kdm 2 ( proses penyembuhan luka ).doc
TRANSCRIPT
MAKALAH KDM 2
“ TRAUMA DAN PERAWATAN LUKA “
Disusun Oleh
Kelompok VII
Lina Ria Hasanah
M. Arif Hardiman
Mirna Arifiati
Ma’ruf
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MATARAM
2008/2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “ TRAUMA DAN PERAWATAN LUKA”,
dan tidak lupa kami berterima kasih kepada teman-teman yang telah ikut serta
membantu dalam penyiapan referensi yang berkaitan dalam makalah kami.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, makalah ini
tentu masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran
sehingga dapat lebih menyempurnakannya.
Mataram, 8 April 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………………………
Daftar Isi ………………………………………………………………………….
BAB I.
Pendahuluan ………………………………………………………………………
a. Latar Belakang ………………………………………………………………..
b. Tujuan ………………………………………………………………………...
BAB II
Pembahasan …………………………………………………………………….....
BAB III
PENUTUP …………………………………………………………………………
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat pesat
terutama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga
memberikan kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini.
Disamping itu pula, isu terkini yang berkait dengan manajemen perawatan luka ini
berkaitan dengan perubahan profil pasien, dimana pasien dengan kondisi penyakit
degeneratif dan kelainan metabolic semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut
biasanya sering menyertai kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat
diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan
keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari
pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat, implementasi
tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta dokumentasi hasil
yang sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh perawat adalah berkaitan
dengan cost effectiveness. Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan
isu tersebut. Hal ini ditunjang dengan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam
perkembangan produk-produk yang bisa dipakai dalam merawat luka. Dalam hal ini,
perawat dituntut untuk memahami produk-produk tersebut dengan baik sebagai
bagian dari proses pengambilan keputusan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
Pada dasarnya, pemilihan produk yang tepat harus berdasarkan pertimbangan biaya
(cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety). Secara umum, perawatan luka yang
berkembang pada saat ini lebih ditekankan pada intervensi yang melihat sisi klien
dari berbagai dimensi, yaitu dimensi fisik, psikis, ekonomi, dan sosial.
B. Tujuan
Agar kita dapat mengetahui :
Pengertian luka dan jenis-jenisnya
Patofisiologi trauma dan luka
Etiologi terjadinya luka
Tahapan proses penyembuhan luka
Komplikasi penyembuhan luka
Proses keperawatan pada pasien dengan trauma dan luka
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI LUKA
Luka adalah “ rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses
patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ
tertentu ( Lazarus et. al, 1994 ) .
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor,
1997).
Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang
atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
B. JENIS-JENIS LUKA
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya
menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase
tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar
1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan
timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh,
luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik
aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk
insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan
adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai
bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai
pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka
timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon
dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
C. PATOFISIOLOGI TRAUMA DAN LUKA
Patofisiologi Trauma
Pada sebuah luka terbuka, trauma mekanis dengan mudah merusak jaringan
granulasi yang penuh dengan pembuluh darah dan mudah pecah, epitelium yang
baru saja terbentuk dan dapat menyebabkan luka sehingga kembali ke keadaan
fase penyembuhan tertentu yaitu fase respons inflamasi akut.
Trauma berulang dapat disebabkan oleh berbagai hal. Jika seorang pasien
penderita dekubitus ditempatkan dengan bagian yang sakit di atas tempat tidur
atau di sebuah kursi, maka kemudian tenaga tekanan yang terjadi, robekan, dan
gesekan, dapat menyebabkan kerusakan lapisan kulit di atasnya, yang tak dapat
dihindarkan sehingga dapat merusak penyembuhan jaringan yang masih sangat
lunak, sehingga luka justru akan bertambah besar. Trauma juga dapat disebabkan
oleh pelepasan balutan yang kurang hati-hati. Bahkan pada saat dilakukan
pcrawatan yang baik sekalipun, beberapa trauma terhadap luka masih sangat
mungkin terjadi jika digunakan kasa yang ditempelkan langsung pada permukaan
luka, sehingga lengkung kapiler darah tumbuh melalui rajutan serat kapas yang
ada pada kapas dan dapat terobek pada saat balutan itu dilepaskan. Banyak
balutan yang seharusnya hanya memiliki daya rendah, dapat merekat erat pada
luka jika dibiarkan terpasang terlalu lama, terutama jika terjadi pengeluaran
eksudat dan luka itu mengering. Perdarahan luka saat pelepasan balutan adalah
tanda trauma yang jelas.
