peran guru dalam pembelajaran life skill anak jalanan …
TRANSCRIPT
PERAN GURU
DALAM PEMBELAJARAN LIFE SKILL ANAK JALANAN
DI SEKOLAH DASAR MASTER DEPOK
Skripsi
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh
Nama : Hanny Firas
NIM : 2014820045
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
i
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR Skripsi Juli 2018 Hanny Firas (2014820045) PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN LIFE SKILL ANAK JALANAN DI SEKOLAH DASAR MASTER DEPOK xv + 144 hal, 4 tabel, 3 gambar, 15 lampiran
ABSTRAK
Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh semakin meningkatnya jumlah anak jalanan dari tahun ketahun. Kurangnya perhatian memperoleh pendidikan life skill bagi murid kelas IV dan VI SD khususnya yang tergolong anak jalanan terutama untuk menyalurkan berbagai macam bakat mereka yang sangat berguna untuk kehidupan mereka sehari-hari di Sekolah Dasar Master Depok. Sedangkan untuk faktor guru masih kurang begitu berperan terutama guru mata pelajaran life skill yang dikarenakan guru relawan yang bersedia meluangkan tenaga serta waktunya untuk mengajar. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran guru dalam pembelajaran life skill anak jalanan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif studi kasus. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu guru dan murid kelas IV dan VI SD. Lokasi penelitian yaitu di Sekolah Dasar Master Depok. Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Teknik analisis data berupa pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran serta guru dalam pembelajaran life skill anak jalanan di SD Master Depok yaitu peran guru sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran karena mutu pendidikan merupakan dampak dari keprofesionalan pendidiknya. Kata Kunci : Peran guru, Anak Jalanan, Life Skill.
Daftar Pustaka 26 (2008-2017)
ii
iii
FAKTA INTEGRITAS
Yang bertanda tangan dibawah ini:
a. Nama b. Tempat/Tanggal Lahir c. Fakultas/Prodi d. Nomor pokok e. Alamat Rumah
f. Judul Skripsi
: Hanny Firas : Depok, 25 April 1996 : Ilmu Pendidikan/PGSD : 2014820045 : Jl. Siat I Rt 004/010 Rangkapan Jaya
Baru. Kecamatan Pancoranmas. Kota Depok
: Peran Guru dalam Pembelajaran Life Skill Anak Jalanan di Sekolah Dasar Master Depok
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa seluruh
dokumen/data yang saya sampaikan dalam skripsi ini adalah benar sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian dokumen/data
terdapat indikasi penyimpangan/pemalsuan pada bagian tertentu, saya
bersedia menerima sanksi sesuai dengan perundang-undangan yang
berlaku.
Demikian fakta integritas ini saya buat dengan sesungguhnya tanpa ada
paksaan dari siapapun juga, untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Jakarta, 30 Juli 2018
Mahasiswa yang bersangkutan,
iv
v
vi
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah segala puji dan syukur bagi Allah SWT, atas segala
nikmat, rezeki dan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW beserta sahabat,
keluarga dan ummat yang selalu melaksanakan perintahnya. Peneliti
bersyukur karena telah menyelesaikan skripsi dengan judul “Peran Guru
dalam Pembelajaran Life Skill Anak Jalanan di Sekolah Dasar Master
Depok”.
Skripsi ini peneliti ajukan sebagai salah satu syarat dalam
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dalam penulisan skripsi
ini tentu masih banyak kelemahan dan kekurangan, untuk itu peneliti ingin
menyampaikan permohonan kritik dan saran dalam rangka
penyempurnaan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini tidak akan
terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dalam
kesempatan yang baik ini peneliti ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1. Dr. Iswan, SE, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Jakarta, yang telah memberikan kesempatan
kepada peneliti untuk mengikuti studi di fakultas ini.
2. Azmi Al Bahij, M.Si., Ketua Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Jakarta yang telah memberikan dorongan dan
arahan kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
3. Dr. Hj. Herwina Bahar, MA., Pembimbing skripsi yang telah
mengarahkan dan meluruskan jalan pikiran peneliti dalam
penyusunan skripsi ini.
viii
4. Venni Herli Sundi, S.Pd., yang telah membantu membimbing
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Nurrohim., kepala Yayasan Bina Insan Mandiri yang telah
mengizinkan peneliti melakukan penelitian dan membantu
memberikan data guna melengkapi penulisan skripsi ini.
6. Anti, S.Pd., kepala sekolah serta guru-guru Sekolah Dasar Master
Depok yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian
serta memberikan data guna melengkapi penulisan skripsi ini.
7. Mela., guru kelas VI Sekolah Dasar Master Depok yang telah
membantu peneliti mengenal lebih jauh ruang lingkup sekolah.
8. Untuk Ibu dan Bapak, karena ridhanyalah saya bisa menyelesaikan
skripsi ini, terimakasih untuk bimbingannya, nasihat-nasihatnya,
yang tidak kalah penting doa yang selalu beliau panjatkan kepada
saya.
9. Sahabat-sahabat peneliti yang telah banyak memberikan semangat
baik moril maupun materil dalam melanjutkan studi di Universitas
Muhammadiyah ini serta penyelesaian studi tepat waktu.
10. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu per satu, yang
telah memberikan bantuan dan dukungan serta semangat kepada
penulis dalam rangka penyusunan studi dan penyusunan skripsi ini.
Akhirnya dengan segala ketulusan hati yang bersih dan ikhlas,
penulis berdoa semoga amal baik yang telah mereka berikan mendapat
pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Aamiin.
Jakarta, Juli 2018
Peneliti
ix
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii
PERSETUJUAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................... iv
FAKTA INTEGRITAS .................................................................. v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PANITIA PUBLIKASI ILMIAH vi
PERSEMBAHAN ......................................................................... vii
MOTTO ........................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ......................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. . xv
BAB I PENDAHULUAN
A. ..................................................................................................... Latar
Belakang Masalah ................................................................ 1
B. ..................................................................................................... Foku
s Masalah ............................................................................. 9
C. ..................................................................................................... Rum
usan Masalah ....................................................................... 9
D. ..................................................................................................... Tuju
an Penelitian ......................................................................... 9
E. ..................................................................................................... Manf
aat Penelitian ...................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. ..................................................................................................... Kajia
n Teori .................................................................................. 12
x
1. ................................................................................................. Pera
n Guru .............................................................................. 12
2. ................................................................................................. Pem
belajaran Life Skill ........................................................... 28
3. ................................................................................................. Anak
Jalanan ............................................................................. 35
B. Kerangka Berfikir ..................................................... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................. 41
1. ................................................................................................. Tem
pat Penelitian ................................................................... 41
2. ................................................................................................. Wakt
u Penelitian ...................................................................... 41
B. Metode Penelitian .................................................... 42
C. ..................................................................................................... Desa
in Penelitian .......................................................................... 43
D. ..................................................................................................... Subj
ek Penelitian ......................................................................... 44
E. Teknik Pengumpulan Data ....................................... 45
1. Observasi ................................................................. 45
2. Wawancara .............................................................. 46
3. Studi Dokumentasi ................................................... 47
F. Teknik Analisis Data ................................................ 50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ......................................................... 54
Deskripsi Data Tempat Penelitian ........................................ 54
B. Hasil Analisis Data ................................................... 54
1. Hasil Observasi ........................................................ 54
2. Hasil Wawancara ..................................................... 56
C. Interpretasi Hasil Penelitian ..................................... 76
1. Peran Guru dalam Pembelajaran Life Skill
xi
Anak Jalanan di SD Master Depok................................... 76
2. Hambatan yang di hadapi guru dalam pembelajaran
life skill anak jalanan di SD Master Depok ....................... 84
3. Solusi …………………………………………………………. 85
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .....................................................................
87
B. ..................................................................................................... Sara
n ........................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 92
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................ 94
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................... 144
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian .......................................... 41
Tabel 3.2 Kisi-kisi Pedoman Observasi ....................................... 48
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Pedoman Wawancara Guru ........... 49
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Pedoman Wawancara Murid .......... 50
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir .......................................................... 40
Gambar 3.1 Teknik Pengumpulan Data ........................................... 47
Gambar 3.2 Teknik Analisis Data ..................................................... 53
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Lembar Validitas Peran Guru ................................ 94
Lampiran 2 Lembar Validitas Anak Jalanan ............................. 98
Lampiran 3 Sejarah Yayasan Bina Insan Mandiri .................. 102
Lampiran 4 Nama-nama Informan yang di Wawancarai ........ 104
Lampiran 5 Berita Acara Seminar Proposal ........................... 105
Lampiran 6 Kartu Menyaksikan Ujian Skripsi ......................... 106
Lampiran 7 Surat Bimbingan Skripsi ...................................... 107
Lampiran 8 Surat Bimbingan Skripsi ...................................... 109
Lampiran 9 Surat Balasan Penelitian ..................................... 110
Lampiran 10 Wawancara Kepala Sekolah, Guru Life Skill, dan
Guru Wali Kelas IV dan VI .................................. 111
Lampiran 11 Lembar Wawancara Murid .................................. 125
Lampiran 12 Catatan Lapangan Observasi ............................. 135
Lampiran 13 Surat Permohonan Penelitian ............................. 136
Lampiran 14 Dokumentasi ......................................................... 137
Lampiran 15 Riwayat Penulis Skripsi ......................................... 144
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keunggulan suatu bangsa tidak lagi bertumpu pada kekayaan
alam, melainkan pada keunggulan sumber daya manusia (SDM), yaitu
tenaga terdidik yang mampu menjawab tantangan-tantangan zaman
yang berubah dan berkembang sangat cepat. Dalam edukasi kompas
(2012) sejumlah pembicaraan atau tulisan di media masa
mengisyaratkan bahwa, secara keseluruhan, mutu SDM Indonesia
saat ini masih tertinggal dan berada di belakang SDM negara-negara
maju dan tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.
Kenyataan ini sudah lebih dari cukup untuk mendorong pakar
dan praktisi pendidikan melakukan kajian sistematik untuk membenahi
atau memperbaiki sistem. Sebagaimana yang telah tercantum di dalam
Undang-Undang Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3,
oleh karena itu dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan
potensinya menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menjadi manusia yang mandiri dan bertanggung jawab,
serta kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak sekolah
perlu di tingkatkan terutama pada tingkat Sekolah Dasar.
Mengacu pada konsep Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, bahwa proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
2
2
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi murid
untuk berpartisipasi aktif, dan pendidikan suatu bangsa memerlukan
proses dan waktu secara bertahap.
Tantangan bagi kita adalah bagaimana meimplementasikan
Undang-Undang RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta
PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Secara
umum mutu pendidikan di negeri ini masih rendah tercermin dari
peringkat hasil International Mathematics and Science Study (TIMSS)
2003 dalam Soleh (2010: 3) dan indek pembangunan manusia yang
berada pada posisi dibawah peringkat negara-negara tentangga kita di
Asia Tenggara dalam Edwinta (2010: 8).
Berhasilnya suatu tujuan pendidikan tergantung bagaimana
proses belajar mengajar yang dialami oleh murid, seorang guru dituntut
untuk teliti dalam memilih dan menerapkan metode mengajar yang
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Masalah yang timbul dalam
proses belajar mengajar disebabkan kurang hubungan komunikasi
antara guru dengan murid serta murid dengan murid yang lainnya
sehingga proses interaksi menjadi vakum. Proses pendidikan yang
berlangsung dialogis dan komunikatif akan mencerminkan pendidikan
yang layak serta maju. Namun ironisnya dari dunia pendidikan itu
sendiri banyak menemukan berbagai persoalan, misalnya murid yang
kurang percaya diri, dan faktor guru di lapangan jarang memanfaatkan
fungsi secara optimal, dan faktor penyelenggaraan pendidikan
nasional menggunakan pendekatan education function atau input-
3
3
output analisys yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Kondisi ini
disebabkan oleh kenyataan bahwa tugas yang diemban guru sebagai
perancang pembelajaran itu sangat rumit karena berhadapan dengan
dua variabel di luar kontrolnya, cakupan isi pembelajaran yang telah
ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan tujuan yang akan dicapai, dan
murid yang membawa seperangkat sikap, kemampuan awal, dan
karakteristik perseorangan lainnya ke dalam situasi pembelajaran.
Pendidikan belakangan ini kembali mencuat karena dipicu
situasi krisis ekonomi yang berkepanjangan. Persoalan anak jalanan
menjadi kian kompleks dan sulit terpecahkan tatkala krisis ekonomi
melanda sejumlah negara Asia, terutama di Indonesia. Akibat situasi
krisis ekonomi dan urbanisasi berlebih (over urbanization) di kota
besar, salah satu masalah sosial yang membutuhkan pemecahan
segera adalah perkembangan jumlah anak jalanan yang belakangan
ini semakin mencemaskan.
Berbagai kota besar, nyaris di setiap perempatan atau lampu
merah dengan mudah disaksikan jumlah anak jalanan terus tumbuh
dan berkembang, meski sebenarnya sudah cukup banyak upaya
dilakukan, baik oleh pemerintah maupun LSM, untuk mengurangi
jumlah anak yang hidup di jalanan. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota
Depok mencatat jumlah anak terlantar di Depok meningkat yakni tahun
2012 sebanyak 49 anak sementara tahun 2011 hanya 30 anak.
Kasi Neraca Wilayah dan Analisis BPS Kota Depok Bambang dalam
(Sindonews: 2013) mengatakan, kebanyakan anak-anak terlantar
4
4
disebabkan adanya faktor ekonomi keluarga. Namun ada pula yang
disebabkan karena mereka lebih senang hidup di jalanan.
Anak Jalanan di Kota Depok memang kebanyakan adalah
pendatang, Bambang dalam (Sindonews: 2013) menambahkan, untuk
jumlah anak jalanan, cenderung turun karena adanya program razia
yang gelar dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Tahun
2012 hanya ada 336 anjal menurun dari tahun 2011 yakni 430 anjal.
Bagi anak-anak jalanan, keterlibatan mereka dalam perekonomian
sektor informal biasanya membuahkan rasa bangga dan layak karena
kemampuannya menyumbang kepada kelangsungan hidup
keluarganya. Contohnya bekerja sebagai pedagang asongan di
stasiun, terminal, menjajakan koran, menyemir sepatu, mencari barang
bekas atau sampah, mengamen diperempatan lampu merah, tukang
lap mobil, ojek payung, dan tidak jarang pula ada anak-anak jalanan
yang terlibat pada jenis pekerjaan berbau kriminal. Seperti pekerja
anak pada umumnya, anak jalanan tak jarang mulai hidup di jalanan
pada usia yang sangat belia. Namun hal ini juga terbukti pada akhirnya
menghilangkan minat anak pada sekolah karena keinginan untuk
mendapatkan uang lebih banyak.
Hak anak jalanan salah satunya adalah memperoleh pendidikan
yang layak seperti yang tertera pada Undang-Undang Pasal 31 ayat
(1) bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga Negara.
Tetapi untuk menangani permasalahan anak jalanan harus diakui
bukanlah hal yang mudah. Selama ini, berbagai upaya sebenarnya
5
5
telah dilakukan, baik oleh LSM, pemerintah, organisasi profesi, dan
sosial maupun orang per orang untuk membantu anak jalanan keluar
atau paling tidak sedikit mengurangi penderitaan mereka.
Dalam Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh
Pemerintah Indonesia disebutkan dan diakui bahwa anak-anak pada
hakikatnya berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan
mereka seyogianya tidak terlibat dalam aktivitas ekonomi secara dini
seperti yang tertuang dalam menurut Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun, karena semuanya
dilakukan secara temporer, segmenter, dan terpisah, maka hasilnya
pun kurang maksimal.
Ditegaskan dalam Al-quran surat Ali Imran ayat 110:
ة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر كنتم خير أم
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang
munkar.” (QS. Ali Imran: 110).
Maksud dari ayat tersebut dilihat dari peran guru, yaitu
memberikan contoh suri tauladan yang baik serta motivasi yang positif
kepada murid-muridnya sehingga mencegah dari perbuatan-perbuatan
yang dilarang oleh agama dan bangsa, karena peran guru yaitu
mencerdaskan anak bangsa, dari tidak bisa menjadi bisa, serta dari
6
6
kalangan masyarakat manapun. Seperti yang telah dicontohkan oleh
KH.Ahmad Dahlan yaitu menampung dan mendidik anak yatim serta
fakir miskin. Maka dari itu pendidikan pun mempunyai pengaruh sangat
besar bagi perkembangan anak.
Masalah anak jalanan yang sangat berpengaruh pada kemajuan
bangsa Indonesia itu sendiri, untuk itu perlunya sektor pendidikan yang
berkualitas terutama sesuai dengan perkembangan peserta didik, latar
belakang peserta didik, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sektor
pendidikannya yang didalamnya terdapatnya proses pembelajaran
yang sesuai. Ulasan mengenai Lingkungan (Tri Pusat) Pendidikan
Menurut Ki Hajar Dewantara, yang berpengaruh dalam pendidikan
anak pertama adalah keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Maka dari itu peran serta sekolah terutama kontribusi guru menjadi
daya pendukung dalam berlangsungnya kemajuan anak bangsa.
Sekolah Master atau Yayasan Bina Insan Mandiri (YABIM) kota
Depok, Jawa Barat adalah lembaga yang bergerak dalam bidang
sekolah formal, yang tidak memungut biaya sedikit pun. Salah satu
penanganan yang kerap kali digunakan adalah dengan cara
memberikan pelatihan-pelatihan. Dalam hal ini yaitu life skill, life skill
adalah keterampilan hidup atau kecakapan hidup yang hendaknya
jangan dimaknai secara sempit dengan aksentuasi keterampilan fisik
semata, tetapi juga bermakna sebagai sikap, perilaku, dan motivasi
yang diperlukan untuk terampil menghadapi persoalan kehidupan.
7
7
Adanya pendidikan dan pelatihan sebagai bentuk penyaluran bakat
anak jalanan.
Pembelajaran life skill di Sekolah Master Depok khususnya
jenjang Sekolah Dasar terdapat dikelas tinggi yang mayoritas murid
sudah dapat mengembangkan berbagai kemampuan baik kemampuan
kognitif, afektif, maupun psikomotor yang sangat menunjang dalam
proses pembelajaran life skill bagi mereka. Di Sekolah Dasar Master
Depok terdapat 235 murid yang aktif, dan kurang lebih 20 murid di SD
Master Depok yang masih bergelut di dunia jalanan untuk sekedar
memenuhi kebutuhan hidup mereka, ataupun karena faktor keluarga
yang berpengaruh. Sedangkan untuk faktor guru masih kurang begitu
berperan terutama guru mata pelajaran life skill yang dikarenakan guru
tersebut adalah guru dari luar atau relawan yang bersedia meluangkan
tenaga serta waktunya untuk mengajar, mereka juga memiliki
kesibukan serta tugas-tugas luar yang berpengaruh pada
pembelajaran life skill anak jalanan. Ketika guru tersebut absen karena
ada halangan atau tugas mereka yang lain pembelajaran life skill pun
tidak dilaksanakan, disinilah peran guru wali kelas untuk mengisi waktu
kosong bagi anak.
Pembelajaran life skill di SD Master Depok berupa
menggambar, aksesoris, komputer, futsal dan lain-lain sesuai dengan
kebutuhan murid. Permasalahan lainnya dikarenakan guru-guru di SD
Master Depok yaitu sebagai relawan menjadikan kurangnya kewajiban
8
8
atau peran guru dalam pembelajaran life skill, sebab dari itu
menjadikan pembelajaran kurang begitu stabil.
Berdasarkan amanah Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009
Pasal 1 ayat (2) tentang Kesejahteraan Sosial, disebutkan bahwa
tanggung jawab dan wewenang kesejahteraan sosial ada di tangan
Pemerintah maupun Pemerintah Daerah. Termasuk didalamnya
terhadap penanganan anak Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS) antara lain anak jalanan. Untuk itu, Dinas Tenaga Kerja
dan Sosial Pemkot Depok bekerja sama dengan SatPol PP
mengadakan penjangkauan anak jalanan di stasiun Depok.
