peran ganda perpajakan daerah...

168

Upload: others

Post on 05-Dec-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi
Page 2: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DAN

RETRIBUSI DAERAH DALAM MENOPANG

DESENTRALISASI FISKAL

ABDUL KADIR

Page 3: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

i

KATA PENGANTAR

egala puja dan puji penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-NYA penulis dapat menyelesaikan Buku Peran Ganda

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal di Indonesia. Dalam rangka menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang perpajakan dan retribusi.

Sudah banyak buku mengenai perpajakan yang beredar

di tengah-tengah masyarakat, hal tersebut merupakan salah satu faktor pendorong bagi masyarakat pembaca untuk mengenal lebih dekat tentang perpajakan.

Buku Peran Ganda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang

Desentralisasi Fiskal di Indonesia, disusun dengan pendekatan filosofi perpajakan, pengertian pajak daerah, sistem pemungutan pajak, fungsi pajak, dan retribusi daerah, desentralisasi fiskal yang dihubungkan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di era otonomi daerah.

Materi buku ini membahas aspek-aspek pajak daerah dan retribusi

daerah serta kebijaksanaan pelaksanaan eksistensi otonomi daerah dalam menopang desentralisasi fiskal di Indonesia. Dengan demikian, para pembaca baik praktisi, mahasiswa maupun khalayak umum akan lebih mudah mengetahui dan memahami peran penting pajak daerah dan retribusi daerah dalam mendukung sistem pendapatan daerah baik bagi provinsi maupun kabupaten/kota di Indonesia.

S

Page 4: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

ii

Penulis menyadari bahwa materi tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan dan saran yang bersifat konstruktif dari para pembaca demi terwujudnya tulisan yang berkualitas dan sempurna di masa mendatang.

Akhirnya, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. M.

Arif Nasution, MA atas semua bantuannya dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan buku ini.

Wassalam, Medan, Nopember 2008

Abdul Kadir

Page 5: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................... iii

BAB I PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH.................... 1 1.1. Pajak Daerah................................................................

1.1.1. Pengertian Pajak............................................. 1.1.2. Pengertian Pajak Daerah................................. 1.1.3. Jenis-jenis Pajak Daerah................................. 1.1.4. Kewenangan Gubernur dalam Bagi Hasil

Pajak Daerah................................................... 1.1.5. Tarif Jenis Pajak Daerah................................. 1.1.6. Ketentuan Umum Pajak Daerah......................

1.2. Retribusi Daerah.......................................................... 1.2.1. Pengertian Retribusi Daerah........................... 1.2.2. Objek dan Jenis Retribusi Daerah................... 1.2.3. Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif

Retribusi……………………………................... 1.2.4. Ketentuan Umum Retribusi Daerah.....…........

1.3. Rahasia Perpajakan..................................................... 1.4. Tindak Pidana Perpajakan...........................................

3 3 9 9

16 16 20 21 21 22

25 26 28 31

Page 6: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

iv

BAB II OTONOMI DAERAH............................................................

33

2.1. Pentingnya Pelaksanaan Otonomi Daerah................... 2.1.1. Pengertian Otonomi Daerah............................. 2.1.2. Visi Otonomi Daerah.........................................

2.2. Pembagian Urusan Pemerintahan................................. 2.2.1. Asas Penyelenggaraan Pemerintahan............ 2.2.2. Hak dan Kewajiban Daerah.............................

2.3. Pemerintahan Daerah................................................... 2.4. Perangkat Daerah......................................................... 2.5. Keuangan Daerah........................................................ 2.6. Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.........

37 40 45 52 59 60 61 62 63 64

BAB III DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA....................... 66 3.1. Latar Belakang Lahirnya Desentralisasi..........................

3.1.1. Perkembangan Desentralisasi......................... 3.1.2. Permasalahan dalam Desentralisasi ........

3.2. Ruang Lingkup Desentralisasi ..................................... 3.2.1. Pengertian Desentralisasi................................. 3.2.2. Manfaat dan Keuntungan dalam Pelaksanaan

Desentralisasi..................................................... 3.2.3. Syarat-syarat Sukses Pelaksanaan

Desentralisasi................................................... 3.3. Desentralisasi dalam Hubungan dengan Perpajakan... 3.4. Desentralisasi Fiskal dan Aspek-aspeknya.................. 3.5. Dasar Pemikiran Hubungan Keuangan Pusat –

Daerah.......................................................................... 3.6. Hubungan Fiskal antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah ...................................................... 3.7. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam

67 72 75 80 80

83

88 89 91

94

99

Page 7: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

v

Desentralisasi Fiskal Melalui Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK)............................................................................ 3.7.1. Dana Bagi Hasil.................................................. 3.7.2. Dana Alokasi Umum......................................... 3.7.3. Dana Alokasi Khusus........................................

108 115 123 125

BAB IV PERANAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DALAM MENOPANG DESENTRALISASI FISKAL..............

128

4.1. Sumber-sumber Pembiayaan Pelaksanaan Desentralisasi.............................................................. 4.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)..................... 4.1.2. Dana Perimbangan....................................... 4.1.3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah........

4.2. Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah........................................................

4.3. Peranan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Sebagai Sumber Belanja Daerah................................................

4.4. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Hubungan Desentralisasi Fiskal.....................................................

133 135 142 143

143

145

147

BAB V PENUTUP.......................................................................

151

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 153

Page 8: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

1

BAB I

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

uatu negara untuk menjalankan fungsinya sebagai Pemerintah atau penguasa setempat memerlukan dana atau modal. Modal yang diperlukan

itu salah satunya bersumber dari pungutan berupa pajak dari rakyatnya. Pajak juga merupakan gejala sosial dan hanya terdapat dalam suatu masyarakat, tanpa ada masyarakat tidak mungkin ada suatu pajak. Manusia hidup bermasyarakat masing-masing membawa hak dan kewajiban. Akan tetapi, dalam hal ini ada proses timbal balik antara individu dan masyarakat. Artinya, ada hak dan kewajiban individu terhadap masyarakat begitu juga sebaliknya, hak dan kewajiban masyarakat terhadap individu. Selain itu, adanya hubungan timbal balik antara masyarakat sebagai warga negara dalam memenuhi kewajibannya pada negara, dan negara kepada masyarakatnya. Oleh karena itu, ada pembatasan hak-hak asasi manusia oleh masyarakat guna menghindari pergesekan yang akan berakibat buruk karena masing-masing individu mengedepankan masalah haknya saja (Devano dan Rahayu, 2006: 6).

Sesuai dengan semangat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sebagaimana telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah tersebut bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan berupa Dana

S

Page 9: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

2

Perimbangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam struktur APBD tersebut terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang di dalamnya terdapat komponen penerimaan berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan Pemerintahan, pelaksanaan pembangunan daerah, dan untuk tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan serta memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, daerah diharapkan akan mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Pajak Daerah dan Pajak Pusat merupakan suatu sistem perpajakan

nasional di Indonesia, yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut dapat memberikan beban yang adil. Sejalan dengan sistem perpajakan nasional, pembinaan terhadap Pajak Daerah dilakukan secara terpadu dengan Pajak Pusat. Pembinaan ini dilakukan secara terus-menerus, terutama mengenai sistem dan prosedur dalam pengadaan pajak, sehingga antara Pajak Pusat dan Pajak Daerah saling melengkapi.

Meskipun beberapa jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sudah

ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, akan tetapi untuk daerah Kabupaten/Kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis pajak selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam undang-undang tersebut dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Demikian pula untuk jenis Retribusi Daerah baik untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota masih dimungkinkan untuk memungut retribusi selain yang telah ditetapkan jenisnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.

Page 10: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

3

1.1. Pajak Daerah

1.1.1. Pengertian Pajak Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa, yaitu “ajeg”, yang berarti

pungutan teratur pada waktu tertentu. Pa-ajeg berarti pungutan teratur terhadap hasil bumi sebesar 40 persen dari yang dihasilkan petani untuk diserahkan kepada raja dan pengurus desa. Besar kecilnya bagian yang diserahkan tersebut hanyalah berdasarkan adat kebiasaan semata yang berkembang pada saat itu (Effendi, 2006).

Beberapa pengertian atau definisi tentang pajak yang diberikan para ahli

di bidang keuangan Negara, ekonomi, maupun hukum mancanegara untuk menjadi bahan perbandingan antara lain adalah sebagai berikut:

1. Edwin Robert Anderson Seligman, dalam Essay on Taxation (New York, 1925), menyatakan bahwa, “Tax is a compulsory contribution from the person, to the government to defray the expenses the expenses incurred in the common interest of all without reference to special benefits conferred (Effendi, 2006). Banyak yang berkeberatan atas “without reference” karena bagaimanapun juga uang-uang pajak tersebut digunakan untuk produksi barang dan jasa, jadi “benefit” diberikan kepada masyarakat, hanya tidak mudah ditunjukkan apalagi secara perorangan (R. Santoso Brotodiharjo, 2003).

2. Leroy Beaulieu, dalam Traite de la Scienci des Finances tahun 1906, menyatakan bahwa, “L’impot et la contribution, soit dissimulee, que la puissance publique exige des habitants ou des biens pur subvenir aux depenses du government”.

Page 11: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

4

Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutupi belanja Pemerintah (R. Santoso Brotodihardjo, 2003).

3. C. F. Bastable menyatakan, “Tax is a compulsory contribution of the wealth of a person or body of persons for the service of the public powers,” dalam bukunya Public Finance (Nurmantu, 2005).

4. H. C. Adams dalam buku The Science of Finance merumuskan pajak sebagai “a contribution from the citizen to the public powers” (Nurmantu, 2005).

5. Ray M. Sommerfeld, Hershel M. Anderson, dan Horace R. Brock dalam bukunya An introduction to Taxation menyebutkan pajak sebagai, “Any nonpenal yet compulsory transfer of resources from the private to the public sector, levied on the basis of predetermined criteria and without receipt of a specific benefit of equal value, in order to accomplish some of a nation’s economic and social objectives”. Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor ke sektor Pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar Pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan Pemerintahan (Moh. Zain, 2005).

6. Prof. Dr. P.J.A. Andriani merumuskan: Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Pemerintahan (R. Santoso Brotodihardjo, 2003).

7. Prof. Dr. Rochmat Soemitro S.H. dalam Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan merumuskan:

Page 12: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

5

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor Pemerintahan) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (tegen prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (Rochmat Soemitro, 1991). Beberapa definisi di atas menyebutkan pajak sebagai contribution dan

nonpenal transfer of resources diartikan sebagai iuran dan pungutan. Beberapa unsur yang dapat disimpulkan dari beberapa definisi pajak

tersebut adalah: ▪ A compulsory, merupakan suatu kewajiban yang dikenakan pada rakyat

yang dikenakan kewajiban perpajakan. Jika tidak melaksanakan kewajibannya tersebut, maka dapat dikenakan tindakan hukum berdasarkan undang-undang. Dapat dikatakan bahwa kewajiban ini dapat dipaksakan oleh Pemerintah.

▪ Contribution, diartikan sebagai iuran yang diberikan oleh rakyat yang memenuhi kewajiban perpajakan kepada Pemerintah dalam satuan moneter.

▪ By individual or organizational, iuran yang dapat dipaksakan tersebut dibayar oleh perorangan atau badan yang memenuhi kewajiban perpajakan.

▪ Received by the government, iuran yang diberikan tersebut dibayarkan kepada Pemerintah selaku penyelenggara Pemerintahan suatu negara.

▪ For public purposes, iuran yang diberikan dari rakyat yang dapat dipaksakan yang merupakan penerimaan bagi Pemerintah dijadikan sebagai dana untuk pemenuhan tujuan kesejahteraan rakyat banyak.

Page 13: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

6

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri atau unsur pokok yang terdapat pada pengertian pajak, yaitu: 1. Pajak Dipungut Berdasarkan Undang-Undang

Merupakan hal yang sangat mendasar, dalam pemungutan pajak harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Pada hakikatnya yang memikul beban pajak adalah rakyat, masalah tax base harus melalui persetujuan rakyat yang diwakili oleh lembaga perwakilan rakyat (DPR/D). Hasil persetujuan tersebut dituangkan dalam suatu undang-undang yang harus dipatuhi oleh setiap pihak yang dikenakan kewajiban perpajakan.

2. Pajak Dapat Dipaksakan

Jika tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan maka wajib pajak dapat dikenakan tindakan hukum oleh Pemerintah berdasarkan undang-undang. Fiskus selaku pemungut pajak dapat memaksakan wajib pajak untuk mematuhi dan melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Tindakan hukum atas pelanggaran peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi administrasi maupun sanksi pidana fiskal. Sanksi administrasi merupakan sanksi yang ditujukan bagi wajib pajak yang terlambat atau tak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa maupun Tahunan.

Tindak pidana fiskal merupakan tindak pidana atau perbuatan yang

dilakukan wajib pajak yang oleh undang-undang diancam pidana, karena melawan atau bertentangan dengan hukum, yang dapat merugikan masyarakat dan negara dilakukan di bidang perpajakan (Soemitro).

Page 14: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

7

Tindak pidana fiskal yang melawan atau bertentangan dengan hukum meliputi:

1. Alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dengan tidak benar;

2. Sengaja tidak memenuhi kewajiban perpajakan yang berakibat merugikan negara;

3. Pengulangan tindak pidana.

Sanksi yang dapat dijatuhkan adalah hukuman pidana penjara.

Wewenang fiskus untuk memaksa juga dapat dalam bentuk penyitaan dan pelelangan harta wajib pajak. Jika sampai dengan batas waktu tertentu penagihan pajak berdasarkan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak, wajib pajak tidak memenuhi kewajibannya, fiskus memiliki wewenang untuk melakukan penyitaan. Dan, sampai dengan batas waktu pengumuman lelang wajib pajak yang disita hartanya tidak memenuhi kewajibannya, maka harta tersebut dilakukan pelelangan untuk dapat membayar kewajiban perpajakan wajib pajak pada negara.

Fiskus juga berwenang untuk melakukan tindakan pencegahan dan

penyanderaan. Yang dimaksud pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan, yang dimaksud dengan penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.

Page 15: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

8

3. Diperuntukkan Bagi Keperluan Pembiayaan Umum Pemerintahan Pemerintah dalam menjalankan fungsinya, seperti melaksanakan

ketertiban, mengusahakan kesejahteraan, melaksanakan fungsi pertahanan, dan fungsi penegakan keadilan, membutuhkan dana untuk pembiayaannya. Dana yang diperoleh dari rakyat dalam bentuk pajak digunakan untuk memenuhi biaya atas fungsi-fungsi yang harus dilakukan Pemerintah tersebut. 4. Tidak Dapat Ditunjukkannya Kontraprestasi Secara Langsung

Wajib pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung dengan apa yang telah dibayarkannya pada Pemerintah. Pemerintah tidak memberikan nilai atau penghargaan atau keuntungan kepada wajib pajak secara langsung. Apa yang telah dibayarkan oleh wajib pajak kepada Pemerintah digunakan untuk keperluan umum pemerintahan.

Wajib pajak hanya dapat merasakan secara tidak langsung bentuk-

bentuk kontraprestasi dari Pemerintah. Seperti melihat banyak dibangunnya fasilitas umum dan prasarana yang dibiayai dari APBN maupun APBD. Merasakan keamanan dan stabilitas negara karena aparatur negara maupun prasarana dan sarana pertahanan dan keamanan negara telah dibiayai dengan pajak. 5. Berfungsi Sebagai Budgetair dan Regulerend

Fungsi budgetair (anggaran), pajak berfungsi mengisi kas negara atau anggaran pendapatan negara, yang digunakan untuk keperluan pembiayaan umum pemerintahan baik rutin maupun untuk pembangunan. Sedangkan fungsi regulerend adalah pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau alat untuk melaksanakan kebijakan yang ditetapkan negara dalam bidang ekonomi- sosial untuk mencapai tujuan tertentu.

Page 16: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

9

1.1.2. Pengertian Pajak Daerah Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau

badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah (Pasal 1 angka 6 UU No. 34 Tahun 2000).

1.1.3. Jenis-jenis Pajak Daerah Ada beberapa jenis Pajak Provinsi yang terdiri dari:

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan (Pasal 2 ayat (1) UU No. 34 Tahun 2000). Jenis-jenis pajak Provinsi ditetapkan sebanyak 4 (empat) jenis pajak.

Walaupun demikian, Daerah Provinsi dapat tidak memungut salah satu atau beberapa jenis pajak yang telah ditetapkan, apabila potensi pajak di Daerah tersebut dipandang kurang memadai.

Khusus untuk Daerah yang setingkat dengan Daerah Provinsi tetapi tidak

terbagi dalam Daerah Kabupaten/Kota, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk Daerah Provinsi dan pajak untuk Daerah Kabupaten/Kota.

Page 17: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

10

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air adalah pajak atas

kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.

Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih

beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak.

Kendaraan di atas air adalah semua kendaraan yang digerakkan oleh

peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan yang digunakan di atas air.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air.

Page 18: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

11

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat.

Air bawah tanah adalah air yang berada di perut bumi, termasuk mata air

yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah. Air permukaan adalah air yang berada di atas permukaan bumi, tidak termasuk air laut.

Sedangkan jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari (Pasal 2 ayat (1) UU

No. 34 Tahun 2000): 1. Pajak Hotel; 2. Pajak Restoran; 3. Pajak Hiburan; 4. Pajak Reklame; 5. Pajak Penerangan Jalan; 6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; dan 7. Pajak Parkir.

Jenis-jenis Pajak Kabupaten/Kota ditetapkan sebanyak 7 (tujuh) jenis

pajak. Walaupun demikian, Daerah Kabupaten/Kota dapat tidak memungut salah satu atau beberapa jenis pajak yang telah ditetapkan, apabila potensi pajak di Daerah Kabupaten/Kota tersebut dipandang kurang memadai.

a. Pajak Hotel

Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk

Page 19: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

12

bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.

b. Pajak Restoran Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah

tempat menyantap makanan dan/atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau catering.

c. Pajak Hiburan

Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga.

d. Pajak Reklame

Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah.

e. Pajak Penerangan Jalan

Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah Daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah.

Page 20: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

13

f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah pajak atas

kegiatan pengambilan bahan galian Golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

g. Pajak Parkir Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat

parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.

Selain jenis Pajak Kabupaten/Kota di atas, dapat pula ditetapkan jenis

pajak lain berdasarkan Peraturan Daerah dengan syarat harus terlebih dahulu disosialisasikan kepada masyarakat sebelum ditetapkan dan memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Bersifat pajak dan bukan retribusi; b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah Kabupaten/Kota

yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan;

c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum;

d. Objek pajak bukan merupakan objek Pajak Provinsi dan/atau objek Pajak Pusat;

e. Potensinya memadai; f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif; g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat; dan h. Menjaga kelestarian lingkungan (Pasal 2 ayat (4) UU No. 34 Tahun

2000).

Page 21: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

14

Ketentuan ini memberikan keleluasaan kepada Daerah Kabupaten/ Kota dalam mengantisipasi situasi dan kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan perkembangan potensi pajak dengan tetap memperhatikan kesederhanaan jenis pajak dan aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

Yang dimaksud dengan kriteria bersifat pajak dan bukan retribusi adalah

bahwa pajak yang ditetapkan harus sesuai dengan pengertian pajak. Yang dimaksud dengan kriteria objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum berarti bahwa pajak tersebut dimaksudkan untuk kepentingan bersama yang lebih luas antara Pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek ketenteraman, dan kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.

Sedangkan makna kriteria potensinya memadai berarti bahwa hasil pajak

cukup besar sebagai salah satu sumber pendapatan Daerah dan laju pertumbuhannya diperkirakan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi Daerah. Kriteria tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif berarti bahwa pajak tidak mengganggu alokasi sumber-sumber ekonomi secara efisien dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar Daerah maupun kegiatan ekspor impor.

Makna dari kriteria aspek keadilan, antara lain adalah objek dan subjek

pajak harus jelas sehingga dapat diawasi pemungutannya, jumlah pembayaran pajak dapat diperkirakan oleh wajib pajak yang bersangkutan, dan tarif pajak ditetapkan dengan memperhatikan keadaan wajib pajak. Yang dimaksud dengan kriteria kemampuan masyarakat adalah kemampuan subjek pajak untuk memikul tambahan beban pajak.

Page 22: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

15

Kriteria menjaga kelestarian lingkungan adalah bahwa pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk merusak lingkungan yang akan menjadi beban bagi Pemerintah Daerah dan masyarakat. Bagi Hasil Pajak Daerah

Hasil penerimaan Pajak Provinsi sebagian diperuntukkan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi yang bersangkutan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antar Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan ketentuan sebagai berikut: a. Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air dan

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 30% (tiga puluh persen);

b. Hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 70% (tujuh puluh persen);

c. Hasil penerimaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) (Pasal 2A ayat (1) UU No. 34 Tahun 2000).

Bagi hasil yang diterima oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

tersebut, penggunaannya sepenuhnya merupakan hak mutlak oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Bagi hasil penerimaan Pajak Kabupaten, diperuntukkan paling sedikit 10% (sepuluh persen) bagi Desa di wilayah Pemerintah Daerah Kabupaten yang bersangkutan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antar Desa.

Page 23: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

16

1.1.4. Kewenangan Gubernur dalam Bagi Hasil Pajak Daerah Apabila hasil penerimaan Pajak Kabupaten/Kota dalam suatu Provinsi

terkonsentrasi pada sejumlah kecil Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Gubernur berwenang merealokasikan hasil penerimaan pajak tersebut kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam Provinsi yang bersangkutan. Makna terkonsentrasi pada suatu Daerah Kabupaten/Kota adalah apabila hasil penerimaan pajak tertentu lebih besar daripada total penerimaan pajak sejenis di seluruh Kabupaten/Kota lain dalam Provinsi yang bersangkutan.

Dalam hal objek Pajak Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi yang bersifat

lintas Daerah Kabupaten/Kota, Gubernur berwenang untuk merealokasikan hasil penerimaan pajak tersebut kepada Daerah Kabupaten/Kota yang terkait. Objek pajak yang bersifat lintas Daerah Kabupaten/Kota adalah objek pajak yang memberikan manfaat bagi beberapa Daerah Kabupaten/Kota, tetapi objek pajak tersebut hanya dipungut pada satu atau beberapa Daerah Kabupaten/Kota.

Realokasi yang dilakukan oleh Gubernur atas dasar kesepakatan yang

dicapai antar Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang terkait dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

1.1.5. Tarif Jenis Pajak Daerah

Tarif jenis Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota ditetapkan paling

tinggi sebesar: a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 5% (lima persen); b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 10%

(sepuluh persen); c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5% (lima persen);

Page 24: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

17

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan 20% (dua puluh persen);

e. Pajak Hotel 10% (sepuluh persen); f. Pajak Restoran 10% (sepuluh persen); g. Pajak Hiburan 35% (tiga puluh lima persen); h. Pajak Reklame 25% (dua puluh lima persen); i. Pajak Penerangan Jalan 10% (sepuluh persen); j. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20% (dua puluh persen); k. Pajak Parkir 20% (dua puluh persen) (Pasal 3 ayat (1) UU No. 34 Tahun

2000). Penetapan tarif paling tinggi tersebut bertujuan memberi perlindungan

kepada masyarakat dari penetapan tarif yang terlalu membebani, sedangkan tarif paling rendah tidak ditetapkan untuk memberi peluang kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur sendiri besarnya tarif yang sesuai dengan kondisi masyarakat di Daerahnya, termasuk membebaskan pajak bagi masyarakat yang tidak mampu.

Di samping itu, dalam penetapan tarif pajak juga dapat diadakan

klasifikasi/penggolongan tarif berdasarkan kemampuan wajib pajak atau berdasarkan jenis objeknya.

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

Tarif Pajak Kendaraan Bermotor dikenakan atas nilai jual kendaraan serta faktor-faktor penyesuaian yang mencerminkan biaya ekonomis yang diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor, misalnya kerusakan jalan dan lingkungan. Tarif Pajak Kendaraan di Atas Air dikenakan atas nilai jual kendaraan di atas air.

Page 25: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

18

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dikenakan atas nilai jual

kendaraan bermotor. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air dikenakan atas nilai jual kendaraan di atas air. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dikenakan atas nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor. d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan Tarif Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan dikenakan atas nilai perolehan air yang diambil dan dimanfaatkan, antara lain berdasarkan jenis, volume, kualitas air, dan lokasi sumber air.

e. Pajak Hotel

Tarif Pajak Hotel dikenakan atas jumlah pembayaran yang dilakukan kepada Hotel. f. Pajak Restoran

Tarif Pajak Restoran dikenakan atas jumlah pembayaran yang dilakukan kepada Restoran. g. Pajak Hiburan

Tarif Pajak Hiburan dikenakan atas jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan/atau menikmati hiburan.

Page 26: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

19

h. Pajak Reklame Tarif Pajak Reklame dikenakan atas nilai sewa reklame, yang didasarkan

atas nilai jual objek pajak reklame dan nilai strategis pemasangan reklame.

i. Pajak Penerangan Jalan Tarif Pajak Penerangan Jalan dikenakan atas nilai jual tenaga listrik yang

terpakai.

j. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Tarif Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dikenakan atas nilai

jual hasil pengambilan bahan galian Golongan C.

k. Pajak Parkir Tarif Pajak Parkir dikenakan atas penerimaan penyelenggaraan parkir

yang berasal dari pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir kendaraan bermotor.

Tarif Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik

Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan ditetapkan seragam di seluruh Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Penetapan tarif yang seragam ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaannya bersifat netral terhadap wajib pajak, sehingga dapat dihindarkan praktek pemanfaatan tarif pajak yang lebih rendah pada Daerah tertentu. Contoh :

Tarif Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air di DKI Jakarta sama dengan tarif Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air di Jawa Barat dan seluruh Daerah lainnya. Dalam hal demikian

Page 27: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

20

wajib pajak tidak mendapat keuntungan apakah akan mendaftarkan kendaraan bermotor di DKI Jakarta, Jawa Barat atau Daerah lainnya. Sedangkan tarif Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak

Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan Pajak Parkir ditetapkan oleh masing-masing Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Daerah. Hal ini dengan pertimbangan bahwa tarif yang berbeda untuk jenis-jenis pajak yang diatur, tidak akan mempengaruhi pilihan lokasi wajib pajak untuk melakukan kegiatan yang dikenakan pajak.

1.1.6. Ketentuan Umum Pajak Daerah

Pajak Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang tidak dapat

berlaku surut. Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai:

a. nama, objek, dan subjek pajak; b. dasar pengenaan, tarif, dan cara penghitungan pajak; c. wilayah pemungutan; d. masa pajak; e. penetapan; f. tata cara pembayaran dan penagihan; g. kadaluwarsa; h. sanksi administrasi; dan i. tanggal mulai berlakunya (Pasal 4 ayat (3) UU No. 34 Tahun 2000).

Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah juga dapat mengatur ketentuan

seperti: a. Pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan dalam hal-hal

tertentu atas pokok pajak dan/atau sanksinya; b. Tata cara penghapusan piutang pajak yang kadaluwarsa;

Page 28: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

21

c. Asas timbal balik (Pasal 4 ayat (4) UU No. 34 Tahun 2000). Pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak dapat diberikan

dengan mempertimbangkan, antara lain kemampuan membayar wajib pajak. Asas timbal balik ini sesuai dengan kelaziman internasional, pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak dapat diberikan kepada korps diplomatik.

Dalam rangka pengawasan, Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah

disampaikan kepada Pemerintah Pusat paling lama 15 (lima belas) hari setelah ditetapkannya peraturan tersebut. Penetapan jangka waktu 15 (lima belas) hari ini telah mempertimbangkan administrasi pengiriman Peraturan Daerah dari Daerah yang tergolong jauh.

Apabila Peraturan Daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah

bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi, maka Pemerintah Pusat dapat membatalkan Peraturan Daerah dimaksud. Pembatalan Peraturan Daerah berlaku sejak tanggal ditetapkan. Dalam hal ini wajib pajak tidak dapat mengajukan restitusi kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Pembatalan tersebut dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya Peraturan Daerah dimaksud. Penetapan jangka waktu 1 (satu) bulan ini dilakukan dengan pertimbangan untuk mengurangi dampak negatif dari pembatalan Peraturan Daerah tersebut. 1.2. Retribusi Daerah

1.2.1. Pengertian Retribusi Daerah

Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus

Page 29: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

22

disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

1.2.2. Objek dan Jenis Retribusi Daerah

Objek Retribusi terdiri dari: a. Jasa Umum; b. Jasa Usaha; c. Perizinan Tertentu (Pasal 18 ayat (1) UU No. 34 Tahun 2000).

