peperitotonitis 1

50
BAB I PENDAHULUAN Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi selaput organ perut yaitu peritoneum.Peritoeneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difuse,riwayat akut atau kronik dan pathogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptic. Peritonitis merupakan suatu kegawat daruratan yang biasanya disertai bakteremia atau sepsis. Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya 1

Upload: ladyinred90

Post on 25-Nov-2015

25 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

peritonitis

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi selaput organ perut yaitu peritoneum.Peritoeneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difuse,riwayat akut atau kronik dan pathogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptic. Peritonitis merupakan suatu kegawat daruratan yang biasanya disertai bakteremia atau sepsis. Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yangsering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen(misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal),ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri(secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus,bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya bendaasing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan peritonitis.

BAB IIPEMBAHASAN1. ANATOMI DAN FISIOLOGI PERITONEUM Peritoneum merupakan selaput serosa yang dapat dibedakan dalam peritoneum parietale yang membatasi rongga abdomen dan peritoneum viserale yang meliputi organ-organ yang terdapat di dalam rongga itu. Celah di antara kedua selaput peritoneum itu disebut rongga peritoneum atau peritoneal cavity. Ruang diluarnya disebut spatium extraperitoneale. Di dalam cavum peritonealis antara peritoneum parietale dan visceral terdapat cairan peritoneum yang berfungsi sebagai pelumas sehingga organ-organ di dalamnya dapat bergerak satu terhadap yang lain tanpa gesekan berarti.1,2 Cavum peritonealis pada laki-laki tertutup seluruhnya tapi pada wanita berhubungan dengan dunia luar melalui tuba uterine,uterus dan vagina. Alat yang terletak di dalam cavum peritoneal disebut letak intra-peritoneal tempat alat-alat dibungkus oleh peritoneum visceral seperti pada lambung,jejunum,ileum dan limpa,sedang yang eterletak dibelakang peritoneum parietale disebut mempunyai letak retroperitoneal seperti pada ginjal dan pancreas.Gambar 1. Anatomi peritoneum

Gambar 2 .Organ extraperitoneal dan intraperitoneal.Peritoneum adalah lapisan semipermeable yang mengontrol jumlah cairan dalam periteoneal cavity,membantu eliminasi bakteri dari rongga peritoneal dan migrasi sel-sel inflamasi dari mikrovaskulatur ke dalam rongga peritoneal. Fungsi lain dari peritoneum antaranya adalah : 1 Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis. Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam rongga peritoneum tidak saling bergesekan. Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior abdomen. Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi.Dalam keadaan normal, peritoneum dapat mengadakan fibrinolisis dan mencegah terjadinya perlekatan. Peritoneum menangani infeksi dengan 3 cara:

(1) Absorbsi cepat bakteri melalui stomata diafragma Pompa diafragma akan menarik cairan dan partikel termasuk bakteri kearah stomata. Oleh karena itu bila terdapat infeksi di peritoneum bagian bawah, bakteri yang turut dalam aliran dapat bersarang di bagian atas dan dapat menimbulkan sindromaFitz-Hugh-Curtis, yaitu nyeri perut atas yang disebabkan perihepatitis yang menyertai infeksi tuba falopii Peritonitis menyebabkan pergeseran cepat cairan intravaskuler dan intersisiel ke rongga peritoneum, sehingga dapat terjadi hipovolemia. Empedu, asam lambung, dan enzim pancreas memperbesar pergeseran cairan ini

(2) Penghancuran bakteri oleh sel imun Bakteri atau produknya akan mengaktivasi sel mesothel, netrofil, makrofag, sel mast, dan limfosit untuk menimbulkan reaksi inflamasi .Selain melepas mediator inflamasi ia dapat mengadakan degranulasi zat vasoaktif yang mengandung histamine dan prostaglandin. Histamine dan prostaglandin yang dilepas sel mast dan makrofag menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh peritoneum sehingga menimbulkan eksudasi cairan kaya komplemen, immunoglobulin, faktor pembekuan, dan fibrin .3 Sudah diketahui bahwa untuk penyembuhan jaringan diperlukan respon mediator pro-inflamasi di daerah sakit sampai terjadi kesembuhan dimana mulai timbul mediator anti-inflamasi yang menghentikan proses pro-inflamasi. Keadaan ini menunjukkan adanya keseimbangan fungsi antara respon pro- dan anti-inflamasi. Tetapi pada keadaan tertentu dapat terjadi ketidakseimbangan dimana salah satu yaitu: pro-inflamasi atau anti-inflamasi atau bahkan keduanya sekaligus meningkat hebat diluar kebutuhan penderita. Dalam keadaan ini kedua mediator yang bertentangan dapat menimbulkan kerusakan organ hebat sehingga terjadi kegagalan organ .3