Proses pembelajaran sebagai kegiatan yang berorientasi
kepada kehidupan di masa mendatang sangat membutuhkan orang-
orang yang mampu memandang masa depan sebagai tujuan terbaik
seperti program yang ada di Sekolah Dasar Master Depok semata-
mata untuk menolong dan membantu meningkatkan kesejahteraan
anak jalanan serta membangun anak-anak penerus bangsa yang
berkualitas dalam hal pendidikan. Untuk detailnya bergerak dalam
pengembangan life skill. Maka dari itu penelitian ini membahas
mengenai “Peran Guru dalam Pembelajaran Life Skill Anak Jalanan
di Sekolah Dasar Master Depok”.
B. Fokus Masalah
Bedasarkan permasalahan yang ada pada latar belakang
masalah, maka permasalahan dapat difokuskan sebagai berikut:
9
9
1. Peran Guru dalam Pembelajaran Life Skill khususnya jenjang
Sekolah Dasar.
2. Subjek penelitian adalah guru dan murid kelas 4 dan 6 yang
termasuk kedalam golongan anak jalanan.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah
tersebut, selanjutnya dibuat rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimana peran guru dalam pembelajaran life skill anak jalanan di
SD Master Depok?
2. Bagaimana hambatan dan solusi yang di hadapi guru dalam
pembelajaran life skill anak jalanan di SD Master Depok?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah masalah tersebut, maka tujuan
penelitian, seperti berikut:
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kondisi pembelajaran di anak jalanan di SD
Master Depok?
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui peran guru dalam pembelajaran life skill anak
jalanan di SD Master Depok
10
10
b. Untuk mengetahui hambatan dan solusi yang di hadapi guru
dalam pembelajaran life skill anak jalanan di SD Master Depok?
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
diantaranya yaitu:
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah informasi pada
masalah-masalah sosial yang terjadi pada murid terutama
kontribusi guru dalam pengembangan life skill yang diterapkan
untuk anak jalanan tingkat Sekolah Dasar.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Murid
Diharapkan dapat menjadikan murid SD Master Depok lebih
termotivasi dan mengembangkan bakatnya dalam mengikuti
pembelajaran.
b. Bagi Guru
Sebagai referensi untuk mengembangkan pembelajaran life
skill bagi murid. Menjadikan salah satu acuan dalam
mengembangkan pembelajaran life skill, sehingga hambatan
dan solusi yang dihadapi dapat memberikan layanan yang
terbaik bagi murid.
11
11
c. Bagi Sekolah
Diharapkan Sekolah Master Depok dapat lebih meningkatkan
aspek yang berkaitan dengan pengembangan life skill kepada
murid dan memberikan perhatian terlebih kepada anak jalanan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Peran Guru
a. Pengertian Guru
Guru merupakan salah satu komponen yang sangat
berpengaruh pada proses pembelajaran, karena guru
memegang peranan yang sangat penting antara lain
menyiapkan materi pembelajaran, menyampaikan materi
pembelajaran, serta mengatur semua kegiatan belajar
mengajar dalam proses pembelajaran. Kasyadi (2014: 1) guru
merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan, sebab
inti kegiatan pendidikan di sekolah adalah belajar mengajar
yang memerlukan peran guru di dalamnya memang harus
diakui maraknya arus informasi dewasa ini. Lantaran tanggung
jawab dari profesi guru tidak berhenti pada selesai ia
mengajar. Menurut Djamarah (2010: 28) guru adalah orang
yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik.
Penyampaian materi pembelajaran hanyalah merupakan salah
satu dari berbagai kegiatan dalam belajar sebagai suatu
proses yang dinamis dalam fase dan proses perkembangan
murid.
12
2
Menurut Edwinta (2010: 8) guru adalah profesi yang
dikenal sebagai pemberi keterangan, penjelas, pendidik,
pembimbing, menjadi dan pemberi contoh, yang dapat
memberi perubahan bagi anak didik ke arah yang lebih baik
dari segala dimensi, yang mampu mengembangkan beragam
sisi kecerdasan dan akhlak sebagai pembentuk karakter dan
kepribadian anak.
Menurut Sutikno (2013: 41) guru adalah suatu profesi.
Sebelum ia bekerja sebagai guru, terlebih dahulu dididik
dalam suatu lembaga pendidikan keguruan. Dalam lembaga
pendidikan tersebut ia bukan hanya belajar ilmu pengetahuan
atau bidang studi yang akan belajarkan, ilmu dan metode
membelajarkan, tetapi juga dibina agar memiliki kepribadian
sebagai guru.
Menurut Sardiman (2014: 125), guru adalah salah satu
komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang
ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya
manusia yang potensial di bidang pembangunan. Jadi
menurut penulis guru adalah seorang pendidik dan pengajar
yang mempunyai tanggung jawab begitu besar untuk
menjadikan penerus bangsa yang berakhlak dan dapat
memajukan bangsa.
b. Pengertian Relawan
3
Relawan adalah orang yang tanpa dibayar
menyediakan waktunya untuk mencapai tujuan organisasi,
dengan tanggung jawab yang besar atau terbatas, tanpa atau
sedikit latihan khusus tetapi dapat pula dengan latihan yang
intensif dalam bidang tertentu untuk bekerja sukarela
membantu tenaga professional dalam Laila (2015: 3).
Menurut Irene (2008: 36) relawan adalah seorang atau
sekelompok orang yang secara ikhlas karena panggilan
nuraninya memberikan apa yang dimilikinya (pikiran, tenaga,
waktu, harta, dan yang lainnya) kepada masyarakat sebagai
perwujudan tanggung jawab sosialnya tanpa mengharapkan
pamrih baik berupa imbalan (upah), kedudukan, kekuasaan,
ataupun kepentingan maupun karir.
Mitchell dalam Irene (2008: 36) menyebutkan terdapat
empat jenis relawan yang terkait dengan peran relawan yaitu:
1) Policy making volunteers: relawan yang membuat
kebijakan bekerja pada gugus tugas, panel peninjauan,
komisi, dan dewan.
2) Administrative volunteers: relawan administrasi yang
memberidukungan perkantoran melalui aktivitas seperti
pengolah kata, mengkoordinasi jadwal, dan mengurus
surat menyurat.
3) Advocacy volunteers: relawan advokasi yang memberi
dukungan melalui upaya pencairan dana, menulis surat,
4
dan menghubungi anggota dewan perwakilan rakyat,
memberi kesaksian pada siding publik, mengorganisir
dukungan komunitas, dan bekerja di bidang hubungan
masyarakat,
4) Direct service volunteers: relawan pelayanan langsung
yang mungkin terlibat dalam aktivitas-aktivitas seperti
konseling, rekreasi, dan pengajaran.
Menurut penulis relawan adalah sekelompok atau
seseorang yang bersedia meluangkan waktunya untuk
membantu dan menolong sekelompok orang dalam bidang
tertentu dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan dari
pihak manapun. Sedangkan di Sekolah Master Depok relawan
yang dimaksud adalah guru relawan, menurut teori yaitu
termasuk kedalam Direct service volunteers yaitu relawan
yang bersedia meluangkan waktunya serta tenaganya dalam
bidang pendidikan atau pengajaran.
c. Peran Guru
Guru mempunyai tugas dalam proses belajar mengajar
untuk mendorong, mendampingi, dan memberi fasilitas belajar
bagi siswa untuk mencapai tujuan. Menurut Slameto (2015:
97) peran guru telah meningkat dari sebagai pengajar menjadi
sebagai direktur belajar, tugas dan tanggung jawab guru
menjadi lebih meningkat yang ke dalamnya termasuk fungsi-
fungsi guru sebagai perencanaan pengajaran, pengelolaan
5
pengajaran, penilai hasil belajar, sebagai motivator belajar,
dan sebagai pembimbing.
Menurut Slameto (2015: 98) sebagai perencana
pembelajaran, seorang guru diharapkan mampu untuk
merencanakan kegiatan belajar mengajar secara efektif. Untuk
itu guru harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang
prinsip belajar sebagai dasar dalam merancang kegiatan
belajar mengajar, seperti merumuskan tujuan, memilih bahan,
memilih metode, menetapkan evaluasi, dan sebagainya.
Guru sebagai pengelola pengajaran, seorang guru
harus mampu mengelola seluruh proses kegiatan belajar
mengajar dengan menciptakan kondisi-kondisi belajar
sedemikian rupa sehingga setiap murid dapat belajar secara
efektif dan efesien. Dalam fungsinya sebagai penilai hasil
belajar, seorang guru hendaknya senantiasa secara terus-
menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh murid
dari waktu ke waktu.
Perannya sebagai direktur belajar, hendaknya guru
senantiasa berusaha untuk menimbulkan, memelihara, dan
meningkatkan motivasi murid untuk belajar. Ada empat hal
yang dapat dikerjakan guru dalam memberikan motivasi ini
yaitu membangkitkan dorongan kepada murid untuk belajar,
menjelaskan secara konkret kepada murid apa yang dapat
dilakukan pada akhir pengajaran, memberikan ganjaran
6
terhadap prestasi yang dicapai sehingga merangsang untuk
mencapai prestasi yang lebih baik di kemudian hari, dan
membentuk kebiasaan belajar yang baik. Sebagai direktur
belajar, pendekatan yang dipergunakan dalam proses belajar
mengajar tidak hanya melalui pendekatan intruksional akan
tetapi disertai dengan pendekatan pribadi. Dengan perkataan
lain, sebagai direktur belajar guru sekaligus berperan sebagai
pembimbing dalam proses belajar mengajar. Sebagai
pembimbing dalam belajar, guru diharapkan mampu untuk
mengenal dan memahami setiap murid baik secara individu
maupun kelompok, memberikan penerangan kepada murid
mengenai hal-hal yang diperlukan dalam proses belajar,
memberikan kesempatan yang memadai agar setiap murid
dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya,
membantu setiap murid dalam mengatasi masalah pribadi
yang dihadapinya, dan menilai keberhasilan setiap langkah
kegiatan yang telah dilakukan.
Sardiman (2014: 143) mengutip mengenai peranan
guru itu ada beberapa pendapat yang dijelaskan yaitu menurut
Prety Katz menggambarkan peranan guru sebagai
komunikator, sahabat yang dapat memberikan nasihat-
nasihat, motivator sebagai pemberi inspirasi dan dorongan,
pembimbing dalam pengembangan sikap dan tingkah laku
serta nilai-nilai, orang yang menguasai bahan yang diajarkan.
7
Federasi dan Organisasi Profesional Guru Sedunia dalam
Sardiman (2014: 144) mengungkapkan bahwa peranan guru
di sekolah, tidak hanya sebagai transmitter dari ide tetapi juga
berperan sebagai transformer dan katalisator nilai dan sikap.
Menurut Sardiman (2014: 144) peranan guru dalam
kegiatan belajar mengajar, secara singkat dapat disebutkan
sebagai berikut:
1) Informator
Sebagai pelaksana cara mengajar informatif,
laboratorium, studi lapangan dan sumber informasi
kegaiatan akademik maupun umum. Berlaku teori
komunikasi yaitu teori stimulus-respon, teori dissonance-
reducation, dan teori pendekatan fungsional.
2) Organisator
Guru sebagai organisator, pengelola kegiatan
akademik, silabus, workshop, jadwal pelajaran dan lain-
lain. Komponen-komponen yang berkaitan dengan
kegiatan belajar mengajar, semua diorganisasikan
sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektivitas
dan efesiensi dalam belajar pada diri murid.
3) Motivator
Peran guru sebagai motivator ini penting artinya
dalam rangka meningkatkan kegairahan dan
pengembangan kegiatan belajar murid. Guru harus
8
dapat merangsang dan memberikan dorongan serta
reinforcement untuk mendinamiskan potensi murid,
menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta
(kreativitas), sehingga akan terjadi dinamika di dalam
proses belajar mengajar. Peranan guru sebagai
motivator ini sangat penting dalam interaksi belajar
mengajar, karena menyangkut esensi pekerjaan
mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial,
menyangkut performance dalam arti personalisasi dan
sosialisasi diri.
4) Pengarah/director
Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam pernanan ini lebih
menonjol. Guru dalam hal ini harus dapat membimbing
dan mengarahkan kegiatan murid sesuai dengan tujuan
yang dicita-citakan.
5) Inisiator
Guru dalam hal ini sebagai pencetus ide-ide dalam
proses belajar. Sudah barang tentu ide-ide itu
merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh anak
didiknya.
6) Transmitter
9
Dalam kegiatan belajar guru juga akan bertindak selaku
penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.
7) Fasilitator
Berperan sebagai fasilitator, guru dalam hal ini
akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam
proses belajar mengajar, misalnya saja menciptakan
suasana belajar yang sedemikiran rupa, serasi dengan
perkembangan murid, sehingga interaksi belajar
mengajar akan berlangsung secara efektif.
Menurut Warsono (2012: 20) peran fungsional
guru dalam pembelajaran aktif yang utama adalah
sebagai fasilitator. Hal ini sesuai dengan teori
kontruktivisme. Fasilitator adalah seorang yang
membantu peserta didik untuk belajar dan memiliki
keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Sebagai fasilitator guru
menyediakan fasilitas paedagogis, psikologis, dan
akademik bagi pengembangan dan pembangunan
struktur kognitif murid.
8) Mediator
Guru sebagai mediator dapat diartikan sebagai
penengah dalam kegiatan belajar murid. Misalnya
menengahi atau memberikan jalan keluar kemacetan
dalam kegiatan diskusi murid. Mediator juga diartikan
10
penyedia media. Bagaimana cara memakai dan
mengorganisasikan penggunaan media.
9) Evaluator
Kecenderungan bahwa peran sebagai evaluator, guru
mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik
dalam bidang akademis maupun tingkah laku sosialnya,
sehingga dapat menentukan bagimana anak didik
berhasil atau tidak.
Peran guru dalam mewujudkan pembelajaran yang
berhasil menurut Mukhtar dan Martinis (2005) dalam Sutikno
(2013: 52), seorang guru harus melaksanakan beberapa
peran, berikut ini:
1) Guru sebagai model
Guru harus memiliki kelebihan, baik pengetahuan,
keterampilan maupun kepribadian. Kelebihan ini tampak
dalam disiplin pribadi yang tinggi dalam bidang-bidang
intelektual, emosional, kebiasaan-kebiasaan yang sehat,
sikap yang demokratis, terbaik, dan sebagainya. Dalam
menjalankan peran ini guru harus senantiasa dalam
keterlibatan secara emosional dan intelektual dengan
anak. Dia senantiasa memberikan bimbingan,
menciptakan iklim kelas yang menyenangkan dan
menggairahkan anak untuk belajar, menyediakan
kesempatan dimana anak terlibat dalam perencanaan
11
bersama dengan guru, dan memungkinkan secara
direktif.
2) Guru sebagai perencana
Selain sebagai model yang memberikan dampak
positif terhadap murid, guru berperan sebagai
perencana selain berkewajiban mengembangkan
berbagai tujuan-tujuan pendidikan menjadi rencana-
rencana yang operasional. Tujuan-tujuan umum perlu
diterjemahkan menjadi berbagai tujuan-tujuan secara
spesifik dan operasional. Dalam perencanaan ini, murid
perlu dilibatkan sehingga menjamin relevansinya dengan
perkembangan, kebutuhan, dan tingkat pengalaman
mereka. Peranan ini menuntut agar perencanaan
senantiasa direlevansikan dengan kondisi masyarakat,
kebiasaan belajar murid, pengalaman dan pengetahuan
murid, metode belajar yang serasi, serta materi yang
sesuai dengan minatnya.
3) Guru sebagai pendiagnosa kemajuan belajar murid
Peranan ini erat kaitannya dengan tugas
mengevaluasi kemajuan belajar murid. Penilaian
memiliki arti yang penting bagi murid, orang tua, dan
bagi guru sendiri. Bagi murid, agar mereka mengetahui
seberapa jauh mereka telah berhasil dalam studi. Bagi
guru, penting untuk menilai dirinya sendiri dan
12
keefektifan pembelajaran yang telah diberikannya.
Dalam menjalankan peranan ini, seharusnya guru
mampu melaksanakan dan mempergunakan tes-tes
yang telah dilakukan, melaksanakan tes formatif,
sumatif, serta memperkirakan perkembangan muridnya.
4) Guru sebagai pemimpin
Guru adalah pemimpin dalam kelas, sekaligus
sebagai anggota kelompok-kelompok dari murid. Banyak
tugas yang sifatnya manajerial yang harus dilakukan
oleh guru, seperti memelihara ketertiban kelas,
mengatur ruangan, bertindak sebagai pengurus rumah
tangga kelas, serta menyusun laporan bagi pihak yang
memerlukannya.
5) Guru sebagai petunjuk jalan kepada sumber-sumber
Guru berkewajiban menyediakan berbagai sumber
yang memungkinkan akan memperoleh pengalaman
yang kaya. Lingkungan sumber itu perlu ditunjukkan,
kendatipun pada hakikatnya anak sendiri yang berusaha
menemukannya. Tentu saja sumber-sumber yang
ditunjukkan itu adalah sumber-sumber yang cocok untuk
membantu proses belajar mereka.
Pandangan menurut Hamalik (2008: 124) bahwa peran
guru sesungguhnya sangat luas, meliputi:
13
1) Guru Sebagai Pengajar
Guru bertugas memberikan pengajaran di dalam
sekolah (kelas). Ia menyampaikan pelajaran agar murid
memahami dengan baik semua pengetahuan yang telah
disampaikan. Selain dari itu ia juga berusaha agar terjadi
perubahan sikap, keterampilan, kebiasaan, hubungan
sosial, apresiasi, dan sebagainya melalui pengajaran
yang diberikannya. Untuk mencapai tujuan-tujuan itu
maka guru perlu memahami sedalam-dalamnya
pengetahuan yang akan menjadi tanggung jawabnya
dan menguasai dengan baik metode dan teknik
mengajar.
2) Guru Sebagai Pembimbing
Guru berkewajiban memberikan bantuan kepada
murid agar mereka mampu menemukan masalahnya
sendiri, mengenal diri sendiri, dan menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Harus dipahami bahwa
pembimbing yang terdekat dengan murid adalah guru.
Karena murid menghadapi masalah dimana guru tak
sanggup memberikan bantuan cara memecahkannya,
baru meminta bimbingan kepada ahli bimbingan untuk
memberikan bimbingan kepada anak yang
bersangkutan.
14
3) Guru Sebagai Pemimpin
Guru berkewajiban mengadakan supervisi atas
kegiatan belajar murid, membuat rencana pelaksanaan
bagi kelasnya, mengadakan manajemen belajar sebaik-
baiknya, melakukan manajemen kelas, mengatur disiplin
kelas secara demokratis.
4) Guru Sebagai Ilmuan
Guru dipandang sebagai orang yang paling
berpengetahuan. Dalam abad ini, dimana pengetahuan
dan teknologi berkembang dengan pesat, guru harus
mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan
tersebut,misalnya: belajar sendiri, mengadakan
penelitian, mengikuti kursus, mengarang buku, dan
membuat tulisan ilmiah sehingga peranannya sebagai
ilmuwan terlaksana dengan baik.
5) Guru Sebagai Pribadi
Pribadi setiap guru harus memiliki sifat-sifat yang
disenangi oleh murid-muridnya, oleh orang tua, dan oleh
masyarakat. Sifat-sifat itu sangat diperlukan agar ia
dapat melaksanakan pengajaran secara efektif.
6) Guru Sebagai Penghubung
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk
menghubungkan sekolah dan masyarakat antara lain
15
dengan public relation, bulletin, pameran, pertemuan
berkala, kunjungan ke masyarakat, dan sebagainya.
7) Guru sebagai Pembaharu
Guru memegang peranan sebagai pembaharu,
oleh karena melalui kegiatan guru melakukan
penyampaian ilmu dan teknologi, contoh-contoh yang
baik dan lain-lain maka akan menanamkan jiwa
pembaruan dikalangan murid. Karena sekolah dalam hal
ini harus bertindak sebagai agent-moderniza-tion maka
guru harus senantiasa mengikuti usaha-usaha
pembaruan disegala bidang dan menyampaikan kepada
masyarakat batas-batas kemampuan dan aspirasi
masyarakat itu. Hubungan dua arah harus diciptakan
oleh guru sedemikian rupa, sehingga usaha pembaruan
yang disodorkan kepada masyarakat dapat diterima
secara tepat dan dilaksanakan oleh masyarakat secara
baik.