Objek Retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh

Pemerintah Daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dapat dipungut Retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial-ekonomi layak dijadikan sebagai objek Retribusi. Jasa tertentu tersebut dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu Jasa Umum, Jasa Usaha, dan Perizinan Tertentu.

a. Jasa Umum

Jasa Umum, antara lain adalah pelayanan kesehatan dan pelayanan persampahan. Yang tidak termasuk Jasa Umum adalah jasa urusan umum pemerintahan. b. Jasa Usaha

Jasa Usaha, antara lain adalah penyewaan aset yang dimiliki/dikuasai oleh Pemerintah Daerah, penyediaan tempat penginapan, usaha bengkel kendaraan, tempat pencucian mobil, dan penjualan bibit. c. Perizinan Tertentu

Mengingat bahwa fungsi perizinan dimaksudkan untuk mengadakan pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan, maka pada dasarnya

Page 30: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

23

pemberian izin oleh Pemerintah Daerah tidak harus dipungut Retribusi. Akan tetapi, untuk melaksanakan fungsi tersebut, Pemerintah Daerah mungkin masih mengalami kekurangan biaya yang tidak selalu dapat dicukupi dari sumber-sumber penerimaan Daerah, sehingga terhadap perizinan tertentu masih dipungut Retribusi. Perizinan tertentu yang dapat dipungut Retribusi, antara lain adalah Izin Mendirikan Bangunan dan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah.

Pengajuan izin tertentu oleh Badan Usaha Milik Negara atau Badan

Usaha Milik Daerah tetap dikenakan Retribusi karena badan-badan tersebut merupakan kekayaan Negara atau kekayaan Daerah yang telah dipisahkan. Pengajuan izin oleh Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah tidak dikenakan Retribusi Perizinan Tertentu.

Retribusi dibagi atas 3 (tiga) golongan, penggolongan jenis Retribusi ini dimaksudkan guna menetapkan kebijakan umum tentang prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi, yaitu:

a. Retribusi Jasa Umum; b. Retribusi Jasa Usaha; c. Retribusi Perizinan Tertentu (Pasal 18 ayat (2) UU No. 34 Tahun 2000).

Retribusi Jasa Umum adalah Retribusi atas jasa yang disediakan atau

diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan (Ismail, 2006: 16).

Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi

Perizinan Tertentu dapat ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah dengan kriteria sebagai berikut (Pasal 18 ayat (3) UU No. 34 Tahun 2000):

1. Retribusi Jasa Umum: a. Bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha atau

Retribusi PerizinanTertentu;

Page 31: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

24

b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi;

c. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar Retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum;

d. Jasa tersebut layak untuk dikenakan Retribusi; e. Tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai

penyelenggaraannya; f. Dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah

satu sumber pendapatan Daerah yang potensial; dan g. Pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut

dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

2. Retribusi Jasa Usaha: a. Bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Umum atau

Retribusi Perizinan Tertentu; dan b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang

seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai Daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah.

3. Retribusi Perizinan Tertentu: a. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan

kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi; b. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan

umum; dan c. Biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut

dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari Retribusi Perizinan.

Page 32: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

25

Penetapan jenis-jenis Retribusi Jasa Umum dan Jasa Usaha dengan Peraturan Pemerintah dimaksudkan agar tercipta ketertiban dalam penerapannya, sehingga dapat memberikan kepastian bagi masyarakat dan disesuaikan dengan kebutuhan nyata Daerah yang bersangkutan. Penetapan jenis-jenis Retribusi Perizinan Tertentu dengan Peraturan Pemerintah dilakukan karena perizinan tersebut, walaupun merupakan kewenangan Pemerintah Daerah, tetap memerlukan koordinasi dengan instansi-instansi teknis terkait. Berdasarkan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis Retribusi selain yang ditetapkan di atas, sesuai dengan kewenangan otonominya dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

Hasil penerimaan jenis Retribusi tertentu Daerah Kabupaten sebagian diperuntukkan kepada Desa. Bagian Desa tersebut ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten dengan memperhatikan aspek keterlibatan Desa dalam penyediaan layanan tersebut.

1.2.3. Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi ditentukan sebagai berikut:

a. Untuk Retribusi Jasa Umum, berdasarkan kebijakan Daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan;

b. Untuk Retribusi Jasa Usaha, berdasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak; dan

c. Untuk Retribusi Perizinan Tertentu, berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan (Pasal 21 UU No. 34 Tahun 2000).

Page 33: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

26

Penetapan tarif Retribusi Jasa Umum pada dasarnya disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jenis-jenis Retribusi yang berhubungan dengan kepentingan nasional. Di samping itu tetap memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat.

Tarif Retribusi Jasa Usaha ditetapkan oleh Daerah sehingga dapat

tercapai keuntungan yang layak, yaitu keuntungan yang dapat dianggap memadai jika jasa yang bersangkutan diselenggarakan oleh swasta.

Tarif Retribusi Perizinan Tertentu ditetapkan sedemikian rupa sehingga

hasil Retribusi dapat menutup sebagian atau seluruh perkiraan biaya yang diperlukan untuk menyediakan jasa yang bersangkutan. Untuk pemberian izin bangunan, misalnya dapat diperhitungkan biaya pengecekan dan pengukuran lokasi, biaya pemetaan, dan biaya pengawasan.

1.2.4. Ketentuan Umum Retribusi Daerah

Retribusi Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang tidak dapat

berlaku surut sama halnya dengan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah. Peraturan Daerah tersebut sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai:

a. nama, objek, dan subjek Retribusi; b. golongan Retribusi; c. cara mengukur tingkat penggunaan jasa yang bersangkutan; d. prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif

Retribusi; e. struktur dan besarnya tarif Retribusi; f. wilayah pemungutan; g. tata cara pemungutan; h. sanksi administrasi; i. tata cara penagihan; dan

Page 34: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

27

j. tanggal mulai berlakunya (Pasal 24 ayat (3) UU No. 34 Tahun 2000).

Jenis-jenis Retribusi yang termasuk dalam golongan Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perizinan Tertentu yang prinsip tarifnya telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, Peraturan Daerah mencantumkan prinsip tersebut. Untuk jenis-jenis Retribusi yang termasuk dalam golongan Retribusi Jasa Umum, Peraturan Daerah harus mencantumkan prinsip penetapan struktur dan besarnya tarif Retribusi.

Ketentuan dalam tata cara pemungutan ini termasuk mengatur penentuan pembayaran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran.

Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah dapat juga mengatur

ketentuan selain yang disebut di atas seperti: a. masa Retribusi; b. pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan dalam hal-hal

tertentu atas pokok Retribusi dan/atau sanksinya; dan c. tata cara penghapusan piutang Retribusi yang kadaluwarsa (Pasal 24

ayat (4) UU No. 34 Tahun 2000). Pengurangan dan keringanan dikaitkan dengan kemampuan wajib

Retribusi, misalnya dalam Retribusi tempat rekreasi, pengurangan dan keringanan diberikan untuk orang jompo, orang cacat, dan anak sekolah. Pembebasan Retribusi dikaitkan dengan fungsi objek Retribusi, misalnya pelayanan kesehatan bagi korban bencana alam.

Peraturan Daerah untuk jenis-jenis Retribusi yang tergolong dalam

Retribusi Perizinan Tertentu harus terlebih dahulu disosialisasikan kepada masyarakat sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

Page 35: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

28

Dalam rangka pengawasan, Peraturan Daerah tentang Retribusi disampaikan kepada Pemerintah paling lama 15 (lima belas) hari setelah ditetapkan. Penetapan jangka waktu tersebut telah mempertimbangkan administrasi pengiriman Peraturan Daerah dari Daerah yang tergolong jauh.

Dalam hal Peraturan Daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah

bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi, Pemerintah dapat membatalkan Peraturan Daerah dimaksud. Pembatalan Peraturan Daerah berlaku sejak tanggal ditetapkan. Dalam hal ini wajib Retribusi tidak dapat mengajukan restitusi kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Pembatalan tersebut dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya Peraturan Daerah dimaksud. Penetapan jangka waktu 1 (satu) bulan tersebut dilakukan dengan pertimbangan untuk mengurangi dampak negatif dari pembatalan Peraturan Daerah tersebut.

1.3. Rahasia Perpajakan

Setiap pejabat baik pusat maupun daerah dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan Perpajakan Daerah.

Pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas

di bidang Perpajakan Daerah, dilarang mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak yang menyangkut masalah Perpajakan Daerah, antara lain:

a. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh wajib pajak;

b. Data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan;

Page 36: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

29

c. Dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;

d. Dokumen dan/atau rahasia wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkenaan. Larangan tersebut juga berlaku terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh

Kepala Daerah untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan Perpajakan Daerah. Ada 2 (dua) kriteria yang dikecualikan, yaitu: a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam

sidang pengadilan; dan b. Pejabat dan tenaga ahli yang memberikan keterangan kepada pihak lain

yang ditetapkan oleh Kepala Daerah (Pasal 36 ayat (2a) UU No. 34 Tahun 2000).

Para ahli, seperti ahli bahasa, akuntan, pengacara, dan sebagainya yang

ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk membantu pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan Daerah, adalah sama dengan petugas pajak yang dilarang pula untuk mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak. Yang dimaksud dengan pihak lain, antara lain adalah lembaga negara atau instansi Pemerintah Daerah yang berwenang melakukan pemeriksaan di bidang keuangan Daerah. Dalam pengertian keterangan yang dapat diberitahukan, antara lain identitas wajib pajak dan informasi yang bersifat umum tentang Perpajakan Daerah.

Untuk kepentingan Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah berwenang

memberi izin tertulis kepada pejabat dan tenaga-tenaga ahli, supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang wajib pajak kepada pihak yang ditunjuknya. Untuk kepentingan Daerah, misalnya dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka mengadakan kerja sama dengan instansi lainnya, keterangan atau bukti tertulis dari atau tentang wajib pajak dapat

Page 37: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

30

diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Dalam surat izin yang diterbitkan Kepala Daerah harus dicantumkan nama wajib pajak, nama pihak yang ditunjuk dan nama pejabat atau ahli atau tenaga ahli yang diizinkan untuk memberikan keterangan atau memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang wajib pajak. Pemberian izin tersebut dilakukan secara terbatas dalam hal-hal yang dipandang perlu oleh Kepala Daerah.

Sedangkan untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara

pidana atau perdata atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Kepala Daerah dapat memberi izin tertulis untuk meminta kepada pejabat dan tenaga ahli, bukti tertulis dan keterangan wajib pajak yang ada padanya. Untuk melaksanakan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara pidana atau perdata yang berhubungan dengan masalah Perpajakan Daerah, demi kepentingan peradilan Kepala Daerah memberikan izin pembebasan atas kewajiban kerahasiaan kepada pejabat pajak dan para ahli, atas permintaan tertulis Hakim Ketua sidang.

Permintaan hakim tersebut harus menyebutkan nama tersangka atau

nama tergugat, keterangan-keterangan yang diminta serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta tersebut.

Pembatasan dan penegasan, bahwa keterangan Perpajakan Daerah

yang diminta tersebut adalah hanya mengenai perkara pidana atau perdata tentang perbuatan atau peristiwa yang menyangkut bidang Perpajakan Daerah dan hanya terbatas pada tersangka yang bersangkutan.

Page 38: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

31

1.4. Tindak Pidana Perpajakan Penyidik di bidang Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah adalah

pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyidikan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

Wewenang Penyidik dalam melakukan penyidikan tindak pidana

di bidang Perpajakan Daerah atau Retribusi Daerah adalah: a. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan

berkenaan dengan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah dan Retribusi Dearah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah;

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah;

d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah;

e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah;

Page 39: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

32

g. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah;

i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak

pidana di bidang Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah menurut hukum yang bertanggung jawab (Pasal 42 ayat (2) UU No. 34 Tahun 2000).

Penyidik yang merupakan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu

di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus, memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

Page 40: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

33

BAB II

OTONOMI DAERAH

enyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu

ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada Daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah pada saat sekarang ini, sehingga perlu direvisi oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

P

Page 41: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

34

Berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 menyebabkan terjadinya pergeseran kewenangan (shifting authority) dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat secara prinsip bertanggung jawab untuk menjaga kesatuan nasional, meningkatkan taraf hidup masyarakat dan bertanggung jawab secara keseluruhan dalam pengelolaan perekonomian nasional. Di lain pihak Pemerintah Daerah juga bertanggung jawab untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan di daerahnya, terutama dalam memberikan pelayanan masyarakat (public service).

Pergeseran kewenangan (shifting authority) dari Pemerintah Pusat

kepada Daerah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 dan penjelasannya yang mengemukakan bahwa: kewenangan otonomi adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, dan fiskal nasional dan agama. Di samping itu, keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi (Kustiawan dan Solikin, 2005: 33-34).

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya

dalam arti Daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan

Page 42: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

35

pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang

nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya.

Otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam

penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar Daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar Daerah dengan Pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara.

Page 43: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

36

Pandangan di atas sesuai dengan pendapat Indra J Piliang et.al (2003: 83) yang mengatakan bahwa tujuan program otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan Daerah, mengurangi kesenjangan antar Daerah, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan, potensi maupun karakteristik di Daerah masing-masing. Hal ini ditempuh melalui peningkatan hak dan tanggung jawab Pemerintah Daerah untuk mengelola rumah tangganya sendiri.

Tujuan otonomi daerah menurut Smith (1985) dalam analisa CSIS yang

dikemukakan oleh Syarif Hidayat (2000) dibedakan dari 2 (dua) sisi kepentingan, yaitu kepentingan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dari kepentingan Pemerintah Pusat tujuan utamanya adalah pendidikan politik, pelatihan kepemimpinan, menciptakan stabilitas politik dan mewujudkan demokratisasi sistem pemerintahan di Daerah. Sementara bila dilihat dari sisi kepentingan Pemerintah Daerah terdapat (3) tiga tujuan, yaitu:

1. Untuk mewujudkan apa yang disebut sebagai political equality, artinya melalui otonomi daerah diharapkan akan lebih membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik di tingkat lokal atau daerah;

2. Untuk menciptakan local accountability, artinya dengan otonomi akan meningkatkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam memperhatikan hak-hak masyarakat;

3. Untuk mewujudkan local responsiveness, artinya dengan otonomi daerah diharapkan akan mempermudah antisipasi terhadap berbagai masalah yang muncul dan sekaligus meningkatkan akselerasi pembangunan sosial dan ekonomi daerah (Lihat juga Kustiawan dan Solikin, 2005: 32). Apabila tujuan otonomi daerah dilihat dari perspektif UU No. 32 Tahun

2004, pada dasarnya adalah sama yaitu bahwa otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan

Page 44: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

37

kesejahteraan masyarakat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat secara nyata, dinamis dan bertanggungjawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban Pemerintah Pusat, dan campur tangan di Daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal. Dari uraian tersebut, nampak jelas bahwa pemberian otonomi daerah didasarkan pada faktor-faktor, perhitungan, tindakan, dan kebijaksanaan yang benar-benar menjamin Daerah yang bersangkutan untuk dapat mengurus rumah tangganya sendiri.

Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang

hendak dicapai, Pemerintah Pusat wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Di samping itu diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan itu Pemerintah Pusat wajib memberikan fasilitasi yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif.

2.1. Pentingnya Pelaksanaan Otonomi Daerah

Salah satu unsur reformasi total itu adalah tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada Daerah Kabupaten dan Kota. Tuntutan seperti ini adalah wajar, paling tidak untuk 2 (dua) alasan: pertama, intervensi Pemerintah Pusat yang terlalu besar di masa yang lalu telah menimbulkan masalah rendahnya kapabilitas dan efektivitas Pemerintah Daerah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi di daerah (Mardiasmo, 1999). Arahan dan statutory requirement yang terlalu besar dari Pemerintah Pusat tersebut menyebabkan inisiatif dan prakarsa Daerah cenderung mati sehingga Pemerintah Daerah seringkali menjadikan pemenuhan peraturan sebagai

Page 45: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

38

tujuan, dan bukan sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Besarnya arahan dari Pemerintah Pusat itu didasarkan pada 2 (dua)

alasan utama, yaitu untuk menjamin stabilitas nasional, dan karena kondisi sumberdaya manusia Daerah yang dirasa masih relatif lemah. Karena dua alasan ini, sentralisasi otoritas dipandang sebagai prasyarat untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada awalnya pandangan ini terbukti benar. Sepanjang tahun 70-an dan 80-an, misalnya, Indonesia mengalami pertumbuhan yang berkelanjutan dan stabilitas politik yang mantap (Shah, et.al., 1994). Namun dalam jangka panjang, sentralisasi seperti itu telah memunculkan masalah rendahnya akuntabilitas, memperlambat pembangunan infrastruktur sosial, rendahnya tingkat pengembalian proyek-proyek publik, serta memperlambat pengembangan kelembagaan sosial ekonomi di Daerah (Bastin dan Smoke, 1992 dalam Shah, et.al., 1994).

Kedua, tuntutan pembelian otonomi itu juga muncul sebagai jawaban

untuk memasuki era new game yang membawa new rules pada semua aspek kehidupan manusia di masa yang akan datang. Di era seperti ini, di mana globalization cascade sudah semakin meluas, Pemerintah akan semakin kehilangan kendali pada banyak persoalan, seperti pada perdagangan internasional, informasi dari ide, serta transaksi keuangan. Dimasa depan, Pemerintah sudah terlalu besar untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan kecil tetapi terlalu kecil untuk dapat menyelesaikan semua masalah yang dihadapi oleh masyarakat (Shah, 1997).

Untuk menghadapi new game yang penuh dengan new rules tersebut,

dibutuhkan new strategy. Berbagai ketetapan MPR yang telah dihasilkan melalui Sidang Istimewa yang lalu merupakan new strategy, untuk keluar dari

Page 46: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

39

krisis ekonomi dan kepercayaan serta menghadapi globalization cascade. Salah satu Ketetapan MPR tersebut adalah Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang "Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaaan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia". Tap MPR tersebut merupakan landasan hukum keluarnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut telah membawa perubahan mendasar pada pola hubungan antar pemerintahan dan keuangan antara Pusat dan Daerah.

Desentralisasi tidak hanya berarti pelimpahan wewenang dari

Pemerintah Pusat ke pemerintah yang lebih rendah, tetapi juga pelimpahan beberapa wewenang pemerintahan ke pihak swasta dalam bentuk privatisasi. Pemerintah pada berbagai tingkatan harus bisa menjadi katalis: fokus pada pemberian pengarahan bukan pada produksi pelayanan publik. Produksi pelayanan publik harus dijadikan sebagai pengecualian dan bukan keharusan. Pada masa yang akan datang, pemerintah pada semua tingkatan harus fokus pada fungsi-fungsi dasarnya, yaitu: penciptaan dan modernisasi lingkungan legal dan regulasi; pengembangan suasana yang kondusif bagi proses alokasi sumberdaya yang efisien; pengembangan kualitas sumberdaya manusia dan infrastruktur; melindungi orang-orang yang rentan secara fisik maupun non-fisik; serta meningkatkan dan konservasi daya dukung lingkungan hidup (World Bank, 1997).

Page 47: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

40

2.1.1. Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani, auto yang berarti sendiri dan nomos yang berarti hukum atau peraturan. Menurut Encyclopedia of Social Science, bahwa otonomi dalam pengertian orisinal adalah the legal self sufficiency of social body and its actual independence. Jadi ada 2 (dua) ciri hakikat dari otonomi yakni legal self sufficiency dan actual independence. Dalam kaitannya dengan politik atau pemerintahan, otonomi daerah berarti self government atau the condition of living under one's own laws (Sumaryadi: 2005: 39).

Jadi otonomi daerah adalah Daerah yang memiliki legal self sufficiency yang

bersifat self government yang diatur dan diurus oleh own laws. Karena itu, otonomi lebih menitik-beratkan aspirasi daripada kondisi.

Otonomi diartikan sebagai pemerintahan sendiri (Muslimin, 1978: 16),

dan diartikan sebagai kebebasan atas kemandirian, bukan kemerdekaan (Syafrudin, 1985: 23), sedangkan otonomi daerah sendiri memiliki beberapa pengertian menurut UU No. 32 Tahun 2004, Wayong (1975: 74-87), dan Salam (2004: 88-89), yaitu:

1. Kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus sedaerah dengan keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri, dan pemerintahan sendiri;

2. Pendewasaan politik rakyat lokal dan proses menyejahterakan rakyat; 3. Adanya pemerintahan lebih atas memberikan atau menyerahkan

sebagian urusan rumah tangganya kepada Pemerintah bawahannya. Sebaliknya Pemerintah bawahan yang menerima sebagian urusan tersebut telah mampu melaksanakan urusan tersebut.

4. Pemberian hak, wewenang, dan kewajiban kepada Daerah memungkinkan Daerah tersebut dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna

Page 48: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

41

penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur

dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Wijaya, 2002: 76).

Koesoemahatmadja (1973: 18) berpendapat bahwa menurut perkembangan

sejarah di Indonesia, otonomi selain mengandung arti perundangan (regeling), juga mengandung arti pemerintahan (bestuur). Namun demikian, walaupun otonomi ini sebagai self government, self sufficiency dan actual independence, keotonomian tersebut tetap berada pada batas yang tidak melampaui wewenang Pemerintah Pusat yang menyerahkan urusan kepada daerah. Otonomi menurut Manan (1994: 21) mengandung arti kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusan (rumah tangganya) sendiri. Kemandirian, menurut Syafrudin (1991: 131), bukan berarti kesendirian, bukan pula sendiri-sendiri karena tetap bhineka tunggal ika, melainkan untuk memecahkan masalah-masalah Daerahnya sendiri tidak selalu dan terlalu menggantungkan diri kepada Pemerintah Pusat.

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi

daerah sebagai hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan daerah otonom, adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Wijaya, 2002: 76).

Page 49: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

42

Daerah otonom memiliki beberapa pengertian, menurut Liang Gie (1968: 58), Riwu Kaho (1982: 7), Sujamto (1991: 88) dalam Salam (2004: 89), mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut:

1. Daerah yang mempunyai kehidupan sendiri yang tidak bergantung pada satuan organisasi lain;

2. Daerah yang mengemban misi tertentu, yaitu dalam rangka meningkatkan keefektifan dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan di daerah di mana untuk melaksanakan tugas dan kewajiban itu Daerah diberi hak dan wewenang tertentu.

3. Daerah yang memiliki atribut, mempunyai urusan tertentu (urusan rumah tangga Daerah) yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat; urusan rumah tangga itu diatur dan diurus atas inisiatif dan kebijakan Daerah itu sendiri; memiliki aparat sendiri yang terpisah dari Pemerintah Pusat serta memiliki sumber keuangan sendiri.

Dari beberapa pengertian tentang otonomi, otonomi daerah, dan daerah

otonom di atas, disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Tujuan yang hendak dicapai dalam pemberian otonomi kepada daerah

adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, di mana pelimpahan kewenangan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah mengandung konsekuensi yang berupa hak, wewenang, dan kewajiban bagi rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini Daerah benar-benar dituntut agar mandiri dalam arti dapat menunjukkan kemampuannya sehingga secara berangsur-angsur semakin kecil ketergantungannya kepada Pemerintah Pusat.

2. Dalam penyerahan otonomi kepada Daerah, harus dilihat kemampuan riil daerah tersebut atau dengan kata lain setiap penambahan urusan kepada Daerah (pengembangan otonomi daerah secara horizontal)

Page 50: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

43

harus mampu memperhitungkan sumber-sumber pembiayaan atau kemampuan riil daerah.

3. Bahwa dalam mengatur dan menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah, pada prinsipnya Daerah harus mampu membiayai sendiri kebutuhannya dengan mengandalkan kemampuan sendiri atau mengurangi ketergantungan kepada Pemerintah Pusat.

4. Pada dasarnya otonomi daerah adalah urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah untuk diselenggarakan menjadi urusan rumah tangga daerah.

5. Bahwa desentralisasi merupakan suatu sistem pemerintahan di mana urusan-urusan Pemerintah Pusat diserahkan penyelenggaraannya kepada satuan-satuan organisasi pemerintahan di daerah-daerah yang disebut daerah otonom (Salam, 2004: 89-90). Pemerintah Daerah dengan otonomi adalah proses peralihan dari

sistem dekonsentrasi ke sistem desentralisasi. Otonomi adalah penyerahan urusan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan otonomi adalah mencapai efisiensi dan efektivitas dalam pelayanan kepada masyarakat (Wijaya, 2002: 76).

Hakikat dari otonomi daerah diterapkan adalah:

1. Hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom. Hak tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan Pemerintah Pusat yang diserahkan kepada Daerah. Istilah sendiri dalam hak mengatur dan mengurus rumah tangga merupakan inti keotonomian suatu daerah; penetapan kebijaksanaan sendiri, pelaksanaan sendiri, serta pembiayaan dan pertanggungjawaban daerah sendiri, maka hak itu, dikembalikan kepada pihak yang memberi, dan berubah kembali menjadi urusan Pemerintah Pusat;

Page 51: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

44

2. Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, Daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu di luar batas-batas wilayah Daerahnya;

3. Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga Daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya.

Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain, hak mengatur dan

mengurus rumah tangga sendiri tidak merupakan subordinasi hak mengatur dan mengurus rumah tangga Daerah lain. Dengan demikian, suatu daerah otonom adalah daerah yang self government, self sufficiency, self authority, dan self regulation to its laws and affairs dari Daerah lainnya baik secara vertikal maupun horizontal karena daerah otonom memiliki actual independence. Indikator suatu daerah menjadi otonom setelah melaksanakan kebijakan otonomi daerah meliputi makna daerah itu telah secara nyata menjadi satuan masyarakat hukum, satuan unit ekonomi publik, satuan unit sosial budaya, satuan unit lingkungan hidup (lebensraum) dan menjadi satuan subsistem politik nasional (Ndraha, 2003).

Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan urusan ini adalah

antara lain: menumbuhkembangkan Daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah dan meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan (Wijaya, 2002: 76).

Sejalan dengan penyerahan urusan, apabila urusan tersebut akan

menjadi beban Daerah, maka akan dilaksanakan melalui asas medebewind atau asas pembantuan. Proses dari sentralisasi ke desentralisasi ini pada dasarnya tidak semata-mata desentralisasi administratif, tetapi juga bidang politik dan sosial budaya (Wijaya, 2002: 76).

Page 52: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

45

Tujuan utama dari kebijakan desentralisasi adalah, di satu pihak, membebaskan Pemerintah Pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami, merespons berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat dari padanya. Pada saat yang sama, Pemerintah Pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi kewenangan Pemerintah ke Daerah, maka Daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang signifikan. Kemampuan prakarsa dan kreativitas mereka akan terpacu, sehingga kapabilitas dalam mengatasi berbagai masalah domestik akan semakin kuat. Desentralisasi merupakan simbol dari adanya ‘trust' dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Ini akan dengan sendirinya mengembalikan harga diri Pemerintah Daerah dan masyarakat daerah. Kalau dalam sistem yang sentralistik mereka tidak bisa berbuat banyak dalam mengatasi berbagai masalah, akibat dari tiada atau kurangnya kewenangan yang mereka miliki, dalam sistem otonomi ini mereka ditantang untuk secara kreatif menemukan solusi-solusi atas berbagai masalah yang dihadapi (Sumaryadi, 2005: 41-42).

Dengan demikian dampak pemberian otonomi ini tidak hanya terjadi

pada organisasi/administratif lembaga pemerintahan daerah saja; akan tetapi berlaku juga pada masyarakat (publik), badan atau lembaga swasta dalam berbagai bidang. Dengan otonomi ini terbuka kesempatan bagi Pemerintah Daerah secara langsung membangun kemitraan dengan publik dan pihak swasta daerah yang bersangkutan dalam berbagai bidang pula (Wijaya, 2002: 76-77).

