peran masjid raya cinere dalam meningkatkan...
TRANSCRIPT
PERAN MASJID RAYA CINERE DALAM MENINGKATKAN SOLIDARITAS SOSIAL MASYARAKAT
CINERE LIMO-DEPOK
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh SITI SHOLIHAH
NIM: 105053001802
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1430 H/2009 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, September 2009
SITI SHOLIHAH
ii
ABSTRAK
Peran Masjid Raya Cinere Dalam Meningkatkan Solidaritas Sosial Masyarakat Cinere Limo-Depok.
Alasan saya mengambil judul ini adalah karena saya tertarik dengan peran masjid dalam menjalankan fungsi-fungsi masjid yang salah satunya adalah sebagai tempat/lembaga kegiatan sosial. Masjid Raya Cinere telah membuktikan dan menjalankan bahwa Masjid Raya Cinere (MRC) mampu menjadi lembaga/tempat solidaritas serta bantuan kemanusiaan terhadap sesama. Bagi masyarakat mayoritas muslim, masjid merupakan pusat kegiatan masyarakat sebagaimana dicontohkan Rosulullah SAW, bahwa fungsi masjid yang ideal bukan hanya sebagai ibadah ritual tetapi memiliki fungsi sebagai tempat pendidikan, pelatihan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat. Dengan kata lain, keberadaan dan aktivitas suatu masjid di orientasikan untuk menjadi agen of change terhadap masyarakat menuju masyarakat madani (civil society) yang berlandaskan pada tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran apa saja yang dilakukan Masjid Raya Cinere dalam meningkatkan solidaritas sosial masyarakat cinere kemudian apa saja yang menjadi kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan dalam meningkatkan solidaritas sosial. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu melalui penelitian, observasi, wawancara serta dokumen dapat diketahui subyek yang utama adalah orang atau sekelompok orang yang dapat memberikan informasi serta data-data yang penulis butuhkan dalam memenuhi penyusunan skripsi ini. Jadi kesimpulan adalah dalam melakukan peran dan fungsinya Masjid Raya Cinere banyak memiliki program yang menjadi kegiatan-kegiatan demi terselenggaranya peran dan fungsinya tentunya dalam meningkatkan rasa solidaritas sosial terhadap masyarakat, pemahaman tersebut menunjukkan bahwa Masjid harus bebas dari aktivitas syirik dan harus dibersihkan dari semua kegiatan-kegiatan yang cenderung kepada kemusyrikan. Disamping itu kegiatan-kegiatan sosial yang dijiwai dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam dapat diselenggarakan di dalamnya.
iii
KATA PENGANTAR
“Kala Berdo’a Pada Tuhan Aku Berharap Semoga Dosa-dosaku Memperoleh Maaf
Dan Orang Lain Tak Tertimpa Keburukanku Setelah Lama Kutunggu
Kini Datang Juga Kebahagiaan Itu Kegembiraan Kini Menghampiri Setelah Lama Ku Nanti-nanti Dahaga Yang Lama Mendera
Musnah Sudah Oleh Air Telaga”
Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang
senantiasa memberi rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sholawat
dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta sahabat dan
keluarga pada kita semua selaku umatnya.
Dengan taufik dan hidayah Allah SWT, serta dilakukan dengan usaha yang
sungguh-sungguh, penulis dapat menyusun skripsi hingga selesai yang berjudul
PERAN MASJID RAYA CINERE (MRC) DALAM MENINGKATKAN
SOLIDARITAS SOSIAL MASYARAKAT CINERE LIMO-DEPOK.
Dalam menyusun skripsi ini penulis banyak menemukan kesulitan yang
dirasakan menghambat penyelesaian skripsi ini. Skripsi ini tidak terlepas dari
Seorang Dosen Pembimbing yang sangat baik yaitu Drs. M. Sungaidi, MA. Untuk
itu penulis haturkan terimakasih untuk masukan-masukan yang tentunya sangat
iv
membantu bagi penyelesaian skripsi ini, Allah pasti membalas kebaikan beliau,
itulah do’a yang penulis panjatkan.
Namun berkat do’a, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak juga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah Dan Komunikasi.
2. Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA Selaku Ketua Jurusan Manajemen
Dakwah dan Drs. Cecep Castrawijaya, MA selaku Sekertaris Jurusan
Manajemen Dakwah.
3. Dosen-dosen di Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Khususnya di Jurusan
Manajemen Dakwah.
4. Petugas Perpustakaan UIN, khususnya Fakultas Dakwah Dan Komunikasi.
5. Para Pengurus Masjid Raya Cinere yang telah menerima penulis untuk
melakukan penelitian dan memberikan data-data yang berkaitan dengan
skripsi ini, serta menerimanya dengan baik. Terutama Ustadz
Abdurrahman selaku Sekretaris Masjid Raya Cinere (MRC) yang telah
memberikan banyak waktu dan bantuannya kepada penulis dalam
pembuatan skripsi dalam penelitian ini.....syukron jaziilan
6. Ayahanda (Ilyas Lantur) dan Ibunda (Enno Sainah) tercinta sungguh
takkan terukur rasa cinta, sayang dan pengertian yang teramat dalam
bahkan selalu sabar dalam memanjakan keinginan penulis hingga pada
saatnyalah penulis hanya bisa memberikan hadiah terkecil ini. Semoga
semua ini mampu menjadi senyuman kebanggaan pada hati dan wajah
v
kalian. Syukron katsiron untuk do’a-do’a yang dipanjatkan serta kerja
keras dalam memenuhi keperluan dan kebutuhan penulis. Semoga
keindahan ini menjadi suri tauladan yang selalu abadi hingga akhir maut
memisahkan.
7. Keluarga tercinta, Kakak, Keponakan terimakasih untuk semangat dan
dukungan terindahnya, semoga menjadi motivasi yang berharga bagi
sepanjang perjalanan hidup penulis.
8. Kepada seorang sahabat yang amat berjasa yang selalu hadir dan tak
pernah lari disaat penulis banyak membutuhkan bantuan, tetaplah menjadi
sahabat terbaik bagiku..........thanks Honey_vha
9. Semua teman-teman Manajemen Dakwah Angkatan 2005 khususon
ilaa...Cin Ipeh, Cin Emphy, Cin Evy, Cin Tiqa thanks buat support dan
bahakan (canda) tergila semoga mampu menjadi ikatan yang daiman
abadan...Amin
10. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu kelancaran penulis dalam merampungkan skripsi ini.
Dengan keterbatasan dan kemampuan, penulis menyadari masih banyak
kekukarang sempurnaan pada skripsi ini. Untuk itu saran dan masukan sangat
penulis harapkan dan perbaikan dimasa-masa mendatang.
vi
Akhirnya pada Allah SWT penulis memohon mudah-mudahan skripsi ini
dicatat sebagai amal shaleh yang bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat serta
kepada semua pihak yang telah membantu penulis ucapkan terimakasih yang tak
terhitung besarnya semoga amalnya diterima di sisi AllahSWT.........Amin.
Jakarta, September 2009
Penulis
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... i ABSTRAK ...................................................................................................... ii KATA PENGANTAR .................................................................................... iii DAFTAR ISI ................................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah....................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 8
D. MetodologiPenelitian ............................................................... 9
E. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan .............................................................. 11
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Peran....................................................................... 13
B. Ruang Lingkup Masjid ............................................................. 14
a. Pengertian Masjid .............................................................. 14
b. Fungsi Masjid ..................................................................... 19
c. Peran Masjid ...................................................................... 25
C. Pengertian Solidaritas Sosial .................................................... 26
a. Arti Solidaritas Sosial ........................................................ 26
b. Bentuk Solidaritas Sosial ................................................... 35
BAB III GAMBARAN UMUM MASJID RAYA CINERE
A. Sejarah Berdirinya Masjid Raya Cinere ................................... 38
B. Visi, Misi, Maksud dan Tujuan ................................................ 40
C. Struktur Organisasi .................................................................. 41
D. Program Kegiatan .................................................................... 45
E. Letak Strategis .......................................................................... 50
viii
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Peran Masjid Raya Cinere Dalam Meningkatkan
Solidaritas Sosial ...................................................................... 52
B. Kegiatan yang dilakukan Masjid Raya Cinere Dalam
Meningkatkan Solidaritas Sosial .............................................. 56
C. Kegiatan yang dilakukan Masjid Raya Cinere Dalam
Meningkatkan Solidaritas Sosial Masyarakat Cinere. ............. 66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 73
B. Saran-saran ............................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 76
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masjid memiliki kedudukan yang sangat penting bagi umat muslim,
penting dalam upaya membentuk pribadi dan masyarakat yang islami. Untuk
merasakan urgensi itulah, masjid harus difungsikan dengan sebaik-baiknya dalam
arti harus dioptimalkan dalam memfungsikannya. Namun perlu diingat bahwa,
masjid yang fungsinya dapat dioptimalkan secara baik adalah masjid yang
didirikan di atas dasar taqwa.
Allah berfirman:
☺
☺
“Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (Masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih” (QS. 9:108)
Sebagai muslim kita tidak boleh puas hanya sampai pada keberhasilan
membangun fisik masjid yang megah hingga menghabiskan dana ratusan juta
bahkan milyaran rupiah, karena itu Rasulullah SAW mengingatkan agar
diperhatikan dan diupayakan juga pemakmuran masjid seoptimal mungkin
sesudah pembangunan selesai. Jangan sampai masjid yang dibangun dengan
2
megah dan indah serta menghabiskan dana yang besar, tapi hanya sedikit orang
yang memakmurkannya. Rasulullah SAW bersabda:
“Sungguh akan datang pada umatku suatu masa di mana mereka saling bermegah-megahan dengan membangun masjid tapi yang memakmurkannya hanya sedikit.” F
1
Merupakan sarana dakwah karena masjid tidak hanya digunakan dan
dimanfaatkan sebagai sarana ibadah semata, tetapi harus digunakan sebagai
tempat atau sarana untuk melakukan muamalah.
Masjid sebagai pusat ibadah, dakwah dan peradaban Islam dalam
sejarahnya yang panjang, dari perubahan yang positif sampai pergeseran yang
bersifat negative. Selama dalam pergeseran yang bersifat negative, ia bergeser
dari fungsi yang sangat terbatas. Ia tidak ingin menjadi pusat dakwah dan
peradaban Islam, tetapi hanya berfungsi sebagai tempat ibadah mahdah saja.
Masjid merupakan sarana dakwah karena masjid tidak hanya digunakan
dan dimanfaatkan sebagai sarana ibadah semata, tetapi harus digunakan atau
dimanfatkan sebagai tempat atau sarana untuk melakukan muamalah.F
2
Masjid sebagai pusat ibadah, pendidikan dakwah dan peradaban Islam.
Dalam sejarahnya yang panjang terus berkembang, semakin kokoh dan berakar
pada kehidupan masyarakat dunia. Ia merupakan bangunan monument religius,
yang menyatu dengan hati masyarakat dalam hidup dan kehidupan mereka. Sesuai
dengan perkembangan sejarahnya sampai masa kini, masjid dikategorikan
1 H. Ahmad Yani dan Achmad Satori Ismail. Menuju Masjid Ideal. LP2SI Harmain. Cet
1, Mei 2001 M/Syafar 1422 H 2 Zubaidi Natsir, Fungsi Masjid Di Zaman Modern Dipertanyakan, (Suara Masjid, 161,
Februari 1989) Hal 50
3
menjadi dua bagian yaitu: 1). Masjid-masjid yang dikelola dengan manajemen
tradisional, dan 2). Masjid-masjid dikelola dengan manajemen modern.
Dengan demikian kemakmuran masjid secara hakiki adalah penghambaan
kepada Allah sesuai dengan urusan dan kedudukan yang layak di masjid-masjid
tersebut. Banyaknya orang yang mengingat Allah dan mengingatkan orang lain
kepada Allah SWT. Terpeliharanya masjid dari semua perkara dan perkataan yang
sia-sia dan khurafat.F
3
Islam sangat menekankan persamaan dalam masyarakat. Manusia disebut
juga dengan makhluk sosial, karenanya hubungan di antara masyarakat muslim
berlangsung secara harmonis sehingga tidak terjadi adanya kesenjangan sosial,
apalagi melalui sholat berjamaah, prinsip kehidupan sosial itu dibina. Menurut
Sidi Ghazalba: “Dalam masjid pada waktu sholat, ajaran persamaan dan
persaudaraan umat manusia dipratekkan. Disinilah tiap muslim disadarkan bahwa
sesungguhnya mereka semua sama. Di dalam masjid akan hilanglah perbedaan
warna kulit, suku, nasion, kedudukan, kekayaan, mazhab, ideology. Semuanya
berbaris di depan Tuhannya tanpa perbedaan, bagai sekumpulan saudara seiya
sekata, serempak mematuhi imam yang di depannya.
Peranan sosial agama harus dilihat terutama sebagai suatu yang
mempersatukan. Dalam pengertian harfiyahnya, agama menciptakan suatu ikatan
bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban sosial yang membantu memepersatukan mereka. Karena
nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh
3 Moh. E. Ayub, Muhsin MK., H Ramlan Mardjoned. Manajemen Masjid. Cet Ke 9.
ramadhan 1428 H/September 2007 M
4
kelompok-kelompok keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan
bersama dalam masyarakat. Agama juga cenderung melestarikan nilai-nilai sosial.
Fakta yang menunjukan bahwa nilai-nilai keagamaan itu sakral berarti bahwa
nilai-nilai keagamaan tersebut tidak mudah diubah karena adanya perubahan-
perubahan dalam konsepsi-konsepsi kegunaan dan kesenangan duniawi.
Perilaku sosial masyarakat Indonesia akhir-akhir ini begitu merisaukan.
Dimana rasa solidaritas sosial gampang terkikis oleh kepentingan dan egosentris
pribadi. Jangankan antar agama, dalam satu agama saja, orang-orang dengan
mudah mengolok-olok ini lebih baik itu lebih buruk, ini selamat itu sesat, ini
benar itu salah, dan seterusnya. Mengapa semua ini bisa terjadi? Padahal, agama
islam sangat mengajarkan umatnya tentang ‘kebajikan’ dan menjauhi perbuatan
mengolok-olok.
Begitu kuatnya perumpamaan Nabi saat memaparkan kepada umatnya
tentang urgensi solidaritas sosial. Meski sudah biasa terdengar, konsep ini belum
tercerna dengan baik. Lazimnya, orang memaknai solidaritas sosial hanya pada
lingkup sisi kehidupan tertentu saja, seperti mengulurkan tangan kepada fakir
miskin, orang-orang yang terpinggirkan, dan kepada siapapun yang membutuhkan
pertolongan.
Hemat saya, solidaritas antar sesama manusia kini mengalami degradasi.
Ini sangat terkait dengan rendahnya moralitas warga negara. Perlu diketahui,
moral di sini tidak hanya bicara seputar disiplin tubuh, batas-batas aurat. Tapi, ia
bermakna luas dan menyeluruh, sebagaiamana yang diemban Muhammad SAW.
5
saat pertama kali ditugaskan untuk menyampaikan risalah: Liutammima
Makarima al-Akhlaq, menyempurnakan akhlak yang mulia.
Pada saat-saat awal berdakwah, Rasulullah tidak langsung mengajarkan
syari’at: semisal shalat, puasa, zakat, dll. Tapi, beliau mengajarkan umatnya
tentang etika secara universal. Dapatkah kita memaknai akhlak atau moral dalam
konteks ini hanya sebatas aturan aurat: sensual apa tidak sensual, mengundang
syahwat atau tidak, menimbulkan fitnah atau tidak, dan seterusnya. Tidak
sesederhana itu. Jika makna moral hanya disempitkan pada wilayah itu, maka
Nabi tidak perlu lama-lama dalam menapaki lika-liku berdakwah.
Akhlak adalah prilaku sosial seseorang. Biasa juga disebut moral atau budi
pekerti. Karena sifatnya yang universal, Abdullah Nashin Ulwan dalam al-takaful
al-ijtima’i fi al-Islam merumuskannya dengan sebutan solidaritas sosial (al-
takaful al-ijtima’i). Kehadiran rumusan ini tak lain untuk menjembatani pluralitas
individu dan kepentingan dalam suatu masyarakat. Agar moralitas tetap tegak dan
tidak diinjak-injak, maka diperlukan pemahaman tentang solidaritas sosial.