8) Guru Sebagai Pembangunan
Guru baik sebagai pribadi maupun sebagai guru
professional dapat menggunakan setiap kesempatan
yang ada untuk membantu berhasilnya rencana
pembangunan masyarakat, seperti: kegiatan keluarga
berencana, bimas, koperasi, pembangunan jalan-jalan,
dan sebagainya. Partisipasinya akan turut mendorong
16
masyarakat lebih bergairah untuk membangun. Dan
dipihak lain akan lebih mengembangkan kualifikasinya
sebagai guru.
Menurut penulis peran guru sangat luas bukan
hanya mengajar tapi mendidik, bukan hanya mencakup
interaksi dengan murid melainkan interaksi guru dengan
guru, guru dengan masyarakat atau lingkungan disekitar
sekolah. Tanggung jawab yang dipanggul oleh guru
begitu besar, mulai dari contoh teladan di sekolah
maupun dilingkungan masyarakat. Guru harus memiliki
kepribadian yang baik dan terintegrasi, karena tuntutan
tugasnya.
2. Pembelajaran Life Skill
a. Pengertian Pembelajaran
Menurut Sutikno (2013: 31) pembelajaran itu adalah
segala upaya yang dilakukan oleh guru (pendidik) agar terjadi
proses belajar pada diri murid. Menurut Jihad (2012: 3)
pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang
sistematis dan sistematik, yang bersifat interaktif dan
komunikatif antar pendidik (guru) dengan murid, sumber
belajar dan lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang
memungkinkan terjadinya tindakan belajar peserta didik.
Winkel dalam Sutikno (2013: 31) mengartikan
pembelajaran sebagai seperangkat tindakan yang dirancang
17
untuk mendukung proses belajar peserta dididk, dengan
memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperan
terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang
berlangsung di dalam diri peserta didik.
Menurut penulis pembelajaran yang dilakukan diluar
ruangan maupun didalam ruangan yang membuat proses
belajar yang melibatkan guru dengan murid untuk mencapai
suatu tujuan belajar secara aktif dan efektif yang didukung
oleh berbagai macam media, alat, dan sumber belajar.
b. Pengertian Life Skill
Pendidikan kecakapan hidup (life Skill) menurut UU No.
20 tahun 2003 Pasal 26 ayat (3) tentang pendidikan
kecakapan hidup berbunyi: “Pendidikan kecakapan hidup (life
Skill) adalah pendidikan yang memberikan kecakapan
personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual, dan
kecakapan intelektual untuk bekerja atau usaha mandiri”.
WHO dalam Hariyanto (2012: 174) mendefinisikan
kecakapan hidup sebagai “kemampuan untuk beradaptasi dan
berperilaku positif yang memungkinkan seseorang memenuhi
kebutuhannya secara efektif dan menghadapin tantangan
dalam kehidupan sehari-hari”. Kecakapan hidup menurut
WHO meliputi psiko-sosial yang menentukan nilai-nilai
perilaku, termasuk pula kecakapan reflektif seperti
18
kemampuan memecahkan masalah dan berfikir kritis,
kecakapan personal seperti kesadaran diri (self awareness)
dan kecakapan antar personal. Dalam beberapa dokumen
tentang pendidikan dunia, misalnya dalam Program Dunia
tentang Pendidikan Hak Asasi Manusia World Program for
Human Right Education (2004:176) UN Decade on Education
for Sustainable Development (2005:176) telah ditetapkan hasil
pembelajaran yang diharapkan dari pendidikan kecakapan
hidup. Hasil dari PBKH itu meliputi kombinasi dari
pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan, dengan
penekanan pokok terhadap keterampilan yang terkait dengan
pemikiran kritis dan pemecahan masalah, manajemen diri,
keterampilan berkomunikasi, dan keterampilan antar personal.
Sedangkan menurut penulis life skill adalah suatu kecakapan
keterampilan, pengetahuan, serta moral yang dapat
mengembangkan kehidupan di masa yang akan datang, serta
pembelajaran life skill bertujuan untuk mengasah bakat-bakat
seseorang untuk menjadi tajam dan dapat direalisasikan di
kehidupannya.
c. Klasifikasi Life Skill
Secara garis besar kecakapan hidup (life skill) dapat
dikelompokkan menjadi dua: yaitu kecakan hidup yang
bersifat umum (Generic Life Skill atau GLS) dan kecakapan
19
hidup yang bersifat khusus (Specific Life Skill atau SLS)
dalam Mukhoyyaroh (2017: 21):
1) Kecakapan Hidup yang bersifat umum (Generic Life Skill)
Merupakan kecakapan yang diperlukan oleh siapapun,
baik yang bekerja, yang tidak bekerja dan yang sedang
menempuh pendidikan. Kecakapan ini terbagi menjadi 2,
yaitu:
(a) Kecakapan Personal (Personal Skill)
Personal Skill atau kecakapan untuk
memahami dan menguasai diri, yaitu suatu
kemampuan berdialog yang diperlukan oleh
seseorang untuk dapat mengaktualisasikan jati diri
dan menemukan kepribadiannya dengan cara
menguasai serta merawat raga dan jiwa atau
jasmani dan rohani.
(b) Kecakapan Sosial (Social Skill)
Kecakapan sosial yang penting dikembangkan
dalam proses pembelajaran meliputi kompetensi
bekerjasama dalam kelompok, menunjukkan
tanggungjawab sosial, mengendalikan emosi, dan
berinteraksi dalam masyarakat dan budaya lokal
serta global.
20
2) Kecakapan Hidup yang bersifat khusus (Specific Life
Skill)
Kecakapan hidup yang bersifat spesifik adalah
kecakapan yang diperlukan seseorang untuk
menghadapi problema pada bidang-bidang khusus atau
tertentu, atau disebut juga dengan kompetensi teknis.
Kecakapan ini terdiri dari:
(a) Kecakapan Akademik
Kecakapan akademik dapat disebut dengan
kemampuan berfikir ilmiah. Kecakapan ini pada
dasarnya merupakan pengembangan “kecakapan
berfikir” pada General Life Skill (GLS). Jika
kecakapan berfikir bersifat umum, maka kecakapan
akademik sudah lebih mengarah pada kegiatan
yang bersifat akademik atau keilmuan.
(b) Kecakapan Vokasional
Kecakapan vokasional adalah kecakapan
yang berkaitan dengan suatu bidang kejuruan atau
keterampilan yang meliputi keterampilan fungsional,
keterampilan bermata pencaharian, keterampilan
menjahit, keterampialn beternak, otomotif,
keterampilan kewirausahaan, dan keterampilan
21
menguasai teknologi informasi dan komunikasi.
Kecakapan vokasional lebih cocok bagi murid yang
akan menekuni pekerjaan yang lebih mengandalkan
keterampilan psikomotor daripada kecakapan
berfikir ilmiah, artinya suatu kecakapan yang
dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu, yang
terdapat di masyarakat atau lingkungan peserta
didik.
Departemen Pendidikan Nasional membagi
kecakapan hidup (life skill) menjadi empat jenis, yaitu:
1) Kecakapan Personal (Personal Skill), yang mencakup
kecakapan mengenal diri dan kecakapan berfikir
rasional.
2) Kecakapan Sosial (Social Skill), kecakapan sosial
dapat dipilah menjadi dua jenis utama, yaitu
kecakapan berkomunikasi dan kecakapan
bekerjasama.
3) Kecakapan Akademik (Academic Skill), kecakapan
akademik sering kali disebut juga kecakapan
intelektual atau kemampuan berfikir alamiah yang
pada dasarnya merupakan pengembangan dari
kecakapan berfikir secara umum, namun mengarah
kepada kegiatan yang bersifat keilmuan.
22
4) Kecakapan Vokasional (Vocational Skill), kecakapan
ini sering kali disebut dengan kecakapan kejuruan,
artinya suatu kecakapan yang dikaitkan dengan
bidang pekerjaan tertentu, yang terdapat di
masyarakat atau lingkungan peserta didik. Kecakapan
ini juga meliputi keterampilan menemukan algoritma,
model, prosedur untuk mengerjakan sesuatu tugas,
keterampilan melaksanakan prosedur, dan
keterampilan mencipta produk dengan menggunakan
konsep, prinsip, bahan, dan alat yang sesuai.
Menghadapai berbagai tantangan global yang terjadi
dirumuskan bahwa tema-tema pokok dan inti bahan ajar
yang dipersiapkan dalam kurikulum, minimal harus
mencakup tiga kecakapan atau keterampilan pokok, yaitu:
keterampilan hidup dan keterampilan yang diperlukan
dalam pengembangan karier, keterampilan untuk belajar
dan melakukan inovasi, dan keterampilan dalam
mengaplikasikan teknologi informasi dan komunikasi.
Dalam situasi pembelajaran pembekalan terhadap
pemilikan ketiga keterampilan itu harus ditunjang oleh
standar-standar dan penilaian (misalnya Standar
Kompetensi, dan penilaian autentik).
23
Menurut penulis, pembelajaran life skill adalah suatu
rangkaian kegiatan antara guru dengan murid yang
diupayakan mencapai tujuan untuk mengasah dan melihat
berbagai macam bakat-bakat yang ada pada diri murid
untuk dapat direalisasikan di kehidupannya serta untuk
masa depannya.
3. Anak Jalanan
a. Pengertian Anak Jalanan
Anak jalanan, tekyan, arek kere, anak gelandangan
atau kadang disebut juga secara eufemistis sebagai anak
mandiri usulan Rano Karno tatkala ia menjabat sebagai Duta
Besar UNICEF dalam Suyanto (2010: 199), sesungguhnya
mereka adalah anak-anak yang tersisih, marginal, dan
teralienasi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan
dalam usia yang relatif dini sudah harus berhadapan dengan
lingkungan kota yang keras, dan bahkan sangat tidak
bersahabat. Mulandar dalam Suyanto (2010: 212) anak
jalanan pada dasarnya adalah anak-anak marginal di
perkotaan yang mengalami proses dehumanisasi. Mereka
bukan saja harus mampu bertahan hidup dalam suasana
kehidupan kota yang keras, tidak bersahabat dan tidak
kondusif bagi proses tumbuh kembang anak. Di berbagai
sudut kota, sering terjadi, anak jalanan harus bertahan hidup
24
dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan
tidak dapat diterima masyarakat umum. Sekedar untuk
menghilangkan rasa lapar dan keterpaksaan untuk
membantu keluarganya. Tidak jarang pula mereka dicap
sebagai pengganggu ketertiban dan membuat kota menjadi
kotor, sehingga yang namanya razia atau penggarukan
bukan lagi hal yang mengagetkan mereka.
Suyanto (2010: 200) mengatakan marginal, rentan,
dan eksploitatif adalah istilah-istilah yang sangat tepat untuk
menggambarkan kondisi dan kehidupan anak jalanan.
Marginal karena mereka melakukan jenis pekerjaan yang
tidak jelas jenjang kariernya, kurang dihargai, dan umumnya
juga tidak menjanjikan prospek apapun di masa depan.
Rentan karena risiko yang harus ditanggung akibat jam kerja
yang sangat panjang benar-benar dari segi kesehatan
maupun sosial sangat rawan. Adapun disebut eksploitatif
karena mereka biasanya memiliki posisi tawar-menawar
(bargaining position) yang sangat lemah, tersubordinasi, dan
cenderung menjadi objek perlakuan yang sewenang-wenang
dari ulah preman atau oknum aparat yang tidak bertanggung
jawab.
Definisi diatas, penulis menyimpulkan bahwa, anak
jalanan merupakan anak yang hidup di kota besar dan
25
melakukan jenis pekerjaan yang tidak menentu untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
b. Pengelompokkan Anak Jalanan
Pekerja anak (child labour), anak jalanan sendiri
sebenarnya bukanlah kelompok yang homogen. Farid dalam
Suyanto (2010: 200). Mereka cukup beragam, dan dapat
dibedakan atas dasar pekerjaannya, hubungannya dengan
orang tua atau orang dewasa terdekat, waktu dan jenis
kegiatannya di jalanan, serta jenis kelaminnya. Menurut
Surbakti dkk, dalam Suyanto (2010: 200), berdasarkan hasil
kajian di lapangan, secara garis besar anak jalanan
dibedakan dalam tiga kelompok.
1) Children on the street, yakni anak-anak yang
mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di
jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat
dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan
mereka di jalan diberikan kepada orang tuanya Soedijar
dan Sanusi dalam Suyanto (2010: 201). Fungsi anak
jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu
memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena
beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung
tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang
tuanya.
26
2) Children of the street, yakni anak-anak yang
berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial
maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih
mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi
frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak di
antara mereka adalah anak-anak pada kategori ini
sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara
sosial-emosional, fisik maupun seksual.
3) Children from families of the street, yakni anak-anak
yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.
Walaupun anak-anak ini mempunyai hubungan
kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka
terombang-ambing dari satu tempat ke tempat yang lain
dengan segala risikonya. Salah satu ciri penting dari
kategori ini adalah pemampangan kehidupan jalanan
sejak anak masih bayi bahkan sejak masih dalam
kandungan. Di Indonesia, kategori ini dengan mudah
ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar
sepanjang rel kereta api, dan sebagainya. Walaupun
secara kuantitatif jumlahnya belum diketahui secara
pasti.
Menurut penulis anak jalanan adalah anak-anak
marginal yang tertinggal, mereka hidup di tengah
perkotaan dan melakukan jenis pekerjaan untuk
27
memenuhi kebutuhannya sehari-hari, serta membantu
perekonomian keluarga. Mereka biasanya mudah
ditemui di berbagai pinggir jalan maupun lampu lalu
lintas. Sedangkan murid di SD master Depok termasuk
ke dalam kelompok anak jalanan Children on the street.
B. Kerangka Berfikir
Peran guru salah satunya yaitu terhadap pembelajaran life
skill bagi murid khususnya pada kelas 4 dan 6. Dalam hal ini,
tentunya peran guru sangat berpengaruh kepada berlangsungnya
proses pembelajaran dimaksudkan agar guru dapat mencapai
tujuan pembelajaran dan murid dapat menguasai kompetensi yang
telah ditetapkan. Hambatan pun tentunya akan menciptakan solusi
bagi berlangsungnya pembelajaran life skill untuk anak jalanan
khususnya pada jenjang Sekolah Dasar kelas 4 dan 6, agar
tercapainya tujuan pembelajaran. Salah satu hak anak, tak
terkecuali anak jalanan, sebenarnya adalah untuk menikmati
pendidikan, tetapi kelangsungan pendidikan anak-anak jalanan
yang sesuai dengan kondisi mereka dapat dikatakan
memprihatinkan. Gambaran kerangka berfikir adalah bagaimana
input, proses, dan output yang terjadi dalam penelitian sehingga
menghasilkan solusi yang sesuai dengan hambatan yang terjadi.
28
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Master Depok,
alasan peneliti memilih sekolah tersebut dikarenakan peneliti
berada di lingkungan kota Depok. Sehingga untuk mencari data
dan informasi dapat lebih akurat, efektif, dan efesien.
Kecakapan Hidup (Life Skill):
Kecakapan personal,
kecakapan sosial, kecakapan,
Akademik,kecakapan
vokasional
Kurangnya perhatian memperoleh
pendidikan life skill bagi murid kelas 4
dan 6 SD khususnya yang tergolong
anak jalanan terutama untuk
menyalurkan berbagai macam bakat
mereka yang sangat berguna untuk
kehidupan mereka sehari-hari di
Sekolah Dasar Master Depok Peran Guru:
1. Guru sebagai model 2. Guru sebagai perencana 3. Guru sebagai pendiagnosa
kemajuan belajar murid 4. Guru sebagai pemimpin 5. Guru sebagai petunjuk
jalan kepada sumber-sumber
Murid SD Master Depok
kelas 4 dan 6 yang
tergolong anak jalanan
Solusi
Hambatan Hambatan
29
2. Waktu Penelitian
Penulis menyusun rancangan jadwal kegiatan penelitian dengan
penyusunan laporan sebagai berikut:
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian
No. Jenis
Kegiatan
Bulan
Nov 2017
Des 2017
Jan 2018
Feb 2018
Mar 2018
Jul 2018
Agts 2018
1. Konsultasi Pembimbing
2. Penelitian Lapangan
3. Pengumpulan data
4. Analisis data
5. ACC Sidang
6. Sidang Skripsi
7. Revisi Skripsi
42
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif. Metode penelitian
kualitatif dapat dinamakan sebagai metode baru, karena
popularitasnya belum lama, dinamakan metode post positivistik
karena berlandaskan pada filsafat post positivisme, karena proses
penelitian lebih bersifat seni (kurang terpola), dan disebut sebagai
metode interpretive karena data hasil penelitian lebih berkenaan
dengan interprestasi terhadap data yang ditemukan di lapangan.
Sugiyono (2015: 15) digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek
yang alamiah, dimana penelitian adalah sebagai instrumen kunci,
pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan
snowbaal, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
Metode penelitian kualitatif ini yaitu studi kasus. Menurut
Rahardjo (2017: 3) studi kasus adalah suatu rangkaian kegiatan
ilmiah yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mencalam tentang
suatu program, peristiwa, dan aktivitas, baik pada tingkat
perorangan, sekelompok orang, lembaga atau organisasi untuk
memperoleh pengetahuan mencalam tentang peristiwa tersebut.
Studi kasus yang digunakan oleh peneliti adalah studi kasus bersifat
kuratif, artinya ada tindak lanjut penyembuhan atau perbaikan dari
suatu kasus. Tindak penyembuhan tidak harus dilakukan oleh
peneliti, tetapi oleh orang lain yang kompeten, peneliti hanya
43
memberikan masukan dari hasil penelitian, Endraswara 2012 dalam
Raharjo (2017: 6).
Dengan demikian, penelitian kualitiatif tidak hanya sebagai
upaya mendeskripsikan data tetapi deskripsi tersebut hasil dari
pengumpulan data yang sohih yang dipersyaratkan kualitatif yaitu
wawancara mendalam, observasi partisipasi, dan studi dokumentasi.
C. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif atau naturalistik
karena dilakukan dengan kondisi alamiah. Afrizal (2015: 167)
mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah sebuah aktivitas
ilmiah dengan menggunakan prosedur yang disadari dan terkontrol.
Sugiyono (2015: 5) mengemukakan bahwa metode penelitian
kualitatif adalah metode yang digunakan untuk meneliti pada kondisi
objek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrument kunci,
analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari pada generalisasi.
Obyek alamiah yang dimaksudkan Sugiyono (2015: 15) adalah
objek yang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti sehingga
kondisi pada saat peneliti memasuki obyek, setelah berada di obyek
dan setelah keluar dari obyek relativ tidak berubah. Jadi selama
melakukan penelitian mengenai peran guru dalam pembelajaran life
skill pada anak jalanan yang bersekolah di Master Depok terutama
pada anak Sekolah Dasar peneliti sama sekali tidak mengatur kondisi
44
tempat penelitian berlangsung maupun melakukan manipulasi
terhadap variabel.
Penelitian menggunakan teknik pengumpulan data yaitu,
observasi, wawancara terstruktur, dan studi dokumentasi. Peneliti
berusaha untuk menggali data-data dan kesimpulan dalam peran
guru dalam pengembangan life skill anak jalanan yang berada di SD
Master Depok.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah sumber utama yang berkaitan
dengan apa yang diteliti. Subjek adalah orang-orang yang menjadi
informan yang dapat memberikan data yang sesuai dengan masalah
yang diteliti.
Menurut Sugiyono (2015: 118) sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel
ditentukan oleh peneliti berdasarkan pertimbangan masalah, tujuan,
hipotesis, metode, dan instrumen penelitian. Bila populasi besar, dan
peneliti dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada
pada populasi, misalnya keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu,
maskudnya berapa banyak yang dipelajari dari sampel itu dapat
diberlakukan untuk populasi, oleh karena itu sampel yang diambil
oleh peneliti harus sampel yang benar mewakili.
45
Penelitian ini di lakukan di kota Depok. Penentuan subyek
penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu.
Karena tujuan peneliti adalah murid kelas tinggi. Maka subyek
penelitian dikhususkan pada murid khususnya anak jalanan kelas
tinggi yaitu 9 orang murid, 5 orang kelas 4 dan 4 orang kelas 6.