Patofisiologi Penyembuhan Luka
Sejumlah kondisi medis berhubungan dengan buruknya penyembuhan luka.
Mekanisme pengaruh kondisi-kondisi tersebut terhadap penyembuhan luka,
seringkali kompleks, tetapi beberapa kelambatan penyembuhan luka terjadi akibat
kurang tersedianya substansi-substansi yang diperlukan untuk proses
penyembuhan luka, seperti oksigen, asam amino, vitamin, dan mineral.
Penurunan suplai oksigen. Pengaruh lokal yang merugikan akibat buruknya
suplai darah dan hipoksia di tempat luka. Oksigen memainkan peranan penting di
dalam pembentukan kolagen, kapiler-kapiler baru, dan perbaikan epitel, serta
pengendalian infeksi. Jumlah oksigen yang dikirimkan untuk sebuah luka
tergantung pada tekanan parsial oksigen di dalam darah, tingkat perfusi jaringan,
dan volume darah total
Tabel 2.2. Beberapa kondisi medis yang dihubungkan dengan buruknya
penyembuhan luka
Status nutrisi yang buruk
Keganasan
Penyakit inflamasi usus
Gagal hepar
Defisiensi vitamin (khususnya
vitamin A dan C)
Defisiensi mineral (khususnya besi
dan seng)
Anemia
Anemia defisiensi besi
Anemia pemisiosa
Anemia aplastik
Anemia hemolitik
Anemia hemoragik
Turunnya daya tahan terhadap
infeksi
Gangguan imun
Diabetes
Infeksi kronik
Gangguan kardivaskular
Arteriosklerosis
Diabetes
Penyakit vaskuler perifer
Gagal jantung kongesif
Gangguan pernapasan
Lain-lain
Penyakit Cushing
Penyakit Addison
Artritis rheumatoid
Uremia
.
Kebutuhan oksigen di tempat luka memang cukup tinggi. Penurunan pasokan
oksigen terhadap luka dapat disebabkan oleh :
Gangguan respirasi: penurunan efisiensi pertukaran gas dalam
paru-paru, karena penyebab apapun, dapat menyebabkan penurunan tekanan
parsial oksigen (pO2) di dalam darah dan akhirnya terjadi penurunan
ketersediaan oksigen untuk jaringan.
Gangguan kardiovaskuler: hal ini dapat mengurangi tingkat perfusi
jaringan. Hal tersebut secara khusus bermakna pada saat sirkulasi perifer
terganggu, seperti pada diabetes melitus di mana terdapat mikroangiopati serta
pada artritis reumatoid di mana terdapat arteritis, atau di mana terdapat
kerusakan katup pada vena-vena profunda dan vena yang mengalami perforasi
sehingga menyebabkan hipertensi vena kronik serta edema lokal.
Hemoragi: Untuk mempertahankan tekanan darah dan suplai darah
yang adekuat kejantung, otak, dan organ-organ vital lainnya, maka
vasokonstriksi perifer dapat mengiringi perdarahan besar. Tingkat penutupan
perifer akan bergantung pada beratnya kehilangan darah. Turunnya suplai
darah perifer dapat menyebabkan terlambatnya penyembuhan sampai volume
darah dipulihkan kembali. Secara nomial, hal tersebut merupakan suatu
fenomena sesaat saja, tetapi nekrosis jaringan sudah dapat terjadi selama
waktu itu.
Anemia: Apapun penyebabnya, di dalam anemia terdapat
penurunan kapasitas darah yang mengangkut oksigen. Secara khusus, hal
tersebut sangat penting apabila dihubungkan dengan hipovolemia akibat
perdarahan.
Malnutrisi. Baik luka tersebut merupakan luka traumatis, luka akibat
tindakan bedah, ataupun luka terbuka yang kronik, seperti dekubitus, maka salah
satu dari penyebab terbanyak terlambatnya penyembuhan adalah malnutrisi.
Beberapa studi mengenai insidens malnutrisi pada pasien-pasien lansia yang
dirawat di rumah sakit, orang-orang dengan kecacatan mental, dan mereka dengan
penyakit mental menunjukkan bahwa defisiensi vitamin dan mineral bukanlah hal
yang tidak mungkin pada kelompok yang rentan ini, tetapi masalah status nutrisi
yang buruk tidak saja terjadi pada pasien-pasien dengan perawatan di rumah sakit
yang lama. mendapati bahwa sekitar 30% pasien bedah mengalami malnutrisi.