Rasulullah menggambarkan solidaritas sosial ini, sebagaimana diceritakan Imam
al-Bukhari, layaknya sekelompok orang di atas kapal. Mereka akan mengundi,
siapa yang berada di dek atas dan siapa yang di bawah. Setelah itu, ketika yang di
bawah ingin mengambil air minum, maka ia harus melewati mereka yang di atas,
bahkan tidak sekedar melewati tapi juga minta bantuannya.
Karena sering dipersulit, salah seorang di dek bawah punya usul,
“Bagaimana kalau kita belah saja perahu ini menjadi dua, sehingga kami yang di
bawah tidak merepotkan yang di atas?”
6
Nabi pun melanjutkan cerita sambil mengomentari pertanyaan di atas.
Kalau keinginan mereka itu dituruti, tentu semuanya akan celaka, tenggelam.
Tapi, jika mereka saling berpegang tangan dan bekerja sama, pasti mereka akan
selamat.
Bagi penulis, tidak semudah itu. Sebab, banyak orang yang gemar
memberi santunan kepada fakir miskin, korban bencana alam, anak-anak jalanan,
tapi hanya untuk mencari muka dan simpatik. Sementara itu, kita dikelabuhi
bahwa ‘materi’ yang mereka gunakan dalam aksi sosial itu adalah uang hasil
merampok negara.
Ini senada dengan ‘teori dramaturgi’ ala sosiolog kondang abad ke-20
Erving Goffman. Yaitu sesuatu yang dipentaskan di atas panggung itu ghalibnya
amat sangat bertolak belakang dengan kondisi di belakang panggung. Apa yang
tampak dipermukaan dan ditonton oleh khalayak tak ubahnya sepenggal kisah
drama atau sandiwara yang hilang begitu saja usai lakon dipentaskan.
Karena itu, solidaritas sosial harus meliputi dua hal: 1) pembentukan jati
diri atau kepribadian dan 2) pembentukan prilaku sosial. Keduanya harus berjalan
selaras, serasi, dan seimbang. Sebaik apapun kepribadian seseorang jika ia tidak
mampu mengaktualkan dalam kehidupan bermasyarakat, maka tidak masuk
kategori solidaritas sosial. Begitu pula sebaliknya. Berarti, kualitas individu dan
prilaku sosial seseorang harus integral dalam satu nafas kehidupan.
Kalau begitu, bermoral sama dengan berjiwa solidaritas sosial. Kamus
besar bahasa Indonesia menyebutkan, bermoral adalah mempunyai pertimbangan
baik-buruk atau berakhlak baik. Prinsip ‘baik-buruk’ tentu tidak mungkin hanya
7
melingkupi diri seseorang secara individual, tapi cakupannya luas, antara individu
dengan lingkungan. Berarti, kita dapat meraba apakah ‘si fulan’ itu bermoral atau
tidak, yaitu dengan melihat kepribadiannya dan tindakan sosial di masyarakat
bukan dengan cara sekadar melihat gaya berpakaiannya.
Prinsip-prinsip solidaritas sosial yang mendasar dalam Islam adalah,
pertama, ‘pemerataan harta’ untuk kepentingan sosial. Saking pentingnya, al-
Quran menyebut harta dengan istilah ‘kebaikan’ (khair). Apabila seseorang di
antara kamu kedatangan maut, lalu meninggalkan ‘kebaikan’, maka diwajibkan
atas kamu untuk berwasiat kepada orang tua dan para kerabat. (QS. 2: 180). Pada
ayat lain juga disebutkan, sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada
‘kebaikan’. (QS. 100: 8).
Makna kebaikan yang dimaksud dalam dua ayat tersebut tak lain adalah
‘harta’. Setidaknya ayat tersebut menyiratkan makna, bahwa harta akan bernilai
jika: 1) diperoleh dari jalan yang baik dan 2) didermakan untuk kebaikan.
Karenanya, Islam melarang keras penumpukan harta untuk memperkaya diri.
Surat Al-Humazah ayat 1-4 mengajarkan kepada kita, bahwa orang yang gemar
harta dan tidak punya jiwa peduli sosial adalah termasuk golongan orang-orang
yang culas.
Dengan melihat latar belakang masalah di atas, maka penulis untuk
mengajukan judul “Peran Masjid Raya Cinere Dalam Meningkatkan Solidaritas
Sosial Masyarakat Cinere, Limo-Depok”.
8
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah dan lebih tajam penulisan karya tulis ini dan guna
menghindari over lap (melebar kemana-mana) Maka penulis membatasi seputar
Peran Masjid Raya Cinere Dalam Meningkatkan Solidaritas Sosial
Masyarakat Cinere, Limo-Depok.
2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana peran yang dilakukan Masjid Raya Cinere dalam
Meningkatkan Solidaritas Sosial?
b. Bagaimana bentuk dan karakteristik kegiatan yang dilakukan Masjid Raya
Cinere dalam Meningkatkan Solidaritas Sosial?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui peran yang dilakukan Masjid Raya Cinere dalam
Meningkatkan Solidaritas Sosial.
b. Untuk mengetahui bentuk kegiatan yang dilakukan Masjid Raya Cinere
dalam Meningkatkan Solidaritas Sosial.
2. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
a. Manfaat akademis: Memberikan sumbangsih pengetahuan kepada
segenap civitas akademika khususnya Jurusan Manajemen Dakwah dan
Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9
b. Manfaat praktis: Dapat dijandikan pedoman praktis bagi pengelola
masjid dengan kontribusinya terhadap dakwah Islam dalam pelayanan
masyarakat.
D. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian skripsi ini adalah penelitian lapangan (field reseach),
dimana penulis melakukan penelitian langsung kelapangan guna mendapatkan
data yang dibutuhkan untuk penulisan skripsi ini. Dan penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang memberikan gambaran secara objektif
suatu masalah dalam skripsi ini. Sedangkan teknik penulisannya bersifat deskriptif
analisis, yaitu memberikan gambaran terhadap subjek dan objek penelitian.
1. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalaht tempat memperoleh keterangan. Dan yang
menjadi objek penelitian adalah Badan Kantor Masjid Raya Cinere. Namun
subjek penelitian kemungkinan akan meluas dengan melibatkan unsur perorangan
yang terlibat dalam proses pelaksanaan peran Masjid Raya Cinere, misalnya
pengurus Masjid Raya Cinere.
2. Dasar Penelitian Lokasi
Penelitian ini dilakukan di kantor Masjid Raya Cinere yaitu Jl. Flamboyan
Raya Cinere, Limo-Depok.
3. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Juni 2009, dari mulai
pengurusan perijinan sampai tahap pengumpulan data yang dilakukan secara
Incidental (sesuai dengan keperluan dalam melengkapi data).
10
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Interview, merupakan suatu alat pengumpulan informasi langsung tentang
beberapa jenis data.
b. Dokumentasi, data diperoleh dari dokumen-dokumen yang berupa catatan
formal dan juga buku-buku, majalah, Koran dan catatan lain ynag ada
kaitannya dengan penelitian ini.
c. Observasi, yaitu penulis langsung mendatangi kantor Masjid Raya Cinere
guna memperoleh data yang valid tentang hal-hal yang menjadi objek
penelitian.
d.Teknik analisis data, dari data yang dikumpulkan, kemudian ditelaah,
dikritisi, dan diinterprestasikan. Adapun metode yang penulis gunakan
dalam menalaah data adalah menggunakan analisis deskriptif analitik,
maksudnya adalah cara melaporkan data dengan menerangkan dan memberi
gambaran mengenai data yang terkumpul secara apa adanya dan kemudian
data tersebut disimpulkan.
E. Tinjauan Pustaka
1. Lutfi Saefullah, ”Manajemen Masjid Ibnu Sina Pamulang Dalam
Pengembangan Kegiatan Dakwah Pada Anak Usia Dini”. Skripsi
mahasiswa ini berisikan tentang manajemen masjid dalam kegiatan dakwah
yang ditujukan pada anak usia dini bagi pengembanagn ilmu agamanya,
yang diajarkan sesuai dengan norma-norma agama islam dengan
memberikan pembinaan dan pengarahan dan mengajarkan kepada ajaran
agama islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadist.
11
2. Wahyudin, ”Masjid Sebagai ”Pusat Kegiatan Dakwah (Analisis Terhadap
Masjid Baitul Faizin Pem. Kab. Bogor)”. Skripsi mahasiswa ini berisikan
tentang kegiatan-kegiatan dakwah yang mengarah pada fungsi masjid yang
mencerdaskan umat sehingga masjid bisa menjalankan fungsinya sebagai
pusat cahaya dan petunjuk bagi masyarakat yang ada disekitarnya.
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian kali ini
penulis lebih membahas masalah peran Masjid Raya Cinere dalam menjalankan
salah satu fungsinya sebagai tempat sosial kemasyarakatan yang pembahasannya
melihat pada kegiatan-kegiatan sosial apa saja yang dilakuakan dengan tujuan
untuk meningkatkan rasa solidaritas sosial masyarakat.
F. Sistematika Penulisan
Penulis penelitian ini terdiri dari V (lima) Bab yang perinciannya sebagai
berikut:
Bab Pertama:Pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian,
dan sistematika penulisan.
Bab Kedua:Tinjauan teoritis yang meliputi: pengertian peran, ruang lingkup
masjid (pengertian masjid, fungsi masjid, peran masjid), pengertian solidaritas
sosial, dan bentuk solidaritas sosial.
Bab Ketiga:Gambaran umum mengenai Masjid Raya Cinere yang meliputi:
sejarah berdirinya masjid raya cinere (MRC), visi, misi dan tujuan, struktur
organisasi, progran kerja dan letak geografis.
12
Bab Keempat:Temuan dan analisis data yang meliputi: peran yang dilakukam
Masjid Raya Cinere dalam Meningktakan Solidaritas Sosial masyarakat Cinere
Limo-Depok, dan kegiatan yang dilakukan Masjid Raya Cinere dalam
Meningkatkan Solidaritas Sosial masyarakat Cinere Limo-Depok.
Bab Kelima:Berisikan tentang kesimpulan dari rangkaian dari pembahasan dan
beberapa saran yang penulis jelaskan dalam rangka kasus Masjid Raya Cinere.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Peran
Dalam kamus bahasa Indonesia, peran adalah bagian dari tugas utama
yang harus dilakukan. Tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sesuatu yang
terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa.
Dalam kamus modern peran berarti sesuatu yang menjadi kegiatan atau
memegang pimpinan yang utama, peran, memrankan, memainkan sesuatu, peran
lakon, bagian utama.F
4F
Sarlito Wirawan Sarwono juga mengemukakan hal yang sama bahwa
harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain pada umumnya tentang
perilaku-perilaku yang pantas, yang seyogyanya ditentukan oleh seseorang yang
mempunyai peran tertentu. F
5
Berbicara tentang peran, tentu tidak bisa dipisahkan dengan status
(kedudukan) walaupun keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat
satu dengan yang lain. Peranan diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang
berbeda, akan tetapi kelekatannya sangat terasa sekali. Seseorang dikatakan
memiliki peran atau berperan karena dia memiliki status dalam masyarakat
walaupun kedudukannya itu berbeda antara satu dengan yang lain, akan tetapi
masing-masing darinya berperan sesuai dengan statusnya.
4Poewarminta, WJS., Kamus Modern, (Jakarta: Jembatan, 1976), Cet, ke. 2, h. 473. 5Sarlito Wirawan. S, Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta: CV. Rajawali, 1984, Cet, ke.
1, h. 235.
14
Peranan menurut ahli sosiologi seperti menurut Ralph Linton, yaitu The
Dynamic Aspec of Status. Seseorang menjalankan peranan manakala ia
menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan statusnya sedangkan suatu status
adalah “a collection of right and duhes” suatu kumpulan hak dan kewajiban.
Robert K. Merton mempunyai pandangan yang berbeda dengan Linton. Ia
memperkenalkan konsep perangkat peranan (role set), yang didefinisikan sebagai
“complement of role wicht persone have by virtue of occupying a particular
status” perlengkapan hubungan peranan yang dipunyai seseorang karena
menduduki status sosial tertentu.F
6F
Pengertian peran menurut Jenning 1944 mendefinisikan peran yaitu cara
berinteraksi yang melibatkan tingkah laku oleh dan untuk individu, yang pada
akhirnya ada proses penempatan stastus peranan seseorang dalam keluarga,
organisasi, masyarakat dan lain sebagainya.
Gibb dan Gordon 1954 mendefinisikan peran yaitu lahir dari interaksi
dalam masyarakat itu sendiri dengan memposisikan peran interaksi mereka dalam
masyarakat, melalui partisipasi dalam memainkan peranan tertentu. F
7
B. Ruang Lingkup Masjid
a. Pengertian Masjid
Pengertian masjid menurut istilah adalah tempat umat Islam mengerjakan
shalat, zikir kepada Allah SWT, dan untuk hal-hal yang berhubungan dengan
dakwah Islam.F
8
6Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fak. Ekonomi UI,
1993, h. 62-63 7http:/ireoga.org/adapt/modul_kepemimpinan.htm 8M. Abdul Mujieb, et. all, Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1994, h. 201
15
Masjid berasal dari kata sajada yang artinya tempat sujud. Secara teknis
sujud (sujudun) adalah meletakkan kening ke tanah. Secara maknawi, jika kepada
Tuhan sujud mengandung arti menyembah, jika kepada selain Tuhan, sujud
mengandung arti hormat kepada sesuatu yang dipandang besar atau agung.
Sedangkan sajadah dari kata sajjadatun mengandung arti tempat yang banyak
dipergunakan untuk sujud, kemudian mengerucut artinya menjadi selembar kain
atau karpet yang dibuat khusus untuk salat orang per orang. Oleh karena itu karpet
masjid yang sangat lebar, meski fungsinya sama tetapi tidak disebut sajadah.
Adapun masjid (masjidun) mempunyai dua arti, arti umum dan arti
khusus. Masjid dalam arti umum adalah semua tempat yang digunakan untuk
sujud dinamakan masjid, oleh karena itu kata Nabi, Tuhan menjadikan bumi ini
sebagai masjid. Sedangkan masjid dalam pengertian khusus adalah tempat atau
bangunan yang dibangun khusus untuk menjalankan ibadah, terutama salat
berjamaah. Pengertian ini juga mengerucut menjadi, masjid yang digunakan untuk
salat Jum'at disebut Masjid Jami`. Karena salat Jum`at diikuti oleh orang banyak
maka masjid Jami` biasanya besar. Sedangkan masjid yang hanya digunakan
untuk salat lima waktu, bisa di perkampungan, bisa juga di kantor atau di tempat
umum, dan biasanya tidak terlalu besar atau bahkan kecil sesuai dengan
keperluan, disebut Musholla, artinya tempat salat. Di beberapa daerah, musholla
terkadang diberi nama langgar atau surau.F
9
9http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg02123.html
10Ahmad Yani, Panduan Mengelola Masjid, Jakarta: Pustaka Inter Masa, 2007, h. 3
16
Sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Tirmizi Dari Abi Said Al-Hudry
berbunyi “Bahwa tiap potong dari tanah adalah masjid”. Dalam hadist yang lain
Nabi Muhammad SAW menerangkan, “Telah dijadikan tanah itu masjid bagiku,
tempat sujud”. Masjid berasal dari kata sajadah/ sujud, salah satunya bermakna
mengikuti maupun menyesuaikan diri dengan ketetapan Allah yang berkaitan
dengan alam raya (Sunnahtullah). Dengan keterangan ini jelas bahwa arti masjid
itu sebenarnya itu tempat sujud, bukan hanya berarti sebuah gedung atau tempat
ibadah yang tertentu. Tiap potong permukaan bumi, terbatas dengan sesuatu tanda
atau tidak, beratap atau bertadah langit, bagi orang Islam sebenarnya dapat
dikatakan masjid, jika disana ia mengerjakan shalat, jika disitu ia hendak letakkan
dahinya, sujud menyembah tuhannya.
Menurut Rudhy Suharto yang dikutip oleh Dr. H. Ahamad Yani, et all.