Sedangkan guru yang terlibat dalam pengembangan life skill yaitu
guru kelas 2 orang dan guru life skill yaitu 2 orang, dengan 1 orang
sebagai kepala sekolah.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah:
1. Observasi
Menurut Zainal (2014: 153) observasi adalah suatu proses
pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif,
dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi
yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai
tujuan tertentu. Observasi digunakan bila obyek penelitian
bersifat perilaku manusia, proses kerja, gejala alam, responden
kecil. Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai
ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain,
yaitu wawancara dan kuesioner.
46
Sanafiah Faisal dalam Sugiyono (2015: 310)
mengklasifikasikan observasi menjadi observasi berpartisipasi
(participant observation), observasi yang secara terang-
terangan dan tersamar (overt observation dan covert
observation), dan observasi yang tak berstruktur (unstructured
observation). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
observasi terstruktur, menyatakan terus terang kepada sumber
data, bahwa sedang melakukan penelitian.
2. Wawancara
Arifin (2009: 157) Wawancara merupakan salah satu
bentuk alat evaluasi jenis non-tes yang dilakukan melalui
percakapan dan Tanya jawab, baik langsung maupun tidak
langsung. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data
yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif.
Melaksanakan teknik wawancara berarti melakukan interaksi
komunikasi atau percakapan antara pewawancara dan
terwawancara dengan maksud menghimpun informasi dari
interviewee. Wawancara dalam penelitian kualitatif ada
bermacam-macam menurut Esterberg dalam Sugiyono (2015:
73) yaitu, wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan
wawancara tak berstruktur. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan wawancara terstruktur setiap responden diberi
pertanyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya.
47
3. Studi Dokumentasi
Secara harfiah dokumen dapat diartikan sebagai catatan
kejadian yang sudah lampau. Studi dokumen dalam penelitian
kualitatif merupakan pelengkap dari penggunaan metode
observasi dan wawancara. Dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Hasil
penelitian dari observasi atau wawancara, akan lebih dapat
dipercaya kalau didukung dengan dokumentasi.
Gambar 3.1
Teknik Pengumpulan Data
Observasi Terstruktur
Wawancara Terstruktur
Studi Dokumentasi
Sumber Data
48
Tabel 3.2
Kisi-Kisi Pedoman Observasi
No. Obyek
Observasi Indikator
1. Tempat Lokasi atau tempat penelitian serta lingkungan sekitar SD Master Depok
2. Informan Kepala Yayasan, Kepala Sekolah, Guru Wali kelas 4 dan 6, Guru Life Skill, Anak jalanan kelas 4 dan 6 SD.
3. Pelaku Guru Life Skill dan Anak Jalanan kelas 4 dan 6 SD
4. Aktivitas Kegiatan yang dilakukan oleh aktor dalam situasi sosial yang sedang berlangsung.
5. Benda Benda-benda yang terdapat ditempat tersebut.
6. Tindakan Perbuatan atau tindakan-tindakan tertentu.
7. Peristiwa Rangkaian aktivitas yang dikerjakan oleh pelaku.
8. Waktu Urutan kegiatan.
9. Catatan lapangan Catatan secara ringkas tentang peristiwa yang ada di lapangan.
49
Tabel 3.3
Kisi-kisi Instrumen Pedoman Wawancara Guru
Variabel Aspek Indikator Butir Soal
Peran Guru 1. Model Guru dapat menciptakan iklim kelas yang menyenangkan dan menggairahkan
1,2, dan 3
2. Perencana Guru dapat melakukan perencanaan senantiasa direlevansikan dengan kondisi murid
4, 5, 6, dan 7
3. Pendiagnosa kemajuan belajar siswa
Guru dapat memperkirakan perkembangan murid
8 dan 9
4. Pemimpin Guru dapat bertindak sebagai pengurus rumah tangga kelas
10, 11, 12, dan
13
5. Petunjuk jalan kepada sumber-sumber
Guru berkewajiban menyediakan berbagai sumber yang memungkinkan akan memperoleh pengalaman yang kaya
14, 15, dan 16
Kisi-kisi instrumen pedoman wawancara guru tertera pada kajian teori
yaitu peran guru dalam mewujudkan pembelajaran yang berhasil menurut
Mukhtar dan Martinis (2005) dalam Sutikno (2013: 52).
50
Tabel 3.4
Kisi-Kisi Instrumen Pedoman Wawancara Murid
Kisi-kisi instrumen pedoman wawancara murid tertera pada kajian
teori yaitu berdasarkan Departemen Pendidikan Nasional
membagi kecakapan hidup (life skill), yang diajukan untuk mencari
gambaran mengenai peran guru dalam pembelajaran life skill.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di
lapangan. Dalam hal ini Nasution dalam Komariah (2009: 89)
menyatakan “Analisis telah mulai sejak merumuskan dan
menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan
berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.
Variabel Aspek Indikator Butir Soal
Pengembangan Life Skill
1. Kecakapan Personal
Murid dapat mengenalkan diri
1,2,3, dan 4
2. Kecakapan Sosial
Murid dapat melakukan komunikasi
5,6,7,8, 9, 10
dan 11
3. Kecakapan Akademik
Murid dapat menunjukkan kemampuan berfikir alamiah.
12, 13, dan 14
4. Kecakapan Vokasional
Murid dapat mencipta produk dengan menggunakan konsep, prinsip, bahan, dan alat yang sesuai.
15, 16, dan, 17
51
Miles and Huberman dalam Komariah (2009: 183),
mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan
datanya sampai jenuh.
Tujuan analisis data adalah untuk menyederhanakan data ke
dalam bentuk yang lebih mudah dibaca, dan diinterprestasikan.
Proses analisis data dalam penelitian kualitatif yaitu:
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah
peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
mencarinya bila diperlukan.
Peneliti memilih hal-hal yang didapat dari hasil pengamatan
terhadap subjek yang diteliti yaitu guru dan murid kelas tinggi
Sekolah Dasar yang berperan dalam proses pembelajaran life
skill di SD Master Depok.
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplay data. Dengan mendisplay data, makan akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan
52
kerja selanjutnya melalui hasil pengamatan, yaitu berupa hasil
catatan lapangan dan hasil wawancara dalam penelitian Proses
Pembelajaran dalam di Sekolah Dasar Master Depok.
Berdasarkan apa yang telah difahami tersebut. “looking at
displays help us to understand what is happening and to do
some thing-further analysis or caution on that understanding”
Miles and Huberman dalam Akbar (2013: 95).
3. Verifikasi Data
Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles
and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara,
dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat
yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti
kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan
yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Sedangkan verifikasi data peneliti mengumpulkan data yang ada
mengenai pembelajaran anak jalanan dalam pengembangan life
skill.
Tujuan analisis data adalah untuk menyederhanakan data ke
dalam bentuk yang lebih mudah dibaca, dan diinterprestasikan.
Data yang terkumpul dari lapangan dianalisis dengan metode
53
studi kasus bersifat kuratif, artinya ada tindak lanjut atau
penyembuhan atau perbaikan dari suatu kasus. Tindak
penyembuhan tidak harus dilakukan oleh peneliti, tetapi oleh
orang lain yang kompeten, peneliti hanya memberikan masukan
hasil penelitian, Endraswara 2012 dalam Raharjo (2017: 6).
Gambar 3.2
Teknik Analisis Data
Pembelajaran Life
Skill Murid kelas 4
dan 6 SD
khususnya Anak
Jalanan di SD
Master Depok
Peran Guru
Murid kelas 4
dan 6 SD
Teknik Pengumpulan
Data
54
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Deskripsi Data Tempat Penelitian
Sekolah Master Depok merupakan salah satu sekolah yang
didirikan untuk upaya mempersempit masalah pendidikan di
Indonesia, khususnya bagi anak-anak yang kurang beruntung dari
faktor ekonomi, mulai dari tahap Pendidikan Usia Dini sampai
jenjang Sekolah Menengah Atas. Sekolah Master Depok terletak di
Jalan Margonda Raya No. 58 Terminal Depok. Penelitian ini
dilakukan hanya ruang lingkung Sekolah Dasar yang melibatkan
guru dan murid.
B. Hasil Analisis Data
1. Hasil Observasi
Pengamatan dilakukan langsung di Sekolah SD Master
Depok yang bertempat di Jalan Margonda Raya, untuk
mengamati lingkungan sekolah serta interaksi antar guru dengan
murid secara objektif yang telah mendapat izin dari Kepala
Sekolah SD Master Depok. Dari mulai kepala sekolah, guru,
serta murid mempunyai sikap ramah. Murid-murid lebih dominan
memakai pakaian bebas seperti kaos oblong serta tidak
memakai sepatu melainkan memakai sandal dibandingkan
55
dengan pemakaian seragam. Selain mengenal hal tersebut
interaksi mereka terhadap tamu sangat bersifat kekeluargaan.
Observasi dilakukan di semua sudut sekolah, mulai dari gapura
sekolah yang terpampang tulisan Yayasan, kemudian terdapat
halaman sekolah yang cukup luas untuk anak bermain sepak
bola dan bola basket karena adanya gawang dan ring basket,
serta aula sekolah yang digunakan untuk murid melakukan
sholat zuhur berjamaah. Bangunan sekolah SD 2 lantai yang
mempunyai ciri khas terbentuk dari teronton bergambar lukisan.
Karena bangunan sekolah terbuat dari teronton kadang kala jika
murid-murid sedang berlarian dilantai dua, suara hentakan kaki
mereka amat jelas jika kita berada dilantai bawah. Memasuki
ruangan kelas yang cukup unik murid bersama guru belajar
duduk lantai sekolah dan kesederhanaan dapat dilihat diruangan
kelas. Selain ruang kelas adanya satu kantor guru yang
didalamnya terdapat usaha untuk dapat diperjual belikan seperti,
es krim dan minuman dingin.
Peneliti tidak hanya memperhatikan bagaimana keadaan
lingkungan dan keadaan gedung sekolah saja, akan tetapi
peneliti juga memperhatikan interaksi disekitar lingkungan
sekolah secara bertahap. Menjadi hal yang biasa jika jarak
antara guru dengan murid dibatasi karena adanya karakteristik
guru yang sangat ditakuti dan disegani, tetapi berbeda dengan
interaksi antara guru dan murid disini begitu akrab dan
56
kekeluargaan, dari cara anak memanggil guru mereka dengan
sebutan “Kak” atau “Bunda” karena guru-guru tetap SD Master
adalah perempuan. Proses pembelajarannya pun tidak selalu
diruangan kelas mereka sendiri, ada pula yang berlangsung di
aula sekolah, serta ruangan yang kosong, contohnya dalam
pembelajaran life skill berlangsung murid menggunakan kelas
yang kosong berada dibawah dengan kondisi kelas yang apa
adanya. Pembelajaran life skill rupanya banyak didominan oleh
perempuan, karena dari segi alat, bahan, dan pembelajarannya
yang lebih cocok seperti menyulam. Sedangkan untuk murid laki-
laki diisi dengan belajar materi pembelajaran yang tertinggal,
kadang murid SMA Master membantu untuk mengajar murid laki-
laki.
2. Hasil Wawancara
Data hasil wawancara dilakukan dengan teknik
dokumentasi berupa rekaman suara, gambar (foto), dan semua
data wawancara berdasarkan fokus pada pertanyaan penelitian.
Wawancara ini dilaksanakan mulai tanggal 9 Januari 2018
sampai dengan 17 Januari 2018. Peneliti melakukan wawancara
dengan subjek secara langsung. Adapun Deskripsi hasil
wawancara dengan informan adalah sebagai berikut:
a. Deskripsi Wawancara Kepala Sekolah, Guru Life Skill,
dan Guru Wali kelas IV dan VI sebagai Informan
57
1) Berkaitan dengan peran guru dalam pembelajaran, hal-
hal apa saja yang biasa menimbulkan kegaduhan dalam
proses pembelajaran life skill?
Peneliti mengambil kesimpulan dari jawaban
masing-masing informan dalam peran guru dalam
proses pembelajaran life skill hal-hal yang biasa
menimbulkan kegaduhan yaitu dari muridnya itu sendiri,
karena menurut pendapat beberapa guru akibat jumlah
murid yang terlalu banyak dibandingkan dengan hanya
satu guru sebagai model.
Faktor organisasi kelas yang didalamnya meliputi
jumlah murid dalam satu kelas merupakan aspek
penting yang dapat memengaruhi proses pembelajaran.
Selain faktor jumlah murid faktor yang mempengaruhi
kegaduhan yang kedua yaitu dari bahan atau alat yang
digunakan dalam proses pembelajaran life skill. Proses
pembelajaran life skill yang dimaksud kedalam
kecakapan vokasional yang artinya kecakapan tersebut
diperlukan dalam pengembangan karier, keterampilan
melakukan inovasi, juga meliputi keterampilan untuk
mengerjakan suatu tugas dan keterampilan mencipta
produk dengan menggunakan konsep, prinsip, bahan,
dan alat yang sesuai. Misalnya dalam keterampilan
menjahit, membuat anyaman, membuat bross, dan lain-
58
lain membutuhkan alat dan bahan yang mendukung.
Disinilah kegaduhan yang dikatakan informan bahwa
kekurangan alat dan bahan tidak sebanding dengan
jumlah murid yang ada.
2) Bagaimana cara bapak/ibu guru life skill menciptakan
suasana kelas yang menyenangkan?
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa cara guru
untuk menciptakan suasana kelas yang menyenangkan
yaitu dengan memberikan pelajaran yang menarik bagi
murid, tidak mengejar target untuk anak harus selalu
melakukan kemauan guru, mereka diberi leluasa untuk
memilih, guru juga memberikan pembelajaran sesuai
dengan kondisi murid masing-masing. Contohnya dalam
pembelajaran life skill untuk minggu pertama mereka
belajar membuat gelang dari manik-manik, minggu ke
dua mereka membuat hiasan bando, dengan warna
bahan yang berwarna dan menarik.
3) Bagaimana cara bapak/ibu guru life skill melibatkan
peran serta murid agar aktif dengan tetap
mempertahankan suasana kelas yang kondusif?
Peneliti menyimpulkan bahwa peran serta guru
sebagai bagian dari aspeknya yaitu model mereka
melakukan berbagai cara agar murid tetap aktif namun
tetap mempertahankan suasana kelas yang kondusif
59
yaitu memperhatikan dari sisi media yang harus menarik
bagi murid serta peran serta guru yang paling
berpengaruh mengelola berbagai teknik mengajar.
Jumlah media yang harus seimbang dengan jumlah
murid, guru melakukan berbagai macam teknik misalnya
menata murid membentuk lingkaran, mengelompokan
murid, serta melibatkan secara langsung murid dalam
praktek dengan adanya guru sebagai fasilitator yang
baik.
4) Sejauh mana bapak/ibu guru life skill mengetahui atau
memahami kondisi murid-murid anda?
Peneliti menyimpulkan bahwa guru di SD Master
Depok yang termasuk kedalam guru wali kelas sangat
mengetahui kondisi murid mereka, mulai dari aktivitas
mereka didalam dan diluar sekolah, kehidupan ekonomi,
serta peran serta orangtua murid. Tetapi untuk guru
bidang studi atau hanya seminggu sekali biasanya
mereka kurang begitu memahami kondisi murid dikarena
waktu mereka ketika mengajar hanya beberapa jam dan
hanya seminggu sekali bertemu dengan anak-anak.
Dilihat dari kondisi murid SD Master Depok peneliti
menyimpulkan sangatlah berbeda jika dibandingkan
dengan kondisi sekolah lain, tetapi pada dasarnya sifat
ilmiah seorang anak hanyalah anak-anak, karena
60
lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan
lingkungan keluargalah yang berpengaruh dalam
pembentukan karakter anak. Oleh sebab itu guru perlu
memahami karakteristik murid sehingga mudah
melaksanakan interaksi edukatif.
5) Apa saja hal-hal yang bapak/ibu guru life skill
rencanakan sebelum memberikan pembelajaran
terhadap murid?
Peneliti menyimpulkan jawaban dari beberapa
informan hal-hal yang guru life skill rencanakan sebelum
memberikan pembelajaran terhadap murid yaitu dengan
berkoordinasi dengan guru kelas materi serta bahan apa
yang cocok untuk diajarkan kepada murid, sesuai atau
tidak dengan kondisi murid-murid. Koordinasi antara
guru life skill dengan guru kelas biasanya seminggu
sebelum mereka melakukan kegiatan pembelajaran atau
H-1 untuk mempersiapkan alat dan bahan serta
memberitahukan kepada murid apa saja yang harus
mereka siapkan untuk besok. Dalam merencanakan
pembelajaran antara guru dengan guru atau guru
dengan murid hanya sebatas komunikasi saja, guru
tidak membuat perencanaan pembelajaran atau
administrasi, mereka melakukan proses pembelajaran
secara otodidak.
61
Kondisi adalah berbagai pengalaman belajar yang
dirancang agar murid dapat mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Merencanakan pembelajaran salah satunya
adalah menyediakan kesempatan pada murid untuk
belajar belajar sesuai dengan gaya belajarnya sendiri.
Perencanaan ini sangat penting diperlukan bagi
guru-guru baru dan bagi guru-guru yang baru memulai
tugasnya di suatu sekolah. Dari permulaan tugasnya itu
guru perlu mengadakan serangkaian penyesuaian diri
terhadap situasi-situasi baru. Kendatipun mungkin tidak
semua tersedia di sekolah, namun guru berusaha
dengan melakukan komunikasi dengan wali kelas,
maupun dengan murid.
6) Bagaimana cara bapak/ibu guru life skill memberikan
pembelajaran sesuai dengan kondisi murid?
Menurut pandangan peneliti dari berbagai
informan, cara guru life skill memberikan pembelajaran
sudah sesuai dengan kondisi murid. Karena jenjang
Sekolah Dasar adalah jenjang awal terbentuknya
karakter serta bakat anak mulai menonjol di jenjang ini,
guru memberikan materi pembelajaran mulai dari yang
mudah misalnya dalam pembelajaran life skill
(vokasional) anak diberikan materi pembelajaran dasar
berupa cara menempel, menjahit dasar, menggambar,
62
menari, dan lain-lain. Untuk guru life skill atau bidang
studi yang datang seminggu sekali yang kurang
mengetahui kondisi murid mereka meminta bantuan
guru kelas untuk mengarahkan atau menggali informasi
tentang bakat murid. Karena kondisi setiap murid
berbeda-beda, guru tidak begitu mengharuskan setiap
murid untuk mengikuti pembelajaran life skill jika mereka
tidak meyukainya, biasanya mereka dialihkan dengan
pembelajaran akademik untuk mengejar ketertinggalan
materi.
7) Metode apa yang sering bapak/ibu guru life skill
terapkan dalam pembelajaran life skill?
Metode mengajar berhubungan erat dengan
prinsip-prinsip pembelajaran yang relevan dan juga
dapat membangkitkan gairah belajar anak didik dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Peneliti menyimpulkan
metode yang digunakan guru dalam proses
pembelajaran life skill yaitu sesuai teknis pada
berlangsungnya proses pembelajaran, tidak ada
perencanaan terlebih dahulu. Guru sebagai perencana
menuntut agar senantiasa direlevensikan dengan
metode belajar yang serasi, tetapi dalam peran guru
disini hanya sebatas mengatur posisi murid, seperti
membuat lingkaran dan dikelompokkan. Guru sebelum
63
memberikan praktek langsung kepada murid biasanya
guru mendemostrasikan terlebih dahulu didepan kelas.
Metode demonstrasi ialah suatu metode yang digunakan
untuk memperlihatkan suatu proses atau cara kerja
suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran
Djamarah (2010: 174). Metode ini menghendaki guru
lebih aktif dari pada murid.
8) Bagaimana cara bapak/ibu guru mengetahui
perkembangan murid melalui pembelajaran life skill?
Peneliti menyimpulkan jawaban dari informan, cara
guru mengetahui perkembangan murid-murid mereka
dengan melihat perkembangan murid dari waktu ke
waktu dan hasil karya murid dari minggu per minggu.