Penyebab keparahan malnutrisi pada pasien yang dirawat diulas oleh Dickerson
(1990).
Kebutuhan protein dan kalori pasien hampir pasti menjadi lebih tinggi
daripada orang normal ketika terdapat luka yang besar (Kinney, 1980 a,b). Asam
amino diperlukan untuk sintesis protein struktural seperti kolagen dan untuk
melakukan sintesa protein yang berperan di dalam respons immun. Pada stadium
awal setelah luka yang besar, berbagai sistem endokrin dan sistem saraf
mengadakan reaksi terhadap cedera yang kemudian memicu proses-proses
katabolik yang merusak jaringan tubuhnya sendiri untuk menyediakan
bahan-bahan yang diperlukan bagi proses perbaikan yang sifatnya segera (Fleck,
1988). Pasien-pasien dengan luka bakar atau trauma yang berat, dapat menderita
pelisutan otot yang dramatis dan kehilangan berat badan yang cepat, hanya dalam
beberapa hari saja. Penggantian protein, kalori, elektrolit, dan cairan, merupakan
komponen pengobatan awal yang sangat vital. Bahkan pada luka terbuka yang
kronis, seperti dekubitus, protein dalam jumlah yang signifikan dapat juga hilang
dalam, eksudat (Bobel, 1987). Mengkaji status nutrisi pasien merupakan suatu
bagian penting dari pengkajian pasien secara menyeluruh.
Defisiensi protein tidak hanya memperlambat penyembuhan, tetapi juga
mengakibatkan luka tersebut sembuh dengan kekuatan regangan yang menyusut.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya dehiscence pada pasien gemuk dengan luka
laparatomi atau menyebabkan cepat hancurnya dekubitus yang baru saja sembuh
hanya akibat trauma kecil saja.
Masukan dan absorpsi yang cukup vitamin dan mineral tertentu yang cukup
juga diperlukan untuk penyembuhan yang optimal. Vitamin C diperlukan untuk
sintesa kolagen. Scurvy dianggap sebagai suatu fenomena yang tidak biasa saat
ini, tetapi kebanyakan lansia memperlihatkan tanda-tanda dini defisiensi vitamin
C, baik karena kemiskinan, kesulitan untuk pergi berbelanja atau kesulitan di
dalam makan buah-buahan dan sayuran segar karena pemasangan gigi palsu yang
tidak pas.
Penurunan daya tahan terhadap infeksi. Penurunan daya tahan terhadap
infeksi, seperti pada pasien-pasien dengan gangguan imun, diabetes, atau infeksi
kronis, akan memperlambat penyembuhan karena berkurangnya efisiensi sistem
immun. Infeksi kronis juga mengakibatkan katalabolisme dan habisnya timbunan
protein, yang merupakan sumber-sumber endogen infeksi luka yang pernah ada.
D. ETIOLOGI TERJADINYA LUKA
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup
oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi).
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca
atau oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung
biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio), yaitu suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus
listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang
lebih dalam.
E. TAHAPAN PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan
memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan
sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses
penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun
beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan.
Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga
kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor, 1997).
1. Prinsip Penyembuhan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu:
(1) Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh
luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang,
(2) Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga,
(3) Respon tubuh secara sistemik pada trauma,
(4) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka,
(5) Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk
mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan
(6) Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh
termasuk bakteri.
2. Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga
berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan
seperti yang terjadi pada lukaa pembedahan (Kozier,1995).
Adapun dalam proses penyembuhan luka terdapat 2 jenis penyembuhan luka
yaitu :
a) Penyembuhan Primer
b) Penyembuhan Sekunder
Penyembuhan primer meliputi beberapa fase , antara
lain :
Menurut Kozier, 1995
a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses
utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis
(penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di
daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan
jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah
dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi
kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan
luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah
kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel
berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier antara
tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme.
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler
digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai
darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang
diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak
merah dan sedikit bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah
interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit
selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan
mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut pagositosis.
Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang
pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF
bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini
sangat penting bagi proses penyembuhan.
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21
setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang
berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan.
Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut
proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi
protein yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen
yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil
kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan
nampak dibawah garis irisan luka.
Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang
memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring
perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini
disebut granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah
pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin
dirinya , menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi
kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.
Menurut Taylor (1997):
a. Fase Inflamatory
Fase inflammatory dimulai setelah pembedahan dan berakhir hari ke 3 –
4 pasca operasi. Dua tahap dalam fase ini adalah Hemostasis dan
Pagositosis. Sebagai tekanan yang besar, luka menimbulkan lokal adaptasi
sindrom. Sebagai hasil adanya suatu konstriksi pembuluh darah, berakibat
pembekuan darah untuk menutupi luka. Diikuti vasodilatasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ke daerah luka yang dibatasi oleh sel darah putih
untuk menyerang luka dan menghancurkan bakteri dan debris. Lebih kurang
24 jam setelah luka sebagian besar sel fagosit ( makrofag) masuk ke daerah
luka dan mengeluarkan faktor angiogenesis yang merangsang pembentukan
anak epitel pada akhir pembuluh luka sehingga pembentukan kembali dapat
terjadi.
b. Fase Proliferative
Dimulai pada hari ke 3 atau 4 dan berakhir pada hari ke-21. Fibroblast
secara cepat mensintesis kolagen dan substansi dasar. Dua substansi ini
membentuk lapis-lapis perbaikan luka. Sebuah lapisan tipis dari sel epitel
terbentuk melintasi luka dan aliran darah ada didalamnya, sekarang
pembuluh kapiler melintasi luka (kapilarisasi tumbuh). Jaringan baru ini
disebut granulasi jaringan, adanya pembuluh darah, kemerahan dan mudah
berdarah.
c. Fase Maturasi
Fase akhir dari penyembuhan, dimulai hari ke-21 dan dapat berlanjut
selama 1 – 2 tahun setelah luka. Kollagen yang ditimbun dalam luka diubah,
membuat penyembuhan luka lebih kuat dan lebih mirip jaringan. Kollagen
baru menyatu, menekan pembuluh darah dalam penyembuhan luka,
sehingga bekas luka menjadi rata, tipis dan garis putih.
Menurut Potter (1998):
a. Devensive / Tahap Inflamatory
Dimulai ketika sejak integritas kulit rusak/terganggu dan berlanjut
hingga 4- 6 hari. Tahap ini terbagi atas Homeostasis, Respon inflamatori,
Tibanya sel darah putih di luka. Hemostasis adalah kondisi dimana terjadi
konstriksi pembuluh darah, membawa platelet menghentikan perdarahan.
Bekuan membentuk sebuah matriks fibrin yang mencegah masuknya
organisme infeksius. Respon inflammatory adalah saat terjadi peningkatan
aliran darah pada luka dan permeabilitas vaskuler plasma menyebabkan
kemerahan dan bengkak pada lokasi luka. Sampainya sel darah putih di luka
melalui suatu proses, neutrophils membunuh bakteri dan debris yang
kemudian mati dalam beberapa hari dan meninggalkan eksudat yang
menyerang bakteri dan membantu perbaikan jaringan. Monosit menjadi
makrofag, selanjutnya makrofag membersihkan sel dari debris oleh
pagositosis, Meningkatkan perbaikan luka dengan mengembalikan asam
amino normal dan glukose . Epitelial sel bergerak dari dalam ke tepi lukaa
selama lebih kurang 48 jam.
b. Reconstruksion / Tahap Prolifrasi
Penutupan dimulai hari ke-3 atau ke-4 dari tahap defensive dan berlanjut
selama 2 – 3 minggu. Fibroblast berfungsi membantu sintesis vitamin B dan
C, dan asam amino pada jaringan kollagen. Kollagen menyiapkan struktur,
kekuatan dan integritas luka. Epitelial sel memisahkan sel-sel yang rusak.
c. Tahap Maturasi
Tahap akhir penyembuhan luka berlanjut selama 1 tahun atau lebih
hingga bekas luka merekat kuat.
Menurut Doughty ( 1992 ) dan Krasner ( 1995 )
a. Fase Inflamasi ( Reaksi )
Fase inflamasi merupakan reaksi tubuh terhadap luka yang dimulai
setelah beberapa menit dan berlangsung selama sekitar 3 hari setelah cedera.
