life skill (2).doc
DESCRIPTION
life skillTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Sejak lahir manusia dianugerahi berbagi macam kemampuan bahwa
yang mengandung disposisi (kecendrungan berkembang) ke arah titik
optimal. Disposisi akan tumbuh berkembang jika mendapat kesempatan
melalui pengelolaan sistem pendidikan yang epektif dan efisien menuju arah
yang diharapkan.
Sistem kurikulum hendaknya memfalisitasi tumbuh dan
berkembangnya peserta didik dengan segenap potensi yang dimilikinya serta
guru mampu mengembangkan tugas dan tanggungjawab propesinya sebagai
pasilitaror mengantarkan peserta didik ke arah perwujudan dirinya sebagai
insan bermartabat. Hal ini sesuia dengan fungsi dan tujuan pendidikan
sebagaimana ditetapkan UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional yakni, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” (Pasal 3).
Realisasi fungsi pendidikan nasional ini diantaranya adalah terlatih,
terbimbingnya dan dimilikinya “Life Skill” di kalangan peserta didik. Life
Skill bukanlah semata kecakapan hidup dengan keterampilan bekerja untuk
sesuap nasi, melainkan suatu keterampilan pada diri setiap peserta didik
sebagai generasi bangsa, dalam mempertahankan serta meningkatkan derajat
martanat sebagai makhluk paling mulia yakni manusia, dengan kemampuan
akal dan pikiran, naluri dan perasaan serta hati dan keyakinannya hal ini
seiing dengan tujuan pendidikan nasional yakni “untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang berdemokratis serta
bertanggung jawab” (UU No. 20 tahun 2003).
Berkenaan dengan deskripsi diatas, penulis selaku praktisi tertarik dan
terpanggil sekaligus optimis mewujudkan harapan peningkatan kualitas
proses dan hasil pendidikan dan proses pembelajaran, terkait dengan
kebijakan pengembangan KTSP dalam setiap jenjang pendidikan.
Oleh karena itu buku ini disusun dengan judul
“IMPLEMENTASI LIFE SKILL DALAM PENGEMBANGAN
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)”
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis mencoba merumuskan
masalah dalam penuliasan buku ini ;
1. Bagaimana mengembangkan secara praktis dan mendalam pola
penyelenggaraan program life skill melalui model pengembangan
potensi Qodrati (MPQ) ?
2. Bagaimanakah mengembangkan program life skill melalui kurikulum
tingkat satuan pendidikan secara terpadu menuju peningkatan kualitas
proses dan hasil belajar siswa ?
3. Bagaimana penyempurnaan dan pengembangan kebijakan kurikulum
tingkat satuan pendidikan dalam mengembangkan program life skill ?
1.3. TUJUAN
Yang hendak dicapai serta melandasi penulisan ini, diharapkan para
pembaca ;
1. Memiliki pemahaman secara praktis dan mendalam pola
penyelenggaraan program life skill.
2. Mengembangkan kemampuan melaksanakan program life skill
bersasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan secara terpadu
menuju peningkatan kualitas proses dan hasil belajar siswa.
3. Memperoleh gambaran secara jelas dan operasional penyempurnaan
dan pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan dalam
meningkatkan proses mengembangkan program life skill.
BAB II
PEMBAHASAN
A. STRATEGI PENYELENGGARAAN PROGRAM “LIFE SKILL”
DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN
PENDIDIKAN
1. HAKIKAT DAN PENGERTIAN
Pendidikan berfungsi sebagai alat pembentuk masyarakat yang diinginkan.
Melalui pendidikan diharapkan terbentuk pribadi-pribadi yang memiliki
kepercayaan diri, disiplin dan tanggungjawab serta mampu mengungkapkan
dirinya sebagai warga negara yang baik.
Dalam Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, disebutkan bahwa ;
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat bangsa dan negara.
Sistem pendidikan nasional merupakan alat dan tujuan yang penting dalam
mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Dalam pasal 3 UU RI No. 20 tahun 2003,
disebutkan fungsi pendidikan nasional. Yakni ;
“mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Fungsi pendidikan menuntut setiap warga negara untuk mampu meningkatkan
harkat dan martabat baik sebagai pribadi, warga masyarakat maupun sebagai suatu
bangsa. Upaya peningkatan harkat martabat manusia, memiliki keterkaitan yang
erat dengan kesadaran diri seorang sebagai manusia, dalam arti kesadaran akan
nilai-nilai kemanusiaan.
