

Tambu. The Times of Indonesia adalah media di Indonesia yang

menggunakan bahasa Inggris.68

Tak hanya kemunculan pers Indonesia, Pers Belanda dan Pers

Cina ikut muncul setelah dilarang di masa pendudukan Jepang. Tahun

1948, Belanda menerbitkan 13 media cetak. Sedangkan Cina

menerbitkan harian Sin Po dan Keng Po.69

66 David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, 23. 67 Pada 3 Oktober 1955, The Times of Indonesia merayakan peringatan ulang

tahun kesepuluh harian Merdeka. Lewat tajuk rencananya, media yang dipimpin oleh

Mochtar Lubis menceritakan tentang sejarah lahirnya Merdeka dan menyampaikan

terima kasih karena telah menyebarkan informasi kemerdekaan. Lihat di Edward C.

Smith, Sejarah Pembredelan Pers di Indonesia, 93. 68 Edward C. Smith, Sejarah Pembredelan Pers di Indonesia, 93-94. 69 Edward C. Smith, Sejarah Pembredelan Pers di Indonesia, 76.

Page 50: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

32

Namun, seiring berjalannya waktu, pemerintahan Soekarno

mulai menyikapi peredaran pers asing seperti Belanda dan Cina.

Terlebih, saat itu kondisi pers nasional sedang mengalami ekonomi yang

kembang-kempis. Di lain pihak, perusahaan Belanda tak mau

menanamkan modalnya ke dalam perusahaan pers Indonesia. Hal ini

menimbulkan kecemburuan dari perusahaan pers Indonesia yang saat itu

tengah merintis modal, dengan pers Belanda yang kondisinya lebih

stabil. 70

Puncaknya pun terjadi ketika Indonesia tengah gencar untuk

merebut wilayah Irian Barat dari Belanda. Hal ini pun menjadi ancaman

bagi pemerintah Belanda, termasuk perusahaan yang menangani

kegiatan pers yang ada di Indonesia. Tak hanya Belanda, pers Cina pun

turut terancam karena seringkali mengkritik kebijakan pemerintah

Indonesia. Golongan pers Cina ini seringkali bergaung bahwa

masyarakat Cina yang ada di Indonesia tak perlu berbaur dengan

masyarakat Indonesia. Sebab, mereka menganggap diri mereka adalah

minoritas. Pemerintah Indonesia pun merespons bahwa ideologi asing

nantinya akan mengancam undang-undang dasar yang telah ditetapkan.

Lambat laun, pers Belanda dan pers Cina pun tenggelam dan tak terbit

lagi.71

Pascakemerdekaan menjadi era kejayaan pertumbuhan media

cetak di Indonesia. Ketika Belanda mengakui pemerintahan Indonesia

secara konstitusional pada 1949 hingga 1950an, tercatat ada 75

penerbitan dengan jumlah persebarannya yang mencapai 413 ribu untuk

70 David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, 24. 71 Merosotnya pers Cina di Indonesia bisa dilihat di Edward C. Smith, Sejarah

Pembredelan Pers di Indonesia, 76. Sedangkan mundurnya pers Belanda bisa dilihat

di David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, 24.

Page 51: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

33

masing-masing terbitan.72 Hal ini dikarenakan kemunculan pers sebagai

pendukung negara dalam menyebarkan informasi kemerdekaan ke

berbagai penjuru. Pers pada zaman ini seolah mendapat angin segar

untuk menyampaikan ide dan gagasannya. 73

Memasuki tahun 1949-1950an, pers Indonesia memasuki era

baru. Pada tahun ini, pers menjadi bagian dari sebuah corong partai

politik. Bisa dikatakan, pers zaman ini menjadi pers partisan partai

politik. Sebab, mereka dengan terang-terangan mendukung partai yang

seidelogi dengannya.74 Dimulai pada tahun 1947, Partai Masyumi75

menerbitkan harian Abadi. Harian ini ditujukan untuk membawakan

ideologi pemikiran Masyumi.76 Pada 1948, muncul juga harian Pedoman

yang dibawahi oleh Rosihan Anwar. Pedoman muncul sebagai media

yang mendukung Partai Sosialis. Selain itu, ada juga Nahdatul Ulama

(NU)77 yang turut meluncurkan Duta Masjarakat (1951) di Jakarta. Dari

72 David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, 24. 73 Kasiyanto Kasemin, Sisi Gelap Kebebasan Pers, (Jakarta: Prenadamedia

Group, 2014), 25. 74 A.S. Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature,

Panduan Praktis Jurnalis Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 20. 75 Awalnya, Masyumi adalah sebuah kumpulan dari organisasi Islam bernama

Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI). MIAI sudah terbentuk sejak September 1937.

Organisasi ini sendiri memiliki anggota yang berasal dari Muhammadiyah, NU, Persis,

Al-Irsyad, serta organisasi Islam lain. Setelah Indonesia merdeka, pemerintah

menganjurkan kepada masyarakat untuk mendirikan partai-partai politik sebagai

penampung aspirasi masyarakat. MIAI pun memanfaatkan momentum ini dengan

melaksanakan Muktamar Islam di Yogyakarta pada 7-8 November 1945. Muktamar

yang dihadiri oleh para tokoh Islam ini kemudian melahirkan sebuah partai bernama

Majelis Syuro Muslimin Indonesia dengan pemimpin pertama bernama Hasyim

Asy’ari. Lihat Delian Noer, Partai Islam di Pentas Nasional: Kisah dan Analisis

Perkembangan Politik Indonesia 1945-1960, (Bandung: Mizan, 2000), 10. 76 Edward C. Smith, Sejarah Pembredelan Pers di Indonesia, 76. 77 Nahdatul Ulama (NU) adalah organisasi Islam yang didirikan pada 31

Januari 1926 di Jawa Timur. Organisasi yang diinisiasi oleh Hasyim Asy’ari bertujuan

untuk mewakili dan memperkokoh ajaran Islam tradisional di Hindia Belanda. Lihat

lebih lengkap di Muhammad Iqbal, Nahdatul Ulama Didirikan untuk Membendung

Page 52: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

34

PKI sendiri menerbitkan Harian Rakjat (1951). Sedangkan dari Partai

Nasionalis Indonesia (PNI)78 membuat Suluh Indonesia (1953) sebagai

corong suaranya. 79

Selain pers partisan, di era ini juga melahirkan sebuah pers

mahasiswa, yang dalam istilah David T. Hill adalah pers pinggiran.

Sebenarnya, pers mahasiswa sendiri sudah muncul ketika zaman Hindia-

Belanda oleh golongan terpelajar di luar negeri bernama Indonesia

Merdeka. Pada tahun 1955, sebanyak 35 penerbitan pers mahasiswa

muncul yang tersebar di berbagai fakultas, universitas, serta kelompok

politik dan agama. Di tahun ini juga, muncul sebuah organisasi pers

mahasiswa, yakni Ikatan Wartawan Mahasiswa Indonesia dan Serikat

Pers Mahasiswa Indonesia. Dua organisasi ini kemudian tergabung

dalam Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) pada 1958.80

Pemerintah Indonesia juga membentuk organisasi bernama

Dewan Pers pada 17 Maret 1950. Organisasi yang diisi oleh orang-orang

berlatar media, cendekiawan, dan pejabat pemerintah ini berfungsi untuk

menghadapi pertanyaan dan majalah-majalah pers. Dewan Pers ditugasi

untuk mengajukan usul tentang pergantian undang-undang pers baru

untuk mengganti undang-undang pers kolonial, memberikan dasar

Puritanisme Agama, https://tirto.id/nahdlatul-ulama-didirikan-untuk-membendung-

puritanisme-agama-cDLL, (Diakses pada 18 Desember 2018 pukul 22.03 WIB). 78 PNI sendiri didirikan pada 4 Juli 1927 di Bandung. Partai yang ketua

pertamanya Soekarno ini berdiri dengan tujuan menampung gagasan nasionalisme dan

menyatukan berbagai perbedaan yang nantinya berujung pada kemerdekaan Indonesia

dari pemerintah Hindia-Belanda. Lihat Bonnie Triyana, Riwayat Berdirinya PNI¸

https://historia.id/modern/articles/riwayat-berdirinya-pni-PGj0V, (Diakses pada 19

Desember 2018 pukul 02.15 WIB). 79 Edward C. Smith, Sejarah Pembredelan Pers di Indonesia, 92-95. 80 David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, 138-139. Lihat juga pembentukan

IPMI di Satrio Arismunandar, Zaman Bergerak! Peran Pers Mahasiswa dalam

Penumbangan Rezim Soeharto, (Jakarta: Genta Press, 2005), 86.

Page 53: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

35

sosial-ekonomis kepada pers Indonesia, meningkatkan mutu pers

Indonesia, dan membuat aturan mengenai kedudukan wartawan, seperti

gaji, perlindungan hukum, kode etik jurnalistik, dan lain sebagainya.81

Selain itu, peraturan Persbreidel Ordonnantie82 dicabut pemerintah pada

Juni 1954.

Para pers partisan ini mulai melancarkan kritiknya kepada

pemerintah. Dimulai pada tahun Juni 1953 yang bertepatan dengan

pernikahan Soekarno dengan seorang janda bernama Hartini. Kemudian,

Soekarno dikritik karena condong terhadap ideologi Komunis. Kritik tak

hanya kepada Soekarno, tetapi juga menyerang perdana menteri, kabinet,

pejabat daerah yang korupsi, hingga kondisi perekonomian Indonesia

yang mengalami inflasi tinggi. 83

Kritik yang terus digaungkan membuat pemerintah Indonesia

menerbitkan Undang-Undang Darurat (yang dikenal sebagai Keadaan

Bahaya dan Darurat Militer) pada Maret 1957. Sejak diberlakukan

peraturan itu, pemerintah Indonesia melakukan tindakan keras kepada

para punggawa pers, seperti interogerasi, penahanan, hingga

pembredelan.84

Pada 1 Oktober 1958, muncul juga Surat Izin Terbit (SIT) yang

kemudian diperbarui lagi pada 1960. Kemudian, Soekarno

memunculkan sebuah aturan baru bernama Pedoman Penguasa Perang

Tertinggi untuk Pers Indonesia pada 12 Oktober 1960. Isinya adalah

aturan yang mengharuskan bahwa pers Indonesia harus mendukung

81 Edward C. Smith, Sejarah Pembredelan Pers di Indonesia, 95. 82 Lihat penjelasan tentang peraturan ini di sub bab sebelumnya. 83 Lihat kritik-kritik yang dilontarkan oleh pers Indonesia dalam Edward C.

Smith, Sejarah Pembredelan Pers di Indonesia, 126-145. 84 David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, 27.

Page 54: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

36

manifesto politik yang diusung Soekarno.85 Soekarno mengakui bahwa

revolusi Indonesia masih belum selesai karena umur negara ini masih

sangat muda. Oleh karenanya, ia membatasi kritik-kritik yang

dilontarkan oleh pers agar revolusi tidak berjalan kacau.86

Tak hanya itu, muncul juga izin yang dikeluarkan oleh militer

Jakarta Raya pada 1 Oktober 1960 lewat Peraturan Penguasa Perang

Tertinggi No. 10/1960. Aturan yang tadinya berisi pelarangan

menerbitkan berita sensasional, kemudian dirinci lagi dengan

menambahkan ketentuan untuk menyesuaikan dengan syarat aspek

ideologi dan kekuasaan lewat Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1963.

Dalam Pasal 6, tertulis bahwa SIT wajib dimiliki oleh setiap media yang

ada di Indonesia. Jika mereka tak memiliki izin terbit, maka media itu

akan dikenakan sanksi berupa penjara maksimal setahun atau denda

maksimal Rp50 ribu, juga aset yang dimiliki media itu bisa dihancurkan

atau disita oleh negara. 87

Aturan yang diterapkan Soekarno ini pun berdampak pada

pembredelan yang ada di Indonesia. Hal ini dialami oleh PSI dan

Masyumi. Abadi pun bubar pada 1960. Sedangkan Pedoman terpaksa

berhenti cetak pada 1961.88

Peran pers dalam Demokrasi Terpimpin ini pun terbagi ke dalam

dua bagian. Di satu sisi, pers dibilang sebagai kawan ketika mereka

menyampaikan berita-berita yang pro terhadap pemerintah. Sedangkan

di sisi lain, pers dianggap sebagai lawan ketika mereka mengkritik

85 Akhmad Zaini Abar, 1966-1974: Kisah Pers Indonesia, 61-62. 86 Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, (Jakarta: Yayasan

Bung Karno, 2011), 338-339. 87 Kasiyanto Kasemin, Sisi Gelap Kebebasan Pers, 26. 88 David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, 27.

Page 55: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

37

kebijakan pemerintah. Mereka pun harus siap menerima konsekuensi

seperti dipenjara ataupun dipaksa berhenti cetak.89

C. Pers Orde Baru

Pada masa akhir kepemimpinan Soekarno di tahun 1962-1965,

pers sendiri terbagi menjadi beberapa kategori ideologi. Abar

membaginya ke dalam dua kategori. Pertama ada Pers Komunis beserta

simpatisannya. Kedua ada pers non-komunis yang disebut Abar sebagai

pers periferal. Pers periferal ini terdiri dari pers agama, pers kelompok

Badan Pendukung Soekarnoisme (BPS) dan pers militer.90

Pers ideologi Komunis beserta simpatisannya terbagi ke dalam

beberapa wilayah. Di Jakarta ada Harian Rakyat, Bintang Timur, Warta

Bakti, Suluh Indonesia, Gelora Indonesia, Ekonomi Nasional, Huo Chi

Pao, dan Bintang Minggu. Sedangkan di Bandung ada Warta Bandung,

di Semarang ada Gema Massa, di Surabaya ada Jalan Rakyat dan Jawa

Timur, di Yogyakarta ada Waspada, di Pontianak ada Suara

Khatulistiwa dan Kalimantan Membangun, di Medan ada Harian

Harapan dan Gotong Royong, dan di Palembang ada Pikiran Rakyat.

Pers ideologi Komunis kemudian hilang setelah 1 Oktober 1965. 91

Di sisi lain yakni pers non-Komunis, kelompok pertama seperti

pers agama terdapat Duta Masyarakat (afiliasi dengan NU), Sinar

Harapan (afiliasi dengan Partai Kristen Indonesia), serta Harian

Kompas (afiliasi dengan Partai Katolik). Sedangkan untuk pers

kelompok BPS, penyebarannya terbagi ke dalam berbagai wilayah. Di

89 Kasiyanto Kasemin, Sisi Gelap Kebebasan Pers, 26. 90 Akhmad Zaini Abar, 1966-1974: Kisah Pers Indonesia, 52. 91 Akhmad Zaini Abar, 1966-1974: Kisah Pers Indonesia, 54.

Page 56: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

38

Jakarta ada harian Merdeka, Berita Indonesia (simpatisan Partai Murba),

Indonesian Observer, dan Warta Indonesia. Sedangkan di Medan ada

Indonesia Baru dan Waspada, di Semarang ada Suara Merdeka, di

Yogyakarta ada Kedaulatan Rakyat, di Surabaya ada Suara Rakyat, dan

di Bandung ada Pikiran Rakyat. Teruntuk pers militer sendiri ada Berita

Yudha dan Angkatan Bersenjata. 92

Keruntuhan Soekarno sekaligus hilangnya sistem Demokrasi

Terpimpin yang dimulai lewat Gerakan 30 September 1965 menjadi

awal mula kebangkitan pers di masa Orde Baru. Ketika masa akhir

Demokrasi Terpimpin pada 1965, surat kabar yang beredar berjumlah

111 surat kabar harian dengan total 1,4 juta eksemplar dan 84 surat kabar

mingguan dengan total 1,1 juta eksemplar. Sedangkan pada tahun 1966,

jumlahnya naik menjadi 132 surat kabar harian dengan total 2 juta

eksemplar dan 114 surat kabar mingguan dengan total 1,5 juta

eksemplar.93

Kenaikan pers ini disebabkan adanya beberapa media yang

kembali terbit setelah dibredel pada zaman Demokrasi Terpimpin.

Media-media itu adalah Merdeka dan Indonesian Observer. Ada juga

surat kabar baru seperti Harian Kami (1966), Angkatan Baru (1966),

Angkatan 66 (1966), Mahasiswa Indonesia edisi Jakarta (1966),

mingguan Mahasiswa Indonesia edisi Jawa Barat (1966), Trisakti

(1966), Harian Operasi (1966), dan mingguan Abad Muslimin (1966).94

Namun, kejayaan pers di masa ini tak bertahan lama. Saat

peralihan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto, Indonesia

92 Akhmad Zaini Abar, 1966-1974: Kisah Pers Indonesia, 52-53. 93 Akhmad Zaini Abar, 1966-1974: Kisah Pers Indonesia, 45. 94 Akhmad Zaini Abar, 1966-1974: Kisah Pers Indonesia, 45-46.

Page 57: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

39

mengalami inflasi yang cukup tinggi. Tahun 1966, inflasi di Indonesia

mencapai kenaikan hingga 660%. Tak hanya itu, Indonesia juga

memiliki utang luar negeri yang jumlahnya US 2.357 juta.95

Inflasi itu pun menjadi faktor pengaruh dalam penerbitan pers di

Indonesia. Sebelumnya, Pemerintah Soekarno memang membantu biaya

penerbitan yang dilakukan pers Indonesia. Namun sejak inflasi,

Pemerintah Orde Baru sendiri mengurangi subsidi untuk pers.96 Di

berbagai wilayah Indonesia, tepatnya pada 1967, pers harian berkurang

menjadi 101 buah dengan total 893 ribu eksemplar. Sementara pers

mingguan berkurang ke 20 buah dengan total 908 ribu eksemplar. Hal

itu pun terus berlanjut sampai pada tahun 1968-1969.97

Selain dari perubahan eksemplar, pers Indonesia di masa Orde

Baru juga mengalami perubahan orientasinya kepada pemerintah. Pada

masa Demokrasi Terpimpin, hampir semua pers melancarkan

kritikannya kepada pemerintah Soekarno. Di masa itu, memang

pemerintah seolah menyatakan bendera perang dengan pers Indonesia

lewat berbagai kebijakannya. Soekarno seolah menjadi musuh bersama

bagi mayoritas pers di Indonesia.98

Turunnya Soekarno yang kemudian digantikan Soeharto menjadi

momentum baru bagi pers Indonesia. Soeharto menggunakan pers

95 Aria Wiratma Yudhistira, Dilarang Gondrong! Praktik Kekuasaan Orde

Baru terhadap Anak Muda Awal 1970an, 30. 96 P.K Ojong menulis, subsidi yang dilakukan pemerintah kepada pers

Indonesia adalah subsidi kertas. Semenjak dihapus, biaya percetakan pun ikut naik. Tak

hanya itu, kenaikan biaya juga berdampak pada biaya distribusi dan biaya langganan

dengan kantor berita itu sendiri. Lihat tulisan P.K Ojong dalam Akhmad Zaini Abar,

1966-1974: Kisah Pers Indonesia, 47-48. 97 Akhmad Zaini Abar, 1966-1974: Kisah Pers Indonesia, 46. 98 Lihat kritik pers Indonesia terhadap rezim Soekarno di pembahasan sub bab

sebelumnya.

Page 58: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

40

Indonesia untuk membentuk opini publik bahwa pemerintahan Soekarno

adalah merupakan pemerintahan terburuk. Mulai dari pers nasional

hingga pers mahasiswa memandang bahwa Angkatan Darat menjadi

penyelamat dari sebuah rezim otoriter. Pemerintah menjadikan pers

sebagai mitra dalam menyelamatkan negara Indonesia, terutama dari

cengkraman komunis yang waktu itu sangat kuat. Bahkan, Soeharto

memuji peran pers karena sikapnya yang lebih dewasa dan mampu

mewujudkan kekuatan keempat. 99

Sebagai bentuk dukungan, Pemerintah juga menerbitkan

Undang-Undang No. 11 Tahun 1966 tentang Prinsip-Prinsip Dasar Pers.

UU ini menyatakan bahwa pers nasional tak lagi dapat disensor. Selain

itu, pers akan dijamin kebebasannya sebagai hak warga negara. Jika pada

Demokrasi Terpimpin pers harus memiliki SIT, maka lewat UU ini surat

izin itu dihapus. Akan tetapi, penerapan UU ini hanya sebatas omong

kosong belaka. Pers di zaman itu tetap memerlukan SIT dari Departemen

Penerangan dan Surat Izin Cetak (SIC) dari lembaga Komando Operasi

Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib).100

Seiring berjalannya waktu, pers Indonesia kembali memunculkan

sikap kritisnya terhadap penguasa Orde Baru, tepatnya pada tahun 1967.

Mereka mengkritik berbagai isu-isu nasional yang dijalankan

pemerintah. Hal pertama yang menjadi bahan adalah isu korupsi yang

dilakukan oleh para pejabat pemerintahan. Berlanjut pada tahun 1971,

isu pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang digagas

oleh Tien Soeharto tak luput pula dari kritik. Menurut kalangan pers,

pembangunan TMII merupakan hal yang sia-sia karena menghambur-

99 Akhmad Zaini Abar, 1966-1974: Kisah Pers Indonesia, 65-69. 100 David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, 34-35.

Page 59: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

41

hamburkan uang. Kebijakan Penanaman Modal Asing (PMA) pada akhir

1960-an juga menjadi sasaran kritik yang dilakukan pers. Puncak kritik

terjadi ketika Perdana Menteri Tanaka ke Jepang yang berujung pada

demo besar-besaran di tanggal 15 Januari 1974. Peristiwa ini kemudian

dikenal dengan nama Malapetaka 15 Januari (Malari) 1974. Setelah

Malari 1974, Orde Baru mulai bersikap represif terhadap pers dan juga

mahasiswa. 101

Dalam perkembangan pers di era Orde Baru, David T. Hill

membaginya ke dalam enam kelompok. Kelompok pertama adalah pers

yang berhaluan radikal, yakni pers mahasiswa (Harian KAMI dan

Mahasiswa Indonesia), Nusantara, dan pers yang kembali terbit setelah

dibredel oleh Soekarno, yaitu Pedoman dan Indonesia Raya. Dua media

ini berafiliasi dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Kelompok kedua

adalah kelompok media yang terbit dengan jumlah sirkulasi tinggi,

seperti Kompas dan Sinar Harapan. Kelompok ketiga adalah pers di

kalangan militer, yakni Berita Yudha dan Angkatan Bersenjata. Hill juga

memasukan Harian Umum Suara Karya (afiliasi Golkar dan

pemerintah) ke dalam kelompok ini. Kelompok keempat adalah koran-

koran radikal berhaluan nasionalis, seperti El Bahar, Merdeka, dan Suluh

Marhaen (afiliasi dengan PNI). Kelompok kelima adalah pers yang

menyalurkan aspirasi kaum Muslim, yakni Abadi, Jihad, dan Duta

Masyarakat (afiliasi dengan NU). Kelompok terakhir adalah koran

bergenre hiburan dan apolitis, yakni Pos Kota. 102

Di tahun 1970, surat kabar Indonesia rata-rata hanya mampu

menjual cetakannya sebanyak 20 ribu eksemplar. Beberapa media yang

101 Akhmad Zaini Abar, 1966-1974: Kisah Pers Indonesia, 163-208. 102 David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, 35-36.

Page 60: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

42

menjual di atas 40 ribu hanya empat media saja, yakni Merdeka (82 ribu),

Kompas (75 ribu), Sinar Harapan, yang kemudian mengubah namanya

menjadi Sinar Pembaruan (65 ribu), dan Berita Yudha (75 ribu). Pada

perkembangannya, hanya Kompas dan Sinar Pembaruan yang berhasil

mengembangkan medianya menjadi sebuah industri pers yang berjaya di

masa Orde Baru. Mereka berhasil mencapai masa keemasannya karena

mengambil sikap berhati-hati dalam menyikapi urusan politik dan

berpihak kepada kelas menengah sekuler yang tumbuh subur di masa itu.

Sedangkan untuk Merdeka dan Berita Yudha kemudian berhenti terbit

karena tak mampu memenuhi kebutuhan pasar.103

Hubungan pers dengan pemerintah Orde Baru pada 1965-1974

sendiri seolah menjadi dua sisi koin yang berlawanan. Di dua tahun

pertama kepemimpinan Soeharto, pers menjadi sebuah koalisi untuk

menggulingkan Soekarno dan melahirkan sebuah era yang bernama

Orde Baru. Namun di sisi lain, pers kembali menjadi sebuah momok

menakutkan bagi pemerintah karena kritiknya yang dianggap

mengganggu proses pembangunan. Gelombang pembredelan pada

peristiwa Malari 1974 secara dramatis menghancurkan hubungan antara

pemerintah, pers, dan juga mahasiswa.104

103 David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, 36-37. 104 Suf Kasman, Pers dan Pencitraan Umat Islam di Indonesia: Analisis Isi

Pemberitaan Harian Kompas dan Republika, 78.

Page 61: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

43

BAB IV

ORDE BARU

Naiknya Soeharto sebagai Presiden RI menjadi sejarah baru

dalam narasi sejarah Indonesia. Bergantinya rezim Orde Lama (Orla)

Soekarno ke Soeharto ini dikenal dengan nama Orde Baru (Orba).

Dimulainya Orba sendiri terdiri dari beragam versi. Versi pertama yakni

dari hasil Seminar Angkatan Darat (AD) di Bandung. Ada yang

menyatakan Orba lahir setelah Peristiwa G30S 1965. Kemudian ada

yang mengatakan Orba dimulai pada kemunculan Supersemar 1966. Ada

pula yang berpendapat bahwa Orba lahir sejak Ketetapan MPRS 1967

yang isinya peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto.105

Terlepas dari berbagai versi, pergantian kekuasaan Soekarno ke

Soeharto adalah lahirnya sebuah era baru dalam sejarah Presiden RI. Bab

ini akan membahas tentang kemunculan Soeharto di panggung politik

Indonesia pada 1965-1971. Bab ini juga membahas terkait kebijakan

politik dan ekonomi Soeharto untuk melakukan konsolidasi

pemerintahan yang puncaknya terjadi pada 1974.

A. Lahirnya Sebuah Era Baru

Di penghujung tahun 1965, terjadi sebuah peristiwa yang

menggegerkan rakyat Republik Indonesia. Sebuah kelompok bernama

Dewan Revolusi Indonesia beramai-ramai menuju kawasan Menteng,

Jakarta Pusat. 1 Oktober 1965 pukul 03.15 WIB, kelompok ini menyasari

105 Martin Sitompul, Asal-usul Istilah Orde Baru,

https://historia.id/politika/articles/asal-usul-istilah-orde-baru-DAoE7, (Diakses pada

29 Januari 2019 pukul 21.44 WIB).

Page 62: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

44

rumah sekelompok pejabat pemerintahan. Incaran mereka adalah

Menteri Pertahanan A.H Nasution, Panglima Angkatan Darat (AD)

Letnan Jenderal (Letjen) Achmad Yani, dan lima Staf Umum AD, yakni

Mayor Jenderal (Mayjen) S. Parman, Mayjen Mas Tirtodarmo Harjono,

Mayjen R. Suprapto, Brigadir Jenderal (Brigjen) Soetojo

Siswomihardjo, dan Brigjen Donald Ishak Pandjaitan. Namun Nasution

berhasil melarikan diri ke rumah Duta Besar Irak dan yang tertembak

adalah putri Nasution dan ajudan pribadinya. 106

Pukul 07.15 WIB, Dewan Revolusi Indonesia mengumumkan

penangkapan ini melalui siaran Radio Republik Indonesia (RRI) pusat.

Mereka memaksa sang penyiar untuk membacakan sebuah dokumen

tentang penangkapan para jenderal tersebut. Sang penyiar

mengumumkan bahwa jenderal-jenderal ini (yang dikenal dengan nama

Dewan Jenderal) diduga akan melakukan kudeta terhadap Presiden

Soekarno. Dewan Jenderal ini juga akan melakukan pameran kekuatan

pada hari Angkatan Bersenjata yang bertepatan pada 5 Oktober 1965.107

Peristiwa penculikan para jenderal ini kemudian dikenal dengan

nama Gerakan 30 September 1965 (G30S). Dari sinilah, nama Soeharto

selaku Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad)

muncul sebagai Panglima AD pengganti Letjen Achmad Yani.

Penggantian Soeharto bukan disepakati sendiri. Pukul 08.00 WIB, Umar

Wirahadikusumah selaku Panglima Kodam V Jaya yang memiliki

pasukan terbesar di Jakarta langsung memosisikan dirinya di bawahan

106 John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan

Kudeta Soeharto, (Jakarta: Institut Sejarah dan Sosial Indonesia dan Hasta Mitra,

2008), 53-55. 107 John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan

Kudeta Soeharto, 52-53.

Page 63: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

45

Soeharto. Kemudian, para Jendral AD yang selamat dari peristiwa

penculikan itu melakukan rapat darurat di Gedung Kostrad yang

menyimpulkan bahwa Soeharto akan mengisi jabatan sebagai Panglima

AD. Sedangkan Nasution sendiri hadir di gedung itu pada pukul 18.00

WIB.108

Sebelumnya, Soeharto tak dikenal oleh para petinggi militer saat

itu. Karir militer pertama Mayor Soeharto terjadi ketika ia ditugaskan di

Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung pada

Oktober 1959. Pada akhir 1960, ia naik pangkat menjadi Brigadir

Jenderal dan ditempatkan di Markas Intelijen sebagai Deputi I Kepala

Staf Angkatan Darat. Kemudian pada 1961, Soeharto dilantik menjadi

pemimpin satuan tentara bernama Kostrad. Januari 1962, ia naik pangkat

menjadi Mayor Jenderal yang diberi tugas untuk memimpin Operasi

Mandala yang tujuannya adalah merebut Irian Barat dari Belanda.

Langkahnya sebagai Panglima AD pengganti Achmad Yani menjadi

perhatian kalangan masyarakat.109

Langkah pertama Soeharto selaku pimpinan AD adalah

menelepon para perwira ABRI, seperti Resimen Pangkalan Angkatan

Laut (Men/Pangal) Laksamana Madya Laut R.E. Martadinata, Resimen

Pangkalan Angkatan Udara (Men/Pangu) Laksamana Madya Udara

Omar Dhani, Resimen Panglima Angkatan Kepolisian (Men/Pangak)

Inspektur Jenderal Polisi Sutjipto Judodijardjo, untuk memberitahu

bahwa perannya adalah mengambil alih kepemimpinan AD. Ia juga

108 John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan

Kudeta Soeharto, 79-80. 109 Julie Southwood dan Patrick Flanagan, Teror Orde Baru: Penyelewengan

Hukum dan Propaganda 1965-1981, (Depok: Komunitas Bambu, 2013), 41-42.

Page 64: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

46

memberitahu kepada mereka agar jangan menggerakkan pasukan

masing-masing tanpa seizin Soeharto.110

Berbeda dengan Soeharto yang bergerak cepat, Soekarno

menganggap bahwa peristiwa G30S adalah peristiwa yang biasa terjadi

dalam revolusi. Langkah pertama yang dilakukan Soekarno bukanlah

mencari tahu siapa dalang peristiwa ini.111 Soekarno memilih untuk

memanggil para petinggi, seperti Men/Pangal, Men/Pangak, Panglima

Kodam V Jaya, Jaksa Agung, dan Wakil Perdana Menteri II untuk

melaporkan keadaan saat itu. Namun, Panglima Kodam V Jaya Umar

Wirahasikusumah tak berada di kantor. Dirinya tengah menemui

Soeharto selaku Pangkostrad di markasnya. Panggilan Soekarno pun

lantas ditolak Soeharto ketika Komisaris Besar Polisi Sumirat

menghadapnya. Soeharto menuturkan bahwa Panglima Kodam V Jaya

tak bisa menghadap karena Panglima AD sedang tak ada di tempat. Oleh

karenanya, Soeharto menyuruh Sumirat agar perintah Soekarno harus

mendapat instruksi darinya. Presiden Sukarno jelas tidak senang

mendapat jawaban seperti itu dari Panglima Kostrad. Sebab berdasarkan

Pasal 10 UUD 1945, Presiden Indonesia memegang kekuasaan tertinggi

atas AD, AL, dan AU. 112

Setelah mengambil alih RRI dan menyampaikan

pengumumannya pada pagi hari, kelompok G30S kembali menyiarkan

pengumuman pada siang hari. Isinya adalah pembentukan Dewan

Revolusi Indonesia yang terdiri dari orang-orang pendukung G30S.

110 Peter Kasenda, Hari-Hari Terakhir Sukarno, (Depok: Komunitas Bambu,

2013), 81. 111 Salim Haji Said, Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto,

(Bandung: Penerbit Mizan, 2016), 9. 112 Peter Kasenda, Hari-Hari Terakhir Sukarno, 81-82.

Page 65: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

47

Pengumuman ini sendiri berbentuk dokumen tertulis yang dibacakan

dengan tanda tangan dari Ketua Dewan Revolusi Indonesia Letnan

Kolonel Untung.113

Soeharto pun melancarkan serangan balik. Ia menuntut dua

batalion di Lapangan Merdeka untuk menyerahkan diri. Dirinya

mengancam jika G30S tidak menyerahkan diri pada 18.00 WIB, maka

Soeharto bersama pasukannya akan menyerang batalion ini. Soeharto

sendiri menggunakan pasukan Resimen Pasukan Komando Angkatan

Darat yang berasal dari Cijantung, Jakarta Timur. Ancaman itu

kemudian berhasil dan tak menggunakan senjata sama sekali.