(3) Lokalisasi infeksi sebagai abses Pada peningkatan permeabilitas venula terjadi eksudasi cairan kaya protein yang mengandung fibrinogen. Sel rusak mengeluarkan tromboplastin yang mengubah protrombin menjadi thrombin dan fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin akan menangkap bakteri dan memprosesnya hingga terbentuk abses. Hal ini dimaksud untuk menghentikan penyebaran bakteri dalam peritoneum dan mencegah masuknya ke sistemik. Dalam keadaan normal fibrin dapat dihancurkan antifibrinolitik, tetapi pada inflamasi mekanisme ini tak berfungsi .

2. DEFINISI PERITONITIS Peritonitis didefinisikan sebagai peradangan membran serosa yang melapisi rongga perut dan organ-organ yang terkandung di dalamnya . Peritoneum , yang merupakan lingkungan yang steril, bereaksi terhadap berbagai rangsangan patologis dengan respon inflamasi yang cukup seragam. Tergantung pada patologi yang mendasari , peritonitis mungkin disebabkan oleh infeksi atau steril ( misalnya , kimia atau mekanik ) . Sepsis intraabdomen adalah peradangan pada peritoneum yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen dan produk mereka . Proses inflamasi dapat terlokalisir ( abses ) atau menyebar di dalam rongga peritoneum.2,4Peritonitis yang paling sering disebabkan oleh infeksi ke lingkungan peritoneal yang dinyatakan steril melalui perforasi organ, tetapi juga dapat mengakibatkan iritasi dari yang lain, seperti benda asing, perforasi kandung empedu atau laserasi dari hepar, atau asam lambung dari ulkus perforasi. Perempuan juga mengalami peritonitis lokal dari tuba fallopi terinfeksi atau kista ovarium pecah. Pasien mungkin hadir dengan onset akut atau gejala ringan, penyakit terbatas dan ringan , atau penyakit sistemik dan berat dengan syok sepsis.

3. KLASIFIKASI PERITONITISInfeksi peritoneal berdasarkan etiologinya diklasifikasikan sebagai berikut : Primer yaitu, dari penyebaran hematogen, biasanya dalam pengaturan sistem imun. Peritonitis primer yang paling sering adalah Spontaneous Bacterial Peritonitis ( SBP ) yang disebabkan oleh penyakit hati kronis.2 Sekunder misalnya, terkait dengan proses patologis pada organ visceral , seperti perforasi atau trauma, termasuk trauma iatrogenik). Peritonitis sekunder adalah bentuk paling umum dari peritonitis dijumpai dalam praktek klinis.4 Tersier yaitu , infeksi persisten atau berulang setelah terapi awal yang memadai . Peritonitis tersier sering berkembang tanpa adanya kelainan awal dari organ visceral.

3.1 PERITONITIS PRIMER Peritonitis primer atau Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) adalah terjadinya peritonitis tanpa adanya perforasi gastrointestinal atau tidak ditemukan focus infeksi pada intraperitoneal. Kontaminasi dari rongga peritoneal diduga sebagai hasil dari translokasi bakteri di dinding usus atau limfatik mesenterika dan lebih jarang melalui penyebaran hematogen.SBP terjadi bukan karenainfeksi intra abdomen,tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluhlimfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jikaterjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik.2a. Insidens Anak-anak dengan nephrosis atau lupus eritematosus sistemik yang memiliki asites memiliki risiko tinggi mengembangkan SBP. Secara khusus, penurunan fungsi hati sintetis dengan tingkat rendah terkait total protein , kadar komplemen yang rendah , atau waktu protrombin memanjang (PT ) dikaitkan dengan risiko maksimum. Pasien dengan kadar protein rendah dalam cairan asites ( < 1 g / dl ) memiliki risiko 10 kali lipat lebih tinggi mengalami SBP dibandingkan dengan tingkat protein lebih dari 1 g / dl . Sekitar 10-30 % pasien dengan sirosis dan asites mengembangkan SBP . [ 5 ] Insiden meningkat menjadi lebih dari 40 % dengan asites isi protein cairan kurang dari 1 g / dl (yang terjadi 15 % dari pasien) , mungkin karena penurunan kegiatan opsonic cairan asites.