Berkenan dengan hal tersebut M.I Sulaeman (1988:44) menjelaskan bahwa ;
“Kesadaran manusia akan tugas hidupnya sebagai manusia, kesadaran akan
nilai-nilai kemanusiaan, ternyata tidak dibawakan (sejak/saat) lahir. Hal ini tidak
cukup dipelajari sampai mengetahui. Mengetahui akan nilai-nilai tidak dengan
sendirinya menimbulkan yang bersangkutan bertindak sesuai dengan nilai-nilai
yang diakuinya. Harus dibiasakan dulu untuk mampu melaksanakannya ...
pengajaran dan latihan saja tidak cukup untuk membuat seorang bertindak susila
(sesuai nilai). Untuk itu perlu “pendidikan” yang diartikan mencakup keseluruhan
pribadi kita.
Pendidikan merupakan upaya strategis dalam pembentukan sistem nilai yang
ada dalam diri seseorang, kaitannya dengan perwujudan harkat dan martabat
sebagai manusia sesuai dengan tatanan kehidupan masyarakat yang
melingkupinya. Dengan kata lain pendidikan harus senantiasa diarahkan pada
upaya peningkatan kesadaran akan harkat serta martabat seseorang yang baik
selaku pribadi, anggota masyarakat maupun sebagai suatu bangsa.
Dalam kurikulum persekolahan tidak semata-mata untuk
pengetahuan/intelektual, melainkan perlu direalisasikan dalam bentuk sikap dan
perilaku nyata sehari-hari sesuai dengan hakikat dan potensi manusia itu sendiri
yang bersifat utuh.
Nurid Sumaatmaja (2001:15) menjelaskan bahwa;
“Keutuhan manusia itu bukan hanya pada sosok jasmani seperti makhluk
hidup lainnya, melainkan meliputi juga aspek akhlak, moral dan
tanggungjawab sebagai khalifah di muka bumi… disinilah letak kewajiban
keterpaduan antara pendidikan intelektual dengan pendidikan keterampilan
dan pendidikan umum (agama, nilai, etika)”.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sistem pendidikan yang diterapkan di
Indonesia, belum menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang mampu
berdaing dengan bangsa lain. Hal ini ditunjukkan dari penelitian badan-badan
internasional yang hasilnya bahwa Indonesia selalu mendapatkan nomor yang
terbawah, bahkan di bawah negara-negara tetangga.
Alternatif pemecahan masalah tersebut, pemerintah melaui Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas) menyusup kebijakan pendidikan yang berbasis
luas dan mendasar (Broad Based Education) dengan berorientasi paada kecakapan
hidup (life skills) serta berbasis masyarakat ( Community Based Education).
Berkenan dengan program kecakapan hidup (life skill) Tim BBE Depdiknas
(2000) mengungkapkan bahwa ; “Kecakapan hidup (life skill) adalah kecakapan
seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan
secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari
serta menemukan solusi sehingga mampu mengatasinya”.
Dari pengertian tersebut, bahwa kecakapan hidup merupakan hal mendasar
dan esensial untuk dimiliki oleh setiap peserta didik. Program life skill ini
memberikan manfaat yang besar bagi peserta didik terutama untuk menghadapi
dan memecahkan problema hidup, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga
masyarakat maupun sebagai warga negara.
Lebih terarah lagi, Team BBE mengemukakan tujuan dari pendidikan
kecakapan hidup, yakni ;
a. Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat menggunakannya
untuk memecahkan problema yang dihadapi.
b. Memberikan kesempatan pada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran
yang fleksibel, sesuai prinsip berbasis luas.
c. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dilingkungan sekolah, dengan
pemberian peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat, sesuai
prinsip manajemen berbasis sekolah.