Masjid secara etimologi berarti tempat sujud. Sedangkan dalam terminologis,
masjid adalah tempat melakukan ibadah dalam makna luas. Dengan demikian
masjid merupakan bangunan yang segaja didirikan umat islam untuk
melaksanakan shalat berhamaah dan berbagai keperluan lain yang terkait dengan
kemaslahatan umat Islam. Menurut Haidh Bin Abdullah Al-Qarni, masjid adalah
tempat saling mengenal dan mengakrapkan diri diantara kaum muslimin. Karena
saat didalam masjid mereka dapat mengetahui informasi tentang saudaranya yang
absen atau tidak hadir, apakah mereka dalam kesusahan atau lainnya, dengan
demikian maka akan timbul rasa tolong menolong sehingga dapat mempererat tali
17
persaudaraan dan memperkokoh ikatan kasih sayang antar jamaah masjid dari
kaum mukminin.F
10F
Melalui masjid, masyarakat dapat mengembangkan tradisi silahturahmi
untuk saling bertukar pikiran, berbagai pengalaman dan informasi dalam
mengucapkan masalah-masalah social yang dihadapi sekaligus menemukan jalan-
jalan kehidupan yang sebaiknya ditempuh. Silahturahmi dipandang sebagai proses
interaksi sosial yang melibatkan individu dan jamaah, sehingga akan melahirkan
suatu model yang fungsional dalam membentuk komunitas tertentu. Karena itu
masjid dapat dipandang sebagai pusat perubahan dan pembentukan sosial, baik
atas dasar yang direncanakan ataupun melalui proses penemuan makna secara
alamiah.F
11
Masjid sebagai pusat kesatuan sosial muslim seperti digambarkan oleh
Dr. Sidi Gazalba sebagai berikut:
1. Masjid adalah pangkal tolak muslim dalam usaha atau pekerjaannya
sehari-hari. Setelah shalat subuh, mereka menuju lapangan kerjaan atau
usahanya masing-masing. Jadi masjid merupakan pangkal tolak dari
pekerjaan atau kegiatan muslim dalam kehidupan atau kesatuan sosial.
2. Masjid adalah penutup dari pekerjaan atau kegiatan sosial muslim sehari-
hari. Sebelum menuju tempat tidur, ia melakukan shalat isya. Semua cita
dan amalan hari itu dikeritik dan dikontrol dalam diri masjid.
3. Muslim yang rata-rata sekali-kali lima jam terhimpun dalam masjid,
membentuk ikatan dalam sesamanya.
10Ahmad Yani, Panduan Mengelola Masjid, Jakarta: Pustaka Inter Masa, 2007, h. 3 11Nana Rukmana, Masjid Dan Dakwah, Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2002, Cet. Ke-1, h.
XXV
18
Seluruh jagad adalah masjid bagi muslim. Jadi seluruh bumi adalah tempat
sujud kepada tuhan. Ini berarti bumi adalah tempat memperhamba diri kepada
tuhan, tempat untuk meluhurkan tuhan. Sujud dalam pengertian lahir bersifat
gerak jasmani, sujud dalam pengertian bathin berarti pengabdian. F
12
Syaikh Sayid Sabiq dalam bukunya fiqussunnah mengertikan masjid
sebagai berikut: sebagaimana Allah telah mengkhususkan kepada umat ini yauitu
menjadikan bumi dalam keadaan suci dan sebagai masjid dimana seorang muslim
telah sampai pada waktu sholat, sholatlah dimana saja ia berada atau
mendapatinya.F
13
Prof. TM. Hasbi Ashshiddiq berpendapat bahwa pengertian masjid
tiadalah khusus dengan tempat mendirikan jumat saja, bahkan perkataan masjid,
mengenai segala tempat yang dijadikan tempat umum untuk mengerjakan shalat
dan jamaah.F
14
Bagi umat Islam masjid sebenarnya merupakan pusat segala pusat
kegiatan. Masjid bukan hanya sebagai pusat ibadah khusus seperti shalat dan
I’tikaf. Tetapi merupakan pusat kebudayaan/ muamalat tempat dimana lahir
kebudayaan Islam yang demikian kaya dan berkah. Keadaan ini sudah terbukti
mulai dari zaman Rasulullah sampai kemajuan politik dan gerakan Islam
diberbagai negara saat ini.F
15
12Sidi Gazalba, Masjid Pusat Peribadatan Dan Kebudayaan, Jakarta: Pustaka Al-Husna,
1994, h. 118 13Syaid Sabiq, Fiqussunnah, Beirut: Dar Al-Fik, 1981, Jilid 1, Cet, ke-3, h. 209 14Hasbi Ash-Siddiqi, TM. Prof, Koleksi Hadist-Hadist Hukum, Bandung: PT Al-Ma’arif,
1979, Jilid 2, Cet, ke-3 15 Sofian Safri Harahap, Manajemen Masjid, PT Dana Bakti Prima Yasa, Yogyakarta,
199, h. 5, Cet, ke-2
19
Sidi Gazalba dalam bukunya masjid pusat ibadah dan kebudayaan Islam
mendefinisikan bahwa masjid adalah lembaga utama Islam, pusat kehidupan umat
muslim. Sidi gazalba menyatakan masjid adalah tempat mengumumkan hal-hal
penting menyangkut hidup masyarakat muslim, suka dan duka, dan peristiwa-
peristiwa yang berlangsung berhubungan dengan kesatuan sosial disekitar masjid,
diumumkan dengan saluran masjid sehingga masjid mempunyai fungsi sebagai
pendidikan rakyat dan penerangan rakyat.F
16
b. Fungsi Masjid
Fungsi utama masjid adalah tempat sujud kepada Allah SWT, tempat
shalat, dan tempat beribadah kepada-Nya. Masjid juga paling banyak
dikumandangkan nama Allah melalui azan, iqomat, tasbih, tahmid, tahlil, istighfar
dan ucapan lainnya yang dianjurkan dibaca di masjid sebagian dari lafadz yang
berkaitan dengan pengagungan asma Allah.
Fungsi Masjid yang Utama:
a) Sebagai tempat ibadah( Sholat, zikir, membaca Al quran, medekatkan diri
kepada Allah).
b) Sebagai tempat pendidikan(Agama, umum, pengetahuan dan teknologi).
c) Untuk mempererat hubungan kekeluargaan masyarakat Islam (pembinaan
remaja).
16 Sidi Gazalba, Masjid Pusat Peribadatan Dan Kebudayaan, Jakarta: Pustaka Al-Husna,
1994, h. 127
20
d) Sebagai sumber rujukan dalam memecahkan masalah dan pusat informasi
(agen2 bantuan social, keuangan, perjodohan, nasehat, pekerjaan,
pelatihan)
Luas dan hebatnya fungsi masjid khususnya pada zaman Rasulullah dan
sesudahnya disebabkan beberapa faktor. Pertama, tingginya tingkat kesadaran
masyarakat/kaum Muslimin untuk berpegang teguh pada nilai-nilai ajaran Islam
dalam semua aspek kehidupan. Kedua, para pengurus/Pembina masjid mampu
menghubungkan aktivitas masjid dengan kebutuhan masyarakat dan kondisi
sosialnya. Ketiga, tercapainya kesamaan visi, misi dan hati antara
pemerintah/pemimpin dan rakyatnya, antara pengurus masjid, ustadz/khatib dan
jamaahnya, untuk membangun semua bidang kehidupan. ''Semua itu merupakan
kunci sukses untuk menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan umat''.F
17
Masjid berarti tempat untuk bersujud. Secara terminologis diartikan
sebagai tempat beribadah umat Islam, khususnya dalam menegakkan shalat.
Masjid sering disebut Baitullah (rumah Allah), yaitu bangunan yang didirikan
sebagai sarana mengabdi kepada Allah. Pada waktu hijrah dari Mekah ke
Madinah ditemani shahabat beliau, Abu Bakar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melewati daerah Quba di sana beliau mendirikan Masjid pertama sejak
masa kenabiannya, yaitu Masjid Quba (QS 9:108, At Taubah). Setelah di Madinah
Rasulullah juga mendirikan Masjid, tempat umat Islam melaksanakan shalat
berjama’ah dan melaksanakan aktivitas sosial lainnya. Pada perkembangannya
disebut dengan Masjid Nabawi.
17 http://asslama.blogspot.com/2008/09/peran-dan-fungsi-masjid.html
21
Fungsi Masjid paling utama adalah sebagai tempat melaksanakan ibadah
shalat berjama’ah. Kalau kita perhatikan, shalat berjama’ah adalah merupakan
salah satu ajaran Islam yang pokok, sunnah Nabi dalam pengertian muhaditsin,
bukan fuqaha, yang bermakna perbuatan yang selalu dikerjakan beliau. Ajaran
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang shalat berjama’ah merupakan
perintah yang benar-benar ditekankan kepada kaum muslimin.
Abdullah Ibn Mas’ud r.a. berkata: “Saya melihat semua kami (para
shahabat) menghadiri jama’ah. Tiada yang ketinggalan menghadiri jama’ah,
selain dari orang-orang munafiq yang telah nyata kemunafiqannya, dan
sungguhlah sekarang dibawa ke Masjid dipegang lengannya oleh dua orang,
seorang sebelah kanan, seorang sebelah kiri, sehingga didirikannya ke dalam
shaff.” (HR: Al Jamaah selain Bukhory dan Turmudzy).
Ibnu Umar r.a. berkata: “Bersabdalah Rasulullah s.a.w.: “Shalat
berjama’ah melebihi shalat sendiri dengan dua puluh tujuh derajad.” (HR:
Bukhory dan Muslim).
Sebenarnya, inti dari memakmurkan Masjid adalah menegakkan shalat
berjama’ah, yang merupakan salah satu syi’ar Islam terbesar. Sementara yang lain
adalah pengembangannya. Shalat berjama’ah merupakan indikator utama
keberhasilan kita dalam memakmurkan Masjid. Jadi keberhasilan dan kekurang-
berhasilan kita dalam memakmurkan Masjid dapat diukur dengan seberapa jauh
antusias umat dalam menegakkan shalat berjama’ah.
Meskipun fungsi utamanya sebagai tempat menegakkan shalat, namun
Masjid bukanlah hanya tempat untuk melaksanakan shalat saja. Di masa
22
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, selain dipergunakan untuk shalat,
berdzikir dan beri'tikaf, Masjid bisa dipergunakan untuk kepentingan sosial.
Misalnya, sebagai tempat belajar dan mengajarkan kebajikan (menuntut ilmu),
merawat orang sakit, menyelesaikan hukum li'an dan lain sebagainya.
Dalam perjalanan sejarahnya, Masjid telah mengalami perkembangan
yang pesat, baik dalam bentuk bangunan maupun fungsi dan perannya. Hampir
dapat dikatakan, dimana ada komunitas muslim di situ ada Masjid. Memang umat
Islam tidak bisa terlepas dari Masjid. Disamping menjadi tempat beribadah,
Masjid telah menjadi sarana berkumpul, menuntut ilmu, bertukar pengalaman,
pusat da’wah dan lain sebagainya.
Banyak Masjid didirikan umat Islam, baik Masjid umum, Masjid Sekolah,
Masjid Kantor, Masjid Kampus maupun yang lainnya. Masjid didirikan untuk
memenuhi hajat umat, khususnya kebutuhan spiritual, guna mendekatkan diri
kepada Pencipta-nya. Tunduk dan patuh mengabdi kepada Allah subhanahu wa
ta’ala. Masjid menjadi tambatan hati, pelabuhan pengembaraan hidup dan energi
kehidupan umat.
Utsman Ibn ‘Affan r.a. berkata: “Rasul s.a.w. bersabda: Barangsiapa
mendirikan karena Allah suatu Masjid, niscaya Allah mendirikan untuknya seperti
yang ia telah dirikan itu di Syurga.” (HR: Bukhori & Muslim).
Masjid memiliki fungsi dan peran yang dominan dalam kehidupan umat
Islam, beberapa di antaranya adalah:
1. Sebagai tempat beribadah.
23
Sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat sujud, maka fungsi
utamanya adalah sebagai tempat ibadah shalat. Sebagaimana diketahui bahwa
makna ibadah di dalam Islam adalah luas menyangkut segala aktivitas kehidupan
yang ditujukan untuk memperoleh ridla Allah, maka fungsi Masjid disamping
sebagai tempat shalat juga sebagai tempat beribadah secara luas sesuai dengan
ajaran Islam.
2. Sebagai tempat menuntut ilmu
Masjid berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengajar, khususnya ilmu
agama yang merupakan fardlu ‘ain bagi umat Islam. Disamping itu juga ilmu-ilmu
lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora, keterampilan dan lain sebagainya dapat
diajarkan di Masjid.
3. Sebagai tempat pembinaan jama’ah
Dengan adanya umat Islam di sekitarnya, Masjid berperan dalam
mengkoordinir mereka guna menyatukan potensi dan kepemimpinan umat.
Selanjutnya umat yang terkoordinir secara rapi dalam organisasi Ta’mir Masjid
dibina keimanan, ketaqwaan, ukhuwah imaniyah dan da’wah islamiyahnya.
Sehingga Masjid menjadi basis umat Islam yang kokoh.
4. Sebagai pusat da’wah dan kebudayaan Islam
Masjid merupakan jantung kehidupan umat Islam yang selalu berdenyut
untuk menyebarluaskan da’wah islamiyah dan budaya islami. Di Masjid pula
direncanakan, diorganisasi, dikaji, dilaksanakan dan dikembangkan da’wah dan
kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan masyarakat. Karena itu Masjid,
berperan sebagai sentra aktivitas da’wah dan kebudayaan.
24
5. Sebagai pusat kaderisasi umat
Sebagai tempat pembinaan jama’ah dan kepemimpinan umat, Masjid
memerlukan aktivis yang berjuang menegakkan Islam secara istiqamah dan
berkesinambungan. Patah tumbuh hilang berganti. Karena itu pembinaan kader
perlu dipersiapkan dan dipusatkan di Masjid sejak mereka masih kecil sampai
dewasa. Di antaranya dengan Taman Pendidikan Al Quraan (TPA), Remaja
Masjid maupun Ta’mir Masjid beserta kegiatannya.
6. Sebagai basis Kebangkitan Umat Islam
Abad ke-lima belas Hijriyah ini telah dicanangkan umat Islam sebagai
abad kebangkitan Islam. Umat Islam yang sekian lama tertidur dan tertinggal
dalam percaturan peradaban dunia berusaha untuk bangkit dengan berlandaskan
nilai-nilai agamanya. Islam dikaji dan ditelaah dari berbagai aspek, baik ideologi,
hukum, ekonomi, politik, budaya, sosial dan lain sebagainya. Setelah itu dicoba
untuk diaplikasikan dan dikembangkan dalam kehidupan riil umat. Menafasi
kehidupan dunia ini dengan nilai-nilai Islam. Proses islamisasi dalam segala aspek
kehidupan secara arif bijaksana digulirkan.
Umat Islam berusaha untuk bangkit. Kebangkitan ini memerlukan peran
Masjid sebagai basis perjuangan. Kebangkitan berawal dari Masjid menuju
masyarakat secara luas. Karena itu upaya aktualisasi fungsi dan peran Masjid pada
abad lima belas Hijriyah adalah sangat mendesak (urgent) dilakukan umat Islam.
Back to basic, Back to Masjid.F
18
18 HUhttp://immasjid.com/cetak.php?id=149U
25
Masjid berfungsi sebagai tempat untuk memberikan motivasi dalam semua
kegiatan masyarakat baik menyangkut kegiatan formal atau informal maupun
untuk kepentingan kesejahteraan masyarakatatau umat dalam mencapai tujuan
pembangunan indonesia, yaitu masyarakat adil, makmur dan sejahteralahir dan
batin.F
19
Berbagai kekuatan yang mempengaruhi fungsi masjid sebagai pusat umat
islam sadar atau tidak sadar berlangsung terus mulai dari “penciutan” fungsinya
yang hanya sebagai pusat ibadah sampai mulai berkembang pada saat ini dimana
terlihat ada kecenderungan gerakan baru dikalangan umat untuk lebih
mengoptimalkan fungsi masjid ini. Masjid bukan hanya saja pusat ibadah tetapi
juga lebih luas dari pada itu yaitu pusat kebudayaan atau pusat muamalat,
perkembangan saat ini sangat terlihat di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya
maupun di berbagai kota di luar negeri seperti USA, Eropa, Malaysia.
Saat ini kita lihat masjid bukan saja sebagi tempat memberikan pendidikan
agama dan umum, rapat-rapat organisasi, pertokoan dan bahkan bela diri, olah
raga, kesenian, pernikahan dan peresmian “walimatul ursh”. Perkembangn ini
sangat terasa di masjid kawasan elit dan kampus seperti di pondok indah, sunda
kelapa dan lain sebagainya.F
20F
c. Peran Masjid
Ketika masjid hendak kita maksimalkan peran dan fungsinya sebagai pusat
pembinaan umat, maka ada banyak sisi aktivitas yang harus dikembangkan.