Guru life skill di SD Master Depok tidak terpaku pada
nilai jika memberikan penilaian terhadap hasil karya
murid, tetapi guru dan pihak sekolah pun lebih menjadi
fasilitator yang baik bagi murid. Setiap murid diberikan
motivasi untuk selalu berusaha dan belajar, jika murid
yang sudah mempunyai bakat atau kurang dibidang
tersebut guru juga mempunyai catatan tersendiri.
Perkembangan murid bisa dilhat dari catatan guru life
skill yang menginformasikan kepada guru kelas. Karena
sejatinya seorang guru hendaknya senantiasa secara
64
terus-menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai
oleh murid dari waktu ke waktu.
9) Manfaat apa saja yang didapatkan murid melalui
pembelajaran life skill?
Peneliti menyimpulkan dari jawaban informan
bahwa manfaat yang didapatkan murid melalui
pembelajaran life skill sangat banyak, mulai dari
kecakapan vokasional, kecakapan sosial, serta
kecakapan sosial. Kecakapan vokasional yang
dimaksud adalah murid SD Master dalam pembelajaran
life skill mampu membuat kerajinan seperti cara menjahit
dasar, menempel, membuat manik-manik, dan lain-lain.
Selain kecakapan vokasional manfaat yang didapatkan
oleh murid yaitu terlatihnya kecakapan sosial, murid
dapat berkomunikasi dan bekerjasama antar sesama
murid, murid dengan guru, serta murid dengan orang
lain. Orang lain yang dimaksud adalah para tamu-tamu
yang berkunjung ke Sekolah Master Depok, entah itu
mahasiswa ataupun relawan dengan menawarkan hasil
karya murid kepada tamu-tamu. Kecakapan personal
pun menjadi salah satu yang terpenting, murid akan
lebih mengenal dirinya sendiri, menjadi lebih mandiri,
mereka dapat mengenal dan memahami bakat yang
65
mereka yang sepatutnya harus dikembangkan melalui
pembelajaran life skill.
Selain dari kecakapan tersebut murid kelas IV
dan VI yang termasuk kedalam kelompok anak jalanan
memperoleh manfaat dari pembelajaran life skill yaitu
murid dapat mengembangkan bakat yang mereka
peroleh, menjual berbagai macam produk yang mereka
buat, yang lebih penting yaitu mereka menomor satukan
sekolah, karena dalam pembelajaran life skill murid lebih
aktif menggunakan psikomotornya yang mengakibatkan
mereka senang dengan pembelajaran tersebut, dan
mereka akan lebih bersemangat untuk sekolah.
10) Apakah sebelum pelajaran dimulai bapak/ibu guru life
skill terlebih dahulu mengatur ruangan kelas?
Peneliti menyimpulkan jawaban dari informan
bahwa guru dalam pembelajaran life skill sebelum
melaksanakan kegiatan pembelajaran mereka tidak
begitu aktif dalam pengaturan ruangan kelas, karena
dengan kondisi kelas yang apa adanya. Dimaksud apa
adanya yaitu tidak adanya meja dan kursi murid,
begitupun dengan tempat duduk guru, yang tersedia
adalah papan tulis putih. Mengatur tata ruang kelas
padahal sangat berperan bagi anak sebab akan
menimbulkan semangat belajar mereka, memperendah
66
kadar kebosanan murid jikalau mereka selalu belajar
diruang kelas.
11) Bagaimana cara bapak/ibu guru life skill mengatur
ruangan kelas?
Peneliti menyimpulkan bahwa biasanya dalam
mengatur ruangan kelas guru tidak pernah, tetapi
mereka mengatur posisi duduk anak dengan cara guru
membuat sebuah lingkaran yang dikelilingi oleh murid.
Dikarenakan kelas atau ruangan yang mereka pakai
hanya terdapat papan tulis sebagai media pembelajaran.
Dalam upaya melayani kegiatan belajar murid yang
optimal sebenarnya pengelompokan anak didik
mempunyai arti penting. Guru yang merencanakan
pembentukan kelompok-kelompok belajar perlu
memikirkan tentang kelompok-kelompok yang akan
dibentuk.
12) Apakah bapak/ibu memiliki tata tertib tersendiri dalam
pembelajaran life skill terhadap murid?
Peneliti menyimpulkan bahwa guru dalam
pembelajaran life skill sebagian memiliki tata tertib
tersendiri. Contoh yang sederhana adalah ketika murid
tidak masuk lebih dari batas waktu yang telah disepakati
murid dengan guru sebelumnya mereka tidak
diperbolehkan mengikuti pembelajaran tersebut karena
67
dianggap dapat mengganggu teman-teman yang sudah
serius menekuni. Tetapi kembali lagi sesuai dengan
kondisi murid di SD Master yang berbeda dengan
kebanyakan SD lainnya guru sangat begitu memaklumi
karakter serta kondisi murid-murid, mereka tidak
diberikan paksaan atau tuntutan yang mengharuskan
mereka lakukan, tetapi diserakan ke murid mau atau
tidak mereka belajar dengan serius atau hanya ingin
bermain-main. Karena yang menjadi pedoman di SD
Master Depok salah satunya adalah murid yang mau
belajar dan mau sekolah saja itu sudah dikatakan cukup
oleh guru.
13) Apakah bapak/ibu membuat laporan akhir atau
administrasi guru?
Peneliti menyimpulkan bahwa peran guru sebagai
pemimpin serta bertindak sebagai pengurus kelas tidak
begitu bergelut dengan administrasi atau laporan akhir.
Guru life skill tidak memberikan penilaian berupa angka
kepada guru kelas, tetapi mereka hanya memberikan
informasi atau sekedar catatan perkembangan setiap
anak yang sudah mahir dan belum. Selanjutnya
penilaian diserahkan kepada guru kelas masing-masing.
14) Berasal dari manakah bahan maupun alat yang
digunakan murid dalam pembelajaran life skill?
68
Peneliti menyimpulkan dari hasil wawancara yaitu
pembelajaran keterampilan salah satunya keterampilan
membuat prakarya merupakan pembelajaran yang
begitu banyak mengeluarkan berbagai macam alat dan
bahan agar dapat membuat prakarya yang bagus dan
bermanfaat. Adapun alat dan bahan yang digunakan
murid dalam pembelajaran life skill berasal dari guru life
skill itu sendiri dan guru kelas. Contoh untuk alat dan
bahan yang digunakan yaitu lem, bahan fanel, benang,
manik-manik, kertas warna, dan lain-lain. Murid hanya
membawa alat yang mereka punya seperti gunting dan
barang-barang bekas pakai. Biasanya mereka mendaur
ulang barang-barang bekas pakai agar dimanfaat
menjadi sesuatu benda yang lebih berguna.
15) Apakah hasil karya murid dapat dijadikan manfaat atau
peluang berbisnis bagi murid?
Peneliti menyimpulkan bahwa hasil karya murid
dapat dijadikan manfaat atau peluang berbisnis. Manfaat
bagi murid yaitu mereka dapat melatih emosional,
kemandirian, dapat membuat karya, dan tak kalah
penting yaitu mengetahui bakat-bakat mereka. Peluang
berbisnis masih dalam tahap awal yaitu
memperkenalkan serta menawarkan kepada tamu-tamu
yang datang ke SD Master untuk membelinya. Dalam
69
hasil pembelian tersebut upah diberikan kepada murid
yang menjual dan untuk sekolah untuk pembelian bahan
berikutnya atau inventaris.
16) Pengalaman apa yang bapak/ibu dapatkan selama
menjadi guru di SD Master Depok?
Peneliti menyimpulkan bahwa pengalaman guru
yang didapatkan selama menjadi guru di SD Master
Depok terdapat banyak suka duka yang mereka alami.
Sejak mereka datang hingga mengajar di SD Master
Depok perasaan takjub dan miris melihat kondisi murid-
murid yang begitu termotivasi untuk belajar apapun
keadaan mereka dan kondisi mereka. Guru lebih harus
memahami kondisi anak yang berbeda satu sama lain,
seperti halnya diluar sekolah mereka harus membantu
orangtuanya mencari uang untuk kebutuhan sehari-hari.
Dikatakan bahwa guru di SD Master Depok mengajar
dengan murid yang mau belajar, jika mereka tidak mau
belajar guru tidak memaksakan. Suka dalam mengajar
di SD Master Depok karena guru-guru termotivasi
karena murid yang mereka ajarkan sudah mulai
berkembang, dari mereka yang belum bisa membaca
menjadi bisa, belum bisa menghitung menjadi bisa, tata
krama yang kurang menjadi sopan santun terhadap
orang yang lebih tua dan sebagainya. Mereka
70
menganggap sebuah tantangan untuk mengajar dan
menjadikan murid mereka menjadi lebih bisa. Walaupun
tidak ada upah yang mereka terima disetiap bulannya,
tapi mereka ikhlas untuk mengajar serta mendidik anak-
anak. Di sekolah Master Depok memang guru-guru yang
ikut mendidik dan mengajar dikatakan relawan. Guru life
skill yang menjadi relawan ada juga yang hanya
mengajar satu minggu sekali, mereka kurang begitu
mengenal kondisi setiap murid di karenakan mereka
tidak selalu ada di sekolah, terkadang waktu mereka
mengajar seminggu sekali pun hanya satu kelas atau
ada halangan untuk mengajar. Menjadikan murid tidak
selalu belajar pembelajaran life skill secara teratur.
b. Deskripsi Hasil Wawancara Anak Jalanan
Peneliti memberikan kesimpulan dari hasil wawancara
bahwa pihak sekolah tidak begitu mempermasalahkan usia
anak mereka seharusnya seperti sekolah-sekolah lainnya.
Mereka hanya memotivasi anak jika mereka mau belajar
sekolah adalah tempatnya, sedangkan juga mereka tidak
mau belajar tidak ada paksaan dari pihak manapun. Rata-
rata usia anak kelas IV yaitu 10 sampai 11 tahun,
sedangkan usia anak kelas VI yaitu 11 sampai 18 tahun.
Seperti yang tertulis dihadist bahwa menuntut ilmu mulai
dari buaian sampai keliang lahat, tidak masalah usia, tidak
71
mengenal laki-laki atau perempuan, tidak masalah dari
mana mereka berasal, ilmu harus tetap dicari. “Barang
siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan
mudahkan jalan baginya ke Surga” (HR.Muslim).
Pengambilan sampel kelas IV dan VI SD dikarenakan untuk
kelas bawah belum terlalu efektif dalam pembelajaran life
skill.
Data murid SD Master Depok bertempat tinggal rata-
rata adalah daerah Depok dan sekitarnya. Karena pada
dasarnya lingkungan sangat berpengaruh pada aktivitas
maupun karakter sesorang. Anak jalanan yang bersekolah
di SD Master Depok mereka mulai masuk kelas I SD,
banyak juga diantara mereka dengan orang tua merantau
ke Ibukota dan bersekolah disini.
Pekerjaan orangtua murid yang termasuk kedalam
golongan anak jalanan tidak lebih hanya untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Sebagaian diantara mereka
pula sudah menjadi anak yatim. Masalah ekonomi pun
menjadi jembatan antara sekolah dan aktivitas mereka.
Aktivitas mereka selain bersekolah yaitu melakukan
berbagai pekerjaan untuk membantu ekonomi orangtua.
Jualan tisu, ngamen, menjual aqua, ojek payung, menjual
kantong plastik hal biasa yang mereka lakukan sehabis
sepulang sekolah.
72
Aktivitas yang mereka lakukan biasanya ketika pagi
hari mereka bersekolah untuk menuntut ilmu dan bermain
dengan teman-teman, sepulangnya dari sekolah mereka
banyak yang melakukan aktivitas bermain dengan teman-
teman rumah, mengaji serta beristirahat. Matahari mulai
terbenam mereka banyak melakukan aktivitas seperti
ngamen, berjualan tisu dan sebagainya. Tempat yang biasa
mereka jajaki yaitu stasiun atau tempat keramaian,
dikarenakan jarak rumah dengan aktivitas mereka bisa
dikatakan tidak terlalu jauh.
Mengutip dari apa yang dikatakan presiden pertama di
Indonesia berkata “Gantungkan cita-citamu setinggi langit”.
Maka inilah yang peneliti analisis mengenai cita-cita murid
SD Master Depok yang tergolong anak jalanan, cita-cita
mereka tidak rendah, jalan pemikiran mereka lebih dewasa,
dan sikap madiri mereka yang menjadi tameng utama yang
bisa mereka andalkan untuk menggapai cita-cita mereka.
Cita-cita mereka beragam mulai dari menjadi guru, TNI,
Dokter, Polisi, dan lain-lain. Jawaban mereka ketika
ditanyakan alasan cita-cita mereka seperti halnya anak-
anak seumuran mereka yang berbagai macam untuk dapat
membanggakan Indonesia serta membantu banyak orang
terutama ekonomi orangtua mereka.
73
Cara murid melakukan kerjasama antar teman kelas
yaitu dalam proses pembelajaran, mereka banyak
melakukan aktivitas bersama seperti kebanyakan anak-
anak di SD lainnya. Misalnya dalam mengerjakan tugas,
dalam membantu antar murid, dan lain-lain. Mereka
melakukan kegiatan diluar aktivitas seperti ngamen, ojek
payung dan semacamnya bersama dengan lingkungan
bermain mereka, bukan hanya lingkungan bermain tetapi
faktor keluarga yang paling dominan. Banyak mereka
lakukan kegiatan tersebut dengan saudaranya atau
membantu orangtuanya.
Berbagai macam manfaat positif yang mereka
dapatkan dari pembelajaran life skill, mulai dari mereka
lebih banyak ilmu baru untuk membuat sebuah karya,
interaksi terhadap guru, murid dan orang lain,
menumbuhkan sikap percaya diri, disiplin, bertanggung
jawab serta mandiri.
Peneliti menyimpulkan bahwa pelajaran life skill yang
sudah diajarkan kepada mereka beragam mulai dari menari,
menggambar, membuat karya, futsal, dan lain-lain. Tetapi
berputarnya waktu mulai menyusut dari kurangnya guru
relawan untuk mengajar pembelajaran life skill
mengakibatkan sub-sub pembelajaran pun semakin
mempersempit. Materi pembelajaran life skill untuk anak
74
laki-laki biasanya mereka lebih menyukai menggambar, dan
bagi anak perempuan mereka senang merajut serta
membuat kreasi lainnya.
Pertanyaan peneliti mengenai pentingnya sekolah
bagi kehidupan mereka mendatang mereka beranggapan
bahwa sekolah sangat penting bagi mereka kelak untuk
masa depan yang cerah dan dapat mengubah nasib
mereka yang kurang beruntung, terutama membantu faktor
ekonomi keluarga.
Keterampilan yang mereka buat beraneka ragam
mulai dari membuat hasil karya, contoh merajut,
menggambar, membuat gelang, bando, membuat tempat
tissu dan lain-lain. Serta keterampilan menari, teater, futsal
dan lain-lain. Langkah-langkah membuat keterampilan
melalui berbagai step. Guru bertugas sebagai fasilitator
yang baik bagi murid, mereka melakukan berbagai teknik
dan metode belajar salah satu contohnya yaitu demonstrasi.
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara
memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan
melakukan kegiatan, baik secara langsung maupun melalui
penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok
bahasan atau materi yang disajikan.
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk membuat
keterampilan disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan,
75
misalnya dalam membuat keterampilan manik-manik sudah
pasti bahan utama yang dibuthkan yaitu aneka macam
manik-manik yang menarik, benang kenur untuk
menyambungkan manik-manik, gunting sebagai alat bantu,
dan lain-lain. Sedangkan alat dan bahan yang dibutuhkan
dalam membuat hiasan bando adalah bahan fanel, gunting,
lem, dan lain-lain. Peneliti menyimpulkan alat dan bahan
yang dibutuhkan dalam membuat keterampilan yaitu bahan
dan alat yang sederhana namun dapat menjadi sebuah
hasil karya yang menarik dan bermanfaat, dikatakan
sederhana karena dilihat dari perkembangan dan kondisi
murid yang masih dikatakan sebagai dasar. Alat dan bahan
yang dipergunakan juga bisa didapatkan dari barang-
barang bekas contohnya anak-anak membuat tempat
sampah dari koran bekas.
C. Interpretasi Hasil Penelitian
1. Peran Guru dalam Pembelajaran Life Skill Anak Jalanan di
SD Master Depok
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap “Peran guru
dalam pembelajaran life skill anak jalanan di SD Master
Depok”, bahwa peran guru dalam pembelajaran life skill sangat
berperan dalam pembentukan kinerja motorik, afektif, dan
kognitif anak. Menurut Taksonomy Bloom yang diterjemahkan
oleh (Utari, Retno 2016: 3), kemampuan kognitif merupakan
76
kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Faktor dasar yang berpengaruh menonjol pada
kemampuan kognitif dapat dibedakan dalam bentuk lingkungan
alamiah dan lingkungan yang dibuat. Tujuan afektif mengenai
perkembangan sikap, perasaan, nilai-nilai yang disebut juga
perkembangan moral. Sedangkan tujuan psikomotorik adalah
menyangkut perkembangan keterampilan yang mengandung
unsur-unsur motorik sehingga siswa mengalami perkembangan
yang maju dan positif.
Kemampuan kognitif murid dalam pembelajaran life skill
yaitu murid bukan banyak memperoleh ilmu akademik saja
tetapi juga non akademik sedangkan kemampuan afektif, murid
banyak memperoleh ilmu bagaimana cara menghargai orang
yang lebih tua, menghargai karya sendiri maupun orang lain,
dan lain sebagainya. Kemampuan motorik adalah kemampuan
yang sangat berperan dalam pembentukan perkembangan
murid mulai dari penguasaan teknik dan prosedur dalam
pembuatan sebuah keterampilan. Misalnya dalam
pembelajaran life skill membuat manik-manik, tempat sampah
yang hasilnya akan dijual untuk kesinambungan dalam
pembelian alat serta bahan untuk pembelajaran berikutnya.
Anak jalanan di Sekolah Master Depok termasuk
kedalam kelompok children on the street yang dinyatakan oleh
77
Suyanto (2010: 201) yakni, anak-anak yang mempunyai
kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih
mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka.
Sebagaian penghasilan mereka di jalan diberikan kepada
orangtuanya.
Temuan penelitian mengenai relawan di sekolah Master Depok
adalah sekolah tidak menuntut ketentuan apa-apa mengenai
kriteria relawan yang harus megajar di sekolah tersebut
dikarenakan memang kurangnya Sumber Daya Manusia
terutama untuk guru, sekolah hanya mengharapkan bagi setiap
guru untuk konsisten dalam mengajar serta mendidik murid
agar pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Mereka
menganggap sebuah tantangan untuk mengajar dan
menjadikan murid mereka menjadi lebih bisa. Walaupun tidak
ada upah yang mereka terima disetiap bulannya, tapi mereka
ikhlas untuk mengajar serta mendidik anak-anak.
Di sekolah Master Depok memang guru-guru yang ikut
mendidik dan mengajar dikatakan relawan. Guru life skill yang
menjadi relawan ada juga yang hanya mengajar satu minggu
sekali, mereka kurang begitu mengenal kondisi setiap murid di
karenakan mereka tidak selalu ada di sekolah, terkadang waktu
mereka mengajar seminggu sekali pun hanya satu kelas atau
ada halangan untuk mengajar. Menjadikan murid tidak selalu
belajar pembelajaran life skill secara rutin.
78
Mengenai peran guru dalam pembelajaran life skill
terlihat dari adanya guru kelas ikut berpartisipasi dalam
mengajar pembelajaran life skill. Peneliti melakukan
pengamatan dan jawaban yang diberikan oleh informan yaitu
kepala sekolah, guru kelas, murid, dan guru life skill. Peran
guru dalam aspek sebagai model, setelah melakukan berbagai
teknik pengumpulan data bahwa guru dapat menciptakan iklim
kelas yang menyenangkan tidak terlepas dari memperhatikan
kondisi murid-murid. Kondisi murid yang dikatakan berbeda
dengan murid sekolah lain yang dari segi fasilitas dan SDM
yang mencukupi berbeda dengan SD Master yang kurang bisa
dikatakan sebagai sekolah yang kurang diperhatikan oleh
pemerintah.
