peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan...

86
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pada haketnya Perencanaan merupakan suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi sperti (peristiwa, keadaan, suasana), dan sebagainya. Perencanaan bukanlah masalah kira-kira, manipulasi atau teoritis tanpa fakta atau data yang kongkrit. Dan persiapan perencanaan harus dinilai. Bangsa lain yang terkenal perencanaannya adalah bangsa Amerika Serikat. Perencanaan sangat menentukan keberhasilan dari suatu program sehingga bangsa Amerika dan bangsa Jepang akan berlama-lama dalam membahas perencanaan dari pada aplikasinya. Pendidikan akan mengantarkan masyarakat pada kepada suatu keadaan masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based society). Pendidikan membawa perubahan dari masyarakat yang potensi kemanusiaannya kurang berkembang menuju masyarakat maju dan berkembang yang mengaktualisasikan potensi kemanusiaanya secara optimal. Potensi kemanusiaan itu ialah (1) afektif yang tercermin dari kualitas keimanan, ketakwaan , akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis ; (2) potensi kognitif 1

Upload: jerry-makawimbang

Post on 13-Jan-2015

32.897 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Pada haketnya Perencanaan merupakan suatu

rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan

mengenai apa yang diharapkan terjadi sperti

(peristiwa, keadaan, suasana), dan sebagainya. Perencanaan bukanlah masalah

kira-kira, manipulasi atau teoritis tanpa fakta atau data yang kongkrit. Dan

persiapan perencanaan harus dinilai. Bangsa lain yang terkenal perencanaannya

adalah bangsa Amerika Serikat. Perencanaan sangat menentukan keberhasilan dari

suatu program sehingga bangsa Amerika dan bangsa Jepang akan berlama-lama

dalam membahas perencanaan dari pada aplikasinya. Pendidikan akan

mengantarkan masyarakat pada kepada suatu keadaan masyarakat berbasis

pengetahuan (knowledge based society). Pendidikan membawa perubahan dari

masyarakat yang potensi kemanusiaannya kurang berkembang menuju masyarakat

maju dan berkembang yang mengaktualisasikan potensi kemanusiaanya secara

optimal. Potensi kemanusiaan itu ialah (1) afektif yang tercermin dari kualitas

keimanan, ketakwaan , akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian

unggul, dan kompetensi estetis ; (2) potensi kognitif yaitu kapasitas berfikir dan

intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan

teknologi ; (3) potensi psikomotorik yang dicerminkan pada kemampuan

mengembangkan keterampilan teknis , kecakapan praktis dan kompetensi

kinestetis (Depdiknas, 2007). Wahana yang tepat untuk hal tersebut adalah

pendidikan sebagai proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia

secara holistik yang memungkinkan ketiga dimensi paling elementer di atas dapat

Lahirnya Undang – undang no 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang –

undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, telah membawa nuansa

pembaharuan pada sistem pengelolaan pemerintahan, dari sistem sentralistik

menjadi desentralistik. Pemberlakuan desentralistik ini memberi keleluasaan

kepada pemimpin pemerintah daerah kabupaten/kota dalam mengeksplorasi visi

1

Page 2: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

tanpa dibatasi juknis dan juklak. Hal ini memberikan otonomi yang luas kepada

pemerintah daerah kabupaten / kota yang mempunyai kedudukan yang semakin

kuat dalam menjalankan fungsi – fungsi kepemerintahannya, yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Kewenangan

yang dimiliki mencakup semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam

politik luar negeri, petahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal dan agama.

“secara operasional sesungguhnya desentralisasi memberikan banyak keuntungan

bagi para pemimpin-pemimpin kreatif untuk mengembangkan lembaganya” (Aan

Komariah dan Cepi Triatna, 2006 : 70). Salah satu bidang yang di

desentralisasikan adalah pendidikan dalam sistem ini pemerintah daerah

kabupaten/ kota memegang peranan yang penting dalam pengelolaan bidang

pendidikan di daerahnya berfungsi sebagai perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan, maupun pengendalian dan evaluasi. Desentralisasi dalam bidang

pendidikan diharapkan dapat memperbaiki masalah pokok pendidikan, misalnya

mutu, pemerataan, relevansi, efesiensi, dan manajemen dapat terpecahkan. Jika

sebelumnya manajemen pendidikan merupakan wewenang pusat dengan

paradigma top-down atau sentralistik, maka dengan berlakunya undang – undang

otonomi daerah maka terjadi perubahan paradigma menjadi bottom-up atau

desentalistik. Dalam hal pemberdayaan sekolah sedapat mungkin keputusan

seharusnya dibuat oleh mereka yang berada di garis depan (line staff), yang

bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kebijakan, dan terkena akibat secara

langsung, yakni guru dan kepala sekolah, sehingga perlu diterapkan manajemen

sekolah yang dapat mengelola sekolah sesuai dengan prinsip otonomi.

Model yang paling tepat dalam hal otonomi pendidikan adalah Manajemen

Berbasis Sekolah (MBS), melalui model ini sekolah memiliki wewenang dalam

pengambilan keputusan yang terkait langsung dengan aspirasi dan kebutuhan –

kebutuhan sekolah. Sejalan dengan Nanang Fatah (2004 : 11) bahwa :

”Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Sebagai terjemahan dari School Based

Management, adalah suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk meredesain

pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan

meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kerja yang

mencakup guru, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat”. Tujuan utama

2

Page 3: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

implementasi manajemen berbasis sekolah adalah meningkatkan efesiensi, mutu,

dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efesiensi diperoleh melalui keleluasaan

mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan

birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, keluwesan

pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme pendidik, adanya penghargaan

(reward) dan hukuman (punishment) sebagai kontrol. Secara yuridis model

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) tertuang dalam Undang – undang nomor 20

tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 51 ayat 1 yang menyatakan

: Pengelola satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan

menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip

mamajemen berbasis sekolah/madrasah. Dalam skala nasional penerapan MBS

dimulai tahun 1999, sejak dilaksanakannya Undang – undang nomor 22 dan 25

tentang otonomi daerah dan diikuti oleh penyempurnaan sistem pendidikan

nasional, sedangkan implementasinya pada sekolah – sekolah dimulai pada tahun

pelajaran 2003/2004. Dengan MBS Unsur pokok sekolah (constituent) memegang

kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah

inilah yang kemudian menjadi lembaga non-struktural yang selanjutnya disebut

“komite sekolah”. Anggota dari komite sekolah terdiri dari : 1). Unsur

masyarakat, seperti orang tua/wali peserta didik, tokoh masyarakat, tokoh

pendidikan, dunia usaha/industri, organisasi profesi tenaga kependidikan, wakil

alumni dan wakil peserta didik. 2). Unsur dewan guru, yayasan/lembaga

penyelenggara pendidikan, badan pertimbangan desa. Salah satu tujuan di

bentuknya komite sekolah adalah untuk mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan

prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dalam program

pendidikan di satuan pendidikan (Kepmen Diknas Nomor : 004/U/2002 tentang

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah). Dengan demikian komite sekolah

adalah wakil dari seluruh unsur tersebut diatas. Seperti yang telah dikemukan

bahwa keberhasilan MBS tidak saja ditentukan oleh kepala sekolah, tetapi juga

komite sekolah. Konsumen yang harus dilayani dan sangat berkepentingan adalah

siswa dan orang tuanya.

Jika komite sekolah berperan aktif dalam menyalurkan aspirasi siswa, orang

tua dan masyarakat maka hasilnya akan sangat berkualitas. Komite sekolah yang

3

Page 4: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

merupakan syarat diterapkannya MBS masih belum berperan secara optimal,

pengambilan keputusan lebih banyak diambil oleh pihak sekolah. Berdasarkan

masalah inilah penulis tertarik untuk meneliti secara ilmiah tentang : PERAN

KOMITE SEKOLAH DALAM PELAKSANAAN MANAJEMEN

BERBASIS SEKOLAH SEBAGAI IMPLEMENTASI PERENCANAAN

PENDIDIKAN BERBASIS SEKOLAH.

1.2 Fokus penelitian

Sebagai patokan dalam penelitian ini maka penulis membatasi permasalahan

pada penelitian ini hanya terfokus Peran Komite Sekolah Dalam Pelaksanaan

Manajemen Berbasis Sekolah Sebagai Implementasi Perencanaan Pendidikan.

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimana peran Peran Komite Sekolah Dalam Pelaksanaan Manajemen

Berbasis Sekolah Sebagai Implementasi Perencanaan Pendidikan Berbasis

Sekolah?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitin ini secara umum adalah untuk mengetahui gambaran yang

objektif dan efektif tentang Peran Komite Sekolah Dalam Pelaksanaan

Manajemen Berbasis Sekolah Sebagai Implementasi Perencanaan Pendidikan

berbasis sekolah di SMA Negeri 2 Tondano. Sedangkan tujuan yang lebih khusus

dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui peran komite sekolah pada SMA Negeri 2 Tondano.

2. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan MBS pada SMA Negeri 2 Tondano

3. Untuk menganalisa seberapa besar kontribusi peran komite sekolah dalam

pelaksanaan MBS sebagai Implementasi Perencanaan Pendidikan berbasis

sekolah

1.5 Manfaat penelitian

4

Page 5: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

Penelitian ini diharapkan berguna bagi pihak peneliti maupun bagi

pengembangan ilmu dan pengetahuan. Secara lebih rinci penelitian ini dapat

memberi bermanfaat sebagai beikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pengembangan

ilmu dan pengetahuan terutama yang berhubungan dengan dan peran

komite sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS.

b. Menjadikan bahan masukan untuk kepentingan pengembangan ilmu bagi

pihak – pihak yang berkepentingan guna menjadikan penelitian lebih

lanjut terhadap objek sejenis atau aspek lainnya yang belum tercakup

dalam penelitian ini.

2. Manfaat praktis

a. Komite Sekolah, agar lebih memahami peran dan fungsinya dalam

mendukung sekolah serta mampu meningkatkannya sebagai mitra

sekolah.

b. Para guru dan kepala sekolah agar bekerja sama dengan komite sekolah

untuk mengelola sekolah dengan baik.

5

Page 6: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

2.1 Komite sekolah

A. Pengertian Komite sekolah

Sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap penyelenggara

pendidikan jalur sekolah semangkin meningkat, maka persatuan orang tua murid

dan guru (PMOG) pada awal tahun 1974 di bubarkan dan dibentuk suatu badan

yaitu Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3). Dalam perkembangan

selanjutnya dengan keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 044/U/2002

tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, maka dibentuklah komite

sekolah. Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta

masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efesiensi

pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik dari jalur pendidikan

prasekolah, jalur pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah.

Berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 044/U/2002

tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tanggal 02 april 2002, maka

pengertian dan nama komite sekolah adalah sebagai berikut :

1. Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran peran serta

masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efesiensi

penelolaan pendidikan di satuan pendidikan.

2. Nama komite sekolah disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-

masing satuan pendidikan.

3. BP3, Komite sekolah dan atau majelis yang sudah ada dapat memperluas

fungsi, peran, dan keanggotaan sesuai dengan acuan.

Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap kualitas

pelayanan dan hasil pendidikan yang diberikan oleh sekolah, dan dalam rangka

pencapaian tujuan pendidikan nasional melalui upaya peningkatan mutu,

6

Page 7: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

pemerataan, dan efesiensi penyelenggaraan pendidikan, dan tercapainya

demokratisasi pendidikan, perlu adanya dukungan dan peran serta masyarakat

untuk bersinergi dalam suatu wadah yang lebih sekedar lembaga pengumpul dana

pendidikan dari orang tua siswa. Kondisi nyata tersebut dalam memasuki era

manajemen berbasis sekolah sekolah perlu di benahi selaras dengan tuntutan

perubahan yang dilandasi kesepakatan, komitmen, kesadaran dan kesiapan

membangun budaya baru dan profesionalisme dalam mewujudkan “ masyrakat

sekolah” yang memiliki loyalitas pada peningkatan mutu sekolah. Untuk

terciptanya suatu masyarakat sekolah yang kompak dan sinergis, maka komite

sekolah merupakan bentuk atau wujud kebersamaan yang dibangun melalui

kesepakatan ( surat Keputusan Mendiknas Nomor :044/U/2002).

Komite sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan

pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan

pendidikan yang sama di satu komplek yang sama. Nama komite sekolah adalah

satu nama yang generik. Artinya, bahwa nama badan disesuaikan dengan kondisi

dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti komite sekolah, komite

pendidikan, komite pendidikan luar sekolah, dewan sekolah, majelis sekolah,

majelis madrasah, komite TK, atau nama lain yang disepakati. Dengan demikian,

organisasi yang ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran, keanggotaan sesuai

dengan panduan atau melebur menjadi organisasi baru, yang bernama komite

sekolah ( surat Keputusan Mendiknas Nomor : 044/U/2002). Peleburan BP3 atau

bentuk-bentuk organisasi lain yang ada di sekolah kewenangannya berkembang

sesuai kebutuhan dalam wadah komite sekolah. Pembentukan komite sekolah

menjadi lebih kuat dari asfek legilitasnya, karena telah dinyatakan dalam Undang-

undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 56

sebagai berikut :

1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang

meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui

dewan pendidikan dan komite sekolah;

2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam

meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan,

arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan

7

Page 8: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak

mempunyai hubungan hirarkis;

3) Komite sekolah sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan

dalampeningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberi pertimbangan

arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan

pendidikan pada tingkat satuan pendidikan;

4) ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah

sebagai dimaksud dalam ayat (1) , (2), dan (3) diatur lebih lanjut dengan

peraturan pemerintah. Komite sekolah merupakan badan ang bersifat mandiri,

tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan satuan pendidikan maupun

lembaga pemerintah lainnya, Posisi komite sekolah, satuan pendidikan, dan

lembaga- lembaga pemerintah lainnya mengacu pada kewenangan masing-

masing berdasarkan ketentuan yang berlaku.