Kutipan di atas menegaskan betapa pentingnya sekolah berorientasi pada
pengembangan kecakapan hidup bagi peserta didik. Sebagai lembaga pendidikan,
sekolah bukanlah sebuah lembaga yang asing bagi masyarakat dan atau
diasingkan oleh masyarakat, tetapi memberi suatu kekuatan yang sangat potensial
bagi pertumbuhan dan perkembangan masyarakat itu sendiri. Dengan perkataan
lain program “life skill” pada jalur pendidikan sekolah secara disadari atau tidak
akan semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada sekolah sebagai
lembaga pendidikan.
Tim BBE Depdiknas mengelompokkan “kecakapan hidup” kedalam lima
kategori, yakni ; kecakapan mengenal diri (self awareness), kecakapan berfikir
rasional (thinking skill), kecakapan sosial (social skill), kecakapan akademik
(academic skill), dan kecakapan vokasional (vocational skill).
Bagan ;
Bagan ;
Kemampuan mengenal diri ; penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan
Tuhan Yang Maha Esa, anggota masyarakat dan warga negara serta menyadari
dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus
menjadikannya sebagai modal dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang
bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.
Kecakapan berfikir rasional ; kecakapan menggali dan menemukan
infofmasi, kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan serta
kecakapan memecahkan masalah secara kreatif.
Kecakapan sosial ; kecakapan komunikasi dengan empati dan kecakapan
kerjasama. Berempati, sikap penuh pengertian dan seni komunikasi dua arah,
perlu ditekankan karena yang dimaksud berkomunikasi bukan
sekedarmenyampaikan pesan, tetapi isi dan sampainya pesan disertai dengan
kesan baik dan menumbuhkan hubungan yang harmonis.
Self Awarenes
Thinking Skill
Social Skill
Academic Skill
Vocational Skill
General Life Skill
SpecificLife Skill
LIFE SKILL
Kecakapan akademik disebut juga dengan kemampuan berfikir ilmiah ;
identifikasi variabel, merumuskan hipotesis dan melaksanakan penelitian.
Kecakapan vokasional seringkali disebut dengan keterampilan kejuruan
artinya keterampilan yang dikaitkan denganbidang pekerjaan tertentu yang
terdapat di masyarakat.
Dalam menganalisis kehidupan masyarakat akan selalu diperlukan General
Life Skill (GLS) dan Specific Life Skill (SLS) yang sesuai dengan masalahnya.
Meskipun berbagai kecakapan hidup itu dapat dipilih tetapi dalam penggunaannya
akan selalu bersama-sama dan saling menunjang.
2. Pola Penyelenggaraan “Life Skill” di Sekolah
Penyelenggaraan program “Life Skill” di lembaga pendidikan disesuaikan
dengan tujuan pendidikan pada setiap jenis jenjang sekolah. Tim BBE Depdiknas
menyusun pola penyelenggaraan berbasis Luas yang berorientasi pada “Life Skil”
dengan memperhatikan perbedaab setiap jenjang pendidikan sebagai berikut ;
Pertama, bagi tamatan SLTP/MTs/ paket B dan SMA/MA/paket C yang tidak
melanjutkan.
Bagi mereka ditawarkan program pendidikan dan pelatihan (DIKLAT) jangka
pendek (3-6 bulan), dalam bentuk paket DIKLAT yang mengintegrasikan potensi
generik, dasar, lanjutan, dan spesialisasi, serta nilai sikap kewirausahaan dan
budaya kerja/wiraswasta, sehingga tamatannya mampu memasuki dunia kerja dan
atau berwirausaha dalam sektor informal. Paket-paket tersebut di desain dan
diorganisasikan oleh SMK/Community College bersama balai Diklat lainnya yang
relevan di suatu kota atau kabupaten setempat, sesuai jenjang dan jenis jabatan
yang dibutuhkan.
Paket diklat tersebut selain berorientasi pada kualifikasi jabatan yang ada dan
yang diperhitungkan akan ada, juga dapat di akreditasi, sebagai Satuan kredit pada
jenjang pendidikan berikutnya, dalam konteks penyelenggaraan pendidikan.
Kedua, bagi siswa yang drop out dari SLTP/MTs/Paket B dan SMA/MA/Paket C.
Kepada mereka ditawarkan paket-paket diklat seperti yang ditawarkan kepada
tammatan yang tidak melanjutkan ke SLTP/MTs/Paket B dan SMA/MA/Paket C.