Menurut Irene (2008: 36) relawan adalah seorang atau
sekelompok orang yang secara ikhlas karena panggilan
nuraninya memberikan apa yang dimilikinya (pikiran, tenaga,
waktu, harta, dan yang lainnya) kepada masyarakat sebagai
perwujudan tanggung jawab sosialnya tanpa mengharapkan
pamrih baik berupa imbalan (upah), kedudukan, kekuasaan,
ataupun kepentingan maupun karir. Dari pernyataan tersebut
dapat dikatakan bahwa SDM yaitu guru di Sekolah Master
Depok adalah relawan dengan jumlah 12 orang, 1 orang
sebagai kepala sekolah, 2 orang sebagai guru life skill, dan 9
orang guru wali kelas, dengan jumlah murid lebih dari 250
79
orang. Kadang kala relawan datang membantu untuk mengajar
seperti mahasiswa, mereka pun tidak bertahan lama. Kondisi
tersebut berdampak pada terhambatnya proses pembelajaran
murid.
Peran guru sebagai perencana menuntut agar
perencanaan senantiasa direlevansikan dengan kondisi
masyarakat, kebiasaan belajar murid, pengalaman dan
pengetahuan murid, metode belajar yang serasi, serta materi
yang sesuai dengan minatnya. Dalam perannya sebagai
perencana, guru di SD Master Depok sudah mengetahui
kondisi-kondisi muridnya dari ekonomi maupun karakter murid,
tetapi beda halnya dengan guru relawan yang datang
seminggu sekali untuk mengajar life skill, mereka belum begitu
mengetahui kondisi serta karakter murid.
Guru di SD Master Depok dalam melaksanakan
pembelajaran life skill, sebelumnya kurang merencanakan
pembelajaran seperti tidak adanya administrasi yaitu Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran ataupun silabus pembelajaran.
Guru relawan yang datang seminggu sekali di SD Master
Depok merencanakan pembelajaran hanya sebatas
memberikan informasi verbal kepada guru wali kelas, biasanya
mereka menginformasikan seminggu sebelum pembelajaran.
Materi yang diberikan kepada murid sudah sesuai dengan
kondisi mereka, karena guru sudah memahami karkater serta
80
kondisi murid. Dalam melaksanakan proses pembelajaran tidak
terlepas dari metode yang digunakan untuk tercapainya tujuan
pembelajaran, tetapi dari beberapa teknik pengumpulan data
guru kurang memahami teknik serta metode, mereka hanya
menerapkan sesuai dengan kondisi dilapangan. Contohnya
membuat kelompok belajar serta mengatur posisi duduk
membentuk lingkaran.
Peran guru sebagai pendiagnosa kemajuan belajar murid
dengan cara mengetahui perkembangan murid melalui
pembelajaran life skill adalah melihat berbagai hasil karya
murid dari kemajuan serta keterampilan mereka secara
bertahap. Manfaat pembelajaran life skill bagi murid dapat
gambar dari keaktifan dalam belajar, timbulnya motivasi positif,
komunikasi yang baik, dan melatih kepercayaan diri pada
masing-masing murid.
Guru dalam aspek perannya sebagai bertindak sebagai
pemimpin memiliki indikator sebagai pengurus rumah tangga
kelas, dengan cara memiliki tata tertib tersendiri, misalnya
dalam pembelajaran life skill murid mendapatkan hadiah
berupa tiga sampai empat kali absen dalam pembelajaran life
skill tidak diperkenankan mengikuti pembelajaran life skill
diminggu berikutnya tanpa terkecuali adanya alasan yang jelas.
Dalam peran guru sebagai pemimpin, guru kurang mengatur
ruangan kelas karena dilihat dari kondisi kelas yang apa
81
adanya, jadi kurang begitu maksimal jika guru mengatur tata
ruangan.
Guru dalam pembuatan administrasi serta laporan hasil
karya murid dalam pembelajaran life skill hanya sebatas
catatan fisik mengenai hasil karya murid, catatan fisik tersebut
bukan berupa nilai tapi berupa gambaran umum
perkembangan murid, cara ini dilakukan oleh guru life skill atau
guru tidak tetap, kemudian hasil catatan atau informasi
diberikan kepada guru kelas yang bertugas untuk memberikan
nilai.
Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan yang
sengaja dibuat dan digunakan demi pencapaian tujuan
pendidikan tertentu. Alat dan bahan yang digunakan dalam
pembelajaran murid berasal dari guru life skill tersendiri,
biasanya guru menyediakan alat dan bahan yang mereka
punya untuk praktek murid membuat suatu keterampilan. Akan
tetapi murid juga membawa alat yang mereka punya
contohnya gunting, bahan yang mereka bawa seperti barang-
barang daur ulang. Hasil karya murid dari hasil tangan mereka
sendiri dapat dijadikan manfaat atau peluang berbisnis dengan
cara menjual serta menawarkan hasil karya mereka kepada
tamu yang datang ke SD Master Depok, atau menjualnya
diluar. Pengalaman yang diperoleh murid maupun guru dari
pembelajaran life skill begitu banyak manfaatnya mulai dari
82
keterampilan komunikasi, keterampilan vokasional,
keterampilan sosial, dan keterampilan personal.
Manfaat yang didapat murid yang termasuk kedalam
anak jalanan yang berada dikelas IV dan VI selain dari
kecakapan personal, sosial, akademik, dan vokasional yaitu
murid dapat mengembangkan bakat yang mereka peroleh,
menjual berbagai macam produk yang mereka buat, yang lebih
penting yaitu mereka menomor satukan sekolah, karena dalam
pembelajaran life skill murid lebih aktif menggunakan
psikomotornya yang mengakibatkan mereka senang dengan
pembelajaran tersebut, dan mereka akan lebih bersemangat
untuk sekolah. Hasil karya murid juga dapat dijadikan manfaat
atau peluang berbisnis. Manfaat bagi murid yaitu mereka dapat
melatih emosional, kemandirian, dapat membuat karya, dan tak
kalah penting yaitu mengetahui bakat-bakat mereka.
Sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa peran guru
dalam pembelajaran life skill anak jalanan di SD Master Depok,
dapat dikatakan bahwa guru telah melakukan perannya dalam
pembelajaran life skill dilihat dari guru kelas dapat turun
langsung memberikan pembelajaran mengenai life skill. Hanya
saja kurang berperan sebagai perencana dan pemimpin dalam
arti membuat laporan akhir atau administrasi guru. Seperti yang
diakatakan Purwanto (2014: 14), semua kegiatan sekolah akan
dapat berjalan lancar dan berhasil baik jika pelaksanaannya
83
melalui proses-proses yang menuruti garis fungsi administrasi
pendidikan tersebut.
2. Hambatan yang di hadapi guru dalam pembelajaran life
skill anak jalanan di SD Master Depok
Proses pembelajaran pasti mempunyai hambatan untuk
tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang maksimal.
Peneliti menyimpulkan hambatan-hambatan dalam
pembelajaran life skill di SD Master Depok, yaitu kurangnya
SDM seperti guru. Dapat kita analisis kurangnya sumber daya
manusia (guru) di SD Master Depok dikarenakan pada era ini
kebutuhan ekonomi semakin mencekik dan melambung tinggi,
pengajar dan pendidik di sekolah ini dikatakan sebagai
relawan, yang mempunyai loyalitas serta kepedulian yang
tinggi terhadap masalah sosial, maka dari itu guru yang
mengajar tidak diberikan upah.
Hambatan yang kedua mengenai SDM adalah
kurangnya pemahaman guru mengenai ilmu mengajar sebab
guru di SD Master Depok mayoritas berlatarbelakang sebagai
ibu rumah tangga. Ketiga, faktor dari fasilitas yaitu alat dan
bahan yang digunakan dalam pembelajaran life skill kurang
memadai, karena guru yang menyediakan bahan memakai
tabungan mereka pribadi. Keempat, faktor dari lingkungan
keluarga yaitu kurangnya peran orangtua. Karena pada
dasarnya keluarga, sekolah, dan masyarakat adalah satu
84
keutuhan lingkungan yang tidak bisa dilepaskan pada aktivitas
anak-anak. Lingkungan keluarga yaitu orangtua yang kurang
peduli terhadap perkembangan serta kebutuhan anak.
3. Solusi
Pada proses pembelajaran tidak terlepas adanya
hambatan dalam tercapainya tujuan pembelajaran, maka dari
itu hambatan tersebut perlu dibenahi dengan adanya solusi.
Dari hambatan mengenai SDM yaitu guru yang kurang
sebanding dengan jumlah murid, dikarenakan tidak adanya
upah yang diterima oleh guru. Peneliti menyimpulkan solusi
yang digunakan adalah peran pemerintah untuk
memperhatikan kondisi pendidikan terutama kesejahteraan
guru.
Hambatan mengenai kurangnya pemahaman guru
mengenai ilmu mengajar, peneliti memberikan solusi untuk
pemerintah berperan mendatangkan guru dibidangnya
contohnya guru psikologi untuk anak, serta memberikan
workshop atau pelatihan terhadap guru-guru di SD Master
Depok. Demikian pula halnya seorang guru professional, oleh
karena dia harus menguasai betul tentang seluk beluk
pendidikan dan pengajaran serta ilmu-ilmunya. Ditambah lagi
untuk menjadi guru dan memiliki keahlian khusus yang
diperlukan untuk jenis pekerjaan ini maka sudah dapat
dipastikan bahwa hasil usahanya akan lebih baik. Ketiga,
85
faktor fasilitas yaitu bahan yang kurang memadai, peneliti
memberikan solusi yaitu murid-murid memiliki tabungan di
sekolah, jadi disaat guru atau pihak sekolah dalam
pembelajaran life skill tidak tersedianya bahan, bisa membeli
menggunakan tabungan masing-masing anak. Keempat,
faktor lingkungan keluarga yaitu orangtua yang kurang andil
dalam memperhatikan perkembangan anak terutama di
sekolah, menurut peneliti solusi yang diberikan yaitu membuat
undangan pertemuan antara pihak sekolah dengan orangtua
wali murid. atau semacam pembinaan penyuluhan secara
berkala.
86
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan analisis yang
telah dilakukan mengenai peran guru dalam pembelajaran life skill
anak jalanan di SD Master Depok, maka dapat di rumuskan suatu
kesimpulan untuk menjawab permasalahan penelitian. Adapun
jawaban atas permasalahan penelitian ini adalah guru sangat
berperan dalam kegiatan pembelajaran life skill, karena
pembelajaran life skill didalamnya mencakup kecakapan personal,
kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional
yang sangat berpengaruh untuk kehidupan murid-murid mendatang
diperlukan bimbingan, arahan, serta motivasi yang kuat dari guru.
Tugas dan peran guru tidak hanya berupa materi tetapi non
materi, bukan hanya sebagai pengajar tetapi sebagai pendidik yang
professional. Mengetahui bakat-bakat murid mereka sejak dini,
mengetahui kondisi murid, serta apa yang dibutuhkan yang baik
bagi murid, karena guru adalah orang yang serba tahu menentukan
segala hal yang dianggap penting bagi murid. Pendidikan perlu
mengarahkan tingkah laku dan perbuatan itu menuju ke tingkat
perkembangan yang diharapkan. Potensi yang hidup itu perlu
mendapatkan kesempatan yang luas untuk berkembang, tanpa
pengarahan dari guru dikhawatirkan terjadi penyimpangan
perkembangan dari tujuan yang telah ditentukan.
87
Peran guru dalam pembelajaran life skill murid kelas IV dan
VI setelah dianalisis dari teknik pengumpulan data yang didukung
instrumen yang ada peran guru sudah memenuhi beberapa kriteria,
karena dari hasil pengumpulan data yang ada, bukan hanya guru
dibidang keterampilan saja yang berperan memberikan
pembelajaran keterampilan bagi murid, tetapi guru wali kelas turut
serta dalam pembelajaran life skill.
Selain itu guru berperan aktif mengetahui kondisi murid-
murid mereka, menyediakan alat dan bahan yang akan digunakan
dalam keterampilan murid, guru dapat melakukan perencanaan
sesuai dengan kondisi murid, guru dapat menciptakan suasana
kelas yang menyenangkan, serta guru dapat memperkirakan
perkembangan murid. Dengan demikian, maka guru dalam proses
pembelajaran dan pengembangan, murid harus dijadikan pusat dari
segala kegiatan, artinya keputusan-keputusan yang diambil dalam
perencanaan dan desain pembelajaran disesuaikan dengan kondisi
murid yang bersangkutan. Baik sesuai dengan kemampuan dasar,
minat dan bakat, motivasi belajar, dan gaya belajar murid itu
sendiri. seperti hasil yang telah ditelaah dalam pembelajaran life
skill murid mengasah bakatnya melalui keterampilan yang diberikan
oleh guru.
Hambatan dan solusi dalam pembelajaran life skill anak
jalanan di SD Master Depok adalah guru kurang berperan sebagai
pengurus rumah tangga kelas, seperti mengatur ruangan kelas, tata
88
tertib yang kurang tegas, metode belajar, serta tidak adanya
administrasi guru. Karena kurangnya pemahaman guru terhadap
ilmu-ilmu pengajaran, yang berlatarbelakang ibu rumah tangga.
Faktor organisasi kelas yang didalamnya meliputi jumlah murid
dalam satu kelas merupakan aspek penting yang dapat
memengaruhi proses pembelajaran.
Selanjutnya dari faktor penunjang yaitu alat dan bahan
dalam pembelajaran life skill yang kurang memadai, dan faktor
external yaitu lingkungan keluarga (orangtua) kurang berperan
dalam perkembangan anak di sekolah, orangtua seluruhnya
memberikan alih fungsi kepada sekolah. Pada proses pembelajaran
yang tertuju pada tujuan tercapainya maksimal dan sesuai dengan
yang diharapkan pastinya banyak hambatan yang perlu dilalui
maka dari itu perlu adanya solusi untuk tercapainya tujuan
pembelajaran, solusi dari hambatan dalam pembelajaran life skill
anak jalanan di SD Master Depok yaitu melakukan workshop atau
semacam pelatihan kepada guru-guru di sekolah, murid diwajibkan
mempunyai tabungan dan tidak ditentukan batas minimal
penabungan, serta mengundang antara pihak wali murid dengan
guru atau pembinaan atau semacam penyuluhan yang diberikan
kepada wali murid. Dengan adanya komunikasi dalam setiap
program sekolah adalah suatu proses terjalinnya silaturahmi serta
terwujudnya program sekolah yang diharapkan dapat berjalan
dengan lancar.
89
B. Saran
Berdasarkan analisis yang dilakukan dan melalui kegiatan
menyimpulkan serta implikasi yang telah diambil, maka dapat
diberikan masukan-masukan sebagai berikut:
1. Bagi Murid
Pembelajaran life skill sangat bermanfaat bagi kehidupan
murid mendatang mulai dari akademik dan non akademik,
kecakapan intrapersonal maupun interpersonal, agar dapat
mengenal bakat individu. Potensi yang hidup itu perlu
mendapatkan kesempatan yang luas untuk berkembang, tanpa
pengarahan dari guru dikhawatirkan terjadi penyimpangan
perkembangan dari tujuan yang telah ditentukan.
2. Bagi Guru
Dalam pembelajaran life skill guru harus lebih melihat dan
bergerak aktif mengenali bakat yang ada pada dalam diri setiap
murid, dan memberikan pembelajaran sesuai dengan kondisi
masing-masing murid dengan cara melakukan inovasi dan
kreativitas dalam memberikan proses pembelajaran. Selain
tampil mengajar, seorang guru juga harus memiliki pengetahuan
yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik.
3. Bagi Sekolah
Pada proses pembelajaran sekolah perlu aktif dalam
ruang lingkupnya dan komponen yang berperan dalam proses
pembelajaran, sekolah lebih memperhatikan kondisi murid,
90
guru, serta fasilitas pendukung dalam kegiatan pembelajaran.
Karena lingkungan sekolah berperan sebagai pengawas yang
memberikan umpan balik atau feedback tentang kualitas output
yang dihasilkan.
91
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal. 2015. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pres.
Akbar, Sa’dun Akbar. 2013. Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Damanik, Caroline. 2012. Sistem Pendidikan Indonesia Terendah di Dunia.(Artikel).27.11.2012(http://edukasi.kompas.com/read/2012/11/27/15112050/Sistem.Pendidikan.Indonesia.Terendah.di.Dunia) diakses 26 April 2017 Jam 10:24.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Edwita. 2010. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Profesionalisme Guru. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Farid, Muhammad. 2016. Pengembangan Life Skill Anak Jalanan di Sekolah Master Depok. (Skripsi). 11 Januari 2016 (repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32338/1/MUHAMMAD FARID) diakses 25/04/2017 Jam 07:49.
Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Grafika.
Irene, Uria Regina. 2008. Peran Relawan dalam Memberikan Pendampingan Kepada Anak Penderita Kanker dan Keluarganya. (Jurnal). 2008 (https://media.neliti.com/media/publications/65412-ID-peran-relawan-dalam-memberikan-pendampin.pdf). Diakses 1 Agustus 2018 Jam 21:00.
Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.
Komariah, Aan dan Satori Djam’an. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Kasyadi, dkk. 2014. Etika dan Profesi Kependidikan. Jakarta: PT Pustaka Mandiri.
Laila, Khoirun Nisfil. 2015. Altruisme pada Relawan Perempuan yang Mengajar Anak kebutuhan Khusus di Yayasan Anak Jalanan Bina Insan Mandiri. (Jurnal), 1 Juni 2017. (ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/article/view/1284/1144) Vol. 8. diakses 1 Agustus 2018 Jam 21:08.
Pemkot depok. 2010. Kepedulian Terhadap Anak Jalanan. (Artikel), Depok: Portal Resmi Pemerintah Kota Depok. 29.07.2010 (http://www.depok.go.id/29/07/2010/01-berita-depok/kepedulian terhadap-anak-jalanan) diakses 28 April 2017 Jam 20:05.
92
Raharjo, Mudjia. 2017. Studi Kasus Dalam Penelitian Kualitatif.Pdf. (Jurnal), (epository.uin-malang.ac.id/1104/1/Studi-kasus-dalam- penelitian kualitatif.pdf) diakses 4 Maret 2017.
Sardiman. 2014. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pres.
Slameto. 2015. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Soleh, Dudung Amir. 2010. Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Profesionalisme Guru. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Sugiyono. 2015. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
. 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sutikno, Sobry. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Lombok: Holistika.
Suyanto, Bagong. 2010. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sunarto dan Hartono,Agung. 2013. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Tuasikal, Muhammad Abduh. 2014. Keutamaan Mengajarkan Ilmu.
(Slideshare). 27 Agt 2014. (https://rumaysho.com/9641-
keutamaan-mengajarkan-ilmu.html) diakses 5 Agustus 2018 Jam
12:05.
Virdhani, Marieska Harya. 2013. Jumlah Anak Terlantar.(Artikel). 29-11-2013 dalam (ttps://metro.sindonews.com/read/811532/31/jumlah-anakterlantar-di-depok-meningkat-1385714007) diakses 25 April 2017 Jam 11:00.
Warsono dan Hariyanto. 2012. Pembelajaran Aktif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
93
Lampiran 1
Lembar Validitas Peran Guru
Lampiran 2
Lembar Validitas Anak Jalanan
94
95
96
97
Lampiran 2
Lembar Validitas Anak Jalanan
98
99
Variabel Aspek Indikator Pertanyaan
Pengembangan life skill
1. Kecakapan Personal
Murid dapat mengenalkan diri
1. Berapa usia kamu?
2. Kelas berapa kamu?
3. Dimana alamat rumah mu?
4. Sejak kelas berapa kamu mulai bersekolah disini?
2. Kecakapan Sosial
Murid dapat melakukan komunikasi
5. Apa pekerjaan orangtua kamu?
6. Apa saja aktivitas kamu selain sekolah?
7. Bagaimana cara kamu mengatur aktivitas kamu diluar dengan sekolah?
8. Apakah cita-cita kamu?
9. Kenapa kamu bercita-cita seperti itu?
10. Bagaimana cara kamu melakukan kerjasama antar teman sekelas?
11. Bagaimana cara kamu melakukan kerjasama dengan teman bermain?
3. Kecakapan Akademik
Murid dapat menunjukkan kemampuan berfikir alamiah
12. Manfaat apa yang kamu dapatkan dari pelajaran life skill?
13. Materi apa yang kamu sukai dalam pelajaran life skill?
14. Seberapa penting sekolah menurut kamu?
4. Kecakapan Vokasional
Murid dapat mencipta produk dengan menggunakan
15. Keterampilan apa saja yang pernah kamu buat?
16. Bagaimana langkah-
100
Lampiran 3
Sejarah Yayasan Bina Insan Mandiri
Sekolah Master atau Sekolah Masjid Terminal didirikan pada tahun
2000 akan tetapi pembelajaran baru bisa berjalan sekitar tahun 2002.