B. Kedudukan Komite sekolah

Komite sekolah yang ada pada Madrasah Aliyah di Kota Manado

berkedudukan di satuan pendidikan, selain itu terdapat komite sekolah yang

tersebar pada satuan pendidikan dalam berbagai jenjang, jenis, dan jalur

pendidikan ada sekolah tunggal dan ada sekolah yang berada dalam satu

kompleks. Ada sekolah Negeri dan ada sekolah swasta yang didirikan oleh

yayasan penyelenggara pendidikan. Oleh karena itu, maka komite sekolah dapat

dibentuk dengan alternatif sebagai berikut :

Pertama, komite sekolah yang dibentuk dalam satuan pendidikan. Satuan

pendidikan yang jumlah siswanya banyak, atau sekolah khusus seperti sekolah

luar biasa, termasuk dalam katagori yang dapat membentuk komite sekolah

sendiri. Kedua, komite sekolah yang di bentuk untuk beberapa satuan pendidikan

yang sejenis. Sebagai misal, beberapa Sd yang terletak didalam satu kompleks

atau kawasan yang berdekatan dapat membentuk satu komite sekolah. Ketiga,

komite sekolh yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berbeda

jenis dan jenjang dan terletak didalam satu kompleks atau kawasan yang

berdekatan. Sebagai misal, ada stu kompleks pendidikan yang terdiri dari satuan

pendidikan TK, SD, SLTP, SLTA dan SMK dapat membentuk satu komite

8

Page 9: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

sekolah. Keempat, komite sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan

pendidikan yang berbeda jenis dan jenjeng pendidikan atau dalam pembinaan satu

yayasan penyelenggara pendidikan, misalnya sekolah- sekolah dibawah lembaga

pendidikan Muhammadiyah, Al-washliyah, Al-ittihadiyah, taman siswa, sekolah

katolik, sekolah kristen dan sebagainya.

C. Tujuan Komite sekolah

Dibentuknya komite sekolah dimaksudkan agar adanya wadah organisasi

masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli

terhadap peningkatan kualitas sekolah. Komite sekolah yang dibentuk dapat

dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya , demografis, ekologis, nilai

kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai potensi masyarakat

setempat. Oleh karena itu komite sekolah yang dibangun harus merupakan

pengembangan kekayaan filosofis masyarakat secara kolektif. Artinya, komite

sekolah mengembangkan konsep yang berorientasi kepada penggunaan (client

model), berbagi kewenangan (power sharing and advocacy) dan kemitraan

(patnership model) yang difokuskan pada peningkatan mutu pelayanan

pendidikan. Menurut SK Mendiknas Nomor 044/U/2002, adapun tujuan

dibentuknya komite sekolah sebagai suatu organisasi masyarakat sekolah adalah

sebagai berikut :

1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam

melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan disatuan

pendidikan.

2. Meningkatkan tanggungjawab dan peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis

dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan

pendidikan.

D. Peran dan Fungsi Komite sekolah

Peran dan fungsi komite sekolah adalah landasan untuk melaksanakan

kegiatan-kegiatan organisasinya. Komite sekolah memiliki peran sebagai mitra

9

Page 10: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

kerja lembaga pendidikan (sekolah), diantaranya adalah sebagai penasehat

sekolah, pendudukung sekolah, pengontrol/pemantau, sebagai penghubung

dengan stakeholders pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional (2004: 23)

merinci peran komite sekolah adalah :

1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan

kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.

2. Pendukung layanan pendidikan (supporting agency), baik yang berwujud

finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan

satuan pendidikan.

3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka tranparansi dan akuntabelitas

penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan

pendidikan.

Disamping itu pula Departemen Pendidikan Nasional (2004:24) menegaskan

Komite Sekolah memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap

penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

2. Melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan/ organisasi/ dunia

usaha/ dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan

pendidikan yang bermutu.

3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan

pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan

pendidikan mengenai :

a. Kebijakan dan program pendidikan.

b. Rencana Anggran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS).

c. Kriteria kinerja satuan pendidikan.

d. Kriteria tenaga pendidikan.

e. Kriteria fasilitas pendidikan.

f. Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.

5. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalan pendidikan guna

mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.

10

Page 11: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan

pendidikan disatuan pendidikan.

7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,

penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

Beranjak dari pandangan diatas, peran dan fungsi komite sekolah akan

menjadi suatu wadah yang mewadahi kemitraan antara sekolah dengan

masyarakat. Terjalinnya koordinasi atau kerjasama sekolah dengan masyarakat

merupakan salah satu pendukung keberhasilan penyelenggaraan konsep

manajemen berbasis sekolah. Upaya untuk meningkatkan peran masyarakat,

sekolah harus dapat membina kerjasama dengan orang tua dan masyarakat,

menciptakan suasna kondusif dan menyenangkan bagi peserta didik dan warga

sekolah. Itulah sebabnya maka paradigma MBS mengandung makna sebagai

manajemen partisipasif yang melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga semua

kebijakan dan keputusan yang diambil adalah kebijakan dan keputusan bersama,

untuk mencapai keberhasilan bersama.

E. Wewenang dan kegiatan pokok Komite sekolah

1. Wewenang Komite Sekolah

Dalam Nanang Fattah (2004: 160) dinyatakan bahwa komite sekolah

mempunyai wewenang sebagai berikut :

a. Menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga komite sekolah.

b. Bersama-sama sekolah menetapkan rencana setrategi pengembangan sekolah

c. Bersama-sama sekolah menetapkan standar pelayanan sekolah.

d. Bersama-sama sekolah membahas bentuk kesejahteraan personil sekolah.

e. Bersama-sama sekolah menetapkan RAPBS.

f. Mengkaji pertanggungjawaban program sekolah.

g. Mengkaji dan menilai kinerja sekolah.

h. Merekomendasikan kepada sekolah atau guru yang berprestasi dan memenuhi

persyaratan profesionalisme serta administratif secara normatif sesuai dengan

landasan hukum untuk promosi dan diajukan kepada pihak berwenang, dalam

hal ini kepala Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten.

11

Page 12: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

i. Menerima kepala sekolah dan guru yang dipromosikan oleh sekolah lain

sesuai denga persyaratan profesionalisme serta administratif secara normatif

sesuai denga landasan hukum untuk dipromosikan dan ditunjuk oleh pihak

yang berwenang.

j. Merekomendasikan kepada sekolah atau guru yang melanggar etika

profesionalisme serta administratif secara normatif sesuai dengan landasan

hukum yang berlaku dan diajukan kepada pihak yang berwenang, dalam hal

ini kepala kantor Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten.

2. Kegiatan Pokok Komite Sekolah

Selanjutnya Nanang Fattah (2004;161-162) menyatakan bahwa komite

sekolah mempunyai kegiatan pokok sebagai berikut :

a. Menyelenggarakan rapat-rapat komite sesuai dengan program yang telah

ditetapkan.

b. Bersama-sama sekolah merumuskan dan menetapkan Visi dan Misi sekolah.

c. Bersama sekolah menyusun standar pelayanan pembelajaran disekolah.

d. Bersama-sama sekolah menyusun rencana strategik pengembangan sekolah.

e. Bersama-sama sekolah menyusun dan menetapkan rencana program tahunan

sekolah termasuk RAPBS.

f. Membahas dan turut menetapkan pemberian tambahan kesejahteraan berupa

uang honororium yang diperoleh dari masyarakat kepada sekolah, tenaga guru

dan tenaga administratif sekolah.

g. Bersama-sama sekolah mengembangkan potensi unggulan, baik yang bersifat

akademis maupun non akademis.

h. Menghimpun dan menggali sumber dana dari masyarakat untuk

meningkatkan kualotas pelayanan sekolah.

i. Mengelola kontribusi masyarakat berupa uang yang diberikan kepada sekolah.

j. Mengelola kontribusi masyarakat yang berupa non material (tenaga, pikiran)

yang diberikan kepada sekolah.

k. Mengevaluasi program sekolah secara profesional sesuai dengan kesepakatan

pihak sekolah, meliputi ; pengawasan penggunaan sarana dan prasarana

sekolah, pengawas keuangan secara berkala dan berkesinambungan.

12

Page 13: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

l. Mengidentifikasi berbagai permasalahan dan memecahkannya bersama-sama

dengan pihak sekolah.

m. Memberikan respon terhadap kurikulum yang dikembangkan secara standar

nasional maupun lokal.

n. Memberikan motivasi dan penghargaan kepada tenaga pendidik dan

kependidikan

o. Memberikan otonomi secara profesional kepada guru mata pelajaran dalam

melaksanakan tugas-tugas kependidkannya sesuai dengan kaidah dan

kopetensi guru.

p. Membangun jaringan kerjasama dengan pihak luar sekolah yang bertujuan

untuk meningkatkan kualitas pelayanan proses dan hasil pendidikan di

sekolah.

q. Memantau kualitas proses pelayanan dan hasil pendidikan di sekolah.

r. Mengkaji laporan pertanggungjawaban pelaksanaan program yang

dikonsultasikan oleh kepala sekolah.

s. Menyampaikan usul atau rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk

meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan

sekolah.

F. Eksestensi Komite sekolah Pasca Diundangkan Peraturan Pemerintah

Nomor 47 dan 48 Tahun 2008.

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib

Belajar dan Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan, maka semua

pihak perlu membaca secara komprehensif dan menyeluruh atas pasal-pasal yang

tertuang dalam memahami kehadiran kedua Peraturan Pemerintah (PP) tersebut

agar tidak lagi terjadi kesimpangsiuran dalam pelaksanaannya, seperti ungkapan

yang kurang tepat dari hampir semua pemimpin dari mulai gubernur hingga

kepala kantor kementerian pendidikan kabupaten/kota dengan mengkampanyekan

slogan pendidikan gratis yang melahirkan kebijakan “ dilarang melakukan

pungutan sepeserpun dari orang tua murid dengan dalih apapun” dengan dalil

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar, Pasal 9 ayat

(1) yang menyatakan : Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin

13

Page 14: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar

tanpa memungut biaya”. Melihat fenomena ini kita perlu memperhatikan pasal 10

ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 yang menyatakan, ketentuan

mengenai investasi dan biaya operasional diatur dalam peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang pendanaan pendidikan. Selanjutnya, Pasal 11

ayat (2) menegaskan,”Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin tersedianya

pendidik, tenaga kependidikan, dan biaya operasi untuk setiap satuan pendidikan

pelaksana program wajib belajar dengan pembagian beban tanggungjawab

sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

pendanaan pendidikan”.

Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008 pasal 9 sudah menjelaskan tidak

boleh memungut biaya. Akan tetapi bukan berarti ruang partisipasi masyarakat

ditutup. Aturan pembiayaan pendidikan merujuk kepada Peraturan Pemerintah

Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, pasal 51 ayat (1)

menyatakan” Pendanaan Pendidikan bersumber dari Pemerintah, Pemerintah

Daerah, dan Masyarakat”, selanjutnya dijelaskan dalam ayat (4) menyatakan :

dana Pendidikan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dapat

bersumber dari : a. anggaran pemerintah; b. bantuan pemerintah daerah; c.

pungutan dari peserta didik atau orangtua/walinya yang dilaksanakan sesuai

peraturan perundang-undangan; d. bantuan dari pemangku kepentingan satuan

pendidikan diluar peserta didik atau orangtua/walinya; e. bantuan dari pihak asing

yang tidak mengikat; dan atau f. sumber lainnya yang sah. Selanjutnya dalam

pasal 13 peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 selengkapnya menyatakan

“(1) masyarakat berhak: a. berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan porgram wajib belajar, serta

b. mendapat data dan informasi tentang penyelenggaraan program wajib belajar.

(2) Nasyarakat berkewajiban mendukung penyelenggaraan Program wajib belajar.

(3) Hak dan Kewajiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)

dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian pasca lahirnya PP 47/2008 tentang wajib belajar dan PP

48/2008 tentang pendanaan pendidikan, maka komite sekolah sebagai badan yang

mewadwhi partisipasi masyarakat sangat diharapkan berperan sebagai pendukung

14

Page 15: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

baik yang berwujud finansial, pemkiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan

pendidkan di satuan pendidkan. Disamping itu juga komite sekolah berperan

sebagai pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan

dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan, serta sebagai mediator antara

pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan. Untuk

menjalankan perannya itu, komite sekolah memiliki fungsi yaitu mendorong

tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggara

pendidikan bermutu. Badan itu juga melekukan kerjasama dengan masyarakat,

baik perorangan maupun organisasi, dunia usaha dan industri dan pemerintah,

berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Fungsi lainnya

adalah menampung dan menganalisis aspirasi, pandangan, tuntutan, dan berbagai

kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat. Disamping itu, komite

sekolah memberikan masukan dan pertimbangan kepada satuan pendidikan

mengenai kebijakan dari program pendidikan; kreteria kinerja satuan pendidikan;

kriteria tenaga kependidikan, khususnya guru dan dan kepala satuan pendidikan;

kriteria fasilitas pendidikan; dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.