Sertifikasi bagi tammatan “kursus” disamping berorientasi pada kualifikasi kerja,
juga dapatdiperhitungkan dengan saluran kredit semester pada lembaga
pendidikan darimana mereka drop out, sehingga pada suatu saat tertentu mereka
dapat menyelesaikan pendidikannya secara formal.
Ketiga, bagi siswa yang masih berada di lembaga pendidikan dasar (SD/MI) dan
menengah(SLTP/MTs/Paket B dan SMA/MA/Paket C).
Kepada siswa sekolah dasar (SD/MI) kecakapan hidup yang bersifat umum
diberikan secara terintegrasi dalam program pembelajaran. General Life Skill
merupakan merupakan kompetensi generic yang transperable pada berbagai ilmu
dan teknologi. Dalam hal ini tidak ada perubahan sistem pendidikan dasar, paling
jauh berupa reorientasi dan reorganisasi intern pembelajaran yang mengarah pada
penguasaan kecakapan hidup (Life Skill).
Kepada Siswa SLTP/MTs kecakapan hidup bersifat umum diberikan secara
integrasi dalam program pembelajaran, seperti dilaksanakan di SD/MI.
Sedangkan kecakapan hidup berdifat khusus dilaksanakan, sebagai berikut ;
A. Kecakapan hidup yang bersifat akademik dilaksanakan dengan melakiukan
pemantapan program pembelajaran yang bebasis akademik.
B. Kecakapan hidup bersifat kejuruan, didesain dan dilaksanakan besama SMK/
Community College. Dalam hal ini Community College menawarkan paket-
paket Diklat pra-vocational yang didesain bersama balai diklat yang relevan.
Kepada siswa SMA/MA/Paket C, kecakapan hidup yang bersifat umum
dilakukan secara terintegrasi dalam program dan proses pembelajaran dengan
mengacu pada standar kemampuan dasar, demikian pula kecakapan hidup spesifik
yang bersifat akademik. Kecakapan hidup yang bersifat kejuruan dilaksanakan
bersama dengan Community College, seperti yang dilaksanakan oleh SLTP/MTs.
Penjelasan :
A = Tamatan SMA/SMK/MA yang tidak melanjutkan ke jenjang Perguruan
Tinggi.
B = Tamatan SLTP/MTs/Paket B yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi.
C = Siswa SMA/SMK/MA yang masih dalam proses studi.
D = siswa SD/MI dan SLTP/MTs/Paket B yang masih proses studi.
Jalur A dan B ditawarkan paket-paket pendidikan dan pelatihan jangka
pendek sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan di dunia kerja, dengan
mempertimbangkan usia. Paket diklat disusun dengan mempertimbangkan potensi
wilayah dan pengakuan hasil belajar awal untuk melanjutkan belajar ke jenjang
yang lebih tinggi.
Jalur C di tawarkan kepada siswa SMA/MA yang masih dalam proses
pendidikan, dengan mengintegrasikan paket-paket diklat yang diperlukan
masyarakat dan dunia kerja melalui reorganisasi materi pembelajaran dan
menetapkan bahan ajar minimal agar dapat menguasai General Life Skill.
SMU / SMK/MA/
Paket C.
SLTP/MTs/
Paket B.
SD/MI/
Paket A.
A
B
C
D
CO
MM
UN
ITY
ED
UC
AT
ION
CO
MM
UN
ITY
CO
LL
EG
E
Jalur D pada SLTP/MTs/Paket B maupun SD/MI/Paket A. Dilakukan
dengan mengintegrasikan paket-paket diklat pra-vokasional yang diperlukan
masyarakat dal;am dunia kerja.
Pendekatan Community College Base Education sebagai bagian integral dari
BBE, dilaksanakan dengan memanfaatkan SMK, SKB, PKB, dan BLK serta
pusat-pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan lainnya secara sinergi dalam satu
wilayah kota/kabupaten, yang mengarah pada terbentuknya Community College.