Selanjutnya, Soeharto melancarkan serangannya pada Gedung RRI,

Telekomunikasi, dan Halim Perdana Kusuma sebagai markas kelompok

G30S. Padahal, Soekarno saat itu tengah berdiskusi dengan kelompok

G30S untuk menghindari pertikaian. Soekarno pun memilih menyingkir

ke Istana Bogor demi menghindari gempuran yang dilancarkan Soeharto.

Pada akhirnya, G30S tamat dan semua pelakunya berpencar melarikan

diri menghindari serangan Soeharto.114

Peristiwa G30S ini menjadi awal peralihan kekuasaan dari

Soekarno ke Soeharto. Soeharto yang mulai menancapkan taringnya di

kursi rezim memutuskan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah

dalang di peristiwa tersebut. Menurutnya, PKI mengadu domba pada

kalangan AD agar turut ambil bagian dalam kudeta yang mengancam

113 Peter Kasenda, Hari-Hari Terakhir Sukarno, 83-87. 114 John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan

Kudeta Soeharto, 80-84.

Page 66: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

48

keamanan. Selain itu, Soeharto juga menuduh bahwa PKI lah yang

menyiksa sekaligus membunuh enam jenderal di Lubang Buaya.115

Sebenarnya ada banyak versi mengenai dalang dari peristiwa

G30S ini. Jusuf Wanandi dalam memoarnya bercerita, ada beberapa

tafsiran terkait kejadian ini. Poin pertama, memang PKI-lah yang

berperan dalam peristiwa tersebut. Ada juga yang bilang Soeharto adalah

dalang dari peristiwa kudeta ini. Versi lain mengatakan bahwa G30S

merupakan masalah internal yang terjadi di AD.116 Sedangkan ada juga

teori yang menyebutkan bahwa Central Intelligence Agency (CIA,

Badan Intelijen Amerika Serikat) turut andil dalam gerakan tersebut.117

Terlepas dari siapapun dalangnya, Soeharto terus memanfaatkan

momen G30S untuk memunculkan namanya dalam sejarah Indonesia. Ia

memulainya lewat pemberitaan propaganda yang disebarkan di media

massa. 4 Oktober 1965, para wartawan ramai berkumpul di Lubang

Buaya untuk menyaksikan pengangkatan mayat para jenderal. Soeharto

menyatakan, luka sayatan yang terdapat pada mayat itu adalah ulah dari

Pemuda Rakyat dan Gerwani (kelompok simpatisan PKI). Media massa

pun gencar memberitakan bahwa sebelum jenderal wafat, mereka disiksa

terlebih dulu oleh Gerwani dan Pemuda Rakyat. Macam-macam

115 Julie Southwood dan Patrick Flanagan, Teror Orde Baru: Penyelewengan

Hukum dan Propaganda 1965-1981, 2. Lihat juga pengakuan Soeharto tentang

peristiwa G30S dalam R.E. Elson, Suharto: Sebuah Biografi Politik, (Jakarta: Pustaka

Minda Utama, 2005), 242-243. 116 Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia

1965-1968, 46-47. 117 Keterlibatan Amerika Serikat dalam gerakan tersebut terdiri dari beberapa

faktor. Pertama, Amerika Serikat sangat tidak menyukai ideologi Komunis. Kedua,

nasionalisme radikal Soekarno terhadap negara asing juga menjadi momok mengerikan

bagi Amerika. Ketiga, hubungan AD dengan Amerika Serikat memang sudah terjalin.

Lihat penjelasan keterlibatan Amerika Serikat yang dijabarkan oleh Julie Southwood

dan Patrick Flanagan, Teror Orde Baru: Penyelewengan Hukum dan Propaganda

1965-1981, 1-46.

Page 67: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

49

penyiksaannya sendiri berupa pencungkilan mata, sundutan rokok,

hingga penyayatan alat kelamin. 118

Propaganda yang disulutkan media massa, terutama pers berlatar

militer seperti Harian Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha119,

membuahkan hasil. Sebagian besar rakyat Indonesia ikut terpengaruh

dan membenci PKI beserta simpatisannya. Aksi menentang PKI dimulai

dari Aceh, kemudian berlanjut ke wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Rentetan pembunuhan terhadap kader PKI dan simpatisannya terus

dilakukan hingga Jawa Barat, Bali, hingga Sumatera Utara.120 Sepanjang

akhir 1965 hingga 1966, diperkirakan para tentara sudah menghabisi

lebih dari 1,5 juta orang, baik kader PKI maupun simpatisannya.121

Soekarno bukan tak diam melihat ketika mendengar aksi

pembunuhan besar-besaran terhadap kader dan simpatisan PKI. Dalam

pidatonya pada 27 Oktober 1965, Soekarno menyatakan bahwa revolusi

Indonesia seharusnya adalah revolusi kiri yang berarti adalah memenuhi

kebutuhan rakyat. Setelah mendengar pembunuhan yang terjadi di

daerah, ia menyatakan bahwa revolusi justru bergerak ke kanan.

118 Amurwani Dwi Lestariningsih, Gerwani: Kisah Tapol Wanita di Kamp

Plantungan, (Jakarta: Kompas, 2011), 69-70. 119 Pemberitaan tentang peristiwa G30S hanya dikabarkan oleh dua media

tersebut. Sejak 1 Oktober 1965, terdapat 46 dari 163 surat kabar yang dilarang terbit.

Alasannya, mereka dituduh terlibat dan mendukung kelompok G30S ini. Lihat di

Akhmad Zaini Abar, 1966-1974: Kisah Pers Indonesia, 55. Lihat juga peran AD dalam

mengatur pemberitaan G30S di John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30

September dan Kudeta Soeharto, 29-30. 120 Tragedi Pembantaian terhadap kader dan simpatisan PKI melibatkan

banyak orang. Mulai dari pemuka agama, sipil, hingga tentara. Bahkan, keluarga sendiri

juga menjadi target pembunuhan karena korban adalah simpatisan PKI. Narasi

pembunuhan terhadap PKI ini bisa dilihat dalam Kurniawan et al., Pengakuan Algojo

1965: Investigasi Tempo Perihal Pembantaian 1965, (Jakarta: Tempo Inti Media Tbk,

2013), 1-174. 121 John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan

Kudeta Soeharto, 5.

Page 68: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

50

Menurutnya, itu merupakan sebuah awal dari malapetaka terbesar di

Indonesia.122

Soekarno menilai, pembunuhan massal yang terjadi di Jawa

Tengah dan Jawa Timur turut melibatkan orang-orang yang tak bersalah.

Ia menyatakan kepada para mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan

Mahasiswa Islam (HMI) untuk memperlakukan korban sesuai dengan

nilai Islam. Menurutnya, banyak mayat-mayat dari simpatisan PKI yang

tak sekadar dibunuh secara brutal, tetapi para jagal PKI ini meninggalkan

saja mayat yang sudah dibunuh. Soekarno menyarankan kepada para

mahasiswa HMI agar memberitahu masyarakat di daerah untuk

memperlakukan mayat sesuai ajaran Islam, yakni dikuburkan secara

layak.123

Keterlibatan media massa juga tak lepas dari pengamatan

Soekarno. Lagi-lagi lewat pidatonya, ia mengkritik pemberitaan media

yang menyantumkan peran Gerwani dalam menyilet alat vital para

jenderal dan penyiksaan jenderal-jenderal lewat kursi listik. Menurutnya,

pemberitaan itu tak masuk akal karena bisa menimbulkan kebencian

terhadap PKI. Ia meminta para wartawan untuk menyebarkan peristiwa

yang sebenarnya dan memberitakan hal-hal yang positif untuk

membangun bangsa. Namun, peran AD dalam memblokade media

massa jauh lebih kuat. Hingga akhirnya, kritik Soekarno pun tak menjadi

bahan pemberitaan dalam media massa.124

122 Julius Pour, Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan, dan Petualang,

(Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010), 268-269. 123 Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan,

1986), 169-174. 124 John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan

Kudeta Soeharto, 279-281.

Page 69: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

51

Pembelaan mati-matian Soekarno terhadap PKI bukan tanpa

alasan. Ia sadar, kekuasaannya sudah menemui ujung tanduk. Saat itu,

AD sudah mulai berani melawan perintahnya. Padahal, status Soekarno

sendiri adalah panglima tertinggi Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia (ABRI). Gagasannya tentang Nasionalis-Agamis-Komunis

(Nasakom) masih dipegang kuat untuk menjaga keutuhan RI. Oleh

karenanya, ia menilai bahwa PKI menjadi penyeimbang untuk

menghadapi ABRI karena sikap loyalnya terhadap Presiden Soekarno.125

Namun, hubungan AD di bawah naungan Soeharto dengan

Presiden Soekarno justru makin meruncing. Soeharto lewat militer

memiliki koalisi baru dengan cara menggandeng mahasiswa untuk

menyusun kekuasaan. Mahasiswa yang anti Komunis pun membentuk

suatu kelompok bernama Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).

Lewat KAMI, gerakan mahasiswa semakin gencar. Demonstrasi

semakin menjadi ketika para mahasiswa menyatakan tiga tuntutan

kepada Soekarno yang kemudian dikenal dengan nama Tri Tuntutan

Rakyat (Tritura) pada 12 Januari 1966. Isi dari tuntutan itu adalah

bubarkan PKI, perombakan Kabinet Dwikora, dan turunkan harga

barang. Tritura digerakkan secara masif lewat kertas selebaran,

demonstrasi, hingga coretan-coretan di tembok.126

Melihat tuntutan mahasiswa yang semakin keras, Soekarno

menerbitkan Keputusan Presiden No. 41/Kogam/1966 yang isinya

125 Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia, 169-174. 126 Lihat tulisan Abdul Mun’im DZ, Gerakan Mahasiswa 1966 di Tengah

Pertarungan Politik Elit dalam Muridan S. WIdjojo et al., Penakluk Rezim Orde Baru:

Gerakan Mahasiswa ‘98, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999), 29-30. Lihat juga

narasi tentang demonstrasi mahasiswa yang berisi kritikan terhadap pemerintah

Soekarno sepanjang Januari 1966 dalam Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran,

(Jakarta: LP3ES, 1989), 159-209.

Page 70: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

52

adalah pembubaran KAMI. Namun, gerakan mahasiswa semakin keras

lewat pembentukan Laskar Arief Rahman Hakin yang terdiri dari

gabungan 42 perguruan tinggi yang berada di Jakarta. Keadaan ini

membuat Soekarno untuk menyelenggarakan sidang kabinet dengan

tujuan mempertimbangkan tuntutan mahasiswa.127

Sidang untuk pembaruan Kabinet Dwikora pun dimulai pada 11

Maret 1966 yang bertempat di Istana Negara, Jakarta. Dalam sidang itu,

semua anggota Kabinet dipanggil. Hanya Soeharto yang tak datang

waktu itu dikarenakan sedang sakit flu. Saat sidang tengah berjalan,

pengawal Soekarno melaporkan adanya sebuah pasukan tak dikenal

dalam lingkaran demonstrasi. Takut terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan, Soekarno pun meninggalkan sidang itu dan pergi

meninggalkan Istana Merdeka menuju Istana Bogor. Sidang Kabinet pun

diteruskan oleh Wakil Perdana Menteri II J. Leimena.128

Di Istana Bogor, Soekarno pun didampingi oleh Soebandrio,

Chaerul Saleh, Hartini, dan dikawal oleh beberapa pasukan Tjakrabirawa

(Pasukan Pelindung Presiden, sekarang disebut Paspampres). Adanya

pasukan tak dikenal itu, Soeharto pun mengirimkan sebuah pesan lewat

Pangdam Jaya Mayjen Amir Mahmud, Menteri Perindustrian Dasar

Mayjen Muhammad Jusuf, dan Demobilisasi Mayjen Basuki Rahmat.

Mereka diutus Soeharto untuk memberitahu Soekarno agar memberikan

perintah untuk memulihkan keadaan yang semakin karut marut dan

menemui Soekarno di Istana Bogor. Dari perkumpulan di Istana Bogor,

127 Suharsi dan Ign. Mahendra K, Bergerak Bersama Rakyat: Sejarah Gerakan

Mahasiswa dan Perubahan Sosial di Indonesia, (Yogyakarta: Resist Book, 2007), 72-

74. 128 James Luhulima, Menyingkap Dua Hari Tergelap di Tahun 1965: Melihat

Peristiwa G30S dari Perspektif Lain, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2007), 169-170.

Page 71: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

53

lahirlah sebuah keputusan yang sekarang dikenal dengan Surat Perintah

11 Maret 1966 (Supersemar) yang ditandatangani sendiri oleh Soekarno.

Setelah mendapatkan Supersemar, ketiga jenderal itu pulang kembali ke

Jakarta dan menyerahkan surat itu kepada Soeharto.129

Melalui Supersemar, langkah pertama yang dilakukan oleh

Soeharto adalah membubarkan PKI. Kemudian, Soeharto juga

mengganti anggota kabinet Dwikora yang disempurnakan dengan

anggota baru versi Soeharto. Anggota Kabinet Dwikora yang diganti

pada 17 Maret 1966 yakni:

1. Dr. Soebandrio (Wakil Perdana Menteri I/Menteri

Kompartemen Luar Negeri)

2. Dr. Chaerul Saleh (Wakil Perdana Menteri III/Ketua MPRS)

3. Ir. Setiadi Reksoprodjo (Menteri Urusan Listrik dan

Ketenagaan)

4. Sumardjono (Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan)

5. Oei Tjoe Tat SH (Menteri Negara yang diperbantukan pada

Presidium Kabinet)

6. Ir. Surachman (Menteri Pengairan Rakyat dan Pembangunan)

7. Jusuf Muda Dalam (Menteri Urusan Bank Sentral/Gubernur

Bank Indonesia)

8. Armunanto (Menteri Pertambangan)

9. Sutomo Mardopradoto (Menteri Perburuan)

10. Astrawinata SH (Menteri Kehakiman)

11. Mayjen Achmadi (Menteri Penerangan)

12. Drs. Moch. Achmadi (Menteri Transmigrasi dan Kooperasi)

129 Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia, 208-213.

Page 72: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

54

13. J. Tumakaka (Menteri/Sekjen Front Nasional)

14. Mayjen Dr. Sumarno (Menteri/Gubernur Jakarta Raya)

15. Letkol. Inf. Imam Sjafie (Menteri Khusus Urusan

Keamanan)130

16.

17.

Kemudian Soeharto mengganti mereka dengan anggota baru

yang terdiri dari:

1. Sri Sultan Hamengu Buwono IX (Wakil Perdana Menteri I)

2. Adam Malik (Wakil Perdana Menteri II/Menteri Luar Negeri

dan Hubungan Ekonomi Luar Negeri)

3. Dr. Roeslan Abdulgani (Wakil Perdana Menteri III)

4. Idham Chalid (Wakil Perdana Menteri IV)

5. Dr. J. Leimena (Wakil Perdana Menteri V)

6. Wirjono Prodjodikoto SH (Menteri Kehakiman)

7. Sumarsono SH (Menteri Urusan Bank Sentral/Menteri

Koordinator)

8. Drs. Frans Seda (Menteri Perburuhan)

9. Mayjen Dr. Ibnu Sutowo (Menteri Pertambangan)

10. Ir. Sutami (Menteri Listrk dan Ketenagaan/Menteri

Koordinator)

11. Ir. PC Harjosudirdjo (Menteri Pengairan Rakyat)

12. Brigjen Drs. A. Sukendro (Menteri Transmigrasi dan

Koperasi)

130 Peter Kasenda, Hari-Hari Terakhir Sukarno, 152-153.

Page 73: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

55

13. Sjarif Thajeb (Menteri Pendidikan Dasar dan

Kebudayaan/Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan)

14. K.H. A. Sjaichu (Menteri/Sekretaris Jenderal Front Nasional)

15. Mayjen Basuki Rachmat (Menteri Dalam Negeri/Gubernur

DKI Jakarta)

16. Letjen Hidajat (Menteri Pos dan Telekomunikasi)131

Perombakan Kabinet Dwikora yang dilakukan oleh Soeharto ini

ditengarai karena 15 orang itu merupakan pendukung Soekarno dan juga

simpatisan PKI. Dengan Supersemar yang ada di tangan Soeharto, para

elit pemerintahan Soekarno tak bisa berbuat apa-apa. Sebab, Soekarno

sendiri yang menandatanginya. Perlahan tapi pasti, peran Soekarno dan

pendukungnya tergantikan oleh Soeharto.132

Kekuasaannya yang meningkat drastis tetap membuat Soeharto

was-was. Ia mengganggap Supersemar belum cukup untuk

melanggengkan kekuasaanya. Majelis Permusyawaratan Rakyat

Sementara (MPRS) menyelenggarakan sebuah sidang pada 21 Juni 1966

untuk meninggikan keputusan Supersemar. Sebab, Supersemar sendiri

berawal dari keputusan presiden yang bisa dicabut kapan saja.

Mengingat, Supersemar adalah sebuah upaya khusus untuk melindungi

pemimpin RI dari segala bahaya yang mengancam kekuasaan. Lewat

sidang MPRS pada 21 Juni hingga 5 Juli 1966, status Supersemar

dinaikkan ke dalam Ketetapan MPRS No.5/MPRS/1966. Ketetapan itu

juga menuntut laporan pertanggungjawaban Soekarno dalam

131 Peter Kasenda, Hari-Hari Terakhir Sukarno, 153-154. 132 Peter Kasenda, Hari-Hari Terakhir Sukarno, 156.

Page 74: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

56

Nawaksara133 yang tak mencantumkan sikapnya kepada peristiwa

G30S.134

Enam bulan berlalu, Soekarno kembali membuat laporan khusus

yang isinya adalah pendapatnya tentang G30S. Namun, tuntutan

mahasiswa semakin menjadi lantaran mereka ingin Soekarno dicopot

dari jabatannya sebagai Presiden RI. MPRS menganggap bahwa peran

Soekarno gagal dalam menciptakan keamanan dan ketertiban di negara

Indonesia. Pada 12 Maret 1967, MPRS mencabut status Soekarno

sebagai Presiden RI seumur hidup lewat Ketetapan MPRS

No.XXXIII/MPRS/1967.135 Setahun kemudian, berakhirlah sudah

kepemimpinan Soekarno sebagai Presiden RI. Ia resmi digantikan

Soeharto melalui Sidang MPRS pada 27 Maret 1968 dan ditetapkan

dalam ketetapan MPRS Nomor XLIV Tahun 1968. 136

B. Menciptakan Stabilitas Politik

Setelah resmi menjadi Presiden RI, Soeharto mulai membenahi

lawan-lawan yang akan mengancam jalan politiknya. Langkah pertama

yang dilakukan Soeharto adalah memberangus PKI dan simpatisannya.

Sepanjang tahun 1965-1968, Soeharto, tentara, masyarakat sipil, hingga

133 Nawaksara adalah sebuah pidato Soekarno yang berisi laporan

pertanggungjawaban kepada MPRS. Laporan itu terdiri dari sembilan poin yang isinya

adalah peran Soekarno selama menjabat sebagai Presiden RI. Lihat Nawaksara dalam

Peter Kasenda, Hari-Hari Terakhir Soekarno, 158-164. 134 Peter Kasenda, Hari-Hari Terakhir Soekarno, 167-168. 135 Peter Kasenda, Hari-Hari Terakhir Soekarno, 186-189. 136 Peter Kasenda, Sarwo Edhie dan Tragedi 1965, 168.

Page 75: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

57

pemuka agama, menghancurkan simpatisan PKI hampir di seluruh

Indonesia yang jumlahnya diperkirakan mencapai 1,5 juta orang.137

Perlu diketahui, penolakan AD terhadap PKI dimulai ketika

adanya pergolakan pada 1948. Saat itu, PKI di bawah naungan Musso

memberontak kepada Pemerintahan RI yang dipimpin Soekarno.138 AD

pun menilai bahwa jika PKI sangat berbahaya. Prinsipnya adalah,

membunuh atau dibunuh. Konflik antara PKI dengan AD pun berlanjut

lewat isu agrarian. Pada 1965, wilayah tanah di bagian Jawa Tengah dan

Jawa Timur dikuasai oleh kalangan pemuka agama, sedangkan petani

miskin cenderung lebih abangan. Propaganda AD pun semakin larut

ketika mereka menyatakan kepada masyarakat bahwa Komunis tak

bertuhan. “PKI Anti Tuhan”, “Aidit Setan”. Slogan-slogan di dinding itu

cukup untuk meruncingkan hubungan AD dengan PKI saat itu.

Puncaknya pun terjadi ketika terjadinya G30S. AD menganggap bahwa

peristiwa itu didalangi oleh PKI.139

Dampak dari peristiwa G30S terhadap PKI terus berlanjut. Di

bawah naungan Soeharto, anti-komunis seolah menjadi sebuah agama

resmi negara. Propaganda anti komunis terus dilekatkan lewat museum,

monumen, upacara, film, buku, hingga tanggal-tanggal yang membuat

rakyat membenci Komunis hingga akhir kepemimpinannya pada tahun

1998. 140

137 Julie Southwood dan Patrick Flanagan, Teror Orde Baru: Penyelewengan

Hukum dan Propaganda 1965-1981, 79-99. Lihat juga narasi pemberangusan terhadap

PKI di bahasan sub bab sebelumnya. 138 Julie Southwood dan Patrick Flanagan, Teror Orde Baru: Penyelewengan

Hukum dan Propaganda 1965-1981, 28-30. 139 Julie Southwood dan Patrick Flanagan, Teror Orde Baru: Penyelewengan

Hukum dan Propaganda 1965-1981, 83-90. 140 John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan

Kudeta Soeharto, 9-13.

Page 76: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

58

Soeharto selaku pewaris kepemimpinan dari Orde Lama memang

tak setuju dengan ideologi Komunisme. Namun, ia juga tak menyukai

sistem Demokrasi Terpimpin yang diterapkan Soekarno. Selain itu, ia

juga tak mau golongan Islam kembali berpolitik lewat Partai Masyumi,

yang sebelumnya sudah dibubarkan oleh Soekarno. Soeharto lebih

memilih kembali kepada Pancasila sebagai sebuah ideologi negara.

Soeharto pun mengesahkannya lewat lobi politik yang kemudian

tercantum dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966. Isinya adalah

peranan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 sebagai sebuah cita-cita

bangsa Indonesia yang menjadi dasar negara Indonesia. Pancasila tak

boleh diubah oleh kelompok manapun karena akan bertentangan dengan

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.141

Penegasan Soeharto terhadap Pancasila bukanlah sebuah alasan.

Setelah menumpas Komunisme lewat G30S, ia mendapat sebuah usulan

dari kelompok Islam yang berasal dari Partai Masyumi. Mereka

menginginkan agar pembahasan mengenai penerapan syariat Islam

dalam Pembukaan UUD 1945 kembali dikaji. Kelompok ini juga

menginginkan untuk kembali mendirikan Partai Masyumi sebagai wadah

berpolitik untuk umat Islam. Walaupun naiknya Soeharto menjadi

Presiden RI dibantu oleh Kelompok Islam ini, Soeharto dengan tegas

menolak usulan tersebut. Sebagai gantinya, Soeharto membentuk sebuah

partai baru bernama Partai Muslimin Indonesia (Parmusi).142 Soeharto

juga melarang para petinggi Masyumi untuk kembali berpolitik dan

terpilih ke dalam anggota parlemen di pemilu nanti. Dalam artian,

141 Peter Kasenda, Soeharto: Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan

Selama 32 Tahun?, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2013), 90-93. 142 Martin van Bruinessen, Rakyat Kecil, Islam, dan Politik, (Yogyakarta:

Penerbit Gading, 2013), 291.

Page 77: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

59

Soeharto tak menginginkan adanya wacana negara Islam yang digagas

oleh kaum Islam. Soeharto lebih menginginkan prinsip negara sekuler

ketimbang negara yang bersyariat Islam.143

Soeharto sendiri bukan berarti tak memiliki partai politik.

Sebagai militer, ia tergabung ke dalam Sekretariat Bersama (Sekber)

Golongan Karya (Golkar). Awalnya, Golkar bukanlah sebuah partai

politik. Golkar hanyalah sebuah organisasi yang digagas oleh Angkatan

Darat pada 20 Oktober 1964. Golkar mewadahi berbagai organisasi

yang terdiri dari berbagai kelompok, seperti organisasi pemuda, wanita,

sarjana, buruh, tani, dan juga nelayan.144 Sekber Golkar ini ditujukan

agar bisa berpartisipasi dalam kegiatan berpolitik. Terlebih, mereka

ingin meredam dominasi PKI dan menjadi alat ketika berhadapan dengan

Presiden Soekarno. Namun setelah Soekarno tumbang dan penguasa

baru berasal dari kalangan militer, maka Golkar menjadi sebuah

legitimasi baru untuk menampung masyarakat sipil. Golkar juga

berfungsi sebagai wadah untuk para kelompok yang pro terhadap

Soeharto. 145

Pada 1966, Golkar masih diisi oleh orang-orang pro Soekarno,

seperti Brigjen Djuhartono, Imam Pratignyo, dan JK Tumakaka, yang

semuanya duduk di dalam Dewan Pengurus Pusat (DPP) Golkar.

Karenanya, Golkar masih menggunakan istilah-istilah yang sering

diagungkan Soekarno dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah

143 Peter Kasenda, Soeharto: Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan

Selama 32 Tahun?, 74-75. 144 Partai Golkar, Sejarah Partai, https://partaigolkar.or.id/sejarah, (Diakses

pada 4 Desember 2018 pukul 16.16). 145 Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia

1965-1968, 126.

Page 78: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

60

Tangga Organisasi (ADART). Waktu itu, Sekber Golkar adalah

organisasi yang berdasarkan Pancasila dan Manifesto Politik (Manipol).

Sedangkan dalam tujuannya, Sekber Golkar ditujukan kepada

Masyarakat Sosialis Indonesia. Setelah diadakan Musyawarah Kerja

Nasional (Mukernas) I Golkar pada 9-11 Desember 1966, Soeharto dan

Nasution maju sebagai Pembina Sekber Golkar. Barulah pada Munas II

yang diselenggarakan pada 2-7 November 1967, petinggi sebelumnya

pun mulai diganti. Brigjen Djuhartono diganti oleh Mayjen Suparto

Sukowati sebagai Ketua Umum. 146

Untuk menyelesaikan misinya dalam pemerintahan RI, Soeharto

membutuhkan beberapa penasihat. Pada 1966, Soeharto membentuk

sebuah Staf Pribadi (Spri) yang ditugaskan untuk membantu urusan

ekonomi, politik, maupun intelijen di dalam atau luar negeri. Soeharto

menunjuk Mayjen Alamsjah Ratu Perwiranegara sebagai Koordinator

Spri. Alamsjah pun menambahkan draf untuk menambah anggota Spri.

Dari sana, terpilih beberapa orang untuk membantu Soeharto, yakni:

1. Mayjen Alamsjah Ratu Perwiranegara (Koordinator Spri)

2. Mayjen Soenarso (Bidang Politik)

3. Kolonel Sudjono Humardani (Bidang Ekonomi)

4. Kolonel Slamet Danusudirjo (Bidang Pembangunan)

5. Kolonel Abdul Kadir (Staf Organisasi dan Administrasi)

6. Brigjen Surjo Wiryohadipuro (Bidang Keuangan

7. Kolonel Yoga Sugama (Urusan Intelijen Dalam Negeri)

8. Letkol Ali Moertopo (Urusan Intelijen Luar Negeri)147

146 Peter Kasenda, Soeharto: Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan

Selama 32 Tahun?, 139-140. 147 David Jenkins, Soeharto dan Barisan Jenderal Orba: Rezim Militer

Indonesia 1975-1973, (Depok: Komunitas Bambu, 2010), 27-28.

Page 79: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

61

Penunjukan para perwira tentara bukan tanpa alasan. Soeharto

menggunakan jasa mereka karena kedekatannya ketika masih bertugas

sebagai tentara. Alamsjah misalnya, ia merupakan teman dekat Soeharto

saat masih menjalankan misi di Markas Besar AD pada 1960. Sementara

Yoga Sugama, Ali Moertopo, dan Sudjono Humardhani pernah menjadi

pembantu Soeharto ketika masih bertugas sebagai Panglima Kodam

Diponegoro, Jawa Tengah, pada akhir 1950 dan kembali bersama saat

menjabat di Kostrad. Ali Moertopo sendiri pernah bertugas sebagai unit

intelijen khusus untuk menyelesaikan konflik dengan Malaysia semasa

menjadi Pasukan Operasi Khusus (Opsus) pada 1964.148

Tak hanya dari kalangan militer, Soeharto juga menambahkan

orang-orang sipil untuk menjadi pembantu pribadinya. Mereka adalah

Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Sadli, dan Emil Salim yang bertugas

di bidang Ekonomi. Sedangkan di bidang politik ada Sarbini

Sumawinata, Fuad Hasan, Hariri Hadi, Delian Noer, dan Sulaeman

Sumardi. Pembantu Soeharto ini bertugas di Jalan Merdeka Barat Nomor

15 yang sebelumnya adalah Rumah Dinas Wakil Perdana Menteri di

zaman Soekarno, Soebandrio. 149

Namun, keberadaan Spri Soeharto tak bertahan lama. Hal ini

dikarenakan adanya kritik dari mahasiswa dan media massa. Walaupun

148 David Jenkins, Soeharto dan Barisan Jenderal Orba: Rezim Militer

Indonesia 1975-1973, 27. Lihat juga keterlibatan Ali Moertopo dalam menyelesaikan

hubungan diplomatik dengan Malaysia di Tempo, Intel Diplomat Modal Semangat,

dalam Majalah Tempo edisi Khusus Rahasia-Rahasia Ali Moertopo tanggal 14-20

Oktober 2013, 58. 149 Petrik Matanasi, Pembantu-Pembantu Khusus daripada Soeharto,

https://tirto.id/pembantu-pembantu-khusus-daripada-soeharto-cFxD, (Diakses pada 16

Januari 2019 pukul 23.32 WIB).

Page 80: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

62

Spri dibubarkan pada Juni 1968, para anggotanya masih berada di

lingkaran pemerintahan. Februari 1968, Alamsjah diangkat menjadi

Sekretaris Negara yang bertugas untuk mengawasi kinerja staf resmi

presiden. Yoga Sugama dialihkan menjadi Wakil Kepala Bakin yang

kemudian naik menjadi Ketua Bakin di tahun yang sama. Sementara

Surjo Wirjohadipuro, Sudjono Humardhani, dan Ali Moertopo kemudian

dijadikan Asisten Pribadi (Aspri) Soeharto, yang sejatinya adalah

perpanjangan tangan dari Spri.150

Polemik mengenai ideologi politik Soeharto kembali terjadi

ketika ia memiliki perbedaan pendapat dengan Nasution selaku Ketua

MPRS. Menjelang Sidang MPRS untuk menetapkan Soeharto sebagai

Presiden RI secara penuh, pembahasan tentang Garis-garis Besar Haluan

Negara (GBHN) menjadi sebuah adu argument yang panjang. Isu-isu

GBHN yang akan dibahas Nasution melalui Sidang MPRS adalah

pelarangan orang untuk pindah agama, pembentukan kabinet bersama

parlemen, dan kabinet harus mendapat dukungan penuh dari rakyat,

dalam artian adalah partai politik. Fraksi Nasution memandang, apabila

amandemen UUD 1945 bisa diterima ketika sidang umum, maka MPRS

bisa melihat bagaimana kemampuan Soeharto saat menjabat sebagai

Presiden RI. Oleh karenanya, apabila Soeharto gagal, maka pada tahun

1971 Soeharto bisa dicopot dari jabatannya selaku Presiden RI.151

Jusuf Wanandi dalam memoarnya menilai, GBHN yang digagas

oleh Nasution akan menjadi beban terhadap Soeharto ketika resmi

dilantik menjadi Presiden. Bersama Ali Moertopo dan Sudjono

150 David Jenkins, Soeharto dan Barisan Jenderal Orba: Rezim Militer

Indonesia 1975-1973, 28. 151 Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia

1965-1968, 108-114.

Page 81: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

63

Humardhani, Jusuf meyakinkan Soeharto bahwa ini akan menjadi

perangkap apabila gagal untuk dijalankan. Jusuf memandang bahwa

fraksi Nasution yang berhaluan kanan memang bertentangan dengan

kubu Jusuf yang diisi oleh kelompok Nasionalis-Kristen. Akhirnya,

Soeharto berhasil menang dan menolak gagasan yang diluncurkan oleh

Fraksi Nasution pada Sidang MPRS tahun 1968 itu.152

Peran Aspri Soeharto lainnya terjadi saat perebutan Papua dari

cengkraman Belanda melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969.

Awal sengketa Papua antara Belanda dengan Indonesia sebenarnya

dimulai pada 1962, yakni ketika Soekarno menjabat sebagai Presiden RI.

