penyembuhan luka
DESCRIPTION
penyembuhan lukaTRANSCRIPT
PENYEMBUHAN LUKA
(WOUND HEALING)
DEFINISI
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan
oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau
gigitan hewan. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang dapat
dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan penyudahan yang merupakan
perupaan kembali (remodeling) jaringan.
JENIS LUKA
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan
derajat luka.
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a) Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses
peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak
terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan
drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
b) Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan
dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,
kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.
c) Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat
kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari
saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan
infeksi luka 10% – 17%.
d) Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada
luka.
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a) Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada
lapisan epidermis kulit.
b) Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis
seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c) Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan
atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan
yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak
mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
d) Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang
dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
Gambar 1. Tingkat Kedalaman Luka
3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
1. Luka akut: yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan
yang telah disepakati.
Gambar 2. Luka Akut
2. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat
karena faktor eksogen dan endogen.
Gambar 3. Luka Kronis
MEKANISME TERJADINYA LUKA
a) Luka insisi (Incised Wound), terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam. Missal yang
terjadi akibat pembedahan.
b) Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
c) Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d) Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti pisau yang masuk ke
dalam kulit dengan diameter yang kecil.
e) Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh
kawat.
f) Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada
bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan
melebar.
g) Luka bakar (Combustio), yaitu luka akibat terkena suhu panas seperti api, matahari, listrik,
maupun bahan kimia.
FASE PENYEMBUHAN LUKA
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya.
Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan
perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara
normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung
proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan
menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan.
Fase Inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira – kira hari kelima.. pembuluh darah
yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha
menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan
reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling
melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari
pembuluh darah. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi.
Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamine yang meningkatkan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai
vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik
reaksi radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu
hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).
Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah
(diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang
membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut
menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase ini disebut juga fase
lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin
yang amat lemah.
Gambar 4. Fase Inflamasi
Fase Proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi
fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira – kira akhir minggu ketiga.
Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan
mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat
yang akan mempertautkan tepi luka.
Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan
pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast,
menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini kekuatan regangan luka mencapai 25%
jaringan normal. Nantinya, dalam proses penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah karena
ikatan intramolekul dan antar molekul.
Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan
berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi.
Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi
permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis.
Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat
bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan
menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia
dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan
dalam fase penyudahan.
Gambar 5. Fase Proliferasi
Fase Penyudahan (Remodelling)
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang
berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang
baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan – bulan dan dinyatakan berkahir kalau
semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi
abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang,
kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut
sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis,
dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada
akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira – kira 80% kemampuan kulit
normal. Hal ini tercapai kira – kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.
Gambar 6. Fase Remodelling
KLASIFIKASI PENYEMBUHAN
Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar, seperti yang telah diterangkan tadi, berjalan
secara alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup jaringan epitel.
Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam
intentionem (Latin: sanatio = penyembuhan,per = melalui, secundus = kedua, intendere = cara
menuju kepada). Cara ini biasanya makan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang
kurang baik, terutama kalau lukanya menganga lebar.
Jenis penyembuhan yang lain adalah penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem,
yang terjadi bila luka segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Parutan yang
terjadi biasanya lebih halus dan kecil.
Namun, penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang terkontaminasi berat
dan /atau tidak berbatas tegas. Luka yang compang-camping atau luka tembak, misalnya, sering
meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan pertama sukar dikenal.
Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang
demikian akan dibersihkan dan dieksisi (debridement) dahulu dan kemudian dibiarkan selama 4-
7 hari. Baru selanjutnya dijahit dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini umumnya disebut
penyembuhan primer tertunda.
Jika, setelah dilakukan debridement, luka langsung dijahit, dapat diharapkan penyembuhan
primer.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA
1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering
terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan
darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya
protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Pasien kurang nutrisi
memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin.
Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah
jaringan adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak
subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang
gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah
infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada
orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus.
Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan
kronik pada perokok.
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan
oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh
tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar, hal tersebut memerlukan
waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses
sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan
lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah
(pus).
7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh
akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu
ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu
sendiri.
8. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak
dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa
luka dapat gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi
penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap
infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif
akibat koagulasi intravaskular.
KOMPLIKASI
Komplikasi Dini
1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah
pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya
berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak
di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan,
infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin
tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering
dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan
berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian
cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
3. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah
terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah
irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk
menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami
dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen
meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan
balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan
perbaikan pada daerah luka.
Komplikasi Lanjut
Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam
proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan
melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan
intervensi bedah.
Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan, yang
menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase
akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid tidak.
Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi merupakan kulit, toraks
terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi.
Keloid agak jarang dilihat di bagian sentral wajah pada mata, cuping hidung, atau mulut.
Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya dilakukan penyuntikan
kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi ringan dan salep madekasol (2 kali sehari selama
3-6 bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan secara halus,
diberikan bebat tekan dan dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses
penyembuhan luka.
DAFTAR PUSTAKA
1) Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta: 1995.
2) Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta:
1997, hal 72-81.
3) http://www.emedicine.com/plastic/TOPIC477.HTM didownload tanggal 26 Juni 2008.
4) http://www.woundpedia.com didownload tanggal 26 Juni 2008.
VULNUS (LUKA)
A.PENGERTIAN
Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka
membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi
tinggi, terdapat gejala pathom limb.
B.ETIOLOGI
1.Mekanis / traumatis
2.Perubahan suhu
3.Zat kimia
4.Ledakan
5.Sengatan listrik
6.Gigitan hewan
C.TIPE VULNUS
1.Vulnus Laceratum (Laserasi/Robek)
Jenis luka ini disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi luka
tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan resiko infeksi.
2.Vulnus Excoriasi (Luka Lecet)
Penyebab luka karena kecelakaan atau jatuh yang menyebabkan lecet pada permukaan kulit
merupakan luka terbuka tetapi yang terkena hanya daerah kulit.
3.Vulnus Punctum (Luka Tusuk)
Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan luka
terbuka dari luar tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat, jika yang mengenai
abdomen/thorax disebut vulnus penetrosum(luka tembus).
4.Vulnus Contussum (Luka Kontusio)
Penyebab: benturan benda yang keras. Luka ini merupakan luka tertutup, akibat dari kerusakan
pada soft tissue dan ruptur pada pembuluh darah menyebabkan nyeri dan berdarah (hematoma)
bila kecil maka akan diserap oleh jaringan di sekitarya jika organ dalam terbentur dapat
menyebabkan akibat yang serius.
5.Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat)
Penyebab dari luka jenis ini adalah sayatan benda tajam atau jarum merupakan luka terbuka
akibat dari terapi untuk dilakukan tindakan invasif, tepi luka tajam dan licin.
6.Vulnus Schlopetorum (Lika Tembak)
Penyebabnya adalah tembakan, granat. Pada pinggiran luka tampak kehitam-hitaman, bisa tidak
teratur kadang ditemukan corpus alienum.
7.Vulnus Morsum (Luka Gigitan)
Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia, kemungkinan infeksi besar bentuk luka
tergantung dari bentuk gigi.
8.Vulnus Perforatum (Luka Tembus)
Luka jenis ini merupakan luka tembus atau luka jebol. Penyebab oleh karena panah, tombak atau
proses infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.
9.Vulnus Amputatum (Luka Terpotong)
Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka
membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi
tinggi, terdapat gejala pathom limb.
10.Vulnus Combustion (Luka Bakar)
Penyebab oleh karena thermis, radiasi, elektrik ataupun kimia Jaringan kulit rusak dengan
berbagai derajat mulai dari lepuh (bula – carbonisasi/hangus). Sensasi nyeri dan atau anesthesia.
D.TANDA DAN GEJALA
1.Deformitas: Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti: rotasi pemendekan tulang, penekanan tulang.
2.Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang
berdekatan dengan fraktur
3.Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4.Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5.Tenderness/keempukan
6.Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan
struktur di daerah yang berdekatan.
7.Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8.Pergerakan abnormal
9.Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10.Krepitasi (Black, 1993).
E.PATOFISIOLOGI
Vulnus terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tubuh yang bisa disebabkan oleh
traumatis/mekanis, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, dan gigitan hewan atau
binatang. Vulnus yang terjadi dapat menimbulkan beberapa tanda dan gejala seperti bengkak,
krepitasi, shock, nyeri, dan deformitas atau bisa juga menimbulkan kondisi yang lebih serius.
Tanda dan gejala yang timbul tergantung pada penyebab dan tipe vulnus.
F.DAMPAK PADA SISTEM TUBUH
1.Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi
simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metabolisme basal.
2.Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme,
maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan
intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan
oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan
kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat
pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3.Sistem respirasi.
a.Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif
kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b.Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan
perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena
latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c.Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus
cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4.Sistem Kardiovaskuler
a.Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada
keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
b.Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian
diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c.Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula
tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga
darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah
darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah
menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan
pingsan.
5.Sistem Muskuloskeletal
a.Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi
sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan
terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b.Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan.
Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c.Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
d.Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6.Sistem Pencernaan
a.Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar
pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b.Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi
kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan
orang sulit buang air besar.