C. Prinsip dan Tujuan Penyelenggaraan “Life Skill” di Sekolah
Sebagai acuan dasar dalam penyelenggaraan Broad Based Education (BBE) yang
berorientasi pada Life Skill, Tim BBE Depdiknas mengemukakan prinsi-prinsip
penyelenggaraan sebagai berikut :
a. Tidak mengubah sistem pendidikan yang berlaku saat ini.
b. Tidak menurunkan pendidikan menjadi sebatas pelatihan.
c. Etika Sosio-religius bangsa yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila dapat
diintegrasikan.
d. Pembelajaran menggunakan prinsip learning to know, lerning to do, lerning to
be, lerning to leave together and lerning cooperative.
e. Pengembangan potensi wilayah dapat direfleksikan dalam penyelenggaraan
pendidikan.
f. Penerapan manajemen berbasis sekolah dan masyarakat, merupakan
kolaborasi semua unsur terkait yang ada dalam masyarakat dapat diwadahi.
g. Paradigma school to work dapat menjadi dasar semua kegiatan pendidikan,
sehingga lembaga pendidikan secara jelas memiliki pertautan dengan dunia
kerja dan pihak lain yang relevan.
h. Penyelenggaraan pendidikan harus senantiasa mengarahkan peserta didik
agar :
1). Membantu mereka untuk menuju hidup sehat dan berkualitas
2). Mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
3). Memiliki akses untuk mampu memenuhi standar hidupnya secara layak
Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui pengembangan life skill adalah :
1. mengaktualisasi potensi anak sehingga dapat digunakan untuk
memecahkan problema yang dihadapi.
2. memberikan wawasan yang luas dalam mengembangkan karier.
3. memberi bekal dengan latihan dasar tentang nilai-nilai yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari.
4. memberikan kesempatan pada sekolah untuk mengembangkan
pembelajaran yang fleksibel sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis
luas.
5. mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat.
A. IMPLEMENTASI PROGRAM “LIFE SKILL”DALAM
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
A. Implementasi Dalam Orientasi Pembelajaran
Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran pengembangan program
Life Skill senantisasa berlandaskan pada potensi seseorang secara utuh
dan menyeluruh, baik potensi pisik material (jasmani), maupun potensi
mental psikologis (kejiwaan). A. Kosasih jahiri 1996 menyebutkan bahwa
: “…. Dalam pendekatan perkembangan diri manusia hendaknya
dikembangkan pendekatan holistik, yang membaca manusia sebagai
pemilik dan pembina tiga potensi ( kognitif, afektif, dan psikomotor) yang
harus selalu utuh dan bulat, interadiatif satu terhadap lainnya. Darimana
dimulai pembelajaran tidak selalu harus dari kognitif atau apektif atau
psikomotor. Kualifikasi subtstansi yang harus diserap. Kemampuan siswa
dan kondisi kebutuhan menentukan awalan pembelajaran tersebut. Tetapi
ketiga potensi itu harus berproses dan terlibat kait mengkait”
Berdasarkan sumsi tersebut maka kegiatan pendidikan sebagai
implementasi dari program life skill diupayakan mampu membuahkan
hasil pendidikan yang menitegrasikan secara utuh dan menyeluruh aspek-
aspek potensi serta kuaifikasi belajar siswa, baik berkenaan dengan aspek
jasmani (lahir) maupun rohani (batin). Keterpaduan antar aspek-aspek
tersebut secara selaras, serasi dan seimbang sebagai perwujudan
kesempurnaan serta tingginya hasil pendidikan serta menunjukan
terjaminya harkat dan martabat manusia.
Secara skematik pengembangan potensi kodrati dalam proses
pembelajaran sebagai inti dari proses pendidikan, sebagai berikut :
Proses pembelajaran sebagai inti pendidikan, pada hakikatnya merupakan
pemberdayaan potensi kodrati manusia secara utuh dan terpadu, menuju derajat
dan martabat sebagai manusia yang sempurna, yakni mampu menjalani
kehidupannya secara baik dan benar sesuai kodrat sebagai manusia, yang
selanjutnya terwujud dalam bentuk “kecakapan hidup” ketiga potensi kodrati itu
meliputi : naluri kemanusiaan, akal, dan pikiran serta hati dan kejiwaan. Proses
pendidikan yang menitikberatkan pada ketiag potensi tersebut, tidak mungkin
dapat mewujudkan derajat dan mertabat manusia sesuai dengan kodratnya. Hasil
pendidikan yang menitikberatkan aspek naluri tidak lebih baik dari hewan-hewan
yang terlatih. Pendidikan yang menitikberatkan aspek akal dan pikiran juga tidak
akan lebih canggih dari teknologimenitikberatkan aspek akal dan pikiran juga
tidak akan lebih canggih dari teknologi teknologi hasil penemuan manusia sendiri.