Soeharto yang saat itu menjadi Panglima Pasukan Operasi Mandala.153

Pada 1967, Soeharto menunjuk Ali Moertopo selaku pihak intelijen

untuk melihat kondisi di wilayah Irian Barat. Mei 1967, Ali pun

mengirimkan Jusuf Wanandi beserta tim untuk mencari fakta di Irian

Barat.154

Selama seminggu, Jusuf mendapati kondisi Irian Barat yang

memprihatinkan. Di sana, ia mendapati bahwa kondisi penduduk

mengalami krisis. Hal ini dikarenakan ulah Angkatan Bersenjata yang

152 Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia

1965-1968, 115. 153 Pasukan ABRI yang bertugas untuk merebut Irian Barat dari Belanda.

Sebelumnya, Indonesia dan Belanda sudah melakukan perundingan untuk mengakui

kedaulatan wilayah Indonesia lewat Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda

pada 1949. Namun, perjanjian itu mengecualikan Irian Barat dari wilayah kedaulatan

Indonesia. Sehingga terciptalah Operasi Perebutan Irian Barat. Istilah Tri Komando

Rakyat (Trikora) dimunculkan dari Pidato Soekarno yang isinya adalah merebut Irian

Barat. Lihat penjelasan tentang Operasi Mandala lewat laporan Petrik Matanasi,

Sejarah Pidato Trikora dan Ambisi Sukarno Kuasai Papua, https://tirto.id/sejarah-

pidato-trikora-dan-ambisi-sukarno-kuasai-papua-db2m, (Diakses pada 17 Januari 2019

pukul 2.19 WIB). 154 Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia

1965-1968, 119.

Page 82: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

64

menjarah semua persediaan. Mulai dari makanan, alat-alat listrik, hingga

botol bir dibawa ke luar Irian Barat. Laporan Jusuf tentang kondisi Irian

membuat Ali Moertopo segera memutuskan untuk mengirimkan barang-

barang untuk kebutuhan penduduk. Ali mencari bantuan dana lewat

perusahaan perkapalan dengan cara menyelundupkan karet dan barang

lain, baik itu yang masuk atau keluar dari Indonesia. Dari penyelundupan

itu, Ali berhasil mengumpulkan U$17 juta yang uangnya tersimpan di

bank Malaysia dan Singapura. Setelah mendapat restu dari Soeharto, Ali

menggunakan dana ini untuk mengirimkan bantuan ke Irian Barat berupa

makanan, tembakau, hingga merek bir yang disukai oleh penduduk Irian

Barat.155

Selain mengirim bantuan, Jusuf juga melakukan berbagai

konsolidasi demi menarik hati masyarakat Irian. Mula-mula, ia

menggunakan pemuka Gereja Katolik Romo Jesuit Sunandar untuk

menjembatani umat Protestan dan Katolik. Mereka diyakinkan oleh

Romo Jesuit bahwa Indonesia adalah negara Pancasila yang nantinya

akan merangkul mereka yang beragama minoritas. Selain itu, Jusuf juga

menyuruh relawan mahasiswa untuk melakukan perbaikan fasilitas di

Irian. Dengan bantuan Ali Moertopo, ia mengirimkan lebih dari 250

mahasiswa untuk memperbaiki rumah, membagikan kebutuhan pokok,

mengkondisikan transportasi, hingga bersikap ramah kepada masyarakat

Irian Barat.156

Hal ini terus menerus dilakukan selama kurang lebih dua tahun.

Usaha Jusuf dan Ali Moertopo tak sia-sia. Pada Penentuan Pendapat

155 Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia

1965-1968, 119-120. 156 Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia

1965-1968, 120-121.

Page 83: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

65

Rakyat (Pepera) 1969, sebuah dewan yang terdiri dari 1.025 orang yang

mewakili setiap kabupaten di Irian memilih bergabung dengan

Indonesia. Soeharto kemudian mengirimkan tim khusus untuk melobi

negara anggota PBB agar setuju dengan keputusan Pepera sebelum

disidangkan di Kantor PBB yang ada di New York, Amerika Serikat.

Kemudian, Ali Moertopo selaku Intelijen Urusan Luar Negeri pergi ke

New York untuk menemui sejumlah delegasi di New York dan

Washington DC. Sidang PBB pun memutuskan bahwa Irian Barat

kembali ke kedaulatan Indonesia dan disepakati oleh mayoritas negara

anggota PBB.157

Pemilu pertama pada 1971 menjadi tantangan Soeharto

selanjutnya. Soeharto membutuhkan dukungan masyarakat agar kembali

dipilih. Dalam menghadapi pemilu itu, sebenarnya Soeharto menggaet

militer yang pada dasarnya anti partai politik. Militer sendiri

menganggap bahwa partai politik adalah sebuah pesaing dalam

mencapai kekuasaan, menimbulkan keresahan pada rakyat, dan

mengganggu integritas ABRI. Namun, Soeharto menyiasatinya dengan

menggunakan Golkar sebagai kendaraan politik dalam melanggengkan

kekuasaanya di Pemilu 1971 tersebut.158

Soeharto memulai pemanasan melalui perintahnya kepada

sebuah kelompok yang terdiri dari kalangan mahasiswa Universitas

Gajah Mada, Yogyakarta. Kelompok ini yakni Mashuri, Sumiskum,

Soelistio, dan Jusuf Wanandi. Jusuf mengaku, kehancuran Soekarno

karena tak adanya partai politik untuk melanggengkan kekuasaannya. Ia

157 Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia

1965-1968, 121-122. 158 Peter Kasenda, Soeharto: Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan

Selama 32 Tahun?, 140.

Page 84: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

66

tak mau hal itu kembali terjadi kepada Soeharto. Soeharto pun

menyetujui ide kelompok ini. Ia menyarankan agar mereka tergabung ke

dalam Golkar sebagai tim sukses kemenangan Soeharto. 159

Bersama tim itu, Jusuf Wanandi segera mengelola Badan

Pengendalian Pemilu (Bappilu) Golkar. Jusuf menyaring 50 orang yang

terdiri dari kelompok aktivis mahasiswa. Setelah diseleksi, mereka akan

disebar ke beberapa daerah untuk mengkampanyekan Golkar. Tim ini

merangkul kekuatan dari Pertahanan Sipil (Hansip) yang memang

dikelola oleh militer. Hansip diarahkan untuk berkeliling dari rumah ke

rumah untuk mengajak masyarakat. Mereka melakukan sosialisasi

bahwa Golkar adalah jalan untuk menuju era pembangunan dan

keamanan nasional. Tak hanya itu, para hansip ini juga mengatakan

bahwa jika tidak ada yang memilih Golkar, maka akan dicap sebagai anti

militer, bahkan juga dicap sebagai pro PKI. 160

Selain hansip, mereka juga menyelenggarakan hiburan dengan

menggaet bintang film, penyanyi, hingga model. Sembari mengadakan

acara hiburan, Bappilu tak lupa menyelipkan pidato pemimpin Golkar di

sela-sela acara. Para pemimpin rakyat juga diberi kesempatan untuk

menaiki pesawat terbang. Hal ini ditujukan demi menaikkan perhatian

masyarakat kepada Golkar. Birokrasi juga tak luput dari pengawasan

Bappilu Golkar. Mereka mengandalkan Departemen Dalam Negeri dan

Departemen Pertahanan dan Keamanan untuk mengadakan kampanye

pada Golkar. Para pegawai pemerintahan diharuskan untuk bergabung

dengan Golkar lewat Korps Pegawai Negeri (Korpri). Golkar dianggap

159 Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia

1965-1968, 125-126. 160 Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia

1965-1968, 128-129.

Page 85: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

67

sebagai organisasi alternatif yang ingin memajukan pembangunan untuk

Republik Indonesia. 161

Usaha mereka tak sia-sia, Golkar berhasil meraup suara hampir

63% dalam Pemilu 1971 sekaligus mendapat jatah kursi sebanyak 236

dari 360 kursi yang ada di DPR.162 Golkar menang telak dari sembilan

partai lainnya, yakni NU, Parmusi, PNI, PSII, Parkindo, Partai Katolik,

Perti, IPKI, dan Murba.163

Kesuksesan Tim Bappilu yang diisi oleh Jusuf Wanandi dan

kawan-kawannya ini jadi perhatian Soeharto. Setelah kemenangan

Golkar, Soeharto membentuk sebuah lembaga think-tank yang bertujuan

untuk membantu kebijakan Presiden RI. 1 September 1971, lahirlah

sebuah lembaga bernama Centre for Strategic dan International Studies

(CSIS) yang dipimpin oleh Hadi Soesastro dan Clara Joewono yang

keduanya berlatar aktivis mahasiswa. Kendali Soeharto terhadap CSIS

ini diwakili oleh Ali Moertopo dan Sudjono Humardhani selaku Aspri.164

Kemenangan Soeharto dan Golkar dalam Pemilu 1971 tak

membuat Soeharto puas. Ia merasa harus kembali menang pada Pemilu

1977 nanti. Soeharto menganggap bahwa partai politik itu adalah biang

dari kekacauan stabilitas politik, terutama pada saat sistem Demokrasi

Parlementer yang terjadi di masa Soekarno. Soeharto pun membuat

kebijakan baru yang bertujuan untuk membagi partai ke dalam dua

161 David Reeve, Golkar: Sejarah yang Hilang, Akar Pemikiran, dan

Dinamika, (Depok: Komunitas Bambu, 2013), 313-317. 162 Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia

1965-1968, 129-130. 163 Hasil Pemilu 1971 bisa dilihat di laman KPU, Pemilu 1971,

https://kpu.go.id/index.php/pages/detail/2018/9/PEMILU-1971/MzQz, (Diakses pada

18 Januari 2019 pukul 21.32 WIB). 164 Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia

1965-1968, 134-136.

Page 86: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

68

kelompok. Kelompok pertama diisi oleh kelompok nasionalis yang

terdiri dari PNI, Partai Katolik, IPKI, Parkindo, dan Murba. Sedangkan

kelompok kedua diisi oleh kelompok agamis yang terdiri dari Parmusi,

NU, PSII, dan Perti. Pada 1973, Soeharto pun membentuk dua partai

yang terdiri dari kelompok tersebut. Kelompok Nasionalis melebur ke

dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI), sedangkan Kelompok Agamis

melebur ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dari semuanya,

hanya Golkar saja yang tak kebagian jatah fusi partai ala Soeharto

tersebut. Dari kebijakan ini, Golkar hanya memiliki saingan yang lebih

sedikit saat Pemilu 1977 dimulai.165

Strategi politik yang digencarkan Soeharto tak bisa lepas dari

pengaruh militer. Peran militer yang diterapkan Soeharto sendiri karena

konsep Dwifungsi ABRI yang digagas oleh A.H Nasution pada 18

November 1958 di Akademi Militer Nasional. Awalnya, gagasan

Nasution ditujukan agar militer mampu mengendalikan situasi keamanan

yang lewat lembaga politik, birokrasi politik, partai politik, hingga

organisasi non politik, terutama untuk melawan PKI yang saat itu

menjadi musuh bersama pihak militer.166

Hingga pertengahan 1970-an, komposisi pemerintahan Soeharto

didominasi oleh militer. David Jenkins pun mendata mereka ke dalam

berbagai jabatan pemerintah, yakni:

1. Jenderal Maraden Panggabean (Menteri Pertahanan dan

Keamanan serta Panglima ABRI)

2. Letjen Amir Machmud (Menteri Dalam Negeri)

165 Mahrus Irsyam dan Lili Romli (ed), Menggugat Partai Politik, (Depok:

Laboratorium Ilmu Politik FISIP UI, 2003), 118-120. 166 Peter Kasenda, Soeharto: Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan

Selama 32 Tahun?, 6-8.

Page 87: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

69

3. Letjen Yoga Sugama (Kepala Badan Koordinasi Intelijen

(Bakin))

4. Letjen Ali Moertopo (Wakil Kepala Bakin)

5. Laksamana Sudomo (Panglima Kopkamtib)

6. Mayjen Leonardus Benyamin Moerdani (Asisten Intelijen

Menteri Pertahanan)

7. Letjen Sudharmono (Menteri Sekretaris Negara)

8. Letjen Darjatmo (Kepala Staf Urusan Nonmiliter Menteri

Pertahanan)

9. Letjen Ibnu Sutowo (Presiden Direktur Pertamina)

10. Jenderal Sumitro (sebelumnya Panglima Kopkamtib dan

merangkap Wakil Panglima ABRI)

11. Letjen Sutopo Juwono (sebelumnya Kepala Bakin,

dilengserkan setelah Malari 1974).167

Kemesraan Soeharto dengan militer mulai regang ketika

memasuki awal 1990-an. Perubahan Soeharto dimulai ketika ia membuat

organisasi Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada

Desember 1990. Kemudian pada 1991, Soeharto melaksanakan ibadah

haji bersama sang istri, Tien Soeharto. Hal inilah yang makin

meruncingkan hubungan kubu sekuler-militer yang sudah terbentuk

sejak 1970 hingga akhir 1980.168

167 David Jenkins, Soeharto dan Barisan Jenderal Orba: Rezim Militer

Indonesia 1975-1973, 26. 168 Salim Haji Said, Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto,

122-127.

Page 88: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

70

C. Merancang Ekonomi

Setelah berhasil menduduki jabatan Presiden RI, misi pertama

Soeharto adalah memperbaiki kondisi ekonomi. Di akhir pemerintahan

Soekarno pada 1966, Indonesia mengalami inflasi mencapai 660% dan

memiliki utang luar negeri yang jumlahnya US 2.357 juta.169 Melihat

kondisi seperti itu, ia pun mengundang kalangan akademisi di bawah

naungan Widjojo Nitisastro demi merancang sebuah strategi ekonomi

Orde Baru. Tim ini sendiri terdiri dari Ali Wardhana, Mohammad Sadli,

Emil Salim, Saleh Afiff, dan Johannes Baptista Sumarlin. Sebagaimana

telah disinggung sebelumnya, tim yang bertugas sebagai penasihat

ekonomi Soeharto ini kemudian dikenal dengan nama Mafia Berkeley

karena kebanyakan dari mereka adalah lulusan Universitas California,

Berkeley.170

Di masa pemerintahan Soeharto, para Mafia Berkeley ini

menempati beberapa jabatan vital. Widjojo menjabat Kepala Bappenas

(1967-1983); Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri

(Menko Ekuin) pada 1973-1983; dan Penasihat Ekonomi Presiden

(1983-1998). Ali Wardhana menjadi Menteri Keuangan (1973-1983)

dan Menko Ekuin (1983-1988). Sementara itu, Emil Salim menjabat

Menteri Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara

merangkap Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(1971-1973), Menteri Perhubungan (1973-1978), Menteri Negara

Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1978-1983), serta

Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup

169 Aria Wiratma Yudhistira, Dilarang Gondrong! Praktik Kekuasaan Orde

Baru terhadap Anak Muda Awal 1970an, 30. 170 Rizal Mallarangeng, Mendobrak Sentralisme Ekonomi: Indonesia 1986-

1992, 53.

Page 89: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

71

(1983-1993). Sedangkan Mohammad Sadli menjadi Menteri Tenaga

Kerja (1971-1973) dan Menteri Pertambangan (1973-1978).171

Para penasihat ekonomi ini memberi jawaban pertamanya lewat

sebuah kebijakan landasan ekonomi keuangan dan pembangunan.

Kebijakan ini berisi tentang program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi

untuk jangka pendek dan program pembangunan untuk jangka panjang.

Nantinya, kebijakan ini dikenal sebagai Rencana Pembangunan Lima

Tahun (Repelita) yang didasari Ketetapan MPRS no. 23 tahun 1966.172

Kebijakan pasar bebas menjadi awal mula terbukanya

perekonomian Indonesia. Saat Soekarno menjadi Presiden RI,

perekonomian Indonesia memang tertutup oleh investor asing. Di masa

transisi ini, Soeharto berhasil menarik para investor untuk memulihkan

kondisi ekonomi Indonesia. Sebelum modal asing kembali masuk, para

pembuat kebijakan diharuskan membujuk kreditor dan investor asing

yang potensial untuk memperbaiki hutang-hutang Indonesia. Dalam

Konferensi Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI)173 pada 1967

di Amsterdam, Belanda, Delegasi Pemerintahan Indonesia yakni Sri

171 Husein Abdulsalam, Kwik Kian Gie, Prabowo Subianto, dan Benang

Merah Mafia Berkeley, https://tirto.id/kwik-kian-gie-prabowo-subianto-dan-benang-

merah-mafia-berkeley-cZTu, (Diakses pada 1 Februari 2019 pukul 17.47 WIB). 172 Ketetapan ini berisi tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan

Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan. Lebih jelas lihat dalam

http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/1966/XXIII~MPRS~1966TAP.HTM(Diaks

es pada 9 November 2018 pukul 03.06 WIB). 173 IGGI yang terbentuk pada tahun 1967 ini memiliki anggota yang terdiri

dari Australia, Belgia, Jerman, Itali, Jepang, Belanda, Inggris, Amerika, Austria,

Kanada, Selandia Baru, Norwegia, Swiss, Bank Dunia, International Monetary Fund

(IMF), Bank Pembangunan Asia (ADB), United Nations Development Programs

(UNDP), serta Organitation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Berdirinya IGGI diperuntukkan untuk memberikan bantuan pembangunan kepada

Indonesia. Lihat lebih lengkap dalam M. Faisal, IGGI dan Asal-Usul Utang Luar

Negeri Indonesia, https://tirto.id/iggi-dan-asal-usul-utang-luar-negeri-indonesia-

cEW3, (Diakses pada 1 April 2019 pukul 23.56 WIB).

Page 90: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

72

Sultan Hamengkubuwono IX memberikan beberapa pernyataan untuk

meyakini para investor asing menanamkan modalnya, yakni:

1. Kekuatan pasar akan memainkan peran pokok dalam

rehabilitasi

2. Perusahaan-perusahaan nasional (Indonesia) akan melakukan

kompetisi bebas dengan perusahaan swasta, mengakhiri

akses preferensi ke kredit dan alokasi valuta asing. Monopoli

negara di bidang impor akan diakhiri. Sedangkan di pihak

lain, perusahaan akan dibebaskan dari kewajiban menjual

dengan harga rendah. Mereka dapat melakukan penjualan

berdasarkan harga pasar dan bekerja secara ekonomis.

Dengan demikian, para perusahaan nasional tak memerlukan

subsidi dari negara.

3. Sektor swasta harus dirangsang dengan menghapuskan

pembatasan lisensi impor bahan baku dan peralatan.

4. Investasi swasta asing akan digalakkan dengan

dikeluarkannya undang-undang investasi baru yang akan

menjamin insentif perpajakan dan lainnya.174

Dengan adanya pernyataan itu, mulailah langkah baru dalam

penanaman modal asing di Indonesia. Pemerintah Indonesia pun

mengembalikan sebagian besar aset milik asing yang disita pada 1963-

1965. Dari sana juga, pemerintah Indonesia membuka jaringan-jaringan

ekonomi kepada para investor internasional, baik yang sumbernya dari

pemerintah maupun dari sektor swasta. Demikian juga dengan institusi

174 Richard Robison, Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia,

(Depok: Komunitas Bambu, 2012), 107.

Page 91: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

73

keuangan seperti Bank Dunia dan International Monatery Fund (IMF).

Peminjaman modal kepada investor asing ini pun menjadi

keberuntungan bagi pemerintahan Indonesia. Dalam jangka pendek,

Indonesia mampu mengimpor berbagai kebutuhan pokok untuk

mengendalikan inflasi. Sedangkan dalam jangka panjang, pinjaman luar

negeri ini mampu menambah modal pemerintah dalam melakukan

rehabilitasi infrastruktur lewat anggaran pembangunan yang kemudian

dilaksanakan lewat Repelita I.175

Pernyataan itu pun benar-benar dibuktikan Soeharto. Pemerintah

Indonesia segera membuat Undang-Undang (UU) yang mengatur

tentang kebijakan investor di Indonesia. 1 Januari 1967, muncullah UU

No. 1 Tahun 1967 yang dikenal dengan UU Penanaman Modal Asing

(PMA). Dalam UU ini, ada bebebapa poin penting terkait kebijakan

pemerintah terhadap para investor asing di Indonesia, yakni:

1. Jaminan tidak ada nasionalisasi aset perusahaan asing.

Apabila terjadi, perusahaan itu akan mendapat kompensasi

yang memadai.

2. Perusahaan asing mendapat izin operasi selama 30 tahun dan

bisa diperpanjang.

3. Perusahaan asing mendapat kebebasan terhadap beban bea

masuk serta pajak dalam periode tertentu.

4. Perusahaan asing mendapat jaminan untuk memilih sendiri

manajemen dan pekerja teknis. Perusahaan asing juga bisa

175 Richard Robison, Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia, 107-

108.

Page 92: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

74

membawa pulang keuntungan dan modal mereka dengan

leluasa.176

UU baru ini dinilai sangat liberal jika dibandingkan dengan

kebijakan ekonomi di masa pemerintahan Soekarno yang anti asing.

Sekalipun menguntungkan, aturan itu masih dianggap berat terhadap

investor asing. Rizal Mallarangeng mencontohkan, urusan perizinan

masih menjadi kendala. Perizinan menanamkan modal memerlukan

waktu selama enam hingga sembilan bulan. Tak hanya itu, beberapa poin

yang berkaitan dengan investasi, perburuhan, perpajakan, hingga hak

atas tanah juga tak menentu. Namun dari semua itu, UU PMA menjadi

pintu utama dalam keterbukaan pemerintah untuk investor asing. Dari

UU ini, nilai total investasi asing meningkat drastic. Dari yang awalnya

hanya U$3 juta pada 1968, kemudian meningkat menjadi U$130 juta

pada 1970 dan naik lagi menjadi U$302 juta pada 1972. Pada 1967,

investasi asing yang disetujui di luar minyak, perbankan, dan asuransi

hanya 13 proyek. Setelah adanya UU ini, investasi meningkat menjadi

63 proyek (1970) dan 84 proyek (1971). 177

Selain UU PMA, pemerintah Indonesia juga menerbitkan UU

penenaman modal kepada perusahaan domestik. Agustus 1968, terbitlah

sebuah aturan yang dikenal dengan nama UU Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN). Namun berbeda dengan UU PMA yang sudah jelas

menguntungkan investor asing, UU PMDN lebih proteksionis. Para

investor tetap masuk ke dalam posisi strruktural yang tidak

176 Rizal Mallarangeng, Mendobrak Sentralisme Ekonomi: Indonesia 1986-

1992, 53-55. 177 Rizal Mallarangeng, Mendobrak Sentralisme Ekonomi: Indonesia 1986-

1992, 53-55.

Page 93: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

75

menguntungkan. Menurut persyaratan, perusahaan yang melakukan

investasi harus menyisihkan depositonya sebesar 25% kepada bank

negara sebagai bentuk jaminan. Sedangkan untuk bidang-bidang di luar

kehutanan, pertanian, dan substitusi impor, jaminan deposito harus

disisihkan sebesar 50%. Akibatnya, hanya sedikit saja perusahaan

domestik yang asetnya lancar setelah diguncang inflasi tinggi 1957-

1967. Belum lagi, mereka juga harus berhadapan dengan bunga tinggi

dan kebijakan barang impor dari asing yang tentu saja lebih murah. 178

Namun di sisi lain, UU PMDN juga memuat aturan yang

menguntungkan untuk menarik investasi dalam negeri. Perusahaan

domestik diberikan peluang pembebasan dan peringanan pajak apabila

mereka sudah memenuhi persyaratan. Dari UU PMDN, jumlah investasi

perusahaan domestik ikut tumbuh. Pada 1968, jumlah investasi yang

disetujui pemerintah hanya U$13 juta. Investasi kemudian meningkat

pada 1970 yang jumlahnya mencapai U$319 juta dan naik lagi menjadi

U$1.465 juta pada 1973.179

Investasi Modal yang Disetujui PMA/PMDN Desember 1973180

Sektor

Jumlah Investasi

Disetujui (dalam U$

juta)

Persentase

PMA PMDN PMA PMDN

Kehutanan 495,5 356,8 58 42

Pertanian dan Perikanan 113 232,5 33 67

Pertambangan 860 46,2 95 5

178 Richard Robison, Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia, 108-

109. 179 Rizal Mallarangeng, Mendobrak Sentralisme Ekonomi: Indonesia 1986-

1992, 53-55. 180 Richard Robison, Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia, 111.

Page 94: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

76

Manufaktur 1.045,1 1.740,9 38 62

Tekstil 436,9 749 37 63

Pariwisata, Hotel, Real

Estate

195,9 200 50 50

Lainnya (termasuk

infrastruktur dan

konstruksi)

183,3 207 37 63

Jumlah Disetujui 2.828,3 2.978,5 49 51

Jumlah Realisasi 1.131,2 876 56 44

Keterangan: Kurs U$ pada Rupiah pada 1971-1973, U$1 = Rp415.

Dengan modal dari para investor baik dalam negeri maupun luar

negeri itu, Soeharto kemudian mencanangkan sebuah konsep yang berisi

tentang pembangunan RI selama lima tahun ke depan. Konsep ini

kemudian dikenal dengan nama Rencana Pembangunan Lima Tahun

(Repelita) periode pertama. Repelita I dimulai sejak tahun 1969. Dalam

konsep ini, Repelita I diprioritaskan untuk perkembangan substitusi

impor. Investasi yang digunakan dalam Repelita I digunakan ke dalam

berbagai fokus, yakni Rp305 miliar untuk pertanian, Rp380 miliar untuk

industri dan pertambangan, Rp265 miliar untuk komunikasi, Rp172

miliar untuk kesejahteraan sosial, Rp100 miliar untuk tenaga listrik, dan

berbagai bidang lain yang jumlah keseluruhan anggarannya mencapai

Rp1.420 miliar.181

Meskipun begitu, pembangunan yang gencar dilakukan Presiden

Soeharto tak lepas dari kritik. UU PMA dan PMDN dianggap terlalu

181 Richard Robison, Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia, 109-

110..

Page 95: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

77

menguntungkan investor asing. Sebab, UU PMDN dinilai lebih

memberatkan industri pribumi sekaligus menciptakan pola masyarakat

yang cenderung konsumtif terhadap produk asing. Belum lagi besarnya

biaya politik, sosial, dan moral strategi untuk mengembangkan bisnis

terlalu besar. Para kritikus yang berlatar ekonom itu menyarankan agar

dana investor asing diintegrasikan ke dalam strategi pembangunan

nasional yang menyeluruh dan juga ditentukan oleh orang Indonesia

sendiri.182

Sasaran kritik juga dilancarkan kepada Direktur Pertamina Ibnu

Sutowo. Dalam masa kepemimpinannya, Sutowo dianggap

memperlakukan Pertamina sebagai kerajaan bisnis pribadi. Secara legal,

Pertamina bertugas untuk mengatur sumber daya minyak Indonesia

melalui alokasi konsesi pengeboran, melakukan administrasi kontak

kerja dan kemitraan produksi, dan melakukan koordinasi industri minyak

secara menyeluruh. Di bawah arahan Sutowo, Pertamina berkembang

menjadi suatu pusat kekuatan ekonomi paling besar. Terlebih pada saat

itu harga minyak dunia sedang meningkat. 183

Sumber Pendapatan Pemerintah RI184

Tahun Minyak Non

Minyak

Bantuan Jumlah

1969/1970 65,8

(19,7)

178,1

(53,2)

91,1

(27,2)

334,8

182 Yahya A. Muhaimin, Bisnis dan Politik: Kebijaksanaan Ekonomi

Indonesia 1950-1980, (Jakarta: LP3ES, 1990), 64-65. Kritik juga dilancarkan oleh pers

mahasiswa lewat media Mahasiswa Indonesia. Lihat dalam Francois Raillon, Politik

dan Ideologi Mahasiswa Indonesia: Pembentukan dan Konsolidasi Orde Baru 1966-

1974, (Jakarta: LP3ES, 1989), 310-311. 183 Richard Robison, Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia, 118. 184 Richard Robison, Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia, 133.

Page 96: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

78

1970/1971 99,2

(21,3)

245,4

(52,8)

120,5

(25,9)

465,1

1971/1972 140,7

(25)

287,3

(51)

135,5

(24)

563,5

1972/1973 230,5

(30,8)

360,1

(48,1)

157,8

(21,1)

748,4

1973/1974 382,2

(32,6)

585,5

(50)

204

(17,4)

1.171,7

1974/1975 957,2

(48,4)

789,1

(39,9)

232

(11,7)

1.978,3

Keterangan: Angka non-kurung dalam hitungan miliar rupiah, sedangkan

angka dalam kurung dalam hitungan persentase.

Gebrakan Ibnu Sutowo dalam mengembangkan Pertamina

dilakukan dengan dua cara. Pertama, ia meningkatkan kegiatan

Pertamina lewat investasi ke bidang yang luas melalui anak perusahaan

Pertamina, seperti bidang petrokimia, perusahaan logam, permesinan,

telekomunikasi, perumahan, penerbangan, dan pelayaran. Salah satu

yang menonjol adalah PT. Krakatau Steel yang memerlukan modal

Pertamina sebanyak U$6 juta dari keselurahan modal berjumlah U$10

juta. Kedua dilakukan dengan cara memanfaatkan akses ke minyak dan

gas alam Indonesia sebagai modal untuk mencari dana ke investor asing

dalam melakukan proyek pembangunan di bidang petrokimia dan gas

alam. Dalam hal ini, Sutowo mengandalkan investor Jepang dibanding

IGGI, IMF, atau IBRD. Jepang lebih dipilih karena lebih simpatik dalam

memberikan pinjaman modal. Peminjaman itu pun juga mendapat restu

dari Presiden Soeharto. Namun momentum yang dilakukan Ibnu Sutowo

Page 97: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

79

ini berhenti tiba-tiba pada 1975/1976. Alasannya, Pertamina tidak

mampu membayar kebijakan yang tercantum dalam perjanjian utang

jangka pendekya. Kebijakan IMF yang mendesak kuat bahwa korporasi

negara Indonesia harus dibatasi untuk peminjaman utang luar negeri

antara satu hingga 15 tahun memaksa Sutowo untuk memilih utang

dengan jangka pendek. Pinjaman dana AS sebesar U$1.200 juta selama

20 tahun ini tiba-tiba gagal. Hal ini pun berujung pada pemecatan

Sutowo dari jajaran petinggi Pertamina, juga bersama para pejabat yang

memiliki hubungan dengan Sutowo.185

Sasaran kritik selanjutnya kemudian berlanjut kepada Tien

Soeharto. Tien dikritik karena ia mengusulkan untuk membangun sebuah

mega proyek miniatur Indonesia yang dikenal dengan Taman Mini

Indonesia Indah (TMII). TMII sendiri diibaratkan seperti Disneyland

yang isinya adalah beberapa pulau Indonesia yang berbentuk kecil yang

terpusat di danau. Di situ juga disediakan rumah tradisional Indonesia

yang nantinya akan memamerkan unsur kebudayaan daerah masing-

masing provinsi. Tien terinspirasi dari kunjungannya ke tempat wisata

Thaiin-Miniature Land yang ada di Bangkok, Thailand. Usulan yang

digagas pada 1971 ini memancing kemarahan mahasiswa Indonesia

karena memakan biaya hingga U$50 juta.186 Meskipun proyek ini

mempunya tujuan mulia yang sesuai dengan motto Bhineka Tunggal Ika¸

mahasiswa menilai bahwa negara terlalu menghambur-hamburkan uang.

185 Richard Robison, Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia, 119-

122. 186 Akhmad Zaini Abar, 1966-1974: Kisah Pers Indonesia, 180-181.

Page 98: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

80

Menurut mereka, alangkah lebih bijak apabila uang tersebut digunakan

untuk mengatasi kemiskinan yang tak kunjung selesai.187

Mendengar istrinya diserang, Soeharto berang. Dalam pidatonya

pada Januari 1972, ia menuduh bahwa kritikus TMII bertujuan untuk

menggulingkan pemerintahan yang sah. Soeharto mengatakan bahwa

aktivis itu sudah diorganisir oleh para oposisi yang sudah ada sejak 1968.

Ia mengancam akan menggunakan kekuatan militer apabila protes terus

digencarkan kepada istrinya. Peringatan ini pun dieksekusi oleh

Kopkamtib. Jenderal Sumitro selaku Panglima Kopkamtib akan

menindak semua demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa dan juga

kritik yang digencarkan oleh media massa terkait isu pembangunan

TMII.188 Langkah itu berhasil meredam gerakan mahasiswa selama 18

bulan dan berujung pada minggatnya Arief Budiman (pelopor gerakan

mahasiswa) meninggalkan Indonesia.189

Kritik berlanjut pada tahun 1973. Namun, protes dan kritik tak

hanya disampaikan oleh pers dan mahasiswa, cendekiawan, pebisnis,

hingga pemimpin politik turut mengkritik pemerintahan. Kritik disasar

pada strategi ekonomi Bappenas yang diduga akan membuat jurang

kemiskinan untuk masyarakat Indonesia. Ditariknya investor Cina

sebagai penanam modal menjadi pemicu kemarahan kelompok ini, selain

perilaku korupsi para pejabat pemerintahan tentunya. Menurut kelompok

ini, pemanfaatan sumber daya minyak tak selaras dengan role

pembangunan Indonesia. Sebab, keuntungan yang didapat malah

menambah penanaman investasi yang ditujukan untuk masyarakat-

187 Adrian Vickers, Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakarta: Insan Madani,

2005), 252-255. 188 Akhmad Zaini Abar, 1966-1974: Kisah Pers Indonesia, 185. 189 Richard Robison, Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia, 125.