7.Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan
sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine
sehingga dapat menyebabkan: Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk
batu ginjal dan tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman
dan dapat menyebabkan ISK.
8.Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan
sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini
dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan
dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
G.KOMPLIKASI
1.Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
2.Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan
oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
3.Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
4.Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
H.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah
I.PENATALAKSANAAN
1.Pembedahan
2.Imunisasi tetanus
3.Immobilisasi
4.Terapi antibiotik
J.PROSES PENYEMBUHAN LUKA
1.Stadium Satu-Pembentukan Hematoma: Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma
disekitar. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan
berhenti sama sekali.
2.Stadium Dua-Proliferasi Seluler: Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel
menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang
lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah.
Fase ini berlangsung selama 8 jam.
3.Stadium Tiga-Pembentukan Kallus: Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang
kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk
tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast
mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan
tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal.
4.Stadium Empat-Konsolidasi: Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast
menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang
lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang
normal.
5.Stadium Lima-Remodelling: Telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat
yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum
dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
Pengertian Luka
Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi
jaringan yang rusak atau hilang.
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Jenis Luka:
1. Berdasarkan Tingkat Kontaminasi Luka.
Luka Bersih (Clean Wounds). Yang dimaksud dengan luka bersih adalah luka bedah tak
terinfeksi yang mana luka tersebut tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan juga infeksi
pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi
Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds). Jenis luka ini adalah luka pembedahan
dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,
kontaminasi tidak selalu terjadi.
Luka terkontaminasi (Contamined Wounds) adalah luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan
dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna.
Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds) adalah terdapatnya mikroorganisme pada
luka. Dan tentunya kemungkinan terjadinya infeksi pada luka jenis ini akan semakin besar
dengan adanya mikroorganisme tersebut.
2. Berdasarkan Kedalaman Dan Luasnya Luka.
Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema). Luka jenis ini adalah luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
Stadium II : Luka "Partial Thickness". Luka jenis ini adalah hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya
tanda klinis seperti halnya abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III : Luka "Full Thickness". Luka jenis ini adalah hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah
tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Luka ini timbul secara klinis sebagai
suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan di sekitarnya.
Stadium IV : Luka "Full Thickness". Luka jenis ini adalah luka yang telah mencapai
lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi / kerusakan yang luas.
3. Berdasarkan Waktu Penyembuhan Luka.
Luka Akut. Luka akut adalah jenis luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan
konsep penyembuhan yang telah disepakati.
Luka Kronis. Luka kronis adalah jenis luka yang yang mengalami kegagalan dalam
proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
MACAM LUKA dan PENANGANANYA
1. Vulnus excoriasi (Luka lecet)
a) Pengertian : Jenis luka yang satu ini derajat nyerinya biasanya lebih tinggi dibanding luka
robek, mengingat luka jenis ini biasanya terletak di ujung-ujung syaraf nyeri di kulit.
b) Cara penanganan : Pertama yang harus dilakukan adalah membersihkan luka terlebih dahulu
menggunakan NaCl 0,9%, dan bersiaplah mendengar teriakan pasien, karena jenis luka ini tidak
memungkinkan kita melakukan anastesi, namun analgetik boleh diberikan. Setelah bersih,
berikan desinfektan. Perawatan jenis luka ini adalah perawatan luka terbuka, namun harus tetap
bersih, hindari penggunaan IODINE salep pada luka jenis ini, karena hanya akan menjadi sarang
kuman, dan pemberian IODINE juga tidak perlu dilakukan tiap hari, karena akan melukai
jaringan yang baru terbentuk.
2. Vulnus punctum (Luka tusuk)
a) Pengertian : Luka tusuk biasanya adalah luka akibat logam, nah yang harus diingat maka
kita harus curiga adalanya bakteri clostridium tetani dalam logam tersebut.
b) Cara penanganan : Hal pertama ketika melihat pasien luka tusuk adalah jangan asal menarik
benda yang menusuk, karena bisa mengakibatkan perlukaan tempat lain ataupun mengenai
pembuluh darah. Bila benda yang menusuk sudah dicabut, maka yang harus kita lakukan adalah
membersihkan luka dengan cara menggunakan H2O2, kemudian didesinfktan. Lubang luka
ditutup menggunakan kasa, namun dimodifikasi sehingga ada aliran udara yang terjadi.
3. Vulnus contussum (luka kontusiopin)
a) Pengertian : luka kontusiopin adalah luka memar, tentunya jangan diurut ataupun ditekan-
tekan, karena hanya aka mengakibatkan robek pembuluh darah semakin lebar saja.
b) Cara penanganan : Yang perlu dilakukan adalah kompres dengan air dingin, karena akan
mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah, sehingga memampatkan pembuluh-pembuluh
darah yang robek.