Namun demikian antara naluri dan akal harus senantiasa terpadu secara utuh
dalam nuansa kesempurnaan htri manusia proses pendidikan yang terpadu akan
tercipta dan hasil akan semourna apabila mampu membentuk sistem nilai dan tau
sistem keyakinan pada diri peserta didik, tentang sesuatu yang dipelajari dan
kajiannya sehingga akan menjadi motor penggerak kejiwaanya secra utuh, baik
dalam bersikap, bertindak, ataupun dalam mengambil keputusan, yang apada
DESONANSI
DESONANSI
RESONAN
RESONAN
PENDIDIKAN / PEMBELAJARAN
AKAL
HATI
NALURI
KOGNITIF
AFEKTIF
PSIKOMOTOR
SCIENTISM
ESKAPISTIK
LIFE SKILL
BELIEF/ VALUE SYSTE
M
akhirnya merupakan awal dari kesempurnaan sebuah propesi secara propesional
dalam bentuk kecakapan hidup (life skill).
Tim BBE Depdiknas, bahwa; ”Pendidikan perlu dikembalikan pada prinsip
dasarnya, yaitu sebagai upaya untuk memanusiakan manusia (humanisasi),
mengembangkan potensi dasar peserta didik agar berani dan mau menghadapi
problema yang dihadapi tanpa rasa tertekan, serta mau dan mampu meningkatkan
pitrahnya sebagai khalifah di muka bumi”.
Ilustrasi Hubungan pengembangan life skill dengan upaya pencapaian tujuan
pendidikan, sekema berikut.
B. Implementasi dalam penyusuna rencana pelaksanaan pembelajaran
Dalam ktsp para praktisi pendidikan daerah pada setiap satuan pendidikan
diberikan kewenangan untuk mengembangakan elaborasi kebijakan umum dan
kompetensi dalam bentuk penyusunan “silabus” serta rencana pelaksanaan
pembelajara yang bersipat operasional.
Silabus merupakan drafft rencana pembelajaran yang menjabarkan kompetensi
dasar, termasuk materi standar dan indikator penilaian yang ditetapkan pusat,
Kecakapan Generik
SMA SMK
Kecakapan Vokasional
Kecakapan Akademik
SMP
menjadi kompetensi komptensi khusun yang tersusun secara logis dan sitematis
pada setiap bidang study atau mata pelajaran, sehingga mejadi pedoman praktis
operasional dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran disekolah sesuai
jenis, jenjang dan tingkatannya.
Komponen-komponen silabus dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (ktsp)
meliputi : standar komtensi; kompetensi dasar; materi pokok pembelajaran;
kegiatan pembelajaran. Indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, alokasi
waktu, dan sumber belajar.
Berdasarkan kewenangan diatas. Guru selaku praktisi dilapangan dalam ktsp dan
kaitannya dengan program “life skill” sebagai implementasi dari tuntunan
terhadap kualitas proses dan hasil belajar, dituntut mampu mengintegrasikan
kedua program tersbut dalam kegiatan belajar mengajar secra jelas, terarah dan
terencana.
Tim bbe depdiknas merumuskan hubungan antara mata pelajaran sebagai
komponen ktsp dengan “life skill” dan kehidupan nyata dengan skema sebagai
berikut
HUBUNGAN ktsp dan life skill tersebut berimplikasi terhadap kemampuan guru
dalam mengembangkan kompetensi siswa sebagai indikator keberhasilan proses
pembelajaran sekaligus mencerminkan karakteristik dari ktsp.
Semua jenis mata pelajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan
Bahan ajar / model kecakapan hidup
Permasalahan dalam kehidupan nyata yang harus disikapi dan dihadapi dengan kecakapan-kecakapan tertentu
KONTEKSTUAL / REALITA
Demikian penyusunan rencana pembelajaran (silabus) serta pelaksanaannya.