Pendirian sekolah gratis itu berawal dari keprihatinan Nurrohim akan nasib
konsep, prinsip, bahan, dan alat yang sesuai.
langkah untuk membuat sebuah keterampilan tersebut?
17. Alat dan bahan apa saja yang dibutuhkan untuk membuat keterampilan tersebut?
101
para anak jalanan disekitar terminal Depok yang tak tersentuh pendidikan
karena keterbatasan yang ada pada mereka. Pria kelahiran Tegal pada 3
Juli 1971 yang sempat mengenyam pendidikan formal sampai D-3 ini,
tergugah ketika melihat banyak anak-anak usia sekolah, remaja dan
pemuda yang tidak bersekolah berkeliaran di terminal dan sekitarnya.
Nurrohim beruntung memiliki modal untuk membuka usaha
mendirikan ruko-ruko kecil dan disewakan dengan orang-orang yang ingin
bekerja di pasar terminal. Pasca krisis moneter 1999 dia turut merasakan
dampaknya, dari 20 warteg miliknya, tinggal 4 warung yang tersisa. Ketika
itu terjadi penangguran dimana-mana, termasuk di Terminal Depok. Anak-
anak yang orang tuanya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK)
terpaksa putus sekolah dan sebagian dari mereka terlantar di jalanan.
Nurrohim berinisiatif menyelamatkan masa depan bagi anak-anak
korban krisis ekonomi ini atau putus sekolah dengan mendirikan sekolah.
Ketika itu dia berkenalan dengan sarjana dan remaja mesjid di Masjid Al
Muttaqien yang terletak di Terminal Depok. Bersama mereka kemudian
pelan-pelan mengumpulkan orang yang ingin belajar yaitu kelas 4,5,6 SD,
dan SMP karena tempatnya yang belum ada. Awalnya belajar di kios-kios
lalu tidak dapat menampung. Mereka kemudian membagi tugas
mengembangkan menjadi PKBM Bina Insan Mandiri, tujuannya
menampung mereka yang tidak mampu mendapatkan pendidikan yang
layak. Sekolah dengan luas tanah sekitar 6.000 meter, yang awalnya 1
hektar. Memiliki berbagai ruang kelas yang menampung seluruh siswa
dari mulai TK, SD, SMP, dan SMA, sebagian menempati bekas kontainer,
102
memiliki sekitar 2.000 siswa. Setelah mendapatkan izin dari pemerintah
kota Depok, Nurrahim akhirnya membangun sekolah dengan membuat
gedung SD, SMP, SMA, dan dilanjutkan TK.
Berawal dari pengajaran yang dilakukan di masjid terminal Depok,
lalu kios-kios kini disekitar masjid tersebut sudah didirikan beberapa ruang
kelas non permanen untuk kegiatan belajar mengajar dari bantuan
beberapa donator. Dengan motivasi yang kuat untuk membentuk
masyarakat yang cerdas, mandiri, kreatif, dan berbudi pekerti luhur PKBM
Bina Insan Mandiri memberikan pendidikan gratis bagi para dhuafa
melalui pendidikan kesetaraan. Tercatat 1200 warga yang sedang
menempuh pendidikan di PKBM Bina Insan Mandiri, dengan jumlah murid
SD sekitar 235 orang, mereka begitu antusias untuk mendapatkan hak-
hak pendidikannya yang selama ini terabaikan. Kehadiran PKBM Bina
Insan Mandiri menyelamatkan pendidikan anak yang terancam tidak bisa
melanjutkan pendidikan dasar dan menengah. (Wawancara Pak Nurrohim,
pendiri Sekolah Master).
Lampiran 4
Nama-nama Informan yang di Wawancarai
No Nama Keterangan L/P Tanggal
Penelitian
1 Bu Anti Kepala Sekolah P 9 Januari 2018
2 Bu Sri Wali kelas IV P 9 Januari 2018
3 Bu Tari Guru life skill P 17 Januari 2018
4 Bu Ikah Guru kelas IV P 16 Januari 2018
103
dan KTQ
5 Bu Mela Wali kelas VI dan Guru life skill
P 11 Januari 2018
6 Si Kelas IV L 9 Januari 2018
7 Bi Kelas IV P 9 Januari 2018
8 J Kelas IV L 9 Januari 2018
9 Di Kelas IV L 9 Januari 2018
10 I Kelas IV L 9 Januari 2018
11 Sa Kelas VI P 11 Januari 2018
12 N Kelas VI P 11 Januari 2018
13 Da Kelas VI L 11 Januari 2018
14 Ba Kelas VI L 11 Januari 2018
Lampiran 5
Lampiran 6
Kartu Menyaksikan Ujian Skripsi
104
Lampiran 6
Kartu Menyaksikan Ujian Skripsi
105
Lampiran 7
Kartu Bimbingan Skripsi
106
107
Lampiran 8
108
Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 9
Surat Balasan Penelitian
Lampiran 9
Surat Balasan Penelitian
109
Lampiran 10
Lembar Wawancara Kepala Sekolah, Guru Life Skill, dan Guru Wali
kelas IV dan VI sebagai Informan
110
2) Berkaitan dengan peran guru dalam pembelajaran, hal-hal apa saja
yang biasa menimbulkan kegaduhan dalam proses pembelajaran life
skill?
Bu Anti : “Kalo saya kan ngajarin life skill ngga pernah dan bukan
dalam bidang saya yaa, tapi kalo melihat anak belajar life skill sering..
kalo kegaduhan karena medianya kurang yaa sehingga mereka tidak
fokus dan tidak kondusif, contoh membuat bros bahannya sedikit”.
Bu Sri : “Biasanya karena terlalu banyak anak-anak dan kurangnya
alat itu sendiri”.
Bu Tari : “Yaa yang kaya tadi kaka liat itu sih kalau mulai tidak
kondusif anak-anak kayanya ga puas kalau tidak nanya, karena kan
tipe anak beda-beda, suka tidak percaya diri kalau tidak nanya”.
Bu Ikah : “Biasanya karena terlalu banyak anak-anak dan kurangnya
guru, jadi kurang bisa menghendel anak”.
Bu Mela : “Kalo hal yang dapat menimbulkan kegaduhan karena lebih
banyak anak, kalau udah lebih dari 20 aja saya sudah merasa kurang
efektif. Termasuk alat kami kekurangan dalam alat, misalnya dalam
pembelajaran life skill saya minta mereka untuk membawa gunting
tetapi ada yang tidak membawanya. Jadi mereka menunggu
temannya”.
17) Bagaimana cara bapak/ibu guru life skill menciptakan suasana kelas
yang menyenangkan?
111
Bu Anti : “Mungkin mereka dibikin bermain dan tidak mengejar
target, yang penting anak bisa dulu, dan kita motivasi bahwa hasil
karya mereka kita jual belikan dan keuntungannya kita bagi hasil”.
Bu Sri : “Biasanya mereka mengadakan lomba dan sudah siap
anak-anaknya”.
Bu Tari : “Saya juga kurang pandai mengajar mba, cuman saya
kasih pembelajaran yang menarik, dan tidak terlalu lama. Dan paling
tidak sebelum kita memulai kita sudah punya sempel dan kita kasih
perhatian kepada mereka”.
Bu Ikah : “Bikin mereka nyaman aja sesuai kondisi masing-masing
anak, agar mereka rajin belajar”.
Bu Mela : “Kalo saya yang menyenangkan pasti yang menarik,
contohnya seperti tadi mereka membuat gelang dengan nama mereka
masing-masing. Kalau yang tidak menarik mereka malah males
belajarnya, untuk minggu depan juga harus dipersiapkan pelajaran
apa yang menarik bagi mereka, walupun kondisinya harus keluar
bahan yang lumayan mahal yang penting mereka tertarik. Jadi macu
mereka dulu untuk motivasi, belajar pelan-pelan kalau mereka sudah
mahir mereka bisa nantinya bisa membuat apa saja. Jadi semangat
belajar mereka yang kita perhatikan terlebih dahulu”.
18) Bagaimana cara bapak/ibu guru life skill melibatkan peran serta murid
agar aktif dengan tetap mempertahankan suasana kelas yang
kondusif?
112
Bu Anti : “Pertama medianya harus pas dengan jumlah anak,
gurunya juga jangan sering izin agar anak-anaknya semangat”.
Bu Sri : “Mereka jangan sampai tidak ada pekerjaan”.
Bu Tari : “Dengan membuat kreasi yang simple-simpel aja dan
memberikan bahan masing-masing satu orang”.
Bu Ikah : “Misalnya kita belajar apa medianya apa dan komunikasi
mereka itu maunya gimana. Dan sangat dilibatkan murid. Pinter-pinter
kita ngatur anak misalnya dibagi-bagi mereka langsung dikasih materi
apa agar mereka langsung mengerjakan”.
Bu Mela : “Kalau kaya gitu saya biasanya perkelompok, misalkan
saya mau membikin bros karena bahannya sedikit. Satu kelompok 3
orang jadi bahannya tidak membuang-buang, dan yang bekerja
kelompok mereka sendiri. Jadi yang mempunyai gunting
dikelompokan dengan yang tidak punya, yang penting satu kelompok
bisa menutupi yang tidak ada. Kalau memang bahannya mencukupi
baru mereka sendiri-sendiri”.
19) Sejauh mana bapak/ibu guru life skill mengetahui atau memahami
kondisi murid-murid anda?
Bu Anti : “Kalau yang baru-baru datang kesini dan mengajar disini
belum, memang mereka sudah mengajar orang-orang lain akan tetapi
karakter anak-anak itu berbeda”.
Bu Sri : “Biasanya mereka bertanya dengan guru kelasnya dan
minta bantuan dengan guru kelas”.
113
Bu Tari : “Biasa sih, namanya anak-anak. Mengetahui kondisi
mereka, tapi tidak detail, saya kan paling sejam aja sama mereka dan
itu hanya memberi materi aja.”
Bu Ikah : “Waktu pertama kesini aku itu pusing, udah banyak anak
penuh juga, udah kayak di sauna. Kalau ini kan karena dibagi anak
yang belajar matematika dan pelajaran. Tapi semakin kesini semakin
kenal mereka dan kena di hati yang penting udah kenal mereka
gimana diluar, maaf misalnya mereka ngamen, entah jualan tisu,
entah ojek payung. Jadi mereka capek atau apa tapi tetap ada
konsekuensi juga di sekolah. Dan harus ada komunikasi dengan
orang tua, karena disini komunikai dengan orang tua yang kurang
berperan”.
Bu Mela : “Kalau saya karena sebagai guru kelas sekaligus guru life
skill dan datang setiap hari sudah memahami kondisi murid-murid
karena saya alumni disini juga. Kalau guru yang datang seminggu
sekali gitu mereka belum, jangankan untuk mengenal nama anak
masing-masing, kadang mereka mengkondisikan anak juga kualahan
dan kadang minta bantuan dengan guru kelas, jadi saya harus
menertibkan anak dahulu”.
20) Apa saja hal-hal yang bapak/ibu guru life skill rencanakan sebelum
memberikan pembelajaran terhadap murid?
Bu Anti : “Biasanya mereka menanyakan dulu ke kita, misalnya
anak-anak bikin ini bisa tidak, dan kita arahkan gurunya kalau anak-
anak itu seperti ini. Biasanya seminggu sebelumnya”.
114
Bu Sri : “Komunikasi dengan guru kelas, misalnya judul gambarnya
mau kaya gini gitu”.
Bu Tari : “Kordinasi dulu ke guru kelas kalau mau datang kesekolah
maksimal seminggu atau beberapa harinya mau bikin apa jadi murid
bisa bawa bahan yang ia punya. Semuanya diserahin ke saya mau
belajar apa”.
Bu Ikah : “Yaa kita mau bikin apa dulu. Kadang kita menanyakan ke
anak mau bikin apa, biasanya seminggu sebelumnya untuk prepare
barangnya”.
Bu Mela : “Kalau untuk merencanakan pembelajaran kita otodidak
yaa tidak secara rinci atau seperti membuat RPP dan silabusnya,
karena administrasinya keterbatasan. Maka kita hanya menyiapkan
bahan saja untuk pembelajaran besoknya. Misalnya saya buka-buka
youtube dulu cara membuat keterampilan yang menarik seperti apa,
baru saya cari bahannya. Jika bahannya yang dicari keterbatasan
maka saya kadang menyuruh anak untuk membawa barang yang
dibutuhkan untuk membuat keterampilan tersebut gitu, agar
mempermudah saya juga. Kalau yang daur ulang mereka bisa
mencari. Kalau untuk guru life skill yang datang seminggu sekali
biasanya mereka hanya memberi tahu seminggu sebelumnya kalau
mereka mau mengajar dan membuat apa gitu, saya serahkan ke dia
aja mau membuat apa. Jadi sehari sebelumnya saya memberitahu
anak untuk besok membawa gunting”.
115
21) Bagaimana cara bapak/ibu guru life skill memberikan pembelajaran
sesuai dengan kondisi murid?
Bu Anti : “Guru life skill menanyakan ke guru kelas biasanya”.
Bu Sri : “Yaa dengan menanyakan terlebih dahulu ke anak atau ke
guru kelas”.
Bu Tari : “Saya memberikannya melihat dulu dia saya beri ini belum
mampu jadi berikan yang lain gitu. Kaya tadi misalnya belom bisa
menjait saya skip jadi kita belajar nempel-nempel dulu aja”.
Bu Ikah : “Yaa dengan menanyakan terlebih dahulu ke anak jadi
mereka bisa dan semangat”.
Bu Mela : “Kalau untuk memberikan pembelajaran life skill saya kan
mengisinya hanya seminggu sekali, misalnya dalam pembelajaran life
skill anak laki-laki bakatnya menggambar ya kita tekenin untuk
menggambar ademisnya kurang, dari pada mereka nantinya gamau
belajar. Agar terlihat bakatnya mereka. Misalnya ada anak yang sudah
mahir mengerjakan sesuatu saya fokus di dia yang sudah bisa, yang
lain haya mengikuti aja”.
22) Metode apa yang sering bapak/ibu guru life skill terapkan dalam
pembelajaran life skill?
Bu Anti : “Metodenya biasa aja yaa langsung praktek. Paling
memberikan pemahaman ke anak”.
Bu Sri : “Metodenya kebutuhan aja”.
Bu Tari : “Bikin melingkar aja, jadi keliatan semua anaknya. Dulu pas
banyak anaknya pernah dikelompokin”.
116
Bu Ikah : “Kadang dikelompokin mereka ingin buat apa jadi sesuai
minat mereka aja. Kecuali makanan, mereka antusias dan ikut semua
dengan cara dikelompokin ada yang belender, memarut dan
sebagainya. Sebelumnya juga saya menjelaskan ke anak”.
Bu Mela : “Saya praktek dulu didepan anak-anak jadi saya bikin
lingkaran dulu nih saya ajarin langkah-langkahnya,anak-anak tinggal
mengikuti”.
23) Bagaimana cara bapak/ibu guru mengetahui perkembangan murid
melalui pembelajaran life skill?
Bu Anti : “Iyaa mereka punya nilai tersendiri, tapi tidak dalam bentuk
nilai, dan kita tidak memaksakan anak ikut tidaknya”.
Bu Sri : “Mereka punya catetan tersendiri dan melihat sendiri.
Biasanya anak kalau diberikan bukan dengan maunya dia mereka
marah, malah tidak mau belajar”.
Bu Tari : “Buat catatan siapa yang sudah bisa siapa yang belum dan
saya beritahu guru kelas, tapi saya ngga begitu hafal nama”.
Bu Ikah : “Dari hasilnya semakin hari semakin bagus gitu, ada nilai
jualnya juga. Hasilnya separuh untuk mereka separuh untuk membeli
bahan, dan siapa yang jual mereka yang dapat”.
Bu Mela : “Yaa itu dari hasil mereka bagus tidaknya, cara dia
mendesainnya bagaimana”.
24) Manfaat apa saja yang didapatkan murid melalui pembelajaran life
skill?
117
Bu Anti : “Jadi mereka lebih bisa mengasah bakat mereka dan juga
mandiri”.
Bu Sri : “Selain manfaatnya untuk dijual manfaat lainnya yaitu
mereka menjadi pintar dan mandiri. Misalnya ada kaka-kaka atau
bunda-bunda yang mengadakan bakti sosial mereka tawari hasil
mereka”.
Bu Tari : “Kalau keterampilan itu kata saya anak lebih berfikir kritis,
dia lebih mengeksplor dengan imajinasinya. Misalnya saya
mempunyai sempel untuk mereka tapi jika mereka ingin membuat
sesuatu yang beda silahkan. Kadang-kadang kreasi mereka bisa lebih
bagus mba”.
Bu Ikah : “Mereka bisa berfikir kritis, lebih kreatif, mereka juga jadi
dapat mengenal kalau keterampilan bukan hanya itu aja tapi banyak
yang lain dan mereka juga lebih bisa berkomunikasi dengan orang jika
mereka mau jual”.
Bu Mela : “Guru dapat mengetahui bakat mereka ada dibidang apa,
mereka sendiri pun dapat mengetahui bakat mereka”.
25) Apakah sebelum pelajaran dimulai bapak/ibu guru life skill terlebih
dahulu mengatur ruangan kelas?
Bu Anti : “Seadanya aja mba”.
Bu Sri : “Kadang-kadang”.
Bu Tari : “Nggasih begini aja mba”.
Bu Ikah : “Nggasih, paling kelompokin mba. Karena kalau sendiri-
sendiri bahannya kadang kurang. Karena sekolah tidak memberikan
118
tetapi guru sendiri untuk kegiatan tersebut. Kalau soal makanan
kadang anak-anak patungan Rp. 1.000 hasilnya untuk mereka sendiri,
tapi malah sering gurunya yang nombokin”.
Bu Mela : “Yaa..”
26) Bagaimana cara bapak/ibu guru life skill mengatur ruangan kelas?
Bu Anti : “Mereka biasanya dimana-mana kadang diluar ruangan
juga”.
Bu Sri : “Sesuai tempat bisa dengan dikelompokan”.
Bu Tari : “Kalau disini cuma begini aja, karena adanya seperti ini,
kadang kan kita pakai ruangan mana aja ga selalu didalam. Belum
punya tempat khusus”.
Bu Ikah : “Sesuai tempat aja kalau adanya begini mba”.
Bu Mela :“Misalnya bikin lingkaran, walaupun pada nantinya mereka
kesana-kesini. Tapi tidak juga belajar dikelas dimana aja ruangan
yang kosong atau diruangan terbuka”.
27) Apakah bapak/ibu memiliki tata tertib tersendiri dalam pembelajaran
life skill terhadap murid?
Bu Anti :“Kalau itu diserahkan ke anak-anak kalau mereka mau ikut
sialakan, kalau mereka cuma mau main-main mending tidak usah ikut,
karena buang-buang bahan aja”.
Bu Sri :“Nggasih, mereka menyesuaikan dengan anak”.
Bu Tari :“Ngga ada, santai aja gitu mba. Kan keterampilan tidak bias
dipaksa, ketika mereka datang mau belajar yaa hayo. Tapi saya
119
pastikan kelas ini kondusif sampai pelajaran selesai, kaya gitu aja
mba”.
Bu Ikah : “Yaa misalnya mau ikut apa harus ikut peraturan bunda.
Tapi kembali lagi kemereka maunya apa. Karena kalau kita paksakan
mereka malah gamau belajar”.
Bu Mela : “Yaa, saya puya tersendiri misalnya mereka tidak hadir
dipelajaran saya 4 kali, saya tidak bolehin masuk ke pelajaran ini lagi.
Karena percuma nanti dia lupa lagi apa yang sudah dipelajari. Kecuali
kalau keterangan sakit atau izin”.