4. Vulnus insivum (Luka sayat)
a) Pengertian : luka sayat adalah jenis luka yang disababkan karena sayatan dari benda tajam,
bisa logam maupun kayu dan lain sebgainya. Jenis luka ini biasanya tipis.
b) Cara penanganan : yang perlu dilakukan adalah membersihkan dan memberikan desinfektan.
5. Vulnus schlopetorum
a) Pengertian : jenis luka ini disebabkan karena peluru tembakan, maka harus segera
dikeluarkan tembakanya.
b) Cara penanganan : jangan langsung mengeluarkan pelurunya, namun yang harus dilakukan
adalah membersihkan luka dengan H2O2, berikan desinfektan dan tutup luka. Biarkan luka
selama setidaknya seminggu baru pasien dibawa ke ruang operasi untuk dikeluarkan pelurunya.
Diharapkan dalam waktu seminggu posisi peluru sudah mantap dan tak bergeser karena
setidaknya sudah terbentuk jaringan disekitar peluru.
6. Vulnus combustion (luka bakar)
a) Pengertian : adalah luka yang disebabkan akibat kontaksi antara kulit dengan zat panas
seperti air panas(air memdidih), api, dll.
b) Cara penanganan : Penanganan paling awal luka ini adalah alirkan dibawah air mengalir,
bukan menggunakan odol apalagi minyak tanah. Alirkan dibawah air mengalir untuk
perpindahan kalornya. Bila terbentuk bula boleh dipecahkan, perawatan luka jenis ini adalah
perawatan luka terbuka dengan tetap menjaga sterilitas mengingat luka jenis ini sangat mudah
terinfeksi. Dan ingat kebutuhan cairan pada pasien luka bakar.
7. Luka gigitan.
a) Pengertian : luka jenis ini disebabkan dari luka gigitan binatang, seperti serangga, ular, dan
binatang buas lainya. Kali ini luka gigitan yang dibahas adalah jenis luka gigitan dari ular berbisa
yang berbahaya.
b) Cara penanganan : mengeluarkan racun yang sempat masuk ke dalam tubuh korban dengan
menekan sekitar luka sehingga darah yang sudah tercemar sebagian besar dapat dikeluarkan dari
luka tersebut. Tidak dianjurkan mengisap tempat gigitan, hal ini dapat membahayakan bagi
pengisapnya, apalagi yang memiliki luka walaupun kecil di bagian mukosa mulutnya. Sambil
menekan agar racunnya keluar juga dapat dilakukan pembebatan( ikat) pada bagian proksimal
dari gigitan, ini bertujuan untuk mencegah semakin tersebarnya racun ke dalam tubuh yang lain.
Selanjutnya segera mungkin dibawa ke pusat kesehatan yang lebih maju untuk perawatan lanjut.
8. Laserasi atau Luka Parut.
a) Pengertian : Luka parut disebabkan karena benda keras yang merusak permukaan kulit,
misalnya karena jatuh saat berlari.
b) Cara penanganan : Cara mengatasi luka parut, bila ada perdarahan dihentikan terlebih dahulu
dengan cara menekan bagian yang mengeluarkan darah dengan kasa steril atau saputangan/kain
bersih. Kemudian cuci dan bersihkan sekitar luka dengan air dan sabun. Luka dibersihkan
dengan kasa steril atau benda lain yang cukup bersih. Perhatikan pada luka, bila dijumpai benda
asing ( kerikil, kayu, atau benda lain ) keluarkan. Bila ternyata luka terlalu dalam, rujuk ke
rumah sakit. Setelah bersih dapat diberikan anti-infeksi lokal seperti povidon iodine atau kasa
anti-infeksi.
9. Terpotong atau Teriris
a) Pengertian : Terpotong adalah bentuk lain dari perlukaan yang disebabkan oleh benda tajam,
bentuk lukanya teratur dan dalam, perdarahan cukup banyak, apalagi kalau ada pembuluh darah
arteri yang putus terpotong.
b) Cara penanganan : menangani perdarahan terlebih dahulu yakni dilakukan dengan menekan
bagian yang mengeluarkan darah dengan menggunakan kasa steril atau kain yang bersih. Bila
ada pembuluh nadi yang ikut terpotong, dan cukup besar, dilakukan pembalutan torniquet.
Pembalutan dilakukan dengan menempatkan tali/ikat pinggang/saputangan pada bagian antara
luka dan jantung secara melingkar, kemudian dengan menggunakan sepotong kayu/ballpoint
tali/ikat pinggang/saputangan tadi diputar sampai lilitannya benar-benar kencang. Tujuan cara ini
untuk menghentikan aliran darah yang keluar dari luka. Setelah itu, luka ditutup dan rujuk ke
rumah sakit. Pembebatan torniquet dilakukan pada lengan atas atau paha. Pembebatan di tempat
lain tidak akan efektif. Pada luka yang teriris dioles anti infeksi kemudian ditutup kasa steril.