Disusun dan diorganisasikan secara sistimatis sesuai dengan susunan kompetensi
baik kompetensi dasar kompetensi standar maupun kompetensi lulusan.
d. Implementasi dalam pengembangan proses dan penilaian hasil pembelajaran
Proses pembelajaran dengan ktsp berlandaskan pada aktivitas proses belajar siswa
kadar tinggi dan multidomain, multidimensional dengan pole pengorganisasian
bahan ajar proses pembelajaran yang utuh dan terpadu. Pembelajaran harus
memperhtungkan pendekatan interdisipliner atau transdisipliner, bahkan tidak
menutup kemungkinan antar bidang kajian.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan, menetapkan standar nasional yang terwujud
dalam bentuk kompetensi dasar. Materi standar dan indikator penilaian.
Sedangkan pengembangan kegiatan dan proses pembelajaran dilaksanakan oleh
wilayah / daerah serta guru, secara bersama-sama demikian pula halnya dalam
sisten penilaian / evaluasi.
Model pembelajaran kondisi yang demikian adalah model proses dan penilaian
“portofolio” a.kosasih djahiri (2001:4) menyatakan bahwa “ proses pembelajaran
portofolio merupakan multidomain taksonomik melalui serangkai kegiatan belajar
siswa, metoda, media dan sumber yang bervariasi serta berlangsung dikelas
maupun diluar kelas/sekolah mandiri maupun kelompok.”
Beliau menyebutkan pula beberapa karakteristik kegiatan belajar siswa dengan
model tersebut, meliputi :
a. Pemberdayaan dan pelatihan potensi belajar siswa dengan beraneka ragam
kegiatan belajar aktif partisipatif
b. Pemberdayaan berbagai varisai media dan sumber belajar
(termasuk/terutama realita kehidupan).
c. Serta pelatihan / pelakonan proses sosialisasi diri sebaga manusia, warga
masyarakat kelompok dan wni
Pola penilaianya guru sepenuhya berhak menentukan bobot nilai dari setiap jenis
penilaian dengan parameter, antara lain :
a. Kadar kualitas dan kuantitas kegiatan belajar siswa,
b. Esesnsi dan kegunanan perolehan kegiatan belajar siswa yang
bersangkutan dan lingkungannya
c. Keterkaitan proses dan perolehan kegiatan belajar siswa terhadap tema
pembelajaran
d. Kada kualitas / kuantitas terhadap kompetensi standar maupun kompetensi
lulusan.
Berdasarkan uraian diatas, portofilio merupakan serangkaian untuk memperoleh,
menganalisis dan menafsirkan data/informasi tentang proses dan hasil belajar
siswa yang dilakukan secara sistimatis dan berkesinambungan, sehingga menjadi
informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan dan peroleh suatu
kemampuan yang mesti dimiliki peserta didik. Baik secara perseorangan maupun
perkelompok.
a.kosasih djahiri (2001), mengembangkan tiga model alternatif pengembangan
portofolio yakni:
a. model yang berlandaskan target berprosesnya domain taksonomi yang
dipelajarkan (kognitif-afektif dan psikomotor)
b. model yang berlandaskan besaran (luas cakupan) bahan ajar yakni bahan ajar
untuk satu semester atau sejumlah pokok bahasan
c. model tradisional yang biasa dilakukan guru yakni mengajar persatu pokok
bahasan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
- Tujuan dari pendidikan kecakapan hidup mengaktualisasikan potensi
peserta didik sehingga dapat menggunakannya untuk memecahkan
problema yang dihadapi, memberikan kesempatan kepada sekolah
untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel. Sesuai prinsip
pendidikan berbasis luas. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
di lingkungan sekolah. Dengan memberi peluang pemanfaatan sumber
daya yang ada dimasyarakat, sesuai dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah.
- Mengaktualisasi potensi anak sehingga dapat digunakan untuk
memcahkan problema yang dihadapi memberikan wawasan yang luas
dalam mengembangkan karier memberi bekal dengan latihan dasar
tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan
pelajaran yang fleksibel sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas
mengoftimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat.
-
B. SARAN