Komite sekolah juga berfungsi dalam mendorong orang tua dan masyarakat

berpartisipasi dalam pendidikan dan menggalang dana masyarakat dalam rangka

pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

G. Komite sekolah dan Partisipasi Masyarakat

Keterbatasan Pemerintah dalam pengadaan sarana dan prasarana, serta

pembiayaan pendidikan menyebabkan dukungan serta partisipasi masyarakat

menjadi penting, terutama masyarakat yang terkait langsung dengan sekolah yang

bersangkutan. Pendidikan sebagai lembaga sosial akan semakin lancar dan

berhasil melaksanaka tugasnya, serta memperoleh simpati dari masyarakat, jika

dapat menjalin hubungan yang harmonis dan serasi dengan segenap masyarakat

dan lingkungan, melalui manajemen pengembang hubungan sekolah dengan

masyarakat. Hubungan sekolah dan masyarakat pada hakekatnya merupakan

sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan

pribadi peserta didik di sekolah. Dalam hal ini, sekolah sebagai sistem sosial

merupakan bagian integral dari sistem sosial yang lebih besar, yaitu masyarakat.

15

Page 16: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai

tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif dan effisien. Sebaliknya sekolah

juga harus menunjang pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat ,

khususnya kebutuhan pendidikan. Oleh karena itu, sekoalh berkewajiban

memberikan penerangan tentang tujuan-tujuan, program-program, kebutuhan serta

keadaan sekolah. Sebaliknya, sekolah juga harus mengetahui dengan jelas apa

kebutuhan, harapan, dan tuntutan masyarakat harus dibina dan dikembangkan

suatu hubungan yang harmonis.

Menumbuhkan partisipasi masyarakat dan lingkungan sekitar sekolah ini

semakin dirasakan pentingnya pada masyarakat yang telah menyadari dan

memahami pentingnya pendidikan. Namu tidak berarti pada masyarakat yang

masih kurang menyadari pentingnya pendidikan, hubungan kerjasama ini tidak

perlu dibina dan dikembangkan. Pada masyarakat yang kurang menyadari akan

pentingnya pendidikan, sekolah dituntut lebih aktif dan kreatif untuk

mengembangkan hubungan kerjasama yang lebih harmonis.

Hubungan sekolah dengan masyarakat brjalan dengan baik, rasa

tanggungjawab dan partisifasi masyarakat untuk memajukan sekolah juga baik

dan tinggi. Agar tercipta hubungan dan kerjasama yang baik antara sekolah dan

masyarakat, perlu adanya upaya sekolah menyampaikan gambaran yang jelas

tentang keadaan sekolah, yang diinformasikan kepada sekolah melalui laporan

lisan dan tulisan, dapat berupa laporan kepada orang tua murid dan masyarakat,

dengan media buletin bulanan, penerbitan surat kabar, siaran radio dan televisi,

pameran sekolah, open house, kunjungan kerumah murid dan lain-lain.

Selanjutnya, mengembangkan partisipasi masyarakat dan lingkungan sekitar

sekolah , kepala sekolah dan guru merupakan kunci keberhasilan, yang menaruh

perhatian terhadap apa yang terjadi pada peserta didik disekolah dan apa yang

dipikirkan orang tua dan masyarakat tentang sekolah. Kepala sekolah dituntut

senantiasa berusaha membina dan mengembangkan hubungan kerjasama yang

baik antara sekolah dan masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan

efisien. Hubungan yang harmonis ini akan membentuk 1) saling pengertian antara

sekolah, orangtua, masyarakat, dan lembaga-lembaga lain yang ada pada

masyarakat, termasuk dunia kerja; 2) saling membantu antara sekolah dan

16

Page 17: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

masyarakat karena mengetahui manfaat, arti pentingnya peran masing-masing; 3)

kerjasama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di masyarakat

akan menjadikan mereka merasa bangga dan ikut bertanggungjawab atas

suksesnya pendidikan disekolah.

Partisipasi masyarakat mengacu pada adanya keikut sertaan masyarakat

secara nyata dalam suatu kegiatan. Partisipasi ini dapat berupa gagasan, kritik

membangun, dukungan dan pelaksanaan pendidikan. Dalam sistem pemerintahan

yang berkebijakannya barsifat top-down, partisipasi masyarakat dalam kebijakan-

kebijakan yang dibuat dan diimplementasikan tidak begitu dipermasalahkan,

namun pada sistem pemerintahan yang bottom-up , tingginya partisipasi

masyarakat dapat dijadiakn tolak ukur keberhasilan kebijakan tersebut.

Koentjaraningrat dalam Mulyasa, (2004:17) menggolongkan partisipasi

masyarakat kedalam tipologinya, ialah”Partisipasi kuantitatif menunjuk kepada

frekuensi keikutsertaan masyarakat terhadap implementasi kebijakan, sedangkan

partisipasi kualitatif menunjuk pada tingkat dan derajatnya”. Partisipasi

masyarakat juga dapat dikelompokkan berdasarkan posisi individu dalam

kelompoknya. Pertama, partisipasi masyarakat dalam aktifitas bersama dalam

proyek khusus. Kedua, partisipasi anggota masyarakat sebagai individu dalam

aktivitas bersama pembangunan.

Partisipasi masyarakat juga dapat dilihat dari cakupannya. Partisipasi secara

luas diartikan sebagai demokratisasi politik, di dalamnya masyarakat menentukan

tjuan, strategi dan perwakilan dalam pelaksanaannya, kebijakan dan

pembangunan. Secara sempit partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan

masyarakat dalam keseluruhan perubahan dan pengembangan masyarakat sesuai

dengan arti pembangunan sendiri. Sisten desentralisasi dan demokrasi pendidikan,

partisipasi masyarakat sangat di perlukan. Masyarakat harus menjadi patrner

sekolah dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran, karena kerjasama

antara keduanya sangat penting dalam membentuk pribadi peserta didik. Dalam

susanan yang demikian, sekolah memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai partner

masyarakat, sekolah akan dipengaruhi oleh corak pengalaman seseorang dalam

lingkungan masyarakat, bahan bacaan, tontonan dan kondisi sosial ekonomi.

Sekolah juga harus bertanggungjawab terhadap perubahan masyarakat, yang dapat

17

Page 18: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

dilakukan melalui fungsi layanan bimbingann dan forum komunikasi antara

sekolah dengan masyarakat. Disisi lain, kesadaran peserta didik untuk

mendayagunakan masyarakat sebagai sumber belajar dipengarruhi oleh kegiatan

dan pengalaman mengajar yang diikuti disekolah.

Berdasarkan kondisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa sekolah dan

masyarakat merupakan patnership dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan

aspek-aspek pendidikan, diantaranya :

a. Sekolah dengan masyarakat merupaka satu keutuhan dalam

menyelenggarakan pendidikan dan pembinaan pribadi peserta didik.

b. Sekolah dengan pendidik fan tenaga kependidikan menyadari pentingnya

kerjasama dengan masyarakat, bukan saja dalam melakukan pembaruan tetapi

juga dalam menerima berbagai konsekuensi dan dampaknya, serta mencari

alternatif pemecahannya.

c. Sekolah dengan masyarakat sekitar memiliki andil dan mengambil bagian

serta bantuan dalam pendidikan di sekolah, untuk mengembangkan berbagai

potensi secara optimal sesuai dengan harapan peserta didik.

Kementerian Pendidikan Nasional (1990; 5-19) menguraikan bahwa :

Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan rasional, yaitu (1) adanya kesesuaian

antara fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah dengan kebutuhan

masyarakat; (2) ketepan sasaran dan target pendidikan yang ditangani oleh

sekolah ditentukan oleh kejelasan perumusan kontrak antara fungsi sebagai

layanan pesanan masyarakat sangat di pengaruhi oleh ikatan objektif antara

sekolah dan masyarakat. Sejalan dengan bergulirnya roda reformasi yang

didorong oleh mahasiswa dan masyarakat pada umumnya, persepsi dan

pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan menunjukkan adanya

peningkatan. Hal ini, terutama berangkat dari tumbuhnya kesadaran masyarakat

akan pentingnya membekali anaknya dengan berbagai pengetahuan dan tehnologi

sebagai bekal menghadapi berbagai tantangan dimasa depan.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa manajemen hubungan sekolah dengan

masyarakat perlu senantiasa di kembangkan. Sebagaimana diungkapkan Mulyasa

(2004; 173) bahwa : ” School public relation is process of communiction between

18

Page 19: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

the scholl and community for purpose of incresing citizen understsnding of

educational needs and practice and encouraging intelligent citizen interest and

cooperation in the work of improving the school’. Hal tersebut menunjukkan

bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat merupaka suatu proses komunikasi

untuk meningkatkan pengertian warga masyarakat tentang kebutuhan dan praktek,

sreta mendorong minat, dan kerjasama dalam usaha memperbaiki sekolah, karena

komunikasi ini merupakan lintasan dua arah, yaitu dari arah sekolah ke

masyarakat dan sebaliknya. Hubungan sekolah dengan masyarakat akan tumbuh

jika masyrakat juga merasakan manfaat keikutsertaannya dalam program sekolah.

Manfaat dapat diartikan luas, termasuk rasa diperhatikan dan rasa puas karena

dapat menyumbangkan kemampuannya bagi kepentingan sekolah. Jadi, prinsip

menumbuhkan hubungan sekolah denga masyarakat adalah dapat saling

memberikan kepuasan. Salah satu jalan penting untuk membina hubungan dengan

masyarakat adalah menetapkan komunikasi yang efektif. Melalui adah komite

sekolah tentulah partisipasi masyarakat dan stakeholders lainnya terwadahi.

Sesuai skalanya, Dewan Pendidikan merupakan mitra pemerintah kabupaten/kota.

Sementara komite sekolah merupaka mitra satuan pendidikan.

Komite Sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satuan

pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan

pendidikan yang sama di satu kompleks yang sama. Nama Komite sekolah

merupakan nama generik, artinya, bahwa nama badan disesuaikan dengan kondisi

dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah,

Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan Sekolah, Majelis

Sekolah, Majelis Madrasah, Komite TK, atau nama lainnya yang disepakati.

Dengan demikian organisasi yang ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran,

dan keanggotaannya sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional,

Nomor : 044/U/2002.

Pembentukan Komite Sekolah sesuai dengan uraian Kementerian Pendidikan

Nasional (2006:21) diterangkan bahwa : Komite Sekolah dapat dibentuk dengan

alternatif sebagai berikut : Pertama, Komite Sekolah yang dibentuk di satu

satuan pendidikan, kedua, Komite sekolah yang di bentuk untuk beberapa satuan

pendidikan sekolah yang sejenis. Ketiga, Komite Sekolah yang dibentuk untuk

19

Page 20: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang pendidikan dan

terletak didalam satu kompleks atau kawasan yang berdekatan. Berdasarkan

uraian diatas, maka jelas bahwa komite sekolah merupakan satu wadah yang dapat

di bentuk secara fleksibel sehingga diharapkan memudahkan untuk di bentuk

disetiap sekolah atau kumpulan sekolah. Kondisi ini penting karena keberadaan

komite sekolah sangat menunjang dalam mewadahi jalinan kerjasama antara

sekolah dan masyarakat. Dalam keadaan seperti itu, maka komite sekolah akan

dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai penunjang dalam pelaksanaan

proses pembelajaran yang sejalan dengan kondisi dan permasalahan di masing-

masing sekolah. Komite sekolah dapat melaksanakan fungsinya sebagai patner

dari kepala sekolah dalam mengadakan sumber-sumber daya pendidikan dalam

rangka melaksanakan pengelolaan yang dapat memberikan fasilitas bagi guru-

guru dan murid untuk belajar sebanyak mungkin, sehingga pembelajaran menjadi

semakin efektif. Komite sekolah bisa ikut serta meneliti berbagai permasalahan

belajar yang dihadapi oleh murid secara kelompok maupun secara individual

sehingga dapat membantu guru-guru untuk menerapkan pendekatan belajar yang

tepat bagi murid-muridnya.

2.2 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

2.2.1 Konsep Manajemen Berbasis Sekolah

Dengan mengadopsi ide dasar Edward B. Fiska (1996) Nanang Fatah

menggambarkan konsep manajemen berbasis sekolah yaitu : Manajemen Berbasis

Sekolah (MBS) secara konsepsional akan membawa dampak terhadap

peningkatan kinerja sekolah dalam hal mutu, efisiensi manajemen keuangan,

pemerataan lewat perubahan kebijakan desentralisasi di berbagai aspek seperti

politik, edukatif, administratif dan anggaran pendidikan. MBS selain akan

meningkatkan kualitas belajar mengajar dan efisiensi operasional pendidikan, juga

tujuan politik terutama iklim demokratisasi di sekolah.

Nanang Fattah mengungkapkan keberhasilan Manajemen Berbasis

Sekolah (MBS) di Spanyol yaitu menciptakan kualitas manajemen dan

pendidikan, sebagai strategi untuk memperbaiki kinerja sekolah yang mampu

meningkatkan kemauan dan kemampuan kepala sekolah untuk memperbaiki

20

Page 21: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

proses belajar mengajar. Hal ini dipandang sebagai demokrasi di tingkat lokal

sekolah. Nanang Fattah (2004 : 26-27).

A. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah

Istilah manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan terjemahan dari

“school based management”. Istilah ini pertama sekali muncul di Amerika

Serikat pada tahun 1970-an sebagai alternatif utnuk mereformasi pengelolaan

pendidikan atau sekolah. Reformasi itu diperlukan karena kinerja sekolah selama

puluhan tahun tidak dapat menunjukkan peningkatan yang berarti dalam

memenuhi tuntutan perubahan lingkungan, ketika masyarakat mulai

mempertanyakan relevansi pendidikan dan tuntutan dan perkembangan

masyarakat setempat, sebagaimana penjelasan Nanang Fattah (2004:3) semakin

tingginya kehidupan sosial masyarakat sejalan dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan tehnologi, telah semakin meningkat tuntutan kebutuhan sosial

masyarakat. Apad akhirnya tuntutan tersebut bermuara kepada pendidikan, karena

masyarakat meyakini bahwa pendidikan mampu menjawab dan mengantisipasi

berbagai tantangan tersebut.

Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh sekolah

sebagai institusi tempat masyarakat berharap tentang kehidupan yang lebih baik di

masa yang akan datang pendidikan perlu perubahan yang dapat dilakukan melalui

perubahan dan peningkatan dalam pengelolaan atau manajemen pendidikan di

sekolah. Secara leksikal, manajemen berbasis sekolah (MBS) berasal dari tiga

kata, yaitu manajemen, berbasis dan sekolah. Manajemen adalah proses

menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis

memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga

untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberikan pelajaran.

Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai

penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah ini sendiri dalam proses

pengajaran atau pembelajaran (Nurkolis, 2003:1). Untuk memahami pengertian

Manajemen Berbasis Sekolah, kita dapat menelaah pendapat para ahli yang telah

menjelaskan defenisi tentang MBS, yakni :

1. Malen, Ogawa, and Kranz (1990 p.1) dalam Ibtisam Abu Duhou, (1999 :

p.28) menyatakan : “School based management can be viewed conceptually

21

Page 22: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

as a formal alternation of governance structures, as a form of

decentralization that identifies the individual school as the primary unit of

improvement and relies on the redistribusion of decision making authority as

the primary means through which improvements might be stimulated and

sustained”. Manajemen berbasis sekolah secara konseptual dapat dilihat

sebagai pergantian struktur formal pemerintahan, sebagai bentuk

desentralisasi yang mengidentifikasi kemandirian sekolah sebagai unit utama

peningkatan dan bertumpu pada redistribusi kewenangan pembuatan

keputusan sebagaimana sarana utama melalui rangsangan perbaikan dan

berkelanjutan.

2. Brian J Caldwell (2005:p.1), menyatakan :

“School based management is the sistematic decentralization to the school

level of authority and responsibility to make decisions on significant matters

related to school operations within a centrally determined framework of

goals, policies, curriculum, standards, and accountability”.Manajemen

berbasis sekolah adalah desentraliasai yang sistematis untuk kewenangan

pada tingkat sekolah dan tanggung jawab untuk membuat keputusan tentang

hal-hal penting yang berkaitan dengan kegiatan sekolah dalam kerangka

ditentukan dari tujuan, kebijakan, kurikulum, standard dan akuntabilitas.

3. Ogawa dan White (1994:p.53) dalam Rohiat (2009:47) menyatakan : “School

Based management (SBM) is one of form of restructuring that has gained

widespread attention. Like others, it seek to change the way school sistem

conduct business. It is aimed squarely at improving the academic

performance of school by changing their organizational design. Drawing on

the experiences of existing programs”. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

merupakan salah satu bentuk restrukturisasi yang telah mendapatkan

perhatian luas. Seperti orang lain, berusaha untuk mengubah sistem sekolah

dengan cara melakukan usaha. Hal ini ditujukan pada meningkatkan prestasi

akademik sekolah dengan merubah desain organisasi mereka.

Menggambarkan pada pengalaman program yang ada.

4. Susan Ablers Mohrman, dkk dalam Nanang Fattah (2004:17) menyatakan :

“Manajemen Berbasis Sekolah sebagai suatu pendekatan politik untuk

22

Page 23: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

mendesain dan memodifikasi struktur pemerintahan dengan memindahkan

otoritas ke sekolah, memindahkan keputusan pemerintah pusat ke local

stakeholders, dengan mempertaruhkan pemberdayaan sekolah dalam

meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Hal tersebut sejalan dengan jiwa

dan semangat sentralisasi dan otonomi di sektor pendidikan”.

5. Nanang Fattah (2004:17) mengemukakan bahwa : “Manajemen Berbasis

Sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai wujud dari “reformasi pendidikan”

yang menginginkan adanya perubahan dari kondisi yang kurang baik menuju

kondisi yang lebih baik dengan memberikan kewenangan (otorita) kepada

sekolah untuk memberdayakan dirinya. Manajemen Berbasis Sekolah pada

prinsipnya menempatkan kewenangan yang bertumpu kepada sekolah dan

masyarakat, menghindarkan format sentralisasi dan birokratisasi yang dapat

menyebabkan hilangnya fungsi manajemen sekolah”.

6. Sejalan dengan pendapat tersebut, Tim Teknis BAPPENAS (1999:10)

menyataka bahwa : Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan

alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan yang

ditandai dengan adanya otonomi luas ditingkat sekolah, partisipasi masyarakat

yang tinggi dan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional”.

7. Dari defenisi yang dikemukakan diatas manajemen Berbasis Sekolah dapat

diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan kewenangan dan

tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah (otonomi), memberikan

fleksibilitas atas keluwesan kepada sekolah, mendorong partisipasi secara

langsung dari warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa) dan

masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha), untuk

meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendiidkan nasional serta

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan otonomi tersebut,

sekolah diberikan kewenangan dan tanggungjawab untuk mengambil

keputusan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan tuntutan sekolah serta

masyarakat atau stakeholder yang ada. Dengan demikian dapat diambil

kesimpulan bahwa MBS merupakan sistem pengelolaan sekolah yang

memberikan otonomi luas kepada sekolah dan masyarakat dalam

menyelenggarakan pendidikan dengan bertumpu pada kebutuhan dan potensi

23

Page 24: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

local, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok yang terkait dan

juga meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Selain itu,

otonomi sekolah juga berperan dalam menampung consensus umum yang

menyakini bahwa sedapat mungkin keputusan yang diambil seharusnya dibuat

oleh mereka yang memiliki akses paling baik terhadap informasi, bertanggung

jawab dalam pelaksanaan kebijakan dan mereka yang terkena akibat - akibat

dari pelaksanaan kebijakan tersebut. MBS merupakan paradigm baru

pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan

masyarakat) dalam rangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan

agar sekolah leluasa mengeola sumber adaya dan sumber dana dengan

mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta lebih tanggap

terhadap kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat secara legal formal

dituangkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, pasal 8 menyatakan : ”Masyarakat berhak berperan

serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program

pendidikan”. Selanjutnya pasal 9, menyatakan : ”Masyarakat berkewajiban

memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.

Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar lebih memahami, membantu, dan

mengontrol pengelolaan pendidikan.

Dalam pada itu kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah harus

pula dilakukan oleh sekolah, yang telah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor :

19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan, pada point 10, peran

serta masyarakat dan Kemitraan Sekolah /Madrasah :

1) Sekolah/Madrasah melibatkan warga dan masyarakat pendukung

sekolah/madrasah dalam mengelola pendidikan.

2) Warga sekolah/madrasah dilibatkan dalam pengelolaan akademik

3) Masyarakat pendukung sekolah/madrasah dilibatkan dalam pengelolaan non

akademik.

4) Keterlibatan peranserta warga sekolah/madrasah dan masyarakat dalam

pengelolaan, dibatasi pada kegiatan tertentu yang ditetapkan.

24

Page 25: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

5) Setiap sekolah/madrasah menjalin kemitraan dengan lembaga lain yang

relevan, berkaitan dengan input, proses, output dan pemamfaatan lulusan.

6) Kemitraan sekolah/madrasah dilakukan dengan lembaga pemerintah atau non-

pemerintah.

7) Kemitraan SD/MI/SDLB atau setara dilakukan minimal dengan

SMP/MTs/SMPLB atau yang setara, serta dengan TK/RA/BA atau yang

setara di lingkungannya.

8) Kemitraan SMP/MTs/SMPLB atau yang setara dilakukan minimal dengan

SMA/SMK/SMALB, MA/MAK, SD/MI atau yang setara, serta dunia usaha

dan dunia industri.

9) Kemitraan SMA/SMK/SMALB, MA/MAK atau yang setara dilakukan

minimal dengan perguruan tinggi, SMP/MTs atau yang setara, serta dunia

usaha dan dunia industri di lingkungannya.

10) Sistem kemitraan sekolah/madrasah ditetapkan dengan perjanjian secara

tertulis.

Partisipasi atau keterlibatan warga sekolah secara aktif dalam

penyelenggaraan sekolah, akan meningkatkan rasa memiliki (sesnse of

belonging) terdhadaps ekolah. Peningkatan rasa memiliki ini akan

menyebabkan peningkatan rasa tanggung jawab (sesnse of responsibility).

Peningkatan rasa tanggung jawab akan meningkatkan dedikasi warga sekolah

dan masyarakat terhadap sekolah. Sudah saaatnya lembaga pendidikan memiliki

konsep pengembangan organisasi yang menerapkan konsep learning organization.

Artinya lembaga pendidikan memiliki konsep manajemen yang selalu

berkembang dan penuh inovasi untuk menciptakan kualitas ke depan. Hal tersebut

sejalan dengan pandangan Husein Umar (2002:229) yang mengemukakan bahwa :

“learning organization adalah suatu organisasi yang terus menerus memperluasa

kapasitas untuk menciptakan masa depan. Pada tataran praktis, learning

organization merupakan organisasi yang memiliki cirri yang khas, seperti :

willing, to see, to say, to listen; willing to change; willing to learn. Pentingnya

lembaga pendidikan menerapkan konsep ini dilator belakangi oleh adanya

karakteristik pengembangan orgnisasi yang berorientasi pada pemberdayaan

25

Page 26: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

sumber daya organisasi sebagaimana yang diungkapkan Husein Umar

(2002:229), yaitu : Karakteristik - karakteristik utama organisasi yang berpeluang

besar untuk menerapkan learning organization adalah :

a. Adanya dimana setiap anggota didorong untuk senantiasa belajar dan

mengembangkan seluruh potensinya.

b. Ada perluasan budaya belajar, sehingga proses learning ini diadopsi juga oleh

para pelanggan, pemasok, stakeholder, dan lainnya.

c. Strategi pengembangan SDM menjadi pusat kebijakan bisnis; dan

d. Terdapat proses transformasi organisasi yang berkesinambungan.

Selanjutnya bahwa organisasi pendidikan harus dijadikan sebagai sarana yang

mampu mengajarkan kepada organisasi, dari mulai pimpinan sampai kepada

pegawai mengenai bagaimana menghasilkan dan mengoptimalkan keterampilan

sebagai entitas kolektif. Konsep pengembangan organisasi dan manajemen

memberikan inspirasi bagi organisasi pendidikan, dengan harapan mampu

membentuk suatu sistem manajemen organisasi manajemen pendidikan yang

handal. Model Manajemen Berbasis Sekolah merupakan inovasi model

pengelolaan satuan pendidikan menuju kearah tersebut. Masyarakat dan

pemerintah sepakat untuk melakukan reformasi sekolah sebagai suatu kebutuhan

yang mendesak, terutama ketika mayoritas siswa merasa menghadapi

permasalahan serius dalam belajar. Bertitik tolak dari kondisi seperti itu,

dipandang perlu membangun suatu sistem persekolahan yang mampu memberikan

kemampuan dasar (basic skills) bagi siswa. Kebutuhan akan kinerja sekolah yang

lebih baik terus tumbuh dan berkembang akan pentingnya pendidikan untuk masa

depan. Hal tersebut mengakibatkan perlunya menata pengelola sekolah melalui

konsep Manajemen Berbasis Sekolah. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan

yang adapat memberikan harapan dan kemungkinan yang lebih baik dimasa yang

akan datang telah mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan

masyarakat terhadap setiap gerak, langkah dan perkembangan dunia pendidikan.

Hal tersebut mengakibatkan perlunya peningkatan efektivitas pengelolaan

sekolah yang salah satunya dapat diatau implementasi Manajemen lakukan

melalui penerapan dan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

26

Page 27: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

B. Tujuan dan Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah

a. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen berbasis sekolah (MBS) yang ditandai dengan adanya otonomi

sekolah dan partisipasi masyarakat yang tinggi tanpa mengabaikan kebijakan

nasional tersebut ditujukan untuk mewujudkan beberapa tujuan pokok. Tujuan

tersebut menurut Tim Teknis BAPPENAS (1999:11) adalah untuk :

”Meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan”. Tujuan MBS

menurut Mulyasa (2004:25), MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk

mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu, tehnologi yang

dinyatakan dalam GBHN. MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan

pelibatan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, peningkatan mutu,

dan pemerataan pendidikan. Pada bagian lain MBS menurut Nanang Fattah

(2000:20) bertujuan untuk :

1. Membantu sekolah menjelaskan pengelolaan sekarang dan waktu mendatang ;

2. Mendorong adanya keputusan-keputusan (decision making) di tingkat

sekolah;

3. Mendorong dan mendukung partisipasi masyarakat:

4. Mendorong terciptanya ketentuan dalam perencanaan dan pelaksanaannya.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka tujuan Manajemen Berbasis Sekolah

memiliki empat point utama, yaitu efisiensi pendidikan, peningkatan mutu

pendidikan, peningkatan partisipasi masyarakat, dan pemerataan pendidikan.