b. Etiologi Lebih dari 90 % kasus SBP disebabkan oleh infeksi monomicrobakterial. Patogen yang paling umum meliputi organisme gram negatif (misalnya, E.coli (40%),K. pneumoniae (7%), pseudomonas spesies, spesies proteus, spesies gram negatif lainnya (20 %) dan gram - positif organisme ( misalnya , Strep.pneumoniae ( (15%), spesies streptococcus lainnya (15%) , spesies staphylococcus (3%) ). Namun, beberapa data menunjukkan bahwa persentase infeksi gram - positif dapat meningkat. Satu studi mengutip sebuah insiden 34,2 % dari streptokokus , peringkat di posisi kedua setelah enterobacteriaceae. Kelompok streptokokus viridans menyumbang 73,8 % dari isolat streptokokus. Organisme tunggal dicatat dalam 92 % kasus , dan 8 % dari kasus polimikrobial. Mikroorganisme anaerobik ditemukan pada kurang dari 5% dari kasus , dan beberapa isolat ditemukan dalam waktu kurang dari 10 %.

c. Manifestasi klinis Berbagai tanda dan gejala yang terlihat pada peritonitis bakteri spontan ( SBP ) . Sebuah indeks kecurigaan yang tinggi harus dipertahankan ketika merawat pasien dengan asites , terutama mereka dengan perburukan klinis akut . Sebanyak 30 % pasien yang benar-benar tanpa gejala . Manifestasi dari SBP mungkin termasuk yang berikut : Demam dan menggigil ( sebanyak 80 % dari pasien) Nyeri perut atau ketidaknyamanan ( ditemukan di sebanyak 70 % dari pasien) Distensi abdomen dan nyeri lepas abdomen Diare Asites yang tidak meningkatkan administrasi berikut obat diuretik Memburuknya atau gagal ginjal onset baru Ileus Kebanyakan pasien menunjukkan manifestasi klinis dan biokimia sirosis dan nephrosis. Leukositosis,hipoalbuminemia dan pemanjangan masa prothrombin merupakan manifestasi laboratories yang sering. Diagnosa SBP berkisar pada pemeriksaan cairan asites yang menunjukkan peningkatan hitung sel darah putih lebih dari 500/L dan lebih dari 25% leukosit polimorfonuklear. Gradient albumin dalam cairan asites darah melebihi 1.1g/dL,peningkatan kadar asam laktat dalam serum (>33mg/dL) atau penurunan PH cairan asites ( 3 liter) dapat menghilangkan material-material seperti darah, gumpalan fibrin, serta bakteri.. Setelah dilakukanlavage, semua cairan di kavum peritoneum harus diaspirasi karena dapat menghambat mekanisme pertahanan lokal dengan melarutkan benda asing dan membuang permukaan dimana fagosit menghancurkan bakteri

Gambar 3. Peritonel lavage

Peritoneal drainage Penggunaan drain sangat penting untuk abses intra abdominal dan peritonitis lokal dengan cairan yang cukup banyak. Drainase dari kavum peritoneal bebas tidak efektif dan tidak sering dilakukan, karena drainase yang terpasang merupakan penghubung dengan udara luar yang dapat menyebabkan kontaminasi.Indikasi drainase adalah :(2.6.8) Pengumpulan pus yang terlokalisir. Suatu daerah dari jaringan mati yang tidak dapatdibuang.Penutupan organ berongga yang tidak aman. Kebocoran cairan tubuh seperti empedu, cairanpankreas, urin, cairan usus, darah yang tidak dapatdihentikandengan operasi. Kontaminasi retroperitoneal dengan faeces, pus, dan darahGambar 4. Drainage peritoneal

(3) Debridement : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.(4) Irigasi kontinyu pasca operasi.