2.1.2. Visi Otonomi Daerah Di masa lalu, banyak masalah terjadi di daerah yang tidak tertangani

secara baik karena keterbatasan kewenangan Pemerintah Daerah di bidang itu. Ini

Page 53: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

46

berkenaan antara lain dengan konflik pertanahan, kebakaran hutan, pengelolaan pertambangan, perizinan investasi, kerusakan lingkungan, alokasi anggaran dari dana subsidi Pemerintah Pusat, penetapan prioritas pembangunan, penyusunan organisasi pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan Daerah, pengangkatan dalam jabatan struktural, perubahan batas administrasi, pembentukan Kecamatan, Kelurahan dan Desa, serta pemilihan Kepala Daerah. Sekarang, dengan berlakunya UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan itu didesentralisasikan ke Daerah. Artinya, Pemerintah Daerah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggung jawab. Pemerintah Pusat tidak lagi mempatronasi, apalagi mendominasi mereka.

Peran Pemerintah Pusat dalam konteks desentralisasi ini adalah

melakukan supervisi, memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah. Peran ini tidak ringan, tetapi juga tidak membebani daerah secara berlebihan. Karena itu, dalam rangka otonomi daerah diperlukan kombinasi yang efektif antara visi yang jelas serta kepemimpinan yang kuat dari Pemerintah Pusat, dengan keleluasaan berprakarsa dan berkreasi dari Pemerintah Daerah.

Visi otonomi daerah itu sendiri dapat dirumuskan dalam tiga ruang

lingkup interaksinya yang utama: politik, ekonomi serta sosial dan budaya. Berdasarkan visi tersebut, maka konsep dasar otonomi daerah yang kemudian melandasi lahirnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan No. 33 Tahun 2004, merangkum hal-hal sebagai berikut:

1. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestik kepada Daerah. Kecuali untuk bidang keuangan dan moneter, politik luar negeri, peradilan, pertahanan, keagamaan, serta beberapa bidang kebijakan pemerintahan yang bersifat strategis-nasional, maka pada dasarnya semua bidang pemerintahan yang lain dapat didesentralisasikan. Dalam konteks ini, Pemerintahan Daerah tetap terbagi

Page 54: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

47

atas 2 (dua) ruang lingkup, bukan tingkatan, yaitu Daerah Kabupaten dan Kota yang diberi status otonomi penuh, dan Provinsi yang diberi otonomi terbatas. Otonomi penuh berarti tidak adanya operasi Pemerintah Pusat di Daerah Kabupaten dan Kota, kecuali untuk bidang-bidang yang dikecualikan tadi. Otonomi terbatas berarti adanya ruang yang tersedia bagi Pemerintah Pusat untuk melakukan operasi di Daerah Provinsi. Karena itu, maka status Gubernur, selain sebagai Kepala Daerah otonom, juga sebagai wakil Pemerintah Pusat. Hubungan Provinsi dan Kabupaten/Kota bersifat koordinatif, pembinaan dan pengawasan. Sebagai wakil Pemerintah Pusat, Gubernur mengkoordinasikan tugas-tugas pemerintahan antara Kabupaten dan Kota dalam wilayahnya. Gubernur juga melakukan supervisi terhadap Pemerintah Kabupaten/Kota atas pelaksanaan berbagai kebijakan Pemerintah Pusat, serta bertanggung jawab mengawasi penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan otonomi daerah di dalam wilayahnya.

2. Penguatan peran DPRD dimulai dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pelaksanaan trifungsi Dewan Perwakilan Rakyat yakni fungsi lembaga legislasi dan lembaga pengawasan serta lembaga representasi. Implementasi ketiga fungsi itu selanjutnya dioperasionalkan dalam bentuk hak dan kewajiban anggota dan lembaga DPRD. Kesemuanya harus diatur secara jelas dalam Peraturan Tata Tertib DPRD pada semua tingkatan. Pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai pengejawantahan dari trifungsinya itu harus dapat dipertanggungjawabkan kepada diri sendiri, masyarakat, lingkungan dan terutama konstituen yang telah memberikan kepercayaan penuh padanya untuk memperbaiki sistem pemerintahan ke arah yang diinginkan seluruh elemen bangsa dan negara. Dengan demikian, baik sebagai pribadi anggota maupun sebagai lembaga DPRD diharapkan mampu mempertanggungjawabkan setiap sikap, tutur kata dan perilakunya kepada publik dan Tuhan YME dalam makna akuntabilitas, obligasion dan kausalitas baik secara hukum dan administratif maupun

Page 55: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

48

politik, sosiologis, etika dan moral serta teologis. Pemberdayaan fungsi-fungsi DPRD dalam bidang legislasi, representasi, dan penyalur aspirasi masyarakat harus dilakukan. Untuk itu optimalisasi hak-hak DPRD perlu diwujudkan, seraya menambah alokasi anggaran untuk biaya operasinya. Hak penyelidikan DPRD perlu dihidupkan, hak prakarsa perlu diaktifkan dan hak bertanya perlu didorong. Hak inisiatif perlu dikembangkan bahkan harus dimonopoli oleh lembaga DPR/D. Segenap usul inisiatif untuk pembuatan undang-undang dari lembaga eksekutif harus diajukan ke komisi-komisi di lembaga perwakilan rakyat dan akan dibahas oleh DPR/D untuk selanjutnya ditetapkan ditolak atau dilanjutkan pembahasan menjadi undang-undang. Dengan demikian, hak inisiatif tidak lagi dimonopoli oleh dominasi eksekutif, tetapi semakin banyak RUU inisiatif yang berasal dari kajian teoritik para tenaga ahli di setiap komisi yang selanjutnya diangkat menjadi RUU inisiatif dari DPR/D. Hal ini perlu dikaji kembali karena dalam menjalankan fungsi legislasi, lembaga perwakilan rakyat paling rendah kinerjanya dalam menggunakan hak inisiatif. Padahal justru melalui hak inilah, berbagai janji dan sumpah anggota dan partai peserta pemilu yang diucapkan saat kampanye dapat diakomodasi menjadi peraturan perundang-undangan yang pasti dilaksanakan lembaga eksekutif dan diawasi pelaksanaannya bersama lembaga yudikatif. Dengan demikian produk legislasi akan dapat ditingkatkan dan pengawasan politik terhadap jalannya pemerintahan bisa diwujudkan.

3. Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur setempat demi menjamin tampilnya kepemimpinan pemerintahan yang berkualitas tinggi dengan tingkat aksetabilitas yang tinggi pula. Pertanggungjawaban kepala daerah kepada DPRD sepanjang menyangkut pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi dan otonomi daerah perlu ditetapkan.

4. Peningkatkan efektivitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif melalui pembenahan organisasi dan inisiatif yang dimiliki agar lebih sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan, setara dengan

Page 56: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

49

beban tugas yang dipikul, selaras dengan kondisi daerah, serta lebih responsif terhadap kebutuhan daerah. Dalam kaitan ini juga, diperlukan terbangunnya suatu sistem administrasi dan pola karir kepegawaian yang lebih sehat dan kompetitif.

5. Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah serta pengaturan yang jelas atas sumber-sumber pendapatan Negara dan Daerah, pembagian revenue dari sumber penerimaan yang berkaitan dengan kekayaan alam, pajak dan retribusi, serta tata cara dan syarat untuk pinjaman dan obligasi Daerah.

6. Perwujudan desentralisasi fiskal melalui pembesaran alokasi subsidi dari Pemerintah Pusat yang bersifat blockgrant, pengaturan pembagian sumber-sumber pendapatan Daerah, pemberian keleluasaan kepada Daerah untuk menetapkan prioritas pembangunan, serta optimalisasi upaya pemberdayaan masyarakat melalui lembaga-lembaga swadaya pembangunan yang ada.

7. Pembinaan dan pemberdayaan lembaga-lembaga dan nilai-nilai lokal yang bersifat kondusif terhadap upaya memelihara harmoni sosial dan solidaritas sosial sebagai satu bangsa. Untuk menjamin suksesnya pelaksanaan otonomi daerah, diperlukan

komitmen yang kuat dari kepemimpinan yang konsisten dari Pemerintah Pusat. Dari Pemerintah Daerah juga diharapkan lahirnya pemimpin-pemimpin pemerintahan yang demokratis, DPRD yang mampu menjembatani antara tuntutan rakyat dengan kemampuan Pemerintah, organisasi masyarakat yang mampu memobilisasi dukungan terhadap kebijakan yang menguntungkan masyarakat luas, kebijakan ekonomi yang berpihak pada pembukaan lapangan kerja dan kemudahan berusaha, serta berbagai pendekatan sosial budaya yang secara terus menerus menyuburkan harmoni dan solidaritas antar warga.

Page 57: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

50

Pengertian otonomi daerah adalah keleluasaan dalam bentuk hak dan wewenang serta kewajiban dan tanggung jawab badan Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sebagai manivestasi dari desentralisasi. Sebagai konsekwensi pemberian otonomi kepada daerah dalam wujud hak dan wewenang mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mempertanggung jawabkannya baik kepada negara dan bangsa, maupun kepada masyarakat dan lingkungannya. Jadi otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan aturan yang ada. Perwujudan konsep desentralisasi pada tingkat daerah adalah otonomi daerah sehingga dengan demikian, otonomi daerah merupakan implikasi dari diterapkannya kebijakan desentralisasi dalam suatu negara.

Inti dari pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya keleluasaan

Pemerintah Daerah (discretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas dan peran serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan Daerahnya. Memberikan otonomi daerah tidak hanya berarti melaksanakan demokrasi di lapisan bawah tetapi juga mendorong oto-aktivitas untuk melaksanakan sendiri apa yang dianggap penting bagi lingkungan sendiri. Dengan berkembangnya demokrasi dari bawah maka rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri, melainkan yang utama adalah berupaya memperbaiki nasibnya sendiri. Hal itu dapat diwujudkan dengan memberikan kewenangan yang cukup luas kepada Pemerintah Daerah guna menguras dan mengatur serta mengembangkan Daerahnya sesuai kepentingan dan potensi Daerahnya. Kewenangan artinya keleluasaan untuk menggunakan dana baik yang berasal dari daerah sendiri maupun dari Pusat sesuai dengan keperluan Daerahnya tanpa campur tangan Pusat, keleluasaan berprakarsa, memilih alternatif, menentukan prioritas dan mengambil keputusan untuk kepentingan Daerahnya, keleluasaan untuk memanfaatkan dana perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang memadai, yang didasarkan kriteria obyektif dan adil. Berdasarkan pokok-pokok pergeseran

Page 58: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

51

prinsip-prinsip penyelenggaraan Pemerintah Daerah dalam kerangka reformasi pemerintahan ini, diformulasikanlah berbagai kebijakan, implementasi otonomi daerah melalui UU No. 32 dan 33 Tahun 2004.

Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan

pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih baik, suatu masyarakat yang lebih adil dan makmur. Tujuan pemberian otonomi kepada Daerah adalah untuk memungkinkan Daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.

Dengan mengacu pada ide yang hakiki dalam konsep otonomi daerah,

tujuan pemberian otonomi kepada daerah setidak-tidaknya akan meliputi 4 (empat) aspek sebagai berikut:

1. Dari segi politik adalah untuk mengikutsertakan, menyalurkan inspirasi dan aspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijaksanaan nasional dalam rangka pembangunan dalam proses demokrasi di lapisan bawah;

2. Dari segi manajemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat dengan memperluas jenis- jenis pelayanan dalam berbagai bidang kebutuhan masyarakat;

3. Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat dengan melakukan usaha pemberdayaan (empawerment), sehingga masyarakat makin mandiri, dan tidak terlalu banyak bergantung pada pemberian Pemerintah serta memiliki daya saing yang kuat dalam proses pertumbuhannya; dan

Page 59: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

52

4. Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang makin meningkat.

2.2. Pembagian Urusan Pemerintahan

Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dengan Daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan Pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.

Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintahan oleh

Pemerintah kepada Daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antartingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah meliputi: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau

susunan pemerintahan adalah semua urusan pemerintahan di luar urusan di atas, urusan pemerintahan tersebut terdiri atas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerintahan meliputi:

1. pendidikan; 2. kesehatan; 3. pekerjaan umum;

Page 60: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

53

4. perumahan; 5. penataan ruang; 6. perencanaan pembangunan; 7. perhubungan; 8. lingkungan hidup; 9. pertanahan; 10. kependudukan dan catatan sipil; 11. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; 12. keluarga berencana dan keluarga sejahtera; 13. sosial; 14. ketenagakerjaan dan ketransmigrasian; 15. koperasi dan usaha kecil dan menengah; 16. penanaman modal; 17. kebudayaan dan pariwisata; 18. kepemudaan dan olah raga; 19. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri; 20. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah,

perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian; 21. pemberdayaan masyarakat dan desa; 22. statistik; 23. kearsipan; 24. perpustakaan; 25. komunikasi dan informatika; 26. pertanian dan ketahanan pangan; 27. kehutanan; 28. energi dan sumber daya mineral; 29. kelautan dan perikanan; 30. perdagangan; dan 31. perindustrian.

Page 61: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

54

Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian.

Pembagian urusan pemerintahan berdasarkan kriteria eksternalitas,

akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Ketentuan mengenai pengaturan teknis untuk masing-masing sub bidang atau sub sub bidang urusan pemerintahan diatur dengan peraturan menteri/kepala lembaga pemerintahan non departemen yang membidangi urusan pemerintahan yang bersangkutan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.

Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan menjadi kewenangannya. Urusan pemerintahan tersebut terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. Urusan wajib tersebut meliputi:

1. pendidikan; 2. kesehatan; 3. lingkungan hidup; 4. pekerjaan umum; 5. penataan ruang; 6. perencanaan pembangunan; 7. perumahan; 8. kepemudaan dan olahraga; 9. penanaman modal; 10. koperasi dan usaha kecil dan menengah; 11. kependudukan dan catatan sipil; 12. ketenagakerjaan;

Page 62: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

55

13. ketahanan pangan; 14. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; 15. keluarga berencana dan keluarga sejahtera; 16. perhubungan; 17. komunikasi dan informatika; 18. pertanahan; 19. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri; 20. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah,

perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian; 21. pemberdayaan masyarakat dan desa; 22. sosial; 23. kebudayaan; 24. statistik; 25. kearsipan; dan 26. perpustakaan.

Urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan

berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan Daerah yang bersangkutan. Urusan pilihan meliputi:

1. kelautan dan perikanan; 2. pertanian; 3. kehutanan; 4. energi dan sumber daya mineral; 5. pariwisata; 6. industri; 7. perdagangan; dan 8. ketransmigrasian.

Page 63: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

56

Penentuan urusan pilihan ditetapkan oleh Pemerintahan Daerah. Penyelenggaraan urusan wajib berpedoman pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan Pemerintah dan dilaksanakan secara bertahap. Pemerintahan Daerah yang melalaikan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib, penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dengan pembiayaan bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Daerah yang bersangkutan. Sebelum penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut, Pemerintah melakukan langkah-langkah pembinaan terlebih dahulu berupa teguran, instruksi, pemeriksaan, sampai dengan penugasan pejabat Pemerintah ke Daerah yang bersangkutan untuk memimpin penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib tersebut.

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan tersebut, Pemerintah

menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa. Perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah dalam rangka dekonsentrasi kepada Gubernur.

Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah

di luar urusan pemerintahan sebagaimana yang telah diuraikan di atas, Pemerintah dapat:

1. Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan; 2. Melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku

wakil Pemerintah; atau 3. Menugaskan sebagian urusan kepada Pemerintahan Daerah dan/atau

Pemerintahan Desa berdasarkan asas tugas pembantuan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut merupakan

pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintahan

Page 64: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

57

daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antarpemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan. Antar pemerintahan daerah dimaksudkan dengan hubungan antar provinsi dengan provinsi, kabupaten/kota dengan kabupaten/kota, atau provinsi dengan kabupaten/kota.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah,

yang diselenggarakan berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara antara lain:

a. Perlindungan hak konstitusional; b. Perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat,

ketentraman dan ketertiban umum dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI; dan

c. Pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional. Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan

sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.

Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan

daerah meliputi: 1. Pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah; 2. Pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan 3. Pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah.

Page 65: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

58

Hubungan dalam bidang keuangan antarpemerintahan daerah meliputi: 1. Bagi hasil pajak dan nonpajak antara pemerintahan daerah provinsi dan

pemerintahan daerah kabupaten/ kota; 2. Pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab

bersama; 3. Pembiayaan bersama atas kerja sama antardaerah; dan 4. Pinjaman dan/atau hibah antarpemerintahan daerah.

Hubungan dalam bidang pelayanan umum antara Pemerintah dan

pemerintahan daerah meliputi: 1. Kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan

minimal; 2. Pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan

daerah; dan 3. Fasilitasi pelaksanaan kerja sama antarpemerintahan daerah dalam

penyelenggaraan pelayanan umum. Hubungan dalam bidang pelayanan umum antarpemerintahan daerah

meliputi: 1. Pelaksanaan bidang pelayanan umum yang menjadi kewenangan

daerah; 2. Kerja sama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan

pelayanan umum; dan 3. pengelolaan perizinan bersama bidang pelayanan umum.

Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber

daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi: 1. Kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan,

pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian;

Page 66: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

59

2. Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan

3. Penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.

Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antarpemerintahan daerah meliputi:

1. Pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menjadi kewenangan daerah;

2. Kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antarpemerintahan daerah; dan

3. Pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya. 2.2.1. Asas Penyelenggaraan Pemerintahan

Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum

Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: 1. asas kepastian hukum; 2. asas tertib penyelenggara negara; 3. asas kepentingan umum; 4. asas keterbukaan; 5. asas proporsionalitas; 6. asas profesionalitas; 7. asas akuntabilitas; 8. asas efisiensi; dan 9. asas efektivitas.

Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan

asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi. Sedangkan dalam

Page 67: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

60

upaya menyelenggarakan Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.

2.2.2. Hak dan Kewajiban Daerah Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak:

1. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya; 2. Memilih pimpinan Daerah; 3. Mengelola aparatur Daerah; 4. Mengelola kekayaan Daerah; 5. Memungut Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber

daya lainnya yang berada di Daerah; 7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan 8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan. Selain hak Daerah juga dibebankan kepada beberapa kewajiban dalam

proses penyelenggaraan otonomi, yaitu: 1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan

nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; 3. Mengembangkan kehidupan demokrasi; 4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan; 5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; 6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; 7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; 8. Mengembangkan sistem jaminan sosial; 9. Menyusun perencanaan dan tata ruang Daerah; 10. Mengembangkan sumber daya produktif di Daerah;

Page 68: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

61

11. Melestarikan lingkungan hidup; 12. Mengelola administrasi kependudukan; 13. Melestarikan nilai sosial budaya; 14. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai

dengan kewenangannya; dan 15. Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Hak dan kewajiban Daerah diwujudkan dalam bentuk rencana kerja

Pemerintahan Daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan.

2.3. Pemerintahan Daerah Pemerintahan Daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan

daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan daerah yaitu Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 32 Tahun 2004, Pemerintahan Daerah

adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Page 69: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

62

2.4. Perangkat Daerah

Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah dibantu oleh perangkat daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri dari beberapa unsur, yaitu:

1. Unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam lembaga sekretariat;

2. Unsur pendukung tugas Kepala Daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah; serta

3. Unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam lembaga dinas daerah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu

organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu:

1. Kemampuan keuangan; 2. Kebutuhan daerah; 3. Cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis

dan banyaknya tugas; 4. Luas wilayah kerja dan kondisi geografis; 5. Jumlah dan kepadatan penduduk; 6. Potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani; dan 7. Sarana dan prasarana penunjang tugas.

Oleh karena itu, kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi

masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam. Tata cara atau prosedur, persyaratan, kriteria pembentukan suatu organisasi perangkat daerah

Page 70: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

63

ditetapkan dalam Peraturan Daerah yang mengacu pada pedoman yang ditetapkan Pemerintah. Peraturan Pemerintah tersebut pada prinsipnya dimaksudkan memberikan arah dan pedoman yang jelas kepada Daerah dalam menata organisasi yang efisien, efektif dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Daerah masing-masing serta adanya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi serta komunikasi kelembagaan antara Pusat dan Daerah. 2.5. Keuangan Daerah

Penyelenggaraan fungsi Pemerintahan Daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada Daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, di mana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan Pemerintah yang diserahkan kepada Daerah menjadi sumber keuangan daerah.

Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara

lain berupa: 1. Kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan

urusan Pemerintah yang diserahkan; 2. Kewenangan memungut dan mendayagunakan Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di Daerah dan dana perimbangan lainnya;

3. Hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan.

Page 71: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

64

Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada dasarnya Pemerintah menerapkan prinsip “uang mengikuti fungsi”.

Di dalam Undang-Undang mengenai Keuangan Negara, terdapat

penegasan di bidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan; dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dari Presiden sebagian diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku Kepala Pemerintah Daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan Daerah yang dipisahkan. Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa Gubernur/Bupati/Walikota bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan Pemerintahan Daerah. Dengan demikian pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dan menjadi satu dengan pengaturan Pemerintahan Daerah, yaitu dalam Undang-Undang mengenai Pemerintahan Daerah.

2.6. Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah

Penyelenggara Pemerintahan Daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggungjawabnya serta atas kuasa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan antara lain dalam Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, dan Ketentuan Daerah Lainnya.

Ada tiga syarat di mana kebijakan daerah yang Peraturan Daerah,

Peraturan Kepala Daerah, dan Ketentuan Daerah Lainnya tidak boleh ditetapkan, yaitu:

1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;

Page 72: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

65

2. Bertentangan dengan kepentingan umum serta 3. Bertentangan dengan Peraturan Daerah lain.

Peraturan Daerah dibuat oleh DPRD bersama-sama Pemerintah Daerah,

artinya prakarsa dapat berasal dari DPRD maupun dari Pemerintah Daerah. Khusus Peraturan Daerah tentang APBD rancangannya disiapkan oleh Pemerintah Daerah yang telah mencakup keuangan DPRD, untuk dibahas bersama DPRD. Peraturan Daerah dan Ketentuan Daerah Lainnya yang bersifat mengatur diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah.

Peraturan Daerah tertentu yang mengatur Pajak Daerah, Retribusi

Daerah, APBD, Perubahan APBD, dan Tataruang, berlakunya setelah melalui tahapan evaluasi oleh Pemerintah. Hal itu ditempuh dengan pertimbangan antara lain untuk melindungi kepentingan umum, menyelaraskan dan menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau Peraturan Daerah lainnya, terutama Peraturan Daerah mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis

dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda. Persiapan pembentukan, pembahasan, dan pengesahan rancangan Perda berpedoman kepada peraturan perundang-undangan. Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai dengan peraturan perundangan. Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Page 73: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

66

BAB III

DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA

ergulirnya kebijakan desentralisasi, sejak tahun 1999, khususnya dengan terbitnya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang telah

direvisi oleh UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004, telah membawa pengaruh yang sangat besar, bukan saja dalam kaitan relasi kuasa antara Pusat dan Daerah, namun juga relasi-relasi antara Pemerintah Daerah dan masyarakat daerah, dan juga relasi antar Daerah.

Skema desentralisasi, sebagai suatu “jalan baru” untuk mengubah

Daerah, terutama untuk dapat memberikan layanan yang lebih baik bagi masyarakat, tentu saja membutuhkan banyak persyaratan agar dapat memberikan hasil yang maksimal. Salah satu syarat penting bagi proses realisasi desentralisasi adalah “berubahnya daerah”. Tanpa adanya perubahan di daerah, maka tidak akan pernah ada manfaatnya skema desentralisasi. Pembaruan Kabupaten dalam konteks ini menjadi sangat penting dan mutlak untuk dijalankan (Anonimous, 2004: v).

Desentralisasi fiskal menjadi alternatif jawaban dari tuntutan otonomi

daerah, dan desentralisasi mengemban misi utama berupa pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat ke pemerintahan yang lebih rendah (Mardiasmo, 2004: 1). Desentralisasi juga merupakan salah satu cara untuk lepas dari jerat-jerat pemerintahan yang tidak efektif dan tidak efisien, instabilitas makroekonomi, dan laju pertumbuhan ekonomi yang tidak berimbang. Namun, desentralisasi fiskal bagaikan bumerang. Kalau digunakan secara benar, ia akan

B

Page 74: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

67

tepat sasaran, Pemerintah Daerah dan Nasional akan menikmati kemakmuran. Jika tidak, sasaran meleset dan bumerang menghantam stabilitas nasional menjadi lebih parah yang berakibat lambannya perbaikan perekonomian secara keseluruhan baik Daerah maupun Nasional. 3.1. Latar Belakang Lahirnya Desentralisasi

Tiada satupun pemerintahan dari suatu negara dengan wilayah yang luas dapat menentukan kebijaksanaan secara efektif ataupun dapat melaksanakan kebijaksanaan dan program-programnya secara efisien melalui sistem sentralisasi (Bowman & Hampton, 1983). Dari pandangan ini secara jelas terlihat pentingnya akan pelimpahan ataupun penyerahan sebagian kewenangan Pemerintah Pusat baik dalam konotasi politis maupun administratif kepada organisasi atau unit di luar Pemerintah Pusat itu sendiri. Dalam pengertian yang luas, penyerahan ataupun pelimpahan sebagian kewenangan Pemerintah Pusat tersebut masuk dalam domain kebijakan desentralisasi.

Argumen di atas memberikan gambaran bahwa pada hakekatnya

otonomi daerah tidak lain merupakan refleksi dari power sharing yaitu pembagian atau distribusi kewenangan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dengan kebijakan desentralisasi. Konsep power sharing tersebut dilakukan oleh Pemerintah mengingat luasnya wilayah negara yang harus dikelola. Pada negara-negara Kota, eksistensi Pemerintah Daerah mungkin tidak diperlukan lagi, karena pusat pemerintahan yang ada sudah cukup memadai untuk mengatur dan mengurus pelayanan masyarakat. Pada negara Kota dengan cakupan wilayah (catchment area) yang terbatas, maka satu tingkatan pemerintahan dianggap sudah memadai untuk menyediakan pelayanan pemerintahan secara efektif, efisien, ekonomis dan akuntabel,

Page 75: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

68

sepanjang negara tersebut mempunyai pemerintah yang berkemampuan untuk melakukan hal tersebut (SM, et.al, 2004: 8).

Berbeda halnya dengan negara yang luas seperti Indonesia, adalah

mustahil apabila pengaturan pemerintahan dari IbuKota Jakarta dapat mengatur fungsi-fungsi pemerintahan secara efektif, efisien dan akuntabel. Untuk itulah maka diperlukan Sub National Government sebagai unit pemerintahan di tingkat lokal (Daerah). Berbagai pendekatan dapat dilakukan oleh elit pemerintah untuk membentuk unit pemerintah lokal tersebut. Elit pemerintah yang lebih mengedepankan pendekatan sentralisasi akan cenderung membentuk unit-unit pemerintahan yang sifatnya perwakilan (instansi vertikal) dalam menyediakan pelayanan publik di Daerah. Sebaliknya elit pemerintah yang mengedepankan pendekatan desentralisasi akan cenderung mem-prioritaskan Pemerintah Daerah dalam penyediaan pelayanan publik (SM, et.al, 2004: 8-9).

Sebagai ilustrasi, pada masa Orde Baru, pemerintah lebih

memberikan kewenangan kepada Kanwil dan Kandep sebagai perpanjangan tangan Departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) untuk menyediakan pelayanan publik. Itulah sebabnya jumlah Kanwil dan Kandep lebih banyak dan mempunyai anggaran yang lebih besar dibandingkan perangkat daerah seperti Dinas Daerah. Inilah refleksi dari pengedepanan kebijakan sentralisasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Kebijakan pembangunan Pemerintah Orde Baru yang sentralistik

tersebut menjadi salah satu pendorong lahirnya program desentralisasi. Pembangunan tidak didasarkan pada kondisi lokal, yang mengakibatkan kesenjangan antara Daerah-Daerah kaya dengan Daerah-Daerah miskin, antara Jawa-luar Jawa dan Kawasan Indonesia Bagian Barat dengan

Page 76: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

69

Kawasan Indonesia Bagian Timur. Kesenjangan antar Daerah ini cukup tinggi ditinjau dari berbagai indikator seperti pendapatan perkapita antar Daerah, konsumsi perkapita antar Daerah, dan banyaknya penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan (Piliang, 2003: 83).

Sebagai model pertama pelaksanaan devolusi diwujudkan dengan pembentukan daerah otonom dan pemberian otonomi serta dibentuknya Lembaga Daerah seperti Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sedangkan lembaga yang dibentuk dengan kebijakan dekonsentrasi sebagai model kedua, disebut instansi vertikal dan wilayah kerjanya disebut wilayah administrasi yang dapat mencakup satu atau lebih wilayah daerah otonom (SM, et.al, 2004: 9-10).