19 Supardi dan Teuku Amiruddin, Manajemen Masjid Dalam Pembangunan Masyarakat,
Yogyakarta:UII Press,2001, cet. 1, h. 138 20 Sofian Safri Harahap, Manajemen Masjid, PT Dana Bakti Prima Yasa, Yogyakarta,
199, h. 10, Cet, ke-2
26
Apalagi aktivitas masjid itu semestinya tidak hanya menyentuh atau melibatkan
sekelompok orang saja dan aktivitasnyapun tidak hanya berupa ibadah tertentu
yang bersifat ritual. Oleh karena itu, semestinya aktivitas masjid menyentuh dan
melibatkan semua kelompok jamaah, juga tidak memandang dari segi wanita
ataupun pria, kaya dan miskin, dan berpendidikan tinggi atau rendah. Tegasnya
semua anggota yang menjadi jamaah masjid harus mendapat pembinaan dari
masjid sehingga meningkat ketakwaan mereka kepada Allah SWT. Oleh karena
itu masjid harus memiliki program yang banyak dan berfariasi sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan melaksanakannya, menyiapkan fasilitas masjid yang
memadai, manajemen kepengurusan dan yang solid dan administrasi yang baik.F
21F
Pada zaman Rasulullah, masjid memiliki peran sebagai majelis peradilan
ketika seseorang melakukan perbuatan melanggar hukum agama, selain itu juga
sebagai tempat pendidikan Islam, di mana sahabat yang banyak menyerap ilmu
dari Nabi Muhammad saat di masjid.F
22
C. Solidaritas Sosial
a. Pengertian solidaritas sosial
Solidaritas dalam bahasa arab dikenal dengan istilah ”Takaful Ijtima’I”dan
rasa “ukhwah”. Solidaritas dalam dua term ini mengandung pengertian, yaitu
sikap saling membantu dan menanggung dan memikul kesulitan dalam hidup
bermasyarakat. Sikap anggota masyarakat Islam yang sering memikirkan,
memperhatikan, dan membantu mengatasi kesulitan; anggota masyarakat Islam
21 H. Ahmad Yani, Panduan Memakmurkan Masjid, h. 24-25 22 HUhttp://www.eramuslim.com/berita/nasional/fungsi-masjid-ideal-kembali-seperti-zaman-
rasul.htmU
27
yang satu merasakan penderitaan yang lain sebagai penderitaaannya sendiri dan
keberuntungannya adalah juga keberuntungan yang lain.Pengertian inilah
sebenarnya yang diharapkan oleh Rasulullah SAW yang diungkapkannya dalam
beberapa haditsnya, seperti :
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam konteks solidaritas ialah bagaikan satu tubuh manusia, jika salah satu anggota tubuhnya mersakan kesakitan maka seluruh anggota tubuhnya yang lain turut merasa kesakitan dan berjaga- jaga agar tidak berjangkit pada anggota tubuh yang lain” (HR. Bukhari dan Muslim) dan “Orang-orang beriman bagaikan sebuah bangunan, antara satu bagian dan bagian yang lain saling menguatkan sehingga melahirkan suatu kekuatan yang besar ” (HR. Bukhari dan Muslim).F
23
Berbicara mengenai tema ini, ada ilustrasi menarik dari Muhammad Husin
Tabataba’I (1310H/1892M – 1401H/1981M), seorang ulama, ahli filsafat dan
tafsir dari Iran, beliau setuju hadits diatas sebagai dasar umum solidaritas dalam
Islam. Menurutnya, anggota badan mempunyai tugas khusus dan memberikan
sumbangan terhadap kesejahteraan badan, dan pada saat yang sama juga
memberikan sumbangan terhadap kesejahteraan anggota badan yang lainnya. Jika
salah satu anggota badan tidak solider, sombong dan egoistis terhadap anggota
yang lainnya, misalnya, jika mata menolak membantu pekerjaan kaki dlm berjalan
atau mulut hanya mau mengunyah makanan dan tidak mau menelannya maka
badan individu yang bersangkutan akan segera mati bersama dengan anggota
badannya yang sombong dan egoistis tersebut.Itulah menurutnya, hakikat
solidaritas dalam ajaran Islam.
Untuk memperkuat pengertian yang dirumuskannya itu, ia mengutip hadits
Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:
23 http://kmm-mesir.org/content/view/143/134/
28
“Orang Islam itu bersaudara, satu terhadap yang lain; mereka adalah satu dalam tangan, satu dalam hati, dan satu dalam tujuan” (HR. Abu Dawud) dan “barangsiapa yang dipagi hari tanpa memikirkan masalah-masalah umat Islam, dia bukan seorang muslim” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bahkan nilai solidaritas ini menjadi unsur sangat penting dalam
membangun sebuah masyarakat . Kita lihat sejarah, bagaimana Rasulullah mulai
menyebarkan ajaran Islam di Mekah, Madinah sampai daerah-daerah lain.
Sehingga ajaran Islam tersebar di seluruh dunia. Madinah misalnya, Rasulullah
meletakan 3 landasan yang kokoh dalam membangun masyarakat Madinah,
menurut Muhammad al-Gazali yaitu :
a) Memperkokoh hubungan muslim dengan Tuhannya.
b) Memperkokoh hubungan antar sesama umat Islam.
Upaya Rasulullah SAW dalam memperkokoh hubungan kaum muslimin
dengan Allah SWT adalah membangun Mesjid. Dalam memperkokoh hubungan
antar umat Islam, Rasulullah SAW melenyapkan fanatisme kesukuan masa
jahiliyah dan sekaligus membangkitkan rasa ukhwah (solidaritas) Islam.
Rasulullah tak tanggung-tangung dalam misinya. Ketika Rasulullah hijrah ke
Madinah, beliau mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshor.
Dalam sebuah hadits disebutkan : “Setibanya kaum muhajirin di Madinah,
Rasulullah SAW segera mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan Sa’ad
bin Rabi. Ketika itu, Sa’ad berkata kepada Abdurrahman: “Aku termasuk orang
Anshor yang mempunyai harta yang banyak; kekayaanku akan aku bagi dua,
separo untukmu dan separo untukku. Aku juga mempunyai dua isteri, lihatlah
mana yang engkau pandang baik bagimu, sebutkan namanya, ia akan segera
29
kuceraikan dan sehabis iddahnya engkau kupersilahkan menikahinya.
Abdurrahman menjawab: “Semoga Allah memberkahi keluarga dan kekayaanmu!
Tunjukan saja kepada saya dimana pasar kotamu…” (HR. Bukhari).
Di samping itu, Rasulullah SAW juga mempersaudarakan sahabat-sahabat
yang lain, Hamzah dipersaudarakan dengan Zaid, Abu Bakar dengan Kharijah,
Umar bin Khatab dengan Utbah bin Malik, dan lain-lain.
Secara terminologi, solidaritas sosial berarti gambaran fenomena masyarakat
yang menjunjung tinggi moralitas. Dimana seluruh warga masyarakat tak peduli
dari agama, suku, golongan, kelas, atau identitas apapun saling bahu membahu,
tolong menolong, dan bekerja sama dalam mewujudkan hal-hal yang positif demi
kemaslahatan bersama. Semangat ini sebagaimana tercermin dalam firman Tuhan
yang menganjurkan: Tolong menolong dalam kebaikan dan bukan dalam hal
keburukan dan nista. (QS. 5:2)
Kesetiakawanan Sosial atau rasa solidaritas sosial adalah merupakan
potensi spritual, komitmen bersama sekaligus jati diri bangsa oleh karena itu
Kesetiakawanan Sosial merupakan Nurani bangsa Indonesia yang tereplikasi dari
sikap dan perilaku yang dilandasi oleh pengertian, kesadaran, keyakinan tanggung
jawab dan partisipasi sosial sesuai dengan kemampuan dari masing-masing warga
masyarakat dengan semangat kebersamaan, kerelaan untuk berkorban demi
sesama, kegotongroyongan dalam kebersamaan dan kekeluargaan. Oleh karena itu
Kesetiakawanan Sosial merupakan Nilai Dasar Kesejahteraan Sosial, modal sosial
(Social Capital) yang ada dalam masyarakat terus digali, dikembangkan dan
30
didayagunakan dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk bernegara
yaitu, Masyarakat Sejahtera.F
24F
Secara etimologi arti solidaritas adalah kesetiakawanan atau
kekompakkan. Dalam bahasa Arab berarti tadhamun atau takaful. Islam adalah
agama yang mempunyai unsur syariah,akidah, muamalah dan akhlak. Kejayaan
Islam juga sudah terbukti membentang dalam peradaban manusia. Nilai-nilai
Islam yang terpancar dan dirasakan oleh umat manusia, adalah suatu hal yang
tidak bisa diukur dengan harta benda, karena dia berasal dari Yang Maha Kuasa.
Solidaritas salah satu bagian dari nilai Islam yang humanistik-transendental.
Wacana solidaritas bersipat kemanusiaan dan mengandung nilai
adiluhung, tidaklah aneh kalau solidaritas ini merupakan keharusan yang tidak
bisa ditawar-tawar lagi. Memang mudah mengucapkan kata solidaritas tetapi
kenyataannya dalam kehidupan manusia sangat jauh sekali. Kita sebagai bangsa
Indonesia yang didera multi krisis jangan berkecil hati untuk memperbaiki ke arah
yang lebih baik lagi. Perjuangan solidaritas ala Islam salah satu wahana untuk
meningkatkan ketakwaan dan keshalehan sosial. Di alam yang serba komplek ini
untuk menuju tangga ketakwaan (solidaritas) memang membutuhkan perjuangan
yang tidak remeh karena berkaitan dengan hati dan kesiapan. Tapi tidaklah kita
memperhatikan teladan nabi Muhammad SAW dan sebagian para sahabat nabi
yang dijamin masuk surga, mereka melakukan amalan-amalan yang terpuji karena
mengharap ridha Allah SWT.
24 ihttp://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=342
31
Keshalehan sosial bukan milik kiyai, konsultan, tukang cukur, bankir,
tukang baso, peneriak reformasi dsb. Tapi setidaknya keshalehan sosial ini bisa
diukur dengan parameter orang bersangkutan berbuat amal shaleh dan proyek
kebaikan lainnya. Karena iman dan amal menjadi mata rantai yang harus sinergis,
oleh karena itu keduanya tampil menjadi mainstream (unsur, indikator. Pen)
dalam sebuah perubahan sosial. Akan sulit kiranya, sebuah perubahan jika iman
hanya disandarkan pada keshalehan vertikal (mahdhah) tanpa dibarengi dengan
keshalehan berfungsi untuk memerangi ketidakadilan dan pembebasan manusia
(Abdussalam, Waspada online, 7-6-2004).
Nilai kebaikan solidaritas dalam Al-Quran berbunyi:
“… Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Maidah: 2).
Inilah pondasi nilai Islam yang merupakan sistem sosial, dimana
dengannya martabat manusia terjaga, begitu juga akan mendatangkan kebaikan
bagi pribadi, masyarakat dan kemanusiaan tanpa membedakan suku, bahasa dan
agama. Solidaritas juga tercermin dalam Hadits: “Saya (Rasulullah SAW) dan
pengayom, pelindung anak yatim di surga seperti dua ini, lalu Rasulullah SAW
memberikan isarat dengan jari telunjuk dan tengah” (HR At-Tirmidzi).
Maksudnya orang yang suka memberikan pertolongan kepada anak yatim, nanti di
surga akan berdekatan dengan Rasulullah SAW, seperti jari telunjuk dan tengah.
Dalam Hadis lain dijelaskan juga (solidaritas) selain kepada anak yatim.
32
Bagi yang mampu melakukan aksi solidaritas tetapi tidak
melaksanakannya, maka orang tersebut telah mendustakan agama seperti
terungkap dalam firman Allah SWT:
“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama ?. Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan barang berguna (tolong menolong). (QS. Al-Maauun : 1-7).
Dalam hal solidaritas juga, Rasululllah SAW telah membuat ilustrasi yang
bagus sekali: «Perumpamaan orang-orang mumin dalam cinta dan kasih
sayangnya seperti badan manusia, apabila salah satu anggota badan sakit maka
seluruh anggota badan merasakannya». (HR Al-Bukhari). Dalam redaksi lain ada
tambahan yang berbunyi: “Allah akan menolong seseorang hamba, selama hamba
itu menolong saudaranya”. Solidaritas tidak hanya dalam perkara benda saja tetapi
meliputi kasih sayang, perhatian, dan kebaikan lainnya. Agama Islam sangat
menganjurkan pada solidaritas kebersamaan dan sangat anti yang berbau
perpecahan, menghembuskan sipat permusuhan di masyarakat. Karena titik
kekuatan suatu komunitas atau negara terletak pada solidaritas kebersamaan dan
persatuan.
Dalam Islam, solidaritas terdiri dari:
a) Solidaritas Sosial seperti disinggung di atas.
b) Solidaritas Keadilan, yaitu seorang hakim menegakkan keadilan.terhadap
rakyat dan negerinya, karena Allah SWT memerintahkannya. (QS. An-
Nahl:90).
33
c) Solidaritas Ilmu, yaitu keharusan seorang Alim atau kiyai mengajar orang
yang tidak tahu dan kewajiban orang yang tidak tahu belajar kepada Alim.
(QS. At-Taubah:122) dan
d) Solidaritas dalam Perlawanan, yaitu kewajiban kaum Muslimin membela
agama dan negaranya. (QS. At-Taubah:41).
Sampai sekarang bangsa Indonesia sudah merdeka 61 tahun. Dalam hal
solidaritas, bangsa Indonesia telah terpayungi oleh sila ketiga: Persatuan
Indonesia dan sila merupakan halyang penting, tidak aneh apabila Hari
Kesetiakawanan Sosial Nasional diabadikan dari peristiwa sejarah tanggal 20
desember 1948, yaitu ketika terjalin kemanunggalan TNI dan rakyat persis sehari
setelah agresi militer Belanda. Dua kekuatan milik bangsa Indonesia yaitu TNI
dan rakyat bahu-membahu dalam perjuangan bersenjata untuk mengenyahkan
penjajahan Belanda.
Kesetiakawanan yang tulus, dilandasi rasa tanggung jawab yang tinggi
kepada tanah air (pro patria) menumbuhkan solidaritas bangsa yang sangat kuat
untuk membebaskan tanah air dari cengkraman agresor.
Nilai solidaritas adalah sangat mahal sekali dan tidak bisa diukur dengan
uang juga tidakakan terukur, karena solidaritas (dalam hal ini bangsa Indonesia)
telah diterjemahkan oleh pahlawan-pahlawan kita berupa harta, pikiran,
pengorbanan dan juga nyawa. Semoga Allah SWT membalas dengan surgaNya di
akhirat nanti!. Karena tanpa ruh pahlawan mustahil negara Indonesia akan
terwujud.
34
Sayang seribu kali sayang generasi setelahnya tidak setangguh pejuang
kemerdekaan. Dengan kata lain berarti “kita” telah mengkhianati solidaritas
adiluhungnya para pahlawan-pahlawan terdahulu. Rupanya sebagian pemimpin
negeri ini tidak menghayati dan mengamalkan nilai solidaritas “yang maha suci
itu”.
Sampai sekarang kehidupan sebagian pemimpin-pemimpinnya penuh
dengan kemewahan di tengah kemiskinan rakyat dan kemerosotan akhlak
bangsanya yang akhirnya melemahkan solidaritas sosial antara pemimpin dan
rakyatnya, rakyat dengan rakyatnya, dan akhirnya negara itu hancur.
Perilaku pemimpin suatu bangsa, besar sekali pengaruhnya kepada
kehidupan masyarakat banyak. Bangsa Indoneia memiliki karakteristik
masyarakat yang paternalistik yang rakyatnya beroreintasi ke atas.
Apa yang dilakukan pemimpin akan ditiru oleh rakyatnya, baik perilaku
pemimpin yang baik maupun yang buruk. Maka mulailah dari keteladanan para
pemimpin untuk hidup yang wajar yang tidak menimbulkan kecemburuan sosial.