Page 99: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

81

masyarakat konsumtif perkotaan. Solusi yang mereka tawarkan adalah

menunjukan pembangunan dengan prinsip kesetaraan, pembukaan

lapangan kerja, penggunaan teknologi yang cocok, hingga pembangunan

bidang industri dan pertanian yang lebih dibutuhkan oleh masyarakat

Indonesia.190

Demonstrasi masyarakat mencapai puncak saat kedatangan

Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka ke Indonesia pada 15 dan 16

Januari 1974. Kedatangan Tanaka sendiri untuk menanamkan investasi

dari dana Pemerintah Jepang yang mendominasi lewat organisasi Asian

Development Bank (ADB). Para demonstran pun melancarkan protesnya

di seluruh wilayah Jakarta. Huru-hara pun terjadi. 807 mobil dan motor

buatan Jepang harus dibakar massa, sebelas orang meninggal dunia, 300

orang luka-luka, 114 bangunan rusak, juga 160 kg emas raib dari tokoh-

tokoh perhiasan.191 Namun mereka tak hanya mengincar perusahaan

Jepang, Perusahaan Coca-Cola, pasar-pasar di wilayah Senen dan Blok

M juga turut dijarah. Kerusuhan ini kemudian dikenal dengan istilah

Malapetaka 15 Januari (Malari) 1974.192

Akibat Malari ini, pemerintah pun menanggapinya dengan

represif. Mereka memberangus media massa yang dinilai terlalu kritis

dengan pemerintahan, seperti Indonesia Raya, Nusantara, Harian Kami,

Mahasiswa Indonesia, The Jakarta Times dan Pedoman. Selain itu, 775

aktivis juga turut ditangkap. Beberapa di antaranya yakni Pemimpin

190 Richard Robison, Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia, 125-

127. 191 Husein Abdulsalam, Malari 1974: Protes Mahasiswa yang Ditunggangi

Para Jenderal, https://tirto.id/malari-1974-protes-mahasiswa-yang-ditunggangi-para-

jenderal-cDe9, (Diakses pada 3 Februari 2019 pukul 17.09 WIB). 192 Peter Kasenda, Soeharto: Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan

Selama 32 Tahun?, 53.

Page 100: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

82

Gerakan Mahasiswa Hariman Siregar, Tokoh PSI Soebadio

Sastrosatomo, Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Adnan Buyung

Nasution dan J.C. Princen, dan akademisi Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.193

Beberapa sumber mengatakan, insiden ini bukan hanya protes

akibat kebijakan ekonomi. Peristiwa Malari juga merupakan peristiwa

yang berlatar belakang politik lantaran perseteruan dua jenderal

berpengaruh saat itu, yakni Pangkopkamtib Soemitro dan Kepala Bakin

Ali Moertopo. Gagasan-gagasan Soemitro mengenai kebijakan politik

(seperti masa jabatan pejabat negara) dan ekonomi (mengorientasikan

pejabat domestik ketimbang asing) dianggap berbahaya oleh Ali

Moertopo. Ali menilai bahwa Soemitro bisa menjadi ancaman untuk

menggulingkan kekuasaan Presiden Soeharto. Usai Malari, keduanya

pun secara bertahap disingkirkan oleh Soeharto. Soemitro dicopot dari

jabatannya sebagai Panglima Kopkamtib, sedangkan Ali Moertopo

diturunkan sebagai Wakil Kepala Bakin dan Yoga Sugama naik

menggantikan Ali.194 Kemudian secara berangsur, Benny Moerdani yang

juga pernah menjadi anak buah Ali, dilantik Soeharto untuk

memperbaiki intelijen Indonesia.195

Dampak dari Malari cukup mengguncang pemerintahan

Indonesia dalam membangun kembali kebijakan ekonominya. Seminggu

setelahnya, beberapa perubahan mengenai kebijakan investasi dan

193 Husein Abdulsalam, Malari 1974: Protes Mahasiswa yang Ditunggangi

Para Jenderal, https://tirto.id/malari-1974-protes-mahasiswa-yang-ditunggangi-para-

jenderal-cDe9, (Diakses pada 3 Februari 2019 pukul 17.09 WIB). 194 Salim Haji Said, Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto,

57-64. 195 Arif Zulkifli, dkk, Seri Buku Saku Tempo: Benny Moerdani yang Belum

Terungkap, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2018), 52-53.

Page 101: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

83

perkreditan dibuat secara buru-buru oleh Dewan Stabilisasi Ekonomi

Nasional. Perubahan itu yakni:

1. Saham kapital pada perusahaan patungan baru secara

progresif dialihkan kepada mitra Indonesia hingga mencapai

51% dalam jangka sepuluh tahun.

2. Semua proyek investasi asing dalam bentuk patungan dengan

mitra pribumi Indonesia.

3. Jika mitra lokal bukan pribumi Indonesia, maka 51% saham

nasional harus dicapai lebih cepat melalui pasar saham dan

50% dari saham nasional harus ada di tangan kaum pribumi

Indonesia.

4. Bidang investasi yang tertutup bagi modal asing bertambah

jumlahnya dengan mempertimbangkan kejenuhan bidang

tersebut serta menciptakan potensi investor domestik untuk

mengambilalih investasi dan produksi.

5. Kredit investasi dari bank-bank pemerintah dialokasikan

hanya kepada investor pribumi.

6. Proyek investasi domestik diminta memenuhi 75% saham

kaum pribumi atau jika manajemen sebagian besar di tangan

kaum pribumi, maka saham pribumi cukup 50%.196

Modifikasi kebijakan ekonomi oleh pemerintahan Indonesia

memiliki dua tujuan. Pertama, untuk memperbaiki tekanan sosial dan

ekonomi yang terus menerus meningkat selama masa pemerintahan Orde

Baru. Pemerintah tak akan mengistimewakan investor asing untuk

196 Richard Robison, Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia, 130.

Page 102: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

84

menanamkan modalnya di Indonesia. Bersama investor asing, pebisnis

domestik kini ditarik masuk ke dalam penggerak ekonomi. Alasan kedua

adalah untuk memperbaiki stabilitas sosial dan politik akibat kritik yang

dilaksanakan oleh masyarakat, terutama cendekiawan, mahasiswa,

hingga media massa. Sebab, pemerintahan Orde Baru tak ubahnya

dengan pemerintahan Orde Lama yang memiliki budaya korupsi oleh

para pejabatnya. 197

197 Richard Robison, Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia, 129.

Page 103: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

85

BAB V

SIKAP SUARA KARYA DALAM MELEGITIMASI KEKUASAAN

ORDE BARU

Harian Umum Suara Karya merupakan sebuah surat kabar yang

diterbitkan oleh Yayasan Suara Karya pada 11 Maret 1971. Seperti

dijelaskan sebelumnya, kehadiran Suara Karya memang diperuntukkan

untuk menaikkan elektabilitas Golkar dalam Pemilu 1971. Berawal dari

usulan Ali Moertopo pada 8 Maret 1971, para punggawa Golkar pun

melaksanakan pertemuan yang diadakan di Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Pertemuan itu pun menjadi asal muasal lahirnya Harian Umum Suara

Karya. 198 Ali Moertopo, Sudjono Humardani, dan Sapardjo tercatat

sebagai penggagas media ini. Sedangkan kader Golkar yang turut terlibat

antara lain Sumiskum, David Napitupulu, Jusuf Wanandi, Moerdopo,

Sugiharto, Rahman Tolleng, Djamal Ali, Cosmas Batubara, dan Soedjati

Djiwandono.199

Edisi perdana Suara Karya bertepatan dengan Peringatan Surat

Perintah 11 Maret (Supersemar) 1971 dan mencakup empat halaman.

Pada halaman pertama, tertulis sambutan dari Presiden Soeharto yang

berisi ucapan selamat atas terbitnya Suara Karya. Dalam isi

sambutannya, Soeharto mengharapkan harian ini mampu membawa

angin segar pembaruan untuk masyarakat, menggerakkan dan

menggairahkan masyarakat, serta membuat masyarakat lebih paham

198 Tempo, Koran 50 Juta Rupiah, dalam Majalah Tempo edisi Khusus

Rahasia-Rahasia Ali Moertopo tanggal 14-20 Oktober 2013, 48. 199 Ricky Rachmadi dkk, 32 Tahun Suara Karya: Berlayar Menembus Zaman,

4.

Page 104: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

86

tentang paham demokratis. 200 Sedangkan Suara Karya sendiri memiliki

alasan untuk menerbitkan media harian tersebut. Mereka menulisnya

melalui Rubrik Tajuk Rencana dengan judul Missi Suara Karya.

Missi “Suara Karya”201

BERTEPATAN DENGAN HARI “SUPERSEMAR” 11 MARET

1971, Harian “SUARA KARYA” memulai pengabdiannja dalam perdjuangan

bangsa Indonesia mencapai tjita²-nja seperti jang termaktub dalam Undang²

Dasar 1945.

Apakah mission jang hendak dibawakan oleh “SUARA KARYA”?

Sedjak tahun 1966 sebagian dari lapisan kepemimpinan bangsa Indonesia telah

memilih dan meletakkan trace baru atau strategi baru dalam memperdjuangkan

pelaksanaan tjita² Bangsa Indonesia. Strategi baru ini melalui berbagai-bagai

ketetapan MPRS dan perundang-undangan telah diterima dan mendjadi milik

seluruh bangsa Indonesia.

Tracee baru jang telah diletakkan itu adalah alternatif jang tepat dan

merupakan konsekwensi logis dari proses perkembangan bangsa berdasarkan

kondisi dan situasi, baik didalam maupun diluar negeri. Mendjadi pula suatu

kejakinan, bahwa tracee baru itu akan memberikan hasil bagi bangsa dan rakjat,

apabila dapat didjamin kontinuitasnja untuk djangka waktu jang tjukup lama.

Sudah tiba saatnja lapisan kepemimpinan bangsa Indonesia berpikir dan

berentjana dalam djangkauan waktu jang tjukup pandjang, sedikit-dikitnja

seperempat abad.

Pelaksanaan kebebasan, pelaksanaan Demokrasi jang telah diletakkan

dalam Undang² Dasar 1945, mendjadi salah satu dasar atau tjiri dari Tracee

200 Ricky Rachmadi dkk, 32 Tahun Suara Karya: Berlayar Menembus Zaman,

5. 201 Pindaian Dokumen Tajuk Rencana edisi pertama Harian Suara Karya.

Lihat dalam Ricky Rachmadi dkk, 32 Tahun Suara Karya: Berlayar Menembus Zaman,

6.

Page 105: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

87

Baru. Pemilihan umum sebagai salah satu sisi pelaksanaan demokrasi akan

mendjadi kenjataan dalam perdjalanan sedjarah bangsa Indonesia mendatang.

Adalah mendjadi keharusan bagi setiap insan Indonesia, jang menghendaki

kontinuitas Tracee Baru itu agar melalui pemilihan umum akan tetap pula

terdjamin kontinuitas Tracee Baru. Golongan Karya adalah sarana untuk

memperdjuangkan kontinuitas melaksanakan Tracee Baru jang telah diletakkan

pada tahun 1966.

Proses perkembangan sedjarah telah mendjadikan Golongan Karya

untuk sarana guna mentjapai pembaharuan dan pembangunan disegala bidang,

termasuk didalamnja Pembaharuan Struktur Politik, jaitu suatu Struktur jang

meninggalkan sama sekali perdjoangan politik jang berpola pada pertentangan

ideologi dan perebutan kekuasaan semata-mata, untuk digantikan mendjadi

perdjoangan berdasarkan suatu program pembangunan.

Demikianlah mission jang hendak dibawakan oleh Suara Karya jang

kami namakan “Karya Restoration” atau Karya Restorasi.

Dari Tajuk Rencana itu, Suara Karya melancarkan misinya untuk

menjadi corong Golkar dalam pelaksanaan pembangunan oleh

pemerintah Orde Baru. Dalam artian, fungsi Suara Karya memang

diperuntukkan untuk kemenangan Golkar dalam Pemilu 5 Juli 1971. Tak

ayal, Golkar mampu mendulang suara hingga 62,8% dari total sepuluh

partai politik yang turut berpartisipasi dalam pemilu tersebut.202

Selepas pemilu, Suara Karya menjadi media yang menjembatani

antara pemerintah Orde Baru dengan masyarakat. Dengan motto “Suara

Rakyat Membangun”, Suara Karya memberitakan berbagai kebijakan

202 Ilham Khoiri, Pemilu 1971, Demokrasi Semu,

https://nasional.kompas.com/read/2014/01/11/1932246/Pemilu.1971.Demokrasi.Semu

, (Diakses pada 4 Desember 2018 pukul 17.25 WIB).

Page 106: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

88

yang dilakukan oleh pemerintahan, baik itu mengenai politik maupun

ekonomi yang sesuai dengan slogan pemerintah, yakni pembangunan.

Lewat kerja sama dengan lembaga think-thank CSIS, Suara Karya

mencoba untuk memberikan berbagai perkembangan berita

pemerintahan kepada masyarakat yang ada di berbagai pelosok negeri.203

“Untuk itu harian “Suara Karya” sebagai pembawa suara Golongan

Karya tidak sadja berusaha menterdjemahkan kebidjaksanaan2

pemerintah, djuga sedjauh mungkin mentjoba menjuarakan aspirasi

dan dinamik jang hidup dalam masjarakat. Apakah harian ini telah

berhasil mengabdikan dirinja dalam pengertian itu tentulah para

pembatja sendiri jang berhak menilainja.”204

Sebagai media partisan Golkar, Suara Karya juga menjadi

penghubung antara pemerintahan pusat, yang dikuasai Golkar tentunya,

dengan kader-kader Golkar yang berada di daerah. Sebab, Suara Karya

sendiri memanglah menjadi corong utama dalam memberikan

perkembangan kebijakan pemerintah pusat. Media harian ini menjadi

lingkaran pertama dalam menyebarkan informasi dari pemerintah pusat,

baik itu kebijakan politik maupun kebijakan ekonomi.205

Dengan modal politik seperti itu, Suara Karya mencoba merebut

pasar pembaca. Seperti dijelaskan sebelumnya, pada tahun pertama

terbit, Suara Karya mampu menerbitkan sebanyak 25 ribu eksemplar. Di

tahun 1972, Suara Karya berhasil mencetak lebih dari dua kali lipat,

yakni 57,4 ribu eksemplar. Sedangkan di tahun 1973, terbitnya Suara

203 Ricky Rachmadi dkk, 32 Tahun Suara Karya: Berlayar Menembus Zaman,

5. 204 Satu Tahun Mengabdi, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 11 Maret 1972. 205 Ricky Rachmadi dkk, 32 Tahun Suara Karya: Berlayar Menembus Zaman,

23.

Page 107: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

89

Karya semakin naik mencapai 67,75 ribu eksemplar. Barulah pada tahun

1974, Suara Karya mengalami penurunan yang berjumlah 60,9 ribu

eksemplar. Persentase pembaca Suara Karya pun terbagi ke dalam dua

kategori, yakni dari kalangan instansi dan masyarakat umum. Pada 1972,

dari 57,4 ribu eksemplar, persebaran pembaca dari kalangan masyarakat

umum mencapai 90,6%, sedangkan dari kalangan instansi mencapai

9,4%. Tahun 1973, pertumbuhan pembaca dari kalangan instansi

pemerintahan meningkat m enjadi 16,4%, sedangkan dari pembaca

umum menjadi 83,6%. Di tahun 1974, pembaca dari kalangan instansi

bertambah mencapai 16,8% dan dari kalangan masyarakat berjumlah

83,6%.206

Seiring berjalannya waktu, Suara Karya mencoba untuk melepas

citranya yang melekat kuat dengan Golkar. Pertumbuhan media massa

dan semakin kritisnya masyarakat akan informasi membuat harian ini

harus tetap bertahan hidup demi memenuhi kebutuhan pembaca. Sekitar

tahun 1982 hingga 1987, Suara Karya mencoba menjaga jarak dengan

Golkar. Menurut Pemimpin Redaksinya waktu itu, Syamsul Bisri,

mengatakan bahwa Suara Karya memberikan kritiknya terhadap Partai

Golkar. Lebih lagi, mereka juga memberikan porsi pemberitaan yang

lebih banyak terhadap dua partai lainnya, yakni Partai Demokrasi

Indonesia (PDI) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). 207

Tak hanya itu, Suara Karya juga memisahkan pengelolaan media

dari Partai Golkar. Sebelumnya, media ini dikelola oleh sebuah Yayasan

Suara Karya, yang statusnya langsung di bawah naungan Partai Golkar.

206 Rizal Mallarangeng, Pers Orde Baru: Tinjauan Isi Kompas dan Suara

Karya, 67-69. 207 Rizal Mallarangeng, Pers Orde Baru: Tinjauan Isi Kompas dan Suara

Karya, 67-69.

Page 108: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

90

Seperti dijelaskan di atas, Harian Suara Karya memang menjadi sebuah

media yang menghubungkan antara petinggi dengan kader Golkar yang

berada di bawahnya. Dengan demikian, rumus para pembaca Suara

Karya adalah para kader Golkar yang mendominasi struktur

pemerintahan. Hal ini kemudian disadari oleh para pengurus Suara

Karya karena media ini tidak akan bisa bergantung terus menerus kepada

para pembaca yang memiliki latar belakang partai. Perubahan orientasi

pembaca ini yang menyebabkan harian Suara Karya mengganti

manajemen organisasinya.208 Pada 1 Maret 1986,209 Yayasan Suara

Karya selaku institusi yang membawahi media ini diganti dengan PT.

Suara Rakyat Membangun. Perubahan ini diharapkan mampu untuk

mengubah citra Suara Karya, yang awalnya merupakan media partisan

menjadi media umum sekaligus independen, terhadap para pembacanya.

210

Selain media harian, Suara Karya juga memiliki beberapa

produk jurnalistik lain. Beberapa bulan setelah edisi pertama terbit,

Suara Karya menerbitkan media cetak mingguan bernama Suara Karya

edisi Minggu (SKM). Berbeda dengan edisi harian yang cenderung lebih

serius, SKM berisi kumpulan berita soft yang ditujukan untuk para

remaja dan keluarga. Di dalamnya berisi kumpulan berita yang

208 Roos Anwar, Penampilan Informasi Pembangunan di Surat Kabar

Indonesia (Suatu Perbandingan Melalui Analisis Isi Berita Pembangunan di Harian

Suara Karya dan Harian Suara Pembaruan), (Tesis, Program Pascasarjana,

Universitas Indonesia, 1992), 66-67. 209 Arief Hidayat, Pemimpin Redaksi Suara Karya Bantah Korannya Akan

Tutup, https://nasional.tempo.co/read/766858/pemimpin-redaksi-suara-karya-bantah-

korannya-akan-tutup/full&view=ok, (Diakses pada 19 Maret 2019 pukul 16.35 WIB). 210 Ricky Rachmadi dkk, 32 Tahun Suara Karya: Berlayar Menembus Zaman,

23-24.

Page 109: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

91

bertemakan olahraga, hiburan, sastra, hingga budaya.211 Selain cetak,

Suara Karya juga melebarkan sayapnya ke media berbentuk daring. Pada

1999, Suara Karya membuat situs www.suarakarya-online.com atau

yang dikenal dengan nama Suara Karya Online (SKO). SKO diharapkan

mampu untuk beradaptasi dengan tuntutan zaman yang mengharuskan

berbagai media untuk beralih ke ranah teknologi. Keberadaan SKO ini

juga terpisah dari divisi media cetak Suara Karya. 212

Dari uraian di atas, penulis ingin mengemukakan peranan Suara

Karya dalam periode pemerintahan Orde Baru, tepatnya pada tahun 1971

hingga 1974. Bab ini akan menjabarkan pandangan media Suara Karya

terhadap berbagai kebijakan pemerintahan Soeharto, khususnya

kebijakan politik dan ekonomi, melalui rubrik tajuk rencana. Dalam

pembuatannya, Tajuk Rencana sendiri ditulis oleh pihak redaksi Suara

Karya. Mereka bertanggungjawab ketika ada opini yang berisi tentang

berita-berita yang bahasannya di luar partai. Namun jika Tajuk Rencana

memuat opini tentang Partai Golkar, maka pembuatannya melibatkan

pihak Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Golkar. Pihak DPP Golkar

akan memberikan kisi-kisi terkait penulisan tajuk sebelum koran

diterbitkan. Singkatnya, pihak DPP Golkar turut berperan dalam

pembuatan Tajuk Rencana apabila bahasannya berisi tentang dinamika

yang turut melibatkan partai.213

Setelah penulis telisik, Tajuk Rencana Suara Karya terbagi ke

dalam berbagai topik, yaitu pandangan tentang Soeharto, isu

211 Ricky Rachmadi dkk, 32 Tahun Suara Karya: Berlayar Menembus Zaman,

5. 212 Ricky Rachmadi dkk, 32 Tahun Suara Karya: Berlayar Menembus Zaman,

39-41. 213 Wawancara dengan Agoes Sofyan, Ciputat, 10 Juli 2019 pukul 22.00 WIB.

Page 110: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

92

pembangunan, isu politik, hingga bagaimana Suara Karya menanggapi

kritik. Namun, adanya keterbatasan sumber menjadi masalah tersendiri

dalam penelitian ini. Sebelumnya dijelaskan, Harian Suara Karya sudah

terbit sejak 11 Maret 1971. Namun, penulis hanya dapat menemukan

cetakan harian itu pada terbitan Agustus 1971. Penulis menyadari, masih

ada beberapa tema yang nantinya tidak terbahas dalam bab ini

dikarenakan terbatasnya sumber dan minimnya penelitian khusus yang

membahas Suara Karya. Terlepas dari masalah di atas, analisis

mengenai Tajuk Rencana tersebut akan dijelaskan lewat penjabaran

berbentuk sub bab di bawah ini.

A. Pandangan tentang Soeharto

Masa transisi pemerintahan Orde Lama (Soekarno) ke Orde Baru

(Soeharto) sebenarnya sudah dimulai sejak penandatanganan

Supersemar 1966. Seperti dijelaskan bab sebelumnya, kepemimpinan

Soekarno digantikan Soeharto disahkan melalui ketetapan MPRS Nomor

XLIV Tahun 1968. 214 Sesuai amanat itu, Soeharto sendiri memiliki

beberapa tugas dalam periode pemerintahannya, yakni menciptakan

stabilitas politik dan ekonomi, menyusun dan melaksanakan repelita,

melaksanakan pemilu sesuai TAP MPRS No. XLII/68, mengembalikan

ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengikis habis G30S, serta

melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan aparatur negara secara

menyeluruh, baik di tingkat pusat maupun daerah.215 Kemudian,

214 Peter Kasenda, Sarwo Edhie dan Tragedi 1965, 168. 215 Pertanggungan Jawab Presiden, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 13

Maret 1973.

Page 111: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

93

Soeharto kembali menjadi Presiden ketika dilaksanakannya Pemilu yang

diselenggarakan pada 5 Juli 1971.

Suara Karya menyebutkan, transisi pemerintahan melalui

Supersemar 1966 ini menjadi sebuah hari bersejarah dalam tonggak

kemenangan pemerintah Orde Baru. Soeharto dianggap sebagai jalan

pembuka bagi bangsa Indonesia dalam meneruskan perjuangan,

terutama di bidang pembaruan dan pembangunan.216 Menurutnya,

Soeharto menjadi sebuah solusi untuk membangun kembali sebuah

warisan yang ditinggalkan oleh pemerintahan Orde Lama.

“Rongsokan jang diwarisi pemerintah Suharto dari redjim orde lama,

tak memungkinkan kita untuk mentjiptakan kesempurnaan sekaligus

dalam waktu pendek dengan kemampuan2 jang terbatas. Semua ini

memerlukan suatu sistem prioritas jang sepenuhnya harus didasarkan

pada data2 objektif tentang diri sendiri. Untuk itu perlu ada keberanian

mengenal diri, sebagaimana adanja, dengan penuh kedjudjuran,

sebagai salah satu sarana mutlak diperlukan guna mentjapai tudjuan2

selandjutnja. Dalam hal ini peranan mereka jang menamakan dirinja

pemimpin rakjat adalah sangat menentukan.”217

Dari tulisan di atas, Suara Karya menunjukkan sikap optimisnya

kepada Presiden Soeharto untuk memberikan kesempatan dalam

memimpin Indonesia. Media ini menganggap bahwa sosok Soeharto

mampu memberikan arah terhadap kebangkitan Indonesia, khususnya

dalam unsur pembangunan. Suara Karya kembali mempertegas makna

pembangunan yang digaungkan oleh Soeharto.

216 Satu Tahun Mengabdi, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 11 Maret 1972. 217 26 Tahun Merdeka, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 16 Agustus 1971.

Page 112: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

94

“Dalam sebuah pidato kenegaraan didepan Sidang Pleno DPRGR pada

tanggal 16 Agustus Presiden Suharto untuk kesekian kalinja

membitjarakan masalah pembangunan dengan menekankan bahwa

proses pelaksanaannja harus dipertjepat, sebab rakjat sudah ingin

segera menikmati hasil kemerdekaan, sedangkan djumlah dan

kebutuhannjapun makin lama makin bertambah.

Dalam pembangunan masjarakat, ekonomi merupakan faktor jang

sangat penting, sebab itu dalam rangka dan proses pelaksanaannja

Pemerintah sampai tahap tahun ini tetap memberikan prioritas dibidang

ekonomi jang dianggap dapat mengambil peranan jang menentukan.

Kebidjaksanaan jang memang tepat dan sudah mulai memperlihatkan

hasil positifnja.”218

Dengan terpilihnya Soeharto sebagai pemimpin baru, Suara

Karya berpandangan bahwa Soeharto adalah tonggak utama dalam

pelaksanaan pembangunan dalam negeri. Suara Karya mengharapkan

bahwa Soeharto menjadi sebuah tokoh yang akan menjalani era baru bagi

pembangunan Indonesia.

“Pemilu telah menundjukkan bahwa Pemerintah mampu

menggerakkan rakjat dan berhasil mengadakan perubahan2 jang

strukturil sifatnja dan mudah2an dalam rangka menudju kepada

kesedjahteraan dan pendewasaan rakjat, Pemerintah djuga mampu

mendorong masjarakat untuk melihat, menerima, dan menghajati nilai2

baru jang dibutuhkan untuk pelaksanaan dalam proses pembangunan

serta modernisasi dalam djangka 25 tahun mendatang.”219

218 Pembangunan jang Menjeluruh, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 22

Agustus 1971. 219 Pembangunan jang Menjeluruh, Tajuk Rencana Suara Karya edisi 22

Agustus 1971.

Page 113: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

95

B. Menyuarakan Pembangunan

Seperti tujuan awalnya, Suara Karya memang difungsikan untuk

menyuarakan kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh

pemerintahan, baik itu mengenai politik maupun ekonomi kepada para

pembacanya. Dalam tajuk rencana pertamanya yang berjudul Missi

Suara Karya, jelas tertulis bahwa pembangunan menjadi poin penting

bagi Suara Karya untuk melaksanakan cita-cita bangsa Indonesia ke arah

yang lebih baik.

Dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya, ekonomi merupakan

unsur terpenting dalam pelaksanaan pembangunan. Namun, Suara

Karya berpendapat bahwa pembangunan tak hanya mengkhususkan

terhadap poin ekonomi saja. Harian ini menuturkan bahwa pembangunan

tidak mencakup bidang materi saja, tetapi juga melibatkan bidang

spritiual, sosial, budaya, intelektual, serta kesusilaan.

“Kita bertitik tolak dari filsafat Pantjasila, jang melihat manusia

sebagai kesatuan harmonis antara badan dan djiwa, sehingga dalam

hidup, aktivitas serta keputusannja selalu didasari dan digarisi oleh dua

dimensi materiil dan spirituil jang saling kait-mengait, lagi pula sama

esensiil dan fundamentilnja dalam pribadi manusia. Sebab itu dalam

rangka perkembangan pribadi jang harmonis, pembangunan materiil

setjara eksplisit harus diimbangi dengan pembangunan dibidang

spirituil, dan peningkatan hidup materiil harus didjamin dengan

peningkatan hidup spirituil (djadi hidup spirituil tidak terbatas dalam

kehidupan keagamaan sadja, tetapi dalam arti jang lebih luas, jaitu

mentjakup bentuk2 hidup intelektuil, kesusilaan, sosio-budaja, politis).

Pembangunan jang diorientasikan pada peningkatan hidup ekonomi

semata2 memang akan membawakan pengaruhnja dalam bidang

mental-spirituil, akan tetapi tidak setjara otomatis mendatangkan

Page 114: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

96

perbaikan serta peningkatan kesadaran mental-spirituil. Dan disinilah

letak perbedaannja dengan pandangan marxistis, jang meredusir

bentuk2 mental-spirituil (sosial dan politik) sebagai projeksi belaka

dari relasi2 ekonomi.”220

Dalam hal ini, Suara Karya memaknai bahwa unsur-unsur non-

materi juga merupakan hal yang penting. Bahkan, media ini berpendapat

kemungkinan perombakan mengenai mental masyarakat juga perlu

diubah. Karena pada hakikatnya, apabila mental masyarakat masih

saklek, pembangunan secara ideal tak akan pernah terwujud.

“Djelaslah bahwa untuk melaksanakan pembangunan dan modernisasi

dibutuhkan adanja partisipasi rakjat, dan partisipasi hanja diberikan

dengan sepenuhnja djika ada kesadaran dan penghajatan nilai2 jang

tjukup dinamis. Perombakan sistim nilai2 bukanlah perhitungan

matematis, tetapi proses rohani jang dialektis dan membutuhkan waktu

jang lama. Proses perombakan nilai dapat dipertjepat apabila

Pemerintah mengarahkan wewenang serta kekuasaannja dalam bentuk

keputusan, tindakan, lagi pula memanfaatkan lembaga2 jang ada dalam

bentuk perundang2an dan lain2. Tudjuan undang2 tidak hanja

terdjadinja perbuatan2 jang taat pada undang2, tetapi djuga manusia2

jang taat, sebagai sumber dari perbuatan jang baik. Dengan demikian

undang2 sekaligus mempunjai aspek pedagogis.”221

Dari unsur-unsur pembangunan di atas, kebijakan sosial juga

menjadi perhatian dari Suara Karya. Unsur kebijakan sosial yang turut

220 Pembangunan jang Menjeluruh, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 22

Agustus 1971. 221 Pembangunan jang Menjeluruh, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 22

Agustus 1971.

Page 115: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

97

disoroti harian ini adalah masalah pertumbuhan penduduk. Demi

memperbaiki masalah itu, pada 6 September hingga 4 Oktober 1971,

Pemerintahan Orde Baru akan melaksanakan sensus penduduk. Sensus

penduduk, menurut Suara Karya, bertujuan untuk mendapatkan data

kependudukan yang menjadi landasan untuk pembangunan, terutama di

bidang kesejahteraan sosial.

“Selama ini masalah penduduk dengan segala seginja, merupakan salah

satu faktor utama penghambat pembangunan. Salah satu tjontoh,

peningkatan produksi beras, umpamanja, jang tidak didasarkan pada

djumlah penduduk dan peningkatannja jang rill (karena belum adanja

sensus), dapat dikatakan selalu mengalami perhitungan jang kurang

tepat. Demikian pula fasilitas2 pendidikan, dan lain2.

Salah satu aspek sangat penting dari hasil sensus ini nanti adalah

masalah man-power (ketenaga-kerdjaan). Banjak sinjalemen

mengatakan, bahwa sekarang ini terdapat pengangguran para sardjana.

Tapi dilain pihak kita merasa kekurangan tenaga2 ahli dan

berpendidikan. Suatu paradox djustru pada saat kita sedang

melaksanakan pembangunan.

Untuk itu perlu adanja man-power planning jang menjeluruh. Dan ini

hanja mungkin dilakukan dengan adanja keterangan2 jang lengkap dan

terperintji mengenai kependudukan jang akan diperoleh melalui

sensus.”222

Selain masalah sensus penduduk, Suara Karya turut berkomentar

soal masalah transmigrasi. Transmigrasi sendiri merupakan sebuah

program yang bertujuan untuk mengendalikan persebaran penduduk

222 Sensus Penduduk 1971, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 6 September

1971.

Page 116: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

98

yang terlalu banyak berpusat di Pulau Jawa. Masalah persebaran

penduduk yang tidak rata, menurut Suara Karya, sudah muncul sejak

zaman kolonial Belanda. Pemerintahan Hindia-Belanda kemudian

menerapkan kebijakan transmigrasi kepada penduduk yang berada di

Pulau Jawa dengan cara mempekerjakan mereka di luar Pulau Jawa,

demi kepentingan penjajah juga tentunya.

Pada zaman kemerdekaan, transmigrasi tetap menjadi masalah

utama pemerintahan Orde Lama. Suara Karya menyebut, transmigrasi

saat itu masih belum memberikan hasil yang signifikan. Mereka

mengganggap ada beberapa aspek yang kurang diperhatikan, seperti

biaya, mental-sosiologis, hingga sarana pendukung transmigrasi.

Masa pemerintahan Orde Baru, Soeharto melantik Prof. Dr.

Subroto untuk memimpin Departemen Transmigrasi dan Koperasi.