Upaya untuk mencapai tujuan Manajemen Berbasis Sekolah, maka factor-faktor

yang terlibat dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah sudah selayaknya

mendapat perhatian. Factor-faktor yang perlu diperhatikan tersebut menurut Tim

Teknis BAPPENAS (1999: 12-14), meliputi :

1. Kewajiban sekolah,

2. Kebijakan dan prioritas pemerintah,

3. Peranan orangtua dan masyarakat,

4. Peranan profesionalisme dan manajerial, dan

5. Mengembangkan profesi.

27

Page 28: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, jelas sekali bahwa implementasi

Manajemen Berbasis Sekolah melibatkan seluruh komponen dan oleh karena itu

agar berhasil dengan baik, maka dalam pelaksanaan MBS setiap prinsip tersebut

perlu dikaji, diidentifikasi, diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam setiap

kegiatan pelaksanaan MBS.

b. Manfaat manajemen Berbasis Sekolah

Beberapa manfaat yang dapat dirasakan jika sekolah telah melaksanakan

Manajemen Berbasis Sekolah, sebagaimana yang dinyatakan Mulyasa (2004:27)

menyatakan : ”mamfaat MBS diantaranya memberikan kebebasan dan kekuasaan

yang lebih besar kepada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan

adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan

pengembangan strategi MBS, sekolah dapat meningkatkan kesejahteraan guru

sehingga lebih berkonsentrasi pada tugas. MBS dapat mendorog profesionalisme

guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah. Berdasarkan

mamfaat-mamfaat yang diuraikan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

model Manajemen Berbasis sekolah merupakan solusi yang tepat untuk

menangani masalah pengelolaan pendidikan di tingkat sekolah.

C. Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Teori yang digunakan MBS untuk mengelola sekolah didasarkan pada empat

prinsip yaitu :

1. Prinsip Ekuifinalitas (Principal of Equifinality)

Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa

terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. MBS

menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah

menurut kondisi mereka masing-masing. Karena kompleknya pekerjaan sekolah

saat ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu dengan yang

lain, misalnya perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi komunitasnya,

sekolah tak dapat dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh kota,

provinsi, apalagi negara. Sekolah harus mampu memecahkan berbagai

permasalahan yang dihadapinya dengan cara yang paling tepat dan sesuai dengan

situasi dan kondisinya. Walaupun sekolah yang berbeda memiliki masalah yang

28

Page 29: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

sama, cara penanganannya akan berlainan antara sekolah yang satu dengan yang

lain.

2. Prinsip Desentralisasi (Principal of Decentralization)

Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen

sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas.

Prinsip desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan

aktifitas pengajaran tak dapat dielakkan dari kesulitan dan permasalahan.

Pendidikan adalah masalah yang rumit dan kompleks sehingga memerlukan

desentralisasi dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, sekolah harus diberi

kekuasaan dan tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya secara efektif dan

secepat mungkin ketika masalah itu muncul. Dengan kata lain, tujuan prinsip

desentralisasi adalah efisiensi dalam pemecahan masalah, bukan menghindari

masalah. Oleh karena itu MBS harus mampu menemukan masalah,

memecahkannya tepat waktu dan memberi sumbangan yang lebih besar terhadap

efektivitas aktivitas pengajaran dan pembelajaran. Tanpa adanya desentralisasi

kewenangan kepada sekolah itu sendiri maka sekolah tidak dapat memecahkan

masalahnya secara cepat, tepat, dan efisiensi.

3. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of Self Managing System)

Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan

prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadapi permasalahan maka harus

diselesaikan dengan caranya sendiri. Sekolah dapat menyelesaikan masalahnya

bila telah terjadi pelimpahan wewenang dari birokrasi diatasnya ke tingkat

sekolah. Dengan adanya kewenangan di tingkat sekolah itulah maka sekolah dapat

melakukan sistem pengelolaan mandiri.

4. Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human Initiative)

Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis,

melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu

digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Sekolah dan lembaga pendidikan

yang lebih luas tidak dapat lagi menggunakan istilah staffing yang konotasinya

hanya mengelola manusia sebagai barang yang statis. Lembaga pendidikan harus

menggunakan pendekatan human recources development yang memiliki konotasi

dinamis dan menganggap serta memperlakukan manusia di sekolah sebagai aset

29

Page 30: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Nurkolis.

( 2003: 52.).

D. Komponen-Komponen Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Manajemen sekolah pada hakikatnya mempunyai pengertian yang hampir

sama dengan manajemen pendidikan. Ruang lingkup dan bidang kajian

manajemen sekolah juga merupakan ruang linkup dan bidang kajian manajemen

pendidikan. Namun demikian, manajemen pendidikan mempunyai jangkauan

yang lebih luas daripada manajemen sekolah. Dengan perkataan lain, manajemen

sekolah merupakan bagian dari manajemen pendidikan, atau penerapan

manajemen pendidikan dalam organisasi sekolah sebagai salah satu komponen

dari sistem pendidikan yang berlaku. Manajemen sekolah terbatas pada salah satu

sekolah saja, sedangkan manajemen pendidikan meliputi seluruh komponen

sistem pendidikan, bahkan bisa menjangkau sistem yang lebih luas dan besar

(suprasistem) secara regional, nasional, bahkan internasional. Hal yang paling

penting dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah

manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya

terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka

MBS, yaitu :

1. Manajemen kurikulum dan program pengajaran

2. Manajemen tenaga kependidikan

3. Manajemen kesiswaan

4. Manajemen keuangan dan pembiayaan

5. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan

6. Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat

7. Manajemen layanan khusus. E. Mulyasa.( 2004: 39.)

E. Strategi Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Pada dasarnya, tidak ada strategi khusus yang jitu dan bisa menjamin

keberhasilan implementasi MBS di semua tempat dan kondisi. Oleh karena itu,

strategi implementasi MBS di satu negara ke negara lain bisa berlainan, antara

satu daerah dengan daerah lain juga bisa berbeda, bahkan antar sekolah dalam

30

Page 31: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

daerah yang samapun bisa berlainan strateginya. Secara umum dapat disimpulkan

bahwa implementasi MBS akan berhasil melalui strategi-strategi berikut ini.

Pertama, sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal, pertama,

dimilikinya otonomi dalam kekuasaan dan kewenangan, pengembangan

pengetahuan dan keterampilan secara berkesinambungan, akses informasi ke

segala bagian dan pemberian penghargaan kepada setiap pihak yang berhasil.

Kedua, adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan, proses

pengambilan keputusan terhadap kurikulum dan instruksional serta non

instruksional. Ketiga, adanya kepemimpinan sekolah yang kuat sehingga mampu

menggerakkan dan mendayagunakan setiap sumber daya sekolah secara efektif

terutama kepala sekolah harus menjadi sumber inspirasi atas pembangunan dan

pengembangan sekolah secara umum. Kepala sekolah dalam Manajemen Berbasis

Sekolah (MBS) berperan sebagai designer, motivator, fasilitator dan liaison.

Keempat, adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam

kehidupan dewan sekolah yang aktif. Dalam pengambilan keputusan kepala

sekolah harus mengembangkan iklim demokratis dan memperhatikan aspirasi dari

bawah. Kelima, semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya

secara sungguh-sungguh. Keenam, adanya guidelines dari Departemen pendidikan

terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien

dan efektif. Ketujuh, sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang

minimal diwujudkan dalam laporan pertanggung jawaban setiap tahunnya.

Kedelapan, penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah

dan lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa. Kesembilan,

implementasi diawali dengan sosialisasi dari konsep MBS, identifikasi peran

masing-masing, pembangunan kelembagaan (capacity building) mengadakan

pelatihan-pelatihan terhadap peran barunya, implementasi pada proses

pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan di lapangan dan dilakukan perbaikan-

perbaikan. Nurkolis. (2003: 132.) Sedangkan menurut Slamet P.H (2001) karena

pelaksanaan MBS merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dan

melibatkan semua unsur yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan

pendidikan di sekolah, strategi yang ditempuh adalah sebagai berikut : Pertama,

mensosialisasikan konsep MBS ke seluruh warga sekolah melalui seminar,

31

Page 32: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

diskusi, forum ilmiah, dan media massa. Kedua, melakukan analisis situasi

sekolah dan luar sekolah yang hasilnya berupa tantangan nyata yang harus

dihadapi oleh sekolah dalam rangka mengubah manajemen berbasis pusat ke

MBS. Ketiga, merumuskan tujuan situasional yang akan dicapai dari pelaksanaan

MBS berdasarkan tantangan nyata yang harus dihadapi. Keempat,

mengidentifikasi fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai tujuan

situasional dan yang masih perlu untuk diteliti tingkat kesiapannya. Fungsi-fungsi

yang dimaksud antara lain pengembangan kurikulum, pengembangan tenaga

pendidikan dan non kependidikan, pengembangan siswa, pengembangan iklim

akademik sekolah, pengembangan hubungan sekolah, pengembangan hubungan

sekolah dengan masyarakat, fasilitas dan fungsi-fungsi lain. Kelima, menentukan

tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya melalui analisis SWOT.

Keenam, memilih langkah-langkah pemecahan persoalan, yakni tindakan yang

diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap.

Ketujuh, membuat rencana jangka pendek, menengah, dan panjang beserta

program-programnya untuk merealisasikan rencana tersebut. Kedelapan,

melaksanakan program-program untuk merealisasikan rencana jangka pendek

MBS. Kesembilan, melakukan pemantauan terhadap proses dan evaluasi terhadap

hasil MBS. Nurkolis (2003: 135). Dengan demikian strategi implementasi

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat terakit dengan kondisi obyektif yang

ada di sekolah dan stakeholders. Oleh karena itu peluang kepala sekolah dan guru

sebagai tumpuan sekolah ditantang untuk bertindak sekreatif mungkin. Sejalan

dengan hal itu guru dan kepala sekolah dituntut untuk terus meningkatkan

profesionalitasnya sehingga dapat memberdayakan semua sumber daya secara

optimal.

F. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah

Karakteristik MBS yang dikemukakan oleh Nanang Fattah (2004:20)

menyatakan “Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) akan efektif diterapkan jika

para pengelola pendidikan mampu melibatkan stakeholder terutama peningkatan

peran serta masyarakat dalam menentuan kewenangan, pengadministrasian, dan

inovasi kurikulum yang dilakukan oleh masing-masing sekolah”. Sejalan dengan

32

Page 33: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

Mulyasa (2004:29) yaitu : “Bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja

sekolah, proses pembelajaran, pengelolaan sumber daya manusia, dan pengelolaan

sumber daya adminitrasi”. Oleh karena itu kepala sekolah dan guru sebagai

pelaksana sekolah dintantang untuk bertindak kreatif. Kepala sekolah dituntut

untuk terus meningkatkan profesinalismenya sehingga dapat memberdayakan

semua sumber daya secara optimal. Pada bagian lain Tim Teknis BAPPENAS

(1999 : 16) menyebutkan bahwa karakteristik MBS dapat ditinjau dari tiga segi,

yaitu : “(a) organisasi sekolah, (b) proses belajar mengajar (c) sumber daya

manusia serta administrasi”. Untuk lebih jelasnya, penulis akan menguraikan hal-

hal tersebut, yaitu :

1. Organisasi sekolah. Dalam keorganisasian sekolah, pengimplementasian MBS

ditandai oleh beberap hal, yaitu menyediakan manajemen organisasi/

kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan sekolah, menyusun

rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya, mengelola

kegiatan operasional sekolah, menjamin adanya komunikasi yang efektif

antara sekolah dan masyarakat terkait, menggerakkan partisipasi masyarakat

dan menjamin akan terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada

masyarakat dan pemerintah.

2. Proses Belajar Mengajar. Proses belajar mengajar yang bercirikan MBS

ditandai oleh beberap hal, yaitu meningkatkan kualitas belajar siswa,

mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan

siswa dan masyarakat sekolah, menyelenggarakan pengajaran yang efektif

serta penyediaan program pengembangan yang diperlukan oleh siswa.

3. Sumber daya Manusia. Sumber daya manusia dalam MBS ditandai oleh

beberapa hal, seperti pemberdayaan staf dan memantapkan personil yang

dapat melayani keperluan semua siswa, memilih staf yang memiliki wawasan

MBS, menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi pada semua staf,

menjamin kesejahteraan staf dan siswa serta menyelenggarakan forum atau

diskusi untuk membahas kemajuan sekolah.

4. Sumber Daya Administrasi. Sumber daya administrasi ditandai dengan

adanya beberapa hal, yaitu mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan dan

mengalokasikan sumber daya tersebut sesuai dengan kebutuhan, mengelola

33

Page 34: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

dana sekolah, menyediakan dukungan administrative dan mengelola serta

memelihara gedung termasuk sarana yang lainnya.

2.2.2 Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah

Dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah ada beberapa hal yang

berkaitan antara lain :

A. Kemandirian

MBS memberikan otonomi luas kepada sekolah, disertai seperangkat

tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab

pengelolaan sumber adaya dan pengembangan strategi sesuai dengan kondisi

setempat, sekolah dapat lebih memberdayakan tenaga pendidik agar lebih

berkonsentrasi pada tugas utamanya mengajar. Sekolah sebagai lembaga

pendidikan diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan

program – program kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan

kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat. Untuk mendukung

keberhasilan program tersebut, sekolah memiliki kekuasaan dan kewenangan

untuk menggali dan mengelola sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan.

Melalui otonomi yang luas, sekolah dapat meningkatkan kinerja tenaga

kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif mereka dalam pengambilan

keputusan dan tanggung jawab bersama dalam melaksanakan keputusan yang

diambil secara proporsional dan professional. Sekolah memiliki kewenangan

untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki

kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada

atasan. Upaya untuk menciptakan kemandirian, sekolah harus memiliki sumber

daya yang cukup untuk menjalankan tugasnya.