Dengan kita membangun solidaritas sosial yang tangguh, maka bangsa kita akan
menjadi bangsa yang kuat, maju, demokrtis dan modern. F
25
Gotong royong merupakan suatu bentuk saling tolong menolong yang
berlaku di daerah pedesaan Indonesia. Gotong royong sebagai bentuk kerjasama
antar individu dan antar kelompok membentuk status norma saling percaya untuk
melakukan kerjasama dalam menangani permasalahan yang menjadi kepentingan
25 http://sayyidulayyaam.blogspot.com/2006/11/islam-dan-solidaritas-sosial.html
35
bersama. Bentuk kerjasama gotong royong ini merupakan salah satu bentuk
solidaritas sosial.
Guna memelihara nilai-nilai solidaritas sosial dan partisipasi masyarakat
secara sukarela dalam pembangunan di era sekarang ini, maka perlu ditumbuhkan
dari interaksi sosial yang berlangsung karena ikatan kultural Sehingga
memunculkan kebersamaan komunitas yang unsur-unsurnya meliputi: seperasaan,
sepenanggungan, dan saling butuh. Pada akhirnya menumbuhkan kembali
solidaritas sosial.
b. Bentuk solidaritas sosial
Agama diturunkan sebenarnya hanya untuk manusia beradab. Peradaban
dapat terpelihara justru karena ada agama yang dijalankan sesuai penafsiran yang
tepat dan benar sesuai konteks, harus dapat memberikan jawaban atas tantangan
zaman, dan ada solidaritas sosial. Salah satu bentuk solidaritas sosial itu adalah
kesederhanaan . Kesederhanaan dapat memperlihatkan bahwa kita lebih beradab
(berbahagialah mereka yang mampu menghindari kemewahan hidup). Hanya saja
diingatkan oleh Ibnu Khaldun bahwa solidaritas social yang berlebihan itu justru
berbahaya, dan dapat mengakibatkan munculnya: kesombongan (pride),
kemewahan (luxury), dan kerakusan (greed). Contoh yang berlebihan itu adalah:
persekutuan Amerika-Israel yang menghancurkan peradaban Palestina, arogansi
Amerika yang menghancurkan peradaban Irak, monopoli dalam berbisnis, sikap
korupsi, dan peristiwa kekerasan/terorisme.
Dalam keseharian atau kewajiban ternyata manusia pun dituntut agar tidak
berlebihan (misalnya beramal sedekah/infaq/shodaqoh), termasuk di dalamnya
36
berbuat kebajikan dalam rangka hari Ied (misalnya zakat). Sesuai dengan tuntunan
Quran, "Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu
(bersifat bakhil) dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya (berinfak di luar
kemampuan) karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal (QS Al-Isra, 17: 29).
Sehingga manusia sebenarnya tidak dibebani sesuatu yang tidak mampu
dipikulnya. Jika mengutip KH Didin Hafidhuddin, "Sikap berlebihan dalam
sesuatu (ghulul, ekstrem) akan melahirkan pula sikap ekstrem yang bertentangan
dengan sikap ekstrem yang pertama. Karena itu, Islam selalu menempatkan
sesuatu dalam posisi pertengahan (tawassut/tawazun) agar melahirkan sesuatu
yang baik dan dapat dikerjakan secara relatif lebih 'abadi'.
"Hal tersebut sejalan pula dengan: Q.S Al An'aam (6:141) "...dan
tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan
janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berlebih-lebihan."; Q.S Al A'raaf (7:31) "Hai anak Adam, pakailah
pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan
jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan."; Q.S. Al Furqaan (25:67) "Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan
adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian."; Q.S. Ali
Imran (3:147) "Tidak ada do'a mereka selain ucapan:"Ya Tuhan kami, ampunilah
dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-berlebihan dalam
urusan kami, dan tetapkanlah pendirian kami..."; Q.S. Al Fajr (89:20-21) "dan
37
kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. Jangan (berbuat
demikian)...".
Keseimbangan menjadi kata kunci dalam mengarungi kehidupan.
Bilamana keseimbangan itu terganggu maka akan terjadi kerusakan tata
kehidupan atau kehancuran peradaban. Manusia sudah diperingatkan akan hal ini.
Dengan menjalankan solidaritas sosial secara inklusif/toleran atau yang tidak
berlebihan , maka tidak akan terjadi benturan peradaban (clash of civilization).F
26F
26 http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/message/9356
BAB III
GAMBARAN UMUM MENGENAI MASJID RAYA CINERE
A. Sejarah Berdirinya Masjid Raya Cinere
Dalam sejarahnya yang begitu singkat, Masjid Raya Cinere didirikan dan
dibangun atas dasar kecintaan yang mendalam yang tentunya ditujukan agar umat
mengingat, mensyukuri dan menyembah-Nya dengan baik.
Dengan jalan Allah SWT serta do’a yang dikabulkan sampai akhirnya ada
seorang perempuan bersuku Batak Ny. Ir Maryana Wiriatmaja yang mempunyai
lahan tanah seluas 3000 M persegi, sampai pada akhirnya jual beli tanah itu ada
dan berlangsung pada tanggal 15 juni 1987 atas nama wakaf jamaah.
Berawal dari pengajian majelis taklim ibu-ibu warga Cinere setempat yang
awalnya ingin sekali mempunyai masjid yang berada dikawasan perumahan
mereka tentunya sebagai sarana mereka untuk dapat mengaji serta menunutut ilmu
agama, akan tetapi PT. MEGAPOLITAN yang membangun tidak membuat sarana
masjid. Sehingga kaum majelis taklim ibu-ibu merasa ada yang kurang afdhol jika
rutinitas kegiatan pengajian mereka dilakukan pada tempat yang selalu berganti-
ganti dan mendapat ketidakyamanan atas tempat yang selama ini mereka tempati
untuk melakukan kegiatan pengajian mereka. Yang pada akhirnya mereka sepakat
untuk membicarakan permasalahan mereka yang ingin memiliki masjid sebagai
sarana untuk meraka kepada suami-suami mereka. Dengan mencurahkan segala
bentuk keinginan mereka ternyata para suami-suami jamaah majelis taklim sangat
merespon baik atas keinginan yang sungguh mulia tersebut.
39
Setiap masjid ingin memiliki berbagai sarana yang bisa memfasilitasi para
jamaahnya begiti juga dengan Masjid Raya Cinere, sehingga masjid bisa
digunakan sebagai tempat pelaksanaan berbagai kegiatan seperti memnghafal Al-
Qur’an, Lembaga Amil Zakat, Lembaga Penengah Sengketa, Lembaga Solidaritas
serta Bantuan Kemanusiaan, dan Lembaga-lembaga Kursus bagi Anak-anak Muda
dalam berbagai ilmu pengetahuan. Dari situlah Masjid Raya Cinere
dikembangkan dengan berbagai macam-macam sarana sehingga bisa melakukan
bermacam-macam kegiatan.
Masjid Raya Cinere berdiri tahun 1988-1989. Dengan berkah dan ridho
Allah SWT Masjid Raya Cinere mendapatkan penambahan luas tanah atas hibah
dari PT. MEGAPOLITAN BUPATI BOGOR pada tanggal 15 Februari 1990
dengan luas tanah 1000 M persegi. Bahkan Masjid Raya Cinere mendapatkan
hibah tanah lagi atas nama PT. GIGA INTRAK dengan luas tanah 900 M persegi
pada tanggal 19 Januari 2001. Dan pada tanggal 25 April 2002, Masjid Raya
Cinere mendapatkan penambahan sarana dari wakaf jamaah yang luas tanahnya
sebesar 520 M persegi.
Dari luas tanah tersebutlah Masjid Raya Cinere membuat keputusan untuk
mendirikan bangunan untuk sarana pendidikan, sebab masjid sebagai salah satu
sarana utama yang paling tepat bagi proses pendidikan terhadap kaum muslimin.
Karena itu manakala masjid dijadikan sebagai sarana pendidikan bagi kaum
muslimin, niscaya umat islam akan merasakan betul keberadaab masjid.
Masjid Raya Cinere membangun sarana pendidikan seperti TK Islam Al
Kautsar Masjid Raya Cinere, TPA Masjid Raya Cinere, Majelis Taklim Masjid
40
Raya Cinere, dan Perpustakaan. Sebab dengan pendidikan kaum muslimi tidak
hanya memiliki kepribadian yang islami, tetapi juga memiliki pengetahuan dan
wawasan yang luas serta menguasai ajaran islam yang baik sehingga mampu
membedakan antara yang benar (hak) dan yang salah (bathil).
Selain memiliki sarana pendidikan Masjid Raya Cinere memiliki taman
yang cukup luas serta area parkir, ini semua ditujukan untuk para jamaah sebagai
salah satu fasilitas yang berada di masjid, sehingga para jamaah akan merasa
aman dan nyaman.
Dalam upaya meningkatkan solidaritas sosial masyarakatnya masjid raya
cinere berperan aktif dalam memberikan tuntunan kepada masyarakat pada
pembangunan mental masyarakat serta memberikan kekuatan moral dan spiritual
sehingga mampu menyentuh atau menggugah hati nurani. Sebab dengan
menyentuh hati nurani diharapkan seluruh tata nilai yang terkandung dalam ajaran
agama dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal in sejalan juga
dengan pendapat Hurlock (1992) yang menekankan pada hati nurani serta peran
rasa bersalah dan rasa malu dalam melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan
harapan kelompok sosial dalam masyarakat religius seperti Indonesia tentunya
sangat diwarnai oleh norma-norma agama.
B. Visi, Misi, Dan Tujuan Masjid Raya Cinere
Visi
” Meningkatkan fungsi masjid bagi pemberdayaan dan persatuan umat guna
mencapai kesejahteraan jamaah masjid lahir dan batin ”
41
Misi
a. Mengelola organisasi dan administrasi masjid (Idaroh).
b. Mengelola kemakmuran masjid (Imaroh).
c. Mengelola pemeliharaan/bangunan fisik masjid (Riayah).
Tujuan/Sasaran Yang Akan Dicapai
a. Meningkatkan kemampuan DKM dalam pengelolaan masjid secara
profesional.
b. Tersedianya dana dan sarana untuk kegiatan pengelolaan masjid.
c. Terciptanya jalinan komunikasi antara anggota jamaah masjid dan
lingkungan jamaah masjid.
d. Meningkatkan kemampuan ekonomi jamaah masjid dan masyarakat
lingkungan masjid.
e. Meningkatnya kemampuan pendidikan para jamaah, maupun jamaah
lingkungan masyarakat dalam peningkatan kualitas iman, ilmu, amal dan
akhlaq.
f. Meningkatkan peran serta jamaah/masyarakat dalam upaya kesehatan dan
lingkungan masjid.
C. Struktur Organisasi Masjid Raya Cinere (mrc)
Dalam suatu organisasi atau lembaga segala aktivitasnya, terhadap
hubungan diantara orang-orang yang menjalankan dalam suatu organisasi. Makin
komplek pula hubungan-hubungan yang ada untuk itu perlulah dibuat suatu
bangunan yang menggambarkan tentang hubungan tersebut termasuk hubungan
42
antara masing-masing kegiatan atau fungsi. Bagan yang dimaksud dinamakan
bagan organisasi atau struktur organisasi.F
27F
Hubungan kerja disisni sudah semakin jelas yaitu berupa kerjasama dan
interaksi akan terjadi secara vertikal dan horizontal terutama kepada unit kerja
organisasi yang menggambarkan unit-unit kerja dengan tugas-tugas individu
didalamnya, serta kerjasama dengan individu lain dan hubungan kelembagaan
antara unit-unit kerja baik secara vertikal maupun maupun horizontal.
SUSUNAN MASJID RAYA CINERE (MRC)
PERIODE 2006-2009
1. PEMBINA
H. M. Yahya
H. Handoya
H. Ahmad Syukri
H. M. Choesni
H. Soetopo
2. PENGAWAS
H. Kadarno
H. Norman f
H. Martin
H. Wiranto
H. Arif suryono
H. Agoes effendi
27 Basu Swasstha DH dan Ibnu Sakotjo W., Pengantar Bisnis Modern (Yogyakarta:
Liberty, 1995), cet ke-40
43
3. PENGURUS
Ketua Umum : H. Budi Waluyo
Wakil Ketua Umum : H. Muslim Yasin
Sekretaris I : H. Abdurrahman
Sekretaris II : H. Tri Widati
Bendahara I : H. Burhanudin
Bendahara II : H. Fauzi Sungkar
4. BIDANG DAKWAH
Bidang Dakwah : KH. Syarif Rahmat
Bidang PHBI : Abd. Razak
Bidang Peribadatan : KH. Syarif Rahmat
Bidang Peribadatan : H. Moh. Daud
Bidang Unit RISMRC : H. Bambang Oetomo
5. BIDANG PELAYANAN MASYARAKAT
Bidang Pelayanan Masyarakat : H. Moh. Daud
Bidang Pengislaman : KH. Syarif Rahmat
Bidang Pernikahan : H. Abdurrahman
Bidang Bantuan Kemanusiaan : Hj. Betty
Bidang Bantuan Kemanusiaan : Hj. Syukri
Bidang Bantuan Kemanusiaan : Hj. Sofie
Bidang Humas : Abd. Razak
Bidang Unit Pelayanan Jenazah : H. Abdurrahman
44
6. BIDANG PENDIDIKAN
Bidang Pendidikan : Hj. Tri Mulyati Al-Bachri
Bidang Unit TPA : Lela Shofia
Bidang Unit TK Al-Kautsar : Siti Masyitoh
Bidang Unit Perpustakaan : Hj. Ida Kadarno
Bidang Unit Perpustakaan : Habibi Al Amin
Bidang Unit Perpustakaan : H. Adi Darma
7. BIDANG ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH
Bidang ZIS : H. TM. Syahnara
Bidang ZIS : H. Budiarto Sudirman
Bidang Administrasi : H. Aris Mulyono
Bidang Pengumpulan : H. Sarja Sumbada
Bidang Pengumpulan : Soefi
Bidang Pengumpulan : Tati Budi
8. BIDANG USAHA
Bidang Usaha : H. Bambang Budiarto
Bidang Usaha : H. Fauzi Sungkar
Bidang Gedung Serbaguna : Amin
Bidang Perparkiran : Zaki Mubarok
Bidang Perkiosan : H. Abdurrahman
Bidang Unit KBIH : H. Bambang Budiarto
Bidang Unit KBIH : H. Fauzi Sungkar
45
9. BIDANG SARANA DAN PRASARANA
Bidang Sarana dan Prasarana : H. Dhoody KH
Bidang Sarana dan Prasarana : H. Firdaus Amin
Bidang Pembangunan : H. Salaman Ilyas
Bidang Pemeliharaan : Sutrisno
Bidang Coordinator KAMTIB : H. Nahari Aming
Bidang Kebersiahan : Abd. Latif
Bidang Kebersihan dan Pertamanan : Endang
Bidang Kepegawaian : H. Abdurrahman F
28F
D. Program Kerja
Program kerja Msjid Raya Cinere menggunakan Tahun Hijriyah sebagai
tahun anggaran Masjid Raya Cinere. Hal ini di samping membiasakan
penggunaan Tahun Hijriyah sebagai kultur islami, juga menyesuaikan cash flow
Masjid Raya Cinere, di mana perkiraan anggaran dalam satu tahun ke depan baru
dapat dipastikan setelah acara Idul Fitri dan Idul Adha selesai.
Untuk Tahun 1430 H, Program Kerja Masjid Raya Cinere tetap
melanjutkan Program Kegiatan Tahun 1429 H berdasarkan “Perkiraan Dukungan
Anggaran” Tahun 1430 H, dengan azas afisiensi dan memperhatikan prioritas. Di
samping itu Program Kerja Masjid Raya Cinere untuk Tahun 1430 H, ditandai
dengan proses pergantian kepengurusan.
28 Dokumen Masjid Raya Cinere (MRC)
46
Program Kerja Pada Masing-masing Bidang
a. Bidang Dakwah
a) Dakwah
Program Tahun 1430 H diarahkan untuk menambah acara pengajian
oleh jamaah pria terutama pada malam hari. Di samping itu dengan
sumber daya manusia yang ada akan tetap dilanjutkan pelayanan
pengajian untuk:
1) Guru-guru TPA dan TK
2) Guru-guru dari Labshcool
3) Dan Lain-Lain.
b) Peringatan Hari Besar Islam (PHBI)
Program ini ditujukan untuk mewadahi animo/tuntutan jamaah yang
ingin ikut serta pada kegiatan hari besar islam di Masjid Raya Cinere.
c) Peribadatan Mahdloh
Program ini diarahkan untuk menciptakan suasana yang khitmad dan
khusuk yang dapat menimbulkan kepuasan rohaniah dengan suasana
kesejukan dan kedamaian sehingga dapat menimbulkan kerinduan
untuk senantiasa hadir ke masjid bagi jamaah.
d) Remaja Masjid Raya Cinere
Program ini diarahkan untuk membentuk serta membina Remaja
Masjid yang benar-benar islami, yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi Masjid Raya Cinere termasuk Jamaah Remaja dilingkungan
Masjid Raya Cinere.