PENANGANAN LUKA (secara umum)
Dalam penanganan luka, sudah umum diketahui bahwa salah satu yang harus dilakukan adalah
tindakan debridement. Debridement bertujuan untuk membuat luka menjadi bersih sehingga
mengurangi kontaminasi pada luka dan mencegah terjadinya infeksi. Debridement bisa
dilakukan dengan beberapa cara, dari yang kurang invasif hingga invasif, yaitu debridement
secara biologik, mekanik, otolitik, enzimatik, dan surgical.
PROSES PENYEMBUHAN LUKA
1. Fase Inflamasi
adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada
jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan
area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses
penyembuhan.
2. Fase Proliferatif
adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran
fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan
menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan.
3. Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan.
Tujuan dari fase maturasi adalah ; menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi
jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan
granulasi, warna kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan
serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari
jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA
Usia, Semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan
Infeksi, Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga
menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran
dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.
Hipovolemia, Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan
menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
Hematoma, Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara
bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan
yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga
menghambat proses penyembuhan luka.
Benda asing, Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum,
fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang
kental yang disebut dengan nanah (�Pus�).
Iskemia, Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada
bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari
balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya
obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
Diabetes, Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula
darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi
penurunan protein-kalori tubuh.
Pengobatan, Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap
cedera,� Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan, Antibiotik : efektif diberikan segera
sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan
setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
PERAWATAN LUKA
Pengelolaan Perawatan Luka
1. Pengertian
Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau
pembedahan.Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses
penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat yaitu : abrasi, kontusio, insisi,
laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis. Sedangkan perawatan luka adalah suatu tindakan
untuk membunuh mikroorganisme(Mansjoer, 2000).
2. Mekanisme terjadinya luka :
a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam. Misal yang
terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh
pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya
dengan benda yang tidak tajam.
d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang
masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh
kawat.
f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada
bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan
melebar.
g. Luka Bakar (Combustio)
3. Kedalaman dan luas luka, dibagi menjadi :
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan
epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis
dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi,
blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan
atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan
yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak
mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang
dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas. (Ayudia, 2008).
4. Tujuan Perawatan Luka
Pengelolaan perawatan luka sangat penting terutama pada penderita diabetes mellitus
dengan kasus gangrene. Tujuan dari perawatan luka adalah untuk: melindungi luka dari trauma
mekanik, mengimmobilisasikan luka, mengabsorbsi drainase, mencegah kontaminasi dari
kotoran tubuh, membantu hemostasis, menghambat atau membunuh mikroorganisme,
memberikan lingkungan fisiologis yang sesuai untuk penyembuhan luka.
5. Proses Penyembuhan
Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu:
a. Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena suatu insisi, tidak ada
jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari bagian internal ke ekseternal.
b. Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari
pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.
c. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi, diperlukan
penutupan luka secara manual.
(Hana, 2009).
6. Fase Penyembuhan
Lamanya penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak dan penyebab
dari luka itu sendiri. Dalam penyembuhan luka terdapat 3 fase yaitu:
a. Fase inflamasi : hari ke 0-5, respon segera setelah terjadi injuri pembekuan darah untuk
mencegah kehilangan darah, karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio laesa, fase awal
terjadi haemostasis, fase akhir terjadi fagositosis, sama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi
infeksi
b. Fase proliferasi or epitelisasi : hari 3 – 14, disebut juga dengan fase granulasi o.k adanya
pembentukan jaringan granulasi pada luka à luka nampak merah segar, mengkilat, jaringan
granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru,
fibronectin and hyularonic acid, epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan
penebalan lapisan epidermis pada tepian luka, epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka
insisi
c. Fase maturasi atau remodeling : berlangsung dari beberapa minggu s.d 2 tahun, terbentuknya
kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile
strength), terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama kuatnya dengan jaringan
sebelumnya, terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular and vaskularisasi
jaringan yang mengalami perbaikan
7. Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan
Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka adalah :
a. Status Imunologi
b. Kadar gula darah (impaired white cell function)
c. Hidrasi (slows metabolism)
d. Nutritisi
e. Kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid osmotic pressure – oedema)
f. Suplai oksigen dan vaskularisasi
g. Nyeri (causes vasoconstriction)
h. Corticosteroids (depress immune function)
(Ayudia, 2008).