Proses perbaikan terdiri dari mengontrol perdarahan ( hemostasis ),
mengirim darah dan sel ke area yang mengalami cedera ( inflamasi ), dan
membentuk sel-sel epitel pada tempat cedera ( epitelialisasi ). Selama
proses hemostasis, pembuluh darah yang cedera akan mengalami konstriksi
dan trombosit berkumpul untuk menghentikan perdarahan. Bekuan darah
membentuk matriks fibrin yang nantinya akan menjadi kerangka untuk
perbaikan sel. Jaringan yang rusak dan sel mast menyekresi histamine, yang
menyebabkan vasodilatasi kapiler di sekitarnya dan mengeluarkan serum
dan sel darah putih ke dalam jaringan yang rusak. Hal ini menimbulkan
kemerahan, edema, hangat, dan nyeri local. Respons inflamasi merupakan
respons yang menguntungkan dan tidak perlu mendinginkan area inflamasi
atau mengurangi bengkak kecuali jika bengkak tersebut terjadi dalam
ruangan yang tertutup ( mis, pergelangan kaki atau leher ).
Leukosit ( sel darah putih ) akan mencapai luka dalam beberapa jam.
Leukosit utama yang bekerja pada luka adalah neutrofil, yang mulai
memakan bakteri dan debris yang kecil. Neutrofil mati dalam beberapa hari
dan meninggalkan eksudat enzim yang akan menyerang bakteri atau
membantu perbaikan jaringan. Pada inflamasi kronik, neutrofil yang mati
akan membentuk pus. Leukosit penting yang adalah monosit , yang akan
berubah menjadi makrofag. Makrofag adalah “ sel kantong sampah” yang
akan membersihkan luka dari bakteri, sel-sel mati, dan debris denga cara
fagositosis. Makrofag juga mencerna dan mendaur ulang zat-zat tertentu,
seperti asam amino dan gula , yang dapat membantu dalam perbaikan luka.
Makrofag akan melanjutkan proses pembersihan debris luka, menarik lebih
banyak makrofag dan menstimulasi pembentukan fibroblast, yaitu sel yang
mensintesis kolagen. Kolagen dapat ditemukan paling cepat pada hari kedua
dan menjadi komponen utama jaringan parut.
Setelah makrofag membersihkan luka dan menyiapkannya untuk
perbaikan jaringan, sel epitel bergerak dari bagian tepi luka di bawah dasar
bekuan darah atau keropeng. Sel epitel terus berkumpul di bawah rongga
luka selama sekitar 48 jam. Akhirnya di atas luka akan terbentuk lapisan
tipis dari jaringan epitel dan menjadi barier terhadap organisme penyebab
infeksi dan dari zat-zat beracun.
Hormon pertumbuhan dilepaskan oleh trombosit dan makrofag. Semakin
banyak bukti yang menunjukkan bahwa factor ini dapat mempercepat
penyembuhan luka.
Terlalu sedikit inflamasi yang terjadi akan menyebabkan fase inflamasi
berlangsung lama dan proses perbaikan menjadi lambat, seperti yang terjadi
pada penyakit yang menyebabkan kecacatan atau setelah pemberian steroid.
Terlalu banyak inflamasi juga dapat memperpanjang masa penyembuhan
karena sel yang tiba pada luka akan bersaing untuk mendapatkan nutrisi
yang memadai.
b. Fase Proliferasi ( Regenerasi )
Dengan munculnya pembulluh darah baru sebagai hasil rekonstriksi,
fase proliferasi terjadi dalam waktu 3-24 hari. Aktivitas utama salama fase
regenerasi ini adalah mengisi luka dengan jaringan penyambung atau
jaringan granulasi yang beru dan menutup bagian atas luka dengan
epitelisasi. Fibroblast adalah sel-sel yang mensintesis kolagen yang akan
menutup defek luka. Fibroblas membutuhkan vitamin B dan C , oksigen,
dan asam amino agar dapat berfungsi denga baik. Kolagen memberikan
kekuatan dan integritas struktur pada luka . Selama periode ini luka mulai
tertutup oleh jaringan yang baru.Bersamaan dengan proses rekontruksi yang
terus berlangsung , daya elastisitas luka meningkat dan resiko terpisah atau
rupture luka akan menurun. Tingkat tekanan pada luka mempengaruhi
jumlah jaringan parut yang terbentuk. Contohnya , jaringan parut lebih
banyak terbentuk pada luka di ekstremitas dibandingkan denga luka pada
daerah yang pergerakannya sedikit , seperti di kulit kepala atau dada.