28) Apakah bapak/ibu membuat laporan akhir atau administrasi guru?
Bu Anti : “Ngga mba”.
Bu Sri : “Biasanya mereka kita wawancara aja gimana
perkembangan yang sudah diajarkan, kalau nilai tidak tapi kalau hasil
anak diserahkan ke guru kelas”.
Bu Tari : “Ngga ada. Hanya laporan bisa atau tidak.Tapi sepertinya
bagi kelas 6 diusahakan karena agar menciptakan produk untuk dijual
bagi sekolah dan mereka juga”.
Bu Ikah : “Ngga, paling aku catetan sendiri aja. Ini inisiatif guru-guru
sendiri aja”.
Bu Mela : “Kadang saya memberikan reward ka kalau yang hasilnya
bagus, kalau untuk membuat laporan akhir itu ada di rapot namanya
Seni Budaya dan Keterampilan tetapi untuk guru lain tidak
memberikan nilai kepada saya Cuma memberikan informasi kalau
120
misalnya anak yang sudah bisa dicatat namanya dan diserahkan
kesaya, baru saya bisa menentukan untuk nilai mereka”.
29) Berasal dari manakah bahan maupun alat yang digunakan murid
dalam pembelajaran life skill?
Bu Anti : “Kalau dari murid sekiranya bawa kardus, gunting, jarum.
Tapi kalau sekiranya harus beli bahan flannel itu disiapkan oleh guru”.
Bu Sri : “Dari kaka-kaka dan dari gurunya, kita hanya menyiapkan
murid aja”.
Bu Tari : “Kalau yang fanel saya ada. Selama ini pakai punya saya,
paling kalau saya minta warna-warna tertentu baru saya minta ke guru
kelas”.
Bu Ikah : “Dari kita sendiri, kaya aku kemaren beli baskomnya beli ini
nya”.
Bu Mela : “Kalau alat anak paling bawa gunting saja, kalau yang
lainnya punya pribadi”.
30) Apakah hasil karya murid dapat dijadikan manfaat atau peluang
berbisnis bagi murid?
Bu Anti : “Yaa anak jadi bisa keterampilan dan kalau dapat hasil
dapat untuk dia juga. Contohnya ada cara disini atau ada tamu disini,
kadang kalau mereka ga malu juga mereka jualan diluar”.
Bu Sri : “Yaa dapat dengan tadi dijual atau ditawarkan ke orang-
orang. Dengan keuntungan berapa persen berpa persen untuk anak
dan untuk sekolah membeli bahan lagi”.
121
Bu Tari : “Harapannya kesitu, paling tidak dipakai mereka untuk
manfaat mereka sendiri. Tapi peluang usahanya masih kecil”.
Bu Ikah : “Tergantung anaknya mau jual apa ngga. Siapa yang mau
jual mereka yang dapat. Misalnya ada tamu mereka tawarkan ke
orang untuk beli. Tergantung mereka komunikasi. Contonya harga jual
Rp. 5.000 mereka menjualnya Rp. 6.000, Rp. 1.000 untuk mereka”.
Bu Mela : “Jadi lebih mengasah bakat-bakat mereka dan kalau ada
hasil yang bagus saya ambil dan saya taruh dietalase untuk dijual.
Nah hasil dijualnya itu nanti dibagi dua untuk anak dan untuk modal
membeli bahan lagi. Nah misalnya Bunda tari itu mengambil hasil
karya anak yang bagus untuk dipamerkan, karena dia punya
komunitas keterampilan di Depok. Kalau lagi ada acara disini juga kita
buka stand dan dipamerkan serta diperjual belikan kepada tamu-tamu.
Biasanya acara tersebut tergantung tamu mengadakannya ga tentu,
tetapi biasanya kalau dari Dina situ setahun sekali, tetapi lebih
terfokuskan ke SMA yang sudah lebih mahir, misalnya daur ulang
koran. Kadang anak juga inisiatif jualan hasil mereka misalnya ke
stasiun”.
31) Pengalaman apa yang bapak/ibu dapatkan selama menjadi guru di SD
Master Depok?
Bu Anti : “Suka dukanya banyak yaa, kalau diantaranya sukanya
karena melihat anak-anak bisa berubah dalam arti dari belum bisa
baca menjadi bisa baca, yang tadinya dia terlalu hiperaktif yang
negatif menjadi yang positif, lalu yang tadinya mereka berbicara kasar
122
bisa berubah. Tapi kalau dukanya melihat anak mau belajar disini
tersendatnya diongkos, di gurunya memang tidak datang. Kalau guru
SD tetapnya hanya 7 orang”.
Bu Sri : “Lumayan.. luar biasa. Saya sendiri pernah mengajar di
SDIT kalau disana perhatian orang tuanya sangat besar, kalau disini
kurang perhatian dari orang tua mereka, sedih gitu melihatnya . Jadi
kita disini sebagai orang tua mereka untuk mengadu. Juga ada
kepuasan sendiri ketika mengajar disini yang penting ikhlas”.
Bu Tari : “Biasa sih mba anak-anak. Sama aja kok, mungkin agak
terlalu ramai, disini anak-anaknya ramai dan ngga sabaran”.
Bu Ikah : “Waduh banyak yaa suka dukanya.. kaya disini sekolah
formal sama disini beda jauh banget. Kalau diluar anaknya manja
kalau disini mereka entah dari Lenteng agung, dari Bogor anak kecil
mereka berani naik kereta sendiri, untuk uang juga mereka lebih bisa
menghargai dan kritis, ngga mengandalkan orang tua, dan lebih
mandiri. Mereka menggap kita orang tuanya, dan harus sadar mereka
itu anak-anak”.
Bu Mela : “Saya mengajar dari 2008, hmm sukanya karena saya
ketemu anak-anak karena saya cinta sama anak-anak, jadi ngebantu
mereka siapa lagi kalau bukan saya. Tantangan buat saya karena
kelas VI banyak bermasalah terus muridnya lebih banyak disbanding
kelas lain juga, dari kelas sebelumnya juga kelas V mereka kadang
ganti-ganti gurunya, akhirnya dikelas VI nya materinya belum sampai,
sopan santun, kerapihan dan ketertibannya juga. Saya suka naik
123
gunung yaa jadi motivasi untuk saya. Kadang saya juga sedih orang
tua mereka kurang peduli, dari 45 yang bisa mengikuti hanya 20 orang
saja. Saya berjuang untuk mereka, tapi orangtuanya tidak peduli dan
terlalu menyerahkan kepada sekolah. Tapi yang penting mereka bisa
baca lah gitu”.
Lampiran 11
Lembar Wawancara Murid
1) Berapa usia kamu?
Si : “11 tahun”
Bi : “11 tahun”
J : “11 tahun”
Di : “10 tahun”
I : “10 tahun”
Sa: “11 tahun”
N : “18 tahun”
Da: “15 tahun”
Ba: “14 tahun”
2) Kelas berapa kamu?
Si : “Kelas 4”
Bi : “Kelas 4”
J : “Kelas 4”
124
Di : “Kelas 4”
I : “Kelas 4”
Sa: “Kelas 6”
N : “Baru kelas 6”
Da: “Kelas 6”.
Ba: “Kelas 6”
3) Dimana alamat rumah mu?
Si : “Kampung Lio Depok”
Bi : “Kampung Lio Depok dekat stasiun”
J : “Kampung Lio Depok”
Di : “Beji Depok”
I : “Di Beji Depok”
Sa: “Di Pondok China Depok”
N : “Di hutan panjang Jakarta Pusat”
Da: “Di kukusan Beji”.
Ba: “Di pesantren paski di Depok”
4) Sejak kelas berapa kamu bersekolah disini?
Si : “Dari TK ka saya sudah sekolah disini”.
Bi : “Dari kelas 3, kelas 1 dan 2 aku pindahan dari Padang”
J : “Sejak TK saya sudah sekolah disini ka”
Di : “Dari kelas satu sekolah disini ka”
I : “Sejak kelas 1 SD”
Sa: “Sejak kelas 1 SD”
125
N : “Sejak kelas 6 SD, kelas 1 sampai 5 di Jogja”
Da: “Sejak kelas 6 SD, kelas 1 sampai 5 di Tangerang”
Ba: “Sejak kelas 6 SD, 1 sampai 5 di Bandung”
5) Apa pekerjaan orangtua kamu?
Si : “Bapak udah tidak ada, ibu tukang gosok”
Bi : “Bapak udah ngga ada, mama jadi karyawan di Mall”
J : “Bapak dan ibu saya dagang”
Di : “Bapak gojek dan ibu saya membantu ka”
I : “Ayah narik angkot, kalau Ibu pembantu”
Sa: “Ayah jaga malem, kalau mamah nyari aqua”
N : “Ayah naik bajaj, kalau ibu jualan kopi”
Da: “Ibu dagang dirumah, kalau bapak kerja diluar kota gatau kerja
apa”
Ba: “Ibu rumah tangga, kalau bapak meninggal”
6) Apa saja aktivitas kamu selain sekolah?
Si : “Jualan baju, bantu mama keliling di jalan kadang di Cinere, dan
kadang dilenteng agung juga pernah ka”
Bi : “Jualan tisu di stasiun, kalau sepi aku ngamen sama temen di
stasiun”
J : “Jualan tisu di stasiun ka biasanya sama main”
Di : “Ngamen diangkot, di warung-warung sama sodara saya ka”
I : “Ngamen kadang-kadang juga jualan tisu”
Sa: “Bantuin mamah bantuin orang tua, ngambilin aqua sama sering
ngamen, di lampu merah”
126
N : “Jualan kantong, dimasjid istiqlal”
Da: “Dagang”
Ba: “Belajar, main bola, kalau malem main sampai jam 10 malem
kadang”.
7) Bagaimana cara kamu mengatur aktivitas kamu diluar dengan
sekolah?
Si : “Pagi sekolah, siang pulang sekolah saya pulang dulu, sore main
dulu, pulang main ngaji, malemnya saya baru jualan ka”.
Bi : “Pagi sekolah, siang pulang sekolah saya pulang dulu, jam 1
siang aku jualan atau ngamen sampai jam 1 malem”.
J : “Pagi sekolah, siang pulang sekolah saya pulang dulu, jam 3 sore
saya baru dagang sampai malam ka”.
Di : “Pagi sekolah, siang langsung ngamen saya ka sampai malam”.
I : “Pagi aku sekolah, terus pulang dulu baru aku jualan tisu atau
ngga ngamen di stasiun”.
Sa: “Pagi aku sekolah, terus pulang mkan dulu habis itu langsung
berangkat”.
N : “Pagi aku sekolah, terus siangnya dirumah, sorenya jualan
kantong dari jam 3 sore sampai jam 9 malem. Aku jalannya dari rumah
ke istiqlal naik metro mini”.
Da: “Pagi aku sekolah, terus siangnya dagang tisu di stasiun Depok
baru sampai jam 12 malem”.
Ba: “Pagi aku sekolah, terus siang sorenya main malemnya baru
ngamen di jalan”.
127
8) Apakah cita-cita kamu?
Si : “Pemain bola”.
Bi : “Jadi artis”.
J : “Jadi Masinis”.
Di : “TNI”.
I : “Jadi Polisi”.
Sa: “Cita-cita aku kalo ngga jadi artis, jadi polwan”.
N : “Dokter hewan”.
Da: “Pemain bola”.
Ba: “Pemain bola”.
9) Kenapa kamu bercita-cita seperti itu?
Si : “Agar dapat membanggakan Indonesia”.
Bi : “Karena aku suka nyanyi”.
J : “Enak jadinya bisa ngeliat kemana-mana, bisa nganterin orang
kalau mau ke citayem, bogor”.
Di : “Enak jadi bisa bela diri dan bantu rakyat Indonesia”.
I : “Biar nangkep maling, biar ngga ada maling dijalan”.
Sa: “Kalau jadi artis karena hobi aku nyanyi, jadi nanti bisa hibur
orang. kalau polwan bisa atur lalu lintas biar ga kecelakaan”.
N : “Karena mempunyai hewan peliharaan”.
Da: “Karena enak main bola”.
Ba: “Ngebanggain negara”.
10) Bagaimana cara kamu melakukan kerjasama antar teman sekelas?
Si : “ Ya biasanya dalam pembelajaran aja ka”.
128
Bi : “Ngerjain tugas”.
J : “Nanya-nanya tentang tugas bareng-bareng dengan cara
dikelompokin”.
Di : “Dalam hal belajar biasanya ka dikelompokin gitu”.
I : “Bekerjasama, misalnya kaya bikin keterampilan gitu bareng-
bareng kalau ngga bisa, nanya-nanya”.
Sa: “Bekerjasama, misalnya kaya bikin keterampilan gitu bareng-
bareng kalau ngga bisa”.
N : “Kalau lagi bikin keterampilan kaya bikin gelang kaya tadi”.
Da: “Dalam belajar, gambar”.
Ba: “Baik, kerjasamanya main futsal”.
11) Bagaimana cara kamu melakukan kerjasama dengan lingkungan
bermain?
Si : “Kerjasamanya kalau lagi main bola, kalau temen bermain saya
ngga ada yang jualan”.
Bi : “Bermain aja kalau sama temean rumah, aku ada temen juga
distasiun jualan bareng”.
J : “Temen aku disekolah sama di stasiun aja kalo jualan bareng”.
Di : “Biasanya aku kerjasamanya ngamen ka sama temen dirumah”.
I : “Cuma main permainan aja gitu. Kalau ngamen ngga sama temen
main, tapi kadang-kadang sama abang”.
Sa: “Cuma main permainan aja gitu”.
N : “Bareng-bareng kalau jualan kantong”.
Da: “Bareng-bareng kalau main sama dagang”.
129
Ba: “Bareng-bareng kalau main bola, kalau yang ngamen ada dua
orang, yang ngga ngamen ada dua orang”.
12) Manfaat apa yang kamu dapatkan dari pelajaran life skill?”
Si : “Bisa merajut dan membuat gambar-gambar yang menarik”.
Bi : “Bisa merajut, bisa bikin kreatif”.
J : “Nyanyi, joget, cerita, baca, menggambar, dan menari”.
Di : “Jadi bisa gambar bagus”.
I : “Iya jadi bisa kerjasama bareng-bareng kalau bikin keterampilan”.
Sa: “Biar kita bisa bikin gelang, terus kejasama dengan teman-teman”.
N : “Bisa bikin gelang, bikin yang bagus-bagus”.
Da: “Gambar terus bikin celengan dari kardus”.
Ba: “Ini gaya hidup, ngatur pola makan”.
13) Materi apa yang kamu sukai dalam pelajaran life skill?
Si : “Menggambar. Kalau dulu pas kelas 3 banyak apa aja bikin ka,
kalau sekarang jarang ka karena gurunya suka ada suka ngga”.
Bi : “Menggambar dan merajut”.
J : “Menggambar dan menari, tapi sekarang udah jarang. Waktu itu
diajar oleh orang Irlandia dan bawa kaka-kaka dari UI”.
Di : “Menggambar aja pake pensil warna, tapi lebih bagus pake
krayon”.
I : “Menggambar sama ka Bintang tapi udah ngga lagi udah jarang
datang tapi suka diajarin nari juga sama ka Mela, bunda Sri, bunda
Ikah”.
130
Sa: “Materinya yang aku suka bikin gelang, bikin kalung, sama bikin
boneka jait”.
N : “Bikin boneka dan bikin gelang”.
Da: “Menggambar”.
Ba: “Menggambar”.
14) Seberapa penting sekolah menurut kamu?
Si : “Penting banget, untuk meraih cita-cita saya tadi ka”.
Bi : “Penting banget biar masa depan aku cerah bisa maju dan
sukses”.
J : “Penting banget, agar jadi pinter dan bisa lulus”.
Di : “Penting banget, agar mewujudkan cita-cita saya”.
I : “Penting banget, soalnya buat meraih cita-cita saya”.
Sa: “Pentingnya lebih penting dari pekerjaan aku sendiri, karena kalau
belajar bisa sampai tua, kalau pekerjaan ngga bisa”.
N : “Penting banget”.
Da: “Penting, biar pinter”.
Ba: “Bagus, penting untuk nyari ilmu untuk ngelanjutin SMP”.
15) Keterampilan apa saja yang pernah kamu buat?
Si : “Merajut, menari, menggambar. Itu juga kadang-kadang kalau ada
gurunya”.
Bi : “Merajut, menari, menggambar, lomba-lomba juga ada, banyak sih
ka. tapi sekarang udah jarang ka karena bunda Tari kalau datang aja
atau ada tamu dan kalau ka Mela ada”.
131
J : “Menggambar, merajut, menari piring. Itu juga kadang-kadang
kalau ada gurunya dan sekarang udah jarang ka”.
Di : “Menggambar aja”.
I : “Menari dan menggambar”.
N : “Bikin semangka, bikin gelang, bikin boneka”.
Da: “Bikin celengan dari kardus sama menggambar”.
Ba: “Gambar aja sama futsal”.
16) Bagaimana langkah-langkah membuat keterampilan itu?
Si : “Susah ka kalau merajut, masukin benang kejarum. kalau
menggambar asik, aku suka”.
Bi : “Susah ka kalau merajut, masukin benang kejarum. Iketinnya
susah ka”.
J : “Gambar robot ka, dibentuk bentuk dulu terus digambar kaya
nyata”.
Di : “Dibikin kerangkanya gitu ka sketsa dari gurunya nanti jadi kaya
gambar aslinya”.
I : “Dibikin kerangka kaa, kalau menari yaa joget-joget”.
N : “Kainnya diguntung dulu, dikasih mata pakai benang”.
Da: “Dikumpulin dulu kardusnya dibentuk”.
Ba: “Gambar bola dibentuk dulu terus diwarnain”.
17) Alat dan bahan apa saja yang dibutuhkan untuk membuat
keterampilan itu?
Si : “Buku, pensil, yang dari sana nyumbang tas tempat pensil, dan
yang belum kita punya”.
132
Bi : “Jarum, benang, pensil, banyak ka sesuai yang dibutuhkan”.
J : “Jarum, lem, pensil warna, gunting. Biasanya kita bawa peralatan
yang kita punya aja ka”.
Di : “Pensil, kerayon, penghapus, kertasnya dikasih kadang-kadang
sama guru atau tamu. Karena kadang-kadang ngaco jadwalnya”.
I : “Pensil, pensil warna juga. Apa aja ka sesuai kebutuhan”.
N : “Kain, gunting, benang, lem”.
Da: “Kardus, pensil gunting”.
Ba: “Kertas, pensil, kerayon, pensil warna, penghapus”.
Lampiran 12
Catatan Lapangan Observasi
133
Lampiran 13
Surat Permohonan Penelitian
134
Lampiran 14 Dokumentasi
Wawancara Kepala Yayasan Sekolah Master
Depok
135
Bersama Ibu Sri Wali kelas IV
Bersama Bu Mela wali kelas VI
Wawancara Kepala Sekolah SD Master Depok
136
Bersama Bu Tari guru keterampilan
Bersama Bu Ikah guru keterampilan/KTQ kelas IV
137
Wawancara murid kelas IV
Perbincangan dengan murid kelas VI dikelas
138
Wawancara murid kelas VI
Bersama murid kelas VI
139
Bersama murid pembelajaran keterampilan
Proses berlangsungnya pembelajaran keterampilan
140
Metode Demostrasi
141
Lampiran 15
Riwayat Penulis Skripsi
Nama : Hanny Firas
Ttl : Depok, 25 April 1996
Alamat : Jl. Siat I No.54 Rt 004/010 Pancoranmas Depok
Email : [email protected]
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Tinggi/Berat badan : 164 cm/ 48 Kg
Kewarganegaraan : Indonesia
RIWAYAT PENDIDIKAN
SD : SDN Parung Bingung 01 Tahun 2008
SMP : SMP N 9 Depok Tahun 2011
SMA : SMA Islamiyah Sawangan Tahun 2014
PT : Universitas Muhammadiyah Jakarta Tahun 2018
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Bendahara Karang Taruna, 2016-2017
2. Himma PGSD, 2014-2015
3. BPH BEM FIP UMJ, 2015-2016
PENGALAMAN KERJA
1. Tata Usaha SD Negeri tahun 2015-sekarang
2. Guru TIK SD Negeri tahun 2016-sekarang