Model ketiga dari kebijakan desentralisasi dalam arti luas adalah

adanya kebijakan delegasi (delegation). Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan pelaksanaan suatu tugas tertentu kepada suatu lembaga atau unit pemerintahan yang khusus dibentuk untuk keperluan termaksud (Lihat Pasal 10 ayat (5) UU No. 32 Tahun 2004). Pemerintah Indonesia membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menyelenggarakan kegiatan ekonomi tertentu oleh negara seperti penerbangan oleh Garuda, perminyakan oleh Pertamina, listrik oleh PLN, pembentukan Otorita Batam, pembentukan kawasan khusus lainnya, untuk menyelenggarakan fungsi -fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus dan/atau berskala Nasional.

Model keempat dari kebijakan desentralisasi adalah melalui

kebijakan privatisasi. Pemerintah untuk kepentingan efisiensi yaitu mengurangi beban penyediaan pelayanan publik bisa menyerahkan pelayanan tersebut kepada swasta murni dengan pemberian ijin dan pengendalian dalam batas tertentu, seperti pembentukan sekolah swasta,

Page 77: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

70

rumah sakit swasta, pasar swasta (mall), jalan swasta (toll road), dan lain-lainnya. Pemerintah baik Pusat maupun Daerah dapat juga mengadakan kerjasama dengan swasta (public private partnership) melalui bentuk-bentuk kemitraan BOT (Build Operate Transfer), BOO (Build Operate Own), BTO (Build Tranfer Operate), Management Contracting Out dan lain-lainnya (SM, et.al, 2004: 10).

Apakah pelimpahan wewenang akan lebih menitikberatkan pada

pilihan devolusi, dekonsentrasi, delegasi ataupun bahkan privatisasi, hal tersebut tergantung dari para pengambil keputusan politik di negara yang bersangkutan. Di banyak negara, keempat bentuk tersebut sering diterapkan bersamaan oleh Pemerintah, walaupun salah satu bentuk mungkin mendapatkan prioritas dibandingkan bentuk-bentuk lainnya (Rondinelli & Cheema, 1983).

Pada umumnya semua negara yang mempunyai wilayah yang luas

menganut kebijakan desentralisasi yang dimanifestasikan dalam bentuk unit pemerintahan bawahan (sub-national government). Kebijakan desentralisasi ini dilakukan untuk menjaga agar kegiatan pemerintahan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Pengecualian dari situasi ini adalah negara-negara Kota seperti Monaco, Singapura, Vatikan, Hongkong dan negara-negara Kota atau negara kecil lainnya. Persoalan yang membedakan antara negara satu dengan lainnya adalah sistem apa yang akan dianut dalam membentuk unit pemerintahan bawahan. Makin maju suatu negara baik secara sosial ekonomi dan politik, pilihan akan lebih mengarah pada devolusi yang sering juga dikenal dengan istilah desentralisasi politik. Sebaliknya makin rendah tingkat kemajuan sosial ekonomi dan politik suatu negara, pilihan akan lebih cenderung pada dekonsentrasi yang sering juga disebut desentralisasi administratif (SM, et.al, 2004: 11).

Page 78: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

71

Khusus untuk pemahaman di Indonesia, apa yang secara umum dipahami sebagai devolusi, dalam praktik pemerintahan disebut dengan istilah desentralisasi. Sedangkan istilah dekonsentrasi dalam praktek di Indonesia tidak mengalami perubahan pengertian. Dekonsentrasi tetap dipahami sebagai pelimpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada pejabat-pejabat pusat yang ditugaskan di Daerah untuk menjalankan sebagian dari kewenangan pusat yang dilaksanakan di Daerah.

Makin sentralistik sistem yang dianut oleh suatu bangsa, maka

pemerintah bangsa yang bersangkutan akan cenderung memakai kelembagaan pemerintah wilayah dibandingkan kelembagaan Pemerintah Daerah untuk mengurus urusan-urusan pemerintahan di tingkat lokal. Sebaliknya makin demokratis suatu bangsa, maka kelembagaan Pemerintah Daerah akan lebih diperankan dalam menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan di tingkat lokal.

Pilihan dekonsentrasi atau desentralisasi, akan sangat tergantung pada

pertimbangan-pertimbangan sosial, ekonomi, politik dan pertimbangan-pertimbangan lainnya yang dianut oleh elit penguasa. Namun pada sisi lain elit penguasa juga akan memperhatikan kondisi riil dari masyarakat bangsa yang bersangkutan. Tidak akan ada pilihan ekstrim, namun kompromi-kompromi harus dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara gerakan sentripetal dan sentrifugal dalam masyarakat. Apapun pilihan yang dilakukan, pertanyaan yang mendasar adalah apakah sistem tersebut sudah cukup kondusif untuk mensejahterakan masyarakat. Dalam praktek di berbagai negara di dunia, kombinasi antara desentralisasi dan dekonsentrasi selalu dilakukan oleh elit penguasa untuk mendapatkan akseptasi yang maksimal dari masyarakat (SM, et.al, 2004: 12-13).

Page 79: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

72

3.1.1. Perkembangan Desentralisasi Secara empirik kebijakan desentralisasi yang dianut akan

berbeda antara negara yang satu dengan negara lainnya tergantung dari situasi dan kondisi dari sistem budaya, sistem politik, sistem sosial dan ekonomi, keadaan geografis dan pertimbangan-pertimbangan lainnya yang diambil oleh elit yang berkuasa.

Namun pada dasarnya kebijakan desentralisasi merupakan salah

satu cara yang dilakukan oleh elit penguasa untuk membentuk unit pemerintahan di tingkat lokal dengan jalan menyerahkan atau mendelegasikan sebagian tugas-tugas pusat untuk dilaksanakan oleh unit pusat yang dibentuk. Persoalan yang muncul dalam pelimpahan kewenangan pusat ini adalah apakah Pemerintah Pusat akan melimpahkan kewenangan tersebut kepada cabang unit Pusat yang dibentuk di Daerah ataukah kepada unit pemerintahan lokal yang mempunyai kewenangan penuh untuk mengatur dan mengurus kewenangan yang dilimpahkan tersebut (SM, et.al, 2004: 47).

Apabila Pemerintah Pusat memilih untuk melimpahkan

kewenangan tersebut kepada cabang dari Pemerintah Pusat yang dibentuk di Daerah, maka secara teoritis pelimpahan ini bersifat pelimpahan administrasi atau desentralisasi administratif. Sebaliknya apabila Pemerintah Pusat dalam melimpahkan kewenangan tersebut memberikan kekuasaan sepenuhnya kepada unit Pemerintah Daerah untuk mengelolanya baik dari segi pengaturan kebijaksanaan, pembiayaan dan pertanggungjawabannya, maka secara teoritis pelimpahan ini masuk dalam kategori desentralisasi politik (SM, et.al, 2004: 47-48).

Page 80: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

73

Namun dalam kenyataannya banyak negara yang memadukan antara penerapan desentralisasi politik dengan desentralisasi administratif. Strategi desentralisasi yang diambil tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, geografis yang diambil oleh para pengambil keputusan di tingkat pusat. Umumnya pada negara-negara yang baru merdeka ataupun dalam situasi penciptaan konsolidasi politik dalam negeri, maka pilihan lebih ditujukan kepada desentralisasi administratif. Sedangkan pada negara-negara yang secara politis telah mapan atau telah mencapai kedewasaan politik, maka pilihan lebih mengarah kepada desentralisasi politik (SM, et.al, 2004: 48).

Dengan demikian terlihat secara jelas benang merah strategi

desentralisasi. Umumnya makin maju suatu negara terutama dari segi politik dan ekonomis, akan makin berkembang juga tingkat desentralisasinya. Desentralisasi yang meningkat berarti bahwa unit pemerintahan lokal yang dibentuk akan diberikan kewenangan yang lebih banyak dalam menjalankan tugas-tugas yang telah dilimpahkan tersebut. Sebaliknya, pada negara yang secara ekonomis dan politik masih dalam taraf berkembang, elite yang berkuasa enggan mengambil resiko memberikan kewenangan penuh kepada lokalnya. Keengganan tersebut dapat terlihat dari berbagai gejala berikut ini:

1. Pemerintah Pusat akan lebih membatasi tugas-tugas yang dilimpahkan kepada unit lokal.

2. Unit-unit yang dibentuk berdasarkan desentralisasi administratif akan lebih dominan di tingkat lokal dibandingkan unit-unit atas dasar desentralisasi politik.

3. Pemerintah Pusat mungkin kelihatannya memberikan peluang desentralisasi politik, namun dalam pelaksanaannya berbagai campur tangan dilakukan oleh Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi yang telah dilimpahkan. Dalam hal ini gejala formalisme akan mewarnai kebijaksanaan desentralisasi yang diambil.

Page 81: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

74

Salah satu instrumen yang sering dipakai untuk mengontrol Daerah yaitu dengan mekanisme keuangan terutama pengaturan subsidi, pengaturan kepegawaian terutama melalui mekanisme campur tangan dalam pengadaan dan promosi pegawai, atau mewajibkan Daerah untuk mematuhi berbagai ketentuan-ketentuan pusat (SM, et.al, 2004: 48-49).

Dari uraian di atas, terlihat jelas bahwa perkembangan politik

desentralisasi pada kenyataannya akan banyak ditentukan oleh perkembangan atau kedewasaan politik dari bangsa yang bersangkutan. Sedangkan kedewasaan politik erat sekali hubungannya dengan tingkat perkembangan ekonomi. Secara emperik umumnya terlihat bahwa kemajuan dalam desentralisasi berbanding lurus dengan kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Negara-negara berkembang pada umumnya akan menekankan pada

desentralisasi administratif pada tahap awal perkembangannya yang kemudian melakukan berbagai pembenahan kearah desentralisasi poli tik sejalan dengan perkembangan ekonominya. Hal ini merupakan konsekwensi logis dari perkembangan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara. Perkembangan ekonomi akan berdampak kepada perkembangan kesejahteraan rakyat seperti pendapatan, pendidikan, kesehatan, lingkungan, termasuk peningkatan kemampuan membayar pajak. Perkembangan ini pada gilirannya akan menuntut peran atau partisipasi yang lebih besar dalam bidang politik. Tuntutan ini akan berdampak juga dalam penentuan kebijakan desentralisasi. Tumbuhnya partisipasi politik yang lebih besar akan menuntut pergeseran dari desentralisasi administratif ke desentralisasi politik. Unit pemerintahan lokal akan dituntut untuk lebih akuntabel kepada warganya. Warga ingin bahwa pajak yang mereka bayar akan meningkatkan pelayanan Pemerintah. Makin besar pajak yang dibayar rakyat untuk membiayai birokrasi

Page 82: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

75

pemerintahan, akan makin besar juga tuntutan akan kualitas dan kuantitas pelayanan yang dituntut mereka selaku pembayar pajak (SM, et.al, 2004: 50).

3.1.2. Permasalahan dalam Desentralisasi

Sebagai sebuah negara kepulauan yang terluas di dunia, Indonesia

memiliki ciri geografis dan perpaduan sosial yang sangat beraneka ragam sehingga distribusi kewenangan dan desentralisasi merupakan persoalan yang sangat penting. Di samping wilayahnya yang begitu besar, negara ini memiliki banyak hal yang kontras. Dari sejumlah 220 juta penduduk di tahun 2008, sekitar 61,9% tinggal di pulau Jawa yang luasnya hanya 7% dari total seluruh wilayah. Sementara itu 38,1% sisanya tersebar secara tidak merata di wilayah yang lebih luas seperti pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, atau disebut dengan istilah luar Jawa.

Dalam hal sosial, meskipun suku Jawa merupakan suku yang dominan,

ada sekitar 300 kelompok suku yang tersebar di seluruh tanah air. Kecuali masalah kesukuan yang banyak mempengaruhi aspek-aspek kehidupan orang Indonesia, agama yang berbeda-beda terkadang juga merupakan sumber konflik. Kebanyakan orang Indonesia tercatat beragama Islam, tetapi ada agama-agama lain seperti Katolik, Kristen, Budha, Hindu yang kesemuanya diakui dan membentuk masyarakat Indonesia yang beragam. Oleh sebab itu, tidak mengherankan bahwa banyak ketegangan dan konflik yang berakar dari latar belakang sosial yang beragam tersebut (Kumorotomo, 2008: 14-15).

Oleh karena itu, kebijakan desentralisasi mengandung pertaruhan

politik yang demikian tinggi. Apabila Pemerintah Pusat tidak bisa mengelola persoalan desentralisasi itu dengan cerdas dan cermat, keutuhan wilayah Indonesia benar-benar menjadi taruhan. Dalam hal tertentu, Indonesia tengah berpacu melawan waktu. Ia harus menyiapkan dan

Page 83: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

76

mengonsolidasikan demokrasi dan sekaligus mencegah pelbagai bentuk ancaman. Pemerintah Pusat tidak mungkin lagi menunda-nunda kerangka kebijakan desentralisasi. Ini sangat penting mengingat tuntutan otonomi daerah yang semakin kuat di masa kini dan masa-masa mendatang.

Dapat dikemukakan di bawah ini yang menjadi masalah seputar

pelaksanaan desentralisasi, adalah: 1. Wilayah

Wilayah Pemerintahan Daerah dalam satu segi harus cukup besar untuk berdiri sendiri; dalam arti kata harus mempunyai jumlah penduduk yang cukup besar untuk membayar Pajak Daerah yang akan memberikan pada pemerintahan setempat pendapatan yang memadai agar dapat memberikan pelayanan yang diperlukan. Latar belakang sejarah atau perasaan satu suku bangsa sering pula merupakan dasar pemilihan wilayah Pemerintahan Daerah yang mungkin tidak merupakan hal yang paling sesuai atau menguntungkan dilihat dari segi kepentingan pemerintahan. Bila halnya demikian, Daerah yang luas harus dibagi lagi, atau beberapa Daerah Pemerintahan yang kecil digabungkan baik secara sukarela maupun secara paksa.

2. Beberapa Fungsi Ukuran fisik dan ekonomi dari Pemerintahan Daerah akan merupakan bahan penetapan bagi pemberian pelayanan yang harus diberikan, demikian pula halnya dengan kemampuan dan keahlian penyelenggaraan administrasinya, tersedianya sumber-sumber tenaga kerja dan modal, dan sejauhmana tingkat kepentingan dan keinginan Daerah. Misalnya kebanyakan penguasa daerah yang dipilih dapat diandalkan untuk memberikan sumbangan dari berbagai sumber untuk kepentingan penyelenggaraan klinik-klinik dan sekolah-sekolah dasar, tetapi mungkin mereka kurang berminat menyediakan dana serta tenaga bagi usaha pemeliharaan kesehatan atau kelestarian hutan. Oleh karena itu

Page 84: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

77

fungsi-fungsi demikian sebaiknya diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat melalui perwakilannya di lapangan. Kebutuhan di daerah perKotaan sering kelihatan lebih mendesak dan lebih tampak; oleh karena itu Pemerintah Pusat harus menjamin meratanya penyebaran tenaga kerja yang jarang. Berbagai teknologi yang pelik bisa menyebabkan beberapa persoalan, seperti kesehatan dan penanggulangan polusi, terlalu sulit bagi petugas-petugas daerah yang kurang terampil untuk mengawasinya; karenanya fungsi-fungsi demikian mungkin harus dialihkan kepada badan-badan khusus atau kepada Pemerintah Pusat.

3. Masalah Struktur Hal yang perlu diperhatikan di setiap negara adalah apakah merupakan hal yang terbaik bila mereka memiliki berbagai tipe pemerintahan pada tingkat Pemerintah Daerah, atau hanya memiliki jenis pemerintahan yang sama, apapun keadaan wilayah yang menjadi daerah garapannya, sehingga Daerah yang luas dengan penduduk yang banyak diperintah dengan cara yang sama seperti memerintah daerah yang wilayah dan jumlah penduduknya kecil.

4. Masalah Manajemen Beberapa sistim Pemerintahan Daerah mempercayakan pengawasan pelaksanaan administrasi pada DPRD; beberapa lagi menggunakan "Dewan Penasihat", yang lainnya lagi menggunakan seorang WaliKota yang cukup kuat sebagai pelaksana atau petugas provinsi dengan kewenangannya mengawasi dan mengkoordinasikan semua departemen, ada pula pimpinan-pimpinan departemen yang mempunyai otonomi dan bertanggung jawab langsung pada DPRD.

5. Kewenangan Umum dan Hukum Pemerintah Pusat mungkin memberi kesempatan pada inisiatif Daerah dengan memberikan kepada penguasa di Daerah kewenangan umum untuk melakukan segala sesuatu sepanjang tidak merupakan hal-hal yang tegas--tegas dilarang. Sebaliknya penguasa di Daerah mungkin tidak diperbolehkan

Page 85: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

78

melakukan sesuatu kecuali bila mereka tegas-tegas diinstruksikan untuk melakukannya (itulah apa yang dinamakan sistim Ultravires). Badan-badan Pemerintah Daerah bisa pula diawasi langsung oleh pengadilan administrasi yang khusus, atau bisa pula mereka harus tunduk kepada pengadilan umum sebagaimana halnya perusahaan swasta atau warga negara lainnya. Penguasa-penguasa daerah biasanya dapat membuat hukum atau peraturan intern yang mengatur warga masyarakat di Daerahnya, dan badan perwakilan Pemerintah Pusat di lapangan bisa pula mempunyai wewenang demikian; tetapi semua wewenang untuk membuat aturan sejenis ini biasanya dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

6. Sumber-Sumber Keuangan Keefektifan Pemerintah Daerah tergantung pada pajak dan pendapatan yang mereka peroleh, bagaimana potensi dari sumber pendapatan ini, sejauhmana kebebasan atau wewenang menggunakan uang serta untuk memberikan pinjaman, dan sebagainya.

7. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah: Ikatan keuangan merupakan masalah berkenaan dengan wewenang Pemerintah Pusat dalam hal pemeriksaan dan pengawasan. Bila terdapat sumber pendapatan daerah yang cukup besar dan Pemerintah Daerah dapat membelanjakannya tanpa harus menyerahkan pada Pemerintah Pusat, ada kemungkinan wewenangnya akan menghambat kebijaksanaan Pemerintah Pusat. Sebaliknya, bila badan-badan Pemerintah Daerah terlalu tergantung pada pemberian Pemerintah Pusat, atau diawasi secara ketat dan kaku oleh pemeriksaan dari Pemerintah Pusat sampai pada masalah-masalah detail, mereka akan tidak banyak berbeda daripada sebuah cabang dari Pemerintah Pusat dan mereka akan kehilangan inisiatif dan semangat kerja.

8. Masalah Politik Suatu hal yang tak dapat dihindari, bahwa politik nasional akan mencampuri Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, merupakan hal yang

Page 86: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

79

penting untuk mengusahakan jaminan bahwa masalah-masalah Daerah turut pula diperhatikan demi kepentingan Daerah itu sendiri dan para penasihat daerah dan staf daerah cukup mendapat perlindungan dari tekanan-tekanan pihak luar yang menyalahi ketentuan.

Selain permasalahan di atas, ada juga permasalahan program

otonomi yang dijalankan saat ini tidak berarti semua Daerah dapat secara cepat mendorong pembangunan Daerahnya dan mengurangi kesenjangan antar Daerah di Nusantara. Hanya Daerah-Daerah yang kaya sumber daya alam, sumber daya manusia, infrastruktur yang baik dan tingkat industrialisasi yang sudah cukup matang saja yang dapat memanfaatkan peluang-peluang yang ditawarkan program otonomi daerah. Sementara bagi Daerah-Daerah yang miskin sumber daya alam, kurang sumber daya manusia berkualitas dan miskin infrastruktur, kemungkinan justru akan mengalami kesulitan mempercepat pembangunan di Daerahnya (Piliang, et.al, 2003: 83-84).

Maka yang perlu diperhatikan selanjutnya, apakah setelah

dilaksanakannya otonomi daerah, terlihat kecenderungan berkurangnya disparitas pendapatan antar Daerah dan terjadi peningkatan pembangunan di Daerah. Atau justru sebaliknya, di mana terjadi penurunan pembangunan dan memperbesar kesenjangan. Dengan demikian diperlukan evaluasi terhadap pelaksanaan otonomi daerah, khususnya mengenai keuangan daerah, bagaimana desentralisasi fiskal mengatasi masalah kesenjangan antar Daerah ini dan menjadi stimulus bagi pembangunan ekonomi di Daerah (Piliang, et.al, 2003: 84).

Page 87: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

80

3.2. Ruang Lingkup Desentralisasi

3.2.1. Pengertian Desentralisasi

Secara etimologis, istilah desentralisasi berasal dari bahasa Latin, de berarti lepas dan centrum berarti pusat. Oleh karena itu, desentralisasi berarti melepaskan dari pusat (Salam, 2004: 80).

Secara terminologi terdapat beberapa pengertian dan definisi

desentralisasi yang dapat disimpulkan dari Joeniarto (1967: 53), Liang Gie (1968: 56), UU No. 5 Tahun 1974, Muslimin (1978 : 15), Soejito (1981: 25), Suryaningrat (1980: 6-7), Bryant dan White (1982: 16 -161), Amal, et.al (1988: 10) dalam Riwu Kaho (1991: 6), yaitu:

1. Pelimpahan wewenang dari pusat kepada satuan-satuan organisasi pemerintahan untuk menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami suatu wilayah;

2. Secara administratif diartikan sebagai pemindahan beberapa kekuasaan administratif departemen Pemerintah Pusat ke Daerah dan dikenal dengan nama "dekonsentrasi";

3. Secara politik diartikan sebagai pemberian wewenang pembuatan keputusan dan kontrol terhadap sumber-sumber daya kepada pejabat regional dan lokal dikenal dengan nama "devolusi";

4. Ditinjau dari segi privatisasi diartikan sebagai pemindahan tugas-tugas yang bersifat mencari untuk ataupun tidak kepada organisasi sukarela;

5. Dipahami sebagai delegasi diartikan pemindahan tanggung jawab manajerial untuk tugas-tugas tertentu kepada organisasi-organisasi yang berada di luar struktur Pemerintah Pusat dan hanya secara tidak langsung dikontrol oleh Pemerintah Pusat;

6. Ditinjau dari jabatan diartikan sebagai pemencaran kekuasaan dari atasan kepada bawahan sehubungan dengan kepegawaian atau

Page 88: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

81

jabatan dengan maksud untuk meningkatkan kelancaran kerja dan termasuk dalam dekonsentrasi juga;

7. Ditinjau dari kenegaraan diartikan sebagai penyerahan untuk mengatur Daerah dalam lingkungannya sebagai usaha untuk mewujudkan asas demokrasi dalam pemerintahan negara. Desentralisasi ini ada 2 (dua) macam yaitu desentralisasi teritorial (penyerahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri) dan desentralisasi fungsional (pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus fungsi tertentu); dan

8. Penyerahan urusan Pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya. Jika dibandingkan dengan pengertian Hukum Administrasi Negara

pengertian desentralisasi sebagai delegasi, maka desentralisasi diartikan sama dengan desentralisasi politik atau dekonsentrasi. Van Wijk dan Willem Konijnenbelt dalam Marcus Lukman, (1997: 55) yang menyatakan bahwa delegasi merupakan penyerahan wewenang dari pejabat yang satu ke pejabat lainnya atau dari badan administrasi satu kepada badan administrasi negara lainnya.

Pelaksanaan dari pembagian kekuasaan menurut tingkatnya dalam

negara kesatuan adalah pemberian desentralisasi yang berarti penyerahan kekuasaan (wewenang, hak, kewajiban dan tanggung jawab) sejumlah urusan pemerintahan dari Pemerintah Pusat ke Daerah otonom sehingga Daerah otonom itu dapat melakukan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam masalah-masalah pengelolaan pembangunan untuk mendorong dan meningkatkan kinerja pembangunan (Salam, 2004: 87).

Page 89: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

82

Rondinelli mengatakan bahwa desentralisasi dari arti luas mencakup setiap penyerahan kewenangan dari Pemerintah Pusat baik kepada Pemerintah Daerah maupun kepada pejabat Pemerintah Pusat yang ditugaskan di daerah. Dalam hal kewenangan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, kebijakan tersebut disebut devolusi. Sedangkan kalau kewenangan dilimpahkan kepada pejabat-pejabat pusat yang ditugaskan di Daerah, maka hal tersebut masuk dalam kategori kebijakan dekonsentrasi (SM, et.al, 2004: 9).

Dari beberapa pengertian desentralisasi di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan (wewenang, hak, kewajiban dan tanggung jawab) sejumlah urusan pemerintahan dari Pemerintah Pusat ke Daerah otonom sehingga Daerah otonom itu dapat melakukan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam masalah-masalah pengelolaan pembangunan untuk mendorong dan meningkatkan kinerja pembangunan (Salam, 2004: 82).

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga telah menggunakan istilah

desentralisasi yang mencakup: 1. Dekonsentrasi wewenang pada unit-unit di lapangan dari departemen

yang sama atau tingkat pemerintahan yang sama, yaitu pelimpahan wewenang mengambil keputusan yang diberikan kepada pegawai pemerintah yang bekerja di lapangan (istilah ini disebut juga desentralisasi pemerintahan).

2. Pelimpahan wewenang kepada Pemerintah Daerah atau pada instansi-instansi yang khusus, yaitu pelimpahan pengambilan keputusan serta wewenang untuk menetapkan kebijakan kepada wakil-wakil penguasa atau kepada badan-badan kemasyarakatan yang mempunyai otonomi (hal ini sering disebut desentralisasi politik) (Huber Allen dalam Syafrudin, 2006: 115-116).

Page 90: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

83

Pengertian desentralisasi telah dikemukakan di atas, sedangkan desentralisasi fiskal yang dimaksud di sini adalah sebagai penyerahan sebagian dari tanggung jawab fiskal atau keuangan negara dari Pemerintah Pusat kepada jenjang pemerintahan di bawahnya (Provinsi, Kabupaten atau Kota). Kendatipun perdebatan mengenai manfaat dari desentralisasi fiskal di Indonesia masih terus berlangsung, kini timbul harapan besar bahwa desentralisasi fiskal akan memberi manfaat seperti perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pengentasan orang miskin, manajemen ekonomi makro yang lebih baik, serta sistem tata pemerintahan (governance) yang baik (Kumorotomo, 2008: 1).

3.2.2. Manfaat dan Keuntungan Pelaksanaan Desentralisasi

Desentralisasi atau mendesentralisasi pemerintahan bisa berarti merestrukturisasi atau mengatur kembali kekuasaan sehingga terdapat suatu sistem tanggung jawab bersama antara institusi-institusi pemerintah tingkat pusat, regional maupun lokal sesuai dengan prinsip subsidiaritas.

Desentralisasi dalam sistem administrasi negara memiliki beberapa

manfaat dan fungsi tertentu (Berkely dalam Pamudji, 1985: 3; Mc. Gregor dalam Pamudji, 1985: 3; Osborne dan Gaebler, 1992: 283-286), yaitu sebagai pendorong pengambilan keputusan yang lebih tepat dan luas, memperbaiki kualitas pengambilan keputusan, mendorong organisasi lebih fleksibel, inovatif, dan meningkatkan moral serta komitmen kepada produktivitas tinggi. Di sisi lain, desentralisasi memberikan iklim kondusif bagi pelaksanaan kebijakan yang lebih efektif, fleksibilitas aparat lokal dalam memecahkan masalah, meningkatkan sensitivitas aparat terhadap kebutuhan Daerah, meningkatkan dukungan politis dan administratif, mendorong persatuan dan kesatuan, serta meningkatkan efisiensi.

Page 91: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

84

Di samping beberapa manfaat dan fungsi di atas, ada beberapa alasan mendasar mengapa desentralisasi diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara (Liang Gie, 1968: 35; Mariun, 1975: 48; Riwu Kaho, 1991: 9), yaitu:

1. Secara kultural masyarakat Indonesia sangat bhineka sehingga mudah menimbulkan perasaan tidak puas terhadap Pemerintah Pusat manakala segalanya diatur secara sentralistis yang seragam dari atas. Karena itu perlu diselenggarakan Pemerintahan Daerah secara bebas dan sendiri-sendiri untuk mengatur Daerah sesuai dengan kondisi Daerahnya.

2. Secara politik (kesadaran berbangsa dan bernegara), desentralisasi mendekatkan Pemerintah dengan rakyat sehingga partisipasi rakyat dalam pembangunan diharapkan dapat meningkat terus-menerus.