Gangguan proses penyembuhan selama fase ini biasanya disebabkan oleh
factor sistemik, seperti usia, anemia, hipoproteinemia dan defisiensi zat besi.
c. Materasi ( Remodeling )
Maturasi, yang merupakan tahap akhir proses penyembuhan luka, dapat
memerlukan waktu lebih dari 1 tahun, bergantung pada kedalaman dan
keluasan luka. Jaringan parut kolagen terus melakukan reorganisasi dan
akan menguat setelah beberapa bulan. Namun , luka yang telah sembuh
biasanya tidak memiliki daya elastisitas yang sama dengan jaringan yang
digantikannya. Serat kolagen mengalami remodeling atau reorganisasi
sebelum mencapai bentuk normal. Biasanya jaringan parut mengandung
lebih sedikit sel-sel pigmentasi ( melanosit ) dan memiliki warna yang lebih
terang dari pada warna kulit normal.
Penyembuhan sekunder
Pada penyembuhan sekunder, memerlukan waktu yang lebih lama karena
mengalami banyak kehilangan jaringan . Luka terbuka yang besar biasanya
leibh banyak mengeluarkan cairan dari pada luka tertutup. Inflamasi yang
terjadi sering kali bersifat kronik dan jaringan yang rusak lebih banyak dipenuhi
oleh jaringan granulasi yang rapuh dari pada dipenuhi oleh kolagen.
Bila sel epitel dan jaringan penyambung tidak mampu menutup defek luka
maka akan terjadi kontraksi. Kontraksi luka meliputi pergerakan dermis dan
epidermis pada setiap sisi luka. Mekanisme kontraktur belum sepenuhnya
dimengerti tetapi diketahui bahwa kolagen tidak berperan penting dan setiap
kejadian yang mengganggu kemampuan hidup sel yang berada ditepi luka akan
menghambat kontraksi. Kontraksi luka dimulai pada hari keempat dan terjadi
secara simultan dengan epitelisasi. Sel yang mendorong terjadi kontraksi adalah
miofibroblas. Kontraksi luka mengakibatkan jaringan disekitar luka menipis,
dan ukuran serta bentuk jaringan parut pada akhirnya akan sama dengan garis
ketegangan di daerah yang rusak. Pada beberapa daerah tubuh, kontraksi
memberi hasil yang minimal misalnya pada luka diwajah, sternum, dann kaki
bagian bawah anterior. Kontraksi luka tidak sama dengan kontraktur atau
deformitas akibat pemendekan otot dan fiksasi sendi.
F. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LUKA
1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua
lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu
sintesis dari faktor pembekuan darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien
memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral
seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status
nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk
meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah
jaringan adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya
sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit
pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat
karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk
sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang
menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus.
Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan
pernapasan kronik pada perokok.
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan
menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara
bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat
bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh,
sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari
serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk
suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).
7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah
pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi
akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal
yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
8. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula
darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan
terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat
membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap
cedera
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan
tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
G. KOMPLIKASI PENYEMBUHAN LUKA
Komplikasi penyembuhan luka meliputi hemoragi, infeksi, perdarahan,
dehiscence dan eviscerasi.;
1. Hemoragi
Hemoragi atau perdarahan dari daerah luka merupakan hal yang normal terjadi
selama dan sesaat setelah trauma. Hemostasis terjadi dalam beberapa menit
kecuali jika luka mengenai pembuluh darah besar atau fungsi pembekuan darah
klien buruk. Perdarahan terjadi setelah hemostasis menunjukkan lepasnya jahitan
operasi, keluarnya bekuan darah, infeksi, atau erosi pembuluh darah oleh benda
asing ( contoh, selang drainase ). Perdarahan dapat terjadi secara eksternal atau
internal. Contohnya jika jahitan operasi merobek pembuluh darah, maka
perdarahan terjadi di dalam jaringan dan tidak terlihat tanda-tanda perdarahan
kecuali jika klien terpasang drain setelah pembedahan, yang berguna untuk
membuang cairan yang terkumpul di dalam jaringan di bawah luka. Perawat daapt
mendeteksi perdarahan internal dengan melihat adanya distensi atau
pembengkakan pada bagian tubuh yang mengalami luka, perubahan jenis dan
jumlah drainase dari drain yang dipasang setelah pembedahan, atau adanya tanda-
tanda syok hipovolemik.