47
b. Bidang Pelayanan Msyarakat
a) Pengislaman
Program ini diarahkan untuk memberikan pelayanan baik dalam proses
pengislaman maupun pasca proses pengislaman.
b) Pernikahan
Program ini diarahkan untuk semakin memakmurkan Masjid Raya
Cinere dengan memberikan pelayananan penyelenggaraan Ijab Qobul
dan termasuk Walimatul Urusy (Resepsi).
c) Bantuan Kemanusiaan
Program ini diarahkan untuk membina rasa solidaritas sesama umat,
sekaligus menanamkan tradisi atas kepercayaan jamaah pada Masjid
Raya Cinere untuk dapat menyalurkan barang/uang jamaah secara
cepat dan tepat.
d) Hubungan Masyarakat (HUMAS)
program ini diarahkan untuk mampu berperan sebagai jembatan
komunikasi dan informasi timbal balik antara Masjid Raya Cinere
dengan Jamaah dan Masyarakat Umum.
e) Unit Pengurusan Jenazah
Unit pelayanan duka yang secara embridual telah terbentuk, akan
ditingkatkan menjadi lembaga yang profesional, sebagai salah satu
lembaga dibawah kepengurusan Masjid Raya Cinere.
c. Bidang Pendidikan
a) TK Islam Al Kautsar Masjid Raya Cinere
48
Program ini akan terus dikembangkan menjadi unit pendidikan pra
sekolah.
b) TPA Masjid Raya Cinere
Program ini akan diarahkan pada peningkatan kesejahteraan tenaga
pengajar, disamping pemeliharaan sarana pendidikan seperti meja
belajar, papan tulis dan lain-lain.
c) Majelis Taklim Masjid Raya Cinere
Program Majelis Taklim yang diselenggarakan oleh ibu-ibu Jamaah
Masjid Raya Cinere berjalan secara optimal.
d) Perpustakaan
Program dibidang ini adalah memelihara dan meningkatkan pelayanan
pada jamaah.
d. Bidang Zis
Untuk meningkatkan kinerja Kepengurusan Masjid Raya Cinere, pada
umumnya khusussnya kinerja bidang ZIS, Tahun 1430 H, telah ditempuh pola
pemisahan pengelolaan antara Zakat dan Infaq Shodaqoh mulai Tahun 1429
H.
e. Bidang Penggalangan Dana
Program dibidang ini difokuskan untuk mampu menunjang
Pengumpulan Dana yang diarahkan untuk pengembangan prasarana Masjid
Raya Cinere.
f. Bidang Prasarana, Sarana Dan Sumber Daya Manusia (SDM)
a) Prasarana
49
b) Sarana
c) Kebersihan Gedung
Kebersihan seluruh gedung akan semakin ditingkatkan guna menjamin
terselenggaranya seluruh kegiata secara optimal.
d) Halaman dan Pertamanan
Sasaran pemeliharaan halaman dan pertamanan adalah: kebersihan dan
keindahan.
e) Keamanan
Upaya keamanan dan pengamanan masjid akan teru ditingkatkan
dengan sasaran:
1) Menghilangkan pencurian: Sandal ,Al-Qur’an, Buku-Buku
Perpustakaan, Kendaraan Bermotor, dll.
2) Memelihara kelancaran dan disiplin lalu lintas di Jl. Flamboyan.
f) Sumber Daya Manusia
Kinerja Sumber Daya Manusia, terutama para karyawan semua bidang
akan terus ditingkatkan dengan cara menanamkan: Disiplin, Rasa
Tanggung Jawab, Kerjasama, dan Etos Kerjanya dibarengi dengan
memperhatikan tingkat kesejahteraannya sesusai dengan hasil kerjanya
(Finesh and Reward).
50
g. Bidang usaha
a) Gedung Serbaguna
Dengan tanpa mengurang funsi utamanya, gedung serba guna akan
tetap dimanfaatkan untuk pelayanan acara resepsi (khusus hari
minggu) dengan infaq yang setiap tahun akan selalu disesuaikan.
b) Perdagangan Kios Dan Parkir Samping SPBU
Usaha yang dewasa ini mampu memberi masukan sekitar Rp.
4.000.000; s/d Rp. 5.000.000; setiap bulannya, akan teru dipertahankan
dan tingkatkan dalam rangka meningkatkan pendapatan Masjid Raya
Cinere.
c) Pelayanan Ibadah Haji Dan Umroh
Program untuk mendirikan pelayanan Ibadah Haji dan Umroh
dilingkungan Masjid Raya Cinere, akan tetap dilanjutkan. Untuk
sementara waktu sambil menunggu kaderisasi personil yang akan
bekerja sama dengan Lembaga Pelayanan Haji yang telah memiliki
repitasi dan cukup baik di Wilayah Jakarta.
h. Bidang kesekretariatan/perkantoran
Bidang Kesekretariatan/Perkantoran adalah sebagai motor penggerak
pengelolaan organisasi DKM yang akan terus ditingkatkan.
E. Letak Geografis Masjid Raya Cinere
Pola masjid yang ideal salah satunya diharapkan dapat menentukan lokasi-
lokasi masjid wilayah pada daerah yang strategisterhadap penduduk yang berada
di dalam wilayah yang bersangkutan, sehingga masjid-masjid ini dapat melayani
51
penduduk secara efektif. Disamping harus dihindarkanterdapatnya masjid-masjid
besar pada jarak yang relatife berdekatan, hal ini dimaksudkan agar pelayanannya
efektif.F
29
Letak/posisi Masjid Raya Cinere berada di tengah-tengah warga
perumahan Cinere sehingga memudahkan para jamaah dan tidak memberatkan
penduduk yang berada di ujung untuk pergi ke masjid, sebab di dalam islam
dalam membangun masjid adalah lokasi masjid itu cocok dan tepat bagi jamaah
sholat. Masjid Raya Cinere berdiri pada tempat yang sangat strategis bukan di
pinggir ataupun di tengah jalan raya. Masjid Raya Cinere memiliki lokasi yang
indah, nayaman dan ramah lingkungan. Masjid Raya Cinere ini beralamatkan
pada perumahan warga Jl. Flamboyan Blok F Cinere Limo-Depok. Sasaran
Masjid Raya Cinere ini adalah pada berbagai desa lainnya yang dikhususkan
kepada Desa Cinere Pekayon (Barat, Timur, Selatan), Desa Limo, Desa Gandul.
29 Nana Rukmana D.W, Masjid dan Dakwah, Penerbit Al-Mawardi Prima, Cet Pertama,
Juli 2002
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISA DATA
A. Peran Masjid Dalam Solidaritas Sosial
Realistis dari solidaritas sosial itu, dapat ditempuh berbagai cara. Baik
dalam bentuk materi maupun non materi. Selain kewajiban membayar zakat, umat
Islam juga diharapkan dapat mewujudkan kedamaian bagi sesamanya. Islam pada
hakikatnya adalah agama Rahmatan lil alamin, yakni membahagiakan seluruh
alam. Karena itu seorang muslim seyogyanya mampu memposisikan diri sebagai
pemberi kebahagiaan kepada lingkungan sekitarnya, menyenangkan mesra dan
peduli. Caranya dapat diawali dengan meningkatkan kepedulian kepada orang-
orang di sekitar kita.F
30
Nilai solidaritas adalah sangat mahal sekali dan tidak bisa diukur dengan
uang juga tidak akan terukur, karena solidaritas (dalam hal ini bangsa Indonesia)
telah diterjemahkan oleh pahlawan-pahlawan kita berupa harta, pikiran,
pengorbanan dan juga nyawa. Semoga Allah SWT membalas dengan surgaNya di
akhirat nanti. Karena tanpa ruh pahlawan mustahil negara Indonesia akan
terwujud.
Apa yang dilakukan pemimpin akan ditiru oleh rakyatnya, baik perilaku
pemimpin yang baik maupun yang buruk. Maka mulailah dari keteladanan para
pemimpin untuk hidup yang wajar yang tidak menimbulkan kecemburuan sosial.
30 http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2001/12/16/brk,20011216-36,id.html
53
Dengan kita membangun solidaritas sosial yang tangguh, maka bangsa kita akan
menjadi bangsa yang kuat, maju, demokratis dan modern. (Dr. H. Nanat Fatah
Natsir, harian Pikiran Rakyat, 7-10-2005).F
31
Hemat saya, solidaritas antar sesama manusia kini mengalami degradasi.
Ini sangat terkait dengan rendahnya moralitas warga negara. Perlu diketahui,
moral di sini tidak hanya bicara seputar disiplin tubuh, batas-batas aurat. Tapi, ia
bermakna luas dan menyeluruh, sebagaiamana yang diemban Muhammad SAW.
saat pertama kali ditugaskan untuk menyampaikan risalah: Liutammima
Makarima al-Akhlaq, menyempurnakan akhlak yang mulia.
Pada saat-saat awal berdakwah, Rasulullah tidak langsung mengajarkan
syari’at: semisal shalat, puasa, zakat, dll. Tapi, beliau mengajarkan umatnya
tentang etika secara universal. Dapatkah kita memaknai akhlak atau moral dalam
konteks ini hanya sebatas aturan aurat: sensual apa tidak sensual, mengundang
syahwat atau tidak, menimbulkan fitnah atau tidak, dan seterusnya. Tidak
sesederhana itu. Jika makna moral hanya disempitkan pada wilayah itu, maka
Nabi tidak perlu lama-lama dalam menapaki lika-liku berdakwah.
Akhlak adalah prilaku sosial seseorang. Biasa juga disebut moral atau budi
pekerti. Karena sifatnya yang universal, Abdullah Nashin Ulwan dalam al-takaful
al-ijtima’i fi al-Islam merumuskannya dengan sebutan solidaritas sosial (al-takaful
al-ijtima’i). Kehadiran rumusan ini tak lain untuk menjembatani pluralitas
individu dan kepentingan dalam suatu masyarakat. Agar moralitas tetap tegak dan
tidak diinjak-injak, maka diperlukan pemahaman tentang solidaritas sosial.
31 HUhttp://sayyidulayyaam.blogspot.com/2006/11/islam-dan-solidaritas-sosial.htmlU
54
Rasulullah menggambarkan solidaritas sosial ini, sebagaimana diceritakan Imam
al-Bukhari, layaknya sekelompok orang di atas kapal. Mereka akan mengundi,
siapa yang berada di dek atas dan siapa yang di bawah. Setelah itu, ketika yang di
bawah ingin mengambil air minum, maka ia harus melewati mereka yang di atas,
bahkan tidak sekedar melewati tapi juga minta bantuannya.
Karena sering dipersulit, salah seorang di dek bawah punya usul,
“Bagaimana kalau kita belah saja perahu ini menjadi dua, sehingga kami yang di
bawah tidak merepotkan yang di atas?”
Nabi pun melanjutkan cerita sambil mengomentari pertanyaan di atas.
Kalau keinginan mereka itu dituruti, tentu semuanya akan celaka, tenggelam.
Tapi, jika mereka saling berpegang tangan dan bekerja sama, pasti mereka akan
selamat.
Bagi saya, tidak semudah itu. Mengapa? Sebab, banyak orang yang gemar
memberi santunan kepada fakir miskin, korban bencana alam, anak-anak jalanan,
tapi hanya untuk mencari muka dan simpatik. Sementara itu, kita dikelabuhi
bahwa ‘materi’ yang mereka gunakan dalam aksi sosial itu adalah uang hasil
merampok negara.
Ini senada dengan ‘teori dramaturgi’ ala sosiolog kondang abad ke-20
Erving Goffman. Yaitu sesuatu yang dipentaskan di atas panggung itu ghalibnya
amat sangat bertolak belakang dengan kondisi di belakang panggung. Apa yang
tampak dipermukaan dan ditonton oleh khalayak tak ubahnya sepenggal kisah
drama atau sandiwara yang hilang begitu saja usai lakon dipentaskan.
55
Karena itu, solidaritas sosial harus meliputi dua hal: 1) pembentukan jati
diri atau kepribadian dan 2) pembentukan prilaku sosial. Keduanya harus berjalan
selaras, serasi, dan seimbang. Sebaik apapun kepribadian seseorang jika ia tidak
mampu mengaktualkan dalam kehidupan bermasyarakat, maka tidak masuk
kategori solidaritas sosial. Begitu pula sebaliknya. Berarti, kualitas individu dan
prilaku sosial seseorang harus integral dalam satu nafas kehidupan.
Kalau begitu, bermoral sama dengan berjiwa solidaritas sosial. Kamus
besar bahasa Indonesia menyebutkan, bermoral adalah mempunyai pertimbangan
baik-buruk atau berakhlak baik. Prinsip ‘baik-buruk’ tentu tidak mungkin hanya
melingkupi diri seseorang secara individual, tapi cakupannya luas, antara individu
dengan lingkungan. Berarti, kita dapat meraba apakah ‘si fulan’ itu bermoral atau
tidak, yaitu dengan melihat kepribadiannya dan tindakan sosial di masyarakat
bukan dengan cara sekadar melihat gaya berpakaiannya.
Prinsip-prinsip solidaritas sosial yang mendasar dalam Islam adalah,
pertama, ‘pemerataan harta’ untuk kepentingan sosial. Saking pentingnya, al-
Quran menyebut harta dengan istilah ‘kebaikan’ (khair). Apabila seseorang di
antara kamu kedatangan maut, lalu meninggalkan ‘kebaikan’, maka diwajibkan
atas kamu untuk berwasiat kepada orang tua dan para kerabat. (QS. 2: 180). Pada
ayat lain juga disebutkan, sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada
‘kebaikan’. (QS. 100: 8).
Makna kebaikan yang dimaksud dalam dua ayat tersebut tak lain adalah
‘harta’. Setidaknya ayat tersebut menyiratkan makna, bahwa harta akan bernilai
jika: 1) diperoleh dari jalan yang baik dan 2) didermakan untuk kebaikan.
56
Karenanya, Islam melarang keras penumpukan harta untuk memperkaya diri.
Surat Al-Humazah ayat 1-4 mengajarkan kepada kita, bahwa orang yang gemar
harta dan tidak punya jiwa peduli sosial adalah termasuk golongan orang-orang
yang culas.
B. Peran Masjid Raya Cinere Dalam Meningkatkat Solidaritas Sosial
Masyarakat Cinere Limo-Depok
Masjid Raya Cinere dalam melakukan tugasnya yang biasa disebut sebagai
peran telah melakukan tugasnya dengan baik dalam arti sejauh ini berhasil telah
memberikan pelayanan masyarakat yang memang mereka butuhkan. Banyak
kegiatan sosial yang telah dijalankan oleh Masjid Raya Cinere dalam upaya
meningkatkan solidaritas sosial pada masyarakatnya. Dalam perjalanannya yang
cukup singkat, Masjid Raya Cinere adalah sebagai salah satu masjid yang bisa
menjalankan fungsi sosialnya tidak seperti kebanyakan masjid yang lain,
meskipun letak dari Masjid Raya Cinere berada pada perumahan dan bukan
berarti peran dari masjid ini tidak dijalankan.
Masjid secara umum sering kali diidentikkan dengan tempat shalat bagi
mereka yang mengaku islam sebagai agama anutannya. Di luar itu, masjid
seolah-olah tidak memiliki fungsi sosial apapun. Lebih-lebih untuk kegiatan yang
benuansa sosial, ekonomi, ataupun kegiatan-kegiatan sosial budaya lainnya.
Bahkan sebagiannya masih ada yang cenderung menanggapnya haram. Akibatnya
peningkatan jumlah masjid ditengah-tengah kehidupan masyarakat dewasa ini
belum banyak berpengaruh pada penurunan angka kemiskinan ataupun tensi
konflik sosial yang diharapkan.