Terapi post operasi antara lain : Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi. Pemberian antibiotic biasanya 10-14 hari tergantung tingkat keparahan. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk NGT minimal, peristaltic usus pulih, dan tidak ada distensi abdomen.6. KOMPLIKASIKomplikasi dari peritonitis adalah penyakit sekunder atau gejala. Jika tidak ditangani dengan baik dan awal, peritonitis dapat memiliki banyak komplikasi seperti: Peristaltik isi usus berhenti bergerak. Ileus paralitik; yang berarti penyumbatan usus. Asites : Cairan dari kebocoran aliran darah ke rongga perut terjadi karena karena faktor antibakteri menurun dalam cairan asites. Dehidrasi: kekurangan yang berlebihan cairan dan mineral dari tubuh. Akibat cairan yang bergeser ke dalam rongga peritoneum, dapat menyebabkan dehidrasi berat dan ketidakseimbangan elektrolit. Shock septic: tubuh tidak memiliki cukup darah. Syok septik adalah jenis sepsis yang menyebabkan penurunan besar dalam tekanan darah. Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan: Hyperthermia/hypothermia(>38C; 20/menit) Tachycardia(pulse >100/menit) Leukocytosis>12.000/mm3 Leukopoeniacell imature Suspected infectionDerajat Sepsisi. Systemic Inflammatory Response Syndrome(SIRS), ditandai dengan 2 gejala sebagai berikut Hyperthermia/hypothermia(>38,3C; 20/menit) Tachycardia(pulse >100/menit) Leukocytosis>12.000/mm atauLeukopeniacell imatureii. Sepsis: Infeksi disertai SIRSiii. Sepsis Berat: Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oligouri bahkan anuria.iv. Sepsis dengan hipotensi: Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik 40 mmHg).Syok septic: Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan

7. PROGNOSIS Tingkat mortalitas dari peritonitis ganeralisata adalah sekitar 40%. Faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat mortalitas antara lain tipe penyakit primer dan durasinya, keterlibatan kegagalan organ multiple sebelum pengobatan, serta usia dan kondisi awal pasien. Tingkat mortalitas sekitar 10% pada pasien dengan ulkus perforate atau appendicitis , pada usia muda,p ada pasien dengan sedikit kontaminasi bakteri dan pada pasienyang terdiagnosis lebih awal.

BAB IIIPENTUTUP

Kesimpulan Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ perut (peritonieum).Penyebab paling sering dari peritonitis primer adalahspontaneous bacterial peritonitis(SBP) akibat penyakit hepar kronis. Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, serta perforasi kolon.Tanda-tanda peritonitis yaitu demam tinggi dan mengigil, bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat, dinding perut akan teras tegang karena iritasi peritoneum. Tatalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian cairan dan elektrolit, kontrol operatif terhadap sepsis dan pemberian antibiotik sistemik. Komplikasi postoperatif sering terjadi dan umumnya dibagi menjadi komplikasi lokal dan sistemik. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat mortalitas antara lain tipe penyakit primer dan durasinya, keterlibatan kegagalan organ multipel sebelum pengobatan, serta usia dan kondisi kesehatan awal pasien.

DAFTAR PUSTAKA1. Harjadi W.Anatomi abdomen. Jakarta ; Penerbit buku kedokteran EGC :2009 .h.1-8.2. Doherty, Gerard.Peritoneal Cavity in Current Surgical Diagnosis & Treatment. 12ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2006.h.464-78.3. Marshall, JC.Intensive Care Management of Intra Abdominal Infection. Critical Care Medicine; 31(8) : 2003.h. 2228-374. Brian, J. 2011,Peritonitis and Abdominal Sepsis. Diakses pada 28 November 2013. http://emedicine.medscape.com /article/180234-overview#aw2aab6b2b4aa5. Fauciet al. Harrisons Principal Of Internal Medicine Volume 1.USA: McGraw Hill, Peritonitis ; 2008. H. 808-810, 1916-1917

2