2. Hematoma
Hematoma adalah pengumpulan darah local dibawah jaringan. Hematoma terlihat
seperti bengkak atau massa yang sering berwarna kebiruan. Hematoma yang
terjadi didekat arteri atau vena yang besar berbahaya karena tekanan akibat
hematoma dapat menghambat aliran darah.
3. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau
setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah
pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan
drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan
peningkatan jumlah sel darah putih.
4. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis
jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain).
Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah
balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah
pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi,
penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan
dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
5. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.
Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah
keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan,
kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan,
muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka.
Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas
di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup
dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan
untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.
6. Fistula
Fistula adaalah saluran abnormal yang berada di antara 2 buah organ atau di
antara organ dan bagian luar tubuh. Dokter bedah membuat fistula untuk
kepentingan terapi, misalnya, pembuatan saluran antara lambung dengan dinding
abdomen luar untuk memasukkan selang gastrostomi yang berguna untuk
memasukkan makanan. Namun, sebagian besar fistula terbentuk karena
penyembuhan luka yang buruk atau karena komplikasi suatu penyakit , seperti
penyakit Chron atau enteritis regional. Trauma, infeksi, terpapar radiasi serta
penyakit seperti kanker akan menyebabkan lapisan jairngan tidak menutup
dengan baik dan membentuk saluran fistula. Fistula meningkatkan resiko
terjadinya infeksi dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit akibat kehilangan
cairan. Drainase cairan yang kronik melalui fistula juga dapat menyebabkan
kerusakan kulit .
H. PROSES KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA DAN
LUKA
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian dilakukan dengan melihat penampilan ( tanda penyembuhan luka )
seperti adanya perdarahan , proses inflamasi ( kemerahan dan pembengkakan ),
proses granulasi jaringan ( yaitu menurunnya reaksi inflamasi pada saat
pembekuan berkurang ), adanya parut atau bekas luka ( scar) akibat fibroblast
dalam jaringan granulasi mengeluarkan kolagen yang membentuknya, serta
berkurangnya ukuran parut yang merupakan indikasi terbentuknya koloid. Selain
itu, juga perlu dikaji adanya drainase, pembengkakan , bau yang kurang sedap,
dan nyeri pada daerah luka.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan ;
Insisi bedah
Efek tekanan
Cedera akibat zat kimia
Sekresi dan ekskresi
Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) yang berhubungan dengan ;
Terputusnya kontinuitas jaringan, sensory,dan vaskularisasi
Resiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan ;
Imobilisasi fisik
Paparan sekresi
Resiko infeksi yang berhubungan dengan;
Malnutrisi
Kehilangan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
Nyeri yang berhubungan dengan ;
Insisi abdomen
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
Nyeri luka operasi
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ;
Ketidakmampuan menelan makanan
Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan ;
Nyeri insisi abdomen
Gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan;
Gangguan aliran arteri
Gangguan aliran vena
Gangguan harga diri yang berhubungan dengan;
Persepsi terhadap jaringan parut
Persepsi terhadap drain operasi
Reaksi terhadap pengangkatan bagian tubuh melalui pembedahan
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tujuan :
1. Mencegah terjadinya infeksi
2. Mengurangi nyeri dan mempercepat proses
penyembuhan luka
3. Memperoleh rasa nyaman
Rencana Tindakan
a. Mencegah terjadinya infeksi dengan cara menjaga
atau mempertahankan agar luka tetap dalam keadaan bersih.
b. Mengurangi nyeri dan mempercepat proses
penyembuhan luka dengan cara melakukan perawatan luka secara aseptic.
c. Memperolah rasa nyaman dengan cara menjaga
pasien dari hal-hal yang dapat menyebabkan rasa sakit pada luka.
IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Cara Merawat Luka
Merupakan tindakan keperawatan untuk merawat luka dan melakukan
pembalutan dengan tujuan mencegah infeksi silang ( masuk melalui luka ) dan
mempercepat proses penyembuhan luka.
Alat dan Bahan
1) Pinset anatomi
2) Pinset cirurghi
3) Gunting steril
4) Kapas sublimate / savlon dalam tempatnya
5) Larutan H2O2
6) Larutan boorwater
7) NaCl 0,9%
8) Gunting perban ( gunting tidak steril )
9) Plester / pembalut
10) Bengkok
11) Kasa steril
12) Mangkok kecil
13) Handskon steril
Prosedur Kerja :
1) Cuci tangan
2) Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan
3) Gunakan sarung tangan steril
4) Buka plester dan balutan dengan menggunakan pinset
5) Bersihkan luka dengan menggunakan savlon/sublimate ,
H2O2, boorwater, atau NaCl 0,9 % sesuai dengan keadaan luka. Lakukan
hingga bersih.