3. Meningkatkan keefektifan dalam penyelenggaraan pemerintahan. 4. Meningkatkan iklim demokrasi dengan terlaksananya demokrasi

di atas atau dari bawah. Secara teoritis, desentralisasi diharapkan akan menghasilkan 2

(dua) manfaat nyata, yaitu: pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasi l-hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumberdaya dan potensi yang tersedia di masing-masing Daerah. Kedua, memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat Pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi yang paling lengkap (Mardiasmo, 2004: 6).

Ada 7 (tujuh) keuntungan menurut Hubert Allen dalam Syafrudin

(2006: 117-121) apabila pemerintah melaksanakan desentralisasi, yaitu: 1. Mencegah Penumpukan Masalah

Page 92: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

85

Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh satu orang akan lebih cepat dan lebih mudah daripada pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suatu panitia. Namun, bila semua keputusan diserahkan pada satu pusat, maka pasti akan terjadi kemacetan; sejumlah kecil pengambil keputusan akan terlalu banyak menghadapi masalah sedang waktu untuk menanganinya sangat terbatas. Desentralisasi akan membantu memecahkan penumpukan masalah di pusat pemerintahan.

2. Kecepatan Penyelesaian Di negara-negara berkembang masalah sarana perhubungan merupakan hal yang perlu dibenahi, jalan-jalan pada musim hujan mungkin sukar dilalui, mungkin tidak ada hubungan pos yang tetap, hubungan telepon atau komunikasi lain. Oleh karena itu, mungkin memerlukan waktu lama untuk memperoleh jawaban dari Pemerintah Pusat. Dalam keadaan demikian itu, maka perlu bagi orang yang bekerja di lapangan untuk bisa mengambil keputusan serta meneruskan pekerjaannya dengan tidak terlalu banyak melimpahkan pengambilan keputusan kepada Pusat, bila tidak demikian, tidak akan ada kemajuan, bahkan pelaksanaan tugas rutin atau hukum dan ketertiban akan terganggu.

3. Kenyataan Ekonomi Bagi petugas Pemerintah yang tinggal di IbuKota tidaklah mudah untuk mengingat dan mengerti masalah-masalah yang dihadapi para petani dan masyarakat yang tinggal di pedesaan yang terpencil, sebab mereka telah terlalu lama menghabiskan masa hidupnya di Kota. Khusus mengenai masalah cuaca dan tanah-tanah merupakan hal yang asing bagi mereka. Bagi para birokrat yang tinggal di Kota dengan berbagai sasaran dan fasilitasnya sulitlah untuk mengerti bagaimana kehidupan di Daerah-daerah yang merupakan setengah padang pasir, daerah pegunungan dan lain-lainnya. Kontak langsung dengan keadaan setempat merupakan hal yang penting bila pembangunan ekonomi dari negara yang bersangkutan akan dilaksanakan secara realistis. Apalagi

Page 93: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

86

bila data-data statistik yang akurat tidak memadai sebagaimana keadaannya di negara-negara berkembang.

4. Kenyataan Sosial Hal yang sama pentingnya adalah pengetahuan mengenai adat -istiadat dan tradisi daerah setempat. Misalnya, tidak ada gunanya membuat perencanaan mengenai peningkatan makanan dengan memberikan makanan kepada masyarakat dari suatu suku bangsa padahal makanan tersebut merupakan pantangan bagi mereka. Menyerupai hal di atas, adalah beberapa masyarakat petani mengharapkan semua anggota keluarganya turut ambil bagian dalam membajak tanah atau memanen hasil tanamannya, namun bila musim tersebut bersamaan dengan musim ujian sekolah, baik pertanian maupun pendidikan, keduanya akan mengalami hambatan. Oleh karena itu, instansi-instansi pemerintahan setempat dapat memberikan himbauan agar Pemerintah Pusat mengatur masalah demikian.

5. Masalah Ekonomi Biasanya memanfaatkan tenaga karyawan jauh lebih murah daripada mendatangkan petugas Pemerintah Pusat. Petugas dari pusat relatif membutuhkan gaji yang lebih tinggi dan biaya perjalanan (SPJ) mereka cukup tinggi; memanfaatkan tenaga lokal akan jauh lebih murah.

6. Peran Serta Masyarakat Bila masyarakat diperintah oleh Pemerintah Pusat dari jauh, maka akan terjadilah 2 (dua) hal, yaitu: a. Masyarakat menjadi apatis dengan mengharap Pemerintah Pusat

melakukan segala sesuatunya untuk kepentingan mereka. Mereka sama sekali tidak melihat hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, mereka tidak merasa berkepentingan untuk ikut mencegah penghamburan sumber keuangan yang dilakukan oleh para petugas di

Page 94: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

87

Daerahnya karena mereka tidak merasa uang tersebut uang mereka sendiri.

b. Masyarakat mempunyai dugaan bahwa kepentingan mereka diabaikan atau kehendak mereka tidak dimengerti.

Desentralisasi, terutama pelimpahan wewenang pada instansi-instansi Pemerintah Daerah, akan membantu mengubah sikap-sikap demikian. Masyarakat sendiri akan mengerti apa yang sedang dilakukan terhadap pajak yang dipungut, dan bagaimana pelaksanaannya; mereka menjadi terdidik dalam tanggung jawab sebagai warga negara - mereka menjadi ikut terlibat dalam pengambilan keputusan, mereka mulai mengerti akan kesulitan dalam menetapkan prioritas kaitannya dengan penggunaan uang pajak yang dipungut, mereka pun akan ikut berkepentingan untuk mencegah penghamburan atau korupsi dan lain-lain sebagainya.

7. Solidaritas Nasional Kelihatannya sesuatu yang bertentangan bahwa kesatuan nasional biasanya ditunjang melalui pemberian pada Daerah-Daerah yang berbeda, kesempatan membangun menurut cara dan kemampuan mereka sendiri. Bila sekelompok orang-orang berpendapat bahwa mereka telah diabaikan, atau diperlakukan secara tidak adil oleh Pemerintah Pusat, mereka biasanya berpendapat lebih baik memisahkan diri, karenanya tokoh-tokoh separatis menjadi populer. Tetapi bila setiap kelompok di negara yang bersangkutan merasa didorong untuk maju melalui pelimpahan wewenang untuk membangun Daerah mereka dengan cara mereka sendiri, sedikit sekali kemungkinan adanya usaha-usaha memisahkan diri; karena keinginan Daerah telah terpenuhi.

Meskipun alasan, manfaat dan keuntungan pelaksanaan desentralisasi

sangat mendasar, tidak semua tugas-tugas pemerintahan dapat diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Ada beberapa penyebab mengapa suatu tugas pemerintahan tidak dapat diserahkan sepenuhnya oleh Pemerintah Pusat.

Page 95: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

88

Pertama, tugas-tugas pemerintahan itu dapat diselenggarakan secara efektif dan efisien manakala dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Kedua, masyarakat setempat (Daerah) dianggap belum cukup mampu untuk mengurus tugas-tugas itu (Salam, 2004: 83).

3.2.3. Syarat-syarat Sukses Pelaksanaan Desentralisasi

Pengalaman dari berbagai situasi mengisyaratkan adanya 2 (dua)

persyaratan yang kelihatannya sangat penting guna suksesnya pelaksanaan desentralisasi menurut Bird dan Francois terlepas dari keseimbangan makro ataupun efisiensi mikro, yaitu: 1. Proses pengambilan keputusan di Daerah harus demokratis, yaitu

pengambilan keputusan tentang manfaat dan biayanya harus transparan dan pihak-pihak yang terkait memiliki kesempatan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan tersebut. Mengingat ketidaksempurnaan kondisi lembaga demokrasi yang tidak dapat dihindari, ditambah kemampuan orang-orang kaya dan orang-orang yang berkuasa untuk selalu berada pada puncak sebagian besar sistem yang ada, maka mereka diharapkan menjadi elemen yang dapat menyempurnakan sistem. Walaupun demikian, implikasinya jelas sangat berbeda, sebab desentralisasi memiliki pengertian yang sangat berbeda pada negara-negara seperti Cina dan Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain karena dalam banyak hal sebenarnya Cina, Indonesia dan negara-negara lain tidak sedemokratis Argentina dan Afrika Selatan, yang dapat dikatakan demokratis.

2. Lebih sesuai dengan rancangan kebijakan -- biaya-biaya dari keputusan yang diambil, sepenuhnya harus ditanggung oleh masyarakat setempat. Untuk itu, seharusnya tidak perlu terjadi "ekspor pajak" dan tidak ada tambahan transfer dari jenjang pemerintahan yang lain. Maksudnya,

Page 96: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

89

Pemerintah Daerah perlu memiliki kontrol atas tarif (dari mungkin basis, objek) paling tidak dari beberapa jenis pajak. Jika persyaratan-persyaratan yang agak ketat ini dapat dipenuhi, devolusi atau otonomi barulah berarti, baik dipandang dari perlengkapan operasional (instrumental) maupun dari sisi kelembagaan yang melekat (intrinsik) pada desentralisasi. Sebaliknya, bila tidak dapat diwujudkan, maka desentralisasi mungkin tidak akan mencapai sasaran dan tujuannya.

Yang diperlukan agar desentralisasi memberikan hasil -hasil efisien

adalah anggaran berimbang yang ketat dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi yang didaerahkan agar akuntabilitas dapat dijamin, ditambah dengan aturan-aturan insentif yang baik (harga, monitoring) dalam kaitannya dengan pendelegasian fungsi-fungsi (Bird, 1993).

3.3. Desentralisasi dalam Hubungan dengan Perpajakan

Aspirasi masyarakat daerah, ditegaskan dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/2000 agar otonomi daerah dan pembagian SDA lebih adil dan merata segera dilaksanakan. Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004, menyarankan bahwa desentralisasi fiskal telah harus dilaksanakan paling lambat dua tahun sejak penetapannya. Dengan demikian implementasinya pada tahun anggaran 2001 pada tanggal 1 Januari 2001 merupakan tahun fiskal oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yaitu pembagian dana perimbangan antara Pusat dan Daerah.

Perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah adalah suatu

sistem pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka Negara

Page 97: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

90

Kesatuan yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta pemerataan antar Daerah secara proporsional, demokratis, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangan (Wijaya, 2002: 41-42).

Penerapan pembagian dana perimbangan meliputi bagi hasil atas

penerimaan PBB, BPHTB dan SDA, DAU dan DAK akan menimbulkan dampak yang sangat signifikan baik dari segi jumlah dana maupun dari segi mekanisme pengalokasian dan pertanggungjawaban dana yang dialokasikan ke Daerah melalui APBN. Transfer dana ke Daerah melalui dana perimbangan diperkirakan akan menyebabkan peranan pengelolaan fiskal Pemerintah Pusat dalam pengelolaan fiskal pemerintah secara umum akan semakin berkurang. Sebaliknya proporsi total pengeluaran Pemerintah Daerah melalui APBD akan meningkat tajam. Perubahan ini akan tampak apabila dibandingkan dengan alokasi dana ke Daerah pada tahun 2000 yang meliputi dana rutin dan dana pembangunan (Wijaya, 2002: 42).

Perubahan ini secara langsung maupun tidak langsung akan turut

berpengaruh terhadap manajemen kebijakan fiskal. Semakin besar dana yang ditransfer ke Daerah, semakin terbatas jumlah dana yang dapat dialokasikan bagi kegiatan Pemerintah Pusat. Selanjutnya, Pemerintah Daerah akan memperoleh ruang gerak yang lebih luas untuk berperan dalam menentukan formulasi yang diperoleh dari hak otonomi dan desentralisasi.

Pergeseran penggunaan dana yang lebih besar untuk Daerah, pada

umumnya akan berdampak pada peningkatan peranan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan fungsi pemerintahan secara umum, utamanya yang berkaitan dengan fungsi alokasi, kecuali atas dana yang bersumber dari DAK, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan penuh atas pengalokasian dan penggunaan dana

Page 98: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

91

perimbangan tersebut. Hal ini tentu saja membuka peluang bagi Pemerintah Daerah untuk meningkatkan efektivitas pencapaian kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan (Wijaya, 2002: 42).

Luasnya kewenangan yang dimiliki dalam pengalokasian dana akan

selalu dapat disesuaikan dengan prioritas dan preferensi masing-masing Daerah. Dengan perkataan lain, pengeluaran-pengeluaran yang bukan merupakan kebutuhan utama atau kurang bermanfaat bagi masyarakat secara umum dapat dihindari.

Akuntabilitas penggunaan dana juga akan dapat ditingkatkan,

karena mekanisme pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat melalui DPRD akan lebih mendorong peningkatan efisiensi penggunaan dana. Sementara bagi Pemerintah Pusat sebagai implikasi dari pergeseran dana dan perubahan mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban dana APBN, pelaksanaan fungsi koordinasi dan monitoring yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat berkaitan dengan pemeliharaan stabilitas ekonomi makro dan pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional akan semakin berat dan kompleks (Wijaya, 2002: 43).

3.4. Desentralisasi Fiskal dan Aspek-aspeknya Ada 3 (tiga) variasi desentralisasi fiskal dalam kaitannya dengan derajat

kemandirian pengambilan keputusan yang dilakukan Daerah. Pertama, desentralisasi berarti pelepasan tanggung jawab yang berada dalam lingkungan Pemerintah Pusat ke instansi vertikal di Daerah atau ke Pemerintah Daerah. Kedua, delegasi berhubungan dengan suatu situasi, yaitu Daerah bertindak

Page 99: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

92

sebagai perwakilan Pemerintah untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu atas nama Pemerintah. Ketiga, devolusi (pelimpahan) berhubungan dengan suatu situasi yang bukan saja implementasi tetapi juga kewenangan untuk memutuskan apa yang perlu dikerjakan, berada di Daerah (Bird and Francois, 2000: 4).

Desentralisasi fiskal di negara-negara berkembang dianggap sebagai

obat mujarab atau malah sebagai wabah penyakit menular atau sebagai penyembuh semua penyakit atau malah menjadi tambahan atas beban berat yang sudah dipikul. Beberapa pakar menekankan perlunya desentralisasi fiskal untuk perbaikan efisiensi ekonomi, efisiensi biaya, perbaikan akuntabilitas, dan peningkatan mobilisasi dana. Sebaliknya, pakar yang lain mengatakan bahwa tak satu pun dari manfaat-manfaat tersebut akan berhasil dicapai oleh negara-negara yang preferensi penduduknya hampir tidak mungkin diakomodasi dalam anggaran pemerintah, dan kapasitas kelembagaan Pemerintah Daerah mendekati nihil. Dari perspektif ini, desentralisasi kelihatannya cenderung meningkatkan biaya, mengurangi efisiensi pelayanan Pemerintah dan mungkin akan menyebabkan kesenjangan yang lebih parah serta terjadinya ketidakstabilan makroekonomi (Prud'hommme, 1995).

Bahl dan Linn (1994:5) mengatakan, situasi negara berkembang

yang dapat memfasilitasi tercapainya manfaat maksimum dari struktur pemerintahan Daerah yang lebih terdesentralisir mencakup:

(1) Kecukupan SDM yang berkualitas, memiliki akses ke bahan-bahan dan pabrik-pabrik barang modal untuk memperluas jangkauan pelayanan masyarakat bila diperlukan;

(2) Administrasi perpajakan yang efisien; (3) Kewenangan perpajakan yang mampu menjaring dinamika

perkembangan pendapatan penduduk dalam porsi besar;

Page 100: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

93

(4) Permintaan pelayanan masyarakat yang elastis terhadap perubahan pendapatan;

(5) Aparat lokal yang terpilih telah dikenal oleh masyarakat; dan (6) Daerah memiliki sebagian kewenangan untuk menetapkan APBD

dan tarif pajak. Peran penting dari komponen sistem desentralisasi keuangan misalnya,

penyerahan kewenangan perpajakan atau kerangka perimbangan keuangan antarpemerintahan, mungkin hanya dapat dimengerti dalam kaitannya dengan sistem secara keseluruhan. Seseorang tidak dapat mencomot suatu kelembagaan dari lingkungan tertentu lalu menanamkannya di lahan lain dengan lingkungan berbeda dan mengharapkan hasil yang sama. Rekomendasi-rekomendasi kebijakan dalam bidang keuangan intrapemerintahan harus mengakar kuat pada pengertian atas dasar-dasar sistem hubungan antarpemerintahan yang ada, serta kapasitas untuk berkembang untuk mengimplementasikannya dengan sukses (Bird and Francois, 2000: 48).

Pengaturan-pengaturan fiskal mungkin melekat kuat dengan kom-

ponen terpenting dari sistem antarpemerintahan di setiap negara. Perubahan-perubahan dalam pengaturan yang ada merefleksikan - dan kadang-kadang juga mendorong - perubahan-perubahan dalam sistem tersebut dan kerangka perubahan demikian sudah tentu merupakan lahan yang subur untuk analisis ekonomi. Walhasil, pada akhirnya, setiap sistem pemerintahan mengandung muatan-muatan politis yang besar dan bermuara pada tujuan-tujuan politis. Sistem fiskal yang terdapat di setiap negara, karena itu, harus dimengerti dan dinilai serentak dalam kerangka politis maupun ekonomis. Jadi, yang menjadi permasalahan utama pada hubungan keuangan antarpemerintahan adalah siapa yang menetapkan

Page 101: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

94

aturan permainan dan bagaimana aturan permainan ini diubah (Bird and Francois, 2000: 49-50).

Hendaknya para pendukung desentralisasi tidak sembarangan

bertindak. Membangun struktur Pemerintah Daerah yang andal, efisien, adil adalah pekerjaan puluhan tahun, bukan tahunan. Roma tidak membangun dalam satu hari; tidak gampang juga membuat unit penyediaan air bersih di desa-desa, atau pemberdayaan pusat-pusat kesehatan masyarakat, atau juga suatu dewan Kota yang efisien. Setiap Pemerintah Pusat yang bersungguh-sungguh untuk mewujudkan desentralisasi membutuhkan bukan saja keinginan dan sumber-sumber, tetapi juga yang sangat rawan-suatu strategi yang jelas dan mapan, serta tersedianya struktur kelembagaan (Pusat) yang memadai untuk mendukung upaya-upaya itu (Bird and Francois, 2000: 51).

Bilamana mungkin, badan-badan baru sebaiknya dibangun di atas

fondasi-fondasi yang tersedia. Desentralisasi akan berjalan lebih baik jika dikaitkan erat ke struktur-struktur masyarakat dan organisasi. Kecil mungkin tidak selalu indah, tetapi lebih mungkin merefleksikan dan menghasilkan apa yang sebenarnya diinginkan penduduk setempat. Bagaimana dan berapa jauh prinsip ini dapat diikuti pada lingkungan perkotaan yang luas dan beraneka ragam merupakan salah satu perubahan mendasar yang dihadapi oleh setiap kebijakan desentralisasi tetapi bukan mustahil (Bird dan Jenkins, 1993).

3.5. Dasar Pemikiran Hubungan Keuangan Pusat-Daerah Penyelenggaraan tugas pemerintahan oleh negara memerlukan

sumber-sumber pembiayaan guna menunjang kegiatan yang dijalankan oleh masing-masing tingkat pemerintahan yang bersangkutan. Pemahaman ini

Page 102: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

95

menegaskan bahwa penyediaan sumber keuangan tersebut sebanding dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh penyelenggara negara. Dalam suatu negara, banyaknya kegiatan pelayanan pemerintahan sangat tergantung pada besar kecilnya wilayah, jumlah penduduk serta hal-hal lainnya yang sangat mempengaruhi pertumbuhan sosial ekonomi negara tersebut. Dengan kata lain, makin besar wilayah suatu negara, jumlah penduduk serta makin meningkat kebutuhan masyarakatnya, makin besar pula dana-dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatan pemerintahan dalam penyediaan barang publik (Siregar, 2004: 301).

Suatu sistem hubungan keuangan Pusat dan Daerah hendaknya

dapat memberikan kejelasan mengenai seberapa luas kewenangan yang dipunyai Pemerintah Daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatannya serta memanfaatkannya; seberapa luas kebebasannya untuk mengadakan pungutan-pungutan, menetapkan tarif dan ketentuan-ketentuan penerapan sanksinya; dan seberapa luas kebebasan Pemerintah Daerah dalam menentukan besar dan arah pengeluarannya.

Oleh karena itu untuk melihat suatu sistem hubungan keuangan

antara Pusat dan Daerah, perlu dilihat dari keseluruhan tujuan hubungan keuangan Pusat dan Daerah. Dalam hal ini, ada 4 (empat) kriteria yang perlu diperhatikan untuk menjamin adanya sistem hubungan keuangan Pusat dan Daerah, yaitu: 1. Sistem tersebut seharusnya memberikan distribusi kekuasaan yang

rasional di antara berbagai tingkat pemerintahan mengenai penggalian sumber-sumber dana pemerintah dan kewenangan penggunaannya, yaitu suatu pembagian yang sesuai dengan pola umum desentralisasi ;

2. Sistem tersebut seharusnya menyajikan suatu bagian yang memadai dan sumber-sumber dana masyarakat secara keseluruhan untuk

Page 103: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

96

membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi penyediaan pelayanan dan pembangunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah;

3. Sistem tersebut seharusnya sejauh mungkin mendistribusikan pengeluaran Pemerintah secara adil di antara Daerah-Daerah, atau sekurang-kurangnya memberikan prioritas pada pemerataan pelayanan kebutuhan dasar tertentu;

4. Pajak dan Retribusi yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah harus sejalan dengan distribusi yang adil atas beban keseluruhan dari pengeluaran Pemerintah dalam masyarakat (Hubungan Keuangan Pusat – Daerah, Studi Empiris dan Rekomendasi Kebijakan Bagi Indonesia).

Masalah hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah dapat

dipecahkan dengan sebaik-baiknya hanya apabila masalah pembagian tugas dan kewenangan antara Pusat dan Daerah juga dipecahkan dengan jelas. Pemerintah Daerah sudah tentu harus memiliki kewenangan membelanjakan sumber-sumber daya keuangannya agar dapat menjalankan fungsi-fungsi yang menjadi tanggungjawabnya. Dalam praktik, kebebasan ini dapat terbatas bila sumber -sumber pendapatan yang diserahkan kepada Daerah oleh konstitusi tidak mencukupi untuk menjalankan fungsi-fungsinya, sehingga mengakibatkan ketergantungan Pemerintah Daerah kepada subsidi dari Pemerintah Pusat.

Hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah mempunyai ciri

variasi yang dapat ditinjau dari beberapa pendekatan yang berbeda, yaitu:

a. Kapitalisasi Pemerintah Daerah diberi sejumlah modal. Modal tersebut kemudian diinvestasikan sehingga dapat menghasilkan

Page 104: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

97

pendapatan untuk menutup pengeluaran rutin dan mungkin membayar kembali modal tersebut, menghasilkan deviden, atau pelunasan investasinya. Sumber modal mungkin disediakan melalui bantuan (grant), sehingga tidak diperlukan adanya pembayaran kembali dalam jangka waktu tertentu atau melalui penyerahan (equity), sehingga mungkin dapat diharapkan (barangkali juga tidak) adanya dividen. Sumber modal bisa berasal dari Pemerintah, sumber internasional atau sektor swasta. Bidang usaha yang dibiayai dari modal ini antara lain badan-badan pembangunan daerah, instansi-instansi pengembangan daerah, instansi-instansi pengembangan daerah perKotaan, dan pelayanan kebutuhan masyarakat.

b. Pemberian Sumber-sumber Pendapatan Pemerintah Daerah diberikan sumber-sumber pendapatan tertentu (terutama pajak) untuk dimanfaatkan bagi pengeluaran -pengeluarannya sesuai dengan urusan-urusan yang menjadi tanggungjawabnya. Pemberian pendapatan mungkin dikaitkan dengan adanya pemberian beberapa jenis bantuan Pusat untuk menyeimbangkan potensi pendapatan atau untuk mengurangi perbedaan-perbedaan yang diakibatkan oleh adanya perbedaan geografis dalam potensi pajak.

c. Pendekatan Pengeluaran Pendekatan pengeluaran berarti bahwa pembagian dana dari Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk menutup seluruh atau sebagian biaya, berupa pinjaman, bantuan (sumbangan) atau bagi hasil pajak dan bukan pajak. Sistem ini bertujuan untuk membiayai tingkat pengeluaran tertentu atau pembiayaan pelayanan atau program pembangunan tertentu. Pendekatan ini mempunyai keterbatasan yang menyangkut masalah penilaian atas kebutuhan pengeluaran

Page 105: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

98

yang obyektif, karena biasanya digunakan biaya-biaya historis untuk perhitungannya.

d. Perpaduan Menyeluruh Atas Pendapatan dan Pengeluaran Menurut pendekatan ini, sumber-sumber pendapatan dan tanggung jawab juga diberikan kepada Pemerintah Daerah dengan berdasarkan kepada tingkat kemampuan dan biayanya. Bantuan Pusat atau pinjaman diberikan untuk menutup perbedaan antara hasil dari pendapatan yang telah diberikan dengan kebutuhan pengeluaran. Bantuan-bantuan ini dapat dihitung sesuai dengan penerimaan dan

pengeluaran yang sebenarnya atau atas dasar perkiraan dari penerimaan yang potensial dan kebutuhan pengeluaran, dengan menggunakan kriteria standar.

Dengan cara manapun, hubungan keuangan antara Pusat dan

Daerah mengusahakan keseimbangan yang mantap dalam hal sumber daya dan tanggung jawab fungsional masing-masing tingkat Pemerintah. Maju mundurnya keuangan Pemerintah Daerah itu selalu berubah-ubah sesuai dengan perubahan dalam kebijakan Pemerintah, perubahan keadaan ekonomi, dan perubahan pembagian geografis atas kekayaan alam sangat mempengaruhi keadaan Pemerintah Daerah.

Suatu sistem keuangan Pusat-Daerah memerlukan peninjauan

secara teratur untuk menjamin kepekaannya terhadap perubahan-perubahan. Oleh karenanya juga memerlukan adanya suatu mekanisme untuk melaksanakan penilaian kembali semacam itu. Hal ini tidak hanya menjamin agar setiap Pemerintah Daerah tetap mempunyai kemampuan untuk memenuhi semua kewajiban keuangannya, tetapi juga dimaksudkan untuk menjamin adanya konsistensi atas kemampuan membangun

Page 106: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

99

di antara instansi-instansi Daerah, di mana tanggungjawab untuk pembangunan wilayah saling mengkait, seperti misalnya dalam program-program daerah perKotaan, irigasi, pembangunan perumahan sederhana, dan perluasan jaring pengaman sosial dan pemberdayaan masyarakat yang luas. 3.6. Hubungan Fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Pengalaman selama Orde Baru menunjukkan pengelolaan dana yang berasal dari Pusat kepada Daerah, (dalam bentuk Subsidi Daerah Otonom (SDO) untuk belanja rutin, dan Dana Pembangunan Daerah (DPD)/Inpres untuk belanja pembangunan Daerah) menimbulkan persoalan dalam hal:

1. Aspek perencanaan; dominannya peranan Pusat dalam menetapkan prioritas pembangunan (top down) di daerah, dan kurang melibatkan stakeholders lokal.

2. Aspek pelayanan; harus tunduk kepada berbagai arahan berupa petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis dari Pusat.

3. Aspek pengawasan; banyaknya institusi pengawasan fungsional dan struktural, seperti BPKP, Itjen Departemen, Itjenbang, Inspektorat Daerah, yang satu sama lain saling tumpang tindih (Sulton, Smeru dalam Piliang, et.al, 2003: 229-230). Pada awalnya Daerah menerima baik sistem pemerintahan dan

kebijakan fiskal yang sentralistis. Masyarakat diberi tahu, bahwa sistem inilah yang baik karena keunggulan sistem sentralistis sebagai stabilisator makro ekonomi dan sebagai regional equalisator. Akan tetapi mulai akhir 1980-an indikator-indikator pembangunan mulai menunjukkan signal-signal yang makin menjauh dari janji. Ketimpangan regional menjadi makin melebar termasuk provinsi surplus makin tertinggal. Kambuhlah tuntutan regional, baik tuntutan

Page 107: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

100

mendapat otonomi lebih luas termasuk tuntutan desentralisasi fiskal (Sondakh, 2003: 280).