57
Optimalisasi fungsi masjid, baik pada tingkat intensifikasi maupun
ekstentifikasi, pada gilirannya dapat bermanfaat bagi pembinaan masyarakat,
bukan saja pada aspek ritual tapi juga pada pembinaan aspek wawasan sosial,
politik dan ekonomi tuntutan dan perkembangan zaman khususnya seperti yang
kita saksikan sekarang ini. Sebab kehadiran masjid di tengah-tengah kehidupan
masyarakat dapat memberikan inspirasi sosial yang tidak sederhana. Misalnya
pertemuan ritual yang dilakukan setiap kali melaksanakan sholat dapat
membangun kedekatan sosial untuk saling membutuhkan semangat solidaritas
yang sangat tinggi.
Kehadiran Masjid Raya Cinere di tengah-tengah masyarakat merupakan
cermin persatuan dan kesatuan dalam etika kesatuan dan persaudaraan islami.
Sebab di tempat itulah setiap individu/masyarakat dapat menempatkan dirinya
secara utuh, baik, dalam kapasitasnya sebagai hamba Allah maupun kholifah
Allah. Di masjid Raya Cinere masyarakat dapat melaksanakan ibadah ritual
sebagai salah satu ajaran agama, dan di tempat yang sama, masyarakat juga dapat
melaksanakan ibadah-ibadah sosial lainnya yang lebih berdimensi kemanusiaan.
Dalam menjalankan aktifitasnya Masjid Raya Cinere memiliki salah satu
kegiatan yaitu Baitul Mal Wat Ta’mil (BMT) yang tugasnya adalah
Memberdayakan Masyarakat, dari program inilah masyarakat bisa merasakan
keberadaan Masjid Raya Cinere yang sesungguhnya yakni sebagai masjid yang
mampu memberikan kepekaan terhadap peningkatan rasa solidaritas sosial
terhadap masyarakat.
58
1. Tukang Becak
Dalam perjalannya tukang becak menjadi salah satu objek yang menjadi
lirikan oleh masjid raya cinere sebab kiprah dari para penarik becak ini banyak
menuai masalah yang membuat geram. Dengan ekonomi yang mencekik para
penari becak memberanikan diri untuk bermain api pada rentenir. Semakin tidak
jelas arah membuat para penarik becak merasa beban yang mereka pikul sudah tak
sanggup lagi untuk dijalankan. Masalah ini begitu amat memukul bagi mereka
yang mengetahuinya sehingga pada salah seorang memberanikan diri untuk
membicarakan dan mengadukan masalah ini kepada pihak kemasjidan agar
mampu memberikan jalan keluar bagi para penarik becak tersebut. Sehingga pada
akhirnya di tempuhlah suatu jalan dimana salah satu pihak kemasjidan menyetujui
dan mulai menyusun strategi yakni dengan mengumpulkan uang dari berbagai
kalangan dengan tujuan untuk membayarkan hutang mereka pada rentenir yang
setiap saat menagih. Dalam hal ini masjid raya cinere menyerukan kepada mereka
untuk beralih profesi dengan kata lain menukar becak yang bukan mereka miliki
sendiri dengan motor. Untuk itu pihak masjid raya cinere memberikan pinjaman
modal kepada mereka dengan begitu pekerjaan mereka beralih menjadi tukang
ojeg, dari penghasilan mengojeg itulah mereka dihimbaukan untuk menyisihkan
pendapatan yang mereka dapatkan dalam sehari yaitu serbesar Rp. 10.000; ini
ditujukan agar mereka semangat dalam mencari uang. Dan dari uang yang
disetorkan oleh mereka ini menjadi suatu pemasukan pendanaan yang akan
dimanfaatkan pada mereka yang membutuhkan (Faqir Miskin dll).
59
2. Orang Sakit
Hidup dan matinya seseorang adalah merupakan hal yang selalu dan pasti
terjadi pada manusia di muka bumi ini tanpa terkecuali. Sakit merupakan teguran
kecil dari Sang Maha Pencipta Allah SWT.
Meskipun Masjid Raya Cinere tidak memiliki sarana Poloklinik tetapi
dengan rasa solidaritas yang dimiliki Masjid Raya Cinere memberikan
penyuluhan kesehatan, melayani, serta memberikan bantuan kepada mereka yang
membuthkan (Orang Sakit), mulai dari pemeriksaan hingga perawatan atau
pengobatan, bahkan jika memang diperlukan sebuah kendaraan untuk pergi ke
Rumah Sakit maka Masjid Raya Cinere pun memberikan dan mengantarkannya
dengan menggunakan Mobil Ambulance yang memang dimiliki oleh Masjid Raya
Cinere, Mobil Ambulance ini merupakan salah satu fasilitas yang dimiliki.
3. Muallaf
Masjid mempunyai kedudukan yang begitu penting dalam masyarakat,
dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat sekaligus sebagai masyarakat sosial
maka sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa harus mampu mewujudkan
harus mempunyai rasa solidaritas yang tinggi kepada sesama umat manusia baik
dalam keadaan muslim maupun non muslim, semua ini merupakan modal yang
amat besar demi terciptanya masyarakat yang ideal. Saling tolong menolong
dalam kebaikan dan taqwa serta mampu membuktikan kehidupan yang senasib
dan seperjuangan adalah salah satu ciri utama masyarakat islam yang sejati dalam
terciptanya ukhuwah islamiyah yang kuat dengan sesamanya.
60
Nilai kebaikan solidaritas dalam Al-Quran berbunyi: “… Dan tolong-
menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (QS. Al-Maidah: 2).
Inilah pondasi nilai Islam yang merupakan sistem sosial, dimana
dengannya martabat manusia terjaga, begitu juga akan mendatangkan kebaikan
bagi pribadi, masyarakat dan kemanusiaan tanpa membedakan suku, bahasa dan
agama. Solidaritas juga tercermin dalam Hadits: “Saya (Rasulullah SAW) dan
pengayom, pelindung anak yatim di surga seperti dua ini, lalu Rasulullah SAW
memberikan isarat dengan jari telunjuk dan tengah” (HR At-Tirmidzi).
Maksudnya orang yang suka memberikan pertolongan kepada anak yatim, nanti di
surga akan berdekatan dengan Rasulullah SAW, seperti jari telunjuk dan tengah.
Dalam Hadis lain dijelaskan juga (solidaritas) selain kepada anak yatim. Bagi
yang mampu melakukan aksi solidaritas tetapi tidak melaksanakannya, maka
orang tersebut telah mendustakan agama seperti terungkap dalam firman Allah
SWT: “Tahukah kamu orang yang mendustakan agama ?. Itulah orang yang
menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang
lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan barang berguna
(tolong menolong)”. (QS. Al-Maauun : 1-7).
Mengenai cerita kehidupan sosial yang sangat menyentuh relung hati,
kisah ini dirasakan oleh orang china yang telah menjadi muallaf yang kebetulan
bertempat tinggal tidak jauh dari posisi/letak Masjid Raya Cinere. Dalam
61
kehidupan ekonomi yang sangat sulit seperti pada zaman sekarang ini muallaf
tersebut begitu merasakan betul pahitnya kesulitan ini ditambah ada keluarga
yang harus ia nafkahi. Berat cobaan yang dihadapi ini membuat ia putus harapan
apalagi dengan mempunyai anak-anak yang harus ia berikan pendidikan di
sekolah akan tetapi dengan kekuatan iman dan ketaqwaan-Nyalah ia begitu sabar
mengadapi cobaan yang begitu besar. Ia tidak ingin istri dan anak-anaknya
menjadi korban dari kekerasan zaman. Sampai pada akhirnya Allah SWT
mengabulkan atas apa yang menjadi do’a yang selalu dipanjatkan, Allah SWT
memberikan jalan dan pertolongan-Nya melalui Masjid Raya Cinere. Rasa
solidaritas yang tinggi itulah yang pada akhirnya membawa peran masjid,
pertolongan itu datang yaitu dengan memberikan modal usaha bagi si muallaf
tersebut dan dari modal usaha itu si muallaf membuka usaha dengan berjualan
gorengan, dari hasil berjualan itulah ia mampu memberikan nafkah kepada
keluarga baik istri dan anak-anaknya.
Kisah ini memberikan tuntunan tentang peran masjid yang sesungguhnya,
dimana ini merupakan tantangan bagi tampilnya peran masjid untuk memberikan
kontribusi dalam membangun masyarakat yang agamis.
4. TKA/TPA
Masjid merupakan salah satu sarana utama yang paling tepat bagi proses
pendidikan terhadap kaum muslimin. Rosulloh SAW dan para sahabatnya
memperhatikan betul soal ini.karena itu manakala masjid itu dijadikan sebagai
sarana pendidikan bagi kaum muslimin, niscaya umat islam akan merasakan betul
keberadaan masjid itu. Maka bertambah banyak jumlah masjid yang dijadikan
62
sebagai sarana pendidikan, niscaya bertambah meningkat kualitas kaum muslimin
bersama dengan pertambahan kuantitas.
Untuk memanfaatkan masjid sebagaimana mestinya dan menjadikannya
sebagi pusat pembinaan umat. Maka manfaat masjid tidak hanya untuk
kepentingan ukhrowi kelak, tetapi juga dalam mengarahkan dan mengisi
kehidupan di dunia ini agar kehidupan kaum muslimin berjalan secara lebih
bermakna.
Masjid Raya Cinere mendirikan sarana pendidikan khususnya TK/TPA
dengan tujuan sebagai tempat untuk mengajar ilmu dan didalamnya kaum
muslimin memperoleh ilmu pengetahuan, maka oleh Rosulullah SAW hal itu
dinilai sebagai sesuatu yang amat mulia, sehingga orangnya dinilai seperti orang
yang berjihad di jalan Allah SWT.
Dalam hal ini dilakukan sistem subsidi silang yaitu dimana murid yang
mampu mensubsidi murid yang tidak mampu, disinilah nilai solidaritas itu berdiri
dan berjalan serasi.
5. Beasiswa
Masjid Raya Cinere memberikan beasiswa kepada mereka yang cerdas
dalam arti mereka yang memiliki kemampuan dalam bidang pendidikan dan ini
wajib untuk diunggulkan, sampai saat ini jumlah dari mereka yang menerima
beasiswa tersebut sebanyak 60 orang dan akan bertambah lagi jika memang ada
yang berhak menerimanya. Beasiswa ini mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD)
Sampai Dengan Sekolah Menengah Umum (SMU).
63
6. Kios-Kios
Dalam perannya masjid raya cinere memberikan kesempatan yang sangat
positif bagi masyarakat yang dalam kehidupan yang dijalani masyarakat, dengan
susahnya mencari pekerjaan di zaman sekarang ini apalagi bagi mereka yang tidak
pernah merasakan manisnya bangku pendidikan. Dengan melihat masalah itulah
masjid raya cinere memberikan peluang usaha pada mereka yang pada dasarnya
tidak memiliki pekerjaan.
Usaha ini memang ditujukan dan diperuntukan bagi mereka yang tidak
memiliki pekerjaan dalam arti pengangguran. Mereka di berikan modal usaha dan
membuka usahanya dilingkungan masjid, ini diupayakan agar mereka tidak
menjadi pengangguran sebab dengan menganggur hidup tidak akan berjalan
sesuai dengan keinginan. Dari hasil penjualannya mereka menyisihkan hasil
pendapatannya kepada pihak Cinere Masjid Raya dalam upaya peningkatan
Sumber Daya Manusia
7. Sekolah Khusus
Dengan memberikan Sekolah Khusus kepada mereka yang telah di PHK
dari perusahaan dimana tempat mereka bekerja Masjid Raya Cinere memberikan
jalan kepada mereka, dalam arti Sekolah Khusus ini adalah dengan
menyekolahkan Pendidikan Satpam. Hal seperti inilah yang menjadi Motivasi
kembali bagi mereka yang telah kehilangan pekerjaannya, sebab banyak yang
depresi dari adanya permasalahan tersebut. Jika Iman dan Taqwa tidak dimiliki
maka kemungkinan besar hancurlah satu ikatan antara sang Maha Pencipta Allah
SWT dengan Hambanya.
64
Sebenarnya akar masalah dai problematika umat saat ini adalah moral dan
sistem. Pembinaan moral ini sangat penting karena menyangkut tata nilai yang
sudah membudaya di masyarakat sehingga kesalahan yang dilakukan oleh orang
banyak tidak nampak lagi sebagai suatu kesalahan yang harus diperbaiki. Oleh
karena itu pembinaan moral pembangunan mental kepada masyarakat sangat
diperlukan khususnya melalui kegiatan-kegiatan dakwah di masjid, pendidikan di
madrasah, dan penyuluhan langsung kepada masyarakat. Kekuatan moral/spiritual
yang ada pada diri manusia harus teru ditingkatkan kualitasnya melalui
peningkatan kesadaran beragama, sehingga mampu membunuh sesuatu yang
sangat asasi yakni hati nurani. Dengan menyentuh hati nurani melalui berbagai
kegiatan di masjid ini diharapkan sekuruh tata nilai yang terkandung dalam ajaran
agama dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu
moralitas dan spiritualitas perlu dimasukan dalam berbagai kurukulum pendidikan
formal, pendidikan dan latihan (Diklat) serta berbagai kegiatan pembinaan dan
penyuluhan kepada masyarakat. Seharusnya ajaran agama tidak hanya komitmen
dengan upaya penyalehan individual tetapi juga penyalehan sosial.
Dalam upaya penyalehan sosial ini setiap ajaran agama di indonesia harus
mengembangkan semangat untuk mengubah kemungkaran, semangat saling
mengingatkan, dan saling menasehati. Komitmen penyalehan individu dan sosial
ini merupakan perspektif etis ajaran agama yang dapat bahkan harus dijadikan
basis bagi pengembangan berbagai sistem penyelenggaraan pembangunan.
Keshalehan sosial bukan milik kiyai, konsultan, tukang cukur, bankir,
tukang baso,peneriak reformasi dan sebagainya. Tapi setidaknya keshalehan sosial
65
ini bisa diukur dengan parameter orang bersangkutan berbuat amal shaleh dan
proyek kebaikan lainnya. Karena iman dan amal menjadi mata rantai yang harus
sinergis, oleh karena itu keduanya tampil menjadi mainstream (unsur, indikator)
dalam sebuah perubahan sosial. Akan sulit kiranya, sebuah perubahan jika iman
hanya disandarkan pada keshalehan vertikal (mahdhah) tanpa dibarengi dengan
keshalehan sosial (amal shaleh) yang lebih memihak kepada persoalan
kemanusiaan. Inti dari iman tidak cukup percaya kepada Tuhan, Namun iman bisa
berfungsi untuk memerangi ketidakadilan dan pembebasan manusia (Abdus
Salam, Waspada online, 7-6-2004).
Masjid sebagai komponen fasilitas sosial, merupakan salah satu fasilitas
yang merupakan bangunan tempat bagi berkumpul bagi sebagian besar umat isalm
untuk melakukan ibadah sebagai kebutuhan spiritual yang diperlukan oleh umat
manusia, disamping kebutuhan material. Dengan demikian agar kesejahteraan
material dan spiritual dapat dicapai, maka fasilitas-fasilitas untuk memenuhi
kedua kebutuhan tersebut harus tersedia secara memadai di dalam suatau
lingkungan.
Masjid sebagai salah satu pemenuh kebutuhan spiritual sebenarnya bukan
hanya berfungsi sebagai tempat sholat saja, tetapi juga merupakan pusat kegiatan
sosial kemasyarakatan, seperti yang telah dicontohkan oleh Rosulullah SAW.
66
C. Kegiatan yang dilakukan Masjid Raya Cinere Dalam Meningkatkan
Solidaritas Sosial Masyarakat Cinere.
Pada masa sekarang Masjid semakin perlu untuk difungsikan, diperluas
jangkauan aktivitas dan pelayanannya serta ditangani dengan organisasi dan
management yang baik. Tegasnya, perlu tindakan meng-aktualkan fungsi dan
peran Masjid dengan memberi warna dan nafas modern. Lokakarya idarah Masjid
yang diselenggarakan di Jakarta oleh KODI DKI pada tanggal 9-10 November
1974 telah merumuskan pengertian istilah Masjid sebagai berikut: "Masjid ialah
tempat untuk beribadah kepada Allah semata dan sebagai pusat kebudayaan
Islam". Pemahaman tersebut menunjukkan bahwa Masjid harus bebas dari
aktivitas syirik dan harus dibersihkan dari semua kegiatan-kegiatan yang
cenderung kepada kemusyrikan. Disamping itu kegiatan-kegiatan sosial yang
dijiwai dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam dapat diselenggarakan di
dalamnya.