6) Berikan obat luka
7) Tutup luka dengan menggunakan kasa steril
8) Balut luka
9) Catat perubahan keadaan luka
10) Cuci tangan
2. Cara Menjahit Luka
Merupakan tindakan keperawatan untuk menutup luka melalui jahitan,
bertujuan mencegah terjadinya perdarahan, mencegah infeksi silang, dan
mempercepat proses penyembuhan.
Alat dan Bahan
1) Pinset anatomi
2) Pinset cirurghi
3) Gunting steril
4) Naald voerder
5) Jarum
6) Benang
7) Larutan betadine
8) Alkohol 70%
9) Obat anastesi
10) Spuit
11) Duk steril
12) Pisau steril
13) Gunting perban
14) Plester/pembalut
15) Bengkok
16) Kasa steril
17) Mangkok kecil
18) Handskon steril
Prosedur Kerja :
1) Cuci tangan
2) Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan
3) Gunakan sarung tangan steril
4) Lakukan disinfeksi daerah yang akan dijahit ( dengan betadine dan
alcohol 70% ), kemudian lakukan anastesi pada daerah yang akan dijahit.
5) Lakukan jahitan pada daerah yang dikehendaki dengan
menggunakan teknik menjahit yang sesuai dengan kondisi luka.
6) Berikan betadine
7) Tutup luka dengan menggunakan kasa steril
8) Lakukan pembalutan
9) Catat perubahan keadaan luka
10) Cuci tangan
3. Cara Mengangkat atau Mengambil Jahitan
Merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengangkat
jahitan luka bedah atau mengambil jahitan pada luka bedah dengan cara
memotong simpul jahitan, bertujuan mencegah infeksi silang dan
mempercepat proses penyembuhan luka.
Alat dan bahan
1) Pinset anatomi
2) Pinset cirurghi
3) Arteri klem
4) Gunting angkat jahitan steril
5) Lidi kapas ( lidi yang diberi /dilapisi kapas pada ujungnya )
6) Kasa steril
7) Mangkok steril
8) Gunting pembalut
9) Plester
10) Alkohol 70%
11) Larutan H2O2 savlon/lisol, atau larutan lainnya sesuai dengan
kebutuhan
12) Obat Luka
13) Gunting perban
14) Bengkok
15) Handskon steril
Prosedur kerja :
1) Cuci tangan
2) Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan
3) Gunakan sarung tangan steril
4) Buka plester dan balutan dengan menggunakan pinset
5) Bersihkan luka dengan menggunakan savlon/sublimate, H2O2,
boorwater atau NaCl 0,9% sesuai dengan keadaan luka, lakukan hingga
bersih.
6) Angkat jahitan dengan manarik simpul jahitan sedikit ke atas,
kemudian gunting benang dan tarik dengan hati-hati lalu dibuang pada
kasa yang disediakan.
7) Tekan daerah sekitar luka hingga pus/nanah/seratus tidak ada
8) Berikan obat luka
9) Tutup luka dengan menggunakan kasa steril
10) Lakukan pembalutan
11) Catat perubahan keadaan luka
12) Cuci tangan
V. EVALUASI
Evaluasi terhadap masalah luka secara umum dapat dinilai dari sempurnanya
proses penyembuhan luka, tidak ditemukan adanya tanda radang, tidak ada
perdarahan, luka dalam keadaan bersih, dan tidak ada keloid/skiatrik.
DAFTAR PUSTAKA
Perry, A.G & Potter, P.A. ( 2006 ). Fundamental Keperawata; Konsep,Proses,dan
Praktik. Jakarta : EGC
Alimul H. , A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya : Salemba
Medika
Oswari. 2000. Bedah dan perawatannya. Jakarta : EGC
Schwartz, dkk. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Haryani, Ani. 2004. Diagnosis Keperawatan Nanda. Yogyakarta : Nanda
Schrock, Theodore R. 1993. Ilmu Bedah . Jakarta : EGC
Sabiston. 1992. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
http://images.mailmkes.multiply.com