Dalam pelantikannya, Subroto mengatakan bahwa transmigrasi

memerlukan niatan suka rela untuk pindah ke luar Pulau Jawa. Faktor

kedekatan dengan daerah asal juga berperan penting dalam program

transmigrasi tersebut. Dari pernyataan itu, Suara Karya turut angkat

bicara lewat tulisannya di Tajuk Rencana.

“Tentang unsur daja tarik, kiranja perlu mendapat perhatian pelbagai

aspek jang menjangkut pembangunan sarana-sarana jang diperlukan,

antara lain djenis2 projek; apakah dalam bentuk centra ekonomis jang

berwudjud pabrik dll, ataukah sarana untuk membuka hutan dan

lapangan baru. Dalam hal ini aspek menumbuhkan semangat pionir

kiranja tak boleh diabaikan.

Tentang unsur hubungan dengan daerah asal, hal ini perlu mendapat

pemikiran dan pengolahan lebih landjut. Memang benar bahwa unsur

tersebut selama ini tjukup banjak mempengaruhi usaha2 transmigrasi.

Tapi selain dari bertudjuan mengurangi kepadatan penduduk Djawa,

Page 117: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

99

transmigrasi djuga mempunjai aspek lain jang tak kurang penting, jaitu

pembinaan bangsa sebagai kesatuan.”223

Dari tulisan di atas, bisa disimpulkan bahwa Suara Karya juga

menyoroti masalah transmigrasi sebagai masalah yang serius. Oleh

karenanya, media ini tetap optimis kepada pemerintahan selaku

pelaksana kebijakan untuk bekerja secara maksimal.

Selain transmigrasi, kebijakan pemerintah untuk mengatasi

masalah kependudukan di Indonesia adalah program Keluarga

Berencana (KB). Meledaknya jumlah penduduk dan meningkatnya

permintaan lapangan pekerjaan menjadi alasan untuk pelaksanaan

program ini. Bahkan pemerintah Orde Baru memprediksi, masalah ini

juga bisa bermuara ke revolusi sosial yang nantinya bisa terjadi di

Indonesia.

Suara Karya sendiri memprediksi, program KB belum tentu bisa

menyelesaikan masalah ledakan jumlah penduduk. Mereka mengatakan,

apabila KB benar-benar dilaksanakan, maka hasilnya baru bisa menekan

jumlah penduduk dari yang awalnya berjumlah 250 menjadi 238 juta

orang. Mereka juga mengatakan bahwa angkatan kerja yang harus

diserap adalah masyarakat yang lahir pada masa-masa saat itu. “Projek

keluarga berentjana masih berada pada tahap lunturnja.”224

Suara Karya menganggap bahwa KB bukanlah satu-satunya

solusi untuk menanggulangi masalah kependudukan. Mereka

menganalisa bahwa masih ada unsur-unsur yang harus juga diperhatikan

223 Masalah Transmigrasi, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 21 September

1971. 224 Mentjegah Revolusi Sosial, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 13 April

1972.

Page 118: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

100

pemerintahan Orde Baru. Menurutnya, mencegah masalah itu diperlukan

adanya pemerataan ekonomi di masyarakat.

“Untuk berbitjara dalam bahasa jang sering dipakai, sementara itu perlu

diingat bahwa memang supaja bisa dibagi merata, kue nasional harus

ada dulu. Perekonomian sudah harus bisa memberikan hasil, supaja

hasi itu bisa dibagi. Maka kalau diwaktu-waktu jang lalu Pemerintah

kelihatannja tidak memperhatikan keharusan membagi-bagi

pendapatan nasional itu, soalnja adalah karena kita masih para taraf

membuat kue itu supaja ada dulu. Ditjiptakanlah iklim jang

menjenangkan akumulasi modal, supaja ada penghasilan nasional jang

bisa dibagi.

Tetapi bahkan sementara itu, motif supaja hasil pembangunan nasional

jang kita namakan kue itu bisa dinikmati oleh seluruh lapisan rakjat

tidak pernah ditinggalkan oleh Pemerintah. Presiden djuga telah

mengungkapkan bahwa motif itulah antara lain jang didukung ketika

Pemerintah menetapkan untuk hanja menerima kredit2 djangka

pandjang dengan sjarat2 ringan. Disamping itu, berbagai

kebidjaksanaan Pemerintah jang lebih chusus dalam bidang

perdagangan, industri, dan moneter, bahkan djuga pertanian, seperti

bimbingan dan penjuluhan dalam koperasi, projek BIMAS, asuransi

kredit Indonesia, dllsb, semuanja tidak sadja terarah kepada perataan

penikmatan hasil pembangunan, tetapi djuga perataan partisipasi dalam

pembangunan.”225

Walaupun demikian, Suara Karya mengakui bahwa Pemerintah

Orde Baru bukan berarti pemerintahan yang sempurna. Pemerintah

sudah melaksanakan tugas pembangunan dengan sebaik-baiknya.

225 Mentjegah Revolusi Sosial, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 13 April

1972.

Page 119: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

101

Mereka menyarankan, masyarakat hanya tinggal menunggu apa yang

nantinya dijalankan pemerintahan sebagai langkah selanjutnya dalam

melakukan pembangunan ke arah yang lebih baik. Sebab, pembangunan

manusia yang dilancarkan pemeritah memang belum bisa langsung

dilaksanakan begitu saja. Pembangunan manusia memerlukan proses-

proses tertentu yang juga sesuai dengan keadaan yang dialami

masyarakat Indonesia.226

Masalah sosial-ekonomi lain yang dibahas Suara Karya adalah

koperasi. Koperasi sendiri memiliki peran penting dalam perekonomian

Indonesia. Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1 menyebutkan,

Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan. Kemudian dipertegas lagi dalam penjelasan Tajuk

Rencana Suara Karya, bahwa bangunan perusahaan yang sesuai dengan

itu adalah koperasi. Harian ini menyebutkan, pelaksanaan koperasi di

masa Orde Lama masih menggunakan sistem secara komando yang

menyingkirkan pembinaan pengertian dan kesadaran untuk para anggota

koperasi itu sendiri. Menurutnya, koperasi zaman itu hanya dimanjakan

dengan fasilitas-fasilitas istimewa yang keuntungannya hanya

diperuntukkan untuk para anggotanya saja. Tak hanya itu, kebijakan

koperasi juga sekadar kancah pertentangan politik yang cenderung bisa

menghancurkan kepercayaan masyarakat. 227

Dari masalah di atas, pemerintah Orde Baru berusaha untuk

menarik koperasi agar turut berperan penting dalam pelaksanaan

pembangunan nasional. Tahun 1972, Pemerintah mendirikan Lembaga

Jaminan Kredit Koperasi yang telah menyediakan dana sebesar Rp840

226 Perentjanaan Sosial, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 18 Agustus 1972. 227 Pembinaan Koperasi, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 15 Mei 1972.

Page 120: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

102

juta. Dari kebijakan ini, Suara Karya mengharapkan bahwa pemerintah

bisa mencapai sasaran jangka panjang dalam pelaksanaan ekonomi.

“Mengingat tingkat perkembangan sosial ekonomis masjarakat

chususnja dan perekonomian pada umumnja, sudah barang tentu tjara2

mengembangkan perkoperasian disegala sektor kegiatan ekonomi

masjarakat seperti dimasa lalu tidak pada tempatnja lagi dilaksanakan,

apalagi setjara besar2an dan sekaligus. Seharusnjalah sekarang ini

dipilih djenis2 koperasi jang sesuai dengan kegiatan ekonomi dan

lingkungan masjarakat tertentu. Dilingkungan pegawai negeri dan

buruh misalnja, akan sukar diharapkan koperasi konsumsi jang

menjediakan barang2 jang kini banjak dan beraneka ragam dipasar

dengan harga jang stabil. Mungkin koperasi simpan pindjam, terutama

dikaitkan pembangunan perumahan bagi anggotanja, akan lebih

menarik bagi kedua lingkungan tersebut. Sedangkan bagi kaum tani

jang lemah kedudukannja terhadap pasar, kiranja koperasi pemasaran

dan pengolahan hasillah jang kini lebih mungkin untuk tepat

berkembang.”228

Wacana pembangunan lain yang dibahas oleh Suara Karya

adalah proyek miniatur Indonesia yang dikenal dengan Taman Mini

Indonesia Indah (TMII). Seperti dibahas sebelumnya, TMII merupakan

sebuah ide yang digagas oleh Tien Soeharto, istri Presiden Soeharto.

Menurut Suara Karya, pembangunan TMII sarat dengan nilai

kebudayaan yang menjadi harapan nantinya di masa mendatang.

Indonesia sendiri merupakan negara dengan hasil perpaduan budaya-

budaya daerah yang disatukan ke dalam satu negara. Kebudayaan

daerah, lanjut Suara Karya, harus dilestarikan. Sebab kebudayaan daerah

228 Pembinaan Koperasi, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 15 Mei 1972.

Page 121: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

103

merupakan sebuah ciri khas yang melekat dengan kehidupan masyarakat

Indonesia.229

Selain dengan sarat budaya dan ciri khas Indonesia, proyek TMII

juga dianggap Suara Karya sebagai proyek yang menunjang dalam segi

ekonomi. TMII bisa digunakan sebagai unit industri pariwisata yang

akan melibatkan prospek ekonomi. Walaupun proyek ini memakan dana

yang besar, Suara Karya menganggap bahwa dana itu tak akan sia-sia

karena nantinya akan kembali lagi kepada masyarakat.230

Dalam Tajuk Rencana lain, Suara Karya turut membahas tentang

peran pengusaha-pengusaha lokal yang berpartisipasi dalam

pembangunan pemerintahan Orde Baru. Suara Karya berpandangan,

peran pengusaha memanglah bertujuan untuk menumpuk kekayaan

secara individu. Namun di sisi lain, media ini menganggap bahwa

pengusaha lokal menjadi sebuah gerbang baru dalam menciptakan era

pembangunan. Pengusaha nasional, lanjutnya, menjadi sesuatu yang

dibutuhkan dalam kebijakan pembangunan Orde Baru. Dari pengusaha-

pengusaha ini, mereka bisa memberikan pengaruh langsung kepada

masyarakat lain untuk segera terlibat dalam proses kemajuan dalam

negeri. 231

Tak hanya pada pengusaha, Suara Karya juga memberikan

apresiasinya pada Pertamina. Pertamina sendiri merupakan Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan

229 J.A. Dungga, Projek Miniatur “Indonesia Indah”, Tajuk Rencana, Suara

Karya edisi 15 November 1971. 230 Projek Miniatur “Indonesia Indah”, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 16

November 1971. 231 Tanda Penghargaan untuk Pengusaha2 Swasta, Tajuk Rencana, Suara

Karya edisi 2 September 1972.

Page 122: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

104

sumber daya minyak di Indonesia. Pada Januari 1973, Pemerintah

menerbitkan sebuah Undang-Undang No. 8 Tahun 1971 tentang

Perusahaan Tambang Minyak dan Gas Bumi Negara. UU itu mengatur

tentang neraca dan perhitungan laba rugi perusahaan yang telah disahkan

oleh Dewan Komisaris Pemerintah, termasuk Pertamina sendiri.

Pertamina menjadi salah satu badan usaha yang menunjukkan prestasi

gemilang dalam pelaksanaan pembangunan. Terbukti dari hasil ekspor

pada tahun 1972, Pertamina berhasil memperoleh U$1.000juta dari total

neraca ekspor yang keseluruhan pendapatan mencapai U$1.77,5 juta.

Dari perannya itu, Suara Karya mengemukakan bahwa Pertamina

memerlukan sebuah pertanggungjawaban kepada masyarakat demi

terciptanya stabilitas pembangunan. Dari UU itu, tambah Suara Karya,

masyarakat bisa optimis tentang kinerja Pertamina dalam pelaksanaan

pembangunan di Indonesia.232

Pelaksanaan pembangunan era Soeharto tak hanya melibatkan

unsur dalam negeri. Pemerintahan Orde Baru juga memanfaatkan

investor-investor yang berasal dari luar negeri. Kebijakan itu sendiri

tertuang dalam UU Penanaman Modal Asing yang disahkan sejak tahun

1967 lalu. UU inilah yang menjadi landasan pemerintah untuk menggaet

investor asing dalam rangka melaksanakan pembangunan.233 Dalam hal

ini, Suara Karya berpandangan bahwa modal asing bukan menjadi

persoalan kepada negara-negara berkembang seperti Indonesia. Media

ini berkaca dari pengalaman-pengalaman di luar negeri bahwa modal

asing menjadi unsur penting dalam pelaksanaan pembangunan.

232 Pertanggungan Jawab Pertamina, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 24

Januari 1973. 233 Perlu Investment Board Tunggal, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 8

September 1971.

Page 123: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

105

“Memang meningkatnya kecenderungan sekarang ini untuk

menggunakan modal asing bukanlah terbatas pada negara2 sedang

berkembang seperti Indonesia, tapi negara2 yang menurut prinsip

ideologinya semula dengan keras menentang modal asing seperti Uni

Soviet dan RRC umpanya, kinipun membuka pintunya. Walaupun

belum ada pemastian secara konkrit, tapi kabarnya Soviet Uni mulai

menjajagi kemungkinan membuka Siberia untuk modal Amerika

Serikat. Demikian pula RRC mulai mengadakan penjagagan yang sama

untuk mengekploitir potensi perminyakan buminya. Dengan demikian

prinsip2 politik dan ideologi yang betapapun ketatnya terpaksa

mengalah terhadap kenyataan2 yang dihadapi, bila hal itu sudah

menyangkut masalah bagaimana memanfaatkan sebanyak mungkin

kekayaan alaminya demi untuk dapat memberikan taraf kehidupan

yang lebih baik dan maju kepada rakyatnya.”234

Kecenderungan Suara Karya dalam mendukung kebijakan PMA

dibuktikan dengan pandangannya lewat Tajuk Rencana yang berisi

langkah-langkah pemerintah dalam menggaet investor asing. Dalam

beberapa edisi, Suara Karya berkali-kali menulis tentang metode

menggaet investor luar negeri, seperti kedatangan petinggi negara ke

Indonesia, kunjungan Presiden Soeharto ke luar negeri, kerja sama

pemerintahan Indonesia dengan berbagai organisasi.

Pada Agustus-September 1971 misalnya, Suara Karya menulis

Tajuk Rencana yang berisi tentang kunjungan kenegaraan Pemerintah

Belanda ke Indonesia. Mereka menulis empat edisi tentang kedatangan

negara tersebut. Dari keempat tulisannya, Suara Karya sepakat bahwa

234 Penanaman Modal Asing, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 1 September

1972.

Page 124: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

106

kerja sama dengan Belanda membutuhkan kepercayaan lebih, terutama

dalam hal tentang sejarah. Sebab sebelum Indonesia merdeka, Belanda

pernah menjajah pemerintahan Indonesia. Kedua negara harus

menyingkirkan stigma masa lalu dan berani berpandangan ke depan agar

bisa kerja sama lebih lanjut.235

Kemudian, Suara Karya juga menuliskan kerja sama pihak

Indonesia dengan Amerika Serikat. Kerja sama ini diawali dengan

adanya penemuan ladang minyak di Aceh dengan persediaan yang

diduga lebih banyak dari ladang minyak Minas. Penemuan ini membuat

pihak Amerika Serikat untuk memberikan bantuan dana kepada

Indonesia sebesar U$45,7 juta. Suara Karya menganggap bahwa kerja

sama ini tak perlu ditanggapi secara panik. Sebab dengan adanya bantuan

dana, maka sumber kekayaan alam yang ada di Indonesia akan bisa

diolah secara efisien. 236 Esoknya, Suara Karya menuliskan sebuah tajuk

yang berisi tentang kedatangan Menteri Keuangan Amerika Serikat saat

itu, John Conally. Kedatangan yang memakan waktu tiga hari ini

dianggap Suara Karya sebagai kesempatan pemerintah untuk

menjalankan misinya dalam pelaksanaan pembangunan. Pemerintah bisa

belajar dari negara maju seperti Amerika Serikat untuk menjalankan

kebijakan pembangunan ke arah yang lebih baik.

“Dalam rangka kerdjasama jang saling menguntungkan ini, tentu pula

akan dapat dibitjarakan persoalan2 tradisionil, antara lain problem

hubungan dengan antara negara2 sedang berkembang dengan negara2

235 Edisi kerja sama pemerintah Belanda dengan Indonesia tertuang dalam

lima judul Tajuk Rencana Suara Karya dengan judul Selamat Datang edisi 25 Agustus

1971, Tamu Agung dari Nederland edisi 29 Agustus 1971, Pembitjaraan Schmelzer-

Adam Malik edisi 30 Agustus 1971, dan Selamat Djalan edisi 4 September 1971. 236 Memang Tak Perlu Panik, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 4 November

1971.

Page 125: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

107

madju jang selama ini masih selalu berada dalam keadaan pintjang.

Bahkan malah memperbesar gap antara negara2 industri dan negara2

sedang berkembang.”237

Kerja sama ekonomi Indonesia dengan negara lain juga

melibatkan beberapa negara dan organisasi yang tergabung dalam Inter-

Governmental Group on Indonesia (IGGI). Organisasi yang terbentuk

pada tahun 1967 ini memiliki anggota yang terdiri dari Australia, Belgia,

Jerman, Itali, Jepang, Belanda, Inggris, Amerika, Austria, Kanada,

Selandia Baru, Norwegia, Swiss, Bank Dunia, International Monetary

Fund (IMF), Bank Pembangunan Asia (ADB), United Nations

Development Programs (UNDP), serta Organitation for Economic Co-

operation and Development (OECD). Berdirinya IGGI diperuntukkan

untuk memberikan bantuan pembangunan kepada Indonesia.238 Pada

tahun 1967, IGGI memberikan dana U$200 juta, 1968 berjumlah U$320

juta, 1969 mencapai U$500 juta, 1970 sebanyak U$600 juta, 1971

berjumlah U$640 juta, dan pada 1972 bantuannya mencapai U$670

juta.239

Suara Karya menganggap bahwa bantuan dana dari IGGI

merupakan komponen yang menentukan dalam perkembangan

pembangunan Indonesia. Semua bantuan ini, tambahnya, merupakan

bagian dari proses penggerak pembangunan. Bantuan ini memberikan

237 Kedatangan Menkeu AS, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 5 November

1971. 238 M. Faisal, IGGI dan Asal-Usul Utang Luar Negeri Indonesia,

https://tirto.id/iggi-dan-asal-usul-utang-luar-negeri-indonesia-cEW3, (Diakses pada 1

April 2019 pukul 23.56 WIB). 239 Kepertjajaan Tambah Besar, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 16

Desember 1971.

Page 126: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

108

proyek-proyek yang sudah selesai maupun bantuan yang masih terus

berjalan.240 Dengan demikian, Suara Karya turut mengapresiasi langkah

pemerintah dalam mencari bantuan dana untuk pelaksanaan

pembangunan.

Sorotan Suara Karya dalam proses kebijakan pembangunan tak

hanya dalam bentuk apresiasi. Media ini juga memberikan saran dan

masukkan kepada pemerintah untuk melaksanakan cita-cita

pembangunan yang lebih ideal. Menjelang akhir pelaksanaan Pelita I

pada 1973, Suara Karya menganggap bahwa pembangunan yang

dilakukan pemerintahan Soeharto masih sebatas di wilayah perkotaan.

Pembangunan belum mencakup ke bagian-bagian pedesaan. Suara

Karya pun menilai bahwa gejala desentralisasi pembangunan ini yang

menjadi penyebab banyaknya urbanisasi yang dilakukan penduduk dari

desa ke kota karena pelaksanaan pembangunan yang tidak seimbang.241

Suara Karya juga menyorot masalah tentang peran industri kecil

yang ada di dalam negeri. Menurutnya, peran industri kecil, terutama

yang sifatnya industri rumahan, memiliki peran yang penting.

Sayangnya, industri kecil di masa itu belum terlihat menonjol. Pemeritah

sendiri memiliki solusi terhadap masalah tersebut, yakni pembentukan

Panitia Pembiayaan Tekstil Kecil dan Industri Tenun Tangan. Kebijakan

ini diharapkan mampu untuk memperbaiki usaha yang dialami oleh

pihak-pihak industri kecil untuk meningkatkan perusahaannya dengan

baik dengan cara memberikan pinjaman. Dari kebijakan itu, Suara Karya

menilai bahwa solusi kredit bukanlah satu-satunya masalah yang

240 Sidang IGGI jang Akan Datang, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 8

Desember 1971. 241 Renungan 17 Agustus, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 16 Agustus 1973.

Page 127: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

109

dihadapi oleh pengusaha kecil tersebut. Mereka mengatakan bahwa

masih ada unsur yang lebih penting, yakni pemasaran dan mutu barang.

“Mengembangkan industri kecil melalui pembinaan pemasaran dan

mutu ini agaknya akan lebih mempunya hari depan dengan

menggunakan lembaga koperasi. Berbeda dengan pengertian koperasi

yang menjadi kurang begitu menarik selama ini, koperasi2 produksi

semacam itu, disamping dapat menjadi wadah pembinaan dari segi

permodalan, juga harus mampu membina dari segi management pada

umumnya, terutama pemasaran dan peningkatan serta standarisasi

mutu. Agaknya hal ini dapat dimulai dengan menerapkan prinsip

semacam apa yang dilakukan dengan BUUD untuk mengembangkan

Koperasi Unit Desa, dengan membimbing pengusaha2 industri kecil ini

sehingga mereka menyadari bahwa adanya unit2 koperasi seperti ini

memang diperlukan demi perkembangan industri mereka sendiri.”242

Topik selanjutnya yang dibahas Suara Karya adalah masalah

inflasi yang terjadi di Indonesia. Berkaca dari masa lalu, Indonesia

mengalami gejolak inflasi yang cukup besar. Pada 1972, inflasi

mencapai 25%. Kemudian Suara Karya memprediksi bahwa pada 1973,

inflasi nantinya akan mencapai 20%. Media ini berpandangan, faktor

terjadinya inflasi adalah karena sifat ekonomi Indonesia yang cenderung

terbuka dengan internasional. Apabila situasi dunia tengah mengalami

inflasi, maka kondisi ekonomi Indonesia juga akan terpengaruh. Selain

itu, timbulnya inflasi juga disebabkan keadaan negara sendiri, terutama

masalah produksi dan distibusi bahan makanan. Dari masalah di atas,

242 Pengembangan Industri Kecil, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 30

Agustus 1973.

Page 128: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

110

Suara Karya mencoba menyalurkan pandangannya kepada pemerintah

untuk menghadapi inflasi ke depannya.

“Bahwa pembangunan dalam suatu jangka waktu tertentu membawa

pengaruh inflatoir, memang sudah tidak menjadi persoalan. Yang

menjadi masalah adalah, sampai seberapa jauh tenggang waktu antara

peningkatan arus barang selalu bisa diperkecil sehingga pada akhirnya

ia jatuh pada suatu titik yang sama, yang akan menandai tercapainya

stabilisasi.

Masalah lain yang timbul adalah, bagaimana mengatur agar golongan

masyarakat berpendapatan tetap yang biasanya banyak dirugikan

karena terjadinya inflasi, dapat ditolong. Memang dengan menaikkan

gaji pegawai negeri dan upah golongan berpendapatan tetap secara

periodeik misalnya, mereka ini banyak sedikitnya tertolong. Akan

tetapi bila diingat bahwa kenaikan gaji dan upah ini biasanya pula

selalu diikuti dengan kenaikan harga2 yang terjadi dalam pelbagai

sektor kehidupan ekonomi lainnya, maka dalam ukuran daya beli,

kenaikan gaji dan upah itu lambat laun semakin berkurang.”243

Dari berbagai solusi di atas, Suara Karya memberikan saran

kepada pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang

terjadi selama pelaksanaan Repelita I. Sebab tahun 1973 menjadi tahun

terakhir periode Repelita I. Pada 1974 nanti, barulah pemerintah

memasuki periode kedua dalam pelaksanaan pembangunan yang dikenal

dengan Repelita II. Suara Karya sendiri menganalisa poin-poin yang

terjadi dalam pelaksanaan Repelita II dan membaginya ke dalam lima

poin. Pertama, Repelita II merupakan kelanjutan dan peningkatan dari

243 Menghadapi Kenaikan2 Harga, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 23

Oktober 1973.

Page 129: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

111

Repelita I. Kedua, Repelita II akan melaksanaan pembangunan yang

lebih seimbang, baik dalam sektor ekonomi maupun non-ekonomi.

Ketiga, perataan hasil pembangunan mendapat perhatian lebih besar.

Keempat, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup akan

lebih diperhatikan. Kelima, aparatur negara akan lebih dikembangkan

melalui peningkatan kesejahteraan, kemampuan, pengawasan, dan

penertiban administrasi.

“Dari ciri2 pokok dan sasaran2 yang hendak dicapai dengan Repelita

II, agaknya dapat dilihat, bahwa pembangunan yang hendak dilakukan

dalam lima tahun mendatang ini mempunya perbedaan yaf mendasar

dari Repelita I. Bila Repelita I, sesuai dengan mandat yang diberikan

MPRS waktu itu kepada Presiden/Mandataris, adalah bertujuan pokok

rehabilitasi kehidupan ekonomi, maka Repelita II bertujuan, disamping

melanjutkan apa yang telah dikerjakan, juga dan terutama sekali

menjadikan hasil pembangunan bisa dinikmati secara merata.”244

Dari pandangan di atas, bisa dilihat bahwa Suara Karya tetap

optimis dengan kebijakan yang akan dilaksanakan oleh pemerintahan

Soeharto. Media ini berpandangan bahwa nantinya, pelaksanaan

Repelita II haruslah mendapat perhatian khusus dari masyarakat. Dengan

demikian, pemerintah bisa melaksanakan pembangunan masyarakat

Indonesia secara ideal. Walaupun Suara Karya sendiri menilai bahwa

pemerintah sudah melaksanakan tugasnya secara maksimal, namun

program pemerintah tetap perlu mendapatkan apresiasi lebih dari

masyarakat.

244 Rancangan Repelita II dan RAPBN 1974/75, Tajuk Rencana, Suara Karya

edisi 8 Januari 1974.

Page 130: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

112

“Berhasil atau tidaknja pekerdjaan “institutionalization” ini pertama2

tentulah ditentukan oleh “intensitas menanam” jang dilakukan, tetapi

sementara itu masih ada faktor lain jang turut menentukan, dalam hal

ini faktor “kekuatan melawan dari masjarakat” dan faktor “waktu”.

Ketiga faktor ini tidaklah berdiri sendiri2, tetapi harus dilihat dalam

interaksinja satu sama lain. “Intensitas menanam” misalnja mungkin

masih bisa lebih ditingkatkan, tetapi harus pula diingat bahwa

peningkatan “intensitas menanam” bisa mengakibatkan “kekuatan

melawan dari masjarakat” mendjadi lebih besar jang djustru

mempunjai efek negatip terhadap proses penanaman dan penguatan

pranata2 jang dikehendaki. Begitu pula halnja dengan faktor “waktu”,

semakin tergesa2 pekerdjaan pembangunan pranata2 dilakukan, maka

semakin baik hasilnja, namun sebaliknja bila “waktu” penanaman itu

terlalu diulur2 akan bisa sangat memperlemah “intensitas menanam”

jang dalam keseluruhan proses institutionalization berakibat negatip

karenanja. Maka masalahnja bagaimana mengkombinasikan ketiga

faktor tersebut sebaik2nja, sehingga dapat diperoleh hasil jang

seoptimal2nja dalam proses “institutionalization” dalam rangka

pembaharuan dan pembangunan tadi. Dan ini adalah tugas dari semua

komponen masjarakat untuk terus menerus mendjaga agar kombinasi

ketiga faktor itu dalam kedudukan jang betul2 optimal, hal mana hanja

mungkin dipenuhi apabila kita berdiri diatas realitas masjarakat sebagai

pangkalan bertolak serta selalu memahami perkembangan masjarakat

dalam dinamiknja.”245

245 Satu Tahun Mengabdi, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 11 Maret 1972.

Page 131: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

113

C. Mengulas Dinamika Politik

Seperti dijelaskan di awal, tujuan dibentuknya Harian Suara

Karya memang diperuntukkan untuk menerjemahkan kinerja pemerintah

kepada masyarakat selaku pembaca. Selain condong kepada pemerintah,

Suara Karya juga condong kepada Golkar sebagai kendaraan Soeharto

menuju tahta kekuasaan. Dari latar belakang itu, beberapa tajuk rencana

Suara Karya pun tak luput untuk membahas Golkar. Pascapemilu 1971,

Suara Karya menuliskan kepercayaan masyarakat terhadap Golkar lewat

tulisan berikut.

“Dalam hubungan ini kiranja perlu ditjatat, bahwa Golkar tentunja

commited untuk memperdjuangkan kepentingan seluruh rakjat sesuai

dengan program djangka pendek maupun djangka pandjang (25 tahun)

jang telah berulang kali dikemukakannja. Tapi bukan hanja

kepentingan sebagian sadja, atau sebagian mereka jang menganggap

dirinja berjasa. Karena seperti dikatakan Presiden Suharto, jang

menang dalam pemilu jang lalu adalah rakjat seluruhnja.”246

Menurut Suara Karya, tujuan Golkar adalah menyukseskan

pembangunan yang tengah dijalankan oleh pemerintah. Dari

pembangunan ini, maka pemerintah sedang menciptakan kehidupan

ekonomi dan demokrasi yang sehat. Apabila pembangunan tak sukses,

maka pemerintah tak bisa menjamin akan terciptanya perbaikan dan

peningkatan kehidupan masyarakat. Dari tujuan inilah, masyarakat

memilih Golkar dalam Pemilu 1971 lalu.

246 Kelesuan & Overacting, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 3 September

1971.

Page 132: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

114

Untuk melaksanakan program pembangunan berjangka panjang

itu, Golkar selaku pemenang membutuhkan langkah-langkah. Selepas

pemilu, Suara Karya menyebut bahwa Golkar tengah melakukan

konsolidasi di internal pemerintahan. Menurutnya, Golkar tengan

menata kembali organisasi yang nantinya akan disusul dengan

pembentukan lembaga pemerintahan (DPD) di beberapa daerah.

Langkah Golkar ini dinilai Suara Karya sebagai langkah politik yang

sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang termaktub dalam

Pembukaan UUD 1945.247

Geliat Golkar selanjutnya kemudian tertuju pada pembentukan

Korps Pegawai Negeri (Korpri). Korpri sendiri dibentuk pada 29

November 1971 lewat Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971. 248

Pembentukkan Korpri diperuntukkan untuk menghimpun segenap

pegawai negeri untuk tidak memosisikan dirinya sebagai partisan politik.

Suara Karya berpandangan, terbentuknya Korpri sendiri dikarenakan

agar para pegawai negeri tidak berafiliasi dengan partai politik sekaligus

menanamkan ideologi Pancasila yang didengungkan oleh pemerintah

saat itu. Deparpolisasi pegawai negeri, lanjutnya, menjadi suatu langkah

awal dalam proses permulaan yang dinamakan dengan istilah

monoloyalitas.

“Pembinaan monoloyalitas tersebut penting sekali artinya demi

terpeliharanja kontinuitas kegiatan administrasi negara jang sekaligus

mewujudkan terselenggaranja fungsi pemersatu bangsa (integrative

247 Golkar sebagai Akselerator Pembangunan, Tajuk Rencana, Suara Karya

edisi 20 Maret 1972. 248 Petrik Matanasi, Sejarah Korpri dan Cara Soeharto Mempolitisasi

Pegawai Negeri,

https://tirto.id/sejarah-korpri-dan-cara-soeharto-mempolitisasi-pegawai-negeri-c97N,

(Diakses pada 9 April 2019 pukul 00.44 WIB).