B. Demokratis

Sekolah yang menerapkan konsep MBS memiliki karakteristik pelaksanaan

program-program sekolahnya didukung oleh adanya kepemimpinan sekolah yang

demokratis mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Kepala sekolah dalam

pengambilan keputusan mengimplementasikan proses “bottom-up” secara

demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan

34

Page 35: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

yang diambil beserta pelaksanaannya. Kepemimpinan demokratis membiakkan

komitmen warga sekolah dan masyarakat yang luas maupun hubungan-hubungan

horizontal: kepercayaan (trust), toleransi, kerjasama, dan solidaritas untuk

membentuk dan mempengaruhi pencapaian tujuan bersama, yakni pendidikan

bermutu dan pemerataan pendidikan untuk semua anak.

C. Partisipatif

Sekolah yang menerapkan konsep MBS memiliki karakteristik pelaksnaan

program-program sekolah didukung oleh partisipasi masyarakat dan orangtua

murid yang tinggi. Orangtua peserta didik dan masyarakat tidak hanya

mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi komite sekolah perumusan

dan pengembangan program-program yang dapat meningkatkan kualitas sekolah.

Masyarakat dan orangtua menjalin kerjasama untuk membantu sekolah sebagai

narasumber berbagai kegiatan sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

D. Transparansi

Sekolah yang menerapkan konsep MBS memiliki karakteristik keberhasilan

program-program sekolah didukung oleh kinerja team-work yang kompak dan

transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan di sekolah. Komite

sekolah bekerjasama dengan harmonis sesuai dengan posisinya masing-masing

untuk mewujudkan “sekolah yang dapat dibanggakan” oleh semua pihak. Mereka

saling menunjukkan kuasa atau paling berjasa, tetapi masing-masing memberi

kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara

menyeluruh.

E. Akuntabilitas

Sekolah yang menerapkan konsep MBS memiliki karakteristik pelaksanaan

program-program perlu disertai dengan pertanggung jawaban atau akuntabilitas.

Sekolah dituntut untuk memiliki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun

kepada pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitmen terhadap

standar keberhasilan dan harapan atau tuntutan orang tua dan masyarakat.

Pertanggungjawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana

35

Page 36: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

masyarakat dan pemerintah dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah

ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan juga mungkin

untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu

setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggungjawaban dan

mengkomunikasikannya kepada orangtua, masyarakat dan pemerintah, dan

melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program

prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.

2.3 Perencanaan Pendidikan

2.3.1 Konsep Perencanaan Pendidikan

Adapun defenisi Perencanaan Pendidikan menurut para ahli atau para pakar

manajemen adalah antara lain :

a. Menurut, Prof. Dr. Yusuf Enoch Perencanaan Pendidikan, merupakan suatu

proses yang yang mempersiapkan seperangkat alternative keputusan bagi

kegiatan masa depan yang diarahkan kepadanpencapaian tujuan dengan usaha

yang optimal dan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di

bidang ekonomi, sosial budaya serta menyeluruh suatu Negara.

b. Beeby, C.E. Perencanaan Pendidikan merupakan suatu usaha melihat ke masa

depan ke masa depan dalam hal menentukan kebijaksanaan prioritas, dan

biaya pendidikan yang mempertimbangkan kenyataan kegiatan yang ada

dalam bidang ekonomi, social, dan politik untuk mengembangkan potensi

system pendidikan nasioanal memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik

yang dilayani oleh system tersebut.

c. Menurut Guruge (1972), Perencanaan Pendidikan merupakan proses

mempersiapkan kegiatan di masa depan dalam bidang pembangunan

pendidikan.

d. Menurut Albert Waterson (Don Adam 1975) Perencanaan Pendidikan adalah

investasi pendidikan yang dapat dijalankan oleh kegiatan-kegiatan

pembangunan lain yang di dasarkan atas pertimbangan ekonomi dan biaya

serta keuntungan sosial.

e. Menurut Coombs (1982), Perencanaan pendidikan suatu penerapan yang

rasional dianalisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan

36

Page 37: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien dan efisien serta sesuai dengan

kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat.

f. Menurut Y. Dror (1975), Perencanaan Pendidikan merupakan suatu proses

mempersiapkan seperangkat keputusan untuk kegiatan-kegiatan di masa

depan yang di arahkan untuk mencapai tujuan-tujuan dengan cara-cara

optimal untuk pembangunan ekonomi dan social secara menyeluruh dari suatu

Negara.

Jadi, definisi perencanaan pendidikan apabila disimpulkan dari beberapa

pendapat tersebut, adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam

menganalisis, merumuskan, dan menimbang serta memutuskan dengan keputusan

yang diambil harus mempunyai konsistensi (taat asas) internal yang berhubungan

secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain, baik dalam bidang-bidang itu

sendiri maupun dalam bidang-bidang lain dalam pembangunan, dan tidak ada

batas waktu untuk satu jenis kegiatan, serta tidak harus selalu satu kegiatan

mendahului dan didahului oleh kegiatan lain.

Secara konsepsional, bahwa perencanaan pendidikan itu sangat ditentukan

oleh cara, sifat, dan proses pengambilan keputusan, sehingga nampaknya dalam

hal ini terdapat banyak komponen yang ikut memproses di dalamnya. Adapun

komponen-komponen yang ikut serta dalam proses ini adalah :

1. Tujuan pembangunan nasional bangsa yang akan mengambil keputusan dalam

rangka kebijaksanaan nasional dalam rangka kebijaksanaan nasional dalam

bidang pendidikan.

2. Masalah strategi adalah termasuk penanganan kebijakan (policy) secara

operasional yang akan mewarnai proses pelaksanaan dari perencanaan

pendidikan.

Maka ketepatan pelaksanaan dari perencanaan pendidikan. Dalam penentuan

kebijakan sampai kepada palaksanaan perencanaan pendidikan ada beberapa hal

yang harus diperhatikan, yaitu : siapa yang memegang kekuasaan, siapa yang

menentukan keputusan, dan faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam

pengambilan keputusan. Terutama dalam hal pemegang kekuasaan sebagai

sumber lahirnya keputusan, perlu memperoleh perhatian, misalnya mengenai

37

Page 38: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

system kenegaraan yang merupakan bentuk dan system manajemennya,

bagaimana dan siapa atau kepada siapa dibebankan tugas-tugas yang terkandung

dalam kebijakan itu. Juga masalah bobot untuk jaminan dapat terlaksananya

perencanaan pendidikan. Hal ini dapat diketahui melalui output atau hasil system

dari pelaksanaan perencanaan pendidikan itu sendiri, yaitu dokumen rencana

pendidikan.

Dari beberapa rumusan tentang perencanaan pendidikan tadi dapat dimaklumi

bahwa masalah yang menonjol adalah suatu proses untuk menyiapkan suatu

konsep keputusan yang akan dilaksanakan di masa depan.

Dengan demikian, perencanaan pendidikan dalam pelaksanaan tidak dapat

diukur dan dinilai secara cepat, tapi memerlukan waktu yang cukup lama,

khususnya dalam kegiatan atau bidang pendidikan yang bersifat kualitatif, apalagi

dari sudut kepentingan nasional.

A. Tujuan Perencanaan

Pada dasarnya tujuan perencanaan adalah sebagai pedoman untuk mencapai

sasaran yang telah ditetapkan. Sebagai suatu alat ukur di dalam membandingkan

antara hasil yang dicapai dengan harapan. Dilihat dari pengambilan keputusan

tujuan perencanaan adalah :

1. Penyajian rancangan keputusan-keputusan atasan untuk disetujui pejabat

tingkat nasional yang berwenang.

2. Menyediakan pola kegiatan-kegiatan secara matang bagi berbagai

bidang/satuan kerja yang bertanggung jawab untuk melakukan

kebijaksanaan.

B. Fungsi Perencanaan

Fungsi perencanaan adalah sebagai pedoman pelaksanaan dan pengendalian,

sebagai alat bagi pengembangan quality assurance, menghindari pemborosan

sumber daya, menghindari pemborosan sumber daya, dan sebagai upaya untuk

memenuhi accountability kelembagaan. Jadi yang terpenting di dalam menyusun

suatu rencana, adalah berhubungan dengan masa depan, seperangkat kegiatan,

proses yang sistematis, dan hasil serta tujuan tertentu.

38

Page 39: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

C. Proses Perencanaan

Perencanaan merupakan siklus tertentu dan dan melalui siklus tersebut suatu

perencanaan bias dievaluasi sejak awal persiapan sampai pelaksanaan dan

penyelesaian perencanaan. Dan secara umum, ada beberapa langkah penting yang

perlu diperhatikan di dalam perencanaan yang baik, yaitu :

1. Perencanaan yang efektif dimulai dengan tujuan secara lengkap dan jelas.

2. Adanya rumusan kebijaksanaan, yaitu memperhatikan dan menyesuaikan

tindakan-tindakan yang akan dilakukan dengan factor-faktor lingkungan

apabila tujuan itu tercapai.

3. Analisis dan penetapan cara dan sarana untuk mencapai tujuan dalam

kerangka kebijaksanaan yang telah dirumuskan.

4. Penunjukan orang - orang yang akan menerima tanggung jawab pelaksanaan

(pimpinan) termasuk juga orang yang akan mengadakan pengawasan.

5. Penentuan system pengendalian yang memungkinkan pengukuran dan

pembandingan apa yang harus dicapai, dengan apa ya ng telah tercapai,

berdasarkan criteria yang telah ditetapkan.

2.3.2 Isu-Isu Perencanaan Pendidikan

A. Perencanaan Pendidikan itu baik yang buruk adalah implementasinya.

Sebelum kita bahas masalah tersebut, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu

pengertian atau definisi dari perencanaan tersebut, ada beberapa pengertian atau

definisi dari perencanaan yaitu : Seperangkat tindakan untuk memecahkan

berbagai permasalahan, khususnya masalah sosial dan ekonomi pada satu periode

rencana, yang berorientasi pada horison waktu ‘yang akan datang’, pada jenis dan

tingkatan perencanaan tertentu, di masa yang akan datang (Alden, 1974: 1-2),

Cara berpikir tentang masalah-masalah sosial dan ekonomi, yang berorientasi

pada waktu yang akan datang, terkonsentrasi pada suatu tujuan dan keputusan

bersama, serta berusaha untuk mewujudkan program dan keputusan bersama

(Friedmann,1964) • Sebuah proses untuk menentukan tindakan-tindakan bagi

masa depan yang diinginkan melalui serangkaian pilihan-pilihan yang logis

(Davidoff,1962 in Faludi, 1983: 11)

39

Page 40: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

Sebuah proses untuk mengarahkan aktivitas manusia dan kekuatan alam

dengan mengacu pada kondisi masa depan yang diinginkan (Branch, 1998: 2)

Suatu lingkaran proses yang berulang dari serangkaian tahapan-tahapan yang logis

(Meise and Volwahsen, 1980: 3-5) Dari sekian banyak definisi atau pengertian

tentang perencanaan, dapat disarikan sebagai berikut : Perancanaan adalah

seperangkat prosedur untuk memecahkan permasalahan fisik, sosial, dan ekonomi,

yang harus meliputi prinsip-prinsip sebagai berikut:– Seperangkat tindakan –

Upaya untuk memecahkan masalah – Memiliki dimensi waktu dan berorientasi ke

masa yang akan datang – Suatu proses berputar dengan adanya umpan balik –

Melibatkan beberapa alternatif untuk mencari pemecahan.

Dari definisi atau pengertian tentang perencanaan tersebut, maka dapat kita

simpulkan bahwa perencanaan tersebut disusun agar dapat menuju kearah yang

lebih baik, walaupun demikian tidak semua perencanaan tersebut berjalan sesuai

rencana, terkadang sesuatu yang telah kita perhitungkan dengan matang, tapi pada

kenyataanya kadang kala terdapat masalah yang diluar perkiraan kita, oleh karena

itulah perencanaan tersebut akan terus dievaluasi dalam kurun waktu tertentu agar

tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud dan terlaksana dengan baik.

Berkaitan dengan isu-isu atau pendapat tentang perencanaan pendidikan yang

dikatakan baik, tapi buruk dalam implementasinya, mungkin ada benarnya

pendapat tersebut jika dilihat dari hasil yang terjadi yang berkaitan dengan

perencanaan pendidikan tersebut, salah satu diantara perencanaan pendidikan

yang implementasinya tidak sesuai dengan perencanaan adalah Program Wajib

Belajar 9 tahun misalnya, dimana pada Program Wajib Belajar 9 tahun ini,

pemerintah pusat dalam hal ini Departeman Pendidikan Nasional, untuk

menuntaskan progam wajar 9 tahun ini, pemerintah pusat memberikan bantuan

pendidikan kepada siswa yang dikenal dengan BOS (Bantuan Operasional

Sekolah), harapan dari Pemerintah Pusat dengan adannya program ini, maka

seluruh anak bangsa yang ada diseluruh pelosok negeri ini dapat

menikmati/mengenyam pendidikan minimal pendidikan dasar 9 tahun, tapi

kenyataannya program BOS tersebut, belum menunjukkan hasil yang sangat

signifikan, karena masih banyak siswa-siswa usia sekolah yang belum dapat

menikmati pendidikan sampai 9 tahun tersebut, hal ini mungkin disebabkan oleh

40

Page 41: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

belum mencukupinya biaya BOS yang digunakan buat siswa dalam melaksanakan

pendidikannya, sehingga siswa masih dibebani biaya lagi untuk menutupi

kekurangan dari dana BOS tersebut, akibatnya banyak siswa-siswa yang putus

sekolah karena tidak sanggup menanggung biaya tambahan tersebut. Mungkin

pemerintah harus memikirkan kembali besaran dana BOS tersebut, hingga dana

tersebut benar-benar dapat digunakan untuk mencukupi siswa dalam

melaksanakan pendidikan dasar 9 tahun itu.