Setelah reformasi, tuntutan desentralisasi fiskal mulai didengar. Hal itu

terbukti dengan dihasilkan UU Perpajakan 1998. Sebagai jawaban terhadap tuntutan reformasi, termasuk reformasi dalam hubungan Pusat dan Daerah, Pemerintah telah berupaya melakukan adjustment dalam sistem dan kebijakan perpajakan. Sistem dan kebijakan reformasi itu terlihat pada UU No. 18/1997 yang telah direvisi menjadi UU No. 34 Tahun 2000. Sistem dan kebijakan ini merupakan perwujudan dari adanya kemauan politik Pemerintah dalam mewujudkan otonomi, khususnya pada tingkat Kabupaten dan Kota.

Kapasitas fiskal Daerah secara umum tidak bisa mendukung pencapaian

tujuan desentralisasi dan otonomi Daerah. Oleh karenanya, konsep perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diwujudkan antara lain melalui semakin besarnya jumlah dana yang ’didaerahkan’ baik dalam bentuk dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus (Sulton, Smeru dalam Piliang, et.al, 2003: 229-230).

Agar Daerah dapat memenuhi kebutuhan anggaran rutin dan

pembangunan, Daerah harus memobilisasi sumber-sumber penerimaan Daerah. Artinya harus dilakukan desentralisasi fiskal yang ditujukan pada memungkinkan dan memampukan Daerah meningkatkan PADnya. Sumber-sumber PAD yang semulanya diterima oleh Pusat harus secara proporsional dijadikan penerimaan Daerah. Hanya saja, Perda yang mengatur sumber dan besarnya fiskal di Daerah otonom tetap harus mengacu pada kebijakan makro ekonomi, seperti menekan inflasi, menekan pengangguran, mendorong saving dan investasi untuk pertumbuhan ekonomi nasional, dan sebagainya (Sondakh, 2003: 285).

Page 108: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

101

Besarnya pajak yang ditarik harus dilakukan dalam batas-batas yang optimum mendorong pertumbuhan ekonomi (efficiency) yang berkelanjutan dan mengatasi ketimpangan (equity) serta mampu meredam dampak kegagalan pasar yang merusak lingkungan, baik fisik maupun sosial. Pajak yang terlampau tinggi akan menghambat investasi tetapi pajak yang terlampau rendah akan mendorong sumberdaya alam dikelola secara berlebihan dan dapat merusak lingkungan. Salah satu sumber pajak baru yang dapat dimobilisasi Daerah yaitu pajak yang bersumber dari prinsip polluters pay principles.

Penggunaan dana perimbangan sepenuhnya menjadi kewenangan

Daerah, dan diharapkan akan dapat dialokasikan sesuai dengan skala prioritas Daerah itu sendiri. Asumsi idealnya adalah Pemda akan lebih memperhatikan kebutuhan dan keterlibatan masyarakat setempat. Pengawasan dan pertanggungjawaban akan bersifat horizontal. Terlepas dari sumber penerimaan yang tersedia bagi Pemerintah Daerah, transfer dari Pemerintah Pusat tetap memegang peranan penting dalam sistem keuangan publik (Sulton, Smeru dalam Piliang, et.al, 2003: 230).

Belajar dari pengalaman banyak negara, pelaksanaan otonomi daerah

tidak selalu harus dibiayai oleh pendapatan yang berasal dari Daerah itu sendiri. Oleh karena itu sistem hubungan fiskal antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah merupakan komponen yang esensial dalam strategi pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.

Dari sudut pandang ekonomi, yang menarik perhatian adalah bagaimana dampak perubahan kebijakan terhadap ketiga aspek pembangunan yang bersifat interdependen yaitu: stabilitas makroekonomi (efisiensi), pemerataan regional (equity), dan keutuhan (sustainability/resiliency) Indonesia sebagai sebuah Negara Kesatuan berdasarkan Pancasila. Antisipasi dampak UU No. 32 Tahun

Page 109: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

102

2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 terhadap ketiga aspek tersebut diuraikan berikut ini.

1. Dampak terhadap Stabilitas Makroekonomi (efisiensi) Dengan diberlakukannya UU No. 33 Tahun 2004, penerimaan Pusat akan jauh menurun. Dengan desentralisasi pemerintahan (otonomi lebih luas) penurunan ini tidak perlu dirisaukan. Asalkan, pengeluaran (expenditure) Pemerintah Pusatpun menurun secara proporsional. Sebaliknya regional government expenditure akan meningkat secara proporsional pula. Bukan saja Pemerintah Pusat tidak dapat menekan expenditure secara proporsional tetapi proporsi penerimaan Pemerintah Pusat menurun secara drastis. Yang disebabkan karena Daerah tidak bersemangat mengumpul pajak yang akan dibagi bersama Pusat. Mereka hanya bersemangat mengumpul yang tergolong local fixed taxes (Sondakh, 2003: 287).

Secara teoritis ekonomi Daerah akan bertumbuh lebih cepat

dengan adanya otonomi dibanding dengan tanpa otonomi. Desentralisasi pengambilan keputusan ekonomi ke tingkat hirarkial lebih bawah konsisten dengan upaya mengalokasikan sumber daya dan memanfaatkan peluang ekonomi berdasarkan teori keunggulan komparatif dalam perdagangan internasional. Desentralisasi akan menyebabkan unit-unit ekonomi tingkat lokal, sesuai dengan keunggulan komparatifnya, memberikan respons yang lebih efektif (tepat sasaran dan tepat waktu) terhadap peluang-peluang pasar dan investasi lokal. Dengan otonomi lebih luas, peluang-peluang ekonomi lokal akan segera dimanfaatkan tanpa harus menunggu keputusan sentral.

Dengan otonomi menurut UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 mempunyai keleluasaan untuk mengefektifkan

Page 110: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

103

outward looking strategy dalam pembangunan Daerahnya. Daerah sudah boleh melakukan lobbi dan negosiasi internasional untuk melakukan promosi internasional, menarik investor mancanegara, melakukan kerjasama internasional di bidang pendidikan, penelitian dan berbagai bentuk kerjasama teknik dan perdagangan, melakukan pertukaran tenaga ahli dan sebagainya. Kesemuanya akan menyebabkan pertumbuhan Daerah tidak terutama hanya bersumber pada sumberdaya alam tetapi bersumber pada perdagangan. Otonomi Daerah akan menyebabkan perubahan dalam direction and volume of trading, akan terjadi diversi dalam jenis dan volume perdagangan. Trade as an engine of growth akan makin berperan terutama bagi provinsi-provinsi yang terletak strategis dalam arus perdagangan dunia. Pemanfaatan peluang tersebut di atas akan mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi atas dasar transformasi ekonomi. Struktur ekonomi Daerah akan mengalami transformasi karena Daerah harus memproduksi barang dan jasa bukan hanya untuk pasar domestik tetapi pasar global.

Otonomi Daerah yang lebih luas akan menyebabkan tersebarnya growth centres ke seluruh wilayah tanah air yang mempunyai dampak positif baik terhadap efisiensi ekonomi nasional tetapi juga sustainabilitas. Masing-masing Daerah akan menekuni di mana Daerah tersebut memiliki keunggulan komparatif. Karenanya, asal tidak terjadi trade barrier antar Provinsi maka otonomi daerah akan memberi dampak positif terhadap efisiensi ekonomi secara menyeluruh.

Dampak langsung ialah penerimaan Daerah dari sejumlah Provinsi "surplus" akan hasil tambang migas, mineral dan kehutanan akan meningkat pesat. Bisnis Indonesia (30 April 1999) melaporkan

Page 111: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

104

bahwa sejumlah Daerah seperti Riau, Aceh, Irian akan menikmati penerimaan (regional revenue) yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan kenyataan, di mana Daerah-Daerah tersebut merupakan sumber penerimaan terbesar negara karena memiliki net transfer surplus (selisih antara penerimaan dan pengeluaran) yang positif.

2. Dampak terhadap Aspek Pemerataan (Equity) Masing-masing Daerah mempunyai keunggulan komparatifnya sendiri-sendiri. Bagi Daerah luar Jawa, keunggulan komparatifnya dari aspek sumberdaya alam tidak banyak berbeda. Yang berbeda ialah antara luar Jawa dan Pulau Jawa. Pulau Jawa yang relatif unggul dalam sektor M dan luar Jawa sector A. Akan tetapi masing-masing Provinsi memiliki perbedaan-perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia, infrastruktur ekonomi dan nantinya dalam regional development policies. Perbedaan ketiga faktor ini akan menyebabkan perbedaan dalam arah dan kecepatan pertumbuhan ekonomi.

Salah satu argumentasi dari lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 ialah agar permasalahan ketimpangan regional yang (memicu tuntutan regional selama ini) dapat diatasi. Studi Gracia dan Soelistianingsih (1998) menunjukkan diperlukan waktu antara 49 dan 82 tahun bagi Daerah tertinggal untuk mengejar ketertinggalannya. Dengan UU di atas ketertinggalan dapat lebih cepat terkejar. Akan tetapi, dengan lahirnya kedua UU ini muncul pendapat bahwa justru ketimpangan antar Provinsi dapat melebar terutama ketimpangan antar Provinsi yang kaya sumberdaya alam migas, bahan tambang dan kehutanan vs. Provinsi yang relatif miskin sumberdaya alam.

Page 112: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

105

Mayoritas Provinsi di Indonesia merupakan Provinsi yang anggaran rutin dan pembangunannya masih tergantung dari "regional transfer" yang bersumber dari Provinsi surplus melalui Pusat. UU No. 33 Tahun 2004 yang baru menggunakan formula di mana "regional transfer" bagi Daerah miskin akan tetap bersumber dari Daerah kaya melalui pusat; yaitu 25% dari penerimaan APBN. Dari platform ini 10% dialokasikan untuk provinsi dan 90% untuk Kabupaten dan Kota. Hanya saja, dengan UU No. 33 Tahun 2004 yang baru tersebut dengan sendirinya penerimaan APBN dari migas akan sangat jauh berkurang yang menyebabkan besarnya "regional transfer" akan sangat berkurang pula. Konsekuensinya ialah bagaimanapun juga Daerah-Daerah yang relatif miskin sumberdaya alam dan tingkat perkembangan ekonominya belum pada tahap lanjut (kontribusi sektor M) yang sudah lumayan akan menyebabkan Daerah tersebut relatif tertinggal.

Adanya ketimpangan regional karena UU ini akan mendorong dan mempercepat mobilitas tenaga kerja (labour mobility) dan bahkan transmigrasi spontan. Dampaknya ialah pada beberapa tahun mendatang akan terjadi pergeseran dalam struktur kependudukan. Migrasi akan terjadi dari Daerah yang padat penduduk tetapi relatif "miskin" ke Daerah yang jarang penduduk tetapi relatif "kaya". Pergeseran struktur penduduk akan memberikan dampak sosial yang sudah harus diantisipasi sejak dini. Di Riau, misalnya, memang Daerahnya relatif jauh lebih makmur akan tetapi yang terutama makmur adalah kaum pendatang.

Sumber utama penerimaan Daerah untuk memenuhi kebutuhan biaya rutin dan pembangunan ialah PAD (pendapatan Asli Daerah). PAD bersumber pada iuran rakyat dalam bentuk pajak dan retribusi

Page 113: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

106

seperti antara lain biaya parkir, biaya perizinan, pajak bangunan, pajak hiburan, sumbangan sosial, zakat dan infaq, pajak kekayaan, pajak pendapatan, pajak pertambahan nilai, retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan lain-lain. Sumber dan besarnya iuran dan retribusi ditetapkan melalui Perda (Peraturan Daerah).

PAD (menurut sistem dan peraturan perpajakan) yang diizinkan boleh ditarik Pemerintah Daerah dalam kenyataannya jauh dari jumlah yang cukup untuk memenuhi biaya rutin dan kebutuhan pembangunan. Selisih antara kebutuhan dan kemampuan tersebut dipenuhi melalui dana yang bersumber dari "regional transfer". "Regional transfer" dilakukan pusat ke Daerah dalam bentuk anggaran sektoral (asas dekonsentrasi) lewat Kantor Wilayah Departemen (Kanwil) atau dalam bentuk anggaran bantuan Daerah (asas desentralisasi) melalui Gubernur dan bantuan langsung dalam bentuk proyek-proyek Inpres.

3. Dampak terhadap Aspek Keberlangsungan (Sustainability)

Faktor ketiga yang harus diperhitungkan ialah dampak UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 terhadap sustainabilitas kelangsungan hidup Republik. Sustainabilitas merupakan fungsi dari kombinasi optimum antara aspek efisiensi dan equity. Secara intuitif, UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 sudah merupakan garis rekonsiliasi yang optimum dalam melunakkan ketegangan atau tensi Pusat - Daerah. UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 merupakan hasil pendekatan win-win, penerimaan Daerah akan meningkat tetapi sekaligus perekonomian nasional menjadi lebih efisien dan sustainable. Bukan win-loose situasi di mana Daerah "menang" dan Pusat "kalah". Menurunnya penerimaan Pusat bukan berarti kerugian. Walaupun menaiknya penerimaan Daerah bukan juga berarti keuntungan.

Page 114: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

107

Harus diperhatikan bahwa terdapat kemungkinan penguasa daerah "otonom" akan justru bertindak sebagai kaum oligarkhi yang baru. Mereka dapat berperilaku sebagai "raja kecil" yang akan membentuk pola KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) yang baru dan lebih liar karena tidak ada kekuatan "atas" yang mengendalikan dan mengawasi mereka secara langsung. Kemungkinan atau kekhawatiran terhadap hal ini belum terlampau rinci diantisipasi di dalam UU No. 32 Tahun 2004 maupun UU No. 33 Tahun 2004. Di samping itu pula, bisa terjadi hak-hak masyarakat lokal di dalam Daerah itu justru makin bisa lebih dilanggar dan tidak dihormati oleh penguasa lokal. Kalau demikian aspek sustainabilitas akan terganggu. Karenanya, harus diperhatikan terutama di dalam pemberian izin investasi penguasa daerah harus duduk sama tinggi dan sama rendah dengan tokoh-tokoh masyarakat adat. Perjanjian kontrak investasi yang menyangkut masyarakat umum dan terutama masyarakat adat harus disetujui juga oleh kelompok masyarakat adat.

Kekhawatiran lain yang mengganggu sustainabilitas ialah mengenai kelonggaran dalam perdagangan luar negeri. Dipertanya-kan siapa yang menarik manfaat dari forward and backward linkages effects dari meningkatnya penerimaan regional dari Riau misalnya. Artinya, ekonomi negara mana yang menarik manfaat dari efek multiplier kenaikan pendapatan Daerah? Apakah ekonomi domestik atau luar negeri? Dari sinyalemen terhadap rencana pengalokasian anggaran oleh ”Daerah kaya", terdeteksi adanya kemungkinan peningkatan penerimaan tersebut hanya mendorong perekonomian luar negeri. Kenaikan penerimaan itu meningkatkan spending untuk membiayai impor dan pendidikan di Luar Negeri. Kenapa tidak ke dalam negeri? Alasannya klasik. Kualitas produk

Page 115: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

108

dalam negeri termasuk kualitas pendidikan dinilai relatif masih lebih rendah.

Hal ini berarti, UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 harus didukung oleh Kebijakan pemerintah yang difokuskan agar backward and forward linkages effect dari kenaikan penerimaan Daerah kaya harus terasa dalam peningkatan ekonomi domestik.

3.7. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Desentralisasi Fiskal Melalui Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Desentralisasi melahirkan pengaruh yang beraneka ragam terhadap

kegiatan pembangunan antar Daerah. Pengaruh itu sangat tergantung pada bagaimana kelembagaan tersebut diatur. Termasuk pula desain menyeluruh dari pembagian wewenang dan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Jika Pemerintah Pusat dalam desainnya tidak memikirkan upaya bagaimana mendistribusikan sejumlah penerimaan sektor perpajakan dan Sumber Daya Alam (SDA) terutama untuk Daerah yang lebih miskin, desentralisasi fiskal justru berdampak negatif terutama akan memperbesar ketimpangan antar Daerah. Begitupun apabila Pemerintah Provinsi tidak melaksanakan redistribusi sumber-sumber keuangan di antara Kabupaten/Kota di wilayahnya, akan berakibat negatif pada penduduk miskin. Terutama mereka akan merasakan tidak adilnya pelayanan publik yang mereka rasakan.

Berbagai studi empiris membuktikan bahwa desentralisasi tidak

hanya gagal dalam meningkatkan pelayanan sektor publik pada tingkat lokal, tetapi bahkan mengakibatkan risiko ketidakstabilan nasional

Page 116: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

109

di bidang politik, sosial dan ekonomi. Risiko yang paling besar ketika sumber utama penerimaan Pemerintah diserahkan kepada Pemerintah Daerah tanpa diikuti langkah-langkah kebijakan yang menjamin mobilisasi pendapatan Daerah untuk membiayai berbagai pelayanan publik yang menjadi tanggungjawab Pemerintah lokal (Bird and Chen, 1998).

Usaha pemerataan antar Daerah, penentuan standar minimal

pelayanan sektor publik dan bantuan kepada Daerah tertentu untuk kebutuhan yang sangat mendesak, pada dasarnya dilakukan melalui alokasi sumbangan umum, sumbangan khusus, dan sumbangan tambahan di mana pelaksanaan desentralisasi akan menghasilkan keseimbangan dan pemerataan antar Daerah yang semakin membaik. Desentralisasi akan memberikan dampak positif terhadap distribusi pendapatan masyarakat melalui kebijakan pengeluaran sektor publik, kebijakan fiskal dan desain sumbangan Pemerintah Pusat kepada Daerah yang lebih menekankan pada kebijakan pengurangan kesenjangan antar Daerah.

Disparitas antar Daerah yang dikoreksi melalui kebijakan

sumbangan umum dan sumbangan spesifik dengan berbagai formula yang relatif adil, diimbangi dengan standar ekualisasi telah dilaksanakan di berbagai negara antara lain Cina, Brasil, Kanada dan Rusia, dengan cara yang rasional, transparan dan akuntabel memberikan implikasi yang sangat positif bagi pembangunan daerah. Berbagai pengalaman empiris di berbagai negara memberikan petunjuk bahwa pelaksanaan asas desentralisasi dan pemberian otonomi kepada Daerah atau negara bagian yang lebih luas diimbangi dengan usaha stabilisasi di bidang politik dan ekonomi, memberikan hasil yang sangat menggembirakan (Sidik, 2001).

Di masa lalu, khususnya pada dekade 1980 kebanyakan Pemerintah

Daerah di Indonesia mengalami kesulitan karena ketidakmampuannya untuk

Page 117: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

110

memperkirakan besaran bantuan/subsidi Pemerintah Pusat dari tahun ke tahun. Hal ini karena sangat tergantungnya Pemerintah Daerah terhadap bantuan/subsidi, sehingga secara nyata memberikan dampak yang kurang baik terhadap kemampuan Daerah untuk melakukan perencanaan dan pemograman pengeluaran sektor publik secara efektif.

Untuk memecahkan masalah ini dan mengakhiri campur tangan

Pemerintah Pusat yang berlebihan terhadap wewenang Pemerintah lokal dalam melaksanakan fungsinya, suatu Undang-Undang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah berhasil diundangkan oleh Pemerintah Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dengan format tersebut, di mana kewenangan Daerah akan mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan dan moneter/fiskal, serta bidang lain yang bersitat strategis, disertai sistem pembiayaan Pemerintah Daerah yang rasional, transparan, partisipatif, akuntabel, dan kepastian dalam keuangan Daerah diharapkan akan memberikan konsekuensi yang positif terhadap pemberdayaan Pemerintah Daerah.

Perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah adalah suatu

sistem pembiayaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta pemerataan antar Daerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan Daerah,

Page 118: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

111

sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya.

Dari pengertian perimbangan keuangan Pusat dan Daerah

tersebut mengandung cakupan pengertian yang cukup luas, yaitu: 1. Bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah ini ingin diwujudkan

suatu bentuk keadilan horizontal maupun vertikal. 2. Berusaha mewujudkan tatanan penyelenggaraan pemerintahan

(dari sisi keuangan) yang lebih baik menuju terwujudnya clean government dan good governance (Siregar, 2004: 306). Perimbangan keuangan Pusat dan Daerah ini merupakan alat

utama dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal, sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah. Secara utuh desentralisasi fiskal mengandung pengertian bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, kepada Daerah diberikan:

1. Kewenangan untuk mendayagunakan sumber keuangan sendiri ; 2. Perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah.

Penyelenggaraan otonomi Daerah diharapkan memberikan

manfaat yang besar baik secara makro maupun mikro ekonomi. Manfaat ini dapat diperoleh dengan menumbuhkembangkan sektor riil, kehidupan yang demokratis, mendorong upaya pemberdayaan masyarakat meningkatkan kinerja Pemerintah Daerah, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.

Page 119: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

112

Penyelenggaraan otonomi Daerah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 mengamanatkan prinsip-prinsip kewenangan pemerintah sebagai berikut:

a. Pada dasarnya semua kewenangan Pemerintah diserahkan kepada Daerah, kecuali bidang pertahanan dan keamanan, politik luar negeri, moneter dan fiskal, peradilan, agama serta kewenangan pemerintahan lainnya yang secara nasional lebih berdayaguna dan berhasil guna bila dikelola Pemerintah Pusat.

b. Penyerahan kewenangan di bidang pemerintahan kepada Daerah harus disertai dengan pembiayaan, sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana.

c. Pelaksanaan kewenangan pemerintahan yang telah diserahkan kepada Daerah didasarkan pada norma, standar, kriteria dan prosedur yang ditetapkan oleh Pemerintah.

d. Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang memberikan diskresi (kebebasan dalam mengambil keputusan) yang lebih besar kepada Daerah untuk mengelola sumber-sumber keuangannya.

Selain prinsip-prinsip di atas, secara khusus Pemerintah menaruh

perhatian yang serius terhadap pemberdayaan sektor r iil atau pembangunan di Daerah. Hal ini diwujudkan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Kewenangan otonomi yang luas berarti bahwa Daerah mempunyai keleluasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup seluruh bidang pemerintahan kecuali bidang-bidang yang berdasarkan undang-undang telah ditetapkan sebagai kewenangan Pemerintah Pusat. Nyata mengandung maksud keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di Daerah. Sementara bertanggungjawab mengandung

Page 120: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

113

pengertian bahwa konsekuensi dari hak dan kewenangan yang luas dan nyata tersebut harus diwujudkan dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban yang dipikul oleh Daerah, yang berupa peningkatan kekayaan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah dalam rangka menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Secara teoritis, kebijakan tentang hubungan keuangan antara

Pusat dan Daerah pada dasarnya dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek, yaitu: a. Merupakan upaya untuk mempertemukan sumber keuangan/

pembiayaan dengan tugas, tanggung jawab, serta fungsi pemerintahan yang dibebankan kepada Daerah.

b. Merupakan alokasi/realokasi sumber-sumber keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

c. Merupakan suatu cara pembiayaan bagi suatu badan hukum publik yang otonom dengan berbagai jenis sumber dana, seperti Perpajakan Daerah, dana perimbangan dan sebagainya (Sidik, 2001).

Terkait dengan perubahan pola pembagian kewenangan pada

tingkat pemerintahan (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota), maka kewenangan di bidang keuangan yang pada dasarnya melekat pada setiap kewenangan pemerintahan yang diserahkan, turut pula diserahkan untuk menjadi kewenangan Daerah. Termasuk dalam kesatuan penyerahan kewenangan ini adalah penyerahan dan pengalihan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang terkait dengan kewenangan itu. Adapun penyerahan kewenangan di bidang keuangan sebagaimana diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 diwujudkan dalam pemberian kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan Daerah sendiri (PAD) serta didukung

Page 121: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

114

dengan perimbangan keuangan Pusat dan Daerah, yaitu dengan pemberian sumber-sumber keuangan kepada Daerah yang terangkum dalam dana perimbangan. Dengan kata lain, dana perimbangan merupakan kontribusi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terhadap anggaran Daerah.

Kewenangan untuk mendayagunakan sumber keuangan sendiri

dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah diatur dalam undang-undang tersendiri, yaitu UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berserta revisinya yaitu UU No. 34 Tahun 2000. Revisi atas UU No. 18 Tahun 1997 ini dilakukan tidak terlepas dari adanya keinginan dan keseriusan Pemerintah dalam pelaksanaan otonomi, dengan memberikan keleluasaan kewenangan bagi Daerah untuk mendayagunakan potensi tersebut harus tetap dalam batas-batas kewajaran, yang tolok ukurnya adalah bagaimana memanfaatkan potensi yang dimiliki tersebut untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dan pembangunan Daerah di satu sisi, sedangkan disisi lain adalah harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat untuk menanggung beban pungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Keleluasaan Daerah untuk memanfaatkan sumber keuangannya sendiri

tercermin dari keleluasaan untuk menetapkan jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang potensial di Daerah, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam undang-undang.

Sementara itu, perimbangan keuangan antara pusat dan Daerah

dilakukan melalui dana perimbangan yang terdiri dari: 1. Dana Bagi Hasil; 2. Dana Alokasi Umum; dan

Page 122: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

115

3. Dana Alokasi Khusus. Dana Perimbangan yang terdiri atas 3 (tiga) jenis sumber dana, merupakan pendanaan pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena masing-masing jenis Dana Perimbangan tersebut saling mengisi dan melengkapi. Jumlah Dana Perimbangan tersebut ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN. Pencantuman Dana Perimbangan dalam APBN dimaksudkan untuk memberikan kepastian pendanaan bagi Daerah.

3.7.1. Dana Bagi Hasil

Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas:

a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang

Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari:

a. Kehutanan; b. Pertambangan umum; c. Perikanan; d. Pertambangan minyak bumi; e. Pertambangan gas bumi; dan f. Pertambangan panas bumi.

Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB dan BPHTB dibagi antara Daerah

provinsi, Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah. Dana Bagi Hasil dari

Page 123: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

116

penerimaan PBB sebesar 90% (sembilan puluh persen) untuk Daerah dengan rincian sebagai berikut:

a. 16,2% (enam belas dua persepuluh persen) untuk Daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi;

b. 64,8% (enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten/Kota; dan

c. 9% (sembilan persen) untuk biaya pemungutan. d. 10% (sepuluh persen) bagian Pemerintah dari penerimaan PBB

dibagikan kepada seluruh Daerah Kabupaten dan Kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan, dengan imbangan sebagai berikut: 1). 65% (enam puluh lima persen) dibagikan secara merata kepada

seluruh Daerah Kabupaten dan Kota; dan 2). 35% (tiga puluh lima persen) dibagikan sebagai insentif kepada

Daerah Kabupaten dan Kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor tertentu.

Pembagian tersebut dimaksudkan dalam rangka pemerataan

kemampuan keuangan antar Daerah. Pemberian insentif ini dimaksudkan untuk mendorong intensifikasi pemungutan PBB. Yang dimaksud dengan sektor tertentu adalah penerimaan PBB dari sektor perkotaan dan perdesaan. Dana Bagi Hasil dari penerimaan BPHTB adalah sebesar 80% (delapan puluh persen) dengan rincian sebagai berikut:

a. 16% (enam belas persen) untuk Daerah Provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi; dan

b. 64% (enam puluh empat persen) untuk Daerah Kabupaten dan Kota penghasil dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten/Kota.

Page 124: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

117

c. 20% (dua puluh persen) bagian Pemerintah dari penerimaan BPHTB dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh Kabupaten dan Kota.

Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang

Daerah yang ditentukan oleh Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh Penerimaan Daerah dan membayar seluruh Pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan. Rekening Kas Umum Daerah ini dikelola oleh Kepala satuan kerja pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah. Pembagian tersebut dimaksudkan dalam rangka pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah. Penyaluran Dana Bagi Hasil PBB dan BPHTB dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 yang merupakan bagian Daerah adalah sebesar 20% (dua puluh persen). Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh tersebut dibagi antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib

Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 dibagi dengan imbangan 60% (enam puluh persen) untuk Kabupaten/Kota dan 40% (empat puluh persen) untuk Provinsi ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan penyaluran Dana Bagi Hasil dilaksanakan secara triwulanan.

Pembagian Penerimaan Negara yang berasal dari sumber daya alam

ditetapkan sebagai berikut: a. Penerimaan Kehutanan yang berasal dari penerimaan Iuran Hak

Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan

Page 125: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

118

20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah.

b. Penerimaan Kehutanan yang berasal dari Dana Reboisasi dibagi dengan imbangan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk Pemerintah dan 40% (empat puluh persen) untuk Daerah.

c. Penerimaan Pertambangan Umum yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah.

d. Penerimaan Perikanan yang diterima secara nasional dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk seluruh Kabupaten/Kota.

e. Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 1). 84,5% (delapan puluh empat setengah persen) untuk Pemerintah; dan 2). 15,5% (lima belas setengah persen) untuk Daerah.

f. Penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 1). 69,5% (enam puluh sembilan setengah persen) untuk Pemerintah; dan 2). 30,5% (tiga puluh setengah persen) untuk Daerah.

g. Pertambangan Panas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah.

Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, Penerimaan

Negara Bukan Pajak dari hasil pengusahaan sumber daya panas bumi terdiri atas:

Page 126: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

119

1) Penerimaan Negara Bukan Pajak dari kontrak pengusahaan panas bumi yang ditandatangani sebelum Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi ditetapkan, berasal dari setoran bagian Pemerintah setelah dikurangi dengan kewajiban perpajakan dan pungutan-pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2) Penerimaan Negara Bukan Pajak dari kontrak pengusahaan panas bumi yang ditandatangani sesudah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi ditetapkan, berasal dari Iuran Tetap dan Iuran Produksi.

Dana Bagi Hasil dari penerimaan IHPH yang menjadi bagian Daerah, dibagi dengan rincian:

a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi; dan b. 64% (enam puluh empat persen) untuk Kabupaten/Kota penghasil.

Dana Bagi Hasil dari penerimaan PSDH yang menjadi bagian Daerah, dibagi dengan rincian:

a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk Kabupaten/Kota penghasil; dan c. 32% (tiga puluh dua persen) dibagikan dengan porsi yang sama besar

untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

Dana Bagi Hasil dari Dana Reboisasi dibagi dengan bagian sebagai berikut:

a. 60% (enam puluh persen) bagian Pemerintah digunakan untuk rehabilitasi hutan dan lahan secara nasional; dan

b. 40% (empat puluh persen) bagian Daerah digunakan untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di Kabupaten/Kota penghasil.

Page 127: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

120

Penerimaan Pertambangan Umum terdiri atas: a. Penerimaan Iuran Tetap (Land-rent); dan

adalah seluruh penerimaan iuran yang diterima Negara sebagai imbalan atas kesempatan Penyelidikan Umum, Eksplorasi, atau Eksploitasi pada suatu wilayah Kuasa Pertambangan.

b. Penerimaan Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalti). adalah Iuran Produksi yang diterima Negara dalam hal Pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi mendapat hasil berupa bahan galian yang tergali atas kesempatan Eksplorasi yang diberikan kepadanya serta atas hasil yang diperoleh dari usaha pertambangan eksploitasi (Royalti) satu atau lebih bahan galian.

Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara Iuran Tetap (Land-rent) yang

menjadi bagian Daerah, dibagi dengan rincian: a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; dan b. 64% (enam puluh empat persen) untuk Kabupaten/Kota penghasil.

Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara Iuran Eksplorasi dan Iuran

Eksploitasi (Royalti) yang menjadi bagian Daerah, dibagi dengan rincian: a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk Kabupaten/Kota penghasil; dan c. 32% (tiga puluh dua persen) untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam

provinsi yang bersangkutan.

Bagian Kabupaten/Kota dalam provinsi yang bersangkutan, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua Kabupaten/Kota dalam provinsi yang bersangkutan.

Page 128: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

121

Penerimaan Perikanan terdiri atas: a. Penerimaan Pungutan Pengusahaan Perikanan; dan

adalah pungutan Negara yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia yang memperoleh Izin Usaha Perikanan (IUP), Alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal (APIPM), dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), sebagai imbalan atas kesempatan yang diberikan kepada Pemerintah Indonesia untuk melakukan usaha perikanan dalam wilayah perikanan Republik Indonesia.

b. Penerimaan Pungutan Hasil Perikanan. adalah pungutan Negara yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan usaha penangkapan ikan sesuai dengan Surat Penangkapan Ikan (SPI) yang diperoleh.

Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara sektor perikanan dibagikan

dengan porsi yang sama besar kepada Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagikan ke Daerah adalah Penerimaan Negara dari sumber daya alam Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi berasal dari kegiatan Operasi Pertamina itu sendiri, kegiatan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract), dan kontrak kerja sama selain Kontrak Bagi Hasil. Komponen Pajak adalah pajak-pajak dalam kegiatan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dan pungutan-pungutan lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi sebesar 15% (lima

belas persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut: a. 3% (tiga persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan;

Page 129: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

122

b. 6% (enam persen) dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil; dan c. 6% (enam persen) dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi

yang bersangkutan.

Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Gas Bumi sebesar 30% (tiga puluh persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut: a. 6% (enam persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; b. 12% (dua belas persen) dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil; dan c. 12% (dua belas persen) dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam

provinsi bersangkutan dengan porsi yang sama besar untuk semua Kabupaten/Kota.

Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar

0,5% (setengah persen) dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar. Dana Bagi Hasil tersebut dibagi masing-masing dengan rincian sebagai berikut: a. 0,1% (satu persepuluh persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; b. 0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil;

dan c. 0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya

dalam provinsi yang bersangkutan dengan porsi yang sama besar untuk semua Kabupaten/Kota.

Bagian untuk provinsi harus digunakan untuk menunjang pemenuhan

sarana pendidikan dasar. Penerimaan Negara dari Pertambangan Panas Bumi merupakan

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang terdiri atas: a. Setoran Bagian Pemerintah; dan b. Iuran tetap dan iuran produksi.

Page 130: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

123

Iuran tetap adalah iuran yang dibayarkan kepada Negara sebagai imbalan atas kesempatan eksplorasi, studi kelayakan, dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja. Sedangkan iuran produksi adalah iuran yang dibayarkan kepada Negara atas hasil yang diperoleh dari usaha pertambangan Panas Bumi.

Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Pertambangan Panas Bumi yang dibagikan kepada Daerah dibagi dengan rincian: a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk Kabupaten/Kota penghasil; dan c. 32% (tiga puluh dua persen) untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi

yang bersangkutan dibagikan dengan porsi yang sama besar.

Pemerintah menetapkan alokasi Dana Bagi Hasil yang berasal dari sumber daya alam sesuai dengan penetapan dasar perhitungan dan Daerah penghasil yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Dana Bagi Hasil yang merupakan bagian Daerah tersebut disalurkan berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan.

3.7.2. Dana Alokasi Umum

Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. Pendapatan Dalam Negeri Neto adalah Penerimaan Negara yang berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi dengan Penerimaan Negara yang dibagihasilkan kepada Daerah.

DAU untuk suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi

dasar. Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah. Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil

Page 131: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

124

Daerah yang merupakan gaji pokok ditambah tunjangan keluarga dan tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan penggajian Pegawai Negeri Sipil.

Kebutuhan fiskal Daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Layanan dasar publik antara lain adalah penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan infrastruktur, dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan.

Setiap kebutuhan pendanaan diukur secara berturut-turut dengan jumlah

penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia. Jumlah penduduk merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap Daerah. Luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan wilayah. Indeks Kemahalan Konstruksi merupakan cerminan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar-Daerah. Produk Domestik Regional Bruto merupakan cerminan potensi dan aktivitas perekonomian suatu Daerah yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi kotor dalam suatu wilayah. Indeks Pembangunan Manusia merupakan variabel yang mencerminkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan. Kebutuhan pendanaan suatu Daerah dihitung dengan pendekatan total pengeluaran rata-rata nasional. Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan Daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil.

Proporsi DAU antara Daerah provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan Kabupaten/Kota.

DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu Daerah provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot Daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah

Page 132: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

125

DAU seluruh Daerah provinsi. Bobot Daerah provinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal Daerah provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh Daerah provinsi.

DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu Daerah Kabupaten/Kota dihitung

berdasarkan perkalian bobot Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh Daerah Kabupaten/Kota. Bobot Daerah Kabupaten/Kota merupakan perbandingan antara celah fiskal Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh Daerah Kabupaten/Kota.

Data untuk menghitung kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal diperoleh

dari lembaga statistik pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Pemerintah merumuskan formula dan penghitungan DAU dengan memperhatikan pertimbangan dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi Daerah. Hasil penghitungan DAU per provinsi, Kabupaten, dan Kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu perdua belas) dari DAU Daerah yang bersangkutan. Penyaluran DAU dilaksanakan sebelum bulan bersangkutan.

3.7.3. Dana Alokasi Khusus

Besaran Dana Alokasi Khusus (DAK) ditetapkan setiap tahun dalam

APBN. DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah. Daerah tertentu adalah Daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan setiap tahun untuk mendapatkan alokasi DAK. Dengan demikian, tidak semua Daerah mendapatkan alokasi DAK.

Page 133: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

126

Kegiatan khusus tersebut harus sesuai dengan fungsi dalam rincian Belanja Negara antara lain terdiri atas layanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan dan perlindungan sosial.

Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan Keuangan Daerah dalam APBD. Kriteria umum dihitung untuk melihat kemampuan APBD untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan dalam rangka pembangunan Daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi dengan belanja pegawai.

Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang kekhususan suatu Daerah dan karakteristik Daerah antara lain adalah Daerah pesisir dan kepulauan, Daerah perbatasan dengan negara lain, Daerah tertinggal/terpencil, Daerah yang termasuk rawan banjir dan longsor, serta Daerah yang termasuk Daerah ketahanan pangan.

Kriteria teknis antara lain meliputi standar kualitas/kuantitas konstruksi,

serta perkiraan manfaat lokal dan nasional yang menjadi indikator dalam perhitungan teknis yang ditetapkan oleh kementerian Negara/departemen teknis.

Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari alokasi DAK. Dana Pendamping tersebut dianggarkan dalam APBD. Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu yaitu Daerah yang selisih antara Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif tidak diwajibkan menyediakan Dana Pendamping. Ketentuan mengenai DAK diatur dalam Peraturan Pemerintah di mana muatan Peraturan Pemerintah tersebut antara lain kriteria umum, kriteria khusus, kriteria

Page 134: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

127

teknis, mekanisme pengalokasian, tata cara penyaluran, penganggaran di Daerah, pemantauan dan pengawasan, evaluasi, dan pelaporan.

Page 135: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

128

BAB IV

PERANAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DALAM MENOPANG DESENTRALISASI FISKAL

alah satu syarat yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan otonomi Daerah adalah tersedianya sumber-sumber pembiayaan. Sumber-sumber

pembiayaan Pemerintah Daerah tersebut telah diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.

PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar yang didukung

oleh kebijakan pembagian keuangan Pusat dan Daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Dengan perkataan lain, ketergantungan pada bantuan Pusat harus seminimal mungkin (Bastian, 2001). PAD yang merupakan sumber penerimaan dari Daerah sendiri perlu terus ditingkatkan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan pembangunan, sehingga kemandirian dan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dapat dilaksanakan (Kustiawan dan Solikin, 2005: 33).

Bahwa dalam Bab terdahulu telah dikemukakan berbagai jenis Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam UU No. 34 Tahun 2000 dan peraturan pelaksanaannya ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Hal ini menunjukkan bahwa terhadap Daerah diberikan kewenangan dalam mengelola

S

Page 136: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

129

sumber-sumber penerimaan sebagai upaya menopang sumber pendapatan daerah sesuai UU No. 32 Tahun 2004 pada Pasal 157 yang menyebutkan bahwa: Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD diantaranya berasal dari hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Bahwa peran Pajak Daerah Provinsi di samping mendukung sumber pendapatan dalam APBD Provinsi juga sebagian realisasinya diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten/ Kota untuk mendukung sumber pendapatan APBD Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Oleh karenanya, peran Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah mutlak untuk mendukung sumber dana daerah yaitu membiayai kegiatan pelaksanaan otonomi daerah.

Kondisi ini kepada Daerah harus adanya kreasi mengoptimalkan

penerimaannya sesuai dengan potensi yang ada dengan tetap memperhatikan aspek-aspek yang terkait dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi di bidang pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Pada hakekatnya, otonomi merupakan pelaksanaan konsep berbagi

kekuasaan (power sharing) dalam mengelola kehidupan kebangsaan dalam kerangka NKRI. Power sharing lebih mengutamakan pada aspek pendelegasian kewenangan ke Daerah yang diwujudkan dalam bentuk political aspect dan administrative aspect. Pengertian inilah yang hendak diwujudkan dalam era otonomi. Kondisi yang diharapkan terjadi dalam era otonomi adalah adanya perubahan secara bertahap bagi Daerah yang bermula dari upaya mengurangi ketergantungan dari Pusat, menuju kemandirian Daerah yang pada akhirnya mencapai bentuk ideal berupa saling ketergantungan (interdependency) antara Pusat dan Daerah. Kondisi ideal demikian merupakan cita-cita negara yang dibangun di atas kebhinekaan yang diwujudkan sebagai negara kesatuan. Kemandirian fiskal daerah tidak akan menjadi kenyataan kalau Pusat menguasai sebagian besar sumber dana. Sebaliknya yang terjadi justru peningkatan ketergantungan anggaran Daerah kepada Pusat. Alokasi dana (transfer) dari

Page 137: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

130

Pemerintah Pusat yang disertai dengan pengawasan yang terlalu ketat dalam penggunaannya tidak akan mendorong Daerah dalam menggali dan mengembangkan sumber pendapatan Daerah yang ada, tetapi bahkan dapat mematikan inisiatif Daerah yang bersangkutan. Hal ini akan membuat Daerah semakin tergantung pada bantuan Pemerintah Pusat (Booth, 2000). Walaupun demikian, mengingat hampir semua pola penyerahan tugas-tugas pengeluaran dan penerimaan masih harus menggantungkan diri pada bantuan Pusat (transfer), maka pola dasar dan sistem monitoring merupakan elemen penting untuk menjamin efektivitas desentralisasi fiskal (Brid dan Francois, 2000).

Dalam hubungan dengan penerimaan PAD dari Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah adalah sumber pendapatan daerah yang cukup dominan dalam komposisi struktur anggaran pendapatan dalam APBD untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota pada setiap tahun anggaran. Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di samping sebagai sumber pembiayaan otonomi adalah juga sebagai kreativitas Daerah untuk mampu menggali sumber-sumber pendapatan PAD termasuk memaksimalisasi tugas dan tanggung jawab dalam pengelolaan pungutan tersebut dan keberhasilan ini sangat terkait dengan kemampuan Daerah untuk mampu membiayai dan mengurus rumah tangganya sendiri melalui pemberdayaan dan pemanfaatan basis fiskal di Daerah masing-masing.

Dalam rangka desentralisasi, titik berat otonomi pelaksanaannya adalah

di Daerah Kabupaten dan Kota, sedangkan untuk Daerah Provinsi adalah otonomi terbatas dalam konteks dekonsentrasi yaitu mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya. Kedudukan Daerah Provinsi mempunyai fungsi ganda (dwifungsi) yaitu sebagai daerah otonom dan wilayah administrasi (Bhenyamin Hoessin, 2000). Sedangkan menurut Ateng Syafruddin (2000), otonomi Provinsi sama dengan otonomi terbatas yaitu mencakup urusan kepentingan lintas Kabupaten/Kota dan urusan yang tidak

Page 138: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

131

menjadi otonomi Daerah Kabupaten/Kota menuju kemandirian Daerah (otonomi nyata, luas, utuh dan bertanggung jawab). Daerah Provinsi bukan merupakan pemerintahan atasan dari Kabupaten atau Kota, sehingga Daerah otonom Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota tidak mempunyai hubungan hierarki. Artinya, Daerah Provinsi tidak membawahi Daerah Kabupaten dan Kota, tetapi dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan terdapat hubungan koordinasi, kerjasama dan/atau kemitraan dengan Daerah Kabupaten/Kota dalam kedudukan sebagai daerah otonom. Sementara itu dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi (asas dekonsentrasi). Gubernur selaku wakil Pemerintah melakukan hubungan pembinaan dan pengawasan terhadap Daerah Kabupaten dan Kota (Kustiawan dan Solikin, 2005: 34-35).

Pemberian otonomi luas yang diberikan oleh UU No. 32 Tahun 2004 dan

UU No. 33 Tahun 2004 adalah pemberian kebebasan Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga Daerah sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri, melaksanakan sendiri, melakukan pembiayaan dan pertanggungjawaban keuangan sendiri, dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi. Akan tetapi, desentralisasi ini tampaknya tidak serta membawa dampak yang baik bagi aspek kelembagaan dan pertanggungjawaban publik. Menurut Asri Umar (2000) dampak tersebut bervariasi antara baik dan buruk seperti di bawah ini:

Dampak Positif:

1. Daerah lebih memacu pembangunannya sendiri, lebih leluasa mengalokasikan dana sesuai dengan kebutuhan Daerahnya;

2. Meningkatkan dan memeratakan perkembangan dan pertumbuhan perekonomian antar Daerah;

3. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat; 4. Memberikan kepastian sumber keuangan Daerah sehingga lebih

memantapkan perencanaan dan pengalokasian dana; dan

Page 139: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

132

5. Mengurangi ketidakpuasan Daerah dan memperkuat integrasi nasional. Dampak Negatif

1. Menimbulkan persaingan hebat dalam memperebut sumber daya manusia yang bermutu;

2. Meningkatkan kecemburuan antara Daerah miskin terhadap Daerah kaya;

3. Meningkatkan perebutan wilayah yang menjanjikan sumber daya yang tinggi; dan

4. Meningkatkan disparitas penyebaran penduduk serta mempertajam potensi konflik antara penduduk asli dengan pendatang. Dalam hubungan pengelolaan sumber penerimaan daerah dalam hal ini

termasuk Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bahwa setiap hasil penerimaannya yang dialokasikan penggunaannya adalah untuk anggaran belanja terutama terkait dengan kewenangan daerah otonom masing-masing, maka sumber Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sepatutnya mendapat prioritas dalam mengoptimalkan keberhasilannya. Dalam hal ini dapat menjaring semua potensi objek dan subjek Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan memberdayakan perangkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/instansi yang tugas pokok dan fungsinya berhubungan dengan bidang pendapatan daerah.

Dalam euforia otonomi daerah pada prakteknya beberapa Daerah

Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan semangatnya melakukan penggalian sumber pungutan baik berupa Pajak Daerah maupun Retribusi Daerah, akan tetapi ketentuan dan peraturan yang melandasinya dalam penerbitan Peraturan-peraturan Daerah selalu diabaikan, sehingga setelah dievaluasi oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri, ternyata Perda-perda tersebut perlu disesuaikan dan ditinjau kembali bahkan ada yang direkomendasikan untuk dibatalkan.

Page 140: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

133

4.1. Sumber-sumber Pembiayaan Pelaksanaan Desentralisasi

Penerapan desentralisasi sebagai wujud dari otonomi Daerah menimbulkan pembagian keuangan antara Pusat dan Daerah. Perimbangan antara Pusat dan Daerah yang ideal adalah apabila setiap tingkat pemerintahan dapat independen di bidang keuangan untuk membiayai pelaksanaan tugas dan wewenang masing-masing. Hal ini berarti subsidi atau bantuan dari Pemerintah Pusat yang selama ini sebagai sumber utama dalam APBD mulai dikurangi dan yang menjadi sumber utamanya adalah pendapatan dari Daerah itu sendiri.

Ada 2 (dua) prinsip utama yang disarankan dalam penyerahan

kewenangan penerimaan ke pemerintah Daerah. Pertama, pendapatan dari "sumber sendiri" paling tidak cukup untuk memungkinkan Daerah-Daerah kaya untuk membiayai sendiri pelayanan lokal, terutama yang mempunyai manfaat bagi masyarakat setempat. Kedua, sedapat mungkin penerimaan-penerimaan Daerah dapat dipungut hanya dari masyarakat setempat, terutama yang manfaatnya mereka terima dari pelayanan Pemerintah Daerah (Bird and Francois, 2000: 15).

Terdapat sifat-sifat penting dari sumber-sumber penerimaan Daerah

yang dianggap ideal, yaitu: 1. Basis (objek) pajak relatif tidak dapat berpindah, untuk memungkinkan

pejabat daerah menyesuaikan tarif tanpa harus mengorbankan basis pajak mereka;

2. Penerimaan pajak harus dapat menutupi kebutuhan lokal dan bersifat dinamis (yaitu, dapat dikembangkan paling tidak sama cepatnya dengan kebutuhan peningkatan);

3. Penerimaan pajak harus relatif stabil dan relatif dapat diproyeksikan dengan baik;

Page 141: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

134

4. Beban pajak diupayakan agar tidak dialihkan ke Daerah lain; 5. Basis (objek) pajak harus dapat dilihat untuk kepentingan akuntabilitas; 6. Pajak harus dianggap adil oleh wajib pajak; dan 7. Pajak harus relatif mudah dikelola secara efektif dan efisien (Bird and

Francois, 2000: 15-16). Adanya korelasi antara Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah

dengan sistem Perpajakan Nasional yaitu terhadap pembebanan kepada masyarakat berupa kewajiban dan hak kewarganegaraan dalam kaitan melakukan kewajiban kepada Negara dan Daerah, tetapi tetap dalam ruang lingkup dan koridor adanya asas-asas dan filosofi perpajakan itu sendiri. Hal ini dapat dicermati pada penjelasan umum UU No. 34 Tahun 2000 bahwa berdasarkan UUD 1945 yang menetapkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat seperti pajak dan lain-lain, harus ditetapkan dengan Undang-Undang dengan demikian, pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah harus didasarkan pada Undang-Undang.

Selanjutnya pada bagian lain dalam penjelasan Undang-Undang

tersebut dikemukakan bahwa Pendapatan Asli Daerah yang antara lain berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan pemerintahan dan pembangunan Daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian Daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal lain juga dikemukakan bahwa, Pajak Daerah dan Pajak Nasional merupakan suatu sistem Perpajakan Indonesia, yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut dapat memberikan beban yang adil. Sejalan dengan sistem Perpajakan Nasional, pembinaan Pajak Daerah dilakukan secara terpadu dengan Pajak Nasional. Pembinaan ini dilakukan secara terus

Page 142: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

135

menerus, terutama mengenai objek dan tarif pajak, sehingga antara Pajak Pusat dan Pajak Daerah saling melengkapi.

Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi menurut

Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terdiri dari 3 (tiga) macam, yaitu:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD); 2. Dana Perimbangan; 3. Lain-lain Penerimaan yang Sah.

4.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Moch. Husein Jachyasaputra (2000), Pendapatan Asli

Daerah di luar hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah didefinisikan sebagai penerimaan yang diperoleh Daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan sumber pendapatan asli daerah menurut Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari: a. Hasil Pajak Daerah, yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi

atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan pembangunan daerah. Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan Perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. Menurut Nick Devas (1989), tolok ukur yang digunakan untuk menilai Pajak Daerah adalah:

Page 143: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

136

1) Hasil (yield) yaitu memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam kaitan dengan berbagai layanan yang dibiayainya: stabilitas dan mudah tidaknya memperkirakan dan elastisitasnya hasil pajak terhadap inflasi, pertumbuhan penduduk, termasuk perbandingan hasil pajak dengan biaya pemungut.

2) Keadilan (equity) yaitu bahwa dasar pajak dan kewajiban harus jelas dan tidak sewenang-wenang, pajak bersangkutan harus adil secara horizontal, artinya beban pajak haruslah sama besar antara berbagai kelompok yang berbeda tetapi dengan kedudukan ekonomi yang sama, adil secara vertikal, adil dari tempat ke tempat yang artinya tidak ada perbedaan besar dan sewenang-wenang dalam beban pajak dari satu Daerah yang lain.

3) Daya guna ekonomi (economic efficiency), pajak hendaknya mendorong atau setidak-tidaknya menghambat sumber daya secara berdaya guna dalam kehidupan ekonomi, jangan sampai pilihan konsumen dan pilihan produsen menjadi salah arah atau orang menjadi segan bekerja atau menabung dan memperkecil beban lebih pajak.

4) Kemampuan melaksanakan (ability to implement) di mana suatu pajak haruslah dapat dilaksanakan dari sudut kemampuan politik dan kemampuan tata usaha.

5) Kecocokan sebagai sumber penerimaan Daerah (suitability as local revenue source), ini berarti bahwa haruslah jelas kepada Daerah mana suatu pajak harus dibayarkan dan tempat memungut pajak sedapat mungkin sama dengan tempat akhir beban pajak sehingga pajak tidak mudah dihindari.

Analisa potensi asli daerah adalah kekuatan yang ada di suatu

Daerah untuk menghasilkan sejumlah penerimaan PAD. Untuk mengetahui potensi sumber-sumber PAD dibutuhkan pengetahuan tentang analisis

Page 144: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

137

perkembangan beberapa variabel yang dapat dikendalikan, yaitu variabel ekonomi yang dapat mempengaruhi kekuatan sumber-sumber penerimaan PAD. Beberapa variabel yang perlu dianalisis untuk mengetahui potensi sumber-sumber PAD adalah: a) Kondisi awal suatu Daerah, yaitu keadaan struktur ekonomi dan sosial

suatu Daerah sangat menentukan, yaitu: (1) Besar kecilnya keinginan pemerintah Daerah untuk menerapkan

pungutan. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi dan sosial suatu masyarakat menentukan tinggi rendahnya tuntutan akan adanya pelayanan publik dalam kuantitas dan kualitas tertentu. Pada masyarakat agraris tuntutan akan fasilitas pelayanan publik dalam kuantitas dan kualitas tertentu akan lebih rendah dari tuntutan yang ada di masyarakat industri. Pada masyarakat agraris, Pemerintah tidak akan terpacu untuk menarik pungutan-pungutan dari masyarakat, sementara dalam masyarakat industri Pemerintah akan terpacu untuk menarik pungutan-pungutan untuk memenuhi tuntutan akan ketersediaan fasilitas pelayanan publik.

(2) Kemampuan masyarakat untuk membayar segala pungutan-pungutan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Karena perbedaan ekonomi dan sosialnya, kemampuan membayar segala pungutan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah akan lebih tinggi di masyarakat industri dari masyarakat agraris. Kondisi awal suatu daerah mencakup pengetahuan tentang:

a. Komposisi industri yang ada di daerah. b. Struktur sosial, politik dan institusional, serta berbagai

kelompok masyarakat yang relatif memiliki kekuatan. c. Kemampuan (kecakapan) administratif, kejujuran dan

integritas dari semua cabang-cabang perpajakan pemerintah. d. Tingkat ketimpangan (ketidakmerataan) dalam distribusi

pendapatan. Indikator untuk mengetahui kondisi awal suatu

Page 145: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

138

daerah adalah dengan melihat kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap PDRB suatu daerah.

b) Peningkatan cakupan atau ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan PAD. Kegiatan ini merupakan upaya memperluas cakupan penerimaan PAD. Ada 3 (tiga) hal penting yang harus diperhatikan dalam usaha peningkatan cakupan ini, yaitu: (1) Menambah objek dan subjek pajak dan atau retribusi. Peningkatan

cakupan pendapatan asli daerah dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah objek dan subjek pajak dan atau Retribusi Daerah.

(2) Meningkatkan besarnya penetapan. Perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya kesenjangan yang disebabkan data potensi tidak tersedia dengan akurat sehingga besarnya penetapan pajak atau retribusi belum sesuai dengan potensi yang sebenarnya.

(3) Mengurangi tunggakan. Peningkatan cakupan dapat dilakukan dengan mengurangi besarnya tunggakan. Perlu dilakukan pemeriksaan terhadap tunggakan rekening. Kemudian dilakukan langkah-langkah kongkrit untuk mengurangi tunggakan yang ada maupun mencegah terjadinya tunggakan baru. Hal ini perlu didukung dengan adanya administrasi tunggakan yang lengkap dan rapi.

c) Perkembangan PDRB perkapita riil. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk membayar (ability to pay) berbagai pungutan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan logika yang sama, pada tingkat distribusi pendapatan tertentu yang tetap, semakin tinggi PDRB per kapita riil suatu daerah, semakin besar pula kemampuan masyarakat daerah tersebut untuk membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan pemerintahan.