Page 133: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

115

function) dari lembaga administrasi negara tersebut. Tidak boleh tidak

monoloyalitas ini mengandung makna lebih landjut sebagai suatu

usaha untuk meningkatkan pengabdian pegawai negeri pada tugas dan

djabatannya melalui merit system dan career service planning jang

dimasa lalu di abaikan.”249

Walaupun dalam kenyataannya, para anggota Korpri ini

diwajibkan berafiliasi terhadap Golkar. Semua pegawai negeri

diwajibkan untuk memilih Golkar dalam pelaksanaan pemilu

mendatang. Apabila pegawai negeri ini tidak patuh, maka mereka

diancam akan dimutasi ke daerah terpencil di Indonesia. 250

Tak hanya di dalam instansi pemerintahan, Golkar juga

melebarkan sayapnya ke dalam lingkungan masyarakat lewat

mengaktifkan kembali program Rembug Desa. Suara Karta menulis,

pembentukan kembali Rembug Desa dikarenakan berkaca dari

pandangan masa lalu. Saat itu, banyak masyarakat desa yang memiliki

kecenderungan terhadap partai-partai politik. Rembug Desa ini

diharapkan mampu menyalurkan aspirasi dalam lingkungan pedesaan,

membina mastarakat, serta menghayati asas-asa dan tujuan kehidupan

bersama pada ruang lingkup nasional.251

“Ini berarti, lebih daripada sekedar menginginkan pengaktipan

lembaga rebug-desa itu, jang ditudju adalah membuat lembaga itu

kreatif berpartisipasi dalam pembangunan, suatu hal jang sulit untuk

249 Pantjasilaisasi Pegawai Negeri, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 18

April 1972. 250 Petrik Matanasi, Sejarah Korpri dan Cara Soeharto Mempolitisasi

Pegawai Negeri, https://tirto.id/sejarah-korpri-dan-cara-soeharto-mempolitisasi-

pegawai-negeri-c97N. 251 Demi Kontinuitas Kehidupan Nasional, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi

10 April 1972.

Page 134: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

116

ditjapai dalam suatu suasana politisasi oleh organisasi2 politik. Maka

adalah sangat kekanak2an, djika ada sementara pihak jang

beranggapan bahwa pengaktipan rembug-desa jang menjertai gagasan

floating mass jang ditjetuskan Golkar adalah sebagai suatu usaha jang

bertjorak politik. Djustru sebaliknja, Golkar menghendaki de-politisasi

masjarakat pedesaan dari pola dan tjara berpolitik lama, de-politisasi

jang mungkin lebih tepat disebut de-polarisasi masjarakat pedesaan

dari ideologi politik golongan.”252

Gagasan Golkar di atas dalam mewacanakan depolitisasi

masyarakat, baik itu dalam lingkungan pemerintahan maupun

lingkungan sosial masyarakat, dikenal dengan istilah floating mass atau

massa mengambang. Konsep massa mengambang yang sudah

diperkenalkan pada Pemilu 1971 lalu ini dianggap Suara Karya sebagai

gagsaan pembaruan kehidupan politik, terutama tentang masyarakat di

wilayah pedesaan. Sebab, 85% penduduk Indonesia menempati wilayah

pedesaan.

“Istilah floating mass semakin penting dan berarti lagi setelah diambil

alih dan diutjapkan pula oleh beberapa pedjabat pemerintahan, jang

dalam hal ini memberikan indikasi jang tjukup kuat, bahwa usaha

pembinaan the floating mass itu bukanlah sekedar issue politik belaka,

melainkan setjara sadar telah ditetapkan untuk dilaksanakan, -- tentu

sadja dengan melalui proses per-undang2an. Terlebih2 setelah masalah

pembinaan floating mass tersebut setjara resmi ditjantumkan dalam

strategi politik Golkar dalam rapat kerdjanya baru2 ini.”253

252 Pengaktipan Rembug-Desa, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 19 April

1972. 253 Kenapa Floating Mass, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 23 Maret 1972.

Page 135: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

117

Suara Karya menyambut baik gagasan massa mengambang yang

dicanangkan Golkar dalam rapat kerjanya tersebut. Menurutnya, konsep

ini sangat diperlukan lantaran masyarakat harus fokus kepada strategi

pembangunan yang dijalankan pemerintah. Masyarakat, terutama di

wilayah pedesaan, harus dijauhkan dari sikap-sikap simpati partai politik

agar terhindar dari konflik ideologis seperti di masa pemerintahan

Soekarno. Dari gagasan ini, masyarakat tidak lagi dijadikan target utama

sasaran partai politik demi memperkokoh kekuasaan.

Kebijakan politik lain yang disoroti Suara Karya lainnya yakni

tentang fusi partai. Seperti dijelaskan di bab sebelumnya, fusi partai

adalah suatu peleburan berbagai partai yang kemudian disatukan ke

dalam satu partai. Peleburan partai ini terdiri dari dua kelompok, yakni

kelompok agamis (PPP) dan kelompok nasionalis (PDI). Hanya Golkar

saja yang kebagian jatah dalam konsep fusi partai tersebut. Dalam

kebijakan ini, Suara Karya mendukung apa yang sudah dicanangkan

oleh Menteri Dalam Negeri Amir Machmud tersebut. Menurutnya,

kebijakan ini sudah sesuai dengan pelaksanaan Ketetapan MPRS No.

XXII/1966 yang menuntut adanya penyederhanaan partai agar keadaan

politik menjadi lebih stabil.254 Namun, Suara Karya juga menambahkan

bahwa kebijakan fusi partai ini belm tentu dengan sendirinya

menciptakan iklim politik yang sehat.

“Untuk itu agaknya diperlakukan adanya kondisi kompetitif dalam

bidang program, yang selain akan merupakan proses pengalihan

orientasi yang bersifat edukatif, juga memungkinkan dihasilkannya

program2 yang lebih teruji dengan spectrum yang lebih luas dipandang

dari pelbagai segi. Sudah tentu kompetisi program ini jangan sampai

254 Tentang Fusi Partai, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 5 April 1972.

Page 136: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

118

mengganggupenentuan prioritas, tapi justru disatu pihak hendaknya

dapat memperkuat penentuan prioritas itu, sedangkan dilain pihak lebih

menggairahkan partisipasi masyarakat dalam melaksanakan

pembangunan sesuai dengan prioritas yang telah ditetapkan

bersama.”255

Unsur elemen pemerintahan yang disorot Suara Karya adalah

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). ABRI sendiri

termasuk ke dalam bagian pemerintahan Soeharto. Ini dikarenakan

adanya hak berpolitik dalam ABRI yang dikenal dengan nama

Dwifungsi ABRI. Seperti dijelaskan bab sebelumnya, gagasan

Dwifungsi ABRI dicetuskan oleh Abdul Haris Nasution pada 18

November 1958 di Akademi Militer Nasional. Gagasan Nasution

ditujukan agar militer mampu mengendalikan situasi keamanan yang

lewat lembaga politik, birokrasi politik, partai politik, hingga organisasi

non politik, terutama untuk melawan PKI yang saat itu menjadi musuh

bersama pihak militer. 256

Dalam memandang dwifungsi, Suara Karya berpendapat bahwa

kebijakan ini menjadi salah satu yang terpenting dalam masa

pemerintahan Soeharto. Berkaca dari masa lalu, Suara Karya

menuliskan bahwa ABRI menjadi unsur penting dalam menjaga

kehidupan aman, damai, adil, bahagia, dan sejahtera. Dwifungsi ABRI

menjadi kekuatan sosial dalam menjaga stabilitas politik, entah di masa

kemerdekaan maupun di masa pemerintahan Soekarno. Dalam hal ini,

255 Lahirnya Partai Persatuan Pembangunan, Tajuk Rencana, Suara Karya

edisi 8 Januari 1973. 256 Peter Kasenda, Soeharto: Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan

Selama 32 Tahun?, 6-8.

Page 137: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

119

Dwifungsi ABRI merupakan manifestasi dari keatuan batin, kebulatan

tekad, keinginan, dan kemampuan untuk berjuang membentengi

Republik Indonesia.257

“Kita saksikan ABRI dengan sadar, telah dan sedang membina terus

landasan yang stabil bagi pembangunan, dan mendorong maju

pembangunan itu dengan tidak lupa menyerakan sektor2 pembangunan

kepada ahli2 yang bersangkutan. Seluruh perhatian Bangsa

didorongnya dan diarahkannya kepada pembangunan.”258

Peranan ABRI dalam dwifungsi tak terlepas dari pertentangan

ideologi yang terjadi di masa Soekarno. Saat itu, terjadi pertempuran

horizontal di masyarakat lewat pedebatan ideologis. Di zaman Orde

Baru, satu-satunya ideologi yang masih membekas dan masih dijadikan

perbincangan adalah pengaruh Komunis yang diinisiasi oleh PKI.

Terlebih, masa transisi dari Soekarno ke Soeharto diawali dengan

peristiwa G30S. Dari peristiwa ini, Soeharto menyuarakan bahwa di

masa jabatannya masih ada sisa-sisa dari simpatisan PKI dan para pelaku

G30S.

Hal itu turut pula diamini oleh Suara Karya. Media ini berkali-

kali menyuarakan bahwa masyarakat harus selalu waspada dengan gejala

kebangkitan PKI, baik yang menginisiasi G30S maupun simpatisannya.

Menurutnya, Kaum Komunis bukanlah Komunis apabila mereka

mundur hanya karena kegagalan seperti yang dilakukan ketika adanya

peristiwa G30S. Kaum Komunis akan selalu mencari peluang untuk

257 Perlu Penilaian Berdjangkauan Djauh, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi

8 Oktober 1971. 258 Hari Sumpah Pemuda, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 28 Oktober

1972.

Page 138: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

120

menciptakan perjuangan baru dan akan terus menerus hingga mereka

berhasil. 259

“Sesuai dengan cara kerja sisa2 PKI ini agaknya perlu pula diambil

langkah2 yang lebih intensif untuk mengurangi gejala2 yang isa

berkembang menjadi kontradiksi sosial itu. Misalnya gejala2 di mana

dirasakan jurang antara mereka yang masih hidup miskin cenderung

membesar. Gejala yang menunjukkan bahwa generasi muda semakin

tidak mempunya pegangan menghadapi hari depannya, pengusaha2

ekonomi lemah yang merasa semakin terpojok, peranan modal asing

yang dirasakan cenderung melebihi proporsi sebagai pelengkap, dan

sebagainya.”260

Cara lain untuk menangkal ideologi Komunis yakni dengan

menanamkan ideologi yang sering diserukan Soeharto, Pancasila.

Pancasila sendiri, menurut Suara Karya, merupakan prinsip yang sudah

tertanam dalam masyarakat Indonesia sejak kemerdekaan. Media ini

mengatakan, Pancasila sejak dulu menjadi sebuah ideologi sakti yang tak

bisa dilawan oleh Komunis. Sejak dulu, kaum Komunis selalu gagal

dalam menanamkan ideologinya, mulai dari peristiwa Madiun, Sidang

Konstituante 1956, hingga G30S. Kehancuran Komunis pada 1 Oktober

1965 pun dinamakan dengan peringatan Hari Kesaktian Pancasila. 261

“Dibawah panji2 Pancasila, semua kekuatan yang anti G30S bersatu

dengan melupakan perbedaan2 yang ada di antara mereka sendiri. Daya

pemersatu yang berhasil menyatukan pelbagi kekuatan yang anti G30S

259 Djauhkan Sikap Konfrontatif, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 27

Desember 1971. 260 Menghadapi Sisa2 G30S/PKI, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 29

November 1973. 261 Hari Kesaktian Pantjasila, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 1 Oktober

1971.

Page 139: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

121

inilah yang dinamakan “kesaktian” yang hari ini kita peringati kembali.

Kesaktian dalam arti bahwa pengalaman2 cukup teruji yang kita lalui

membuktikan, bahwa Pancasila yang dapat menampung semua aspirasi

yang hidup dalam masyarakat Indonesia itu, merupakan satu2nya

ideologi yang sampai demikian jauh mampu mempersatukan semua

kekuatan dan golongan yang ada dalam masyarakat.”262

Dari ideologi Pancasila ini, Suara Karya menganggap bahwa

sampai di mana penerapan ideologi ini yang menampung semua aspirasi

masyarakat. Cita-cita masyarakat Indonesia sendiri sudah tertampung

dalam sila ke lima, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dari sana, Suara Karya meyakini bahwa ideologi Pancasila tak akan

terganti dengan ideologi lain. Tinggal masyarakatnya saja yang betul-

betul menerapkan sesuai dengan yang tertanam dalam lima sila

tersebut.263

Dalam menyikapi dinamika politik Orde Baru, Suara Karya

menyatakan bahwa kehidupan politik ideal adalah terciptanya stabilitas

politik. Dari kehidupan politik yang stabil inilah, maka pembangunan

yang dijalankan pemerintahan akan bisa terwujud. Terlebih, pemerintah

juga harus menerapkan prinsip dalam tata cara kehidupan di masyarakat,

seperti pembaruan budi pekerti, moral, serta menciptakan tanggung

jawab demi melaksanakan program-program nasional. Dari sana, maka

262 Hari Kesaktian Pancasila, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 1 Oktober

1973. 263 Hari Kesaktian Pancasila, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 1 Oktober

1973.

Page 140: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

122

rakyat akan turut berpartisipasi dan berkontribusi dalam pelaksanaan

pembangunan yang sesuai dengan kepentingan rakyat itu sendiri.264

“Akhirnya ingin kita tegaskan di sini bahwa jangalah hendaknya kita

mempunyai ilusi yang bukan-bukan, karena kemantapan Pimpinan

Nasional tidak boleh diragukan. Jalan masih panjang bagi kita untuk

membawa kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan bagi rakyat.

Kemantapan dalam Pimpinan Nasional dan kemantapan dalam

kehidupan politik adalah prasyarat bagi berhasilnya pembangunan

untuk membina hari esok yang lebih cerah dan berguna bagi

masyarakat kita. marilah kita buka tahun baru ini dengan menghabskan

isyu2 yang jahat dan kejam dan mengkonsentrasikan pikiran kita pada

penyempurnaan Pelita Kedua.”265

D. Menanggapi Kritik

Seperti dijelaskan sebelumnya, terbitnya Suara Karya memang

ditujukan untuk menjadi corong Golkar. Selain itu, media ini juga

memberitakan capaian-capaian pemerintahan, baik itu mengenai politik

maupun ekonomi yang sesuai dengan slogan pembangunan. Lewat tajuk

rencana, Suara Karya menyampaikan pikirannya lewat awak redaksi

mengenai kebijakan pemerintah agar mudah dicerna masyarakat. Dalam

menyampaikan misi itu, Suara Karya tetap tak lepas dari kritik. Kritikan

terhadap Suara Karya sendiri dilakukan dari berbagai golongan, seperti

partai politik non Golkar, media, hingga mahaasiswa. Berbagai kritikan

ini juga dijawab oleh Suara Karya melalui rubrik tajuk rencananya.

264 Kehidupan Politik yang Kita Inginkan, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi

5 September 1973. 265 Membuka Tahun Baru dengan Menutup Isyu, Tajuk Rencana, Suara Karya

edisi 3 Januari 1974.

Page 141: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

123

Kritik pertama yang menjadi sorotan Suara Karya adalah

mengenai pembangunan TMII. Protes terhadap proyek ini datang dari

kalangan mahasiswa. Dalam tajuk rencana tanggal 30 Desember 1971,

Suara Karya menyimpulkan ada tiga tuntutan yang disuarakan

mahasiswa. Poin pertama adalah pembangunan TMII yang tidak sesuai

dengan prioritas pembangunan pemerintah. Kedua, cara pemerintah

pusat untuk meminta bantuan dana kepada pemerintah daerah akan

berakibat berkurangnya amunisi pembangunan yang dilakukan oleh

pemerintah daerah. Sedangkan poin ketiga berisi tentang akan adanya

penyelewangan terhadap dana sumbangan yang dilakukan oleh

pemerintah pusat kepada para pengusaha. Menurut mahasiswa, para

pengusaha ini memungkinkan adanya tindakan manipulasi, terutama

pada sistem fasilitas.266

Dalam tajuk rencana ini, Suara Karya juga mencantumkan poin-

poin penjelasan yang dijawab oleh pemerintah. Media ini mengutip

perkataan dari Ketua dan Wakil Ketua Project Officer TMII, Ali Sadikin

dan Ali Moertopo. Penjelasan kedua tokoh ini dirangkum Suara Karya

menjadi enam kesimpulan. Pertama, pemerintah tidak menjadikan

proyek TMII sebagai pembangunan prioritas. Maka dari itu, pemerintah

tidak menjadikan anggaran negara sebagai sumber dana proyek itu.

Kedua, pemerintah daerah (Pemda) tidak dipaksa untuk ikut

berpartisipasi dalam pembangunan TMII. Hal ini diperkuat Suara Karya

dengan pernyataan Gubernur Nusa Tenggara Timur yang tidak ikut serta

dalam pembangunan tersebut. Ketiga, pemda juga tidak dipaksa untuk

menyumbangkan dana daerah terhadap pembangunan TMII. Namun

266 Sekarang Sudah Djelas, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 30 Desember

1971.

Page 142: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

124

apabila mereka bersedia, maka pemerintah pusat siap menerima

sumbangan. Keempat, investor tidak terikat dengan keputusan mengenai

pembentukan fasilitas. Investor hanya ditawarkan untuk

menyumbangkan dana terhadap pembangunan TMII. Kelima,

pembangunan tidak ditargetkan selesai dalam jangka waktu tertentu.

Selesainya pembangunan TMII tergantung dari persediaan dana yang

telah dikumpulkan. Poin terakhir, investor swasta diperbolehkan

menerapkan kebijakan yang sekiranya sesuai dengan tujuan

pembangunan.267

Namun, pernyataan ini tetap tidak membuat mahasiswa puas.

Mahasiswa terus menerus menganggap bahwa proyek yang digagas Tien

Soeharto tidak berguna. Dijelaskan dalam bab sebelumnya, Soeharto

menuduh bahwa kritikus TMII bertujuan untuk menggulingkan

pemerintahan yang sah. Ia mengancam akan menggunakan kekuatan

militer apabila protes terus digencarkan kepada istrinya. 268

Pidato ini lantas mendapat sorotan dari Suara Karya. Media ini

menganggap bahwa celoteh Soeharto diibaratkan cara seorang ayah

dalam mengomeli anaknya. Sebagai presiden, apa yang diucapkan

Soeharto adalah untuk membendung gelombang kritik demi tujuan

pembangunan. Suara Karya menyerukan agar semua pihak yang kontra

terhadap pembangunan TMII harus mampu menahan diri.269

“Achirnja suasana berkembang begitu rupa, sehingga Presiden merasa

bahwa demi kepentingan umum wibawanja perlu ditegakkan dengan

keras, bahkan dirasakan orang teramat keras. Ketika Presiden

267 Sekarang Sudah Djelas, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 30 Desember

1971. 268 Akhmad Zaini Abar, 1966-1974: Kisah Pers Indonesia, 185. 269 Seruan Ali Sadikin, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 13 Januari 1972.

Page 143: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

125

menundjukkan sikap ini, kita pertjaja banyak kalangan merasa

tersinggung. Tetapi kita pertjaja sepenuhnja bahwa dalam

mengemukakan semua itu, Presiden membedakan mereka jang

mempunjai iktikad baik dari mereka jang mempunjai iktikad buruk.

Generalisasi tidak pernah masuk dalam proses berfikir orang jang biasa

menundjukkan kebidjaksanaan seperti beliau.”270

Tak hanya Soeharto, Suara Karya juga menjawab berbagai

kritikan terhadap Golkar. Tuduhan ini disuarakan oleh Harian Abadi

lewat tajuk rencananya dengan judul Golkar Berdebat Kusir? Dalam

tulisannya, Abadi mengatakan bahwa permainan politik massa

mengambang yang dimainkan Golkar adalah cara politik yang

mematikan iklim demokrasi di masyarakat. 271

Dalam menanggapi kritikan massa mengambang itu, Suara

Karya beberapa kali menjelaskan mengenai esensi kebijakan tersebut

lewat rubrik Tajuk Rencana. Tuduhan yang dijawab Suara Karya adalah

gagasan massa mengambang sama dengan prinsip negatif yang dipakai

oleh negara dengan paham liberal. Media ini tak menyangkal bahwa

kebijakan massa mengambang memanglah dipakai oleh negara liberal

seperti Amerika Serikat. Namun, Suara Karya menyebutkan bahwa

masih ada negara liberal yang menerapkan sistem partai massa, seperti

Jerman Barat dan Belanda. Sistem partai massa inilah yang diterapkan di

Indonesia dan diterapkan oleh Golkar.272

270 Kehendak Baik Sadja Tidak Tjukup, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 8

Januari 1972. 271 Debat Kusirnya “ABADI”, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 11 April

1972. 272 Sekali Lagi Floating Mass, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 27 Maret

1972.

Page 144: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

126

Kemudian, Suara Karya juga menjawab tuduhan bahwa gagasan

massa mengambang tidak sesuai dengan pasal 27 dan 28 UUD 1945.

Dalam pasal 27 tertulis bahwa segala warga negara bersamaan

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan. Sedangkan pasal 28

berbunyi bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan

pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya, ditetapkan dengan

Undang-Undang. Suara Karya menjelaskan bahwa Golkar tidak setuju

dengan kepengurusan organisasi-organisasi politik yang berada di

tingkat II seperti wilayah pedesaan. Mereka menganggap bahwa

peniadaan organisasi-organisasi partai politik di wilayah pedesaan tidak

bertentangan dengan dua pasal tersebut.273

Suara Karya menegaskan bahwa gagasan massa mengambang

diterapkan untuk mencegah ketegangan-ketegangan konflik ideologi

yang terjadi di masa pemerintahan Soekarno. Menurutnya, jumlah partai

yang besar mampu memberikan doktrin yang akan menghancurkan

stabilitas politik di wilayah pedesaan. Bahkan, perbedaan politik juga

bisa menyebabkan adanya perebutan jabatan yang dilakukan oleh

pemimpin partai di wilayah pemerintahan pusat.

“Boleh sadja “Abadi” berbitjara tentang hak2 azasi dari rakjat desa jang

banjak itu untuk berserikat dan berkumpul, bahkan untuk memperoleh

kepemimpinan dari luar desa sekalipun. Tetapi jang samasekali tak

dapat dimengerti adalah kalau eksistensi hak2 asasi itu selalu

dihubungkan dengan, dan seolah2 tergantung kepada kehadiran

organisasi2 politik di desa2. Padahal fakta selama 20 tahun lebih

membuktikan bahwa kehadiran partai2 didesa hanja menundjukkan

273 Hak Berserikat dan Floating Mass, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 6

April 1972.

Page 145: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

127

inkompetensi dan penjalahgunaan tingkat kesadaran rakjar desa jang

masih sederhana.”274

Kritik lain yang disuarakan Abadi yakni tentang hubungan

Golkar dengan ABRI. Lewat tulisan di Tajuk Rencana, Abadi

menuliskan bahwa Golkar adalah badan penyalur aspirasi strategi dan

politik yang dikehendaki oleh ABRI. Media ini juga berpendapat bahwa

Golkar adalah suatu organisasi politik yang dibina dan dipimpin oleh

ABRI, mirip dengan sistem yang diterapkan oleh Adolf Hitler di Jerman

dan Franco di Spanyol.

Mendapat tuduhan itu, Suara Karya menuding bahwa tuduhan

Abadi sangat naif dan tidak berdasarkan argumen yang jelas. Bahkan,

tindakan Abadi seolah sama dengan yang propaganda yang dilakukan

oleh PKI atau pun Darul Islam (DI). Apabila Suara Karya mengikuti cara

Abadi dalam menyampaikan tuduhan, maka Suara Karya juga

menganggap bahwa Abadi adalah koran yang menjadi corong dari partai

PKI atau pun DI. Walaupun Suara Karya mengakui bahwa tuduhan

seperti ini akan ditolak juga oleh Abadi karena sama-sama tidak

menggunakan argumen yang logis.

“Begitu pula halnja dengan program dan strategi Golkar, adanja suatu

kesamaan dengan kehendak ABRI tidak dengan sendirinja berarti

bahwa Golkar adalah badan penjalur dan pelaksana dari keinginan

ABRI. Dan djika kesamaan itu ada, hal itu memang sudah semestinja,

karena ABRI sendiri merupakan salah satu komponen dari keluarga

besar Golongan Karya. Dalam konperensi persnja baru2 ini, Sekdjen

Golkar Sapardjo telah menerangkan bahwa hubungan antara Golkar

274 Debat Kusirnja “ABADI”¸Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 11 April

1972.

Page 146: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

128

dengan ABRI “bukan semata-mata sebagai partner tetapi lebih dari itu,

sebab Golongan Karya terdiri dari komponen2 ABRI, Pegawai Negeri,

dan komponen non-ABRI, non-pegawai negeri.” Maka adalah logis

djika persamaan itu ada karena setiap sikap dan pendirian jang diambil

oleh Golkar adalah merupakan suatu interaksi diantara komponen2nja,

dimana ABRI termasuk didalamnja.”275

Kritik yang selanjunya disorot Suara Karya adalah isu tentang

investor asing yang disebut cukong. Istilah cukong sendiri berasal dari

bahasa cina yang berarti seseorang dengan pemilik modal tinggi. Dalam

tajuk rencananya, Suara Karya menganggap istilah cukong ditujukan

untuk seorang Warga Negara Indonesia (WNI) keturunan Cina yang

kebetulan mempunyai modal yang masuk ke dalam kategori modal

domestik. Dalam hal ini, Suara Karya mengakui bahwa modal domestik

dari kalangan tersebut juga menjadi potensi yang perlu dimanfaatkan

untuk pembangunan pemerintah. Menurut media ini, tak masuk akal

apabila pemerintah pusat hanya mengandalkan modal asing lewat UU

PMA tanpa memikirkan adanya peluang pembangunan lewat modal

domestik yang sudah diatur dalam UU PMDN No. 6 Tahun 1968.

“Kini munculnya kembali soal percukongan ini menjadi masalah, bisa

saja karena dalam proses pelaksanaan ketentuan2 yang diterapkan UU

bersangkutan terjadi praktek2 yang dirasakan kurang adil dipandang

dari segi pembinaan golongan ekonomi lemah, atau memang UU itu

sendiri belum mencakup ketentuan2 yang secara konkrit

memungkinkan pembinaan tersebut. Dan bila memang demikian

keadaannya, agaknya sudah waktunya pula dipikirkan untuk

mengadakan penyempurnaan2 dalam pelaksanaan atau UU itu sendiri,

275 Inilah Posisi Golkar, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 24 Maret 1972.

Page 147: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

129

hingga kecuali pemberian kelonggaran2 itu dirasakan cukup adil, juga

golongan ekonomi lemah merasa mendapat kesempatan yang

wajar.”276

Timbulnya isu ini dianggap Suara Karya sebagai sebuah pintu

ancaman baru terhadap stabilitas politik. Media ini menyarankan agar

pemerintah segera bersikap dengan isu yang berkembang di tengah

masyarakat tersebut. Walaupun sikap berdiam diri dan menunggu apa

yang terjadi selanjutnya masih menjadi tindakan yang wajar. Namun

Suara Karya menganggap bahwa isu ini harus menjadi perhatian agar

tidak menjalar kepada isu horizontal yang menimbulkan perpecahan di

masyarakat.

“Dalam hubungan ini peninjauan kembali peraturan2 pelaksanaan

penanaman modal yang sedang dilakukan pemerintah seyogyanya

harus dapat menjamin berkurangnya ketidak selarasan, umpamanya

dalam soal perkreditan. Selain itu, perbaikan dan penertiban aparatur

negara yang sedang dilakukan, disamping bertujuan memperbaiki

struktur, prosedur dan personalia, juga harus memungkinkan

terlaksananya pengawasan intern yang memperkecil kemungkinan

terjadinya penyelewangan2, karena pada akhirnya kontrol yang

lemahlah yang lebih banyak menimbulkan kesempatan yang

menjadikan seseorang, pencuri. Efektivitas dari pengawasan intern ini,

disatu pihak harus dijamin dengan sanksi2 yang cukup berat, dan dilain

pihak dengan kepastian hukum bagi mereka yang memegang teguh

ketentuan2 yang ada.”277

276 Issue Percukongan, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 15 November 1972. 277 Cegah Emosi Rasialisme, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 23 November

1972.

Page 148: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

130

Kritik selanjutnya terhadap pemerintahan ditujukan kepada isu

korupsi. Suara Karya dalam Tajuk Rencananya menjelaskan, isu korupsi

diawali dengan kedatangan Ketua IGGI/Menteri Kerja Sama

Pembangunan Belanda, JP. Pronk berkunjung ke Indonesia. Dalam

kunjungan itu, ia mengatakan bahwa penggunaan bantuan IGGI yang

diberikan kepada pemerintah Indonesia telah sesuai dengan ketentuan

yang berlaku. Namun di sisi lain, muncul sebuah pernyataan Pronk

dalam berita di Singapura bahwa Pronk menuduh 30% bantuan IGGI

telah disalahgunakan Indonesia.

Berita ini kemudian ditanggapi oleh beberapa pihak di Indonesia,

termasuk Pronk sendiri. Pronk mengatakan bahwa ia sama sekali tidak

mengatakan apa pun lewat keterangan pers. Kemudian Menteri Negara

Penertiban Aparatur Negara Indonesia, J.B Sumarlin, mengatakan

apabila korupsi telah menjamur, maka pembangunan di Indonesia tak

ada gunanya. Kemudian muncul juga pernyataan Direktur Lembaga

Pendidikan dan Pembinaan Management (PPM), Dr. Kadarman yang

menanggapi pernyataan Sumarlin. Dalam kutipannya di Kompas, ia

mengatakan bahwa korupsi di Indonesia lebih merajalela dibandingkan

masa-masa sebelumnya. Kadarman mengatakan bahwa sebanyak 30%

anggaran dari pendapatan nasional telah dikorupsi oleh para pejabat.

Pernyataan Kadarman kemudian ditanggapi kembali oleh Jaksa Agung

yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Pemberantasan Korupsi (TPK),

Ali Said. Menurutnya, volume korupsi tahun ini relatif mengecil

dibandingkan sebelumnya. Ia melihat dari jumlah uang yang beredar

dibandingkan dengan uang yang dikorupsi. Selain itu, Ali juga

Page 149: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

131

menyatakan bahwa kasus korupsi di Indonesia hingga Juni 1973, telah

ditangani oleh TPK dengan jumlahnya yang mencapai 362 kasus.278

Dari penjelasan di atas, Suara Karya pun turut menanggapi isu

korupsi yang ada di Indonesia. Dalam penjelesannya, media ini

mengemukakan bahwa korupsi memang terbukti ada dan menjadi hal

yang biasa terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Untuk

memberantas korupsi, Suara Karya menganjutkan bahwa pemerintah

harus memenahi sistem pemerintahan dan menertibkan aparatur negara.

Tak hanya itu, para pengkritik korupsi juga perlu menjabarkan data

secara khusus dan bisa dipertanggungjawabkan. Dari data itu,

pemberantasan korupsi akan mampu diberantas oleh pemerintah dan

tidak membingungkan masyarakat.279

Berbagai kritik di atas kemudian berpuncak pada diskusi panel

yang diselenggarakan Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) di

Student Center Universitas Indonesia pada 24 Oktober 1973. Diskusi ini

ditujukan untuk memperingati Sumpah Pemuda sekaligus mengundang

berbagai tokoh lintas generasi. Para hadirin tersebut yakni Menteri Luar

Negeri Indonesia Adam Malik, Mantan Walikota DKI Jakarta Sudiro,

Tokoh Pers sekaligus Pendiri Harian Merdeka BM Diah, Tokoh PSI

Soebadio Sastrosatomo, Mantan Presiden Pemerintah Darurat Republik

Indonesia Sjafruddin Prawiranegara, Tokoh PNI Ali Sastroamidjojo,

Mantan Kepala Staf Angkatan Perang TB Simatupang, dan Dosen

Fakultas Ekonomi UI Dorodjatun Kuntoro-Djakti.

278 Isyu2 tentang Korupsi, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 19 Desember

1973. 279 Isyu2 tentang Korupsi, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 19 Desember

1973.

Page 150: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

132

Usai diskusi, para peserta kemudian menutup acaranya dengan

kegiatan ziarah ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Timur. Di

sana, mereka membacakan ungkapan ketidakpuasan dan tuntutan pada

pemerintah yang dikenal dengan nama Petisi 24 Oktober 1973. Petisi itu

berisi beberapa poin yang di antaranya: meninjau kembali strategi

pembangunan dan menyusun satu strategi yang di dalamnya terdapat

keseimbangan di bidang sosial, politik, dan ekonomi yang anti-

kemiskinan, kebodohan, dan ketidakadilan; segera bebaskan rakyat dari

cekaman ketidakpastian dan pemerkosaan hukum, merajalelanya korupsi

dan penyelewengan kekuasaan, kenaikan harga, dan pengangguran.280

Dalam menyoroti petisi itu, Suara Karya menjelaskan bahwa

masalah yang tercantum sudah berulangkali diucapkan oleh Presiden

Soeharto. Menurut media ini, masalah yang tertulis dalam petisi sudah

dilaksanakan oleh pemerintah lewat Garis-garis Besar Haluan Negara

(GBHN). GBHN sendiri menetapkan bahwa pembangunan juga

memerlukan aspek keadlian dan perataan demi mewujudkan konsep

pembangunan ideal. Selain itu, Suara Karya juga menyarankan bahwa

partisipasi mahasiswa juga diperlukan dalam memperlancar konsep

pembangunan. Dalam kata lain, partisipasi mampu memberikan umpan

balik terhadap penerapan konsep, juga mampu memperbaiki masalah-

masalah yang terjadi dalam pelaksanaan.

“Betapapun perlunya kita setiap kali sama2 mengingatkan kembali

pokok2 masalah yang tercantum dalam Petisi, agaknya lebih perlu lagi

sama2 menginsyafi, bahwa kita sama2 bertanggungjawab

memecahkan masalah dengan cara2 dengan cara2 pelaksanaan yang

280 M.F. Mukthi, Petisi 24 Oktober, historia.id/politik/articles/petisi-24-

oktober-D8Joo, (Diakses pada 12 April 2019 pukul 18.08 WIB).