B. Mutu Pendidikan rendah karena kebijakan yang berganti-ganti.

Kebijakan yang sering berganti-ganti bukanlah satu-satunya penyebab

rendahnya mutu pendidikan saat ini, ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi

rendahnya mutu pendidikan, diantara faktor-faktor tersebut misalnya adalah

rendahnya kualitas/profesionalisme guru selaku tenaga pendidik, kurangnya

sarana prasarana pendidikan, kurangnya perhatian orang tua/partisipasi

masyarakat juga dapat menyebabkan rendahnya mutu pendidikan.

Rendahnya kualitas/profesionalisme guru dapat disebabkan karena banyak

sekali guru yang tidak fokus kepada profesinya dikarenakan rendahnya income

yang diperoleh guru tersebut, hingga mereka mengajar hanya untuk memenuhi

kewajiban saja, mereka tidak mempunyai beban moral atau tanggung jawab untuk

mencerdaskan anak didik mereka, karena yang terpenting bagi mereka adalah

bagaimana mereka dapat mencari penghasilan tambahan untuk mencukupi

kebutuhan hidup sehari-hari.

Kurangnya sarana prasarana juga menjadi salah satu faktor yang

menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, hal ini disebabkan terbatasnya

anggaran pendidikan, hingga saat ini pemerintah belum sanggup untuk

merealisasikan anggaran pendidikan sebesar minimal 20% dari APBN

sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang, hingga banyak sekali program-

program yang tidak dapat direalisasikan karena terbatasnya anggaran pendidikan

tersebut.Mungkin salah satu penyebab dari kebijakan pemerintah yang sering

berganti-ganti, hingga menyebabkan rendahnya mutu pendidikan adalah adannya

kebijakan dalam hal kurikulum yang selalu berubah-ubah hingga menyebabkan

ketidakpastian/kebingunan dalam melaksanakan kurikulum tersebut, seringkali

41

Page 42: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

guru menjadi bingung dengan adanya kurikulum yang berubah-ubah tersebut,

karena dengan pergantian kurikulum tersebut, secara otomatis guru tersebut harus

menyesuaikan kembali dengan kurikulum yang baru itu, proses penyesuaian ini

memerlukan waktu yang cukup lama, karena guru-guru tersebut harus memahami

isi dari kurikulum tersebut, agar dapat di implementasikan dalam kegiatan belajar

mengajar. Karena itulah perubahan kebijakan yang dilakukan ditengah jalan

sebaiknya seminimal mungkin kalau bisa dihindarkan, hingga tidak menjadikan

salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan.

C. Visi Diknas : Insan Cerdas dan Kompetitif

Sesuai dengan Renstra Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005-2009,

bahwa Depdiknas memiliki Visi yaitu : Terwujudnya Sistem Pendidikan Nasional

sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua

warga negara Indonesia, berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga

mampu dan proaktif menjawab tantangan jaman yang selalu berubah-ubah.

Dalam pembangunan jangka panjang tahun 2025 telah dicanangkan visi yang

lebih spesifik yaitu : Insan Indonesia yang Cerdas dan Kompetitif. Yang dimaksud

dengan Insan Indonesia Cerdas adalah insan yang cerdas secara komprehensif

yang meliputi :

a. Cerdas Spiritual, yang dapat diaktualisasikan melalui hati untuk

menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketaqwaan, akhlak mulia termasuk

didalamnya budi pekerti yang luhur.

b. Cerdas Emosional, yang dapat diaktualisasikan melalui rasa untuk

meningkatkan sensitivitas dan apresiatif akan keindahan seni.

c. Cerdas Sosial, dapat diaktualisasikan melalui interaksi sosial untuk membina

dan memupuk hubungan timbal balik, simpatik, demokratis dan lain-lain.

d. Cerdas Intelektual, dapat diaktualisasikan melalui olah pikir supaya menjadi

insan kreatif, berpengetahuan dan mempunyai daya imajinatif.

e. Cerdas Kinetis, dapat diaktualisasikan melalui olahraga untuk

memuwujudkan insan yang sehat, bugar dan berdaya tahan.

Sedangkan makna Kompetitif adalah :

a. Berkepribadian unggul.

42

Page 43: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

b. Bersemangat tinggi.

c. Mandiri.

d. Pantang Menyerah.

e. Membangun dan membina jejaring.

f. Bersahabat dengan perubahan.

g. Inovatif dan menjadi agen perubahan.

h. Produktif dan sadar mutu.

i. Berorientasi global.

j. Pembelajaran sepanjang hayat.

Pada dasarnya visi Depdiknas tersebut menekankan pada pendidikan yang

dapat mentransformasikan dari masyarakat yang sedang berkembang menuju ke

masyarakat madani, pendidikan harus terus menerus dilakukan dengan mengikuti

perkembangan dan perubahan jaman.Untuk mewujudkan visinya Departemen

Pendidikan Nasional memiliki 3 pilar pembangunan pendidikan yaitu :1).

Pemerataan dan perluasan akses. 2). Peningkatan mutu dan relevansi serta daya

saing keluaran pendidikan. 3). Peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan citra

publik pengelolaan pendidikan.

Pendidikan yang berkualitas dapat diwujudkan jika ditopang oleh beberapa

faktor yaitu :1). Kurikulum yang berkelanjutan. 2). Kualitas guru yang memadai.

3). Prasarana dan sarana terbangun terjaga dan berkembang terus 4). Manajemen

pengelolaan yang baik, transparan dan akuntabel sehingga menimbulkan

pencitraan publik yang positif.

Dengan adannya visi dari Depdiknas tentang Insan Cerdas yang Kompetitif,

saya setuju dengan visi tersebut jika dapat dilaksanakan dan di implementasikan

dengan baik, karena visi itu dapat mengarahkan bangsa Indonesia kearah yang

lebih dan memiliki daya saing yang tinggi dengan bangsa lain.

43

Page 44: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan yang digunakan

Fokus penelitian ini adalah untuk mengungkap sejauh mana peran aktif

komite sekolah pada SMA Negeri 2 Tondano. Oleh karena itu untuk

mendapatkan data yang lengkap, mendalam dan memberi jawaban yang tepat

terhadap masalah yang akan diteliti digunakan penelitian kualitatif. Gambaran

karakteristik yang dijelaskan tersebut sesuai dengan maksud dari penelitian ini,

karena yang diamati adalah peran aktif komite sekolah pada SMA Negeri 2

Tondano dalam pelaksanaan MBS sebagai Implementasi perencanaan Pendidikan

berbasis sekolah. Hal ini apabila menggunakan pendekatan kuantitatif kurang

sesuai karena penelitian ini bersifat independent, tidak berintegrasi langsung

dengan subyek sehingga akan sangat sulit sekali diungkapkan proses kegiatan

yang berlangsung. Nasution (1992) mengemukakan bahwa “ Pada hakekatnya

penelitian kualitatif mengamati orang dalam lingkungannya, berinteraksi dengan

mereka dan berusaha memahami bahasa serta tafsiran mereka sendiri tentang

dunia yang ada disekitarnya. Dengan menggunakan metode kulitatif, dapat

ditemukan data yang tidak teramati dan terukur secara kuantitatif, seperti nilai,

sikap mental, kebiasaan, keyakinan dan budaya yang dianut oleh seseorang atau

kelompok dalam lingkungan tertentu. Demikian pula Mc. Cracken (1988) dalam

Julia Brannen (1997) mengemukakan bahwa : “ Di dalam penelirtian kualitatif

konsep dan kategorilah yang dipersoalkan bukan kejadian atau frekuensinya.

Dengan kata lain penelitian kualitatif tidak meneliti suatu lahan kosong, tetapi ia

menggalinya. Dalam hal ini peneliti akan mengumpulkan data dalam situasi yang

wajar, langsung apa adanya tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur lain dari luar

lingkungan. Untuk itu peneliti berhubungan langsung dengan situasi dan sumber

data yang akan diselidiki. Peneliti tidak menggunakan angka-angka, tetapi

mengumpulkan data deskriptif dalam bentuk laporan dan uraian untuk mencari

makna, walaupun tidak menolak angka-angka sebagai penunjang penelitian.

Penelitian kualitatif menggunakan pendekatan analisis induktif dengan

44

Page 45: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

mengesampingkan hipotesis awal penelitian, tetapi mencari pola , bentuk dan

tema-tema untuk dapat mengungkapkan data secara sistematis.

3.2 Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa

yang teletak di Jalan Kampus UNIMA Tondano, Kecamatan Tataaran II Tondano

Kabupaten Minahasa dengan alasan sebagai salah satu sekolah yang terletak

didalam lingkungan kampus dengan pandangan Orang tua siswa yang sudah

mengalami kemajuan dan mau berperan dalam keanggotaan komite sekolah,

peneliti ingi mengetahui bagaimana efektivitas peran komite sekolah yang

dilakukan di SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa. Penelitian ini akan

dilaksanakan pada minggu kedua bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012.

Peneliti mengawali penelitian ini dengan observasi langsung dilokasi penelitian di

SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa. Waktu penelitian sampai dengan

penulisan laporan dilaksanakan selama lima bulan dengan tidak mengganggu

kegiatan belajar mengajar di SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa.

3.3 Data dan Sumber data

Informan atau subjek penelitian ada kepala sekolah, pengurus yayasan, dan

pengurus komite sekolah di SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa.

Peneliti akan berusaha mencermati para informan dengan teliti dengan cara

berupaya menemukan informasi dari informan yang paling mengetahui pokok

masalah yang akan diteliti.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode yang paling umum digunakan dalam penelitian kualitatif adalah

wawancara dan observasi. Kemampuan melakukan wawancara dan observasi

merupakan kemampuan dasar yang perlu dimiliki oleh peneliti kualitatif. Dasar

ketrampilan wawancara dan observasi berperan besar dalam pelaksanaan

metodemetode yang lebih praktis (Poerwandari, 2001, h. 64). Di dalam penelitian

ini, akan digunakan empat macam metode pengumpulan data, yaitu: wawancara,

45

Page 46: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

observasi, materi audiovisual, dan dokumen. Berikut ini adalah penjelasan dari

masing-masing metode yang akan digunakan dalam penelitian ini.

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk

mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud

untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami

individu berkaitan dengan topik yang diteliti (Poerwandari, 2001, h. 75).

Wawancara pada dasarnya dibagi menjadi tiga, yaitu: wawancara terstruktur,

semi-terstruktur, dan tidak terstruktur. Di dalam penelitian ini, akan digunakan

wawancara dengan bentuk semi-terstruktur. Wawancara untuk penelitian ini akan

dilakukan dengan cara berhadapan langsung dengan subjek penelitian. Di dalam

proses wawancara ada pedoman wawancara yang sangat umum, dengan

mencantumkan hal-hal penting yang harus ditanyakan tanpa menentukan urutan

pertanyaan. Pedoman wawancara ini digunakan untuk mengingatkan mengenai

aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus menjadi daftar pengecek aspek relevan

yang perlu dibahas atau ditanyakan (Patton dikutip dalam Poerwandari, 2001, h.

76). Guba dan Lincoln (dikutip dalam Moleong, 2002, h. 137) menyatakan bahwa

untuk penelitian kualitatif sebaiknya digunakan wawancara terbuka. Wawancara

terbuka maksudnya adalah subjek mengetahui bahwa mereka sedang

diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara tersebut. Di dalam

penelitian ini akan digunakan jenis wawancara tersebut.

2. Observasi

Observasi dikaitkan dengan kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat

fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam

fenomena tersebut (Poerwandari, 2001, h. 70). Observasi sering dianggap mudah

oleh para peneliti, padahal sebenarnya dibutuhkan latihan agar bisa mahir dalam

observasi. Alat perekam pun tidak sepenuhnya sempurna, karena kadang-kadang

ada proses yang tidak terekam kamera atau tape recorder. Kesulitan ini bisa

diatasi dengan menyediakan lembaran - lembaran khusus untuk dicatat di

lapangan. Memori peneliti sangat terbatas dan mudah terganggu dengan

banyaknya informasi dari luar sehingga perlu untuk dilakukan pencatatan

langsung setelah observasi. Buford Junker (dikutip dalam Moleong, 2002, h. 127)

46

Page 47: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

membagi peran pengamat dalam sebuah observasi penelitian menjadi tiga. Peran

yang akan digunakan adalah peran yang ketiga, yaitu subjek mengetahui bahwa

dirinya sedang diobservasi untuk sebuah penelitian.

3. Dokumen

Metode pengumpulan data yang keempat adalah penggunaan dokumen.

Dokumen yang akan digunakan adalah dokumen publik yang sifatnya resmi.

Penggunaan dokumen bisa digunakan untuk bukti keberadaan subjek dan analisis

data (Poerwandari, 2001, h. 69).