Dalam memberikan pelayanan kepada jama’ah atau masyarakat Masjid
Raya Cinere menyelenggarakan beberapa kegiatan pada masing-masing bidang,
adapun kegiatannya sebagai berikut:
UKEGIATAN-KEGIATAN
Di Bidang Keagamaan
1) Pelayanan Pelaksanaan Peribadatan.
2) Bimbingan Ibadaha Haji.
3) Baitul Mal Wat Tamwil (BMT).
4) Pembinaan Remaja Islam Masjid Raya Cinere (MRC).
67
5) Menerima dan Menyalurkan Zakat, Infaq Dan Shodaqoh (ZIS).
6) Peringatan Hari Besar Islam (PHBI).
Di Bidang Pendidikan
1) Menyelengarakan dan mendirikan lembaga Pendidikan Umum dari tingkat
Taman Kanak-Kanak hingga Perguruan Tinggi maupun Pendidikan
Khusus seperti Madrasah dan Pendidikan Keterampilan berupa Sekolah-
Sekolah Kejuruan, Kursus-kursus dan Penyuluhan-Penyuluhan.
2) Mendirikan dan mengembangkan perpustakaan serta menerbitkan buku-
buku, majalah, buletin, brosur yang bersifat pendidikan dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat umum.
3) Memberikan beasiswa kepada pelajar-pelajar yang cerdas dan
memeberikan santunan kepada yang menyiarkan agama Islam.
4) Mengadakan kerja sama dengan badan-badan pemerintah maupun swasta
di dalam maupun di luar negri dalam pendidikan agama isalam dan studi
banding.
Di Bidang Kemanusiaan
1) Memberikan bantuan kepada korban bencana alam.
2) Memberikan bantuan kepada tuna wisma, fakir miskin dan gelandangan.
Di Bidang Prasarana, Sarana Dan Sumber Daya
Menyediakan, menyiapkan dan memelihara prasarana, saran dan sumber
daya (termasuk Sumber Daya Manusia) untuk mendukung semua kegiatan dan
fungsi Masjid Raya Cinere (MRC) secara berhasil dan berdayaguna.F
32F
32 Dokumen Masjid Raya Cinere (MRC)
68
Kemudian adapun yang menjadi maksud dan tujuan dari kegiatan-kegiatan
diatas dalam upaya memberiakan pelayanan kepada para jama’ah atau masyarakat
adalah dalam rangka:
UMAKSUD DAN TUJUAN
1. Melaksanakan ibadah di Masjid Raya Cinere (MRC).
2. Meningkatkan perkembangan dan kesadaran hidup beragama Islam yang
berpandangan inklusif dan bertanggung jawab akan terwujudnya manusia
dan masyarakat yang berserah diri kepada Allah SWT.
3. Mengembangkan pemahaman dan pemikiran agama Islam, serta
penampilan agama yang bersifat kesejahteraan, sehinnga bermakna bagi
pemecahan permasalahan-permasalahan bagi kemanusiaan dalam suasana
bebas dan bertanggung jawab.
4. Mengembangkan suasana kehidupan beragama yang terbuka, dinamis,
bernalar dan tetap memelihara persatuan sehingga terjadi suasana sehat
dan damai di kalangan masyarakat.
5. Mengembangkan sistem (Lembaga, Metode, Kurikulum, Prasarana dan
Lingkungan) Pendidikan menuju keseimbangan antara penguasaan
”IMTAQ dan penguasaan IPTEK”.
Fungsi sosial masjid di dalm sejaqrah perjalanan islam ini ternyata
semakin menciut, dimana menggunakan masjid sebagitempat sholat saja. Masjid
belum berfungsi sesuai sewajarnya sebagai pusat keagamaan. Padahal
seharusnya, masjid itu dapat berperan ganda yaitu sebagai pusat keagamaan dan
69
sekaligus sebagai pusat jamaah, dimana diharapakan dapat menigkatkan
kesadaran dan kecerdasanmasyarakat. Hal ini sebagaimana telah dicontohkan oleh
Rosulullah SAW yang menggunakan masjid sebagai kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:
1. Sebagai pusat pendidikan dan pengajaran.
2. Sebagai tempat mengadakan pertemuan-pertemuan resmi dengan utusan-
utusan dari negara lain.
3. Sebagai tempat i’tikaf, terutama pada bulan Ramadhan.
4. Sebagai tempat membagi-bagikan harta rampasan perang dan hadiah-
hadiah dari sahabat-sahabatnya (berfungsi sebagai Baitul Maal).
5. Sebagai tempat untuk mengumumkan keputusan kenegaraan.
6. Sebagai tempat peradilan.
7. Sebagai tempat mengadakan konsultasi mengatur strategi peperangan.
8. Sebagai tempat berkonsultasi tentang hal-hal yang penting yang
berhubungan dengan politik dan militer (Pusat Administrai dan urusan-
urusan politik).
9. Sebagai tempat menghimpun khazanah ilmu pengetahuan.
10. Sebagai tempat sahabat dalam membela Nabi terhadap musuh-musushnya
dengan cara membacakan sajak di masjid, dan lain sebagainya.
Secara ringkasnya nabi muhammad saw telah menggunakan masjid
sebagai pusat ibadah dan berbagai kegiatan sosial masyarakat. Di masjid nabi
muhammad telah membina rohaniah umat dengan sistem ibadah dan membina
jasmaniah dengan sistem muamalah. Oleh karenanya sesuai contoh nabi
70
muhammad, masjid harus merupakan pusat pembinaan umat. Akan tetapi fungsi
sosial ini belum banyak diperankan oleh masjid-masjid yang tersebar di
lingkungan perumahan kota dan hanya beberapa masjid besar yang sudah merintis
kearah ini.
Mengingat masjid harus merupakan pusat ibadah dan kegiatan sosial
masyarakat sebagaimana dikemukakan di atas maka jelas di dalam
peralokasiannya harus dipertimbangkan baik-baik, sehingga memenuhi
persyaratan yang ditentukan filosofi aqidah Islam dan kaidah teknis planologis.F
33
Bagaimanapun solidaritas itu merupakan kunci dalam kehidupan bersama,
persoalannya manusia tidak bisa hidup sendiri harus hidup bersama, karena
masing-masing saling membutuhkan. Hanya saja dalam masyarakat hubungan
sesama manusia itu bersifat emosional, persaudaraan, sementara dalam
masyarakat modern hubungan itu lebih bersifat fungsional bahkan kontraktual. Di
situ tidak hanya dibutuhkan rasa saling percaya, rasa saling solider, tetapi juga
dibutuhkan rasa saling percaya.
Di sini yang dibutuhkan adalah sebuah kearifan budi dan kekritisan
berpikir untuk menyikapi setiap perbedaan dengan baik. Sikap menghargai
pluralitas keyakinan agama adalah jembatan emas yang menjamin adanya sebuah
perbedaan untuk memperkuat kesatuan dan keharmonisan hidup manusia. Dari
pluralisme keagamaan ini lahir kekuatan baru untuk melihat dunia sebagai satu
kesatuan kehendak setiap manusia yang mau hidup berdampingan dengan
33 Ir. H Nana Rukmana D. W., MA, Masjid dan Dakwah, Penerbit Al-Mawardi Prima,
Cetakan Pertama, Juli 2002
71
manusia lain, tanpa mempersoalkan latar belakang suku, ras, golongan, dan
agama.
Dengan kata lain, pluralisme itu menunjukkan adanya penghormatan yang
radikal atas hak-hak dasar yang melekat dalam diri manusia untuk hidup bebas,
tentram dan perlu dihargai. Sumber dari pluralisme keagamaan ini adalah adanya
keyakinan, bahwa setiap agama memilii kebenaran dan kebenaran itu mengacu
pada iman kepada Allah sebagi sumber dan pemilik kebenaran yang tuggal.
Pluralimse keagamaan ini menjadi motivator bagi setiap manusia beriman,
untuk mengkonfrontasikan Iman dan kenyataan sosial dalam masyarakat. Di sini
situasi tapal batas manusia, seperti perang,kelaparan, penyakit, konflik-konflik
sosial, penyakit-penyakit sosial dan segala situasi ekstrem yang mengancam
keharmonisan hidup manusi merupakan problem hidup yang membutuhkan
sentuhan- sentuhan dan perhatian manusia secara utuh.
Dalam menghadapi dan mengatasi sejumalah problem sosial ini, manusia
membutuhkan sebuah solidaritas tanpa batas. Solidaritas tanpa batas adalah
sebuah kesatuan sikap yang mengutamakan kemanusiaan tanpa adayan pemisah
atas dasar suku, ras, golongan dan agama tertentu.
Di sini, nilai-nilai keimanan seseorang dimanifestasikan dalam bentuk
penghargaan terhadap orang lain. Dalam pergumulan dengan situasi tapal batas
manusia, nilai keimanan itu terwujud dengan sikap solider dengan sesama yang
menderita dan membutuhkan bantuan.
Solidaritas tanpa batas dari semua umat beriman mengindikasikan sebuah
Roh Kehidupan yang berhembus melampui batas dan kelemahan manusiawi
72
menuju sebuah kebersamaan hidup. Ini adalah sebuah penegasan yang paling
mungkin akan keyakinan manusia pada Allah yang merupakan sumber
perdamaian.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari keterangan pada bab sebelumnya, dapat penulis simpulkan bahwa:
1. Masjid Raya Cinere (MRC) adalah Organisasi Kemasjidan yang
mempunyai peran yang begitu besar terhadap lingkungan kemasyarakatan.
Dalam melakukan tugas atau peran yang dijalankan Masjid Raya Cinere
telah memberikan banyak perhatian serta pemberdayaan umat dalam
upaya meningkatkan fungsi dan peran masjid. Peran yang dijalankan
bukan hanya pada meningkatkan ibadah ritual saja seperti ibadah sholat
akan tetapi Masjid Raya Cinere menjalankan perannya sebagai Lembaga
Kemasjidan yang mampu meningkatkan rasa solidaritas sosial terhadap
masyarkat, sehingga masyarakat merasakan betul keberadaan masjid.
Banyaknya pertumbuhan jumlah masjid belum diimbangi dengan usaha
peningkatan fungsi masjid bagi pemberdayaan umat akan tetapi Masjid
Raya Cinere sampai saat ini telah membuktikan bahwa masjid juga
merupakan lembaga yang berperan terhadap kehidupan sosial masyarakat
dalam upaya meningkatkan fungsi masjid dengan maksud untuk
meningkatkan solidaritas sosial terhadap masyarakat. Dengan begitu
Masjid Raya Cinere mempunyai tanggung jawab dan dalam pelaksanaan
peningkatan fungsi dan peran masjid berada pada pengurus Dewan
Kemakmuran Masjid (DKM).
74
2. Dalam melakukan peran dan fungsinya Masjid Raya Cinere banyak
memiliki program yang menjadi kegiatan-kegiatan demi
terselenggaranya peran dan fungsinya tentunya dalam meningkatkan rasa
solidaritas sosial terhadap masyarakat, pemahaman tersebut
menunjukkan bahwa Masjid harus bebas dari aktivitas syirik dan harus
dibersihkan dari semua kegiatan-kegiatan yang cenderung kepada
kemusyrikan. Disamping itu kegiatan-kegiatan sosial yang dijiwai dan
tidak bertentangan dengan ajaran Islam dapat diselenggarakan di
dalamnya. Dari banyaknya kegiatan tersebut maka Masjid Raya Cinere
dalam memberikan pelayanan kepada jama’ah atau masyarakat
menyelenggarakan beberapa kegiatan pada masing-masing Bidang, yaitu
sebagai berikut:
a. Bidang Keagamaan
Kegiatan ini bertujuan demi terciptanya nilai-nilai yanag datang dari Allah
SWT dan Rosu-Nya sehinga tidak berani menyimpang dari jalan hidup
yang benar. Dengan kata lain, iman yang mantap akan menghasilakan
akhlaq yang mulia.
b. Bidang Pendidikan
Kegiatan ini bertujuan supaya kaum muslimin memiliki kepribadian yang
Islami serta pegetahuan dan wawasan yang luas sehingga menguasi ajaran
Islam dengan baik sehingga mampu membedakan antara yang Haq dan
yang Bathil.
75
c. Bidang Kemanusiaan
Kegiatan ini bertujuan agar merasakan kehidupan yang senasib dan
seperjuangan saling tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa
sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT.
d. Bidang Prasarana, Sarana dan Sumber Daya
Menyediakan, menyiapkan dan memelihara prasarana, saran dan sumber
daya (termasuk Sumber Daya Manusia) untuk mendukung semua kegiatan
dan fungsi Masjid Raya Cinere (MRC) secara berhasil dan berdayaguna.
B. Saran-Saran
Dari kesimpulan di atas, ada beberapa saran yang dapat dijadikan
pertimbangan, yaitu:
1. Kepada Masjid Raya Cinere , penulis menyarankan hendaknya Masjid
Raya Cinere lebih meningkatkan lagi peran dan fungsi masjid dalam
terselenggarnya program kegiatan dalam meningkatkan solidaritas sosial
masyarakat cinere.
2. Perlu adanya gerakan bersama/pertemuan silaturrahmi berkala antara
Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) dengan jamaah/umat/masyarakat
dalam kegiatan peningkatan rasa solidaritas sosial masyarakat cinere.
3. Dalam meningkatkan rasa solidaritas sosial hendaknya Masjid Raya
Cinere tidak hanya pada terfokus terhadap masyarakat cinere saja akan
tetapi lebih diperluas lagi misalnya pada berbagai kota, profinsi atau
bahkan Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Yani Ahmad, Panduan Mengelola Masjid, Jakarta: Pustaka Inter Masa, 2007 Chamsyah Bachtiar. Dimensi Religi Dalam Kesejahteraan Sosial. Cetakan 1,
Februari 2003 M. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.. Kamus Besar Dr. Yusuf al-Qaradhawi. Tuntunan Membangun Masjid. Maktabah Wahbah,
Kairo, Cet ke 1, Th 1420 H/1999 M. Drs. Sofian Safri Harahap MSAc, Manajemen Masjid, PT Dana Bakti Prima
Yasa, Yogyakarta, 199, Cet, ke-2 Elizabeth K. Nottingham. Agama dan Masyarakat. PT. Radja Grafindo Persada,
1997. Cet 7 Hasbi Ash-Siddiqi, TM. Prof, Koleksi Hadist-Hadist Hukum, Bandung: PT Al-
Ma’arif, 1979, Jilid 2, Cet, ke-3 HUhttp://www.masjidonline.net/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=4&a
rtid=91U
http:/ireoga.org/adapt/modul_kepemimpinan.htm http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg02123.html HUhttp://asslama.blogspot.com/2008/09/peran-dan-fungsi-masjid.html U HUhttp://immasjid.com/cetak.php?id=149 U HUhttp://www.eramuslim.com/berita/nasional/fungsi-masjid-ideal-kembali-seperti-
zaman-rasul.htmU HUhttp://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=342 U http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/message/9356 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fak. Ekonomi
UI, 1993 M. Abdul Mujieb, et. all, Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1994
77
Mustafa Sayani, Drs. Keutamaan Masjid Hukum-Hukum dan Adab-Adabnya, (Bandung; Pustaka Zaadul Ma-aad), Cet Ke 1Muhsin, MK. Menjadikan Masjid Makmur. (Jakarta, Ikatan Masjid Indonesia).
Nana Rukmana, Masjid Dan Dakwah, Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2002, Cet. Ke-
1 Poewarminta, WJS., Kamus Modern, (Jakarta: Jembatan, 1976), Cet, ke. 2 Sarlito Wirawan. S, Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta: CV. Rajawali, 1984,
Cet, ke. 1 Sidi Gazalba, Masjid Pusat Peribadatan Dan Kebudayaan, Jakarta: Pustaka Al-
Husna, 1994 127 Supardi dan Teuku Amiruddin, Manajemen Masjid Dalam Pembangunan
Masyarakat, Yogyakarta:UII Press,2001, cet. 1 Syaid Sabiq, Fiqussunnah, Beirut: Dar Al-Fik, 1981, Jilid 1, Cet, ke-3 Natsir Zubaidi. Fungsi Masjid di Zaman Modern Dipertanyakan. (Suara Masjid,
161, Februari, 1989). Al Qur’an Surat At-Taubah Ayat 108. Al Qur’an Surat Al-Mauun Ayat 1-7. Al Qur’an Surat An-Nahl Ayat 90. Al Qur’an Surat At-Taubah Ayat 122 dan Ayat 41. Al Qur’an Surat Al-Maidah Ayat 2.