Page 151: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

133

terbaik. Menekankan kembali apa2 yang telah digariskan dalam GBHN

dengan perincian yang terkait dengan kenyataan2 yang belum

memuaskan seperti dinyatakan Petisi, adalah tanggunghawab setiap

warga negara termasuk generasi muda. Tetapi adalah tanggungjawab

bersama –jadi juga tanggungjawab generasi muda– untuk secara kreatif

menemukan jalan2 pelaksanaannya, baik secara makro maupun

mikro.”281

Kritik mahasiswa mencapai puncaknya pada Peristiwa Malari

1974. Seperti dijelaskan bab sebelumnya, Malari 1974 adalah proses

mahasiswa terhadap kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakei Tanaka

ke Indonesia pada 15-16 Januari 1974. Kedatangan Tanaka sendiri untuk

menanamkan investasi dari dana Pemerintah Jepang yang mendominasi

lewat organisasi Asian Development Bank (ADB) kepada pemerintah

Indonesia. Suara Karya sendiri sudah membahas Tanaka sejak

kemenangannya menjadi Perdana Menteri pada 1972. Menurut media

ini, pemimpin muda seperti Tanaka akan lebih berani dalam mencari

prospek-prospek baru terhadap peluang kerja sama dengan pemerintah

Indonesia. Dari pemerintahan Tanaka yang muda, gesit, dan dinamis,

Suara Karya mengharapkan bahwa akan ada sebuah gagasan baru dan

serta dalam pembangunan untuk Indonesia, juga untuk negara-negara

lain yang ada di Asia Tenggara.282

Setahun kemudian, Suara Karya kembali menuliskan tajuk

rencana tentang peluang kerja sama dengan pemerintah Jepang. Pada

1973, Jepang memang sudah membuka gerbang kerja sama dengan

281 Petisi 24 Oktober dan Partisipasi, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 30

Oktober 1973. 282 Kemenangan Tanaka, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 6 Juli 1972.

Page 152: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

134

negara-negara yang ada di Asia Tenggara. Suara Karya menyoroti

peristiwa demonstrasi yang terjadi di Thailand. Masyarakat Thailand

melakukan protes dengan memboikot barang-barang buatan Jepang. Ini

disebabkan karena kemajuan besar-besaran yang dilakukan oleh Jepang

mendapat sorotan dari berbagai negara di dunia. Negara ini menganggap

perlunya pembatasan terhadap kebutuhan barang-barang impor dari

perusahaan Jepang.

Dalam peristiwa itu, Suara Karya menganggap bahwa kegiatan

bisnis yang dilakukan perusahaan Jepang adalah sesuatu yang wajar

untuk dilakukan. Sebab, bisnis adalah kegiatan moral yang biasa terjadi

dalam kerja sama antar negara. Selama tidak menyimpang dari aturan

yang disepakati, bisnis tetaplah harus berjalan demi kemajuan

pembangunan.

“Hal tersebut tentulah bukan karena kecurangan Jepang, tapi selain

karena posisi obyektif kita waktu itu, juga karena belum seimbangnya

kemampuan bisnis, hingga persoalan kita selanjutnya adalah bagimana

meningkatkan kemampuan bisnis ini. Umpamanya kerjasama

exploitasi hasil2 laut, yang karena posisi kita sewaktu persetujuan

kerjasama ini dimulai, agaknya memang merupakan pilihan yang

paling mungkin diambil. Tapi pengalaman hingga sekarang

menunjukkan, bahwa perlu diadakan penyempurnaan2 yang bukan saja

dapat menjamin kelanjutan persediaan kekayaan laut itu sendiri, tapi

juga sekaligus memberi kesempatan untuk menanggulangi korban2

yang memang tidak terelakkan, seperti terdesaknya nelayan2 kita

sendiri. Demikian pula di bidang2 lain.” 283

283 Sorotan Terhadap Jepang, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 19 April

1973.

Page 153: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

135

Sehari sebelum kedatangan Tanaka, Suara Karya turut

menuliskan apresiasinya lewat Tajuk Rencana. Menurutnya, kedatangan

Tanaka nanti akan membahas tentang pertukaran pikiran antara situasi

Indonesia dengan Jepang, baik itu di masalah ekonomi dan perdagangan

maupun masalah politik dan keamanan yang menyangkut kepentingan

bersama. Media ini berharap bahwa kedatangan Tanaka nantinya akan

menjadikan suatu hubungan antar negara yang serasi, tentunya dengan

konsep hidup saling membutuhkan antar negara-negara di dunia.284

Namun, demonstrasi tetap tak terelakkan. Pada peristiwa Malari

itu, para demonstran pun melancarkan protesnya di seluruh wilayah

Jakarta. Huru-hara pun terjadi. 807 mobil dan motor buatan Jepang harus

dibakar massa, sebelas orang meninggal dunia, 300 orang luka-luka, 114

bangunan rusak, juga 160 kg emas raib dari toko-toko perhiasan.285

Menanggapi peristiwa ini, Suara Karya menyatakan prihatin atas apa

yang terjadi. Media ini menganggap bahwa peristiwa kerusakan yang

dilakukan para demonstran tak bisa ditolerir. Mereka mencela sekeras-

kerasnya terhadap perusakan dan tindakan anarkis yang hakikatnya

adalah mengganggu ketentraman dan keamanan masyarakat.286

“Sebagai mahasiswa, yang seyogyanya telah terlatih didalam berpikir

secara analitis dan tidak berdasarkan emosi, seharusnya telah dapat

memperhitungkan apa yang mungkin akan timbul dan terjadi dari

tindakannya. Seharusnya disadari dan diperhitungkan akibat-akibat

284 Membina Pola Hubungan yang Serasi, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi

14 Januari 1974. 285 Husein Abdulsalam, Malari 1974: Protes Mahasiswa yang Ditunggangi

Para Jenderal, https://tirto.id/malari-1974-protes-mahasiswa-yang-ditunggangi-para-

jenderal-cDe9, (Diakses pada 3 Februari 2019 pukul 17.09 WIB). 286 Suatu Malapetaka Nasional, Tajuk Rencana, Suara Karya edisi 16 Januari

1974.

Page 154: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

136

yang mungkin secara ekstrim akan terjadi dari setiap tindakan. Dan

setiap kemungkinan yang sampai betapa jatuhnya dan betapa

ekstrimnya haruslah diperhitungkan.”287

Akibat peristiwa Malari 1974 ini, pemerintah Soeharto

mengambil tindakan cepat. Mereka menertibkan pelaksanaan hak-hak

dalam berdemokrasi, pers, hingga melakukan penertiban terhadap

kehidupan di dalam universitas maupun sekolah dari berbagai kegiatan

politik. Mereka juga menindak tegas terhadap orang-orang yang

bertindak sebagai provokator dalam kerusuhan Malari.288 Seperti

dijelaskan dalam bab sebelumnya, pemerintah menertibkan beberapa

media massa seperti Indonesia Raya, Nusantara, Harian Kami,

Mahasiswa Indonesia, The Jakarta Times dan Pedoman. Selain itu, 775

aktivis juga turut ditangkap. Beberapa di antaranya yakni Pemimpin

Gerakan Mahasiswa Hariman Siregar, Tokoh PSI Soebadio

Sastrosatomo, Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Adnan Buyung

Nasution dan J.C. Princen, dan akademisi Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.289

Tak hanya itu, pemerintah juga mengambil beberapa langkah

dalam pembenahan struktur politik. Soeharto mencopot Soemitro selaku

Panglima Kopkamtib dan menggantinya dengan Laksamana Soedomo.

Kemudian, Soeharto juga membubarkan lembaga aspri yang diisi oleh

Ali Moertopo dan Soedjono Humardani. Menurut Suara Karya, dengan

287 Pertanyaan kepada Hati Nurani Bangsa, Tajuk Rencana, Suara Karya

edisi 17 Januari 1974. 288 Menegakkan Demokrasi dengan Tanggung Jawab dan Disiplin, Tajuk

Rencana, Suara Karya edisi 18 Januari 1974. 289 Husein Abdulsalam, Malari 1974: Protes Mahasiswa yang Ditunggangi

Para Jenderal, https://tirto.id/malari-1974-protes-mahasiswa-yang-ditunggangi-para-

jenderal-cDe9, (Diakses pada 3 Februari 2019 pukul 17.09 WIB).

Page 155: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

137

peralihan jabatan itu, maka penanganan akibat peristiwa Malari bisa

dilakukan secara efektif dan praktis, serta dapat

dipertanggungjawabnkan sesuai dengan konstitusi yang berlaku.290

Usai terjadinya Malari, Suara Karya pun beranggapan bahwa

masalah terpenting yang harus dihadapi pemerintah adalah

mengembalikan kehidupan ekonomi di atas puing kehancuran. Dalam

Tajuk Rencananya, Suara Karya mengajak masyarakat untuk introspeksi

dari kesalahan yang terjadi. Dari sana, maka Indonesia akan lebih bersiap

dalam menghadapi Rencana Pelita periode II dan menjamin stabilitas

nasional demi pelaksanaan pembangunan. 291

“Kita menyambut gembira keputusan yang diambil Presiden ini, karena

dalam waktu singkat Presiden sudah turun tangan untuk memulihkan

kembali mekanisme Pemerintahan. Dengan adanya dua keputusan

penting ini, jelas sekali bahwa Presiden bertekad untuk melaksanakan

tugas pembangunan untuk mewujudkan kemakmuran dan

kesejahteraan masyarakat dengan kemantapan nasional yang tetap

terpelihara.”292

290 Memulihkan Kembali Mekanisme Pemerintahan, Tajuk Rencana, Suara

Karya edisi 29 Januari 1974. 291 Membangun Diatas Puing2 Kehancuran, Tajuk Rencana, Suara Karya

edisi 19 Januari 1974. 292 Memulihkan Kembali Mekanisme Pemerintahan, Tajuk Rencana, Suara

Karya edisi 29 Januari 1974.

Page 156: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

138

Page 157: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

139

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Media massa menjadi unsur yang tidak bisa dilepaskan tatkala

membahas pemerintahan. Media massa sendiri memiliki sikap terhadap

kebijakan politik. Orientasi media dalam kekuasaan pemerintah terbagi

ke dalam dua jenis, bisa membela masyarakat (oposisi) ataupun menjadi

media partisan pemerintah.

Salah satu media di Indonesia yang terlibat dalam pusaran politik

pemerintah adalah Suara Karya. Awalnya, Suara Karya sendiri

merupakan media yang berfungsi untuk menaikkan elektabilitas Golkar.

Media yang digagas oleh Ali Moertopo dan beberapa tokoh Golkar lain

mampu menjadi faktor dalam mengkampanyean gagasan Golkar dan

Soeharto untuk memenangkan Pemilu 1971. Alhasil, Golkar mampu

mampu menguasai suara terbanyak dengan capaiannya mencapai 62,8%.

Selepas pemilu, mereka tetap menjadi corong pemerintah dalam

gagasan dan kinerja. Namun dalam pelaksanaan pemerintahan, berbagai

dinamika kritik dan kekecewaan memang tak bisa dibantah. Kebijakan

Soeharto selaku Presiden Indonesia tetap tidak bisa dianggap sempurna.

Masih banyak lubang yang perlu dibenahi dalam penerapan kebijakan

pembangunan.

Dari Suara Karya inilah, suara pemerintah kepada masyarakat

menjadi wadah dalam menjelaskan apa yang terjadi dalam lingkungan

dalam pemerintahan. Melalui tulisannya di Tajuk Rencana, Suara Karya

berusaha menyuarakan apa yang dilakukan pemerintah dengan bahasa

yang dimengerti masyarakat. Bahkan, Suara Karya menganggap bahwa

Page 158: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

140

peranan pers dalam pemerintahan adalah menyuarakan pembangunan

demi berlakunya stabilitas dalam negeri. Pers, menurut Suara Karya,

harus menjadi penghubung antara pemerintahan dan masyarakat sebagai

dialog pelaksanaan pembangunan.

“Dalam hubungan ini maka ingin dipetikkan disini bahwa bagi negara-

negara berkembang pers mempunyai pula tugas sebagai penunjang

pembangunan. Ia tidak hanya merupakan alat untuk “entertainment” dan

informasi, akan tetapi jauh daripada itu, ia juga merupakan alat memberikan

motivasi kepada rakyat, supaya tumbuh partisipasi masyarakat dalam

pembangunan. Ia haruslah merupakan dinamisator dan katalisator

perusahaan.”293

Pemerintahan Soeharto masih dianggap stabil sebelum terjadinya

peristiwa Malapetaka 15 Januari (Malari) 1974. Sifat Soeharto sebagai

harapan dari pemerintahan Soekarno tetap tak bisa disembunyikan.

Dengan latarnya yang militer, Soeharto semakin bertindak agresif dalam

membuktikan kekuasaan terhadap lawan politiknya. Ia membuktikannya

dengan kebijakan membredel pers, mengganti sejumlah pejabat, hingga

menertibkan mahasiswa sebagai pelopor peristiwa tersebut.

Suara Karya sebagai corong pemerintah tetap menyatukan

kepalanya demi pelaksanaan stabilitas dalam negeri. Seperti yang

dijelaskan dalam penelitian ini, Suara Karya memfokuskan fungsinya

sebagai sarana dialog antara pemerintah dengan masyarakat untuk

pelaksanaan pembangunan. Dari sana, media ini tak keberatan dengan

berbagai tindakan repreif yang dilakukan pemerintah, selama tujuan

293 Pers, Sarana Dialog Pemerintah-Rakyat, Tajuk Rencana, Suara Karya

edisi 1 Desember 1973.

Page 159: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

141

pembangunan tetap berjalan sesuai fungsinya. Suara Karya bahkan

mengajak masyarakat agar fokus dan tetap menatap masa depan lewat

rencana Repelita II.

Seiring berjalannya waktu, kekuasaan Soeharto kemudian

berhenti pada Mei 1998. Turunnya Soeharto hampir sama dengan

Soekarno, yakni adanya krisis moneter dan minimnya kepercayaan

masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Bersama Soeharto, Suara

Karya turut kena dampaknya. Kekuasaan Soeharto, Golkar, tenggelam

bersama Suara Karya yang kemudian media ini berhenti cetak pada 2017

lalu.

B. Implikasi

Penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan gambaran

mengenai peranan pers dan pemerintahan. Menurut penulis, penelitian

mengenai pers partisan dalam melanggengkan kekuasaan pemerintah

masih minim. Banyak penelitian yang membahas tentang pers sebagai

anjing penjaga untuk menyoroti kebijakan penguasa (oposisi). Dari

penelitian mengenai Suara Karya ini, penulis berharapkan agar pembaca

mampu memiliki gambaran tentang peranan pers partisan kepada

penguasa sebagai pelaksana kebijakan pemerintahan.

C. Saran

Penulis sendiri tak memungkiri bahwa penelitian ini masih jauh

dari kata sempurna. Sebagai contoh, penulis hanya menemukan sumber

yang ditulis pada Agustus 1971. Padahal, peranan Suara Karya menjadi

hal penting dalam awal-awal penerbitannya. Mengingat Suara Karya

sudah terbit sejak 11 Maret 1971. Padahal jika dokumen Suara Karya

Page 160: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

142

sudah ada sejak awal penerbitan, maka para pembaca sekalian akan lebih

mengetahui bagaimana peranan media dalam mengkampanyekan

penguasa pada Pemilu 1971 lalu.

Oleh karenanya, tersedianya sumber menjadi hal yang penting

menurut pribadi penulis. Dari sumber yang ada, maka para sejarawan

akan mampu mengkonstruksikan wacana yang dilakukan dalam

penelitiannya. Selain itu, para pembaca akan mampu membayangkan

apa yang sebenarnya terjadi di saat awal-awal pemerintahan Soeharto,

terutama pada awal 1971.

Kemudian, masih ada beberapa kejadian saat pemerintahan

Soeharto. Konsolidasi yang dilaksanakan pemerintah Soeharto berjalan

sempurna ketika menjelang masa 1980-an. Di masa itu, Soeharto sudah

melakukan pembredelan terhadap pers, pengawasan terhadap

mahasiswa, hingga pelaksanaan pemilu 1977. Menurut penulis, apabila

ada yang mengingkan terusan dari penelitian ini, maka penulis

menyarankan agar penelitian Suara Karya selanjutnya dilaksanakan

pada tahun-tahun tersebut.

Page 161: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

143

DAFTAR PUSTAKA

Koran

Dungga, J.A. Projek Miniatur “Indonesia Indah”. Tajuk Rencana. Suara

Karya edisi 15 November 1971.

26 Tahun Merdeka. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 16 Agustus 1971.

Cegah Emosi Rasialisme. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 23

November 1972.

Debat Kusirnja “ABADI”. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 11 April

1972.

Demi Kontinuitas Kehidupan Nasional. Tajuk Rencana. Suara Karya

edisi 10 April 1972.

Djauhkan Sikap Konfrontatif. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 27

Desember 1971.

Golkar sebagai Akselerator Pembangunan. Tajuk Rencana. Suara

Karya edisi 20 Maret 1972.

Hak Berserikat dan Floating Mass. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 6

April 1972.

Hari Kesaktian Pancasila. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 1 Oktober

1973.

Hari Kesaktian Pantjasila. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 1 Oktober

1971.

Hari Sumpah Pemuda. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 28 Oktober

1972.

Inilah Posisi Golkar. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 24 Maret 1972.

Issue Percukongan. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 15 November

1972.

Isyu2 tentang Korupsi. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 19 Desember

1973.

Page 162: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

144

Kedatangan Menkeu AS. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 5 November

1971.

Kehendak Baik Sadja Tidak Tjukup. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi

8 Januari 1972.

Kehidupan Politik yang Kita Inginkan. Tajuk Rencana. Suara Karya

edisi 5 September 1973.

Kelesuan & Overacting. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 3 September

1971.

Kemenangan Tanaka. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 6 Juli 1972.

Kenapa Floating Mass. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 23 Maret

1972.

Kepertjajaan Tambah Besar. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 16

Desember 1971.

Lahirnya Partai Persatuan Pembangunan. Tajuk Rencana. Suara Karya

edisi 8 Januari 1973.

Masalah Transmigrasi. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 21 September

1971.

Memang Tak Perlu Panik. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 4

November 1971.

Membangun Diatas Puing2 Kehancuran. Tajuk Rencana. Suara Karya

edisi 19 Januari 1974.

Membina Pola Hubungan yang Serasi. Tajuk Rencana. Suara Karya

edisi 14 Januari 1974.

Membuka Tahun Baru dengan Menutup Isyu. Tajuk Rencana. Suara

Karya edisi 3 Januari 1974.

Memulihkan Kembali Mekanisme Pemerintahan. Tajuk Rencana. Suara

Karya edisi 29 Januari 1974.

Menegakkan Demokrasi dengan Tanggung Jawab dan Disiplin. Tajuk

Rencana. Suara Karya edisi 18 Januari 1974.

Page 163: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

145

Menghadapi Kenaikan2 Harga. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 23

Oktober 1973.

Menghadapi Sisa2 G30S/PKI. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 29

November 1973.

Mentjegah Revolusi Sosial. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 13 April

1972.

Pantjasilaisasi Pegawai Negeri. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 18

April 1972.

Pembangunan jang Menjeluruh. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 22

Agustus 1971.

Pembinaan Koperasi. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 15 Mei 1972.

Pembitjaraan Schmelzer-Adam Malik. Tajuk Rencana. Suara Karya

edisi 30 Agustus 1971.

Penanaman Modal Asing. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 1

September 1972.

Pengaktipan Rembug-Desa. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 19 April

1972.

Pengembangan Industri Kecil. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 30

Agustus 1973.

Perentjanaan Sosial. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 18 Agustus

1972.

Perlu Investment Board Tunggal. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 8

September 1971.

Perlu Penilaian Berdjangkauan Djauh. Tajuk Rencana. Suara Karya

edisi 8 Oktober 1971.

Pers, Sarana Dialog Pemerintah-Rakyat. Tajuk Rencana. Suara Karya

edisi 1 Desember 1973.

Pertanggungan Jawab Pertamina. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 24

Januari 1973.

Page 164: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

146

Pertanggungan Jawab Presiden. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 13

Maret 1973.

Pertanyaan kepada Hati Nurani Bangsa. Tajuk Rencana. Suara Karya

edisi 17 Januari 1974.

Petisi 24 Oktober dan Partisipasi. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 30

Oktober 1973.

Projek Miniatur “Indonesia Indah”. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi

16 November 1971.

Rancangan Repelita II dan RAPBN 1974/75. Tajuk Rencana. Suara

Karya edisi 8 Januari 1974.

Renungan 17 Agustus. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 16 Agustus

1973.

Satu Tahun Mengabdi. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 11 Maret

1972.

Sekali Lagi Floating Mass. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 27 Maret

1972.

Sekarang Sudah Djelas. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 30 Desember

1971.

Selamat Datang. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 25 Agustus 1971.

Selamat Djalan. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 4 September 1971.

Sensus Penduduk 1971. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 6 September

1971.

Seruan Ali Sadikin. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 13 Januari 1972.

Sidang IGGI jang Akan Datang. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 8

Desember 1971.

Sorotan Terhadap Jepang. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 19 April

1973.

Suatu Malapetaka Nasional. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 16

Januari 1974.

Page 165: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

147

Tamu Agung dari Nederland. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 29

Agustus 1971.

Tanda Penghargaan untuk Pengusaha2 Swasta. Tajuk Rencana. Suara

Karya edisi 2 September 1972.

Tentang Fusi Partai. Tajuk Rencana. Suara Karya edisi 5 April 1972.

Buku

Abar, Akhmad Zaini. 1995. 1966-1974: Kisah Pers Indonesia.

Yogyakarta: LKiS.

Adam, Ahmat. 2003. Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran

Keindonesiaan. Jakarta: Hasta Mitra.

Adams, Cindy. 2011. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat. Jakarta:

Yayasan Bung Karno.

Arismunandar, Satrio. 2005. Zaman Bergerak! Peran Pers Mahasiswa

dalam Penumbangan Rezim Soeharto. Jakarta: Genta Press.

Armada, Wina. 1993. Menggugat Kebebasan Pers. Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan.

Bruinessen, Martin van. 2013. Rakyat Kecil, Islam, dan Politik.

Yogyakarta: Penerbit Gading.

Crouch, Harold. 1986. Militer dan Politik di Indonesia. Jakarta: Sinar

Harapan.

Dahlan, Muhidin M. dan Iswara N. Raditya. 2008. Karya-Karya

Lengkap Tirto Adhi Soerjo: Pers Pergerakan dan Kebangsaan.

Jakarta: I:Boekoe.

Elson, R.E. 2005. Suharto: Sebuah Biografi Politik. Jakarta: Pustaka

Minda Utama.

Eriyanto. 2006. Analisis Wacana: Pengantar Teks Analisis Media.

Yogyakarta: LKiS.

Page 166: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

148

Feith, Herbert dan Lance Castles (ed.). 1995. Pemikiran Politik

Indonesia 1945-1965. Jakarta: LP3ES.

Gie, Soe Hok. 1989. Catatan Seorang Demonstran. Jakarta: LP3ES.

Gie, Soe Hok. 1999. Di Bawah Lentera Merah. Yogyakarta: Yayasan

Benteng Budaya.

Hill, David T. 2011. Pers di Masa Orde Baru. Jakarta: Yayasan Pustaka

Obor Indonesia.

Irsyam, Mahrus dan Lili Romli (ed). 2003. Menggugat Partai Politik.

Depok: Laboratorium Ilmu Politik FISIP UI.

Jenkins, David. 2010. Soeharto dan Barisan Jenderal Orba: Rezim

Militer Indonesia 1975-1973. Depok: Komunitas Bambu.

Kasemin, Kasiyanto. 2014. Sisi Gelap Kebebasan Pers. Jakarta:

Prenadamedia Group.

Kasenda, Peter. 2013. Hari-Hari Terakhir Sukarno. Depok: Komunitas

Bambu.

Kasenda, Peter. 2013. Soeharto: Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan

Kekuasaan Selama 32 Tahun?. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Kasenda, Peter. 2015. Sarwo Edhie dan Tragedi 1965. Jakarta: Penerbit

Buku Kompas.

Kasman, Suf. 2010. Pers dan Pencitraan Umat Islam di Indonesia:

Analisis Isi Pemberitaan Harian Kompas dan Republika. Jakarta:

Balai Litbang dan Diklat Kemenang.

Krissantono (ed.). 1984. Pandangan Presiden Soeharto tentang

Pancasila. Jakarta: Centre for Strategic and International Studies.

Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara

Wacana.

Kurniawan, et al. 2013. Pengakuan Algojo 1965: Investigasi Tempo

Perihal Pembantaian 1965. Jakarta: Tempo Inti Media Tbk.

Lestariningsih, Amurwani Dwi. 2011. Gerwani: Kisah Tapol Wanita di

Kamp Plantungan. Jakarta: Kompas.

Page 167: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

149

Luhulima, James. 2007. Menyingkap Dua Hari Tergelap di Tahun 1965:

Melihat Peristiwa G30S dari Perspektif Lain. Jakarta: Penerbit

Buku Kompas.

Mallarangeng, Rizal. 2005. Mendobrak Sentralisme Ekonomi: Indonesia

1986-1992. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Mallarangeng, Rizal. 2010. Pers Orde Baru: Tinjauan Isi Kompas dan

Harian Umum Suara Karya. Jakarta: Kepustakaan Populer

Gramedia.

Moertopo, Ali. 1982. Strategi Pembangunan Nasional. Jakarta: Centre

for Strategic and International Studies.

Muhaimin, Yahya A. 1990. Bisnis dan Politik: Kebijaksanaan Ekonomi

Indonesia 1950-1980. Jakarta: LP3ES.

Nimmo, Dan. 2010. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan

Media. Bandung: Remadja Karya CV.

Noer, Delian. 2000. Partai Islam di Pentas Nasional: Kisah dan Analisis

Perkembangan Politik Indonesia 1945-1960. Bandung: Mizan.

Pour, Julius. 2010. Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan, dan

Petualang. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Rachmadi Ricky, dkk. 2005. 32 Tahun Harian Umum Suara Karya:

Berlayar Menembus Zaman. Jakarta: Badan Litbang Harian

Umum Suara Karya.

Raillon, Francois. 1989. Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia:

Pembentukan dan Konsolidasi Orde Baru 1966-1974. Jakarta:

LP3ES.

Reeve, David. 2013. Golkar: Sejarah yang Hilang, Akar Pemikiran, dan

Dinamika. Depok: Komunitas Bambu.

Robison, Richard. 2012. Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme

Indonesia. Depok: Komunitas Bambu.

Page 168: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

150

Roosa, John. 2008. Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September

dan Kudeta Soeharto. Jakarta: Institut Sejarah dan Sosial

Indonesia dan Hasta Mitra.

Said, Salim Haji. 2016. Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter

Soeharto. Bandung: Penerbit Mizan.

Seda, Frans. 1992. Simponi Tanpa Henti: Ekonomi Politik Masyarakat

Baru Indonesia. Jakarta: Yayasan Atmajaya dan PT. Gramedia.

Smith, Edward C. 1986. Sejarah Pembredelan Pers di Indonesia.

Jakarta: Pustaka Grafiti Pers.

Southwood, Julie dan Patrick Flanagan. 2013. Teror Orde Baru:

Penyelewengan Hukum dan Propaganda 1965-1981. Depok:

Komunitas Bambu.

Suharsi dan Ign. Mahendra K. 2007. Bergerak Bersama Rakyat: Sejarah

Gerakan Mahasiswa dan Perubahan Sosial di Indonesia.

Yogyakarta: Resist Book.

Sumadiria, A.S. Haris. 2005. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan

Feature, Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Surjomihardjo, Abdurrahman dkk. 2004. Beberapa Segi Perkembangan

Sejarah Pers di Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Toer, Pramoedya Ananta. Sang Pemula. 1985. Jakarta: Hasta Mitra.

Vickers, Adrian. 2005. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Insan

Madani.

Wanandi, Jusuf. 2014. Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik

Indonesia 1965-1968. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2014.

Widjojo, Muridan S. et al. 1999. Penakluk Rezim Orde Baru: Gerakan

Mahasiswa ’98. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Yudhistira, Aria Wiratma. 2010. Dilarang Gondrong! Praktik

Kekuasaan Orde Baru terhadap Anak Muda Awal 1970an.

Tangerang Selatan: Marjin Kiri.

Page 169: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

151

Yulianti, Dewi. 2000. Semaoen, Pers Bumiputera, dan Radikalisasi

Sarekat Islam Semarang. Semarang: Bendera.

Zulkifli, Arif, dkk. 2018. Seri Buku Saku Tempo: Benny Moerdani yang

Belum Terungkap. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Tesis

Anwar, Roos. 1992. Penampilan Informasi Pembangunan di Surat

Kabar Indonesia (Suatu Perbandingan Melalui Analisis Isi

Berita Pembangunan di Harian Suara Karya dan Harian Suara

Pembaruan). Tesis. Program Pascasarjana. Universitas

Indonesia.

Jurnal

Burhanudin, Jajat. “The Fragmentation of Religious Authority: Islamic

Print Media in Early 20th Century Indonesia”. Studia Islamika

11. No. 1. (2004). 35, 47-48. Juga dapat diunduh di

http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/studia-

islamika/article/view/652.

Irfansyah, Azhar dan Nella A. Puspitasari, “Tentang Pasang Surutnya

Badai Itu: Riwayat Pers Kiri di Indonesia (Bagian I)”. Harian

IndoPROGRESS (16 Mei 2014). 9. Juga dapat diunduh di

https://indoprogress.com/2014/05/tentang-pasang-surutnya-

badai-itu-riwayat-pers-kiri-di-indonesia-bagian-i/.

Majalah

Majalah Tempo edisi Khusus Rahasia-Rahasia Ali Moertopo tanggal 14-

20 Oktober 2013.

Page 170: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

152

Internet

Abdulsalam, Husein. Kwik Kian Gie, Prabowo Subianto, dan Benang

Merah Mafia Berkeley. https://tirto.id/kwik-kian-gie-prabowo-

subianto-dan-benang-merah-mafia-berkeley-cZTu. Diakses pada

1 Februari 2019 pukul 17.47 WIB.

Abdulsalam, Husein. Malari 1974: Protes Mahasiswa yang Ditunggangi

Para Jenderal. https://tirto.id/malari-1974-protes-mahasiswa-

yang-ditunggangi-para-jenderal-cDe9. Diakses pada 3 Februari

2019 pukul 17.09 WIB.

Faisal, M. IGGI dan Asal-Usul Utang Luar Negeri Indonesia.

https://tirto.id/iggi-dan-asal-usul-utang-luar-negeri-indonesia-

cEW3. Diakses pada 1 April 2019 pukul 23.56 WIB.

Golkar. Sejarah Partai. https://partaigolkar.or.id/sejarah. Diakses pada 4

Desember 2018 pukul 16.16.

Hidayat, Arief. Pemimpin Redaksi Suara Karya Bantah Korannya Akan

Tutup.

https://nasional.tempo.co/read/766858/pemimpin-redaksi-suara-

karya-bantah-korannya-akan-tutup/full&view=ok. Diakses pada

19 Maret 2019 pukul 16.35 WIB.

Iqbal, Muhammad. Nahdatul Ulama Didirikan untuk Membendung

Puritanisme Agama.

https://tirto.id/nahdlatul-ulama-didirikan-untuk-membendung-

puritanisme-agama-cDLL. Diakses pada 18 Desember 2018

pukul 22.03 WIB.

Ketetapan MPRS No. XXIII Tahun 1966 tentang Pembaharuan

Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan, dan

Pembangunan. Diakses dari laman Kemenkeu

Http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/1966/XXIII~MPRS~

1966TAP.HTM pada 9 November 2018 pukul 03.06 WIB.

Khoiri, Ilham. Pemilu 1971, Demokrasi Semu.

Page 171: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

153

https://nasional.kompas.com/read/2014/01/11/1932246/Pemilu.

1971.Demokrasi.Semu. Diakses pada 4 Desember 2018 pukul

17.25.

KPU. Pemilu 1971.

https://kpu.go.id/index.php/pages/detail/2018/9/PEMILU-

1971/MzQz. Diakses pada 18 Januari 2019 pukul 21.32 WIB.

Matanasi, Petrik. Pembantu-Pembantu Khusus daripada Soeharto.

https://tirto.id/pembantu-pembantu-khusus-daripada-soeharto-

cFxD. Diakses pada 16 Januari 2019 pukul 23.32 WIB.

Matanasi, Petrik. Prabowo Harus Belajar Sejarah: Wartawan adalah

Bidan Lahirnya RI. https://tirto.id/prabowo-harus-belajar-

sejarah-wartawan-adalah-bidan-lahirnya-ri-da99. Diakses pada

18 Desember 2018 pukul 19.06 WIB.

Matanasi, Petrik. Sejarah Korpri dan Cara Soeharto Mempolitisasi

Pegawai Negeri. https://tirto.id/sejarah-korpri-dan-cara-

soeharto-mempolitisasi-pegawai-negeri-c97N. Diakses pada 9

April 2019 pukul 00.44 WIB.

Matanasi, Petrik. Sejarah Pidato Trikora dan Ambisi Sukarno Kuasai

Papua. https://tirto.id/sejarah-pidato-trikora-dan-ambisi-

sukarno-kuasai-papua-db2m. Diakses pada 17 Januari 2019

pukul 2.19 WIB.

Mukthi, M.F. Petisi 24 Oktober. historia.id/politik/articles/petisi-24-

oktober-D8Joo. Diakses pada 12 April 2019 pukul 18.08 WIB.

Persatuan Islam, Sejarah Persatuan Islam.

http://persis.or.id/sejarah-persatuan-islam. Diakses pada 18

Desember 2018 pukul 21.55 WIB.