Page 146: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

139

d) Pertumbuhan penduduk. Besarnya pendapatan dapat dipengaruhi oleh jumlah penduduk. Jika jumlah penduduk meningkat, maka pendapatan yang dapat ditarik akan meningkat, tetapi pertumbuhan penduduk mungkin tidak mempengaruhi pertumbuhan pendapatan secara proporsional.

e) Tingkat inflasi. Inflasi akan meningkatkan penerimaan PAD yang penetapannya didasarkan pada omzet penjualan, misalnya Pajak Hotel, Pajak Restoran. Untuk pajak atau retribusi yang penetapannya didasarkan pada tarif secara flat, maka inflasi diperlukan dalam pertimbangan perubahan tarif.

f) Penyesuaian tarif. Peningkatan pendapatan sangat tergantung pada kebijakan penyesuaian tarif. Untuk pajak atau retribusi yang tarifnya ditentukan secara tetap ( flat), maka dalam penyesuaian tarif perlu mempertimbangkan laju inflasi. Kegagalan untuk menyesuaikan tarif dengan laju inflasi akan menghambat peningkatan PAD. Dalam rangka penyesuaian tarif Retribusi Daerah, selain harus memperhatikan laju inflasi, perlu juga ditinjau hubungan antara biaya pelayanan jasa dengan penerimaan PAD.

g) Pembangunan baru. Penambahan PAD juga dapat diperoleh bila pembangunan-pembangunan baru ada, seperti pembangunan pasar, pembangunan terminal, pembangunan jasa pengumpulan sampah dan lain-lain.

h) Sumber pendapatan baru. Adanya kegiatan usaha baru dapat mengakibatkan bertambahnya sumber pendapatan pajak atau retribusi yang sudah ada. Misalnya usaha persewaan laser disc, usaha persewaan komputer/internet dan lain-lain.

i) Perubahan peraturan. Adanya peraturan-peraturan baru khususnya yang berhubungan dengan pajak dan atau retribusi jelas akan meningkatkan PAD.

Page 147: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

140

b. Hasil Retribusi Daerah, yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan dan wajib. Retribusi menurut jenisnya dibagi ke dalam 3 (tiga) jenis, yaitu: 1). Jasa umum, yaitu jasa yang disediakan atau diberikan oleh

Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

2). Jasa usaha, yaitu jasa yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dengan memungut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

3). Perizinan tertentu, yaitu kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang prasarana sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjadi pelestarian lingkungan.

c. Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan. Menurut Nick Devas

(2000), Pemerintah Daerah dimungkinkan untuk mendirikan perusahaan daerah dan kerjasama dengan pihak lain dengan pertimbangan: 1). Menjalankan ideologi yang dianutnya bahwa sarana produksi memiliki

masyarakat. 2). Untuk melindungi konsumen dalam hal monopoli alami. 3). Dalam rangka mengambil alih perusahaan asing. 4). Untuk menciptakan lapangan kerja atau mendorong pembangunan

ekonomi daerah. 5). Dianggap cara yang efisien untuk menyediakan layanan masyarakat

dan atau menebus biaya, serta untuk menghasilkan penerimaan untuk Pemerintah Daerah.

Page 148: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

141

Adapun pertimbangan yang digunakan dalam memilih bidang untuk perusahaan daerah, yaitu:

1. Tenaga pelaksana dan pembukuan harus dipisahkan agar layanan dapat diberikan dengan efisien.

2. Barang yang dihasilkan harus laku dijual. 3. Harus ada kemungkinan menebus biaya dengan cara menetapkan

harga barang yang bersangkutan dalam kaitan dengan biaya (Kustiawan dan Solikin, 2005: 39).

Namun demikian ada beberapa kemungkinan sebab-sebab

perusahaan daerah kurang berhasil, karena: 1. Jenis pelayanan bersangkutan mungkin tidak cocok untuk dikelola

sebagai perusahaan. 2. Kegiatan itu sendiri memang sifatnya tidak dapat dikelola sebagai

usaha niaga atau pasar setempat terlalu kecil. 3. Susunan perusahaan daerah itu mungkin mengakibatkan satuan-

satuan biaya makin tinggi, dibandingkan dengan biaya untuk menyediakan layanan itu dari dalam bagian tubuh Pemerintah Daerah.

4. Tenaga pelaksana yang kurang cakap. 5. Kesenjangan antara tujuan yang harus dicapai perusahaan misalnya

mengejar laba atau memberikan layanan semurah-murahnya (Kustiawan dan Solikin, 2005: 39). Berdasarkan hal tersebut di atas, perusahaan daerah harus memiliki

tujuan yang jelas jika diinginkan untuk berjalan dengan baik. Jenis kegiatan tertentu (kegiatan atau usaha tanah dan bangunan) menghasilkan uang untuk Pemerintah Daerah merupakan tujuan yang tepat, namun dalam hal kegiatan layanan masyarakat tujuan yang lebih tepat adalah pulang pokok. Namun demikian ada jenis layanan yang sebenarnya tidak dapat dikelola oleh

Page 149: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

142

perusahaan daerah serta yang penting diperhatikan adalah para tekanan yang lebih besar untuk latihan pegawai agar mereka mampu menjalankan kegiatan niaga. d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Lain-lain PAD yang sah, meliputi: 1). hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; 2). jasa giro; 3). pendapatan bunga; 4). keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan 5). komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan

dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah (Lihat Pasal 6 ayat (2) UU No. 33 Tahun 2004).

Sehubungan dengan potensi di atas, kewenangan Provinsi dalam pendapatan asli daerah untuk melakukan pemungutan Pajak Daerah ditetapkan dalam Pasal 8 UU No. 33 Tahun 2004 dan harus sejalan dengan Pasal 2 UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 34 Tahun 2000.

4.1.2. Dana Perimbangan Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan

APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Pasal 1 butir 18 UU No. 33 Tahun 2004). Dana perimbangan merupakan sumber pembiayaan (Pasal 159 UU No. 32 Tahun 2004) yang berasal dari: Bagian Daerah dari PBB, BPHTB, PPh Psl 21, dan penerimaan dari Sumber Daya Alam (SDA), serta Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Bagian Daerah dari PBB,

Page 150: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

143

BPHTB, Penerimaan SDA merupakan sumber penerimaan yang pada dasarnya merupakan potensi Daerah penghasil.

4.1.3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

Lain-lain pendapatan Daerah yang sah antara lain hibah atau penerimaan dari Daerah Provinsi atau Daerah Kabupaten/Kota lainnya, dan penerimaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 4.2. Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka

Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah

Pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai pengaturan hubungan Pusat dan Daerah, khususnya dalam bidang administrasi pemerintahan maupun dalam hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang dikenal sebagai era otonomi Daerah.

Dalam era otonomi Daerah saat ini, Daerah diberikan kewenangan yang

lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah agar lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar Daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di Daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Page 151: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

144

Tuntutan peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D) ke Daerah dalam jumlah besar. Sementara, sejauh ini dana perimbangan yang merupakan transfer keuangan oleh Pusat kepada Daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi Daerah, meskipun jumlahnya relatif memadai yakni sekurang-kurangnya sebesar 25 persen dari Penerimaan Dalam Negeri dalam APBN, namun, Daerah harus lebih kreatif dalam meningkatkan PADnya untuk meningkatkan akuntabilitas dan keleluasaan dalam pembelanjaan APBD-nya (Anonimous, 2005: 32).

Sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali

secara maksimal, namun tentu saja di dalam koridor peraturan perundang -undangan yang berlaku, termasuk diantaranya adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang memang telah sejak lama menjadi unsur PAD yang utama. Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan Daerah agar dapat melaksanakan otonomi, Pemerintah melakukan berbagai kebijakan Perpajakan Daerah, diantaranya dengan menetapkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Pemberian kewenangan dalam pengenaan pajak dan Retribusi

Daerah, diharapkan dapat lebih mendorong Pemerintah Daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan PAD, khususnya yang berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemberian keleluasaan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah untuk meningkatkan PAD melalui Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 telah memperlihatkan hasil yang menggembirakan yaitu sejumlah Daerah berhasil mencapai peningkatan PAD-nya secara signifikan.

Page 152: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

145

Namun, kreativitas Pemerintah Daerah yang berlebihan dan tak terkontrol dalam memungut Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, akan menimbulkan dampak yang merugikan bagi masyarakat dan dunia usaha, yang pada gilirannya menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Oleh karena itu UU No. 34 Tahun 2000 tetap memberikan batasan kriteria Pajak Daerah dan retribusi yang dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah.

4.3. Peranan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Sebagai Sumber Belanja

Daerah

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan sumber pendapatan Daerah yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Daerah. Permasalahan yang dihadapi oleh Daerah pada umumnya dalam kaitan penggalian sumber-sumber Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang merupakan salah satu komponen dari PAD, adalah belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan Daerah secara keseluruhan (Anonimous, 2005: 44).

Untuk mengantisipasi desentralisasi dan proses otonomi daerah,

tampaknya pungutan pajak dan Retribusi Daerah masih belum dapat diandalkan oleh Daerah sebagai sumber pembiayaan desentralisasi. Keadaan ini diperlihatkan dalam suatu studi yang dilakukan oleh LPEM-UI bekerjasama dengan Clean Urban Project, RT14 (1999) bahwa banyak permasalahan yang terjadi di Daerah berkaitan dengan penggalian dan peningkatan PAD, terutama hal ini disebabkan oleh: 1. Relatif rendahnya basis pajak dan Retribusi Daerah. Berdasarkan UU No.

34 Tahun 2000 Daerah Kabupaten/Kota dimungkinkan untuk menetapkan

Page 153: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

146

jenis pajak dan retribusi baru. Namun, melihat kriteria pengadaan pajak baru sangat ketat, khususnya kriteria Pajak Daerah tidak boleh tumpang tindih dengan Pajak Pusat dan Pajak Provinsi, diperkirakan Daerah memiliki basis pungutan yang relatif rendah dan terbatas, serta sifatnya bervariasi antar Daerah. Rendahnya basis pajak ini bagi sementara Daerah berarti memperkecil kemampuan rnanuver keuangan Daerah dalam menghadapi krisis ekonomi.

2. Perannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan Daerah. Sebagian besar penerimaan Daerah masih berasal dari bantuan Pusat. Dari segi upaya pemungutan pajak, banyaknya bantuan dan subsidi ini mengurangi "usaha" Daerah dalam pemungutan PAD-nya, dan lebih mengandalkan kemampuan "negosiasi" Daerah terhadap Pusat untuk memperoleh tambahan bantuan.

3. Kemampuan administrasi pemungutan di Daerah yang masih rendah. Hal ini mengakibatkan bahwa pemungutan pajak cenderung dibebani oleh biaya pungut yang besar. PAD masih tergolong memiliki tingkat buoyancy yang rendah. Salah satu sebabnya adalah diterapkan sistem "target" dalam pungutan Daerah. Sebagai akibatnya, beberapa Daerah lebih condong memenuhi target tersebut, walaupun dari sisi pertumbuhan ekonomi sebenarnya pemasukkan pajak dan Retribusi Daerah dapat melampaui target yang ditetapkan.

4. Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah. Hal ini mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi Daerah. Selama ini, peranan PAD dalam membiayai kebutuhan pengeluaran Daerah sangat kecil dan bervariasi antar Daerah yaitu kurang dari 10% hingga 50%. Sebagian besar Daerah Provinsi hanya dapat membiayai kebutuhan pengeluarannya kurang dari 10%. Variasi dalam penerimaan ini diperparah lagi dengan sistem bagi hasil (bagi hasil didasarkan pada Daerah penghasil sehingga hanya menguntungkan Daerah tertentu). Demikian pula, distribusi pajak antar Daerah juga sangat timpang karena basis pajak antar Daerah

Page 154: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

147

sangat bervariasi (ratio PAD tertinggi dengan terendah mencapai 600). Peranan pajak dan Retribusi Daerah dalam pembiayaan yang sangat rendah dan bervariasi juga terjadi karena adanya perbedaan yang sangat besar dalam jumlah penduduk, keadaan geografis (berdampak pada biaya yang relatif mahal), dan kemampuan masyarakat, sehingga mengakibatkan biaya penyediaan pelayanan kepada masyarakat sangat bervariasi.

Tidak signifikannya peran PAD dalam anggaran Daerah tidak lepas dari

'sistem tax assignment' di Indonesia yang masih memberikan kewenangan penuh kepada Pemerintah Pusat untuk mengumpulkan pajak-pajak potensial (yang tentunya dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu), seperti : pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan bea masuk. Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa distribusi kewenangan perpajakan antara Daerah dan Pusat sangat timpang, yaitu jumlah penerimaan pajak yang dipungut oleh Daerah hanya sebesar 3,39% dari total penerimaan pajak (Pajak Pusat dan Pajak Daerah) (Anonimous, 2005: 47).

Ketimpangan dalam penguasaaan sumber-sumber penerimaan pajak

tersebut memberikan petunjuk bahwa perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia dari sisi revenue assignment masih terlalu "sentralistis". 4.4. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Hubungan Desentralisasi

Fiskal

Mencermati pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia erat kaitannya dengan pengelolaan sumber-sumber Keuangan Daerah antara lain yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik berupa Pajak Daerah maupun Retribusi Daerah. Dengan adanya hak dan kewajiban Daerah Otonom

Page 155: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

148

sudah barang tentu membawa konsekuensi terhadap pelaksanaan kewenangan dan urusan pemerintahan untuk Provinsi maupun Kabupaten/ Kota yang secara karakteristik memiliki kekhasan spesifik baik dari sumber daya maupun faktor geografis Daerah masing-masing yang perlu diberdayakan seoptimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Keberadaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang berfungsi sebagai regulerend dan budgetair, adalah sebagai landasan yuridis yang memberikan kewenangan kepada Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota melakukan pemungutan sumber penerimaan Daerah sesuai dengan jenis-jenisnya dalam kaitan pelaksanaan desentralisasi fiskal. Hal ini sebagai bagian dalam upaya mendukung sumber dana keuangan Daerah, di mana pada hakekatnya sebagai implementasi untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu juga untuk menghindari adanya pungutan Daerah yang membebani masyarakat tanpa memperhatikan peraturan perundangan yang lebih tinggi dan keharusan beradaptasi dengan kebijakan perpajakan nasional antara lain menghindari adanya beban biaya ekonomi tinggi (high cost). Untuk itu maka Pemerintah Pusat melalui Departemen Keuangan Republik Indonesia yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang kebijakan fiskal di Indonesia bekerjasama dengan Departemen Dalam Negeri senantiasa melakukan pembinaan dan evaluasi serta monitoring terhadap setiap produk hukum Daerah baik berupa Peraturan Daerah (Perda) maupun dalam petunjuk pelaksanaan diatur Peraturan Kepala Daerah yang mengatur pengelolaan pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Peran lain yang muncul adalah untuk mencegah agar tidak terjadi adanya ketimpangan/kesenjangan antara Keuangan Pemerintah Pusat dan Keuangan Pemerintah Daerah, demikian juga antara Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota serta sebaliknya, maka pengelolaan Pajak Daerah dan Retribusi

Page 156: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

149

Daerah memiliki peran ganda dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal yang juga berfungsi sebagai katalisator, stabilisator dan dinamisator untuk mendukung sumber-sumber dana keuangan dalam APBD baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Peran ganda tersebut dapat dilihat bahwa dengan adanya sumber penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah selain sebagai sumber dana Keuangan Daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat juga berperan untuk mengurangi ketergantungan bagi Daerah kepada Pemerintah Pusat maka kebijakan desentralisasi fiskal antara lain diberikan kepada Daerah berupa Dana Perimbangan dari penerimaan-penerimaan Pemerintah Pusat yang bersumber dari Pajak Pusat dan lainnya dianggarkan alokasinya sebagian sebagai sumber penerimaan Daerah dalam APBN pada setiap tahun anggaran. Bahwa dengan adanya kewenangan Daerah dalam pengelolaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai dengan potensi yang ada pada Daerah masing-masing baik untuk sumber pendapatan Provinsi maupun Kabupaten/Kota, maka sesuai ketentuan harus ditetapkan dan diberlakukan pemungutan dari masing-masing jenis pungutan tersebut dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) baik untuk Provinsi demikian juga untuk Kabupaten/Kota. Dengan demikian, dalam melaksanakan kewenangan pemungutan perpajakan dan retribusi dimaksud harus memperhatikan kriteria yang ditetapkan dalam ketentuan-ketentuan peraturan yang terkait, sehingga peran Pajak Daerah dan Retribusi Daerah selain memberikan keleluasaan untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi sebagai basis sumber Pendapatan Daerah, juga membatasi kewenangan-kewenangan pungutan agar tidak terjadi duplikasi (overlapping) terhadap objek-objek pungutan yang telah ditetapkan sebagai pajak atau pungutan Pemerintah Pusat.

Page 157: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

150

Diharapkan dengan adanya pemahaman terhadap pengelolaan perpajakan dan Retribusi Daerah sangat erat hubungannya dengan kebijakan desentralisasi fiskal, yang dalam implementasi secara sinergi saling mendukung implikasi penyelenggaraan Otonomi Daerah dalam pemanfaatan sumber dana yang berasal dari perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah khususnya di bidang kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia.

Page 158: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

151

BAB V

P E N U T U P

Prinsip-prinsip dasar perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dijiwai dan diwarnai azas-azas yang terkandung dalam Kebijakan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Hal ini merupakan konsekwensi penyelenggaraan otonomi daerah yang harus dibarengi pemberian kewenangan kepada Daerah otonom yang luas, nyata, dinamis dan bertanggung jawab dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam implikasi dan eksistensinya, penyelenggaraan otonomi daerah

mutlak di landasi terhadap prinsip-prinsip demokratisasi, partisipasi masyarakat, aspek pemerataan dan keadilan serta akuntabilitas dan transparansi dengan mempertimbangkan aspek potensi dan keragaman berbagai daerah otonom baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Indonesia. Dengan memaknai hal tersebut di atas, maka salah satu potensi daerah sebagai penopang sumber pembiayaan dalam pelaksanaan APBD diantaranya adalah berasal dari pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang masuk dalam komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagaimana tercantum dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam kedua Undang-Undang tersebut mengamanatkan adanya korelasi dalam pemberian sumber-sumber pendanaan daerah otonom, yaitu dalam komponen PAD dan komponen pendapatan daerah terkait dengan Kebijakan desentralisasi fiskal, yang bertujuan untuk menopang sumber keuangan daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan tugas-tugas pelayanan untuk kesejahteraan masyarakat pada daerah otonom masing-masing.

Page 159: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal

152

Dengan terbitnya buku yang berjudul “Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi Fiskal di Indonesia”, diharapkan dapat memberikan wawasan dan sekedar menambah referensi pemahaman bahwa betapa pentingnya keberadaan dan kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bagi daerah otonom yang secara signifikan saling mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal itu sendiri.

Banyak Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota mengharapkan agar

kebijakan desentralisasi fiskal formulanya benar-benar dapat dan mampu menyikapi secara arif dan bijaksana terhadap aspirasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, terutama yang berhubungan dengan pelaksanaan kewenangan urusan Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah, Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Dalam pelaksanaan program kegiatan Pemerintahan Daerah harus

dibarengi dengan sumber pembiayaan baik yang berasal dari PAD maupun Dana Perimbangan, yang semestinya basis pajak dapat diperluas kewenangannya kepada daerah sehingga jenis-jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dinilai potensial dan relatif besar kontribusinya, sedangkan objek pajak yang relatif kecil dan kurang potensial dapat ditinjau kembali untuk tidak menjadi objek pungutan daerah. Hal ini untuk memberikan kekuatan bagi daerah dalam mengoptimalkan penerimaan objek-objek pajak daerah dan retribusi daerah yang kontribusinya memiliki peran dalam penggunaannya bagi daerah itu sendiri dalam hubungan menopang pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia, untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Page 160: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam

Menopang Desentralisasi Fiskal

153

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2004. Pegangan Memahami Desentralisasi (Beberapa Pengertian tentang Desentralisasi). Penerbit Pembaruan (Program Penguatan Prakarsa Pembaruan Kabupaten). Yogyakarta.

________. 2005. Evaluasi Pelaksanaan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah. Pusat Pengkajian Ekonomi dan Keuangan Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan dan Kerjasama Internasional Departemen Keuangan RI. Jakarta.

Bahl, Roy and Linn, Johannes. 1994. Fiscal Decentralization and

Intergovernmental Transfer in Less Developed Countries. Publius: The Journal of Federalism.

Bastian, Indra. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Edisi Pertama, PPA – FE

UGM. Yogyakarta. Bird, Richard M. 1993. Threading the Fiscal Labyrinth: Some Issues in Fiscal

Decentralization. National Tax Journal. _______ and Francois Vaillancourt. 2000. Desentralisasi Fiskal di Negara-negara

Berkembang. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Booth, Anne. 2000. Upaya-upaya untuk Mendesentralisasikan Kebijaksanaan

Perpajakan: Masalah Kemampuan Perpajakan, Usaha Perpajakan dan Perimbangan Keuangan. Hubungan Pusat dan Daerah dalam

Page 161: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam

Menopang Desentralisasi Fiskal

154

Pembangunan. Editor: Colin Mac Andrews dan Ichlasul Amal. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Bowman, M and Hampton, W (1983). Local Democracies: A Study in

Comparative Local Government. Longman. Melbourne. Bryant, Coralie dan Louise G. White. 1982. Managing Development in The Third

World. Westview Press Inc. Darussalam dan Danny Septriadi. 2006. Membatasi Kekuasaan untuk

Mengenakan Pajak. Penerbit Grasindo. Jakarta. Departemen Keuangan. “Kapasitas Pendapatan dari Pemerintah Provinsi Tahun

Fiskal 1999/2000”, seperti dikutip dalam Ehtisham Ahmad & Bert Hoffman. Indonesia: Decentralisation – Opportunities and Risks (World Bank Paper, Juni 1999).

Devano, Sony dan Siti Kurnia Rahayu. 2006. Perpajakan: Konsep, Teori dan Isu.

Cetakan Pertama. Penerbit Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Devas, Nick, et.al. 1989. Financing Local Government in Indonesia. Ohio

University Center for International Studies Monograph in International Studies. Southeast Asia Series Number 84. Athen. Ohio.

Effendi, Muhammad Bakhrun. 2006. Kebijakan Perpajakan di Indonesia, dari Era

Kolonial Sampai Era Orde Baru. Penerbit Alinea Pustaka. Yogyakarta. Hill, Hall. 2000. Intra-Country Regional Disparities. The Second Asian

Development Forum. Singapore.

Page 162: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam

Menopang Desentralisasi Fiskal

155

Hidayat, Syarif. 2000. Prospek Desentralisasi di Indonesia Ditinjau dari Segi Pemerataan Antar Daerah dan Peningkatan Efisiensi. CSIS. Jakarta.

Hubungan Keuangan Pusat – Daerah, Studi Empiris dan Rekomendasi

Kebijakan Bagi Indonesia. Ismail, Tjip. 12 Mei 2006. Pemberdayaan Sumber-sumber Pendapatan Daerah

dalam Rangka Memperkuat Kapasitas Fiskal Daerah. Disampaikan pada Kuliah Umum S2 Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran. Bandung.

Joeniarto. 1967. Pemerintahan Lokal (Asas Negara Kesatuan dengan Otonomi

yang Seluas-luasnya dan Perkembangannya Serta Pokok-pokok Pemerintahan Lokal). Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada. Yogyakarta.

Kaho, H. 1988. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia.

Rajagrafindo Persada. Jakarta. Kumorotomo, Wahyudi. 2008. Desentralisasi Fiskal Politik dan Perubahan

Kebijakan 1974-2004. Penerbit Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Kustiawan, Memen dan Ikin Solikin. Upaya Intensifikasi dan Ekstensifikasi

Pendapatan Asli Daerah Melalui Peningkatan Kualitas Aparatur Pemerintahan Daerah dalam Jurnal Ilmu Administrasi, Vol. 2 No. 1 Tahun 2005. Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara. Bandung.

Liang Gie, The. 1968. Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik

Indonesia. Jilid II. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Page 163: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam

Menopang Desentralisasi Fiskal

156

Lukman, Marcus. 1997. Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan dalam Bidang Perencanaan dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan di Daerah serta Dampaknya terhadap Pembangunan Materi Hukum Tertulis Nasional. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung.

LPEM Universitas Indonesia bekerjasama dengan Clean Urban Project, RTI4.

1999. Laporan Studi Dampak Krisis Ekonomi terhadap Keuangan Daerah di Indonesia. Jakarta.

Mardiasmo. 1999. The Impact of Central and Provincial Government Intervention

on Local Government Budgetary Management: The Case of Indonesia. Ph.D Thesis (Unpublished).

_______. 2004. Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit Andi.

Yogyakarta. Mariun. 1975. Asas-asas Ilmu Pemerintahan. Fisipol UGM. Yogyakarta. Muslimin, Amrah. 1978. Aspek-aspek Hukum Otonomi Daerah. Alumni. Bandung. Ndraha. 2003. Kronologi (Ilmu Pemerintahan Baru). Rineka Cipta. Jakarta. Nurmantu, Safri. 2005. Pengantar Perpajakan. Penerbit Granit. Jakarta. Pamudji. 1985. Pembinaan Perkotaan di Indonesia. Penerbit Bina Aksara.

Jakarta. Piliang, Indra J, Dendi Ramdani dan Agung Pribadi. 2003. Otonomi Daerah:

Evaluasi dan Proyeksi. Penerbit Divisi Kajian Demokrasi Lokal. Jakarta.

Page 164: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam

Menopang Desentralisasi Fiskal

157

Prud’homme, Remy, ed. 1995. The Dangers of Decentralization. World Bank Research Observer.

Riwu Kaho, Josef. 1982. Otonomi Daerah yang Titik Beratnya Diletakkan pada

Daerah Tingkat II. (Resume Laporan Penelitian Tahap I, II, III, Kerjasama Fisipol UGM dan Depdagri. Yogyakarta.

_________. 1991. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia.

Penerbit CV. Rajawali. Jakarta. Rondinelli, D and Cheema, S. 1983. Implementing Decentralisation Policies.

Sage. London. Salam, Dharma Setywan. 2004. Otonomi Daerah dalam Perspektif Lingkungan,

Nilai dan Sumber Daya. Penerbit Djambatan. Jakarta. Schwarz, Adam A and Jonathan Paris. 1999. The Politics of Post-Soeharto

Indonesia. Council on Foreign Relations Press. New York. Shah, Anwar, et.al. 1994. Intergovernmental Fiscal Relations in Indonesia. World

Bank Discussion Paper No. 239. World Bank. Washington DC. _______. 1997. Balance, Accountability and Responsiveness, Lesson about

Decentralization. World Bank. Washington DC. Sidik, Machfud. September 2001. Studi Empiris Desentralisasi Fiskal: Kebijakan

Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah di Era Otonomi Daerah. Disampaikan pada Guest Lecture – Magister Management, Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Page 165: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam

Menopang Desentralisasi Fiskal

158

Siregar, Doli D. 2004. Manajemen Aset: Strategi Penataan Konsep Pembangunan Berkelanjutan secara Nasional dalam Konteks Kepala Daerah sebagai CEO’S pada Era Globalisasi & Otonomi Daerah. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

SM, Oentarto, I Made Suwandi dan Dodi Riyadmadji. 2004. Menggagas Format

Otonomi Daerah Masa Depan. Penerbit Samitra Media Utama. Jakarta. Soejito, Irawan. 1981. Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Bina

Aksara. Jakarta. Sondakh, Lucky W. 2003. Globalisasi & Desentralisasi, Perspektif Ekonomi Lokal.

Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. Sumaryadi, I Nyoman. 2005. Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi

Daerah. Penerbit Citra Utama. Jakarta. Syafrudin, Ateng. 1985. Pasang Surut Otonomi Daerah. Penerbit Bina Citra.

Bandung. _______. 2006. Kapita Selekta: Hakikat Otonomi & Desentralisasi dalam

Pembangunan Daerah. Citra Media. Yogyakarta. Suryadiningrat, Bayu. 1980. Desentralisasi dan Dekonsentrasi Pemerintahan di

Indonesia, Suatu Analisa. Penerbit Dewa Ruci Press. Jakarta. Umar, Asri. 2000. Dampak UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan

UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah terhadap Sistem Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Makalah bagi

Page 166: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam

Menopang Desentralisasi Fiskal

159

Seminar Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Daerah. Hotel Acacia. Jakarta.

Wayong, J. 1975. Administrasi Keuangan Daerah. Penerbit Ichtiar. Yakarta. Wijaya, HAW. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Penerbit PT.

RajaGrafindo Persada. Jakarta. World Bank. 1997. World Development Report 1997 – The State in a Changing

World. World Bank. Washington DC. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat

dan Daerah. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Page 167: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi

Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam

Menopang Desentralisasi Fiskal

160

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.

Page 168: PERAN GANDA PERPAJAKAN DAERAH DANabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2020/08/Per… · Peran Ganda Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah dalam Menopang Desentralisasi