3.5 Analisis Data

Data penelitian kualitatif tidak berbentuk angka, melainkan narasi,

deskripsi,cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis, ataupun bentuk-bentuk data

nonangka lainnya. Ketika wawancara dan observasi, maka akan didapatkan data

mentah yang harus dianalisis. Analisis data ini akan tergantung pada pengetahuan

yang dimiliki oleh masing-masing peneliti. Pengetahuan kita nantinya akan

menunjuk pada empat arah, yaitu: pengetahuan teoretis, pengalaman di lapangan,

pengetahuan akan konteks, dan pengetahuan teknik analisis data (Moleong, 2002,

h. 190). Di dalam analisis data, ada urutan-urutan yang bisa dilakukan untuk

menganalisis data. Urutan-urutan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Membuat dan mengatur data yang sudah dikumpulkan

Pengolahan atau analisis data dimulai dengan mengorganisasikan atau

mengatur data. Pengaturan data yang sistematis akan menguntungkan karena akan

diperoleh kualitas data yang baik. Proses selanjutnya adalah mendokumentasikan

analisis yang dilakukan, serta menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam

penyelesaian penelitian. Hasil wawancara danobservasi akan ditranskripsikan dan

dalam transkrip hasil wawancara dituliskan dengan teratur. Pengaturan data inilah

yang bisa membantu dalam analisis data berikutnya.

2. Membaca dengan teliti data yang sudah diatur

Transkrip yang telah disusun dibaca dan diperiksa kembali. Proses ini

umumnya disebut koding. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan

mensistemasikan data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat

memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari. Oleh karena itu, akan

47

Page 48: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

didapatkan insight tentang tema-tema penting dalam pernyataan subjek. Semua

peneliti kualitatif menganggap bahwa koding ini sebagai tahap yang penting,

karena dengan demikian bisa didapatkan makna dari data yang dikumpulkannya.

3. Deskripsi pengalaman peneliti di lapangan

Pada bagian awal analisis, akan dideskripsikan pengalaman peneliti di

lapangan. Deskripsi pengalaman ini dimaksudkan untuk menggambarkan situasi

penelitian dan konteks yang dapat membantu dalam memahami pernyataan-

pernyataan subjek.

4. Horisonalisasi

Langkah yang berikutnya dilakukan adalah dengan memeriksa kembali

transkrip wawancara yang telah dibuat. Pemeriksaan ini dilakukan untuk

mengidentifikasikan ucapan-ucapan yang relevan dan tidak relevan bagi

penelitian ini. Salah satu cara yang nantinya akan digunakan adalah dengan

menebalkan ucapan-ucapan subjek yang sesuai dengan penelitian ini.

5. Unit-unit makna

Unit-unit makna akan terus ditentukan dengan terus melakukan dan merevisi

hasil koding. Berdasarkan keseluruhan transkrip, diharapkan bisa ditemukan

beberapa unit makna.

6. Deskripsi tekstural

Unit-unit makna yang telah ditemukan, nantinya akan dideskripsikan.

Deskripsi pertama yang akan dilakukan adalah deskripsi tekstural, yaitu deskripsi

yang didasarkan pada ucapan subjek yang asli/ orisinil/ harfiah/ verbatim.

7. Deskripsi struktural

Deskripsi struktural adalah deskripsi kedua yang harus dilakukan dalam

melakukan analisis data penelitian kualitatif. Deskripsi struktural nantinya akan

berisi interpretasi atau penafsiran peneliti terhadap ucapan/perkataan subjek yang

verbatim. Oleh karena itu, deskripsi struktural ini bisa juga ditulis sesudah ucapan

verbatim subjek.

8. Makna/esensi

Pada bagian ini, yang akan dilakukan adalah mencari inti atau makna atau

esensi dari pengalaman subjek. Pemberian makna atau inti ini didapatkan

48

Page 49: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

darikeseluruhan unit-unit makna, deskripsi tekstural, dan deskripsi struktural.

Dengan demikian, diri pengalaman subjek dapat dipahami sebenar-benarnya.

3.6 Verifikasi Data

Verifikasi mempunyai makna yang hampir sama dengan konsep validitas dan

reliabilitas dalam penelitian kuantitatif. Verifikasi merupakan upaya untuk

menunjukkan bahwa penelitian ini sudah berjalan dengan benar. Verifikasi

disebut juga trustworthiness (kelayakan data) atau keabsahan data. Lincoln dan

Guba (Moleong, 2002, h. 173) mengemukakan empat macam standar verifikasi,

yaitu: kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmbilitas.

1. Kredibilitas

Kredibilitas disebut juga sebagai taraf kepercayaan. Kredibilitas ini

digunakan untuk melihat apakah penelitian yang dilakukan sudah berjalan dengan

benar atau belum. Ada beberapa hal akan dilakukan untuk menunjang kredibilitas,

yaitu:

a. Keterlibatan dan pengalaman berkesinambungan

Pada bagian ini, ada beberapa kegiatan yang perlu dilakukan untuk memenuhi

kredibilitas. Kegiatan tersebut antara lain:

1) Survai dan terlibat langsung di lapangan untuk membangun rapport dengan

subjek penelitiannya.

2) Mempelajari lingkungan sosial dan budaya di lingkungan subjek.

3) Merasa yakin pada diri sendiri bahwa penelitian yang akan dilakukan benar-

benar bisa dilanjutkan.

b. Triangulasi

Triangulasi berarti bahwa peneliti berusaha mencari sumber dari berbagai

sudut pandang. Hal ini diperlukan untuk melakukan pengecekan mengenai

kebenaran penelitian yang dilakukan. Berbagai macam sudut pandang ini akan

diperoleh dari: buku-buku, para tokoh/pakar yang berkompeten, peneliti-peneliti

lain, dan keluarga subjek.

c. P eer debriefing atau p eer review

Peer sering diartikan sebagai teman sejawat atau teman sebaya, maka peer

debriefing atau peer review dapat diartikan sebagai pengecekan hasil penelitian

49

Page 50: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

oleh teman sebaya. Teman sebaya yang diharapkan adalah teman yang bisa

memeriksa persepsi, insight, dan analisis yang dibuat oleh peneliti. Oleh karena

itu, akan dibutuhkan teman yang mempunyai pandangan atau pemahaman umum

akan penelitian ini.

d. C ek anggota ( m ember check )

Cek anggota dilakukan dengan cara peneliti kembali datang menemui

responden atau subjek penelitiannya untuk memeriksa kebenaran data dan

interpretasi yang dilakukan oleh peneliti. Cara ini diperlukan agar tidak terjadi

kekeliruan peneliti dalam mengartikan dunia pengalaman subjek. Kekeliruan

penafsiran ini terjadi karena ketidaksesuaian peneliti dalam mengartikan dunia

pengalaman subjek dengan kejadian atau apa yang benar-benar dialami oleh

subjek.

2. Transferabilitas

Transferabilitas disebut juga daya transfer atau kemampuan hasil penelitian

untuk ditransfer pada situasi lain. Manfaat dari transferabilitas ini adalah peneliti

dapat membantu pembaca untuk melihat kemungkinannya menerapkannya dalam

situasi lain yang mirip. Oleh karena itu, tranferabilitas sering disebut

generalisabilitas, yaitu kemampuan hasil penelitian untuk digeneralisasikan pada

subjek lain yang mirip. Ada beberapa cara yang akan dilakukan peneliti untuk

menunjang transferabilitas, yaitu :

a. Deskripsi yang tebal

Penelitian kualitatif membutuhkan deskripsi yang mendetail, oleh karena itu

laporannya biasanya lebih tebal. Deskripsi yang mendetail ini akan memberi lebih

banyak kesempatan pada hasil penelitian kita untuk ditransfer pada situasi lain

yang mirip.

b. Sampling purposif dengan karakteristik subjek yang jelas

Jika karakteristik subjek dibuat dengan jelas, maka hasil penelitian kita akan

semakin mungkin ditransfer atau digeneralisasikan pada subjek lain yang

mempunyai karakteristik yang hampir sama.

3. Dependabilitas

Dependabilitas adalah daya konsistensi dari hasil penelitian kita. Standar ini

penting karena digunakan untuk menyakinkan pembaca bahwa penelitian kita

50

Page 51: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

konsisten. Dependabilitas diartikan bahwa penelitian kita dapat diulang pada

subjek yang sama/mirip dalam konteks yang sama/mirip dan dengan hasil yang

sama/mirip pula. Ada satu hal yang penting untuk dilakukan untuk menunjang

dependabilitas, yaitu audit eksternal. Audit eksternal dilakukan dengan cara

menemui konsultan atau auditor, yang memahami metode penelitian kualitatif,

untuk memeriksa proses dan hasil penelitian kita agar penelitian ini tidak

dianggap subjektif. Audit eksternal yang akan dilakukan adalah dengan dosen

pembimbing.

4. Konfirmabilitas

Konfirmabilitas disebut juga daya kenetralan. Konsep konfirmabilitas

diusulkan untuk mengganti konsep tradisional tentang objektivitas (Poerwandari,

2002, h. 174). Secara sederhana, konfirmabilitas dapat diartikan sebagai

kemampuan hasil penelitian untuk disetujui atau dinyatakan tidak bias. Ada

beberapa penunjang konfirmabilitas agar penelitian ini dikatakan tidak bias, yaitu:

a. Data mentah hasil wawancara yang meliputi hasil rekaman dan catatan –

catatan di lapangan. Data mentah ini digunakan sebagai bukti yang akan

ditunjukkan pada dosen pembimbing.

b. Proses analisis yang benar dari horisonalisasi sampai makna/esensi.

c. Pembahasan yang benar dalam Bab 5, untuk menghadapkan hasil analisis

penelitian ini pada teori atau penelitian lain. Hasil analisis dari penelitian ini,

bisa menguatkan atau bahkan melemahkan hasil penelitian lain.

d. Pemeriksaan materi audiovisual yang berkaitan dengan proses wawancara dan

observasi.

e. Pemeriksaan asumsi pribadi, yaitu dosen pembimbing melihat apakah peneliti

telah berhasil melakukan bracketing atau belum.

51

Page 52: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abdul. 2003. Fungsi Administrasi Pendidikan Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Di Madrasah Aliyah Darul Uluum Desa Wringinputih Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi. Skripsi: UIN Malang.

Djamarah, Saiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.

Fattah, Nanang (2000), Manajemen Berbasis Sekolah : Strategi Pemberdayaan Sekolag dalam Rangka Peningkatan Mutu dan Kemandirian Sekolah. Bandung : CV Andira

Fatah, Nanang. 2004. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

______ (2000) Manajemen Berbasis Sekolah : Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung : Rosda Karya

______ (2004) Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung : Pustaka Bani Quraisy

______ (2006) Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung : Rosda Karya

George R. Terry & Leslie W. Rue (1999), Dasar-Dasar Manajemen, Alih Bahasa G. A. Ticoalu. Jakarta : Bumi Aksara

Hadi, Sutrisno. 1991. Metodologi Research Jilid I. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Hadiyanto. (2004), Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta

Hasibuan, Malayu S.P. 1989. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: Haji Masagung.

Imron, Ali dan Burhanuddin. 2003. Manajemen Pendidikan. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 Tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

Komariah, Aan dan Triatna Cepi. (2005). Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. Jakarta : Bumi Aksara

52

Page 53: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

Lunenberg, C. Fred and Irby, J. Beverly (2006). The Principalship : Vision to Action. Printed in the United States of Amerika

Mardalis. 1993. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.

Muhaimin. 2003. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Surabaya: Pustaka Pelajar.

Mulyasa, E. (2004). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung : Rosda Karya

Mulyasa, E. (2005). Menjadi Kepala Sekolah Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung : Rosda Karya

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nawawi. H. (1992). Administrasi Pendidikan. Jakarta : Hajimasagung.

Nurkolis (2003). Manajemen Berbasis Sekolah : Teori, Model, dan Aplikasi. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana

Pidarta, Made. 1988. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Purwanto. (2008). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Cetakan ke Delapan Belas. Bandung : Rosda Karya

Purwanto. (2008). Kontribusi Kinerja Komite Sekolah dan Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah Terhadap Efektifitas Implementasi manajemen Berbasis Sekolah (Studi Deskriptif Analitik pada SMA di Kabupaten Purwakarta). Tesis Adpend SPs. UPI Bandung. Tidak diterbitkan

Rebore, W. Ronald and Walmsley E. L. Angela (2007). An Evidence – Based Approach to the Practice of Educational leadership. Printed in the United States of America.

Sa’ud, Syaefudin Udin dan makmum Syamsudin Abin. (2007). Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif. Bandung : Rosda karya

Sallis, Edward. (2003). Total Quality Management in Education. Alih Bahasa Riyadi Ali Ahmad, dkk. Yogyakarya : IRCiSoD

Sagala, Syaiful (2008). Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung : Alfa Beta

_______. (2009). Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung : Alfa Beta

53

Page 54: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

Sutisna, Oteng (1989). Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional. Bandung : Angkasa

Suryosubroto, B. (2004). Manajemen Pendidikan di Sekolah. Yogyakarta : Rineka Cipta

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Adminsitrasi dilengkapi Metode R & D. Cetakan ke Delapanbelas. Bandung : Alfa Beta

Siagian P. Sondang (2008). Filsafat Administrasi, Edisi Revisi. Jakarta : Bumi Aksara

Syafaruddin, Anzizhan. (2004). Sistem Pengambilan Keputusan. Jakarta : Grasindo

Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan. (2008). Pengelolaan Pendidikan. Bandung : Penerbit Jurusan Adpend.

Tilaar, H.A.R (2004). Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung : Rosda Karya

Undang-Undang RI. Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang RI. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-undang RI. Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Wahab, Azis Abdul. (2008). Administrasi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan Telaah terhadap Organisasi dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan. Bandung : Alfa Beta

Wahjosumidjo, (1999). Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritek dan Permasalahannya. Jakarta : Rja Grafindo

Wahyudi, (2009). Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajar. Bandung : Alfa beta

54

Page 55: Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah

55