Sitompul, Martin. Asal-usul Istilah Orde Baru.

https://historia.id/politika/articles/asal-usul-istilah-orde-baru-

DAoE7. Diakses pada 29 Januari 2019 pukul 21.44 WIB.

Triyana, Bonnie. Riwayat Berdirinya PNI.

Page 172: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

154

https://historia.id/modern/articles/riwayat-berdirinya-pni-

PGj0V. Diakses pada 19 Desember 2018 pukul 02.15 WIB.

Page 173: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

155

LAMPIRAN-LAMPIRAN

a. Suara Karya edisi harian.

Page 174: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

156

b. Suara Karya edisi mingguan

Page 175: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

157

c. Profil Suara Karya

Page 176: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

158

d. Struktur Redaksi Suara Karya

Penasehat: Sapardjo

Pemimpin Umum: Sumiskum

Wakil Pemimpin Umum: Djamal Ali

Pemimpin Redaksi: A. Rachman Tolleng

Wakil Pemimpin Redaksi: A. Sjamsul Basri

Dewan Redaksi:

Sajuti Melik, Hendro Budijanto (non-aktif), Pintor Simandjuntak, A.

Rachman Rangkuti, Kadjat Hertojo, B. Massora, Herutjahjo.

Staf Redaksi:

Breyman Purwoto, Harris Sjarnaun, Yop Pandie, Saptari K, Herman

Roempoko

Staf Ahli:

Midian Sirait, Sudjati, Cosmas Batubara, David Napitupulu.

Page 177: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

159

e. Tajuk Rencana Suara Karya

Tajuk Rencana edisi 1 Desember 1973

Tajuk Rencana edisi 11 Maret 1972

Page 178: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

160

Tajuk Rencana edisi 20 Maret 1972 (kiri).

Tajuk Rencana edisi 16 Agustus 1971

(kanan).

Page 179: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

161

Tajuk Rencana edisi 16 November 1971.

Tajuk Rencana edisi 16 November 1971.

Page 180: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

162

Tajuk Rencana edisi 16 Januari 1974

Page 181: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

163

Tajuk Rencana edisi 29 Januari 1974.

Page 182: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

164

TRANSKRIP WAWANCARA

Nama : Agoes Sofyan

Jabatan : Jurnalis Senior di www.suarakarya.id (sekarang)

Media Support di Harian Umum Suara Karya

Tempat, Waktu: Ciputat, 10 Juli 2019 pukul 22.00 WIB.

Keterangan Wawancara:

M: Moderator (Dicky Prastya)

R: Responden (Agoes Sofyan)

R : Sekarang masuk tiga tahun.

M : Berarti 2016 Suara Karya (edisi cetak) sudah tidak ada?

R : Lalu yang validnya saya tidak tahu ya. Ada yang menyatakan

berhenti itu ada memang.

M : Waktu saya cari di google itu ada, tapi dia bicarakan tentang

bantahan. Jadi (pihak) Suara Karya itu membantah kalau sudah

tidak ada.

Page 183: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

165

R : Jadi waktu itu sempat berhenti.

M : Vakum jatuhnya ya?

R : Vakum. Kemudian dibantah sama tim redaksinya.

M : Iya saya sudah baca tentang itu.

R : Bangkit lagi Suara Karya.

M : Akhirnya berhenti total?

R : Iya berhenti. Kalau Suara Karya sebetulnya kamu tau kan awal

mulanya suara karya itu ada bagaimana?

M : Iya tau.

R : Mulanya dari partai kan, kamu sudah diulas ya?

M : Sudah, tapi tidak apa-apa kalau mau diulas kembali.

R : Jadi berdirinya suara karya itu tidak terlepas dengan Partai

Golkar, di tahun itu ya. Karena saya masuknya di saat zaman

reformasi. Saya ini kan kuliah sejarah dulu. Saya ketika zaman

reformasi itu, Ketua Umum Partai Golkar Pak Akbar.

M : Siapa?

R : Akbar Tanjung

M : Akbar Tanjung? oh iya.

R : Kemudian pemimpin umunya suara karya Teo Sandiaga.

M : Nanti Saya google aja.

R : Pemimpin Redaksinya Bambang Sadono. Kemudian

Pemimpin Perusahaannya Ms Hidayat. Itu setalah pasca

reformasi, tapi sebelumnya kalau kilas balik antara tahun 1970

dan 1972 itu suara karya untuk menopang Partai Golkar inti

dari pemberitaannya. Pemberitaan pemerintahlah sebutnya.

Untuk menopang Partai Golkar, berita Golkar tapi pemerintah.

Artinya ditunjukkan kepada pemerintah Soeharto. Selang

berjalannya waktu, reformasi terjadi kan. Hal itu

mengakibatkan yang namanya turbulensi pada Partai Golkar

dan Suara Karya tentunya terkena dari dampaknya. Bukan

hanya dari rezim yang lama saja tapi Suara Karya ikut juga

mendapatkan imbas pascareformasi. Apa imbasnya? Ya ini

seperti oplah koran, dari oplah iklan dan dari kerjasama yang

Page 184: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

166

menjadi penopang Suara Karya dulu adalah kementerian,

departemen, dan semuanya terkait pemerintah saat itu.

M : Berarti orang pemerintah semuanya?

R : Semuanya, jadi untuk setiap PNS itu mendapatkan koran

tersebut secara gratis. Tiap hari itu mereka tidak mengeluarkan

duit.

M : Tapi lembaganya atau bagaimana?

R : Lembaganya sebenarnya tidak secara merta-merta

melanggankan koran kepada PNS nya. Misal kementerian

perdagangan semua pegawainya dilanggankan koran Suara

Karya. Maka kementerian itu yang membayar kepada pihak

Suara Karya. Dan Suara Karya kan tidak pernah meminta

kepada kementerian itu untuk berlangganan korannya. Mereka

sendiri. Hebatnya di situ mengapa Suara Karya kuat. Jadi orang

Suara Karya tugasnya hanya mengurus administrasi, jadi tidak

perlu meyakinkan kepada klien. Karena dengan sendirinya

mereka dihubungi oleh lembaga terkait. Bahkan Suara Karya

pernah dihubungi menteri.

M : oh iya.

R : Jadi kekuatannya Suara Karya sangat dahsyat pengaruhnya

terhadap Partai Golkar. Bisa kita katakanlah orang-orang yang

duduk di pemerintahan zaman reformasi, otomatis tidak berani.

Karena Pak Harto lengser maka dikurangi, berhenti tidak.

Mereka zaman reformasi tidak enak jadi akhirnya dikurangi,

termasuk segi iklannya. Kalau dahulu itu loyal. Kita malah

tidak meminta mereka memberi. Sekarang reformasi malah

kebalikannya, kita yang meminta.

M : Semenjak tahun 1998 ya?

R : Iya berdekatanlah. Dengan Suara Karya itu jaga jarak karena

mereka berkaitan dengan rezim Soeharto duitnya itu kan. Dia

takut itu diganti. Namun masih eksis sampai tahun 2016.

M : Terakhir terbit pada 2016, apakah masih ingat dengan jumlah

halaman saat itu? Ada 16 halaman atau tetap delapan halaman?

R : Jadi sebelumnya koran Suara Karya berjumlah 32 halaman

hingga 36 halaman saat pada zaman keemasannya ya. Bahkan

Page 185: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

167

Suara Karya punya anak media lain yang namanya Suara Karya

Mingguan (SKM).

M : Itu saya lihat pada tahun 1971.

R : Dulu eksis itu. Jadi SKM lebih nuansa beritanya entertaiment.

Atau hiburan walaupun ada sedikit-sedikit berita tentang

kriminalnya. Dan juga ada bintang-bintang film lah dalam

SKM itu.

M : Artis-artis ya?

R : Iya. Bahkan SKM oplahnya malah lebih tinggi pada koran

Suara Karya sendiri. Suara Karya itu bahkan pernah 15ribu

exemplar lho.

M : Tahun berapa itu mas?

R : Di zaman orba, baru setelah orde baru lengser hanya bertahan

7ribu eksemplar. Tapi SKM ketika saya masuk itu sudah tidak

ada.

M : Tidak ada SKM itu dari kapan?

R : Ketika saya masuk ke suara karya itu antara 1999, 2000, 2001,

atau 2002.

M : itu udah tidak ada tuh 2001?

R : Saya tidak tau ya, sebenarnya SKM itu sudah tidak ada sejak

kapan.

M : Kalau sekarang sebagai apa mas? Maksudnya jabatan terakhir

di Suara Karya sebagai apa?

R : Saya sebetulnya begini. Jadi ketika saya masuk Suara Karya,

saya menginginkan masuk ke dalam redaksi karena menarik

di sini. Zaman dahulu kan bagian redaksi sama bagian

usaha/iklan. Redaksi itu murni mencari berita, sedangkan usaha

kan urusannya mengenai iklan, kerja sama, dan promo-promo

lain- lain. Lalu kenapa ketika saya masuk pemred kala itu

namanya Mas Sadono.

M : Bambang Sadono namanya ya?

R : Iya, dulu wakil pemimpin Suara Merdeka di semarang. Suara

Merdeka kala itu saling merajai tirasnya di daerah Jawa

Tengah. Ketika dia masuk menjadi anggota DPR, maka dia

Page 186: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

168

diminta menjadi Pimred Suara Karya oleh Teo sama Akbar,

supaya membenahi Suara Karya. Dia Bambang Sadono

dianggap telah mewakili dari kalangan pers. Dia merupakan

Ketua PWI Jawa Tengah. Bahkan dia juga punya kans menjadi

Ketua PWI pusat saat itu. Namun ternyata setelah kontestasi

tersebut, dia menjadi Sekjennya Pak Bambang dan membenahi

Suara Karya. Pertanyaan anda kan apa jabatan saya di Suara

Karya itu di mana? Pada saat itu kan saya menginginkan

menjadi wartawan Suara Karya. Karena saya sudah lama

bersama dengan Pak Bambang. Saya sudah sering membantu

Suara Merdeka dan juga medianya dia. Baik media internal

atau yang kita bikin seperti buku, majalah, indomagazine. Saya

sendiri merupakan anak buahnya dia.

M : Oh anak buahnya. Oke.

R : Jadi dia punya perusahaan sendiri dengan istilahnya menopang

dari Suara Merdeka. Suara Merdeka kan koran, tapi ini

majalahnya, bukunya, kumpulan-kumpulan tokoh

perusahaannya Pak Bambang berada di bawah benderanya

yakni citra almamater. Ketika saya masuk di Suara Karya, saya

sudah mengerti petanya ataupun targetnya dari Bambang

Sadono yakni untuk menyehatkan kembali Suara Karya, dan

ditargetkan sama bos-bos ini untuk mengembalikkan Suara

Karya. Ini tidak otomatis, tidak bisa serta merta. Maka saya pun

diposisikan antara di keduanya. Yakni saya juga bisa masuk ke

bagian redaksi karena sudah profesi. Kita ini istilahnya berbeda

dengan media-media mainstream pada saat itu, karena modal

kelompok-kelompok seperti Dahlan Iskan. Kalau di sini jadi

wartawan itu juga harus bisa mencari iklan. Karena ia harus

survive. Sedangkan Jawa Pos tidak seperti itu. Jadi belum

menyentuh. Untuk independensi redaksi sendiri tidak boleh

dipengaruhi oleh pemimpin pusatnya. Kalau itu saja tidak

boleh apalagi saya kan. Saya bisa saja, semisal ada peliputan

terkait itu segala macam, bisa saja saya mengambil berita

tersebut tanpa koordinasi dengan redaksi. Misalnya isu politik,

saya bisa masuk di politik atau ekonomi juga bisa masuk.

Meskipun ya di situ ada orang-orang redaksi juga tapi sudut

pandangnya yang saya buat itu adalah kerja sama. Istilahnya

tidak terkait isu sentralnya.

M : Paham-paham.

Page 187: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

169

R : Misalkan kementerian ini ada isu terkait impor beras. Maka

saya itu tidak masuk ke dalam ranah itu. Di kementrian itu baik-

baiknya aja yang kita blow up. Tapi kita akan masuk misalnya

ketika kawan di desk redaksi tidak bisa menembus di situ.

Namun selanjutnya apakah nanti itu produk beritanya atau

karya jurnalistiknya dibuat oleh kawan-kawan saya di redaksi

atau sebaliknya saya tetap diperbolehkan tau kan.

M : Iya.

R : Itu dinamakan dengan sebutan Media Support. Sekarang saya

bisa dikatakan sebagai Senior dalam Media Support. Itu dulu

ya. Tapi sekarang sudah di redaksi. Intinya saya lebih kepada

redaksi online. Jadi kami media online itu tidak se-intens pada

bidang usahanya sekarang. Melainkan berita-berita yang kalau

ada pertanyaan online sama cetak.

M : Online itu dari tahun 2000-an ya mas? Saya sempat baca buku

yang judulnya 34 Tahun Suara Karya.

R : Itu online-nya sudah ada. Jadi online sama cetak sudah ada, tapi

online persisnya hanya menempatkan begitu saja. Bedanya, dia

digital, sedangkan ini tidak. Pada saat itu Suara Karya sudah

ada online secara masif.

M : Tapi sekarang nama web-nya apa?

R : suarakarya.id

M : suarakarya.id? Nyambung berarti ya? Soalnya saya nyari saat

itu ada tiga yang mengatasnamakan Suara Karya.

R : Apa iya?

M : Suara strip karya, terus suara dot karya. Kalau sekarang saya

tidak tau, waktu saya mengerjakan skripsian, saya juga pusing

mencari yang online mana web-nya yang benar.

R : Sekarang sudah tidak ada ya? Perlu saya ceritakannya tidak?

M : Oh sudah mas, sudah ketemu. Dari cetak kan terakhir.

Sedangkan cetaknya berapa jumlah halamannya?

R : Pada saat jatuhnya itu ya berjumlah 12 halaman.

M : Oh 12 halaman, selanjutnya edisi terakhir kan mas di bagian

redaksi. Itu ada rubrik editorial atau tajuk rencana. Apa saja

Page 188: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

170

yang terlibat dalam editorial, apakah pihak redaksi aja? dari

tadi mas sempet bilang marketing juga. Apakah marketing juga

terlibat? Dari Petingginya Golkar mungkin apakah masih

berafiliasi atau tidak? Saya tidak tau mengenai siapa pihak di

balik tajuk rencana? Peran orang di balik itu siapa aja?

R : Jadi namanya tajuk rencana itu didasarkan atas isu yang

muncul. Kita kan punya isitilah rapat redaksi dari pagi. Kalau

zaman era saya masuk ke Suara Karya itu ada empat

pimrednya. Zaman masa Sadono, Bambang Soesatyo sekarang

Ketua DPR, dia bertanggung jawab. Ketiga Ricky Rachmadi.

Kemudian Lalu Mara di posisi keempat. Itu yang akhirnya

Suara Karya menjadi bubar. Kalau Pimrednya sekarang, Atal

S. Depari, ini membidangi online dan mereka semuanya ini

orang Golkar.

M : Oh semuanya orang Golkar?

R : Komisaris. Pengurus 2,3,4 selain Atal. Dia eksnya Suara

Karya.

M : Berarti bisa dibilang kalau pengurus, anggota atau apapun

sebutan, mereka anggota Partai Golkar?

R : Jadi begini lazimnya, Suara Karya sejak era sebelumnya saya

yang mewakili Pak Bambang ini. Profesional tidak ada

pengurus Golkar. Bedanya, Bambang Sadono bukan pengurus

DPP. Dia hanya sebagai fungsionaris, dan bisa menjadi

pengurus DPP di provinsi. Bambang Sadono itu rumahnya di

daerah. Tapi juga bisa sebagai DPP tapi anggota juga. Ia tidak

punya peran penting, baru kemudian pas Bambang Soesatyo

jadi. Dia pengurus sebagai sesuatu experience. Biasanya

menjadi Pemimpin Suara Karya adalah mereka yang menjadi

pengurus DPP Golkar. Sehingga jalur komando itu nanti

memengaruhi tajuk rencana. Dan setelah Bambang Soesatyo ke

Ricky Rachmadi, mereka terikat Pengurus eks DPP. Kenapa

dijadikan mereka itu ketimbang Bambang Sadono sebagai

Pemimpin Redaksi. Setelah itu Golkar pecah. Akbar waktu itu

dia membela pak Harto, angkatan darat, Habibi yang kemudian

ini menjadi pecah. Suara Karya yang menjadi medianya

Golkar menyatakan keluar. Yang memuat berita-berita PKPI

Pak Bambang mendapat teguran. Ini koran golkar mengapa

anda memuat PKPI? Jadi mereka sudah melanggar terkait

Page 189: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

171

profesional. Karena ini melihat iklan selama ini dari Bambang

Sadono harus menjadi pengurus DPP Golkar. Sehingga dia

tidak bisa tidak untuk menyuarakan Golkar. Menceritakan

berita Golkar terus menerus. Agar jalur komando Golkar

menjadi jelas serta misi-misinya Golkar. Sudah bisa

dikolaborasikan oleh redaksi dan jadi cita-citanya Golkar harus

diberitakan oleh Suara Karya gagasan Golkar. Berita-berita

miring-miriing tidak dipublikasikan, kecuali kalau dia mau

terkena sanksi.

M : oh kena sanksi juga?

R : Dicopot dari Suara Karya sanksinya. Kalau dari Golkar tidak

diganti, tapi selama ini sanksi tidak pernah terjadi. Hanya

misalnya ada mohon maaf, kasus dari bupati berasal dari

Golkar. Kemudian selagi itu tidak bersinggungan dengan DPP

itu tidak ada masalah meskipun itu tidak cantumkan. Misalnya

nama mas?

M : Saya Dicky

R : Misalnya Bupati Dicky tidak menjadi Ketua DPP Serang,

untuk diberitakan akan menjadi warning. Itu sudah ada

pertanyaan dan ada batasan-batasan kalau si x boleh

dipublikasi. Ada juga saatnya lagi tidak boleh. DPP harus nurut

terkait ini. Ini bicara berita. Sekarang tentang tajuk rencana

kalau yang isinya redaksi dari kontennya. Misal politik itu

bagian redaksi sendiri yang membuat tajuk rencana. Dan

bergilir membuatnya, mulai dari Redpel, kemudian redaksi,

serta masing-masing desk. Misalnya tentang kegiatan Sea

Games, tajuk rencananya ya Sea Games. Misalnya lagi tentang

fenomena k-pop atau hiburan atau masalah mengenai ada

penyakit malari. Maka dari pihak redaksi atau dari masing-

masing desk itu politik ya politik yang membuat tajuk rencana.

Itu kan tidak bersinggungan dengan kepentingan Golkar. Tapi

ada berkepentingan dengan Golkar terkait tajuk rencana tapi itu

pesan dari DPP saja. Hanya kisi-kisi saja. Misalnya sekarang

ini munas Golkar, tau kan sekarang ini pertarungan dari kubu

Airlangga sama kubu Bambang Soesatyo? Itu Suara Karya

harus hati-hati kalau berkaitan dengan raksasa-raksasa ini jadi

Suara Karya harus hati-hati membuat tajuk rencana.

Page 190: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

172

M : Oh gitu. Berarti dari dahulu pun waktu Golkar pecah juga kan

kubu-kubuan, Habibie sama yang kubu satu lagi, Suara Karya

hati-hati juga tuh berarti? Maksudnya Golkar pecah, Suara

Karya di pihak mana gitu?

R : Begini, Akbar dengan Edi Sudrajat sudah keluar dari partai

berarti sudah keluar dari Golkar itu tidak masalah ya. Misalnya

Suara Karya memuat tentang partai Golkar saja tidak ada

hubungannya jadi problem itu ketika masih abu-abu jadi

pertarungannya belum final. Misalnya tajuk rencana tidak

boleh menohok kepada salah satu kandidat, baik itu Bambang

atau Airlangga. Dan hati-hati kejadian yang tragis ketika

perpecahan Agung Laksono dengan Aburizal Bakrie tragis

karena pimred kita harus di-banned.

M : Maksudnya di-ban itu?

R : Ya dilengserkan.

M : Siapa pimrednya?

R : Ricky Rachmadi itu.

M : Oke ini contoh kasus ya?

R : Beritanya itu lucu, unik, aneh. Suara Karya pun terkena

imbasnya yang padahal tidak ada urusannya dengan politik.

Kenapa pimred ini lebih condong ke salah satu calon ketua?

Jadi saya ceritakan ya, Ricky itu menjadi pimred pada dua

periode zaman Jusuf Kalla. Dia pimred dan Airlangga itu

sebagai pemimpin perusahaan pada periode pertamanya JK.

Periode keduanya JK, Ricky menjadi lagi sebagai pimred.

Kemudian JK jadi wakil presiden. Ketika JK lengser,

dijadikanlah Aburizal Bakrie sebagai ketua. Masih sama

dengan Airlangga. Ketika Prabowo dan Jokowi bertarung pada

periode pertama itu. Kemudian suara Golkar kan ke Prabowo,

dan kemudian ada ketidakpuasan di dalam internal Golkar,

seperti Agung Laksono yang istilahnya ingin Jokowi. Berita-

beritanya Suara Karya karena pimred kita berafiliasinya ke

Agung Laksono. Jokowi kan bukan kader Golkar, makanya dia

diwakili oleh Agung, kemudian lebih seringnya Agung

Laksono menyuarakan jokowi akan masa depan sama JK. Ini

menjadi pertanyaannya mengapa harus kena ban dan ketuanya

saat itu masih Aburizal Bakrie, dan istilah menurut mereka

Page 191: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

173

anda melanggar. Ternyata terkena pada saat munas Golkar

akhirnya pak Ricky diganti dan dinonaktifkan tidak di bagian

redaksi lagi. Dia dicopot sebagai redaktur pelaksana. Fatalnya

itu pernah depannya ada Aburizal Bakrie tapi belakangnya

Agung Laksono. Satu hari pernah gara-gara konflik itu, terjadi

pertarungan antar dua orang ini. Gara-gara konflik di atas

sehari tidak terbit.

M : Mengerikan juga.

R : Ini bukan bohong, tapi betul itu. Namun tidak ada konflik yang

tidak bisa diselesaikan. Buktinya mereka kemudian bergabung

kembali dengan Aburizal Bakrie di DPP Golkar. Suara Karya

belum, nyatanya belum di fase kita-kita.

M : Berarti di zamannya Airlangga tidak ada berhubungan dengan

Golkar ya?

R : Oh iya tidak ada.

M : Berarti sudah putus sama Golkar?

R : Tidak putus secara hukum. Tapi secara ini istilah begini ya.

Saya menggambarkan anda sudah suami istri tapi tidak satu

rumah.

M : Tidak se-ranjang gitu ya analoginya?

R : Kita masih terikat secara emosional Baik kultural ya secara

legal masih tidak ada SK-nya. Secara serta-merta kawan ini

besok tidak dibayar jadi tidak usah ada biaya cetak. Risiko-

risiko pemimpin itu belum ada kasih keputusan berhenti secara

tertulis baik itu pemegang sahamnya. Berhenti aja gitu aja

bahkan bukti otentiknya tidak ada. Sekarang ini perlawanan

kita di situ.

M : Kalau untuk sekarang kan online sudah ada. Tapi masih ini kan,

dan siapa aja yang turut berpengaruh dari investor baik Golkar

pasti, atau dari yang lain? Semisal lembaga masih menyokong

atau masih memberikan sumbangan sebagai pemasukan seperti

dulu untuk online ini?

R : Sekarang ini tidak ada keterikatan, secara struktural tidak ada.

Namun secara emosional, secara pertemanan, dan juga

mungkin kultural yang bisa menjadi hubungan alamiah antara

awak media dengan narasumber. Yang biasa memberi

Page 192: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

174

kontribusi tidak hanya pemerintah, atau BUMN, dan

kemeterian saja. Terserah dari apapun. Jadi tidak ada hubungan

dan tidak ada pengaruh dari partai Golkar. Pengaruhnya lebih

kepada hubungan emosional. Bisa saja dari faktor-faktor lain.

Semisal di online ketemu sama dirjen atau Direktur BUMN,

atau swasta, mereka memandangnya ada kepentingan politik

ini yang di cetak ya. Karena memang dalam box/kotak itu

masih ada nama-nama petinggi dari partai Golkar. Mulai dari

Ali Moertopo, atau Pak JK, semua ada di situ. Sekarang mah

tidak ada, buat apa? Mereka juga tidak ada. Jadi pertanyaan

apakah masih kan gitu? Tidak melihat secara emosional,

tingkat Garuda Food, sektor ya dirjen ini. Atau direktur ini,

menteri ini. Juga pernah bersentuhan sebagai narasumber dan

sebagai jurnalis. Itu aja, tidak ada faktor-faktor teknis. Tapi dia

kalau bertanya, saya jawab, kalau tidak ada maka dia mikir

sendiri. Pasti kalo ada hubungannya.

M : Tapi emang berubah ya secara ini?

R : Berubah. Sekarang lebih profesional. Kemudian ini kan boxnya

tidak ada lagi. Ada yang bertanya, seperti yang saya ceritakan.

Tapi masih ada tidak secara institusi saya masih ketemu para

petinggi Golkar.

M : Tapi iya secara struktural tidak ya?

R : Tidak. Malahan tidak ada. Tapi kita ada positif dan negatifnya.

Apa itu positifnya? Ya kita independen, tidak terikat sama

mereka. Ada berita yang menyerang kasus hukum kita pernah

memuat di Suara Karya. Saya ketawa saja, ini baru aja karena

apa website Suara Karya temen saya sendiri, Suara Karya ya

dari kemarin itu.

M : Maksudnya berarti Suara Karya yang kemarin saya cari ada tiga

mas?

R : Pernah Suara Karya ada cetak, pada saat kelompok asli saya

kan bilang menyatakan berhenti semuanya taruh kata ada 80

awak. Malah kita terbit kan mereka tidak mau tau. Yaudah kita

begini saja. Selanjutnya gimana bos awal Suara Karya saja.

Awal-awal Suara Karya begitu saja, kita menunggu saja

bagaimana situasi Golkar akan membaik mulai dari pecah

zaman Agung dengan Bakrie. Itu zamannya Novanto sempet

Page 193: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

175

adem. Namun bergejolak lagi, tidak selesai lagi. Jadi cobaan

yang menimpa Golkar dan Suara Karya. Kita sempat kaget

terbitlah itu. Loh kita tidak tau di antara kawan kita ini yang

mendirikan itu juga dibiayai oleh partai Golkar. Malah mereka

mengambil keuntungan di antara orang lain, bahasanya gitu.

Tadinya mayoritas ada 80 orang yang harusnya ini yang diajak

bicara. Ini yang tidak jelas nasibnya, apakah PHK juga tidak

kan? Namun pesangon juga tidak dikasih. Semua tidak dikasih.

Kita pun menunggu status dari pemegang saham ya itu Golkar

maksudnya. Kita kan tidak seperti orang yang sedang marah-

marah. Tapi kita legowo dulu lah, sabar. Tapi ada tidak sabar

itu di antara 80? Ya mereka tujuh orang yang tidak sabar.

Misalnya ini si X. Kita juga berkomunikasi dengan orang

orang Golkar. Tiba-tiba, Dia dikasih amanah Setya Novanto,

Ketua Golkar kan? Misalkan si orang ini, si x ini tidak ada

jabatan di Golkar struktural media seperti Ace Hasan di bidang

redaksi, bidang opini informasi golkar lah misalnya. Si x tidak

ada hubungannya karena dia punya banyak. Novanto

memberikan mandat sama si x, tiba-tiba 7 orang ini

bermanuver, muncullah koran Suara Karya, Harian Suara

Karya namanya. Otomatis kan kita berkomunikasi dengan

tujuh orang ini, bahasanya pengkhianat kali ya. Anda tidak ada

memperjuangkannya dengan kita. Orang ini perwakilan tim di

Suara Karya untuk berkomunikasi di DPR-RI. Sekarang ia

berkhianat, ada tujuh orang, alasannya dia bilang bahwa bos

besar tidak bisa mem-backup kalian semua. Jadi berdasarkan

ceritanya begitu. Tapi tidak dikomunikasikan dengan ini saya

tidak tau. Iyakan yang jelas faktanya kita tidak diajak. Hanya

bertahan tujuh bulan apa setahun gitu.

M : Tujuh bulan? Masih ingat tidak terakhir 2018 atau apa?

R : 2016, selang tujuh bulan kemudian terbit itu Suara Karya baru,

cukup lama juga tapi persisnya tidak tau ya.

M : Setelah tujuh bulan?

R : Di Google ada kok. Tapi tidak mempublikasikan secara terang-

terangan. Ini kesannya koran jadi nih kan anggap tujuh orang

di bidang redaksi, tapi beredarnya hanya di DPR sama DPP

Golkar, di internal gitu. Kemudian akhirnya bubar koran itunya

si bandarnya itu masuk penjara sama novanto.

Page 194: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

176

M : Oke saya tau mas. Hahaha.

R : Anda sudah tau lah. terkena kecipratan mereka. Terkena

dosanya jadi orang itu ketika kita ya, mohon maaf ketika di

lapangan kita bingung.

M : Berarti yang fix suarakarya.id ya?

R : Ada sebuah kebingungan. Ini isinya tentang Golkar aja. Kok

ada kebingungan juga beda dengan Suara Karya dulu? Karena

ini anak kemarin sore.

M : Belum berpengalaman gitu ya?

R : Iya, mereka ini orang-orang baru. Jadi kita era lama lah, jadul

begitu. Jadi sentuhan milenialnya tidak ada. Mesti kalau anda

baca Suara Karya yang beredar itu tidak ada jiwanya tentang

seperti dulu. Dan ke Golkaran biasanya menampilkan,

katakanlah orang Golkar itu sangat sarkas.

M : Di Suara Karya yang lama itu maksudnya?

R : Jadi keliatan banget orang Golkar kok narasinya begitu.

M : Oke. Jadi media baru ini beda dengan Suara Karya gitu ya mas?

Oke saya paham. Pertanyaan terakhir nih mas mungkin minum

dulu aja, ada nggak kans buat Suara Karya untuk cetak atau

terbit lagi. Ada harapan atau ada peluang?

R : Sebetulnya kita hanya kembali bersumber pada kapitalisasi ya.

Bisa mengganti ini. Itu faktor logistik iya kan. Ada lah kans

sebetulnya ada. Seharusnya megapa saya mengatakan ada. Ini

dapat ditarik sebagai orang yang pernah dilahirkan oleh partai

dan sekarang masih ada. Berbeda dengan partai politik lain loh,

tidak ada, taruh seperti punya Demokrat, bubar kan? Kemudian

orang-orangnya juga tidak merasa peduli.

M : Bodo amat gitu ya?

R : Pragmatis aja, padahal dia di Demokrat hanya sebagai

kepentingan politiknya. Berbeda dengan Golkar, mereka unik,

ini Suara Karya tidak pernah bisa diambil oleh satu orang.

Orang kaya zamannya pernah memimpin Sriwijaya,

konglomerat. Dia bendahara Golkar, jadi Pemimpin di Suara

Karya. Dari bendehara Golkar, biasanya jadi selama saya di

Suara Karya, satu bendehara Golkar, kedua jadi Pemimpin

Page 195: PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYUARAKAN KEBIJAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · Kedua Dosen Penguji Skripsi, Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. dan Dr

177

Perusahaan Suara Karya. Jadi istilah menurut saya, bandarnya

urusan duit. Suara karya itu. ya sisi negatif bergantung pada itu

tapi cost-nya selalu tinggi makanya seperti menyusui. Mungkin

ada yang mau, tapi Suara Karya dominasi satu orang tidak

boleh, sehingga tidak dimiliki satu orang, semisal Aburizal

Bakri, dia Ketua Umum. Jadi semacam ada hukum tidak tertulis

kenapa seperti itu kayanya. Saya bisa menganalisa jangan

samapi seperti tadi, dikuasai satu fraksi. Sama aja ini bukan

pengaruhnya, lebih baik kalau mau bikin aja sendiri, kamu kan

orang kaya konglomerat begitu, tapi tau negatif kita tidak bisa

menuntut siapa.

M : Tak bisa menuntut itu seperti apa?

R : Misal Trans TV bangkrut itu kemudian grupnya Hari Tanoe

tidak gajian, tidak dibayar, yang tanggung jawabn kan Hari

Tanoe. Sedangkan kita tidak jelas. Saking bingungnya Suara

Karya itu siapa kita, ya kembalikan ke partai. Secara hukum

tidak ada partai. Tidak ada notaris itu partai Golkar tidak ada.

Rumit tidak itu? Kebaikannya, pemimpin tunggal itu golkar.

Pertanyaan anda terjawab. Berarti bola di tangannya Ketua

Umum, dia mau menghidupkan apa tidak? Semua

dikumpulkan, bukannya hanya yang mau pengurus partai

Golkar. Tapi ini masih statusnya tidak jelas.

M : Bisa terbit lagi kalau Ketua Umum Golkar bilang iya?

R : Iya asal ketua umum. Tapi tidak tau apakah ketua umum masih

berpihak pada 80 orang itu? Atau kah tidak? Wallhualam.

Yakan bisa aja dia mengambil orang tidak jelas. Kalau begitu,

ini tidak jelas pasti hancur.